Case Report PPOK
-
Upload
franchristta -
Category
Documents
-
view
15 -
download
0
description
Transcript of Case Report PPOK
+
CASE REPORTPEMBIMBING :DR. TIROY SARI BUMI SIMANJUNTAK, SP.PD
PENYAKITPARUOBSTRUKTIFKRONIKMEDIANTO TOAR SINABUTAR10 61050 183
Kepaniteraan Ilmu Penyakit DalamPeriode 27 Juli – 3 Oktober 2015
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen IndonesiaJAKARTA
+Definisi
Penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya
+Epidemiologi
Amerika di IGD terdapat 1,5 juta penderita, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000.
PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit serebro vaskular
Biaya yang dikeluarkan untul penyakit ini mencapai $ 24 milyar pertahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat
+
Penderita PPOK umumnya berusia minimal 40 tahun, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan PPOK terjadi pada usia kurang dari 40 tahun
Menurut hasil penelitian Setiyanto dkk. (2008) di ruang rawat inap RS. Persahabatan Jakarta selama April 2005 sampai April 2007 menunjukkan bahwa dari 120 pasien, usia termuda adalah 40 tahun dan tertua adalah 81 tahun
Dilihat dari riwayat merokok, hampir semua pasien adalah bekas perokok yaitu 109 penderita dengan proporsi sebesar 90,83%. Kebanyakan pasien PPOK adalah laki-laki. Hal ini disebabkan lebih banyak ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita.
+
Hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001 menunjukkan bahwa sebanyak 62,2% penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,3% perempuan yang merokok
Menurut hasil penelitian Shinta (2007) di RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2006 menunjukkan bahwa dari 46 penderita yang paling banyak adalah penderita pada kelompok umur lebih dari 60 tahun sebesar 39 penderita (84,8%), dan penderita yang merokok sebanyak 29 penderita dengan proporsi 63,0%.
+Faktor Resiko
Faktor pejamu Faktor perilaku merokok Faktor lingkungan
+a. Faktor Pejamu Genetik- Kurangnya alfa 1 antitripsin, yaitu suatu serin protease
inhibitor Hiperesponsif jalan napas- Akibat pajanan asap rokok atau polusi . Polusi terbagi
atas polusi dalam ruangan (asap rokok, asap kompor, asap kayu bakar, dan lain-lain) dan polusi luar ruangan (gas buang industri, gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan, dan lain-lain ) serta polusi di tempat kerja (gas buang industri, gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan, dan lain-lain)
- Peran polusi luar ruangan (outdoor polution) masih belum jelas tapi lebih kecil dibandingkan asap rokok
+
Pertumbuhan paru - Dikaitan dengan masa kehamilan, berat lahir dan
pajanan semasa anak-anak. Penurunan fungsi paru akibat gangguan pertumbuhan paru diduga berkaitan dengan risiko mendapatkan PPOK
+b. Faktor perilaku merokok
Prevalensi tertinggi terjadinya gangguan respirasi dan penurunan faal paru adalah pada perokok
Tidak semua perokok akan menderita PPOK, hal ini mungkin berhubungan juga dengan faktor genetik
Perokok pasif dan merokok selama hamil juga merupakan faktor risiko PPOK. Pada perokok pasif didapati penurunan VEP1 tahunan yang cukup bermakna pada orang muda yang bukan perokok
+b. Faktor perilaku merokok
Hubungan antara rokok dengan PPOK menunjukkan hubungan dose response, artinya lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar.
Hubungan dose response tersebut dapat dilihat pada Indeks Brigman, yaitu jumlah konsumsi batang rokok per hari dikalikan jumlah hari lamanya merokok (tahun), misalnya bronkitis 10 bungkus tahun artinya jika seseorang merokok sehari sebungkus, maka seseorang akan menderita bronkitis kronik minimal setelah 10 tahun merokok
+c. Faktor Lingkungan
Status sosioekonomi merupakan faktor risiko untuk terjadinya PPOK, kemungkinan berkaitan dengan polusi, ventilasi yang tidak adekuat pada tempat tinggal, gizi buruk atau faktor lain yang berkaitan dengan sosioekonomi
+Patogenesis
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme.
Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu:- Ventilasi (proses masuk dan keluarnya udara dari dalam
paru)- Difusi (peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan
pembuluh darah)- Perfusi (distribusi darah yang sudah teroksigenasi)
+
Gangguan ventilasi- gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan
paru. Parameter : kapasitas vital (KV) - gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara
di saluran napas. Parameter : volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP)
+
Faktor utama merokok, karena komponen asap rokok:- merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus
bronkus - silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan
atau disfungsional serta metaplasia Keduanya menyebabkan tergganggunya sistem
eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas.
+
Mukus sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Apabila timbul peradangan dapat menyebabkan edema jaringan proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus ventilasi berkurang
+
Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi.
Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps.
+
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil
Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan
+
Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.
Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol.
+Diagnosis
Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang
+Anamnesis
Faktor Risiko- Usia 40 tahun keatas- Riwayat pajanan (asap rokok, polusi udara, maupun
polusi tempat kerja)- Kebiasaan merokok (ketahui perokok aktif, perokok pasif,
atau bekas perokok. Penentuan perokok berat dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Interpretasi hasilnya adalah derajat ringan (0-200), sedang (200-600), dan berat (>600)
+
Gejala Klinis- Keluhan respirasi - Batuk kronik (batuk hilang timbul selama 3 bulan yang
tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan. Kadang-kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus tanpa disertai batuk )
- Sesak napas terutama saat melakukan aktifitas. Untuk menilai kuantitas sesak napas terhadap kualitas hidup digunakan ukuran sesak napas sesuai skala sesak menurut British Medical Research Council (MRC).
+Skala Sesak Menurut British Medical Research Council (MRC)
+Pemeriksaan Fisik
Inspeksi- bentuk dada seperti tong (barrel chest)- terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti
orang meniup)- terlihat penggunaan dan hipertrofi otot-otot bantu
napas- pelebaran sela iga- bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat distensi
vena jugularis dan edema tungkai
+
Perkusi- Hipersonor Auskultasi- ditemukan fremitus melemah- suara napas vesikuler melemah atau normal- ekspirasi memanjang- ronki- mengi
+Pemeriksaan Penunjang Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)- Untuk memnentukan obstruksi- merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit - APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%. Radiologi (foto toraks) kadang normal, berfungsi juga untuk
menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien
- ditemukan kelainan paru berupa hiperinflasi atau hiperlusen,- diafragma mendatar- corakan bronkovaskuler meningkat- jantung pendulum- ruang retrosternal melebar
+
Laboratorium darah rutin Analisa gas darah
- PaO2 < 8,0 kPa (60 mmHg) dan atau Sa O2 < 90% dengan atau tanpa PaCO2 > 6,7 kPa (50 mmHg), saat bernafas dalam udara ruangan, mengindikasikan adanya gagal nafas
- PaO2 < 6,7 kPa (50 mmHg), PaCO2 > 9,3 kPa (70 mmHg) dan pH < 7,30, member kesan episode ang mengancam jiwa dan perlu monitor ketat serta penanganan intensif
Mikrobiologi sputum
+Klasifikasi dan Derajat PPOK
+Diagnosis Banding PPOK lebih mudah dibedakan dengan bronkiektasis
atau sindroma pasca TB paru, namun seringkali sulit dibedakan dengan asma bronkial atau gagal jantung kronik
Perbedaan klinis dan hasil pemeriksaan spirometri pada PPOK, asma bronkial dan gagal jantung kronik :