Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing
-
Upload
cahyarani-wulansari -
Category
Documents
-
view
49 -
download
0
Transcript of Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL
Nama Mahasiswa : Cahyarani Wulansari Dokter Pembimbing : dr. H.R. Setyadi, Sp.A
NIM : 030.08.063 Tanda tangan :
I. IDENTITAS PASIEN
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An. A Tn. B Ny. S
Umur 4 tahun 37 tahun 32 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan
Alamat Lebeteng, Tarub, RT. 09 RW 02
Agama Islam Islam Islam
Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa
Pendidikan - SMA SMA
Pekerjaan - Wiraswasta IRT
Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung
II. DATA DASAR
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 8 Maret
2014 pukul 10.00 WIB di bangsal Melati serta didukung dari catatan medis.
Keluhan utama : Batuk Berdahak
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Spesialis Anak diantar oleh orangtuanya dengan keluhan batuk
sejak 2 minggu sebelum ke poli. Awalnya batuk kering, setelah 1 minggu batuk tidak
membaik mulai muncul dahak. Dahaknya sulit keluar. Sudah berobat 1x ke klinik namun
tidak membaik. Dan sudah bolak balik beli obat di apotik juga tidak membaik.
Selain batuk, pasien juga demam sejak 2 minggu sebelum ke poli. Demam muncul
bersamaan dengan batuknya. Demam naik turun. Turun terutama setelah minum obat.
Pasien tidak menggigil, tidak juga mengeluhkan tangan atau kaki yang dingin. Setelah 1
minggu demam, pasien juga tidak ada keluhan sering mengigau di malam hari, tidak ada
keluhan mual, muntah, bab cair atau sulit bab.
Pasien mengaku seminggu sebelum ke poli sering terbangun di malam hari karena
sesak. Ketika terbangun terkadang disertai keringat dingin. Setelah duduk beberapa saat
sesaknya berkurang dan pasien dapat tidur kembali. Ibu mengatakan sejak kecil anaknya
memang sering batuk-batuk dan demam. Tapi biasanya dengan obat dari apotik saja sudah
membaik. Saat pasien berusia 7 bulan pasien pernah dirawat karena ada infeksi paru-paru.
Nafsu makan pasien bagus, Ibu mengaku makan teratur 3x sehari, minum susu, dan
suka makan makanan ringan, namun berat badannya susah naik. Ibu pasien mengaku
terkadang anaknya mengeluhkan ada yang bergerak-gerak dianusnya dan gatal. Sering kali
hingga anak terlihat menggaruk-garuk anusnya. Kemudian saat dilihat oleh ibunya ada yang
bergerak berwarna putih seperti parutan kelapa. Menurut Ibu hal ini sering terjadi namun
diabaikan karena hanyak mengganggu kadang-kadang.
Ibu pasien mengaku terakhir kali memberikan obat cacing 1 tahun yang lalu. Selama
dirawat, sesak pasien berkurang, frekuensi batuk juga berkurang, dan demam sudah tidak
muncul lagi. Setelah 3 hari dirawat, pasien diijinkan untuk rawat jalan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah menderita infeksi paru-paru saat berusia 7 bulan
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami hal serupa
Tidak ada anggota keluarga yang sedang menderita sakit paru-paru/pengobatan rutin
6 bulan
Tidak ada yang memiliki riwayat sesak nafas, alergi, asma, penyakit jantung
Tetangga pasien ada yang sedang pengobatan paru rutin selama 6 bulan
Riwayat Pemeriksaan Antenatal
Ibu pasien P2A0 saat itu 28 tahun, hamil 39 minggu, HPHT Ibu lupa. Ibu
mengatakan berat badan naik selama hamil tapi tidak tahu berapa. Tidak pernah minum susu
kehamilan dan makan 3x sehari, tidak ada konsumsi jamu ataupun obat-obatan. Riwayat
haid teratur, siklus haid ± 28 hari, lama haid ± 5-6 hari, tidak pernah merasa nyeri selama
haid.
Ibu mengaku rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan selama hamil dan
menjelang persalinan. Ibu memeriksakan kehamilan setiap bulan hingga trimester kedua.
