Case Rheumatoid arthritis
description
Transcript of Case Rheumatoid arthritis
CASE
Pasien dengan Keluhan BAB Hitam dan Nyeri pada
Persendian
DISUSUN OLEH:
Herjuno Darpito
NIM: 030 09 111
PEMBIMBING:
Dr. FachruRozy, Sp.PD
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PERIODE 30 SEPTEMBER – 06 DECEMBER 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
1
IDENTITAS PASIEN
Nama : Rusli Somad
Usia : 31 tahun
Tanggal Lahir : 25-3-1982 (31 tahun)
Jenis Kelamin : Laki laki
Nomor RM : 01260027
Tanggal Masuk : 01-10-2013
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Nyeri perut setiap habis makan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut setiap habis makan disertai
mual dan muntah sejak 2 minggu yang lalu. Muntah berisi makanan. Pasien
juga mengeluh mencret lebih dari 5 kali sehari, konsistensi cair, dan berwarna
hitam sejak seminggu yang lalu. Sejak 1 hari yang lalu pasien BAB dengan
darah segar. Sekarang pasien merasa lemas. Demam dan pusing disangkal.
Sejak usia 14 tahun (17 tahun yang lalu), pasien sering mengalami kaku sendi.
Kaku sendi dirasakan pada kedua lutut kaki dan dapat hilang dengan sendirinya
sehingga pasien dapat melakukan aktivitas seperti biasa. Sejak 9 tahun yang
lalu saat pasien mulai bekerja, selain kaku sendi pasien juga merasa nyeri pada
sendinya. Kaku dan nyeri sendi dirasakan pada jari-jari kedua tangan. Kaku
2
sendi muncul pada pagi hari dan berkurang kemudian menghilang pada siang
hari setelah melakukan aktivitas. Pasien tidak pernah ke dokter untuk
mengobati kaku dan nyeri sendinya. Untuk mengurangi nyeri sendinya, pasien
mengkonsumsi jamu-jamuan/ terapi alternatif. Saat ini pasien masih merasakan
kaku dan nyeri sendi. Keluhan kaku dan nyeri sendi dirasakan pada kedua lutut,
kedua jari-jari tangan, dan kedua jari-jari kaki.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit kuning, penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis, asma,
dan alergi disangkal oleh pasien. Pasien mengaku sering sakit maag.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa. Riwayat kencing
manis, darah tinggi, asma, penyakit jantung, dan alergi di keluarga disangkal.
Riwayat Kebiasaan :
Merokok dan minum alkohol disangkal oleh pasien. Sejak 9 tahun yang lalu
pasien mengkonsumsi jamu-jamuan untuk nyeri sendinya, jamu diminum 1
gelas sehari.
3
PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Keasadaran : Compos mentis
Tanda vital : Tekanan darah: 110/60 mmHg
: Nadi : 93 x/menit
: Respirasi : 20 x/menit
: Suhu : 37.6 C
Antropometri : BB : 50 kg
: TB : 160 cm
: BMI : 19.53 kg/cm2 (Normal)
Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata
Mata : CA +/+, SI-/-, RCL+/+
Hidung : Deformitas -/-, sekret (-)
Gigi dan mulut : Oral hygiene baik
Tenggorokan : Hiperemis (-)
Telinga : Normotia, sekret dan serumen-/-, MT intak+/+,
tophus-/-
Leher : KGB tidak teraba
Thoraks : Normochest
Jantung : BJ1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Suara napas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi-/-
Abdomen : Datar, supel, NT(+) di seluruh regio, BU(+) 5x/menit
Extremitas : Akral hangat, edema (-), lihat status lokalis
Kulit : Efloresensi (-), ruam (-), petechiae (-)
4
2. Status Lokalis :
a. Ad regio manus dextra sinistra
Look : Tampak pembengkakan di sendi
metacarpophalangeal (MCP II-IV bilateral), eritema (+),
deformitas (-)
Feel : Nyeri tekan (+) di MCP II-V, hangat (-), oedem (-)
Move : Range of motion phalanx terbatas saat fleksi
dan ekstensi
Foto klinis :
Gambar 1: Foto klinis manus bilateral
5
Gambar 2: Foto manus sinistra saat mengepal maksimal (grasping)
b. Ad regio kruris dextra sinistra
Look : Tidak tampak kelainan, , deformitas (-)
Feel : Nyeri tekan (+) di MTP I-V, hangat (-)
Move : Range of motion genu terbatas saat fleksi dan
ekstensi, pada phalanx terbatas saat ekstensi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (Tanggal ??)
Pemeriksaan Darah Lengkap
Hemoglobin : 8,6g/dl
Hematokrit : 26%
Leukosit : 10,800/uL
Trombosit : 524.000/uL
Eritrosit : 3.03 juta/uL
LED : 108 mm/jam
CRP kualitatif : (+)
VER/HER/KHER/RDW
MCV : 85,3 (80-100)fl
MCH : 28,2 (26-34)pg
MCHC : 33,1 (32-36)g/dL
RDW : 14,1 (11,5-14,5)%
Fungsi Hati
SGOT : 25 (0-34)U/l
SGPT : 21 (0-40)U/l
Fungsi Ginjal
6
Ureum : 39 mg/dl
Kreatinin : 0,8 mg/dl
Diabetes
GDS : 98 mg/dl
Elektrolit Darah
Na+ : 133 mmol/l
K+ : 3,93 mmol/l
Cl- : 96 mmol/l
Hematologi
Serum Iron : 16 (65-175)mg/dl
TIBC :185 (253-435)mg/dl
Pemeriksaan Spesifik
Rheumatoid factor: (+)
2. Radiologi
a. Foto Rontgen Manus Bilateral
Deskripsi :
7
a. Radiografi manus bilateral proyeksi AP
b. Kedudukan tulang tulang manus bilateral baik
c. Dislokasi (-)
d. Tampak osteoporotic di articulatio interphalangeal
proximal,medial, dan distal, metacarpophalangeal,
carpophalangeal, dan carpalia.
e. Celah sendi radiocarpal, metacarpophalangeal,
carpophalangeal, dan carpalia baik.
Kesan : Osteoporosis juxtaarticular manus bilateral, suspek
Rheumatoid Arthritis.
b. Foto Rontgen Pedis Bilateral
Deskripsi:
a. Radiografi pedis bilateral proyeksi AP – Oblik
8
b. Kedudukan tulang tulang pedis baik
c. Tidak tampak subluksasi, dislokasi
d. Tidak tampak tanda tanda fraktur
e. Tampak juxta articular osteoporosis
f. Celah sendi phalanx interphalangeal medial distal digiti
II-IV pedis bilateral tampak menyempit.
g. Celah sendi tarsalia, tarsometatarsal, metatarsophalangeal
baik
Kesan : Suspek RA pedis bilateral
RESUME
Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut setiap habis makan
disertai mual dan muntah sejak 2 minggu yang lalu. Muntah berisi makanan.
Pasien juga mengeluh mencret lebih dari 5 kali sehari, konsistensi cair, dan
berwarna hitam sejak seminggu yang lalu.
Sejak usia 14 tahun (17 tahun yang lalu), pasien sering mengalami kaku
sendi. Kaku sendi dirasakan pada kedua lutut kaki dan dapat hilang dengan
sendirinya sehingga pasien dapat melakukan aktivitas seperti biasa. Sejak 9
tahun yang lalu pasien juga merasa nyeri pada sendinya. Kaku dan nyeri sendi
dirasakan pada jari-jari kedua tangan.
Pasien tidak pernah ke dokter untuk mengobati kaku dan nyeri
sendinya. Untuk mengobati nyeri sendinya, pasien mengkonsumsi jamu-
9
jamuan/ terapi alternatif. Saat ini pasien masih merasakan kaku dan nyeri sendi.
