case report - fajar dan saskia.docx
-
Upload
aghniajolanda -
Category
Documents
-
view
8 -
download
2
Transcript of case report - fajar dan saskia.docx
Case Report Session
RINOSINUSITIS KRONIK
Oleh:
Fajar Tri Decroli
Saskia Konita
Preseptor:
dr. Nirza Warto, SpTHT-KL
BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
RSUP DR M DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2015
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktik
dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan
tersering seluruh dunia. Penyebab utamanya adalah common cold yang merupakan
suatu infeksi virus, alergi, dan gangguan anatomi yang kemudian diikuti oleh infeksi
bakteri.1 Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga
sinusitis sering juga disebut dengan rinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit
inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya.
Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat, sehingga
penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan
yang baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis dari penyakit rhinosinusitis
ini.3
Menurut American Academy of Otolaryngology - Head & Neck Surgery,
istilah sinusitis lebih tepat diganti dengan rinosinusitis karena dianggap lebih akurat
dengan alasan:
- secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung,
- sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis, dan
- gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan hiposmia dijumpai pada rinitis
ataupun sinusitis.
Rhinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin
akan terus meningkat prevalensinya. Rhinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan
kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis
lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan metode
diagnosis dari penyakit rhinosinusitis ini.Penyebab utama sinusitis adalah infeksi
virus, diikuti oleh infeksi bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena
2
adalah sinus ethmoid dan maksilaris. Bahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke
orbita dan intracranial, komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau
faktor predisposisi yang tidak dapat dihindari. Tatalaksana dan pengenalan dini
terhadap sinusitis ini menjadi penting karena hal diatas. Terapi antibiotic diberikan
pada awalnya dan jika telah terjadi hipertrofi, mukosa polipoid dan atau terbentuknya
polip atau kista maka dibutuhkan tindakan operasi1,3
Insiden rinosinusitis di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 14,1% dan
populasi orang dewasa. Rinosinusitis diklasifikasikan dalam tiga kriteria, yaitu
rinosinusitis akut, rinosinusitis subakut, dan rinosinusitis kronik. Kasus rinosinusitis
kronik yang telah tercatat berjumlah 18-22 juta pasien setiap tahunnya dan kira-kira
sejumlah 200.000 orang Amerika dioperasi karena rinosinusitis per tiap tahunnya.
Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas mengenai rinosinusitis kronik.3
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini akan membahas;
1. Anatomi, histologi, dan fisiologi sinus paranasal
2. Definisi, klasifikasi, etiologi, faktor risiko hingga penatalaksanaan
rinosinusitis
3. Definisi, epidemiologi, faktor risiko, diagnosis, patofisiologi, diagnosis
banding, tatalaksana, komplikasi dan prognosis pada rinosinusitis kronik.
1.3 Tujuan dan Manfaat
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menambah ilmu pengetahuan
mengenai rinosinusitis kronis dan sebagai salah satu syarat kepaniteraan klinik di
bagian ilmu kesehatan THT di RSUP dr M Djamil 2015. Diharapkan makalah ini
dapat t diaplikasikan oleh para klinisi di praktik sehari-hari dan dapat menambah ilmu
pengetahuan bagi para pembaca.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sinus Paranasal
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsikan karena bentuknya yang bervariasi pada tiap individu. Sinus paranasal
merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di
dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.2
2.1.1 Anatomi
Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus
maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid di kanan dan kiri.
Perkembangan dimulai pada fetus yang berusia 3-4 bulan (kecuali sinus frontal dan
sinus sfenoid), berupa invaginasi dari mukosa rongga hidung. Sinus maksila dan
sinus etmoid telah ada pada waktu anak lahir, dan hanya sinus ini yang dapat terkena
infeksi pada anak. Sinus frontal mulai berkembang dari sinus etmoid anterior pada
usia kurang lebih 8 tahun. Pseumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun
dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya
mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.2
Gambar 2.1. Sinus Paranasal
4
S. Maksila
Sinus yang terbesar.
Saat lahir bervolume 6-8 ml, ukuran maksimal 15 ml.
Anterior: permukaan fasial os maksila
Posterior: permukaan infratemporal maksila
Medial: dinding lateral rongga hidung,
Superior: dasar orbita
Inferior: processus alveolaris dan palatum
Ostium: superior dinding medial sinus dan bermuara ke
meatus media2
S. Frontal
Terletak dalam tulang frontal dan biasanya sinus frontal
kanan dan kiri tidak simetris
Dipisahkan oleh sekat yang ada digaris tengah
Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya
2,4 cm dan dalamnya 2 cm.
Sinus frontal berdrainase melalui ostium yang terletak di
resessus frontal.
Resessus frontal adalah bagian dari sinus ethmoid
anterior2
S. Etmoid Paling bervariasi.
Pada orang dewasa bentuk sinus ethmoid seperti piramid
dengan dasarnya dibagian posterior.
Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4
cm, lebar 0,5 cm dibagian anterior dan 1,5 cm dibagian
posterior.
Sinus ethmoid berongga- rongga, terdiri dari sel-sel yang
menyerupai sarang tawon dengan jumlah sel yang
bervariasi antara 4 – 17 sel (rata-rata 9 sel).
Berdasarkan letaknya sinus ethmoid dibagi menjadi sinus
ethmoid anterior yang bermuara di meatus media dan
sinus ethmoid posterior yang bermuara di meatus superior.