Dan 2 minggu sekali mulai dari trimester ke 3. Tidak ada riwayat trauma dan tidak ada
keluar air-air atau darah selama hamil. Masuk minggu ke 39 pasien merasakan mulas-mulas.
Kesan: riwayat kehamilan baik dan pemeriksaan antenatal baik
Riwayat Persalinan
Kelahiran :
Tempat kelahiran : Praktek Bidan
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : Persalinan Spontan
Masa gestasi : 39 minggu
HPHT : Ibu lupa
Tanggal kelahiran : 15 Agustus 2009
Air ketuban : Tidak didapatkan data
Keadaan bayi :
Berat badan lahir : 3800 gram
Panjang badan lahir : 50 cm
Lingkar kepala : Ibu lupa
Langsung menangis : Kuat
Nilai APGAR : tidak didapatkan data
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesan : Neonatus aterm, lahir spontan dengan usaha nafas spontan baik.
Riwayat Pemeliharaan Postnatal
Pemeliharaan postnatal dilakukan di Posyandu dan anak dalam keadaan sehat.
Riwayat Keluarga Berencana
Ibu pasien belum mengikuti program KB
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan : Berat badan lahir 3800 gram. Panjang badan lahir 50 cm.
Berat badan sekarang 13 kg. Panjang badan 100 cm.
Perkembangan : Psikomotor
Senyum : Ibu Lupa
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Gigi keluar : 6 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 12 bulan
Kesan : riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak baik
Riwayat Makan dan Minum Anak
Ibu memberikan ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bulan
Usia 6 bulan diberikan ASI dan bubur susu.
Usia 8 bulan diberikan ASI, bubur tim, dan biskuit lunak.
Usia 1 tahun diberikan makanan lunak dan pisang yang dilumatkan.
Usia 1,5 tahun anak telah makan nasi, lauk pauk, dan sayur
Jenis Makanan Frekuensi
Nasi 3x 3-4 sendok makan
Tahu / tempe 2-3x seminggu
Ikan dan daging 1-2x seminggu
Sayur 1-2x seminggu
Telur 2-3x seminggu
Kesan : Kualitas makanan cukup baik dan kuantitas makanan kurang baik
Riwayat Imunisasi
VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)
BCG 1 bulan - - - - -
DPT/ DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
POLIO 2 bulan 4 bulan 6 bulan 3 tahun - -
CAMPAK - - 9 bulan - - -
HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - - -
Kesan : Imunisasi Dasar Lengkap mengikuti jadwal
Riwayat Keluarga
Corak Reproduksi
No usia Jenis
Kelamin
Hidup Lahir
Mati
Abortus Mati Keterangan
1
2
12 Tahun
4 Tahun
Laki-laki
Laki-laki
Hidup
Hidup
-
-
-
-
-
-
Sehat
Sakit
Silsilah atau Ikhtisar Keturunan
Keterangan :
: laki-laki : perempuan : meninggal : pasien
Kesan : tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti pasien.
Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien menanggung 1 orang istri dan 2 orang anak yaitu kakak pasien serta
pasien. Ayahnya bekerja sebagai wiraswasta dengan penghasilan rata-rata sekitar Rp.
3.000.000,- sebulan dan merasa cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari serta bisa
menyisihkan untuk menabung.
Kesan : riwayat ekonomi baik
Riwayat Lingkungan
Kepemilikan rumah : Rumah Sendiri
Keadaan rumah :
Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan kakaknya. Tempat tinggal pasien
berukuran 10 x 20 m, beratap genteng, dengan plafon, lantai dikeramik dengan 3 kamar
tidur yang berjendela, 1 ruang tamu, 2 kamar mandi, ruang makan dan dapur yang
bersatu. Terdapat 2 buah jendela di masing-masing ruangan, jendela sering dibuka,
udara masuk melalui pintu dan ventilasi. Jarak septic tank ± 15 meter ke sumber air.
Sumber air berasal dari sumur pompa air sendiri, penerangan dengan listrik. Sistem
pembuangan air limbah disalurkan melalui selokan di depan rumah.
