Case Anemia Aplastik

44
BAB I : PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoisis yang ditandai oleh penurunan produksi eritroid, mieloid, dan megakariosit dalam sumsum tulang dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya keganasan sistem hematopoitik ataupun kanker metastatik yang menekan sumsum tulang. Aplasia ini dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga sistem hematopoisis. Aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoitik disebut anemia hipoplastik (eritroblastopenia), yang hanya mengenai sistem granulopoitik disebut agranulositosis sedangkan yang hanya mengenai sistem megakariosit disebut Purpura Trombositopenik Amegakariositik (PTA). Bila mengenai ketiga sistem disebut panmieloptisis atau lazimnya disebut anemia aplastik. Menurut The International Agranulocytosis and Aplastic Anemia Study (IAAS) disebut anemia aplastik bila didapatkan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin < 10 g/dl atau hematokrit < 30; hitung trombosit < 50.000/mm 3 ; hitung leukosit < 3.500/mm 3 atau granulosit < 1.5x10 9 /l. 1 Anemia aplastik relatif jarang ditemukan namun berpotensi mengancam jiwa. Penyakit ini ditandai oleh

description

gak penting

Transcript of Case Anemia Aplastik

Page 1: Case Anemia Aplastik

BAB I : PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoisis yang ditandai oleh

penurunan produksi eritroid, mieloid, dan megakariosit dalam sumsum tulang dengan

akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya keganasan

sistem hematopoitik ataupun kanker metastatik yang menekan sumsum tulang.

Aplasia ini dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga sistem hematopoisis.

Aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoitik disebut anemia hipoplastik

(eritroblastopenia), yang hanya mengenai sistem granulopoitik disebut agranulositosis

sedangkan yang hanya mengenai sistem megakariosit disebut Purpura

Trombositopenik Amegakariositik (PTA). Bila mengenai ketiga sistem disebut

panmieloptisis atau lazimnya disebut anemia aplastik. Menurut The International

Agranulocytosis and Aplastic Anemia Study (IAAS) disebut anemia aplastik bila

didapatkan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin < 10 g/dl atau hematokrit < 30;

hitung trombosit < 50.000/mm3; hitung leukosit < 3.500/mm3 atau granulosit <

1.5x109/l.1

Anemia aplastik relatif jarang ditemukan namun berpotensi mengancam jiwa.

Penyakit ini ditandai oleh pansitopenia dan aplasia sumsum tulang. Pansitopenia

adalah keadaan defisiensi pada semua elemen sel darah (eritrosit, leukosit dan

trombosit). Terjadinya pansitopenia dikarenakan oleh menurunnya produksi sumsum

tulang atau dikarenakan meningkatnya destruksi perifer.2,3

Kejadian anemia aplastik pertama kali dilaporkan tahun 1888 oleh Ehrlich

pada seorang perempuan muda yang meninggal tidak lama setelah menderita

penyakit dengan gejala anemia berat, perdarahan dan hiperpireksia. Pemeriksaan

postmortem terhadap pasien tersebut menunjukkan sumsum tulang yang hiposeluler

(tidak aktif). Pada tahun 1904, Chauffard pertama kali menggunakan nama anemia

aplastik. Puluhan tahun berikutnya definisi anemia aplastik masih belum berubah dan

akhirnya tahun 1934 timbul kesepakatan pendapat bahwa tanda khas penyakit ini

Page 2: Case Anemia Aplastik

adalah pansitopenia sesuai konsep Ehrlich. Pada tahun 1959, Wintrobe membatasi

pemakaian nama anemia aplastik pada kasus pansitopenia, hipoplasia berat atau

aplasia sumsum tulang, tanpa adanya suatu penyakit primer yang menginfiltrasi,

mengganti atau menekan jaringan hemopoietik sumsum tulang.2

Page 3: Case Anemia Aplastik

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Anemia aplastik merupakan jenis anemia yang ditandai dengan kegagalan

sumsum tulang dengan penurunan sel – sel hematopoietik dan penggantiannya oleh

lemak, menyebabkan pansitopenia, dan sering disertai dengan granulositopenia dan

trombositopenia. Terjadinya anemia aplastik dapat dikarenakan faktor herediter

(genetik), faktor sekunder oleh berbagai sebab seperti toksisitas, radiasi atau reaksi

imunologik pada sel – sel induk sumsum tulang, berhubungan dengan beragam

penyakit penyerta, atau faktor idiopatik.4

Pansitopenia merupakan suatu keadaan dimana terjadi defisiensi pada semua

elemen sel darah, yakni erythropenia, leukopenia, dan thrombocytopenia. Individu

dengan anemia aplastik mengalami pansitopenia. Penyebab terjadinya pansitopenia

dikarenakan :

Menurunnya produksi sumsum tulang akibat aplasia; leukemia akut;

mielodisplasia; mieloma; infiltrasi oleh limfoma, tumor padat,

tuberkulosis; anemia megaloblastik; hemoglobinuria paroksismal

nokturnal; mielofibrosis (kasus yang jarang); sindrom hemofagositik.

Meningkatnya destruksi perifer dengan ditemukannya splenomegali.3,4,5

II.2. Etiologi

Secara etiologik penyakit anemia aplastik ini dapat dibagi menjadi 2 golongan besar,

yaitu:

1. Anemia aplastik herediter atau anemia aplastik yang diturunkan merupakan

faktor kongenital yang ditimbulkan sindrom kegagalan sumsum tulang

herediter antara lain : sindroma Fanconi (anemia Fanconi) yang biasanya

disertai dengan kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali

jari, dan kelainan ginjal; diskeratosis kongenital; sindrom Shwachman-

Diamond; dan trombositopenia amegakaryositik. Kelainan – kelainan ini

Page 4: Case Anemia Aplastik

sangat jarang ditemukan dan juga jarang berespons terhadap terapi

imunosupresif. Kegagalan sumsum tulang herediter biasanya muncul pada

usia sepuluh tahun pertama dan kerap disertai anomali fisik (tubuh pendek,

kelainan lengan, hipogonadisme, bintik-bintik café-au-lait pada anemia

Fanconi (sindroma Fanconi)). Beberapa pasien mungkin mempunyai riwayat

keluarga dengan sitopenia.