5
Atap sinus ethmoid adalah fovea ethmoidal, dinding
lateralnya adalah lamina papirasea dan dinding posterior
sinus berbatasan dengan sinus sfenoid2
S. Sfenoid
Terletak di dalam os sfenoid dibelakang sinus ethmoid
posterior.
Sinus ini dibagi dua oleh sekat yang dengan septum
intersfenoid.
Tingginya adalah 2 cm, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya
7,5 cm.
Batas superiornya adalah fossa serebri media dan kelenjar
hipofisa, inferiornya adalah atap nasofaring, lateralnya
adalah sinus kavernosus dan posteriornya adalah fossa
serebri posterior.2
Gambar 2.2. Ukuran Sinus Berdasarkan Usia
6
2.1.2 Histologi2
Di meatus medius, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal
dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit dan dinamakan kompleks
ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang
prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan
ostiumnya dan ostium sinus maksila
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan
palut lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan
lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.
Pada dinding lateral hidung terdapat dua aliran transport mukosiliar dari sinus. Lendir
yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum etmoid
dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba Eustachius. Lendir yang berasal dari
kelompok sinus posterior bergabung dengan resesus sfenoetmoidalis, dialirkan ke
nasofaring di postero-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis didapati
sekret pasca-nasal (post nasal drip), tetapi belum tentu ada sekret di rongga hidung.2
Gambar 2.3. Histologi Sinus Paranasal
7
2.1.3 Fisiologi, Peran, dan Fungsi2
1. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning). Sinus berfungsi sebagai
ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara
inspirasi.
2. Sebagai penahan suhu (thermal insulator). Sinus paranasal berfungsi sebagai
penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga
hidung yang berubah-ubah.
3. Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka,
akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan
memberikan pertambahan berat sebesar satu persen dari berat kepala,
sehingga teori ini dianggap tidak bermakna.
4. Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan
mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus
dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonansi yang
efektif..
Gambar 2.4. Osteomeatal Complex
8
5. Sebagai perendam perubahan tekanan udara. Fungsi ini berjalan bila ada
perubahan tekanan besar dan mendadak, misalnya pada waktu bersin atau
membuang ingus.
6. Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk
membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi kerana muku
s ini keluar dari meatus media, tempat yang paling strategis.2
2.2 Rinosinusitis
Rinosinusitis merupakan salah satu dari penyakit tersering yang ditemukan di
dunia, dimana penyakit ini mengganggu kualitas hidup penderita. Hingga saat ini,
penyebab dan patofisiologi terjadinya penyakit ini sudah dapat dijelaskan dengan
cukup baik.4 Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai rinosinusitis.
2.2.1 Definisi5
Rinosinusitis adalah inflamasi pada hidung dan sinus paranasal yang
ditemukan dua atau lebih dari gejala berikut, dengan syarat salah satunya adalah
keluhan hidung tersumbat atau keluarnya sekret dari hidung (baik dari anterior,
maupun posterior/posterior nasal drip):5
- Nyeri pada wajah atau rasa terhimpit beban berat
- berkurang atau hilangnya kemampuan penciuman/membau5
Atau pada pemeriksaan endoskopi ditemukan :5
- Polip nasal, dan/atau
- sekret mukopurulen yang berasal dari meatus media, dan/atau
- Udem pada mukosa/obstruksi lainnya pada mukosa
Dan/atau pada CT scan ditemukan perubahan mukosa dalam KOM (kompleks
Osteomeatal) dan/atau di dalam sinus. Definisi ini berbeda pada anak-anak dimana
berkurang atau hilangnya kemampuan penciuman digantikan oleh gejala batuk.5
9
Gambar 2.5. Inflamasi pada sinus paranasal
2.2.2 Epidemiologi
- Data dari Depkes RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan
sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau
sekitar 102.817 pasien rawat jalan di rumah sakit.
- Data dari divisi rinologi di RSCM menyebutkan jumlah pasien 435 pasien
dari januari hingga Agustus 2005, 69%nya adalah sinusitis. Dari jumlah
tersebut 30% mempunyai indikasi operasi.
- Sinusitis lebih banyak ditemukan pada anak-anak
- Pada dewasa usia puncak adalah 31-45 tahun.
- Perempuan lebih banyak (54,2%) menderita penyakit ini dibandingkan
laki-laki.4
2.2.3 Klasifikasi dan Etiologi
American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAO-HNS)
membentuk suatu Rhinosinusitis Task Force (RSTF) yang membantu dalam
klasifikasi rinosinusitis ini, yang mana telah dibagi menjadi lima kelompok
rinosinusitis pada dewasa yaitu:
1. Rinosinusitis akut
10
2. Rinosinusitis subakut
3. Rinosinusitis kronik
4. Rinosinusitis akut rekuren
5. rinosinusitis kronis dengan eksaserbasi akut
Gambar 2.6. Klasidikasi Task Force pada rinosinusitis
Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis dibagi menjadi 2:
1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang
menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis
2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering
menyebabkan sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar)
2.2.4 Patofisiologi dan Diagnosis2
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya
klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteo-meatal. Sinus
dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi
menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan
mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai
antimikroba serta mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme
pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Cairan
mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan.
11
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya
sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus
akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia
berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang
baik. Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada
sinus.
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan
dengan tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung.
Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan
sinusitis.2
Gambar 2.7. Patologi pada rinosinusitis
12
Untuk menegakkan diagnosis rinosinsusitis secara umum ada dua kriteria
yang digunakan yaitu kriteria Rhinosinusitis Task Force oleh AAO-HNS dan kriteria
yang baru saja di revisi oleh EPOS tahun 2012.
