Case Tami Thalasemia
-
Upload
adelita-yuli-hapsari -
Category
Documents
-
view
24 -
download
1
description
Transcript of Case Tami Thalasemia
STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL
Nama Mahasiswa : Utami Ningsih Dokter Pembimbing : dr.Herry Susanto, Sp.A
NIM : 030.09.259 Tanda tangan :
I. IDENTITAS PASIEN
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An. HL Tn.S Ny.I
Umur 11 tahun 33 tahun 38 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan
Alamat Brebes
Agama Islam Islam Islam
Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa
Pendidikan - SMA SMA
Pekerjaan - Petani Guru
Penghasilan - Rp1.000.000,-/ bulan Rp.1.500.000,-/bulan
Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung
Asuransi BPJS non PBI
No. RM 537214
Tanggal masuk RS 22 Januari 2015
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan dengan ayah pasien pada tanggal 22 januari 2015 di
Paviliun Wijaya Kusuma RSU Kardinah pukul 13.00 WIB
Keluhan utama : Lemas
Keluhan Tambahan : Pucat, sering mengantuk, kurang konsentrasi
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh ayahnya ke Poli Anak RSU Kardinah Tegal dengan
keluhan lemas sejak 1 minggu SMRS. Lemas dirasakan makin bertambah berat tiap harinya.
Selain lemas, pasien juga mengeluhkan pucat, sering mengantuk yang makin berat tiap
1
harinya. Ayah pasien juga mengatakan pasien sering mengeluh sulit berkonsentrasi di sekolah
namun pasien masih dapat mengikuti pelajaran sekolah dan tidak pernah tidak naik kelas.
Ayah pasien mengatakan bahwa pasien didiagnosa menderita thalasemia saat berumur
6 tahun oleh dokter spesialis anak. Pasien saat itu datang dengan keluhan pucat, lemas, dan
sering mengantuk. Pasien menjalani transfusi berulang karena sering pucat sejak 5 tahun
yang lalu. Pada 2 tahun awal, pasien menjalani transfusi tiap 3 bulan sekali. 2 tahun
berikutnya pasien menjalani transfusi darah 2 bulan sekali. 1 tahun terakhir pasien menjalani
transfusi darah tiap bulan. Pasien tidak menderita asma maupun alergi makanan. Selain
karena pucat dan lemas pasien tidak pernah dirawat inap di rumah sakit.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sering dirawat di rumah sakit sejak 5 tahun yang lalu untuk mendapatkan
transfusi darah.
Tidak ada riwayat operasi, trauma, alergi makanan, obat, dingin dan debu .
Riwayat sakit jantung juga disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Adik pasien juga menderita thallasemia dan menerima transfusi tiap 2 bulan sekali.
Tidak diketahui riwayat thallasemia pada anggota keluarga lainnya.
Riwayat Lingkungan Rumah
Kepemilikan : Rumah milik pribadi.
Keadaan Rumah :
Pasien tinggal bersama dengan ayah, ibu, dan kedua adiknya. Rumah berada di
kawasan yang padat penduduknya dengan luas 7 x 20 meter. Tempat tinggal pasien
memiliki 2 kamar tidur yang berjendela dan 1 ruang tamu. Cahaya matahari dapat masuk
melalui jendela dan lampu tidak perlu dinyalakan pada siang hari .Kamar mandi ada 1
dan terdapat di dalam rumah. Penerangan dengan listrik. Air berasal dari PAM. Jarak
septic tank kurang lebih 12 meter dari sumber air. Di depan rumah pasien terdapat
selokan yang selalu kering. Di depan rumah pasien terdapat taman kecil yang
dibersihkan tiap hari oleh ayah pasien.
Kesan :Keadaan rumah cukup baik, dengan ventilasi dan sirkulasi yang cukup
baik, keadaan lingkungan baik.
2
Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai petani. Sedangkan ibu pasien seorang guru tetap.
Penghasilan ayah pasien Rp 1.000.000,00 / bulan. Penghasilan ibu 1.500.000,-/bulan.
Gaji keduanya dipakai untuk membiayai hidup 5 anggota keluarga.
Kesan: riwayat sosial ekonomi cukup
Riwayat Kehamilan dan P renatal
Ibu memeriksakan kehamilannya secara teratur di bidan sebulan sekali. Mendapatkan
suntikan TT 2x. Ibu pasien tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan, riwayat
perdarahan selama kehamilan disangkal, riwayat trauma selama kehamilan disangkal, riwayat
minum obat tanpa resep dokter dan jamu disangkal, riwayat demam selama kehamilan
disangkal
Kesan: Riwayat pemeliharaan prenatal baik
Riwayat Kelahiran
Tempat kelahiran : rumah bidan
Penolong persalinan : bidan
Cara persalinan : pervaginam
Masa gestasi : 39 minggu G1P0A0
Keadaan bayi
Berat badan lahir : 3000 gram
Panjang badan lahir : 50 cm
Lingkar kepala : ayah tidak tahu
Keadaan lahir : langsung menangis
Nilai APGAR : ayah tidak tahu
Kelainan bawaan : tidak ada
Air ketuban : ayah tidak tau
Kesan: Neonatus aterm, lahir spontan, bayi dalam keadaan sehat.
Riwayat Pemeliharaan Postnatal
Pemeliharaan setelah kehamilan dilakukan di rumah sakit pada usia 2 minggu pasien
diperiksa anak mengalami anemia sehingga pasien dirawt 10 hari untuk dilakukan transfusi
darah tetapi ayah lupa berapa kantong.
Kesan: Riwayat pemeliharaan postnatal kurang baik.
3
Corak Reproduksi Ibu
Ibu P3A0, anak pertama, laki-laki, 11 tahun (pasien). Anak kedua, perempuan umur 9
tahun. Anak ketiga perempuan umur 3 tahun.
Riwayat Keluarga Berencana
Ibu pasien mengaku saat ini menggunakan KB suntik.
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan:
Berat badan lahir 3000 gram. Panjang badan lahir 50 cm.
Berat badan sekarang 27,5 kg. Panjang badan 137 cm.
Perkembangan:
Psikomotor
Senyum : ayah lupa
Tengkurap dan berbalik sendiri : ayah lupa
Duduk : ayah lupa
Merangkak : ayah lupa
Berdiri : ayah lupa
Berjalan : 3 tahun
Berlari : 3,5 tahun
Gangguan perkembangan : +
Kesan :Saat ini anak berusia 11 tahun. Riwayat pertumbuhan dan
perkembangan anak tidak sesuai umur.
