Case 2 Martin (Bph)
-
Upload
martin-deng -
Category
Documents
-
view
236 -
download
0
description
Transcript of Case 2 Martin (Bph)
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT BEDAH
RUMAH SAKIT IMANUEL BANDAR LAMPUNG
Kasus :Benign Prostat Hiperplasia + Vesicolithiasis + Cystitis
Nama : Martin Prayiggo Utomo
NIM : 11.2013.067
Pembimbing: dr. Budi Suanto Sp.B
Identitas Pasien
Nama : Tn.IS Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 72 tahun Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : - Agama : Islam
Alamat : Jl.Ir.Sutami Sidorejo Lampung
Timur
Masuk RS : 16 November 2014
1
I. Anamnesis
Diambil dari autoanamnesis & alloanamnesis Tanggal: 16 November 2014
1. Keluhan Utama:
Nyeri pinggang kanan sekitar 2 hari SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 2 hari yang lalu os mengeluh nyeri pada pinggang kanan menembus
sampai pada perut bagian depan kanan bawah,rasa sakitnya terasa tajam dan
menusuk-nusuk,ketika berjalan rasa sakit tidak membaik atau bertambah sakit.mual
dan muntah tidak dikeluhkan.Pada saat buang air kecil diakhir berkemih terasa panas
dan sakit.BAK kadang-kadang tidak terasa tuntas dan menetes,keluhan ini sudah
sering dirasakan sejak 2 tahun lalu dan sempat berobat kedokter dan di usg.Dokter
waktu itu mengatakan ada pembesaran pada kelenjar prostat dan ada batu pada
kantung kencing tetapi os tidak mau dioperasi.
3. Riwayat Penyakit Keluarga: tidak ada
4. Riwayat Masa Lampau
a. Penyakit Terdahulu : BPH (+) Vesikolithiasis (+) DM (-) Hipertensi (+)
Asma (-)
b. Trauma Terdahulu : tidak ada
c. Operasi : tidak pernah dilakukan operasi sebelumnya
d. Sistem Saraf : tidak ada keluhan
e. Sistem Kardiovaskular : tidak ada keluhan
f. Sistem urinalis : tidak ada keluhan
g. Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan
h. Sistem genitalis : tidak ada keluhan
i. Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan
2
II. Status Presents
1. Status Umum
Keadaan Umum: Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 180/ 70 mmHg
Nadi : 90x/menit
Pernapasan : spontan, 21 x/menit
Suhu : 36,40C
Kulit : warna kulit sawo matang, tidak ada jaringan parut, turgor baik.
Kepala : normocephali
Wajah : simetris
Mata : CA +/+, SI -/-, pupil isokor
Hidung : tidak tampak septum deviasi, tidak teraba krepitasi
Mulut/gigi : bibir tidak tampak sianosis, tonsil T1-T1, gigi lengkap
Leher : kelenjar tiroid tidak teraba membesar, kelenjar getah bening tidak
teraba membesar
Dada : bentuk dada normal, pergerakan dada kanan dan kiri saat inspirasi
dan ekspirasi simetris, tidak tampak pelebaran sela iga.
Jantung : Bunyi jantung I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Suara Napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Perut : datar, supel, BU (+) normoperistaltik, Nyeri tekan (+) region kanan
bawah sampai suprapubic,nyeri ketok CVA dextra (+)
Hati : Tidak teraba membesar
Limpa : tidak teraba membesar
Ginjal : CVA +/-, Ballotement -/-
Kemaluan : Tidak dilakukan pemeriksaan
Rctal Touche : Teraba Prostat membesar dengan konsistensi keras
Ekstremitas : akral hangat, edema -
Refleks:
Kanan Kiri
Refleks Tendon Positif Positif
3
Bisep Positif Positif
Trisep Positif Positif
Patela Positif Positif
Achiles Positif Positif
Refleks patologis Negatif Negatif
2. Status Lokalis
Pada Abdomen
Inspeksi : Datar, gerakan peristaltic usus tidak terlihat.
Palpasi : Teraba supel, nyeri tekan (+) pada kuadran kanan bawah dan sampai
regio suprapubic.
Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut
Auskultasi : Normoperistalti 6x/menit.
4
Perut datar,nyeri tekan pada kuadran kanan bawah sampai pada region suprapubic
1. Laboratorium 16 November 2014
CBC Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 14,6 g/dl M: 12-17; F: 11-15
Hematokrit 42,5% 37-54
Eritrosit 5,07 juta/ul 3,5-5,5
Trombosit 208.000/ul 150-300 ribu
Leukosit 5040 /ul 5.000-10.000
Segment 62 % 50-70
Limposit 32 % 25-40
Monosit 5% 2-8
MCHC 34,4 g/dl 31-36
MCH 28,8 pg 27-32
MCV 83,8 fl 77-94
Gambaran Eritrosit
-Eritrosit
-Trombosit
Normal
Cukup
Hemostasis
5
-Waktu perdarahan
-waktu pembekuan
2 menit
9 menit
1-6
9-15
Kimia darah
Urea
BUN
Creatinin
28.0 mg/dl
13.07 mg/dl
0.90
10-50
6-20
L : < 1,3 P : < 1,1
Urinalisa
Warna Kuning /keruh
Gula Negative Negative
Bilirubine Trace Negative
Keton 1+ Negative
Berat jenis 1020 1003-1030
pH 6.0 5-8
Protein 2+ Negative
Urobilinogen 2+ <1 EU/dl
Nitrit Negative Negative
Darah Trace Negative
6
Leukosit 3 + Negative
Sedimen
- Leukosit
- Eritrosit
- Epitel Squamos
40- 50 / LBP
2-5 /LBP
Banyak /LPK
3-5
1-3
Radiologi
USG Kesan : Cystitis dengan multiple Vesicolithiasis , BPH dengan berat +/- 102 gram
IV. Resume
Pria 72 tahun masuk ke IGD dengan keluhan nyeri pinggang kanan yang menyebar
sampai pada perut kanan bawah sejak 2 hari SMRS sakitnya semakin sakit tidak
disertai mual muntah dan tidak dipengaruhi oleh posisi dan makanan,BAK tidak
lancar dan sering sakit pada akhir berkemih,riwayat pembesaran pada kelenjar prostat
dan batu pada kantung kemih sejak 2 tahun lalu. Pemeriksaan fisik didapati nyeri
ketok CVA kanan (+) dan nyeri tekan pada region kanan bawah sampai suprapubic,
rectal toucher teraba pembesarann kelenjar prostat pada arah jam 12 konsistensi
keras,darah (-) Feses (+)
Pada pemeriksaan penunjang usg didapati pembesaran kelenjar prostat disertai dengan
cystitis + vesicolithiasis multiple
V. Diagnosis Kerja
Multiple Vesicolithiasis + Cystitis
BPH
VI. Penatalaksanaan
7
IVFD RL 500cc/8 jam
Inj. Urinter 3 x I
Inj. Ultracet 3 x I
Inj. Biopress pluss 8mg 1 x 1/2
VII. Prognosis
bonam
VIII. Follow Up
16/11/2014: S: nyeri pinggang kanan menjalar sampai perut kanan sekitar 2 hari, BAK
kadang-kadang terasa panas dan sakit diakhir kencing.
O: KU: Tampak sakit sedang
Kes: CM
TD: 180/90 mmHg HR: 79x/menit RR: 20x/menit S: 36,7°C
Mata: CA -/-, SI -/-, pupil isokor
Leher: Pembesaran KGB (-)
Thorax: Simetris saat statis, dinamis. Retraksi sela iga (-)
Cor: BJ I-II murni, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: SN vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen: Datar,supel,nyeri tekan perut kanan bawah dan region supra pubic,
BU (+), CVA (+) dextra .hati hepar limpa tidak teraba ada
pembesaran
Ekstremitas: Akral hangat, edema (-)
Status lokalis: datar,supel,nyeri tekan kanan bawah sampai suprapubic cva +
dextra
8
A : colic renal e.c suspect batu saluarn kemih
P: Inj. Torasic 1 amp
Urinter 3 x I tab
Ultracet 3 x I tab
Biopress 1 x I tab
17/11/2014: S: OS mengelu mual,muntah (-),BAB sulit sekitar 2 hari kencing terasa panas
pada akhir kencing dan sakit.
O: KU: Tampak sakit sedang
Kes: CM
TD: 160/120 mmHg HR: 82x/menit RR: 24x/menit S: 36,4°c
Status lokalis: datar,supel,nyeri tekan kanan bawah sampai suprapubic cva +
dextra
A: Cystitis et causa vesicolithiasis + BPH
P: Urinter 3 x I tab
9
Ultracet 3 x I tab
Biopress 1 x I tab
Hasil USG 16/11/14 yang bermakna:
Sistitis dengan multiple vesicolithiasis,BPH dengan berat +/- 102 gram.
