Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

92
Direktorat Jenderal PPI Kementerian Komunikasi dan Informatika “Pertimbangan dalam membangun Prinsip Pokok dan Materi kebijakan legislasi konvergensi di Indonesia” Draft Buku Putih

description

bcfvc

Transcript of Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

Page 1: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

Direktorat Jenderal PPI

Kementerian Komunikasi dan Informatika

“Pertimbangan dalam membangun Prinsip Pokok dan Materi

kebijakan legislasi konvergensi

di Indonesia”

Draft Buku Putih

Page 2: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

- 1 -

Dilarang keras mengutip bagian buku untuk keperluan tertentu diluar keperluan akademis. Untuk

mengutip isi buku untuk keperluan lain harus seizin dari Ditjen PPI Kemkominfo.

Pejabat penghubung:

Gunawan Hutagalung,MT

Kepala Sub Direktorat Kelayakan Sistem Telekomunikasi

Email: [email protected]

[email protected]

Page 3: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

- 2 -

Pengantar 1. Latar Belakang Forum Konvergensi

Indonesia sebagai negara luas dengan jumlah penduduk yang besar merupakan suatu potensi bagi

pertumbuhan perekonomian Indonesia. Salah satu hal penting penunjang pertumbuhan

perekonomian yang efektif dan merata adalah meratanya penyebaran informasi dan komunikasi

menjadikan peran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) sebagai penyalur informasi dan

komunikasi. Kebutuhan akan informasi dan komunikasi menjadi kebutuhan primer masyarakat,

terlebih bagi masyarakat yang mengandalkan informasi dan komunikasi sebagai pendongkrak

produktivitasnya. Untuk itu kebutuhan akan informasi dan komunikasi harus dijamin oleh pemerintah

bagi setiap warganya, karena konektivitas nasional diyakini dapat meningkatkan produktivitas

masyarakat yang akan berdampak kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan peningkatan daya

saing bangsa.

Saat ini Indonesia bersiap memasuki era industri digital, dimana akan bertumpu berbagai layanan

konvergensi yang akan membentuk industri konvergensi. Layanan broadband yang memadai

merupakan salah satu faktor utama pendorong pengembangan industri konvergensi di suatu negara.

Industri konvergensi digital telah nyata menjadi faktor pendorong reformasi ekonomi menjadi lebih

baik di beberapa negara. Seperti halnya di Amerika Serikat dimana 21% dari total GDP (Gross Domestic

Product) dikontribusi dari industri digital di Silicon Valley. Salah satu industri digital paling bertumbuh

di Amerika Serikat adalah bisnis Video Game dimana pada tahun 2012, bisnis digital ini menyumbang

GDP sebesar 6,2 Milyar USD.

Pada tahun 2012 sumbangan produk kreatif digital oleh industri konvergensi digital di Indonesia

mencapai 40% dari total pendapatan industri kreatif nasional, atau sekitar Rp. 288 Milyar dari total

573,9 Milyar. Dengan tingginya angkatan kerja di Indonesia, industri kenvergensi berbasis digital

seharusnya dapat menjadi solusi bagi Indonesia untuk meningkatkan perekonomian negara melalui

pengurangan tingkat pengangguran.

Selain itu, pengembangan industri konvergensi berbasis digital juga diyakini akan meningkatkan daya

saing bangsa Indonesia, apabila industri konvergensi berbasis digital tersebut dapat meningkatkan

IPOLEKSOSBUDHANKAM. Guna mengarahkan pengembangan industri konvergen berbasis digital

untuk dapat memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan IPOLEKSOSBUDHANKAM di

Indonesia, maka diperlukan intervensi dari pemerintah, terutama dalam pembentukan legal

framework yang tepat dalam mengembangkan industri konvergen berbasis digital di Indonesia.

Untuk mengantisipasi perkembangan teknologi, pasar dan juga regulasi pada era konvergensi ke

depan, maka forum konvergensi ini diselenggarakan dengan harapan untuk dapat menjadi titik awal

dari perumusahn rencana pemerintah ke depan dalam industri konvergensi.

Page 4: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

- 3 -

2. Hasil yang ingin dicapai Forum Konvergensi

Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika melaksanakan Forum Konvergensi yang

dihadiri oleh berbagai kalangan dari industri ICT, yakni pelaku industri telekomunikasi, penyiaran,

internet, pemangku kebijakan pemerintah pusat maupun daerah, pengamat ICT, dan akademisi,

dilaksanakan dalam rangka penyusunan kerangka kebijakan legislasi RUU Konvergensi. RUU

konvergensi sendiri telah mencapai kepada suatu perjalanan untuk persiapan Program Legislasi

Nasional pada tahun 2015 ini, setelah dirumuskan semenjak tahun 2009. RUU konvergensi ini

dirumuskan untuk menggantikan UU nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang dirasakan

sudah tidak relevan lagi dengan industri TIK yang berkembang pesat dan adanya pertumbuhan pada

layanan kepada penggunanya.

Sesuai dengan target NAWACITA oleh Presiden RI Joko Widodo bahwa dibutuhkan kerja keras

bersama untuk meningkatkan daya saing bangsa, maka Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi

dan Informatika berperan aktif dalam menumbuhkan industri yang dinaunginya untuk mencapai

pertumbuhan dan dapat memberikan feedback baik kepada bangsa dan negara.

Tantangan yang dihadapi pada industri TIK adalah pertumbuhan teknologi yang sangat cepat yang

terkadangkala tidak dapat diantisipasi oleh aturan yang ada, dan juga banyaknya permasalahan yang

muncul pada sektor telekomunikasi, penyiaran dan internet yang perlu diatasi melalui kerjasama antar

pihak antar sektor sehingga tidak terjadi missinterpretasi dalam pemahaman legislasi yang akan

dilaksanakan.

Agenda yang didiskusikan pada forum konvergensi tersebut adalah:

1. Definisi Konvergensi

2. Layanan Konvergensi

3. Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi

4. Infrastruktur Konvergensi

5. Teknologi Konvergensi

6. Pemanfaatan Sumber Daya

7. Pendekatan Implementasi Layanan Konvergensi

8. Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN)

9. Model Bisnis Konvergensi

10. Penyelenggaraan Konvergensi (Struktur Industri dan Lisensi)

11. Peran Negara dalam Industri Konvergensi

12. Peran Masyarakat dalam Industri Konvergensi

13. Perlindungan Pengguna

14. Pertahanan dan Keamanan Negara

15. Optimalisasi dan Utilisasi Layanan Konvergen untuk Ekonomi, Sosial, Budaya, Pemerintahan

dan Layanan Publik

16. Kebijakan yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi

17. Regulasi yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi

Seluruh topik diskusi tersebut akan menjadi topik yang diatur dalam UU konvergensi nantinya, dan

dalam forum konvergensi ini, seluruh pihak yang berada pada forum tersebut menjadi partisipan

Page 5: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

- 4 -

dalam topik diskusi sesuai dengan keahliannya, dan sumbang saran maupun seluruh pertanyaan akan

ditampung sebagai pertimbangan akademis dan praktis dalam penyusunan RUU Konvergensi.

Tujuan dari forum konvergensi yang dilakukan adalah untuk mencari masukan dari berbagai pihak

mengenai konvergensi di Indonesia, masukan-masukan tersebut akan menjadi bahan bagi Pemerintah

dalam merumuskan legislasi yang baru dalam konteks konvergensi di Indonesia, yang bertujuan untuk

“Membangun Industri Konvergensi berbasis Digital untuk Meningkatkan Daya Saing Bangsa”.

Jakarta, September 2015

Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika

Page 6: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

i

DAFTAR ISI

Pengantar ............................................................................................................................................ - 1 -

1. Latar Belakang Forum Konvergensi ........................................................................................ - 2 -

2. Hasil yang ingin dicapai Forum Konvergensi ........................................................................... - 3 -

DAFTAR ISI ................................................................................................................................................ i

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ........................................................................................................................................ v

BAB I Konvergensi ................................................................................................................................... 1

1. Mengapa harus konvergen ......................................................................................................... 1

2. Bentuk industri pada era konvergensi ........................................................................................ 6

3. Orientasi negara pada layanan konvergensi/industri konvergen ............................................... 6

4. Orientasi masyarakat pada layanan konvergen/industri konvergen ........................................ 11

5. Orientasi industri pada layanan konvergensi ........................................................................... 12

BAB II Pokok-Pokok Pikiran tentang Konvergensi ................................................................................. 14

1. Definisi Konvergensi .................................................................................................................. 14

2. Layanan Konvergensi ................................................................................................................ 15

3. Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi ........................................................................ 16

4. Infrastruktur Konvergensi ......................................................................................................... 17

5. Teknologi Konvergensi .............................................................................................................. 17

6. Pemanfaatan Sumber Daya ...................................................................................................... 18

7. Pendekatan Implementasi Layanan Konvergensi ..................................................................... 18

8. Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) ................................................................................ 18

9. Model Bisnis Konvergensi ......................................................................................................... 19

10. Penyelenggaraan Konvergensi (Struktur Industri dan Lisensi) ............................................. 19

11. Peran Negara dalam Industri Konvergensi ........................................................................... 19

12. Peran Masyarakat dalam Industri Konvergensi .................................................................... 20

13. Perlindungan Pengguna ........................................................................................................ 20

14. Pertahanan dan Keamanan Negara ...................................................................................... 20

15. Optimalisasi dan Utilisasi Layanan Konvergen untuk Ekonomi, Sosial, Budaya,

Pemerintahan dan Layanan Publik ................................................................................................... 21

16. Kebijakan yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi ................................................. 21

17. Regulasi yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi ................................................... 23

BAB III Opsi Bentuk Legislasi Konvergensi ............................................................................................ 25

Page 7: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

ii

1. Perundangan Eksisting TIK ........................................................................................................ 25

a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ............................................... 26

b. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) ....... 30

c. Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ................................. 32

d. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha ..... 41

2. Opsi Kebijakan Legislasi Konvergensi ........................................................................................ 47

a. Unifikasi ................................................................................................................................. 47

b. Harmonisasi dan Penyesuaian .............................................................................................. 47

3. Opsi nama nomenklatur legislasi konvergensi ......................................................................... 48

BAB IV Arsitektur Naskah Akademis Legislasi Konvergensi .................................................................. 54

1. Kajian Yuridis Normatif ............................................................................................................. 55

1) Definisi Konvergensi .............................................................................................................. 55

2) Pemanfaatan Sumber Daya .................................................................................................. 56

3) Model Bisnis Konvergensi ..................................................................................................... 58

4) Penyelenggaraan Konvergensi (Struktur Industri dan Lisensi) ............................................. 58

5) Peran Negara dalam Industri Konvergensi ........................................................................... 62

6) Peran Masyarakat dalam Industri Konvergensi .................................................................... 63

7) Perlindungan Pengguna ........................................................................................................ 63

8) Optimalisasi dan Utilisasi Layanan Konvergen untuk Ekonomi, Sosial, Budaya,

Pemerintahan dan Layanan Publik ............................................................................................... 63

9) Kebijakan yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi ................................................. 66

10) Regulasi yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi ............................................... 67

11) Badan regulator ................................................................................................................ 68

2. Kajian Yuridis Empiris ................................................................................................................ 69

1) Definisi Konvergensi .............................................................................................................. 70

2) Layanan Konvergensi ............................................................................................................ 73

3) Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi .................................................................... 73

4) Infrastruktur Konvergensi ..................................................................................................... 74

5) Teknologi Konvergensi .......................................................................................................... 75

6) Pemanfaatan Sumber Daya .................................................................................................. 76

7) Pendekatan Implementasi Layanan Konvergensi ................................................................. 76

8) Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) ............................................................................ 77

9) Model Bisnis Konvergensi ..................................................................................................... 77

10) Penyelenggaraan Konvergensi (Struktur Industri dan Lisensi) ......................................... 77

11) Peran Negara dalam Industri Konvergensi ....................................................................... 77

12) Peran Masyarakat dalam Industri Konvergensi ................................................................ 78

Page 8: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

iii

13) Perlindungan Pengguna .................................................................................................... 78

14) Pertahanan dan Keamanan Negara .................................................................................. 78

15) Optimalisasi dan Utilisasi Layanan Konvergen untuk Ekonomi, Sosial, Budaya,

Pemerintahan dan Layanan Publik ............................................................................................... 78

16) Kebijakan yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi ............................................. 79

17) Regulasi yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi ............................................... 79

3. Kajian Tren masa depan ............................................................................................................ 80

4. Materi Legislasi Konvergensi ..................................................................................................... 81

Penutup ................................................................................................................................................. 82

Page 9: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Konvergensi pada TIK .......................................................................................................... 1

Gambar 2 : Jaringan Konvergensi untuk seluruh Kebutuhan Industri ................................................... 3

Gambar 3 : Rantai Efek Broadband bagi kehidupan negara .................................................................. 4

Gambar 4 : Revenue per User Media Sosial ........................................................................................... 7

Gambar 5 : Proyeksi Keuntungan Media Sosial di Indonesia.................................................................. 8

Gambar 6 : Kebutuhan pengaturan Industri Konvergensi ...................................................................... 9

Gambar 7 : Gambaran industri sektor TIK, dan Undang-Undang yang sudah ada ............................... 25

Gambar 8 : Analisa TES Konvergensi ..................................................................................................... 55

Gambar 9 : Roadmap Konvergensi Australia ........................................................................................ 56

Gambar 10 : Perubahan rezim kebijakan spektrum frekuensi ............................................................. 57

Gambar 11 : Integrasi Upstream dan Downstream Konvergensi ......................................................... 58

Gambar 12 : pendekatan horizontal regulasi ....................................................................................... 62

Gambar 13 : Arsitektur smart city ......................................................................................................... 66

Gambar 14 : Kebijakan Konvergensi United Kingdom .......................................................................... 67

Gambar 15 : Regulator dan Regulasi di USA, UK, dan Korea Selatan ................................................... 68

Gambar 16 : Konvergensi ...................................................................................................................... 71

Gambar 17 : Konvergensi platform layanan ......................................................................................... 72

Gambar 18 : Hub IP Nasional ................................................................................................................ 73

Gambar 19 : Rencana Palapa Ring ........................................................................................................ 74

Gambar 20 : Payment Gateway Nasional ............................................................................................. 75

Gambar 21 : Tol Laut Indonesia ............................................................................................................ 75

Gambar 22 : Machine Type Communication ........................................................................................ 76

Gambar 23 : Telco Emerging Market menuju Konvergensi .................................................................. 80

Page 10: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Pros dan Cons opsi nomenklatur RUU mengenai konvergensi .............................................. 51

Tabel 2 : Benchmark Pemanfaatan Sumber Daya................................................................................. 57

Tabel 3 : Benchmark Kebijakan Cross-Ownership di negara lain .......................................................... 59

Tabel 4 : Benchmark Kebijakan Industri di negara lain ......................................................................... 59

Tabel 5 : Benchmark Kebijakan Struktur Industri di negara lain ........................................................... 59

Tabel 6 : Benchmark Kebijakan Struktur Industri di negara lain ........................................................... 60

Tabel 7 : Badan regulator di US, UK dan Korea Selatan ........................................................................ 68

Tabel 8 : Benchmark regulator telekomunikasi dan penyiaran di inggris ............................................. 69

Page 11: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

1

BAB I Konvergensi

1. Mengapa harus konvergen

Perkembangan teknologi khususnya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menyebabkan

peningkatan kebutuhan akan layanan oleh pengguna semakin meningkat. Seperti contoh, dimana

saat ini dunia tengah bersiap menyambut era teknologi 5G. Pada generasi pertama (1G), pengguna

hanya dapat menikmati layanan voice; kemudian pada 2G yang memungkinkan pengguna

menikmati layanan voice, SMS, dan layanan data, namun kecepatannya masih belum optimal.

Sampai pada era 5G yang secara khusus didesign untuk mesin dan bukan hanya untuk manusia.

5G merupakan suatu platform yang dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, seperti

traffic safety control, critical infrastructure, industrial processes, public safety, dll.1

Lahirnya teknologi baru seperti halnya yang disebutkan diatas merupakan salah satu faktor

pendorong urgensi lahirnya layanan konvergensi di Indonesia. Dalam era konvergensi terdapat

beberapa tipe konvergensi yang akan terjadi, antara lain:

1. Terminal/Device Convergent

2. Network Access Convergent

3. Communication Service Convergent

4. Content/Application Convergent

5. Corporate/social Convergent

Berikut gambar yang menjelaskan mengenai konvergensi yang terjadi pada beberapa sektor.

Gambar 1 : Konvergensi pada TIK 2

Saat ini smartphone dapat mendeliver beberapa service sekaligus dalam satu perangkat kecil.

Dulu kita tidak pernah terbayang dapat menonton televisi menggunakan perangkat Ponsel yang

1 Yulianto Naserudin, Ericsson 2 Henry Kasyfi S, APJII

Page 12: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

2

dimiliki. Namun dengan adanya device convergence, saat ini masyarakat dapat menonton TV,

internet dengan hanya menggunakan satu perangkat smartphone. Kedepan juga akan ada IOT

(Internet of Things), artinya kedepan semua perangkat rumah tangga akan terkoneksi dengan

jaringan internet yang memungkinkan seseorang dapat menyalakan AC jarak jauh, artinya mesin

akan saling terkoneksi dan berkomunikasi melalui jaringan internet.

Selanjutnya, terkait network convergence, saat ini memungkinkan satu satu perangkat jaringan

dapat mendeliver beberapa layanan yang berbeda. Misalnya saja seperti layanan Tripleplay yang

saat ini disediakan oleh satu perangkat jaringan, namun dapat mendeliver layanan internet, TV

kabel, Voice, dan layanan lainnya secara bersama-sama. Artinya semua access technology

digunakan untuk mengakses berbagai layanan.

Kemudian ada communication service convergence, semua transport protokol yang digunakan

saat ini berbasis IP. Dulu VOIP dianggap haram, namun saat ini hal tersebut digunakan untuk

mengurangi cost. Pemanfaatan IP harus sangat berhati – hati, karena sangat terkait dengan

kedaulatan RI, mengingat Protocol ini dibuat oleh negara tertentu. Seperti halnya China yang

mulai menyadari terkait pemanfaatan IP, mereka membuat protocol sendiri guna melindungi

kedaulatan negara.

Selanjutnya adalah content aplication convergence. Web, aplikasi, VOIP sudah terlalu banyak saat

ini dan unregulated. Disini yang menjadi opportunity bagi Global OTT. Dengan modal yang tidak

terlalu besar karena sebagian besar dari mereka tidak membangun server di Indonesia, namun

dapat memperoleh keuntungan yang besar dan menduduki jaringan operator tanpa adanya

kerjasama dengan operator telekomunikasi di Indonesia.

Dan yang terakhir adalah corporate/social convergence. Saat ini pertemuan dapat dilakukan

secara tidak langsung menggunakan media internet. Sehingga mendrive perubahan bisnis model

ke arah yang lebih efisien bagi perusahaan.

Segala bentuk konvergen sebagaimana dimaksud di atas akan secara alamiah terjadi seiring

dengan perkembangan teknologi yang memungkinkan terjadinya evolusi layanan untuk saling

berkonvergensi dalam memenuhi kebutuhan pengguna, baik pengguna individu, korporasi,

ataupun pemerintah.

Pada era konvergen, dimana dimungkinkan adanya network convergent dan evolusi teknologi

(teknologi 5G) memungkinkan satu jaringan digunakan oleh beberapa industri dengan

menggunakan frekuensi yang sama.3

3 Yulianto Naserudin, Ericsson

Page 13: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

3

Gambar 2 : Jaringan Konvergensi untuk seluruh Kebutuhan Industri 4

Dengan dimungkinkannya situasi sebagaimana dijelaskan pada gambar di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa pada era konvergen efisiensi industri akan semakin meningkat, terutama dari

sisi cost reduction. Dengan begitu, pada era konvergensi harga layanan diprediksi akan semakin

murah karena biaya penyediaan layanan akan semakin rendah dengan banyaknya bundling

layanan. Sehingga, akan meningkatkan penetrasi layanan karena harga layanan akan lebih

affordable bagi masyarakat.

Salah satu faktor pendorong utama dalam pengembangan industri konvergensi adalah

peningkatan penetrasi infrastruktur broadband. Peningkatan penetrasi dan kecepatan broadband

akan meningkatkan penggunaan layanan konvergensi, yang secara langsung ataupun tidak

langsung akan meningkatkan productivity masyarakat. selain itu, efek yang dirasakan melalui

peningkatan penetrasi dan kecepatan broadband yaitu menaikkan kegiatan ekonomi, menaikan

inovasi, komunikasi lebih cepat, dan lain-lain.5

4 Yulianto Naserudin, Ericsson 5 AT. Hanuranto, Telkom University

Page 14: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

4

Gambar 3 : Rantai Efek Broadband bagi kehidupan negara 6

Mengingat sangat pentingnya pengembangan infrastruktur TIK sebagai infrastruktur

utama pengembangan industri konvergen berbasis digital di Indonesia, maka

pengembangan infrastruktur TIK perlu difasilitasi oleh pemerintah melalui kebijakan dan

regulasi. Saat ini, meskipun infrastruktur TIK sangat strategis, namun masih belum

dianggap sebagai infrastruktur strategis, seperti infrastruktur jalan, jembatan, terminal,

bandara, dan listrik. Selain itu, mahalnya pembangunan infrastruktur terutama regulatory

cost menghambat pembangunan infrastruktur TIK, selain biaya pungli (pungutan liar) yang

menjadikan biaya investasi infrastruktur TIK membengkak 20% - 30%.Saat ini, investasi

pemerintah secara langsung terhadap pembangunan infrastruktur TIK Indonesia masih

relatif kecil, mayoritas pembangunan dilaksanakan oleh Industri. Padahal infrastruktur TIK

(Broadband) adalah aset strategis bangsa atau aset nasional untuk dapat meningkatkan

daya saing bangsa.7

Pembangunan infrastruktur TIK berbasis broadband perlu diakselerasi oleh pemerintah.

terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam mengakselerasi

pembangunan infrastruktur TIK berbasis broadband di Indonesia, antara lain upaya jangka

pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Berikut penjabaran dari strategi tersebut:

1. Upaya Jangka Pendek

a. Pemerintah pusat dan daerah diharapkan dapat menerbitkan ketentuan dan

kemudahan tentang Ijin Pemanfaatan Barang Milik Negara/ Daerah baik yang

dikuasai maupun yang telah disisihkan ke dalam Badan Usaha Milik

Negara/Daerah untuk dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh seluruh pelaku

industry TIK dalam rangka percepatan penyebaran Jaringan broadband akses

ke seluruh wiayah Indonesia.

6 AT. Hanuranto, Telkom University 7 Lukman Adjam, APJATEL

Page 15: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

5

b. Menetapkan sanksi yang berat kepada Pengelola Gedung atau Kawasan yang

melakukan praktek ekslusivitas seperti berupa pencabutan IMB atau Izin

Usaha.

2. Upaya Jangka Menengah

Pemerintah Pusat dan Daerah, perlu mendorong percepatan pembangunan

infrastruktur komersial yang dibangun pelaku usaha melalui penyiapan infrastruktur

pasif dalam bentuk “Saluran/ducting Bersama” khususnya pada jalur utama dalam

kota, serta “Tiang Bersama” untuk kepentingan penempatan instalasi kabel juga pada

titik tertentu dapat dimanfaatkan bersama untuk kepentingan instalasi micro cell

pole.

3. Upaya Jangka Panjang

Pemerintah Pusat dan Daerah bersama para pelaku industry TIK mengusahakan

bersama dalam bentuk konsorsium penyediaan Jaringan Backbone berbasis kabel

serat optic yang bersifat “neutral” menghubungkan seluruh Ibukota Propinsi,

Kotamadya, Kabupaten, Kecamatan bahkan sampai ke pedesaan.

Perkembangan industri konvergen berbasis digital mendorong terbukanya berbagai

peluang kerja, peluang dan inovasi bisnis, produk, layanan dan meningkatkan efisiensi

bisnis serta pelayanan publik. Layanan Telekomunikasi sebaga pintu akses ke layanan

Konvergensi Digital juga telah menjadi kebutuhan masyarakat modern. Pilar

pengembangan telekomunikasi adalah tersedianya akses, infrastruktur jaringan, layanan,

perangkat pengguna dan aplikasi. Karena aksesnya yang demikian luas dan luar biasa,

kerentanan dalam penyelenggaraan Layanan Telekomunikasi juga berdampak sangat luas

bagi konsumen.8

Kebutuhan akan layanan konvergensi oleh masyarakat sudah sangat mendesak seiring dengan

evolusi teknologi ICT yang memungkinkan terjadinya konvergensi berbagai layanan digital. Oleh

karena itu, industri konvergensi berbasis digital perlu dimonetisasi oleh pemerintah guna menjaga

irama perkembangan industri ini terus tumbuh positif. Regulasi atau kebijakan perlu disusun

secara fleksibel untuk membiarkan industri konvergen ini dapat berkembang secara bebas.

Perkembangan industri konvergen berbasis digital akan menjadi pondasi awal dalam perubahan

budaya dan masyarakat. Dengan adanya konvergensi ini teknologi akan bergeser menjadi

kebutuhan dasar bagi manusia. Konvergensi mendorong kemajuan teknologi semakin

berkembang aplikasi layanan yang mampu mempermudah pekerjaan manusia semakin banyak.

Dengan adanya kemajuan teknologi dan didorong dengan adanya konvergensi ini, orang-orang

semakin mudah dan bebas untuk berekspresi.9

8 Ir. Ardiansyah Parman, BPKN 9 Donny B.U, ICT Watch

Page 16: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

6

2. Bentuk industri pada era konvergensi

Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang semakin pesat merupakan faktor

pendorong tersedianya layanan konvergensi. Pada era konvergensi diyakini bentuk industri akan

berubah. Perubahan bentuk industri akan ditandai dengan akan adanya perubahan struktur pasar

dalam industri konvergensi. Dalam industri konvergen, maka dimungkinkan akana danya

intergrasi usaha, baik integrasi vertikal maupun integrasi horizontal.10

Integrasi horizontal merupakan hal yang biasa terjadi, integrasi horizontal ini dapat terjadi secara

alamiah ataupun melalui kebijakan dari pemerintah. integrasi horizontal yang terjadi secara

alamiah biasanya terjadi karena persaingan usaha yang ketat sehingga mengakibatkan satu

penyelenggara tidak dapat lagi bersaing dan dalam kurun waktu tertentu mengalami kerugian,

sehingga diakuisisi atau melakukan merger dengan penyelenggara lainnya.

Sedangkan integrasi vertikal terjadi untuk meningkatkan efisiensi ekonomi terutama bagi pelaku

industri yang menikmati skala ekonomi yang besar serta untuk meningkatkan market powernya

bagi penyelenggara dominan melalui ekspansi ke hulu dan hilir. Secara sederhana, dalam industri

konvergen pelaku usaha dapat dibedakan menjadi dua pelaku utama:

a. Penyedia infrastruktur dan jaringan;

b. Penyedia layanan/konten

Hal tersebut dikarenakan pada next generation network, penyedia layanan akan menjadi

independen dan terpisah dari penyediaan infrastruktur agar dapat lebih cepat dan lebih

ekonomis.11 Secara umum, dapat disimpulkan bahwa pada era konvergensi pasar akan

terkonsolidasi sehingga membuat penyediaan layanan konvergen menjadi lebih ekonomis dan

fleksibel.

Model bisnis dalam era konvergensi akan semakin kompleks dari yang semula cukup simpel.12

Akan terdapat banyak kerjasama anta penyedia layanan TIK, serta dimungkinkan adanya akuisisi,

merger, atau konsolidasi antar penyedia layanan untuk meningkatkan nilai ekonomis penyediaan

layanan konvergensi. Untuk itu, pemerintah perlu menyiapkan kerangka hukum yang dapat

memfasilitasi perubahan model bisnis pada era konvergensi.

3. Orientasi negara pada layanan konvergensi/industri konvergen

Layanan konvergensi dapat terdeliver dengan baik kepada pengguna apabila infrastruktur

broadband yang dibangun sudah cukup memadai. Infrastruktur broadband yang memadai diyakini

banyak pihak dapat memberikan benefit kepada negara melalui peningkatan pertumbuhan

ekonomi yang didrive melalui peningkatan produktivitas masyarakat. Menurut survei yang

dilakukan oleh Bank Dunia, bahwa peningkatan 10% penetrasi broadband, akan meningkatkan

GDB suatu negara hingga 1,38%. Selain itu, industri konvergen berbasis digital apabila

10 Andi Fahmi Lubis, Universitas Indonesia 11 Wang, Kan and Du, 2010 12 Joseph Garo, Telkom Infra

Page 17: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

7

dimonetisasi dengan baik oleh pemerintah, maka akan memberikan dampak yang sangat masif

terhadap perekonomian negara.

Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar serta memiliki pengguna internet

yang telah mencapai 34,9% dari jumlah populasi pada tahun 2014. Indonesia juga merupakan

pengakses sosial media yang cukup besar, hal tersebut yang menjadikan Indonesia sebagai target

besar dari global OTT, terlebih hingga saat ini Indonesia belum mempunyai konten OTT yang

mampu menyaingi global OTT. Facebook, Twitter dan penyedia konten lainnya ternyata memiliki

keuntungan yang cukup besar dari penggunanya. Facebook mendapatkan keuntungan 2 USD per

user, Linked In memperoleh keuntungan 1,5 USD, dan Twitter mendapatkan 1 USD Per User.

Gambar 4 : Revenue per User Media Sosial13

Keuntungan yang didapat tersebut, apabila dikalikan denagan jumlah pengguna di Indonesia,

maka keuntungan yang didapat oleh global OTT adalah sebagai berikut.

13 Henry Kasyfi S, APJII

Page 18: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

8

Gambar 5 : Proyeksi Keuntungan Media Sosial di Indonesia14

Melihat keuntungan yang sangat besar dari global OTT terhadap market yang ada di Indonesia,

merupakan sebuah potensi yang sangat besar apabila pemerintah dapat konsen bersama sama

dengan penyedia konten untuk mengembangkan konten dalam negeri yang dapat bersaing di

Indonesia.

Namun yang menjadi alasan mengapa konten-konten di dalam negeri tidak dapat berkembang

besar adalah karena penyediaan layanan konten merupakan bisnis jangka panjang. Penyedia

konten misalnya seperti google, baru memperoleh keuntungan setelah 5 tahun beroperasi.

Artinya, sebelum mereka mendapatkan keuntungan, mereka terus menggunakan modal yang

besar untuk beroperasi. Bisnis penyediaan konten hanya dapat dilakukan oleh perusahaan dengan

modal yang sangat besar, hal tersebutlah yang membuat penyedia konten di Indonesia sulit untuk

bersaing dengan penyedia konten global. Untuk itu perlu adanya dukungan yang kuat dari seluruh

stakeholder guna mengembangkan industri konten dalam negeri.

Untuk itu, terkait dengan konvergensi, maka ada beberapa hal yang harus diregulasi oleh

pemerintah untuk mengembangkan industri konvergensi di Indonesia. Berikut hal-hal yang perlu

dilakukan oleh pemerintah dalam hal regulasi.

14 Henry Kasyfi S, APJII

Page 19: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

9

Gambar 6 : Kebutuhan pengaturan Industri Konvergensi15

Dengan begitu, terdapat korelasi yang kuat antara pengembangan industri konvergen berbasis

digital dengan perekonomian suatu negara. Dimana pengembangan industri konvergen berbasis

digital yang kuat, akan memberikan keuntungan yang sangat besar terhadap sustainibilitas

perekonomian suatu negara.

Pengembangan industri konvergen berbasis digital harus diarahkan guna meningkatkan daya

saing bangsa Indonesia. Parameter daya saing bangsa adalah dengan terpenuhinya kondisi

ipoleksosbudhankan naisonal yang seimbang dan stabil.16 Industri konvergen berbasis digital

haruslah memberikan nilai lebih yang positif bagi setiap aspek negara.

Teknologi Informasi dan Komunikasi dewasa ini dapat mempengaruhi perubahan ideologi suatu

bangsa. Pemanfaatan TIK yang positif akan membawa masyarakat ke arah positif, begitu pula

sebaliknya informasi yang negatif akan membawa masyarakat menuju kepada disintegrasi dan

juga polarisasi antar masyarakat. pemanfaatan TIK yang positif artinya memberikan manfaat yang

baik bagi kehidupan masyarakat, sehingga dalam jangka waktu tertentu akan mengubah ideologi

atau pola pikir masyarakat secara keseluruhan. Untuk itu, peran negara dalam mendorong

pemanfaatan TIK yang lebih efektif dan efisien oleh masyarakat sangat diperlukan.

Selanjutnya terkait dengan aspek politik, pemanfaatan aplikasi TIK terbukti dapat memberikan

dampak positif dalam iklim politik dalam negeri. Saat ini peran TIK berbasis digital dalam dunia

politik sudah sangat jelas terlihat, misalnya dalam proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

pada Tahun 2014, dimana pemanfaatan TIK sebagai media kampanye sudah sangat masif

dilakukan oleh kedua calon Presiden dan Wakil Presiden. Pengguna internet yang semakin besar

merupakan faktor utama yang menyebabkan prilaku kampanye para peminpin negeri ini mulai

mamanfaatkan dunia cyber dalam mempengaruhi calon pemilih, dan hal tersebut akan terus

berkembang seiring dengan peningkatan penetrasi layanan internet di Indonesia. Selain itu,

15 Henry Kasyfi S, APJII 16 Marsekal Pertama TNI Ir. Prakoso, Kemenko Polhukkam

Page 20: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

10

pemanfaatan aplikasi TIK yang handal kedepan juga dapat menurunkan biaya demokrasi suatu

negara. Kedepan dengan aplikasi TIK yang handal, proses pemilihan umum dapat menggunakan

aplikasi TIK yang jauh lebih murah, cepat, dan lebih aman apabila diproteksi dengan baik.

Aspek selanjutnya terkait ekonomi, telah banyak data dan fakta yang menyebutkan bagaimana

perkembangan industri konvergensi berbasis digital memberikan dampak positif bagi peningkatan

perekonomian suatu negara. Amerika Serikat, sebagai negara adidaya dengan perekonomian yang

kuat memiliki industri digital yang cukup besar, dimana 21% dari total GDP (Gross Domestic

Product) dikontribusi dari industri digital di Silicon Valley. Salah satu industri digital paling

bertumbuh di Amerika Serikat adalah bisnis Video Game dimana pada tahun 2012, bisnis digital

ini menyumbang GDP sebesar 6,2 Milyar USD.

Selanjutnya dari sisi pemerintahan, layanan digital diyakini dapat memberikan keuntungan yang

sangat besar dalam menciptakan efisiensi dalam operasional pemerintahan. Aplikasi

pemerintahan seperti e-monitoring, e-office, e-health, dll terbukti dapat meningkatkan efisiensi

sitem birokrasi pemerintahan serta dapat menghemat anggaran yang cukup besar. Dengan begitu,

penghematan anggaran tersebut dapat dialokasikan kepada pembangunan infrastruktur yang

dapat berimpak secara langsung terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

e-government sebagai salah satu bentuk aplikasi yang dihasilkan melalui lahirnya layanan

konvergen berbasis digital merupakan aplikasi pelayanan masyarakat yang seharusnya dapat

diaplikasikan diseluruh instrument pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah

daerah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan layanan publik seperti perizinan,

pengurusan dokumen kependudukan, dan layanan publik lainnya. E-goverment dapat terlaksana

dengan adanya pemahaman bersama untuk pemanfaatan setiap aplikasi oleh aparat pemerintah

dan juga masyarakat di seluruh wilayah Indonesia, yang akan terwujud apabila diperoleh

pemerataan infrastruktur broadband dan penerapan aplikasi e-goverment yang bermanfaat bagi

masyarakat dan juga pengembangan edukasi aparat pemerintah dan masyarakat.

selanjutnya dari sektor kesehatan, layanan konvergen berbasis digital menawarkan pelayanan

kesehatan yang lebih berkualitas dan memberikan kemudahan bagi masyarakat. Menurut Dr. D.

Anwar Musadad, tantangan yang dihadapi dalam agenda pembangunan pasca 2015 antara lain:

1. Mengakhiri kemiskinan.

2. Memberdayakan Anak Perempuan, Kaum Perempuan dan Pencapaian Kesetaraan

Gender.

3. Meningkatkan Mutu Pendidikan dan Penerapan Belajar Seumur Hidup.

4. Menjamin Hidup Sehat.

5. Menjamin Ketahanan Pangan dan Gizi Baik.

6. Menjamin Tersedianya Akses Air Bersih dan Sanitasi.

7. Membangun Ketahanan Energi Berkelanjutan.

8. Menciptakan Lapangan Kerja, Penghidupan Berkelanjutan, dan Pertumbuhan

Berkeadilan.

9. Mengelola Aset Sumber Daya Alam secara Berkelanjutan.

10. Meningkatkan Penyelenggaraan Pemerintahan yang baik dan efektif.

11. Menjamin Kehidupan Bermasyarakat yang Aman dan Damai.

Page 21: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

11

12. Menciptakan Lingkungan Global yang Kondusif sebagai Katalisator Pembiayaan Jangka

panjang.

Target-target tersebut diatas mustahil untuk dicapai dalam waktu dekat tanpa bantuan aplikasi

digital yang membantu masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas. Aplikasi

berbasis digital memungkinkan masyarakat untuk dapat berkonsultasi secara online dengan

dokter, memungkinkan masyarakat dalam mendapatkan layanan kesehatan secara tepat waktu

dan lebih pasti tanpa perlu mengantri.

4. Orientasi masyarakat pada layanan konvergen/industri konvergen Pada era konvergesi semua perubahan ditentukan oleh prilaku pelanggan. Harapan pelanggan

dalam era konvergensi yaitu kebebasan dalam memiliki, tidak peduli tentang jaringan, mudah

digunakan, dan bisa menikmati layanan yang baru. Aspek-aspek yang dilihat oleh pelanggan

diantaranya kenyamanan (tampilan dan nuansa sama pada berbagai perangkat), layanan personal

(layanan individu untuk pengguna), Independence (setiap akses, perangkat, Lokasi atau waktu),

ketersediaan (kapan dan bagaimana bisa dihubungi).17

Kedepan masyarakat membutuhkan suatu layanan yang dapat meningkatkan efektivitas dan

efisiensinya dalam setiap aspek kehidupan, terutama dalam hal peningkatan produktivitas

masyarakat. Pemanfaaran aplikasi berbasis digital yang tepat secara langsung dapat berdampak

kepada peningkatan produktifitas masyarakat. Seperti diketahui, saat ini e-commerce di Indonesia

sedang berkembang cukup pesat, nilai transaksi e-commerce pada tahun 2014 mencapai 12 miliar

USD. E-commerce akan terus berkembang pada tahun tahun berikutnya apabila permasalahan

utama yang menghambat perkembangan e-commerce dapat diselesaikan oleh seluruh

stakeholder. Beberapa permasalahan yang menghambat perkembangan e-commerce di

Indonesia, antara lain:18

1. Minimnya kepercayaan dari masyarakat dengan sistem online

2. Penetrasi akses broadband yang rendah

3. Mahalnya berlangganan fixed broadband

4. Penetrasi pembayaran elektronik dan promosi

5. Terbatasnya logistik

Semakin berkembangnya teknologi yang diiringi dengan semakin kompleksnya kebutuhan dan

harapan pelanggan terhadap layanan konvergensi berbasis digital, menggiring penyelenggara

untuk terus berinovasi menyediakan layanan sesuai dengan ekspektasi dan mengikuti keinginan

pelanggan. Pada era konvergensi pelanggan atau masyarakat semakin menginginkan layanan yang

dapat meningkatkan kualitas hidup, seperti halnya M2M. oleh karena itu infrastruktur dan

teknologi yang memungkinkan untuk menyediakan layanan seperti yang diinginkan oleh

pelanggan harus terus dikembangkan oleh pelaku industri.

Fokus selanjutnya yang menjadi keinginan masyarakat terhadap industri konvergen berbasis

digital adalah layanan yang berkualitas, aman, dan harga yang terjangkau. Dengan adanya

17 Joseph Garo, Telkom Infra 18 Suhari Harliman, Ensemble

Page 22: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

12

network convergent dimana satu infrastruktur atau jaringan dapat digunakan oleh beberapa

penyelenggara dalam industri konvergen, maka akan menurunkan biaya penyedia layanan kepada

pengguna. Dengan begitu layanan yang diberikan kepada pengguna akan lebih terjangkau. Terkait

ekspekstasi masyarakat terhadap layanan yang berkualitas dan keamanan dalam mengakses

layanan, maka perlu campur tangan regulator yang kuat sehingga dapat megintervensi dalam

menentukan standar kualitas layanan dan keamanan sehingga memberikan kenyamanan kepada

masyarakat dalam mengakses layanan konvergensi.

5. Orientasi industri pada layanan konvergensi Pada era konvergensi, layanan TIK akan terkonvergensi dan dideliver kepada masyarakat secara

bundling. Namun, konvergensi yang terjadi tidak hanya pada level layanan, pada level

infrastruktur atau jaringan juga akan terkonvergensi. saat ini sudah memungkinkan satu satu

perangkat jaringan dapat mendeliver beberapa layanan yang berbeda. Misalnya saja seperti

layanan Tripleplay yang saat ini disediakan oleh satu perangkat jaringan, namun dapat mendeliver

layanan internet, TV kabel, Voice, dan layanan lainnya secara bersama-sama. Artinya semua

access technology digunakan untuk mengakses berbagai layanan.19

Pemanfaatan satu network oleh beberapa penyedia layanan akan meningkatkan efisiensi

penyediaan layanan oleh penyedia layanan TIK. Sehingga penyediaan layana konvergensi kedepan

akan lebih ekonomis karena biaya penyediaan akan lebih dapat ditekan melalui pemanfaatan

infrastruktur atau jaringan secara bersama.

Selanjutnya perkembangan teknologi ke depan, khususnya teknologi 5G memungkinkan adanya

konsep “one network, many industries”.20 Kedepan dengan adanya teknologi 5G memungkinkan

satu jaringan digunakan oleh beberapa industri dan menggunakan satu jenis frekuensi yang sama.

Kedepan tidak perlu alokasi frekuensi sendiri untuk mobil, dan frekuensi tersendiri untuk industri

elektronik. Semua industri akan menggunakan satu alokasi frekuensi yang sama dan kemudian di

slice sesuai dengan jenis industri yang menggunakan. Untuk itu, regulasi kedepan diperlukan

untuk mengatur dan mengakomodir hal ini.

5G memiliki karakteristik yang berbeda dengan generasi lainnya yang sebenarnya didesign untuk

mesin dan bukan hanya untuk manusia. Semua industri akan menggunakan satu alokasi frekuensi

yang sama dan kemudian di slice sesuai dengan jenis industri yang menggunakan dan untuk

kedepannya diperlukan suatu regulasi yang mengatur hal tersebut, sehingga ada regulasi yang

dapat melegalkan praktek spectrum pooling pada era konvergensi.

Saat ini sektor TIK merupakan sektor penyumbang PNBP terbesar kedua di Indonesia.21 Mayoritas

disumbang oleh BHP frekuensi yang dibayar oleh penyedia layanan TIK. Dengan adanya teknologi

konvergensi yang memungkinkan pemanfaatan spektrum frekuensi secara bersama, maka akan

terdapat efisiensi yang besar dari sisi industri TIK, serta pemerintah dapat mengalokasikan kembali

spektrum frekuensi tersebut untuk pengembangan mobile broadband sebagai salah satu fokus

pemerintahan saat ini.

19 Henry Kasyfi S, APJII 20 Yulianto Naserudin, Ericsson 21 Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika

Page 23: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

13

Industri konvergensi merupakan transformasi industri telekomunikasi, internet, dan media. Ke

depan ketiga sektor tersebut akan mengarah pada digitalisasi. Digitalisasi ketiga sektor tersebut

akan memberikan efisiensi yang cukup besar bagi industri untuk meningkatkan economic value

dari penyediaan layanan konvergensi. Saat ini tiga layanan tersebut sudah dapat dinikmati oleh

masyarakat melalui satu perangkat dan diprediksi akan terus berkembang seiring dengan

peningkatan penetrasi infrastruktur yang memadai dan harga layanan yang semakin terjangkau.

Page 24: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

14

BAB II Pokok-Pokok Pikiran tentang Konvergensi

1. Definisi Konvergensi

Berikut adalah definisi Konvergensi berdasarkan hasil forum konvergensi:

- “menyatukan seluruh informasi dan media dalam rangka adanya kreasi konten yang komplit

dan terpadu”, Dr. Ir. Endroyono, ITS

- “penggabungan teknologi komunikasi, komputasi dan konten yang semula diskrit, terpisah

dan menggunakan platform yang berbeda, mulai mendominasi kehidupan masyarakat,

usaha dan pemerintahan”, Surya Tarmizi, USU

- “kemampuan dari berbagai jaringan yang berbeda untuk menyalurkan layanan yang sama

atau kemampuan dari suatu jaringan untuk menyalurkan berbagai jasa yang berbeda” M. De

La Torre, C. Rush, “Key Regulatory Issues in the Era of Convergence”, June 2006,

Telecommunications Management Group”, ATSI

- “kondisi yang menciptakan efisiensi bandwith dan routing dan mulai dicirikan dengan

terjadinya interkoneksi IP antar infrastruktur dan platform aplikasi”, PT. Tritech Consult

- “ICT konvergensi terdiri dari device konvergen, network konvergen, lalu service dan aplikasi

konvergen. Intinya dari konvergen adalah seseorang dapat mendeliver semua service

dimanapun dan kapanpun”, APJII

- “Konvergensi teknologi, termasuk Internet of Things, perlu diimbangi dengan pemahaman

dan perlindungan privasi yang memadai”, ICT Watch

- ““gabungan” dari layanan sebelumnya yang masuk dalam kategori telekomunikasi,

penyiaran, internet serta jasa multimedia lainnya”, APJATEL

- “digunakan pada jaringan dan layanan TIK untuk menggambarkan suatu keadaan dimana

semua layanan tercakup menyatu dalam satu jaringan dan semua jaringan mampu

menyediakan semua jenis layanan”, Polhukkam

- “penggabungan atau pengintegrasian media-media yang ada untuk digunakan dan

diarahkan kedalam satu titik tujuan. Konvergensi media menyatukan computing

(memasukkan data melalui komputer), communication (komunikasi), dan content (isi

materi). Dimana Konvergensi Media menjadi bagian dalam Strategi Pengembangan Kota

menjadi Smart City.”, Pemda Malang

- “Penyatuan infrastruktur ICT, telekomunikasi, dan penyiaran dalam satu media transmisi

(pipe backbone) yang dikenal dengan konvergensi akan melahirkan konsekuensi terhadap

teknis, model bisnis dan regulasi”, MNC Media

- “Media convergence, dimana media lama dan media baru menyatu dalam kekinian. Media

lama akan tetap ada dimana media akar rumput (blog, forum, dll) dan media korporasi

(radio, TV, majalah, koran) bersinggungan. Dimana kekuatan media massa (radio, tv,

majalah) dan media consumer (media sosial, dll) saling berintegrasi”, Radio Republik

Indonesia

- “konvergensi merupakan penyatuan berbagai tipe media di dalam suatu infrastruktur

platform digital. Konvergensi dapat berupa dalam segala wujud layanan dan bisnis model

yang sudah terjadi saat ini dan sudah mempengaruhi gaya hidup”, Telkom

- “penggabungan konten yang berbeda-beda jenis dan karakternya, seperti teks, gambar,

suara, video, games, aplikasi dan konten lainnya dalam satu layanan terpadu yang bisa

Page 25: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

15

diterima dalam satu perangkat penerima yang jenisnya berbeda-beda (smartphone, Tabelt,

PC, smart tv, smartwatch)”, Trans TV

- “penggabungan beberapa platform infrastruktur yang berbeda-beda seperti telepon dan

internet dalam satu jaringan infrastruktur tunggal”, Trans TV

- “tersedia untuk any people, diakses oleh any terminal dan menawarkan atau mengirimkan

any service”, Menko Perekonomian

- “konvergensi infrastruktur jaringan dan diversifikasi layanan konten/aplikasi yang dapat

memenuhi tiga fungsi yaitu telekomunikasi, telekomunikasi/internet, dan

broadcasting/penyiaran”, Kemenko Polhukkam

- “penggabungan dua buah hal berbeda yang berbau media-media teknologi informasi dan

komunikasi yang sudah ada untuk digunakan dan diarahkan kedalam satu tujuan

yang mengarah pada penciptaan produk-produk yang aplikatif yang mampu

melakukan fungsi audiovisual sekaligus komputasi”, ITB

- “irisan antara telekomunikasi, computing, dan konten/publishing”, KPPU

- “kemampuan satu atau lebih jaringan untuk membawa services yang berbeda-beda. Atau

konvergensi dapat diartikan sebagai penggabungan beberapa industri di area komunikasi,

yang sebelumnya dianggap terpisah baik dari sisi komersil maupun dari sisi teknologi”,

ASPILUKI

- “keadaaan menuju satu titik pertemuan, memusat (kkbi), atau coming together of two or

more distinct entities or phenomena (whatis), the act of convrging and especially moving

toward union or uniformity (whebster), sehingga dari beberapa pengertian di atas dapat

disimpulkan bahwa konvergensi/konvergen adalah menyatunya berbagai macam bidang/hal

dalam satu wadah”, Telkom University

- “kondisi ideal dari suatu kondisi (state)”, Smart Fren

- “Convergence can be understood as the progressive merger of traditional broadcast and

internet services. Internet content has entered the traditional TV screen which at the same

time lost its role as unique possibility to consume audiovisual content at home”, Telkom

2. Layanan Konvergensi

Berikut adalah Layanan Konvergensi berdasarkan hasil forum konvergensi:

- “e-Commerce, eBook, online video, social network, Cloud, Mobile Application, Online Gaming,

Music, Software dan IT services, M2M”, Dr.Ir. Endroyono, ITS

- “Internet of Things, konsep/skenario dimana suatu objek yang memiliki kemampuan untuk

mentransfer data melalui jaringan tanpa memerlukan interaksi manusia ke manusia atau

manusia ke komputer. IoT telah berkembang dari konvergensi teknologi nirkabel, micro-

electromechanical systems (MEMS), dan Internet”, Surya Tarmizi, USU

- “e-pelayaran, e-fishing, e-cuaca, e-agriculture, e-kesehatan, cloud computing”, ATSI

- “smart home, wearables, smart city, smat grid, industrial internet, connected car, connected

health, smart retail, smart suppl chain, smart farming”, ICT watch

- “Smart Economy, Smart Mobility, Smart People, Smart Living, Smart Live, & Smart

Goverment”, Pemda Malang

- “E-Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan), E-Budgeting (penganggaran biaya), E-

Project Planing (perencanaan Kegiatan), E-Procurement (pengadaan Barang/jasa, E-Delivery

Page 26: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

16

(pengiriman barang/Jasa), E-Controlling (pengendalian), E-Performance (pengukuran

kinerja)”, Pemda DIY

- “layanan e-pendidikan berbasis suara, data, video, gambar (multimedia)”, Pustokkom

- “transportasi masa depan, smart home”, Qualcomm

- “CPE Trading (IT hardware), Mobile Device Trading, ICT Security Services, M2M Solution

Services, Mobility Services, Enterprise PI Services, CPE Services”, PINS Telkom

- “layanan automation perangkat dan mesin produksi”, Telkom

- “e-wallet, e-money”, Finnet

- “Cloud, Analytic, Mobility, Social media”, Telkom

- “Finance/Banking, Travel & Tourism, Health/Medical, Regional Development, Manufacturing,

Government service, Disaster management media & cultural, Education & training”, Kemenko

Perekonomian

- “Network security assessment and design; private LAN; surveillance system; secure internet

access; secure end-point solution; DRC system; secure web application; cyber intelligence”,

Telkom

- “24 hours online service, Business Intelligent Dashboard, Centralized Health Information

database (medical record), BPJS Kesehatan

- “location based service, e-commerce, entertainment service, connected devices, non-cash

payment service”, XL

3. Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi Berikut adalah Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi berdasarkan hasil forum

konvergensi:

- “penguatan regulasi bisnis dan teknologi, pengayaan kemampuan SDM melalui capacity

building (PT, Litbang, komunitas), investor dan penyelenggara”, Dr.Ir. Endroyono, ITS

- “multi stakeholder engangement, privacy protection, information literacy, development”, ICT

watch

- “pengembangan sumber daya manusia, penyusunan regulasi yang memadai, modernisasi

sistem, digitalisasi Informasi, penggunaan smart computing, pemanfaatan media baru untuk

proses diseminasi informasi dan komunikasi, integrasi sistem yang semula diprioritaskan pada

fasilitas umum Pemerintah Kota Malang akan ditingkatkan pada jaringan sosial, bisnis dan

ekonomi badan usaha dan swasta, pemberdayaan masyarakat untuk mendukung terciptanya

konten informasi lokal sebagai promosi potensi daerah”, Pemda Malang

- “Vertical Convergence (contohnya adalah dengan pembelian tiket secara online ataupun

melalui handphone), Horizontal Convergence (contohnya adalah penggunaan aplikasi yang

cenderung ghost mobile dimana penggunaan berbagai aplikasi dalam satu mobile phone),

Protocol Convergence (Dikarenakan di masa depan semuanya akan berbasis IP maka

diperlukan protokol untuk konvergensi), Physical Convergence (Physical convergence ini lebih

condong pada infrastruktur), Application Convergence (contohnya adalah dalam mengakses

satu halaman web kita dapat mengakses voice, text dan video), Kemenko Perekonomian

- “Cryptography (pengkodean informasi dari bentuk aslinya menjadi sandi yaitu bentuk yang

tidak dapat dipahami pihak lain), One Time Password (OTP) (password yang hanya dapat

digunakan sekali saja), Firewall (mengatur beberapa aliran lalulintas antara jaringan komputer

dan trus level yang berbeda), Kemenko Polhukkam

Page 27: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

17

- “Multiplatform (aplikasi dikunci dalam platform yang berbeda-beda), Responsive (namun di

Indonesia tidak ada yang mengurusi framework untuk responsive), Browser based (tidak bisa

dikunci oleh platform), Cloud based, Light”, ASPILUKI

- “Konvergensi lisensi (terutama lisensi jasa/layanan) (memudahkan setiap perizinan yang

muncul dari layanan-layanan baru), Kemudahan akses Layanan triple play”, Smartfren

- “tatanan Platform - Hub Nasional yang berperan menyediakan fungsi integrasi - replikasi atas

resource informasi nasional, proses peningkatan kualitas layanan, kecepatan pengelolaan

disiplin cyber dan keamanan informasi, pengurangan resource infrastruktur / delivery

informasi, kemudahan business model dan menjaga monetizing dilevel lokal / domestik”,

Telkom

4. Infrastruktur Konvergensi

Menjelaskan tentang jenis-jenis infrastruktur konvergansi yang dibutuhkan dalam upaya

pengembangan industri konvergensi berbasis digital di Indonesia, berikut strategi

pengembangannya.

Berikut adalah pandangan mengenai Infrastruktur Konvergensi berdasarkan hasil forum

konvergensi:

- “Fiber optik, data centre, monitoring data centre, Disaster Recovery”, Pemda DIY

- “1) Infrastruktur Telekomunikasi bergerak menjadi infrastruktur dan layanan yang menjadi

basis penyediaan semua aplikasi termasuk aplikasi komputasi dan penyiaran; 2) Penyiaran

mulai bertransformasi ke arah reposisi industri penyiaran digital. Industri penyiaran digital di

Indonesia dengan negara-negara maju lainnya memiliki karakteristik sangat berbeda. Dunia

telekomunikasi di negara-negara maju diawali dengan kematangan fixed line yang kemudian

di back up dengan seluler sebagai wireless back up. Sedangkan yang terjadi di Indonesia ketika

penyebaran PSTN belum merata dengan presentase rendah, namun sudah ditimpa wireless

seluler yang kemudian berkembang pesat. Dalam dunia penyiaran, di Eropa dan Amerika

bukan berbasis free to air namun berbasis kabel; 3) Teknologi komputasi menggunakan

jaringan telekomunikasi yang ditopang data center dan cloud” MNC media

- “mature, menjembatani kemudahan, kecepatan dan keterjangkauan layanan konvergensi

kepada masyarakat secara nasional”, Tritech Consult

- “Payment Gateway”, Finnet

- “Sistem Logistik Nasional”, IMT

- “Single National Broadband Network, dalam perencanaan dan pengelolaannya perlu sinergi”,

Indosat

5. Teknologi Konvergensi

Menjelaskan mengenai perkembangan teknologi yang mendukung konvergensi dan juga rencana

implementasi di Indonesia yang bermanfaat bagi terciptanya ekosistem digital konvergensi di

Indonesia.