Dalam kelompok ini, anemia Fanconi (sindroma Fanconi) adalah penyakit

yang paling sering ditemukan. Anemia Fanconi (sindroma Fanconi)

merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai oleh defek pada DNA

repair dan memiliki predisposisi ke arah leukemia dan tumor padat. Pada

pasien anemia Fanconi (sindroma Fanconi) akan ditemukan gangguan resesif

langka dengan prognosis buruk yang ditandai dengan pansitopenia, hipoplasia

sumsum tulang, dan perubahan warna kulit yang berbercak – bercak coklat

akibat deposisi melanin (bintik – bintik café-au-lait).1,2

Diskeratosis kongenital adalah sindrom kegagalan sumsum tulang diwariskan

secara klasik yang muncul dengan triad pigmentasi kulit abnormal, distrofi

kuku, dan leukoplakia mukosa. Kelainan ini memiliki heterogenitas dan

manifestasi klinik yang beragam. Terdapat bentuk – bentuk X-linked

recessive, autosomal dominan, dan autosomal resesif. Bentuk X-linked

recessive diakibatkan oleh mutasi pada gen DKC1, yang menghasilkan protein

dyskerin, yang penting untuk stabilisasi telomerase. Gangguan telomerase

menyebabkan terjadinya pemendekan telomer lebih cepat, kegagalan sumsum

tulang, dan penuaan dini (premature aging). Diskeratosis kongenital

autosomal dominan disebabkan oleh mutasi gen TERC (yang menyandi

komponen RNA telomerase) yang pada akhirnya mengganggu aktivitas

telomerase dan pemendekan telomer abnormal. Sejumlah kecil pasien (kurang

dari 5%) yang dicurigai menderita anemia aplastik memiliki mutasi TERC.1,2

Trombositopenia amegakaryositik diwariskan merupakan kelainan yang

ditandai oleh trombositopenia berat dan tidak adanya megakaryosit pada saat

Page 5: Case Anemia Aplastik

lahir. Sebagian besar pasien mengalami missense atau nonsense mutations

pada gen C-MPL. Banyak diantara penderita trombositopenia

amegakaryositik diwariskan mengalami kegagalan sumsum tulang

multilineage.1,2

Sindrom Shwachman-Diamond adalah kelainan autosomal resesif yang

ditandai dengan disfungsi eksokrin pankreas, disostosis metafiseal, dan

kegagalan sumsum tulang. Seperti pada anemia Fanconi (sindroma Fanconi),

penderita sindrom Shwachman-Diamond juga mengalami peningkatan resiko

terjadinya myelodisplasia atau leukemia pada usia dini. Belum ditemukan lesi

genetik yang dianggap menjadi penyebabnya, tetapi mutasi sebuah gen di

kromosom 7 telah dikaitkan dengan penyakit ini. 1,2

2. Anemia aplastik didapat

Timbulnya anemia aplastik didapat pada seorang anak dapat dikarenakan oleh

:

- Penggunaan obat, anemia aplastik terkait obat terjadi karena

hipersensitivitas atau penggunaan dosis obat yang berlebihan. Obat yang

paling banyak menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol. Obat –

obatan lain yang juga sering dilaporkan adalah fenilbutazon, senyawa

sulfur, anti-rematik, anti-tiroid, preparat emas dan antikonvulsan, obat –

obatan sitotoksik seperti mileran atau nitrosourea.

- Senyawa kimia berupa benzene yang paling terkenal dapat menyebabkan

anemia aplastik. Dan juga insektisida (organofosfat).

- Penyakit infeksi yang bisa menyebabkan anemia aplastik sementara atau

permanen, yakni virus Epstein-Barr, virus Haemophillus influenza A,

tuberkulosis milier, Cytomegalovirus (CMV) yang dapat menekan

produksi sel sumsum tulang melalui gangguan pada sel – sel stroma

sumsum tulang, Human Immunodeficiency virus (HIV) yang berkembang

Page 6: Case Anemia Aplastik

menjadi Acquired Immuno-Deficiency Syndrome (AIDS), virus hepatitis

non-A, non-B dan non-C, infeksi parvovirus.

Infeksi parvovirus B19 dapat menimbulkan Transient Aplastic Crisis.

Keadaan ini biasanya ditemukan pada pasien dengan kelainan hemolitik

yang disebabkan oleh berbagai hal. Pemeriksaan dengan mikroskop

elektron akan ditemukan virus dalam eritroblas dan dengan pemeriksaan

serologi akan dijumpai antibodi virus ini. DNA parvovirus dapat

mempengaruhi progenitor eritroid dengan mengganggu replikasi dan

pematangannya.

- Terapi radiasi dengan radioaktif dan pemakaian sinar Rontgen.

- Faktor iatrogenik akibat transfusion – associated graft-versus-host

disease.1,2

Jika pada seorang pasien tidak diketahui penyebab anemia aplastiknya, maka

pasien tersebut akan digolongkan ke dalam kelompok anemia aplastik idiopatik. 1,2

II.3. Klasifikasi

Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik didapat

diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat atau sangat berat. Risiko morbiditas dan

mortalitas lebih berkorelasi dengan derajat keparahan sitopenia daripada selularitas

sumsum tulang. Angka kematian setelah dua tahun dengan perawatan suportif saja

untuk pasien anemia aplastik berat atau sangat berat mencapai 80% dengan infeksi

jamur dan sepsis bakterial merupakan penyebab kematian utama. Anemia aplastik

tidak berat jarang mengancam jiwa dan sebagian besar tidak membutuhkan terapi.2

Klasifikasi Anemia Aplastik

Klasifikasi Kriteria

Page 7: Case Anemia Aplastik

Anemia Aplastik Berat

Selularitas sumsum tulang

Sitopenia sedikitnya dua dari

tiga seri sel darah

< 25%

Hitung neutrofil < 500/l

Hitung trombosit < 20.000/l

Hitung retikulosit absolut <

60.000/l

Anemia Aplastik Sangat Berat Sama seperti diatas kecuali hitung

neutrofil < 200/l

Anemia Aplastik Tidak Berat Sumsum tulang hiposelular namun

sitopenia tidak memenuhi kriteria

berat 2

II.4. Epidemiologi

Ditemukan lebih dari 70% anak – anak menderita anemia aplastik derajat

berat pada saat didiagnosis. Tidak ada perbedaan secara bermakna antara anak laki –

laki dan perempuan, namun dalam beberapa penelitian tampak insidens pada anak

laki – laki lebih banyak dibandingkan anak perempuan. Penyakit ini termasuk

penyakit yang jarang dijumpai di negara barat dengan insiden 1 – 3 / 1 juta / tahun.