18/11/2014: S: mual,muntah -, sulit BAB 3 hari keluhan lain -
O: KU: Tampak sakit sedang
Kes: CM
TD: 210/120 mmHg HR: 86x/menit RR: 18x/menit S: 36,5°C
Status lokalis: supel , BU (+) , CVA (-), nyeri tekan Suprapubic
A: Cystitis et causa vesicolithiasis + BPH
P: Urinter 3 x I tab
Ultracet 3 x I tab
Amlodipine 1x5mg
Valsartan 1 x 80 mg
Biopress 1 x I tab
19/11/2014: S: nyeri pada akhir BAK dan menetes pada akhir kencing,keluhan lain -
10
O: KU: Tampak sakit sedang
Kes: CM
TD: 150/80 mmHg HR: 78x/menit RR: 22x/menit S: 36,5°C
Status lokalis: perut membuncit, NT (-) supel BU +
A: Cystitis et causa vesicolithiasis + BPH
P: Urinter 3 x I tab
Ultracet 3 x I tab
Amlodipine 1x5mg
Valsartan 1 x 80 mg
Ondan sentron 3 x 8 mg
Solac 1 x 30 cc
Biopress 1 x I tab
20/11/2014: S: Os mengeluh gatal pada luka post op,mual muntah1 x bab keras
O: KU: Tampak sakit sedang
Kes: CM
TD: 150/70 mmHg HR: 76x/menit RR: 21x/menit S: 36,7°C
Status lokalis: BU + luka post op tertutup verban nyeri pada luka post op
11
A: Cystitis et causa vesicolithiasis + BPH post op h2
P: Ceftizoxim inj 2 x 1 gr
Urinter 3 x I tab
Ronex 3x 1 amp
Ulceranin 2x 1 amp
Amlodipine 1x5mg
Valsartan 1 x 80 mg
Ondansentron 3 x 8 mg
Biopress 1 x I tab
21/11/2014: S: gatal berkurang bab – 4 hari
O: KU: Tampak sakit sedang
Kes: CM
TD: 140/80 mmHg HR: 80x/menit RR: 20x/menit S: 36,7°C
Status lokalis: NT + BU + luka post sop terbalut verban
A: Cystitis et causa vesicolithiasis + BPH post op h3
12
P: Ceftizoxim inj 2 x 1 gr
Urinter 3 x I tab
Ronex 3x 1 amp
Ulceranin 2x 1 amp
Amlodipine 1x5mg
Valsartan 1 x 80 mg
Harnal oces 1 x I tab
Coditam 3 x I tab
Farpain prn nyeri
Falergy 2 x 1 tab
Ondansentron 3 x 8 mg
Biopress 1 x I tab
22/11/2014: S:bab – gatal pada luka post op – nyeri pada luka post op
O: KU: Tampak sakit sedang
Kes: CM
TD: 140/80 mmHg HR: 84x/menit RR: 20x/menit S: 36,5°C
Status lokalis: nyeri pada luka post op bu + gatal -
A: Cystitis et causa vesicolithiasis + BPH post op h4
P: Ceftizoxim inj 2 x 1 gr
Urinter 3 x I tab
Ulceranin 2x 1 amp
Amlodipine 1x5mg
Valsartan 1 x 80 mg
Falergy 2 x 1 tab
13
Coditam 3 x I tab
Biopress 1 x I tab
23/11/2014: S: kencing merah lagi nyeri pada bekas oprasi
O: KU: Tampak sakit sedang
Kes: CM
TD: 140/80 mmHg HR: 78x/menit RR: 21x/menit S: 36,6°C
Status lokalis: BU (+) nyeri pada luka post op
A: Cystitis et causa vesicolithiasis + BPH post op h5
P: Ceftizoxim inj 2 x 1 gr
Urinter 3 x I tab
Ulceranin 2x 1 amp
Amlodipine 1x5mg
Valsartan 1 x 80 mg
Falergy 2 x 1 tab
Solac 1 x 30 cc
Ondansentron prn
Coditam 3 x I tab
Biopress 1 x I tab
24/11/2014: S: urine masih sering merah dan nyeri pada luka post op keluhan lain -
14
O: KU: Tampak sakit sedang
Kes: CM
TD: 140/80 mmHg HR: 84x/menit RR: 21x/menit S: 36,6°C
Status lokalis: BU (+) nyeri pada luka post op
A: Cystitis et causa vesicolithiasis + BPH post op h6
P: Ceftizoxim inj 2 x 1 gr
Urinter 3 x I tab
Amlodipine 1x5mg
Valsartan 1 x 80 mg
Solac 1 x 30 cc
Biopress 1 x I tab Pasien dipulangkan
Tinjauan Pustaka
15
A. Pendahuluan
Kelenjar prostat merupakan organ pada laki-laki yang paling sering terkena
neoplasma jinak maupun ganas. Secara anatomis, prostat terletak pada pelvis, yang
dipisahkan dengan simfisis pubis di bagian anterior oleh ruang retropubik (rongga
Retzius). Permukaan posterior dari prostat dipisahkan dari ampula rekti oleh fasia
Denonvillier. Basis dari prostat tersambung dengan leher vesika urinaria, dan apeksnya
terletak di permukaan bagian atas dari diafragma urogenital. Prostat diperdarahi
pembuluh darah arteri cabang dari arteri iliaka interna. Drainase vena prostat melalui
kompleks vena dorsalis, yang menerima vena profunda di bagian dorsal penis dan cabang
dari vesika sebelum mengalir ke vena iliaka interna. Persarafan prostat berasal dari
pleksus pelvis. Ukuran normal prostat sekitar 3-4 cm pada basis, 4-6 cm di sefalokaudal,
dan 2-3 cm di bagian anteroposterior. Benign prostatic hyperplasia (BPH) secara
keseluruhan berasal dari zona transisi.1
Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan
dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar
prostat atau benign prostate enlargement (BPE) yang menyebabkan terjadinya obstruksi
pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet obstruction (BOO).
Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat disebut sebagai
benign prostate obstruction (BPO).1,2 Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan
perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada
saluran kemih atas maupun bawah. Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH
seringkali berupa LUTS (lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi
(voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi
meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus
(intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahap selanjutnya terjadi retensi
urine. Hubungan antara BPH dengan LUTS sangat kompleks. Tidak semua pasien BPH
mengeluhkan gangguan miksi dan sebaliknya tidak semua keluhan miksi disebabkan oleh
BPH.1,2
B. Anamnesis
16
Anamnesa merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit
pasien. Anamnesis bisa dilakukan pada pasien itu sendiri yang disebut Auto Anamnesa
apabila pasien dalam kondisi sadar dan baik, bisa juga melalui keluarga terdekat atau
orang yang bersama pasien selama ia sakit apabila pasien dalam kondisi tidak sadar atau
kesulitan berbicara disebut dengan Allo Anamnesa.3
Dengan dilakukanya anamnesis maka 70% diagnosis dapat ditegakkan. Sedangkan
30%nya lagi didapatkan dari pemeriksaan fisik, lab, dan radiologi (kalau diperlukan). Hal
yang perlu ditanyakan dokter pada saat anamnesis antara lain:3
Keluhan utama yakni gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan
penderita sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan
pertolongan serta menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut. Hal ini
merupakan dasar untuk memulai evaluasi pasien.
Riwayat pribadi merupakan segala hal yang menyangkut pribadi pasien seperti
data diri pasien seperti nama, tanggal lahir, umur, alamat, suku, agama, dan
pendidikan.
Riwayat sosial mencakup keterangan mengenai pekerjaan, aktivitas, perkawinan,
lingkungan tempat tinggal, dan lain-lain.
Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit yang pernah di derita
pasien pada masa lampau yang mungkin berhubungan dengan penyakit yang
dialami sekarang.
Riwayat keluarga meliputi segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter
dan kontak antara anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami.
Pada riwayat penyakit sekarang dapat menanyakan mengenai:
sejak kapan muncul gangguan atau gejala-gejala tersebut
frekuensi serangan atau kualitas penyakit
sifat serangan atau kuantitas penyakit
lamanya penyakit tersebut diderita
perjalanan penyakitnya, riwayat pengobatan sebelumnya
lokasi sakitnya
akibat yang timbul
gejala-gejala yang berhubungan
17
Anamnesis dilakukan untuk menggali keluhan utama serta gejala BPH. Di samping
itu ditanya juga riwayat kesehatan pada umumnya seperti riwayat pembedahan, riwayat
penyakit saraf, penyakit metabolik seperti diabetes melitus, dan riwayat pemakaian obat-
obatan. Untuk menilai gejala obstruktif dan iritatif dapat diperoleh melalui kuesioner,
dimana yang umumnya dipakai saat ini adalah International Prostate Symptom Score
(IPSS). Pada kasus BPH, hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain :3,4
Bagaimana perasaan setelah buang air kecil? Lampias atau tidak lampias (vesika
urinaria tidak kosong setelah miksi)
Seberapa sering dalam sehari buang air kecil? Sering / tidaknya miksi
Bagaimana pancuran air kemih waktu berkemih? Terdapat arus kemih yang berhenti
saat miksi / tidak?
Bagaimana arus buang air kecil lancar, setetes-setetes? (lemah saat miksi / tidak)
Dapatkah menahan buang air kecil? Tidak dapat menahan miksi / dapat
Apakah terjadi kesulitan saat memulai buang air kecil / tidak?
Apakah sering buang air kecil pada waktu malam hari atau terbangun pada malam
hari (Nokturia)?
C. Pemeriksaan
Setelah melalui proses anamnesa dan diketahui keluhan dari pasien lalu dapat
dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan yang dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain: pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.3
Pemeriksaan Fisik
Rectal Toucher merupakan pemeriksaan yang wajib dilakukan. Pemeriksaan
colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani,
reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan
pada di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat
harus diperhatikan :4-11
18
Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya
kenyal)
Adakah asimetris
Adakah nodul pada prostate (merupakan tanda dari adanya
keganasan)
Apakah batas atas dapat diraba
Sulcus medianus prostate
Adakah krepitasi
Pembesaran kelenjar prostat lobus lateral pada pemeriksaan colok
dubur, simetris dan keseluruhannya elastis. Lobus median berbatasan dengan
vesica urinaria dan tidak teraba membesar pada pemeriksaan ini. Pada
pemeriksaan ini, prostat harus dipalpasi dengan teliti terhadap kemungkinan
adanya nodul atau pengerasan yang mengindikasikan pada adanya suatu
karsinoma.1,4,9-17
Gambar 1. Pemeriksaan Rectal Toucher
Secara umum, pemeriksaan colok dubur pada hiperplasia prostat
menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus
kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada
carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara
lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.
19
Pada penderita retensi urin akut, benjolan yang teraba di atas rongga pelvis
akan terasa sangat nyeri pada waktu palpasi. Pada karsinoma prostat, prostat
teraba keras atau teraba benjolan yang konsistensinya lebih keras dari
sekitarnya. Dengan colok dubur dapat pula teraba batu prostat apabila teraba
krepitasi. 1,4,9-17
Pada pemeriksaan fisik, apabila sudah terjadi kelainan pada traktus
urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah
terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada
pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total,
daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia.
Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan
sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa
navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di
daerah meatus. 1,4,9-17
Meskipun pemeriksaan ini wajib dilakukan, ukuran besarnya prostat
tidak mempunyai korelasi dengan beratnya gejala, derajat obstruksi, hasil
pengobatan dan tidak merupakan pertimbangan untuk melakukan pengobatan
secara aktif apabila dibutuhkan. Besarnya ukuran prostat hanya berguna untuk
menentukan prosedur bedah yang sesuai untuk penderita. Misalnya pada
prostat yang kecil dapat ditindaklanjuti dengan single Bladder Neck Incision
(BDI), sementara pada prostat yang sangat besar mungkin membutuhkan
prostatectomy terbuka dibandingkan dengan melakukan Transurethral
Resection of the Prostat (TURP). 1,4,9
Pemeriksaan Penunjang1,10-22
Urinalisis
Bertujuan untuk menyingkirkan adanya infeksi atau hematuria dan
pengukuran kadar serum ureum kreatinin untuk menilai fungsi ginjal dari pasien.
Insufisiensi ginjal dapat ditemukan pada 10% pasien dengan prostatism dan
memerlukan pemeriksaan radiologi saluran kemih bagian atas. Pasien dengan
insufisiensi ginjal mempunyai risiko yang tinggi mengalami komplikasi post-
operasi setelah pembedahan BPH. Kadar PSA serum biasanya dapat dilakukan,
namun sebagian besar ahli memasukkan pemeriksaan PSA ke dalam pemeriksaan
awal, dibandingkan dengan pemeriksaan RT saja.10-22
20
PSA
Disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specifik tetapi bukan
kanker specifik. Serum PSA dapat dipakai untuk mengetahui perjalanan penyakit
dari BPH. Apabila kadar PSA tinggi berarti : 10-13
(a) Pertumbuhan volume prostat lebih cepat,
(b) Keluhan akibat BPH atau laju pancaran urin lebih buruk,
(c) Lebih mudah terjadinya retensi urine akut.
Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar
PSA, makin tinggi kadar PSA makin cepat laju pertumbuhan prostat. Laju
pertumbuhan volume prostat rata-rata setiap tahun pada kadar PSA 0,2-1,3 ng/dl
laju adalah 0,7 mL/tahun, sedangkan pada kadar PSA 1,4-3,2 ng/dl sebesar 2,1
mL/tahun, dan kadar PSA 3,3-9,9 ng/dl adalah 3,3 mL/tahun.18 Kadar PSA di
dalam serum dapat mengalami peningkatan pada keradangan, setelah manipulasi
pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urine akut, kateterisasi,
keganasan prostat, dan usia yang makin tua. Rentang kadar PSA yang dianggap
normal berdasarkan usia adalah:10-18
40-49 tahun : 0-2,5 ng/ml
50-59 tahun :0-3,5 ng/ml
60-69 tahun :0-4,5 ng/ml
70-79 tahun : 0-6,5 ng/ml
Meskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya karsinoma prostat,
tetapi kelompok usia BPH mempunyai resiko terkena karsinoma prostat.
