Case Rehab Spondilolistesis
-
Upload
anna-karenina -
Category
Documents
-
view
75 -
download
7
description
Transcript of Case Rehab Spondilolistesis
BAB I
LAPORAN KASUS
I. 1. Identifikasi
Nama : Ny. Rista
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kemang Manis Palembang
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Sudah menikah
Tanggal Pemeriksaan : Senin, 03 Februari 2014
No. Rek. Med : 013979
I. 2. Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri punggung bawah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri punggung bawah. Hal ini sudah dialami
sejak kurang lebih 2 tahun yang lalu namun memberat sejak 3 bulan yang
lalu. Nyeri terasa seperti berat pada punggung bawah. Nyeri seperti ditusuk-
tusuk (-), nyeri menjalar (-), nyeri muncul terutama jika berdiri, berjalan
jauh,dan bangun setelah tidur lama, kebas pada daerah bokong dan paha (+),
saat berdiri dan jalan jauh pasien mengeluhkan mati rasa pada kedua
tungkai, kesemutan (-), pasien biasanya mengompres punggung bawah
dengan air hangat untuk mengurangi nyeri. Riwayat mengangkat beban
berat sebelumnya (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan.
1
Riwayat Penyakit / Operasi Dahulu
Riwayat trauma (-)
Riwayat nyeri pinggang (+) sejak 2 tahun yang lalu
Riwayat tulang keropos (+) sejak 2 tahun yang lalu
Riwayat hipertensi (+) sejak 5 tahun yang lalu, tidak terkontrol
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.
Riwayat keluarga dengan DM dan hipertensi disangkal.
Riwayat Pekerjaan
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal di rumahnya sendiri bersama suami dan anak.
Kesan : Sosial ekonomi menengah ke bawah.
I. 3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)
TB/BB : Tidak dilakukan
Cara berjalan / Gait
Antalgik Gait : (+)
Hemiparese gait : (-)
Steppage gait : (-)
Parkinson gait : (-)
Tredelenberg gait : (-)
Waddle gait : (-)
Lain-lain : (-)
2
Bahasa/bicara
Komunikasi verbal : Baik
Komunikasi nonverbal : Baik
Tanda Vital
Tekanan darah : 140/100 mmHg
Nadi : 82 kali per menit
Pernafasan : 20 kali per menit
Suhu : 36,5 0C
Kulit : Tidak ada kelainan
Status Psikis
Sikap : Kooperatif
Ekspresi wajah : Wajar
Orientasi : Baik
Perhatian : Penuh
Saraf – saraf otak
Nervus Kanan Kiri
I. N. Olfaktorius Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
II. N. Opticus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
III. N. Occulomotorius Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
IV. N. Trochlearis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
V. N. Trigeminus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
VI. N. Abducens Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
VII. N. Fascialis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
VIII. N. Vestibularis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
IX. N. Glossopharyngeus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
X. N. Vagus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
XI. N. Accesorius Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
XII. N. Hypoglosus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
3
Kepala
Bentuk : Oval, bulat
Ukuran : Normal
Posisi
Mata : Konjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-)
Hidung : Epistaksis (-)
Telinga : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
Wajah : Simetris
Gerakan abnormal : (-)
Leher
Inspeksi : Dalam batas normal
Palpasi : Dalam batas normal
Luas gerak/sendi
Ante / retrofleksi : 65 / 50
Laterofleksi : 40 / 40
Rotasi : 45 / 45
Test Provokasi
Lhermitte test / spurling : (-)
Distraksi test : (-)
Test valsava : (-)
Test nafziger : (-)
Thorax
Bentuk : Normal
Pemeriksaan ekspansi thoraks : Ekspirasi maksimum (-)
Inspirasi maksimum (-)
Paru – paru
4
Inspeksi : Statis dinamis simetris kanan = kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas : ICS II
Batas kanan: ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS IV linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : HR 82 x/menit, regular, murmur (-), gallop(-)
Abdomen
Inspeksi : Simetris, datar
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Trunkus
Inspeksi : Simetris
Deformitas : (-)
Lordosis : (-)
Scoliosis : (-)
Gibbus : (-)
Hairy spot : (-)
Pelvic Tilt : (-)
Palpasi
Spasme otot – otot para vertebrae : (-)
5
Nyeri tekan (lokasi) : (+) Punggung bawah L5-S1
Luas Gerak Sendi Lumbosakral
Ante/Retrofleksi (95/35) : 95 / 35
Laterofleksi (D/S) (40/40) : 40 / 40
Rotasi (D/S) (35/35) : 35 / 35
Test Provokasi
Valsava test : (+)
Niffziger test : (-)
FNST : (-)
Test Gaenslen : (-)
Nachalas knee flexion test : (-)
Yeoman’s hyperextension : (-)
Test Schober : (-)
Test Laseque : (-)
Test SLR : (-)
Test Patrick : (+)
Test Thomas : (-)
Test Baragard dan Sicard : (-)
Test O’Connell : (-)
Test Kontra Patrick : (+)
Test Ober’s : (-)
Mc Bride sitting test : (-)
Mc. Bridge toe to mouth sitting test : (-)
Anggota Gerak Atas
Inspeksi Kanan Kiri
Deformitas : (-) (-)
Edema : (-) (-)
Tremor : (-) (-)
Nodus Heberden : (-) (-)
6
Neurologi
Motorik Dextra Sinistra
Gerakan Cukup Cukup
Kekuatan
Abduksi lengan +5 +5
Fleksi bahu +5 +5
Ekstensi siku +5 +5
Fleksi jari-jari tangan +5 +5
Abduksi jari tangan +5 +5
Tonus Normal Normal
Tropi Eutropi Eutropi
Refleks Fisiologis
Refleks tendon biseps Normal Normal
Refleks tendon triseps Normal Normal
Refleks Patologis
Hoffman (-) (-)
Tromner (-) (-)
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
Vegetatif Normal
Penilaian Fungsi Tangan Dextra Sinistra
Anatomical Normal Normal
Grips Normal Normal
Spread Normal Normal
Palmar abduct Normal Normal
Pinch Normal Normal
Lumbrical Normal Normal
Luas gerak sendi Aktif Aktif Pasif Pasif
7
dekstra sinistra dekstra sinistra
Abduksi bahu 0º-180º 0º-180º 0º-180º 0º-180º
Adduksi bahu 180º-0º 180º-0º 180º-0º 180º-0º
Fleksi bahu 0º-180º 0º-180º 0º-180º 0º-180º
Ekstensi bahu 0º-60º 0º-60º 0º-60º 0º-60º
Endorotasi bahu (f0) 90º-0º 90º-0º 90º-0º 90º-0º
Eksorotasi bahu (f0) 0º-90º 0º-90º 0º-90º 0º-90º
Endorotasi bahu (f90) 90º-0º 90º-0º 90º-0º 90º-0º
Eksorotasi bahu (f90) 0º-90º 0º-90º 0º-90º 0º-90º
Fleksi siku 0º-150º 0º-150º 0º-150º 0º-150º
Ekstensi siku 150º-0º 150º-0º 150º-0º 150º-0º
Ekstensi pergelangan tangan 0º-70º 0º-70º 0º-70º 0º-70º
Fleksi pergelangan tangan 0º-80º 0º-80º 0º-80º 0º-80º
Supinasi 0º-90º 0º-90º 0º-90º 0º-90º
Pronasi 0º-90º 0º-90º 0º-90º 0º-90º
Test Provokasi Kanan Kiri
Yergason test (-) (-)
Apley scratch test (-) (-)
Moseley test (-) (-)
Adson maneuver (-) (-)
Tinel test (-) (-)
Phalen test (-) (-)
Prayer test (-) (-)
Finkelstein (-) (-)
Promet test (-) (-)
Anggota Gerak Bawah
Inspeksi Kanan Kiri
8
Deformitas : (-) (-)
Edema : (-) (-)
Tremor : (-) (-)
Palpasi
Nyeri tekan : (-) (-)
Diskrepansi : (-) (-)
Neurologi
Motorik Dextra Sinistra
Gerakan Cukup Cukup
Kekuatan
Fleksi paha +5 +5
Ekstensi paha +5 +5
Ekstensi lutut +5 +5
Fleksi lutut +5 +5
Dorsofleksi pergelangan kaki +5 +5
Dorsofleksi ibu jari kaki +5 +5
Plantar fleksi pergelangan kaki +5 +5
Tonus Normal Normal
Tropi Eutropi Eutropi
Refleks Fisiologis
Refleks tendon patella Normal Normal
Refleks tendon achilles Normal Normal
Refleks Patologis
Babinsky (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
Vegetatif Normal
9
Luas gerak sendi Aktif
dekstra
Aktif
sinistra
Pasif
dekstra
Pasif
sinistra
Fleksi paha 0º-45º 0º-23º 0º-45º 0º-23º
Ekstensi paha 45º-0º 45º-0º 45º-0º 45º-0º
Endorotasi paha 0º-40º 0º-40º 0º-40º 0º-40º
Adduksi paha 0º-10º-15º 0º-10º-15º 0º-10º-15º 0º-10º-15º
Abduksi paha 0º-90º 0º-60º 0º-90º 0º-90º
Fleksi lutut 0º-135º 0º-100º 0º-135º 0º-135º
Ekstensi lutut 0º-120º 0º-100º 0º-120º 0º-120º
Dorsofleksi p. kaki 0º-20º 0º-20º 0º-20º 0º-20º
Plantar fleksi p. kaki 0º-50º 0º-50º 0º-50º 0º-50º
Inversi kaki 0º-60º 0º-60º 0º-60º 0º-60º
Eversi kaki 0º-20º 0º-20º 0º-20º 0º-20º
Test Provokasi Kanan Kiri
Stress test (-) (-)
Drawer’s test (-) (-)
Test tunel pada sendi lutut (-) (-)
Test human (-) (-)
Test lain – lain (-) (-)
Pemeriksaan – Pemeriksaan Lainnya
Bowel Test/ Bladder test
Sensorik peri anal : Tidak dilakukan
Motoric sphincter ani eksternus : Tidak dilakukan
BCR (Bulbocapernosis refleks) : Tidak dilakukan
Fungsi luhur
Afasia : Tidak ada
10
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Alexia : Tidak ada
I. 4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan foto lumbosacral
Hasil :
Struktur tulang porotik
Tampak listesis S1 ke posterior terhadap V.L5 (<25%)
Pemipihan corpus V.L5
Multiple osteofit pada anterior corpus
Pedikel tampak baik
Processus transversus dan spinosus tampak baik
Diskus intervertebralis L3-4, L4-5, L5-S1 tampak sempit
Foramen intervertebralis L4-5, L5-S1 sempit
Sakroiliaka dan coxae joint kanan kiri baik
Kesan :
11
Spondilolistesis S1 ke posterior terhadap V.L5 (grade 1 : meyerding
method)
Spondilosis lumbalis
Fraktur kompresi corpus V.L5
Susp.HNP L3-4, L4-5, L5-S1
Stenosis parsial Foramen Intervertebralis L4-5, L5-S1
I. 5. Resume
Pasien datang dengan keluhan nyeri punggung bawah. Hal ini sudah dialami
sejak kurang lebih 2 tahun yang lalu namun memberat sejak 3 bulan yang
lalu. Nyeri terasa seperti berat pada punggung bawah. Nyeri seperti ditusuk-
tusuk (-), nyeri menjalar (-), nyeri muncul terutama jika berdiri, berjalan
jauh,dan bangun setelah tidur lama, kebas pada daerah bokong dan paha (+),
saat berdiri dan jalan jauh pasien mengeluhkan mati rasa pada kedua
tungkai, kesemutan (-), pasien biasanya mengompres punggung bawah
dengan air hangat untuk mengurangi nyeri. Riwayat mengangkat beban
berat sebelumnya (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan.