Namun di Negara Timur seperti Thailand, negara Asia lainnya termasuk Indonesia,

Taiwan dan Cina, insidensnya jauh lebih tinggi. Penelitian pada tahun 1991 di

Bangkok didapatkan insidens 3.7/1 juta/tahun. Perbedaan insiden ini diperkirakan

oleh karena adanya faktor lingkungan seperti pemakaian obat – obat yang tidak pada

tempatnya, pemakaian pestisida serta insidens virus hepatitis yang lebih tinggi.1

II.5. Patogenesis dan Patofisiologi

Di akhir tahun 1960-an, Mathé et al memunculkan teori baru berdasarkan

kelainan autoimun setelah melakukan transplantasi sumsum tulang kepada pasien

Page 8: Case Anemia Aplastik

anemia aplastik. Keberhasilan transplantasi sumsum tulang untuk menyembuhkan

anemia aplastik memperlihatkan adanya kondisi defisiensi sel induk asal (stem cell).2

Adanya reaksi autoimunitas pada anemia aplastik juga dibuktikan oleh

percobaan in vitro yang memperlihatkan bahwa limfosit dapat menghambat

pembentukan koloni hemopoietik alogenik dan autologus. Setelah itu, diketahui

bahwa limfosit T sitotoksik memerantarai destruksi sel – sel asal hemopoietik pada

kelainan ini. Sel – sel T efektor tampak lebih jelas di sumsum tulang dibandingkan

dengan darah tepi pasien anemia aplastik. Sel – sel tersebut menghasilkan interferon-

dan TNF- yang merupakan inhibitor langsung hemopoiesis dan meningkatkan

ekspresi Fas pada sel – sel CD34+. Klon sel – sel imortal yang positif CD4 dan CD8

dari pasien anemia aplastik juga mensekresi sitokin T-helper-1 (Th1) yang bersifat

toksik langsung ke sel – sel CD34+ positif autologus.2

Sebagian besar anemia aplastik didapat secara patofisiologis ditandai oleh

destruksi spesifik yang diperantarai sel T ini. Pada seorang pasien, kelainan respons

imun tersebut kadang – kadang dapat dikaitkan dengan infeksi virus atau pajanan

obat tertentu atau zat kimia tertentu. Sangat sedikit bukti adanya mekanisme lain,

seperti toksisitas langsung pada sel asal atau defisiensi fungsi faktor pertumbuhan

hematopoietik. Dan derajat destruksi sel asal dapat menjelaskan variasi perjalanan

klinis secara kuantitatif dan variasi kualitatif respons imun dapat menerangkan

respons terhadap terapi imunosupresif. Respons terhadap terapi imunosupresif

menunjukkan adanya mekanisme imun yang bertanggung jawab atas kegagalan

hematopoietik. 2

Kegagalan Hematopoietik

Kegagalan produksi sel darah berkaitan erat dengan kosongnya sumsum

tulang yang tampak jelas pada pemeriksaan apusan aspirat sumsum tulang atau

spesimen core biopsy sumsum tulang. Hasil pencitraan dengan magnetic resonance

Page 9: Case Anemia Aplastik

imaging (MRI) vertebra memperlihatkan digantinya sumsum tulang oleh jaringan

lemak yang merata. Secara kuantitatif, sel – sel hematopoietik yang imatur dapat

dihitung dengan flow cytometry. Sel – sel tersebut mengekspresikan protein

cytoadhesive yang disebut CD34+. Pada pemeriksaan flow cytometry, antigen sel

CD34+ dideteksi secara fluoresens satu per satu, sehingga jumlah sel – sel CD34+

dapat dihitung dengan tepat. Pada anemia aplastik, sel – sel CD34+ juga hampir tidak

ada yang berarti bahwa sel – sel induk pembentuk koloni eritroid, myeloid, dan

megakaryositik sangat kurang jumlahnya. Assay lain untuk sel – sel hematopoietik

yang sangat primitif dan “tenang” (quiescent) yang sangat mirip jika tidak dapat

dikatakan identik dengan sel – sel asal, juga memperlihatkan adanya penurunan

jumlah sel. Pasien yang mengalami pansitopenia mungkin telah mengalami

penurunan populasi sel asal dan sel induk sampai sekitar 1% atau kurang. Defisiensi

berat ini mempunyai konsekuensi kualitatif yang dicerminkan oleh pemendekan

telomer granulosit pada pasien anemia aplastik. 2

Destruksi Imun

Banyak data pemeriksaan laboratorium yang menyokong hipotesis bahwa

pada pasien anemia aplastik didapat, limfosit bertanggung jawab atas destruksi

kompartemen sel hematopoietik. Eksperimen awal memperlihatkan bahwa limfosit

pasien menekan hematopoiesis. Sel – sel ini memproduksi faktor penghambat yang

akhirnya diketahui adalah interferon-. Adanya aktivasi respons sel T-helper-1 (Th1)

disimpulkan dari sifat imunofenotipik sel T dan produksi interferon, tumor necrosis

factor (TNF), dan interleukin-2 (IL2) yang berlebihan. Deteksi interferon-

intraselular pada sampel pasien secara flow cytometry mungkin berkorelasi dengan

respons terapi imunosupresif dan dapat memprediksi relaps. 2

Pada anemia aplastik, sel – sel CD34+ dan sel – sel induk (progenitor)

hemopoietik sangat sedikit jumlahnya. Namun, meskipun defisiensi myeloid

(granulositik, eritroid dan megakariositik) bersifat universal pada kelainan ini,

defisiensi imunologik tidak lazim terjadi. Hitung limfosit umumnya normal pada

Page 10: Case Anemia Aplastik

hampir semua kasus, demikian pula fungsi sel B dan sel T. Dan pemulihan

hemopoiesis yang normal dapat terjadi dengan terapi imunosupresif yang efektif.