Keluhan kaku dan nyeri sendi dirasakan pada kedua lutut, kedua jari-jari tangan,
dan kedua jari-jari kaki.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kemerahan di MCP II-V bilateral dan
MTP I-IV bilateral disertai rasa nyeri tekan, Pada pemeriksaan lab didapatkan
gambaran anemia normositik normokrom dengan Laju endap darah dan C
reaktif protein tinggi menunjukkan adanya suatu inflammasi kronik, namun
Rheumatoid factor didapatkan negative. Pada pemeriksaan radiologis
didapatkan gambaran pengurangan densitas di Metacarpophalangeal dan di
Metatarsophalangeal bilateral.
ASSESSMENT
1. Melena et causa gastritis erosive dengan dd ulkus peptikum
2. Anemia normositik normokrom
3. Rheumatoid arthritis
PENATALAKSANAAN
Pemeriksaan lanjutan
Rontgen pedis bilateral
Antibodi antinuklear (ANA)
Bone mass density
Rencana Tindakan
10
Saat Muntah dan BAB hitam masih produktif:
Pemasangan NGT
IVFD NaCl 0,9% per 8 jam
Transamin 500cc x 4 IV
Vitamin K 3 x 10 mg IV
Ranitidin 2 x 150 mg
Setelah tidak ada muntah :
Diet lunak 1700 kkal protein 1,5 gr/kgBB/hari
Sucralfat 4 x 15cc
Vit K 3 x 1 amp
Methotrexate 3 x 2,5 mg/ minggu
Ranitidin jika perlu
Follow up tanggal 3/ 10/ 2013
S: Nyeri perut (+), BAB hitam (+), nyeri sendi (+)
O: TD 110/70, Nadi: 90x, Respirasi: 18x, Suhu: 37,4C.
NT (+) diseluruh region abdomen.
Hb : 9,8, Leukosit : 10.300, Thrombosit: 471,000
A: Melena ec gastritis erosive dd ulkus peptikum, dan rheumatoid arthritis
P: Pemasangan NGT
IVFD NaCl 0,9% per 8 jam
Transamin 500cc x 4 IV
Vitamin K 3 x 10 mg IV
Ranitidin 2 x 150 mg
Follow Up tanggal 19/10/2013
S: Nyeri perut (+)berkurang, BAB hitam (-), mual(+), nyeri sendi (-), kaku
di jari dan pergelangan tangan kanan dan kiri
11
O: TD 110/80, Nadi: 84x, Respirasi: 16x, Suhu: 36,8C
NT abdomen (-) BU(+)
Hb: 8,9, Leukosit: 10.160, Thrombosit: 472.000
A: Melena ec gastritis erosive
Rheumatoid arthritis
Anemia normositik Normokrom
P: Diet lunak 1700 kkal protein 1,5 gr/kgBB
Omeprazol 2x40mg Transamin 3x1 amp
Sucralfat 4x15cc Vit K 3x1 amp
Ardin tab 3x1 Methotrexat 2,5mg 1x3tab/ minggu
PROGNOSIS
Ad Vitam : Ad bonam
Ad Functionam : Dubia Ad bonam
Ad Sanationam : Dubia Ad malam
12
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 PENDAHULUAN
Artritis reumatoid adalah penyakit multisistem kronis yang penyebabnya tidak
diketahui. Terdapat berbagai manifestasi sistemik pada penyakit ini, karakteristiknya
adalah peradangan yang menetap pada cairan sendi (sinovitis), biasanya menyerang area
sekitar sendi dengan distribusi yang simetris. 1,2,3
Potensi dari inflamasi yang terjadi pada cairan sendi dapat menyebabkan
kerusakan kartilago, erosi pada tulang, dan perubahan yang lebih lanjut pada integritas
sendi sebagai tanda khas pada penyakit ini. Walaupun berpotensi merusak, artritis
reumatoid cukup bervariasi. Beberapa penderita hanya menunjukkan penyakit
oligoartikular yang ringan dengan durasi yang singkat disertai dengan kerusakan sendi
yang minimal, sedangkan pada penderita yang lain dapat menunjukkan poliartritis
progresif yang ditandai kerusakan fungsional.1
Beberapa penelitian mengatakan bahwa artritis reumatoid mengalami penuruanan
13
dalam hal frekuensi dan tingkat keberatannya. Sebagian besar, tanda dari artritis
reumatoid adalah homogen, dan pola dari perubahan sendi dipengaruhi oleh lingkungan
dan faktor genetik. Artriris reumatoid dihubungkan dengan penyakit ekstra-artikular
yang secara konsisten lebih sedikit terjadi pada orang Asia dan Afrika dibanding dengan
orang Kaukasia.4
II.2 EPIDEMIOLOGI
Artritis reumatoid merupakan penyakit yang jarang pada laki-laki
dibawah umur 30 tahun. Insiden penyakit ini memuncak pada umur 60-70
tahun. Pada wanita, prevalensi penyakit ini meningkat dari pertengahan abad
ke-20 dan konstan pada level umur 45-65 tahun dengan masa puncak 65-75
tahun.4
Prevalensi dari artritis reumatoid mendekati 0,8 % dari populasi (kisaran
0,3 - 2,1%), wanita terkena tiga kali lebih sering dibandingkan dengan laki-
laki. Prevalensi penyakit ini meningkat dengan umur, dan jenis kelamin,
perbedaannya dikurangi pada kelompok usia tua. Penyakit ini menyerang
orang-orang di seluruh dunia dari berbagai suku bangsa. Onset dari penyakit ini
sering pada dekade ke-empat dan ke-lima dari kehidupan. 1,5,6
Faktor resiko genetik tidak sepenuhnya dihitung pada insiden terjadinya
artritis reumatoid, hanya menyatakan bahwa faktor lingkungan juga berperan
penting pada penyebab dari penyakit ini. Hal ini ditekankan pada penelitian
14
epidemiologi di Afrika yang mengindikasikan cuaca dan urbanisasi merupakan
pengaruh utama pada insiden dan tingkat keberatan dari artritis reumatoid pada
kelompok dengan latar belakang genetik yang serupa.1
II.3 ETIOLOGI
Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui. Dikatakan bahwa
artritis reumatoid mungkin merupakan manifestasi dari respon terhadap agen
infeksius pada orang-orang yang rentan secara genetik. Karena distibusi artritis
reumatoid yang luas, hal ini menimbulkan hipotesis bahwa jika penyebabnya
adalah agen infeksius, maka organisme tersebut haruslah tersebar secara luas.
Beberapa kemungkinan agen penyebab tersebut diantaranya termasuk
mikoplasma, virus Epstein-Barr (EBV), sitomegalovirus, parvovirus, dan virus
rubella, tapi berdasarkan bukti-bukti, penyebab ini ataupun agen infeksius yang
lain yang menyebabkan artritis reumatoid tidak muncul pada penderita artritis
reumatoid.1
Walupun etiologi dari artritis reumatoid belum diketahui, namun
nampaknya multifaktorial. Terdapat kerentanan genetik yang jelas, dan
penelitian pada orang kembar mengindikasikan indeks sekitar 15-20%.