Pemeriksaan fisik: Patrick (+), Kontra Patrick (+)
I. 6. Evaluasi
NO Level ICF Kondisi saat ini Sasaran1 Struktur dan fungsi
tubuh Nyeri punggung bawah Mengurangi rasa nyeri
pada punggung bawah
2 Aktivitas Nyeri jika berdiri dan
berjalan jauh
Mengurangi
kemampuan
beraktivitas dalam
kehidupan sehari-hari
3 Partisipasi Penderita dapat ikut dalam
kegiatan sosial &
lingkungan sekitar
Mempertahankan
partisipasi pasien dalam
kegiatan sosial &
lingkungan sekitar
12
I. 7. Diagnosis Klinis
LBP et causa spondilolistesis lumbosakralis.
I. 8. Program Rehabilitasi Medik
Fisioterapi
Terapi panas:
IRR ekstremitas inferior
Terapi dingin : (-)
Stimulasi listrik : TENS
Terapi latihan : (-)
Okupasi terapi
ROM exercise : (-)
ADL exercise : (-)
Ortotik prostetik
Ortotic : Korset lumbal
Prostetic : (-)
Alat bantu ambulasi : (-)
Terapi wicara
Afasia : (-)
Dysartria : (-)
Dysfagia : (-)
Sosial medik
Memberi motivasi agar pasien melanjutkan terapi.
Edukasi
Menghindari membungkukkan badan terlalu banyak dan
mengangkat barang-barang yang berat.
13
Segera beristirahat jika merasakan nyeri saat berdiri/berjalan jauh
Menggunakan ortose untuk membatasi gerakan.
I. 9. Terapi Medikamentosa
Osteocal tab 2x1
Kalium diclofenac tab 2 x 50 mg jika perlu
Ranitidin tab 2x1
Vitamin B1 B6 B12 tab 1x1
I. 10. Prognosis
Medik : Bonam
Fungsional : Dubia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
14
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI
2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Vertebrae
Anatomi tulang belakang perlu diketahui agar dapat ditentukan elemen yang
terganggu pada timbulnya keluhan nyeri punggung bawah. Columna vertebralis
adalah pilar utama tubuh. Merupakan struktur fleksibel yang dibentuk oleh tulang-
tulang tak beraturan, disebut vertebrae.Vertebrae dikelompokkan sebagai berikut1:
Cervicales (7)
Thoracicae (12)
Lumbales (5)
Sacroles (5, menyatu membentuk sacrum)
Coccygeae (4, 3 yang bawah biasanya menyatu)
Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar terbagi
atas 2 bagian1:
Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus intervertebralis
(sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale anterior
dan posterior.
Bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis,
serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot
penyokong dan pelindung kolumna vertebrae.
15
Gambar 1. Padangan lateral columna vertebralis
Bagian posterior vertebrae antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi
apofisial (fascet joint). Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh
ligamentum dan tulag rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari
corpus vertebrae yang dihubungkan satu sama lain oleh diskus fibrokartilago
yang disebut discus invertebralis dan diperkuat oleh ligamentum longitudinalis
anterior dan ligamentum longitudinalis posterior.1
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Diskus Intervertebralis
Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna vertebralis.
Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak
terjadi gerakan columna vertebralis. Struktur ini dapat dianggap sebagai discus
semielastis, yang terletak di antara corpus vertebrae yang berdekatan dan bersifat
kaku. Ciri fisiknya memungkinkan berfungsi sebagai peredam benturan bila beban
pada columna vertebralis mendadak bertambah, seperti bila seseorang melompat
dari tempat yang tinggi. Kelenturannya memungkinkan vertebra yang kaku dapat
16
bergerak satu dengan yang lain. Sayangnya daya pegas ini berangsur-angsur
menghilang dengan bertambahnya usia.1
Gambar 2. Pandangan lumbar vertebrae
Setiap discus terdiri atas bagian pinggir, anulus fibrosus, dan bagian tengah
yaitu nucleus pulposus.
Anulus fibrosus
Terdiri atas jaringan fibrocartilago, di dalamnya serabut-serabut kolagen
tersususn dalam lamel-lamel yang kosentris. Berkas kolagen berjalan
miring di antara corpus vertebrae yang berdekatan, dan lamel-lamel yang
lain berjalan dalam arah sebaliknya. Serabut-serabut yang lebih perifer
melekat dengan erat pada ligamentum longitudinale anterius dan
posterius columna vertebralis.1
Nucleus fibrosus
Pada anak-anak dan remaja merupakan massa lonjong dari zat gelatin
yang banyak mengandung air, sedikit serabut kolagen, dan sedikit sel-sel
tulang rawan. Biasanya berada dalam tekanan dan terletak sedikit ebih
17
dekat ke pinggir posterior daripada pinggir anterior discus. Permukaan
atas dan bawah corpus vertebrae yang berdekatan yang menempel pada
discus diliuti oleh cartiloago hyalin yang tipis. Sifat nucleus pulposus
yang setengah cair memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae
dapat mengjungkit kedepan dan kebelakang diatas yang lain, seperti pada
flexi dan ekstensi columna vertebralis.1
Peningkatan beban kompresi yang mendadak pada columna vertebralis
menyebabkan nucleus pulposus yang semi cair menjadi gepeng. Dorongan keluar
dari nucleus ini dapat ditahan oleh daya pegas anulus fibrosus disekelilingnya
kadang-kadang, dorongan keluar ini terlalu kuat bagi anulus, sehingga anulus
menjadi robek dan nucleus pulposus enjadinkeluar dan menonjol kedalam canalis
vertebralis, tempat nucleus ini dapat menekan radix nervus spinalis, nervus
spinalis, atau bahkan medula spinalis.1
Dengan bertambahnya umur, kandungan air di dalam nucleus pulposus
berkurang dan digantikan oleh fibrocartilago. Serabut-serabut collagen anulus
berdegenerasi, dan sebagai akibatnya anulus tidak lagi berada dalam tekanan.
Pada usia lanjut, discus ini tipis dan kurang lentur, dan tidak dapat lagi dibedakan
antara nucleus dan anulus.1
18
Gambar 3. A. Perubahan bentuk nucleus pulposus saat fleksi dan ekstensi.
B. Diskus intervertebralis
Discus intervertebralis tidak ditemukan di antara vertebra C1 dan 2 atau di
dalam os sacrum atau os coccygeus. Diskus intervertebralis, baik annulus fibrosus
maupun nucleus pulposusnya adalah bangunan yang tidak peka nyeri.