Oleh karena itu, sel – sel asal hemopoietik akan tampak masih ada pada sebagian

pasien anemia aplastik. 2

Perubahan imunitas menyebabkan destruksi, khususnya kematian sel CD34+

yang diperantarai ligan Fas, dan aktivasi alur intraselular yang menyebabkan

penghentian siklus sel (cell-cycle arrest). Sel – sel T dalam tubuh pasien membunuh

sel – sel asal hemopoietik dengan aktivasi HLA-DR-restricted melalui ligan Fas. Sel

– sel asal hemopoietik yang paling primitif tidak atau sedikit mengekspresikan HLA-

DR atau Fas, dan ekspresi keduanya meningkat sesuai pematangan sel – sel asal. Oleh

karena itu, sel – sel asal hemopoietik primitif, yang normalnya berjumlah kurang dari

10% sel – sel CD34+ total, relatif tidak terganggu oleh sel – sel T autoreaktif; dan di

lain pihak, sel – sel asal hemopoietik yang lebih matur dapat menjadi target utama

serangan sel – sel imun. Sel – sel asal hemopoietik primitif yang selamat dari

serangan autoimun memungkinkan pemulihan hemopoietik perlahan – lahan yang

terjadi pada pasien anemia aplastik setelah terapi imunosupresif.2

Page 11: Case Anemia Aplastik

Gambar 1 – Destruksi Imun Pada Sel Hematopoietik

(http://www.pharmacy-and-drugs.com/illnessessimages/aplastic-anemia.jpg)

II.6. Gejala Klinis dan Hematologis

Gejala yang muncul berdasarkan gambaran sumsum tulang yang berupa:

Aplasia sistem eritropoitik, granulopoitik dan trombopoitik

Aktivitas relatif sistem limfopoitik dan sistem retikulo endothelial (SRE)

Aplasia sistem eritropoitik dalam darah tepi akan terlihat sebagai

retikulositopenia yang disertai dengan merendahnya kadar hemoglobin, hematokrit

dan hitung eritrosit serta MCV (Mean Corpuscular Volume). Secara klinis pasien

tampak pucat dengan berbagai gejala anemia lainnya seperti anoreksia, lemah,

palpitasi, sesak karena gagal jantung dan sebagainya. Oleh karena sifatnya aplasia

sistem hematopoitik, maka umumnya tidak ditemukan ikterus, pembesaran limpa

(splenomegali), hepar (hepatomegali) maupun kelenjar getah bening (limfadenopati).1

Page 12: Case Anemia Aplastik

Pada hasil pemeriksaan fisik pada pasien anemia aplastik sangat bervariasi dan pada hasil penelitian Salonder tahun 1983 ditemukan

pucat pada semua pasien yang diteliti sedangkan perdarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien. Hematomegali yang disebabkan

oleh bermacam – macam hal ditemukan pada sebagian kecil pasien sedangkan splenomegali tidak ditemukan. Adanya splenomegali dan

limfadenopati akan meragukan diagnosis anemia aplastik.2

Pemeriksaan Fisik pada Pasien Anemia Aplastik (N=70) (Salonder, 1983)

Jenis Pemeriksaan Fisik %

Pucat

Perdarahan

Kulit

Gusi

Retina

Hidung

Saluran cerna

Vagina

Demam

Hepatomegali

Splenomegali

100

63

34

26

20

7

6

3

16

7

02

II.7. Pemeriksaan Penunjang

II.7.1. Pemeriksaan Laboratorium

Apusan Darah Tepi

Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan.

Jenis anemianya adalah normokrom normositer. Terkadang ditemukan

makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis. Adanya eritrosit muda atau

leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik.

Granulosit dan trombosit ditemukan rendah. Limfositosis relatif terdapat

pada lebih dari 75% kasus.

Page 13: Case Anemia Aplastik

Presentase retikulosit umumnya normal atau rendah. Pada sebagian

kecil kasus, persentase retikulosit ditemukan lebih dari 2%. Akan tetapi,

bila nilai ini dikoreksi terhadap beratnya anemia (corrected reticulocyte

count) maka diperoleh persentase retikulosit normal atau rendah juga.

Adanya retikulositosis setelah dikoreksi menandakan bukan anemia

aplastik.2

Gambar 2 – Apusan Darah Tepi Anemia Aplastik

(http://www.healthsystem.virginia.edu/internet/hematology/HessImages/Aplastic-

Anemia-Pancytopenia-and-macrocytes-40x-website.jpg)

Laju Endap Darah

Hasil pemeriksaan laju endap darah pada pasien anemia aplastik selalu

meningkat. Pada penelitian yang dilakukan di laboratorium RSUPN Cipto

Mangunkusumo ditemukan 62 dari 70 kasus anemia aplastik (89%)

mempunyai nilai laju endap darah lebih dari 100 mm dalam satu jam

pertama.2

Faal Hemostasis

Page 14: Case Anemia Aplastik

Pada pasien anemia aplastik akan ditemukan waktu perdarahan

memanjang dan retraksi bekuan yang buruk dikarenakan trombositopenia.