Pemeriksaan PSA bersamaan dengan colok dubur lebih superior daripada
pemeriksaan colok dubur saja dalam mendeteksi adanya karsinoma prostat. Oleh
karena itu pada usia ini pemeriksaan PSA menjadi sangat penting guna mendeteksi
kemungkinan adanya karsinoma prostat.11
Pemeriksaan PSA sebagai salah satu pemeriksaan awal pada BPH, meskipun
dengan syarat yang berhubungan dengan usia pasien atau usia harapan hidup
pasien. Usia sebaiknya tidak melebihi 70-75 tahun atau usia harapan hidup lebih
dari 10 tahun, sehingga jika memang terdiagnosis karsinoma prostat tindakan
radikal masih ada manfaatnya.11-19
21
Pielogram intravena (IVP) atau USG ginjal dianjurkan bila ditemukan adanya
kelainan saluran kemih atau komplikasi dari BPH (misal: hematuria, ISK,
insufisensi ginjal, dan riwayat batu saluran kemih).15-22
Sistoskopi tidak dianjurkan, untuk menentukan perlunya dilakukan terapi pada
pasien. Sistoskopi membantu pemilihan terapi bedah pada pasien yang akan
dilakukan terapi invasif. 15-22
Sistometrogram dan urodinamik diperlukan pada pasien yang diduga mengalami
kelainan neurologis atau pada pasien dengan riwayat kegagalan operasi prostat. 5
Pemeriksaan urodinamika merupakan pemeriksaan optional pada evaluasi
pasien BPH bergejala.11,12 Meskipun merupakan pemeriksaan invasif, urodinamika
saat ini merupakan pemeriksaan yang paling baik dalam menentukan derajat
obstruksi prostat (BPO), dan mampu meramalkan keberhasilan suatu tindakan
pembedahan. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas 87%, spesifisitas 93%, dan
nilai prediksi positif sebesar 95%. Indikasi pemeriksaan urodinamika pada BPH
adalah: 15-22
Berusia < 50 tahun atau lebih dari 80 tahun dengan volume residual
urine>300 mL,
Qmax>10 ml/detik, setelah menjalani pembedahan radikal pada daerah
pelvis,
Setelah gagal dengan terapi invasif, atau
Kecurigaan adanya buli-buli neurogenik
Residual urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa urine
yang tertinggal di dalam buli-buli setelah miksi. 78% pria normal mempunyai
residual urine kurang dari 5 mL dan semua pria normal mempunyai residu urine
tidak lebih dari 12 mL.18
Pemeriksaan residual urine dapat dilakukan secara invasif, yaitu dengan
melakukan pengukuran langsung sisa urine melalui kateterisasi uretra setelah
pasien berkemih, maupun non invasif, yaitu dengan mengukur sisa urine melalui
USG atau bladder scan. Pengukuran melalui kateterisasi ini lebih akurat
dibandingkan dengan USG, tetapi tidak nyaman bagi pasien, dapat menimbulkan
cedera uretra, menimbulkan infeksi saluran kemih, hingga terjadi bakteriemia.11,12
22
Peningkatan volume residual urine tidak selalu menunjukkan beratnya gangguan
pancaran urine atau beratnya obstruksi. Watchful waiting biasanya akan gagal jika
terdapat residual urine yang cukup banyak dan volume residual urine lebih 350 ml
seringkali telah terjadi disfungsi pada buli-buli sehingga terapi medikamentosa
biasanya tidak akan memberikan hasil yang memuaskan.15-22
Beberapa negara terutama di Eropa merekomendasikan pemeriksaan PVR
sebagai bagian dari pemeriksaan awal pada BPH dan untuk memonitor setelah
watchful waiting. Karena variasi intraindividual yang cukup tinggi, pemeriksaan
PVR dikerjakan lebih dari satu kali dan sebaiknya dikerjakan melalui melalui USG
transabdominal.15-22
Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urine selama proses miksi secara
elektronik. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi gejala obstruksi saluran
kemih bagian bawah yang tidak invasif. Dari uroflometri dapat diperoleh informasi
mengenai volume miksi, pancaran maksimum (Qmax), pancaran rata-rata (Qave),
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, dan lama
pancaran.15-22
Pemeriksaan ini sangat mudah, non invasif, dan sering dipakai untuk
mengevaluasi gejala obstruksi infravesika baik sebelum maupun setelah
mendapatkan terapi. Hasil uroflometri tidak spesifik menunjukkan penyebab
terjadinya kelainan pancaran urine, sebab pancaran urine yang lemah dapat
disebabkan karena BOO atau kelemahan otot detrusor. Demikian pula Qmax
(pancaran) yang normal belum tentu tidak ada BOO. Namun demikian sebagai
patokan, pada IC-BPH 2000, terdapat korelasi antara nilai Qmax dengan derajat
BOO sebagai berikut: 15-22
Qmax < 10 ml/detik 90% BOO
Qmax 10-14 ml/detik 67% BOO
Qmax >15 ml/detik 30% BOO
Harga Qmax dapat dipakai untuk meramalkan hasil pembedahan. Pasien tua
yang mengeluh LUTS dengan Qmax normal biasanya bukan disebabkan karena
BPH dan keluhan tersebut tidak berubah setelah pembedahan. Sedangkan pasien
23
dengan Qmax <10 mL/detik biasanya disebabkan karena obstruksi dan akan
memberikan respons yang baik. Penilaian ada tidaknya BOO sebaiknya tidak
hanya dari hasil Qmax saja, tetapi juga digabungkan dengan pemeriksaan lain.
Menurut Steele et al (2000) kombinasi pemeriksaan skor IPSS, volume prostat, dan
Qmax cukup akurat dalam menentukan adanya BOO.13
Nilai Qmax dipengaruhi oleh: usia, jumlah urine yang dikemihkan, serta
terdapat variasi induvidual yang cukup besar. Oleh karena itu hasil uroflometri
menjadi bermakna jika volume urine >150 mL dan diperiksa berulangkali pada
kesempatan yang berbeda. Spesifisitas dan nilai prediksi positif Qmax untuk
menentukan BOO harus diukur beberapa kali. Reynard et al (1996) dan Jepsen et al
(1998) menyebutkan bahwa untuk menilai ada tidak-nya BOO sebaiknya dilakukan
pengukuran pancaran urine 4 kali.13
Bila pemeriksaan uroflometri hanya dapat menilai bahwa pasien mempunyai
pancaran urine yang lemah tanpa dapat menerangkan penyebabnya, pemeriksaan
urodinamika (pressure flow study) dapat membedakan pancaran urine yang lemah
itu disebabkan karena obstruksi leher buli-buli dan uretra (BOO) atau kelemahan
kontraksi otot detrusor. Pemeriksaan ini cocok untuk pasien yang hendak menjalani
pembedahan. Mungkin saja LUTS yang dikeluhkan oleh pasien bukan disebabkan
oleh obstruksi prostat (BPO) melainkan disebabkan oleh kelemahan kontraksi otot
detrusor sehingga pada keadaan ini tindakan desobstruksi tidak akan bermanfaat. 15-
22
D. Diagnosis Banding
Kelainan obstruktif lain pada saluran kemih bagian bawah, seperti striktur uretra,
kontraktur leher kandung kemih, batu buli, atau kanker prostat yang harus dipikirkan pada
pasien yang diduga menderita BPH. Riwayat pemasangan alat pada uretra, uretritis, atau
trauma harus ditanyakan untuk menyingkirkan striktur uretra atau kontraktur dari leher
kandung kemih. Hematuria dan nyeri sering berhubungan dengan batu buli. Kanker
prostat dapat dideteksi dengan adanya kelainan pada pemeriksaan RT atau dari
peningkatan kadar PSA. 1,10-22
Infeksi saluran kemih, yang dapat menyerupai keluhan iritatif dari BPH, dapat
ditentukan dengan pemeriksaan urinalisis dan kultur; namun ISK juga dapat merupakan
komplikasi dari BPH. Walaupun keluhan BAK iritatif juga berhubungan dengan
24
karsinoma vesika urinaria, terutama karsinoma in situ, pemeriksaan urinalisis biasanya
menunjukkan adanya hematuria. 1,10-22
Pada pasien dengan neurogenik bladder dapat ditemukan keluhan dan tanda dari
BPH, namun riwayat kelainan neurologik, stroke, diabetes mellitus, atau trauma
punggung juga didapatkan pada pasien. Sebagai tambahan, pemeriksaan RT didapatkan
perubahan tonus sfingter rektal atau refleks bulbokavernosus. Keluhan konstipasi
mungkin disebabkan oleh kelainan neurologis.1
Urolithiasis5,6
Adalah penyakit adanya batu pada saluran traktus urinarius mencakup ginjal,
ureter, vesika urinaria. Diagnosa ditegakkan lewat:5,6
1. Dari riwayat penyakit batu, jenis kelamin, usia, pekerjaan, hubungan keadaan
penyakit, infeksi dan penggunaan obat-obatan. Riwayat keluarga yang
dengan batu saluran kemih, pencegahan, pengobatan yang telah dilakukan,
cara pengmabilan batu, analisis jenis batu, dan letak batu.
2. Dari gambaran batu lewat pemeriksaan penunjang
3. Dari investigasi biokimia urine
Anamnesis
Terdapat nyeri kolik ginjal dan saluran kemih, pinggang pegal, gejala infeksi
saluran kemih, hematuria dan riwayat keluarga.6
Pemeriksaan Fisik
Terdapat nyeri ketok sudut kostoveterba, nyeri tekan perut bagian bawah dan ada
tanda balotemen.6
Nyeri akibat batu saluran kemih dapat dijelaskan melalui 2 mekanisme: 5,6
1. Dilatasi sistem sumbatan dengan peregangan reseptor sakit
2. Iritasi lokal dinding ureter atau dinding pelvis ginjal disertai edema
dan pelepasan faktor sakit
Nyeri kolik terkadang dapat menjalar hingga ke arah kemaluan akibat pergerakan
dari batu di saluran kemih seiring aliran urine.
25
Pemeriksaan Penunjang5,6
Ultrasonografi menunjukkan ukuran, bentuk, dan posisi batu.
Pemeriksaan ini diperlukan pada perempuan hamil dan pasien yang
alergi kontras radiologi. Dapat diketahui adanya batu radioluscent dan
dilatasi sitem kolektikus. Keterbatasan pemeriksaan ini adalah kesulitan
untuk menunjukkan batu ureter, dan tidak dapat membedakan batu kalsifikasi
dan batu radioluscent.
Foto abdomen biasa menunjukkan bentuk, ukuran, dan posisi batu.