Bagian yang merupakan bagian peka nyeri adalah:1
Lig. Longitudinale anterior
Lig. Longitudinale posterior
Corpus vertebra dan periosteumnya
Articulatio zygoapophyseal
Lig. Supraspinosum
19
Fasia dan otot fasia dan stabilitas vertebrae tergantung pada integritas
korpus vertebra dan diskus intervertebralis serta dua jenis jaringan penyokong
yaitu ligamentum (pasif) dan otot(aktif). Untuk menahan beban yang besar
terhadap kolumna vertebrale ini stabilitas daerah pinggang sangat bergantung
pada gerak kontraksi volunter dan refleks otot-otot sakrospinalis, abdominal,
gluteus maksimus, dan hamstring. Dengan bertambahnya usia, kadar air nukleus
pulposus menurun dan digantioleh fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut,
diskus ini tipis dan kurang lentur, dan sukar dibedakan dari anulus. Ligamen
longitudinalis posterior di bagian L5-S1 sangat lemah, sehingga HNP sering
terjadi di bagian postero lateral.1
Gambar 4. “penonjolan” nucleus pulposus
2.2 PAIN (NYERI)
2.2.1 Definisi Pain
The International Association for the Study of Pain mendefinisikan nyeri
sebagai “perasaan yang tidak menyenangkan baik itu sensasi maupun emosi
berkaitan dengan adanya suatu kerusakan jaringan. Definisi ini mencakup aspek
objektif, proses fisiologi nyeri, subjektif, emosi dan psikologi. Respon nyeri
sangat bervariasi antar individu maupun pada individu yang sama dalam waktu
yang berbeda.2
20
2.2.2 Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan
oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua
orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling
mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.
Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran
pasti tentang nyeri itu sendiri.3
Menurut Smeltzer & Bare (2002), jenis pengukuran nyeri adalah sebagai
berikut:4
2.2.2.1 Skala Intensitas Nyeri Deskriptif
Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan
sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun
dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak
terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan pasien
skala tersebut dan meminta pasien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia
rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan
dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini
memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri.5
2.2.2.2 Skala Identitas Nyeri Numeriks
Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scales, NRS) digunakan
sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri
21
Gambar 5
dengan menggunakan skala 0-10. Skala biasanya digunakan saat mengkaji
intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan
skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR,
1992).5
2.2.2.3 Skala Analog Visual
Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) tidak melebel subdivisi.
VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus
dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi pasien
kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan
pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena pasien dapat
mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata
atau satu angka.6
2.2.2.4 Skala Nyeri menurut Bourbanis
Kategori dalam skala nyeri Bourbanis sama dengan kategori VDS, yang
memiliki 5 kategori dengan menggunakan skala 0-10. Menurut AHCPR (1992),
kriteria nyeri pada skala ini yaitu:5
22
Gambar 6
Gambar 7.
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan, secara objektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang, secara objektif pasien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat, secara objektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul.
23
Gambar 8.Gambar 8.
2.3 LOW BACK PAIN
2.3.1 Definisi Low Back Pain
Low back pain (LBP) atau nyeri punggung bawah atau nyeri pinggang
bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan
nyeri lokal (inflamasi), maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri yang berasal
dari punggung bawah dapat berujuk kedaerah lain atau sebaliknya yang berasal
dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah/refered pain.7
Menurut Rakel (2002) Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah
punggung antara sudut bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar
tulang ekor). Nyeri juga bisa menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas
dan pangkal paha. LBP atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu
gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang
baik.8
2.3.2 Klasifikasi Low Back Pain
Menurut Bimariotejo (2009), berdasarkan perjalanan kliniknya LBP
terbagi menjadi dua jenis, yaitu:9
2.3.2.1 Acute Low Back Pain
Acute low back pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara
tiba-tiba dan rentang waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai
beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute low back pain
dapat disebabkan karena luka traumatik seperti kecelakaan mobil atau terjatuh,
rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak
jaringan, juga dapat melukai otot, ligamen dan tendon. Pada kecelakaan yang
lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat masih sembuh
sendiri. Sampai saat ini penatalaksanan awal nyeri pinggang akut terfokus pada
istirahat dan pemakaian analgesik.9
24
2.3.2.2 Chronic Low Back Pain
Rasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari 3 bulan.
Rasa nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya
memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic low
back pain dapat terjadi karena osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses
degenerasi discus intervertebralis dan tumor.9
2.3.3 Faktor Risiko Low Back Pain
Obesitas yang berasal dari obesitas sentral, dan kehamilan pada tingkat
akhir dapat mengganggu kelengkungan spinal dan menyebabkan low back pain.
Pada kehamilan, nyeri biasanya membaik saat kelahiran. Beberapa aktivitas
seperti jogging, lari pada jalan bersemen ketimbang lintasan sintel, mengangkat
beban berat, duduk yang terlalu lama (mengendara truk, mobil, dan kursi yang
didesain tidak baik) dapat mencetuskan nyeri. Namun demikian faktor psikologis
juga dapat mencetuskan nyeri.10
2.3.4 Penyebab Low Back Pain
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya LBP, antara lain:
2.3.4.1 Kelainan Tulang Punggung (Spine) Sejak Lahir
Keadaan ini lebih dikenal dengan istilah Hemi Vertebrae. Kelainan-
kelainan kondisi tulang vertebra tersebut dapat berupa tulang vertebra hanya
setengah bagian karena tidak lengkap pada saat lahir. Hal ini dapat menyebabkan
timbulnya low back pain yang disertai dengan skoliosis ringan.11
Selain itu ditandai pula adanya dua buah vertebra yang melekat menjadi satu,
namun keadaan ini tidak menimbulkan nyeri. Terdapat lubang di tulang vertebra
di bagian bawah karena tidak melekatnya lamina dan keadaan ini dikenal dengan
Spina Bifida. Penyakit spina bifida dapat menyebabkan gejala- gejala berat
sepert club foot, rudimentair foot, kelayuan pada kaki, dan sebagainya.
namun jika lubang tersebut kecil, tidak akan menimbulkan keluhan.11
Beberapa jenis kelainan tulang punggung (spine) sejak lahir adalah:
25
a. Penyakit Spondylisthesis
Pada spondylisthesis merupakan kelainan pembentukan korpus vertebrae,
dimana arkus vertebrae tidak bertemu dengan korpus vertebrae (Bimariotejo,
2009). Walaupun kejadian ini terjadi sewaktu bayi, namun ketika berumur 35
tahun baru menimbulkan nyeri akibat kelinan-kelainan degeneratif. Nyeri
pinggang ini berkurang atau hilang bila penderita duduk atau tidur dan akan
bertambah, bila penderita itu berdiri atau berjalan. Gejala klinis dari penyakit ini
adalah:
1. Penderita memiliki rongga badan lebih pendek dari semestinya. Antara dada
dan panggul terlihat pendek.
2. Pada punggung terdapat penonjolan processus spinosus vertebra yang
menimbulkan skoliosis ringan.
3. Nyeri pada bagian punggung dan meluas hingga ke ekstremitas bawah.
4. Pemeriksaan X-ray menunjukan adanya dislokasi, ukuran antara ujung spina
dan garis depan corpus pada vertebra yang mengalami kelainan lebih panjang
dari garis spina corpus vertebrae yang terletak diatasnya.
b. Penyakit Kissing Spine
Penyakit ini disebabkan karena dua atau lebih processus spinosus
bersentuhan. Keadan ini bisa menimbulkan gejala dan tidak. Gejala yang
ditimbulkan adalah low back pain. Penyakit ini hanya bisa diketahui dengan
pemeriksaan X-ray dengan posisi lateral.
c. Sacralisasi Vertebrae Lumbal Ke V
Penyakit ini disebabkan karena processus transversus dari vertebra lumbal
ke V melekat atau menyentuh os sacrum dan/atau os ileum
2.3.4.2 Low Back Pain karena Trauma
Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama LBP. Pada
orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau melakukan aktivitas
dengan beban yang berat dapat menderita nyeri pinggang bawah yang akut.11
Gerakan bagian punggung belakang yang kurang baik dapat menyebabkan
kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot punggung, mengakibatkan
26
terjadinya trauma punggung sehingga menimbulkan nyeri. Kekakuan otot
cenderung dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun
pada kasus-kasus yang berat memerlukan pertolongan medis agar tidak
mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut.12 Secara patologis anatomis, pada low
back pain yang disebabkan karena trauma, dapat ditemukan beberapa keadaan,
seperti:
a. Perubahan pada sendi Sacro-Iliaca
Gejala yang timbul akibat perubahan sendi sacro-iliaca adalah rasa nyeri
pada os sacrum akibat adanya penekanan. Nyeri dapat bertambah saat batuk dan
saat posisi supine. Pada pemerikasaan, lassague symptom positif dan pergerakan
kaki pada hip joint terbatas.
b. Perubahan pada sendi Lumba Sacral
Trauma dapat menyebabkan perubahan antara vertebra lumbal V dan
sacrum, dan dapat menyebabkan robekan ligamen atau fascia. Keadaan ini dapat
menimbulkan nyeri yang hebat di atas vertebra lumbal V atau sacral I dan dapat
menyebabkan keterbatasan gerak.
2.3.4.3 Low Back Pain karena Perubahan Jaringan
Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan jaringan
pada tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya pada
daerah punggung bagian bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung
dan anggota bagian tubuh lain. Beberapa jenis penyakit dengan keluhan LBP yang
disebabkan oleh perubahan jaringan antara lain osteoartritis (spondylosis
deformans), fibrositis, dan penyakit infeksi sendi.12
a. Osteoartritis (Spondylosis Deformans)
Dengan bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot-ototnya juga
menjadi berkurang sehingga sangat memudahkan terjadinya kekakuan pada otot
atau sendi. Selain itu juga terjadi penyempitan dari ruang antar tulang vetebra
yang menyebabkan tulang belakang menjadi tidak fleksibel seperti saat usia muda.