Berikut adalah pandangan mengenai teknologi Konvergensi berdasarkan hasil forum konvergensi:

- “teknologi 5G akan menjadi teknologi konvergensi wireless masa depan”, Adit Kurniawan, ITB

; Rina Puji Astuti, Telkom University

- “Near-Field Communications(NFC) (Ultra Wide band (UWB),Radio Frequency Identification

(RFID)), Hotspots (DECT,WiFi,WiMax,OFDM), Celluar (GSM, CDMA,LTE), Broadcast (Digital

Page 28: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

18

Audio Broadcasting (DAB),Digital Multimedia Broadcasting (DMB), Digital Video Broadcasting

(DVB-H)), Network Intelligence yang terdistribusi”, Surya Tarmizi, USU

- “Platform hub nasional, menciptakan efisiensi bagi penyelenggaraan internet nasional baik

efisiensi biaya maupun bandwidth”, Tritech Consult

- “Implementasi konvergensi secara real di bidang media (infrastruktur) yaitu adanya hybrid

broadcast broadband television (HbbTV)”, Trans TV

- “ubiquitous connectivity, smart pipe, aggregation dan opnnes, vertical & cloud service”,

Huawei

6. Pemanfaatan Sumber Daya

Identifikasi sumber daya yang akan dipergunakan untuk layanan konvergensi berikut dengan

rencana pemanfaatan sumber daya secara optimal dan efisien, dan juga kebijakan dan regulasi

yang dapat mendorong pemanfaatan sumber daya yang efisien.

Berikut adalah Pendekatan Pemanfaatan Sumber daya telekomunikasi berdasarkan hasil forum

konvergensi:

- “spektrum frekuensi harus dibuka untuk pemanfaatan >60GHz untuk kebutuhan device-

device communication”, Adit Kurniawan, ITB

- “kebutuhan kebijakan dan regulasi fleksibilitas spektrum frekuensi”, SDPPI

7. Pendekatan Implementasi Layanan Konvergensi

Menjelaskan mengenai rencana industri telekomunikasi dalam mengimplementasikan layanan

konvergensi ke depan dan juga pendekatan bisnis, teknis dan regulasi untuk mengawal

implementasi layanan konvergensi.

Berikut adalah Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi berdasarkan hasil forum

konvergensi:

- “perkembangan TIK yang bermuara pada konvergensi layanan komunikasi dan informasi

memberi inspirasi bagi akademisi dan peneliti untuk melakukan penilitian di sekitar

pemanfaatan TIK dan implikasi nya bagi masyarakat. Dan hal ini akan mendorong muncul nya

era Ekonomi Digital”, Tritech Consult

- “arsitektur keamanan: autentikasi, integritas, kerahasiaan, non-repudiation, access control,

audit”, BPJS Kesehatan

8. Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN)

Menjelaskan kebijakan dan regulasi yang akan ditempuh untuk dapat meningkatkan peran dalam

negeri dalam perkembangan layanan konvergensi di Indonesia melalui pemanfaatan perangkat

produksi dalam negeri.

Berikut adalah Pandanga mengenai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) berdasarkan hasil

forum konvergensi:

- “TKDN menjadi kunci utama dalam mengembangkan ekosistem nasional dan penguasaan

teknologi”, Tritech Consult

Page 29: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

19

9. Model Bisnis Konvergensi

Menjelaskan model bisnis ideal dalam penyediaan layanan digital berbasis konvergensi, agar

dapat optimal dan berdaya saing secara global.

Berikut adalah pandangan mengenai Model Bisnis Konvergensi berdasarkan hasil forum

konvergensi:

- “Model bisnis konvergensi akan berubah dari industri yang one-sided menjadi two-sided

relation” Utomo Sarjono Putro, SBM ITB

- “Konvergensi akan menciptakan Model Bisnis yang Multi-Sided”, KPPU

10. Penyelenggaraan Konvergensi (Struktur Industri dan Lisensi)

Menjelaskan tentang penyelenggaraan bisnis industri telekomunikasi ke depan, yakni mengenai

rencana restrukturisasi struktur industri telekomunikasi dan lisensi penyelenggaraan yang efektif

dan efisien di Indonesia.

Berikut adalah pandangan terhadap penyelenggaraan Konvergensi berdasarkan hasil forum

konvergensi:

- “Industri Konvergen akan merger secara vertikal dan horizontal menjadi satu raksasa

monopoli, penyelenggaraan konvergensi secara sederhana dapat dipisahkan menjadi dua

pelaku utama yakni Penyedia infrastruktur dan jaringan serta Penyedia layanan/konten.

Dalam sisi horizontal akan terjadi kecenderungan integrasi, Dalam sisi vertikal akan terjadi

kecenderungan disintegrasi. Ekspansi vertikal dapat meningkatkan efisiensi ekonomi

terutama bagi pelaku industri yang menikmati skala ekonomi yang besar, Operator/pelaku

industri yang telah memegang posisi monopoli/dominan dalam suatu jaringan dapat

meningkatkan market powernya melalui ekspansi ke hulu dan hilir”, UI

- “penyusunan perangkat peraturan yang jelas, konsisten, tidak diskriminatif. Penciptaan

kompetisi yang sehat dan setara. Reformasi penarikan layanan dari berbasis jarak dan waktu

menjadi volume dan kualitas. Dan harus memperhatikan UNIFIED ACCESS LICENSING biaya

penggunaan (BHP) frekuensi untuk layanan seluler dan FWA akan sama”, Tritech Consult

11. Peran Negara dalam Industri Konvergensi

Menjelaskan peran negara yang dapat dilakukan dalam menunjang perkembangan industri

konvergensi berbasis digital.

Berikut adalah Peran negara dalam industri konvergensi berdasarkan hasil forum konvergensi:

- “1) Wajib melindungi Warga Negara, Hak Asasi Manusia, dan Kedaulatan Negara, 2) Jaminan

keterbukaan informasi publik untuk parsitipasi publik dan pengawasan oleh masyarakat serta

jaminan keotentikan informasi publik, 3) Kelancaran Pelayanan Publik dan

Interoperabilitasnya yang mempunyai keamanan dan ketahanan terhadap serangan atau

ancaman, 4) Transparansi kewenangan yang sesuai dengan maksud dan tujuan serta sesuai

dengan prinsip hukum (efektifitas), 5) Optimalisasi dan Efisiensi Sumber Daya yang

mensejahterakan masyarakat, khususnya pembelanjaan negara untuk dinamika modernitas

sistem penyadapan (satu gerbang untuk semua kewenangan), 6) Jaminan akuntabilitas

penyelengaraan sistem pemerintahan, 7) Kondisi kesiagaan dan reaksi cepat tanggap

terhadap setiap potensi ancaman dan serangan untuk memberikan keamanan bagi penduduk,

bangsa dan Negara”, Kemenko Polhukkam

Page 30: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

20

- “mengawasi penyelenggara kegiatan di bidang telematika/konvergensi di era kompestisi

harus adil fair, dan "equal level playying field".telematika untuk mempersatukan bangsa,

sektor swasta dan iklim usaha”, Tritech Consult

- “1) Negara berkewajiban menyelaraskan antara kepentingan publik dan kepentingan usaha

dari industri konvergensi yang terdiri dari multi dimensi, demi terciptanya iklim usaha bidang

konvergensi media yang kondusif, 2) Regulasi yang dibuat oleh negara harus mendukung

semua stake holder konvergensi dalam mencapai tujuannya tersebut serta mampu

memberikan perlindungan hukum kepada pelaku industri, mengembangkan kompetisi yang

sehat, dan tetap update dengan kemajuan teknologi, 3) Selain itu, Negara juga perlu

mempersiapkan rencana jangka panjang (masterplan) yang visioner dan tanggap terhadap

perkembangan industri media, baik dari sisi konten maupun teknologi, 4) Masterplan

menjelaskan tentang peluang usaha industri konvergensi media, studi keekonomian industri,

serta pemetaan perkembangan teknologi dan SDM, 5) Memberikan perlindungan kepada

masyarakat terhadap pengaruh buruk konvegensi”, Trans TV

12. Peran Masyarakat dalam Industri Konvergensi

Menjelaskan mengenai peran masyarakat dalam industri konvergensi telekomunikasi di

Indonesia.

Berikut adalah Peran masyarakat dalam industri konvergensi berdasarkan hasil forum

konvergensi:

- “empowerment dari pengguna untuk dapat memanfaatkan layanan aplikasi konvergensi

seperti merubah cash menjadi non-cash”, Bank Indonesia

- “pengguna harus memberikan informasi yang valid terkait dengan terjadinya keamanan pada

transaksi konvergensi” Asosiasi Asuransi

13. Perlindungan Pengguna

Menjelaskan mengenai pentingnya implementasi kebijakan dan regulasi perlindungan pengguna

telekomunikasi di Indonesia, dan juga rencana implementasi kebijakan dan regulasi perlindungan

pelanggan ke depan.

Berikut adalah pandangan mengenai perlindungan pengguna pada konvergensi berdasarkan hasil

forum konvergensi:

- “mampu memberikan pemenuhan standar dan perlu nya jaminan hak publik dalam

pengaturan konvergensi media TIK”, Tritech Consult

- “mensyaratkan keterbukaan informasi atas produk dan jasa yang diperdagangkan serta

kewajiban menyelenggarakan sistem elektronik yang andal dengan aspek kemanan yang

prudensial”, BPKN

14. Pertahanan dan Keamanan Negara

Menjelaskan peran peran industri konvergen berbasis digital dalam upaya menjaga pertahanan

dan keamanan negara pada matra ciber. Termasuk mengantisipasi potensi gangguan pertahanan

dan keamanan negara yang mungkin terjadi.

Berikut adalah Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi berdasarkan hasil forum

konvergensi:

Page 31: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

21

- “Keamanan Aplikasi (Application Security), Keamanan/Ketahanan Informasi (Information

Security), Keamanan Jaringan (Network security), Pemulihan Bencana (Disaster recovery /

business continuity planning), Pendidikan dan Pelatihan (End User Education)”, Kemenko

Polhukkam

- “Penyelenggara dan pemerintah harus mampu membatasi dan merumuskan kebijakan dan

regulasi keamanan negara dalam hal Penyadapan”, Tritech Consult

- “1) Peran pada penyelenggaraan fungsi penangkalan ancaman siber/telematika (Mendukung

terwujudnya efek psikologis untuk mencegah dan meniadakan ancaman siber/telematika,

dari dalam negri maupun luar negri, Mendukung pembangunan dan pembinaan kemampuan

dan daya tangkal negara), 2) Peran pada penyelenggaraan fungsi penindakan ancaman

siber/telematika, 3) Peran pada penyelenggaraan fungsi penanggulangan ancaman

siber/telematika”, Kementerian Pertahanan

- “1) Memiliki personel Kemenhan/TNI yang mempunyai kompetensi cyber operation, yaitu

diantaranya cyber pasif (defence), cyber intelligence (media monitoring, propaganda,

analisis), cyber aktif (attack). 2) Memiliki infrastruktur, aplikasi dan tata kelola, cyber di

Kemenhan/TNI yang akan menjadi pusat kendali dan pendukung kegiatan Cyber Operation”,

Telkom

15. Optimalisasi dan Utilisasi Layanan Konvergen untuk Ekonomi, Sosial, Budaya,

Pemerintahan dan Layanan Publik

Menjelaskan mengenai optimalisasi dan utilisasi layanan konvergensi untuk kegiatan yang

berkaitan dan juga memperkuat sektor ekonomi, budaya, pemerintahan dan layanan publik

melalui teknologi telekomunikasi konvergen.

Berikut adalah Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi berdasarkan hasil forum

konvergensi:

- “kebijakan konvergensi dalam TIK meng optimalkan informasi ekonomi,sosial dan budaya

khususnya eknomi dapat memberi potensi bisnis dan mengakibatkan nya tercipta nya suatu

pasar baru yang mendorong perkembangan suatu ekonomi berbasis industri manufaktur

menjadi era ekonomi digital yang berbasiskan Informasi TIK sehingga pemerintah pun

mempunyai kontribusi terhadap publik”, Tritech Consult

- “E-Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan), E-Budgeting (penganggaran biaya), E-

Project Planing (perencanaan Kegiatan), E-Procurement (pengadaan Barang/jasa, E-Delivery

(pengiriman barang/Jasa), E-Controlling (pengendalian), E-Performance (pengukuran

kinerja)”, Pemda DIY

16. Kebijakan yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi

Menjelaskan mengenai kebijakan yang diperlukan untuk mendorong implementasi konvergensi

supaya tercipta industri konvergensi yang efektif dan efisien baik dari sektor terkait dan sektor

TIK.

Berikut adalah Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi berdasarkan hasil forum

konvergensi:

- “kebijakan pembebasan spektrum frekuensi”, Adit Kurniawan, ITB

- “ Mengatur penyediaan Jaringan backbone nasional, Mengatur penyediaan jaringan akses

(mobile & fixed), Mengatur hubungan antara Jaringan dengan Aplikasi & Konten, Mengatur

Page 32: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

22

Gerbang NKRI dunia-cyber, Mengatur penyelenggaraan telekomunikasi tidak bertanggung

jawab atas isi/materi konten, Mengatur penyelenggaraan telekomunikasi oleh OTT global,

pengaturan tarif jasa konvergensi”, ATSI

- “(1) pengaturan hukum dan regulasi, (2) pembinaan dan pengawasan bisnis – industry, (3) self

regulasi dikalangan bisnis-industry (4) sistem dan lembaga keamanan informasi yang efektif

(5) pelatihan, kampanye awareness, sosialisasi dan edukasi konsumen. Adapun langkah post

transaksi bisa meliputi (1) pembuatan daftar hitam (2) penyelesaian sengketa (3) blokir akses,

akun atau rekening (4) advokasi, konsultasi dan pendampingan (5) penegakan hukum.”, BPKN

- “keamanan privacy atas konvergensi, pengembangan konvergensi khususnya IoT dibuat untuk

menjadi lebih personal salah satunya dengan melakukan penjejakan perilaku melalui

persistent identifier”, ICT watch

- “1) Pemerintah Pusat dan Daerah diharapkan dapat menerbitkan ketentuan dan kemudahan

tentang Ijin Pemanfaatan Barang Milik Negara/ Daerah baik yang dikuasai maupun yang telah

disisihkan ke dalam Badan Usaha Milik Negara/Daerah untuk dimanfaatkan seoptimal

mungkin oleh seluruh pelaku industry TIK dalam rangka percepatan penyebaran Jaringan

broadband akses ke seluruh wiayah Indonesia, 2) Menetapkan sanksi yang berat kepada

Pengelola Gedung atau Kawasan yang melakukan praktek ekslusivitas seperti berupa

pencabutan IMB atau Izin Usaha, 3) percepatan pembangunan infrastruktur komersial yang

dibangun pelaku usaha melalui penyiapan infrastruktur pasif dalam bentuk “Saluran/ducting

Bersama” khususnya pada jalur utama dalam kota, serta “Tiang Bersama” untuk kepentingan

penempatan instalasi kabel juga pada titik tertentu dapat dimanfaatkan bersama untuk

kepentingan instalasi micro cell pole, 4) bentuk konsorsium penyediaan Jaringan Backbone

berbasis kabel serat optic yang bersifat “neutral” menghubungkan seluruh Ibukota Propinsi,

Kotamadya, Kabupaten, Kecamatan bahkan sampai ke pedesaan”, APJATEL

- “pembentukan badan siber nasional”, Kemenko Polhukkam

- “Incentives in developing broadband infrastructures, speed up IBP (Keppres 96/2014),

Regulatory reform toward convergence regulations, Develop national ecosystem of

convergence industry, Empowering Association in Self Regulatory Industry (MIKTI, APJII,

MASTEL, APPUI etc)”, Widi Amanasto

- “indonesia perlu memiliki agenda riset aplikatif yang focus pada bidang-bidang tertentu

dengan melibatkan konvergensi teknologi tik untuk meningkatkan daya saing kompetitif

perekonomian berdasarkan keunggulan sumber daya alam dan sdm yang berkualitas sesuai

rpjmn 2015—2019”, Puspitek

- “research and development untuk handset lokal”, Tata Sarana

- “kebijakan tambahan yaitu IMEI Kontrol disisi OPERATOR SELULAR, agar PONSEL selundupan

tidak bisa dipakai di Indonesia”, Polytron

- “1) USO untuk ICT di bidang Pendidikan dalam bentuk pengurangan BHP Dalam upaya

penyediaan infrastruktur pendidikan di daerah-daerah yang susah dijangkau, pemerintah

diharapkan memberikan kemudahan dalam hal pengurangan BHP, 2) Kebijakan multi-years

contract untuk layanan internet Sekolah, Dengan adanya kebijakan tender tiap tahunnya,

maka akan mempersulit bagi supplier dan demand, dimana ketika proyek masih diperlukan

dalam jangka panjang harus melakukan tender ulang. Hal ini tentu akan kurang efisien, 3)

Standarisasi Sistem Manajemen Sekolah, 4) Standarisasi ID Siswa”, Telkom

- “regulasi yang melindungi media industri dengan melakukan sesuatu terhadap piracy secara

sistematis. Digital divide kaitannya dengan kesenjangan digital harus disikapi dengan lebih

Page 33: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

23

bijaksana dan komprehensif. Bisnis model terkait dengan masalah perpajakan, aliran dana,

dan perolehan keuntungan. Menciptakan internet positif, dengan memberikan pendidikan

pada konsumen”, Telkom

- “Road Map e commerce, RPP e commerce, lembaga akreditasi e-commerce”, IdEA

- “kebijakan transisi dari pembayaran tunai menjadi non-tunai, regulasi KYC dnan AML”, Telkom

- “kebijakan mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual”, UGM

- “kebijakan mengenai perlindungan data pribadi”, UNPAD

- “1) infrastruktur sumber daya Umum untuk jaringan telekomunikasi –cara suatu hak,

Spectrum, Nomor; 2) Interkoneksi; 3) Pemutusan jumlah monopoli; 4) Pengaruh peluang

untuk node monopoli dalam jaringan; 5) Pencapaian pembangunan jaringan infrastruktur

yang lebih cepat”, Kemenko Perekonomian

- “pembangunan postur pertahanan negara juga harus diarahkan untuk dapat memanfaatkan

ruang angkasa dan ruang siber bagi kepentingan pertahanan negara serta mampu

menghadapi ancaman; pembangunan pertahanan siber; pembangunan kemampuan Network

Centric Warfare (NCW); Pembinaan potensi dan pemberdayaan wilayah pertahanan di bidang

telematika, akselerasi perancangan RUU; industry konvergensi perlu mempertimbangkan

beberapa aspek, diantaranya aspek keseimbangan, aspek kemandirian, aspek regulasi, aspek

keamanan, aspek penyebaran, aspek geostrategic, aspek dinamika ancaman, dan aspek

pertahanan wilayah”, Kementerian Pertahanan

- “defence and security infrastructure, critical infrastructure dan public institution

infrastructure”, Kementerian Polhukkam

- “broadband menjadi bagian modernisasi ekonomi”, Ensemble

- “Ownership of the network, Intellectual Property Rights, Market definitions, Capital

expenditure, Consumer protection”, UI

- “1. Peraturan terkait Teknologi Digital dan Sistem Informasi di Industri Asuransi 2. Cross selling

/ bundling product antara asuransi dengan industri keuangan lainnya 3. Kewajiban Mengenali

Nasabah 4. Rating Agency 5. Pembayaran Premi Melalui Digital Payment Gate 6. Kerahasiaan

Data Nasabah 7. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)”, Asosiasi Asuransi Umum

- “kebijakan pemanfaatan sumber daya secara bersama dan memperkenalkan fleksibilitas

spektrum”, H3I

17. Regulasi yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi

Menjelaskan mengenai regulasi yang diperlukan untuk mendorong implementasi konvergensi

supaya tercipta industri konvergensi yang efektif dan efisien. Regulasi dalam sektor terkait dan

regulasi dari penyelenggaraan konvergensi.

Berikut adalah Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi berdasarkan hasil forum

konvergensi:

- “1) Menjamin kompetisi yang fair antara penyedia jaringan telekomunikasi dan layanan dalam

“satu platform” yang konvergen, 2) Memungkinkan kompetisi di model bisnis vertikal dan

inovasi, 3) Menjaga tingkat persaingan dan netralitas teknologi, 4) Menjaga kepentingan

pelanggan, 5) Membuat regulasi yang fleksibel, terbuka tetapi konsisten, termasuk dalam

program USO, 6) Memungkinkan proses regulasi yang dilakukan juga secara konvergen,

termasuk penyiapan SDM penunjang industri konvergensi”, Dr.Ir. Endroyono, ITS

Page 34: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

24

- “1. Pengaturan penyelenggaraan layanan , 2. Pengaturan pertahanan dan keamanan

sibernetik , 3. Pengaturan perlindungan konsumen. Hal ini mencakup perlindungan konsumen

terhadap fraud yang sistemik, karena sifat dari sistem digital, Konvergensi Digital dan

telekomunikasi digital yang umumnya dibuat secara terpusat sehingga bila terjadi fraud atau

kegagalan system akan berdampak pada konsumen dalam cakupan yang luas. , Integrasi

sektor telekomunikasi dan informatika termasuk penyiaran. Tidak dimasukkannya sektor

penyiaran di dalam RUU Konsvergensi Digital yang selama ini disiapkan dikhawatirkan akan

menyebabkan penyempitan makna Konvergensi Digital yang berujung pada hambatan bagi

mekanisme persaingan sehat untuk peningkatan nilai tambah bagi konsumen dan bagi

perekonomian nasional”, BPKN

- “national digital ecosystem yang netral, MVNO/NO, open akses jaringan, dukungan keuangan

domestic”, APJII

- “ Lisensi, Interkonesi, QoS and Security, Net-Neutrality, Outsourcing, Scarce Resources,

Regulatory Charges and Right of Way, Merger & Acquisition, Akses Universal, Perlindungan

Konsumen, Persaingan Usaha, Kelembagaan Regulator”, Widi Amanasto

- “tower jaringan, fasilitasi ducting bersama”, Pemprov Jabar

- “1) Penerapan TDKN utk 4G, 2) Penerapan IMEI kontrol, 3) Penetapan standard ponsel

Indonesia; PCBA dan aplikasi dalam ponsel, 4) Migrasi 2G ke 3G, pengurangan jaringan 2G, 5)

Dis-insentive produksi ponsel 2G dan penggunaannya”, Polytron

- “regulasi yang memungkinkan fleksibilitas spektrum, karena ke depan spektrum frekuensi

secara fleksibel bisa dipakai untuk teknologi dan layanan apapun”, Ericsson

- “1) Prinsip Fair Use/Fair Dealing, 2) Copyright permission, 3) Free use vs. permission culture

4) Public Domain”, UGM

- “1) Prinsip perlindungan (Pembatasan dalam pengumpulan data pribadi; Kesepakatan; Proses

pengelolaan dan pengungkapan data pribadi harus sesuai dengan tujuan; Kualitas data /

Integritas Data; Keamanan data pribadi; Akurasi; Akses Data;Retensi; 2) Mekanisme, 3) Hak

dan kewajiban, 4) Lembaga, 5) Sanksi”, UNPAD

- “Economic Regulation, Content Regulation, Competition Regulation, Spectrum Regulation”,

KPPU

- “1) Product Regulation, 2) Microprudential (soundness of an entity), 3) Regulation of

Competition, 4) Infrastructure Regulation (payment system, securities exchanges, and

reinsurance facilities, with focus on market), 5) Macroprudential & Safety net (soundness of

the sector), 6) Consumer Protection Regulation, 7) Public Policy Regulation, ‘8) AML/TF

Regulation” KPPU

- “spectrum sharing, spectrum pooling, MVNO, National Roaming”, H3I

- “Evaluasi PNBP, terutama BHP Frekuensi, Paket Regulasi Persaingan Sehat anti Predatory

Pricing, Evaluasi rantai nilai industri, termasuk OTT, Paket Regulasi Harmoni Jaringan dengan

OTT Nasional, Paket Regulasi Perlindungan dalam Bisnis Global, dan Koordinasi antar

Kementerian & Lembaga agar Regulasi 1-Pintu”, Indosat

- “Licensing, Quality of services, Security requirements, Privacy requirements, Obligations (e.g.

USO, corporate tax obligations)” Telkom

Page 35: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

25

BAB III Opsi Bentuk Legislasi Konvergensi

1. Perundangan Eksisting TIK

Konvergensi industri digital TIK bukan hanya berbicara mengenai ruang lingkup telekomunikasi,

namun juga ada beberapa ranah industri yang akan saling berkaitan secara erat. Dari definisi, layanan

konvergensi dan penyelenggaraan layanan konvergensi dimana konvergensi merupakan platform

multi dimensi industri, maka penyusunan RUU konvergensi untuk menggantikan UU Telekomunikasi

sangat perlu mempertimbangkan adanya UU lain yang berkaitan, yakni UU Penyiaran, UU ITE, UU

Persaingan Usaha, UU Perlindungan Konsumen, dan juga UU yang lain.

Untuk memberi gambaran yang menyeluruh tentang cakupan undang-undang konvergensi yang akan

dibuat, berikut disajikan keterkaitan konvergensi dengan undang-undang yang sudah ada.

Gambar 7 : Gambaran industri sektor TIK, dan Undang-Undang yang sudah ada22

Dari gambaran sederhana di atas, nampak bahwa lingkup pengaturan dari masing-masing aturan

perundangan yang telah ada secara prinsip sudah sesuai dengan peruntukannya masing-masing.

Namun demikian, dalam kenyataan di lapangan, beberapa pasal ada yang kurang aplicable dan ada

pula yang masih tumpang-tindih sehingga memerlukan upaya perbaikan dan harmonisasi.

22 Naskah Akademis RUU Telekomunikasi

Page 36: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

26

a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

Penyiaran merupakan salah satu penyelenggaraan telekomunikasi khusus berdasarkan

Undang-undang Telekomunikasi 1999 yang saat ini diatur berdasarkan Undang-undang No. 32

Tahun 2002 tentang Penyiaran23. Penyelenggaraan Telekomunikasi adalah pihak-pihak yang

melakukan kegiatan telekomunikasi dan diatur secara khusus dalam Undang-undang

Telekomunikasi 1999.

Menurut Asril Sitompul kegiatan telekomunikasi adalah memberikan Layanan telekomunikasi

yang terdiri dari kegiatan penyediaan dan pelayanan sarana dan/atau fasilitas

telekomunikasi24. Sedangkan menurut Undang-Undang Telekomunikasi menggolongkan

penyedia telekomunikasi ke dalam tiga (3) jenis pelayanan yaitu penyedia jaringan, penyedia

layanan dan penyedia telekomunikasi khusus.

Dalam mengatur mengenai penyelenggaraan telekomunikasi ini, Pemerintah Republik

Indonesia telah menyusun Peraturan Pemerintah yang khusus mengatur mengenai

penyelenggaraan telekomunikasi yaitu Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang

Penyelenggaraan Telekomunikasi. Perlunya dibuat Peraturan Pemerintah tentang

Penyelenggaraan Telekomunikasi ini karena dianggap perlunya suatu peraturan untuk

menjabarkan ketentuan Penyelenggaraan telekomunikasi yang sudah diatur dalam Undang-

undang Telekomunikasi 1999. Hal ini juga mengingat karena penyelenggaraan telekomunikasi

yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam kehidupan bernegara dan

bermasyarakat serta memperlancar dan meningkatkan hubungan antar negara harus

senantiasa ditingkatkan kualitas pelayanannya. Salah satu untuk cara untuk meningkatkan

kualitas pelayanan di bidang telekomunikasi adalah dengan membuat pengaturan yang dapat

memberikan kejelasan dan ketegasan dalam penyelenggaraan telekomunikasi25.

Selain penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi, Peraturan Pemerintah ini juga

mengatur mengenai Penyelenggaraan telekomunikasi khusus diselenggarakan untuk

keperluan sendiri, pertahanan keamanan negara dan penyiaran. Penyelenggaraan

telekomunikasi ini diselenggarakan apabila penyelenggaraannya tidak dapat dipenuhi oleh

penyelenggara jaringan atau jasa telekomunikasi, lokasi kegiatannya belum terjangkau oleh

penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi serta kegiatannya memerlukan jaringan

telekomunikasi tersendiri dan terpisah. Selanjutnya penyelenggaraan telekomunikasi khusus

dibatasi untuk tidak melakukan penyelenggaraan telekomunikasi di luar peruntukkannya,

disambungkan ke jaringan telekomunikasi lainnya dan memungut biaya dalam bentuk apapun

atas pengoperasiannya26.

Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Telekomunikasi, diatur bahwa

penyelenggaraan telekomunikasi khusus dapat dilakukan oleh perseorangan, instansi

pemerintah dan badan hukum selain penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi.

Penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan perseorangan adalah

penyelenggaraan telekomunikasi guna memenuhi kebutuhan perseorangan misalnya amatir

radio dan komunikasi radio antar penduduk. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk

keperluan instansi pemerintah adalah penyelenggaraan telekomunikasi untuk pelaksanaan

23 Untuk selanjutnya dalam kajian ini disebut dengan Undang-undang Penyiaran 2002 24 Asril Sitompul, Op. Cit., hlm 28 25 Lihat Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. 26 Lihat Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi

Page 37: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

27

tugas-tugas umum instansi tersebut, misalnya komunikasi departemen atau komunikasi

pemerintah daerah27.

Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk dinas khusus adalah penyelenggaraan

telekomunikasi untuk mendukung kegiatan dinas yang bersangkutan antara lain, kegiatan

navigasi, penerbangan atau metrologi. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk badan

hukum adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik

Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Swasta atau koperasi,

misalnya telekomunikasi Perbankan, telekomunikasi pertambangan atau telekomunikasi

perkeretaapian28.

Untuk menyelenggarakan telekomunikasi khusus, pemohon diwajibkan untuk mengajukan

permohonan izin tertulis kepada Menteri. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk

keperluan perseorangan dan dinas khusus tidak memerlukan izin prinsip. Penyelenggaraan

telekomunikasi khusus untuk keperluan pertahanan keamanan negara tidak memerlukan izin

prinsip dan izin penyelenggaraan29.

Penyiaran merupakan jenis dari penyelenggaraan telekomunikasi khusus, maka untuk

penyiaran permohonan izin telekomunikasi khusus, pemohon wajib memenuhi persyaratan

berbentuk badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang penyiaran, mempunyai

kemampuan sumber dana, sumber daya manusia di bidang penyiaran30.

Untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan

penyiaran, menteri mengumumkan peluang usaha dalam menyelenggarakan telekomunikasi

khusus untuk keperluan penyiaran kepada masyarakat secara terbuka. Pengumuman

sebagaimana dimaksud sekurang-kurangnya memuat31:

a. Jumlah penyelenggara

b. Lokasi dan cakupan penyelenggara

c. Persyaratan dan tata cara permohonan izin

d. Tempat dan waktu pengajuan permohonan izin

e. Biaya-biaya yang harus dibayar

f. Kriteria seleksi dan evaluasi untuk penetapan calon penyelenggara telekomunikasi.

g. Penetapan izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan penyiaran

dilakukan melalui seleksi.

Selain Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan telekomunikasi,

penyelenggaraan penyiaran yang juga menggunakan spektrum frekuensi radio, diatur secara

lebih khusus dalam Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum

Frekuensi Radio dan Orbit Satelit. Spektrum Frekuensi radio adalah kumpulan pita frekuensi

radio32. Dalam penyelenggaraan penyiaran spektrum frekuensi radio digunakan sebesar-

27 Danrivanto Budhijanto, Op. Cit. hlm 52, diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan

Telekomunikasi 2000 28 Ibid. diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Telekomunikasi 2000

29 Ibid.hlm. 54, diatur dalam Pasal 52 Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Telekomunikasi 2000

30 Ibid. diatur dalam Pasal 60 Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Telekomunikasi 2000

31 Ibid. diatur dalam Pasal 61 Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Telekomunikasi 2000

32 Pasal 1 huruf 13 Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan

Orbit Satelit. Bandingkan dengan Pasal 1 butir 8 Undang-undang Penyiaran 2003, yang dimaksud dengan

spektrum frekuensi radio adalah gelombang elektromagnetik yang dipergunakan untuk penyiaran dan merambat

di udara serta ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik dan sumber daya alam

terbatas.

Page 38: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

28

besarnya oleh Negara Republik Indonesia untuk kemakmuran rakyat melalui administrasi yang

dilakukan oleh Pemerintah33.

Salah satu contoh kasus yang terkait bidang penyiaran dan hukum telekomunikasi adalah

tentang The Geneva 2006 Frequency Plan Agreement, yang merupakan perjanjian

internasional yang dibuat oleh ITU (International Telecommunication Union). Ketentuan ini

berisi adanya kewajiban bagi seluruh negara anggota dunia harus menggunakan siaran digital

dan hal ini juga diwajibkan bagi Indonesia sebagai negara anggota untuk beralih dari tv analog

ke tv digital. Migrasi dari tv analog ke digital ini sangat terkait dengan penyelenggaraan

penyiaran dan spektrum frekuensi radio yang digunakan, yang sangat terkait dengan

pembahasan mengenai penyelenggaraan telekomunikasi khusus dan penggunaan spektrum

frekuensi.

Sebagai bagian yang terkait dengan konvergensi teknologi informasi dan komunikasi maka

muatan RUU Telekomunikasi harus diharmonisasikan dengan Muatan UU Penyiaran. Dengan

muatan RUU Telekomunikasi yang telah diuraikan di atas, maka perlu diharmonisasikan

dengan pengaturan yang terkait dengan sistem penyiaran, sistem Penyiaran mengarah dari

sistem penyiaran analog ke sistem penyiaran digital. Sistem penyiaran digital ditetapkan oleh

Menteri.

Penyelenggara penyiaran digital terdiri dari:

a. Penyelenggara Program Siaran; dan

b. Penyelenggara Infrastruktur.

Penyelenggara Program Siaran terdiri atas:

a. Penyelenggara Program Siaran Publik

b. Penyelenggara Program Siaran Swasta

c. Penyelenggara Program Siaran Komunitas

Penyelenggara Program Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Undang-

Undang Penyiaran. Penyelenggara Infrastruktur merupakan penyediaan menara, sedangkan

Penyelenggara Multipleksing merupakan penyediaan layanan jaringan (mux broadcast) pada

penyelenggaraan telekomunikasi untuk penyaluran program siaran digital terestrial untuk

penerimaan tetap tidak berbayar. Penyelenggara Multipleksing wajib:

a. Meminta izin penggunaan spektrum frekuensi radio untuk setiap zona layanannya

b. memenuhi komitmen pembangunan sarana dan prasarana yang mencakup seluruh

wilayah jangkauan siaran dalam zona layanannya

c. mencegah terjadinya interferensi dengan Penyelenggara Multipleksing lain pada

wilayah jangkauan siaran yang sama dan wilayah jangkauan siaran yang

bersebelahan;

d. menyediakan perangkat sistem multipleks,

e. menggunakan sistem transmisi dan jaringan pendukung lainnya yang diselenggarakan

oleh penyelenggara telekomunikasi.

f. menggunakan alat dan perangkat yang telah memenuhi persyaratan teknis sesuai

peraturan perundang-undangan.

33 Pasal 6 ayat 2 Undang-undang Penyiaran 2002

Page 39: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

29

Penyelenggara Multipleksing hanya dapat bekerja sama dengan Penyelenggara Program

Siaran pada tiap wilayah jangkauan siaran yang berada di dalam zona layanannya.

Penyelenggara Multipleksing mengutamakan penggunaan perangkat produksi dalam negeri.

Penyelenggara Multipleksing dapat memperoleh izin pada lebih dari 1 (satu) zona layanan.

Untuk meningkatkan kualitas penerimaan siaran di zona layanannya, Penyelenggara

Multipleksing dapat melakukan relai siaran dengan menggunakan metode Single Frequency

Network (SFN) sesuai dengan alokasi frekuensi radio di setiap wilayah jangkauan siaran.

Penyelenggara Multipleksing terdiri atas:

a. Penyelenggara multipleksing Publik dan

b. Penyelenggara multipleksing Swasta.

Penyelenggara Multipleksing Publik mengalokasikan seluruh kapasitas salurannya untuk

menyalurkan program siaran dari Penyelenggara Program Siaran Publik yang berada di zona

layanannya. Penyelenggara Multipleksing Swasta mengalokasikan sekurang-kurangnya 2/3

(dua per tiga) bagian dari kapasitas salurannya untuk menyalurkan program siaran dari

Penyelenggara Program Siaran Swasta yang berada di zona layanannya. Dalam hal tidak

terdapat penyelenggara program siaran Swasta yang membutuhkan saluran siaran,

Penyelenggara Multipleksing Swasta dapat menggunakan kapasitas saluran di luar ketentuan

setelah mendapat persetujuan Menteri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penggunaan kapasitas bersifat sementara sampai dengan adanya Penyelenggara Program

Siaran yang membutuhkan saluran siaran.

Penyelenggara Program Siaran Swasta yang memiliki Izin Penyelenggaraan Multipleksing

harus memenuhi ketentuan, yaitu hanya dapat menggunakan 1 (satu) saluran siaran untuk

menyalurkan program siarannya sendiri dan membuat pembukuan terpisah untuk setiap izin

yang dimilikinya.

Penyelenggara multipleksing wajib memperoleh Izin Penyelenggaraan Layanan Jaringan

telekomunikasi dari Menteri. Pemberian Izin Penyelenggaraan Multipleksing dilaksanakan

dengan metode seleksi. Untuk memperoleh Izin Penyelenggaraan Multipleksing pemohon

harus mengajukan pendaftaran seleksi secara tertulis kepada Menteri. Pengajuan

pendaftaran seleksi dilaksanakan setelah dilaksanakan pengumuman peluang usaha

penyelenggaraan multipleksing oleh Menteri. Izin Penyelenggaraan Multipleksing berlaku

selama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk masa 10 (sepuluh) tahun

setelah melalui proses evaluasi oleh Menteri. Penyelenggara Multipleksing yang telah habis

masa perpanjangan izinnya dapat memperbaharui Penyelenggaraan Multipleksing melalui

proses seleksi dan mendapat prioritas dalam proses seleksi.

Menteri menerbitkan Izin Penyelenggara Multipleksing kepada Lembaga Penyiaran Publik

yang berlaku secara nasional tanpa melalui proses seleksi dengan menggunakan 1 (satu) kanal

frekuensi radio. Alokasi kanal frekuensi radio untuk Penyelenggara Multipleksing Publik diatur

dalam Peraturan Menteri tersendiri. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan

persyaratan seleksi perizinan penyelenggaraan multipleksing diatur dengan Peraturan

Menteri tersendiri.

Wilayah penyelenggaraan program siaran adalah wilayah jangkauan siaran. Wilayah

penyelenggaraan multipleksing adalah zona layanan. Ketentuan lebih lanjut mengenai wilayah

jangkauan siaran dan zona layanan diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri.

Page 40: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

30

Dalam pelaksanaan siaran, Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik wajib

mematuhi ketentuan isi siaran yang menyangkut :

Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk

pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga

persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.

Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran

Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat sekurang-kurangnya 60%

(enam puluh per seratus) mata acara yang berasal dari dalam negeri.

Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak

khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang

tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan

klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.

Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan

golongan tertentu.

Isi siaran dilarang :

o bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;

o menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika

dan obat terlarang; atau

o mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.

Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau

mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan

internasional.

b. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE)

Sebagai bagian yang terkait dengan konvergensi teknologi informasi dan komunikasi maka

muatan RUU Telekomunikasi harus diharmonisasikan dengan Muatan UU Penyiaran. Dengan

muatan RUU Telekomunikasi yang telah diuraikan di atas, maka perlu diharmonisasikan

dengan pengaturan yang terkait Informasi dan Transaksi Elekronik. Sebagaimana bagian dari

harmonisasi maka penyelenggaraan telekomunikasi akan mencakup suatu integrasi dari

penyediaan media untuk keperluan transaksi informasi/elektronik dan sistem elektronik yang

menyediakan konten dan aplikasi tersebut.

UU ITE ini mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan transaksi

informasi/elektronik dalam penyelenggaraan telekomunikasi, baik transaksi maupun

pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi

kejahatan yang dilakukan melalui penyelenggaraan telekomunikasi, mengakomodir

kebutuhan para pelaku bisnis dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian

hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di

pengadilan.

Cakupan materi dalam UU ITE memuat antara lain :

a. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.

Informasi elektronik adalah salah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk

tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, EDI, e-mail,

telegram, teleteks, telecopy, atau sejenisnya yang telah diolah memiliki arti atau

Page 41: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

31

dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Sedangkan Dokumen

elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,

diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromangnetik, optikal, atau

sejenisya yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau

sistem elektronik.

b. Tanda tangan elektronik: tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang

dilekatkan, terasosiasi atau terikat dengan informasi elektronik lainnya yang

digunakan sebagai alat verifikasi dan autentifikasi.

c. Transaksi elektronik : perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan

computer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

d. Penyelenggaran sertifikasi elektronik (certification authority) : badan hukum yang

berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya dalam memberikan dan mengaudit

Sertifikasi Elektronik.

e. HaKI: Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang disusun menjadi karya

intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang di dilindungi sebagai Hak

Kekayaan Intelektual berdasarkan Peraturan Perundang-undangan (Pasal 25 UU ITE).

f. Data Pribadi (privasi): penggunaan tiap informasi melalui media elektronik yang

menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang

bersangkutam, kecuali ditentukan lain oleh Perundangan-undangan.

g. Perbuatan Dilarang dan Ketentuan Pidana:

1. Indecent Materials/Ilegal Content (Konten Ilegal). Sangsi: Pidana penjara paling

lama 6-12 tahun dan/atau denda antara RP. 1 M – Rp. 2 M (Pasal 45 UU ITE).

2. Ilegal Access (Akses Ilegal). Sangsi: Pidana penjara paling lama 6-8 tahun

dan/atau denda antara Rp. 600 juta – Rp. 700 juta (pasal 46 UU ITE).

3. Ilegal Intercedption (Penyadapan Ilegal). Sangsi: Pidana penjara paling lama 10

tahun dan/atau denda paling besar Rp. 800 jt (Pasal 47 UU ITE).

4. Data Interference (Gangguan Data). Sangsi: Pidana penjara max 8-10 Tahun

dan/atau denda antara Rp. 1 M – Rp. 5 M (pasal 48 UU ITE).

5. Sistem Interference (Sistem Interference). Sanksi: pidana penjara paling lama 10

tahun dan/ atau denda paling besar RP. 10 M (pasal 49 UU ITE).

6. Missue of devices (Penyalahgunaan Perangkat). Sanksi: pidana penjara paling

lama 10 tahun dan/atau denda paling besar Rp. 10 M (pasal 50 UU ITE).

7. Computer related fraud dan forgery (Penipuan dan Pemalsuan yang berkaitan

dengan komputer). Sanksi: Pidana penjara paling lama, 12 tahun dan/atau

denda paling besar 12 M (pasal 51 UU ITE).

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas

kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau

netral teknologi.

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:

a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;

b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;

Page 42: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

32

d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan

pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi

Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan

e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan

penyelenggara Teknologi Informasi.

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat

bukti hukum yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Ketentuan

mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tidak berlaku untuk:

a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan

b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk

akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Terkait dengan HAKI dan perlindungan hak pribadi, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang

ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan

Peraturan Perundang-undangan.

c. Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Undang-undang Telekomunikasi 1999 secara khusus memang tidak mengatur mengenai

aspek perlindungan konsumen. Namun dalam beberapa pasal, terdapat beberapa ketentuan

yang apabila ditafsirkan lebih lanjut merupakan ketentuan yang terkait dengan aspek

perlindungan konsumen. Apabila dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen dikenal

istilah Produsen dan Konsumen, tidak demikian dalam undang-undang telekomunikasi 1999.

Undang-undang telekomunikasi 1999 menggunakan istilah penyelenggara telekomunikasi

dan pengguna telekomunikasi.

Penyelenggara Telekomunikasi adalah pihak-pihak yang melakukan kegiatan telekomunikasi.

Penyelenggara telekomunikasi dapat merupakan perseorangan, koperasi, badan usaha milik

daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi

pertahanan keamanan negara34. Penyelenggara telekomunikasi dapat melakukan kegiatan

penyelenggaraan telekomunikasi berupa jasa telekomunikasi (telecommunications services),

jaringan telekomunikasi (telecommunications network) dan telekomunikasi khusus (specific

telecommunications). Untuk penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi hanya dapat

dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan

Usaha Milik Daerah (BUMD), badan usaha swasta dan koperasi. Sedangkan untuk

penyelenggaraan telekomunikasi khusus dapat dilakukan oleh perseorangan35 atau instansi

pemerintah36.

34 Pasal 1 buitr 8 UU Telekomunikasi 1999

35 Yang dimaksud dengan penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan perseorangan adalah

penyelenggaraan telekomunikasi guna memenuhi kebutuhan perseorangan, misalnya amatir radio dan

komunikasi radio antar penduduk. Penjelasan Pasal 9 ayat 4 huruf b Undang-undang Telekomunikasi 1999

36 Pasal 8 UU Telekomunikasi 1999, Danrivanto Budhijanto, Hukum Telekomunikasi, Penyiaran dan Teknologi

Informasi, Penerbit Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm. 48. Yang dimaksud dengan penyelenggaraan

telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah adalah penyelenggaraan telekomunikasi untuk

mendukung pelaksanaan tugas-tugas umum instansi tersebut misalnya, komunikasi departemen atau

komunikasi pemerintah daerah. Penjelasan Pasal 9 ayat 4 huruf b, Undang-undang Telekomunikasi 1999

Page 43: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

33

Apabila penyelenggara telekomunikasi adalah istilah yang setara dengan produsen dalam

hukum perlindungan konsumen, maka istilah yang setara dengan konsumen dalam hukum

telekomunikasi adalah pengguna telekomunikasi. Dalam hukum telekomunikasi pengguna

telekomunikasi terdiri dari dua jenis yaitu pemakai dan pelanggan. Pemakai adalah istilah bagi

pengguna telekomunikasi, dengan tidak dikategorikan sebagai pelanggan. Contohnya, dalam

suatu perusahaan yang menggunakan koneksi internet melalui fasilitas wi-fi, maka fasilitas

tersebut akan digunakan oleh semua orang yang ada dalam perusahaan yang disebut dengan

pemakai. Namun, pemakai ini tidak melakukan kontrak berlangganan dengan internet

provider secara masing-masing. Kontrak berlangganan hanya dilakukan oleh perusahaan

tersebut yang merupakan pelanggan telekomunikasi.

Berdasarkan contoh tersebut, maka yang disebut dengan pelanggan adalah pengguna

telekomunikasi yang terkategorisasi sebagai pelanggan dengan adanya perjanjian atau

kontrak berlangganan. Contohnya adalah pengguna telepon seluler. Kontrak berlangganan

telepon seluler hanya mengikat antara provider dengan pelanggan, tanpa dikenal istilah

pemakai tanpa adanya kontrak berlangganan.

Dalam undang-undang telekomunikasi 1999, diatur mengenai hak pengguna telekomunikasi

yaitu dalam Pasal 14, sebagai berikut37:

“setiap pengguna telekomunikasi mempunyai hak yang sama untuk menggunakan jaringan

telekomunikasi dan jasa telekomunikasi dengan memperhatikan peraturan perundang-

undangan yang berlaku”

Pasal di atas hanya menegaskan adanya hak yang sama antara para pengguna telekomunikasi

tanpa menjelaskan lebih lanjut terdiri atas apa sajakah hak dari pengguna telekomunikasi, baik

penyelenggaraan jasa maupun jaringan telekomunikasi. Pasal ini pun hanya menyebutkan

bahwa persamaan hak antar pengguna telekomunikasi didasarkan pada perundang-undangan

yang berlaku, tanpa menjelaskan dalam penjelasan undang-undang ini, peraturan perundang-

undangan apakah yang dimaksud.

Berbeda dengan hak pengguna telekomunikasi, undang-undang telekomunikasi 1999 cukup

mengatur tentang kewajiban penyelenggara telekomunikasi dalam beberapa pasal, yaitu yang

diatur dalam Pasal 17-22. Pasal 17 mengatur bahwa setiap penyelenggara jaringan

telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi, wajib meyediakan pelayanan telekomunikasi

berdasarkan prinsip38:

1. Pelayanan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua pengguna

2. Peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi

3. Pemenuhan standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan prasarana.

Selanjutnya Pasal 18- 21 mengatur secara rinci mengenai kewajiban penyelenggara jaringan

dan/atau jasa telekomunikasi sebagai berikut:39

1. Melakukan pencatatan dan merinci pemakaian jasa telekomunikasi yang digunakan

oleh pengguna telekomunikasi

2. Menjamin kebebasan dalam memilih jaringan telekomunikasi lain untuk pemenuhan

kebutuhan telekomunikasi

37 Pasal 14 Undang-undang Telekomunikasi 1999

38 Pasal 17 Undang-undang Telekomunikasi 1999

39 Pasal 18-21 Undang-undang Telekomunikasi 1999

Page 44: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

34

3. Memberikan prioritas terkait keamanan, keselamatan jiwa manusia dan harta benda,

bencana alam, marabahaya, dan wabah penyakit

4. Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan

telekomunikasi yang bertantangan dengan kepentingan umum, kesusilaan,

keamanan atau ketertiban umum

Berdasarkan prinsip dan kewajiban yang melekat pada penyelenggara telekomunikasi, baik

penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi, maka terhadap pelanggaran kewajiban

penyelenggara telekomunikasi dan tidak terpenuhinya hak dari pengguna telekomunikasi

maka menimbulkan tanggung jawab bagi penyelenggara tekomunikasi. Tanggung jawab

penyelenggara tekomunikasi diatur dalam Pasal 15 Undang-undang Telekomunikasi 1999,

yang mengatur bahwa tanggung jawab itu mencul apabila40:

1. Adanya kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh penyelenggara telekomunikasi

2. Adanya kerugian dari kesalahan dan kelalaian tersebut

3. Dapat mengajukan ganti rugi terhadap penyelenggara telekomunikasi

4. Wajib memberikan ganti rugi kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat

membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaian.

Dalam Pasal 15 Undang-undang Telekomunikasi 1999 tidak disebutkan secara jelas prinsip

tanggung jawab apa yang berlaku terhadap pelanggaran kewajiban penyelenggaran

telekomunikasi. Prinsip tanggung jawab merupakan suatu hal yang biasa diatur terkait dengan

bentuk ganti rugi yang harus diberikan oleh penyelenggara telekomunikasi.

Dalam penjelasan Pasal 15 Undang-undang Telekomunikasi 1999, dijelaskan bahwa bentuk

ganti rugi yang dapat diajukan oleh pengguna telekomunikasi dapat dilaksanakan melalui

mediasi atau arbitrase atau konsiliasi. Cara-cara tersebut dimaksudkan sebagai upaya para

pihak untuk menyelesaikan dengan cepat. Apabila dengan cara tersebut tidak selesai maka

dapat diajukan melalui pengadilan. Seperti yang telah diketahui bahwa mediasi, konsiliasi dan

arbitrase merupakan bentuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau yang biasa disebut

dengan alteratif penyelesaian sengketa yang diatur berdasarkan Undang-undang No. 30

Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Dalam praktiknya terkait dengan perlindungan konsumen dalam bidang telekomunikasi selain

mengacu pada beberapa ketentuan dalam Undang-undang Telekomunikasi 1999,

keterbatasan pengaturannya membuat para penegak hukum juga harus meninjau ketentuan

perlindungan konsumen yang diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999.

Undang-undang perlindungan konsumen adalah instrumen hukum yang secara positif

dirancang untuk memberi jaminan kepastian perlindungan hukum bagi konsumen41.

Undang-undang perlindungan konsumen pada dasarnya banyak mengatur mengenai pelaku

usaha dan lebih mengutamakan perlindungan terhadap hak-hak konsumen sebagai hak-hak

dasarnya untuk mencapai keadilan, yang diharapkan untuk dapat meningkatkan harkat dan

martabat konsumen yang pada gilirannya akan meningkatkan kesadaran, pengetahuan,

40 Pasal 15 Undang-undang Telekomunikasi 1999 41Iman Sjahputra, Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Elektronik, Penerbit Alumni, Bandung, 2010, hlm

167.

Page 45: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

35

kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya, di lain pihak

akan menumbuhkan pelaku usaha yang bertanggung jawab42.

Berdasarkan Pasal 2 Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999, perlindungan konsumen

diselenggarakan sebagai usaha bersama bersama berdasarkan 5 (lima) prinsip yang relevan

dalam pembangunan nasional, yaitu43:

1. Prinsip Manfaat

2. Prinsip Keadilan

3. Prinsip Keseimbangan

4. Prinsip Keamanan dan Keselamatan Konsumen

5. Prinsip Kepastian Hukum

Secara umum dan mendasar hubungan antara produsen (perusahaan penghasil barang dan/

atau jasa) dengan konsumen (pemakai akhir dari barang dan atau jasa untuk diri sendiri atau

keluarganya) merupakan hubungan yang terus menerus dan berkesinambungan. Hubungan

tersebut terjadi karena kedua memang saling menghendaki dan mempunyai tingkat

ketergantungan yang cukup tinggi antara yang satu dengan yang lain44.

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain,

dan tidak untuk diperdagangkan45. Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999, mengatur

mengenai hak-hak konsumen yaitu dalam Pasal 4, sebagai berikut 46:

a. hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsurnsi barang

dan/atau jasa;

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa

tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang

dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau jasa yang

digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa

perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. hak untuk mendapatkan komnpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila

barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

42Edmon Makarim, Tanggung Jawab Hukum Penyelenggara Sistem Elektronik, Penerbit Raja Grafindo Persada,

Jakarta, hlm 320

43 Pasal 2 Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999

44 Erman Rajagukguk dkk, Hukum Perlindungan Konsumen, CV. Mandar Maju, Bandung, 2000 hlm 36

45 Pasal 1 huruf 2 Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999

46 Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999

Page 46: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

36

Sebagai balance selain hak konsumen, konsumen juga memiliki kewajiban. Hal ini

dimaksudkan agar konsumen memiliki kepastian dan perlindungan hukum yang optimum bagi

dirinya. Kewajiban konsumen diatur dalam Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen,

sebagai berikut:

a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Dari sembilan butir hak konsumen yang diberikan di atas, terlihat bahwa masalah

kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan

utama dalam perlindungan konsumen. Barang dan/ atau jasa yang penggunaannya tidak

memberikan kenyamanan terlebih lagi yang tidak aman atau membahayakan keselamatan

konsumen jelas tidak layak untuk diedarkan dalam masyarakat. Selanjutnya, untuk menjamin

bahwa suatu barang dan/ atau jasa dalam penggunaannya akan nyaman, aman maupun tidak

membahayakan konsumen penggunaannya, maka konsumen diberikan hak untuk memilih

barang dan/ atau jasa yang dikehendakinya berdasarkan atas keterbukaan informasi yang

benar, jelas dan jujur. Jika terdapat penyimpangan yang merugikan, konsumen berhak untuk

didengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, kompensasi sampai ganti

rugi47.

Selain hak dan kewajiban konsumen, Undang-undang Perlindungan Konsumen juga mengatur

mengenai hak dan kewajiban pelaku usaha. Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999

mendefinisikan pelaku usaha sebagai berikut:

“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk

badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan

kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-

sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”

Berdasarkan pengertian pelaku usaha di atas, maka yang dimaksud dengan pelaku usaha tidak

hanya para produsen pabrikan yang menghasilkan barang dan/ atau jasa yang tunduk pada

Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999, melainkan juga para rekanan termasuk para

agen, distributor, serta jaringan-jaringan yang melaksanakan fungsi pendistribusian dan

pemasaran barang dan/ atau jasa kepada masyarakat luas selaku pemakai dan/ atau

pengguna barang dan/ atau jasa48.

Untuk menciptakan kenyaman berusaha bagi para pelaku usaha dan sebagai keseimbangan

atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen, kepada para pelaku usaha diberikan hak

berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999, sebagai berikut:

a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi

dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad

tidak baik;

47 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Penerbit Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta, hlm. 30

48 Ibid. hlm. 5

Page 47: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

37

c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum

sengketa konsumen;

d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian

konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan / atau jasa yang diperdagangkan;

e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sedangkan kewajiban pelaku usaha, diatur dalam Pasal 7 Undang- undang Perlindungan

Konsumen sebagai berikut:

a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan pcnggunaan, perbaikan dan

pemeliharaan;

c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan

berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang

dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang

dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa

yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Apabila ditinjau hak dan kewajiban konsumen dibandingkan hak dan kewajiban pelaku usaha,

hak yang diberikan bagi konsumen lebih banyak dibandingkan dengan hak bagi pelaku usaha.

Begitu juga dengan kewajiban konsumen lebih sedikit apabila dibandingkan dengan kewajiban

pelaku usaha.