Riwayat Makan dan Minum Anak
Ibu mengaku memberikan ASI dan PASI sejak lahir sampai usia 2 tahun.
Usia 6 bulan anak diberikan ASI dan bubur susu
Usia 8 bulan diberikan ASI dan bubur tim
Usia 1 tahun diberikan makanan lunak dan pisang yang dilumatkan
Usia 2 tahun anak telah makan nasi, lauk pauk dan sayur.
Saat ini pasien makan nasi, lauk pauk, dan sayuran. Pasien jarang jajan di
sekolah atau lingkungan sekitarnya.
4
Kesan: Kualitas dan kuantitas makanan baik
Riwayat Imunisasi
Ayah pasien mengatakan imunisasi pasien lengkap namun ayahnya tidak ingat umur
saat pasien diimunisasi dan data imunisasi pasien disimpan oleh neneknya.
Silsilah Keluarga
Silsilah atau Ikhtisar Keturunan
Keterangan :
: laki-laki
: perempuan
: pasien
: Keluarga pasien yang memiliki hal yang sama dengan pasien
Kesan : Terdapat anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama, yaitu adik
perempuan pasien
III. PEMERIKSAAN FISIK
5
Pemeriksaan dilakukan di Paviliun Wijaya Kusuma RSU Kardinah Tegal tanggal 22 Januari
2015, pukul 13.00 WIB.
Kesan Umum : TSS, CM, Pucat, Lemas, Facies Cooley (+)
Tanda Vital
Nadi : 84 x/menit, reguler, isi cukup
Laju Nafas : 20x/menit, reguler
Tekanan darah : 100/ 60
Suhu : 37,1 ˚C (aksila)
Data Antropometri
Berat badan sekarang : 27,5 kg
Tinggi Badan: 137 cm
Status Internus
Kepala : Mikrocephali, LK : 43 cm
Rambut : Rambut warna hitam, penyebaran merata, tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra (-/-),
Hidung : Bentuk normal, simetris, sekret (-/-) napas cuping hidung (-/-)
Telinga : Bentuk dan ukuran normal, discharge (-/-),
Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), stomatitis (-)
Tenggorok : Faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1 hiperemis (-), detritus (-),
granulasi (-)
Leher : Simetris, pembesaran KGB (-)
Thorax : Dinding thorax normothorax dan simetris
Pulmo:
Inspeksi : Pergerakan dinding thorax kiri-kanan simetris, retraksi
dinding dada (-)
Palpasi : Vocal fremitus simetris
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
6
Auskultasi : Suara nafas vesikuler(+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing
(-/-)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis
sinistra
Perkusi :
Batas kiri jantung : ICS V midclavicularis sinistra
Batas kanan jantung : ICS III – ICS V linea parasternal dextra.
Batas atas jantung : ICS II linea strenalis sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, sistolik murmur(+),
gallop(-)
Abdomen
Inspeksi : datar , simetris
Auskultasi : Bising usus 1x/menit
Palpasi : Supel, datar, BU (+) , hepatomegali (-), Splenomegali
(+) shuffner IV, konsistensi lunak, tepi tajam,permukaan rata, Nyeri
tekan (-),
Perkusi : Pekak pada kuadran kiri atas abdomen sampai dengan titik
shuffner 4.
Genitalia : jenis kelamin laki-laki, tidak ada kelainan
Anorektal : pemeriksaan tidak dilakukan
Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
7
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2” <2”
Oedem -/- +/+
Tonus Otot Normotonus Normotonus
Trofi Otot Normotrofi Normotrofi
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah (22/01/2014 pukul 10.23 WIB)
Hematologi Hasil Rujukan
Lekosit 5,1 10 3/ul 4,5-13,5 103/ul
Eritrosit 2,2 106/ul (↓) 3,8-5,3 106/ul
Hemoglobin 5,8 g/dL (↓) 10,8-15,6 g/dL
Hematokrit 16,9% (↓) 35-45 %
RDW 14,5 % 11,5- 14,5 %
MCV 77,2 U 80 - 96 U
MCH 34,5 pcg (↑) 28 - 33 pcg
MCHC 32,5g/dL (↓) 33.0-36.0 g/dL
Trombosit 165 3/ul 150 – 523 103/ul
IV. PEMERIKSAAN KHUSUS
Data antropometri:
8
Anak laki-laki usia : 11 tahun
Berat badan : 27,5 kg
Panjang badan : 137 cm
Pemeriksaan Status Gizi
Pertumbuhan fisik anak laki-laki menurut persentil CDC:
BB/U= 27,5/36 x100% = 76 % ( Gizi kurang)
TB/U = 137/143 x 100% = 95,8% (Tinggi normal)
BB/TB = 27,5/30 x 100% = 91,7 % (Gizi baik)
9
Kesan: Gizi Baik
10
Pemeriksaan Lingkar kepala
Menurut kurva Nellhause
Lingkar kepala anak : 43 cm Mikrocephali
Kesan : mikrosephali
IV. MASALAH
a. Pucat
b. Lemas
c. Sering mengantuk
d. Sulit konsentrasi
e. Anemia mikrositik hipokrom
f. Splenomegali
V. DIAGNOSA BANDING
1. Anemia Mikrositik Hipokrom dengan Splenomegali
a. Anemia Hemolitik
b. Anemia Defisiensi besi
11
c. Anemia karena perdarahan
d. Anemia aplastik
2. Status Gizi
a. Baik
b. Kurang
c. Lebih
VII. DIAGNOSA KERJA
1. Thallasemia β Mayor
2. Status Gizi Baik
VII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Transfusi PRC 3 x 200 cc
Exjade 1 x 200 mg
Non-medikamentosa
Tirah baring
Pengawasan KU dan tanda vital
Menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit pasien dan komplikasinya,
pengobatan, dan prosedur yang akan dilakukan.
VIII. PROGNOSA
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationnam : Ad Malam
Quo ad fungsionam : Dubia ad Malam
IX. SARAN
Pemeriksaan :
Darah Rutin Post Transfusi
Sediaan Apus Darah Tepi
Pemeriksaan Serum ferritin, LIC (biopsi hati) atau MRI, TIBC
Pemeriksaan Hb elektroforesa
Kimia klinik (SGOT-SGPT)
12
Profil koagulasi (PT-APTT)
Pemeriksaan Foto thorax, foto tulang panjang dan foto cranium
USG abdomen
Electrocardiography
Feces dan Urin rutin
Terapi :
Asam Folat 1 x 5 mg/hari
Vitamin C 1 x 200 mg/hari
Vitamin E 1 x 200 mg/hari
Diet Kalori : 1650 kkal/hari
Protein : 2 x 27,5 = 55 g /hari
3 x bubur
2 x snack
2 x buah
ANALISA KASUS
Diagnosis Thallasemia β Mayor dan Status Gizi Baik diambil berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik yang dilakukan.