Sebanyak 70% dari pasien artrirtis reumatoid ditemukan human leucocyte
antigen-DR4 (HLA-DR4), sedangkan faktor lingkungan seperti merokok dan
agen infeksius dikatakan memiliki peranan penting pada etiologi, namun
kontribusinya sampai saat ini belum terdefinisikan.1,5,7
II.4 ANATOMI DAN FISIOLOGI SENDI
15
Sendi sinovial memiliki karakteristik sedemikian rupa sehingga
memungkinkan jangkauan gerakan yang luas. Sendi sinovial diklasifikasikan
berdasarkan jangkauan gerakan atau berdasarkan bentuk bagian sendi dari
tulang yang terlibat.8
Setiap jenis sendi sinovial memiliki karakteristik yang sama, yaitu:8
a. Kartilago hialin
Bagian tulang yang bersentuhan pasti dilindungi oleh kartilago hialin yang
menyediakan permukaan yang lembut dan cukup kuat untuk menyerap gaya
tekan serta menahan berat tubuh. Lapisan kartilago memiliki ketebalan 7 mm
pada orang muda dan semakin tipis dan rentan terhadap tekanan seiring dengan
pertambahan usia. Hal ini menyebabkan bertambahnya tekanan pada struktur
16
Gambar 1 : Gambaran skematik dari sendi sinvial. (1) periosteum, (2) lapisan fibrous terluar dari kapsul, (3) lapisan sinovial bagian dalam dari kapsul, (4) lemak dan jaringan lunak longgar, (5) celah artikular, (6) kartilago, (7) tulang, (8) bare area.
sendi. Kartilago tidak diperdarahi tetapi menerima nutrisi dari cairan sinovial.
b. Ligamentum kapsuler
Sendi dikelilingi dan ditutupi oleh jaringan fibrosa yang mengikat tulang-
tulang yang berkaitan. Jaringan tersebut cukup regang sehingga pergerakan
dapat dilakukan tapi juga cukup kuat untuk dapat melindungi dari jejas.
c. Membran sinovial
Membran sinovial disusun oleh sel epitel dan berfungsi:
- Melapisi kapsul
- Menutupi bagian tulang di dalam sendi yang tidak ditutupi oleh kartilago sendi
- Menutupi seluruh struktur intrakapsuler yang tidak menyokong berat tubuh
d. Cairan sinovial
Cairan sinovial merupakan cairan kental dengan konsistensi menyerupai putih
telur dan disekresikan oleh membran sinovial kedalam kavitas sinovial, dan
berfungsi:
- Menyediakan nutrisi untuk struktur di dalam kavitas sinovial
- Mengandung fagosit yang mengeliminasi mikroba dan debris seluler
- Berfungsi sebagai lubrikan
- Mempertahankan stabilitas sendi
- Mencegah terpisahnya kedua ujung tulang yang berlengketan, seperti sedikit air
yang terdapat diantara dua permukaan kaca
e. Struktur intrakapsular lainnya
Beberapa sendi memiliki struktur-struktur yang terdapat di dalam kapsul, tetapi
berada di luar membran sinovial yang membantu mempertahankan stabilitas,
contohnya bantalan lemak dan meniskus pada sendi lutut. Jika struktur tersebut
tidak menyokong berat tubuh, biasanya struktur tersebut tidak ditutupi oleh
17
membran sinovial
f. Struktur ekstrakapsular
- Ligamentum, yang bergabung dengan kapsul memberikan stabilitas lebih lagi
pada kebanyakan sendi
- Otot atau tendon, juga menyediakan stabilitas. Selain itu otot dan tendon juga
meregang melintasi sendi ketika terjadi pergerakan. Jika otot berkontraksi, otot
tersebut akan memendek dan menarik dua tulang sehingga semakin berdekatan.
g. Suplai darah dan persarafan
Saraf dan pembuluh darah yang melintasi sendi biasanya bertugas menyuplai
kapsul dan otot yang menggerakkannya.
II.5 PATOFISIOLOGI
Artritis reumatoid adalah proses inflamasi kompleks yang merupakan
hasil reaksi dari berbagai populasi sel imun dengan aktivasi dan proliferasi dari
fibroblas sinovial. Respon inflamasi ini menyerang cairan sinovial pada
persendian, bursa dan tendon, serta jaringan lain di seluruh tubuh. Orang-orang
yang menderita penyakit ini menunjukkan tanda-tanda klinik yang bermacam-
macam dan distribusinya pada muskuloskeletal. Dalam jaringan sinovial,
proses inflamasi terjadi secara jelas, menimbulkan edema dan proliferasi
kapiler dan sel mesenkim. Pada jaringan sendi dan cairan sinovial, terjadi
akumulasi dari leukosit yang menghasilkan enzim lisosom dan proinflamasi
lain, serta mediator-mediator toksik. Kemudian, dengan teraktivasinya sel-sel
imun dan fibroblas sinovial, mediator ini dapat merusak kartilago persendian
yang bedekatan. Jika proses ini terus berlanjut dan tidak dikendalikan,
18
permukaan sendi akan hancur, dan secara bertahap terjadi fibrosis pada
jaringan fibrosa kapsul persendian dan jaringan sendi atau terlihat ankilosis
pada tulang.9
Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah
destruksi akibat proses pencernaan oleh karena produksi protease, kolagenase
dan enzim-enzim hidrolitik lainnya. Enzim-enzim ini memecah kartilago,
ligamen, tendon dan tulang pada sendi, serta dilepaskan bersama dengan
radikal oksigen dan metabolit asam arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear
dalam cairan sinovial. Proses ini diduga adalah bagian dari respon autoimun
terhadap antigen yang diproduksi secara lokal. Kedua adalah, destruksi
jaringan juga terjadi melalui kerja panus reumatoid. Panus merupakan jaringan
granulasi vaskular yang terbentuk dari sinovium yang meradang dan kemudian
meluas ke sendi. Disepanjang pinggir panus, terjadi destruksi kolagen dan
proteoglikan melalui produksi enzim oleh sel di dalam panus tersebut.10
19
Hiperplasia sinovial dan formasi ke dalam panus merupakan patogenesis
artritis reumatoid yang fundamental. Proses ini dimediasi oleh produksi dari
berbagai sitokin, contohnya tumor necrosis factor α (TNF-α) dan interleukin-1
(IL-1) oleh antigen presenting cells dan sel T. TNF-α dan IL-1 juga memiliki
peranan penting dalam destruksi tulang.5,7
Pada penyakit Rematoid Artritis terdapat 3 stadium yaitu :
a. Stadium Sinovisis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai
hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat maupun saat bergerak,
bengkak dan kekakuan.
b. Stadium Destruksi
20
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada
jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
d. Stadium Deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas
dan gangguan fungsi secara menetap.
A. MANIFESTASI KLINIS
1. Awitan (onset)
Kurang lebih 2/3 penderita AR, awitan terjadi secara perlahan, arthritis
simetris terjadi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan dari perjalanan
penyakit. Kurang lebih 15% dari penderita mengalami gejala awal yang lebih
cepat yaitu antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Sebanyak 10-15%
penderita mempunyai awitan fulminant berupa arthritis poliartikular, sehingga
diagnosis AR lebih mudah ditegakkan. Pada 8-15% penderita, gejala muncul
beberapa hari setelah kejadian tertentu (infeksi). Arthritis sering kali diikuti
oleh kekakuan sendi pada pagi hari yang berlangsung selama satu jam atau
lebih. Beberapa penderita juga mempunyai gejala konstitusional berupa
21
kelemahan, kelelahan, anoreksia dan demam ringan.
2. Manifestasi artikular
Penderita AR pada umumnya datang dengan keluhan nyeri dan kaku pada
banyak sendi, walaupun ada sepertiga penderita mengalami gejala awal pada
satu atau beberapa sendi saja. Walaupun tanda cardinal inflamasi (nyeri,
bengkak, kemerahan, dan teraba hangat) mungkin ditemukan pada awal
penyakit atau selama kekambuhan, namun kemerahan dan perabaan hangat
mungkin tidak dijumpai pada AR yang kronik.
Penyebab arthritis pada AR adalah synovial yaitu adanya inflamasi pada
membrane synovial yang membungkus sendi. Pada umumnya sendi yang
terkena adalah persendian besar seperti bahu dan lutut juga bisa terkena. Sendi
yang terlibat pada umumnya simetris, meskipun pada presentasi awal bisa tidak
simetris. Sinovitis akan menyebabkan erosi peermukaan sendi sehingga
terjadinya deformitas dan kehilangan fungsi. Ankilosis tulang (destruksi sendi
disertai kolaps dan pertummbuhan tulang yang berlebihan) bisa terjadi di
beberapa sendi khususnya pada pergelangan tangan dan kaki. Sendi
pergelangan tangan hampir selalu terlibat, demikian juga sendi interfalang
proksimal dan netakarpofalangeal. Sendi interfalang distal dan sakroiliaka tidak
pernah terlibat.
