CA PARU FIX
description
Transcript of CA PARU FIX
BAB I
KONSEP DASAR MEDIS
A. DEFENISI
Kanker adalah pertumbuhan sel abnormal yang cenderung menyerang jaringan
disekitarnya dan menyebar ke organ tubuh lain yang letaknya jauh.(Elizabeth J. Corwin.
2009)
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel-sel yang mengalami proliferasi
dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasanyang
berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasistumor di paru).
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau
epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak
normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan
pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi
pada masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan
bentuk epitel dan menghilangnya silia (Robbin & Kumar, 2007).
Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalm
jaringan paru-paru dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen, lingkungan, terutama
asap rokok ( Suryo, 2010).
Kesimpulan: Kanker paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali
yang terjadi di jaringan paru dan menyerang jaringan biologisdidekatnya serta
bermetastasis melalui sirkulasi darah dan limfatik.
1
B. ETIOLOGI
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru
belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat
karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti
kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain.
a. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling
penting, yaitu 85% dari seluruh kasus ( Wilson, 2005). Rokok mengandung
lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat
menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia
mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan
merokok, dan lamanya berhenti merokok .
b. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok
pasif, atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang
tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap
asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali .
c. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat
kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan
dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini
lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi
yang paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi.
Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial
ekonomi yang lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat
pekerjaan mereka, tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi.
2
Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada
asap rokok) adalah 3,4 benzpiren.
d. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen,
kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan
kanker paru . Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-
kira sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat umum. Risiko kanker paru
baik akibat kontak dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang
tersebut juga merokok.
e. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena
kanker paru .
f. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko
lebih besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler
memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor
memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru. Tujuan
khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan myc),
dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53, dan
CDKN2).
g. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik
juga dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru
obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker
paru ketika efek dari merokok dihilangkan.
3
Faktor Risiko Kanker Paru
1. Laki-laki2. Usia lebih dari 40 tahun3. Pengguna tembakau (perokok putih, kretek atau cerutu)4. Hidup atau kontal erat dengan lingkungan asap tembakau (perokok pasif)5. Radon dan asbes6. Lingkungan industri tertentu7. Zat kimia, seperti arsenic8. Beberapa zat kimia organic9. Radiasi dari pekerjaan, obat-obatan, lingkungan10. Polusi udara
C. KLASIFIKASI
Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer,
SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC). Klasifikasi
ini digunakan untuk menentukan terapi. Termasuk didalam golongan kanker paru sel
tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar, atau campuran
dari ketiganya.
1. Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik kanker paru
yang paling sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus.
Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka
panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa
biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar.
Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung
menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan
mediastinum. Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki daripada perempuan .
2. Adenokarsinoma, memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus
dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian
perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan
parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali meluas
4
ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan sering bermetastasis jauh
sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala.
3. Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma
dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel
ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang
besar dan ukuran inti bermacam-bermacam. Sel-sel ini cenderung timbul pada
jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke
tempat-tempat jauh.
4. Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang
terletak di sentral dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan
dini kelenjar getah bening hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel
tumor dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin
granular. Gambaran mitotik sering ditemukan. Biasanya ditemukan nekrosis
dan mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan
fragmentasi dan “crush artifact” pada sediaan biopsi. Gambaran lain pada
karsinoma sel kecil, yang paling jelas pada pemeriksaan sitologik, adalah
berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor dengan sedikit sitoplasma yang
saling berdekatan .
5. Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi
sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-
macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh
cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh .
6. Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan
mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena
dapat menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa.
5
Tingkatan Kanker Paru
Tingkatan (staging) Kanker paru ditentukan oleh tumor (T), keterlibatan kalenjer
getah bening (N) dan penyebaran jauh (M). Beberapa pemeriksaan tambahan harus
dilakukan dokter spesialis paru untuk menentukan staging penyakit. Pada pertemuan
pertama akan dilakukan foto toraks (poto polos dada). Jika pasien membawa foto
yang lebih dari 1 minggu pada umumnya akan dibuat foto yang baru. Foto toraks
hanya dapat menentukan lokasi tumor, ukuran tumor, dan ada tidaknya cairan. Foto
toraks belum dapat dirasakan cukup karena tidak dapat menentukan keterlibatan
kalenjer getah bening dan metastasis luar paru.
Bahkan pada beberapa kondisi misalnya volume cairan yang bnayak, paru kolaps,
bagian luas yang menutup tumor, dapat memungkinkan pada foto tidak terlihat. Sama
seperti pada pencarian jenis histologis Kanker, pemeriksaan untuk menentukan
staging juga tidak harus sama pada semua pasien tetapi masing-masing pasien
mempunyai prioritas pemeriksaan yang berbeda yang harus segera dilakukan dan
tergantung kondisinya pada saat datang.