1. Thallasemia β Mayor
Masalah Interpretasi
Anamnesis
- Pasien datang diantar oleh
ayahnya ke Poli Anak RSU
Kardinah Tegal dengan keluhan
lemas sejak 1 minggu SMRS.
Lemas dirasakan makin
bertambah berat tiap harinya.
Selain lemas, pasien juga
mengeluhkan pucat, sering
Gejala klinis pada thalassemia
hampir semua sama, yang membedakan
adalah tingkat keparahannya, dari
ringan (asimptomatik) sampai parahnya
gejala. Gejala klinis biasa berupa tanda-
tanda anemia seperti pucat, lemah, letih,
lesu, tidak aktif beraktifitas atau jarang
bermain dengan teman seusianya, sesak
13
mengantuk, kurang konsentrasi
yang makin berat tiap harinya.
- Ayah pasien juga mengatakan pasien
sering mengeluh sulit berkonsentrasi
di sekolah namun pasien masih dapat
mengikuti pelajaran sekolah dan
tidak pernah tidak naik kelas.
- Ayah pasien mengatakan bahwa
pasien didiagnosa menderita
thalasemia saat berumur 6 tahun
oleh dokter spesialis anak.
- Pasien saat itu datang dengan
keluhan pucat, lemas, dan sering
mengantuk.
- Pasien menjalani transfusi berulang
karena sering pucat sejak 5 tahun
yang lalu.
- Adik pasien juga menderita
thallasemia dan menerima transfusi
tiap 2 bulan sekali.
-
nafas kurang konsentrasi, sering pula
disertai dengan kesulitan makan, gagal
tumbuh, infeksi berulang dan perubahan
tulang.
Pemeriksaan Fisik
Kesan Umum : TSS, CM,
Pucat, Lemas, Facies Cooley (+)
Status Internus
Kepala : Mikrocephali
Mata : Konjungtiva anemis (+/+),
Leher : Simetris, pembesaran KGB
(-),
Thorax : Dinding thorax normothorax
dan simetris
Cor :
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
facies Cooley, konjungtiva anemis,
pembesaran lien dan atau hepar, dan
juga mungkin didapatkan kelainan pada
suara janutng seperti murmur dan tanda-
tanda gagal jantung lainnya. anemia
terjadi akibat kurangnya oxygen
carrying capacity dari tiap eritrosit dan
tendensi dari sel darah merah matur
yang mengalami hemolisa secara
premature. pembesaran lien terjadi
14
Auskultasi : Bunyi jantung
I dan II
reguler,pansi
stolik
murmur(+)
grade IV
dengan
punctum
maximum di
katup
tricuspid,
gallop(-)
Abdomen
Palpasi : Supel, datar,
BU (+) , hepatomegali (-),
Splenomegali (+) shuffner
IV, konsistensi lunak, tepi
tajam,permukaan rata,
Nyeri tekan (-),
Perkusi : Pekak pada
kuadran atas abdomen
sampai dengan titik shuffner
4.
akibat hemolisis yang berkepanjangan.
murmur atau tanda-tanda gagal jantung
terjadi sebagai salah satu kompensasi
anemia yang kronis pada pasien ini.
Pemeriksaan Penunjang
Hematologi Hasil
Lekosit 5,1 10 3/ul
Eritrosit 2,2 106/ul (↓)
Hemoglobin 5,8 g/dL (↓)
Hematokrit 16,9% (↓)
RDW 14,5 %
MCV 77,2 U
MCH 34,5 pcg (↑)
MCHC 32,5g/dL (↓)
Trombosit 165 3/ul
Didapatkan
Pada penderita thallasemia
biasanya didapatkan penurunan
haemoglobin yang disebabkan
oleh ketidakseimbangan sintesis
rantai globin. Eritrosit juga
menurun sebagai akibat dari
hemolisis premature yang terjadi
pada pasien thallasemia. Pada
15
thallasemia juga didapatkan
gambaran darah hipokrom
mikrositer yang dapat dilihat
dari cek darah lengkap.
2. Status Gizi Baik
Masalah Interpretasi
Anamnesis
Ibu mengaku memberikan ASI dan PASI
sejak lahir sampai usia 2 tahun.
Usia 6 bulan anak diberikan ASI dan
bubur susu
Usia 8 bulan diberikan ASI dan bubur
tim
Usia 1 tahun diberikan makanan lunak
dan pisang yang dilumatkan
Usia 2 tahun anak telah makan nasi, lauk
pauk dan sayur.
Saat ini pasien makan nasi, lauk pauk,
dan sayuran. Pasien jarang jajan di
sekolah atau lingkungan sekitarnya.
o Pada pasien ini kualitas dan
kuantitas makan pasien baik.
Pemeriksaan Fisik
BB/U= 27,5/36 x100% = 76 % ( Gizi
kurang)
TB/U = 137/143 x 100% = 95,8%
(Tinggi normal)
BB/TB = 27,5/30 x 100% = 91,7 %
(Gizi baik)
Pada pemeriksaan fisik status gizi didapatkan
gizi kurang menurut berat badan per umur,
tinggi normal berdasarkan tinggi badan per
umur, dan gizi baik berdasaarkan berat badan
per tinggi badan, maka pasien ini masuk
dalam kategori gizi baik.
