CASE PAROTITIS.doc

34
BAB I PENDAHULUAN Parotitis merupakan penyakit infeksi pada anak-anak yang pada 30-40% kasusnya merupakan infeksi asimptomatik. Infeksi ini disebabkan oleh virus. Infeksi terjadi pada anak-anak kurang dari 15 tahum sebelum penyebaran imunisasi. Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan mentah mungkin dengan urin. Sekarang penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa muda sehingga menimbulkan epidemik dianggap kurang menular jika dibanding dengan morbili atau varicela, karena banyak infeksi parotitis epidemika cenderung tidak jelas secara klinis. Dalam perjalanannya parotitis epidemika dapat menimbulkan komplikasi walaupun jarang terjadi. Komplikasi yang terjadi dapat berupa meningoencepalitis, arthritis, pancreatitis, miokarditis, ooporitis, orchitis, mastitis, dan ketulian. Insidensi parotitis epidemika dengan ketulian adalah 1 : 15.000. Meningitis yang terjadi dapat berupa meningitis aseptic. Insidensi dari parotitis meningoencephalitis sekitar 250/100.000 kasus. Sekitar 10% dari kasus ini penderitanya berumur kurang dari 20 tahun. Angka rata-rata kematian akibat parotitis meningoencephalitis adalah 2%. Kelainan pada mata akibat komplikasi parotitis dapat berupa neuritis opticus, dacryoadenitis, uveokeratitis, skleritis dan thrombosis vena central retina. Gangguan pendengaran akibat parotitis epidemika biasanya unilateral, namun dapat pula bilateral. Gangguan ini seringkali bersifat permanen. 1

description

a

Transcript of CASE PAROTITIS.doc

Page 1: CASE PAROTITIS.doc

BAB IPENDAHULUAN

Parotitis merupakan penyakit infeksi pada anak-anak yang pada 30-40% kasusnya

merupakan infeksi asimptomatik. Infeksi ini disebabkan oleh virus. Infeksi terjadi pada

anak-anak kurang dari 15 tahum sebelum penyebaran imunisasi. Penyebaran virus terjadi

dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan mentah mungkin dengan urin. Sekarang

penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa muda sehingga menimbulkan epidemik

dianggap kurang menular jika dibanding dengan morbili atau varicela, karena banyak

infeksi parotitis epidemika cenderung tidak jelas secara klinis.

Dalam perjalanannya parotitis epidemika dapat menimbulkan komplikasi walaupun

jarang terjadi. Komplikasi yang terjadi dapat berupa meningoencepalitis, arthritis,

pancreatitis, miokarditis, ooporitis, orchitis, mastitis, dan ketulian. Insidensi parotitis

epidemika dengan ketulian adalah 1 : 15.000. Meningitis yang terjadi dapat berupa

meningitis aseptic. Insidensi dari parotitis meningoencephalitis sekitar 250/100.000 kasus.

Sekitar 10% dari kasus ini penderitanya berumur kurang dari 20 tahun. Angka rata-rata

kematian akibat parotitis meningoencephalitis adalah 2%. Kelainan pada mata akibat

komplikasi parotitis dapat berupa neuritis opticus, dacryoadenitis, uveokeratitis, skleritis

dan thrombosis vena central retina. Gangguan pendengaran akibat parotitis epidemika

biasanya unilateral, namun dapat pula bilateral. Gangguan ini seringkali bersifat permanen.

1

Page 2: CASE PAROTITIS.doc

BAB II

LAPORAN KASUS

RUMAH SAKIT TNI AU Dr ESNAWAN ANTARIKSA

SMF TELINGA HIDUNG TENGGOROK

Jl. Merpati No 2, Halim Perdanakusuma Jakarta Timur – 13610

Nama : Carlson Tanda Tangan

NIM : 11 – 2013 – 225 .............

Dr. Pembimbing / Penguji : dr. Asnominanda, Sp. THT-KL

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. MS Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 62 tahun Agama : Kristen

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Komp Manaputra A 1/31

Jati Bening, Bekasi.

Pendidikan : SMA

II. ANAMNESIS

Diambil secara : Autoanamnesis

Pada tanggal : 23 Juli 2014 Jam : 11.30 WIB

Keluhan utama : pipi kiri bengkak sejak 3 hari yang lalu.

Keluhan tambahan : demam tinggi .

Riwayat penyakit sekarang (RPS) :

Pasien datang dengan keluhan pipi kiri bengkak dan nyeri semenjak 3 hari yang lalu.

Pipi tampak asimetris pada sebelah kiri serta lunak dan nyeri pada penekanan. Pasien juga

mengeluh sejak 3 hari yang lalu mengalami demam yang tinggi, pasien mencoba mengobati

2

Page 3: CASE PAROTITIS.doc

dengan obat warung namun tidak ada perbaikan. Keluhan ini diawali pada daerah pipi sebelah

kirinya terasa membengkak dan mulai nyeri terutama jika disentuh dan ketika mau makan

Namun awalnya keluhan ini diabaikan oleh pasien karena dilihat tidak terlalu mengganggu.