Keunggulan dari pemeriksaan ini adalah dapat membedakan kalsifikasi
batu, yaitu densitas tinggi seperti kalsium oksalat dan kalsium fosfat, dan
densitas rendah seperti struvit, cistin, dan campuran keduanya. Indikasi
dilakukan dengan uji kualitatif sistin pada pasien muda. Keterbatasan
pemeriksaan ini adalah tidak dapat menentukan batu radioluscent, batu kecil,
dan batu yang tertutup struktur tulang. Pemeriksaan ini juga tidak dapat
membedakan batu dalam ginjal dan batu luar ginjal.
Urogram merupakan deteksi batu radioluscent sebagai defek pengisian
dalam (filling). Urogram dapat menunjukkan lokasi batu pada sistem
kolektikus serta dapat menunjukkan kelainan anatomis.
CT helikal tanpa kontras yaitu teknik pencitraan yang dianjurkan pada
pasien yang diduga menderita nefrolitiasis. Teknik tersebut memiliki
beberapa keuntungan dibandingkan teknik pencitraan lainnya, antara lain:
tidak memerlukan material radiokontras; dapat memperlihatkan bagian distal
ureter; dapat mendeteksi batu radiolusen (seperti batuasam urat), batu radio-
opaque, dan batu kecil sebesar 1-2 mm; dan dapat mendeteksi hidronefrosis
dan kelainan ginjal dan intra-abdomen selain batu yang dapat menyebabkan
timbulnya gejala pada pasien. Pada penelitian yang dilakukan terhadap 100
pasien yangdatang ke UGD dengan nyeri pinggang, CT helikal memiliki
sensitivitas 98%, spesifisitas100%, dan nilai prediktif negatif 97% untuk
diagnosis batu ureter.
26
Pemeriksaan biokimia urine5,6
Pemeriksaan laboratorium rutin, sampel, dan urine. Pemeriksaan pH, berat
jenis, sedimen urine untuk menentukan hematuri, leukosituria, dan kristal
uria. Pemeriksaan kultur kuman penting memeriksa adanya infeksi pada
saluran kemih. Apabila batu keluar, diperlukan pencaraian faktor resiko dan
mekanisme timbulnya batu.
Patogenesis dan Klasifikasi
Pembentukan batu saluran kemih memerlukan keadaan supersaturasi
dalam pembentukan batu. Inhibitor pembentuk batu dijumpai dalam urine
normal. Batu kalsium oksalat dengan inhibitor siklat dan glikoprotein. Beberapa
reaktan dapat memacu pembentukan batu seperti asam urat, memacu batu
kalsium oksalat. Aksi reatan dan inhibitor belum dikenali sepenuhnya. Ada
dugaan proses ini berperan dalam proses pmebentukan awal atau nukleasi
kristal, progresi kristal atau agregatasi kristal. Misalnya, penambahan sitrat
dalam kompleks kalsium dapat mencegah agragatasi kristal kalsium oksalat dan
mungkin dapat mengurangi resiko agregatasi dalam saluran kemih. 5
Batu ginjal dapat terbentuk bila dijumpai 1 atau 2 beberapa faktor
pembentuk kristal kalsium dan menimbulkan agregasi pembentukan batu.
Subyek normal dapat mengekskresikan nukleus kristal kecil. Proses
pembentukan batu dimungkinkan dengan kecenderungan ekskresi agregat
kristal yang lebih besar dan kemungkinan sebagai kristal kalsium oksalat dalam
urine. 5
Proses perubahan kristal yang terbentuk dalam tubulus menjadi batu
masih belum sejelas proses pembuangan kristal melalui aliran urine yang
banyak. Diperkirakan bahwa agregasi kristal menjadi cukup besar sehingga
tertinggal dan biasanya ditimbun dalam duktus kolektikus akhir. Secara
perlahan timbunan akan membesar, pengendapan ini diperkirakan timbul pada
bagian sel epitel yang mengalami lesi. Kelainan ini mungkin disebabkan oleh
kristal sendiri. 80% pasien batu ginjal merupakan batu kalsium dan kebanyakan
terdiri dari kalsium oksalat, jarang berupa kalsium fosfat. Jenis batu lainnya
terdiri dari batu sistin, batu asam urat, dan batu struvit. 5
27
Faktor resiko penyebab batu merupakan faktor utama presdiposisi kejadian
batu ginjal, dan menggambarkan kadar normal dalam urine. Lebih dari 85%
batu pada laki-laki dan 70& pada perempuan mengandung kalsium oksalat.
Presdiposisi kejadian batu khususnya batu kalsium dapat dijelaskan sebagai
berikut : 5,6
Hiperkalsiuria menyebabkan hematuri tanpa ditemukan pembentukan
batu. Hematuri diduga disebabkan oleh jaringan lokal yang dipengaruhi
oleh kristal kecil. Peningkatan ekskresi kalsium dalam urine dengan atau
tanpa faktor resiko lainnya ditemukan pada setengah dari pembentuk
batu kalsium idiopatik. Kejadian hiperkalsiuria idiopatik ini terdiri dari
3 bentuk:
1. Hiperkalsiuria absorptif, ditandai oleh kenaikan kalsium dari
lumen usus. Kejadian ini paling banyak dijumpai
2. Hiperkalsiuria puasa, ditandai oleh kelebihan kalsium yang berasal
dari tulang
3. Hiperkalsiurian ginjal, yaitu kelainan reabsorpsi kalsium di tubulus
ginjal.
Makna klinis klasifikasi di atas belum jelas. Masalah kalisuria
idiopatik ini dapat disebabkan oleh:
a. Diturunkan otonom dominan dan sering dihubungkan dengan
kenanikan konsentrasi kalsitriol plasma atau 1,25-dihidroksi
vitamin D3 ringan sampai sedang.
b. Masukan protein tinggi diduga meningkatkan kadar kalsitriol
dan kecenderungan pemebentukan batu ginjal. Faktor yang
meningkatkan kadar kalsitriol belum jelas, kemungkinan faktor
kebocoran fosfat dalam urine dianggap sebagai kelainan primer.
Penurunan kadar fosfat plasma dianggap sebagai pemicu
sintesis kalsitriol. Mekaninsme ini dijumpai pada sebagian kecil
pasien.
Hipositraturia merupakan suatu penurunan eksresi inhibitor
pembentukan kristal dalam urine, khususnya sitrat, merupakan suatu
28
mekanisme lain untuk menimbulkan batu ginjal. Masukan protein
merupakan salah satu faktor utama yang dapat membatasi eksresi
sitrat.5,6
Meningkatan reabsorpsi sitrat akibat peningkatan asam
diproksimal dijumpai dalam asidosis metabolik kronik, diare kronik,
asidosis tubulus ginjal, diversi ureter, atau asupan protein yang tinggi.
Sitrat dalam lumen tubulus akan mengikat kalsium membentuk larutan
kompleks yang tidak terdisosiasi. Hasil kalsium bebas untuk mengikat
oksalat berkurang. Sitrat juga dianggap menghambat proses aglomerasi
kristal. 5,6
Kekurangan inhibitor pembentukan batu selain sitrat, meliputi
glikoprotein yang disekresi oleh sel epitel tubulus ansa henle asenden
seperti mukoprotein, Temmhorsfall dan nefrokalsin. Nefrokalsin muncul
untuk mengganggu pembentukan kristal dengna mengabsorpsi
permukaan kristal dan memutuskan interaksi dengan larutan kristal
lainnya. Produk seperti Temmhorsfall dapat berperan dalam kontribusi
batu kambuh. 5
Hiperurikosuria merupakan suatu peningkatan asam urat urine yang
dapat memcau pembentukan batu kalsium, minimal sebagian oleh kristal
asam urat dengan membentuk midus untuk prespitasi kalsium oksalat
atau presipitasi kalsium fosfat. Pada kebanyakn pasien dengan lebih ke
arah diet purin yang tinggi. 5
Penurunan jumlah urine disebabkan oleh pemasukan cairan yang
tinggi. Selanjutnya dapat menimbulkan pemebentukan batu dengan
peningkatan reaktan dan pengurangan aliran urine. Penambahan
masukan air dapat dihubungkan dengan rendahnya kejadian batu relaps. 5
Jenis cairan yang diminum dapat memperbaiki masukan cairan yang
kurang. Minuman soft drink lebih dari 1L/minggu menyebabkan
pengasaman dengan asam fosfor dapat meningkat resiko penyakit batu.
Kejadian ini tidak jelas, tetapi sedikit beban asam dapat meningkatkan
29
ekskresi kalsium dan asam urat dalam urine serta mengurangi kadar
sitrat urine. Jus apel dan jus anggur juga dihubungkan dengan
peningkatan resiko pembentukan batu, sedangkan kopi, teh, bir, anggur,
diduga dapat mengurangi resiko pembentukan batu ginjal. 5
Hiperoksaluria merupakan kelainan ekskresi oksalat di atas normal.
Ekskresi oksalat urine normal yaitu di bawah 45mg per hari (0,5
mmol/hari). Peningkatan kecil ekskresi oksalat menyebabkan perubahan
oksalat yang cukup besar dan dapat memacu presipitasi kalsium oksalat
dengan derajat yang lebih besar dibandingkan kenaikan absolut ekskresi
kalsium. 5
Oksalat urine berasal dari metabolisme glisin sebesar 40%, dari
asam askorbat 40%, dari oksalat diet 10%. Kontribusi oksalat dan diet
disebabkan sebagian garam kalsium oksalat tidak larut di lumen
intestinal. Absorpsi oksalat intestinal dan ekskresi oksalat dalam urine
dalam meningkat bila kekurangan kalsium pada lumen intestinal untuk
mengikat oksalat. 5
Kejadian ini dapat terjadi pada 3 keadaan yaitu diet rendah kalsium
biasanya tidak dianjurkan untuk pasien batu kalsium, biasanya
hiperkalsiuria disebabkan oleh peningkatan absoprsi kalsium intestinal,
penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu
absorpsi asam lemak dan garam empedu. Peningkatan absorpsi oksalat
disebabkan oleh pengikatan kalsium bebas dengan asam lemak pada
lumen intestinal dan peningkatan permeabilitas kolon terhadap oksalat.
Hiperoksaluria dapat disebabkan oleh hiperoksaluria primer. Kelainan
ini berbentuk kerusakan akibat kekurangna enzim dan menyebabkan
kelebihan produksi dari glikoksalat. 5
Ginjal spongiosa medulla
Pemebentukan batu kalsium meningkat pada ginjal spongiosa,
medula, terutama pasien dengan presdiposisi faktor metabolik
hiperlaksiuria atau hiperusurikosuria. Kejadian ini diperkirakan akibat
30
adanya kelainan duktus kolektikus terminal dengan daerah terminal yang
memicu prespitasi kristal dan kelekatan epitel tubulus. 5
Batu kalsium fosfat dan asidosis tubulus ginjal tipe I
Faktor resiko batu kalsium fosfat pada umumnya berhubungna
dengna faktor resiko yang sama dengna batu kalsium oksalat. Keadaan
ini pada beberapa kasus diakibatkan ketidakmampuan menurunkan pH
urine sampai normal. 5
Faktor diet berperan penting dalam mengawali pembentukan batu.
Contoh:
- Suplementasi vitamin dapat meningkatkan absorpsi dan ekskresi
kalsium
- Masukan kalsium tinggi dianggap tidak penting karena hanya
diabsorpsi sekitar 6% dari kelebihan kalsium yang bebas dari oksalat
intestinal kenaikan kalsium urine ini terjadi penurunan absorpsi dan
ekskresi oksalat urine.