Selain hak dan kewajiban antara konsumen dan pelaku usaha, hal yang tidak kalah penting

dalam perlindungan konsumen yaitu terkait dengan prinsip-prinsip tanggung jawab hukum.

Prinsip-prinsip tanggung jawab hukum inilah yang akan menjadi dasar bentuk tanggung jawab

karena adanya pelanggaran hak konsumen yang merupakan kewajiban bagi pelaku usaha

untuk bertanggung jawab. Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum

dibedakan sebagai berikut49:

1. Prinsip Tanggung Jawab berdasarkan Unsur Kesalahan (fault liability atau liability

based on fault)

2. Prinsip Praduga tak bersalah (presumption of liability principle)

3. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (strict liability atau absolute liability)

4. Prinsip Tanggung Jawab dengan Pembatasan (limitation of liability principle)

49 Celina Tri Siwi Kristyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm 92

Page 48: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

38

Prinsip tanggung jawab hukum yang diatur dalam undang-undang perlindungan konsumen

1999 terbagi menjadi tanggung jawab yang mengatur pertanggungjawaban pelaku usaha,

pembuktian dan penyelesaian sengketa50.

Bentuk penyelesaian sengketa yang diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen

diatur secara spesifik dalam Pasal 23, yang berbunyi sebagai berikut:

Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi

ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1, ayat 2, ayat

3, dan ayat 4, dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau

mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.

Pasal ini khusus mengatur hak konsumen untuk menggugat pelaku usaha yang menolak,

dan/atau tidak memberi tanggapan, dan/ atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan

konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-undang Perlindungan Konsumen

1999. Bentuk penyelesaian sengketa ini dapat diajukan melalui badan penyelesaian sengketa

konsumen maupun mengajukannya ke badan peradilan ditempat kedudukan konsumen.

Badan penyelesaian sengketa konsumen merupakan lembaga penyelesaian sengketa yang

dibentuk berdasarkan Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999. Metode penyelesaian

sengketa yang ditawarkan merupakan bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar

pengadilan seperti mediasi dan konsiliasi. Masalah penyelesaian sengketa ini diatur secara

khusus pada bab X yaitu Pasal 45-Pasal 48.

Dalam Undang-undang Telekomunikasi 1999, tidak dikenal lembaga penyelesaian sengketa

bagi pengguna telekomunikasi. Maka banyak dari pengguna telekomunikasi yang juga

mengajukan keberatannya ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Walaupun demikian,

angka dari kasus telekomunikasi yang diselesaikan melalui BPSK bukan merupakan angka yang

signifikan.

Dalam perkembangannya terdapat beberapa tindakan pelaku usaha dalam telekomunikasi

atau penyelenggara telekomunikasi yang berkaitan dengan ketentuan dan peraturan tentang

perlindungan konsumen, diantaranya:

1. Klausula Baku

Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Klausula baku adalah pecantuman

syarat-syarat yag ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha yang dicantumkan dalam

kontrak dalam hal ini kontrak berlangganan jasa telekomunikasi. Apabila kita perhatikan

maka kontrak berlangganan jasa telekomunikasi merupakan kontrak baku sehingga dalam

penyusunan RUU Telekomnikasi perlu diperhatikan ketentuan dan larangan yang

mengatur tentang klausula baku yang terdapat dalam Undang-undang Perlindungan

Konsumen 1999. Menurut Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Penyelenggara telekomunikasi diperkenankan menggunakan klausula baku asalkan tidak

melanggar ketentuan51.

2. Pemutusan Hubungan Telekomunikasi52

Pemutusan hubungan telekomunikasi merupakan gangguan teknis yang sering terjadi

sehingga menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi konsumen dan menurut Undang-

undang perlindungan konsumen mewajibkan pelaku usaha untuk memberikan

50 Gunawan Widjaja, Op Cit. hlm.65

51 Asril Sitompul, Hukum Telekomunikasi Indonesia, Books Teracce & Library, Bandung, 2005, hlm. 152

52 Ibid. hlm 153

Page 49: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

39

kompensasi apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai

dengan perjanjian dan mekanisme pemberian kompensasi seharusnya dicantumkan

secara jelas di dalam kontrak . Selanjutnya Kompensasi dapat diberikan dalam bentuk

potongan pembayaran tagihan atau dengan memberi sejumlah uang yang dikreditkan

terhadap tagihan kepada pelanggan pada bulan tertentu apabila pemutusan hubungan

terjadi bukan karena kesalahan atau kelalaian pelanggan dan berlangsung untuk jangka

waktu yang relatif lama.

3. Penggantian nomor telepon dan kegagalan pelayanan53

Penggantian nomor telepon merupakan suatu perbuatan yang tidak dapatdilakukan

sepihak oleh penyelenggara telekomunikasi atas kemauannya sendiri. Sedangkan

kegagalan pelayanan pernah terjadi ketika PT Telkom dan mitranya PT Metra

meluncurkan kartu telepon “salam”yang akan digunakan dalam program haji bagi jemaah

Indonesia. Namun penyelenggaraannya terganggu sehingga tidak dapat berfungsi. PT

Telkom dan PT Metra melakukan permohonan maaf dan berjanji akan memberikan

refund atas biaya yang dikeluarkan sebagai bentuk ganti rugi.

Selain ketiga bentuk di atas, dewasa ini kegiatan penyelenggaraan telekomunikasi yang

terkait dengan aspek perlindungan konsumen cukup banyak. Hal ini salah satunya terkait

dengan bentuk jasa yang ditawarkan oleh penyelenggara telekomunikasi. Sebagai contoh

adanya penyebaran SMS spam di Indonesia. Penyebaran sms spam ini sangat mengganggu

pengguna telekomunikasi terutama sangat menganggu privasi. Dalam kasus ini

penyelenggara telekomunikasi dapat dikenakan prinsip tanggung jawab berdasarkan

kesalahan (based on fault liability), dan dapat dikenakan kompensasi dan ganti rugi

karena adanya unsur kesalahan dan kelalaian. Tindakan penyelenggara telekomunikasi ini

telah melanggar ketentuan Pasal 15 ayat 2 Undang-undang Telekomunikasi 1999 dan

Pasal 19 Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999. Terkait dengan data yang

dianggap melanggar privasi oleh penyelenggara telekomunikasi hal ini juga melanggar

ketentuan Pasal 39 Undang-undang Telekomunikasi 1999, bahwa setiap penyelenggara

telekomunikasi diharuskan untuk membuat suatu pengamanan dan perlindungan

terhadap informasi dan sarana telekomunikasi.

Kasus lainnya masih terkait dengan aspek perlindungan konsumen dalam hukum

telekomunikasi adalah mengenai kasus yang melibatkan Randy dan Dian dalam penjualan

ipad tanpa buku manual yang dijual melalui forum jual beli situs www.kaskus.co.id. Dalam

kasus ini tersangka didakwa telah melanggar ketentuan Pasal 8 ayat 1 huruf j Undang-

undang Perlindungan Konsumen yang mengatur perbuatan yang dilarang oleh pelaku

usaha, salah satunya adalah tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk

penggunaan barang dalam bahasa Indonesia. Selain itu, kedua nya juga didakwa dengan

Undang-undang Telekomunikasi Pasal 32 ayat 1 juncto Pasal 52, karena ipad belum

dikategorikan sebagai alat elektronik komunikasi resmi54.

Masih terkait dengan penyelenggara telekomunikasi dan perlindungan konsumen,

permasalahan lain yang muncul adalah tentang adanya jaminan layanan (QoS) oleh

penyelenggara jasa telekomunikasi internet yang tidak sesuai dengan perjanjian

berlangganan. Permasalahan ini muncul dengan semakin meningkatnya penggunaan

53 Ibid. hlm. 154

54http://megapolitan.kompas.com/read/2011/07/04/11080545/inilah.kronologi.kasus.ipad.tanpa.manual,

diunduh pada tanggal 23 Maret 2013, pukul 20.00 WIB

Page 50: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

40

internet di Indonesia, namun terjadi penurunan kualitas layanan yang diberikan oleh

penyedia layanan internet menyebabkan kerugian bagi para pelanggan internet. Mulai

dari terganggunya jaringan, berkurangnya kecepatan, berkurangnya kapasitas download,

dan lain sebagainya. Quality of Service seharusnya merupakan kewajiban dari

penyelenggara telekomunikasi untuk memberikan layanan yang sebaik-baiknya bagi

pengguna telekomunikasi. Hal ini merupakan pelanggaran kewajiban penyelenggara

telekomunikasi berdasarkan Undang-undang Telekomunikasi, dan kewajiban pelaku

usahan berdasarkan Undang-undan Perlindungan konsumen yang dapat dimintai

pertanggungjawaban dan ganti rugi.

Kasus yang baru saja terjadi terkait dengan perlindungan konsumen dalam bidang

telekomunikasi adalah putusnya koneksi jaringan smartfren. Apabila smartfren terbukti

melanggar dan bersalah maka pihak operator dapat dikenakan sanksi dan wajib

membayar gantirugi kepada pengguna telekomunikasi. Koneksi ini terputus karena

koneksi jaringan bawah lautnya yang terkena jangkar dari kapal sehingga memutuskan

koneksi internet ke jalur internasional. Kasus ini mirip dengan kasus yang pernah terjadi

pada Telkomsel tahun 2007. Pada waktu itu Telkomsel memberikan gantirugi kepada

pelanggan dan memberikan program diskon kepada pelanggan sebagai bentuk

kompensasi. Dalam hal ini smartfren diharuskan dengan cepat melakukan pengakuan dari

pihak korporat kepada publik55.

Sejalan dengan globalisasi dan semakin terbukanya pasar nasional sehingga banyaknya

akses pengguna luar terhadap produk nasional 56 maka di setiap negara telah ada

perlindungan terhadap konsumen termasuk Indonesia melalui Undang-Undang No 8

Tahun 1999 . Dalam undang-undang ini pemerintah memberikan perlindungan terhadap

konsumen termasuk mendorong kesadaran konsumen dan mengawasi tanggung jawab

pelaku usaha. Dalam undang-undang ini terdapat dua (2) prinsip dasar perlindungan

yaitu57 :

a. Larangan mengenai produk itu sendiri yang tidak memenuhi syarat dan standar

yang layak untuk dipergunakan atau dipakai atau dimanfaatkan oleh konsumen;

b. Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar atau tidak akurat yang

menyesatkan konsumen.

Akan tetapi dalam kenyataannya keluhan terhadap layanan telekomunikasi menduduki

peringkat tertinggi untuk tahun 2010 hingga 2013 yaitu dengan munculnya kasus

pencurian pulsa melalui pesan singkat (SMS) broadcast, pop-screen, voice broadcast

sehingga pada medio tahun 2011 ATSI (Asosiasi Telepon Seluler Indonesia) menyataan

menghentikan layanan penawaran konten premium dan atas Anjuran BRTI melalui

Menurut Sarwoto, komitmen menghentikan promosi layanan premium didasarkan pada

Surat Edaran Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) No. 177 Tahun 2011

tertanggal 14 Oktober 2011 kepada seluruh operator layanan telekomunikasi.58

55http://inet.detik.com/read/2013/03/36/142716/2204074/328/kominfo-smartfren-bisa-kena -sanksi-harus-ganti-

rugi, diunduh pada tanggal 28 Maret 2012, pukul 12.00 WIB

56 Ade Maman Suherman., Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia, 1997, hlm 62-63.

57 Lihat Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.

58http://www.republika.co.id/berita/trendtek/telekomunikasi/11/10/17/lt7dt1-sembilan-operator-hentikan-

sementara-layanan-sms-premium, diakses tanggal 1 Juni, 2013.

Page 51: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

41

d. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha

Penyelengaraan telekomunikasi di Indonesia mengalami perubahan yang sangat signifikan

dengan diberlakukannya Undang-undang telekomunikasi 1999 pada tanggal 8 September

2000. Sebelum diberlakukannya Undang-undang telekomunikasi 1999, kondisi regulasi

penyelenggaraan telekomunikasi lebih bernuansa monopolisitik, anti kompetisi, dan orientasi

lebih kepada operator. Negara pada saat itu sangat mendominasi peran sebagai regulator

sekaligus sebagai operator. Berdasarkan Undang-undang telekomunikasi 1989 penyelenggara

telekomunikasi hanya Badan Usaha Milik Negara yang diberikan izin untuk melakukan

penyelenggaraan telekomunikasi dasar sebagai hak eksklusif. Hal dimaksud tentunya

memunculkan kondisi yang tidak kondusif bagi persaingan usaha di bidang telekomunikasi59.

Pemberlakuan Undang-undang telekomunikasi 1999 dapat diartikan sebagai upaya

mengubah kondisi-kondisi yang tidak kondusif dimaksud, setidak-tidaknya merupakan respon

positif dalam menghadapi era persaingan global dan kepentingan masyarakat luas. Undang-

undang telekomunikasi 1999 secara umum memiliki nuansa yang anti monopoli, memberikan

ruang bagi kompetisi usaha dan lebih berorientasi bagi kepentingan konsumen serta

pengguna telekomunikasi60.

Undang-undang telekomunikasi 1999 tersebut memiliki konsekuensi ditata ulangnya kembali

sektor telekomunikasi oleh pemerintah dengan menghapus segala bentuk praktik

telekomunikasi yang dilakukan oleh PT Telkom dan PT Indosat. Pemerintah telah pula

membuka peluang bagi munculnya berbagai perusahaan baru yang bergerak dalam bidang

telekomunikasi. Pemerintah memberi kesempatan yang sama baik BUMN maupun pihak

swasta untuk turut berpartisipasi dalam menggarap dan mengembangkan sektor

telekomunikasi yang selama ini dimonopoli pemerintah melalui PT Telkom dan PT Indosat61.

Namun kemudian, Pemerintah Indonesia c.q. Departemen Perhubungan mengeluarkan

pengumuman, Departemen Perhubungan Nomor PM. 2 Tahun 2004 tanggal 30 Maret 2004

yang secara resmi menyatakan bahwa monopoli di kedua bidang penyelenggaraan tersebut

segera diakhiri62.

Berkembangnya perusahaan baru dalam bidang telekomunikasi khususnya telekomunikasi

seluler. Perusahaan-perusahaan tersebut yakni PT Satelindo tahun 1993, PT Telkomsel 1995,

PT Excelcomindo Pratama (XL) tahun 1996, PT Indosat Multi Media Mobile (IM3) tahun 2001,

PT Mobile-8 Telecom dan PT Bakrie Telecom Tahun 2003, PT Sampoerna Telekomunikasi

Indonesia Tahun 2005, PT Hutchison CPT dan PT SmartTelecom tahun 2007 dan PT Natriindo

Telepon Seluler (NTS) tahun 200863.

Banyaknya perusahaan yang menggarap sektor telekomunikasi ini tentunya membuat

persaiangan antar sesama operator menjadi sangat ketat. Mendasarkan pada perlunya daya

saing terhadap pesaingnya maka operator telekomunikasi membuat berbagai bentuk kegiatan

promosi kepada masyarakat selaku konsumen.

Kegiatan promosi ini berupa perluasan jangkauan operator, perbaikan kualitas jaringan

operator, pemutakhiran teknologi baru, penambahan fitur terbaru, promosi pulsa gratis,

59 Danrivanto Budhijanto, Op.Cit. hlm. 37

60 Ibid.hlm 38

61 Lihat Asril Sitompul, Op Cit. hlm. 139

62 Ibid.hlm. 140

63 Penjelasan putusan KPPU Tanggal 18 Juni 2008, Perkara No. 26/KPPU-L/2007 tentang Kartel SMS hlm 7-14

Page 52: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

42

berbagai macam bonus, persaingan tarif yang meliputi tarif internet yang sangat murah, tarif

telepon (voice) dan SMS (short message service) yang sangat murah bahkan gratis ke sesama

dan keluar operator, serta berbagai bentuk kegiatan atau promosi lainnya.

Untuk mendorong kompetisi di bidang telekomunikasi , Pemerintah Indonesia telah

mengeluarkan beberapa pengaturan yang merubah pengaturan terdahulu yang masih

dipengarugi oleh era monopoli dan sudah sesuai lagi untuk diterapkan dalam lingkungan

kompetisi diantara termasuk regulasi yang ada di dalam Rencana Dasar Teknis Nasional (FTP)

tahun 2000 dengan kode akses SLJJ dan SLI dan tentang penyelenggara jasa SLJJ dan SLI yang

diinginkan oleh pengguna atau pelanggan jasa telekomunikasi64.

Pemerintah melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 33 Tahun 2004 tentang

Pengawasan Kompetisi Yang Sehat Dalam Penyelenggaraan Jaringan Tetap dan Penyelenggara

Jasa Teleponi Dasar. Keputusan Menteri ini meliputi penetapan kriteria operator yang

mempunyai posisi dominan dalam pengertian Undang-undang dan larangan

menyalahgunakan posisi dominan tersebut. Larangan menggunakan posisi dominan tersebut

meliputi pula tindakan dumping, subsidi silang, pemblokiran, menghalangi atau mempersulit

interkoneksi, tied sale, dan tindakan yang berupa transfer pricing yang melanggar prinsip

kompetisi65.

Seperti yang telah disebutkan pada bagian terdahulu, bahwa Undang-undang telekomunikasi

1999 memiliki tujuan utama yaitu untuk menghilangkan pengelolaan yang eksklusif dan untuk

mendukung persaingan dalam penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi. Sebagai

payung hukum dalam sektor telekomunikasi, undang-undang ini memberikan mandat dan

kebijakan untuk persaingan dalam setiap ketentuan telekomunikasi. Berikut adalah beberapa

ketentuan yang mendukung persaingan usaha (pro-competitive) berdasarkan Undang-undang

Telekomunikasi 199966:

1. Pasal 10 Undang-undang Telekomunikasi 1999 (larangan praktik monopoli). Pasal ini

mengatur bahwa dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan

yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat

dianara penyelenggara telekomunikasi.

2. Pasal 16 Undang-undang Telekomunikasi 1999 (pelayanan universal). Pasal ini mengatur

bahwa setiap penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi memiliki kewajiban untuk

memberikan kontribusi pelayanan universal, dalam bentuk penyediaan sarana dan

prasarana telekomunikasi dan/atau kompensasi lain. Berdasarkan WTO reference paper,

kewajiban pelayanan universal tidak akan menimbulkan persaingan selama dilakukan

secara transparansi, tanpa diskriminasi.

3. Pasal 11 Undang-undang Telekomunikasi 1999, pasal ini mengatur perizinan. Setiap

penyelenggaraan telekomunikasi dilakukan dengan mendapat izin dari menteri dengan

memperhatikan tata cara yang sederhana, proses yang transparan, adil dan tidak

diskriminasi serta diselesaikan dalam waktu yang singkat.

4. Pasal 25 Undang-undang Telekomunikasi 1999, pasal ini mengatur bahwa setiap

penyelenggara telekomunikasi berhak untuk mendapatkan interkoneksi dari

penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.

64 Asril Sitompul, Op.Cit. hlm. 141

65 Ibid. hlm. 142

66 Bahar&Partners, Competition in Telecommunication Business, Bahar&Partners, Jakarta, 2011, hlm. 95

Page 53: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

43

5. Pasal 27 dan 28 Undang-undang Telekomunikasi 1999 (tariff). Susunan tarif

penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan/atau tarif penyelenggaraan jasa

telekomunikasi diatur dengan Peraturan Pemerintah. Selanjutnya besaran tarif

penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan/ atau jasa telekomunikasi ditetapkan oleh

penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/ atau jasa telekomunikasi dengan

berdasarkan formula yang ditetapkan pemerintah.

Sektor telekomunikasi juga bertujuan untuk menjalani persaingan bisnis yang adil.

Berdasarkan Pasal 10 Undang-undang Telekomunikasi 1999, dalam pelaksanaan

telekomunikasi, dilarang untuk menjalankan aktivitas yang termasuk dalam praktik monopoli

atau bisnis yang tidak adil diantara pada operator telekomunikasi. Untuk hal ini, undang-

undang telekomunikasi 1999 menunjuk juga ketentuan hukum persaingan usaha yang bersifat

general/ umum untuk dapat diterapkan dalam sektor telekomunikasi67.

Undang-undang Persaingan Usaha 1999 adalah undang-undang yang bertujuan untuk

memelihara pasar kompetitif dari pengaruhdan konspirasi yang cenderung mengurangi

dan/atau menghilangkan persaingan68. Lahirnya Undang-undang ini juga tidak terlepas dari

pengaruh International Monetery Fund (IMF) kepada Pemerintah Indonesia agar segera

memberantas praktik-praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang terjadi di

Indonesia dengan cara segera memberlakukan undang-undang yang mengatur hal itu69.

Semenjak berlakunya Undang-undang persaingan usaha 1999 dan Undang-undang

telekomunikasi 1999 arah penyelenggaraan industri telekomunikasi mengalami perubahan,

industri telekomunikasi diarahkan untuk melaksanakan kompetisi secara penuh, sehat dan

terbuka. Persaingan usaha yang sehat dapat terdistorsi oleh perjanjian antar perusahaan yang

bersifat membatasi dan/atau menghilangkan persaingan, kegiatan/praktik bisnis yang

membatasi dan/ atau menghilangkan persaingan, serta penyalahgunaan kekuatan pasar dan/

atau posisi dominan70.

Berdasarkan undang-undang persaingan usaha 1999, terdapat 3 hal perilaku yang diharamkan

atau dilarang, yaitu:

1. Perjanjian yang dilarang

Jenis-jenis perjanjian yang dilarang berdasarkan undang-undang ini diatur dalam Pasal 4-

16, dimana perjanjian yang dilarang terbagi menjadi 10 bagian, yaitu:

a. Oligopoli

b. Penetapan harga

c. Pembagian wilayah

d. Pemboikotan

e. Kartel

f. Trust

g. Oligopsoni

h. Integrasi vertikal

67 Ibid.hlm.96

68 Isis Ikhwansyah, Hukum Persaingan Usaha dalam Implementasi Teori dan Praktik, Unpad Press, Bandung,

2010, hlm 37.

69 Sutan Remy Sjahdeini, Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha TIdak Sehat, Jurnal Hukum Bisnis,

Volume 10, 2000, hlm.17 70 Isis Ikhwansyah, Op.Cit., hlm. 38

Page 54: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

44

i. Perjanjian tertutup

j. Perjanjian dengan pihak luar negeri

2. Kegiatan yang dilarang

Kegiatan yang dilarang memiliki makna sebagai tindakan atau perbuatan hukum secara

sepihak yang dapat mengakibatkan terjadinya monopoli dan persaingan usaha yang tidak

sehat yang dilakukan oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha tanpa adanya

keterkaitan hubungan (hukum) secara langsung dengan pelaku usaha atau kelompok

usaha lainnya. kegiatan-kegiatan yang dilarang tersebut adalah sebagai berikut:

a. Monopoli, adalah suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan

atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok

tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha71. Terdapat 3 ciri

bahwa telah terjadi praktik monopoli dalam aktivitas atau kegiatan bisnis, yaitu72:

1) Terdapat pemusatan ekonomi oleh satu atau lebih pengusaha

2) Mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran atas barang

dan/atau jasa tertentu

3) Menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan merugikan kepentingan

umum.

b. Monopsoni, menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas

barang dan atau jasa dalam pasar yang bersangkutan, hal ini sebagaimana diatur

dalam Pasal 18 ayat 1 dan 2 Undang-undang Persaingan Usaha 1999.

c. Penguasaan pasar, adalah satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama

pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau

persaingan usaha tidak sehat.

d. Persekongkolan, suatu kegiatan bersekongkol dengan pihak lain untuk:

1) Mengatur dan atau menentukan pemenang tender

2) Mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan

sebagai rahasia perusahaan

3) Menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku

usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan

atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari kualitas,

maupun ketetapan waktu yang dipersyaratkan.

Sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat.

e. Posisi dominan

Posisi dominan adalah keadaan bahwa pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang

berarti dan atau mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya dipasar yang

bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, kemampuan

keuangan, kemampuan akses pada pasukan atau penjualan, akses terhadap

pembelian barang dan jasa, dan atau memiliki kemampuan untuk menyesuaikan

pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu dengan keinginannya untuk

71 Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Persaingan Usaha 1999

72 Insan Budi Maulana, Catatan Singkat dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik

Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2000, hlm 17

Page 55: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

45

memperoleh keuntungan lebih tinggi, dan atau dapat dengan menciptakan hambatan

masuk dengan tujuan untuk menghambat dan atau menghilangkan persaingan73.

Berdasarkan Undang-undang persaingan usaha 1999, pelaksanaan persaingan usaha

yang sehat berada dibawah pengawasan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha),

yang memiliki kewenangan untuk mengawasi persaingan usaha disetiap industri

termasuk sektor telekomunikasi. Secara umum, tanggung jawab dari KPPU adalah

untuk memastikan adanya persaingan usaha yang sehat di setiap industri. Terkait

dengan kewenangannya undang-undang ini memberikan kewenangan kepada KPPU

untuk memberikan sanksi biasanya berupa sanksi administratif kepada badan yang

melakukan bisnis dan melanggar ketentuan Undang-undang Persaingan Usaha

199974.

Kasus yang menimpa PT Telkom sebagai incumbent operator di sektor telekomunikasi

merupakan perusahaan yang tidak luput dari tuduhan melakukan tindakan monopoli. Kasus-

kasus yang diadukan ke KPPU diantaranya adalah pemblokiran akses sambungan

internasional. Salah satu kasus persaingan usaha dalam bidang telekomunikasi, yang menjadi

perhatian KPPU adalah adanya tindakan pemblokiran terhadap kode akses SLI 001 dan 008

milik PT Indosat oleh PT Telkom. KPPU dalam pertimbangannya menyatakan bahwa blocking

adalah menutup akses yang seharusnya tidak ditutup. Setelah melalui proses pemeriksaan

KPPU menjatuhkan putusan yaitu bahwa PT Telkom secara sah dan menyakinkan telah

melanggar Pasal 15 ayat 3 Undang-undang Persaingan Usaha 1999, Pasal 19 huruf a dan b,

memerintahkan kepada PT Telkom untuk menghentikan tindakan yang menimbulkan praktik

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Terkait dengan putusan ini PT Telkom

mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Bandung dimana PT Telkom berdomisili, dan

Pengadilan Negeri Bandung menerima keberatan PT Telkom dan membatalkan keputusan

KPPU75.

Kasus telekomunikasi lain yang ditangani KPPU, adalah mengenai kepemilikan saham Temasek

di Indosat dan Telkomsel. Temasek melalui dua anak usahanya yakni Singtel dan Singapore

Technologies Telemedia Pte. Ltd (STT) memiliki saham di dua perusahaan telekomunikasi di

Indonesia. Singtel memiliki saham 35 persen di Telkomsel. Sementara STT menguasai 41, 94

persen saham Indosat. Perkara ini diputuskan dengan no perkara 7/KPPU-L/2007. KPPU dalam

kasus ini menyatakan Temasek terbukti melanggar ketentuan Pasal 27 huruf 1 Undang-

undang Persaingan Usaha 1999. Pasal 27 mengatur bahwa pelaku bisnis dilarang memiliki

saham mayoritas dibeberapa perusahaan sejenis yang bergerak di bidang usaha yang sama di

pasar yang sama, atau membentuk beberapa perusahaan dengan sektor bisnis yang sama jika

kepemilikan tersebut mengakibatkan pelaku usaha mengontrol 51 % dari market share untuk

produk atau jasa tertentu. Dalam kasus ini selain Temasek sebagai terlapor, pihak Telkomsel

juga merupakan pihak terlapor dengan dugaan pelanggaran Pasal 17 dan 25 ayat 1 huruf b

Undang-undang Persaingan Usaha 199976.

Kasus lain terkait dengan persaingan usaha dalam bidang telekomunikasi adalah terkait

penolakan penggeseran kanal 3G yang dilakukan oleh telkomsel. Seperti yang diketahui

73 Isis Ikhwansyah. Loc Cit

74 Bahar & Partners, Op. Cit. hlm. 97

75 Asril Sitompul, Op.Cit. hlm. 144

76http://inet.detik.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/11/tgl/19/time/174703/idnews/854655/idkanal/39

9, diunduh pada tanggal 28 Maret 2012, pukul 12.00

Page 56: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

46

bahwa perkembangan telekomunikasi di Indonesia telah melewati beberapa tahap. Sampai

saat ini sudah sampai 4G (fourth generation). Kasus ini terkait dengan pergeseran kanal 3G

milik Telkomsel. Hasil rapat pleno BRTI telah memutuskan bahwa Telkomsel diminta untuk

menggeser kanal pada nomor 4 ke kanal no 6, agar Tri dan axis bisa mendapatkan 2nd carrier.