Hasil faal hemostasis lainnya normal.2

Biopsi Sumsum Tulang

Seringkali pada pasien anemia aplasti dilakukan tindakan aspirasi

sumsum tulang berulang dikarenakan teraspirasinya sarang – sarang

hemopoiesis hiperaktif. Diharuskan melakukan biopsi sumsum tulang

pada setiap kasus tersangka anemia aplastik. Dari hasil pemeriksaan

sumsum tulang ini akan didapatkan kesesuaian dengan kriteria diagnosis

anemia aplastik.2

Gambar 3 – Sumsum Tulang Normal dan Aplastik

(http://www.uams.edu/m2008/notes/path2/Pathology%20disease%20spreadsheet/

bone/aplastic%20anemia.jpg)

Pemeriksaan Virologi

Adanya kemungkinan anemia aplastik akibat faktor didapat, maka

pemeriksaan virologi perlu dilakukan untuk menemukan penyebabnya.

Evaluasi diagnosis anemia aplastik meliputi pemeriksaan virus hepatitis,

HIV, parvovirus, dan sitomegalovirus.2

Page 15: Case Anemia Aplastik

Tes Ham atau Tes Hemolisis Sukrosa

Jenis tes ini perlu dilakukan untuk mengetahui adanya PNH sebagai

penyebab terjadinya anemia aplastik.2

Pemeriksaan Kromosom

Pada pasien anemia aplastik tidak ditemukan kelainan kromosom.

Pemeriksaan sitogenetik dengan fluorescence in situ hybridization (FISH)

dan imunofenotipik dengan flow cytometry diperlukan untuk

menyingkirkan diagnosis banding, seperti myelodisplasia hiposeluler.2

Pemeriksaan Defisiensi Imun

Adanya defisiensi imun dalam tubuh pasien anemia aplastik dapat

diketahui melalui penentuan titer immunoglobulin dan pemeriksaan

imunitas sel T.2

Pemeriksaan yang Lain

Pemeriksaan darah tambahan berupa pemeriksaan kadar hemoglobin

fetus (HbF) dan kadar eritropoetin yang cenderung meningkat pada

anemia aplastik anak.2

II.7.2. Pemeriksaan Radiologis

Nuclear Magnetic Resonance Imaging

Jenis pemeriksaan penunjang ini merupakan cara terbaik untuk

mengetahui luasnya perlemakan karena dapat membuat pemisahan tegas

antara daerah sumsum tulang berlemak akibat anemia aplastik dan

sumsum tulang selular normal.

Radionuclide Bone Marrow Imaging (Bone Marrow Scanning)

Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditentukan oleh scanning

tubuh setelah disuntuk dengan koloid radioaktif technetium sulfur yang

akan terikat pada makrofag sumsum tulang atau iodium chloride yang

akan terikat pada transferin. Dengan bantuan pemindaian sumsum tulang

Page 16: Case Anemia Aplastik

dapat ditentukan daerah hemopoiesis aktif untuk memperoleh sel – sel

guna pemeriksaan sitogenetik atau kultur sel – sel induk.2

II.8. Diagnosis

II.8.1. Penegakan Diagnosis dan Manifestasi Klinis

Penegakan diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis berupa panas, pucat,

perdarahan, tanpa adanya organomegali (hepato splenomegali). Gambaran darah tepi

menunjukkan pansitopenia dan limfositosis relatif. Diagnosis pasti ditentukan dengan

pemeriksaan biopsi sumsum tulang yaitu gambaran sel sangat kurang, banyak

jaringan penyokong dan jaringan lemak; aplasia sistem eritropoitik, granulopoitik dan

trombopoitik. Di antara sel sumsum tulang yang sedikit ini banyak ditemukan

limfosit, sel SRE (sel plasma, fibrosit, osteoklas, sel endotel). Hendaknya dibedakan

antara sediaan sumsum tulang yang aplastik dan yang tercampur darah.1

Anemia aplastik dapat muncul tiba – tiba dalam hitungan hari atau secara

perlahan (berminggu – minggu hingga berbulan – bulan). Hitung jenis darah akan

menentukan manifestasi klinis. Anemia menyebabkan kelelahan, dispnea dan jantung

berdebar – debar. Trombositopenia menyebabkan pasien mudah mengalami memar

dan perdarahan mukosa. Neutropenia meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.

Pasien juga mungkin mengeluh sakit kepala dan demam.2

Penegakan diagnosis memerlukan pemeriksaan darah lengkap dengan hitung

jenis leukosit, hitung retikulosit, dan aspirasi serta biopsi sumsum tulang.

Pemeriksaan flow cytometry darah tepi dapat menyingkirkan hemoglobinuria

nokturnal paroksismal, dan karyotyping sumsum tulang dapat membantu

menyingkirkan sindrom myelodisplastik. Adanya riwayat keluarga sitopenia dapat

meningkatkan kecurigaan adanya kelainan diwariskan walaupun tidak ada kelainan

fisik yang tampak.2

Anemia aplastik mungkin bersifat asimptomatik dan ditemukan saat

pemeriksaan rutin. Keluhan – keluhan pasien anemia aplastik sangat bervariasi.

Page 17: Case Anemia Aplastik

Perdarahan, badan lemah dan pusing merupakan keluhan – keluhan yang paling

sering ditemukan.2

Keluhan Pasien Anemia Aplastik (N=70) (Salonder, 1983)

Jenis Keluhan %

Perdarahan

Badan lemah

Pusing

Jantung berdebar

Demam

Nafsu makan berkurang

Pucat

Sesak nafas

Penglihatan kabur

Telinga berdengung

83

30

69

36

33

29

26

23

19

132

II.8.2. Diagnosis Banding 1

1. Purpura Trombositopenik Imun (PTI) dan Plasma Tromboplastin Antecedent

(PTA). Pemeriksaan darah tepi dari kedua kelainan ini hanya menunjukkan

trombositopenia tanpa retikulositopenia atau granulositopenia/leukopenia.

Pemeriksaan sumsum tulang dari PTI menunjukkan gambaran yang normal

atau ada peningkatan megakariosit sedangkan pada PTA tidak atau kurang

ditemukan megakariosit.