Hal ini dapat menyebabkan nyeri pada tulang belakang hingga ke pinggang.
b. Penyakit Fibrositis
27
Penyakit ini juga dikenal dengan Reumatism Muskuler. Penyakit ini
ditandai dengan nyeri dan pegal di otot, khususnya di leher dan bahu. Rasa nyeri
memberat saat beraktivitas, sikap tidur yang buruk dan kelelahan.
c. Penyakit Infeksi
Infeksi pada sendi terbagi atas dua jenis, yaitu infeksi akut yang
disebabkan oleh bakteri dan infeksi kronis, disebabkan oleh bakteri tuberkulosis.
Infeksi kronis ditandai dengan pembengkakan sendi, nyeri berat dan akut, demam
serta kelemahan.
2.3.4.4 Low Back Pain karena Pengaruh Gaya Berat
Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan dapat
mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan komplikasi
pada bagian tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum, coxa valgum
dan sebagainya. Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan duduk
dalam waktu yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya LBP.11
Kehamilan dan obesitas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya LBP akibat pengaruh gaya berat. Hal ini disebabkan terjadinya
penekanan pada tulang belakang akibat penumpukan lemak, kelainan postur tubuh
dan kelemahan otot.11
2.3.4.5. Low Back Pain karena Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
Hernia Nukleus pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana terjadi
penonjolan pada diskus intervertebralis ke dalam kanalis vertebralis (protrusi
diskus) atau ruptur pada diskus vebrata yang diakibatakan oleh menonjolnya
nukleus pulposus yang menekan anulus fibrosus yang menyebabkan kompresi
pada syaraf, terutama banyak terjadi di daerah lumbal dan servikal sehingga
menimbulkan adanya gangguan neurologi (nyeri punggung) yang didahului oleh
perubahan degeneratif pada proses penuaan.
Etiologi
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya HNP adalah sebagai berikut:
1) Riwayat trauma
28
2) Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat beban berat, duduk,
mengemudi dalam waktu lama
3) Sering membungkuk
4) Posisi tubuh saat berjalan
5) Proses degeneratif (usia 30-50 tahun)
Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang ditandai
dengan penurunan vaskularisasi kedalam diskus disertai berkurangnya
kadar air dalam nucleus sehingga diskus mengkerut dan menjadi kurang
elastis.
6) Struktur tulang belakang
Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena daerah
lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat, yaitu
menyangga berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga oleh
sendi L5-S1. Mobilitas daerah lumbal terutama untuk gerak fleksi dan
ekstensi sangat tinggi. Diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan
ekstensi tubuh dilakukan pada sendi L5-S1. Daerah lumbal terutama L5-
S1 merupakan daerah rawan karena ligamentum longitudinal posterior
hanya separuh menutupi permukaan posterior diskus. Arah herniasi yang
paling sering adalah postero lateral.
Faktor risiko
A. Faktor risiko yang tidak dapat dirubah
1. Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi
2. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita
3. Riwayat cedera punggung atau HNP sebelumnya
B. Faktor risiko yang dapat dirubah
1. Pekerjaan dan aktivitas
29
Duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik barang-barang
berta, sering membungkuk atau gerakan memutar pada punggung,
latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti supir.
2. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih,
latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama.
3. Merokok
Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan
diskus untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah
4. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat
menyebabkan strain pada punggung bawah.
Epidemiologi
HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5 –S1 kemudian pada C5-C6
dan paling jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak
dan remaja tapi kejadiannya meningkat dengan umur setelah 20 tahun. Dengan
insidens Hernia lumbosakral lebih dari 90% sedangkan hernia servikalis sekitar 5-
10%.
Patofisiologi
Ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif
yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus
menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang
menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setelah
trauma (jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat)
kartilago dapat cedera.
Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat,
dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama
beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya
mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan
nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat
muncul dari kolumna spinal.
30
Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus
pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis
berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral.
Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena.
Lagipula pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis
lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada
kolumna anterior.
Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis
mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
Gambar 9. Kompresi saraf spinal lumbal pada HNP
Klasifikasi
1. Hernia Lumbosacralis
Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian luka
posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma
adalah kejadian yang berulang. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat
menyebabkan nucleus pulposus prolaps, mendorong ujungnya/jumbainya dan
melemahkan anulus posterior. Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus menonjol
keluar sampai anulus dan melintang sebagai potongan bebas pada canalis
vertebralis. Lebih sering, fragmen dari nucleus pulposus menonjol sampai pada
celah anulus, biasanya pada satu sisi atau lainnya (kadang-kadang ditengah),
dimana mereka mengenai menimpa sebuah serabut atau beberapa serabut syaraf.
31
2. Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan
kolumma vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal
menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun
atau menghilang Hernia ini melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5 dan
C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan C7. Hernia ini menonjol keluar
posterolateral mengakibatkan tekanan pada pangkal syaraf. Hal ini menghasilkan
nyeri radikal yang mana selalu diawali gejala-gejala dan mengacu pada kerusakan
kulit.
3. Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala-
gejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat
menyebabkan melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat kejang
paraparese kadang-kadang serangannya mendadak dengan paraparese.
Penonjolan pada sendi intervertebral thorakal masih jarang terjadi (menurut love
dan schorm 0,5 % dari semua operasi menunjukkan penonjolan sendi). Pada
empat thorakal paling bawah atau tempat yang paling sering mengalami trauma
jatuh dengan posisi tumit atau bokong adalah faktor penyebab yang paling utama.
Manifestasi klinis
1. Ischialgia
Nyeri bersifat tajam, seperti terbakar, dan berdenyut sampai ke bawah
lutut. Ischialgia merupakan nyeri yang terasa sepanjang perjalanan nervus
ischiadicus sampai ke tungkai.
2. Dapat timbul gejala kesemutan atau rasa baal
Pada kasus berat dapat timbul kelemahan otot dan hilangnya refleks
tendon patella (KPR) dan Achilles (APR). Bila mengenai konus atau kauda ekuina
dapat terjadi gangguan defekasi, miksi dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan
kegawatan neurologis yang memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah
kerusakan fungsi permanen.
32
Nyeri bertambah dengan batuk, bersin, mengangkat benda berat,
membungkuk akibat bertambahnya tekanan intratekal. Kebiasaan penderita perlu
diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk pada sisi yang sehat. Menurut
Deyo dan Rainville, untuk pasien dengan keluhan LBP dan nyeri yang dijalarkan
ke tungkai, pemeriksaan awal cukup meliputi:
Tes laseque
Tes kekuatan dorsofleksi pergelangan kaki dan ibu jari kaki. Kelemahan
menunjukkan gangguan akar saraf L4-5
Tes refleks tendon achilles untuk menilai radiks saraf S1
Tes sensorik kaki sisi medial (L4), dorsal (L5) dan lateral (S1)
Tes laseque silang merupakan tanda yang spesifik untuk HNP. Bila tes ini
positif, berarti ada HNP, namun bila negatif tidak berarti tidak ada HNP.
Pemeriksaan yang singkat ini cukup untuk menjaring HNP L4-S1 yang mencakup
90% kejadian HNP. Namun pemeriksaan ini tidak cukup untuk menjaring HNP
yang jarang di L2-3 dan L3-4 yang secara klinis sulit didiagnosis hanya dengan
pemeriksaan fisik saja.
Gejala masing-masing dari tipe HNP
A. Hernia Lumbosakralis
Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula berlangsung dan
periodik kemudian menjadi konstan. Rasa nyeri di provokasi oleh posisi badan
tertentu, ketegangan, hawa dingin dan lembab, pinggang terfikasi sehingga
kadang-kadang terdapat skoliosis. Gejala patognomonik adalah nyeri lokal pada
tekanan atau ketokan yang terbatas antara 2 prosesus spinosus dan disertai nyeri
menjalar kedalam bokong dan tungkai. “Low back pain” ini disertai rasa nyeri
yang menjalar ke daerah iskhias sebelah tungkai (nyeri radikuler) dan secara
refleks mengambil sikap tertentu untuk mengatasi nyeri tersebut, sering dalam
bentuk skilosis lumbal.
Sindrom sendi intervertebral lumbalis yang prolaps terdiri dari:
Kekakuan/ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.
Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki
33
Kombinasi paresthesiasi, lemah, dan kelemahan refleks
Nyeri radikuler dibuktikan dengan cara sebagai berikut :
Hiperekstensi pinggang kemudian punggung diputar kejurusan tungkai
yang sakit, pada tungkai ini timbul nyeri.
Tess Naffziger : Penekanan pada vena jugularis bilateral.
Tes Lasegue
Tes Valsava
Tes Patrick
Tes Kontra Patrick
Gejala-gejala radikuler lokasisasinya biasanya di bagian ventral tungkai atas dan
bawah. Refleks lutut sering rendah, kadang-kadang terjadi paresis dari muskulus
ekstensor kuadriseps dan muskulus ekstensor ibu jari.
B. Hernia servicalis
Gejala-gejala yang timbul, seperti:
Parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas (sevikobrachialis)
Atrofi di daerah biceps dan triceps
Refleks biceps yang menurun atau menghilang
Otot-otot leher spastik dan kaku kuduk
C. Hernia thorakalis
Gejala-gejala yang timbul, seperti:
Nyeri radikal
Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang
paraparesis
Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan amanesis, pemeriksaan klinis umum,
pemeriksaan neurologik dan pemeriksaan penunjang. Adanya riwayat mengangkat
34
beban yang berat dan berulang, timbulnya low back pain. Gambaran klinisnya
berdasarkan lokasi terjadinya herniasi.