16
PERJALANAN PENYAKIT
Tanggal 22 Januari 2015 23 Januari 2015S Lemas (+), Mual (-), Muntah (-), Sakit
Kepala (-), Demam (-) Keluhan (-)
O TD : 100/60 Nadi: 82x/m, RR: 26x/m, S: 36,50 CKU: TSS/CM/Lemas/ Pucat/ Facies cooley (+) Mata : CA (+/+), SI (-/-)Leher : KGB TTM, dilatasi vena jugularis (+)Paru : SN Vesikular, Rh(+/+), wh(-/-)Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)Abdomen: datar , supel,BU(+), Hepar tidak teraba, splenomegali (+) shuffner IV, tepi tajamEkstremitas: oedem (-), akral dingin (-), Anemis (+), CRT < 2”
TD :100/60 Nadi: 86x/m, RR: 26x/m, S: 36,50 CKU: TSS/CM/Lemas/ Pucat/ Facies cooley (+)Mata : CA (-/-), SI (-/-)Leher : KGB TTM, dilatasi vena jugularis (+)Paru : SN Vesikular, Rh(+/+), wh(-/-)Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)Abdomen: datar , supel,BU(+), Hepar tidak teraba, splenomegali (+) shuffner IV, tepi tajamEkstremitas: oedem (-), akral dingin (-), Anemis (+), CRT < 2”
A Thallasemia β Mayor Thallasemia β MayorHemosiderosis
P Medikamentosa Transfusi PRC 3 x 200 cc Exjade 1 x 250 mg Asam Folat 2 x 1 tab B6/B12/B complex 1 x 1 tab
Medikamentosa Terapi lanjutkan
Tanggal 24 Januari 2015 25 Januari 2015S Lemas (+) Keluhan (-)O Nadi: 88x/m, RR: 24x/m, S: 370C
KU: TSS/CM. Mata : CA (-/-), SI (-/-)Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), wh(-/-)Jantung : S1/S2 regular, M (+), G (-)Abdomen: datar , supel,BU(+), Hepar tidak teraba, splenomegali (+) shuffner IV, tepi tajamEkstremitas: edema (-), akral dingin (-), CRT <2”, anemis (+)
Nadi: 88x/m, RR: 24x/m, S: 370C KU: TSS/CM. Mata : CA (-/-), SI (-/-)Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), wh(-/-)Jantung : S1/S2 regular, M (+), G (-)Abdomen: datar , supel,BU(+), Hepar tidak teraba, splenomegali (+) shuffner IV, tepi tajamEkstremitas: edema (-), akral dingin (-), CRT <2”, anemis (-)
17
Lab Darah Post TransfusiHb : 9,4HT : 28Leukosit : 3,8 x 103
Trompbosit 98.000
A Thallasemia Hemosiderosis
Thallasemia
P Transfusi PRC 1 x 250 ccLain-lain lanjutkan
terapi lanjut
Tanggal 26Januari 2015 S Keluhan (-) O Nadi: 78x/m, RR: 26x/m, S: 37,30C
KU: TSS/CM. Mata : CA (-/-), SI (-/-)Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), wh(-/-)Jantung : S1/S2 regular, M (+), G (-)Abdomen: datar , supel,BU(+), Hepar tidak teraba, splenomegali (+) shuffner IV, tepi tajamEkstremitas: edema (-), akral dingin (-), CRT <2”, anemis (-)
A Thallasemia Post Transfusi
P Lab post transfuse Exjade 1 x 250 cc BLPL
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
18
Istilah "Thalassemia" didefinisikan sebagai sekelompok penyakit darah yang dicirikan
oleh menurunnya sintesis dari salah satu atau dua jenis rantai polipeptida (α atau β) yang
membentuk molekul hemoglobin manusia dewasa normal HbA (α2β2)5
EPIDEMIOLOGI
Thalassemia αo ditemukan terutama di Asia Tenggara dan kepulauan Mediterania,
Thalassemia tersebar di Afrika, Mediterania, Timur Tengah, India dan Asia Tenggara. Angka
kariernya mencapai 40-80%.
Thalassemia β memiliki distribusi sama dengan Thalassemia α . Dengan kekecualian
di beberapa negara, frekuensinya rendah di Afrika, tinggi di mediterania dan bervariasi di
Timur Tengah, India dan Asia Tenggara. HbE yang merupakan varian Thalassemia sangat
banyak dijumpai di India, Birma dan beberapa negara Asia Tenggara. Adanya interaksi HbE
dan Thalassemia β menyebabkan Thalassemia HbE sangat tinggi di wilayah ini. Tingginya
frekuensi Thalassemia juga mempengaruhi kekebalan HbE ini terhadap malaria plasmodium
falsiparum yang berat. Hal ini membuktikan penyakit ini disebabkan oleh mutasi baru dan
penyebarannya dipengaruhi'oleh seleksi lokal oleh malaria. Kenyataan bahwa mutasi tersebut
berbeda di setiap populasi, menunjukkan seleksi ini baru terjadi dalam beberapa ribu tahun. 7
PATOFISIOLOGI
Hemoglobin (Hb) tersusun atas heme yang merupakan cincin porfirin dalam ikatan
dengan Fe dan globulin yang merupakan protein pendukung. Satu molekul hemoglobin
mengandung 4 sub-unit. Masing-masing sub-unit tersusun atas satu molekul globin dan satu
molekul heme.
Globulin terdiri atas 2 pasang rantai polipeptida, yaitu sepasang rantai α dan sepasang
rantai non alpha (β,γ,δ). Kombinasi rantai polipeptida tersebut akan menentukan jenis
hemoglobin. Hb A (2α2β) merupakan lebih dari 96 % Hb total, Hb F (2α2γ) kurang dari 2%
dan Hb A2 (2α2δ) kurang dari 3%. Pada janin trisemester III kehamilan hampir 100% Hb
19
adalah Hb F. Setelah lahir, sintesis globin γ makin menurun digantikan oleh globin δ.
Gambar 7. Struktur hemoglobin
Rantai polipeptida α tersusun atas 141 asam amino, sedangkan rantai non α tersusun
atas 146 asam amino. Sintesis rantai α disandi oleh gen α1 dan gen α2 di kromosom 16,
sedangkan gen yang mensintesis rantai β, rantai γ dan rantai δ terletak di kromosom 11. Pada
orang normal sintesis rantai α sama dengan rantai non alpha. Thalassemia akan terjadi bila
sintesis salah satu rantai polipeptida menurun.
Struktur kimia hemoglobin memungkinkan molekul hemoglobin memiliki
kemampuan untuk mengikat oksigen secara reversible. Zat besi dalam molekul heme secara
langsung berfungsi sebagai pengikat oksigen. Hemoglobin memiliki struktur kuartener empat
rantai polipeptida, masing-masing dengan satu tempat pegikatan oksigen. Sehingga satu
molekul hemoglobin dapat mengikat 4 molekul oksigen. Hemoglobin yang merupakan suatu
protein, disintesis berdasarkan informasi genetik. Masing-masing polipeptida penyusun Hb
berbeda dalam urutan asam aminonya. Dengan demikian ada beberapa lokus gen terpisah
dalam kromosom yang mengatur sintesis rantai polipeptida dari hemoglobin.2
20
Gambar 8
Lokus α β γ δ
Genotip
α/α β/β γ/γ δ/δ
Polipetida yang terbentuk α β γ δ
Hb yang terbentuk α2β2 α2γ2 α2δ2
Untuk pembentukan α dan γ sebenarnya terdapat 2 lokus gen untuk masing-masing,
sedangkan β dan δ hanya memilki satu lokus gen. Lokus gen untuk α terletak pada kromosom
16 sedangkan lainnya (β,γ,δ) terletak pada kromosom 11.