1. Rhinosinusitis Task Force
Gambar 2.8. kriteria diagnostic task force untuk rinosinusitis
2. EPOS 2012
Gambar 2.9. Kriteria EPOS 2012 untuk Rinosinusitis
13
2.2.5 Penatalaksanaan
a. Rinosinusitis akut
- Kuman penyebab sinusitis akut yang tersering adalah Streptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Diberikan terapi
medikamentosa berupa antibiotik empirik (2x24 jam). Antibiotik yang
diberikan lini I yakni golongan penisilin atau cotrimoxazol dan terapi
tambahan yakni obat dekongestan oral + topikal, mukolitik untuk
memperlancar drenase dan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri.
o Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik diteruskan sampai
mencukupi 10-14 hari.
o Jika tidak ada perbaikan maka diberikan terapi antibiotik lini II
selama 7 hari yakni amoksisilin klavulanat/ampisilin sulbaktam,
cephalosporin generasi II, makrolid dan terapi tambahan.
o Jika selanjutnya ada perbaikan antibiotic diteruskan sampai
mencukupi 10-14 hari.
- Pada pasien atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid topikal.
- Jika tidak ada perbaikan setelah terapi antibiotik maka dilakukan rontgen-
polos atau CT Scan dan atau naso-endoskopi.Bila dari pemeriksaan
tersebut ditemukan kelainan maka dilakukan terapi sinusitis kronik. Tidak
ada kelainan maka dilakukan evaluasi diagnosis yakni evaluasi
komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus.
- Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila
telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri
yang hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan
b. Rinosinusitis Subakut
- Terapinya mula-mula diberikan medikamentosa, bila perlu dibantu dengan
tindakan, yaitu diatermi atau pencucian sinus.
- Obat-obat yang diberikan berupa antibiotika berspektrum luas atau yang
sesuai dengan resistensi kuman selama 10 – 14 hari. Juga diberikan obat-
14
obat simptomatis berupa dekongestan. Selain itu dapat pula diberikan
analgetika, anti histamin dan mukolitik.
- Tindakan dapat berupa diatermi dengan sinar gelombang pendek (Ultra
Short Wave Diathermy) sebanyak 5 – 6 kali pada daerah yang sakit untuk
memperbaiki vaskularisasi sinus. Kalau belum membaik, maka dilakukan
pencucian sinus.
- Pada sinusitis maksilaris dapat dilakukan pungsi irigasi. Pada sinusitis
ethmoid, frontal atau sphenoid yang letak muaranya dibawah, dapat
dilakukan tindakan pencucian sinus cara Proetz.
2.3 Rinosinusitis Kronik
Rinosinusitis kronik adalah sebuah penyakit inflamasi yang kompleks yang
belum jelas dimengerti. Dikemukakan bahwa kontribusi bakteri dalam menyebabkan
penyakit menetap melalui infeksi kronik, strain resisten antibiotik atau adanya biofilm
bakteri. Namun, peran dan kontribusi dari inflamasi berat, bakteri, jamur, mekanisme
imunopatologi, remodeling saluran napas, faktor kerentanan dan kontribusi
lingkungan tetap tidak jelas.6
2.3.1 Epidemiologi3,6
- Di Amerikas Serikat kasus rinosinusitis kronik yang telah tercatat berjumlah
18-22 juta pasien setiap tahunnya dan kira-kira sejumlah 200.000 orang
Amerika dioperasi karena rinosinusitis per tiap tahunnya.
- Rinosinusitis kronis (RSK) adalah penyakit umum yang mempengaruhi lebih
dari 30 juta orang secara global setiap tahun dengan lebih dari 200.000 orang
setiap tahunnya membutuhkan intervensi atau perantara bedah.
- Hal ini dilaporkan lebih sering dibandingkan artritis atau hipertensi, yang
mempengaruhi antara 5% dan 15% dari populasi yang diteliti menurut
literatur negara Barat.
15
- Penyakit ini adalah masalah umum yang memerlukan biaya tinggi dalam hal
perawatan kesehatan secara langsung seperti halnya pada hilangnya
produktivitas.
2.3.2 Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi:6
Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
Alergi
Karies dentis ( gigi geraham atas )
Septum nasi yang bengkok sehingga mengganggu aliran mukosa.
Benda asing di hidung dan sinus paranasal
Tumor di hidung dan sinus paranasal.
Sinusitus rekuren dapat disebabkan oleh obstruksi nasofaring seperti tumor
ganas, radiasi kobalt disertai radionekrosis atau hipertrofi adenoid juga
tumor-tumor palatinum jika ada perluasan regional.
Faktor-faktor sistemik. Faktor-faktor sistemik yang mempredisposisi
perkembangan rinosinusitis ialah :
- Keadaan umum yang lemah, seperti malnutrisi.
- Diabetes yang tidak terkontrol.
- Terapi steroid jangka lama.
- Diskrasia darah.
- Kemoterapi dan keadaan depresi metabolisme.
