Buletin pasakbumi Ed.2/2011
-
Upload
tnk-lestari -
Category
Documents
-
view
227 -
download
3
description
Transcript of Buletin pasakbumi Ed.2/2011
b u l e t i n t r i w u l a n pasakbumi
Bekantan Kutai
E d i s i : 0 2 / X I I I / 2 0 1 1
ISSN :1858-4888
Balai Taman Nasional KutaiJl. Awang Long Tromol Pos 1 Bontang, Kalimantan Timur- INDONESIA
Telp. 0548 27218 Fax. 0546 22946
Crocodylus porosus Orangutan nestsBorassodendron borneensis
Melihat Populasi Monyet Belanda di Taman Nasional Kutai
TAMAN NASIONAL KUTAI ADALAH PERWAKILAN HUTAN HUJAN TROPIS DATARAN RENDAH DI KALIMANTAN TIMUR. HUTAN DAN KEANEKARAGAMAN
HAYATINYA TELAH MENJADIKAN KAWASAN KONSERVASI INI SEBAGAI TUJUAN
UNTUK MENIKMATI KALIMANTAN TIMUR YANG SESUNGGUHNYA...
enjoy the real East Kalimantan
Kutai National Parkresearch-education-ecotourism
Sajian
Salam Redaksi
Jejak Kutai
Tajuk Utama
Fotogenic
1
2
4
6
16
Krisis Pangan Global dan Biodiversitas
Bersama Melindungi Ekosistem Taman Nasional Kutai
Bekantan Kutai:
Melihat Populasi Monyet Belanda di Taman Nasional Kutai
Common Palm Civet
.
.
:
.
.
Borneo rainbow snake : Ular pelangi dengan kepala berwarna orange ditemukan di Taman Nasional Kutai
foto : Adam Bebko S a j i a n
18
22
28
30
Seri Kehati
Lintas peristiwa
Kemitraan
Rapat SC/OC Mitra TN Kutai
Orangutan Kutai
Borassodendron borneensis J. Dransf
Mengenal Buaya Muara (Crocodylus porosus)
Taman Nasional Kutai Dalam Gebyar Wisata Nusantara
Lomba Cerdas Cermat Lingkungan Hidup X
In House Training Peningkatan SDM Melalui Pola Kerja Terpadu
Peningkatan SDM Melalui Studi Banding Pengelolaan Berbasis Resor
Rekonstruksi Arsip Balai TN Kutai
Where orangutan make their nests
TAMAN NASIONAL KUTAI ADALAH PERWAKILAN HUTAN HUJAN TROPIS DATARAN RENDAH DI KALIMANTAN TIMUR. HUTAN DAN KEANEKARAGAMAN
HAYATINYA TELAH MENJADIKAN KAWASAN KONSERVASI INI SEBAGAI TUJUAN
UNTUK MENIKMATI KALIMANTAN TIMUR YANG SESUNGGUHNYA...
enjoy the real East Kalimantan
Kutai National Parkresearch-education-ecotourism
Sajian
Salam Redaksi
Jejak Kutai
Tajuk Utama
Fotogenic
1
2
4
6
16
Krisis Pangan Global dan Biodiversitas
Bersama Melindungi Ekosistem Taman Nasional Kutai
Bekantan Kutai:
Melihat Populasi Monyet Belanda di Taman Nasional Kutai
Common Palm Civet
.
.
:
.
.
Borneo rainbow snake : Ular pelangi dengan kepala berwarna orange ditemukan di Taman Nasional Kutai
foto : Adam Bebko S a j i a n
18
22
28
30
Seri Kehati
Lintas peristiwa
Kemitraan
Rapat SC/OC Mitra TN Kutai
Orangutan Kutai
Borassodendron borneensis J. Dransf
Mengenal Buaya Muara (Crocodylus porosus)
Taman Nasional Kutai Dalam Gebyar Wisata Nusantara
Lomba Cerdas Cermat Lingkungan Hidup X
In House Training Peningkatan SDM Melalui Pola Kerja Terpadu
Peningkatan SDM Melalui Studi Banding Pengelolaan Berbasis Resor
Rekonstruksi Arsip Balai TN Kutai
Where orangutan make their nests
Populasi penduduk dunia saat ini
sekitar tujuh miliar manusia dan
pada tahun 2024 diperkirakan
berlipat menjadi sekitar sembilan
miliar orang, satu dari konsekuensi
dari peningkatan populasi manusia
adalah kebutuhan produksi
pangan yang akan meningkat
pesat. Pada sisi lain, saat ini kita dihadapkan pada persoalan
yang berpengaruh terhadap persediaan pangan global yaitu
pemanasan global dan perubahan iklim . Pemanasan global dan
perubahan iklim telah menyebabkan musim tidak menentu,
terjadinya kekeringan dan banjir pada saat musim hujan serta
meningkatnya serangan hama dan penyakit hal ini
menyebabkan terjadinya gagal panen pada sejumlah produk
pangan sehingga menyebabkan krisis pangan global .
Dampak dari krisis pangan adalah kelaparan yang
meluas. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
Ban Ki Moon (2009) menyatakan bahwa lebih dari satu miliar
penduduk dunia terancam bahaya kelaparan. Bahkan, kini
setiap lima detik satu warga dunia meninggal akibat kelaparan.
Food and Agriculture Organization ( FAO) merilis terdapat 21
negara Afrika, 9 negara di Asia termasuk Indonesia, 4 negara di
Amerika Latin dan 2 negara di Eropa dibayangi krisis pangan
salam redaksi2 3
Penanggung Jawab: Ir. Asep Sugiharta, M. Sc
Pemimpin Redaksi : Sumidi, S. Hut
Sekretariat : Yulita Kabangnga, S. Hut, MP.Dede Nurhidayat, S. Hut, Agus Dwiyanto
Penyunting/Editor : Ujang Acep. S. Hut Agus Erwan, S. Hut, Edy purwanto, S. Hut
Desain Grafis dan Layout: Sumidi, S. Hut,
Fotografi : Djumadi, Eko Harjanto, Syaifurrakhman
Foto Cover : Atrophaneura aristolochiae ( Arief Setiawan)
s a l a m r e d a k s i
team redaksi
b u l e t i n t r i w u l a n
pasakbumiEdisi 02/XIII/2011
alamat redaksiBalai Taman Nasional KutaiJl. Awang Long Tromol Pos 1 BontangKalimantan Timur- INDONESIATelp. 0548 27218 Fax. 0546 22946www. tnkutai.comwww.tnklestari.wordpress.com
DIPA Balai TN Kutai Tahun 2011
akibat kenaikan harga pangan dunia.
Saat ini dunia juga dihadapkan pada punahnya
varietas-varietas pangan dunia. Para ahli memperkirakan
bahwa dunia telah kehilangan lebih dari setengah varietas
pangan dunia selama satu abad terakhir. Di Amerika Serikat
sekitar 90% varietas buah dan sayur telah punah, dari 7000
varietas (tahun 1800) saat ini hanya tersisa kurang dari
seratus. Di Fillipina, ribuan varietas padi hanya tinggal
seratus yang dibudidayakan, sedang di Cina, 90% varietas
gandum yang dikembangkan seabad silam telah punah.
Jika dikaitkan dengan perubahan iklim hal ini menjadi sangat
riskan karena apabila satu varietas pangan yang diandalkan
sekarang diserang penyakit, maka diperlukan varietas lain
yang mungkin sudah punah (Siebert, 2011).
Norwegia telah mengambil langkah ambisius
dengan membuat kubah benih 'The svalbard Global seed
vault” di Pulau Spitsbergen, 1,13 kilometer dari kutub utara
untuk menyimpan dan mengevakuasi sekitar 4,5 juta benih
dari seluruh dunia. Bagaimana dengan kita? Indonesia
memiliki sumber keanekaragaman hayati (biodiversitas)
terbesar kedua dunia setelah Brazil. Sebagian besar
keanekaragaman hayati kita tersimpan dalam habitat alaminya
yaitu pada kawasan konservasi. Tidak hanya varietas pangan
dan buah-buah namun juga sumber obat-obatan terdapat
dalam kawasan konservasi. Kawasan konservasi telah
didesain sedemikian rupa untuk melindungi sebanyak mungkin
'harta karun' keanekaragaman hayati yang ada.
Beberapa hal yang harus dilakukan untuk
mengurangi ancaman krisis pangan global dimasa yang akan
datang terkait dengan keanekaragaman hayati yang kita miliki
antara lain: Pertama, memastikan bahwa kawasan konservasi
sebagai habitat plasmanutfah yang mengandung cadangan
varietas pangan terlindungi dan aman untuk mencegah
kepunahan spesies dan berkurangnya varietas yang ada di
alam, kedua, meningkatkan anggaran penelitian untuk
mendorong riset-riset pemuliaan dan domestikasi jenis sebagai
alternatif pangan dimasa yang akan datang, dan ketiga
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui
pendidikan.< Sumidi ([email protected])>
Krisis Pangan Global
dan Biodiversitas
sebagian biodiversitas dari Taman Nasional Kutai/Photo : Arief Setiwan
Populasi penduduk dunia saat ini
sekitar tujuh miliar manusia dan
pada tahun 2024 diperkirakan
berlipat menjadi sekitar sembilan
miliar orang, satu dari konsekuensi
dari peningkatan populasi manusia
adalah kebutuhan produksi
pangan yang akan meningkat
pesat. Pada sisi lain, saat ini kita dihadapkan pada persoalan
yang berpengaruh terhadap persediaan pangan global yaitu
pemanasan global dan perubahan iklim . Pemanasan global dan
perubahan iklim telah menyebabkan musim tidak menentu,
terjadinya kekeringan dan banjir pada saat musim hujan serta
meningkatnya serangan hama dan penyakit hal ini
menyebabkan terjadinya gagal panen pada sejumlah produk
pangan sehingga menyebabkan krisis pangan global .
Dampak dari krisis pangan adalah kelaparan yang
meluas. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
Ban Ki Moon (2009) menyatakan bahwa lebih dari satu miliar
penduduk dunia terancam bahaya kelaparan. Bahkan, kini
setiap lima detik satu warga dunia meninggal akibat kelaparan.
Food and Agriculture Organization ( FAO) merilis terdapat 21
negara Afrika, 9 negara di Asia termasuk Indonesia, 4 negara di
Amerika Latin dan 2 negara di Eropa dibayangi krisis pangan
salam redaksi2 3
Penanggung Jawab: Ir. Asep Sugiharta, M. Sc
Pemimpin Redaksi : Sumidi, S. Hut
Sekretariat : Yulita Kabangnga, S. Hut, MP.Dede Nurhidayat, S. Hut, Agus Dwiyanto
Penyunting/Editor : Ujang Acep. S. Hut Agus Erwan, S. Hut, Edy purwanto, S. Hut
Desain Grafis dan Layout: Sumidi, S. Hut,
Fotografi : Djumadi, Eko Harjanto, Syaifurrakhman
Foto Cover : Atrophaneura aristolochiae ( Arief Setiawan)
s a l a m r e d a k s i
team redaksi
b u l e t i n t r i w u l a n
pasakbumiEdisi 02/XIII/2011
alamat redaksiBalai Taman Nasional KutaiJl. Awang Long Tromol Pos 1 BontangKalimantan Timur- INDONESIATelp. 0548 27218 Fax. 0546 22946www. tnkutai.comwww.tnklestari.wordpress.com
DIPA Balai TN Kutai Tahun 2011
akibat kenaikan harga pangan dunia.
Saat ini dunia juga dihadapkan pada punahnya
varietas-varietas pangan dunia. Para ahli memperkirakan
bahwa dunia telah kehilangan lebih dari setengah varietas
pangan dunia selama satu abad terakhir. Di Amerika Serikat
sekitar 90% varietas buah dan sayur telah punah, dari 7000
varietas (tahun 1800) saat ini hanya tersisa kurang dari
seratus. Di Fillipina, ribuan varietas padi hanya tinggal
seratus yang dibudidayakan, sedang di Cina, 90% varietas
gandum yang dikembangkan seabad silam telah punah.
Jika dikaitkan dengan perubahan iklim hal ini menjadi sangat
riskan karena apabila satu varietas pangan yang diandalkan
sekarang diserang penyakit, maka diperlukan varietas lain
yang mungkin sudah punah (Siebert, 2011).
Norwegia telah mengambil langkah ambisius
dengan membuat kubah benih 'The svalbard Global seed
vault” di Pulau Spitsbergen, 1,13 kilometer dari kutub utara
untuk menyimpan dan mengevakuasi sekitar 4,5 juta benih
dari seluruh dunia. Bagaimana dengan kita? Indonesia
memiliki sumber keanekaragaman hayati (biodiversitas)
terbesar kedua dunia setelah Brazil. Sebagian besar
keanekaragaman hayati kita tersimpan dalam habitat alaminya
yaitu pada kawasan konservasi. Tidak hanya varietas pangan
dan buah-buah namun juga sumber obat-obatan terdapat
dalam kawasan konservasi. Kawasan konservasi telah
didesain sedemikian rupa untuk melindungi sebanyak mungkin
'harta karun' keanekaragaman hayati yang ada.
Beberapa hal yang harus dilakukan untuk
mengurangi ancaman krisis pangan global dimasa yang akan
datang terkait dengan keanekaragaman hayati yang kita miliki
antara lain: Pertama, memastikan bahwa kawasan konservasi
sebagai habitat plasmanutfah yang mengandung cadangan
varietas pangan terlindungi dan aman untuk mencegah
kepunahan spesies dan berkurangnya varietas yang ada di
alam, kedua, meningkatkan anggaran penelitian untuk
mendorong riset-riset pemuliaan dan domestikasi jenis sebagai
alternatif pangan dimasa yang akan datang, dan ketiga
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui
pendidikan.< Sumidi ([email protected])>
Krisis Pangan Global
dan Biodiversitas
sebagian biodiversitas dari Taman Nasional Kutai/Photo : Arief Setiwan
4 5
J e j a k K u t a i
Keberadaan kawasan hutan Kutai memiliki
sejarah panjang yang dimulai dengan
penetapan sebagai kawasan konservasi bagi
kehidupan liar (wildreservaat) oleh Kesultanan Kutai pada
tanggal 10 Juli 1936 dan terakhir ditetapkan oleh
Pemerintah Indonesia melalui surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor. 325/kpts-II/1995 tentang perubahan
fungsi dan penunjukan Suaka Margasatwa menjadi Taman
Nasional Kutai. Taman Nasional Kutai termasuk satu dari
sebelas taman nasional pertama yang ditetapkan di
Indonesia.