Sintesis rantai γ bersama dengan sintesis rantai α menonjol selama masa kehidupan
janin. Rantai α akan terus disintesis sampai usia dewasa sedangkan rantai γ mulai menurun
pada trimester akhir dan dengan cepat menurun setelah kelahiran.
Thalassemia merupakan salah satu bentuk kelainan genetik hemoglobin yang ditandai
dengan kurangnya atau tidak adanya sintesis satu rantai globin atau lebih, sehingga terjadi
ketidakseimbangan jumlah rantai globin yang terbentuk.
Secara genetik, gangguan pembentukan protein globin dapat disebabkan karena
kerusakan gen yang terdapat pada kromosom 11 atau 16 yang ditempati lokus gen globin.
Sebagian besar kelainan hemoglobin dan jenis thalassemia merupakan hasil kelainan mutasi
pada gamet yang terjadi pada replikasi DNA. Pada replikasi DNA dapat terjadi pergantian
urutan asam basa dalam DNA, dan perubahan kode genetik akan diteruskan pada penurunan
genetik berikutnya. Mutasi ini dapat memperpendek rantai asam amino maupun
memperpanjangnya. Kelainan mutasi dapat pula terjadi pada kesalahan berpasangan
kromosom pada proses miosis yang mengakibatkan perubahan susunan material genetik. Bila
terjadi crossing over pada kesalahan berpasangan itu, sebagai hasil akhir peristiwa tadi akan
terjadi apa yang disebut duplikasi, delesi, translokasi dan inversi. Kerusakan pada salah satu
kromosom homolog menimbulkan terjadinya keadaan heterozigot, sedangkan kerusakan pada
kedua kromosom homolog menimbulkan keadaan homozigot.
Pada thalassemia homozigot sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis sama
sekali. Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha, khususnya kekurangan
sintesis rantai β akan menyebabkan kurangnya pembentukan Hb.
21
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam
pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk
menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1
gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan
gejala-gejala dari penyakit ini.2
Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya biosintesis dari
unit globin pada Hb A. pada thalasemia β heterozigot, sintesis β globin kurang lebih
separuh dari nilai normalnya. Pada thalasemia β homozigot, sintesis β globin dapat mencapai
nol.
Karena adanya defisiensi yang berat pada rantai β, sintesis Hb A total menurun
dengan sangat jelas atau bahkan tidak ada, sehingga pasien dengan thalasemia β homozigot
mengalami anemia berat. Sebagai respon kompensasi, maka sintesis rantai γ menjadi
teraktifasi sehingga hemoglobin pasien mengandung proporsi Hb F yang meningkat. Namun
sintesis rantai γ ini tidak efektif dan secara kuantitas tidak mencukupi.7
Pada thalasemia β homozigot, sintesis rantai α tidak mengalami perubahan. Ketidak-
seimbangan sintesis dari rantai polipeptida ini mengakibatkan kelebihan adanya rantai α
bebas di dalam sel darah merah yang berinti dan retikulosit. Rantai α bebas ini mudah
teroksidasi. Mereka dapat beragregasi menjadi suatu inklusi protein (heinz bodies),
menyebabkan kerusakan membran pada sel darah merah dan destruksi dari sel darah merah
imatur dalam sumsum tulang sehingga jumlah sel darah merah matur yang diproduksi
menjadi berkurang. Sel darah merah yang beredar kecil, terdistorsi, dipenuhi oleh inklusi α
globin, dan mengandung komplemen hemoglobin yang menurun. Hal yang telah disebutkan
diatas adalah gambaran dari Anemia Cooley: hipokromik, mikrositik dan poikilositik.
Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh limpa, hepar, dan
sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari penyakit ini. Sel darah merah
yang mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai umur yang lebih panjang.
Anemia yang berat terjadi akibat adanya penurunan oxigen carrying capacity dari
setiap eritrosit dan tendensi dari sel darah merah matur (yang jumlahnya sedikit) mengalami
hemolisa secara prematur.
Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia, sehingga sumsum-sumsum
tulang dipacu untuk memproduksi eritroid prekusor yang lebih banyak. Namun mekanisme
kompensasi ini tidak efektif karena adanya kematian yang prematur dari eritroblas. Hasilnya
adalah suatu ekspansi sumsum tulang yang masif yang memproduksi sel darah merah baru.
22
Sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian kortikal dari
tulang, menghabiskan sumber kalori yang sangat besar pada umur-umur yang kritis pada
pertumbuhan dan perkembangan, mengalihkan sumber-sumber biokimia yang vital dari
tempat-tempat yang membutuhkannya dan menempatkan suatu stress yang sangat besar pada
jantung. Secara klinis terlihat sebagai kegagalan dari pertumbuhan dan perkembangan,
kegagalan jantung high output, kerentanan terhadap infeksi, deformitas dari tulang, fraktur
patologis, dan kematian di usia muda tanpa adanya terapi transfusi.8
Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat diperbaiki, dan
terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga penyerapan besi akan berkurang dan
makrofag akan mempertahankan kadar besi.
Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi besi menurun
akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada penderita
thalassemia-β berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme tersebut dan
mencegah terjadinya produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung meskipun
penderita dalam keadaan iron overload.
Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain bernama
ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag menuju plasma dan
menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin diregulasi oleh jumlah
penyimpanan besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga menjelaskan mengapa penderita
dengan thalassemia-β yang memiliki jumlah besi yang sama memiliki jumlah ferritin yang
berbeda sesuai dengan apakah mereka mendapat transfusi darah teratur atau tidak. Sebagai
contoh, penderita thalassemia-β intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah memiliki
jumlah ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan penderita yang mendapatkan transfusi
darah secara teratur, meskipun keduanya memiliki jumlah besi yang sama.
Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat dengan protein
pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti pada thalassemia berat,
transferrin tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di plasma. Besi ini cukup berbahaya karena
memiliki material untuk memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada
organ-organ, seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya
kerusakan pada organ-organ tersebut (organ damage).
23
KLASIFIKASI
Thalassemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat
pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan
ketidakseimbangan produksi rantai globin.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, secara garis besar terdapat dua tipe utama
thalassemia yaitu α thalassemia dan β thalassemia. Selain itu juga terdapat tipe thalassemia
lain seperti thalassemia intermediate.