Kesan : rumah dan sanitasi lingkungan cukup baik
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 8 Maret 2014, pukul 10.30 WIB di bangsal
Melati. Anak laki-laki, usia 4 tahun, berat badan sekarang 13kg, panjang badan 100 cm.
Kesan umum :
Tampak sakit Sedang, Compos mentis, sesak napas (+), sianosis (-), anemis (-), kejang
(-), ikterik (-).
Tanda vital
Tekanan darah : 90/70 mmHg
Laju jantung : 96x/menit, reguler
Pernapasan : 24x/menit
Suhu : 36,7°C (Axilla)
Data Antropometri
Berat badan sekarang 13 kg
Tinggi badan sekarang 100cm
Status Generalis
Kepala
Mesocephal, rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit
kepala tidak ada kelainan.
Mata
Mata cekung (-/-), palpebra oedem (-/-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis
(-/-)
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), bentuk normal, sekret (-/-), septum deviasi (-)
Telinga
Normotia, discharge (-/-)
Mulut
Sianosis (-), trismus (-), stomatitis (-), bercak-bercak putih pada lidah dan
mukosa (-), bibir kering (-)
Leher
Pendek, pergerakan baik, tumor(-), tanda trauma (-)
Thorax
Paru
Inspeksi : simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, retraksi suprasternal
(-), subcostal (-), intercostalis (-)
Palpasi : stem fremitus simetrim pada kedua lapang paru, aerola mammae
teraba, papilla mammae (+/+)
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, suara nafas tambahan (-/-), ronkhi (+/+),
wheezing (-/-), hantaran (-/-)
Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 4 lateral garis MCS
Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi :datar
Auskultasi :bising usus (+)
Palpasi :supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba.
Perkusi :timpani diseluruh lapang abdomen
Tulang Belakang
Dalam batas normal
Genitalia
Laki-laki, testis turun ke dalam kantung pelir, tidak ada kelainan
Anorektal
Anus (+), hiperemis (-)
Anggota gerak
Keempat anggota gerak lengkap sempurna, tonus (+) pada keempat ekstremitas
Ekstremitas
Superior Inferior
Deformitas - /- - /-
Akral dingin - /- -/-
Akral sianosis - /- - /-
Ikterik - /- - /-
CRT < 2 detik < 2 detik
Tonus Normotoni Normotoni
Kulit : Sianotik (-), ikterik (-), anemis (-), turgor kulit abdomen kembali < 2 detik.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah (05/03/2014)
Pemeriksaan Nilai Satuan Nilai Rujukan
Lekosit 6.6 10^3/uL 6.0-17.0
Eritrosit 4.3 10^6/uL 3.9-5.9
Hemoglobin 11.7 g/dL 11.5-13.5
Hematokrit 33.7 % 34-40
MCV 78.4 U 76-96
MCH 27.2 Pcg 27-31
MCHC 34.7 g/dL 33.0-37.0
Trombosit 219 10^3/uL 150-400
Diff
Neutrofil 59.4 % 50-70
Limfosit 29.8 % 25-40
Monosit 10.6 % 2-8
Eosinofil 0 % 2-4
Basofil 0.2 % 0-1
LED
LED 1 Jam 17 mm/jam 0-20
LED 2 Jam 45 mm/jam 0-35
Widal
St-O Negatif Negatif
St-H Negatif Negatif
S pt-AH Negatif Negatif
Foto thorax
Hasil pemeriksaan foto thorax tanggal 5 Maret 2014
Infiltrat Paracardial (+)
Silhoute sign (+)
COR CTR < 0,5
Kesan: Bronkopneumoni
V. PEMERIKSAAN KHUSUS
Data antropometri:
Bayi Laki-laki usia : 4 tahun
Berat badan : 13 kilogram
Tinggi badan : 100 cm
Pemeriksaan Status Gizi
Pertumbuhan fisik bayi laki-laki menurut CDC 2000 :
BB/U= 13/16 x100% = 81,25% (Gizi Kurang)
TB/U = 100/102 x 100% = 98% (Tinggi normal)
BB/TB = 13/15 x 100% = 86,67% (Gizi Kurang)
Kesan : Berat badan kurang, tinggi badan normal dan status gizi kurang
VI. MASALAH
Sesak
Batuk
Demam
Status Gizi Kurang
VII. DIAGNOSIS BANDING
1. Sesak
Intrapulmonal
Bronchopneumonia
Bronchiolitis
Ekstrapulmonal
PJB Asianotik : VSD, ASD, PDA
PJB Sianotik : TOf
Compensated/Decompensatio cordis
2. Demam dan batuk
Bronchopneumonia
Bronchiolitis
TB paru
3. Status gizi kurang
Faktor penyakit
Faktor asupan
Faktor individu
VIII. DIAGNOSIS KERJA
Bronkopneumoni
Susp. Infeksi cacing
Status Gizi Kurang
IX. PENATALAKSANAAN
a. Non Medikamentosa:
- Edukasi keluarga dan pasien untuk menjaga kebersihan terutama mencuci
tangan sebelum dan sesudah makan
- Menjaga asupan makanan agar mempercepat proses penyembuhan,
terutama yang mengandung karbohidrat, protein dan lemak.