Menjadi catatan kami bahwa dalam kurun waktu
kurang lebih 25 Tahun pengelolaan Taman Nasional Kutai
menghadapi tekanan yang tidak ringan untuk mencapai
tujuan suatu taman nasional sebagai perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pelestarian keanekaragaman
hayati dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya. Dampak dari keterbatasan daya
dan kemampuan melakukan pengelolaan Taman Nasional
Kutai untuk menangani tekanan tadi berupa penebangan
kayu ilegal, dan perambahan kawasan hutan adalah
semakin rusaknya ekosistem hutan hujan tropis dataran
rendah di beberapa wilayah Taman Nasional Kutai. Seiring
dengan kerusakan ekosistem hutan sebagai suatu habitat
satwa dan terjadinya perburuan satwa
juga menyebabkan penurunan populasi
satwa seperti orangutan, banteng, dan
rusa, serta berbagai jenis satwa lainnya.
Ketika waktu terus berputar sementara
permasalahan yang dihadapi telah
menguras banyak energi, nilai ekologis
suatu taman nasional yang berfungsi
untuk penelitian, pendidikan, menunjang
budidaya, dan pariwisata alam menjadi
kurang berkembang.
Kami dalam melakukan tugas pengelolaan
Taman Nasional Kutai sejak awal menyadari bahwa untuk
mencapai tujuan pengelolaan perlu dukungan dan
kerjasama dengan banyak pihak. Dalam perspektif
pengelolaan dan pelestarian hutan, faktor manusia
memegang peranan penting dalam membuat kondisi
hutan tersebut lestari dan bermanfaat atau bahkan rusak
walaupun menguntungkan. Dalam kesempatan yang baik
ini, dengan meminjam istilah yang dibuat oleh seorang
penulis buku etika lingkungan, Paul W Taylor (1986),
menyebutkan bahwa ''kita adalah agen moral,
karena memiliki kemampuan, yang dapat
membuat suatu lingkungan alam ini menjadi
baik atau rusak''. Kami mengajak kita semua
untuk dapat berperan dalam kapasitasnya
masing-masing dalam upaya melindungi
ekosistem Taman Nasional Kutai sehingga tujuan
pengelolaan Taman Nasional Kutai dapat
terwujud.
_____________________________________Disarikan dari sambutan pada rapat sinkronisasi ‘Rencana
Perlindungan Ekosistem Taman Nasional Kutai’, Kerjasama
antara Balai Taman Nasional Kutai dengan International
Criminal Investigative Training Assistance Program (ICITAP)-
Departemen Kehakiman Amerika Serikat.
Bersama Melindungi EkosistemTaman Nasional Kutai
Ir. Asep Sugiharta, M.Sc
“ k i t a a d a l a h
agen moral, karena
memiliki kemampuan,
yang dapat membuat
suatu lingkungan alam
ini menjadi baik atau
rusak"
K
hutan tropis Taman Nasional Kutai
Foto : Erawan Deny
4 5
J e j a k K u t a i
Keberadaan kawasan hutan Kutai memiliki
sejarah panjang yang dimulai dengan
penetapan sebagai kawasan konservasi bagi
kehidupan liar (wildreservaat) oleh Kesultanan Kutai pada
tanggal 10 Juli 1936 dan terakhir ditetapkan oleh
Pemerintah Indonesia melalui surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor. 325/kpts-II/1995 tentang perubahan
fungsi dan penunjukan Suaka Margasatwa menjadi Taman
Nasional Kutai. Taman Nasional Kutai termasuk satu dari
sebelas taman nasional pertama yang ditetapkan di
Indonesia.
Menjadi catatan kami bahwa dalam kurun waktu
kurang lebih 25 Tahun pengelolaan Taman Nasional Kutai
menghadapi tekanan yang tidak ringan untuk mencapai
tujuan suatu taman nasional sebagai perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pelestarian keanekaragaman
hayati dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya. Dampak dari keterbatasan daya
dan kemampuan melakukan pengelolaan Taman Nasional
Kutai untuk menangani tekanan tadi berupa penebangan
kayu ilegal, dan perambahan kawasan hutan adalah
semakin rusaknya ekosistem hutan hujan tropis dataran
rendah di beberapa wilayah Taman Nasional Kutai. Seiring
dengan kerusakan ekosistem hutan sebagai suatu habitat
satwa dan terjadinya perburuan satwa
juga menyebabkan penurunan populasi
satwa seperti orangutan, banteng, dan
rusa, serta berbagai jenis satwa lainnya.
Ketika waktu terus berputar sementara
permasalahan yang dihadapi telah
menguras banyak energi, nilai ekologis
suatu taman nasional yang berfungsi
untuk penelitian, pendidikan, menunjang
budidaya, dan pariwisata alam menjadi
kurang berkembang.
Kami dalam melakukan tugas pengelolaan
Taman Nasional Kutai sejak awal menyadari bahwa untuk
mencapai tujuan pengelolaan perlu dukungan dan
kerjasama dengan banyak pihak. Dalam perspektif
pengelolaan dan pelestarian hutan, faktor manusia
memegang peranan penting dalam membuat kondisi
hutan tersebut lestari dan bermanfaat atau bahkan rusak
walaupun menguntungkan. Dalam kesempatan yang baik
ini, dengan meminjam istilah yang dibuat oleh seorang
penulis buku etika lingkungan, Paul W Taylor (1986),
menyebutkan bahwa ''kita adalah agen moral,
karena memiliki kemampuan, yang dapat
membuat suatu lingkungan alam ini menjadi
baik atau rusak''. Kami mengajak kita semua
untuk dapat berperan dalam kapasitasnya
masing-masing dalam upaya melindungi
ekosistem Taman Nasional Kutai sehingga tujuan
pengelolaan Taman Nasional Kutai dapat
terwujud.
_____________________________________Disarikan dari sambutan pada rapat sinkronisasi ‘Rencana
Perlindungan Ekosistem Taman Nasional Kutai’, Kerjasama
antara Balai Taman Nasional Kutai dengan International
Criminal Investigative Training Assistance Program (ICITAP)-
Departemen Kehakiman Amerika Serikat.
Bersama Melindungi EkosistemTaman Nasional Kutai
Ir. Asep Sugiharta, M.Sc
“ k i t a a d a l a h
agen moral, karena
memiliki kemampuan,
yang dapat membuat
suatu lingkungan alam
ini menjadi baik atau
rusak"
K
hutan tropis Taman Nasional Kutai
Foto : Erawan Deny
6 7
JASA
LIN
GKUN
GAN
Melihat Populasi Monyet Belanda di Taman Nasional Kutai
Bekantan Kutai :
Salah satu jenis primata endemik Borneo yang sering terlupakan adalah bekantan (Nasalis larvatus), tidak seperti jenis
primata yang lain seperti orangutan, bekantan cenderung luput dari perhatian walaupun sebenarnya di dunia satwa ini hanya ditemui di Pulau Borneo. Di Taman Nasional Kutai sendiri keberadaan bekantan diduga mengalami penurunan karena degradasi yang terjadi pada habitat mereka. Berlatar belakang hal tersebut, Balai Taman Nasional Kutai melakukan monitoring terhadap populasi bekantan yang ada di Taman Nasional Kutai.
Tim survey beranggotakan 20 orang yang dibagi menjadi 3 regu yang bertugas melakukan monitoring pada beberapa muara sungai dan daerah-daerah yang diduga merupakan habitat bekantan. Sebelum melakukan survei beberapa hal telah dipersiapkan: perlengkapan survei, metode dan pembagian regu telah dipersiapkan dan dibagi sesuai dengan kemampuan masing-masing tim. Dalam survei bekantan seperti ini maka keselamatan tim sangat diutamakan mengingat habitat bekantan juga merupakan habitat buaya muara (Crocodilus porosus) sehingga kewaspadaan perlu
ditingkatkan.Hari pertama survei dilakukan untuk membaca
keadaan dan menentukan lokasi secara tepat. Secara umum
T a j u k U t a m a
oleh : Edy Purwanto, S.Hut
seekor bekantan sedang melompat di hutan mangrove Taman Nasional Kutai
foto : Tim inventarisasi bekantan TN Kutai 2011
6 7
JASA
LIN
GKUN
GAN
Melihat Populasi Monyet Belanda di Taman Nasional Kutai
Bekantan Kutai :
Salah satu jenis primata endemik Borneo yang sering terlupakan adalah bekantan (Nasalis larvatus), tidak seperti jenis
primata yang lain seperti orangutan, bekantan cenderung luput dari perhatian walaupun sebenarnya di dunia satwa ini hanya ditemui di Pulau Borneo. Di Taman Nasional Kutai sendiri keberadaan bekantan diduga mengalami penurunan karena degradasi yang terjadi pada habitat mereka. Berlatar belakang hal tersebut, Balai Taman Nasional Kutai melakukan monitoring terhadap populasi bekantan yang ada di Taman Nasional Kutai.
Tim survey beranggotakan 20 orang yang dibagi menjadi 3 regu yang bertugas melakukan monitoring pada beberapa muara sungai dan daerah-daerah yang diduga merupakan habitat bekantan. Sebelum melakukan survei beberapa hal telah dipersiapkan: perlengkapan survei, metode dan pembagian regu telah dipersiapkan dan dibagi sesuai dengan kemampuan masing-masing tim. Dalam survei bekantan seperti ini maka keselamatan tim sangat diutamakan mengingat habitat bekantan juga merupakan habitat buaya muara (Crocodilus porosus) sehingga kewaspadaan perlu
ditingkatkan.Hari pertama survei dilakukan untuk membaca
keadaan dan menentukan lokasi secara tepat. Secara umum
T a j u k U t a m a
oleh : Edy Purwanto, S.Hut
seekor bekantan sedang melompat di hutan mangrove Taman Nasional Kutai
foto : Tim inventarisasi bekantan TN Kutai 2011
bekantan sering ditemukan dekat dengan sungai, hutan nipah dan mangrove sepanjang tepi pantai. Satwa ini menyukai tempat-tempat gelap di hutan mangrove di siang hari dan pindah ke pohon Sonneratia di malam hari. Dalam memilih posisi tempat
tidur, bekantan memilih pohon yang tinggi di tepi sungai, duduk di ujung cabang di balik daun yang rimbun atau percabangan kecil, kondisi tajuk tidak berhubungan dengan tajuk pohon yang lain hal ini merupakan cara bekantan untuk menghindar dari pengamatan predator. Satwa ini juga pintar berenang dan menyelam di bawah permukaan air. Bekantan jantan dewasa dapat berenang mencapai 300 meter.
Keesokan paginya, tepatnya pukul 05.00 dini hari tim telah bersiap untuk menuju lokasi yang telah ditentukan. Hewan ini aktif mencari makan dan mudah ditemukan pada pagi hari dan pada sore hari menjelang tidur sedangkan pada siang hari sering terlihat masuk jauh ke dalam hutan mencari tempat-tempat yang gelap diantara rerimbunan hutan mangrove. Hampir
95% pakan bekantan berupa dedaunan dan sisanya terdiri dari bunga, buah dan binatang kecil. Jenis-jenis pakan bekantan yang sering ditemui adalah rambai (Sonneratia alba), bakau (Bruguera sp.), Api-api
(Avicennia marina), Bakung (Crinum asiaticum) dan
jenis paku-pakuan.Bekantan mudah dikenali dengan tubuh yang
ditutupi oleh rambut atau bulu dan berekor panjang. Kepala, leher bahu dan punggung berwarna coklat kekuningan sampai kemerahan. Pada beberapa individu bisa berwarna coklat tua. Tangannya bersatu dengan ibu jari. Ciri lainnya adalah pada bekantan jantan bentuk hidungnya panjang dan besar dimana semakin besar dan panjang membuat sang betina semakin tertarik. Karena hidung panjangnya inilah monyet ini disebut sebagai monyet belanda. Ukuran tubuh jantan biasanya lebih besar daripada tubuh betina. Berat bekantan jantan bisa berkisar antara 16 – 23 kg dan berat betina lebih ringan 50% dari jantan. Bekantan mencapai dewasa kelamin pada umur 4 – 5
tahun. Pada setiap kelahiran, bekantan betina hanya melahirkan satu ekor anak setelah melewati masa bunting 5 – 6 bulan atau 166 hari.
Selama kurang lebih 4 jam hingga pukul 10.00 Wita tim menemukan beberapa populasi bekantan pada lokasi-lokasi sasaran seperti di Sungai Pari, muara Sungai Sangkima dan Sungai Kanduung, meskipun jumlahnya tidak seperti hasil inventarisasi tahun-tahun sebelumnya. Rata-rata jumlah bekantan yang ditemui berkisar antara 10 – 20 individu perkelompoknya yang tersebar pada sub-sub kelompok yang letaknya tidak terlalu jauh. Salah satu kendala dalam melakukan monitoring satwa ini adalah satwa ini sangat sensitif sehingga sangat sulit untuk mendekati dan menghitung jumlahnya perkelompok.
Kondisi habitat pada umumnya telah beralih fungsi dari hutan mangrove menjadi tambak dan pemukiman yang menyebabkan terdegradasinya habitat bekantan. Secara umum populasi bekantan
semakin lama semakin menurun seperti halnya yang terjadi di Taman Nasional Kutai, sehingga dalam IUCN Red List Of Threatened Species, satwa ini tergolong
dalam satwa yang terancam punah. Selama kurang lebih 10 hari pengamatan
terhadap populasi bekantan di beberapa titik, tim tidak menemukan hal yang sangat berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Jumlah populasi cenderung sama dengan perbedaan yang kemungkinan disebabkan oleh perhitungan dan jumlah individu pada pagi hari cenderung lebih banyak jika dibandingkan dengan sore hari. Kendala yang dihadapi tim dalam kegiatan ini adalah kondisi cuaca yang tidak menentu yang menyulitkan tim dalam mencapai lokasi yang dituju, perilaku bekantan yang sangat sensitif terhadap manusia yang menyulitkan tim dalam mengambil gambar dan menghitung jumlah populasi sehingga keberadaan populasi bekantan tidak dapat diperkirakan dengan baik. Secara umum jumlah populasi bekantan berdasarkan hasil inventarisasi yang dilakukan di Taman Nasional Kutai adalah sebagaimana peta populasi bekantan. Mengingat populasi bekantan sama pentingnya dengan populasi orangutan maka prioritas pengelolaan dan upaya-upaya pelestarian satwa akan terus di lakukan.