Tabel 2. Perbedaan Thalassemia α dan Thalassemia β
Abnormalitas genetic Sindroma klinik
Thalassemia α
Penghapusan 4 gen- hydrops fetalis
Penghapusan 3 gen- penyakit Hb H
Penghapusan 2 gen ( trait thalasemia α° )
Penghapusan 1 gen ( trait thalasemia α+ )
Kematian in utero
Anemia hemolitik
Sediaan darah mikrositik hipokrom tetapi
biasanya tanpa anemia
Thalassemia β
Homozigot – thalassemia mayor
Heterzigot- trait thalassemia
Anemia berat perlu transfusi darah
Sediaan darah mikrositik hipokrom tetapi
biasanya dengan atau tanpa anemia
Thalassemia intermediate
Sindroma klinik yang disebabkan oleh
sejenis lesi genetik
Anemia hipokrom mikrositik, hepato-
splenomegali, kelebihan beban besi.
Thalassemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat
pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan
produksi rantai globin. Ada 3 tingkat klasifikasi Thalassemia. Secara klinis bisa dibagi
menjadi 3 grup :
Thalassemia mayor sangat tergantung pada transfusi
Thalassemia intermedia
Thalassemia minor / karier tanpa gejala
Thalassemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan.
Heterozigot biasanya tanpa gejala homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat
dari talasemia atau .
24
Gambar 9. Persilangan gen orang tua dengan karier Thalassemia
Thalassemia-α7
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-α banyak
ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia. Delesi gen
globin-α menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen globin-α pada
individu normal, dan empat bentuk thalassemia-α yang berbeda telah diketahui sesuai dengan
delesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen ini.
Tabel 3. Thalassemia-α
Genotip Jumlah gen α Presentasi Klinis Hemoglobin Elektroforesis
Saat Lahir > 6 bulan
αα/αα 4 Normal N N
-α/αα 3 Silent carrier 0-3 % Hb Barts N
--/αα atau
–α/-α
2 Trait thal-α 2-10% Hb Barts N
--/-α 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb Bart Hb H
--/-- 0 Hydrops fetalis >75% Hb Bart -
Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Bart’s = γ4, HbH = β4
a. Silent carrier thalassemia-α
- Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya ditemukan secara
kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-Amerika. Seperti telah
dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen α yang terletak pada kromosom 16.
- Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang, menyisakan
hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis, hanya ditemukan
adanya jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.
- Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan elektroforesis Hb,
sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa juga dicari akan adanya
25
kelainan hematologi pada anggota keluarga (misalnya orangtua) untuk mendukung
diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua yang menunjukkan
adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang
cukup kuat menuju diagnosis thalasemia.7
b. Trait thalassemia-α
- Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang
rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16 atau
satu gen α pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di Asia
Tenggara, subbenua India, dan Timur Tengah.
- Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat ditemukan pada
elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi, dan kadar Hb
A2 dan HbF secara khas normal.7
Gambar 10. Thalassemia alpha menurut hukum Mendel6
c. Penyakit Hb H
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan thalassemia-α
intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus, dan jumlah sel
darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan
pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh rantai
tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga
menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies.7
26
Gambar 11. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H yang
menunjukkan Heinz-Bodies
d. Thalassemia-α mayor
- Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-α,
disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali.
- Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka tidak satupun
dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang menderita, dan
karena γ4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-bayi itu mengalami
hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal
(Hb Portland = ζ2γ2), yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen.
- Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir hidup
meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal jantung
kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen neonatus
agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi.7
Thalassemia-β 8
Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-β; antara
lain :
a. Trait thalassemia+ heterozigot (Thalassemia minor)
- Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis Hb
abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F, atau keduanya.
- Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia
defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama
waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-β mempunyai
peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga
27
mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang
benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai
15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ.8
Gambar 12. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel
Gambar 13. Sapuan darah tepi tampak sel target
b. Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
- Keadaan ini rata-rata terjadi pada 1 dari 4 anak bila kedua orang tuanya merupakan
pembawa sifat thalassemia-β (tidak ada rantai β atau sedikit rantai β yang disintesis).
Rantai α berlebihan berpresipitasi dalam eritroblas dan eritrosit matur menyebabkan
eritropoiesis inefektif dan hemolisis berat khas untuk penyakit ini. Produksi rantai γ
membantu ‘membersihkan’ rantai α yang berlebih dan memperbaiki keadaan
anemia.12
- Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua
kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk
28
mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh
anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.
- Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima transfusi
pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum tulang
maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur patologis
mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak
menghasilkan bentuk wajah yang khas.
Gambar 14. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)
- Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat kekuningan.
Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan hemosiderosis.
Pada penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga
menimbulkan ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.
Gambar 15. Splenomegali pada thalassemia
- Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak
terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan oleh
29
siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal
jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering
merupakan kejadian terminal.
- Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot yang tidak
ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak
ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah
besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi
intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan rantai α, juga terlihat pasca
splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat
transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron
binding capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang
sangat tinggi dalam eritrosit.8
c. Karier Thalassemia
Hampir tanpa gejala, dengan anemia ringan, dan jarang didapatkan splenomegali.
Didapatkan penurunan ringan kadar Hb, dengan penurunan MCH dan MCV yang
bermakna. Apusan darah memperlihatkan hipokromik, mikrositik, dan basophillic
stippling dalam berbagai tingkatan. Pada 4-6% kasus, HbA2 meningkat 2 kali normal,
50% kasus memperlihatkan peningkatan HbF.
d. Thalassemia Intermedia
Individu dengan thalassemia intermedia menunjukkan gejala klinis lebih lama
dibanding thalassemia mayor, mengalami anemia yang lebih ringan, dan secara
definisi tidak membutuhkan transfusi. Istilah thalassemia beta intermedia dipakai
mulai kondisi yang hampir seberat thalassemia beta, dengan anemiaberat dan
gangguan pertumbuhan sampai kondisi yang hampir seringan karier thalassemiaβ
yang hanya bisa diketahui dari pemeriksaan rutin hematologi. Pada varian yang lebih
berat didapatkan gangguan pertumbuhan, perubahan tulang, dan gagal tumbuh sejak
awal, penatalaksanaannya tidak dibedakan dengan thalassemia yang bergantung
transfusi. Pada kasus lain didapatkan pasien dengan tumbuh kembangyang baik,
keadaan yang hampir stabil dan splenomegali ringan maupun sedang disertai anemia
ringan. Pada pasien ini komplikasi bisa timbul seiring bertambahnya umur. Hipertrofi
sumsum eritroid dengan kemungkinan eritropoiesis ekstrameduler yang merupakan
mekanisme kompensasi dari anemia kronik umumnya ditemukan. Konsekuensi dari
30
hal ini diantaranya adalah perubahan tulang, osteoporosis progresif, sampai fraktur
spontan, luka di kaki, defisiensi folat, hipersplenisme, anemia progresif, dan efek
penimbunan zat besi karena peningkatan absorbsi di saluran cerna.
e. Thalassemia β dengan varian structural β globin
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis pada thalassemia hampir semua sama, yang membedakan adalah tingkat
keparahannya, dari ringan (asimptomatik) sampai parahnya gejala. Gejala klinis biasa berupa
tanda-tanda anemia seperti pucat, lemah, letih, lesu, tidak aktif beraktifitas atau jarang
bermain dengan teman seusianya, sesak nafas kurang konsentrasi, sering pula disertai dengan
kesulitan makan, gagal tumbuh, infeksi berulang dan perubahan tulang. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan facies Cooley, konjungtiva anemis, bentuk tulang yang abnormal,
pembesaran lien dan atau hepar.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
31
Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalassemia ialah:
1. Darah
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia adalah:
Darah rutin
Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah eritrosit,
peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi
hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit.