Faktor risiko:6
1. Kondisi lokal host: Berupa variasi anatomi.
2. Kondisi keseluruhan host
a. Faktor genetik
b. Kondisi immunocompromised
3. Lingkungan
16
a. Polusi udara
b. Intoleransi aspirin
c. asma dan alergi
d. Infeksi jamur (fungal)
e. Infeksi bakteri6
2.3.3 Perjalanan Penyakit
Bentuk-bentuk rinosinusitis kronik dan manifestasinya:
Gambar 2.10. Rinosinusitis kronis dan bentuknya
2.3.4 Klasifikasi dan Diagnosis
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Selama
eksaserbasi akut, gejala mirip dengan sinusitis akut namun diluar masa itu, gejala
berupa suatu perasaan penuh pada wajah dan hidung, dan hipersekresi yang seringkali
mukopurulen. Kadang-kadang hanya satu atau dua dari gejala-gejala dibawah ini
yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok,
17
gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan ke paru
seperti bronkitis (sino-bronkitis), bronkiektasi, dan yang penting adalah serangan
asma yang meningkat dan sulit diobati.
Pada anak mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis. Hidung
biasanya sedikit tersumbat, dan tentunya ada gejala-gejala faktor predisposisi, seperti
rinitis alergika yang menetap, dan keluhan-keluhannya yang menonjol. Pasien dengan
sinusitis kronik dengan polip nasi lebih sering mengalami hiposmia dan lebih sedikit
mengeluhkan nyeri atau rasa tertekan daripada yang tidak memiliki polip nasi. Bakteri
yang memegang peranan penting dalam patogenesis rinosinusitis kronik masih
kontroversial. Organisme yang umum terisolasi pada sinusitis kronik termasuk
Staphylococcus aureus, bakteri anaerob dan gram negatif seperti Pseudomonas
aeruginosa.
EPOS 2012 telah membagi rinosinusitis kronik menjadi 2 yaitu CRSsNP dan
CRSwNP seperti berikut:
18
Gambar 2.11. klasifikasi rinosinusitis kronis
2.3.5 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis Banding2,7
1. Transluminasi (diafanoskopi)2
Dilakukan dikamar gelap, memakai sumber cahaya penlight yang dimasukkan
ke dalam mulut dan bibir dikatupkan.Pada sinus normal tampak gambaran bulan sabit
terang di infraorbita. Pada sinus tampak suram.2
2. Pemeriksaan radiologi2,7
Posisi rutin yang dipakai adalah posisi Caldwell, Waters dan lateral. Posisi
Caldwell untuk menilai sinus frontal, yakni dengan cara menengadahkan kepala
pasien sehingga membentuk 15o pada garis OML (orbito meatal line). Posisi Waters
adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak di bawah antrum
19
maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien sehingga terbentuk sudut
37o pada garis OML (orbito meatal line). Posisi ini terutama untuk melihat adanya
kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi Waters dinilai dengan
menggunakan skor derajat kejernihan radiologi. Hasil skoring posisi Waters sebagai
berikut : 2
Skor 0 sampai dengan skor 2 = positif
Skor 3 sampai dengan skor 4 = negatif
Skor Keterangan
0 Seluruh rongga berkabut padat
1 Tepi rongga berkabut (menebal luas), tetapi daerah radiolusen < sekitar 25 %
2 Tepi rongga berkabut (menebal > 4 mm), tetapi daerah radiolusen masih > 25 %
s/d < 50 %
3 Tepi rongga berkabut (menebal < 4 mm), daerah radiolusen > sekitar 50 %
4 Rongga sinus maksilaris seluruhnya radiolusen
Tabel 1. Skor derajat kejernihan radiologi posisi Waters
CT-Scan, memiliki spesifisitas yang jelek untuk diagnosis sinusitis akut,
menunjukan suatu air-fluid level pada 87% pasien yang mengalami infeksi
pernafasan atas dan 40% pada pasien yang asimtomatik. Pemeriksaan ini dilakukan
untuk luas dan beratnya sinusitis MRI sangat bagus untuk mengevaluasi kelainan
pada jaringan lunak yang menyertai sinusitis, tapi memiliki nilai yang kecil untuk
mendiagnosis sinusitis akut.7
20
Diagnosis Banding:6
Gambar 2.12. Diagnosis Banding Rinosinusitis
2.3.6 Tatalaksana2,4,7
- Terapinya mula-mula diberikan medikamentosa, bila perlu dibantu dengan
tindakan, yaitu diatermi atau pencucian sinus.
- Obat-obat yang diberikan berupa antibiotika berspektrum luas atau yang
sesuai dengan resistensi kuman selama 10 – 14 hari. Juga diberikan obat-
obat simptomatis berupa dekongestan. Selain itu dapat pula diberikan
analgetika, anti histamin dan mukolitik.
- Tindakan dapat berupa diatermi dengan sinar gelombang pendek (Ultra
Short Wave Diathermy) sebanyak 5 – 6 kali pada daerah yang sakit untuk
memperbaiki vaskularisasi sinus. Kalau belum membaik, maka dilakukan
pencucian sinus.
- Pada sinusitis maksilaris dapat dilakukan pungsi irigasi. Pada sinusitis
ethmoid, frontal atau sphenoid yang letak muaranya dibawah, dapat
dilakukan tindakan pencucian sinus cara Proetz.
21
- Jika tidak ada perbaikan evaluasi kembali dengan pemeriksaan naso-
endoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5 x tidak membaik). Jika ada obstruksi
kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu BSEF atau
bedah konvensional. Jika tidak ada obstruksi, maka evaluasi diagnosis.
- Pembedahan
Radikal
Sinus maksila dengan antrostomi dan operasi Cadhwell-luc.
Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi.
Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian.
Non Radikal
Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan
membuka dan membersihkan daerah kompleks ostiomeatal.