8 9
1 3
2
Keterangan : 1) Dua ekor bekantan pada Soneratia alba, 2) Habitat bekantan pada hutan mangrove TN Kutai, 3) Buah rambai merupakan makanan yang disukai bekantanfoto : Tim Inventarisasi bekatan TNK (1,2), Dok Balai TNK (3)
bekantan sering ditemukan dekat dengan sungai, hutan nipah dan mangrove sepanjang tepi pantai. Satwa ini menyukai tempat-tempat gelap di hutan mangrove di siang hari dan pindah ke pohon Sonneratia di malam hari. Dalam memilih posisi tempat
tidur, bekantan memilih pohon yang tinggi di tepi sungai, duduk di ujung cabang di balik daun yang rimbun atau percabangan kecil, kondisi tajuk tidak berhubungan dengan tajuk pohon yang lain hal ini merupakan cara bekantan untuk menghindar dari pengamatan predator. Satwa ini juga pintar berenang dan menyelam di bawah permukaan air. Bekantan jantan dewasa dapat berenang mencapai 300 meter.
Keesokan paginya, tepatnya pukul 05.00 dini hari tim telah bersiap untuk menuju lokasi yang telah ditentukan. Hewan ini aktif mencari makan dan mudah ditemukan pada pagi hari dan pada sore hari menjelang tidur sedangkan pada siang hari sering terlihat masuk jauh ke dalam hutan mencari tempat-tempat yang gelap diantara rerimbunan hutan mangrove. Hampir
95% pakan bekantan berupa dedaunan dan sisanya terdiri dari bunga, buah dan binatang kecil. Jenis-jenis pakan bekantan yang sering ditemui adalah rambai (Sonneratia alba), bakau (Bruguera sp.), Api-api
(Avicennia marina), Bakung (Crinum asiaticum) dan
jenis paku-pakuan.Bekantan mudah dikenali dengan tubuh yang
ditutupi oleh rambut atau bulu dan berekor panjang. Kepala, leher bahu dan punggung berwarna coklat kekuningan sampai kemerahan. Pada beberapa individu bisa berwarna coklat tua. Tangannya bersatu dengan ibu jari. Ciri lainnya adalah pada bekantan jantan bentuk hidungnya panjang dan besar dimana semakin besar dan panjang membuat sang betina semakin tertarik. Karena hidung panjangnya inilah monyet ini disebut sebagai monyet belanda. Ukuran tubuh jantan biasanya lebih besar daripada tubuh betina. Berat bekantan jantan bisa berkisar antara 16 – 23 kg dan berat betina lebih ringan 50% dari jantan. Bekantan mencapai dewasa kelamin pada umur 4 – 5
tahun. Pada setiap kelahiran, bekantan betina hanya melahirkan satu ekor anak setelah melewati masa bunting 5 – 6 bulan atau 166 hari.
Selama kurang lebih 4 jam hingga pukul 10.00 Wita tim menemukan beberapa populasi bekantan pada lokasi-lokasi sasaran seperti di Sungai Pari, muara Sungai Sangkima dan Sungai Kanduung, meskipun jumlahnya tidak seperti hasil inventarisasi tahun-tahun sebelumnya. Rata-rata jumlah bekantan yang ditemui berkisar antara 10 – 20 individu perkelompoknya yang tersebar pada sub-sub kelompok yang letaknya tidak terlalu jauh. Salah satu kendala dalam melakukan monitoring satwa ini adalah satwa ini sangat sensitif sehingga sangat sulit untuk mendekati dan menghitung jumlahnya perkelompok.
Kondisi habitat pada umumnya telah beralih fungsi dari hutan mangrove menjadi tambak dan pemukiman yang menyebabkan terdegradasinya habitat bekantan. Secara umum populasi bekantan
semakin lama semakin menurun seperti halnya yang terjadi di Taman Nasional Kutai, sehingga dalam IUCN Red List Of Threatened Species, satwa ini tergolong
dalam satwa yang terancam punah. Selama kurang lebih 10 hari pengamatan
terhadap populasi bekantan di beberapa titik, tim tidak menemukan hal yang sangat berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Jumlah populasi cenderung sama dengan perbedaan yang kemungkinan disebabkan oleh perhitungan dan jumlah individu pada pagi hari cenderung lebih banyak jika dibandingkan dengan sore hari. Kendala yang dihadapi tim dalam kegiatan ini adalah kondisi cuaca yang tidak menentu yang menyulitkan tim dalam mencapai lokasi yang dituju, perilaku bekantan yang sangat sensitif terhadap manusia yang menyulitkan tim dalam mengambil gambar dan menghitung jumlah populasi sehingga keberadaan populasi bekantan tidak dapat diperkirakan dengan baik. Secara umum jumlah populasi bekantan berdasarkan hasil inventarisasi yang dilakukan di Taman Nasional Kutai adalah sebagaimana peta populasi bekantan. Mengingat populasi bekantan sama pentingnya dengan populasi orangutan maka prioritas pengelolaan dan upaya-upaya pelestarian satwa akan terus di lakukan.
8 9
1 3
2
Keterangan : 1) Dua ekor bekantan pada Soneratia alba, 2) Habitat bekantan pada hutan mangrove TN Kutai, 3) Buah rambai merupakan makanan yang disukai bekantanfoto : Tim Inventarisasi bekatan TNK (1,2), Dok Balai TNK (3)
10 11
a
S
u
ng a
a
i
t
S
a
a
gn
A
E
1978
1983
2000
Inventarisasi bekantan di Suaka Margasatwa
Kutai : Terdapat 119 ekor bekantan di Taman
Nasional Kutai (Kantor Sub Balai Konservasi
Sumberdaya Alam Kaltim)
Survei populasi bekantan (Nasalis larvatus) di Suaka
Margasatwa Kutai :di Teluk Kaba dan Sungai Sangkima
terdapat 67 ekor bekantan, antara Sungai Padang dan
Sungai Pari (Teluk Lombok) terdapat 53 ekor bekantan.
(Balai TNK)
Inventarisasi bekantan di TN Kutai : di daerah
Sangkima terdapat 30 – 117 ekor bekantan
(Balai TNK)
Inventarisasi populasi bekantan (Nasalis larvatus) di
kawasan TNK : Sungai Sangkimah – muara Sungai
terdapat 61 ekor, muara Sungai Sangkimah – Sungai
Nipah terdapat 68 ekor (Drs. Sudariono ,Ir. Minto Basuki,
Sukino, Yusuf L., Suparno
1986
1988
1991Inventarisasi populasi bekantan (Nasalis larvatus) di TN Kutai :
Jumlah bekantan yang ditemui 13 ekor jantan dewasa, 35 ekor
betina dan 27 ekor betina. Kerapatan populasi bekantan di
kompleks hutan muara Sungai Sangatta 50,7 ekor/km2 dengan
luas areal 100 ha. Sedangkan di Sangkima kerapatannya 50,79
ekor/km2 dengan luas areal 160 ha.(Ir. Minto Basuki, Sukino,
Syamsi, Yusuf L)
1994
Inventarisasi populasi bekantan (Nasalis larvatus) di TN
Kutai :Teluk Kaba : 40 ekor, taksiran per km2 : 66,67 ekor,
Sangkimah: 55 ekor, taksiran per km2: 131,1 ekor,
Sangatta: 44 ekor, taksiran per km2: 146,2 ekor (Ir. T.
Krisdiyanto, Supiani, Abd. Sukur, Alimudin)
Inventarisasi bekantan (Nasalis larvatus) di TN Kutai: Pengamatan
pagi hari: Sungai Padang: 35 ekor; 9 jantan, 20 betina, 6 anak.
Sungai Kanduung: 28 ekor; 5 jantan, 16 betina dan 7 anak.
Pengamatan sore hari: Sungai Padang: 31 ekor; 9 jantan, 15 betina
dan 6 anak.Sungai Kanduung: 20 ekor; 4 jantan, 12 betina, 4 anak
(Agustinus K, S.Si,Hary Karya, S.Hut.,Yulita Kabangnga, S.Hut.,Julian,
S.Hut.,Arif Suliyono)
2006
Inventarisasi bekantan (Nasalis larvatus) di TN
Kutai: Sungai Pari : Kerapatan 1,5 ekor/ha, Sungai
Padang : Kerapatan 1,42 ekor/ha, Sungai Kanduung ;
Kerapatan 1,45 ekor/ ha (Boedi Isnaeni,Fahrul Rizal,
Rian P)
2008
Survei Nasalis larvatus di Taman Nasional Kutai: pengamatan
menemukan 5 kelompok bekantan dengan jumlah total individu
38 ekor di S. Sangata (Arif Setiawan, Tejo Suryo Nugroho/Lab.
Satwa Liar UGM Yogyakarta )
2011
Inventarisasi bekantan : rata-rata
perjumpaan 10-20 ekor bekantan
( Balai TNK)
Peta populasi Bekantan Taman Nasional Kutai
Seri data penelitian populasi bekantan TN Kutai (1978-2011)
grafis : sumidi
tahun
10 11
a
S
u
ng a
a
i
t
S
a
a
gn
A
E
1978
1983
2000
Inventarisasi bekantan di Suaka Margasatwa
Kutai : Terdapat 119 ekor bekantan di Taman
Nasional Kutai (Kantor Sub Balai Konservasi
Sumberdaya Alam Kaltim)
Survei populasi bekantan (Nasalis larvatus) di Suaka
Margasatwa Kutai :di Teluk Kaba dan Sungai Sangkima
terdapat 67 ekor bekantan, antara Sungai Padang dan
Sungai Pari (Teluk Lombok) terdapat 53 ekor bekantan.
(Balai TNK)
Inventarisasi bekantan di TN Kutai : di daerah
Sangkima terdapat 30 – 117 ekor bekantan
(Balai TNK)
Inventarisasi populasi bekantan (Nasalis larvatus) di
kawasan TNK : Sungai Sangkimah – muara Sungai
terdapat 61 ekor, muara Sungai Sangkimah – Sungai
Nipah terdapat 68 ekor (Drs. Sudariono ,Ir. Minto Basuki,
Sukino, Yusuf L., Suparno
1986
1988
1991Inventarisasi populasi bekantan (Nasalis larvatus) di TN Kutai :
Jumlah bekantan yang ditemui 13 ekor jantan dewasa, 35 ekor
betina dan 27 ekor betina. Kerapatan populasi bekantan di
kompleks hutan muara Sungai Sangatta 50,7 ekor/km2 dengan
luas areal 100 ha. Sedangkan di Sangkima kerapatannya 50,79
ekor/km2 dengan luas areal 160 ha.(Ir. Minto Basuki, Sukino,
Syamsi, Yusuf L)
1994
Inventarisasi populasi bekantan (Nasalis larvatus) di TN
Kutai :Teluk Kaba : 40 ekor, taksiran per km2 : 66,67 ekor,
Sangkimah: 55 ekor, taksiran per km2: 131,1 ekor,
Sangatta: 44 ekor, taksiran per km2: 146,2 ekor (Ir. T.
Krisdiyanto, Supiani, Abd. Sukur, Alimudin)
Inventarisasi bekantan (Nasalis larvatus) di TN Kutai: Pengamatan
pagi hari: Sungai Padang: 35 ekor; 9 jantan, 20 betina, 6 anak.
Sungai Kanduung: 28 ekor; 5 jantan, 16 betina dan 7 anak.
Pengamatan sore hari: Sungai Padang: 31 ekor; 9 jantan, 15 betina
dan 6 anak.Sungai Kanduung: 20 ekor; 4 jantan, 12 betina, 4 anak
(Agustinus K, S.Si,Hary Karya, S.Hut.,Yulita Kabangnga, S.Hut.,Julian,
S.Hut.,Arif Suliyono)
2006
Inventarisasi bekantan (Nasalis larvatus) di TN
Kutai: Sungai Pari : Kerapatan 1,5 ekor/ha, Sungai
Padang : Kerapatan 1,42 ekor/ha, Sungai Kanduung ;
Kerapatan 1,45 ekor/ ha (Boedi Isnaeni,Fahrul Rizal,
Rian P)
2008
Survei Nasalis larvatus di Taman Nasional Kutai: pengamatan
menemukan 5 kelompok bekantan dengan jumlah total individu
38 ekor di S. Sangata (Arif Setiawan, Tejo Suryo Nugroho/Lab.
Satwa Liar UGM Yogyakarta )
2011
Inventarisasi bekantan : rata-rata
perjumpaan 10-20 ekor bekantan
( Balai TNK)
Peta populasi Bekantan Taman Nasional Kutai
Seri data penelitian populasi bekantan TN Kutai (1978-2011)
grafis : sumidi
tahun
12 13
Bekantanm o n y e t e n d e m i k B o r n e o
Bekantan merupakan jenis satwa
liar yang dilindungi Undang-
undang. Nama latin dari bekantan
adalah Nasalis larvatus, bekantan
biasa disebut kera atau monyet belanda
sedangkan dalam bahas inggris dikenal dengan
proboscis monkey. Satwa ini statusnya dilindungi
berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 7 Tahun
1999. Berdasarkan Red Data Book IUCN termasuk
dalam kategori genting (endangered), dimana
populasi satwa berada di ambang kepunahan
Bekantan merupakan kera endemik yang hanya
hidup di Kalimantan, terutama di pinggiran hutan
dekat sungai, hutan rawa gambut, hutan rawa air
tawar, hutan bakau dan kadang-kadang sampai
jauh masuk daerah pedalaman.
B e r a d a s a r k a n I n d o n e s i a
proboscis monkey PHVA (2004)
diperkirakan terdapat 12 lokasi
dimana populasi bekantan berada
yaitu Sungai-sungai di Kalimantan
Tengah, Taman Nasional Danau
Sentarum, Taman Nasional
Gunung Palung, Cagar Alam
K e n d a w a n g a n , T a m a n
Nasional Kutai, Muara Barito
Selatan, Delta Mahakam,
Penyebaran
Cagar Alam Sambas Paloh, Sangkulirang, Sesayap,
Sebuku dan Sembakung, Mahakam Selatan dan
Taman Nasional Tanjung Puting dengan total
perkiraan populasi 9.200 ekor
Seperti primata lainnya, hampir seluruh
bagian tubuhnya ditutupi oleh rambut (bulu), kepala,
leher, punggung dan bahunya berwarna coklat
kekuning-kuningan sampai coklat kemerah-
merahan, kadang-kadang coklat tua. Dada, perut
dan ekor berwarna putih abu-abu dan putih
kekuning-kuningan.