3. Manifestasi Ekstaartikular
Walaupun arthritis merupakan manifestasi klinis utama, tetapi AR
merupakan penyakit sistemik sehingga banyak juga mempunyai manifestasi
ekastraartikular. Manifestasi ekastraartikular pada umumnya didapatkan pada
penderita yang mempunyai titer factor rheumatoid (RF) serum tinggi. Nodul
22
rheumatoid merupakan manifestasi kulit yang paling sering dijumpai, tetapi
biasanya tidak memerlukan intrvensi khusus. Nodul rheumatoid umumnya
ditemukan didaerah ulna, olekranon, jari tangan, tendon Achilles atau bursa
olekranon. Nodul rheumatoid hanya ditemukan pada pendrita AR dengan factor
rheumatoid positif dan mungkin dikelirukan dengan tofus gout , kista ganglion,
tendon xanthoma atau nodul yang berhubungan dengan demam reumatik, lepra,
MCTD. Manifestasi paru juga bisa didapatkan, tetapi beberapa perubahan
patologik hanya ditemukan saat otopsi. Beberapa manifestasi ekstraartikular
seperti vaskulitis dan felty syndrome jarang dijumpai, tetapi sering
memerlukan terapi spesifik.
4. Deformitas
Kerusakan dari struktur ± struktur penunjang sendi dengan perjalanan
penyakit. Dapat terjadi pergeseran urnal atau deviasi jari, subluksasi sendi
matakarpo f alangenal, def o rmitas boutonniere, dan leher angsa merupakan
beberapa def o rmitas tangan yang sering dijumpai pada klien. Pada kaki
terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari
subluksasi matatersal. Sendi-sendi yang sangat besar juga dapat terangsang
dan akan mengalami pengurangan kemampuan begerak terutama dalam
melakukan gerakan ekstensi. Nodul-nodul reumatoid adalah massa subkutan
yang ditemukan pada sekitar sepertigao rang dewasa penderita Artritis
reumatoid. Lokasi yang paling sering dari do f o rmitas ini adalah
bursaolekranon (sendi siku) atau disepanjang permukaan ekstensor dari
lengan, Walaupun demikian nodul-nodul ini dapat juga timbul pada tempat-
tempat lainnya. Adanya nodul-nodul ini biasanya merupakan suatu petunjuk
23
penyakit yang aktif dan lebih barat. Manifestasi ekstraartikuler, artritis
reumatoid juga dapat menyerang juga dapat menyerang organ-organ lain diluar
sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah
dapat rusak.
II.6. DIAGNOSIS
Diagnosis dari artritis reumatoid dengan anamnesis dan pemeriksaan
yang dikorelasikan dengan data laboratorium dan pemeriksaan radiologi.
Karakteristik pasien, termasuk umur, jenis kelamin dan etnis, sangat penting,
karena hal tersebut berhubungan dengan resiko dan tingkat keberatan dari
penyakit.2
Gambaran Klinis
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita
artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat
yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang
bervariasi.10
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan
demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya
2. Poliartritis simetris, terutama pada sendi perifer: termasuk sendi-sendi di tangan,
namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang distal. Hampir semua
sendi diartrodial dapat terserang.
3. Kekakuan pagi hari, selama lebih dari satu jam: dapat bersifat generalisata tetapi
terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi
pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan
24
selalu kurang dari satu jam
4. Artritis erosif: merupakan ciri khas dari penyakit ini pada gambaran radiologik.
Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang.
5. Deformitas: kerusakan struktur penunjang sendi meningkat dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi
metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa
deformitas tangan yang sering dijumpai. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan)
kaput metatarsal yang timbul sekunder dan subluksasi metatarsal. Sendi-sendi
yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan
bergerak terutama dalam melakukan gerak ekstensi.
6. Nodul-nodul rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar
sepertiga orang dewasa pasien artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering dari
deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau sepanjang permukaan
ekstensor dari lengan. Walaupun demikan, nodul-nodul ini dapat juga timbul
pada tempat lainnya. Adanya nodul-nodul ini biasanya merupakan petunjuk dari
suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
7. Manifestasi ekstra-artikular; artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-
organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan
pembuluh darah dapat rusak.
Dibawah ini merupakan tabel revisi kriteria untuk klasifikasi dari artritis
reumatoid dari American Rheumatism Association tahun 1987
Tabel 1: 1987 Revised American Rheumatism Association Criteria for
the Classification of Rheumatoid Arthritis
25
[dikutip dari kepustakaan 2]
Kriteria Definisi
1. Kekakuan pagi
hari
Kekakuan pagi hari pada sendi atau disekitar
sendi, lamanya setidaknya 1 jam
2. Artritis pada tiga
atau lebih area
sendi
Setidaknya tiga area sendi secara bersama-sama
dengan peradangan pada jaringan lunak atau
cairan sendi. 14 kemungkinan area yang terkena,
kanan maupun kiri proksimal interfalangs (PIP),
metakarpofalangs (MCP), pergelangan tangan,
siku, lutut, pergelangan kaki, dan sendi
metatarsofalangs (MTP)
3. Artritis pada sendi
tangan
Setidaknya satu sendi bengkak pada pergelangan
tangan, sendi MCP atau sendi PIP
4. Artritis simetrisSecara bersama-sama terjadi pada area sendi
yang sama pada kedua bagian tubuh
5. Nodul-nodul
reumatoid
Adanya nodul subkutaneus melewati tulang atau
permukaan regio ekstensor atau regio juksta-
artikular
6. Serum faktor
reumatoid
Menunjukkan adanya jumlah abnormal pada
serum faktor reumatoid dengan berbagai metode
yang mana hasilnya positif jika < 5% pada
subyek kontrol yang normal
7. Perubahan
radiografik
Perubahan radiografik tipikal pada artritis
reumatoid pada radiografik tangan dan
pergelangan tangan posteroanterior, dimana
26
termasuk erosi atau dekalsifikasi terlokalisasi
yang tegas pada tulang.
Untuk klasifikasi, pasien dikatakan menderita atrtritis reumatoid jika
pasien memenuhi setidaknya 4 dari 7 kriteria diatas. Kriteria 1 - 4 harus
sudah berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu. Pasien dengan dua
diagnosis klinis, tidak dikeluarkan pada kriteria ini.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan artritis reumatoid adalah penilaian
standar untuk peradangan pada sendi, kelemahan dan keterbatasan gerak.
Selain itu, pada pemeriksaan fisis juga menunjukkan adanya gejala-gejala
ekstra-artikular seperti skleritis, nodul-nodul, garukan perikardial, efusi pleura,
splenomegali, dan ulkus kulit pada ekstremitas bawah.2
Pada artritis reumatoid yang lanjut, tangan pasien dapat menunjukkan
deformitas boutonnierre dimana terjadi hiperekstensi dari sendi distal
interfalangs (DIP) dan fleksi pada sendi proksimal interfalangs (PIP).
Deformitas yang lain merupakan kebalikan dari deformitas boutonniere, yaitu
deformitas swan-neck, dimana juga terjadi hiperekstensi dari sendi PIP dan
fleksi dari sendi DIP. Jika sendi metakarpofalangs telah seutuhnya rusak, sangat
mungkin untuk menggantinya dengan protesa silikon.11
27
Gambar 3 : Gambaran skematik dari deformitas swan-neck dan deformitas
boutonniere, sering telihat pada artritis reumatoid lanjut.