2. Leukemia akut jenis aleukemik, terutama Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)

dengan jumlah leukosit yang kurang dari 6000/mm3. Kecuali pada stadium

dini, biasanya pada LLA ditemukan splenomegali. Pemeriksaan darah tepi

sukar dibedakan, karena kedua penyakit mempunyai gambaran yang serupa

(pansitopenia dan relatif limfositosis) kecuali bila terdapat sel blas dan

limfositosis yang dari 90%, diagnosis lebih cenderung pada LLA.

Page 18: Case Anemia Aplastik

3. Stadium praleukemik dari leukemia akut.

Keadaan ini sukar dibedakan baik gambaran klinis, darah tepi maupun

sumsum tulang, karena masih menunjukkan gabaran sitopenia dari ketiga

sistem hematopoietik. Biasanya setelah beberapa bulan kemudian baru terlihat

gambaran khas LLA.

II.9. Penatalaksanaan

Terapi Suportif 1

Adanya terapi suportif bertujuan untuk mencegah dan mengobati terjadinya

infeksi dan perdarahan. Terapi suportif yang diberikan untuk pasien anemia aplastik,

antara lain:

- Pengobatan terhadap infeksi

Untuk menghindarkan pasien dari infeksi, sebaiknya pasien dirawat dalam

ruangan isolasi yang bersifat “suci hama”. Pemberian obat antibiotika

hendaknya dipilih yang tidak memiliki efek samping mendepresi sumsum

tulang, seperti kloramfenikol.

- Transfusi darah

Gunakan komponen darah bila harus melakukan transfusi darah.

Hendaknya harus diketahui bahwa tidak ada manfaatnya mempertahankan

kadar hemoglobin yang tinggi, karena dengan transfusi darah yang

terlampau sering, akan timbul depresi terhadap sumsum tulang atau dapat

menyebabkan timbulnya reaksi hemolitik (reaksi transfusi), akibat

dibentuknya antibodi terhadap eritrosit, leukosit dan trombosit. Oleh

karena itu, transfusi darah diberikan atas indikasi tertentu. Pada keadaan

yang sangat gawat, seperti perdarahan masif, perdarahan otak, perdarahan

saluran cerna dan lain sebagainya, dapat diberikan suspensi trombosit.

- Transplantasi sumsum tulang

Page 19: Case Anemia Aplastik

Metode transplantasi sumsum tulang ditetapkan sebagai terapi terbaik

pada pasien anemia aplastik sejak tahun 1970. Donor sumsum tulang

terbaik berasal dari saudara sekandung dengan Human Leucocyte Antigen

(HLA) yang cocok.

II.10. Prognosis dan Perjalanan Penyakit 1,2

Prognosis penyakit anemia aplastik bergantung pada:

1. Gambaran sumsum tulang hiposeluler atau aseluler.

2. Kadar Hb F yang lebih dari 200mg% memperlihatkan prognosis yang lebih

baik.

3. Jumlah granulosit lebih dari 2000/mm3 menunjukkan prognosis yang lebih

baik.

4. Pencegahan infeksi sekunder, terutama di Indonesia karena kejadian infeksi

masih tinggi.

Gambaran sumsum tulang merupakan parameter yang terbaik untuk

menentukan prognosis.

Riwayat alamiah penderita anemia aplastik dapat berupa:

1. Berakhir dengan remisi sempurna. Hal ini jarang terjadi kecuali jika

dikarenakan faktor iatrogenik akibat kemoterapi atau radiasi. Remisi

sempurna biasanya terjadi segera.

2. Meninggal dalam 1 tahun. Hal ini terjadi pada sebagian besar kasus.

3. Dapat bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih. Kondisi penderita anemia

aplastik dapat membaik dan bertahan hidup lama, namun masih ditemukan

pada kebanyakan kasus mengalami remisi tidak sempurna.

Remisi anemia aplastik biasanya terjadi beberapa bulan setelah pengobatan

(dengan oksimetolon setelah 2-3 bulan), mula – mula terlihat perbaikan pada sistem

Page 20: Case Anemia Aplastik

eritropoitik, kemudian sistem granulopoitik dan terakhir sistem trombopoitik. Kadang

– kadang remisi terlihat pada sistem granulopoitik lebih dahulu lalu disusul oleh

sistem eritropoitik dan trombopoitik. Untuk melihat adanya remisi hendaknya

diperhatikan jumlah retikulosit, granulosit/leukosit dengan hitung jenisnya dan

jumlah trombosit. Pemeriksaan sumsum tulang sebulan sekali merupakan indikator

terbaik untuk menilai keadaan remisi ini. Bila remisi parsial telah tercapai, yaitu

timbulnya aktivitas eritropoitik dan granulopoitik, bahaya perdarahan yang fatal

masih tetap ada, karena perbaikan sistem trombopoitik terjadi paling akhir. Sebaiknya

pasien dibolehkan pulang dari rumah sakit setelah hitung trombosit mencapai 50.000

– 100.000/mm3.

Prognosis buruk dari penyakit anemia aplastik ini dapat berakibat pada

kematian yang seringkali disebabkan oleh keadaan penyerta berupa:

1. Infeksi, biasanya oleh bronchopneumonia atau sepsis. Harus waspada

terhadap tuberkulosis akibat pemberian kortikosteroid (prednison) jangka

panjang.

2. Timbulnya keganasan sekunder akibat penggunaan imunosupresif. Pada

sebuah penelitian yang dilakukan di luar negeri, dari 103 pasien yang diobati

dengan ALG, 20 penderita yang diterapi jangka panjang, berubah menjadi

leukemia akut, mielodisplasia, PNH, dan adanya risiko terjadi hepatoma.

Kejadian ini mungkin merupakan riwayat alamiah penyakit anemia aplastik,

namun komplikasi ini jarang ditemukan pada penderita yang telah menjalani

transplantasi sumsum tulang.