1. Jantan: Rambut pipi bagian belakang
berwarna kemerah-merahan, bentuk hidung
lebih mancung
2. Betina: Rambut pipi bagian belakang
berwarna kekuning-kuningan, bentuk hidung
lebih kecil
Masa kehamilan 166 hari atau 5-6 bulan dan
hanya melahirkan 1 (satu) ekor anak. Setelah
berumur 4-5 tahun sudah dianggap dewasa.
Bekantan hidup berkelompok/sub kelompok.
Masing-masing kelompok dipimpin oleh seekor
bekantan jantan yang besar dan kuat. Biasanya
dalam satu kelompok berjumlah sekitar 10 sampai 20
ekor.
Ciri khas
Perbedaan jantan dan betina
Behaviour / Tingkah laku
foto
: Do
k. Ba
lai T
NK, A
rief S
etiaw
an
12 13
Bekantanm o n y e t e n d e m i k B o r n e o
Bekantan merupakan jenis satwa
liar yang dilindungi Undang-
undang. Nama latin dari bekantan
adalah Nasalis larvatus, bekantan
biasa disebut kera atau monyet belanda
sedangkan dalam bahas inggris dikenal dengan
proboscis monkey. Satwa ini statusnya dilindungi
berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 7 Tahun
1999. Berdasarkan Red Data Book IUCN termasuk
dalam kategori genting (endangered), dimana
populasi satwa berada di ambang kepunahan
Bekantan merupakan kera endemik yang hanya
hidup di Kalimantan, terutama di pinggiran hutan
dekat sungai, hutan rawa gambut, hutan rawa air
tawar, hutan bakau dan kadang-kadang sampai
jauh masuk daerah pedalaman.
B e r a d a s a r k a n I n d o n e s i a
proboscis monkey PHVA (2004)
diperkirakan terdapat 12 lokasi
dimana populasi bekantan berada
yaitu Sungai-sungai di Kalimantan
Tengah, Taman Nasional Danau
Sentarum, Taman Nasional
Gunung Palung, Cagar Alam
K e n d a w a n g a n , T a m a n
Nasional Kutai, Muara Barito
Selatan, Delta Mahakam,
Penyebaran
Cagar Alam Sambas Paloh, Sangkulirang, Sesayap,
Sebuku dan Sembakung, Mahakam Selatan dan
Taman Nasional Tanjung Puting dengan total
perkiraan populasi 9.200 ekor
Seperti primata lainnya, hampir seluruh
bagian tubuhnya ditutupi oleh rambut (bulu), kepala,
leher, punggung dan bahunya berwarna coklat
kekuning-kuningan sampai coklat kemerah-
merahan, kadang-kadang coklat tua. Dada, perut
dan ekor berwarna putih abu-abu dan putih
kekuning-kuningan.
1. Jantan: Rambut pipi bagian belakang
berwarna kemerah-merahan, bentuk hidung
lebih mancung
2. Betina: Rambut pipi bagian belakang
berwarna kekuning-kuningan, bentuk hidung
lebih kecil
Masa kehamilan 166 hari atau 5-6 bulan dan
hanya melahirkan 1 (satu) ekor anak. Setelah
berumur 4-5 tahun sudah dianggap dewasa.
Bekantan hidup berkelompok/sub kelompok.
Masing-masing kelompok dipimpin oleh seekor
bekantan jantan yang besar dan kuat. Biasanya
dalam satu kelompok berjumlah sekitar 10 sampai 20
ekor.
Ciri khas
Perbedaan jantan dan betina
Behaviour / Tingkah laku
foto
: Do
k. Ba
lai T
NK, A
rief S
etiaw
an
Bekantan aktif pada siang hari dan
umumnya dimulai pagi hari untuk mencari makanan
berupa daun-daunan dari pohon rambai/pedada
(Sonneratia alba), ketiau (Genus motleyana), beringin
(Ficus sp), lenggadai (Bruguiera parviflora), piai
(Acrosticum aureum), dan lain-lain. Pada siang hari
Bekantan menyenangi tempat yang
agak gelap/teduh untuk beristirahat.
Menjelang sore hari, kembali ke
pinggiran sungai untuk makan dan
memilih tempat tidur. Bekantan pandai
berenang menyeberangi sungai dan
menyelam di bawah permukaan air.
1. Muara Sungai Sangatta
2. Teluk Kaba
3. Sungai Sangkima
4. Teluk Lombok
5. Sungai Kanduung
Undang-undang No. 5 Tahun
1990 pasal 21 ayat 2 menyatakan
bahwa setiap orang dilarang
untuk :
a. M e n a n g k a p , m e l u k a i ,
membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara,
mengangkut dan memperniagakan satwa yang
dilindungi dalam keadaan hidup.
b. M e n y i m p a n , m e m i l i k i , m e m e l i h a r a ,
mengangkut dan memperniagakan satwa yang
dilindungi dalam keadaan mati.
c. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu
Lokasi untuk melihat bekantan
di Taman Nasional Kutai
Peraturan perundangan yang
berlaku
tempat di Indonesia ke tempat lain ke dalam atau
ke luar Indonesia.
d. Memperniagakan, menyimpan atau memiliki
kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang
dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari
b a g i a n - b a g i a n s a t w a t e r s e b u t a t a u
mengeluarkan dari suatu tempat di Indonesia ke
tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.
e. Mengambi l , merusak, memusnahkan,
memperniagakan, menyimpan atau memiliki
telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.
1. Barang siapa dengan sengaja melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan pasal 21 ayat
2 tersebut di atas, dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
2. Barang siapa karena kelalaiannya melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 21 ayat 2 tersebut di
atas, dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
_____
Sumber :
www. dephut.go.id
www. iucnredlist.com
Indonesia Proboscis monkey PHVA (2004)
Ketentuan pidana
14 15
Bekantan aktif pada siang hari dan
umumnya dimulai pagi hari untuk mencari makanan
berupa daun-daunan dari pohon rambai/pedada
(Sonneratia alba), ketiau (Genus motleyana), beringin
(Ficus sp), lenggadai (Bruguiera parviflora), piai
(Acrosticum aureum), dan lain-lain. Pada siang hari
Bekantan menyenangi tempat yang
agak gelap/teduh untuk beristirahat.
Menjelang sore hari, kembali ke
pinggiran sungai untuk makan dan
memilih tempat tidur. Bekantan pandai
berenang menyeberangi sungai dan
menyelam di bawah permukaan air.
1. Muara Sungai Sangatta
2. Teluk Kaba
3. Sungai Sangkima
4. Teluk Lombok
5. Sungai Kanduung
Undang-undang No. 5 Tahun
1990 pasal 21 ayat 2 menyatakan
bahwa setiap orang dilarang
untuk :
a. M e n a n g k a p , m e l u k a i ,
membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara,
mengangkut dan memperniagakan satwa yang
dilindungi dalam keadaan hidup.
b. M e n y i m p a n , m e m i l i k i , m e m e l i h a r a ,
mengangkut dan memperniagakan satwa yang
dilindungi dalam keadaan mati.
c. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu
Lokasi untuk melihat bekantan
di Taman Nasional Kutai
Peraturan perundangan yang
berlaku
tempat di Indonesia ke tempat lain ke dalam atau
ke luar Indonesia.
d. Memperniagakan, menyimpan atau memiliki
kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang
dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari
b a g i a n - b a g i a n s a t w a t e r s e b u t a t a u
mengeluarkan dari suatu tempat di Indonesia ke
tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.
e. Mengambi l , merusak, memusnahkan,
memperniagakan, menyimpan atau memiliki
telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.
1. Barang siapa dengan sengaja melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan pasal 21 ayat
2 tersebut di atas, dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
2. Barang siapa karena kelalaiannya melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 21 ayat 2 tersebut di
atas, dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
_____
Sumber :
www. dephut.go.id
www. iucnredlist.com
Indonesia Proboscis monkey PHVA (2004)
Ketentuan pidana
14 15
17 18fotogenic
Common Palm Civetseekor musang (Paradoxurus hermaphroditus ) terekam melalui lensa Adam Bebko, mahasiswa pascasarjanaYork University, Kanada yang melakukan penelitian orangutan di Bendili, Taman Nasional Kutai ( insert : Adam Bebko )
f o t o : A d a m B e b k o
17 18fotogenic
Common Palm Civetseekor musang (Paradoxurus hermaphroditus ) terekam melalui lensa Adam Bebko, mahasiswa pascasarjanaYork University, Kanada yang melakukan penelitian orangutan di Bendili, Taman Nasional Kutai ( insert : Adam Bebko )
f o t o : A d a m B e b k o
18 19Seri kehati
Borassodendron borneensis J.Dransf
Kla
sifi
kasi
( Bendang / Borneo giant fan palm)Borassodendron borneensis adalah salah satu
jenis palem endemik pulau Borneo
(Kalimantan). Orang Kalimantan menyebut
palem ini dengan medang, bindang atau bendang ada
juga yang menyebut sebagai ara bendang, sedangkan
peneliti mengenalnya sebagai palem kipas raksasa
dari Borneo ( borneo giant fan palm) dan termasuk
dalam famili Arecaceae. Famili Arecaceae sangat
menarik dari segi botani, keindahan bentuknya,
keanekaragaman jenis dan kegunaannya. Famili
Arecaceae di dunia diperkirakan 200-300 genus dan
sekitar 2000-3000 jenis tersebar di daerah tropis dan
s u b t ro p i s . I n d o n e s i a m e r u p a k a n p u s a t
keanekaragaman palem dunia, dari jumlah palem
yang terdapat di dunia 46 genus diantaranya (576
jenis) terdapat di Indonesia dan 29 genus merupakan
palem endemik. (LBN-LIPI, 1978; Witono, 1998;
Sharma, 2002; Chin, 2003).Bendang merupakan satu dari 12 palem
yang dilindungi oleh Peraturan Pemerintah
Indonesia Nomor 7 tahun 1999 , selain bendang
palem lainnya adalah Caryota no (palem raja),
Ceratolobus glaucescens (palem jawa), Cystostachys
lakka (pinang merah kalimantan), Cystostachys ronda
(inang merah bangka), Eugeissona utilis (bertan),
Johanneste ijsmaria altifrons (daun payung), Livistona spp.
(palem kipas sumatera (semua jenis)), Nenga gajah(palem
sumatera), Phoenix paludosa (korma rawa), Pigafatta filaris
(manga) dan Pinanga javana (pinang jawa)Di Taman Nasional Kutai, pohon Bendang
tersebar merata di hutan hujan dataran rendah. Selain
tahan terhadap kebakaran hutan, pohon ini merupakan
sumber pakan bagi orangutan. Umbut dan daun yang
masih muda sangat disukai oleh orangutan. Buah
bendang berbentuk bulat bertandan dengan ukuran
sedikit lebih besar dari kepalan tangan orang dewasa,
yang terdiri dari 3 buah biji yang dilindungi batok yang
keras. Daging buah berwarna putih, kenyal dan berasa
tawar. Sejauh ini belum banyak digunakan dan belum
banyak diteliti manfaatnya. /Sumidi
Kingdom: Plantae - Haeckel, 1866 – Plants
Subkingdom: Viridaeplantae - Cavalier-Smith, 1981
Phylum: Tracheophyta - Sinnott, 1935 Ex Cavalier-Smith, 1998 - Vascular Plants
Subphylum: Euphyllophytina
Infraphylum: Radiatopses - Kenrick & Crane, 1997
Class: Liliopsida - Scopoli, 1760
Subclass: Arecidae - Takhtajan, 1967
Superorder: Arecanae - Takhtajan, 1967
Order: Arecales - Bromhead, 1840
Family: Arecaceae - Schultz-Schultzenstein, 1832 - Palm Family
Genus: Borassodendron
Specific epithet: borneensis - J.Dransf.
Botanical name: - Borassodendron borneensis J.Dransf
Keterangan : 1)Tegakan Bendang, 2) Pohon bendang,
3) Buah bendang, 4) Daging buah bendang Foto :Sumidi (1,3,4), Arif setiawan (2) 1 2
4
3
18 19Seri kehati
Borassodendron borneensis J.Dransf
Kla
sifi
kasi
( Bendang / Borneo giant fan palm)Borassodendron borneensis adalah salah satu
jenis palem endemik pulau Borneo
(Kalimantan). Orang Kalimantan menyebut
palem ini dengan medang, bindang atau bendang ada
juga yang menyebut sebagai ara bendang, sedangkan
peneliti mengenalnya sebagai palem kipas raksasa
dari Borneo ( borneo giant fan palm) dan termasuk
dalam famili Arecaceae. Famili Arecaceae sangat
menarik dari segi botani, keindahan bentuknya,
keanekaragaman jenis dan kegunaannya. Famili
Arecaceae di dunia diperkirakan 200-300 genus dan
sekitar 2000-3000 jenis tersebar di daerah tropis dan
s u b t ro p i s . I n d o n e s i a m e r u p a k a n p u s a t
keanekaragaman palem dunia, dari jumlah palem
yang terdapat di dunia 46 genus diantaranya (576
jenis) terdapat di Indonesia dan 29 genus merupakan
palem endemik. (LBN-LIPI, 1978; Witono, 1998;
Sharma, 2002; Chin, 2003).Bendang merupakan satu dari 12 palem
yang dilindungi oleh Peraturan Pemerintah
Indonesia Nomor 7 tahun 1999 , selain bendang
palem lainnya adalah Caryota no (palem raja),
Ceratolobus glaucescens (palem jawa), Cystostachys
lakka (pinang merah kalimantan), Cystostachys ronda
(inang merah bangka), Eugeissona utilis (bertan),
Johanneste ijsmaria altifrons (daun payung), Livistona spp.