1. Anamnesis
Dalam anamnesis perlu ditanyakan kapan dan bagaimana mulai timbulnya,
lokasi nyeri, sifat nyeri, kualitas nyeri, apakah nyeri yang diderita diawali
kegiatan fisik, faktor yang memperberat atau memperingan, ada riwayat trauma
sebelumnya dan apakah ada keluarga penderita penyakit yang sama. Adanya
riwayat mengangkat beban yang berat dan berulangkali, timbulnya low back pain.
Gambaran klinisnya berdasarkan lokasi terjadinya herniasi.
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi:
Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:
- Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah
Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan
nyeri pada tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf
yang terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan
tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan
pada fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).
Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh
membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke
suatu sisi atau ke lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang
ipsilateral menandakan adanya HNP pada sisi yang sama.
Palpasi:
Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya
kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay).
Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan
menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke
kanan ke kiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien. Penekanan
dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya
35
fraktur pada vertebra. Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada
kelainan neurologis.
Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari radiks L4
dan kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit predominan dari S1. Harus dicari
pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada hiperefleksia yang
menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron (UMN). Dari
pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN
atau LMN.
Pemeriksaan motorik harus dilakukan dengan seksama dan harus
dibandingkan kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang seringan
mungkin dengan memperhatikan miotom yang mempersarafinya.
Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan
perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti
diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai
dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam
menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat laju endap
darah (LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal.
4. Pemeriksaan Radiologis
Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadang-
kadang dijumpai penyempitan ruangan intervertebral, spondilolistesis, perubahan
degeneratif, dan tumor spinal. Penyempitan ruangan intervertebral kadang-
kadang terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu
skoliosis akibat spasme otot paravertebral.
CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level
neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.
MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan
menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah
36
ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang
paling terkena. MRI sangat berguna bila:
vertebra dan level neurologis belum jelas
kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak
untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi
kecurigaan karena infeksi atau neoplasma
Diagnosis banding
1. Tumor tulang spinalis yang berproses cepat, cairan serebrospinalis yang
berprotein tinggi. Hal ini dapat dibedakan dengan menggunakan myelografi.
2. Arthiritis
3. Anomali colum spinal.
Terapi
A. Terapi Konservatif
Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki
kondisi fisik pasien dan melindungi dan meningkatkan fungsi tulang punggung
secara keseluruhan. 90% pasien akan membaik dalam waktu 6 minggu, hanya
sisanya yang membutuhkan pembedahan. Terapi konservatif untuk HNP meliputi:
1. Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan
intradiskal, lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama
akan menyebabkan otot melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali
ke aktivitas biasa.
Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan
punggung, lutut dan punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan
dari vertebra lumbosakral akan memisahkan permukaan sendi dan memisahkan
aproksimasi jaringan yang meradang.
2. Medikamentosa
37
Analgetik standar (parasetamol, kodein, dan dehidrokodein yang
diberikan tersendiri atau kombinasi).
NSAID : penghambat COX-2 (ibuprofen, naproxen, diklofenak) dan
penghambat COX-2 (nabumeton, etodolak, dan meloxicam).
Analgetik kuat : potensi sedang (meptazinol dan pentazosin), potensi
kuat (buprenorfin, dan tramadol), dan potensi sangat kuat (diamorfin dan
morfin).
Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun dapat
dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi inflamasi
3. Terapi fisik
4. Traksi pelvis
Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak
terbukti bermanfaat. Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset
dan traksi dengan tirah baring dan korset saja tidak menunjukkan perbedaan
dalam kecepatan penyembuhan.
5. Diatermi/kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan
spasme otot. Pada keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin,
termasuk bila terdapat edema. Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres
panas maupun dingin.
6. Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada NPB akut namun dapat digunakan
untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri pada NPB kronis.
Sebagai penyangga korset dapat mengurangi beban pada diskus serta dapat
mengurangi spasme.
7. Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal pada
punggung seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa
kelenturan dan penguatan. Latihan bertujuan untuk memelihara fleksibilitas
fisiologik, kekuatan otot, mobilitas sendi dan jaringan lunak. Dengan latihan
38
dapat terjadi pemanjangan otot, ligamen dan tendon sehingga aliran darah
semakin meningkat.
8. Latihan kelenturan
Punggung yang kaku berarti kurang fleksibel akibatnya vertebra
lumbosakral tidak sepenuhnya lentur. Keterbatasan ini dapat dirasakan
sebagai keluhan “kencang”. Latihan untuk kelenturan punggung adalah
dengan membuat posisi meringkuk seperti bayi dari posisi terlentang.
Tungkai digunakan sebagai tumpuan tarikan. Untuk menghasilkan posisi
knee-chest, panggul diangkat dari lantai sehingga punggung teregang,
dilakukan fleksi bertahap punggung bawah bersamaan dengan fleksi leher
dan membawa dagu ke dada. Dengan gerakan ini sendi akan mencapai
rentang maksimumnya. Latihan ini dilakukan sebanyak 3 kali gerakan, 2
kali sehari.
9. Latihan penguatan
Latihan pergelangan kaki: Gerakkan pergelangan kaki ke depan dan
belakang dari posisi berbaring.
Latihan menggerakkan tumit: Dari posisi berbaring lutut ditekuk dan
kembali diluruskan dengan tumit tetap menempel pada lantai (menggeser
tumit).
Latihan mengangkat panggul: Pasien dalam posisi telentang, dengan lutut
dan punggung fleksi, kaki bertumpu di lantai. Kemudian punggung
ditekankan pada lantai dan panggul diangkat pelan-pelan dari lantai,
dibantu dengan tangan yang bertumpu pada lantai. Latihan ini untuk
meningkatkan lordosis vertebra lumbal.
Latihan berdiri: Berdiri membelakangi dinding dengan jarak 10-20 cm,
kemudian punggung menekan dinding dan panggul direnggangkan dari
dinding sehingga punggung menekan dinding. Latihan ini untuk
memperkuat muskulus kuadriseps.
Latihan peregangan otot hamstring: Peregangan otot hamstring penting
karena otot hamstring yang kencang menyebabkan beban pada vertebra
lumbosakral termasuk pada anulus diskus posterior, ligamen dan otot
39
erector spinae. Latihan dilakukan dari posisi duduk, kaki lurus ke depan
dan badan dibungkukkan untuk berusaha menyentuh ujung kaki. Latihan
ini dapat dilakukan dengan berdiri.
Latihan berjinjit: Latihan dilakukan dengan berdiri dengan seimbang
pada 2 kaki, kemudian berjinjit (mengangkat tumit) dan kembali seperti
semula. Gerakan ini dilakukan 10 kali.
Latihan mengangkat kaki: Latihan dilakukan dengan menekuk satu lutut,
meluruskan kaki yang lain dan mengangkatnya dalam posisi lurus 10-20
cm dan tahan selama 1-5 detik. Turunkan kaki secara perlahan. Latihan
ini diulang 10 kali.
Beberapa prinsip dalam menjaga posisi punggung adalah sebagai berikut:
Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan, punggung tegak
dan lurus. Hal ini akan menjaga kelurusan tulang punggung.
Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung didekatkan ke pinggir
tempat tidur. Gunakan tangan dan lengan untuk mengangkat panggul dan
berubah ke posisi duduk. Pada saat akan berdiri tumpukan tangan pada
paha untuk membantu posisi berdiri.
Pada posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan
menggeser posisi panggul.
Saat duduk, lengan membantu menyangga badan. Saat akan berdiri badan
diangkat dengan bantuan tangan sebagai tumpuan.
Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti hendak
jongkok, punggung tetap dalam keadaan lurus dengan mengencangkan
otot perut. Dengan punggung lurus, beban diangkat dengan cara
meluruskan kaki. Beban yang diangkat dengan tangan diletakkan sedekat
mungkin dengan dada.
Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala, punggung dan
kaki harus berubah posisi secara bersamaan.
40
Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc jongkok
dengan wc duduk sehingga memudahkan gerakan dan tidak membebani
punggung saat bangkit.
Dengan melakukan latihan setiap hari, atau setidaknya 3-4 kali/minggu secara
teratur maka diperkirakan dalam 6-8 minggu kekuatan akan membaik sebanyak
20-40%.
B. Terapi Operatif
Tujuannya adalah mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi
nyeri dan mengubah defisit neurologik. Tindakan operatif pada HNP harus
berdasarkan alasan yang kuat yaitu berupa:
Defisit neurologik memburuk.
Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
Paresis otot tungkai bawah.
Terapi Konservatif gagal
Terapi operatif meliputi:
1) Disektomi
Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral
2) Laminektomi
Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis
spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis,
mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi
medula dan radiks
3) Laminotomi
Pembagian lamina vertebra
4) Disektomi dengan peleburan
Graf tulang (Dari krista illaka atau bank tulang) yang digunakan untuk
menyatukan dengan prosessus spinosus vertebrata. Tujuan peleburan spinal
adalah untuk menstabilkan tulang belakang dan mengurangi kekambuhan.