[dikutip dari kepustakaan 9]
Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk mendiagnosis
artritis reumatoid. Beberapa hasil uji laboratoirum dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis artritis reumatoid. Sekitar 85% pasien artritis reumatoid
memiliki autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal sebagai faktor
reumatoid. Autoantibodi ini adalah imunoglobulin M (IgM) yang beraksi
terhadap perubahan imunoglobulin G (IgG). Keberadaan dari faktor reumatoid
bukan merupakan hal yang spesifik pada penderita artritis reumatoid. Faktor
reumatoid ditemukan sekitar 5% pada serum orang normal, insiden ini
meningkat dengan pertambahan usia, sebanyak 10-20% pada orang normal usia
diatas 65 tahun positif memiliki faktro reumatoid dalam titer yang rendah.1,10
Laju endap darah (LED) eritrosit adalah suatu indeks peradangan yang
tidak spesifik. Pasien dengan artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100
mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa LED dapat dipakai untuk
28
memantau aktivitas penyakit.10
Anemia normositik normokrom sering didapatkan pada penderita dengan
artritis rematoid yang aktif melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia
ini tidak berespon pada pengobatan anemia yang biasa dan dapat membuat
seseorang merasa kelelahan.1.10
Analisis cairan sinovial menunjukkan keadaan inflamasi pada sendi,
walaupun tidak ada satupun temuan pada cairan sinovial spesifik untuk artritis
reumatoid. Cairan sinovial biasanya keruh, dengan kekentalan yang menurun,
peningkatan kandungan protein, dan konsentrasi glukosa yang mengalami
sedikit penurunan atau normal. Hitung sel leukosit (WBC) meningkat
mencapai 2000/µL dengan lebih dari 75% leukosit PMN, hal ini merupakan
karakteristik peradangan pada artritis, walaupun demikian, temuan ini tidak
mendiagnosis artritis reumatoid.1
Pemeriksaan Radiologi
1. Foto Polos
Pada tahap awal penyakit, biasanya tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan radiologis kecuali pembengkakan jaringan lunak. Tetapi, setelah
sendi mengalami kerusakan yang lebih berat, dapat terlihat penyempitan ruang
sendi karena hilangnya rawan sendi. Juga dapat terjadi erosi tulang pada tepi
sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan-perubahan ini biasanya
irreversibel.10
29
Gambar 3 : Artritis erosif yang mengenai tulang karpal dan sendi
metakarpofalangs. [dikutip dari kepustakaan 12]
Tanda pada foto polos awal dari artritis reumatoid adalah peradangan
periartikular jaringan lunak bentuk fusiformis yang disebabkan oleh efusi sendi
dan inflamasi hiperplastik sinovial. Nodul reumatoid merupakan massa
jaringan lunak yang biasanya tampak diatas permukaan ekstensor pada aspek
ulnar pergelangan tangan atau pada olekranon, namun adakalanya terlihat
diatas prominensia tubuh, tendon, atau titik tekanan. Karakteristik nodul ini
berkembang sekitar 20% pada penderita artritis reumatoid dan tidak terjadi
pada penyakit lain, sehingga membantu dalam menegakkan diagnosis.6
2. CT Scan
Computer tomography (CT) memiliki peranan yang minimal dalam
mendiagnosis artritis reumatoid. Walaupun demikian, CT scan berguna dalam
30
memperlihatkan patologi dari tulang, erosi pada sendi-sendi kecil di tangan
yang sangat baik dievaluasi dengan kombinasi dari foto polos dan MRI.14
CT scan jarang digunakan karena lebih rendah dari MRI dan memiliki
kerugian dalam hal radiasi. CT scan digunakan sebatas untuk mengindikasikan
letak destruksi tulang dan stabilitas tertinggi tulang secara tepat, seperti pada
pengaturan pre-operatif atau pada tulang belakang.5
3. Ultrasonografi (USG)
Sonografi dengan resolusi tinggi serta pemeriksaan dengan frekuensi
tinggi digunakan untuk mengevaluasi sendi-sendi kecil pada artritis reumatoid.
Efusi dari sendi adalah hipoekhoik, sedangkan hipertrofi pada sinovium lebih
ekhogenik. Nodul-nodul reumatoid terlihat sebagai cairan yang memenuhi area
kavitas dengan pinggiran yang tajam. Erosi tulang dapat terlihat sebagai
irregularitas pada korteks hiperekhoik. Komplikasi dari arthritis reumatoid,
seperti tenosinovitis dan ruptur tendon, juga dapat divisualisasikan dengan
menggunakan ultrasonografi. Hal ini sangat berguna pada sendi MCP dan IP.
Tulang karpal dan sendi karpometakarpal tidak tervisualisasi dengan baik
karena konfigurasinya yang tidak rata dan lokasinya yang dalam.14
Sonografi telah digunakan dalam mendiagnosis artritis reumatoid dengan
tujuan meningkatkan standar yang tepat untuk radiografi konvensional.
4. MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) menyediakan gambaran yang baik
dengan penggambaran yang jelas dari perubahan jaringan lunak, kerusakan
31
kartilago, dan erosi tulang-tulang yang dihubungkan dengan artritis
reumatoid.14
Diagnosis awal dan penanganan awal merupakan manajemen utama
pada artritis reumatoid. Dengan adanya laporan mengenai sensitivitas MRI
dalam mendeteksi erosi dan sinovitis, serta spesifitas yang nyata untuk
perubahan edema tulang, hal itu menandakan bahwa MRI merupakan penolong
untuk mendiagnosis awal penyakit artritis reumatoid. MRI juga memberikan
gambaran yang berbeda pada abnormalitas dari artritis reumatoid, sebagai
contoh, erosi tulang, edema tulang, sinovitis, dan tenosinovitis.15
II.7. DIAGNOSIS BANDING
GOUT ARTRITIS
Gout merupakan gangguan metabolik yang ditandai dengan
meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Gout dapat bersifat
primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung dari
pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan eksresi
asam urat, sedangkan gout sekunder disebabkan oleh pembentukan asam urat
yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat-obatan
tertentu.16
Pada artritis gout akut, terjadi pembengkakan yang mendadak dan nyeri
yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki, sendi metatarsofalangeal.
32
Artritis bersifat monoartrikular dan menunjukkan tanda-tanda peradangan
lokal. Mungkin terdapat demam dan peningkatan sejumlah leukosit. Serangan
dapat dipicu oleh pembedahan, trauma, obat-obatan, alkohol, atau stres
emosional. Sendi-sendi lain dapat terserang, termasuk sendi jari tangan, lutut,
mata kaki, pergelangan tangan, dan siku.16
Gambar 4 : Pembengkakan dan erosi pada sendi PIP-5 [dikutip dari
kepustakaan 13]
OSTEOARTRITIS
Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini
bersifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai oleh
adanya deteorisasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru
33
pada permukaan persendian. Gambaran klinis osteoartritis umumnya berupa
nyeri sendi, terutama apabila sendi bergerak atau menanggung beban. Nyeri
tumpul ini berkurang bila sendi digerakkan atau bila memikul beban tubuh.
Dapat pula terjadi kekakuan sendi setelah sendi tersebut tidak digerakkan
beberapa lama, tetapi kekakuan ini akan menghilang setelah digerakkan.