(palem kipas sumatera (semua jenis)), Nenga gajah(palem
sumatera), Phoenix paludosa (korma rawa), Pigafatta filaris
(manga) dan Pinanga javana (pinang jawa)Di Taman Nasional Kutai, pohon Bendang
tersebar merata di hutan hujan dataran rendah. Selain
tahan terhadap kebakaran hutan, pohon ini merupakan
sumber pakan bagi orangutan. Umbut dan daun yang
masih muda sangat disukai oleh orangutan. Buah
bendang berbentuk bulat bertandan dengan ukuran
sedikit lebih besar dari kepalan tangan orang dewasa,
yang terdiri dari 3 buah biji yang dilindungi batok yang
keras. Daging buah berwarna putih, kenyal dan berasa
tawar. Sejauh ini belum banyak digunakan dan belum
banyak diteliti manfaatnya. /Sumidi
Kingdom: Plantae - Haeckel, 1866 – Plants
Subkingdom: Viridaeplantae - Cavalier-Smith, 1981
Phylum: Tracheophyta - Sinnott, 1935 Ex Cavalier-Smith, 1998 - Vascular Plants
Subphylum: Euphyllophytina
Infraphylum: Radiatopses - Kenrick & Crane, 1997
Class: Liliopsida - Scopoli, 1760
Subclass: Arecidae - Takhtajan, 1967
Superorder: Arecanae - Takhtajan, 1967
Order: Arecales - Bromhead, 1840
Family: Arecaceae - Schultz-Schultzenstein, 1832 - Palm Family
Genus: Borassodendron
Specific epithet: borneensis - J.Dransf.
Botanical name: - Borassodendron borneensis J.Dransf
Keterangan : 1)Tegakan Bendang, 2) Pohon bendang,
3) Buah bendang, 4) Daging buah bendang Foto :Sumidi (1,3,4), Arif setiawan (2) 1 2
4
3
20 21
Mengenal Buaya Muara (Crocodylus porosus Schneider)
Sisik punggung berlunas pendek, berjumlah 16 – 17 baris dari depan ke belakang, biasanya dalam 6 – 8 baris. Umumnya sisik berlunas tidak mempunyai tulang yang tebal, sehingga lebih disukai penyamak kulit. Pewarnaan: Tubuhnya berwarna abu-abu hijau tua, terutama pada individu dewasa, sedangkan individu muda berwarna lebih abu-abu muda kehijauan dengan bercak-bercak hitam.
UKURAN DAN WARNA
PUNGGUNG
Sisik punggung berlunas pendek, berjumlah 16 – 17 baris dari depan ke belakang, biasanya dalam 6 – 8 baris. Umumnya sisik berlunas tidak mempunyai tulang yang tebal, sehingga lebih disukai penyamak kulit. Pewarnaan: Tubuhnya berwarna abu-abu hijau tua, terutama pada individu dewasa, sedangkan individu muda berwarna lebih abu-abu muda kehijauan dengan bercak-bercak hitam.
Terdapat 25 jenis buaya di dunia, enam jenis diantaranya ditemukan di wilayah Indonesia. Satu dari enam jenis buaya yang hidup di wilayah
Kalimantan adalah buaya muara (Crocodylus porosus Schneider, 1801), Inggris disebut Saltwater crocodile, Estuarine crocodile, Indo-Pacific
crocodile, Prancis: Crocodile marin, Jerman: Leistenkrokodil; Spanyol: Cocodrilo poroso. Buaya muara dalam bahasa latin disebut:
Crocodylus porosus Schneider, 1801. Nama ini berasal dari penyebutan orang Yunani terhadap buaya yang mereka saksikan di
Sungai Nil, krokodilos; kata bentukan yang berakar dari kata kroko, yang berarti 'batu kerikil', dan deilos yang berarti 'cacing' atau 'orang'.
Mereka menyebutnya 'cacing bebatuan' karena mengamati kebiasaan buaya berjemur di tepian sungai yang berbatu-batu.
Asal muasal Crocodylus porosus Kingdom: AnimaliaFilum: ChordataSubfilum: VertebrataSuperkelas: TetrapodaKelas: ReptiliaSubkelas: DiapsidaOrdo: CrocodyliaFamili: CrocodylidaeGenus: CrocodylusSpesies: Crocodylus porosus
Klasifikasi taksonomi
Buaya muara terutama hidup di daerah muara sungai. Hampir semua buaya dikabarkan suka berjemur di pagi hari, dan menyelam atau menyeburkan
dirinya dalam air dan menyelam apabila ada suara yang tidak bersahabat. Ada beberapa catatan yang menyatakan bahwa jenis ini kadang-kadang dijumpai di laut lepas. Secara global populasi buaya tersebar dari pantai timur Indonesia sampai Australia. Di Taman Nasional Kutai tersebar pada
beberapa sungai yaitu: Sungai Guntung, Sungai Teluk Pandan, Sungai Sangkima, Sungai Sangatta, dan Sungai Kandolo. Selain itu terdapat
beberapa habitat buaya yang terdapat di sekitar Taman Nasional Kutai yaitu muara Sungai Bontang dan Sungai Santan.
Habitat dan penyebarannya Status konservasiBerdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang Pelestarian Tumbuhan dan Satwa Liar, buaya muara termasuk jenis satwa yang dilindungi undang-Undang. Jenis buaya ini dalam daftar CITES (Convention on International Trade of Endangered Species of Fauna and Flora) masuk dalam Appendiks I. Appendiks I mengisyaratkan bahwa populasi spesies ini dalam populasi yang sedikit dan karenanya perdagangan jenis ini dilarang kecuali dari hasil penangkaran.
Pada jantan dewasa hidup menyendiri (soliter), memiliki wilayah teritori yang luas. Betina biasanya memiliki wilayah teritori yang kecil, sedangkan jantan dewasa memiliki territorial mulai dari 260 km2.
Buaya sering merendam hampir seluruh badannya dalam air, tanpa mengganggu pernapasan dan penglihatannya sebab lubang hidung dan mata terletak pada sisi atas kepala. Selama hidupnya gigi baru terus tumbuh dan menyingkirkan gigi yang lama dari rongganya. Kekuatan tubuhnya bisa maksimal apabila badannya terendam di air.
Perilaku
Makanan
Makanan utama buaya muara muda adalah kepiting dan ikan kecil. Pada buaya muara yang dewasa makanannya adalah jenis mamalia besar, baik yang dipelihara maupun yang liar, bahkan kadang-kadang juga memakan manusia
sisik belakang kepalanya tidak ada atau berukuran sangat kecil. Pada moncongnya,
antara mata dengan hidung terdapat sepasang lunas. Panjang moncong sekitar satu setengah
sampai dua kali lebarnya atau lebih. Giginya berjumlah sekitar 17 – 19 buah, yang keempat,
kedelapan dan ke sembilan umumnya jauh lebih besar; empat gigi pertama terpisah dari gigi-gigi
di sebelah belakangnya
KEPALA
TEKS :YULITA KABANGNGA’FOTO &DESIGN :SUMIDI
Merupakan jenis buaya yang terbesar di dunia, pertumbuhannya mencapai lebih
dari 6,1 meter. Panjang dan berat sampai 1 ton. Panjang untuk jantan
dewasa 4 – 7 meter, dan yang betina dewasa mencapai 3 – 3,5 meter. Buaya
muara bisa berwarna hitam, coklat gelap, atau kekuning-kuningan pada bagian dorsal. Di sisi bagian bawah
berwarna putih atau kekuningan.
Pada ekornya terdapat bercak berwarna hitam membentuk belang yang utuh.
EKOR
20 21
Mengenal Buaya Muara (Crocodylus porosus Schneider)
Sisik punggung berlunas pendek, berjumlah 16 – 17 baris dari depan ke belakang, biasanya dalam 6 – 8 baris. Umumnya sisik berlunas tidak mempunyai tulang yang tebal, sehingga lebih disukai penyamak kulit. Pewarnaan: Tubuhnya berwarna abu-abu hijau tua, terutama pada individu dewasa, sedangkan individu muda berwarna lebih abu-abu muda kehijauan dengan bercak-bercak hitam.
UKURAN DAN WARNA
PUNGGUNG
Sisik punggung berlunas pendek, berjumlah 16 – 17 baris dari depan ke belakang, biasanya dalam 6 – 8 baris. Umumnya sisik berlunas tidak mempunyai tulang yang tebal, sehingga lebih disukai penyamak kulit. Pewarnaan: Tubuhnya berwarna abu-abu hijau tua, terutama pada individu dewasa, sedangkan individu muda berwarna lebih abu-abu muda kehijauan dengan bercak-bercak hitam.
Terdapat 25 jenis buaya di dunia, enam jenis diantaranya ditemukan di wilayah Indonesia. Satu dari enam jenis buaya yang hidup di wilayah
Kalimantan adalah buaya muara (Crocodylus porosus Schneider, 1801), Inggris disebut Saltwater crocodile, Estuarine crocodile, Indo-Pacific
crocodile, Prancis: Crocodile marin, Jerman: Leistenkrokodil; Spanyol: Cocodrilo poroso. Buaya muara dalam bahasa latin disebut:
Crocodylus porosus Schneider, 1801. Nama ini berasal dari penyebutan orang Yunani terhadap buaya yang mereka saksikan di
Sungai Nil, krokodilos; kata bentukan yang berakar dari kata kroko, yang berarti 'batu kerikil', dan deilos yang berarti 'cacing' atau 'orang'.
Mereka menyebutnya 'cacing bebatuan' karena mengamati kebiasaan buaya berjemur di tepian sungai yang berbatu-batu.
Asal muasal Crocodylus porosus Kingdom: AnimaliaFilum: ChordataSubfilum: VertebrataSuperkelas: TetrapodaKelas: ReptiliaSubkelas: DiapsidaOrdo: CrocodyliaFamili: CrocodylidaeGenus: CrocodylusSpesies: Crocodylus porosus
Klasifikasi taksonomi
Buaya muara terutama hidup di daerah muara sungai. Hampir semua buaya dikabarkan suka berjemur di pagi hari, dan menyelam atau menyeburkan
dirinya dalam air dan menyelam apabila ada suara yang tidak bersahabat. Ada beberapa catatan yang menyatakan bahwa jenis ini kadang-kadang dijumpai di laut lepas. Secara global populasi buaya tersebar dari pantai timur Indonesia sampai Australia. Di Taman Nasional Kutai tersebar pada
beberapa sungai yaitu: Sungai Guntung, Sungai Teluk Pandan, Sungai Sangkima, Sungai Sangatta, dan Sungai Kandolo. Selain itu terdapat
beberapa habitat buaya yang terdapat di sekitar Taman Nasional Kutai yaitu muara Sungai Bontang dan Sungai Santan.
Habitat dan penyebarannya Status konservasiBerdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang Pelestarian Tumbuhan dan Satwa Liar, buaya muara termasuk jenis satwa yang dilindungi undang-Undang. Jenis buaya ini dalam daftar CITES (Convention on International Trade of Endangered Species of Fauna and Flora) masuk dalam Appendiks I. Appendiks I mengisyaratkan bahwa populasi spesies ini dalam populasi yang sedikit dan karenanya perdagangan jenis ini dilarang kecuali dari hasil penangkaran.
Pada jantan dewasa hidup menyendiri (soliter), memiliki wilayah teritori yang luas. Betina biasanya memiliki wilayah teritori yang kecil, sedangkan jantan dewasa memiliki territorial mulai dari 260 km2.
Buaya sering merendam hampir seluruh badannya dalam air, tanpa mengganggu pernapasan dan penglihatannya sebab lubang hidung dan mata terletak pada sisi atas kepala. Selama hidupnya gigi baru terus tumbuh dan menyingkirkan gigi yang lama dari rongganya. Kekuatan tubuhnya bisa maksimal apabila badannya terendam di air.
Perilaku
Makanan
Makanan utama buaya muara muda adalah kepiting dan ikan kecil. Pada buaya muara yang dewasa makanannya adalah jenis mamalia besar, baik yang dipelihara maupun yang liar, bahkan kadang-kadang juga memakan manusia
sisik belakang kepalanya tidak ada atau berukuran sangat kecil. Pada moncongnya,
antara mata dengan hidung terdapat sepasang lunas. Panjang moncong sekitar satu setengah
sampai dua kali lebarnya atau lebih. Giginya berjumlah sekitar 17 – 19 buah, yang keempat,
kedelapan dan ke sembilan umumnya jauh lebih besar; empat gigi pertama terpisah dari gigi-gigi
di sebelah belakangnya
KEPALA
TEKS :YULITA KABANGNGA’FOTO &DESIGN :SUMIDI
Merupakan jenis buaya yang terbesar di dunia, pertumbuhannya mencapai lebih
dari 6,1 meter. Panjang dan berat sampai 1 ton. Panjang untuk jantan
dewasa 4 – 7 meter, dan yang betina dewasa mencapai 3 – 3,5 meter. Buaya
muara bisa berwarna hitam, coklat gelap, atau kekuning-kuningan pada bagian dorsal. Di sisi bagian bawah
berwarna putih atau kekuningan.
Pada ekornya terdapat bercak berwarna hitam membentuk belang yang utuh.
EKOR
L i n t a s P e r i s t i w a
Taman Nasional Kutai
dalam Gebyar Wisata dan Budaya Nusantara
22 23
Gebyar Wisata dan Budaya Nusantara (GWBN) merupakan pameran terbesar dan terlengkap pariwisata di Indonesia.
GWBN oleh masyarakat pariwisata Indonesia dijadikan sebagai rujukan untuk berpromosi dan referensi dalam menetapkan rencana kunjungan berwisata ke berbagai daerah di Indonesia. Kegiatan ini merupakan agenda rutin tahunan. Tahun ini, GWBN dilaksanakan dari tanggal 26 s.d. 29 Mei 2011 di JCC Jakarta.
Balai TN Kutai tidak ketinggalan mengikuti even bertaraf nasional ini. Materi yang ditampilkan pada event ini berupa obyek wisata alam yang berpotensi untuk di kunjungi oleh wisatawan. Bentuk promosi yang ditampilkan pada pameran ini antara lain berupa leaflet wisata
alam, poster, pemutaran film pendek dan poster potensi wisata alam seperti goa, wisata alam Sangkima dengan obyek utamanya ulin raksasa dan wisata alam Prevab yang menampilkan potensi orangutan liarnya.
Tujuan TN Kutai mengikuti pameran ini adalah untuk mengenalkan TN Kutai dari sisi potensi wisata alamnya yang kaya dengan flora dan fauna khas Kalimantan Timur serta memberikan pengertian pada masyarakat betapa pentingnya menjaga taman nasional. Dar i kegiatan ini diharapkan adanya peningkatan kunjungan wisatawan ke TN Kutai baik wisatawan domestik maupun wisatawan asing.