- Membuat minum obat cacing sebagai rutinitas setiap 6 bulan 1x
b. Medikamentosa:
- PO. Amoxicilin 3x130mg
- PO. Kloramfenicol syr 3x125mg
- PO. Paracetamol 4x130mg
- PO. Pirantel Pamoat (dosis tunggal) 130mg
X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
XI. SARAN
Pemeriksaan :
- CRP
- Mikrobiologis
- AGD (analisa gas darah)
XII. NASEHAT
Diberikan edukasi kepada keluarga dan anak untuk melakukan perubahan pola hidup
menjadi hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan terutama
sebelum dan sesudah makan agar mencuci tangannya untuk mengurangi resiko terinfeksi
berbagai macam penyakit yang penyebarannya melalui oral fecal, beristirahat yang cukup,
rajin berolahraga
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi
antara lain:
1. Vaksinasi Pneumokokus
2. Vaksinasi H. influenza
3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
ANALISA KASUS
Diagnosa pada pasien ini adalah bronkopneumoni, susp.infeksi parasit, gizi kurang.
Diagnosa ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus dan
pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Ibu mengaku anaknya batuk dan demam sejak 2 minggu sebelum ke poli. Batuk
awalnya kering, kemudian seminggu sebelum ke poli batuk menjadi berdahak. Demam
muncul bersamaan dengan batuk. Demam naik turun. Selain itu pasien juga mengaku sesak
sejak 1 minggu sebelum ke poli. Sesak terutama dirasakan saat malam hari dan terbangun
saat tidur. Terkadang disertai keringat dingin.
Ibu mengatakan anaknya sering mengeluh ada yang bergerak dianusnya. Terkadang
terasa sangat gatal hingga anak menggaruknya. Ketika dilihat oleh ibunya, terlihat seperti
ada yang bergerak berwarna putih seperti parutan kelapa. Ibu menganggap ini hal biasa.
Terakhir kali ibu memberikan obat cacing adalah 1 tahun yang lalu.
Dari data ini dapat disimpulkan bahwa pasien kemungkinan menderita
bronkopneumoni dan infeksi cacing. Hal ini didukung dari batuk yang sudah berlangsung
selama 2 minggu, disertai demam. Adanya sesak dan riwayat infeksi paru-paru saat usia
pasien 7 bulan juga menguatkan diagnosis kearah bronkopneumoni. Dari kriteria klinis
diagnosis bronkopneumoni menurut WHO, pasien dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia
berat, karena terdapat nafas sesak dan diperlukan perawatan dan pemberian antibiotik.
Keluhan berupa gatal didaerah anus dan menurut pengakuan ibu terlihat ada yang
bergerak seperti parutan kelapa mengarah ke infeksi cacing oxyuris vermicularis.