Faktor diet yang berperan penting pada kebanyakan pasien dapat
disebabkan oleh: 5
1. Natrium klorida, dapat meningkatkan ekskresi kalsium.
Diperkirakan akibat hubungan reabsorpsi kalsium secara pasif
mengikuti natrium dan air pada tubulus proksimal dan sepanjang ansa
hele. Penurunan reabsorpsi natirum proksimal disebabkan oleh
volume berlebih sehingga terjadi pengurangan transportasi kalsium
dan meningkatkan ekskresi kalsium di urine.
2. Asupan protein yang tinggi umumnya menyebabkan peningkatan
insiden batu. Hal ini disebabkan peningkatan kalsium dan asam urat,
fosfat dan penurunan ekskresi sitrat. Masukan protein dan
metabolisme purin dan sulfur menghasilkan asam amino dan asam
urat. Keadaan ini memicu pembentukan batu kalsium. Hal ini
31
disebabkan peningkatan ekskresi kalsium dan asam urat dan
penurunan ekskresi sitrat. Gangguan ini diperberat dengan asupan
natirum tinggi. Kenaikan kalsium dalam urine disebabkan oleh
pelepasan kalsium dalam tulang. Pembentukan batu bertambah
dengan kenaikan turunan asam urat dan ekskresi asam urat.
Penurunan pH intraselular berperan dalam peningkatan pemakaina
sitrat oleh sel. Pengurangna sitrat dalam sel menyebabkan sitrat
mengalir dari lumen tubular ke dalam sel. Hipositraturia akibat
asidosis dapat menambah pemebentukan batu pada pasien dengan diet
protein tinggi, diare kronik, atau dengan minum obat inhibitor
asetazolamid. 5
3. Kalsium memiliki efek paradoks pada pembentukan batu. Diet
kalsium tinggi diperkirakan dapat menimbulkan penyakit batu
meskipun insiden pembentukan batu menurun. Pengikatan oksalat
diet dalam usus lebih dapat menjelaskan terjadinya pengurangna
absorpsi dan ekskresi oksalat urine. Besarnya pengurangan presentase
kenaikan ekskresi kalsium bila ekskresi oksalat lebih rendah daripada
ekskresi kalsium. Supersaturasi relatif urine terhadap kalsium oksalat
ditemukan menurun. Masukan diet tinggi kalsium dihubungkan
dengan kejadian batu ginjal yang rendah pada penelitian kesehatan
“perawat” mengubah pandangan tentang ekskresi oksalat dalam urine.
Pemberian masukan kalsium dalam makanan akan mengikat asupan
oksalat secara maksimal. Bila diberikan diluar saat makan, kalsium
kehilangan kesempatan mengikat asupan oksalat sehingga oksalat
tetap diekskresikan dan kalsium tetap bebas dalam lumen intestinal
sehingga terjadi kenaikan absopsi dan ekskresi kalsium dalam urine. 5
4. Tinggi kalium dapat menurunkan resiko pembentukan batu dengan
menurunkan ekskresi kalsium dan dengan meningkatkan ekskresi
sitrat dalam urine. 5
32
5. Sukrosa dan turunan karbohidat lainnya dapat meningkatkan
ekskresi kalsium dalam urine dengan mekanisme yang belum
diketahui. Hal ini terjadi pada perempuan. 5
6. Vitamin C dalam dosis besar merupakan salah satu resiko
pembentukan batu oksalat. Secara invivo, asam askorbat dimetabolisir
menjadi oksalat dan diekskresikan melalui urine. Laki-laki memiliki
resiko yang lebih besar, terutama bila ada asupan suplemen vitamin
C. Vitamin B6 atau piridoksin bermanfaat mengurangi ekskresi
okslaat dalam urine pada pasien dengan hiperoksaluria idiopatik.
Tetapi ini hanya berlaku pada perempuan. 5
7. Konsumsi asam lemak selama 8 minggu (misalnya minyak ikan)
dapat menurunkan ekskresi kalsium ke urine pada pasien dengan batu
hiperkalsiuria. 5
8. Masukan air mengurangi resiko pembentukan batu sehingga
dianjurkan bagi pasien batu ginjal. Dengan meningkatnya volume
urine maka tingkat kejenuhan kalsium oksalat menurun sehingga
mengurangi kemungkinan pembentukan kristal. 5
Besarnya nilai faktor resiko dalam menimbulkan penyakit batu
bervariasi sesuai dengan populasi yang ada. Pengenalan semua faktor resiko
batu ginjal diperlukan untuk tindakan evaluasi dan pengobatan pasien dan
penyakit batu kambuh. 5,6
Penatalaksanaan
1. Mengatasi gejala
33
Batu saluran kemih dapat menimbulkan keadaan darurat bila batu turun
dalam sistem kolektikus dan dapat menuebabkan kelainan sebagai kolik
ginjal atau infeksi di dalam sumbatan saluran kemih. Tindakan emergensi
ditujukan pada pasien dengan kolik ginjal. Pasien dianjurkan untuk tirah
baring dan dicari penyebab lain. Spasme analgetik atau inhibitor sintesis
prostaglandin dapat diberikan secara intra vena, intra muskular, atau
suposutoria. 5
2. Pengambilan batu
Batu dapat keluar dengan beberapa cara:
a. Batu keluar spontan. 5
Bila masalah akut dapat diatasi, gambaran radiologis yang
ditemukan merupakan basis penanganan selanjutnya. Berdasarkan ukuran,
bentuk, dan posisi batu daoat diestimasi batu akan keluar spontan atau
harus diambil. Pada batu yang keluar spontan 60-70% kasus disertai kolik
ulangan.
Diberikan terapi atau untuk pencegahan kolik, dijaga pembuangan
tinja tetap baik, diberikan terapi antiedema dan diberikan diuresis serta
aktivitas fisik. Batu tidak diharapkan keluar spontan bila batu berukuran
besar (>6mm), disertai dilatasi hebat pelvis, infeksi atau sumbatan sistem
kolektikus dan keluhan pasien terhadap nyeri dan kerapan nyeri. Bila
diperkirakan tidak memungkinkan batu keluar spontan, dilakukan
tindakan pengambilan batu dan pencegahan batu rekuren.
b. Pengambilan batu dapat dilakukan dengan gelombang kejutan lipoptrips
ekstraperitoneal, perkutaneus nefrolitomi, ataupun dengan
pembedahan.
3. Pencegahan (batu kalsium kronik – kalsium oksalat) 5
a. Menurunkan konsentrasi reaktan (kalsium dan oksalat)
b. Meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentukan batu
34
sitrat (kalium sitrat 20mEq tiap malam hari, minuman jeruk nipis
atau lemon sesudah makan).
batu ginjal tunggal (meningkatkan masukan cairan, mengkontrol
secara berkala pembentukan batu baru).
c. Pengaturan diet
Meningkatkan masukan cairan terutama pada malam hari akan
meningkatkan aliran kemih dan menurunkan konsentrasi pembentuk
batu dalam urine.
Untuk menghindari batu rekuren, kurangi konsumsi soft drink atau
minuman bersoda lebih dari 1L/minggu.
Kurangi asupan protein (1g/kgBB/hari). Masukan tinggi proein dapat
meningkatkan ekskresi kalsium dan asam urat, menurunkan sitrat dalam
urine. Protein hewani diduga memiliki efek menurunkan pH urine lebih
besar dibandingkan protein nabati karena lebih banyak menghasilkan
asam
Diet rendah Na (80-100mq/hari) dapat memperbaiki reabsorpsi kalsium
proksimal, sehingga terjadi pengurangan ekskresi Na dan Ca.
Diet rendah kalsium pada pasien dengan hiperkalsiuria idiopatik
menyebabkan keseimbangna negatif kalsium dan memacu pengambilan
kalsium dari tulang dan ginjal sehingga pada beberapa pasien timbul
penurunan densitas tulang.
4. Pemberian obat dilakukan untuk mencegah presipitasi batu baru kalsium
oksalat, disesuaikan dengan kelainan metabolik yang ada. 5
Hiperkalsiuria idiopatik
Batasi masukan garam, berikan diuretic tizid untuk menurunkan
insidensi batu baru. Bila perlu tambahkan kalium sitrat atau kalium
bikarbonat untuk menghindari hipokalemia.
Fosfta netral (ortofosfat) yang mengurangi ekskresi kalsium dan
meningkatkan ekskresi inhibitor kristalisasi.
Hiperurikosuria diberikan alupurinol 100-300mg/hari.
35
Hipositrauria
Diberikan kalium sitrat. Pemberian minuman 2 buah air jeruk nipis
diberikan sesudah makan malam pada pasien batu ginjal kalsium dengan
hipositrauria dapat meningkatkan ekskresi asam sitrat dan pH urine di
atas 6 secara bermakna. Masukan 4 ons jus lemon perhari dicampur
dengan air sebanyak 2L meningkatkan ekskresi sitrat urin. 5
Hiperoksaluria enterik diusahakan pengurangan absorpsi oksalat
intestinal, diberikan banyak masukan cairan, kalium sitrat (kalsium sitrat
jika ada asidosis metabolik), kalsium karbonat per oral (1-4mg/hari).
Berikan juga diet rendah lemak dan rendah oksalat. 5
Batu kalsium fosfat, seperti pada pasien kalsium oksalat dapat
diberikan kalsium sitrat.
Komplikasi
Kolik, obstruksi, infeksi saluran kemih, gangguan fungsi ginjal. 6
Infeksi Saluran Kemih (ISK)8,9
Adalah infeksi akibat terbentuknya koloni kuman yang ada di saluran
kemih yang terjadi secara asending dan hematogen.8
Anamnesis8,9
ISK bawah : frekuensi meningkat, disuria terminal, polakisuria, nyeri
suprapubik.
ISK atas : nyeri pinggang, demam mengigil, mual, muntah dan
hematuria.
Pemeriksaan fisik8,9
Suhu febris, nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok kostovertebra.
Pemeriksaan Penunjang9
36
Urinalisis, kultur urin dan resistensi kuman, tes fungsi ginjal, gula darah, BNO-
IVP, dan USG ginjal.
Laboratorium8,9
Leukositosis, leukosituria, kultur urin (+); bakteriuria > 105/ml urin.
Infeksi saluran kemih (ISK) terbagi menjadi dua tipe, antara lain;8,9
ISK tipe sederhana (Uncomplicated type), jarang menyebabkan
insufisiensi ginjal kronik (IGK) walaupun sering mengalami ISK berulang.
ISK ini terjadi pada perempuan yang tidak hamil dan tidak terdapat
disfungsi struktural ataupun fungsional ginjal.
ISK berkomplikasi (Complicated type), berhubungan dengan refluks
vesikoureter sejak lahir yang sering menyebabkan insufisiensi ginjal
kronik (IGK) yang berakhir dengan gagal ginjal terminal (GGT). ISK ini
berlokasi pada vesika urinaria biasanya terjadi pada anak-anak, laki-laki
dan ibu hamil.
