Buku Pedoman Restorative Justice

84
Buku Pedoman Penerapan Restorative Justice Dalam Upaya Perlindungan Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum

description

kemenkumham

Transcript of Buku Pedoman Restorative Justice

  • Buku Pedoman

    Penerapan Restorative Justice

    Dalam Upaya Perlindungan Anak

    Yang Berkonflik Dengan Hukum

  • Buku Pedoman

    Penerapan Restorative Justice

    Dalam Upaya Perlindungan Anak

    Yang Berkonflik Dengan Hukum

    Badan Penelitian dan Pengembangan HAM

    Kementerian Hukum dan HAM R.I.

    Tahun 2013

  • copyright c

    BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA

    KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI

    Jl. HR Rasuna Said Kav. 4-5 Kuningan, Jakarta Selatan

    Website: www.balitbangham.go.id

    Tim Penyusun:

    Pengarah:Dr. Mualimin, S.H, M.H.

    Penanggung Jawab:Samuel Purba, S.H. M. Hum.

    Ketua:Ir. I Gusti Putu Agung , M. Si.

    Sekretaris:Tati Hartati, S.Sos.

    Anggota:1. Dr. Eva A. Zulfa, S.H, M.H

    2. Citra Krisnawaty, S.H.

    3. Abdurrahman, S.H.

    4. Suwartono

    Cetakan Pertama - November 2013

    Penata Letak :

    Sulaiman

    Desain Sampul depan : www.nepalmountainnews.com

    www.europa.eu

    Desain sampul belakang : www.bestcurrentaffairs.com

    ISBN : 978-602-9423-47-1

    Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang.

    Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh

    isi buku ini tanpa izin tertulis dari Pemegang Hak Cipta.

    Pracetak oleh :

    cv. arya jaya utama

    Buku Pedoman

    Penerapan Restorative Justice

    Dalam Upaya Perlindungan Anak

    Yang Berkonflik Dengan Hukum

    Dicetak oleh :

    cv. arya jaya utama

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM i

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya dapat menyelesaikan penyusunan Buku Pedoman Penerapan Restorative Justice dalam Upaya Perlindungan Anak yang Berkonflik dengan Hukum, yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak-hak Sipil dan Politik Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Kementerian Hukum dan HAM.

    Berdasarkan prinsip perlindungan anak yang mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak, maka perlindungan anak lebih diutamakan mengingat secara kodrati anak memiliki substansi atau pengetahuan dan pemahaman yang lemah. Berkenaan dengan hal tersebut diperlukan perlakuan khusus terhadap anak, termasuk terhadap anak yang melakukan tindak pidana. Dalam kaitan anak yang berkonflik dengan hukum diperkenankan sebuah alternatif penegakan hukum, yaitu restorative justice, suatu konsep penegakan hukum yang menitik beratkan kepada kepentingan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan masyarakat.

    copyright c

    BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA

    KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI

    Jl. HR Rasuna Said Kav. 4-5 Kuningan, Jakarta Selatan

    Website: www.balitbangham.go.id

    Tim Penyusun:

    Pengarah:Dr. Mualimin, S.H, M.H.

    Penanggung Jawab:Samuel Purba, S.H. M. Hum.

    Ketua:Ir. I Gusti Putu Agung , M. Si.

    Sekretaris:Tati Hartati, S.Sos.

    Anggota:1. Dr. Eva A. Zulfa, S.H, M.H

    2. Citra Krisnawaty, S.H.

    3. Abdurrahman, S.H.

    4. Suwartono

    Cetakan Pertama - November 2013

    Penata Letak :

    Sulaiman

    Desain Sampul depan : www.nepalmountainnews.com

    www.europa.eu

    Desain sampul belakang : www.bestcurrentaffairs.com

    ISBN : 978-602-9423-47-1

    Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang.

    Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh

    isi buku ini tanpa izin tertulis dari Pemegang Hak Cipta.