Namun pihak telkomsel menolak dengan alasan sudah terlanjur berinvestasi dan jika

dipaksakan pindah, akan adanya konsekuensi penurunan kualitas layanan dan harus

mengeluarkan dana besar yaitu sekitar Rp. 35 Miliar77.

Dengan tidak bersedianya telkomsel menggeser kanal 3 Gnya maka telkomsel dapat diduga

melakukan monopoli berdasarkan Undang-undang Persaingan Usaha 1999, dan selain itu juga

diduga melakukan penguasaan pasar. Telkomsel juga dapat diindikasikan melakukan

penolakan pesaing yang juga diatur dalam undang-undang ini. Menolak pesaing, diatur dalam

Pasal 19 a dan merupakan kegiatan yang dilarang karena dianggap merupakan kegiatan

monopoli dan tindakan curang. Dalam hal ini pihak telkomsel dianggap menghalangi pihak

operator seluler lainnya dalam penataan frekuensi 3G.

Kasus lainnya yaitu terkait dengan adanya perang tarif sms yang dilakukan gencar oleh para

operator seluler. Tarif sms yang diberlakukan salah satunya adalah tarif gratis lintas operator

(offnet). Penetapan tarif ini dinilai berpotensi menimbulkan berbagai masalah terkait dengan

praktik persaingan usaha tidak sehat dan masalah kualitas layanan jasa telekomunikasi yang

diterima oleh konsumen dari operator78.

Eksistensi perang tarif di bisnis telekomunikasi seperti pemberlakuan tarif gratis SMS lintas

operator seluler berpotensi melanggar ketentuan yangada, khususnya dalam hal penawaran

harga yang sangat rendah (predatory pricing) yang dapat merusak tatanan “pasar” yang telah

ada. Ketentuan tersebut sebagaimana yang diatur dalam Pasal 20 Undang-undang Persaingan

Usaha 1999. Terkait dengan kasus ini, BRTI mengeluarkan surat larangan mengenai praktik

pemberian SMS gratis lintas operator ini. Larangan ini dikeluarkan pada tanggal 24 Desember

2008, melalui surat No. 325/BRTI/XII/BRTI tentang larangan promosi tarif nol dan pemberian

bonus gratis untuk layanan SMS antar operator, yang diberikan kepada 12 Direktur Utama dari

12 Penyelenggara telekomunikasi dan larangan tersebut berlaku efektif pada tanggal 1 Januari

200979.

Kajian mengenai aspek persaingan usaha dalam bidang telekomunikasi di atas, menunjukkan

bahwa pada praktiknya hukum telekomunikasi di Indonesia belum cukup memadai dalam

mengatur persaingan usaha. Walaupun demikian setiap kegiatan yang dilakukan oleh

penyelenggara telekomunikasi sangat rentan dengan kegiatan persaingan usaha tidak sehat

ditambah dengan semakin banyaknya bentuk dari jaringan dan jasa telekomunikasi yang

ditawarkan. Sehingga untuk menghadapi masalah-masalah yang terkait dengan persaingan

usaha ini penunjukkan terhadap undang-undang persaingan usaha 1999 merupakan suatu hal

yang sampai saat ini dapat dikatakan paling tepat.

77 Sarwoto Atmosutarno (Direktur Utama Telkomsel) dalam berita Kominfo RI telkomsel didesak agar geser

kanal 3G, Rabu, 2 November 2011, www.detiknet.com

78 Siaran Pers No. 44/PIH/ KOMINFO/4/2010/ tentang Peringatan Ulang Bagi Para Penyelenggara

Telekomunikasi terhadap Larangan Promosi Tarif Gratis Layanan Telekomunikasi SMS untuk lintas operator

(off net) dan Perang Tarif secara tidak proporsional berdasarkan data kuantitatif keluhan dan pengaduan

pengguna layanan telekomunikasi , www.depkominfo.go.id 79 Siaran Pers No. 39/PIH.KOMINFO/1/2009/ tentang Penjelasan Lebih lanjut mengenai larangan pengiriman

SMS lintas operator secara gratis, www.depkominfo.go.id

Page 57: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

47

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur mengenai praktik monopoli dan persaingan

usaha tidak sehat. Undang-undang ini telah mengatur beberapa kegiatan yang dilarang yaitu

: Monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, persekongkolan, posisi dominan, jabatan rangkap,

kepemilikan saham dan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan suatu perusahaan.

Akan tetapi dalam praktik bisnis telekomunikasi di Indonesia banyak diwarnai oleh tindakan

persaingan usaha tidak sehat sebagaimana telah diputus oleh KPPU (Komisi Pengawasan

Persaingan Usaha).

2. Opsi Kebijakan Legislasi Konvergensi

a. Unifikasi Idealnya sebuah industri yang memiliki suatu ekosistem yang mirip sewajarnya diatur dalam

konsep Perundangan yang terintegrasi atau satu Undang-Undang. Dengan konsep Unifikasi

ini, maka penyusunan Rancangan Undang-Undang di bidang TIK ini akan menghapuskan

Undang-Undang eksisting yang berkaitan dengan Industri yang menyatu, yakni UU

Telekomunikasi, UU Penyiaran dan UU ITE.

Apabila melihat kepada konvergensi yang terjadi dan telah nyata terlihat pada bidang TIK

(telekomunikasi, Penyiaran dan internet) adalah konvergensi di bidang infrastruktur dan

layanan, namun secara struktur pasar dan struktur industri masih berjalan masing-masing.

Tantangan utama dari unifikasi Legislasi industri yang konvergen adalah bagaimana untuk

menyatukan industri yang betul-betul berbeda dalam hal penyelenggaraan, dalam ekosistem

industri yang masih memiliki stream horizontal dan vertical masing-masing, dan juga model

bisnis yang masih berbeda-beda. Kompetisi pada masing-masing industri juga memiliki level

kompetisi yang berbeda-beda, sehingga tantangan yang besar adalah menyatukan ekosistem

yang berbeda-beda tersebut menjadi sebuah ekosistem yang konvergen.

Konsep Unifikasi akan juga berimbas kepada konvergensi nomenklatur regulatornya, yakni

dimana sekarang ada 2 (dua) regulator yang berbeda yakni regulator telekomunikasi dan

regulator penyiaran. penyatuan regulator merupakan suatu keharusan apabila Undang-

Undang telah menjadi tunggal, sehingga pelaksanaan regulasi dan kebijakan termasuk

pengawasan dan pengendalian terhadap industri tersebut dapat diselenggarakan oleh badan

yang tunggal.

b. Harmonisasi dan Penyesuaian Langkah harmonisasi dapat dilaksanakan oleh pemerintah apabila langkah unifikasi sangat

sulit untuk dilaksanakan karena tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh pemerintah

dan industri. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang menuntut adanya

penyatuan pola pikir atau semangat yang sama pada peraturan dan kebijakan baik itu

telekomunikasi, penyiaran dan teknologi informasi dapat dituangkan dengan

mengharmonisasikan peraturan dan kebijakan tersebut pada masing-masing undang-undang

mengenai telekomunikasi, penyiaran dan teknologi informasi.

Dorongan untuk membuka pasar (open market) dari masing-masing industri untuk dapat

terbuka pada industri lainnya akan merubah tatanan penyelenggaraan telekomunikasi dan

penyiaran dari monopoli menjadi kompetisi. Perubahan tersebut harus disikapi dengan bijak

Page 58: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

48

dan perlu dukungan infrastruktur yang tepat. Regulator berperan sebagai wasit yang baik

untuk menjaga kepentingan pemerintah, industri, dan masyarakat berjalan dengan seimbang

dengan mendorong lahirnya proses perumusan, penetapan, dan penegakan regulasi yang

transparan.

Harmonisasi mungkin merupakan pilihan yang paling tepat untuk Indonesia, dengan langkah

harmonisasi konvergensi, maka pemerintah tidak hanya mengkonsep 1 RUU mengenai

konvergensi, namun juga perlu melakukan penyesuaian kepada UU lain yang saling berkaitan

(UU penyiaran dan ITE) supaya tidak terjadi tumpang tindih pengaturan yang akan membawa

kepada inkonsistensi legislasi di Indonesia.

3. Opsi nama nomenklatur legislasi konvergensi Konvergensi di Indonesia akan berkaitan sekali dengan UU ITE dan UU Penyiaran, maka perubahan

atas UU Telekomunikasi nomor 36 tahun 1999 perlu memperhatikan terhadap keterkaitan dengan

UU ITE dan UU Penyiaran yang ada.

Apabila dipilih pendekatan legislasi unifikasi, maka semua UU yang berkaitan akan dimasukkan ke

dalam satu UU unifikasi nantinya, hal ini mungkin tidak akan menjadi masalah di Perancangan

Uunya sendiri karena seluruh keterkaitan diatur dalam 1 UU. Namun ketika pilihan pendekatan

adalah dengan harmonisasi, maka yang diperlukan adalah harus adanya penyesuaian di seluruh

UU yang ada.

1. UU ITE

UU ITE merupakan UU yang mengatur mengenai pemanfaatan internet untuk sarana

transaksi dan penyampaian informasi, namun juga dalam UU ITE diatur perihal

penyelenggaraan sertifikasi elektronik. Dalam konsep teknologi, maka penyelenggara

sertifikat elektronik adalah suatu entitas yang bertujuan untuk memastikan keamanan

dari transaksi yang ada untuk memastikan proses otorisasi dan autentikasi.

Dalam UU yang bersifat konvergensi nantinya, penyelenggara sertifikat elektronik akan

menjadi bagian dari business enabler yang terkait dengan seluruh penyelenggara yang

menyediakan akses internet untuk keperluan transaksi internet di Indonesia.

Penyelenggaraan ini adalah berupa platform keamanan sehingga pengaturannya adalah

berkaitan sebagai entitas penyelenggara sertifikat elektronik sebagai penyelenggara

platform di dalam UU konvergensi.

2. UU Penyiaran

UU penyiaran saat ini mengatur penyelenggaraan jaringan untuk keperluan penyiaran dan

penyelenggaraan jasa dimana diatur mengenai penyedia konten penyiaran. melihat

kepada tren teknologi ke depan, dan sudah terjadi dengan sistem teknologi penyiaran

digital, maka akan terjadi peleburan teknologi antara penyiaran, telekomunikasi dan

internet. Konten penyiaran berjalan diatas infrastruktur serat optik milik penyelenggara

jaringan telekomunikasi, menempati infrastruktur menara, dan juga dapat menggunakan

jaringan akses yang sama dengan broadband dengan menggunakan teknologi LTE-

Broadcast, bahkan DVB-T2 yang diselenggarakan oleh penyelenggara multiplek sekarang

juga dapat menyelenggarakan akses internet setara dengan 3G.

Page 59: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

49

Fenomena tersebut akan menggeser konten UU penyiaran, dimana penyelenggaraan

jaringan penyiaran akan menjadi satu dengan penyelenggaraan konvergensi

(telekomunikasi + internet + penyiaran) dan diatur dalam UU konvergensi.

Pengaturan penyelenggara jasa yakni penyelenggara program siaran juga merupakan

bagian dari pengaturan UU konvergensi sebagai bagian dari penyelenggaraan layanan

konvergensi. Hal tersebut menjadi relevan ketika pemain telekomunikasi juga banyak

yang menjadi penyelenggara program siaran yang berbayar.

Untuk itu, pengaturan UU penyiaran ke depan adalah lebih kepada konten siaran yang

menjadi domain dari regulator penyiaran yakni KPI. Untuk itu dalam hal konvergensi

penyiaran dan telekomunikasi maka regulatornya masih dapat dipisah karena regulator

penyiaran di Indonesia lebih bertanggung jawab terhadap konten penyiaran daripada

penyelenggaraan jaringan dan penyelenggaraan jasa penyiaran.

Dalam penyusunan legislasi yang baru mengenai konvergensi, pemerintah dapat menggunakan

beberapa opsi pilihan nomenklatur legislasi konvergensi sebagai berikut:

a. RUU Konvergensi

Penyatuan teknologi dan beragamnya model bisnis industri TIK secara global dikenal luas

sebagai apa yang disebut dengan “convergence”, konvergensi secara global didefinisikan oleh

penyatuan industri telekomunikasi, penyiaran dan internet dalam hal infrastruktur, teknologi,

dan juga pasar yang sudah saling beririsan dan suatu saat menjadi pasar yang menyatu.

Terminologi konvergensi juga dipergunakan secara luas baik dalam hal kajian (directive,

consultation, dll) di negara lain, bahkan di beberapa negara seperti jepang dan taiwan sudah

memperkenalkan Convergence Act dalam pengaturan industri dibawahnya.

Penggunaan nomenklatur Konvergensi merupakan nomenklatur yang sangat jelas

menggambarkan adanya penyatuan, namun juga sangat tepat apabila RUU konvergensi ini

menjadi RUU yang bersifat harmonisasi dengan UU eksisting yakni Penyiaran dan ITE.

b. RUU Telematika

Telematika mulai dikenal sebagai penggabungan dari Telekomunikasi dan Informatika.

Telematika berkembang setelah mulai bercampurnya layanan telekomunikasi dan internet,

dan didukung dengan perkembangan teknologi perangkat yang mendukung terjadinya

konvergensi layanan tersebut.

Istilah telekomunikasi mengacu kepada telekomunikasi secara murni yakni pengiriman

informasi komunikasi (2 arah) secara jarak jauh, sedangkan Informatika memiliki pengertian

yang lebih luas yakni proses diseminasi informasi melalui media Penyiaran dan Internet.

Penggunaan nomenklatur RUU Telematika dipilih karena telematika sudah mencakup seluruh

teknologi dan layanan yang ditangani oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dan

nomenklatur Telematika akan dapat mengakomodir apabila akan dibuat satu Undang-Undang

atau unifikasi dari UU untuk Telekomunikasi, Penyiaran, dan Internet.

Page 60: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

50

c. RUU Konvergensi Telematika

Nama nomenklatur Konvergensi Telematika menegaskan adanya kondisi konvergensi pada

industri telekomunikasi dan informatika. Konvergensi telematika adalah penyatuan dari

industri Telekomunikasi dan industri Informatika yakni Penyiaran dan Internet.

d. RUU Telekomunikasi

Telekomunikasi merupakan media penyampaian informasi (cenderung 2 arah) yang dilakukan

secara jarak jauh dengan berbagai media pengiriman (media transmisi). Telekomunikasi

dikenal secara global dimana sangat erat kaitannya dengan teknologi telekomunikasi berbasis

kabel dan berbasis nirkabel.

Telekomunikasi sendiri tidak mendefinisikan istilah lain seperti penyiaran, pos, dan internet

sebagai satu bagian. Penggunaan “telekomunikasi” sebagai nomenklatur mempertimbangkan

bahwa masih ada UU lain yang mengatur mengenai penyiaran dan ITE secara tersendiri, dan

secara konten pengaturan bisa saja masih diatur secara terpisah dengan UU tersebut.

e. RUU Digitalisasi

Digitalisasi merupakan kegiatan merubah kondisi teknologi analog (konvensional) menjadi

kondisi teknologi digital untuk mengakomodasi perkembangan layanan. Digitalisasi

merupakan salah satu opsi menjadi nama nomenklatur legislasi karena perkembangan era TIK

semua akan mengarah kepada era digital, dan akan meninggalkan era analog. Telekomunikasi

menuju era digital dengan pengembangan 4G sebagai infrastruktur yang sudah full IP,

Penyiaran (televisi dan radio) sudah mulai migrasi ke teknologi digital untuk mencapai efisiensi

yang lebih tinggi, sedangkan internet sendiri sudah merupakan teknologi yang digital.

f. RUU Telekomunikasi Digital

Nama nomenklatur RUU Telekomunikasi digital mengambil ide dari arah telekomunikasi yang

mengarah ke era digital, dan bahwa teknologi telekomunikasi akan mampu menjadi basis dari

segala teknologi industri yang konvergensi, contohnya adalah dengan LTE-Broadcast atau 5G,

akan dapat memberikan layanan internet dan penyiaran langsung kepada pengguna.

g. RUU Media Konvergensi

Media merupakan istilah yang sangat erat dengan penyiaran, diseminasi informasi apabila

melihat kepada layanannya (media infotainment, media massa, dll), sedangkan apabila dilihat

dari segi infrastruktur, media berkaitan dengan sarana pengiriman informasi (media transmisi)

yang dapat berupa fisik kabel, maupun nirkabel.

Momentum revisi UU dan juga mengantisipasi terjadinya peleburan media (dalam hal layanan

dan infrastruktur) perlu disertai dengan nomenklatur yang menunjukkan terjadinya peleburan

layanan dan infrastruktur tersebut, dan nomenklatur Media Konvergensi dapat menjadi opsi

yang dipergunakan untuk menunjukkan bahwa telah terjadi peleburan Media baik media

dalam pengertian layanan maupun media dalam pengertian infrastruktur.

Page 61: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

51

h. RUU Komunikasi dan Multimedia

RUU Komunikasi dan Multimedia dipilih karena menggabungkan telekomunikasi sebagai

layanan yang sudah melekat ke pengguna telekomunikasi eksisting. Sedangkan multimedia

merupakan layanan yang menjadi penggabungan antara layanan dasar, video, suara, pesan

dan lain sebagainya.

Nomenklatur komunikasi dan multimedia juga dipergunakan sebagai UU di Malaysia semenjak

tahun 1998 yang mengatur mengenai telekomunikasi, penyiaran dan internet (online

activities). Malaysia telah menangkap fenomena konvergensi semenjak tahun 1998 dan

mengatur industri tersebut dalam satu lingkup legislasi yang bertujuan untuk menciptakan

industri konvergen yang dapat memfasilitasi seluruh pihak dalam satu pengaturan yang

terpadu (konvergen), dimana lalu Malaysia juga memiliki regulator yang konvergen yakni

MCMC (Malaysian Communication and Multimedia Commission).

Opsi-opsi tersebut perlu dikaji melalui pendekatan kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan

juga adanya dampak terhadap kondisi eksisting. Pendekatan kelebihan dan kekurangan dilihat secara

kualitatif untuk memberikan gambaran terhadap masing-masing opsi, terutama melihat kepada

kesesuaian terminologi nama nomenklatur, filosofi nama nomenklatur, dan juga dampak yang

diakibatkan kepada legislasi terkait lainnya, yakni UU ITE dan UU Penyiaran.

Tabel 1 : Pros dan Cons opsi nomenklatur RUU mengenai konvergensi

Nomenklatur

legislasi

Pros Cons

RUU konvergensi - Nomenklatur yang populer juga

dipergunakan di negara lain

(taiwan, Jepang) dan menyusul

untuk diimplementasikan di

negara lain

- Konvergensi sangat netral dan

luas, dapat mencakup

penyelenggaraan jaringan

maupun layanan konvergensi

- Istilah konvergensi sudah

mencakup keseluruhan istilah

untuk penyiaran dan internet,

maka beberapa konten di UU ITE

dan Penyiaran harus disesuaikan

ke RUU konvergensi

- Penyesuaian adalah materi

pengenai penyelenggaraan baik

jaringan, jasa maupun platform

yang akan ada

RUU Telematika - Sesuai untuk menjadi UU

Unifikasi karena Telematika

merupakan gabungan antara

Telekomunikasi dengan

Informatika (Penyiaran dan

Internet)

- Penggunaan nomenklatur

Telematika memerlukan effort

besar karena pengaturan

Penyiaran dan internet akan

menjadi satu dalam RUU ini

RUU Konvergensi

Telematika

- Konvergensi Telematika

merupakan penekanan bahwa

RUU ini merupakan penyatuan

dari industri Telekomunikasi

dan Informatika

- Istilah konvergensi telematika

sudah mencakup keseluruhan

istilah untuk penyiaran dan

internet, maka beberapa konten

di UU ITE dan Penyiaran harus

Page 62: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

52

disesuaikan ke RUU konvergensi

telematika

- Penyesuaian adalah materi

pengenai penyelenggaraan baik

jaringan, jasa maupun platform

yang akan ada

RUU

Telekomunikasi

- Sudah dikenal luas oleh

masyarakat

- Tidak relevan lagi dengan kondisi

dimana telekomunikasi hanya

satu layanan dibandingkan

dengan berbagai layanan

multimedia lain berupa

penyiaran, internet, dll

- Tidak dapat mencakup

pengaturan untuk internet,

penyiaran dan bidang lain

RUU Digitalisasi - Digitalisasi memiliki roh untuk

reformasi jaringan, layanan dan

platform untuk menjadi digital

yang lebih efisien bagi Industri

dan merupakan enabler untuk

bisnis pendukung TIK

- RUU digitalisasi tidak populer di

negara lain

- digital terlalu spesifik terhadap

suatu teknologi, karena

konvergensi akan tetap dapat

mengakomodasi analog walaupun

secara gradual akan beralih

semua ke digital

RUU

Telekomunikasi

Digital

- Telekomunikasi digital

menggambarkan pengaturan

telekomunikasi di era full digital

atau berbasis IP

- Nama nomenklatur

telekomunikasi sudah kurang

relevan dengan perkembangan

konvergensi yang terjadi, dan juga

digitalisasi merupakan

keniscayaan namun akan

memerlukan waktu yang lebih

panjang mengingat switch

teknologi pada daerah non-

lucrative akan lebih memerlukan

waktu lebih lama.

RUU Media

Konvergensi

- Media konvergensi akan

menjelaskan secara jelas

adanya konvergensi layanan

(media informasi) dan

konvergensi infrastruktur

(media transmisi)

- Nomenklatur media konvergensi

terlalu spesifik karena

konvergensi akan terjadi pada

teknologi, infrastruktur, layanan,

pengguna (pasar), regulasi dan

kebijakan dan juga jenis teknologi

akses

Page 63: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

53

- Istilah media kurang begitu

populer dipergunakan di negara

lain

RUU Komunikasi

dan Multimedia

- Dapat mengakomodir

Telekomunikasi sebagai

layanan dasar dan dipadukan

dengan layanan multimedia

sebagai layanan value added

dari layanan dasar

- Seakan-akan ada 2 roh

pengaturan industri yang diatur

dalam 1 legislasi

- Telekomunikasi ke depan akan

menghilangkan layanan dasar,

dan layanan utamanya adalah

layanan broadband sehingga

kurang relevan

- Kurang populer menjadi

nomenklatur legislasi di negara

lain

Page 64: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

54

BAB IV Arsitektur Naskah Akademis Legislasi Konvergensi

Bagian ini memuat tinjauan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan

judul Naskah Akademik Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada dan masih berlaku (hukum

positif). Yang termasuk dalam peraturan perundang-undangan pada landasan yuridis adalah

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan.

Sesuai dengan Undang-Undang R.I. Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional Tahun 2005-2025 yang dimuat pada Arah, Tahapan, dan Prioritas Pembangunan

Jangka Panjang Tahun 2005-2025 sebagai upaya untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang berdaya

saing dinyatakan bahwa:

”Pembangunan pos dan telematika diarahkan untuk mendorong terciptanya masyarakat berbasis

informasi (knowledge-based society) melalui penciptaan landasan kompetisi jangka panjang

penyelenggaraan pos dan telematika dalam lingkungan multioperator; pengantisipasian implikasi dari

konvergensi telekomunikasi, teknologi informasi, dan penyiaran, baik mengenai kelembagaan

maupun peraturan termasuk yang terkait dengan isu keamanan, kerahasiaan, privasi, dan integritas

informasi; penerapan hak kekayaan intelektual;...”

Upaya antisipasi terhadap implikasi dari konvergensi telekomunikasi, teknologi informasi, dan

penyiaran, baik mengenai kelembagaan maupun peraturan di Indonesia telah sejalan dengan arah

pembangunan hukum dalam mewujudkan Indonesia yang demokratis berlandasarkan hukum. Hal

dimaksud dimuat pula pada Undang-Undang R.I. Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 yang dimuat pada Arah, Tahapan, dan

Prioritas Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025 yaitu:

”Pembangunan materi hukum diarahkan untuk melanjutkan pembaruan produk hukum untuk

menggantikan peraturan perundang-undangan warisan kolonial yang mencerminkan nilai-nilai sosial

dan kepentingan masyarakat Indonesia serta mampu mendorong tumbuhnya kreativitas dan

melibatkan masyarakat untuk mendukung pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan nasional yang bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, yang mencakup perencanaan hukum, pembentukan hukum, penelitian dan

pengembangan hukum. Di sisi lain, perundang-undangan yang baru juga harus mampu mengisi

kekurangan/kekosongan hukum sebagai pengarah dinamika lingkungan strategis yang sangat cepat

berubah. Perencanaan hukum sebagai bagian dari pembangunan materi hukum harus

diselenggarakan dengan memerhatikan berbagai aspek yang memengaruhi, baik di dalam

masyarakat sendiri maupun dalam pergaulan masyarakat internasional yang dilakukan secara

terpadu dan meliputi semua bidang pembangunan sehingga produk hukum yang dihasilkan dapat

memenuhi kebutuhan kehidupan masyarakat bangsa, dan negara serta dapat mengantisipasi

perkembangan zaman. Pembentukan hukum diselenggarakan melalui proses terpadu dan demokratis

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta

sehingga menghasilkan produk hukum beserta peraturan pelaksanaan yang dapat diaplikasikan

secara efektif dengan didukung penelitian dan pengembangan hukum yang didasarkan pada aspirasi

dan kebutuhan masyarakat. Penelitian dan pengembangan hukum diarahkan kepada semua aspek

kehidupan sehingga hukum nasional selalu dapat mengikuti perkembangan dan dinamika

Page 65: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

55

pembangunan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat, baik kebutuhan saat ini maupun masa depan.

Untuk meningkatkan kualitas penelitian dan pengembangan hukum diperlukan kerja sama dengan

berbagai komponen lembaga terkait, baik di dalam maupun di luar negeri.”

Penyusunan legislasi konvergensi memerlukan landasan yang kuat untuk memastikan bahwa legislasi

ini memang dibutuhkan oleh stakeholder dan dapat menjawab terhadap permasalahan-permasalahan

yang terjadi, serta legislasi yang disusun dapat memberikan kerangka pijak bagi pengaturan industri

konvergensi yang akan terjadi beberapa tahun ke depan.

Landasan perancangan naskah akademis legislasi konvergensi dilaksanakan dengan pendekata empiris

dan normatif. Pendekatan empiris merupakan pendekatan yang dilakukan dengan melakukan

penelitian kepada stakeholder terkait dengan metode interview yakni melalui agenda Forum

Konvergensi. Sedangkan pendekatan normatif merupakan pendekatan yang dilakukan dengan

metode benchmark dari negara lain terkait dengan pengaturan terkait dengan konvergensi.

1. Kajian Yuridis Normatif

Kajian yuridis normatif dilakukan dengan melakukan study literatur kepada pengaturan di negara

lain untuk konten-konten yang dianggap penting dalam materi RUU konvergensi sebagai berikut:

1) Definisi Konvergensi Hampir semua negara mendefinisikan konvergensi yang terjadi adalah konvergensi antara

Penyiaran, Telekomunikasi dan Internet. Konvergensi 3 bidang tersebut akan menciptakan

perangkat yang semakin konvergen, dan juga ada penyatuan dari segmen pasar.

Gambar 8 : Analisa TES Konvergensi80

Dari gambar diatas, menunjukkan bahwa perkembangan konvergensi di negara lain terjadi

pada rantai nilai penyiaran (broadcast), telekomunikasi (communication provider), perangkat

pengguna, dan juga konvergensi pada penggunanya sendiri.

80 Responding to Convergence”, RAND, 2009

Page 66: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

56

Berbeda dengan beberapa negara lainnya, Jepang dan Taiwan mendefinisikan konvergensi

terbatas pada layanan telekomunikasi dan penyiaran. konvergensi dapat didefinisikan melalui

3 perspektif, yaitu perspektif teknologi, ekonomi, dan dari perspektif regulator. Dari perspektif

teknologi, saat ini layanan broadband tidak hanya dapat disediakan melalui DSL, tetapi juga

oleh modem kabel. Saat ini, penyedia layanan telekomunikasi juga dapat menyediakan

layanan televisi. Teknologi yang memungkinkan hal tersebut dapat terjadi.

Selanjutnya dari perspektif ekonomi, layanan konvergensi adalah gabungan dari beberapa

layanan yang dapat disediakan oleh satu penyedia layanan, seperti layanan triple-play atau

bahkan quadruple-play pada satu platform yang sama. Serta yang terakhir dari perspektif atau

sudut pandang regulator, layanan konvergensi memberikan tantangan tersendiri, karena tidak

hanya di Jepang dan di Taiwan, tetapi juga negara lainnya memiliki regulasi yang terpisah

mengenai telekomunikasi, penyiaran, TV kabel, TV satelit, dan lain sebagainya. Sehingga

memberikan tantangan tersendiri untuk mengatur legal fremework yang tepat bagi

pengembangan layanan konvergensi.