Kekakuan pada pagi hari, jika terjadi, biasanya hanya bertahan selama
beberapa menit, bila dibandingkan dengan kekakuan sendi di pagi hari yang
disebabkan oleh artritis reumatoid yang terjadi lebih lama.17
Gambar 5: Penyempitan celah sendi medial yang asimetrik [dikutip dari
kepustakaan 13]
34
Tabel 2: Perbandingan artritis reumatoid dengan diagnosa banding berdasarkan
temuan radiologi 9
Gambara
n
Radiologi
Artritis
Reumatoi
d
GoutOsteoartri
tis
Soft tissue
swelling
Periartriku
lar,
simetris
Esentrik,
tophi
Intermitten
, tidak
sejelas
yang lain
Subluksasi YaTidak
biasa
Kadang-
kadang
Mineralisa
si
Menurun
di
periartrikul
ar
Baik Baik
Kalsifikasi Tidak
Kadang-
kadang
pada tophi
Tidak
35
Celah
sendi
Menyempi
t
Baik
hingga
menyempi
t
Menyempi
t
Erosi Tidak
Punched
out dengan
garis
sklerotik
Ya, pada
intraartikul
ar
Produksi
tulangTidak
Menjalar
ke tepi
korteks
Ya
SimetriBilateral,
simetriAsimetri
Bilateral,
simetri
LokasiProksimal
ke distal
Kaki,
pergelanga
n kaki,
tangan dan
siku
Distal ke
proksimal
Karakteris
tik yang
membeda
kan
Poliartriku
lar
Pembentu
kan kristal
Seagull
appearanc
e pada
sendi
interfalang
eal
36
II.8 PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi dari artritis reumatoid adalah (1) mengurangi nyeri, (2)
mengurangi inflamasi, (3) menjaga struktur persendian, (4) mempertahankan
fungsi sendi, dan (5) mengontrol perkembangan sistemik.1,10
Adapun penatalaksanaan dari artritis reumatoid adalah sebagai berikut:
5. Obat-obatan
a. Non-steroid anti-inflammatoy drugs (NSAID)
Kelompok obat ini mengurangi peradangan dengan menghalangi proses
produksi mediator peradangan. Tepatnya, obat ini menghambat sintetase
prostaglandin atau siklooksigenase. Enzim-enzim ini mengubah asam lemak
sistemik andogen, yaitu asam arakidonat menjadi prostaglandin, prostasiklin,
tromboksan dan radikal-radikal oksigen. Obat standar yang sudah dipakai sejak
lama dalam kelompok ini adalah aspirin.10
Selain aspirin, NSAID yang lain juga dapat menyembuhkan artritis reumatoid.
Produksi dari prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan ini memberikan efek
analgesik, anti-inflamasi, dan anti-piretik.1
b. Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD)
Kelompok obat-obatan ini termasuk metotrexat, senyawa emas, D-
penicilamine, antimalaria, dan sulfasalazine. Walaupun tidak memiliki
37
kesamaan kimia dan farmakologis, pada prakteknya, obat-obat ini memberikan
beberapa karakteristik.1
Pemberian obat ini baru menjadi indikasi apabila NSAID tidak dapat
mengendalikan artritis reumatoid. Beberapa obat-obatan yang telah disebutkan
sebelumnya tidak disetujui oleh U.S Food and Drugs Administration untuk
dipakai sebagai obat artritis reumatoid. Tujuan pengobatan dengan obat-obat
kerja lambat ini adalah untuk mengendalikan manifestasi klinis dan
menghentikan atau memperlambat kemajuan penyakit.10
6. Terapi glukokortikoid
Terapi glukokortikoid sistemik dapat memberikan efek untuk terapi
simptomatik pada penderita artritis reumatoid. Prednison dosis rendah (7,5
mg/hari) telah menjadi terapi suportif yang berguna untuk mengontrol gejala.
Walaupun demikian, bukti-bukti terbaru mengatakan bahwa terapi
glukokortikoid dosis rendah dapat memperlambat progresifitas erosi tulang.1
7. Operasi
Operasi memiliki peranan penting dalam penanganan penderita artritis
reumatoid dengan kerusakan sendi yang parah. Meskipun artroplasti dan
penggantian total sendi dapat dilakukan pada beberapa sendi, prosedur yang
paling sukses adalah operasi pada pinggul, lutut, dan bahu. Tujuan realistik dari
prosedur ini adalah mengurangi nyeri dan mengurangi disabilitas.1
IX. PROGNOSIS
Beberapa tampakan klinis pada pasien artritis reumatoid nampaknya memiliki
38
nilai prognostik. Remisi dari aktivitas penyakit cenderung lebih banyak terjadi pada
tahun pertama. Jika aktivitas penyakit berlangsung lebih dari satu tahun biasanya
prognosis buruk. Wanita kulit putih cenderung memiliki sinovitis yang lebih persisten
dan lebih erosif dibanding pria.1
Harapan hidup rata-rata orang dengan artritis reumatoid memendek 3-7 tahun dari
orang normal. Peningkatan angka mortalitas tampaknya terbatas pada pasien dengan
penyakit sendi yang lebih berat, sehubungan dengan infeksi dan perdarahan
gasrointestinal. Faktor yang dihubungkan dengan kematian dini mencakup disabilitas,
durasi dan tingkat keparahan penyakit, penggunaan glukokortikoid, umur onset, serta
rendahnya status sosio-ekonomi dan pendidikan.1
39
BAB III
ANALISIS KASUS
III.1 Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan jari-jari kedua tangan dan kaki terasa kaku sejak ±
9 tahun yang lalu. kekakuan pada kedua jari tangan dan kaki pasien kemungkinan
disebabkan oleh :
Osteoarthritis
artritis gout
Polymyalgia Rheumatica
Systemic Lupus Erythematosus
Fibromyalgia
Degenerative joint disorder (DJD)
Pada anamnesis selanjutnya pasien mengatakan bahwa terdapat kekakuan dan
nyeri pada sendinya tetapi nyeri pada sendi tidak menyebar ke daerah tubuh lainnya
seperti pada daerah bahu, pinggul, tulang belakang, leher, dada dan perut, keluhan
gangguan mengingat atau sulit menghitung. Gejala-gejala diatas tidak terdapat pada
pasien sehingga fibromyalgia dapat disingkirkan selain itu fibromyalgia merupakan
diagnosis eksklusis.
Saat anamnesis pasien mengatakan bahwa terdapat kekakuan pada pagi hari.
Kekakuan ini tidak hilang dengan istirahat. Kekakuan dan nyeri sendi pada pasien
menghilang setelah beraktivitas sekitar 1 jam sehingga diagnosis Degenerative joint
40
disorder (DJD) dapat disingkirkan. Pada DJD biasanya kekakuan hilang setelah
istirahat.
Arthritis gout merupakan penyakit atropati yang disebabkan oleh penimbunan
kristal. Gout disebabkan oleh kristal monosodium urat monohidrat. Arthritis pada gout
biasanya terdapat di pergelangan kaki, pergelangan tangan, sendi jari dan kaki serta
lutut. Biasanya pada arthritis gout paling umum terjadi monoarticular meskipun gejala
poliarticular akut tidak jarang terjadi. Dalam gout, serangan yang dimulai tiba-tiba dan
biasanya mencapai intensitas maksimum dalam waktu 8-12 jam. Dalam beberapa
kasus ,jika berkembang menjadi arthritis polyarticular kronis, gejalanya arthritis gout
dapat menyerupai rheumatoid arthritis. Dalam anamnesis arthritis gout belum dapat
dipisahkan. jika pada pasien ini terdapat arthritis gout kemungkinan gejalanya
poliarthritis kronik. arthritis gout dapat dieksklusi dengan pemeriksaan penunjang
dengan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis.