Staging (Penderajatan atau Tingkatan) Kanker Paru
Staging kanker paru dibagi berdasarkan jenis histologis Kanker paru, apakah SLCC
atau NSLCC. Tahapan ini penting untuk menentukan pilihan terapi yang harus segera
diberikan pada pasien. Staging berdasarkan ukuran dan lokasi : tumor primer,
6
keterlibatan organ dalam dada/ dinding dada (T), penyebaran kalenjer getah bening
(N), atau penyebaran jauh (M).
Tahapan perkembangan kanker paru dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Tahapan kanker paru jenis karsinoma sel kecil (SLCC)
1. Tahap terbatas
Yaitu Kanker yang hanya ditemukan pada satu bagian paru-paru saja dan
pada jaringan disekitanya.
2. Tahap ekstensif
Yaitu Kanker yang ditemukan pada jaringan dada diluar paru-paru tempat
asalnya, atau Kanker yang ditemukan pada organ-organ tubuh jauh.
b. Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (NSLCC)
1. Tahap tersembunyi
Merupakan tahap ditemukannya sel Kanker pada dahak (sputum) pasien
dalam sampel air saat bronkoskopi, tetapi tidak terlihat adanya tumor
diparu-paru.
2. Stadium 0
Merupakan tahap ditemukannya sel-sel Kanker hanya pada lapisan
terdalam paru-paru dan tidak bersifat invasif.
3. Stadium I
Merupakan tahap Kanker yang hanya ditemukan pada paru-paru dan
belum menyebar ke kalenjer getah bening sekitarnya.
4. Stadium II
Merupakan tahap Kanker yang ditemukan pada paru-paru dan kalenjer
getah bening di dekatnya.
5. Stasium III
Merupakan tahap Kanker yang telah menyebar ke daerah disekitarnya,
seperti dinding dada, diafragma, pembuluh besar atau kalenjer getah
bening di sisi yang sama ataupun sisi berlawanan dari tumor tersebut.
7
6. Stadium IV
Merupakan tahap Kanker yang ditemukan lebih dari satu lobus paru-paru
yang sama, atau di paru-paru yang lain. Sel –sel Kanker telah menyebar
juga ke organ tubuh lainnya, misalnya ke otak, kalenjer adrenalin , hati
dan tulang.
D. PATOFISIOLOGI
Ada tiga langkah perkembangan kanker, yaitu insiasi, promosi dan
progresi.Insiasi atau tahap awal yang dimulai dengan sel-sel yang normal
mengadakan kontak dengan karsinogen.Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen atau
sub- bronkus menyebabkan silia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen.Tahap kedua yaitu promosi, dengan adanya pengendapan karsinogenmaka
menyebabkan metaplasia, hiperplasia, dan displasia.Termasuk dalamfaktor-faktor
promosi yaitu rokok, penyalahgunaan alkohol, dan komponen makanan yang terus
menerus mempengaruhi sel-sel yang sudah mengadakan mutasi atau
perubahan.Faktor-faktor promotor ini menambah perubahan struktur sel, sehingga
kecepatan mutasi spontan juga bertambah.Selain itu jumlah sel-selyang tidak normal
juga meningkat. Pada tahap akhir yaitu progresi: bila lesi perifer yang disebabkan
oleh metaplasia, hiperplasia, dan displasia menembus ruang pleura biasa timbul efusi
pleura, dan bisa di ikuti invasi langsung pada kostadan korpus vertebra. Lesi yang letaknya
sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar.Lesi ini menyebabkan
obstruksi dan ulserasi bronkus diikuti dengan supurasi dibagian distal. Gejala-gejala
yang timbul dapat berupa batuk, hemoptisis, dipsnea, demam dan dingin. Wheezing unilateral
dapatterdengar pada auskultasi.Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya
menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati.Kanker paru dapat bermetastase
ke struktur-struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, perikardium,
otak, tulang rangka.
Karsinoma bronkhogenik berawal sebagai lesi mukosa kecil yang biasanya padat
dan berwarna abu-abu putih. Lesi dapat membentuk massa intra lumen, menginvasi
8
mukosa bronchus, atau membentuk massa besar yang mendorong parenkim paru di dekatnya.
Beberap tumor besar mengalami kavitasi akibat nekrosis sentral atauterbentuknya
focus perdarahan. Akhirnya, tumor ini dapat meluas ke strukutur intrathoraks di
dekatnya.Penyebaran yang lebih jauh dapat terjadi melalui limfatik atau
darah.Karsinoma bronkhogenik biasanya dibedakan menjadi karsinoma paru-paru
selkecil (SCLC), yaitu karsinoma oat cell.Sedangkan karsinoma paru-paru sel
tidak kecil (NSCLC), yaitu karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma, dan karsinoma
sel besar.Karsinoma sel oat (oat cell), biasanya terletak di tengah di sekitar
percabangan utama bronchi.Tumor ini timbul dari sel-sel Kulchitsky, kompnen
normal dariepitel bronkus.Secara mikroskopis, tumor ini terbentuk dari sel-sel kecil
denganinti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit.Karsinoma oat cell memiliki
waktu pembelahan yang tercepat dan prognosis yang terburuk dibandingkan dengan
semua karsinoma bronkogenik.
Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan
penyebaran hematogen ke organ-organ distal, sering dijumpai.Karsinoma sel
skuamosa berasal dari permukaan epitel bronkus.Perubahan epiteltermasuk
metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului
timbulnya tumor. Tumor ini cenderung timbul di bagian tengah bronkus utama dan
akhirnya menyebar ke kelenjar hilus lokal, tetapi tumor ini lebih lambat menyebar
keluar thoraks dibandingkan dengan tipe histologik lain. Karsinoma sel mukosa
seringkali disertai batuk dan hemoptisis akibat iritasi atau ulserasi, pneumonia, dan
pembentukan abses akibat abstruksi dan infeksi sekunder.Adenokarsinoma,
memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronchus dandapat mengandung
mucus.Biasanya timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat
dikaitkan denga jaringan parut local pada paru-paru dan fibrosis interstitial
kronik.Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini,
dan secara klinis tetap tidak menunjukan gejala-gejala sampai terjadi metastasis yang
jauh.Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdifferensiasi
sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam.Sel-sel ini
9
cenderung untuk timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran
ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.Secara keseluruhan, NSCLC memiliki
prognosis lebih baik daripada SCLC.Jika NSCLC (karsinoma sel skuamosa atau
adenokarsinoma) terdeteksi sebelum metastasis atau penyebaran lokal dapat dicapai
kesembuhan dengan lobektomi atau pneumonektomi
E. MANIFESTASI KLINIS
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala
klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. Gejala-
gejala dapat bersifat :
1. Gejala awal.
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi
bronkus.
2. Gejala umum.
a. Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai
sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai
titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon
terhadap infeksi sekunder.
b. Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang
mengalami ulserasi.
c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
F. KOMPLIKASI
1. Hemothorak
Penimbunan darah utuh (berbeda dengan efusi berdarah) di rongga
pleura, adalahsuatu penyulit rupture anurisma aorta intrathoraks yang hampir
10
selalu mematikan.Pada hemothoraks, berbeda dengan efusi pleura yang
mengandung darah, darahmembeku di dalam rongga pleura.
2. Pneumothorak
Keadaan terdapatnya udara atau gas lain dalam kantong pleura.
Kelainan ini dapat terjadi pada dewasa muda yang tampak sehat, biasanya
laki-laki tanpa penyakit paru (pneumothoraks simple atau spontan), atau
akibat penyakit thoraks atau paru (pneumothoraks sekunder), seperti
emfisema atau fraktur iga. Pneumothoraks sekunder terjadi pada rupture
semua lesi yang terletak dekat permukaan pleura sehingga udara inspirasi
memperoleh akses ke rongga pleura. Lesi pleura ini dapatterjadi pada emfisema,
abses paru, tuberkolosis, karsinoma, dan banyak proses lainnya. Alat bantu ventilasi
mekanis dengan tekanan tinggi juga dapatmenyebabkan pneumothoraks
sekunder.
Terdapat beberapa kemungkinan penyulit pada pneumothoraks.
Kebocoran katup bola dapat menimbulkan tension pneumothoraks yang menggeser
mediastinum.Kemudian, dapat terjadi gangguan sirkulasi paru dan bahkan dapat
menyebabkankematian. Jika kebocoran menutup dan paru tida kembali
mengembang dalam beberapa mingu (baik secara spontan maupun melalui
intervensi medis atau bedah), akan terjadi sedemikian banyak jaringan parut
sehingga paru tidak lagidapat mengembang secara penuh..Pada kasus ini
terjadi penimbunan cairanserosa dalam rongga pleura dan menyebabkan
hidropneumothoraks pada kolapsyang berkepanjangan paru menjadi rawan
terhadap infeksi, demikian juga rongga pleura jika komunikasi diantara
rongga pleura dan paru menetap.Oleh karena itu, empiema adalah penyulit
penting pada pneumothoraks (pioneumothoraks).Pneumothoraks sekunder
cenderung kambuh jika factor predisposisinya masih ada.
3. Atelektasis
Atelektasis, yang juga dikenal sebagai kolaps, adalah berkurangnya
volume paruakibat tidak memadainya ekspansi rongga udara. Kelainan ini
11
menyebabkan pengalihan darah yang kurang teroksigenisasi dari arteri ke
vena paru sehingga terjadi ketidakseimbangan ventilasi-perfusi dan hipoksia.
Berdasarkan mekanisme yang mendasari atau distribusi kolaps alveolusnya,
atelektasis dibagi menjadi 4 kategori.