Ibu pasien mengaku sering bersentuhan pipi dengan orang lain ketika bertemu. Adanya

riwayat alergi disangkal. Riwayat batuk pilek juga disangkal pasien. Riwayat trauma pada

daerah kepala disangkal.

Pasien mengaku tidak ada penurunan pendengaran maupun kesulitan berkomunikasi

dengan teman-temannya. Telinga juga tidak dirasa mendengung. Tidak ada riwayat kejang

maupun penurunan kesadaran. Adanya pusing yang berputar juga disangkal pasien. Pasien

tidak memiliki riwayat hipertensi dan diabetes melitus

1 hari lalu pasien baru menyadari kalau pipi kiri nya terlihat semakin membesar,

sehingga memutuskan untuk datang ke rumah sakit keesokan harinya.

Riwayat penyakit dahulu (RPD) :

Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi apapun. Tidak ada komplikasi yang terjadi

selama kehamilan maupun kelahiran pasien. Riwayat batuk pilek sering disangkal. Tidak ada

riwayat operasi maupun dirawat karena sakit berat di rumah sakit.

Riwayat penyakit keluarga (RPK) :

Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien.Tidak ada riwayat alergi dalam keluarga dan riwayat hipertensi maupun diabetes dalam keluarga.

Keadaan Umum

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 86x/menit

Suhu : 38.0˚C

Pernapasan : 16x/menit

Berat badan : 59 kg

3

Page 4: CASE PAROTITIS.doc

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Telinga

Kanan Kiri

Bentuk daun telinga Normotia Normotia

Kelainan congenital tidak ditemukan tidak ditemukan

Tumor/ tanda peradangan

- preaurikuler

- retroaurikuler

tidak ditemukan

tidak ditemukan

tidak ditemukan

tidak ditemukan

Nyeri tekan tragus (-) (-)

Penarikan daun telinga (-) (-)

Liang Telinga CAE lapang, serumen (-),

Hiperemis (-)

CAE lapang, serumen (-),

Hiperemis (-)

Membran timpani Dalam batas normal,

retraksi (-), edema (-),

reflex cahaya (+) jam 5

Dalam batas normal,

retraksi (-), edema (-),

refleks cahaya (+) jam 7

Tes Penala:- Rinne- Weber- Swabach

positiftidak ada lateralisasisama dengan pemeriksa

positiftidak ada lateralisasisama dengan pemeriksa

Kesimpulan:

Tidak ditemunya kelainan pada kedua liang telinga.

Kelainan pendengaran tidak ditemukan.

4

Page 5: CASE PAROTITIS.doc

2. Hidung dan Sinus Paranasal

- Bentuk : Simetris

- Tanda Peradangan : Tidak ditemukan tanda peradangan dari luar

- Vestibulum - Tampak bulu hidung bilateral +/+

- Hiperemis -/-, massa -/-, lapang +/+, polip -/-

- Hipertrofi -/-

- Konka inferior kanan/kiri : Edema -/-, hipertrofi -/-, sekret -/-

- Meatus nasi inferior kanan/kiri : Sekret -/-, hiperemis -/-

- Konka medius kanan/kiri : Hiperemis -/-, hipertrofi -/-

- Meatus nasi medius kanan/kiri : Sekret -/-, hiperemis -/-

- Septum nasi : Deviasi (-), sisa sekret (-/-)

- Daerah sinus frontalis dan

sinus maksilaris

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Nasopharynx (Tidak dilakukan pemeriksaan rhinoskopi posterior)

- Koana : -

- Septum nasi posterior : -

- Muara tuba eustachius : -

- Torus tubarius : -

- Konka inferior dan media : -

- Dinding posterior : -

Pemeriksaan Transiluminasi (Tidak dilakukan)

5

Page 6: CASE PAROTITIS.doc

3. Tenggorok PHARYNX

o Dinding pharynx : tidak hiperemis, permukaan rata

o Arcus : simetris kanan-kiri, tidak hiperemis

o Tonsil : T1-T1, hiperemis (-), kripta lebar(-), dentritus(-), per-

lekatan (-)

o Uvula : simetris di tengah, hiperemis (-)

o Gigi : bekas pencabutan gigi (-), oral hygiene baik

o Lain-lain : radang ginggiva (-), mukosa pharynx tenang

LARYNX (Tidak dilakukan pemeriksaan laringoskopi)

o Epiglotis : -

o Plica aryepiglotis : -

o Arytenoids : -

o Ventricular band : -

o Pita suara : -

o Rima glotidis : -

6

Page 7: CASE PAROTITIS.doc

o Cincin trachea : -

o Sinus piriformis : -

MAKSILLOFACIAL

- Nervus Kranialis

o Nervus 1 (olfaktorius) : tidak dilakukan

o Nevus 2 (optikus) : tidak dilakukan

o Nervus 3 (okulomotorius) : gerakan kedua bola mata (atas-luar, atas-dalam,

bawah-luar, medial-horizontal) normal

o Nervus 4 (trochlearis) : gerakan kedua bola mata (bawah-medial) nor-

mal.