Polymyalgia rheumatica (PMR) adalah suatu sindrom klinis yang relatif umum
etiologi tidak diketahui yang mempengaruhi individu pada lanjut usia. Hal ini ditandai
dengan nyeri pada daerah pinggul dan bahu disertai kekakuan pagi yang dapat
berlangsung selama lebih dari 1 jam. Kekakuan mungkin begitu parah sehingga pasien
mungkin mengalami kesulitan besar bangkit dari kursi , membalik di tempat tidur , atau
mengangkat tangan mereka di atas bahu tinggi. Kekakuan setelah periode istirahat
( fenomena gel ) serta kekakuan pada pagi hari lebih dari 1 jam biasanya terjadi . Pasien
juga mungkin menggambarkan distal sendi bengkak. Selain itu, sering terjadi pada usaia
lebih dari 65 tahun. Dari anamnesis pasien berusia 31 tahun. Kekakuan hingga tidak
dapat melakukan aktivitas apapun tidak ada, nyeri pada otot juga tidak ada. Diagnosis
Polymyalgia Rheumatica dapat disingkarkan walaupun pada pasien ini ditemukan
41
kekakuan pagi hari yang berlangsung lama
Osteoarthritis adalah jenis yang paling umum dari penyakit sendi. Osteoartritis
merupakan gangguan degeneratif yang timbul dari pemecahan biokimia artikular
( hialin ) tulang rawan di sendi sinovial . Gejala yang terdapat pada osteoarthritis
keterbatasan gerak dan terdapat krepitus pada sendi yang terkena. Osteoarthritis tangan
yang paling sering pada daerah sendi interphalangeal distal (DIP) tetapi juga biasanya
melibatkan sendi interphalangeal proksimal (PIP). kelaianan pada pasien ini belum
dapat disingkirkan apakah merupakan kelaianan degeneratif atau bukan. Osteoarthritis
biasanya didiagnosis berdasarkan bukti klinis dan radiografi dan tidak ada kelainan
laboratorium khusus yang berhubungan dengan osteoarthritis.
Sistemik lupus erythematosus (SLE ) adalah penyakit autoimun kronis yang
dapat mempengaruhi hampir semua sistem organ, dengan demikian gambaran klinisnya
sangat bervariasi. pasien dengan SLE mempunyai gejala yang mirip dengan gejala-
gejala penyakit lain. Di masa onset SLE, ada beberapa gejala klinis yang lebih umum
yang sering ditemukan pada orang dewasa biasanya terdapat ruam malar, kelainan
ginjal, proteinuria, kejang, trombositopenia, anemia hemolitik, demam, dan
limfadenopati.
Terdapat 3 gambaran klasik klasik tiga yang umum pada SLE demam, nyeri
sendi, dan ruam pada wanita usia subur sehingga dianjurkan untuk pemeriksaan lanjutan
untuk diagnosis SLE. Selain itu dapat juga terjadi manifestasi dari salah satu gambaran
berikut:
Konstitusi (misalnya, kelelahan, demam, arthralgia, perubahan berat badan)
Musculoskeletal (misalnya, arthralgia, artropati, mialgia)
Dermatologik (misalnya, ruam malar, fotosensitivitas, lupus diskoid)
42
Ginjal (misalnya, akut atau kronis gagal ginjal, penyakit nefritis akut)
Neuropsikiatri (misalnya, kejang, psikosis)
Paru (misalnya, radang selaput dada, efusi pleura, pneumonitis)
Gastrointestinal (misalnya, mual, dispepsia, nyeri perut)
Jantung (misalnya, perikarditis, miokarditis)
Hematologi (misalnya, cytopenias seperti leukopenia, limfopenia, anemia, atau
trombositopenia)
Pada pasien dengan temuan klinis sugestif, riwayat keluarga penyakit autoimun
harus menimbulkan kecurigaan lebih lanjut dari SLE. Berdasarkan anamnesis gejala-
gejala tersebut tidak ada pada pasien selain nyeri-nyeri sendi. Untuk kelainan hemolitik
pada pasien dapat dibuktikan dengan pemeriksaan darah karena pada pasien terdapat
gejala pasien keluhan anemia. Pasien mengatakan lebih mudah lelah. Kemungkinan
SLE pada pasien ini belum dapat disingkirkan.
III.2 Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pemeriksaan fisik untuk menunjang dan menyingkirkan diagnosis
banding. Pada pemeriksaan fisik didapatkan sadar penuh, dengan tanda vital stabil. Pada
pemeriksaan status generalis didapatkan hasil dalam batas normal. Tidak ditemukan
adanya ruam malar, ruam diskoid, ulserasi di mulut atau nasofaring, purpura, urtikaria,
ataupun organomegali, namun ditemukan anemia yang diduga disebabkan oleh melena
yang diderita pasien.
Pada pemeriksaan status lokalis manus dekstra dan sinistra Tampak deformitas
pada bagian sendi interphalang distal terutama di bagian digiti 5. Deformitas tampak
berangulasi ke arah palmar, membentuk gambaran ‘swan-neck finger deformity’. Ini
43
merupakan gambaran khas pada rheumatoid atritis. Namun tetap harus dipikirkan
kemungkinan diagnosis lain seperti atritis gout, oesteoatritis, maupun SLE. Pada atristis
gout, manifestasi klinis yang dapat kita temukan adalah nyeri pada sendi, disertai
adanya tanda-tanda inflamasi seperti pembengkakan jaringan lunak, adanya nyeri tekan,
semakin nyeri bila digerakkan, sendai tampak kemerahan, teraba lebih hangat
dibandingkan jaringan sekitar, dan terkadang ditemukan tofi. Pada pasien ini tidak
ditemukan tanda-tanda tersebut sehingga diagnosis atritis gout dapat disingkirkan. Pada
osteroartrtis gejala klinis yang dapat ditemukan adalah adanya pembengkakan pada
sendi, disertai tanda peradangan berupa nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat, warna
kemerahan, adanya krepitasi. Dapat pula ditemukan deformitas. Karena pada pasien
tidak ditemukan tanda peradangan pada sendi, maka diagnosis osteoatritis dapat
disingkirkan. Untuk SLE, atritis dapat menyerupai bentuk klinis yang lain, sehingga
secara klinis sulit dibedakan. Diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan
adanya kemungkinan SLE.
Pada pasien juga tampak pembengkakan pada interphalang proksimal digiti 3,
pembengkakan tidak hiperemis, tidak nyeri, tidak teraba hangat. Pembengkakan ini
dapat menjadi gejala awal deformitas pada atritis rematoid, dapat juga menjadi
osteoatritis ataupun atritis gout, bila telah diobati dan tanda-tanda peradangan akut telah
menghilang. Diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan kemungkinan
diagnosis banding.
Pada pemeriksaan lokalis regio pedis, tidak tampak deformitas berangulasi ke
arah lateral, tidak tampak pembengkakan pada sendi, tidak ditemukan soft tissue
swelling, terdapat nyeri tekan di pensendian interphalang II-V.Saat ini tidak ditemukan
tanda peradangan akut pada sendi, sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang untuk
44
mengetahui diagnosis pasti. Kemungkanan diagnosis pada kaki adalah atritis rematoid,
osteoatritis. Atritis gout dapat disingkirkan karena deformitas pada atritis gout berupa
tofus, bukan deformitas dengan angulasi arah lateral pada sendi metacarpal 1.
III.3 Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien yang kita dapatkan suspect RA dapat disarankan dengan 3 kategori
pemeriksaan yaitu marker inflamasi, parameter hematologi dan parameter imunologi.
Marker inflamasi
ESR dan tingkat CRP berhubungan dengan aktivitas penyakit . Nilai CRP dari
waktu ke waktu berkorelasi dengan perkembangan radiografi .
Parameter hematologi
Hitung darah lengkap sering menunjukkan anemia penyakit kronis dan
berkorelasi dengan aktivitas penyakit . Anemia juga mungkin berkaitan dengan terapi
antirematik .
Parameter imunologi
Parameter imunologi termasuk autoantibodi ( misalnya , RF dan ANAs ) . RF
adalah imunoglobulin ( Ig ) M antibodi yang ditujukan terhadap fragmen Fc IgG yang
terdapat pada 60-80 % pasien dengan RA. Pada pasien ini didapatkan RF (+)
RF tidak spesifik untuk RA , tetapi juga terdapat pada penyakit lain infeksi dan
gangguan autoimun , serta 1-5 % dari orang sehat . RF memprediksi perkembangan
radiografi dari erosi tulang . ANAs terdapat pada sekitar 40 % pasien dengan RA tetapi
hasil tes antibodi terhadap subset antigen nuklear adalah negatif.