Atelektasis resorpsi, terjadi jika suatu obstruksi menghambat udara
mencapai jalannapas sebelah distal.Udara yang sudah ada secara bertahap
diserap sehinggakemudian terjadi kolaps alveolus.Kelainan ini dapat
mengenai seluruh paru, satulobus, atau satu atau lebih segmen, bergantung
pada tingkat obstruksi salurannapas.Penyebab tersering atelektasis resorpsi
adalah obstruksi sebuah bronkusoleh sumbat mukopurulen atau mucus.
Hal tersebut sering terjadi pasca operasiwalaupun juga dapat menjadi penyulit
pada asma bronkialis, bronkiektasis, bronchitis kronis.Atelektasis kompresi
(kadang ± kadang disebut atelektasis pasif atau relaksasi) biasanya berkaitan
dengan penimbunan cairan, darah, atau udara di dalam rongga pleura, yang
secara mekanis menyebabkan paru di dekatnya kolaps.
Hal ini seringterjadi pada efusi pleura, yang umumnya disebabkan
oleh gagal jantung kongestif.Kebocoran udara ke dalam rongga pleura
(pneumothoraks) juga menyebabkanatelektasis kompresi.
Mikroatelektasis (atau atelektasis nonobstruktif) adalah berkurangnya
ekspansi paru secara generalisasi akibat serangkaian proses, dan yang
terpenting adalahhilangnya surfaktan.Atelektasis kontraksi (atau sikatrisasi)
terjadi jika fibrosis local atau generalisasidi paru atau pleura menghambat
ekspansi dan meningkatkan recoil elastic sewaktu ekspirasi.
4. Abses Paru
Abses paru adalah suatu daerah local nekrosis supuratifa di dalam parenkim paru, yang
menyebabkan terbentuknya 1 atau lebih kavitas besar. Istilah
pneumonianekrotikans pernah digunakan untuk proses serupa yang
menyebabkan terbentuknya kavitas kecil, pneumonia nekrotikans sering
terdapat bersama atau berkembang menjadi abses paru sehingga pembedaan ini sedikit
12
banyak dibuat- buat. Organisme penyebab mungkin masuk ke dalam paru
melalui salah satu dari mekanisme tersebut:
a. Aspirasi bahan yang terinfeksi
b. Aspirasi isi lambung
c. Sebagai penyulit pneumonia bakterialis nekrotikans,
staphylococcusaureus, strepthococcus pyogenes, pneumoniae, Sp.pseudomonas.
d. Obstruksi bronchus
e. Embolus septic
f. Penyebaran hematogen bakteri
Perjalanan penyakit
Manifestasi abses paru banyak mirip dengan gambaran bronkiektasis
danmencakup batuk mencolok yang biasanya disertai pengeluaran sputum
dalam jumlah besar dan berbau, purulen, atau berbecak darah; kadang-kadang
terjadihemoptisis.Pasien sering mengalami demam tinggi dan malaise. Jari
gada, penurunan berat, dan anemia juga dapat terjadi, abses infeksi terjadi
pada 10%hingga 15% pasien dengan bronkogenik.
5. Emfisema
Emfisema ditandai dengan pembesaran permanen rongga udara yang
terletak distal dari bronkiolus terminal disertai desktruksi dinding rongga
tersebut.Terdapat beberapa penyakit dengan pembesaran rongga udara yang
tidak disertaidesktruksi, hal ini lebih tepat disebut over in flation. Sebagai
contoh, peregangan rongga udara di paru kontra lateral setelah
pneumonektomi unilateral adalah over inflation compensatoric bukan
emfisema. Amfisema terbatas diasinus, struktur yang terletak distal pada
bronkiolus terminal.Emfisema di definisikan tidak saja berdasarkan sifat
anatomic lesi,tetapi juga olehdistribusinya dilobulous dan asinus. Asinus
adalah bagian paru yang terletak distaldari bronkiolus terminal dan mencakup
bronkiolus respiratorik,duktusalveonaris,dan alveolus kelompokan yang
13
terdiri atas tiga sampai lima asinus disebut satu lobulus. Terdapat tiga jenis
emfisema:
a) Emfisema sentriasinar atau sentry lobular
Gambaran khas pada type ini adalah pola keterlibatan lobulus;
bagiansentral atau proksima asinus, yang di bentuk oleh bronkiolus
respiratorik, terkena, sementara alveolus distal tidak terkena. Lesi lebih
sering dan lebih parah di lobus atas, terutama disegmen apeks. Pada
emfisema sentriasinar yang parah, asinus distal juga terkena sehingga
seperti telah disinggung, pembedaan dengan emfisema panasinar menjadi
sulit. Emfisema tipe ini paling sering terjadi pada perokok yang
tidak menderita defisiensi congenital antitrypsin-al
b) Emfisema panasinar atau panlobular
Pada tipe emfisema ini, asinus secara merata membesar dari
tingkat bronkiolus respiratorik hingga alveolus buntu di terminal.