Hitung retikulosit
Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.
Gambaran darah tepi
Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada
gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops sel
dan target sel.
Gambar 17. Sapuan darah tepi pada thalassemia
Serum Iron & Total Iron Binding
Capacity
Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia
defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan TIBC akan meningkat.
Tes Fungsi Hepar
Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka tersebut
sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi batu
empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan
adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi
kelainan dalam faktor pembekuan darah.
2. Elektroforesis Hb
32
Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin.
Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada
orang tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin
dan kadar HbA2. Petunjuk adanya thalassemia α adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H.
Pada thalassemia β kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal
kadarnya tidak melebihi 1%.
3. Pemeriksaan sumsum tulang
Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali.
Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal biasanya nilai
perbandingannya 10 : 3.
Gambar 18. Sapuan sumsum tulang
May-Giemsa stain, x100
4. Pemeriksaan rontgen
Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak mendapat
tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat
diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal
terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi memberi
gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak memberikan gambaran yang khas,
disebut dengan “hair on end” yaitu menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak
besar.
33
Gambar 19. Gambar rontgen kepala “Hair on end” dan tulang panjang yang terjadi
penipisan korteks.
5. EKG dan echocardiography untuk mengetahui dan memonitor keadaan jantungnya.
Kadang ditemukan jantung yang kardiomegali akibat anemianya.
6. HLA typing untuk pasien yang akan di transplantasi sumsum tulang.
7. Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan test darah rutin untuk memonitor efek
terapi desferioksamin (DFO) dan shelating agent.
TATALAKSANA
Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut setelah
diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali memang
dipastikan terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai Hb yang potensial
pada penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada semua penderita dengan
kelainan genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk
terkena penyakit thalassemia berat.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi darah
merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah harus dimulai
pada usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode pengamatan awal
untuk menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa
transfusi.
a. Transfusi Darah 4
Transfusi darah bertujuan untuk mengoreksi anemis, menekan eritropoesis, dan
menghambat absorpsi besi di saluran gastrointestinal, dimana agar
mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9-9.5 gr/dL sepanjang waktu.
Indikasi untuk memberikan transfusi transfusi pada pasien thalassemia adalah
bila ditemukan anemia berat (Hb <7 g/ dL selama > 2 minggu, menghilangkan
faktor penyebab lain, misalnya infeksi). Pada pasien dengan Hb 7g/ dL juga tetap
dapat diberikan transfusi melihat keadaan lainnya, misalnya perubahan wajah,
pertumbuhan yang terhambat, splenomegali yang semakin bertambah. Bila
memungkinkan, keputusan untuk memulai transfusi regular tidak ditunda sampai
34
tahun kedua ketiga kehidupan mengingat adanya resiko terbentuknya antibodi
multipel terhadap sel darah merah sehingga sulit untuk mencari donor yang
sesuai. Hb post transfusi diharapkan mencapai 13-14 g/dL. Hb pada kadar ini
menghindarkan terjadinya kegagalan tumbuh, kerusakan organ, dan deformitas
tulang.
Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan suatu
studi lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip
sel darah merah, vaksinasi
hepatitis B (bila perlu), dan
pemeriksaan hepatitis.
Darah yang akan ditransfusikan
harus rendah leukosit; 10-15
mL/kg PRC dengan kecepatan 5
mL/kg/jam setiap 3-5 minggu
(sekitar 2-4 minggu sekali)
biasanya merupakan regimen yang
adekuat untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan.
Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi
untuk mencegah demam dan reaksi alergi.
Komplikasi Transfusi Darah 4
Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi bahan
infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor biasanya lebih
mudah untuk terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi.
Beberapa tahun lalu, 25% pasien yang menerima transfusi terekspose virus hepatitis
B. Saat ini, dengan adanya imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis
C (HCV) merupakan penyebab utama hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan
thalassemia. Infeksi oleh organisme opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris
pada penderita dengan iron overload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi
dengan Desferioksamin (DFO). Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi
dengan Gentamisin dan Trimetoprim-Sulfametoksazol.
b. Terapi Khelasi (Pengikat Besi) 4
Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi digunakan
untuk mengatasi kelebihan besi akibat hemolisis berlebihan, Dimana 400 ml
35
darah yang ditranfusikan mengandung sekitar 200 mg zat besi. Zat besi ini tidak
bisa dikeluarkan dari darah karena merupakan bagian dari hemoglobin yang
diperlukan tubuh, hanya dapat mengeluarkan sedikit jumlah zat besi dengan
kemampuan tubuh sendiri, sehingga jika mendapat transfusi teratur, zat besi akan
menumpuk dalam tubuh dan tersimpan dalam organ tertentu, khususnya hati,
jantung dan kelenjar endokrin. Dengan terapi kelasi dapat menunda onset dari
kelainan jantung pada beberapa pasien, bahkan dapat mencegah kelainan jantung
tersebut.
Terapi kelasi besi secara umum harus dimulai setelah kadar feritin serum
mencapai 1000 µg/L, yaitu kira-kira 10-20 kali transfusi (± 1 tahun).