ISK ditandakan dengan hasil bakteriuria 105 bermakna diagnostik pada
biakan urin. Bakteriuria bermakna tanpa disertai dengan gambaran klinis disebut
bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria). Sedangkan bakteriuria bermakna
disertai dengan gambaran klinis disebut bakteriuria simtomatik. Pada beberapa
kasus, ditemukan pasien dengan gambaran klinis tanpa disertai dengan bakteriuria
bermakna. Banyak faktor yang dapat mengakibatkan negatif palsu terhadap
pasien ISK yaitu pasien telah mendapatkan terapi antimikroba, terapi diuretik,
minum banyak, waktu pengambilan sample urin tidak tepat serta peranan
bakteriofag. 8,9
ISK Bawah, gambaran klinis tergantung pada gender : 8,9
Perempuan
* Sistitis adalah gambaran klkinis infeksi saluran kemih disertai
bakteriuria bermakna. Gejalanya sakit suprapubik, polakisuria, nokturia,
disuria, dan straguria.
* Sindrom Uretra akut (SUA) merupakan gambaran sistitis tanpa
ditemukan mikoorganisme maka sering dinamakan Sistitis bakterialis
37
yang sering disebabkan oleh mikrorganisme anaerobik. Sindrom ini sering
ditemukan pada perempuan 20-50 tahun. Gejala klinis SUA sulit
dibedakan dengan sistitis.
Laki-laki
*Sistitis
*Prostatitis, gejala klinis terdiri dari akut dan kronis (minimal 3 bulan
menderita).
Paling sering dikeluhkan: NYERI
Prostat/perineum : 46 %
Skrotum dan atau Testis : 39 %
Penis : 6 %
Kandung kemih : 6 %
Punggung : 2 %
dan LUTS : sering BAK, sulit BAK seperti pancaran lemah, mengedan
dan nyeri saat BAK/nyeri bertambah saat BAK.
* Epidimidis
* Uretritis
Gejala uretritis adalah discharge purulen dan alguria/disuria.
Kebanyakan uretritis bersifat asimtomatis.
ISK Atas terdiri dari : 8,9
Pielonefritis akut (PNA) adalah proses inflamasi ginjal yang disebabkan
oleh infeksi bakteri. Gejalanya meliputi : demam mengigil (39,5 - 40,5oC),
sakit pinggang, sering didahului oleh gejala sistitis.
Pielonefritis kronik (PNK) akibat lanjutan infeksi bakteri berkepanjagan
atau infeksi semasa kecil. Obstruksi saluran kemih dan refluks
vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti dengan
pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal. Bakteriuria asimptomatik
kronik pada oarang dewasa tanpa faktor predisposisi tidak pernah
menyebabkan pembentukan pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal.
Faktor risiko ISK :8
38
Lithiasis
Obstruksi saluran kemih
Penyakit ginjal polikistik
Nekrosis papilar
DM pasca transplantasi ginjal
Nefropati analgesik
Sickle cell
Seggama
Kehamilan dan peserta KB dengan progesteron
Kateterisasi
Penatalaksanaan8,9
Non-farmakologi : banyak minum bila fungsi ginjal masih baik dan menjaga
higiene genitalia eksterna
Farmakologis : antimikroba berdasarkan pola kuman.
Komplikasi
Batu saluran kemih, obstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang
multiresisten dan gangguan ginjal. 8,9
E. Definisi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
Pada banyak pasien dengan usia di atas 50 tahun, kelenjar prostatnya mengalami
pembesaran, memanjang ke arah kandung kemih dan penyumbatan aliran urin dengan
dengan menutup orifisium uretra. Hipertrofi prostat adalah pertumbuhan dari nodula-
nodula fibroadematosa majemuk dalam prostat. Sebenarnya istilah hipertrofi kurang tepat
39
karena yang terjadi adalah hiperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat
yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.10-22
Hiperplasia adalah penambahan ukuran suatu jaringan yang disebabkan oleh
penambahan jumlah sel pembentuknya. Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat
yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun
orang sering menyebutnya dengan hipertrofi prostat namun secara histologi yang
dominan adalah hyperplasia. 10-22
Daerah yang sering terkena adalah lobus lateral bagian tengah dan lobus medial.
Berat prostat bisa mencapai 60-100 gram (normal 20 gram). Pernah juga dilaporkan
pembesaran prostat yang beratnya melebihi 200 gram. Secara mikroskopik gambaran
yang terlihat tergantung pada unsur yang berproliferasi. Bila kelenjar yang banyak
berproliferasi maka akan tampak penambahan jumlah kelenjar dan sering terbentuk kista-
kista yang dilapisi oleh epitel silindris atau kubis dan pada beberapa tempat membentuk
papila-papila ke dalam lumen. Membrana basalis masih utuh. 10-22
Kadang-kadang terjadi penambahan kelenjar kecil-kecil sehingga menyerupai
adenokarsinoma. Di dalam lumen sering ditemukan deskuamasi sel epitel, sekret yang
granuler dan kadang-kadang corpora arnylacea (hyaline concretion). Dalam stroma sering
ditemukan infiltrasi sel limfosit. Bila unsur fibromuskuler yang bertambah maka tampak
jaringan ikat atau jaringan otot dengan kelenjar-kelenjar yang letaknya berjauhan, disebut
hiperplasia fibromatosa.
Gambar 2. Mikroskopis Hiperplasia Prostat Jinak
Ketergantungan sejumlah relatif elemen stroma dan kelenjar, maka tipe hiperplasia
40
prostat yang sering ditemukan adalah fibromyoglandular dan fibromyomatosa.
Perubahan sekunder yang terjadi adalah infark akibat nodul menekan pembuluh darah. 10-
22
F. Epidemiologi
BPH merupakan tumor jinak paling sering pada laki-laki, dan insidensinya
berhubungan dengan bertambahnya usia. Faktor risiko BPH masih belum jelas. Beberapa
penelitian menunjukkan adanya predisposisi genetik, dan beberapa kasus dipengaruhi
oleh ras. Prevalensi BPH secara histologi pada otopsi didapatkan peningkatan dari sekitar
20% pada pria usia 41-50 tahun, menjadi 50% pada pria usia 51-60 tahun, dan >90% pada
pria usia lebih dari 80 tahun. 10-22
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan
sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang
lambat dari lahir sampai pubertas, dimana pada selang waktu tersebut terjadi peningkatan
cepat dalam ukuran yang berkelanjutan sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa
ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hiperplasia. 10-22
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat
ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan
terjadi perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar
50% dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan
menyebabkan gejala dan tanda klinik. 10-22
Dari beberapa autopsi dalam ukuran prostat dan insiden histologi hiperplasia
prostat, mereka melaporkan bahwa prostat tumbuh dengan cepat selama masa remaja
sampai ukuran dewasa dalam tiga dekade dan pertumbuhan melambat sampai laki-laki
mencapai usianya yang ke 40 dan 50 tahun, mulai memasuki pertumbuhan yang makin
lama makin besar. Mereka juga menetapkan insiden hiperplasia prostat makin meningkat
dengan meningkatnya usia dimulai dari dekade ke-3 kehidupan dan menjadi sangat besar
pada waktu usia 80-90 tahun. 10-22
Di Indonesia BPH merupakan urutan kedua setelah batu saluran kemih dan
diperkirakan ditemukan pada 50% pria berusia diatas 50 tahun dengan angka harapan
hidup rata-rata di Indonesia yang sudah mencapai 65 tahun dan diperkirakan bahwa lebih
kurang 5% pria Indonesia sudah berumur 60 tahun atau lebih. Kalau dihitung dari seluruh
penduduk Indonesia yang berjumlah 200 juta lebih, kira-kira 100 juta terdiri dari pria, dan
41
yang berumur 60 tahun atau lebih kira-kira 5 juta, sehingga diperkirakan ada 2,5 juta laki-
laki Indonesia yang menderita BPH. 10-22
G. Etiologi
Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron
estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi
estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Berdasarkan angka autopsi perubahan
mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan
mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologik anatomik. Karena
proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan, efek perubahan juga terjadi secara
perlahan.10-13
Etiologi dari BPH belum dimengerti sepenuhnya, tetapi kemungkinan multifaktor
dan hormonal. Prostat tersusun oleh bagian stroma dan epitel, dan masing-masing
maupun keduanya, dapat menjadi nodul hiperplastik dan keluhan-keluhan yang
berhubungan dengan BPH. 10-22
Beberapa penelitian menemukan adanya bukti bahwa BPH diatur oleh sistem
endokrin. Penelitian lanjutan menunjukkan adanya korelasi positif antara kadar
testosteron dan estrogen bebas dengan volume dari BPH. Hubungan antara pertambahan
usia dengan BPH mungkin akibat dari peningkatan kadar estrogen yang merangsang
reseptor androgen, yang selanjutnya meningkatkan sensitivitas kelenjar prostat terhadap
testosteron bebas. Ada beberapa teori yang menjelaskan penyebab terjadinya hipertrofi
prostat ini, yaitu: 10-22
Teori dehidrotestosteron (DHT)
Bahwa aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrotestosteron
dalam sel prostat menjadi faktor risiko terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel
yang dapat menyebabkan inkripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya
sintesis protein. Proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim 5-a-reduktase.
Teori Hormon, estrogen berperan pada inisiasi dan maintenance pada prostat
manusia.
Faktor interaksi stroma dan epitel, hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth
Factor. Basic Fibroblast Growth Factor (β-FGF) dapat menstimulasi sel stroma
dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan
pembesaran prostat jinak. β-FGF dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena
miksi, ejakulasi atau infeksi.
42
Teori kebangkitan kembali yaitu reinduksi dari kemampuan mesenkim sinus
urogenital utuk berprolferasi membentuk jaringan prostat.