Beberapadengan emfisema setriasinar, emfisema panasinar cenderung
lebih sering terjadi di zona paru bawah dan merupakan tipe emfisema
yang terjadi pada defisiensi antitripsin-al
c) Emfisema asinardistar atau paraseptal
Pada bentuk ini, bagian proksimal asinus normal, tetapi bagian distal
lainnya terkena. Emfisema lebih nyata di dekat pleura, di sepanjang septum
jaringan ikat lobulus dan tepi lobulus. Emfisema ini terjadi di dekatdaerah fibrosis,
jaringan parut atau atelektasis dan biasanya lebih parah diseparuh atas
paru.Temuan khas adalah adanya ruang udara yang multiple, saling berhubungan,
dan membesar dengan garis tengah berkisar dari kurang 0,5mm hingga
lebih dari 2,0 cm, kadang-kadang membentuk struktur miripkista yang jika
membesar progresif disebut bula.
14
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk :
a. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru.
Kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau
pemeriksaan analisis gas.
b. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada
organ-organ lainnya.
c. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada
jaringan tubuh baik oleh karena tumor primernya maupun oleh karena
metastasis.
2. Radiologi.
a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya
kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat
menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis
erosi tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
3. Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada
kanker paru).
15
4. Histopatologi.
a. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi
lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan
ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan
cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang
terlibat.
e. Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam –
macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan
sel tumor.
5. Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
b. MR
CA PARU/ KANKER PARU
16
H. PENATALAKSANAAN
1. Pembedahan
Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor
secara total berikut kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini biasanya
dilakukan pada kanker paru yang tumbuh terbatas pada paru yaitu stadium I
(T1 N0 M0 atau T2 N0 M0), kecuali pada kanker paru jenis SCLC. Luas
reseksi atau pembedahan tergantung pada luasnya pertumbuhan tumor di paru.
Pembedahan dapat juga dilakukan pada stadium lanjut, akan tetapi lebih
bersifat paliatif. Pembedahan paliatif mereduksi tumor agar radioterapi dan
kemoterapi lebih efektif, dengan demikian kualitas hidup penderita kanker
paru dapat menjadi lebih baik.
Pembedahan untuk mengobati kanker paru dapat dilakukan dengan
cara :
a. Wedge Resection, yaitu melakukan pengangkatan bagian paru yang
berisi tumor, bersamaan dengan margin jaringan normal.
b. Lobectomy, yaitu pengangkatan keseluruhan lobus dari satu paru.
c. Pneumonectomy, yaitu pengangkatan paru secara keseluruhan. Hal
ini dilakukan jika diperlukan dan jika pasien memang sanggup
bernafas dengan satu paru.
2. Radioterapi
Radioterapi dapat digunakan untuk tujuan pengobatan pada kanker
paru dengan tumor yang tumbuh terbatas pada paru. Radioterapi dapat
dilakukan pada NCLC stadium awal atau karena kondisi tertentu tidak dapat
dilakukan pembedahan, misalnya tumor terletak pada bronkus utama sehingga
teknik pembedahan sulit dilakukan dan keadaan umum pasien tidak
mendukung untuk dilakukan pembedahan.
Terapi radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar X untuk
membunuh sel kanker. Pada beberapa kasus, radiasi diberikan dari luar tubuh
(eksternal). Tetapi ada juga radiasi yang diberikan secara internal dengan cara
17
meletakkan senyawa radioaktif di dalam jarum, dengan menggunakan kateter
dimasukkan ke dalam atau dekat paru-paru. Terapi radiasi banyak
dipergunakan sebagai kombinasi dengan pembedahan atau kemoterapi.
3. Kemoterapi
Kemoterapi pada kanker paru merupakan terapi yang paling umum
diberikan pada SCLC atau pada kanker paru stadium lanjut yang telah
bermetastasis ke luar paru seperti otak, ginjal, dan hati. Kemoterapi dapat
digunakan untuk memperkecil sel kanker, memperlambat pertumbuhan, dan
mencegah penyebaran sel kanker ke organ lain. Kadang-kadang kemoterapi
diberikan sebagai kombinasi pada terapi pembedahan atau radioterapi.
Penatalaksanaan ini menggunakan obat-obatan (sitostatika) untuk membunuh
sel kanker. Kombinasi pengobatan ini biasanya diberikan dalam satu seri
pengobatan, dalam periode yang memakan waktu berminggu-minggu atau
berbulan-bulan agar kondisi tubuh penderita dapat pulih.
I. PROGNOSIS
Sebagian besar kanker paru tidak bisa disembuhkan secara total. Pada lebih
dari 50% pasien yang diagnosis, kanker telah menyebar ke seluruh tubuh (metastasis).