    Pracetak oleh :

    cv. arya jaya utama

    Buku Pedoman

    Penerapan Restorative Justice

    Dalam Upaya Perlindungan Anak

    Yang Berkonflik Dengan Hukum

    Dicetak oleh :

    cv. arya jaya utama

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RIii

    Sehubungan dengan itu buku pedoman ini disusundengan maksud agar dijadikan sebagai acuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman bagi penegak hukum, aparat terkait, dan peran serta masyarakat dalam menangani anak yang berkonflik dengan hukum yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Kami menyadari adanya kekurangan dalam penyusunan buku ini, oleh karenanya saran dan masukan dari berbagai pihak untuk perbaikan dan penyempurnaan buku pedoman ini sangat kami harapkan.

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM iii

    Akhir kata kami mengucapkan terima kasih dan menyampaikan penghargaan kepada pakar dari Universitas Indonesia, para nara sumber dan semua pihak yang telah berpartisipasi memberikan konstribusi sehingga terwujudnya buku pedoman ini, dan semoga dapat bermanfaat bagi kita.

    Jakarta, November 2013

    Kepala Pusat, Penelitian dan Pengembangan

    Hak-hak Sipil dan Politik

    Samuel Purba, S.H, M.Hum. NIP. 19560727 198003 1 001

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RIiv

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM v

    SAMBUTAN

    Pada kesempatan ini marilah kita mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberikan bimbingan dan lindungan-Nya pada kita semua sehingga penyusunan Buku Pedoman Penerapan Restorative Justice Dalam Upaya Perlindungan Anak yang Berkonflik Dengan Hukum dapat diselesaikan.

    Dikeluarkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang merupakan pergantian terhadap Undang-undang Nomor 3Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, ditujukan agar dapat mewujudkan peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan anak, demi kepentingan terbaik bagi anak yang berhadapan dengan hukum.

    Substansi yang paling mendasar dalam Undang-undang nomor 11 Tahun 2012 adalah pengaturan secara tegas mengenai restorative justice (keadilan Restoratif) dan Diversi. Keadilan

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RIvi

    restoratif melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku dan korban serta pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pada pemulihan kembali pada keadaan semula, dan yang penting adalah menghindari pembalasan. Sedangkan diversi merupakan proses pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari stigmatisasi terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar. Oleh karena itu, dalam upaya mewujudkan paradigma keadilan restoratif dan diversi tersebut, maka sangat diperlukan peran serta semua pihak.

    Terciptanya keadilan restoratif, melalui mekanisme diversi berarti terciptanya keadilan restoratif bagi anak pelaku, korban, serta masyarakat, khususnya masyarakat yang terkait. Dalam penjelasan Umum Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 menyatakan : Mengingat ciri dan sifat yang khas pada anak dan

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM vii

    demi perlindungan terhadap anak, perkara anak yang berhadapan dengan hukum wajib disidangkan di pengadilan pidana anak yang berada di Iingkungan peradilan umum. Proses peradilan perkara anak sejak ditangkap, ditahan dan diadili pembinaannya wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang memahami masalah anak. Namun, sebelum masuk proses peradilan, para penegak hukum, keluarga dan masyarakat wajib mengupayakan proses penyelesaian di luar jalur pengadilan, yakni melalui Diversi berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif. Dengan demikian pendekatan keadilan restoratifdiharapkan memiliki cara pandang yang berbeda dalam menyikapi masalah, khususnya kepada anak yang berkonflik dengan hukum.

    Dengan adanya buku pedoman ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman bagi penegak hukum, aparat terkait dan peran serta masyarakat dalam menangani anak yang berhadapan dengan hukum.

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RIviii

    Untuk itu saya menyambut baik, penerbitan Buku Pedoman Penerapan Restorative Justice Dalam Upaya Perlindungan Anak yang Berkonflik Dengan Hukum ini dalam upaya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia.