H. Patofisiologi dan Patogenesis
Patologi
BPH berawal dari zona transisi yang mengalami proses hiperplasia akibat
peningkatan jumlah sel. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan adanya pola
pertumbuhan nodular yang tersusun oleh stroma dan epitel. Stroma disusun oleh jaringan
kolagen dan otot polos.11
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan
daerah prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke
dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut
trabekulasi. Mukosa dapat menerobos keluar di antara serat detrusor. Tonjolan mukosa
yang kecil dinamakan sakula, sedangkan yang besar disebut divertikulum. Fase penebalan
detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding. Apabila keadaan berlanjut,
detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. 10-18
Patofisiologi
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda
obstruksi saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi
terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah dan rasa belum puas
sehabis miksi. Gejala iritasi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor yang berarti
bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan, dan disuria. Gejala obstruksi
terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi
cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan
yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan
pada kandung kemih sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. 10-22
43
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada
akhir miksi masih ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak
tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi
kemacetan total sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Produksi urin yang terus
terjadi, pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan
intravesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi dibanding
tekanan sfingter dan obstruksi akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik
menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses
kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat
terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan
iritasi dan menimbulkan hematuria.10-22
Obstruksi akibat BPH dapat dibagi menjadi obstruksi mekanik dan dinamik. Saat
terjadi pembesaran prostat, obstruksi mekanik mungkin merupakan akibat adanya
penekanan ke lumen uretra atau leher vesika urinaria, yang menyebabkan tahanan
pelepasan kandung kemih yang lebih tinggi. Sebelum adanya pembagian zona prostat,
ahli urologi sering membagi prostat menjadi 3 lobus yaitu lobus median dan 2 lobus
lateral. Ukuran prostat pada pemeriksaan rectal touche (RT) kurang begitu berhubungan
dengan keluhan yang dirasakan pasien. 1,10-22
Komponen dinamik dari obstruksi prostat menjelaskan sifat dari keluhan yang
dirasakan pasien. Stroma prostat, terdiri dari otot polos dan kolagen, yang kaya dengan
persarafan adrenergik. Penggunaan penghambat -adrenergik menurunkan tonus dari
uretra pars prostatika, yang menurunkan tahanan pada kandung kemih.10-22
Obstruksi saluran kandung kemih menyebabkan hipertrofi muskulus detrusor,
hiperplasia serta penumpukan kolagen. Penebalan muskulus detrusor dapat menjadi
trabekulasi pada pemeriksaan sistoskopi. Jika dibiarkan, terjadi herniasi mukosa antara
muskulus detrusor, selanjutnya terrbentuk divertikula (yang tersusun oleh lapisan
mukosa dan serosa). 10-22
I. Manifestasi klinis
Hiperplasia prostat hampir mengenai semua orang tua tetapi tidak semuanya
disertai dengan gejala-gejala klinik. Gejala klinis yang menonjol dan hiperplasia prostat
adalah sumbatan saluran kencing bagian bawah. Terjadinya gejala tersebut dapat
disebabkan oleh dua komponen, pertama adanya penekanan yang bersifat menetap pada
44
uretra (komponen statik) dimana terjadi peningkatan volume prostat yang pada akhirnya
akan menekan uretra pars prostatika dan mengakibatkan terjadinya hambatan aliran
kencing. Kedua disebabkan oleh peningkatan tonus kelenjar prostat yang diatur oleh
sistem saraf otonom (komponen dinamik) yang akhimya dapat meninggikan tekanan dan
resistensi uretra, hal tersebut selanjutnya menyebabkan terjadinya sumbatan aliran
kencing. 10-20
Tanda dan gejala hiperplasia prostat antara lain sering buang air kecil, nocturia,
pancaran urin lemah, urin yang keluar menetes-netes pada bagian akhir masa buang air
kecil. Gejala hiperplasia prostat biasanya memperlihatkan dua tipe yang saling
berhubungan, obstruksi dan iritasi. 10-22
Keluhan Klinis10-22
Keluhan obstruktif meliputi : hesitansi, penurunan kekuatan pancaran, dan
kaliber aliran urin, sensasi inkomplit dari pengosongan kandung kemih,
intermiten, kencing mengedan dan kencing menetes. Gejala obstruksi terjadi
karena otot detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi
cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.
Keluhan iritatif meliputi urgensi, frekuensi dan nokturia. Anamnesis yang
lengkap mengenai keluhan traktus urinaria juga bertujuan untuk menyingkirkan
etiologi selain prostat, seperti infeksi saluran kemih, neurogenik bladder, striktur
uretra, atau kanker prostat.5
Gejala iritasi biasanya lebih memberatkan pasien dibandingkan obstruksi.
Gejala iritasi timbul karena pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna
pada akhir miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung
kemih, sehingga kandung kemih sering berkontraksi meskipun belum penuh. Bila
terjadi dekompensasi akan terjadi retensi urin sehingga urin masih berada dalam
kandung kemih pada akhir miksi. Retensi urin kronik menyebabkan refluk vesiko-
ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal
dipercepat bila terjadi infeksi.
45
Gambar 3. Keluhan pada BPH
WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan beratnya gangguan miksi yang
disebut WHO PSS (WHO Prostate Symptoms Score). Skor ini berdasarkan jawaban
penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi satu bulan terakhir lihat tabel 2.20-22
46
Tabel 2. Skoring IPSS
Penilaian :
Skor 0-7 : bergejala ringan
Skor 8-19 : bergejala sedang
Skor 20-35 : bergejala berat
Pertanyaan 1 2 3 4 5
Pancaran Normal Berubah-ubah Lemah Menetes
Mengedan
pada saat
berkemih
Tidak Ya
Harus
menunggu saat
akan kencing
Tidak Ya
BAK terputus- Tidak Ya
47
putus
Kencing tidak
lampias
Tidak tahu berubah-ubah Tidak lampias 1 kali retensi >1 kali retensi
Inkontinensia Ya
Kencing sulit
ditunda
Tidak ada Ringan Sedang Berat
Kencing
malam hari
0-1 2 3-4 >4
Kencing siang
hari
>3 jam sekali Setiap 2-3 jam
sekali
Setiap 1-2 jam
sekali
<1 jam sekali
Tabel 3. Skor Madsen Iversen dalam bahasa Indonesia
Gejala dan tanda obstruksi maupun iritasi diberi skoring untuk menentukan berat
keluhan klinik. Pada waktu miksi penderita hampir selalu mengedan, sehingga lama
kelamaan akan menyebabkan hernia atau hermoroid. Karena selalu terdapat sisa urin
dapat terbentuk batu endapan dalam kandung kemih. 10-22
Adanya batu saluran kemih menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuria. Hematuria bisa juga terjadi karena ruptur dari vena-vena yang berdilatasi
pada leher vesika uninaria. Selain itu, batu tersebut bisa menyebabkan sistitis dan bila
terjadi refluk dapat terjadi pyelonefritis. Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui
penderita sama sekali tidak dapat miksi sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. 18-22
Dengan pemeriksaan colok dubur, dapat memberi kesan keadaan tonus spingter
anus, kelainan yang berada di mukosa rektum dan pembengkakan dalam rektum dan
prostat. Pada pemeriksaan ini harus diperhatikan konsistensi prostat (pada hiperplasia
prostat konsistensinya kenyal) apakah simetris, adakah nodul pada prostat, apakah batas
atas teraba. Apabila batas atas masih bisa diraba biasanya diperkirakan berat prostat
kurang dan 60 gram. Tentu saja penentuan berat prostat dengan cara ini tidak akurat.
Sebaliknya colok dubur cukup baik untuk mengetahui adanya keganasan prostat. Pada
karsinoma prostat, prostat teraba keras atau teraba benjolan yang konsistensinya lebih
keras dari sekitarnya atau letaknya asimetris dengan bagian yang lebih keras. 1,10-22
48
Retensi urin dapat teriadi dengan kelenjar yang dirasakan normal pada
pemeniksaan colok dubur, sebaliknya kelenjar yang dirasakan membesar bisa tidak
menimbulkan gejala obstruksi saluran keluar vesika urinaria. Derajat berat obstruksi
dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan. Sisa
urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi.
Volume sisa urin setelah miksi normal pada pria dewasa sekitar 35 ml. Sisa urin dapat
juga diketahui dengan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi, sisa urin lebih dari
100 ml, biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada
hiperplasia prostat. 10-22
J. Penatalaksanaan
Rekomendasi terapi spesifik dapat diberikan pada kelompok pasien tertentu. Pada
pasien dengan keluhan ringan (skor IPSS < 7), disarankan untuk pengamatan lebih lanjut.
Indikasi operasi absolut meliputi retensi urin refrakter, infeksi saluran kemih berulang,
gross hematuria berulang, batu buli, dan insufisiensi ginjal akibat BPH, atau adanya
divertikula kandung kemih yang cukup besar. 10-22
Watchful waiting
Artinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan
penyakitnya keadaannya tetap diawasi oleh dokter.14 Pilihan tanpa terapi ini
ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS < 7, yaitu keluhan ringan yang tidak
menggangu aktivitas sehari-hari. Beberapa guidelines masih menawarkan watchful
waiting pada pasien BPH bergejala dengan skor sedang (IPSS 8-19). Pasien dengan
keluhan sedang hingga berat (skor IPSS > 7), pancaran urine melemah (Qmax < 12
mL/detik), dan terdapat pembesaran prostat > 30 gram tentunya tidak banyak
memberikan respon terhadap watchful waiting. 15
Pada watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya
diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misal :
(1) Jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan
malam,
(2) Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-
buli (kopi atau cokelat),
(3) Batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin,
(4) Kurangi makanan pedas dan asin, dan
49
(5) jangan menahan kencing terlalu lama.
Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya dan
diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju
pancaran urine, maupun volume residual urine. Jika keluhan miksi bertambah jelek
daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain.14
Terapi Medikamentosa10-22
Penghambat alfa-adrenergik
Pada prostat dan basis vesika urinaria mengandung alfa-1-adrenoreseptor,
dan prostat menunjukkan respon kontraksi pada pemberian agonis alfa adrenergik.
Fungsi kontraksi dari prostat dan leher kandung kemih dimediasi oleh reseptor
subtipe alfa-1a. Penghambat alfa-adrenergik menunjukkan adanya perbaikan
keluhan objektif maupun subjektif pada pasien BPH. 10-22
Tabel 4. Klasifikasi penghambat alfa dan 5-alfa- reduktase inhibitor
5--reduktase inhiitor10-22
Finasteride merupakan penghambat 5--reduktase yang mencegah perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel dari prostat, yang menyebabkan berkurangnya ukuran kelenjar prostat dan perbaikan gejala. Terapi selama 6 bulan diperlukan untuk mendapatkan efek maksimal obat terhadap ukuran prostat (berkurang 20%) dan perbaikan keluhan. Namun, perbaikan keluhan hanya terlihat pada pasien dengan ukuran prostat > 40 cm3.
Efek samping obat antara lain penurunan libido, penurunan volume ejakulasi,
dan impotensi. Kadar serum PSA berkurang menjadi sekitar 50% pada pasien yang
diterapi dengan finasteride (bervariasi pada masing-masing individu). 20,21,22
Dutasteride berbeda dari finasteride karena menghambat isoenzim dari 5--
reduktase. Mirip dengan finasteride, dutasteride mengurangi kadar serum PSA dan
50
ukuran prostat. Efek samping utamanya antara lain disfungsi ereksi, penurunan
libido, ginekomastia, dan kelainan ejakulasi. 10-22
Fitofarmaka10-22
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk
memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang
kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat
ini belum diketahui dengan pasti.
Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai: anti-estrogen, antiandrogen,
menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast
growth factor (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan
metabolisme prostaglandin, efek antiinflamasi, menurunkan outflow resistance, dan
memperkecil volume prostat. Di antara fito-terapi yang banyak dipasarkan adalah:
Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih
banyak lainnya.
Terapi Pembedahan14-22
Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi,
diantaranya sebagai berikut :16
Retensi urine karena BPO
Infeksi saluran kemih berulang karena obstruksi prostat
Hematuria makroskopik
Batu buli-buli karena obstruksi prostat
Gagal ginjal yang disebabkan obstruksi prostat, dan
Divertikulum buli buli yang cukup besar karena obstruksi
Transurethral resection of the prostate (TURP)
95% prostatektomi sederhana dapat dilakukan secara endoskopi. Sebagian
besar prosedur ini menggunakan teknik anestesi spinal dan memerlukan 1-2 hari
perawatan di rumah sakit. Skor keluhan dan perbaikan laju aliran urine lebih baik
dibandingkan terapi lain yang bersifat minimal invasive. Risiko TURP meliputi
ejakulasi retrograd (75%), impotensi (5-10%), dan inkontinensia (<1%).14-22
51
TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan prosedur bedah terbuka
dan memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat. Secara umum TURP dapat
memperbaiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran urine hingga
100%.17
Komplikasi operasi antara lain perdarahan, striktur uretra, atau kontraktur pada
leher kandung kemih, perforasi dari kapsul prostat dengan ekstravasasi, dan pada
kondisi berat terjadi sindroma TUR yang disebabkan oleh keadaan hipervolemik dan
hipernatremia akibat absorbsi cairan irigasi yang bersifat hipotonis. Manifestasi klinis
sindroma TUR antara lain nausea, muntah, hipertensi, bradikardi, confusing, dan
gangguan penglihatan. Risiko terjadinya sindroma TUR meningkat pada reseksi yang
lebih dari 90 menit. Penatalaksanaan meliputi diuresis dan pada kondisi berat
diberikan larutan hipertonis.14-22
Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
Pria dengan keluhan sedang sampai berat dan ukuran prostat yang kecil sering
didapatkan adanya hyperplasia komisura posterior (terangkatnya leher kandung
kemih). Pasien tersebut biasanya lebih baik dilakukan insisi prostat. 20,22
Prosedur TUIP lebih cepat dan morbiditasnya lebih rendah dibandingkan TURP.