Di Gedung Serbaguna Koperasi PT. Pupuk Kaltim pada Sabtu, 14 Mei 2011 Lomba Cerdas Cermat Lingkungan
Hidup X Taman Nasional Kutai Tahun 2011 kembali digelar. Lomba yang memperebutkan Piala bergilir Walikota Bontang ini diikuti oleh sekitar 35 sekolah tingkat SMP/MTS di wilayah Bontang dan Sangatta
Kegiatan ini adalah hasil kerja bareng antara Balai Taman Nasional Kutai dengan Mitra Taman Nasional Kutai, yang didukung oleh Pemerintah Kota Bontang. Lomba ini mengambil tema “Save Kutai National Park for Next Generation.” Tampil sebagai juara adalah : Juara I: SMP IT Daarul Hikmah Bontang, Juara II : SMP YPVDP, Juara III : SMP N 2 Sengata Selatan, Juara Harapan I : SMP N 8 Bontang, Juara Harapan II : SMP YPK Bontang, dan Juara Harapan III : SMP N 6 Bontang.
Dalama cara ini, Wakli walikota Bontang Bapak Isro Umarghani menyatakan sangat concern atas pelestarian Taman Nasional Kutai, karena kawasan ini merupakan kawasan penting sebagai penyangga kehidupan dan sangat berpengaruh terhadap ekosistem Kota Bontang. Sedangkan Kepala Balai TN Kutai, Bapak Ir. Asep Sugiharta, M.Sc. menandaskan bahwa Taman Nasional Kutai merupakan anugerah bagi masyarakat Bontang, Sangatta dan sekitarnya. Peran dan fungsi kawasan yang penting bagi keberlangsungan hidup dan kesejahteraan masyarakat namun dibingkai dalam koridor hukum d a n k e b i j a k a n , m e r u p a k a n s e b a g i a n tanggungjawab sejarah kita dalam pelestariannya. Amanah mulia ini kelak akan sampai jua di generasi yang akan datang. Mari Cintai TNK, Lestarikan TNK.
Lomba Cerdas Cerdas Cermat
Lingkungan Hidup X
G D
L i n t a s P e r i s t i w a
Taman Nasional Kutai
dalam Gebyar Wisata dan Budaya Nusantara
22 23
Gebyar Wisata dan Budaya Nusantara (GWBN) merupakan pameran terbesar dan terlengkap pariwisata di Indonesia.
GWBN oleh masyarakat pariwisata Indonesia dijadikan sebagai rujukan untuk berpromosi dan referensi dalam menetapkan rencana kunjungan berwisata ke berbagai daerah di Indonesia. Kegiatan ini merupakan agenda rutin tahunan. Tahun ini, GWBN dilaksanakan dari tanggal 26 s.d. 29 Mei 2011 di JCC Jakarta.
Balai TN Kutai tidak ketinggalan mengikuti even bertaraf nasional ini. Materi yang ditampilkan pada event ini berupa obyek wisata alam yang berpotensi untuk di kunjungi oleh wisatawan. Bentuk promosi yang ditampilkan pada pameran ini antara lain berupa leaflet wisata
alam, poster, pemutaran film pendek dan poster potensi wisata alam seperti goa, wisata alam Sangkima dengan obyek utamanya ulin raksasa dan wisata alam Prevab yang menampilkan potensi orangutan liarnya.
Tujuan TN Kutai mengikuti pameran ini adalah untuk mengenalkan TN Kutai dari sisi potensi wisata alamnya yang kaya dengan flora dan fauna khas Kalimantan Timur serta memberikan pengertian pada masyarakat betapa pentingnya menjaga taman nasional. Dar i kegiatan ini diharapkan adanya peningkatan kunjungan wisatawan ke TN Kutai baik wisatawan domestik maupun wisatawan asing.
Di Gedung Serbaguna Koperasi PT. Pupuk Kaltim pada Sabtu, 14 Mei 2011 Lomba Cerdas Cermat Lingkungan
Hidup X Taman Nasional Kutai Tahun 2011 kembali digelar. Lomba yang memperebutkan Piala bergilir Walikota Bontang ini diikuti oleh sekitar 35 sekolah tingkat SMP/MTS di wilayah Bontang dan Sangatta
Kegiatan ini adalah hasil kerja bareng antara Balai Taman Nasional Kutai dengan Mitra Taman Nasional Kutai, yang didukung oleh Pemerintah Kota Bontang. Lomba ini mengambil tema “Save Kutai National Park for Next Generation.” Tampil sebagai juara adalah : Juara I: SMP IT Daarul Hikmah Bontang, Juara II : SMP YPVDP, Juara III : SMP N 2 Sengata Selatan, Juara Harapan I : SMP N 8 Bontang, Juara Harapan II : SMP YPK Bontang, dan Juara Harapan III : SMP N 6 Bontang.
Dalama cara ini, Wakli walikota Bontang Bapak Isro Umarghani menyatakan sangat concern atas pelestarian Taman Nasional Kutai, karena kawasan ini merupakan kawasan penting sebagai penyangga kehidupan dan sangat berpengaruh terhadap ekosistem Kota Bontang. Sedangkan Kepala Balai TN Kutai, Bapak Ir. Asep Sugiharta, M.Sc. menandaskan bahwa Taman Nasional Kutai merupakan anugerah bagi masyarakat Bontang, Sangatta dan sekitarnya. Peran dan fungsi kawasan yang penting bagi keberlangsungan hidup dan kesejahteraan masyarakat namun dibingkai dalam koridor hukum d a n k e b i j a k a n , m e r u p a k a n s e b a g i a n tanggungjawab sejarah kita dalam pelestariannya. Amanah mulia ini kelak akan sampai jua di generasi yang akan datang. Mari Cintai TNK, Lestarikan TNK.
Lomba Cerdas Cerdas Cermat
Lingkungan Hidup X
G D
Inhouse training peningkatan SDM melalui sistem pola kerja terpadu merupakan rangkaian dari kegiatan penyiapan aparatur Taman Nasional
Kutai dalam rangka penyiapan pengelolaan berbasis resor. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah setiap resor pengelolaan mampu melakukan analisis terhadap potensi dan persoalan di wilayah resornya masing-masing dan mampu menetapkan sasaran strategis resor serta membuat perencanaan pada level resor.
Kegiatan In house training peningkatan SDM melalui pola kerja terpadu diikuti oleh sebanyak 20 peserta meliputi kepala resor, kepala seksi, dan staf baik di resor, seksi maupun Balai TNK dan dilaksanakan selama 3 (tiga) hari dimulai tanggal 12-14 April 2011 di Peternakan Sapi Terpadu (Pesat) PT. Kaltim Prima Coal, Sangatta Kab. Kutai Timur . Pemateri antara lain dari Balai TN Kutai dan widyaiswara dari Balai Diklat Rumpin Bogor yaitu Ir.
In House Training Peningkatan SDMMelalui Pola Kerja Terpadu
Rahcmat, MM dan Ir. Widowati, MM, dengan materi meliputi : Kebijakan pengelolaan TN Kutai berbasis resor, Pengantar Pola Kerja Terpadu, Pola kerja terpadu dan pentahapannya, memilih, menetapkan, dan memvalidasi sasaran, Mewujudkan sasaran dan mengendalikan kegiatan, Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
Dalam sambutannya Kepala Balai TN Kutai, Ir. Asep Sugiharta, M.Sc mengharapkan bahwa kegiatan ini adalah awal pembenahan resort kedepan. Secara resmi memang belum ada kebijakan pengelolaan taman nasional berbasis resor, namun yang lebih penting adalah bagaimana mengelola kawasan konservasi sebagaimana termaktub dalam UU No. 5 1990 tentang KSDAHE serta UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan berserta aturan dan kebijakan Kementerian Kehutanan
Resor merupakan unit terdepan dalam pengelolaan Taman Nasional Kutai (TN Kutai). Ada 5 (lima) resor di TNK yaitu Resor Teluk Pandan, Resor
Sangkima, Resor Sangatta, Resor Menamang Sebulu dan Resor Mawai Indah – Muara Bengkal. Bagaimana mengelola resor dengan baik dan benar yang masih dalam proses penelaahan dan pada akhirnya lebih dikenal dengan Resort Base Management (RBM).
Dalam upaya mendorong RBM, banyak hal yang harus dipersiapkan. Satu diantaranya adalah penyiapan SDM pengelola Resor. Upaya yang dilakukan diantaranya adalah dengan melakukan studi banding ke TN Alas Purwo yang dianggap sudah sangat baik dalam pengelolaan resornya. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 26 s/d 30 April 2011. Peserta studi banding terdiri dari KSBTU, KSPTN, Kepala Resor, Kepala Urusan Perencanaan & Evlap,
Kepala Urusan Penyidikan dan Perlindungan Hutan dan Kepala Urusan Humas, Data & Kerjasama. Dengan didampingi oleh KSBTU TN Alas Purwo kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk diskusi dan praktek ke lapangan.
Dari kegiatan studi banding diperoleh gambaran pengelolaan kawasan dari perumusan konsep, penataan wilayah kerja, kelembagaan & SDM, kebutuhan sarpras dan mekanisme pembiayaan. Sistem pengumpulan data yang dimulai dari resor tersebut pada akhirnya menjadi data kawasan yang terekam dalam sebuah aplikasi yang disebut SILOKA.
Untuk TN Kutai banyak hal yang bisa diambil dari kegiatan ini, namun harus dilakukan secara bertahap, dimulai dengan penyiapan SDM resor dan penyiapan sarpras. Harapannya di tahun 2012 aplikasi pendataan dalam bentuk Sistem Informasi TN Kutai telah terbentuk.
Taman Nasional KutaiR e s o r t B a s e d M a n a g e m e n t
menuju
Peningkatan Kapasitas SDMMelalui Studi Banding Pengelolaan Berbasis Resor
Taman Nasional KutaiR e s o r t B a s e d M a n a g e m e n t
menuju
I I
24 25
Inhouse training peningkatan SDM melalui sistem pola kerja terpadu merupakan rangkaian dari kegiatan penyiapan aparatur Taman Nasional
Kutai dalam rangka penyiapan pengelolaan berbasis resor. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah setiap resor pengelolaan mampu melakukan analisis terhadap potensi dan persoalan di wilayah resornya masing-masing dan mampu menetapkan sasaran strategis resor serta membuat perencanaan pada level resor.
Kegiatan In house training peningkatan SDM melalui pola kerja terpadu diikuti oleh sebanyak 20 peserta meliputi kepala resor, kepala seksi, dan staf baik di resor, seksi maupun Balai TNK dan dilaksanakan selama 3 (tiga) hari dimulai tanggal 12-14 April 2011 di Peternakan Sapi Terpadu (Pesat) PT. Kaltim Prima Coal, Sangatta Kab. Kutai Timur . Pemateri antara lain dari Balai TN Kutai dan widyaiswara dari Balai Diklat Rumpin Bogor yaitu Ir.
In House Training Peningkatan SDMMelalui Pola Kerja Terpadu
Rahcmat, MM dan Ir. Widowati, MM, dengan materi meliputi : Kebijakan pengelolaan TN Kutai berbasis resor, Pengantar Pola Kerja Terpadu, Pola kerja terpadu dan pentahapannya, memilih, menetapkan, dan memvalidasi sasaran, Mewujudkan sasaran dan mengendalikan kegiatan, Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
Dalam sambutannya Kepala Balai TN Kutai, Ir. Asep Sugiharta, M.Sc mengharapkan bahwa kegiatan ini adalah awal pembenahan resort kedepan. Secara resmi memang belum ada kebijakan pengelolaan taman nasional berbasis resor, namun yang lebih penting adalah bagaimana mengelola kawasan konservasi sebagaimana termaktub dalam UU No. 5 1990 tentang KSDAHE serta UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan berserta aturan dan kebijakan Kementerian Kehutanan
Resor merupakan unit terdepan dalam pengelolaan Taman Nasional Kutai (TN Kutai). Ada 5 (lima) resor di TNK yaitu Resor Teluk Pandan, Resor
Sangkima, Resor Sangatta, Resor Menamang Sebulu dan Resor Mawai Indah – Muara Bengkal. Bagaimana mengelola resor dengan baik dan benar yang masih dalam proses penelaahan dan pada akhirnya lebih dikenal dengan Resort Base Management (RBM).
Dalam upaya mendorong RBM, banyak hal yang harus dipersiapkan. Satu diantaranya adalah penyiapan SDM pengelola Resor. Upaya yang dilakukan diantaranya adalah dengan melakukan studi banding ke TN Alas Purwo yang dianggap sudah sangat baik dalam pengelolaan resornya. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 26 s/d 30 April 2011. Peserta studi banding terdiri dari KSBTU, KSPTN, Kepala Resor, Kepala Urusan Perencanaan & Evlap,
Kepala Urusan Penyidikan dan Perlindungan Hutan dan Kepala Urusan Humas, Data & Kerjasama. Dengan didampingi oleh KSBTU TN Alas Purwo kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk diskusi dan praktek ke lapangan.
Dari kegiatan studi banding diperoleh gambaran pengelolaan kawasan dari perumusan konsep, penataan wilayah kerja, kelembagaan & SDM, kebutuhan sarpras dan mekanisme pembiayaan. Sistem pengumpulan data yang dimulai dari resor tersebut pada akhirnya menjadi data kawasan yang terekam dalam sebuah aplikasi yang disebut SILOKA.
Untuk TN Kutai banyak hal yang bisa diambil dari kegiatan ini, namun harus dilakukan secara bertahap, dimulai dengan penyiapan SDM resor dan penyiapan sarpras. Harapannya di tahun 2012 aplikasi pendataan dalam bentuk Sistem Informasi TN Kutai telah terbentuk.