Indikasi Pembedahan: 4
- Jika pasien tidak memberikan respon optimal terhadap terapi
medikamentosa
- Rinosinusitis akut yang rekuren
- Rinosinusitis alergi dengan infeksi fungi
- Sinonasal polyposis
- Rinosinusitis akut dengan komplikasi
- Mukokel pada sinus
- Polip di antrokoana
Kontraindikasi:4
- Pasien dengan polip yang ekstensif atau alergi fungal yang tidak akan
bertahan dengan terapi medikamentosa post operatif
- Pasien dengan keluhan utama sakit kepala atau nyeri wajah bagian tengah
yang tidak khas seperti rinosinusitis walaupun CT scan menunjukkan
gambaran bayangan infiltrate pada sinus
- keadaan-keadaan yang memperberat risiko operasi
- sinus denga hipoplasia yang nyata dan/atau tulang yang keras (relative)
22
2.3.7 Komplikasi dan Prognosis2,9
a. Komplikasi orbita
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang
tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis
akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita
dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita. Terdapat lima tahapan :
Peradangan atau reaksi edema yang ringan.
Selulitis
Abses subperiosteal
Abses orbita
Trombosis sinus kavernosus
Kelemahan pasien.
Tanda-tanda meningitis
b. Mukokel
c. Komplikasi Intra Kranial
- Meningitis akut
- Abses dura
- Abses subdural
- Abses otak
d. Osteomielitis dan abses subperiosteal
Prognosis tergantung dari ketepatan serta cepatnya penanganan yang
diberikan. Semakin cepat maka prognosis semakin baik. Pemberian antibiotika serta
obat-obat simptomatis bersama dengan penanganan faktor penyebab dapat
memberikan prognosis yang baik. Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) akan
mengembalikan fungsi sinus dan gejala akan semubuh secara komplit atau moderat
sekita 80-90% pada pasien dengan sinusitis kronis rekuren atau sinusitis kronis yang
tidak responsive terhadap medikamentosa.9
23
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : BR
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
No MR : 916141
Alamat : Sungai geringging, Pariaman
3.2 Anamnesis
Seorang pasien laki – laki berumur 19 tahun dirawat di Bangsal THT RSUP Dr. M.
Djamil tanggal 1 Juli 2015 dengan :
Keluhan Utama
Hidung tersumbat sejak satu setengah tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
- Hidung tersumbat sejak satu setengah tahun yang lalu. Hidung tersumbat
dirasakan di kedua hidung kiri dan kanan. Keluhan hidung tersumbat ini
dirasakan terus menerus tidak dipengaruhi cuaca, debu, maupun makanan
dan obat-obatan. Hidung tersumbat dikeluhkan telah menimbulkan
kesulitan pasien pada saat menghirup udara pernafasan, terutama pada saat
tidur pasien sering terlihat sesak oleh ibunya.
- Keluar ingus kental berwarna kehijauan pada kedua hidung sejak satu
setengah tahun yang lalu. Selain keluar dari lubang hidung, ingus juga
dirasakan mengalir ke bagian dalam, dibelakang tenggorok.
24
- Kepala terasa berat dan nyeri sudah dirasakan pasien sejak satu tahun ini.
Nyeri kepala berkurang beberapa saat dengan pemberian obat penghilang
nyeri namun kemudian muncul kembali.
- Kedua pipi kanan dan kiri dirasakan seperti terhimpit beban berat sejak
satu tahun yang lalu.
- Penurunan nafsu makan sejak sakit dikeluhkan orang tua pasien. Anak
biasanya makan tiga kali sehari satu piring penuh sekarang hanya makan
satu hingga dua kali dan tidak meghabiskan satu piring penuh. Menurut
pasien, hilangnya nafsu makan ini karena hilangnya selera dan makanan
terasa hambar.
- Tidur pasien terganggu sejak satu tahun ini, pasien sering merasakan sesak
nafas akibat hidung tersumbat sehingga menyebabkan tidur pasien tidak
berkualitas. Biasanya pasien hanya tidur pulas 2-3 jam dalam sehari.
- Bau tidak sedap dari nafas pasien telah dirasakan sejak 6 bulan ini.
- Keluhan demam beberapa bulan terakhir tidak ada.
- Batuk tidak ada dikeluhkan.
- Pasien tidak ada riwayat sering bersin-bersin di pagi hari, asma, maupun
riwayat alergi.
- Pasien tidak ada sakit gigi sebelumnya atau gigi berlubang.
- Keluhan nyeri telinga atau telinga penuh tidak dirasakan pasien.
- Keluhan nyeri pada mata tidak ada.
- Keluhan penurunan ketajaman penglihatan tidak ada.
- Keluhan nyeri hebat pada tulang dahi tidak ada.
- Pasien sebelumnya telah berobat ke RSUD Pariaman dan didiagnosis
dengan rinosinusitis dan polip nasi. Setelah itu pasien dirujuk ke RSUP dr.
M Djamil Padang.
- Di Poli RSUP M Djamil Padang pasien ditegakkan dengan rinosinusitis
bilateral dan hipertrofi konka, dan dianjurkan untuk pemeriksaan
penunjang CT scan sinus paranasal, kultur sekret, dan rontgen thorak.
Pasien telah diberikan terapi medikamentosa selama dua minggu, namun
25
pada saat kontrol ulang pasien mengeluhkan tidak ada perbaikan.