Teknik TUIP meliputi insisi dengan pisau Collin pada posisi jam 5 dan 7. Insisi
dimulai di arah distal menuju orifisium ureter dan meluas ke arah verumontanum. 20,22
Prostatektomi Terbuka Sederhana10-22
Ketika ukuran prostat terlalu besar untuk direseksi secara endoskopi, enukleasi
terbuka dapat dilakukan. Kelenjar prostat yang lebih dari 100 g biasanya merupakan
indikasi enukleasi terbuka. Prostatektomi terbuka juga dilakukan pada pasien dengan
disertai divertikulum atau batu buli atau jika posisi litotomi tidak mungkin dilakukan. 5
Terapi Minimal Invasif10-22
1. Transurethral needle ablation of the prostate (TUNA)
Termasuk dalam teknik minimal invasif yang biasa digunakan pada
pasien yang gagal dengan pengobatan medikamentosa, pasien yang tidak
52
tertarik pada pengobatan medikamentosa, atau tidak bersedia untuk tindakan
TURP. Teknik ini menggunakan kateter uretra yang didesain khusus dengan
jarum yang menghantarkan gelombang radio yang panas sampai mencapai
100oC di ujungnya sehingga dapat menyebabkan kematian jaringan prostat.6
Pasien dengan gejala sumbatan dan pembesaran prostat kurang dari
60 gram adalah pasien yang ideal untuk tindakan TUNA ini. Kelebihan teknik
TUNA dibanding dengan TURP antara lain pasien hanya perlu diberi anestesi
lokal. Selain itu angka kekambuhan dan kematian TUNA lebih rendah dari
TURP.17
2. Transurethral electrovaporization of the prostate
Teknik ini menggunakan rectoskop (seperti teropong yang dimasukkan
melalui anus) standar dan loop konvensional. Arus listrik yang dihantarkan
menimbulkan panas yang dapat menguapkan jaringan sehingga menghasilkan
timbulnya rongga di dalam uretra.17
3. Termoterapi
Metode ini menggunakan gelombang mikro yang dipancarkan melalui
kateter transuretral (melalui saluran kemih bagian bawah). Namun terapi ini
masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui tingkat
keefektivitasannya.17
4. Intraurethral stents
Alat ini dapat bertujuan untuk membuat saluran kemih tetap terbuka.
Setelah 4-6 bulan alat ini biasanya akan tertutup sel epitel. Biasanya
digunakan pada pasien dengan usia harapan hidup yang minimum dan pasien
yang tidak cocok untuk menjalani operasi pembedahan maupun anestesi. Saat
ini metode ini sudah jarang dipakai.17
5. Transurethral balloon dilation of the prostate
Pada tehnik ini, dilakukan dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang
berada di prostat dengan menggunakan balon yang dimasukkan melalui
kateter. Teknik ini efektif pada pasien dengan prostat kecil, kurang dari 40
53
cm3. Meskipun dapat menghasilkan perbaikan gejala sumbatan, namun efek
ini hanya sementara sehingga cara ini sekarang jarang digunakan.17
K. Pencegahan
Sekarang ini sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu mengatasi
pembesaran kelenjar prostat. Salah satunya adalah suplemen yang kandungan utamanya
saw palmetto. Berdasarkan hasil penelitian, saw palmetto menghasilkan sejenis minyak,
yang bersama-sama dengan hormon androgen dapat menghambat kerja enzim 5-alpha
reduktase, yang berperan dalam proses pengubahan hormon testosteron menjadi
dehidrotestosteron (penyebab BPH). Hasilnya, kelenjar prostat tidak bertambah
besar.11,16,20
Zat-zat gizi juga penting untuk menjaga kesehatan prostat antara lain : 11,16,20
Vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah
pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH dapat
berkembang menjadi kanker prostat.
Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain
tidak terlalu berat.
Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu melancarkan
pengeluaran air seni dan mendukung fungsi ginjal.
L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran
rangsangan ke susunan syaraf pusat.
Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas
sperma.
Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara lain:
11,16,20
1. Mengurangi makanan kaya lemak hewan
2. Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam makanan
laut), vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai)
3. Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari
4. Berolahraga secara rutin
5. Pertahankan berat badan ideal
L. Komplikasi10-22
Komplikasi yang sering terjadi akibat hipertrofi prostat jinak adalah :
54
1. Perdarahan (Gross hematuria).
2. Pembentukan bekuan
3. Obstruksi kateter
4. Disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan.
5. Batu buli-buli
6. Retensi urin yang dapat menyebabkan refluks vesiko ureter, hidroureter (ureter yang
melebar), hidronefrosis (ginjal yang melebar), hingga penurunan fungsi ginjal sampai
gagal ginjal.
7. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi saat miksi.
8. Karena adanya residu urin, dapat menyebabkan terbentuknya urin.
9. Insufisiensi ginjal
10. Infeksi saluran kemih berulang
11. Inkontinensia (akibat sumbatan total urin sehingga isi vesika urinaria terlalu penuh.
12. Sistitis
13. Pielonefritis.
14. Kandung kemih calculi
15. Gagal ginjal atau uremia (jarang dalam praktek saat ini)
16. Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan
ejakulasi retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal mengalir kedalam kandung
kemih dan diekskresikan bersama urin. Selain itu vasektomi mungkin dilakukan untuk
mencegah penyebaran infeksi dari uretra prostatik melalui vas deference dan ke dalam
epidedemis. Setelah prostatektomi total ( biasanya untuk kanker ) hampir selalu
terjadi impotensi. Bagi pasien yang tak mau kehilangan aktifitas seksualnya, implant
prostetik penis mungkin digunakan untuk membuat penis menjadi kaku guna
keperluan hubungan seksual.
M. Pronogsis10-22
Prognosis BPH tidak selalu sama dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun
gejalanya cenderung meningkat. Namun, BPH yang tidak segera ditanggulangi memiliki
prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat.
N. Kesimpulan
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering diketemukan
pada pria yang menapak usia lanjut. Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH
memberikan keluhan yang menjengkelkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari.
55
Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat yang menyebabkan terjadinya
obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet obstruction
(BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat disebut
sebagai benign prostate obstruction (BPO).
Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan perubahan struktur buli-buli
maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun
bawah. Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS (lower
urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun
iritasi (storage symptoms). Berdasarkan gejala-gejala yang tampak, terdapat beberapa
diagnosis banding seperti striktura, urolithiasis, kanker prostat dan infeksi saluran kemih.
Maka dari itu, perlu dilakukan beberapa anamnesis dan pemeriksaan untuk
mendukung diagnosa pasti. Dalam mengatasi keadaan ini perlu diperhatikan derajat
obstruksi yang ditimbulkan untuk menentukan terapi yang paling tepat sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup penderita.
O. Daftar Pustaka
1. C. Joseph, J. Christopher. 2008. Neoplasm of the prostate gland in Smith’s General
Urology. McGraw Hill. Chapter 22. p. 348-69
2. Purnomo B.B ; ‘Dasar-dasar Urologi’. 2000. Jakarta : CV.Infomedika. 200-214.
3. Santoso M. Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Yayasan Diabetes Indonesia; 2005.
4. Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:Erlangga;
2003. h. 150-1.
5. Sjabani Mochammad. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Batu Saluran Kemih.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.p.1025-31.
56
6. Rani aziz, Soegondo sidartawan, Uyaninah anna, Nasir, Wijaya prasetya, Mansjoer
arif. Panduan Pelayanan Medik PAPDI. Batu saluran kemih. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.p.179.
7. Davey P. At a glance medicine. Rahmalia A, Novianty C, alih bahasa. Safitri A,
editor. Kanker Prostat. Jakarta : Erlangga;2005. h.342-45.
8. Sukandar Enday. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Infeksi Saluran Kemih
pada dewasa. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
2009.p.1008-13.
9. Rani aziz, Soegondo sidartawan, Uyaninah anna, Nasir, Wijaya prasetya, Mansjoer
arif. Panduan Pelayanan Medik PAPDI. Infeksi saluran kemih. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.p.174-78.
10. Roehborn, Calus G, McConnell, John D. Etiology, pathophysiology, and natural
history of benign prostatic hyperplasia. In : Campbell’s Urology. 8th ed. W.B.
Saunders; 2002. p. 1297-330, 1437-44.
11. LeviAD. Benign prostatic hypertrophy. 2011. Diunduh dari : www.medscape.com, 21
Oktober 2011.
12. Pierce AG dan Neil RB. At a glance ilmu bedah. Jakarta: Erlangga; 2007. h. 166-9.
13. Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta :
EGC,2005.
14. Jong WD, Sjamsuhidayat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005. hal 782-6.
15. Birowo P, Rahardjo D. Pembesaran prostat jinak. Jurnal kedokteran & farmasi
medika. 2002. No 7 tahun ke XXVIII.
16. McConnell JD. Guidelines for diagnosis and management of BPH. Diunduh dari:
http://www.urohealth.org/bph/specialist/future/chp43.asp .[ 20 Oktober 2011]
17. Weinerth J.L : ‘The Male Genital System’ in ‘Texbook of Surgery. Edition 8. Edited
by: Sabiston DC and Liverly HK. 2004. Wb Saunders Company: 670-680.
18. Laguna P dan Alivizatos G. Prostate specific antigen and benign prostatic hyperplasia.
2000 . Curr Oppin urol 10: 3-8
19. Roehrborn CG, McConnell J, Bonilla J,Rosenblatt S, Hudson PB, Malek GM, et al.
Serum prostate specific antigen is a strong predictor of future prostate growth in men
with benign prostatic hyperplasia. 2000. J Urol 163: 13-20
57
20. Lepor H dan Lowe FC. Evaluation and nonsurgical management of benign prostatic
hyperplasia. Dalam: Campbell’s urology, edisi ke 7. editor: Walsh PC, Retik AB,
Vaughan ED, dan Wein AJ. 2002. Philadelphia: WB Saunders Co.,1337-1378
21. Roehrborn CG, Bartsch G, Kirby R et al. Guidelines for the diagnosis and treatment
of benign prostatic hyperplasia: a comparative, international review. 2001. Urology
58: 642-650.
22. Tubaro A, Vicentini C, Renzetti R, dan Miano L. Invasive and minimally invasive
treatment modalities for lower urinary tract symptoms: what are the relevant
differences in randomized controlled trials. 2002. Eur Urol. 38(suppl): 7-17,
58