Kecenderungan anak merasa gatal dimalam hari, suka menggaruknya dan diketahui riwayat
anak jarang mencuci tangannya sebelum dan sesudah makan semakin menguatkan
kecurigaan kepada infeksi cacing oxyuris vermicularis.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, KU : Tampak sakit Sedang, Compos mentis, sesak napas
(↓), sianosis (-), anemis (-), kejang (-), ikterik (-). Tanda vital, status generalis kepala, mata,
jantung, abdomen, genitalia, ekstremitas, dan kulit dalam batas normal. Pada pameriksaan
thorak ditemukan suara nafas vesikuler dengan ronkhi +/+ pada kedua basal paru. Saat ini
pasien sudah dalam keadaan perbaikan, nafsu makan dan minum baik.
Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pemeriksaan darah lengkap saat pasien datang dengan hasil Hematokrit
33.7, Eosinofil 0, Monosit 10.6, LED 2 Jam 45. Dari hasil laboratorium ini menunjukkan
adanya penurunan hematokrit, peningkatan monosit dan penurunan eosinofil
menggambarkan terjadinya proses infeksi yang mulai berjalan ke arah kronik. Monosit yang
berfungsi sebagai pertahanan kedua terhadap infeksi bakteri meningkat. Walaupun pada
pemeriksaan awal tidak ditemukan leukositosis, namun kecurigaan kearah infeksi bakteri
belum dapat disingkirkan. Oleh karena itu untuk memastikan diperlukan pemeriksaan
tambahan berupa CRP dan mikrobiologis.
Foto Thorax terdapat infiltrat paracardial, silhoute sign (+), CTR,0,5. Kesan
Bronkopneumoni. Dari hasil pemeriksaan thorax menguatkan diagnosis ke arah
bronkopneumoni disesuaikan dengan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pada pasien
terdapat gejala klinis berupa takipnea, batuk dan ronkhi sehingga sudah benar dilakukan
pemeriksaan ro thorax ap dan lateral. Gambaran infiltrat yang letaknya lebih di daerah basal
juga menguatkan kecurigaan terhadap bronkopneumoni ec infeksi bakterial.
TINJAUAN PUSTAKA
Bronkopneumoni
Definisi
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus /
bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus
paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).
Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang
lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat
(Suzanne G. Bare, 1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-
paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh
bakteri,virus, jamur dan benda asing.
Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.(1)
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data
SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian
nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura,
nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa
penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas
akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah
12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi
pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10
%.Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%.
Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk
mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak
segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara
empiris.Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran
napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di SMF Paru
RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara
penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis,
pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus
nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 %
diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data
sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia
komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per
tahun.
Etiologi
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :
Faktor Infeksi
- Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
- Pada bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.
- Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
- Pada anak besar – dewasa muda :
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.
Faktor Non Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
- Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung ( zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
- Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk
jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti
latoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian
makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit
tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang
mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan
minyak ikan .
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang
berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak,
malnutrisi energy protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang
tidak sempurna merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.
Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada
umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan
bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan
terapi yang lebih relevan.Pembagian secara anatomis :
- Pneumonia lobaris
- Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
- Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)
- Pembagian secara etiologi :
- Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus
pneumonia, Haemofilus influenzae.
- Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus
- Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis,
Blastomycosis, Cryptoccosis.
- Corpus alienum
- Aspirasi
- Pneumonia hipostatik
Patogenesis
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di
dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara,
antara lain :Inhalasi langsung dari udaraAspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring
dan orofaring Perluasan langsung dari tempat-tempat lain Penyebaran secara hematogen
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah
infeksi yang terdiri dari : Susunan anatomis rongga hidung Jaringan limfoid di nasofaring
Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang
dikeluarkan oleh sel epitel tersebut. Refleks batuk. Refleks epiglotis yang mencegah
terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring
kelenjar limfe regional. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig
A. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai
antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme
dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli
dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : A. Stadium I (4 – 12 jam
pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi.
Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel
mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler
dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida
maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan
penurunan saturasi oksigen hemoglobin. B. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut
hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang
terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. C. Stadium III (3 – 8 hari) Disebut
hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan
terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus
masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan
kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. D.