Pada pemeriksaan laboratorium dan gambaran darah tepi didapatkan anemia
45
normositik normokrom. pada pemeriksaan serum iron hasilnya dibawah normal. hasil
pemeriksaan CRP Kualitatif (+) dan LED menunjukkan hasil 108 mm/jam. hasil
pemeriksaannya diatas normal. dari hasil pemeriksaan penunjang pada pasien ini
terdapat kelainan hematologi dengan anemia normositik normokrom. hasil pemeriksaan
CRP dan LED pasien disimpulkan terdaat tanda inflamasi. pemeriksaan imunologi
terdapat kelainan dengan faktor reumatik positif
III.4 Pemeriksaan Radiologi
Radiografi tetap menjadi pilihan pertama untuk pencitraan di RA selain murah ,
mudah tersedia dan memungkinkan untuk dilakukan serial untuk penilaian
perkembangan penyakit. Dilihat dari tangan , pergelangan tangan , lutut , kaki , siku ,
bahu , pinggul , tulang belakang leher , dan sendi lain harus dinilai dengan radiografi
bila ada indikasi. Selain itu erosi dapat terlihat pada kaki walaupun tanpa adanya rasa
sakit .
Pada pemeriksaan radiologi pasien :
Tak tampak subluksasi dislokasi
Tak tampak pembentukan spur
Tampak osteoporosis intra articular manus bilateral
Celah sendi carpalis, carpometacarpal, metacarpophalangeal, dan
interphalangeal baik
Kesan:
Osteoporosis intraarticular manus bilateral
Suspek awal rheumatoid artritis
Pada pasien tidak terdapat kelainan erosi dan terdapat perubahan radiologi yang
mengarah kemungkinan RA,
46
III.5 Tata Laksana
Pasien mendapatkan terapi DMARD, berupa metrotexat 7,5 mg PO perminggu.
Pemberian DMARD ini sesuai terapi yang disarankan oleh American Collage
Rheumatology (ACR) tahun 2012. Berdasarkan penelitian oleh ACR, pada pasien yang
baru terdiagnosis atriris rheumatoid, penggunaan DMARD metrotexat sebagai lini
pertama pengobatan atritis rheumatoid mampu menekan aktifitas penyakit dan kejadian
remisi. Evaluasi hasil pengobatan dilakukan setelah 2-3 bulan. Yang dinilai dalam
prognosis adalah tingkat aktifitas penyakit atau gambaran prognosis pasien keterbatasan
fungsi, keterlibatan ekstra artikular, faktor rheumatoid positif, adanya gambaran erosi
tulang pada X-ray. Bila terjadi perburukan, dilakukan pemberian kombinasi dua atau
tiga DMARD, misalnya pemberian metrotexat dan infliximab atau kombinasi
metrotexat, leflunomid, dan/atau hidrochloroquine.
Dalam penggunaan DMARD, perlu dilakukan beberapa evaluasi laboratorium
terkait efek samping yang mungkin muncul, diantaranya pemeriksaan darah lengkap,
fungsi hati, dan dungsi ginjal. evaluasi secara berkala diperlukan, setiap 3-6 bulan.
III.5 Prognosis
Prognosis ad vitam pasien bonam, karena atritis rheumatoid tidak mengancam
kelangsungan pasien. Prognosis ad functionam dubia ad bonam, karena pasien
didiagnosis pada awal perkembangan penyakit, sebelum terjadi perubahan yang
signifikan pada sendi jari tangan dan kaki pasien.
Dengan pengobatan yang adekuat, diaharapkan perubahan sendi pasien dapat
ditekan dan tidak terjadi keterlibatan organ ekstraartikular. Pada ad sanationam pasien
dubia ad malam, karena proses atritis rheumatoid adalah penyakit autoimun,
47
berlangsung sepanjang kehidupan pasien. Penyakit ini tidak dapat diobati, hanya dapat
dikendalikan.
Penilaian prognosis pasien dapat dilakukan dengan evaluasi bukti subjektif dan
objektif. Bukti subjektif untuk penyakit aktif berupa derajat nyeri, durasi kaku pagi hari,
durasi kelelahan, adanya inflamasi sendi aktif pada pemeriksaan (jumlah nyeri tekan
dan bengkak pada sendi), dan keterbatasan fungsi.
Evaluasi objektif secara rutin dilakukan menilai aktifitas atau progresifitas
penyakit, berupa pemeriksaan fisik (keterbatasan gerak, instabilitas, malignment,
dan/atau deformitas), peningkatan LED atau CRP, perburukan kerusakan radiologis
pada sendi yang terlibat.
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Lipsky, Peter E. Rheumatoid Arthritis. In: Kasper LK, Fauci AS, Longo DL,
Braunwald E, Hauser SL, and Jameson JL, editors. Harrison’s Principles of
Internal Medicine 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.p.1968-76
2. Kent PD and Matteson EL, editors. Clinical Feature and Differential Diagnosis. In:
St.Clair EW, Pisetsky DS, and haynes BF, editors. Rheumatoid Arthritis 1st ed. New
York: Lippincott Williams & Wilkins; 2004.p.11-23
3. Calleja, Michele. Rheumatoid Arthritis, Spine. [Online]. 2009. [cited 2011 March
3]:[2 screens]. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/398955-overview
4. Snaith, Michael L. ABC of Rheumatology 3rd ed. London: BMJ Books; 2004.p.50-
5
5. Sommer OF, Kladosek A, Weiller V, Czembirek H, Boeck M, and Stiskal S.
Rheumatoid Arthritis: A Practical Guide to State-of-the-Art Imaging, Image
Interpretation, and Clinical Implications. Austria: RadioGraphics; 2005.p.381-398
6. Eisenberg RL and Johnson NM, editors. Comprehensive Radiographic Pathology
4th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2003.p.1134-5
7. Coote A and Haslam P, editors. Crash Course Rheumatology and Orthopaedics 1 st
ed. New York : Mosby; 2004.p.51-9
8. Waugh A and Grand A, editors. Rose and Wilson Anatomy and Physiology in
Health and Illness 9th ed. Edinburg: Churchill Livingstone; 2001.p.414-5
49
9. Cothran Jr RL and Matinez S, editors. Radiographic Findings. In: St.Clair EW,
Pisetsky DS, and haynes BF, editors. Rheumatoid Arthritis 1st ed. New York:
Lippincott Williams & Wilkins; 2004.p.80-9
10. Carter, Michael A. Arthritis Reumatoid. Dalam: Price, SA and Wilson LM, editors.
Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC; 2005.hal.1385-91
11. Mettler , Fred A. Essentials of Radiology 2nd ed. New York: Elsevier Saunders;
2004.p.310-1
12. Brant WE and Helms CA, editors. Fundamentals of Diagnostic Radiology 2nd ed.
New York: Lippicott Williams & Wilkins; 2007.p.1135
13. Berquist, Thomash H. Musculoskeletal Imaging Companion 2nd ed. New York:
Lippicott Williams & Wilkins; 2007.p.803-6
14. Tsou, Ian YY. Rheumatoid Arthritis, Hands. [Online]. 20010. [cited 2011 March 3]:
[3 screens]. Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/401271-
overview
15. Wakefield RJ, Conaghan PG, and Emery P, editors. Ultrasonography and Magnetic
Resonance Imaging for Diagnosis and Managenet. In: St.Clair EW, Pisetsky DS,
and haynes BF, editors. Rheumatoid Arthritis 1st ed. New York: Lippincott Williams
& Wilkins; 2004.p.98-104
16. Carter, Michael A. Gout Dalam: Price, SA and Wilson LM, editors. Patofisiologi
Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC; 2005.hal.1402-6
17. Carter, Michael A. Osteoarthritis. Dalam: Price, SA and Wilson LM, editors.
Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC; 2005.hal.1380-3
50