41
Berdasarkan lokasi herniasi penatalaksanaan dapat dibedakan menjadi:
1. Hernia Lumbosacralis
Pada fase akut, pasien tidur diatas kasur yang keras beralaskan papan
dibawahnya. Traksi dengan beban mulai 6 Kg kemudian berangsur-angsur
dinaikkan 10 Kg. pada hernia ini dapat diberikan analgetik salisilat
2. Hernia Servicalis
Untuk HNP sevicalis, dapat dilakukan traksi leher dengan kalung glisson,
berat beban mulai dari 2 Kg berangsur angsur dinaikkan sampai 5 Kg. tempat
tidur dibagian kepala harus ditinggikan supaya traksi lebih efektif.
Untuk HNP yang berat, dapat dilakukan terapi pembedahan pada daerah
yang rekuren. Injeksi enzim chympapim kedalam sendi harus selalu diperhatikan.
Komplikasi
1) Kelemahan dan atrofi otot
2) Trauma serabut syaraf dan jaringan lain
3) Kehilangan kontrol otot sphinter
4) Paralis / ketidakmampuan pergerakan
5) Perdarahan
6) Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal
Prognosis
Terapi konservatif yang dilakukan dengan traksi merupakan suatu
perawatan yang praktis dengan kesembuhan maksimal. Kelemahan fungsi motorik
dapat menyebabkan atrofi otot dan dapat juga terjadi pergantian kulit.
42
Spondilolisthesis
Kata spondylolisthesis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata
spondylo yang berarti “tulang belakang (vertebra)”, dan listhesis yang berarti
“bergeser”. Maka spondilolistesis merupakan istilah deskriptif untuk pergeseran
(biasanya ke anterior) dari vertebra relatif terhadap vertebra yang dibawahnya.1,4,5,9
Etiopatofisiologi
Penyebab dari sindrom ini adalah malformasi persimpangan lumbosakral
(kecil bagian belakang dan bagian belakang panggul) yang kecil, sendi facet tidak
kompeten, yang dapat bersifat kongenital (bawaan), disebut sebagai
spondilolisthesis displastik, atau mungkin terjadi selama masa remaja karena
patah tulang atau cedera pada salah satu tulang-tulang belakang darikegiatan
olahraga terkait seperti angkat berat, berlari, berenang, atau sepak bola yang
menyebabkan seseorang memiliki spondilolisthesis isthmic.1,9
Ada lima jenis utama dari Spondilolisthesis dikategorikan oleh sistem
klasifikasi Wiltse:
1. Displatik.
- Sendi facet memungkinkan pergeseran kedepan.
- Lengkungan neural biasanya masih utuh.2
2. Isthmic.
- Lesi dari pars.
- Terdapat 3 subtipe: fraktur stress, pemanjangan dari pars, dan fraktur
pars akut.2
3. Degeratif.
Spondilolisthesis bisa disebabkan oleh penuaan, umum, dan keausan
tulang, jaringan, otot-otot, dan ligamen tulang belakang disebut sebagai
spondilolisthesis degeneratif.2
4. Trauma.
Setelah kecelakaan besar atau trauma untuk kembali
menghasilkan kondisi yang disebut spondilolisthesis trauma.2
5. Patologis.
43
Jenis terakhir Spondilolisthesis, yang juga yang paling langka,
disebut spondilolisthesispatologis. Jenis Spondilolisthesis terjadi karena
kerusakan pada elemen posterior dari metastasis (kanker sel-sel yang
menyebar ke bagian lain dari tubuh dan menyebabkan tumor) atau
penyakit tulang metabolik. Jenis ini telah dilaporkan dalam kasus-kasus
penyakit Paget tulang (dinamai Sir James Paget, seorang ahli bedah
Inggris yang menggambarkan gangguan kronis yang biasanya
menghasilkan tulang membesar dan cacat), tuberkulosis (penyakit menular
mematikan yang biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat menyebar ke
bagian lain dari tubuh), tumor sel raksasa, dan metastasis tumor.2
Diagnosis yang tepat dan identifikasi jenis atau kategori
Spondilolisthesis adalah penting untuk memahami serta keparahan dari
pergeseran yang terbagi menjadi 5 kelas sebelum pengobatan yang tepat untuk
kondisi tersebut dapat disarankan.2
Epidemiologi
Insidensi spondilolisthesis tipe ismik berkisar 5% berdasarkan studi
otopsi. Spondilolisthesis degeneratif memiliki frekuensi tersering karena secara
umum populasi pastinya akan mengalami penuaan. Paling sering melibatkan level
L4-L5. Sampai 5,8% pria dan 9,1% wanita memiliki listhesis tipe ini.1,2,8
Gejala klinis
Presentasi klinis dapat bermacam-macam, tergantung pada jenis
pergeseran dan usia pasien.Selama tahun-tahun awal kehidupan, presentasi klinis
dapat berupa nyeri punggung bawah ringan yang sesekali dirasakan pada panggul
dan paha posterior, terutama saat beraktivitas. Gejala jarang berkorelasi dengan
tingkat pergeseran, meskipun mereka disebabkan ketidakstabilan segmental.
Tanda neurologis seringkali berkorelasi dengan tingkat selip dan melibatkan
motorik, sensorik, dan perubahan refleks yang sesuai untuk pelampiasan akar
saraf (biasanya S1).3
Gejala yang paling umum dari spondylolisthesis adalah:
1. Nyeri punggung bawah.
44
Hal ini sering lebih memberat dengan latihan terutama dengan ekstensi
tulang belakang lumbal.4
2. Beberapa pasien dapat mengeluhkan nyeri, mati rasa, kesemutan,atau
kelemahan pada kaki karena kompresi saraf.Kompresi parah dari saraf
dapat menyebabka nhilangnya kontrol dari usus ataufungsi kandung
kemih.4
3. Keketatan dari paha belakang dan penurunan jangkauan gerak dari
punggung bawah.4
Pasien dengan spondilolistesis degeneratif biasanya lebih tua dan datang
dengan nyeri punggung, radikulopati, klaudikasio neurogenik, atau kombinasi dari
gejala-gejala tersebut. Pergeseran yang paling umum adalah di L4-5 dan kurang
umum di L3-4. Gejala-gejala radikuler sering hasil dari stenosis recessus lateral
dari facet dan ligamen hipertrofi dan/ atau disk herniasi. Akar saraf L5
dipengaruhi paling sering dan menyebabkan kelemahan ekstensor halusis longus.
Stenosis pusat dan klaudikasio neurogenik bersamaan mungkin atau mungkin
tidak ada.4
Penyebab gejala klaudikasio selama ambulasi adalah multifaktorial. Rasa
sakit ini berkurang ketika pasien memfleksikan tulang belakang dengan duduk
atau bersandar. Fleksi memperbesar ukuran kanal oleh peregangan ligamentum
flavum menonjol, pengurangan lamina utama dan aspek, dan pembesaran foramen
tersebut. Hal ini mengurangi tekanan pada akar saraf keluar dan, dengan
demikian, mengurangi rasa sakit.4
Diagnosis
Pada kebanyakan kasus, jarang ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik pasien
spondilolistesis. Pasien biasanya mengeluh nyeri di bagian punggung yang
45
disertai dengan nyeri intermitten pada tungkai. Spondilolistesis sering
menyebabkan spasme otot, atau kekakuan pada betis.
Spondilolistesis mudah didiagnosis dengan menggunakan foto polos tulang
belakang. X-ray lateral akan menunjukkan kelainan apabila terdapat vertebra yang
bergeser ke depan dibandingkan dengan vertebra di dekatnya. Spondilolistesis
dibagi berdasarkan derajatnya berdasarkan persentase pergeseran vertebra
dibandingkan dengan vertebra di dekatnya, yaitu:
1. Derajat I: pergeseran kurang dari 25%
2. Derajat II diantara 26-50%
3. Derajat III diantara 51-75%
4. Derajat IV diantara 76-100%
5. Derajat V, atau spondiloptosis terjadi ketika vertebra telah terlepas dari
tempatnya
Gambar 1. Pengukuran Derajat Spondilolisthesis
46
Gambar 2. Spondilolisthesis Grade I
Gambar 3. Spondilolisthesis Traumatik Grade IV.
Jika pasien mengeluh nyeri, kebas-kebas, kelemahan pada tungkai,
pemeriksaan penunjang tambahan mungkin diperlukan. Gejala-gejala ini dapat
disebabkan stenosis atau penyempitan ruang tempat lewatnya saraf pada tungkai.
CT scan atau MRI dapat membantu mengidentifikasi kompresi saraf yang
berhubungan dengan spondilolistesis. Pada keadaan tertentu, PET scan dapat
membantu menentukan adanya proses akftif pada tulang yang mengalami
kelainan. Pemeriksaan ini juga berperan dalam menentuskan terapi pilihan untuk
spondilolistesis.6
47
Pemeriksaan Penunjang
Berikut adalah pemeriksaan-pemeriksaan yang menunjang diagnosis
spondilolisthesis:
a. X-ray
Pemeriksaan awal untuk spondilolistesis yaitu foto AP, lateral,
dan spot view radiograffi dari lumbal dan lumbosacral junction. Foto
oblik dapat memberikan informasi tambahan, namun tidak rutin
dilakukan. Foto lumbal dapat memberikan gambaran dan derajat
spondilolistesis tetapi tidak selalu membuktikan adanya isolated
spondilolistesis.
b. SPECT
SPECT dapat membantu dalam pengobatan. Jika SPECT
positif maka lesi tersebut aktif secra metabolik.
c. Computed tomography (CT) scan
CT scan dengan potongan 1 mm, koronal ataupun sagital, dapat
memeberikan gambaran yang lebih baik dari spondilolistesis. CT scan
juga dapat membantu menegakkan penyebab spondilolistesis yang
lebih serius.
d. Magnetic resonance imaging (MRI)
MRI dapat memperlihatkan adanya edema pada lesi yang akut.