Taman Nasional KutaiR e s o r t B a s e d M a n a g e m e n t
menuju
Peningkatan Kapasitas SDMMelalui Studi Banding Pengelolaan Berbasis Resor
Taman Nasional KutaiR e s o r t B a s e d M a n a g e m e n t
menuju
I I
24 25
Rekonstruksi ArsipLingkup Balai TN Kutai
Penanganan arsip lingkup Balai Taman Nasional Kutai dipandang masih belum sesuai dengan ketentuan kearsipan yang berdasarkan pada ketentuan-ketentuan
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga kesulitan menggunakan arsip pada saat-saat diperlukan. Kegiatan ini merupakan proses penyiapan sumber daya manusia dalam rangka pengelolaan arsip Taman Nasional Kutai. Para peserta nantinya diharapkan dapat mengerti dan memahami mekanisme pengolahan serta dapat menjadi pedoman sehingga arsip bernilai guna. Dalam pelaksanaan pengolahan arsip diperlukan suatu sistem dan sarana sehingga penyelenggaraan rekonstruksi arsip khususnya arsip dinamis dapat terlaksana dengan baik. Salah satunya adalah penilaian arsip, pembinaan standar kearsipan termasuk minimal gedung dan penyimpanan arsip inaktif.
Penyelenggaraan tata cara pengolahan arsip lingkup Balai Taman Nasional dimaksudkan agar terdapat keseragaman dan kelancaran pelaksanaan tugas di lingkup Balai Taman Nasional Kutai. Kegiatan pengolahan arsip lingkup Balai Taman Nasional Kutai dilaksanakan selama 7 (tujuh) hari pada tanggal 12 – 18 April 2011 di Bontang. Pesertanya sebanyak 9 orang yaitu 8 orang dari Kantor Balai Taman Nasional Kutai dan 1 orang dari SPTN II. Tim instruktur rekonstruksi arsip dari Unit Kearsipan Kementerian Kehutanan sebanyak 5 orang. Tahapan kegiatan meliputi: persiapan sarana yang dibutuhkan dalam pengolahan arsip, presentasi dan diskusi, survei dan identifikasi, pemilahan, pendeskripsian arsip, penggabungan, penomoran berkas, penataan berkas kedalam boks, entry data, labeling dan penempatan boks.
26 27Lintas Peristiwa
Lestarikan Mangrove untuk Kehidupan
P
mari menanam ulin
Balai Taman Nasional KutaiJl. Awang Long Tromol Pos 1 Bontang, Kalimantan Timur- INDONESIA
Telp. 0548 27218 Fax. 0546 22946
Rekonstruksi ArsipLingkup Balai TN Kutai
Penanganan arsip lingkup Balai Taman Nasional Kutai dipandang masih belum sesuai dengan ketentuan kearsipan yang berdasarkan pada ketentuan-ketentuan
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga kesulitan menggunakan arsip pada saat-saat diperlukan. Kegiatan ini merupakan proses penyiapan sumber daya manusia dalam rangka pengelolaan arsip Taman Nasional Kutai. Para peserta nantinya diharapkan dapat mengerti dan memahami mekanisme pengolahan serta dapat menjadi pedoman sehingga arsip bernilai guna. Dalam pelaksanaan pengolahan arsip diperlukan suatu sistem dan sarana sehingga penyelenggaraan rekonstruksi arsip khususnya arsip dinamis dapat terlaksana dengan baik. Salah satunya adalah penilaian arsip, pembinaan standar kearsipan termasuk minimal gedung dan penyimpanan arsip inaktif.
Penyelenggaraan tata cara pengolahan arsip lingkup Balai Taman Nasional dimaksudkan agar terdapat keseragaman dan kelancaran pelaksanaan tugas di lingkup Balai Taman Nasional Kutai. Kegiatan pengolahan arsip lingkup Balai Taman Nasional Kutai dilaksanakan selama 7 (tujuh) hari pada tanggal 12 – 18 April 2011 di Bontang. Pesertanya sebanyak 9 orang yaitu 8 orang dari Kantor Balai Taman Nasional Kutai dan 1 orang dari SPTN II. Tim instruktur rekonstruksi arsip dari Unit Kearsipan Kementerian Kehutanan sebanyak 5 orang. Tahapan kegiatan meliputi: persiapan sarana yang dibutuhkan dalam pengolahan arsip, presentasi dan diskusi, survei dan identifikasi, pemilahan, pendeskripsian arsip, penggabungan, penomoran berkas, penataan berkas kedalam boks, entry data, labeling dan penempatan boks.
26 27Lintas Peristiwa
Lestarikan Mangrove untuk Kehidupan
P
mari menanam ulin
Balai Taman Nasional KutaiJl. Awang Long Tromol Pos 1 Bontang, Kalimantan Timur- INDONESIA
Telp. 0548 27218 Fax. 0546 22946
28 29
w w w . t n k u t a i . c o m
K e m i t r a a n
Mitra Taman Nasional Kutai (Mitra T N K ) m e r u p a k a n k e l o m p o k perusahaan-perusahaan yang berada di sekitar TNK yang peduli dengan
kelestarian Taman Nasional Kutai. Keanggotaannya berubah-ubah dari tahun ke tahun dan saat ini anggota Mitra TNK berjumlah 8 (delapan) perusahaan yang terdiri dari PT Kaltim Prima Coal, PT Indominco Mandiri, PT PAMA Persada Nusantara, PT Pertamina, PT Badak NGL, PT Pupuk Kaltim, PT Surya Hutani Jaya dan PT Kaltim Parna Industri.
Kelembagaan Mitra TNK terdiri dari 2 (dua) kepengurusan yaitu Steering Committee (SC) dan Organizing Committee (OC). Dalam operasional hariannya, ketua OC dibantu oleh seorang sekretaris dan beberapa staf guna menunjang pelaksanaan program Mitra TNK. Perencanaan kegiatan di mulai di level panitia pelaksana (OC) yang pada tiap bulannya bertemu untuk melakukan evaluasi dan perencanaan kegiatan. Kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan di t ingkat OC kemudian dipresentasikan dan didiskusikan pada rapat tahunan yang merupakan rapat gabungan antara Panitia pengarah (SC) dengan Panitia Pelaksana (OC).
Rapat tahunan ini selain membahas rencana kegiatan tahun berikutnya juga membahas tentang evaluasi pelaksanaan kegiatan tahun sebelumnya, sehingga dapat d i j a d i k a n a c u a n / p e d o m a n d a l a m
penyelenggaraan kegiatan tahun berikutnya. Rapat SC/OC tahun 2011 berlangsung pada tanggal 11 April 2011 di Gedung Manggala Wana Bhakti, Jakarta yang dihadiri oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Direktur Kawasan Konservasi dan Bina Hutan Lindung serta para tamu undangan dan perwakilan anggota Mitra TNK.
Dalam sambutannya, Direktur Jenderal PHKA menyampaikan bahwa Program Direktorat Jenderal PHKA tahun 2010-2014 a d a l a h P e n g e l o l a a n K o n s e r v a s i Keanekaragaman Hayati dan Perlindungan Hutan, yang terdiri dari 6 kegiatan, yaitu Pengelolaan kawasan konservasi, Pengamanan hutan, Pengendalian kebakaran hutan, Pengelolaan keanekaragaman hayati, dan Pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam, serta Dukungan pengelolaan lingkup Ditjen PHKA. Untuk itu harapannya Program Kerja Mitra TN Kutai tahun 2011 dapat mencerminkan kegiatan-kegiatan tersebut
Sementara itu, Direktur Kawasan Konservasi dan Bina Hutan Lindung (Ir. Sonny P a r t o n o , M M . ) d a l a m s a m b u t a n n y a menyampaikan bahwa pembangunan bidang PHKA sesuai dengan Renstra Kementerian Kehutanan 2010 – 2014 dicanangkan dalam Program Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Perlindungan Hutan dengan tujuan : meningkatkan kemandirian pengelolaan kawasan konservasi; terwujudnya kelestarian
keanekaragaman hayati dan hak-hak negara atas kawasan hutan dan hasil hutan serta meningkatnya penerimaan negara dan masyarakat dar i kegiatan konservas i sumberdaya alam. Lima tahun ke depan, keg ia tan da lam program konservas i keanekaragaman hayati dan perlindungan hutan sangat erat kaitannya dalam merespon isu-isu perubahan iklim (climate change), utamanya dalam meredam terjadinya deforestasi dan degradasi hutan. Sehingga program kegiatan Mitra TNK kedepan juga diharapkan menunjang pencapaian Renstra tersebut.
Kepala Balai Taman Nasional Kutai yang juga Ketua OC Mitra TNK dalam pemaparannya menyampaikan kondisi terkini Taman Nasional Kutai dimana permasalahan yang terjadi di Taman Nasional Kutai sekarang mempunyai banyak sisi yang tidak dapat diselesaikan secara parsial namun perlu upaya secara bersama dengan menggandeng seluruh potensi yang dimiliki baik yang berasal dari dalam maupun yang berasal dari luar. Keberadaan Mitra TN Kutai telah memberi warna dalam pengelolaan TNKutai dan merupakan bentuk kepedulian perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sekitar TN Kutai untuk membantu kinerja pengelolaan TN Kutai.
Dalam pembahasan program kerja yang dilakukan setelah acara presentasi Ketua OC
dan Sekretaris Mitra TN Kutai, beberapa arahan yang disampaikan oleh Direktur Jenderal PHKA dan Direktur Kawasan Konseravsi dan Bina Hutan Lindung kemudian diimplementasikan dalam penyusunan program kerja Mitra TN Kutai dengan membagi kegiatan dalam 5 program besar, yaitu : Pengelolaan Taman Nasional Kutai Berbasis Resort, Pengamanan Hutan, Pengembangan Wisata Alam dan Jasa Lingkungan, Konservasi Orangutan dan Pengelolaan Kehati, Dukungan Manajemen Kesekretariatan yang keseluruhan program ini merupakan perwujudan dari 6 kegiatan PHKA minus Pengendalian Kebakaran Hutan.
U n t u k m e w u j u d k a n t e rc a p a i n y a pelaksanaan program kerja Mitra TN Kutai tahun 2011 maka anggaran biaya yang dibutuhkan adalah sebesar Rp. 1.243.668.000,00 dimana sebagian anggaran berasal dari dana carry over tahun sebelumnya.
Kepedulian Mitra TN Kutai yang telah bertahan selama 16 tahun merupakan prestasi tersendiri yang diukir oleh Mitra TN Kutai dalam memberi warna bagi pengelolaan TN Kutai dan semoga semboyan Mitra TN Kutai: “Proud to be a Friend” tetap tercermin dalam kehidupan perusahaan-perusahaan beserta seluruh jajarannya sehingga kelestarian TN Kutai tetap dapat dipertahankan.
Rapat SC-OC Mitra Taman Nasional Kutai
Tahun 2011
M
28 29
w w w . t n k u t a i . c o m
K e m i t r a a n
Mitra Taman Nasional Kutai (Mitra T N K ) m e r u p a k a n k e l o m p o k perusahaan-perusahaan yang berada di sekitar TNK yang peduli dengan
kelestarian Taman Nasional Kutai. Keanggotaannya berubah-ubah dari tahun ke tahun dan saat ini anggota Mitra TNK berjumlah 8 (delapan) perusahaan yang terdiri dari PT Kaltim Prima Coal, PT Indominco Mandiri, PT PAMA Persada Nusantara, PT Pertamina, PT Badak NGL, PT Pupuk Kaltim, PT Surya Hutani Jaya dan PT Kaltim Parna Industri.
Kelembagaan Mitra TNK terdiri dari 2 (dua) kepengurusan yaitu Steering Committee (SC) dan Organizing Committee (OC). Dalam operasional hariannya, ketua OC dibantu oleh seorang sekretaris dan beberapa staf guna menunjang pelaksanaan program Mitra TNK. Perencanaan kegiatan di mulai di level panitia pelaksana (OC) yang pada tiap bulannya bertemu untuk melakukan evaluasi dan perencanaan kegiatan. Kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan di t ingkat OC kemudian dipresentasikan dan didiskusikan pada rapat tahunan yang merupakan rapat gabungan antara Panitia pengarah (SC) dengan Panitia Pelaksana (OC).
Rapat tahunan ini selain membahas rencana kegiatan tahun berikutnya juga membahas tentang evaluasi pelaksanaan kegiatan tahun sebelumnya, sehingga dapat d i j a d i k a n a c u a n / p e d o m a n d a l a m
penyelenggaraan kegiatan tahun berikutnya. Rapat SC/OC tahun 2011 berlangsung pada tanggal 11 April 2011 di Gedung Manggala Wana Bhakti, Jakarta yang dihadiri oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Direktur Kawasan Konservasi dan Bina Hutan Lindung serta para tamu undangan dan perwakilan anggota Mitra TNK.
Dalam sambutannya, Direktur Jenderal PHKA menyampaikan bahwa Program Direktorat Jenderal PHKA tahun 2010-2014 a d a l a h P e n g e l o l a a n K o n s e r v a s i Keanekaragaman Hayati dan Perlindungan Hutan, yang terdiri dari 6 kegiatan, yaitu Pengelolaan kawasan konservasi, Pengamanan hutan, Pengendalian kebakaran hutan, Pengelolaan keanekaragaman hayati, dan Pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam, serta Dukungan pengelolaan lingkup Ditjen PHKA. Untuk itu harapannya Program Kerja Mitra TN Kutai tahun 2011 dapat mencerminkan kegiatan-kegiatan tersebut
Sementara itu, Direktur Kawasan Konservasi dan Bina Hutan Lindung (Ir. Sonny P a r t o n o , M M . ) d a l a m s a m b u t a n n y a menyampaikan bahwa pembangunan bidang PHKA sesuai dengan Renstra Kementerian Kehutanan 2010 – 2014 dicanangkan dalam Program Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Perlindungan Hutan dengan tujuan : meningkatkan kemandirian pengelolaan kawasan konservasi; terwujudnya kelestarian
keanekaragaman hayati dan hak-hak negara atas kawasan hutan dan hasil hutan serta meningkatnya penerimaan negara dan masyarakat dar i kegiatan konservas i sumberdaya alam. Lima tahun ke depan, keg ia tan da lam program konservas i keanekaragaman hayati dan perlindungan hutan sangat erat kaitannya dalam merespon isu-isu perubahan iklim (climate change), utamanya dalam meredam terjadinya deforestasi dan degradasi hutan. Sehingga program kegiatan Mitra TNK kedepan juga diharapkan menunjang pencapaian Renstra tersebut.
Kepala Balai Taman Nasional Kutai yang juga Ketua OC Mitra TNK dalam pemaparannya menyampaikan kondisi terkini Taman Nasional Kutai dimana permasalahan yang terjadi di Taman Nasional Kutai sekarang mempunyai banyak sisi yang tidak dapat diselesaikan secara parsial namun perlu upaya secara bersama dengan menggandeng seluruh potensi yang dimiliki baik yang berasal dari dalam maupun yang berasal dari luar. Keberadaan Mitra TN Kutai telah memberi warna dalam pengelolaan TNKutai dan merupakan bentuk kepedulian perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sekitar TN Kutai untuk membantu kinerja pengelolaan TN Kutai.