Melalui aliran darah dan getah bening, sel kanker dapat menyebar ke tulang, otak,
hati dan kelenjar adrenal.Tidak ada yang dapat memastikan harapan hidup pasien. Hal
ini sangat tergantung pada tahap apa kanker ditemukan, kondisi dan usia pasien, dan
bagaimana respon kanker terhadap pengobatan. Karsinoma sel kecil seringkali
ditemukan terlambat sehingga penyembuhan tidak mungkin lagi. Kelangsungan hidup
rata-rata pasien ini sekitar 8-9 bulan. Pasien karsinoma non-sel kecil cenderung
memiliki prospek lebih baik, bisa sampai 5 tahun sejak didiagnosis.
18
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
b. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit yang pernah diderita
Apakah ada alergi
Pernahkah operasi sebelumnya
c. Riwayat kesehatan sekarang
Alasan masuk
Keluhan utama
d. Pemeriksaan fisik
e. Pengakajian 11 fungsional gordon
No Pola Fungsi Kesehatan
Data yang harus dikaji
1 Persepsi Kesehatan dan Managemen Kesehatan
Penjelasan mengenai status kesehatannya Persepsi pasien mengenai kesehatan secara umum
(baik, sedang, jelek) Bagaimana kondisi kesehatan Hal yang dianggap penting dalam perawatan
kesehatan? Seberapa besar itu dapat membantu? Apa yang diketahui mengenai penyakitnya?
Tindakan yang dilakukan untuk mengurangi tanda dan gejala. Hasilnya bagaimana?
Riwayat imunisasi Perokok dan menggunakan alkohol. Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan: diet,
latihan dan olah raga, pengobatan. Berpartisipasi dalam perawatan kesehatan Kecelakaan (dirumah, kerja dan berkendara)
2 Nutrisi dan Metabolisme
Tipe makanan dan minuman sehari-hari (jelaskan) Frekuensi makan dan minum Kebiasaan jumlah makan dan minuman ringan
19
(snack). Suplemen yang digunakan (vitamin, tipe snack) Faktor pencernaan: Nafsu makan, rasa nyaman saat
makan, kesulitan menelan, mual/muntah, alergi makanan.
Masalah pada gigi.
3 Eliminasi Kebiasaan pola BAK:
Frekuensi, warna, jumlah, warna, bau, nyeri, nocturia, kemampuan mengontrol BAK dan perubahan lainnya.
Penggunaan alat bantu urine catheter, ureterostomy.
Kebiasaan pola BAB:
Frekuensi, warna, jumlah, warna, jumlah, konsistensi, nyeri, obstipasi, konstipasi, kemampuan mengontrol BAB dan perubahan lainnya.
Penggunaan laksatif/enema Penggunaan alat bantu ekstrotory: drainage, suction,
colcostomy dll. Kemampuan perawatan diri: kebersihan diri dan
kamar mandi.
4 Aktivitas dan Latihan
Aktivitas yang dilakukan setiap hari. Pola latihan Latihan pada saat waktu senggang? Tidak mempunyai tenaga untuk melakukan aktivitas? ROM Riwayat yang berhubungan dengan masalah
fisik/psikologis: deformitas, amputasi. Kemampuan perawatan diri untuk: Makan,
berpakaian, memasak, mandi, belanja, toileting, mobilisasi, bed mobility dan home maintenance.
Functional Level Codes:
Level 0: mandiri
Level I: menggunakan alat bantu
Level II: menggunakan bantuan atau observasi dari orang lain
Level III: menggunakan bantuan atau observasi dari
20
orang lain dan menggunakan alat bantu
Level IV: tergantung total
Penggunaan alat bantu: kruk, prostetik, kursi roda, tongkat dll.
5 Tidur dan Istirahat Kebiasaan tidur sehari-hari:
Jumlah/lama waktu tidur Jam tidur dan bangun Kegiatan yang dilakukan sebelum tidur (membaca,
nonton TV, mandi, mendengarkan musik dll) Lingkungan saat akan tidur (gelap, terang tenang,
ramai dll) Tingkat kesegaran sebelum tidur. Menggunakan obat tidur Masalah saat tidur? Mimpi buruk, terbangun awaL Persepsi terhadap kualitas dan kuantitas tidur.
6 Kognitif dan Persepsi
Menggambarkan penginderaan khusus: penglihatan, pendengaran, rasa, sentuh, bau.
Penggunaan alat bantu: kaca mata, alat bantu dengar. Perubahan dalam penglihatan, pendengara, perasa,
pembau. Tingkat kesadaran Mood (subjektive), afek (objektive) Perubahan/penurunan fungsi dalam penginderaan. Tingkat orientasi: orang, waktu, tempat. Persepsi dan manajemen nyeri (tingkat, lokasi,
waktu/durasi, karakteristik) Kapan nyeri yang dirasakan? Faktor pencetus nyeri? Faktor yang mengurangi nyeri? Fungsi kognisi dalam memori istilah, ingatan jangka
pendek, ingatan jangka panjang Komunikasi; bahasa utama, bahasa lain, tingkat
pendidikan, kemampuan membaca dan menulis Kemampuan memecahkan masalah dan mengambil
keputusan. Mengidentifikasi kehilangan/perubahan yang besar
dalam hidup.