o Nervus 5 (trigeminus) : membuka mulut, mengunyah, menggigit nomal

pada sisi kanan, sisi kiri terdapat nyeri pada mengunyah.

o Nervus 6 (abdusen) : gerakan kedua bola mata ke arah lateral normal

o Nevus 7 (fascialis) : mengerutkan dahi, menutup mata, menyeringai

nomal/memperlihatkan gigi, pada sisi kiri nyeri.

o Nevus 8 (vestibularis) : dapat dilihat pada pemeriksaan telinga

o Nervus 9 (glossopharingeus) : tidak dilakukan

o Nervus 10 (vagus) : bicara dan menelan normal

o Nervus 11 (aksesorius) : mengangkat bahu dan memalingkan kepala nor-

mal

o Nervus 12 (hipoglossus) : pergerakan lidah normal, tremor lidah (-), artiku-

lasi bicara baik.

- Bentuk

7

Page 8: CASE PAROTITIS.doc

o Deformitas os maxilla, os mandibula, dan os zygomaticum tidak ada

o Hematoma (-)

LEHER

Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening leher baik submandibula maupun servikal

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Belum ada pemeriksaan penunjang yang dilakukan.

IV. RESUME

Dari anamnesis, didapatkan keluhan :

Seorang ibu usia 58 tahun datang dengan keluhan utama bengkak pada pipi sebelah

kiri sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengaku demam tinggi sejak 3 hari lalu. Pasien

mencoba mengobati diri sendiri dengan obat warung, tapi tidak mengalami

perbaikan. Pasien memiliki kebiasaan bersentuhan pipi kalau bertemu dengan

teman-temannya. 1 hari yang lalu pasien mulai menyadari kalau pipi sebelah kiri

terasa semakin membesar dan makin nyeri, sehingga memutuskan untuk ke dokter.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan :

Pada pipi sebelah kiri terdapat pembengkakan pada daerah temporomandibuler,

teraba lunak dan nyeri pada penekanan, terdapat pergeseran tonsil sebelah kiri ke

medial seakan membesar, namun tidak hiperemis.

V. DIAGNOSIS BANDING

8

Page 9: CASE PAROTITIS.doc

- Bacterial Parotitis : Jika pada pemeriksaan fisik ada kecurigaan infeksi saluran ludah

karena bakteremia, atau ada gigi yang bolong, ato ada infeksi yang dapat menyebar

secara hematogen. Biasanya disertai dengan abses parotis.

Tumor Saluran Ludah : Jika pada pemeriksaan fisik didapatkan massa yang terfiksasi

dengan jaringan sekitarnya dan terdapat perbesaran KGB leher yang menandakan

metastasis, dan dapat juga menyebabkan paralilis wajah karena tumor nya menginvasi N.

VII.

VI. DIAGNOSIS KERJA

Diagnosis Kerja : Parotitis Akut ec Viral

Dasar diagnosis :

- Parotitis adalah infeksi virus akut yang menyerang kelenjar ludah terutama kelenjar

parotis dan ditandai dengan adanya kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran

dan penyumbatan saluran.

- Akut : Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak, kemerahan dan

pembengkakan pada daerah parotis.

- Viral : Penyebabnya dicurigai virus, yang tersering adalah gol. Paramxyovirus.

VII. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pemeriksaan Darah Rutin

VIII. PENATALAKSANAAN

Medika Mentosa

Antalgin (Metampiron) 500 mg 3x1.

Atau Parasetamol 500 mg 3x1.

Non Medika Mentosa

Diet lunak dan cair

Istirahat yang cukup

9

Page 10: CASE PAROTITIS.doc

Banyak minum air.

IX. ANJURAN

Menggunakan obat sesuai dengan anjuran dokter.

Kontrol kembali ke dokter jika gejala dirasakan tidak membaik atau bertambah

parah.

X. PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : bonam

10

Page 11: CASE PAROTITIS.doc

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI KELENJAR LIUR

Kelenjar parotis merupakan kelenjar liur utama yang terbesar dan menempati

ruangan di depan processus mastoid dan liang telinga luar. Di sebelah depan, kelenjar ini

terletak di lateral dari ramus asenden mandibula dan otot sternokleidomastoideus dan

menutupi bagian posterior abdomen otot digastricus. Kelenjar ini dipisahkan dari kelenjar

submandibula oleh ligamentum stilomandibularis. Bagian dalam dari kelenjar parotis

meluas ke posterior dan medial dari ramus asenden mandibula dan dikenal sebagai daerah

retromandibular. Bagian kelenjar inilah yang berdekatan dengan ruang parafaringeus.

Saraf fasialis meninggalkan tengkorak melalui foramen stilomastoideus dan

melewati bagian depan tepat di lateral dari prosesus stiloideus. Saraf ini kemudian masuk

ke substansi kelenjar parotis dan membagi menjadi dua saluran utama, yaitu

servikofasialis dan temporofasialis. Bagian temporofasialis kemudian memisah menjadi

cabang temporal dan zigomaticus, sedang servikofasialis memberikan cabang servikalis,

bagian tepi mandibula, dan bagian bukal yang melewati bagian depan tepat dibawah

duktus parotis. Jalan saraf fasialis melalui subtansi kelenjar parotis akan membagi

kelenjar, untuk keperluan klinis menjadi lobus superfisialis dan yang berjalan menjadi

medial dari saraf fasialis dikenal sebagai lobus profunda. Lobus profunda yang terletak

berdekatan dengan saraf cranial kesembilan, kesepuluh dan kesebelas, dan bagian arteri

karotis eksterna menjadi arteri temporalis superficial dan arteri maksilaris interna.

Duktus parotis kurang lebih panjangnya 6 cm dan muncul dari bagian anterior

kelenjar. Duktus ini melintasi otot maseter dan membelok tajam di atas batas anterior otot

maseter kemudian menembus otot businator. Duktus ini kemudian melanjut ke jaringan

submukosa mulut dan memasuki rongga mulut melalui papilla kecil berhadapan dengan

mahkota gigi molar kedua rahang atas.

Kelenjar submandibula terletah dibawah ramus mandibula horizontal dan dibungkus

oleh lapisan jaringan penyambung yang tipis. Kelenjar ini seluruhnya terletak di dalam

trigonum digastrikus yang dibentuk oleh bagian abdomen dari otot digastrikus anterior dan

11

Page 12: CASE PAROTITIS.doc

posterior. Di bagian tengah kelenjar ini dibatasi oleh otot stiloglosus dan higlosus , dan

dibagian depan dibatasi oleh otot miohioid. Sebagian besar bagian medial kelenjar

berhubungan erat dengan dasar mulut. Duktus submandibula atau ductus Wharton juga

memiliki panjang 6 cm. Ductus ini lewat antara otot milohioid dan hioglosus tepat

ditengah kelenjar sublingualis dan memasuki mulut tepat ditepi frenulum lidah.

Pasangannya kelenjar subliangualis terletak tepat dibawah dasar mulut bagian depan.

Salica disekresi masuk ke dasar mulut melalui beberapa duktus yang pendek.

Kelenjar sublingualis dan submandibularis merupakan kelenjar campuran, keduanya

terdiri dari bagian kelenjar serosa dan mukosa. Kelenjar parotis hampir seluruhnya terdiri

dari elemen serosa. Dalam keadaan istirahat kelenjar submandibula menghasilkan kurang

lebih 2/3 jumlah liur, dan kelenjar parotis memberikan kurang lebih 1/3 jumlah liur.

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Parotis

Respon air liur terhadap rangsangan tergantung pada reflex saraf yang dibawa oleh

sistem parasimpatis. Saraf parasimpatis kelenjar parotis mulai pada nucleus salivatorius

inferior. Serta-sertanya meninggalkan otak melalui saraf glossofaringeal dan melalui

telinga tengah, melintasi promontorium pada saraF jacobson’s. Pada pleksus timpanikus,

saraf ini memasuki saraf petrosus minor, oleh karena mecapai ganglion otikus. Serat post-

ganglion dari ganglion otikus mencapai kelenjar parotis memlalui bagian temporal

aurikularis saraf kelima. Saraf parasimpatis kelenjar submandibula berasal dari nucleus

salivatorius superior. Serat-seratnya memasuki saraf intermedius (saraf dari wrisberg) dan

mengikuti saraf fasialis memsuki bagian vertical mastoid. Serat-serat ini kemudian