Gambar 9 : Roadmap Konvergensi Australia81

2) Pemanfaatan Sumber Daya Kebijakan Spektrum frekuensi merupakan kebijakan yang sangat krusial bagi penyelenggaraan

konvergensi, karena teknologi dan layanan wireless adalah yang paling berperan dalam

perkembangan konvergensi. Dari tabel dibawah, arah dari kebijakan mengenai spektrum

frekuensi adalah pada fleksibilitas spektrum frekuensi, sehingga penggunaan resource yang

sangat terbatas tersebut memberikan kesempatan bagi industri untuk dapat mencapai titik

efisiensi biaya dan juga potensi revenue yang ingin dicapai.

81 ACMA

Page 67: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

57

Gambar 10 : Perubahan rezim kebijakan spektrum frekuensi82

Selain mengarah kepada spectrum fleksibilitas, pemanfaatan spektrum di negara lain juga

sudah mulai mendorong pemanfaatan spektrum frekuensi yang unlicense sehingga

memberikan fleksibilitas penggunaan kepada pengguna.

Tabel 2 : Benchmark Pemanfaatan Sumber Daya

Negara Pemanfaatan Sumber Daya

US - US merupakan negara dengan spectrum trading yang paling aktif

- Melakukan digital dividend pada 700 MHz secara nasional untuk

kebutuhan broadband nasional

- Adanya pasar sekunder dimana pasar ini seringkali melakukan

kegiatan jual beli lisensi dan penyewaan spektrum frekuensi atau

seperti broker spektrum frekuensi

UK - Spectrum trading mulai diperkenalkan

- Membuka broadband pada spektrum 2600 MHz

Korea Selatan - Ada pemilik spektrum layer kedua yang kurang kompetitif, dan

berpotensi untuk jual beli spektrum

Jerman - Kebijakan Digital Dividen dilaksanakan dengan membebaskan

spektrum frekuensi untuk 700 MHz

- Sedang mempertimbangkan untuk kebijakan spectrum pooling dan

spektrum flexibility

- Mengkaji implementasi 4G untuk 800MHz, 1.8GHz, dan 2.6GHz

82 Responding to Convergence”, RAND, 2009

Page 68: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

58

3) Model Bisnis Konvergensi

Gambar 11 : Integrasi Upstream dan Downstream Konvergensi83

Model penyelenggaraan bisnis konvergensi tidak terlepas dari tumbuh cepatnya

penyelenggara telekomunikasi yang menciptakan konten dan aplikasi, namun belum adanya

pengaturan mengenai penbuat aplikasi dan konten membuat model bisnis konvergensi di

Indonesia masih belum optimal terasa pertumbuhannya.

Gambar diatas menunjukkan bahwa konvergensi akan mengarah kepada service neutrality,

network neutrality dan service neutrality

a. Service neutrality menjamin bahwa setiap layanan akan dapat berjalan di setiap platform

layer penyelenggara melalui upstream integration. Contohnya adalah setiap

penyelenggara jaringan harus bekerja sama dengan ISP, penyelenggara platform aplikasi

dan penyelenggara konten (layer diatasnya) untuk dapat memungkinkan seluruh konten

dapat berjalan di suatu jaringan dan dinikmati pelanggannya

b. Net-neutrality berarti setiap jaringan harus mengutamakan prinsip non-discriminatory,

anti-blocking dan membuka secara luas setiap layanan yang ada dan dapat dinikmati oleh

penggunanya.

c. Access neutrality dimana dalam kaitan dengan model bisnis konvergensi, maka juuga akan

tercipta downstream integration dimana penyelenggara akan terkoneksi dengan setiap

perangkat pengguna yang ada tanpa terkecuali.

4) Penyelenggaraan Konvergensi (Struktur Industri dan Lisensi) Perizinan penyelenggaraan di negara lain untuk pasar-pasar tertentu telah berubah dari izin

telekomunikasi menjadi authorisasi, dimana sebuah perusahaan hanya perlu untuk mengisi

kesanggupan dalam bentuk sertifikat, dimana ada beberapa persyaratan yang menjadi

komitmen yakni contohnya komitmen jaringan, kondisi Significant Market Power, dll.

83 Responding to Convergence”, RAND, 2009

Page 69: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

59

Kebijakan perizinan yang lebih sederhana tersebut dilaksanakan untuk memfasilitasi

kemudahan masuk ke industri dan fleksibilitas regulasi perizinan untuk pasar yang entry

barriernya mudah, contohnya pasar konten dan aplikasi.

Tabel 3 : Benchmark Kebijakan Cross-Ownership di negara lain

Negara Cross-ownership

US - Telco diregulasi, sedangkan ISP tidak diregulasi (registrasi)

- Regulasi konten yang tidak ketat (light touch)

- Menyerahkan kepada pasar yang ada untuk mendeliver layanan

apapun

-

UK - Ofcom memberikan regulasi yang ketat pada masalah sosial terkait

perlindungan konsumen

Korea Selatan - Corss-ownership tidak diatur secara rigid

Tabel 4 : Benchmark Kebijakan Industri di negara lain

Negara Kebijakan industri

US - Duopoli telekomunikasi oleh AT&T dan Verizon

- Open access bagi perusahaan kabel yang signifikan untuk

memberikan kemudahan masuk bagi penyelenggara jasa

- Jaringan akses yang sudah konvergen

- Kompetisi yang tidak ketat di rural area

UK - Pasar broadband kompetitif

- Open access untuk broadband provider

Korea Selatan - Pasar broadband kompetitif

Tabel 5 : Benchmark Kebijakan Struktur Industri di negara lain

Negara Struktur industri

Jepang - Layer terminal

- Layer jaringan

- Layer platform

- Layer konten/aplikasi

Taiwan - Layer infrastruktur

- Layer platform layanan

- Layer konten dan aplikasi

Page 70: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

60

Tabel 6 : Benchmark Kebijakan Struktur Industri di negara lain

Parameter India Malaysia Thailand Australia USA Jerman Kesimpulan

Struktur industri - Konten Digital

- Basic

- Mobile

- ISP

- UASL

- MVNO

- ILD

- NLD

- Wholesale Menara

- Wholesale Satelit

- VSAT

- Network Facilities

Providers (NFP);

- Network Service

Providers (NSP);

- Application Service

Provider;

- Content

Applications Service

Providers.

- Konten Digital

- VoIP

- Seluler

- Fixed Line

- ISP

- MVNO

- NAP, IXP

- MNO

- Wholesale Menara

- Wholesale Fiber Optik

- Wholesale Satelit

- Fixed Mobile

- Mobile

- ISP

- MVNO

- Konten Digital

- VoIP

- Wholesale

Menara

- Wholesale Fiber

Optik

- Wholesale Satelit

- Konten Digital

- Konten Aplikasi

- Seluler

- Fixed Line

- MVNO

- NAP, IXP

- MNO

- Wholesale Menara

- Wholesale Fiber

Optik

- Wholesale Satelit

- Konten Digital

- Seluler

- Fixed Line

- ISP

- MVNO

- NAP, IXP

- MNO

- Wholesale

Menara

- Wholesale Fiber

Optik

- Wholesale Satelit

- Konten Digital

- Seluler

- Fixed Line

- ISP

- MVNO

- NAP, IXP

- MNO

- Wholesale Menara

- Wholesale Fiber Optik

- Wholesale Satelit

Desain Pasar - Retail Content

(Konten Digital)

- Retail Bandwidth

(Basic, Mobile, ISP,

UASL, MVNO)

- Wholesale Bandwidth

(ILD, NLD)

- Wholesale

Infrastruktur

(Wholesale Menara,

Wholesale Satelit,

VSAT)

- Retail Content

(Content

Applications Service

Providers)

- Retail Aplikasi

(Application Service

Provider)

- Retail Bandwidth

(Application Service

Provider)

- Wholesale

Bandwidth

(Application Service

Provider)

- Wholesale

Infrastruktur

(Content

Applications Service

Providers)

- Retail Content

(Konten Digital)

- Retail Aplikasi (VoIP)

- Retail Bandwidth

(Seluler, Fixed Line,

ISP, MVNO)

- Wholesale

Bandwidth (NAP,

IXP,MNO)

- Wholesale

Infrastruktur

(Wholesale Menara,

Fiber Optik, Satelit)

- Retail Bandwidth

(Fixed Mobile,

Mobile, ISP,

MVNO)

- Retail Konten

(Konten Digital)

- Retail Aplikasi

(VoIP)

- Wholesale

Infrastruktur

(Wholesale

Menara, Fiber

Optik, Satelit)

- Retail Content

(Konten Digital)

- Retail Aplikasi

(Konten Aplikasi)

- Retail Bandwidth

(Seluler, Fixed Line,

ISP, MVNO)

- Wholesale

Bandwidth (NAP,

IXP,MNO)

- Wholesale

Infrastruktur

(Wholesale Menara,

Fiber Optik, Satelit)

- Retail Content

(Konten Digital)

- Retail Aplikasi

(Konten Aplikasi)

- Retail Bandwidth

(Seluler, Fixed

Line, ISP, MVNO)

- Wholesale

Bandwidth (NAP,

IXP,MNO)

- Wholesale

Infrastruktur

(Wholesale

Menara, Fiber

Optik, Satelit)

- Retail Content (Konten

Digital)

- Retail Aplikasi (Konten

Aplikasi)

- Retail Bandwidth

(Seluler, Fixed Line,

ISP, MVNO)

- Wholesale Bandwidth

(NAP, IXP,MNO)

- Wholesale

Infrastruktur

(Wholesale Menara,

Fiber Optik, Satelit)

Page 71: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

61

Parameter India Malaysia Thailand Australia USA Jerman Kesimpulan

Fokus Kebijakan dan

regulasi utama - Persaingan Usaha

- Infrastruktur Sharing

- Open Access

- MVNO

- Merger dan Akuisisi

- Roaming Nasional

- Persaingan Usaha

- Infrastruktur Sharing

- Open Access

- MVNO

- Merger dan Akuisisi

- Persaingan Usaha

- Infrastruktur

Sharing

- Open Access

- MVNO

- Kartu Perdana

- Merger dan Akuisisi

- Persaingan Usaha

- Infrastruktur

Sharing

- Open Access

- MVNO

- Kartu Perdana

- Merger dan

Akuisisi

- Roaming

Nasional

- Persaingan Usaha

- Infrastruktur Sharing

- Open Access

- MVNO

- Tariff

- Roaming Nasional

- Persaingan Usaha

- Infrastruktur

Sharing

- Open Access

- MVNO

- Merger dan

Akuisisi

- Roaming Nasional

- Persaingan Usaha

- Infrastruktur Sharing

- Open Access

- MVNO

- Merger dan Akuisisi

- Roaming Nasional

Komposisi pasar - Konten Digital (177)

- Basic (7)

- Mobile (15)

- ISP (33)

- UASL (22)

- MVNO (1)

- ILD (17)

- NLD (26)

- Wholesale Menara (6)

- Wholesale Satelit (3)

- VSAT (10)

- Network Facilities

Providers (134

(individual), 20

(Class));

- Network Service

Providers (131

(individual), 22

(Class));

- Application Service

Provider (541

(Class));

- Content

Applications Service

Providers (39

(individual), 27

(Class))

- Konten Digital (tidak

dibatasi)

- VoIP (31)

- Seluler (5)

- Fixed Line (4)

- ISP (38)

- MVNO (35)

- NAP, IXP (14)

- MNO (5)

- Wholesale Menara (2)

- Wholesale Fiber Optik

(2)

- Wholesale Satelit (1)

- Fixed Mobile (12)

- Mobile (3)

- ISP (39)

- MVNO (38)

- Konten Digital

(tidak dibatasi)

- VoIP (24)

- Wholesale

Menara (3)

- Wholesale Fiber

Optik (1)

- Wholesale Satelit

(5)

- Konten Digital (tidak

dibatasi)

- Konten Aplikasi (tidak

dibatasi)

- Seluler (81)

- Fixed Line (3479)

- MVNO (192)

- NAP, IXP (72)

- MNO (4)

- Wholesale Menara

(89)

- Wholesale Fiber

Optik (ILEC dan CLEC

di setiap Negara

bagian)

- Wholesale Satelit

(19)

- Konten Digital

(tidak dibatasi)

- Seluler (4)

- Fixed Line (8

major; 184 Local)

- ISP (11)

- MVNO (163)

- NAP, IXP (17)

- MNO (4)

- Wholesale

Menara (5)

- Wholesale Fiber

Optik (2)

- Wholesale Satelit

(2)

- Konten Digital (tidak

dibatasi)

- Seluler (>3; <15)

- Fixed Line (>4;<15)

- ISP (>10)

- MVNO (>3)

- NAP, IXP (>10)

- MNO (>4)

- Wholesale Menara (2-

5)

- Wholesale Fiber Optik

(>2)

- Wholesale Satelit

(>1;<10)

Page 72: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

5) Peran Negara dalam Industri Konvergensi Di beberapa negara seperti Jepang dan Taiwan, layanan konvergensi muncul karena adanya

perkembangan teknologi yang memungkinkan serta didorong oleh keinginan industrinya

untuk menyediakan layanan yang diinginkan pelanggan. Di Jepang dan di Taiwan, pada saat

muncul layanan IPTV, kedua negara tersebut belum mempunyai regulasi yang pas untuk

mengatur layanan IPTV, mengingat layanan IPTV merupakan irisan dari layanan

telekomunikasi dan penyiaran.

Di Taiwan, sebelum NCC dibentuk, telekomunikasi dan penyiaran diregulasi oleh Directorate

General of Telecommunication (DGT) dan Government Information Office (GIO). Ketika

layanan konvergensi mulai muncul, seperti halnya IPTV, kedua regulator di Taiwan tersebut

memiliki pandangan yang berbeda mengenai bagaimana pengaturan yang tepat untuk

layanan IPTV. DGT meyakini bahwa IPTV harus diregulasi sebagai salah satu layanan

telekomunikasi yang baru, namun GIO berpendapat bahwa IPTV perlu diatur sama seperti

layanan TV kabel.

Salah satu peran negara terpenting dalam mengantisipasi perkembangan layanan konvergensi

dan untuk memastikan layanan konvergensi dapat terus berkembang adalah dengan

menyiapkan legal framework yang tepat. Regulasi yang tepat akan menjamin perkembangan

yang berkelanjutan dari layanan konvergensi.

Di Jepang, diskusi dan debat mengenai legal framework untuk layanan konvergensi dimulai

sejak tahun 2006. Banyak kalangan di Jepang yang mengusulkan agar regulasi konvergensi

disusun dengan model horizontal.

Gambar 12 : pendekatan horizontal regulasi

Kesimpulannya, peran negara yang dapat diambil dalam mendukung pengembangan layanan konvergensi untuk meningkatkan daya saing bangsa adalah dengan menyiapkan framework regulasi yang dapat mendukung pengembangannya. Perlu ada kajian yang lebih komprehensif bagaimana bentuk legal layanan konvergensi yang tepat diterapkan di Indonesia dengan melihat kondisi industri di Indonesia.

Page 73: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

63

6) Peran Masyarakat dalam Industri Konvergensi Masyarakat sangat berperan dalam mendorong industri konvergensi berkembang cepat. Di

Korea Selatan, yang menjadi faktor kunci berkembangnya layanan konvergensi antara lain:

a. Evolusi teknologi

b. Konsen bisnis dan perkembangan pasar

c. Kebutuhan atau permintaan pengguna/masyarakat

d. Kebijakan dan regulasi

Masyarakat, khususnya di Korea Selatan sangat membutuhkan mobilitas, portabilitas, dan

kecepatan tinggi, dan hal tersebut merupakan faktor utama pendorong kemajuan layanan

konvergensi di Korea Selatan. Pengguna tidak hanya membutuhkan fixed line dengan

kecepatan tinggi, tetapi juga untuk perangkat porTabel seperti laptop dan PDA. Oleh karena

itu permintaan akan layanan Fixed-Mobile Convergen di Korea Selatan tumbuh sangat pesat.

Pengguna menginginkan dapat melakukan beberapa pekerjaan dalam pada satu platform

yang sama, misalnya menonton tv sambil mencari informasi atau melakukan pekerjaan

lainnya seperti homeshopping.

7) Perlindungan Pengguna Di India, melalui The Telecom Consumer Protection Regulation 2012, diatur beberapa point

yang berhubungan dengan perlindungan konsumen telekomunikasi. Beberapa isu yang diatur

diantaranya mengenai : presentasi dan marketing voucer (start-up kit, voucer, warna band di

kertas voucer), penyampaian pesan mengenai produk kepada konsumen (informasi lengkap

mengenai voucer kepada pelanggan pra-bayar, informasi kepada pelanggan pra-bayar terkait

usage mereka, rincian penggunaan sebelumnya sehubungan dengan koneksi pra-bayar,

menyediakan fasilitas yang menyediakan informasi mengenai account konsumen, tarif

layanan premiun dan value added services).

Di Jerman, Undang-Undang Telekomunikasi Jerman telah dikembangkan sesuai “Paket

Telekomunikasi 2002” menyebabkan perubahan mendasar pada hukum telekomunikasi

Jerman sebelumnya dan diimplementasikan ke UU Telekomunikasi Jerman (TKG) pada 22 Juni

2004. Sejak itu, perubahan selanjutnya telah dilakukan (misalnya, pada retensi data)

perubahan dari TKG pada 3 Mei 2012 semakin memperkuat hak konsumen, misalnya dalam

hal transparansi biaya layanan telekomunikasi dan pembebanan biaya (seperti yang berkaitan

dengan jaringan dan regulasi spektrum. Perubahan 1 Juli 2013 secara substansial

memperpanjang hak otoritas keamanan untuk memantau komunikasi mobile dan secara

online.

8) Optimalisasi dan Utilisasi Layanan Konvergen untuk Ekonomi, Sosial, Budaya,

Pemerintahan dan Layanan Publik

Peran broadband untuk menggerakkan ekonomi nasional bisa dilihat sebagai satu strategi

untuk peningkatan taraf hidup masyarakat Indonesia, namun ketika melihat jangkauan lebih

kecil yakni kepada kehidupan perkotaan, broadband akan melahirkan konsep smart city.

Konsep smart city merupakan konsep kehidupan masyarakat perkotaan yang ditunjang

Page 74: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

64

dengan TIK untuk memudahkan aktivitas masyarakat dari aspek kepemerintahan, pendidikan,

kebudayaan, tempat tinggal, mobilitas, perekonomian, bersosialisasi, dll.

Konsep smart city berawal dari keinginan masyarakat OECD untuk menurunkan kadar polusi

di negaranya, dengan mengurangi ketergantungan akan carbon (BBM, dll) dan mulai

mendorong penggunaan transportasi massal maupun tradisional seperti sepeda, bis, ketika

konsep smart city bisa merubah pandangan dan kultur masyarakat mengenai efisiensi dan

efektivitas dalam berkegiatan.

Ada banyak definisi dari smart city dan hingga saat ini belum ada definisi yang baku, namun

umumnya kota dapat disebut smart city ketika investasi modal sosial dan manusia,

infrastruktur transportasi serta teknologi informasi dan komunikasi (TIK/ICT) mampu

mendorong pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dan kualitas hidup yang tinggi,

dengan pemanfaatan sumber daya alam yang yang bijak, melalui tata kelola pemerintahan

yang partisipatif.

Beberapa definisi smart city dari pandangan akademis adalah:

1. Smart city memiliki semangat keamanan, ramah terhadap lingkungan, pusat

kegiatan masyarakat yang efisien di masa depan dengan infrastruktur yang mutakhir

seperti sensor, elektronik, dan jaringan untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi

yang berkelanjutan dan memberikan jaminan kualitas kehidupan yang tinggi (Hall,

2000).

2. Sebuah kota menjadi “smart” ketika investasi dalam masyarakat dan sosial,

transportasi tradisional dan infrastruktur ICT yang modern akan mendorong

pertumbuhan ekonomi dan terciptakan kualitas kehidupan yang tinggi, denga

kebijakan yang baik akan sumber daya alam, melalui peran serta pemerintah

(Caragliu, 2009).

3. Sebuah kota yang memiliki proyeksi yang baik mengenai ekonomi, masyarakat

pemerintahan, transportasi, lingkungan dan hunian, dibangun pada…..

Sementara definisi smart city oleh pandangan para praktisi:

1. Smart city merupakan sebuah kota yang mampu menghubungkan masyarakat,

informasi dan elemen kota dengan mengunakan teknologi baru yang bertujuan

untuk menciptakan kota yang ramah lingkungan, kompetitif, inovatif, dan

meningkatkan kualitas kehidupan dengan admnistrasi berkelanjutan dan sistem

maintenance dari sebuah kota (Barcelona City Hall, 2011).

2. Amsterdam smart city menggunakan teknologi inovatif dan kemauan untuk merubah

perilaku yang berkaitan dengan konsumsi energi untuk menghentikan tujuan

kerusakan iklim global. Amsterdam smart city merupakan pendekatan yang universal

untuk desain dan pertumbuhan yang berkesinambungan, program yang ekonomis

yang akan mengurangi penggunaan carbon dari kota tersebut (Amsterdam Smart

city, 2009).

Page 75: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

65

Untuk negara berkembang smart city akan menjadi solusi terhadap permasalahan urbanisasi

beserta masalah yang mengikutinya seperti kemacetan, kriminal, sampah, kesehatan,

transportasi, lapangan kerja dan lain-lain, sedangkan di negara maju, smart city menjawab

kebutuhan masyarakat untuk mengurangi polusi udara, emisi karbon, dan sejenisnya.

Smart city berperan meningkatkan kehidupan dengan konektivitas inteligent antara manusia

dan masyarakat, ketersambungan yang unlimited, ubiquitous (dimana saja, kapan saja),

dimana manusia, perangkat dan aplikasi saling berinteraksi, dan nilai komunitas dan

pertumbuhan finansial memiliki prioritas yang sama melalui harga yang equal pada seluruh

layanan yang terjangkau bagi seluruh komunitas.

Dari difinisi-definisi smart city di atas, konsep smart city adalah:

1. Sebuah kota berkinerja baik dengan berpandangan ke dalam ekonomi, penduduk,

pemerintahan, mobilitas, lingkungan dan hidup.

2. Sebuah kota yang mengontrol dan mengintegrasi semua infrastruktur termasuk

jalan, jembatan, terowongan, rel, kereta bawah tanah, bandara, pelabuhan,

komunikasi, air, listrik, dan pengelolaan gedung. Dengan begitu dapat

mengoptomalkan sumber daya yang dimilikinya serta merencanakan

pencegahannya. Kegiatan pemeliharaan dan keamanan dipercayakan kepada

penduduknya.

3. Smart city dapat menghubungkan infrastuktur fisik, infrastruktur IT, infrastruktur

social, dan bisnis infrastruktur untuk meningkatkan kecerdasan kota.

4. Smart city membuat kota lebih efisien dan layak huni.

5. Penggunaan smart computing untuk membuat smart city dan fasilitasnya meliputi

pendidikan, kesehatan, keselamatan umum, transportasi yang lebih cerdas, saling

berhubungan dan efisien.

6. Menciptakan lingkungan yang kompetitif karena smart city memberikan peluang

untuk mengambil keuntungan.

7. Mempengaruhi masyarakat sehingga menjadi kota yang masyarakatnya terpelajar,

mampu beradaptasi.

Dalam pengembangan smart city yang dilakukan di kota Birmingham, komponen yang

menyusun arsitektur smart city terdiri dari 6 (enam) layer yakni tujuan, masyarakat,

ekosistem, infrastruktur lunak, system perkotaan, infrastruktur keras seperti pada gambar

dibawah.

Page 76: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

66

Gambar 13 : Arsitektur smart city84

9) Kebijakan yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi UK menyadari bahwa konvergensi harus dihadapi dengan berbagai kebijakan yang bertujuan

untuk memberikan ekosistem konvergensi kepada setiap stakeholder yang ada, dan tujuan

utama dari kebijakan di UK adalah untuk meminimalisir regulasi yang ada dan hambatan-

hambatan administrasi bagi konvergensi, dan juga untuk memaksimalkan pengaruh kebijakan

dalam negeri terkait konvergensi pada pengembangan kebijakan internasional.

84 http://theurbantechnologist.com, 2012

Page 77: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

67

Gambar 14 : Kebijakan Konvergensi United Kingdom85

Yang dilakukan oleh UK adalah adanya reformasi pada 5 hal yang menjadi tugas dari regulator

konvergensi yakni ofcom:

a. Perizinan bergeser dari izin penyelenggaraan menjadi registrasi dan authorisasi bagi

pasar yang memiliki sifat pasar mudah untuk keluar dan masuk

b. Pengelolaan spektrum frekuensi memiliki pendekatan berbasis pasar, dimana akan

membuka kemungkinan spectrum trading antar penyelenggara, dan mendorong

pemanfaatan spektrum unlicense

c. Perizinan bergeser dari yang detail menjadi lebih transparan dan lebih liberal dengan

mendorong industry self-regulation

d. Regulasi konten digeser ke tier-3 struktur regulatory (dilaksanakan dengan regulator

media) untuk mengantisipasi adanya gap dan overlap pengaturan

e. Kepemilikan media menjadi lebih liberal.

10) Regulasi yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi Di era konvergen, maka berbagai layanan akan masuk ke dalam suatu ekosistem yang sama

yakni konvergensi, dan setiap pengguna akan dapat mengakses seluruh layanan tersebut

tanpa batasan. Konvergensi akan memerlukan sebuah regulasi dan kebijakan yang dapat

mengcover seluruh penyelenggaraan dan rantai nilai konvergensi, regulasi dan kebijakan

tersebut tidak harus berada dalam satu organisasi regulatori, namun yang diperlukan adalah

regulasi yang dapat mengkoordinasikan antar beberapa organisasi (Kementerian/Lembaga)

yang berbeda-beda namun memiliki tujuan dan kepentingan yang sama dalam konvergensi.

85 Responding to Convergence”, RAND, 2009

Page 78: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

68

11) Badan regulator Tabel 7 : Badan regulator di US, UK dan Korea Selatan

Negara Badan regulator untuk konvergensi

US FCC belum merupakan regulator yang sepenuhnya konvergen, karena untuk pengaturan kompetisi dan perlindungan pengguna, FCC masih perlu berkoordinasi dengan Department of Justice dan Federal Trade Commission, dan untuk kebutuhan pengaturan pada negara bagian berkoordinasi dengan Public Utility Commission. FCC juga tidak bertanggung jawab kepada internet

UK Ofcom merupakan regulator yang sudah konvergen, awalnya ofcom dibentuk dari merger dari 5 regulator yakni:

3. Broadcasting Standards Comission 4. Independent Television Comission 5. Office of Telecommunications (oftel) 6. Radio Authority 7. Radio Communications Agency

Namun ofcom tidak memiliki tanggung jawab terhadap kebijakan media dan

Korea Selatan KCC (Korea Communication Commitee) merupakan badan hasil merger dari Ministry of Communication and Information dan Korea Broadcasting Committee.

Tabel dibawah menggambarkan gambaran regulator konvergensi di US, UK dan Korea Selatan.

Gambar 15 : Regulator dan Regulasi di USA, UK, dan Korea Selatan86

86 Responding to Convergence”, RAND, 2009

Page 79: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

69

Adapun di negara-negara lain dimana konvergensi tidak harus di selenggarakan dengan

regulator yang konvergen, yang diperlukan adalah kepastian adanya koordinasi yang solid

antara regulator-regulator yang berbeda tersebut. Apalagi ketika seluruh layanan industri

telah konvergen pada suat infrastruktur yang sama.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Inggris, dimana terdapat beberapa badan atau organisasi

yang bekerja secara horizontal, artinya terdapat beberapa instansi atau organisasi yang

mengatur terkait telekomunikasi dan penyiaran dari sudut sektor tertentu.