MRI juga dapat menentukan adanya kompresi saraf spinal akibat
stenosis dadri kanalis sentralis.
e. EMG
EMG dapat mengidentifikasi radikulopati lainnya atau
poliradikulopati (stenosis), yang dapat timbul pada spondilolistesis.7
Penatalaksanaan
48
Nonoperatif
Pengobatan untuk spondilolistesis umumnya konservative. Pengobatan
non operative diindikasikan untuk semua pasien tanpa defisit neurologis atau
defisit neurologis yang stabil. Hal ini dapat merupakan pengurangan berat badan,
stretching exercise, pemakaian brace, pemakain obat anti inflamasi. Hal terpenting
dalam manajemen pengobatan spondilolistesis adalah motivasi pasien.6
Operatif
Pasien dengan defisit neurologis atau nyeri yang mengganggu aktifitas,
yang gagal dengan non operative manajemen diindikasikan untuk operasi. Bila
radiologis tidak stabil atau terjadi progresivitas slip dengan serial x-ray disarankan
untuk operasi stabilisasi. Jika progresivitas slip menjadi lebih 50% atau jika slip
50% pada waktu diagnosis, ini indikasi untuk fusi. Pada high grade
spondilolistesis walaupun tanpa gejala, fusi tetap harus dilakukan. Dekompresi
tanpa fusi adalah logis pada pasien dengan simptom oleh karena neural kompresi.
Bila manajemen operative dilakukan pada dewasa muda maka fusi harus
dilakukan karena akan terjadi peningkatan slip yang bermakna bila dilakukan
operasi tanpa fusi. Jadi indikasi fusi antara lain: usia muda, progresivitas slip lebih
besar 25%, pekerja yang sangat aktif, pergeseran 3mm pada fleksi/ekstensi lateral
x-ray. Fusi tidak dilakukan bila multi level disease, motivasi rendah, aktivitas
rendah, osteoporosis, habitual tobacco abuse. Pada habitual tobacco abuse angka
kesuksesan fusi menurun. Brown dkk mencatat pseudoarthrosis (surgical non
union) rate 40% pada perokok dan 8% pada tidak perokok. Fusi insitu dapat
dilakukan dengan beberapa pendekatan:6
1. anterior approach
2. posterior approach (yang paling sering dilakukan)
3. posterior lateral approach
Komplikasi
49
Progresifitas dari pergeseran dengan peningkatan tekanan ataupun
penarikan (traction) pada saraf spinal, bisa menyebabkan komplikasi. Pada pasien
yang membutuhkan penanganan dengan pembedahan untuk menstabilkan
spondilolistesis, dapat terjadi komplikasi seperti nerve root injury (<1%),
kebocoran cairan serebrospinal (2%-10%), kegagalan melakukan fusi (5%-25%),
infeksi dan perdarahan dari prosedur pembedahan (1%-5%). Pada pasien yang
perokok, kemungkinan untuk terjadinya kegagalan pada saat melakukan fusi ialah
(>50%). Pasien yang berusia lebih muda memiliki resiko yang lebih tinggi untuk
menderita spondilolistesis isthmic atau congenital yang lebih progresif. Radiografi
serial dengan posisi lateral harus dilakukan setiap 6 bulan untuk mengetahui
perkembangan pasien ini.8
Prognosis
Pasien dengan fraktur akut dan pergeseran tulang yang minimal
kemungkinan akan kembali normal apabila fraktur tersebut membaik. Pasien
dengan perubahan vertebra yang progresif dan degenerative kemungkinan akan
mengalami gejala yang sifatnya intermiten. Resiko untuk terjadinya
spondilolistesis degenerative meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dan
pergeseran vertebra yang progresif terjadi pada 30% pasien. Bila pergeseran
vertebra semakin progresif, foramen neural akan semakin dekat dan menyebabkan
penekanan pada saraf (nerve compression) atau sciatica hal ini akan
membutuhkan pembedahan dekompresi.8
2.3.5 Terapi Low Back Pain
Tatalaksana pada pasien LBP bergantung dari riwayat pasien dan tipe dari
nyeri yang diderita oleh pasien. Dengan terapi tanpa pembedahan, sebagian besar
pasien dengan LBP akan sembuh dalam enam bulan. Jika tidak ada perbaikan,
diagnosis lebih lanjut dan pembedahan disarankan untuk dilakukan.13
2.3.5.1 Terapi Non bedah
50
Terapi pasien dengan LBP dimulai dengan istirahat atau tirah baring untuk
membatasi aktivitas pasien. Istirahat ini dapat mengurangi inflamasi dan
mengurangi spasme otot yang menyebabkan nyeri.14 Istirahat juga dapat
memberikan kesempatan perbaikan pada syaraf yang cedera. Namun, istirahat
tirah baring melebihi dua hari tidak disarankan karena hal ini dapat merusak
tulang, jaringan lunak, otot, dan sistem peredarahan darah.15
Jika LBP disertai dengan fraktur dari sebagian vertebrae, pasien
direkomendasikan menggunakan korset rigid selama dua atau tiga bulan.
Penggunaan korset rigid juga dapat membatasi pergerakan sendi lumbosakral
sehingga mengurangi risiko cedera sendi lebih lanjut.14
Penggunaan terapi medikasi pada terapi LBP juga dapat dilakukan untuk
mengurangi nyeri. Obat-obatan yang digunakan pada umumnya berasal dari
golongan NSAIDs, muscle relaxant, dan antidepresan.15 Selain itu, nyeri juga
dapat dihindari dengan menghindari posisi atau gerakan tubuh yang dapat
mencetuskan nyeri. Oleh karena itu, pemilihan posisi yang membuat pasien
nyaman sangat penting untuk melindungi pasien dari kecelakaan sendi,
mereduksi gejala, dan mencegah cedera lebih lanjut.15 Walaupun demikian, pasien
dengan LBP juga perlu melakukan latihan-latihan untuk memperbaiki fleksibilitas
dari punggung dan hamstring serta untuk menguatkan kembali otot-otot punggung
dan abdominal.14
2.3.5.2 Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan dilakukan jika terapi nonbedah tidak memperbaiki
keadaan pasien LBP dan jika telah diketahui pasti penyebab dari LBP yang telah
dibuktikan gambaran radiologi, MRI, atau CT-scan. Pada pasien LBP dengan
spondilolisthesis misalnya, pembedahan dilakukan jika terjadi pergeseran
vertebrae berat yang menyebabkan kesulitan berjalan, perubahan pada fungsi
ekskresi (bowel and bladder), dan perburukan fungsi syaraf.15
Pembedahan pada pasien MBP dapat berupa laminektomi,
mikrodistektomi, dan fusi. Tujuan dari pembedahan ini adalah untuk mengurangi
kompresi dari radiks syaraf. Dengan dilakukan pembedahan ini, diharapkan
penyebab utama dari LBP dapat diatasi dan pasien tidak menderita nyeri lagi.13,14
51
2.3.5.3 Rehabilitasi
Terapi rehabilitasi biasanya memerlukan waktu latihan beberapa kali
selama empat hingga enam minggu. Beberapa kasus memerlukan waktu lebih
panjang untuk menjalani terapi hingga selesai.14
Tujuan utama dari terapi rehabilitasi ini adalah untuk mengontrol gejala
LBP. Terapis akan membantu pasien menemukan posisi dan pergerakan yang
dapat mengurangi rasa nyeri. Terapi menggunakan panas (IRR, MWD, dan
SWD), dingin (cryoterapi), ultrasound (US), dan stimulasi elektrik (TENS) juga
dapat digunakan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.14
Latihan yang dijalani pasien LBP adalah peregangan otot-otot paha.
Seiring dengan perbaikan kondisi pasien, dilakukan juga latihan untuk
menguatkan otot-otot abdominal dan otot-otot punggung. Latihan ini dilakukan
pada otot-otot tersebut untuk membantu pasien agar mudah bergerak dan
mengurangi permasalahan nyeri di waktu mendatang jika nyeri ini kambuh lagi.
Sebenarnya latihan peregangan otot tidak dibatasi pada otot-otot ini saja karena
semua otot menahan tulang belakang lumbal dan korset pelvic dapat
diseimbangkan dan stretching yang regular dapat membantu memperbaiki gerakan
yang normal tulang belakang dan pelvis. Stretching menggunakan gerakan
dinamik postural (yoga postur) dapat secara khusus menolong karena dapat
memperbaiki keseimbangan otot tulang belakang dan korset pelvic.15
Latihan ini biasanya bersatu dengan program rehabilitasi yang lebih
komprehensif, meliputi latihan stabilisasi. Tujuan latihanini adalah untuk
mengajarkan kepada pasien bagaimana menemukan tulang belakang yang normal
selama latihan setiap hari. Posisi normal tulang belakang berbeda untuk setiap
individu, dibedakan oleh pelvis dan postur tulang belakang yang menempatkan
penekanan terakhir pada elemen tulang belakang dan struktur pendukung.