12

Page 13: CASE PAROTITIS.doc

meninggalkan serat ketujuh pada korda timpani melalui telinga tengah, dan bergabung

dengan saraf lingualis. Serat-serat ini mengikuti saraf lingualis ke ganglion kecil yang

berhubungan erat dengan kelenjar submandibula. Serat-serat post-ganglion meninggalkan

ganglion submandibula melalui substansi kelenjar. Karena pemotongan dari saraf korda

timpani dan saraf jacobson’s tidak selalu menngurangi sekresi air liur, pasti ada jalur saraf

parasimpatis lain yang menyokong kelenjar. Diduga bahwa jalur-kalur ini melibatkan saraf

hipoglosus dan glossofaringeus. Saraf simpatis yang menyokong kelenjar liur mayor

dilaporkan menyebabkan aliran yang meningkat diikuti penurunan aliran sebagai

kompensasi. Karena tidak adanya elemen otot dalam kelenjar-kelenjar itu sendiri, maka

hal ini diyakini bahwa peningkatan aliran ini mungkin oleh karena kontraksi mioepitel,

atau sel-sel basket yang berhubungan dengan duktus striata.1

B. FISIOLOGI KELENJAR LIUR

Setiap hari diproduksi 1 sampai 2 liter air liur dan hampir semuanya ditelan dan

direabsorbsi. Proses sekresi dibawah kendali saraf otonom. Makanan dalam mulut

merangsang serabut saraf yang berakhir pada nucleus pada traktus solitaries dan pada

akhirnya merangsang nukleus saliva pada otak tengah. Pengeluaran air liur juga

dirangsang oleh penglihatan, penciuman melalui impuls dari kerja korteks pada nukleus

saliva batang otak. Aktivitas simpatis yang terus menerus menghambat produksi air liur

seperti pada kecemasan yang menyebabkan mulut kering. Obat-obatan yang menghambat

aktivitas parasimpatis juga menghambat produksi air liur seperti obat antidepresan,

transquillizers, dan obat analgesic opiate dapat menyebabkan mulut kering (xerostomia).

Air liur terdiri atas air dan mucin, membentuk seperti lapisan gel pada mukosa oral

dan membasahi makanan (lubrikasi). Lubrikasi penting untuk mengunyah dan

pembentukan bolus makanan sehingga memudahkan untuk ditelan. Air liur juga

mengandung amilase, yang berperan dalam pencernaan karbohidrat. Air liur mengandung

enzim antibakteri seperti lisozim dan immunoglobulin yang membantu mencegah infeksi

serius dan mengatur flora bakteri yang menetap di mulut. Saluran air liur relative

impermeabel terhadap air dan mensekresi kalium, bikarbonat, kalsium, magnesium, ion

fosfat dan air. Jadi produk akhir dari kelenjar air liur adalah hipotonik, cairan yang bersifat

13

Page 14: CASE PAROTITIS.doc

basa yang kaya akan kalsium dan fosfat . Komposisi ini penting untuk mencegah

demineralisasi enamel gigi.

C. DEFINISI

Parotitis epidemika ialah penyakit virus akut yang biasanya menyerang kelenjar

ludah terutama kelenjar parotis. Gejala khasnya yaitu terjadi pembesaran kelenjar ludah

terutama kelenjar parotis 2

Parotitis epidemika (gondongan) adalah suatu infeksi virus menular yang

menyebabkan pembengkakan unilateral (satu sisi) atau bilateral (kedua sisi) pada kelenjar

liur disertai nyeri. Pada saluran kelenjar ludah terjadi kelainan berupa pembengkakan sel

epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran.3

D. EPIDEMIOLOGI

Sebelum ditemukan vaksin parotitis pada tahun 1967, parotitis epidemika merupakan

penyakit yang sangat sering ditemukan pada anak. Insidens pada umur < 15 tahun adalah

85% dengan puncak insidens kelompok umur 5-9 tahun. Setelah ditemukan vaksin

parotitis, kejadian parotitis epidemika menjadi sangat jarang. Di negara barat seperti

Amerika dan Inggris, rata-rata didapat kurang dari 1.000 kasus per tahun. Demikian pula

insidens parotitis bergeser pada anak besar dan dewasa muda serta menyebabkan kejadian

luar biasa ditempat kuliah atau tempat kerja. Di Indonesia, tidak didapatkan adanya data

mengenai insidens terjadinya parotitis epidemika.3

Jika dibandingkan dengan campak atau cacar air, gondongan tidak terlalu menular.

Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemik atau

epidemik. Parotitis epidemika merupakan penyakit infeksi pada anak yang mana pada

kasusnya terjadi sekitar 30-40% yang kasusnya merupakan penyakit

asimptomatik. Epidemi terjadi pada semua musim tetapi sedikit lebih sering pada musim

dingin akhir dan musim semi. Sumber infeksi mungkin sukar dilacak karena 30-40%

infeksi adalah subklinis. Kebanyakan penyakit ini menyerang anak-anak yang berumur 2-

15 tahun, namun pada orang dewasa justru lebih berat. Jarang ditemukan pada anak yang

berumur kurang dari 2 tahun.4

Jika seseorang pernah menderita gondongan, maka dia akan memiliki kekebalan

seumur hidupnya. Yang terkena biasanya adalah kelenjar parotis, yaitu kelenjar ludah yang