7 Persepsi Diri dan Penampilan/keadaaan.
21
Konsep Diri Tingkat kecemasan (subjektive – skala 1-10),
(objektive – perubahan raut muka, perubahan suara. Identitas personal, menjelaskan tentang diri sendiri. Perubahan dalam tubuh yang tidak dapat diterima.
Masalah pada pasien. Perubahan yang dirasakan pada diri sendiri semenjak
sakit. Perasaan yang membuat marah, takut, bingung Pernahkah merasa kehilangan harapan. Harga diri: penilaian diri sendiri. Ancaman terhadap konsep diri: sakit, perubahan
peran.
8 Peran dan Hubungan
Tinggal bersama keluarga/sendiri. Status pekerjaan. Gambaran mengenai peran yang berkaitan dengan
keluarga, teman-teman dan rekan. Kepuasan/ketidak puasan menjalankan peran Efek terhadap status kesehatan Pentingnya keluarga Interaksi bersama keluarga Struktur dan dukungan keluarga Proses pengambilan keputusan dalam keluarga Berpartisipasi dalam kegiatan social Apakah penyakit dapat menyebabkan perubahan
yang sangat besar terhadap pola peran dan hubungan. Masalah dan/keprihatinan dalam keluarga Hubungan dengan orang lain Merasa kecukupan akan kondisi sosial ekonomi
(keuangan). Merasa (terisolasi) oleh tetangga sekitar.
9 Seksualitas dan Reproduksi
Masalah atau problem seksual Kepuasan berhubungan seksual? Ada
perubahan/masalah? Gambaran perilaku seksual: perilaku seksual yang
aman. Dampak pada status kesehatan Wanita
Waktu punya anak, perimenstruasi, Riwayat menstruasi : umur menarche, durasi, frekwensi,
22
keteraturan, masalah Riwayat reproduksi, hamil terakhir, Riwayat
melahirkan kembar, kelaianan congenital atau kelainan genetic
10 Koping dan Managemen Stress
Perubahan besar dalam hidup dalam 1-2 tahun ini. Penyebab stress belakangan ini Gambaran umum dan spesifik respon Perubahan, masalah saat ini, kejadian yang
menyebabkan stress atau perhatian Tingkat stress saat ini Metode/strategi koping yang biasa digunakan
terhadap stress selain alcohol atau obat Pengetahuan dan penggunaan tehnik managemen
stress. Hubungan antara manajemen stres terhadap
dinamika keluarga Derajat kesuksesan dari strategi koping saat ini Persepsi dari tingkat toleransi stress Ketika mendapatkan masalah yang besar dalam
hidup, apakah dapat menanganinya? Persepsi tentang status keamanan di rumah (episode
kekerasan fisik/emosional)
11 Nilai dan Kepercayaan
Agama Latar belakang budaya/etnik Tujuan kehidupan, apa yang dianggap penting bagi
klien dan keluarga. Keparcayaan spiritual yang berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan dan praktek kesehatan Derajat dari tujuan pencapaian hidup Persepsi tentang kepuasan dengan hidup, dan jalan
hidup Pentingnya agama/spiritualitas Kepercayaan cultural yang berpengaruh dengan
kesehatan dan nilai Spiritualitas/agama yang berpengaruh terhadap status
kesehatan. Kepercayaan cultural yang merefleksikan pilihan
pada promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
NO Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
23
NANDA (NOC)
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d adanya eksudat di alveolus
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan mampu mempertahankan kebersihan jalan nafas dengan kriteria : Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan mudah)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (frekuensi pernafasan rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan nafas
Airway suction Auskultasi suara nafas sebulum
dan sesudah suctioning Informasikan pada klien dan
keluarga tentang suctioning Minta klien nafas dalam sebelum
suction dilakukan Berikan O2 dengan menggunakan
nasal untuk memfasilitasi suctionnasotrakeal
Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasatrakeal
Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction
Hentikan suction dan berikan oksigen apabila pasien menunjukan bradikardi, peningkatan saturasi O2,dll.
