Buta Warna

4
A. Buta Warna Buta warna atau disebut juga sebagai defisiensi penglihatan warna merupakan penurunan kemampuan untuk melihat warna dan membedakan warna dalam kondisi pencahayaan normal. Warna dasar yang dapat dibedakan mata adalah merah, hijau, dan biru. Hal ini disebabkan oleh gangguan pada sel konus di retina yang berfungsi mendiferensiasikan panjang gelombang cahaya yang masuk ke mata. Terdapat dua macam buta warna, yaitu buta warna yang didapat (acquired) dan yang bersifat kongenital atau diturunkan (inherited). Terdapat tiga macam buta warna yang diturunkan, yaitu (Tovee, 2008): 1. Monokromasi Pasien tidak dapat membedakan warna sama sekali sehingga disebut juga sebagai total color blindness. Monokromasi terjadi apabila pasien kehilangan dua dari tiga pigmen warna pada sel konus. Monokromasi sel batang (akromatopsia) juga dapat terjadi akibat ketiadaan sel konus atau kehilangan fungsi sel konus secara keseluruhan. Biasanya pasien akromatopsia akan mengalami gangguan visus, fotofobia, dan nystagmus. Sedangkan pasien dengan monokromasi sel konus masih memiliki visus yang baik. Kelainan ini disebabkan kerusakan total lebih dari satu konus di area retina (Tovee, 2008). 2. Dikromasi Dikromasi merupakan kebutaan warna sedang-berat dimana terjadi defek total salah satu dari tiga warna,

description

niwheuqwhui uhuqwhfin iuqw98hq8 iuhqfh89q qhwf98h89 iwqhf89h wuqhf8h wqfubh iwqbfuqh iqhfuwh iubuhfu uibwuqfbu iofh9qwh9 qwf89h8 f

Transcript of Buta Warna

A. Buta WarnaButa warna atau disebut juga sebagai defisiensi penglihatan warna merupakan penurunan kemampuan untuk melihat warna dan membedakan warna dalam kondisi pencahayaan normal. Warna dasar yang dapat dibedakan mata adalah merah, hijau, dan biru. Hal ini disebabkan oleh gangguan pada sel konus di retina yang berfungsi mendiferensiasikan panjang gelombang cahaya yang masuk ke mata. Terdapat dua macam buta warna, yaitu buta warna yang didapat (acquired) dan yang bersifat kongenital atau diturunkan (inherited). Terdapat tiga macam buta warna yang diturunkan, yaitu (Tovee, 2008):1. MonokromasiPasien tidak dapat membedakan warna sama sekali sehingga disebut juga sebagai total color blindness. Monokromasi terjadi apabila pasien kehilangan dua dari tiga pigmen warna pada sel konus. Monokromasi sel batang (akromatopsia) juga dapat terjadi akibat ketiadaan sel konus atau kehilangan fungsi sel konus secara keseluruhan. Biasanya pasien akromatopsia akan mengalami gangguan visus, fotofobia, dan nystagmus. Sedangkan pasien dengan monokromasi sel konus masih memiliki visus yang baik. Kelainan ini disebabkan kerusakan total lebih dari satu konus di area retina (Tovee, 2008).2. DikromasiDikromasi merupakan kebutaan warna sedang-berat dimana terjadi defek total salah satu dari tiga warna, sehingga warna yang dapat dilihat hanya dari dua warna dasar lainnya. Macam-macam dikromasi adalah sebagai berikut (Tovee, 2008):a. Protanopia, kelainan ini disebabkan kerusakan total fotoreseptor retina untuk warna merah.b. Deuteranopia, kelainan ini disebabkan kerusakan total fotoreseptor retina untuk warna hijau.c. Tritanopia, kelainan ini disebabkan kerusakan total fotoreseptor retina untuk warna biru.3. TrikromasiTrikromasi merupakan kebutaan warna yang paling sering dijumpai dan terjadi jika terjadi perubahan sensitivitas spectrum pada salah satu pigmen warna di sel konus. Trikromasi hanya berupa gangguan saja (impairment), tidak sampai ke tahap hilangnya pigmen warna (loss) seperti yang terjadi pada dikromasi. Kelainan trikromasi antara lain sebagai berikut (Tovee, 2008):a. Protanomali, kelainan ini disebabkan gangguan sensitivitas spectrum reseptor retina untuk warna merah.b. Deuteranomali, kelainan ini disebabkan gangguan sensitivitas spectrum reseptor retina untuk warna hijau.c. Tritanomali, kelainan ini disebabkan gangguan sensitivitas spectrum reseptor retina untuk warna biru.

Adaptasi Cahaya1. ADAPTASI GELAP DAN TERANGKetika seseorang berada di tempat terang dalam waktu yang lama, maka fotokimiawi yang ada di sel batang maupun sel kerucutnya akan berkurang akibat diubah menjadi retinal dan opsin, dan retinal sendiri akan diubah menjadi vitamin A. Hal ini menyebabkan penurunan sensitifitas mata di tempat yang terang, atau disebut adaptasi terang (Guyton, 2006). Sebaliknya, ketika seseorang berada di tempat gelap dalam waktu yang lama, maka retinal dan opsin yang ada akan diubah lagi menjadi pigmen peka cahaya, dan vitamin A yang tersimpan diubah menjadi retinal untuk makin meningkatkan jumlah pigmen tersebut. Batas akhirnya ditentukan oleh jumlah opsin yang ada di dalam sel batang dan kerucut untuk bergabung dengan retinal. Proses ini akan kembali meningkatkan sensitivitas mata akan cahaya, bahkan hingga 60.000 kali lipat, dalam kurun waktu tertentu (Guyton, 2006).Untuk sensitivitas mata di tempat gelap, awalnya dapat diperankan oleh sel kerucut. Namun karena sifat alamiahnya yang lebih peka pada cahaya terang, maka lambat laun sensitivitasnya akan melemah dan menjadi tidak berespon terhadap jumlah cahaya yang sedikit. Saat itulah sel batang akan mengambil peranan, untuk jangka waktu yang lebih lama, dari hitungan menit hingga berjam-jam, seperti yang digambarkan pada kurva di bawah ini (Guyton, 2006).Selain peranan konsentrasi rodopsin tersebut, mekanisme lainnya untuk kondisi terang dan gelap adalah dengan perubahan pada ukuran pupil serta adaptasi saraf. Perubahan ukuran pupil dapat memberi pengaruh hingga 30 kali lipat dalam sepersekian detik karena akan berefek pada jumlah cahaya yang diterima mata. Sedangkan untuk adaptasi saraf, diperankan oleh jalinan-jalinan sel yang berperan dalam jaras penglihatan, yang menurunkan besar rangsangan visual dari sel-sel yang berada di lapisan retina. Meski pengaruhnya kecil, namun mekanisme ini berjalan lebih cepat, yaitu dalam sepersekian detik (Guyton, 2006).

Daftar PustakaGayton, AC, Hall JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGCTovee M.J. 2008. An Introduction to the Visual System. Cambridge: Cambridge University Press.