14

Page 15: CASE PAROTITIS.doc

terletak diantara telinga dan rahang. Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis

(buah zakar), sistem saraf pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya. Adapun

mereka yang beresiko besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah mereka yang

menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar

tiroid dan mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh.4

E. ETIOLOGI

Parotitis epidemika biasanya disebabkan oleh anggota dari grup paramyxovirus,

yang juga termasuk di dalamnya virus parainfluenza, measles, dan virus Newcastle

disease.2

Virus tersering yang menyebabkan parotitis epidemika adalah virus parotitis. Virus

ini merupakan virus ribonucleic acid (RNA) rantai tunggal yang termasuk dalam genus

paramyxovirus, dan merupakan salah satu virus parainfluenza dengan manusia sebagai

satu-satunya inang (host). Ukuran dari partikel paramyxovirus sebesar 90 – 300 mµ. Virus

ini mudah menular melalui droplet, kontak langsung, muntahan, dan urin. Infeksi parotitis

epidemika ditandai dengan gejala prodromal berupa demam, nyeri kepala, nafsu makan

menurun selama 3-4 hari, yang diikuti peradangan kelenjar parotis (parotitis) dalam waktu

48 jam dan dapat berlangsung selama 7-10 hari. Penularan terjadi 24 jam sebelum sampai

3 hari setelah terlihatnya pembengkakan kelenjar parotis. Satu minggu setelah terjadi

pembengkakan kelenjar parotis pasien dianggap sudah tidak menular.3

F. KLASIFIKASI

Klasifikasi dari parotitis epidemika berupa:4

- Parotitis Rekuren

Sudah pernah terinfeksi sebelumnya kemudian kambuh. Anak-anak mudah

terkena parotitis kambuhan yang timbul pada usia antara 1 bulan hingga akhir masa

kanak-kanak. Kambuhan berarti sebelumnya anak telah terinfeksi virus kemudian

kambuh lagi

- Parotitis Akut

Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak, kemerahan dan

pembengkakan pada daerah parotis. Dapat timbul sebagai akibat pasca-bedah yang

15

Page 16: CASE PAROTITIS.doc

dilakukan pada penderita terbelakang mental dan penderita usia lanjut, khususnya

apabila penggunaan anestesi umum lama dan adanya gangguan dehidrasi.

G. GEJALA KLINIK

Masa inkubasi berkisar dari 14-24 hari dengan puncak pada hari ke-17 dan 18. Pada

anak, manifestasi prodormal jarang terjadi tetapi mungkin tampak bersama dengan demam,

nyeri otot (terutama pada leher), nyeri kepala, dan malaise. Awalnya ditandai dengan nyeri dan

pembengkakan parotis yang khas, mula-mula mengisi rongga antara tepi posterior mandibula

dan mastoid kemudian meluas dalam deretan yang melengkung ke bawah dan ke depan, di atas

dibatasi oleh zigoma. Edema kulit dan jaringan lunak biasanya meluas lebih lanjut dan

mengaburkan batas pembengkakan kelenjar, sehingga pembengkakan lebih mudah disadari

dengan pandangan daripada dengan palpasi.2

Pembengkakan terjadi dengan cepat dalam waktu beberapa jam dengan puncak pada

1-3 hari. Pembengkakan jaringan mendorong lobus telinga ke atas dan ke luar, dan sudut

mandibula tidak lagi dapat dilihat. Pembengkakan perlahan-lahan menghilang dalam 3-7

hari. Satu kelenjar parotis biasanya membengkak sehari atau dua hari sebelum yang lain,

tetapi lazim pembengkakan terbatas pada satu kelenjar. Daerah pembengkakan terasa lunak

dan nyeri. Edema faring dan palatum mole homolateral menyertai pembengkakan parotis

dan memindahkan tonsil ke medial. Pembengkakan parotis biasanya disertai dengan

demam sedang hingga 40°C.2

H. PATOGENESIS

Virus mumps masuk tubuh melalui hidung atau mulut yang berasal dari percikan

ludah, kontak langsung dengan penderita parotitis lain, muntahan, dan urin. Infeksi akut

oleh virus mumps pada kelenjar parotis dibuktikan dengan adanya kenaikan titer IgM dan