Tabel 8 : Benchmark regulator telekomunikasi dan penyiaran di inggris

Telecommunications Industry

Broadcasting Industry

Economic Regulation:

Dept. of Trade and Industry ("DTI"), Oftel

DTI, OFTEL, Radiocommunications Agency ("RA"), Dept. of Culture, Media and Sport ("DCMS"), Independent Television Commission ("ITC")

Content Regulation:

DTI, Home Office ("HO") (obscenity), ICSTIS (self-regulation of premium-rate services)

DCMS, ITC, HO (obscenity), BBC, 54C, Broadcasting Standards Commission, British Board of Film Classification, Radio Authoriy, BBC

Competition Regulation:

DTI, Oftel, OFT, MMC DTI, Oftel, OFT, MMC, ITC and Radio Authority (provision of licensed and connected services, cross-media ownership), Oftel and ITC (shared juridiction on EPGs)

Spectrum Regulation:

RA RA, ITC

Source : Based on DTI (1998), page 20

Keputusan yang diambil dalam penyusunan legal framework layanan konvergensi di Jepang adalah dengan mengintegrasikan kembali regulasi yang terkait dengan telekomunikasi, radio, Wire Telecommunications Law, Laws Concerning Wire Broadcasting Telephones Business, Laws and Ordinances Concerning Measures against Illegal and Harmful Information, the Broadcast Law, the Law to Regulate the Operation of the Cable Radio Broadcasting Services, the Cable Television Broadcast Law, dan the Law Concerning the Broadcasting of Telecommunication Services.

2. Kajian Yuridis Empiris Dari pelaksanaan Yuridis Empiris yang telah dilakukan terdapat beberapa prinsip pokok yang harus

termuat dari legislasi konvergensi. Beberapa prinsip pokok tersebut, antara lain:

1. Pengembangan industri konvergensi berbasis digital dalam konteks komunikasi bukan

hanya tentang pengembangan infrastruktur atau media komunikasi, tetapi lebih kepada

pesan komunikasi itu sendiri. karena ketika infrastruktur sudah terbangun dengan teknologi

yang konvergen dan aksesibilitas yang tinggi, siapakah yang paling bertanggung jawab untuk

membangun kemampuan memformulasikan dan menyampaikan pesan yang dilewatkan

melalui infrastruktur. Oleh karena itu, apabila pengembangan industri konvergen berbasis

digital hanya berfokus kepada pengembangan infrastruktur, namun tidak kepada

Page 80: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

70

kemampuan berkomunikasi masyarakat, maka bangsa Indonesia gagal membangun budaya

komunikasi yang baik. (mahfud siddiq)

2. Standar keamanan konvergensi di Indonesia harus dapat dibangun sendiri dan tidak

bergantung kepada kebijakan maupun standar dari negara lain. parameter utama

tercapainya parameter daya saing bangsa adalah dengan terpenuhinya kondisi

ipoleksosbudhankan naisonal yang seimbang dan stabil. ()

3. Indonesia sebagai negara yang besar dengan total penduduk yang mencapai 247 juta jiwa

merupakan potensi yang apabila dimanfaatkan dengan baik akan berdampak pada

pertumbuhan ekonomi yang eksponensial. Tidak dapat dipungkiri bahwa Sumber Daya

Manusia (SDM) merupakan kunci dari perkembangan bangsa dan peningkatan daya saing

suatu bangsa. Oleh karena itu, dengan momentum bonus demografi dan diimbangi dengan

pendidikan yang berkualitas untuk menciptakan SDM yang handal, berbudaya, dan

berkarakter maka diharapkan SDM Indonesia dapat menangkap peluang, menciptakan

kreasi dan inovasi produk sehingga meningkatkan nilai tambah dan mampu bersaing dengan

dunia internasional, terutama terkait pengembangan industri konvergensi berbasis digital.

(Togap Simangunsong)

4. Industri konvergensi berbasis digital seharusnya dapat memberikan dampak positif

terhadap sistem birokrasi pemerintahan, baik pemerintah daerah maupun pemerintah

pusat. Pemanfaatan aplikasi digital dalam sistem pemerintahan dapat menjadikan kota

tersebut menjadi kota cerdas melalui pelayanan publik yang lebih cepat, tepat dan efisien.

(Ridwan Kamil)

5. Perkembangan perekonomian suatu daerah tidak hanya dihasilkan dari semakin tingginya

pendapatan daerah tersebut, namun juga dapat disebabkan oleh semakin sistem birokrasi

di daerah tersebut yang semakin efisien, sehingga biaya-biaya yang dianggap tidak terlalu

penting dapat dialihkan untuk pembangunan infrastruktur yang akan berdampak pada

pertumbuhan perekonomian wilayah tersebut. (Tri Risma)

Kajian yuridis empiris ini merupakan kesimpulan dari pelaksanaan Forum Konvergensi yang

menjadi kebutuhan pengaturan mendasar era konvergensi di Indonesia, forum konvergensi ini

diikuti oleh berbagai stakeholder dari:

1. Pemerintah

2. Penyelenggara telekomunikasi

3. Komunitas/asosiasi

4. Vendor perangkat telekomunikasi

5. Masyarakat

6. Akademisi legal, teknis dan ekonomi

Pendekatan yuridis empiris merupakan pendekatan yang dilakukan menggunakan metode

interview, dalam hal ini pendekatan yuridis empirs telah dilakukan dalam materi pembahasan

dalam forum konvergensi tersebut, dan kesimpulan dari kajian yuridis empiris dari forum

konvergensi tersebut adalah sebagai berikut.

1) Definisi Konvergensi Dari hasil forum konvergensi tersebut, dapat disimpulkan bahwa definisi dari konvergensi

adalah suatu kondisi dimana telah terjadi penyatuan teknologi, layanan bahkan kerangka

pengaturan regulasi, dimana penyatuan tersebut terjadi pada bidang telekomunikasi,

Page 81: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

71

penyiaran, internet, perbankan, hiburan, dan bidang lainnya yang memberikan layanan

multimedia kepada pengguna akhir.

Konvergensi akan terjadi pada seluruh industri TIK yakni sebagai berikut:

A. Konvergensi teknologi

Perkembangan teknologi seperti LTE-Broadcast maupun DVB-Terestrial contohnya

sudah dapat memberikan akses telekomunikasi, internet dan penyiaran kepada

penggunanya. Konvergensi ini teknologi ini menjadi awal dari konvergensi yang akan

terjadi pada layer-layer diatasnya, karena perkembangan teknologi yang menjadi

trigger dari perkembangan layanan, infrastruktur, regulasi, bahkan pengguna akhir

yang akan sangat terdampak.

B. Konvergensi infrastruktur

Gambar 16 : Konvergensi87

Konvergensi infrastruktur merupakan penyatuan berbagai macam infrastruktur

telekomunikasi, penyiaran dan internet menjadi suatu kesatuan infrastruktur yang

konvergen. Satu infrastruktur konvergen akan dapat dipergunakan oleh berbagai

keperluan industri telekomunikasi, penyiaran dan internet. Infrastruktur backbone

serat optik, infrastruktur jaringan kabel akses perumahan, infrastruktur akses

nirkabel, infrastruktur internasional akan menjadi infrastruktur yang dapat

dipergunakan bersama-sama, dan layanan apapun akan berjalan diatas infrastruktur

tersebut.

Sebagaimana pada Gambar 16 yang memperlihatkan bahwa hanya ada 1

infrastruktur, yakni infrastruktur “Unified Wired and Wireless Network” untuk

menjalankan semua jenis layanan dari pengguna.

87 Cisco

Page 82: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

72

C. Konvergensi platform layanan

Konvergensi platform layanan adalah penyatuan berbagai jenis layanan dalam satu

platform layanan, layanan yang dulu berdiri secara independen, contohnya telepon

suara, SMS, telegraf, siaran televisi yang dikirimkan secara independen kepada

pengguna, sudah mulai disediakan dengan satu platform tunggal. Contoh konkrit dari

konvergensi platform layanan adalah keberadaan media sosial (facebook, twitter,

youtube, dll), layanan perpesanan instan (whatsapp, line, dll) yang dapat memberikan

berbagai layanan kepada penggunanya baik layanan berbasis pesan, suara, video dan

lain sebagainya sebagaimana digambarkan pada Gambar 17.

Gambar 17 : Konvergensi platform layanan88

D. Konvergensi regulasi

Konvergensi regulasi merupakan langkah negara-negara dalam mensikapi adanya

konvergensi infrastruktur dan layanan, dimana pemerintah di negara-negara tersebut

mulai mencari solusi untuk dapat mengatur industri yang telah konvergen dengan

regulasi yang dapat mengatur perkembangan konvergensi. Selain regulasi, ada

beberapa negara yang juga menkonvergensikan regulatornya untuk mendapatkan

pengawasan aturan yang konvergen.

E. Konvergensi Pengguna

Konvergensi infrastruktur dan layanan akan menciptakan konvergensi pengguna,

dimana pada kondisi eksisting pengguna tersegmentasi secara ekslusif di suatu

layanan atau infrastruktur, maka dengan konvergensi infrastruktur dan layanan,

pengguna juga akan konvergen. Konvergensi pengguna terlihat sebagai contohnya

dengan berlangganan layanan internet broadband di rumah, maka pengguna sudah

dapat menikmati siaran televisi, internet dan menggunakan semua layanan konten

dan aplikasi yang ada.

88 www.techteledata.com

Page 83: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

73

2) Layanan Konvergensi Dari hasil forum konvergensi tersebut, dapat disimpulkan bahwa layanan konvergensi sangat

beragam dan diimplementasikan di seluruh bidang perekonomian suatu negara. Terjadinya

konvergensi infrastruktur yang memungkinkan terjadinya konvergensi layanan ini yang

menjadikan TIK menjadi infrastruktur meta yang menjadi tulang punggung dari seluruh

pertumbuhan ekonomi di segala bidang. Contohnya:

a. Bidang pemerintahan (e-government, e-procurement, e-budgeting, e-musrenbang, e-

controlling, e-performance, dan lain sebagainya)

b. Bidang industri manufaktur (automasi perangkat produksi, sistem RFID sebagai

pelacak lokasi barang,

c. Bidang perikanan (aplikasi pencitraan satelit untuk mengetahui sebaran ikan tangkap

di laut)

d. Bidang kesehatan (rekam medis online, operasi jarak jauh, konsultasi online, dll)

e. Bidang pendidikan (e-learning, pembelajaran jarak jauh, e-book, dll)

f. Bidang pertanian (aplikasi informasi produk pertanian online, lumbung pertanian

online, dll)

g. Dan aplikasi di bidang perekonomian lainnya.

3) Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi Dari hasil forum konvergensi, dapat disimpulkan bahwa dalam penyediaan layanan pada era

konvergensi, diperlukan landasan pengaturan yang fleksibel namun mampu berfungsi

melaksanakan perlindungan pengguna. Konvergensi akan hadir pada berbagai layer industri

mulai dari infrastruktur, layanan, pengguna, entitas industri, hingga kepada perangkat yang

dipergunakan oleh pengguna.

Konvergensi akan menciptakan berbagai platform aplikasi dan konten yang akan hadir di

masyarakat untuk itu diperlukan suatu platform nasional yang bertugas untuk dapat menjadi

Hub bagi platform-platform yang tercipta tersebut.

Gambar 18 : Hub IP Nasional89

Platform Hub IP nasional tersebut akan menjadi sentral/pusat bagi kebutuhan interkoneksi

berbasis IP secara nasional. Kebutuhan Hub IP adalah untuk memenuhi kondisi implementasi

89 Telekom-ICSS

Page 84: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

74

infrastruktur IP yang berbasis kepada multi-platform dan memerlukan adanya suatu sistem

pengintegrasi antar berbagai Pihak.

Hub IP nasional bukan hanya sekedar memberikan interkoneksi pada level switching, namun

juga dapat memberikan konektivitas nasional (interkoneksi pada layer transport) dan juga

kebutuhan interkoneksi pada level layanan.

4) Infrastruktur Konvergensi Berdasarkan hasil dari forum konvergensi, dapat disimpulkan bahwa dari segi infrastruktur,

sekarang pun telah terjadi konvergensi baik infrastruktur fisik (kabel, menara, sentral, dll)

hingga ke infrastruktur yang bersifat software (billing, customer service, dll). Kebutuhan yang

mendasar pada kondisi konvergensi ke depan adalah bahwa indonesia akan memerlukan

suatu infrastruktur baru penunjang konvergensi di setiap bidang, contohnya adalah payment

gateway untuk menunjang perbankan, sistem logistik nasional untuk menunjang logistik, dan

platform infrastruktur lainnya. Kebutuhan konvergensi bagi pemerintah harus menjadi titik

balik perluasan penetrasi layanan kepada masyarakat, sehingga sangat dibutuhkan suatu

infrastruktur nasional dimana harus ada peran pemerintah bersama-sama dengan industri

untuk dapat merealisasikan jaringan broadband nasional ini.

a. Infrastruktur broadband nasional

Gambar 19 : Rencana Palapa Ring90

Infrastruktur palapa ring merupakan infrastruktur penting dalam menghubungkan daerah

yang selama ini belum terkoneksi secara broadband, kebutuhan broadband adalah untuk

memungkinkan akses konten dan layanan digital serta infrastruktur akses dapat tergelar

dengan lebih murah dan lebih cepat dengan kualitas yang tinggi.

b. Infrastruktur payment gateway

Payment gateway merupakan infrastruktur yang sangat penting bagi kebutuhan e-

commerce nasional. Infrastruktur pembayaran nasional ini akan terhubung kepada

seluruh pengguna, dan ke berbagai penyedia konten dan aplikasi konvergensi.

Fungsi payment gateway akan menjadi hub pembayaran secara nasional yang

tersertifikasi oleh pemerintah dan memiliki standar keamanan yang tinggi untuk

menjamin perlindungan pengguna e-commerce.

90 Telkom Indonesia

Page 85: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

75

Gambar 20 : Payment Gateway Nasional91

c. Sistem infrastruktur logistik nasional

Logistik merupakan kebutuhan penting untuk mendukung sektor perekonomian di

indonesia, pemerintah sedang mencanangkan pengembangan tol laut nasional dimana

jalur tol laut tersebut akan diselenggarakan dengan menggunakan alat transportasi laut

kapasitas besar, sehingga dapat menurunkan biaya barang yang diangkut hingga ke

Kawasan Timur Indonesia.

Pengembangan Deep Sea Port merupakan salah satu jalan bagi terlaksananya tol laut, dan

automasi pelabuhan dengan layanan broadband konvergensi akan memberikan dampak

efisiensi yang besar kepada operasional dan sistem logistik nasional.

Gambar 21 : Tol Laut Indonesia

5) Teknologi Konvergensi Berdasarkan forum konvergensi, teknologi konvergensi akan semakin menyatukan industri

yang berbeda-beda (telekomunikasi, penyiaran dan internet), teknologi telekomunikasi dan

internet sudah merupakan suatu kesatuan sistem yang konvergen, dan ke depan teknologi

yang pada awalnya digunakan hanya untuk telekomunikasi ataupun penyiaran akan dapat

menawarkan seluruh layanan juga, contohnya adalah LTE-Broadcast yang dapat memberikan

layanan penyiaran di atas infrastruktur telekomunikasi, dan DVB-T yang menawarkan layanan

telekomunikasi dan internet di atas infrastruktur penyiaran.

91 Swift Business Forum Bangladesh

Page 86: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

76

Gambar 22 : Machine Type Communication92

Komunikasi antar perangkat akan menjadi arah teknologi ke depan, dimana otomasi akan

terjadi di semua sektor industri, dan konvergensi teknologi akan menciptakan efisiensi industri

dan masyarakat yakni dengan biaya yang lebih efisien, konsumsi energi lebih rendah, serta

reliabilitas dan availabilitas yang tinggi.

6) Pemanfaatan Sumber Daya Kebutuhan yang sangat krusial bagi terciptanya konvergensi ternyata adalah sumber daya

yang sangat terbatas yakni sumber daya spektrum frekuensi. Kebutuhan layanan data yang

jauh lebih besar ke depan menuntut untuk adanya pembebasan spektrum frekuensi pada

band yang sangat tinggi (supaya tidak mengalami keterbatasan sebagaimana pada band

rendah).

Penggunaan sumber daya yang paling krusial adalah spektrum frekuensi karena jumlahnya

sangat terbatas dan tidak dapat dipergunakan secara berulang oleh 2 pihak secara bersamaan

apabila tanpa koordinasi.

Untuk kebutuhan konvergensi ke depan, dibutuhkan juga suatu kebijakan dan regulasi yang

mengatur fleksibilitas pemanfaatan spektrum frekuensi yakni spectrum trading, spectrum

pooling, spectrum sharing, dan lain sebagainya.

Fleksibilitas sumber daya tersebut akan mendorong penyelenggara infrastruktur wireless

untuk memanfaatkan sumber daya secara optimal dan mendorong efisiensi sumber daya yang

sangat terbatas.

7) Pendekatan Implementasi Layanan Konvergensi Implementasi layanan konvergensi ke depan akan memunculkan sebuah ekonomi digital,

dimana seluruh sektor ekonomi akan terkoneksi kepada infrastruktur dan layanan TIK digital.

Implementasi layanan konvergensi juga bukan hanya akan menyasar kepada sektor ekonomi

saja namun lebih luas lagi adalah ipoleksosbud hankam. Untuk memastikan keamanan dari

layanan-layanan konvergensi, maka dibutuhkan sekali adanya platform yang dapat

memastikan keamanan layanan konvergensi berupa enkripsi dan pengamanan data milik

pengguna.

92 Ericsson

Page 87: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

77

8) Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) TKDN menjadi kunci pokok apabila pemerintah ingin memajukan daya saing bangsa,

pemberdayaan masyarakat dan pengayaan keilmuan masyarakat mengenai penguasaan

teknologi akan menjadi kunci bagi berhasil atau tidaknya Indonesia menjadi negara yang

berdaulat sepenuhnya, berangkat dari kondisi eksisting dimana Indonesia menjadi negara

konsumen dan bergantung kepada teknologi yang dijual oleh negara lain.

9) Model Bisnis Konvergensi Model bisnis akan berkembang ke depan dengan melibatkan berbagai interaksi antar entitas,

baik dari perusahaan besar hingga kepada individu. Model bisnis akan tercipta pada setiap

interaksi entitas tersebut, yang dahulu individu hanya merupakan konsumen, namun sekarang

dan kedepan individu dapat menciptakan industri ekonominya sendiri dengan two-sided

bahkan multi-sided model business tersebut karena setiap entitas akan dapat memberikan

value-added bagi entitas lain.

10) Penyelenggaraan Konvergensi (Struktur Industri dan Lisensi) Penyelenggaraan pada era konvergensi akan menjadi sangat kompleks pada era transisi

karena ada pertemuan (konvergensi) dari pasar telekomunikasi, penyiaran dan internet,

namun setelah era transisi tersebut, penyelenggaraan pada konvergensi akan menjadi

semakin mengerucut hingga menyisakan penyelenggara yang akan menyelenggarakan:

a. Penyediaan infrastruktur konvergen

Penyelenggaraan konvergensi yang menyelenggarakan infrastruktur yang konvergen,

yang dapat dimanfaatkan oleh setiap layer diatasnya, yakni layer platform jaringan,

konten dan aplikasi.

b. Penyediaan kapasitas produksi konvergen (bandwidth, billing, dll)

Penyelenggaraan konvergensi yang menyediakan kapasitas produksi yang

memungkinkan pengguna mendapatkan akses bandwidth ke layanan yang diakses

c. Penyediaan platform yang dapat menjembatani komunikasi antar pengguna

Penyelenggaraan konvergensi yang menyediakan platform layanan yang menjadi

enabler bagi tumbuhnya konten dan aplikasi konvergensi.

d. Penyediaan layanan konvergensi yang akan bersaing secara kompetitif

Penyelenggaraan konvergensi berupa penyedia konten dan aplikasi konvergensi.

11) Peran Negara dalam Industri Konvergensi Peran negara akan menjadi semakin penting di era keterbukaan informasi pada era

konvergensi. Negara perlu hadir kepada penyelenggaraan konvergensi dalam hal sebagai

berikut:

a. memastikan bahwa keterbukaan akan menjadi kunci penyatuan dan penguatan

masyarakat Indonesia, dan bukan malah menjadi pemecah bangsa

b. memastikan unsur pertahanan dan keamanan

c. memperhatikan unsur kepentingan pengguna

Page 88: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

78

d. mempersiapkan kebijakan dan regulasi dalam penyelenggaraan konvergensi melalui

pengaturan peluang usaha, sumber daya, dan lain sebagainya

e. mempersiapkan rencana pemerintah untuk sektor industri konvergensi

12) Peran Masyarakat dalam Industri Konvergensi Masyarakat dalam industri konvergensi merupakan pengguna akhir dari produk-produk

konvergensi. Diharapkan dalam menciptakan industri konvergensi, maka perlu ada peran dari

masyarakat yakni untuk menjaga keamanan terkait data, dan juga melalui peran aktif

masyrakat untuk lebih memanfaatkan sarana aplikasi dan layanan digital.

13) Perlindungan Pengguna Aspek perlindungan pengguna merupakan hal yang sangat penting ketika berbagai pengguna

dapat terhubung satu sama lain, dan juga informasi akan mudah tersebar cepat. Perlindungan

pengguna dapat diciptakan dengan menciptakan ekosistem regulasi dan penyediaan sistem

elektronik yang handal dan juga mampu memberikan kepastian keamanan bagi data privasi.

Regulasi yang disusun juga harus mampu melindungi pelanggan dari ancaman yang terjadi di

sektor konvergensi ini.

14) Pertahanan dan Keamanan Negara Pertahanan dan keamanan negara menjadi penting karena peran dunia siber ini yang sudah

sangat luas, sehingga menjadikan dunia siber menjadi sasaran yang sangat mudah untuk

dapat melakukan penyerangan ke suatu negara, dibandingkan dengan perang fisik. Dalam

pertahanan dan keamanan negara, maka kebijakan dan regulasi ke depan perlu memastikan:

a. Kebijakan dan regulasi dalam hal penyadapan informasi

b. Memastikan terciptanya keamanan informasi secara fisik maupun non fisik

c. Pengembangan badan siber nasional sebagai badan yang menjadi alat negara untuk

mengantisipasi adanya ancaman dari sektor siber

d. Infrastruktur yang aman dan dapat dikontrol oleh negara

15) Optimalisasi dan Utilisasi Layanan Konvergen untuk Ekonomi, Sosial, Budaya,

Pemerintahan dan Layanan Publik Hadirnya berbagai teknologi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan pemerintahan

memberikan kemudahan bagi berjalannya layanan publik. Dpat dirasakan secara langsung

pada kota Bandung, Malang, Surabaya, yogyakarta dan lainnya bahwa pemanfaatan teknologi

konvergensi ini langsung memberikan dampak efisiensi dan juga kemudahan dalam hal

birokrasi. Contohnya adalah pengaturan lalu lintas yang terintegrasi TIK, pengurusan izin-izin

yang terpusat melalui pelayanan digital, dan lain sebagainya.

Page 89: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

79

16) Kebijakan yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi Kebijakan pada era konvergensi diharapkan dapat menciptakan perlindungan bagi setiap

stakholder yang ada di dalamnya yakni pemerintah, regulator, industri, pemain

penyelenggara, dan masyarakat sebagai pengguna maupun sebagai rantai nilai dari industri

konvergensi. Kebijakan yang diperlukan dalam era konvergensi yakni:

a. Kebijakan terkait sumber daya spektrum frekuensi

b. Kebijakan mengenai infrastruktur konvergensi nasional

c. Kebijakan mengenai pengembangan masyarakat melalui capacity building

d. Kebijakan mengenai layanan USO yang bukan lagi harus menitik beratkan layanan

dasar teleponi dan SMS, namun menjadi layanan konvergensi

e. Kebijakan mengenai penyelenggaraan kompetisi bagi industri konvergensi

f. Kebijakan mengenai pertahanan dan keamanan negara

g. Kebijakan mengenai perekonomian digital

h. Kebijakan perlindungan pengguna

i. Kebijakan efisiensi dan konsolidasi penyelenggaraan untuk mencapai konvergensi

industri

17) Regulasi yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi Regulasi yang disusun dalam mendukung konvergensi merupakan tiang penguat industri yang

perlu dibangun untuk mendapatkan konvergensi yang ideal, regulasi tersebut diantaranya

adalah:

a. Regulasi kompetisi

b. Regulasi ekosistem digital (payment gateway, e-money, e-transaction, dll)

c. Regulasi ekonomi

d. Regulasi spektrum frekuensi

e. Regulasi mengenai produk layanan

f. Regulasi perlindungan pengguna

g. Regulasi PNBP

h. Regulasi perizinan

i. Regulasi keamanan

j. Regulasi yang mendorong semangat efisiensi industri.

Page 90: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

80

3. Kajian Tren masa depan

Gambar 23 : Telco Emerging Market menuju Konvergensi93

Perkembangan teknologi yang demikian cepat tidak diikuti dengan peningkatan kemampuan alih

teknologi dan riset dari industri dalam negeri. Industri telekomunikasi dalam negeri sejak dekade

80-an dalam keadaan mandek (stagnan), sehingga ketergantungan terhadap pihak luar sangat

besar. Indonesia hanya menjadi negara pemakai dan pembeli produk-produk luar negeri.

Perkembangan teknologi yang demikian pesat juga telah melahirkan konvergensi jasa-jasa baru

yang tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi akan tetapi telah meluas kepada ke arah

media (penyiaran) dan informatika yang di Indonesia untuk penopang seluruh layanan disemua

sektor termasuk jasa keuangan, perbankan, perdagangan, pendidikan, kesehatan, komunikasi,

sosial, budaya dan politik. Jasa siaran radio dan televisi tidak lagi menjadi domain penyelenggara

atau lembaga penyiaran, akan tetapi telah dapat disediakan oleh pelanggan jasa telekomunikasi

melalui jaringan yang ada dan di akses menggunakan perangkat (terminal) telekomunikasi.

Perkembangan teknologi konvergensi sudah memungkinkan layanan penyiaran berjalan di atas

infrastruktur telekomunikasi dan penyiaran sebagai contoh adalah layanan online broadcast yang

dapat dinikmati melalui internet dan menggunakan perangkat telepon pintar; layanan internet

juga sudah dapat dilangsungkan melalui infrastruktur penyiaran yakni DVB-T2; dan juga telah

hadir teknologi generasi keempat yang telah menyasar segmen telekomunikasi dan penyiaran

yakni LTE-Broadcast.

93 Naskah Akademis RUU Telekomunikasi

Page 91: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

81

4. Materi Legislasi Konvergensi

Forum konvergensi dilaksanakan untuk mencari dan menemukenali kebutuhan dari setiap

stakeholder akan arah konvergensi ke depan, dan juga arah kebijakan dan regulasi yang

dibutuhkan oleh industri. Materi legislasi disusun untuk dapat menjawab kebutuhan sebagai

berikut:

1. Definisi konvergensi

2. Layanan Konvergensi 3. Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi 4. Infrastruktur Konvergensi 5. Teknologi Konvergensi 6. Pemanfaatan Sumber Daya 7. Pendekatan Implementasi Layanan Konvergensi 8. Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) 9. Model Bisnis Konvergensi 10. Penyelenggaraan Konvergensi (Struktur Industri dan Lisensi) 11. Peran Negara dalam Industri Konvergensi 12. Peran Masyarakat dalam Industri Konvergensi 13. Perlindungan Pengguna 14. Pertahanan dan Keamanan Negara 15. Optimalisasi dan Utilisasi Layanan Konvergen untuk Ekonomi, Sosial, Budaya,

Pemerintahan dan Layanan Publik 16. Kebijakan yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi 17. Regulasi yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi

Page 92: Buku Putih Hasil Forum Konvergensi_110915_ebook

82

Penutup

Penyusunan buku putih forum konvergensi ini dilakukan dengan peran dan keterlibatan publik dalam

memberikan gambaran dan masukan untuk rencana penyusunan legislasi Rancangan Undang-

Undang terkait Konvergensi TIK. Pendekatan tersebut dilakukan dalam rangka mengumpulkan materi

dari berbagai stakeholder terkait baik dari Akademisi, Vendor, Operator, Konsultan, Kementerian

terkait dan Pemerintah daerah sehingga materi yang disusun mencerminkan kebutuhan seluruh

stakeholder dan dapat dipertanggung jawabkan secara publik.

Harapan yang diinginkan dengan buku ini adalah supaya dapat memberikan gambaran yang utuh

mengenai penyusunan legislasi konvergensi beserta pertimbangan secara akademis dan best-practice

bagi semua pihak.

Dalam penyusunan buku putih forum konvergensi ini, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh

pembicara yang berpartisipasi dalam rangkaian acara forum konvergensi, PT. Telekomunikasi

Indonesia Tbk. yang menjadi Host forum konvergensi dan seluruh panitia yang terlibat dalam

kelancaran dan kesuksesan acara forum konvergensi hingga tersusunnya buku putih forum

konvergensi ini.