Stadium IV (7 – 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon
imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
Gambaran Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40˚C dan mungkin disertai
kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan
dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk
biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa
hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Inspeksi : pernafasan cuping hidung (+), sianosis
sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga. Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi
yang sakit. Perkusi : Sonor memendek sampai beda Auskultasi : Suara pernafasan mengeras
(vesikuler mengeras) disertai ronki basah gelembung halus sampai sedang.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang
terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin
hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia
menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara
pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar
lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm3 dengan
pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan
infeksi virus atau mycoplasma.
b. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun
c. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses
luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi
(bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia
mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.
d. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
e. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi
transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi
organisme penyebab. Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak
diobati.
f. JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi
virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
g. Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
h. LED : meningkat
i. Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar);
tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia.
j. Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah
k. Bilirubin : mungkin meningkat
l. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan intranuklear tipikal dan
keterlibatan sitoplasmik(CMV)
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai
dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada
bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto
rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat
dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal.
Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun(1,2).
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena
pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab
tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata
laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan
berdasarkan :
Bronkopneumonia sangat berat :
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia berat :
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia :
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
Bukan bronkopenumonia :
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan
tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman
penyebab:
1. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung
2. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
3. Deteksi antigen bakteri
Diagnosa Banding
Bronkiolitis
Aspirasi pneumonia
Tb paru primer
Penatalaksanaan
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini
tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek
diberikan pengobatan polifarmasi maka yang biasanya diberikan:
a. Penisilin 50.000 U/kgBB/hari,ditambah dengan kloramfenikol 50-70
mg/kgBB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti
ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari.
b. Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glukose
5% dan Nacl 0.9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCL 10 mEq/500
ml/botol infus.
c. Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolik akibat kurang
makan dapat diberikan koreksi sesuai denagn hasil analisa gas darah arteri.
d. Pasien bronkopnemonia ringan tidak usah dirawat dirumah sakit.
Penatalaksanaan Non Medikamentosa
Seringkali pasien pneumonia yang dirawat di rumah sakit datang sudah dalam keadaan
payah, sangat dispnea, pernapasan cuping hidung, sianosis, dan gelisah. Masalah yang perlu
diperhatikan ialah:
a. Menjaga kelancaran pernafasan.
b. Kebutuhan istirahat.
c. Kebutuhan nutrisi dan cairan.
d. Mengontrol suhu tubuh.
e. Mencegah komplikasi/gangguan rasa aman dan nyaman.
f. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
Komplikasi
Otitis media
Bronkiektase
Abses paru
Empiema
Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada
anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk
pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat
dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi
esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan
tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama
dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh
faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.
Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh
kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan
bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:
1. Vaksinasi Pneumokokus
2. Vaksinasi H. influenza
3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
INFEKSI PARASIT
ASCARIASIS
Etiologi
Penyebab: Ascaris lumbricoides
♀ panjang 20 cm – 35 cm
♂ panjang 3 mm – 6 mm
♀ bertelur ± 200.000 butir/ hari
Telur ini keluar dari tubuh manusia melalui faeces, ukuran telur : 35 μ - 50μ
Ascaris lumbricoides tersebar luas di daerah tropis
Infeksi ascaris pada anak < 10 tahun = 60% - 100%
Cara Infeksi
Telur ascaris yang infektif tertelan manusia dan mencapai duodenum, di sini telur
menjadi larva
Larva ini menembus dinding usus, melalui saluran limfe bermigrasi ke hepar dan paru
Banyaknya larva di paru-paru menimbulkan gejala Loefller Syndrome/ Atypical
Pneumonia
Larva mencapai epiglottis dan kembali ke usus kecil. Di sini tumbuh menjadi cacing
dewasa, cacing betina bertelur lagi
Perjalanan cacing hingga menjadi dewasa ± 3 bulan
Gejala Klinik
Biasanya tanpa gejala
Enek, muntah, sakit perut, tidak ada nafsu makan, kurus, sukar tidur, cengeng, sedikit
panas, kolik
Massa dari cacing dpt menyebabkan obstruksi usus
Dpt juga menyebabkan perforasi usus, intususepsi, paralitic ileus
Diagnosis
Ditemukan telur ascaris dalam faeces
Keluar cacing ascaris bersama faeces/ muntah
Prognosis
Baik
Pencegahan
Obat cacing setiap 3 bulan
Therapy
Pyrantel, levamisol, mebendazol, albendazol
OXYURIASIS
Etiologi
Penyebab : Oxyuris vermicularis/ cacing kremi/ Enterobius vermicularis
Jantan berukuran 2 – 5 mm dan yang betina berukuran 8 – 13 mm
Patogenesis
Hidup di caecum dan appendix
Dalam keadaan gravid, betina pindah ke anus dan bertelur di situ
Telur berbentuk lonjong. Oval, datar pada 1 sisi
Telur ini setelah tertelan, masuk ke duodenum menjadi larva, kemudian migrasi ke
caecum menjadi dewasa setelah 15 – 28 hari
Betina yang gravid migrasi ke anus pada waktu malam, menimbulkan gatal yang hebat
Pada anak wanita, cacing ini dapat memasuki daerah genitalia menimbulkan salpingitis
Gejala Klinik
Dpt menimbulkan gejala seperti appendicitis
Pruritus ani
Anak cengeng, insomnia, vaginitis
Diagnosis
Telur infektif di faeces
Ditemukan dengan cara swab perianal
Cara Infeksi
Menelan telur
Auto infeksi (melalui makanan)
Prognosis
Baik
Preventif
Hygiene yang baik
Therapy
Pyrivinium pamoat
Piperazine citrat
Pirantel 10 g/ kgBB, single dose
ANKILOSTOMIASIS
Etiologi
Necator americanus
Ancylostoma duodenale
Cara Infeksi
Larva menembus kulit kaki, masuk ke dalam darah, ke jantung, paru-paru, alveolus,
bronchus, larynx, melalui epiglottis tertelan, masuk duodenum menjadi dewasa
Atau:
Telur cacing tertular (spt ascaris)
Cacing dewasa mempunyai kait untuk bergantung pada mucosa usus halus, menghisap
darah 0.3 cc – 0.8 cc/ hari
Betina bertelur 24.000 – 30.000/ hari
Gejala
Anemia Hypochrom Micrositer
Gejala ringan apabila ankilostoma < 100
Gejala sedang apabila ankilostoma 100 – 500
Gejala berat apabila ankilostoma > 500
Gatal waktu larva menembus kulit urticaria
Diagnosis
Telur cacing dalam tinja
Prognosis
Baik
Therapy
TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein)
Fe
Transfusi darah
Alcopar
Pyrantel/ combantrin
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiono E, Hidyam B, Berkala Ilmu Kedokteran, dalam Pola Kuman Pneumonia
pada Penderita di RSUP Dr. Sardjito 1995 1998, Vol. 32, No. 3, Penerbit FK UGM,
Yogyakarta, 2000, hal: 161-164.
2. Price SA, Wilson LM, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes
(Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Edisi 4, Penerbit EGC,
Jakarta, 1995, hal: 709-712.
3. Soeparman, Waspadji S (ed), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 1995, hal: 695-705.
4. Alatas H, Hasan R (ed), Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, Percetakan
Infomedika, Jakarta, 1986, hal: 1228-1235.
5. Kumala P, dkk (ed), Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, Penerbit EGC,
Jakarta, 1998, hal: 167.
6. Bordow RA, Moser KM (ed), Manual of Clinical Problems in Pulmonary Medicine
with Annotated Key References, 2nd edition, Little Brown & Co (Inc.), USA, 1986,
pp: 85-105.
7. Behrman RE, Vaughan VC, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi 12,
Penerbit EGC, Jakarta, 1992, hal: 617-628.
8. Rudolph AM, et al, Pediatrics, 14th edition, Appleton & Lange, California, 1987,
pp:1427-1428.
9. Shulman TS, et al, Paduan penyakit Infeksi dan Terapi Antimikroba pada Anak,
EGC, Jakarta, 2001, hal 496-522.