Dalam pembahasan program kerja yang dilakukan setelah acara presentasi Ketua OC
dan Sekretaris Mitra TN Kutai, beberapa arahan yang disampaikan oleh Direktur Jenderal PHKA dan Direktur Kawasan Konseravsi dan Bina Hutan Lindung kemudian diimplementasikan dalam penyusunan program kerja Mitra TN Kutai dengan membagi kegiatan dalam 5 program besar, yaitu : Pengelolaan Taman Nasional Kutai Berbasis Resort, Pengamanan Hutan, Pengembangan Wisata Alam dan Jasa Lingkungan, Konservasi Orangutan dan Pengelolaan Kehati, Dukungan Manajemen Kesekretariatan yang keseluruhan program ini merupakan perwujudan dari 6 kegiatan PHKA minus Pengendalian Kebakaran Hutan.
U n t u k m e w u j u d k a n t e rc a p a i n y a pelaksanaan program kerja Mitra TN Kutai tahun 2011 maka anggaran biaya yang dibutuhkan adalah sebesar Rp. 1.243.668.000,00 dimana sebagian anggaran berasal dari dana carry over tahun sebelumnya.
Kepedulian Mitra TN Kutai yang telah bertahan selama 16 tahun merupakan prestasi tersendiri yang diukir oleh Mitra TN Kutai dalam memberi warna bagi pengelolaan TN Kutai dan semoga semboyan Mitra TN Kutai: “Proud to be a Friend” tetap tercermin dalam kehidupan perusahaan-perusahaan beserta seluruh jajarannya sehingga kelestarian TN Kutai tetap dapat dipertahankan.
Rapat SC-OC Mitra Taman Nasional Kutai
Tahun 2011
M
Neon Box Bandara
30 31
Orangutan nests have attracted much research a n d c o n s e r v a t i o n interest. There are many reasons why. Orangutans themselves are hard to find in the forest. They are rather solitary, hard to see,
quiet, and elusive. In some forests, even experienced trackers and researchers can search for weeks without finding a single one.
Orangutan nests are quite easy to see, however, and orangutans make one or two of them every day (one in the evening, to sleep at night, and sometimes another to rest in the middle of the day). They can be visible for months (up to 1-2 years in some areas) and they don't hide or move. So nests show us something about where an area's orangutans have been, roughly when they were there, and what kind of habitat and resources they use. Nest sizes and combinations can also tell us something about who was there. An extremely large nest could mean a huge flanged adult male slept there or
m a k e t h e i r n e s t s
Dr. Anne E Russon
O r a n g u t a n K u t a i
that two orangutans shared one nest—possibly a consorting male-female pair. Two same-age nests near each other could also mean two orangutans traveling together: perhaps a male –female pair, if both nests are large, or a mother with a dependent youngster, if one is large and the other small. Nests also show something about intelligence. Orangutans sometimes make pillows, roofs, or decorations for their nests, so nest building can be complex. They may also use special leaves to line their nest: in one area, they select leaves that can repel mosquitoes and may collect them as far as 100 m from the nest tree.
One well known orangutan pattern is making a night nest near, but not in, their last food tree of the day. Orangutans typically stop at a good food source at the end of the afternoon, for their last meal of the day, and then make their nest for the night. It would seem to make sense to nest in the las t food t ree because it saves the energy. However, orangutans typically move to and nest in a different tree, 15-20 m away. They especially avoid nesting in the last food tree if they ate its fruit: they did so in only 2.6% of cases at Tuanan, in Central Kalimantan. Why? We don't know for sure. The main possibilities are avoiding predators, or avoiding conflicts or disturbances with competitors over these foods. In Sumatra, Sugardjito found that orangutans more
vulnerable to predators (females with young, immatures) avoided fruit tree nesting more than flanged adult males did, so he concluded that predator avoidance is the best explanation.
At our site in Kutai NP, nesting looks different. Patterns show well in Dracontomelon dao (sengkuang, locally), a well known orangutan favorite for fruit. We monitor flowering and fruiting in the 17 sengkuang trees in our study area that grow along the river. When sengkuang are not fruiting, nests and other signs of orangutans in these trees are rare, at best. As their fruits ripen, however, new orangutan nests and other orangutan signs increase. Then as their fruits
disappear, so do the nests (Figure 1-2) . There are other trees 10-20 m f r o m t h e s e s e n g k u a n g w h e r e orangutans can and do nest, so n e s t i n g i n sengkuang is not necessary.
T h e s e observat ions d o n ' t s h o w who is nesting in these trees,
how often, or when (day or night). Fortunately, other observations help fill in our picture. While following orangutans, we have observed 19 cases of nesting in a sengkuang tree; in 9/19 cases, the orangutan also ate fruit from that tree just before nesting there or the next morning; and 6/9 of these orangutans were immatures or adult females with young offspring. Late one afternoon, we saw a female with an older infant eating fruit in a sengkuang tree. Then she
Figure 1. Orangutan nests in fruiting sengkuang trees. In sengkuang trees along the
Sangata River, increases and decreases in ripe fruits are closely tracked by increases and
decreases in new-recent orangutan nests. Horizontal axis: date of observation. Vertical
Where orangutans
Anne E. Russon, PhDGlendon College, York University,
Toronto, Canada
Neon Box Bandara
30 31
Orangutan nests have attracted much research a n d c o n s e r v a t i o n interest. There are many reasons why. Orangutans themselves are hard to find in the forest. They are rather solitary, hard to see,
quiet, and elusive. In some forests, even experienced trackers and researchers can search for weeks without finding a single one.
Orangutan nests are quite easy to see, however, and orangutans make one or two of them every day (one in the evening, to sleep at night, and sometimes another to rest in the middle of the day). They can be visible for months (up to 1-2 years in some areas) and they don't hide or move. So nests show us something about where an area's orangutans have been, roughly when they were there, and what kind of habitat and resources they use. Nest sizes and combinations can also tell us something about who was there. An extremely large nest could mean a huge flanged adult male slept there or
m a k e t h e i r n e s t s
Dr. Anne E Russon
O r a n g u t a n K u t a i
that two orangutans shared one nest—possibly a consorting male-female pair. Two same-age nests near each other could also mean two orangutans traveling together: perhaps a male –female pair, if both nests are large, or a mother with a dependent youngster, if one is large and the other small. Nests also show something about intelligence. Orangutans sometimes make pillows, roofs, or decorations for their nests, so nest building can be complex. They may also use special leaves to line their nest: in one area, they select leaves that can repel mosquitoes and may collect them as far as 100 m from the nest tree.
One well known orangutan pattern is making a night nest near, but not in, their last food tree of the day. Orangutans typically stop at a good food source at the end of the afternoon, for their last meal of the day, and then make their nest for the night. It would seem to make sense to nest in the las t food t ree because it saves the energy. However, orangutans typically move to and nest in a different tree, 15-20 m away. They especially avoid nesting in the last food tree if they ate its fruit: they did so in only 2.6% of cases at Tuanan, in Central Kalimantan. Why? We don't know for sure. The main possibilities are avoiding predators, or avoiding conflicts or disturbances with competitors over these foods. In Sumatra, Sugardjito found that orangutans more
vulnerable to predators (females with young, immatures) avoided fruit tree nesting more than flanged adult males did, so he concluded that predator avoidance is the best explanation.
At our site in Kutai NP, nesting looks different. Patterns show well in Dracontomelon dao (sengkuang, locally), a well known orangutan favorite for fruit. We monitor flowering and fruiting in the 17 sengkuang trees in our study area that grow along the river. When sengkuang are not fruiting, nests and other signs of orangutans in these trees are rare, at best. As their fruits ripen, however, new orangutan nests and other orangutan signs increase. Then as their fruits
disappear, so do the nests (Figure 1-2) . There are other trees 10-20 m f r o m t h e s e s e n g k u a n g w h e r e orangutans can and do nest, so n e s t i n g i n sengkuang is not necessary.
T h e s e observat ions d o n ' t s h o w who is nesting in these trees,
how often, or when (day or night). Fortunately, other observations help fill in our picture. While following orangutans, we have observed 19 cases of nesting in a sengkuang tree; in 9/19 cases, the orangutan also ate fruit from that tree just before nesting there or the next morning; and 6/9 of these orangutans were immatures or adult females with young offspring. Late one afternoon, we saw a female with an older infant eating fruit in a sengkuang tree. Then she
Figure 1. Orangutan nests in fruiting sengkuang trees. In sengkuang trees along the
Sangata River, increases and decreases in ripe fruits are closely tracked by increases and
decreases in new-recent orangutan nests. Horizontal axis: date of observation. Vertical
Where orangutans
Anne E. Russon, PhDGlendon College, York University,
Toronto, Canada
32 33
Pesona Sangkimamenyusuri jalur boardwalk sepanjang 800 meter, anda dapat belajar dan mengenal berbagai jenis pohon tropis
dataran rendah Kalimantan dan berujung pada monumen hidup pohon Ulin RaksasaJika anda semakin penasaran silahkan meneruskan tracking dan temukan pengalaman dan pengetahuan baru anda
mengenai kekayaan hutan Kalimantan yang sesungguhnya...
photo : OK Project
visit Kutai National Parkresearch-education-ecotourism
climbed into an old nest in the same tree, added some new sengkuang leaves, reclined, and continued eating sengkuang fruit.
Several explanations are possible. First, predator levels may be relatively depressed in our study area because of the damage caused by 1997-98 forest fires. If so, orangutans could nest in fruiting trees with little risk. Or, riverside trees are safe places to nest because they're less accessible to predators. Second, East Bornean orangutans inhabit the least productive forests, so they may need the energy savings gained by not traveling to a different nest tree. Third, as Richard Wrangham put it, "no primate can abandon a large patch of food without risking loss to competitors". Sengkuang is such a popular orangutan food that staying in a fruiting sengkuang tree overnight may mean getting more a n d / o r b e t t e r f r u i t t h a n competitors. As an added piece, the practice of nesting in the day's last fruit food tree is a good candidate for social learning. Youngsters learn to build nests as infants, with and from their mother, and learning where to build a nest could be as important as learning how to build one. So mothers that nest in the day's last fruit food tree could easily pass that practice to their offspring.
Figure 2. Sengkuang before and after fruiting. The upper photo shows a sengkuang tree that has not
fruited recently; it shows no orangutan nests or damage. The lower photo shows a (different)
sengkuang tree while it is still fruiting; it has at least two orangutan nests (top center) and many
terminal branches that orangutans have broken to gather fruit.
32 33
Pesona Sangkimamenyusuri jalur boardwalk sepanjang 800 meter, anda dapat belajar dan mengenal berbagai jenis pohon tropis
dataran rendah Kalimantan dan berujung pada monumen hidup pohon Ulin RaksasaJika anda semakin penasaran silahkan meneruskan tracking dan temukan pengalaman dan pengetahuan baru anda
mengenai kekayaan hutan Kalimantan yang sesungguhnya...
photo : OK Project
visit Kutai National Parkresearch-education-ecotourism
climbed into an old nest in the same tree, added some new sengkuang leaves, reclined, and continued eating sengkuang fruit.
Several explanations are possible. First, predator levels may be relatively depressed in our study area because of the damage caused by 1997-98 forest fires. If so, orangutans could nest in fruiting trees with little risk. Or, riverside trees are safe places to nest because they're less accessible to predators. Second, East Bornean orangutans inhabit the least productive forests, so they may need the energy savings gained by not traveling to a different nest tree. Third, as Richard Wrangham put it, "no primate can abandon a large patch of food without risking loss to competitors". Sengkuang is such a popular orangutan food that staying in a fruiting sengkuang tree overnight may mean getting more a n d / o r b e t t e r f r u i t t h a n competitors. As an added piece, the practice of nesting in the day's last fruit food tree is a good candidate for social learning. Youngsters learn to build nests as infants, with and from their mother, and learning where to build a nest could be as important as learning how to build one. So mothers that nest in the day's last fruit food tree could easily pass that practice to their offspring.
Figure 2. Sengkuang before and after fruiting. The upper photo shows a sengkuang tree that has not
fruited recently; it shows no orangutan nests or damage. The lower photo shows a (different)
sengkuang tree while it is still fruiting; it has at least two orangutan nests (top center) and many
terminal branches that orangutans have broken to gather fruit.
Kementerian Kehutanan
Direktorat Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam
Balai Taman Nasional Kutai
b u l e t i n t r i w u l a n
pasakbumi
“National Parks are special natural places given national protection because of their natural value. The aim is to ensure that they are safe for the benefit of everyone, rather than available for use by a few individuals or groups. Kutai National Park, one of
only two national parks in Kalimantan Timur, spans an area recognized for its biological importance almost 80 years ago. It continues to protect many forms of life, including species unique to Kalimantan and in danger of extinction: orangutans,
gibbons, leaf monkeys, proboscis monkeys, and hornbills are only a few of its special residents. I hope the people of Bontang, Sangatta, and other nearby communities appreciate how fortunate they are in having such a treasure in their own back yards.
Not many people are so lucky”
Anne E Russon, PhD.
Not many people are so lucky
Taman nasional adalah tempat spesial yang difungsikan untuk perlindungan alam secara nasional
karena memiliki nilai-nilai alami yang terkandung didalamnya. Tujuannya adalah memastikan bahwa kekayaan alam yang terkandung didalamnya lestari
dan bermanfaat bagi semua orang, bukan untuk digunakan oleh beberapa individu atau kelompok saja. Taman Nasional Kutai, satu dari hanya dua taman nasional di Kalimantan Timur, merupakan
kawasan yang secara biologis telah diakui memiliki kekayaan alam yang penting sejak hampir 80 tahun
yang lalu. Hal ini terus dipertahankan untuk melindungi berbagai bentuk kehidupan dari
kepunahan , termasuk sesuatu yang unik dari Kalimantan seperti orangutan, owa, monyet daun,
bekantan dan burung enggang dan hanya beberapa
penduduk khusus. Saya berharap masyarakat Bontang, Sangatta dan
sekitarnya menghargai betapa pentingnya kekayaan yang ada di
sekitar mereka . Tidak banyak orang yang beruntung memiliki kekayaan
semacam itu.
Orangutan Kutai Project