Berdasarkan hasil CT scan pasien ditemukan rinosinusitis maksilaris
bilateral dengan sinusitis etmoid, untuk kultur sekret pasien telah
terinfeksi kuman Staphylococcus aureus (MRSA), dan foto rontgen pasien
dalam batas normal. Pasien kemudian dianjurkan untuk rawat di bangsal
THT. Pasien dan keluarga setuju.
Riwayat penyakit dahulu
- Pasien saat kecil sering demam, batuk, dan pilek menurut pengakuan ibu
pasien. Namun seringkali dibiarkan saja dan kadang sembuh sendiri. Riwayat
konsumsi obat penurun demam, obat batuk dan pilek ada, gejala berkurang
setelah konsumsi obat. Pilek yang dulu dialami pasien tidak separah saat ini.
- Pasien tidak ada sakit gigi sebelumnya
- Pasien tidak ada riwayat asma, gatal-gatal di kulit dengan bintik merah, sering
bersin-bersin, maupun alergi lainnya.
Riwayat penyakit keluarga
- Tidak ada orang tua, saudara kandung maupun keluarga lain yang
mempunyai keluhan yang serupa.
- Orang tua dan saudara kandung pasien tidak ada riwayat alergi.
Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi dan kebiasaan
- Pasien seorang pelajar SMP, pasien pernah tinggal kelas saat di SD karena
sering sakit sewaktu kecil.
- Aktivitas fisik pasien sedang.
- Pasien anak ke –tiga dari tiga bersaudara. Hubungan pasien dengan
keluarga dan teman-teman baik. Pasien seringkali main diluar rumah dan
pulang dalam keadaan badan dan pakaian yang kotor.
- Pasien bukan seorang perokok aktif, namun ayah pasien adalah perokok
aktif.
- Ayah pasien bekerja sebagai buruh, dan ibu seorang ibu rumah tangga.
26
- Sumber air dari sumur gali, jamban di luar rumah.
- Pasien tinggal di lingkungan perumahan yang cukup padat.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Tmpak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis kooperatif
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 83 x/menit
Frekuensi nafas : 23 x/menit
Suhu : 36,8 0C
Pemeriksaan Sistemik
Kepala : normochepal
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, gangguan gerakan bola
mata (-) tanda inflamasi periorbita (-)
Wajah : gangguan membuka mulut (-), gangguan mengerutkan dahi (-), rasa
berat pada pipi kanan dan kiri (+)
Thorax : paru dan jantung dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Extremitas : akral hangat dan refilling kapiler <2”
c. Status Lokalis THT
Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Daun telinga
Kel kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada
27
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Dinding liang
telinga
Cukup lapang (N) Cukup lapang Cukup lapang
Sempit - -
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Sekret/serumen
Ada / Tidak Ada Ada
Bau Tidak ada Tidak ada
Warna Kecoklatan Kecoklatan
Jumlah Sedikit Sedikit
Jenis Kering Kering
Membran timpani
Utuh
Warna Putih Putih
Reflek cahaya Ada Ada
Bulging Tidak ada Tidak ada
Retraksi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Tidak ada Tidak ada
Perforasi
Jumlah perforasi Tidak ada Tidak ada
Jenis - -
Kwadran - -
Pinggir - -
Mastoid
Tanda radang Tidak ada Tidak ada
Fistel Tidak ada Tidak ada
Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Rinne Positif Positif
Schwabach Sama dg Sama dg
28
Tes garpu tala pemeriksa pemeriksa
Weber Tidak ada lateralisasi
Kesimpulan Normal
Audiometri Tidak dilakukan
Hidung
Pemeriksaan Kelainan Dektra Sinistra
Hidung luar
Deformitas Tidak ada Tidak ada
Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Sinus paranasal
Pemeriksaan Dekstra Sinistra
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Rinoskopi Anterior
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Vestibulum Vibrise Ada Ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Cavum nasi
Cukup lapang (N) - -
Sempit Sempit sempit
Lapang - -
Sekret
Lokasi Meatus media Meatus media
Jenis mukoid mukoid
Jumlah sedang sedang
Bau Sedikit berbau Sedikit berbau
29
busuk busuk
Konka inferior Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Konka media Ukuran Hipertrofi,
polipoid
Hipertrofi,
polipoid
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Septum
Cukup lurus/deviasi Cukup lurus
Permukaan Licin
Warna Merah muda
Spina Tidak ada
Krista Tidak ada
Abses Tidak ada
Perforasi Tidak ada
Massa
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk Tidak ada Tidak ada
Ukuran Tidak ada Tidak ada
Permukaan - -
Warna - -
Konsistensi - -
Mudah digoyang - -
Pengaruh
vasokonstriktor
- -
Rinoskopi Posterior : Sukar Dinilai
Orofaring dan mulut
30
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Palatum mole +
Arkus Faring
Simetris/tidak Simetris
Warna Merah muda
Edem Tidak ada
Bercak/eksudat Tidak ada
Dinding faring Warna Tidak hiperemis
Permukaan -
Tonsil
Ukuran T1 T1
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Muara kripti Tidak Melebar Tidak Melebar
Detritus Tidak ada Tidak ada
Eksudat Tidak ada Tidak ada
Perlengketan
dengan pilarTidak ada Tidak ada
Peritonsil
Warna Merah muda Merah muda
Edema Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Tumor
Lokasi Tidak ada
Bentuk -
Ukuran -
Permukaan -
Konsistensi -
Gigi Karies/Radiks Tidak ada Tidak ada
Kesan -
Lidah
Warna Merah muda
Bentuk Normal
Deviasi Tidak ada
Massa Tidak ada
31
Laringiskopi Indirek : sukar dinilai
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher
Dextra I : tidak terlihat pembesaran KGB leher, tanda radang (-).