Terdapat beberapa obat kelasi besi yang bisa digunakan secara teratur, yaitu:
1. Deferoksamin (DFO). Dosis standar adalah 40 mg/kgBB melalui infus
subkutan dalam 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil
selama 5 atau 6 malam/minggu. Lokasi infus yang umum adalah di
abdomen, daerah deltoid, maupun paha lateral. Penderita yang menerima
regimen ini dapat mempertahankan kadar feritin serum < 1000 µg/L. Efek
samping yang mungkin terjadi adalah toksisitas retina, pendengaran,
gangguan tulang dan pertumbuhan, reaksi lokal dan infeksi. DOF dapat
diberikan melalui kantung infus sebanyak 1-2 gram untuk tiap unit darah
yang ditransfusikan, melalui infus subkutan dengan dosis 20-40mg/kg/hari
selama 8-12 jam saat pasien tidur selama 5-7 hari/minggu.12
2. Deferipron (L1). Terapi standar biasanya menggunakan dosis 75
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Kelebihan deferipron dibanding
deferoksamin adalah efek proteksinya terhadap jantung. Anderson dkk
menemukan bahwa pasien thalassemia yang menggunakan deferipron
memiliki insiden penyakit jantung dan kandungan besi jantung yang lebih
rendah daripada mereka yang menggunakan deferoksamin. Meskipun
begitu, masih terdapat kontroversi mengenai keamanan dan toksisitas
deferipron sebab deferipron dilaporkan dapat menyebabkan agranulositosis,
artralgia, kelainan imunologi, dan fibrosis hati. Saat ini deferipron tidak
tersedia lagi di Amerika Serikat
3. Deferasirox (ICL-670). Deferasirox adalah obat kelasi besi oral yang baru
saja mendapatkan izin pemasaran di Amerika Serikat pada bulan November
2005. Terapi standar yang dianjurkan adalah 20-30 mg/kgBB/hari dosis
36
tunggal. Deferasirox menunjukkan potensi 4-5 kali lebih besar dibanding
deferoksamin dalam memobilisasi besi jaringan hepatoseluler, dan efektif
dalam mengatasi hepatotoksisitas. Efek samping yang mungkin terjadi
adalah sakit kepala, mual, diare, dan ruam kulit
Tabel 5. Efek samping Terapi Kelasi
c. Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH) 4
TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang saat ini
diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya hepatomegali,
fibrosis portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi dilakukan. Prognosis
bagi penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah 59%, sedangkan pada penderita
yang tidak memiliki ketiganya adalah 90%. Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah
transplantasi sukses dilakukan, individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk
menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan
tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca transplantasi ,
termasuk fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi
daripada biaya transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus
dipertimbangkan.
d. Terapi Bedah 4
Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada pasien
dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi nontoksik (yaitu,
fungsi penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah merah dan distribusi
besi. Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan melakukan
splenektomi. Limpa berfungsi sebagai penyimpanan untuk besi nontoksik, sehingga
melindungi seluruh tubuh dari besi tersebut. Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat
membahayakan.
37
Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif, menyebabkan
penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan demikian meningkatkan
kebutuhan transfusi darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi besi.
Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-250
mL/kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr/dL karena dapat menurunkan
kebutuhan sel darah merah sampai 30%. Pembesaran lien yang simptomatik disertai
leukopenia dan atau trombositopenia dan peningkatan kadar besi walaupun sudah
mendapatkan kelatasi besi.
Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur sekarang
dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan sampai anak
berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu diberikan
untuk setiap keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin® setiap
hari juga bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000 / μL pasca
splenektomi.
e. Transplantasi sumsum tulang 4
Transplantasi sumsum tulang untuk talasemia pertama kali dilakukan tahun 1982.
Transplantasi sumsum tulang merupakan satu-satunya terapi definitive untuk talasemia.
Jarang dilakukan karena mahal dan sulit.
f. Diet thalasemia 11,12
Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut :
- Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian khelasi besi. Dibutuhkan
untuk dapat membantu meningkatkan ekskresi besi yang disebabkan oleh DFO.
- Asam Folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. Asam
folat merupakan vitamin B yang dapat membantu pembentukan sel darah merah
yang sehat.
- Vitamin E 200-400 IU setiap hari.
38
Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga
dihindari karena absorpsi besi dari makanan meningkat pada Thalasemia. Kopi dan teh
diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus.
PENCEGAHAN
Ada 2 pendekatan untuk menghindari thalassemia:
o Karena karier thalassemia β bisa diketahui dengan mudah, skrinning populasi dan
konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1 dari 4 anak
mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot.
o Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa dan
bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi
kehamilan pada fetus dengan thalassemia β berat.
o Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan skrinning
premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan program
konseling verbal maupun tertulis mengenai skrinning.
Alternatif lain bisa juga dilakukan pemeriksaan terhadap setiap wanita hamil berdasar
ras, melalui ukuran eritrosit, kadar Hb A2 (meningkat pada thalassemia-β). Bila kadarnya
normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis rantai α.
PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Seperti
dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari ringan
bahkan asimptomatik hingga berat dan mengancam jiwa, tergantung pula pada terapi dan
komplikasi yang terjadi. Bayi dengan thalassemia α mayor kebanyakan lahir mati atau lahir
hidup dan meninggal dalam beberapa jam. Anak dengan thalassemia dengan transfusi darah
biasanya hanya bertahan sampai usia 20 tahun, biasanya meninggal karena penimbunan besi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Kelainan Hemoglobin:
Sindrom Thalassemia. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2. Edisi ke-15. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. Hal 1708-1712.
39
2. Yaish Hassan M. Thalassemia. April 30, 2010. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/958850- overview . Accessed on: 23 January 2015.
3. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Sel darah merah: Eritropoisis. Buku
Ajar Hematologi- Onkologi Anak. Cetakan ketiga. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta :
2010. Hal 1-6, 16-23.
4. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Hemoglobin Abnormal: Talasemia.
Buku Ajar Hematologi- Onkologi Anak.. Cetakan ketiga. Ikatan Dokter Indonesia.
Jakarta : 2010. Hal 64-84.
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hematologi. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universita
Indonesia: Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
6. U.S Department of Health & Human Services. Thalassemias. Available at:
http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Thalassemia/Thalassemia_Causes.html. Accessed on:
23 January 2015.
7. Bleibel, SA. Thalassemia Alpha. August 26, 2009. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/206397-overview Accessed on: 23 January 2015.
8. Takeshita, K. Thalassemia Beta. September 27, 2010. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/206490- overview Accessed on: 23 January 2015.
9. Yaish Hassan M. Thalassemia: Differential diagnoses & Workup. April 30, 2010.
Available at : http://emedicine.medscape.com/article/958850-diagnosis
10. Hay WW, Levin MJ. Hematologic Disorders. Current Diagnosis and Treatment in
Pediatrics. 18th Edition. New York : Lange Medical Books/ McGraw Hill Publishing
Division ; 2007. Hal 841-845.
11. Haut, A., Wintrobe MM. The hemoglobinopathies and thalassemias. Forfar and
Arneil’s Textbook of Paediatrics. Edisi 7. Chruchill Livingstone. 2010. Hal 1621-1632.
40
41