Stabilisasi spinal menekankan aktivasi yang sinergis dari trunkus dan otot-otot
pada posisi tengah karean kekuatan otot abdominal dan otot-otot gluteal. Selain
itu, memungkinkan pasien untuk melatih otot-otot yang mendukung trunkus dan
52
tulang belakang sehingga dapat mengurangi seluruh penekanan dari tulang
belakang.14
2.3.5.4 Edukasi
Edukasi pasien sangat penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi dari
tulang belakang. Pada masa akut, pasien harus memeiliki pengertian yang baik
atas kondisi mereka dan kemungkinan efek merugikan dari tirah baring yang
lama. Instruksi pada postur yang sesuai dan mekanik tubuh dengan aktivitas
sehari-hari sangat penting untuk setiap pasien. Bila nyeri menjadi tidak terkontrol,
pasien harus aktif pada program rehabilitasi tulang belakang yang meningkat yang
kemudian dapat digabungkan dengan program latihan rumah untuk melanjutkan
kekuatan fungsi. Strategi keamanan punggugn dan proteksi sendi disatukan
melalui proses rehabilitasi.15
2.3.6 Prognosis
Prognosis mencakup prognosis klinis dan prognosis fungsional. Tujuan
dari menentukan prognosis adalah untuk memberikan penilaian terhadap
perkembangan lebih lanjut dari penyakit yang diderita.16
2.3.6.1 Prognosis Klinis
Secara klinis, prognosis LBP bergantung dari etiologi LBP, tata laksana
yang akan dijalani oleh pasien, kepatuhan pasien, dan latihan-latihan yang akan
dilakukan oleh pasien. Pasien sedang menjalani fisioterapi berupa pemanasan
dalam (SWD dan IRR), TENS, dan disarankan untuk menggunakan korset. Jika
pasien patuh, mengikuti latihan dan tata laksana dengan baik, prognosis secara
klinis dari pasien ini adalah dubia ad bonam.16
2.3.6.2 Prognosis Fungsional
Prognosis secara fungsional dapat dinilai dengan menggunakan standar
fungsional Functional Independence Measure (FIM), Indeks Katz, atau Indeks
Barthel. Secara umum yang dinilai adalah fungsional aktivitas pasien yang
mencakup kegiatan sehari-hari, yaitu makan, mobilitas, mandi, personal toilet,
53
berpakaian, mengatur BAB dan BAK. Pasien ini dapat dapat melakukan semua
kegiatan tersebut secara mandiri, tetapi ada keterbatasan gerak pada saat duduk,
hendak berdiri, dan beribadah (sholat). Dengan program rehabibiltasi tulang
belakang yang aktif dan terfokus, prognosis dari pasien ini untuk dapat
beraktivitas yang bebas dari nyeri sangat baik, walaupun beberapa pasien LBP
menetap dan membutuhkan lebih banyak intervensi. Oleh karena itu, prognosis
fungsional pasien ini adalah dubia ad bonam.16
BAB III
ANALISIS KASUS
Ny. R, perempuan, 63 tahun, alamat dalam kota, Pasien datang dengan
keluhan nyeri punggung bawah. Hal ini sudah dialami sejak kurang lebih 2 tahun
yang lalu namun memberat sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri terasa seperti berat pada
punggung bawah. Nyeri seperti ditusuk-tusuk (-), nyeri menjalar (-), nyeri muncul
terutama jika berdiri, berjalan jauh,dan bangun setelah tidur lama, kebas pada
daerah bokong dan paha (+), saat berdiri dan jalan jauh pasien mengeluhkan mati
54
rasa pada kedua tungkai, kesemutan (-), pasien biasanya mengompres punggung
bawah dengan air hangat untuk mengurangi nyeri. Riwayat mengangkat beban
berat sebelumnya (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan. Dari riwayat penyakit /
operasi dahulu, riwayat trauma (-), riwayat nyeri pinggang (+) sejak 2 tahun yang
lalu.
Riwayat tulang keropos (+) sejak 2 tahun yang lalu , riwayat hipertensi (+)
sejak 5 tahun yang lalu, tidak terkontrol. Dari riwayat penyakit keluarga tidak ada
penyakit dengan keluhan yang sama. Pasien adalah dan ibu rumah tangga dengan
keadaan sosial ekonomi menengah ke bawah.
Dari anamnesis ditemukan bahwa pasien mengalami nyeri punggung yang
terasa terutama pada saat pasien berjalan jauh, berdiri, dan bangun setelah tidur
lama. Hal ini menunjukkan bahwa
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan tanda vital tekanan darah
140/100 mmHg, keadaan umum, dan keadaan spesifik yang normal. Tes Laseque
didapatkan negatif. Pada pemeriksaan neurologikus, tidak didapatkan kelainan
saraf kranialis, saraf sensoris, dan motorik pada ekstremitas atas maupun bawah.
Pemeriksaan penunjang radiologis yang direncanakan adalah foto lumbosakral,
yaitu didapatkan listesis S1 ke posterior terhadap V.L5 (<25%). Oleh karena itu,
diagnosis pada pasien ini dari anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah LBP et
causa spondilolisthesis.
Program tatalaksana rehabilitasi medik pada pasien ini meliputi fisioterapi
yaitu Infra Red Rays (IRR), TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)
dan korset dari segi terapi ortotik prostetik. Terapi panas untuk jaringan yang
lebih dalam pada pasien ini digunakan Infra Red Rays. Dari terapi IRR, efek yang
diharapkan adalah peningkatkan aliran darah, rasa nyeri berkurang, dan terjadi
relaksasi otot.
Dari segi terapi ortotik prostetik, pasien disarankan untuk memakai korset
LSO (Lumbal Sacral Orthose). Fungsinya untuk mengontrol postur spinal,
mengurangi nyeri, mencegah cedera lebih lanjut, dan menghindarkan gerakan
yang berbahaya bagi spinal.
55
Tatalaksana kasus dengan medikamentosa, pasien diberikan obat
penghilang nyeri berupa natrium diclofenac 50 mg dua kali sehari, osteocal dua
kali sehari. Edukasi kepada pasien untuk membatasi tindakan mengangkat barang-
barang berat serta untuk menggunakan mekanika tubuh dengan benar dan
menggunakan korset lumbal.
Pasien ini sedang menjalani fisioterapi berupa pemanasan dan disarankan
untuk menggunakan korset. Jika pasien patuh, mengikuti latihan dan tatalaksana
dengan baik, prognosis secara medik dari pasien ini adalah bonam.
Pasien ini dapat melakukan semua kegiatan sehari-hari secara mandiri,
tetapi ada keterbatasan gerak pada saat berjalan, duduk, berdiri, dan beribadah
(sholat). Dengan program rehabilitasi tulang belakang yang aktif dan terfokus,
prognosis dari pasien ini untuk dapat beraktivitas yang bebas dari nyeri sangat
baik walaupun pada beberapa pasien LBP dapat menetap dan membutuhkan lebih
banyak intervensi. Oleh karena itu, prognosis fungsional pasien ini adalah dubia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta:
EGC.
2. IASP. 2011. IASP Taxonomy. Diunduh dari http://www.iasp-pain.org/. [Diakses
tanggal 22 Maret 2013].
3. Tamsuri, A. 2007. Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-
63
4. Smeltzer, S. C, Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Volume 2. Edisi 8. Jakarta: EGC
5. Agency for Health Care Policy and Research. 1992. Assessment & management
of pain. Diunduh dari http://rnao.ca/. [Diakses tanggal 22 Maret 2013].
6. Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik Edisi 4 Vol 1. Jakarta: EGC.
56
7. Meliala, L. dan Pinzon, R. 2004. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Nyeri
Punggung Bawah. Dalam Meliala, L. et al. Kumpulan Makalah Pain
Symposium: Toward Mechanism Based Treatment, hal 109-116.
Yogyakarta: Medikagama Press.
8. Maher, Salmond dan Pellino. 2002. Low Back Pain Syndrome. Philadelphia:
FA Davis Company.
9. Roper, A.H. dan R.H. Brown. 2005. Adams dan Victor’s Priciples of
Neurology. Edisi 8. The McGraw Hill Companies. Inc. USA. Halaman
168-170.
10. Ehrilch, G.E. 2003. Low Back Pain. Bulletin of the World Health
Organization; 81. Halaman 671-676.
11. Bimariotejo. (2009). Low Back Pain (LBP). Diunduh dari
www.backpainforum.com/ [Diakses tanggal 22 Maret 2013].
12. Idyan, Z. (2008). Hubungan Lama duduk Saat Perkuliahan dengan Keluhan
Low. Back Pain. Diunduh dari http://inna-ppni.or.id/ [Diakses tanggal
22 Maret 2013].
13. Ullrich, P.F. 2007. Lower back Pain Treatment. Diunduh dari
http://www.spine-health.com/. [Diakses tanggal 22 Maret 2013].
14. Aging Spine Center. 2003. A Patients’ Guide to Lumbar Spondylolisthesis.
http://www.agingspinecenter.com/. [Diakses tanggal 22 Maret 2013].
15. Ruslan, H.M. dan Fauziah N.K. 2009. Terapi Fisik dan Rehabilitasi Medik
Edisi Ketiga. Palembang: Bagian Rehabilitasi Medik Fakultas
Kedokteran Unsri.
16. Jalalin. 2006. Penuntun Pemeriksaan Fisik dan Fungsional Ilmu Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi. Palembang: Bagian Rehabilitasi Medik Fakultas
Kedokteran Unsri.
57