P : tidak terlihat pembesaran KGB leher, tanda radang (-).
Sinistra I : tidak terlihat pembesaran KGB leher, tanda radang (-).
P : tidak terlihat pembesaran KGB leher, tanda radang (-).
Pemeriksaan Penunjang: (telah diperiksa, saat pasien kontrol poli)
- Rontgen foto toraks
- CT scan sinus paranasal
- Kultur sekret hidung
Pemeriksaan laboratorium:
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 2 Juli 2015
Parameter Hasil
Hb 14.3 gr/dl
Ht 44%
Leukosit 5.200/mm3
Trombosit 234.000/ mm3
Glukosa sewaktu 109 mg/dl
Ureum/Kreatinin 20 mg/dl / 0,9 mg/dl
PEMERIKSAAN PENUNJANG HASIL
Kultur sekret (22 Juni 2015) Ditemukan infeksi kuman Staphylococcus aureus
(MRSA)
Rontgen Toraks PA (30 Juni 2015) Kesan :
32
Cor dan pulmo dalam batas normal.
CT Scan sinus paranasal (30 juni 2015) Kesan :
- Tampak perselubungan/infiltrate dengan
densitas inhomogen/pus yang memenuhi
ruangan sinus maksilaris kanan dan kiri,
sinus etmoidalis, cavum nasi dengan OMK
kanan dan kiri tertutup
- Septum nasi ditengah
- Tidak tampak gambaran konka bullosa
- tidak tampak hipertrofi konka nasalis
- nasofaring tenang
- tulang intak
Diagnosis :
- Rhinosinusitis maksilaris bilateral dengan sinusitis etmoidalis
- Hipertrofi konka bilateral
- MRSA (+)
Tatalaksana :
- Diet : Makan Biasa
- Cairan maintenance: IVFD RL 20 tts/menit
- Antibiotik : Vancomycin injeksi 2x1 ampul (skin test)
- Dekongestan: Rhinofed 3x1
- Mukolitik: Ambroxol 3x1
- Mekanik: Cuci hidung dengan NaCl 0,9%
Rencana:
- Atasi infeksi MRSA
- Rencana dilakukan tindakan pembedahan
Prognosis:
33
Quo ad Sanam : dubia ad bonam
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam
Follow Up
2 Juli 2015
S
Hidung tersumbat masih ada, Ingus mengalir ke tenggorok masih dirasakan,
nafsu makan belum membaik, batuk ada, bersin ada namun sudah berkurang,
demam tidak dikeluhkan.
O
- Keadaan umum pasien baik.
- Vital sign dalam batas normal.
- Pemeriksaan otoskopi dalam batas normal.
- Pada rinsokopi anterior ditemukan cavum nasi sempit di kiri dan kanan,
hipertrofi polipoid pada konka media kiri dan kanan, sekret ada,
mukoid.
- Faringoskopi dalam batas normal.
A
- Rinosinusitis maksilaris bilateral dengan sinusitis etmoidalis
- Hipertrofi konka bilateral
- MRSA (+)
P
Diet : Makan Biasa
Cairan maintenance: IVFD RL 20 tts/menit
Antibiotik : Vancomycin injeksi 2x1 ampul (skin test)
Dekongestan: Rhinofed 3x1
Mukolitik: Ambroxol 3x1
Mekanik: Cuci hidung dengan NaCl 0,9%
3 Juli 2015
S Keluhan terkait penyakit:
34
Hidung tersumbat masih ada, Ingus mengalir ke tenggorok masih dirasakan,
nafsu makan belum membaik, batuk ada, bersin ada namun sudah berkurang,
demam tidak dikeluhkan.
Keluhan tambahan:
Pasien mengeluhkan muka kemerahan, dada berdebar-debar, sesak nafas, dan
mual
O
- Keadaan umum pasien baik.
- Vital sign: takikardi (112x/menit) dan takipneu (26x/menit, tampak
sesak)
- Pemeriksaan otoskopi dalam batas normal.
- Pada rinsokopi anterior ditemukan cavum nasi sempit di kiri dan kanan,
hipertrofi polipoid pada konka media kiri dan kanan, sekret ada,
mukoid.
- Faringoskopi dalam batas normal.
A
- Rinosinusitis maksilaris bilateral dengan sinusitis etmoidalis
- Hipertrofi konka bilateral
- MRSA (+)
- Side effect pengobatan vancomycin.
P
Diet : Makan Biasa
Cairan maintenance: IVFD RL 20 tts/menit
Antibiotik : Vancomycin injeksi 2x1 ampul (skin test)
Dekongestan: Rhinofed 3x1
Mukolitik: Ambroxol 3x1
Mekanik: Cuci hidung dengan NaCl 0,9%
Konsul dengan dr. Dolly Irfandy, SpTHT-KL
Injeksi vancomycin diteruskan 2x1g dengan bolus IV lambat dan diawasi ketat
vital sign pasien pada saat injeksi dan 30 menit setelah pemberian.