IgG secara bermakna dari serum akut dan serum konvalesens. Masa inkubasi 15 sampai 21

hari kemudian virus bereplikasi di dalam traktus respiratorius atas. Semakin banyak

penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi proliferasi di parotis / epitel traktus

respiratorius kemudian terjadi viremia (ikutnya virus ke dalam aliran darah) dan

selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar / saraf yang kemudian akan menginfeksi

glandula parotis. Keadaan ini disebut parotitis.4

16

Page 17: CASE PAROTITIS.doc

Bila testis terkena infeksi maka terdapat perdarahan kecil dan nekrosis sel epitel

tubuli seminiferus. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis

jaringan.5

I. PATOFISIOLOGI

Pada umumnya penyebaran paramyxovirus sebagai agen penyebab parotitis melalui

kontak langsung dengan penderita, droplet, urin dan muntahan penderita. Dari berbagai

cara tadi virus masuk melalui saluran pernapasan baik hidung maupun mulut. Virus

mengalami masa inkubasi 12 sampai 25 hari kemudian virus bereplikasi dan mengalami

masa viremia awal selama 3-5 hari. Setelah replikasi awal, virus bereplikasi di kelenjar

parotis, menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi.6

Reaksi inflamasi merangsang keluarnya bradikinin yang akan merangsang saraf

sensorik dan mengakibatkan nyeri. Selain bradikinin, reaksi inflamasi tadi merangsang

pengeluaran histamin yang berakibat pada peningkatan permeabilitas pembuluh darah

sehingga terjadi edema pada pipi. Edema pada pipi dapat menekan saraf aurikula temporal

sehingga terjadi nyeri pada telinga. Selain itu reaksi imun yang terjadi saat masa viremia

awal mengakibatkan keluarnya IL-1, kemudian IL-1 menghasilkan pirogen endogen yang

akan diteruskan menuju hipotalamus sebagai pusat regulasi suhu tubuh untuk merangsang

prostaglandin dan akan menimbulkan demam.6

J. PENEGAKKAN DIAGNOSIS

Penegakkan diagnosis dari parotitis epidemika yaitu :2

- Anamnesis

o Gejala yang pertama terlihat adalah nyeri ketika mengunyah atau menelan, terutama

jika menelan cairan asam misalnya jeruk.

o Demam, biasanya suhu mencapai 38,9-40o Celcius

o Pembengkakan kelenjar terjadi setelah demam

o Nafsu makan berkurang

o Menggigil

o Sakit kepala

17

Page 18: CASE PAROTITIS.doc

Gambar 2. Pembesaran kelenjar parotis

- Pemeriksaan Fisik

o Suhu meningkat mencapai 38,9-40o Celcius

o Pembengkakan di daerah temporomandibuler (antara telinga dan rahang)

o Nyeri tekan pada kelenjar yang membengkak

Gambar 3. Palpasi di daerah sekitar kelenjar parotis

18

Page 19: CASE PAROTITIS.doc

- Pemeriksaan Penunjang

Dalam prakteknya pemeriksaan penunjang tidak banyak dilakukan, sebab dari

anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah terdiagnosis. Namun jika gejala tidak jelas

diagnosis didasarkan pada :a. Pemeriksaan laboratorium menunjukan jumlah leukosit normalb. Uji serologi untuk membuktikan spesifik mumps antibodi.2

- Tes Neutralization antibodies (NT)

- Kenaikan titer yang bermakna dari Complement Fixing antibody (CF)

K. PENATALAKSANAAN

Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh / hilang sendiri)

yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi spesifik bagi infeksi

virus mumps oleh karena itu pengobatan parotitis seluruhnya simptomatis dan suportif .7

Penderita rawat jalan

Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi, keadaan umum

cukup baik.

Istirahat yang cukup

Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup

Medikamentosa (simtomatik) :

Antalgin (Metampiron) adalah derivat metansulfonat dan amidopirina yang

bekerja terhadap susunan saraf pusat yaitu mengurangi sensitivitas reseptor rasa

nyeri dan mempengaruhi pusat pengatur suhu tubuh. Tiga efek utama adalah

sebagai analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi. Antalgin mudah larut dalam air

dan mudah diabsorpsi ke dalam jaringan tubuh.

Dosis antalgin yang digunakan :

Dewasa : 500-1000 mg diberikan 3-4 kali sehari (maksimum 3 gram sehari).

Anak-anak : 250-500 mg diberikan 3-4 kali sehari (maksimum 1 gram untuk <

6 tahun dan 2 gram untuk 6 - 12 tahun). 

1. Parasetamol : 7,5 – 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis

19

Page 20: CASE PAROTITIS.doc

Penderita rawat inap

Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala hebat, gejala saraf

perlu rawat inap di ruang isolasi.

Diet lunak, cair dan TKTP

Analgetik-antipiretik Penanganan komplikasi tergantung jenis komplikasinya.7

L. KOMPLIKASI

Komplikasi dari infeksi mumps lazimnya adalah keterlibatan sistem saraf pusat

(meningitis), tetapi tidak sering. Meningitis terjadi pada 15% dari pasien yang terinfeksi

mumps, tetapi tanpa adanya kerusakan permanen. Hingga 50% dari laki-laki yang sudah

mengalami pubertas terkena orchitis (pembengkakan testis) sebagai komplikasi mumps.