3. Perdarahan otak atau abdomen, yang dikarenakan kondisi trombositopenia.

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

A. Identitas Penderita

Page 21: Case Anemia Aplastik

Nama : An. N

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat & tanggal Lahir : Bekasi, 01 Januari 2005

Umur : 10 tahun 1 bulan

B. Identitas Orangtua

Ayah Ibu

Nama : Tn. N Nama : Ny. T

Umur : 40 tahun Umur : 34 tahun

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta

Agama : Islam Agama : Islam

Alamat : Ujung Harapan

II. ANAMNESIS

Alloanamnesis dengan ayah kandung penderita, tanggal 11 Februari 2015

pukul 14.00 WIB.

a. Keluhan Utama

Bercak-bercak hitam pada seluruh tubuh.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Badan timbul bercak-bercak hitam sejak 1 minggu sebelum masuk rumah

sakit diseluruh badan. Awalnya muncul bercak-bercak sejak 2 minggu sebelum

masuk rumah sakit pada daerah wajah dan leher yang kemudian menjalar

keseluruh tubuh. Pasien juga terlihat pucat didaerah bibir, telapak tangan dan

kaki. Pasien juga mengeluhkan sakit tenggorokan dan panas badan naik turun

sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Badan terasa lemas. Sulit BAB, terakhir

2 hari sebelum masuk rumah sakit berwarna kehitaman. Kepala terasa pusing.

Page 22: Case Anemia Aplastik

Nafsu makan dirasakan berkurang. Nyeri perut, mual dan muntah disangkal.

Sesak nafas disangkal. penglihatan kabur disangkal. Telinga berdengung

disangkal.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit seperti ini sebelumnya disangkal.

d. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

1. Riwayat Antenatal

Ibu rajin periksa kehamilan ke Puskesmas dan sudah mendapat suntikan TT 2

kali, selama kehamilan ibu penderita tidak pernah sakit, tidak pernah minum

obat-obatan tertentu, makan dan minum seperti biasa dan tidak pernah terkena

radiasi atau bahan kimia.

2. Riwayat Melahirkan

Lahir spontan ditolong oleh bidan di rumah sakit, berat badan lahir, nilai

APGAR, panjang badan lahir dan lingkar kepala lahir ibu lupa.

3. Riwayat Neonatal

Anak lahir langsung menangis dengan gerakan aktif dan warna seluruh badan

kemerahan. Selama periode ini penderita tidak pernah sakit.

f. Riwayat Imunisasi

Riwayat imunisasi lengkap.

g. Riwayat Makanan

Penderita mendapatkan ASI eksklusif sejak lahir sampai 6 bulan, makanan

tambahan sejak usia 6 bulan berupa susu kadang diselingi dengan buah-buahan

dan bubur nasi. Penderita tidak pernah mengalami gangguan dalam pola makan,

saat ini penderita mengalami penurunan nafsu makan. Frekuensi makan 3 kali

sehari dengan menu nasi, sayur dan ikan tapi tidak pernah habis.

h. Riwayat Keluarga

Tidak ada dikeluarga yang menderita penyakit seperti penderita. Tidak ada

riwayat penyakit asma, darah tinggi, kencing manis maupun penyakit keganasan

Page 23: Case Anemia Aplastik

dikeluarga.

3. PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan umum : sakit sedang

b. Kesadaran : komposmentis, GCS 4-5-6

c. Tanda vital

Tensi : 100/60 mmHg

Nadi : 170 kali/menit

Suhu : 38,3 °C

Respirasi : 24 kali/menit, teratur

Berat Badan : 28 Kg

e. Kepala/leher

Kepala : Bentuk kepala simetris, ukuran mesosefali, ubun-ubun besar

datar, ubun-ubun kecil sudah menutup.

Rambut : Rambut berwarna hitam, tebal, distribusi merata, tidak

terdapat alopesia.

Mata : Palpebra tidak edema, alis dan bulu mata tidak mudah

dicabut dan tidak mudah rontok, konjungtiva anemis, sklera

tidak ikterik, pupil berdiameter 3 mm/3 mm, isokor, reflek

cahaya +/+, kornea jernih.

Telinga : Bentuk normal, simetris, tidak ada secret, serumen minimal,

nyeri tidak ada.

Hidung : Hidung berbentuk normal, simetris, tidak terdapat

pernapasan cuping hidung, tidak terdapat epistaksis, kotoran

hidung minimal.

Page 24: Case Anemia Aplastik

Mulut : Bentuk tidak ada kelainan, mukosa bibir basah, bercak darah

(-). Gusi tidak berdarah dan tidak bengkak. Bibir tampak

anemis.

Lidah : Bentuk simetris, anemis, tidak tremor, tidak kotor, warna

merah keputihan.

Pharing : Tidak tampak hiperemis, tidak edema, tidak ada abses.

Tonsil : Warna merah muda, tidak membesar, tidak ada abses.

f. Leher : Pada vena jugularis tidak teraba pulsasi, tekanan vena

jugularis tidak meningkat, teraba pembesaran kelenjar leher,

kuduk kaku tidak ditemukan.

g. Toraks

1. Pulmo

Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ditemukan retraksi dinding dada

Palpasi : Pergerakan napas dada simetris, fremitus fokal simetris

kanan dan kiri

Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler, tidak ditemukan ronki dan wheezing

2. Cor

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba

Perkusi : Batas kanan : ICS IV LPS kanan

Batas kiri : ICS V LMK kiri

Batas atas : ICS II LPS kanan

Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, tidak terdapat murmur dan gallop

h. Abdomen

Inspeksi : Bentuk cembung, simetris

Palpasi : Hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae. lien tidak teraba

Perkusi : Timpani, tidak ditemukan adanya asites

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Page 25: Case Anemia Aplastik

i. Ekstremitas

Umum : Akral hangat, tidak edema, tidak ada parese, kedua telapak

tangan dan kaki tampak pucat

Neurologis : Gerakan normal, tonus tidak meningkat, tidak ada atrofi,

tidak didapatkan klonus, reflek fisiologis tidak meningkat,

reflek patologis tidak ada. Sensibilitas normal. Tanda

rangsangan meningeal tidak ada

j. Genitalia : Jenis kelamin laki-laki. Pemeriksaan genitalia tidak

didapatkan adanya kelainan

4. FOLLOW UP

11 Februari 2015

S : Badan terasa lemas dan panas badan

O : T : 80/40 N : 90x/m R : 24x/m S : 39C

Hematologi

Hb : 4,3 gr% (normal L : 13,0-17,5 gr%; P : 11,5-15,5 gr%)