35
Lampiran 1. Rontgen thorak
Lampiran 2. CT scan Sinus Paranasal
36
37
BAB 4
DISKUSI
Dasar dalam menegakkan diagnosa dan pemilihan terapi:
Teori Kasus
Rinosinusitis adalah inflamasi pada hidung dan sinus paranasal yang ditemukan dua atau lebih dari gejala berikut:
Keluhan hidung tersumbat atau keluarnya sekret dari hidung (baik dari anterior, maupun posterior/posterior nasal drip):
- Nyeri pada wajah atau rasa terhimpit beban berat
- berkurang atau hilangnya kemampuan penciuman/membau
Pemeriksaan endoskopi ditemukan :- Polip nasal, dan/atau- sekret mukopurulen yang
berasal dari meatus media, dan/atau
- Udem pada mukosa/obstruksi lainnya pada mukosa
CT scan ditemukan perubahan mukosa dalam KOM (kompleks Osteomeatal) dan/atau di dalam sinus.
Pada BR:- Hidung tersumbat (+)- Nyeri pada pipi kanan dan
kiri (+) - Penciuman yang berkurang
dari anamnesa didapatkan penurunan nafsu makan
- polip (-) hipertrofi konka (+) bilateral
- udem (+)- sekret mukoid (+) pada
meatus media- Ct scan: penumpukan
infiltrate dan COM yang tertutup (+) terdapat dikedua maksila dan etmoid
BR : suatu rinosinusitis maksilaris bilateral + sinusitis etmoid
Berdasarkan onset:- akut- subakut- kronis- rekuren- kronis dengan eksaserbasi
BR mengalami keluhannya diatas selama satu tahun terus menerus.BR: rinosinusitis kronis
Algoritma penatalaksanaanJika tidak ada perbaikan setelah terapi antibiotik maka dilakukan rontgen-polos
Pada BR, hasil kultur sekret: infeks bakteri Staphylococcus aureus (MRSA)
38
atau CT Scan dan atau naso-endoskopi.Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan maka dilakukan terapi sinusitis kronik.
Tidak ada kelainan maka dilakukan evaluasi diagnosis yakni evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus.Indikasi Pembedahan
- Jika pasien tidak memberikan respon optimal terhadap terapi medikamentosa
- Rinosinusitis akut yang rekuren
- Rinosinusitis alergi dengan infeksi fungi
- Sinonasal polyposis- Rinosinusitis akut dengan
komplikasi- Mukokel pada sinus- Polip di antrokoana
KontraindikasiPasien dengan polip yang ekstensif atau alergi fungal yang tidak akan bertahan dengan terapi medikamentosa post operatif
- Pasien dengan keluhan utama sakit kepala atau nyeri wajah bagian tengah yang tidak khas seperti rinosinusitis walaupun CT scan menunjukkan gambaran bayangan infiltrate pada sinus
- keadaan-keadaan yang memperberat risiko operasi
- sinus denga hipoplasia yang nyata dan/atau tulang yang keras (relative)
Pada pasien ini memenuhi indikasi pembedahan yang pertama, yaitu tidak memberikan respon optimal pada terapi medikamentosa.Namun, saat ini untuk tindakan pembedahan ditunda hingga MRSA pasien teratasi, sebagaimana di kontraindikasi disebutkan kelainan-kelainan lain yang menyulitkan operasi adalah salah satu kontraindikasi dilakukan pembedahan.
39
BAB 5
KESIMPULAN
Rinosinusitis merupakan suatu inflamasi pada hidung dan sinus paranasal
akibat terganggunya fungsi dari organ-organ tersebut dimana disini yang paling
berperan adalah kompleks osteomeatal. Inflamasi tersebut akan menimbulkan gejala-
gejala seperti hidung tersumbat, nyeri wajah yang khas, keluarnya sekret ke anterior
nares ataupun posterior, dan masih banyak gejala lainnya. Gejala dan komplikasi
yang ditimbulkan akan menyebabkan berkurangnya kualitas hidup penderita baik
setelah penatalaksanaan yang adekuat.
Setelah mempelajari kasus diatas, perlu diketahui betapa pentingnya deteksi
dini terhadap penderita rinosinusitis guna penatalaksanaan yang adekuat agar tidak
jatuh kedalam tahap kronik dan membutuhkan terapi yang lebih invasif dan sulit
dalam mengembalikan fungsi sinus.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Asyari Ade, Budiman BJ. Diagnosis dan Penatalaksanaan Rinosinusitis
dengan polip nasi. Bagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
RSUP dr M Djamil Padang. 2012. Available from:
http://tht.fk.unand.ac.id/home.html
2. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinus Paranasal. Dalam : Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi 7. Jakarta: Penerbit FKUI. 2012.
3. Arivalagan Privina, Rambe Andrina. Gambaran Rinosinusitis kronis di RSUP
Haji Adam Malik pada Tahun 2011. Dalam: Jurnal FK USU Volume 1 No. 1.
2013. Available from: http://jurnal.usu.ac.id/
4. Singh Vishwambhar, Tiwari KM. An Update of Rhinosinusitis. Dalam ISSN
Volume 4 Issue I. 2014.
5. Fokkens W, et al. EPOS 2012: European position paper on rhinosinusitis and
nasal polyps 2012. A summary for otorhinolaryngologist. 2012.
6. Peric Aleksander, Gacesa Dejan. Etiology and pathogenesis of chronic
rhinosinusitis. Millitary Medical Academy: 2008.
7. Deepthi NV, Menon UK, Madhumita K. Amrita Journal of Medicine: Chronic
Rhinosinusitis – an overview. 2012.
8. Desrosiers M, et al. Allergy, Asthma, and clinical immunology: Canadian
clinical practice guidelines for acute and chronic rhinosinusitis. Biomed
central: 2011.
9. Nair S, et al. Endoscopic Sinus Surgery in chronic rhinosinusitis and nasal
polyposis: A comparative study. 2011.
41