Kira-kira setengah dari pasien orchitis memiliki resiko terjadinya atropi testis, tetapi jarang

hingga menimbulkan kemandulan.8

Oophoritis (pembengkakan ovarium) dan mastitis dapat terjadi pada wanita yang

telah mengalami pubertas. Peningkatan jumlah kejadian abortus spontan telah ditemukan

pada wanita hamil trimester 1 kehamilannya yang sedang mengalami infeksi mumps,

namun belum ditemukan adanya bukti bahwa mumps dapat menyebabkan cacat bawaan.

Deafness (tuli) pada satu telinga atau kedua telinga dapat terjadi pada 1/20.000 kasus yang

telah dilaporkan.8

M. PROGNOSIS

Prognosis dari parotitis epidemika umumnya baik, tetapi pada kondisi tertentu dapat

terjadi komplikasi.9

N. PENCEGAHAN

Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara imunisasi pasif dan

imunisasi aktif. Cara ini merupakan pendekatan terbaik untuk menurunkan angka

morbiditas dan mortalitas akibat gondongan.10

A. Pasif : antibodi yang didapatkan dari ibu melalui plasenta dapat melindungi bayi dari

parotitis epidemika. Maka dari itu, jarang ditemukan gondong pada bayi kurang dari 6

20

Page 21: CASE PAROTITIS.doc

bulan. Selain itu, Gamma globulin parotitis hiperimun tidak efektif dalam mencegah

parotitis atau mengurangi komplikasi.10

B. Aktif : dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis hidup yang

dilemahkan (Mumpsvax-merck, sharp and dohme). Vaksin ini tidak menyebabkan panas

atau reaksi lain serta tidak mengekskresi virus dan tidak menular terhadap kelompok

yang rentan. Jarang ditemukan parotis yang dapat berkembang selama 7-10 hari

sesudah vaksinasi.10

21

Page 22: CASE PAROTITIS.doc

BAB IV

PENUTUP

Parotitis adalah infeksi virus akut yang menyerang kelenjar ludah terutama kelenjar

parotis dan ditandai dengan adanya kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan

penyumbatan saluran. Virus yang sering menyebabkan parotitis adalah virus mumps, yang

merupakan bagian dari genus paramyxovirus, dan selain itu dapat pula disebabkan oleh virus

parainfluenza, measles, dan virus Newcastle disease.

Manifestasi klinis parotitis antara lain demam, nyeri otot (terutama pada leher), nyeri

kepala, malaise, pembengkakan parotis, edema faring dan palatum mole homolateral. Virus

mumps masuk tubuh melalui hidung atau mulut yang berasal dari percikan ludah, kontak

langsung dengan penderita parotitis lain, muntahan, dan urin. Kemudian mengalami masa

inkubasi, replikasi dan viremia, yang mana merangsang mediator inflamasi sehingga muncul

nyeri, edema dan demam.

Tidak ada terapi spesifik bagi infeksi virus mumps oleh karena itu pengobatan parotitis

seluruhnya simptomatis dan suportif, berupa istirahat cukup, diet nutrisi, serta pemberian

analgetik-antipiretik. Komplikasi yang mungkin terjadi berupa meningitis, orkitis, oophoritis,

mastitis, abortus spontan, dan tuli. Prognosis umumnya baik. Pencegahan parotitis yaitu

pemberian imunisasi baik secara aktif atau pasif.

22

Page 23: CASE PAROTITIS.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams GL, Boles LR, Higler PH. Buku ajar penyakit THT. Ed 6. Jakarta : EGC; 1997.

h. 305-7

2. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. Ilmu Kesehatan Anak

Nelson. Jakarta : EGC; 2000.

3. Pudjiadi, Marissa TS, Hadinegoro SRS. Orkitis pada Infeksi Parotitis Epidemika :

laporan kasus. Sari Pediatri. 2009. h. 47-51.

4. Maharani, Laillyza A, Soenartyo H. Mumps Unilateral Pada Pasien Remaja. Oral

Medicine Dental Journal. 2009. h. 1-5.

5. Yvonne M. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit EGC; 2000.

6. Ray CG. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Harrison. Jakarta : EGC; 2008.

7. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan Pediatrik

Tropis. Jakarta : Penerbit IDAI. 2008

8. Wielders CC, Binnendijk RS, Snijders BE, Tipples GA, et al . Surveillance and

outbreak reports : mumps epidemic in orthodox religious low-vaccination communities

in the netherlands and canada, 2007 to 2009. Eurosurveillance. 2011.h . 1-9.

9. Turek, PJ. Smith’s General Urology. Singapore : Lange Mc. Graw Hill. 2004

10. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah : Ilmu Kesehatan Anak 2.

Jakarta : Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

23