Airway management Posisikan pasien u/
memaksimalkan ventilsi Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
Lakukan fisioterpi dada jika perlu Keluarkan sekret Dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
2. Pola nafas tidak efektif b/d sindrom hipoventilasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan mampu mempertahankan kebersihan jalan nafas dengan kriteria : Mendemonstrasikan
batuk efektif dan
Terapi oksigen Bersihkan mulut, hidung, dan
seckret trakea Pertahankan jalan napas yang
paten Monitor aliran oksigen Pertahankan posisi klien Monitor TD, nadi, dan RR
24
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan mudah)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (frekuensi pernafasan rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Tanda-tanda vital dalam rentang normal
3. Gangguan pertukaran gas
Status pernafasan : ventilasi
volume tidal normal, kapasitas vital normal, tes fungsi paru
membaik tidak ada penggunaan
otot bantu tambahan, retraksi dada tidak ada,tidak ada lagi sesak nafas
orthopnea berkurang/bisa dihilangkan
gangguan ekpsirasi tidak ada
Status pernafasan: pertukaran gas
Tekanan parsial oksigen dalam arteri kembali normal
Tekanan parsial karbondioksida dalam
Manajemen jalan nafas
Buka jalan nafas dengan mencoba berbagai teknik
Posisikan pasien pada posisi yang maksimal untuk ventilasi
Idientifikasi kebutuhan alat bantu ventilasi
Minta bantu ahli fisioterapi dada jika diperlukan
Buang seksresi dengan batuk efektif
Pasang bronkodilator jika perlu Instruksikan batuk yang efektiv Ajarkan pasien menarik nafas yang
baik Berikan pengobatan aerosol Posisikan untuk menghindari sesak
nafas Monitor respirasi dan status
oksigenasi
Monitor respirasi
Monitor ritme, jumlah, kedalaman
25
arteri kembali normal Ph arteri normal Saturasi oksigen
normal Temuan gangguan
dinding dada sudah tidak ada
Perfusi ventilasi seimbang
Sesak nafas saat istirahat tidak ada lagi
Sesak nafas saat ekspirasi ringan tidak ada lagi
Kelelahan tidak ada lagi
Sianosis Tingkat kesadaran
membaik
dan usaha nafas, tentukan kebutuhan suksion dengan
mendengarkan bunyi nafas crackles, ronchi,
catat pergerakan dada, lihat kesimetrisan otot dada, catat otot bantu nafas, retraksi
supraklavikula dan intercosta, catat kebisingan bunyi nafas, catat pola nafas, palpasi ekspansi paru, anjurkan terapi nafas jika
diperlukan catat peningkatan kelelahan dan
kecemasan, catat bunyi paru setelah
pengobatan, catat monitor kemampuan pasien
untuk batuk yang efektif monitor sekresi batuk pasien, monitor sesak nafas dan kapan
semakin memburuk,Terapi oksigen Bersihkan mulut, hidung, dan
seckret trakea Pertahankan jalan napas yang paten Monitor aliran oksigen Pertahankan posisi klien Monitor TD, nadi, dan RRManajemen Asam Basa Dapatkan / pertahankan jalur
intravena Pertahankan kepatenan jalan nafas Monitor AGD dan elektrolit Monitor status hemodinamik Beri posisi ventilasi adekuat Monitor tanda gagal nafas Monitor kepatenan respirasi
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
Status nutrisi
Klien mendapatkan
Terapi nutrisi Atur makanan dan cairan serta
hitung berapa jumlah kalori yang
26
tubuh Asupan nutrisi cukup Klien mendapatkan
asupan makanan yang cukup
Klien mendapatkan asupan cairan yang cukup
Klien memiliki Energi cukup
Rasio berat badan klien diharapkan naik dan normal
Status Nutrisi: Intake Makanan Dan Cairan
Intake makanan cukup Asupan makanan
melalui selang cukup Intake cairan mulut
cukup dan sudah bisa dilakukan
Intake cairan IV cukup Intake cairan infus
cukup
seharusnya masuk Tentukan makanan yang
seharusnya dimakan untuk mencukupi kebutuhan tubuh klien
Tentukan apakah klien butuh alat bantu makan atau tidak terkait mual yang dirasakan
Tingkatkan intake makanan tinggi kalsium, protein, yang seharusnya di perlukan
Pilihkan klien makanan yang lembut, tidak asam dan lunak yang seharusnya dimakan agar tidak mual
Sediakan nutrisi yang dibutuhkan oleh klien
Manajemen Nutrisi Kaji apakah pasien ada alergi
makanan Kerjasama dengan ahli gizi dalam
menentukan jumlah kalori, protein dan lemak secara tepat sesuai dengan kebutuhan pasien
Anjurkan masukan kalori sesuai kebutuhan
Ajari pasien tentang diet yang benar sesuai kebutuhan tubuh
Monitor catatan makanan yang masuk atas kandungan gizi dan jumlah kalori
Timbang berat badan secara teratur Anjurkan penambahan intake
protein, zat besi dan vit C yang sesuai
Pastikan bahwa diet mengandung makanan yang berserat tinggi untuk mencegah sembelit
Beri makanan protein tinggi , kalori tinggi dan makanan bergizi yang sesuai
Pastikan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizinya.
27
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2011. Nanda Nic Noc PSIK UMM. http//www.umm.ac.id di update tanggal 9 Desember 2014
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sudoto, Aru W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta.
28
Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai PenerbitFKUI, Jakarta.
Underwood, J.C.E, (1999), Patologi Umum dan Sistematik, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Wilkinson. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatn Edisi 9. Jakarta : EGC
29