Leukosit : 2200/µL (normal : 4700 – 10.500 µL)

Hematokrit : 11,2% (normal L : 40-50%; P : 35-45%)

Eritrosit : 1,8 jl/mm3 (normal: 3,8-5,8 jl/mm3)

Trombosit : 30.000/µL (normal : 150.000-350.000)

SGOT : 33 U/L (normal : <38U/L)

SGPT : 24 U/L (normal : <41U/L)

Ureum : 35 mg/dl (normal : 15-45 mg/dl)

Kreatinin : 0,5 mg/dl (normal: 0,7 -1,2 mg/dl)

Apusan Darah Tepi

Eritrosit : mikrositik hipokrom, anisopoikilesitosis

Sel target (+), sel pensil (+), fragmentosit (+), polikromasi (+),

Page 26: Case Anemia Aplastik

Leukosit : kesan jumlah normal, morfologi normal

Hitung jenis : basophil 0%, eosinophil 0%, batang 0%, segmen

30%, limfosit 61%, monosit 9%

Trombosit : kesan jumlah kurang, morfologi normal

Kesan : Pansitopenia

Saran : Retikulosit

Si, TIBC, Feritin

Analisa Hb

BMP

A : Pansitopeni ec anemia Aplastik

P : IVFD RL 6 tetes/menit

IV : Cefotaxime 2 x 1 gr

Oral : Paracetamol syrup 4 x 1,5 cth

Transfusi PRC 200cc/hari samapi Hb >10gr/dl

12 Februari 2015

S : Keluhan lemas sudah tidak ada. Nafsu makan perbaikan

O : T : 80/40 N : 90x/m R : 24x/m S : 37,3C

Hematologi

Hb : 4,5 gr% (normal L : 13,0-17,5 gr%; P : 11,5-15,5 gr%)

Leukosit : 1700/µL (normal : 4700 – 10.500 µL)

Hematokrit : 11,5% (normal L : 40-50%; P : 35-45%)

Eritrosit : 1,85 jl/mm3 (normal: 3,8-5,8 jl/mm3)

Trombosit : 23.000/µL (normal : 150.000-350.000)

A : Pansitopeni ec anemia Aplastik

P : IVFD RL 6 tetes/menit

IV : Cefotaxime 2 x 1 gr

Oral : Paracetamol syrup 4 x 1,5 cth

Transfusi PRC 200cc/hari samapi Hb >10gr/dl

Page 27: Case Anemia Aplastik

13 Februari 2015

S : Keluhan lemas sudah tidak ada. Nafsu makan perbaikan. Post transfusi

200cc. Keluarga pasien memutuskan untuk pulang atas permintaan

sendiri.

O : T : 100/60 N : 116x/m R : 26x/m S : 37C

Hematologi

Hb : 5,3 gr% (normal L : 13,0-17,5 gr%; P : 11,5-15,5 gr%)

Leukosit : 1300/µL (normal : 4700 – 10.500 µL)

Hematokrit : 13,9% (normal L : 40-50%; P : 35-45%)

Trombosit : 30.000/µL (normal : 150.000-350.000)

A : Pansitopeni ec Anemia Aplastik

P : IVFD RL 6 tetes/menit

IV : Cefotaxime 2 x 1 gr

5. RESUME

Nama : An. N

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 11 tahun

Berat Badan : 28 kg

Keluhan Utama : Bercak-bercak hitam seluruh tubuh dan lemas.

Uraian : Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit terdapat bercak-

bercak hitam disleuruh tubuh dan badan terasa lemas, terdapat

tanda anemia, tidak terdapat tanda infeksi, tidak terdapat

kelainan jantung.

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan umum : tampak pucat

Page 28: Case Anemia Aplastik

Kesadaran : komposmentis (GCS 4-5-6)

Tensi : 100/60 mmHg

Nadi : 96 kali/menit, kualitas kuat

Suhu : 35,6 ºC

Pernafasan : 24 kali/menit, teratur

Mata : konjungtiva anemis

Hidung : tidak ada epistaksis

Telinga : tidak ada kelainan

Mulut : bibir anemis

Leher : terdapat pembesaran KGB

Ekstremitas : telapak tangan dan kaki anemis

6. DIAGNOSA

a. Diagnosa Banding

Anemia aplastik

ITP

Leukemia

b. Diagnosa Kerja

Anemia aplastik

7. PENATALAKSANAAN

IVFD RL 6 tetes/menit

IV : Cefotaxime 2 x 1 gr

Oral : Paracetamol syrup 4 x 1,5 cth

Transfusi PRC 200cc/hari samapi Hb >10gr/dl

8. USUL DAN SARAN

Biopsi sumsum tulang

Page 29: Case Anemia Aplastik

Pemeriksaan Radiologi

9. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

10. PENCEGAHAN

Pencegahan infeksi sekunder dan trauma serta menghentikan paparan terhadap

insektisida

DAFTAR PUSTAKA

1. Ugrasena, IDG.Anemia Aplastik.Buku Ajar Hematologi – Onkologi Anak

IDAI.Cetakan Kedua.Badan Penerbit IDAI.Jakarta.2006.Hal:10-15.

Page 30: Case Anemia Aplastik

2. Abidin Widjanarko, Aru W. Sudoyo, Hans Salonder.Anemia Aplastik.Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.Edisi IV.Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.Jakarta.2006.Hal:627-633.

3. A.V. Hoffbrand, J.E. Pettit, P.A.H. Moss.Anemia Aplastik dan Kegagalan

Sumsum Tulang.Kapita Selekta Hematologi.Edisi IV.EGC.Jakarta.2006.Hal:

83-87.

4. Kamus Kedokteran Dorland.Edisi ke 27.Jakarta:EGC.2005

5. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit Volume I.Edisi VI.EGC.Jakarta.2006.Hal: 258-260.