    Jakarta, November 2013

    Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan

    Hak Asasi Manusia

    Dr. Mualimin, S.H, M.H.NIP. 19621121 198203 1 001

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM ix

    DAFTAR ISI

    HalamanKata Pengantar ................................ iSambutan ................................ vDaftar Isi ................................ ix

    BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1B. Dasar Hukum Pelaksanaan 3

    Restorative Justice di IndonesiaC. Tujuan 8D. Ruang Lingkup 9

    BAB II KONSEP DASAR RESTORATIVE JUSTICEA. Definisi 11B. Penggunaan dan Operasionalisasi 14

    Program Restorative Justice C. Fasilitator 19D. Keberlangsungan Program 20

    BAB III PROGRAM RESTORATIVE JUSTICE DALAM UNDANG-UNDANG NO.11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (SPPA)A. Pemikiran Tentang Tujuan

    Pemidanaan dari Retributif Kearah Restoratif dalam Undang-UndangNO. 11 Tahun 2012 23

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RIx

    B. Operasionalisasi SPPA Melalui Mekanisme Diversi 25

    C. Restorative justice dalam

    Pemidanaan Anak 39

    BAB IV PERAN SERTA PELAKU, KORBAN

    DAN MASYARAKAT

    A. Prinsip-Prinsip yang Melekat Para Pihak 56

    B. HakHak Pelaku dalam Proses

    Restorative justice 59

    C. HakHak Korban Restorative justice 62

    D. Partisipasi Masyarakat 63

    DAFTAR PUSTAKA 69

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 1

    BUKU PEDOMANPENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE

    DALAM UPAYA PERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM

    BAB IPENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANGBuku ini merupakan salah satu buku

    pedoman penggunaan pendekatan restorativejustice yang dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang bertujuan untuk menunjang upaya penegakan Hukum dan HAM yang terkait dengan reformasi di bidang sistem peradilan pidana.

    Buku pedoman penerapan restorativejustice dalam upaya perlindungan anak yang berkonflik dengan hukum ini terdiri atas tiga bagian yaitu:Bagian Pertama, buku ini menjelaskan secara

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI2

    sederhana tentang konsep-konsep dasar dari restorative justice dan diversi yang penting bagi para pihak yang akan menjadi petugas yang menangani perkara-perkara pidana dengan menggunakan pendekatan restorative justice.Bagian kedua, buku ini menjelaskan tentang proses restoratif terkait dengan hak-hak pelaku, hak-hak korban dan hak-hak masyarakat serta posisi fasilitator dan mediator dalam hal terjadinya proses mediasi. Bagian ketiga buku ini khusus berbicara tentang proses diversi sebagai mekanisme penggunaan pendekatan restoratif yang telah diatur dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia.

    Ketiga bagian tersebut diharapkan dapat berguna untuk memberikan rambu-rambu dan ukuran-ukuran bagi pihakpihak terkait guna penerapan pendekatan restorative justice.Dengan pemahaman yang baik, maka para pihak dapat menerapkannya secara fleksibel dalam lingkup tugas masing-masing sebagai bagian dari sistem peradilan pidana maupun diluar

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 3

    sistem peradilan pidana oleh petugas, lembaga swadaya masyarakat, lembaga adat atau perangkat pamong desa yang bekerjasama dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan di lingkungan masing-masing.

    Mengacu kepada Deklarasi Vienna tahun 2000, di mana salah satu kesepakatannya adalah mendorong "pembangunan hukum yang berbasis kebijakan dengan pendekatan restoratif baik dalam aturan-aturan prosedur hukum acara maupun dalam program-program yang dibangun dengan tujuan untuk menghormati hak-hak dan kebutuhan-kebutuhan korban, pelaku dan masyarakat serta seluruh pihak yang terkait.

    B. DASAR HUKUM PELAKSANAAN RESTORATIVE JUSTICE DI INDONESIA

    Instrumen HAM Internasional:1. Konvensi Hak Anak (Convention on the

    Rights of the Child) pada tahun 1990;2. Beijing Rules, tanggal 29 November 1985;3. The Tokyo Rules , tanggal 14 Desember

    1990;

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI4

    4. Riyadh Guidelines, tanggal 14 Desember 1990; dan Havana Rules , tanggal 14Desember 1990.

    Perundang-undangan:1. UUD 1945, Pasal 28 B ayat (2) dan Pasal

    28 H ayat (2);2. UU No. 4 Tahun 1979 tentang

    Kesejahteraan Anak;3. UU No. 12 Tahun 1995 tentang

    Pemasyarakatan;4. UU No. 5 Tahun 1998 tentang ratifikasi

    Konvensi Menentang Penyiksaan danPerlakuan/Hukuman Yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment);

    5. UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia;

    6. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

    7. UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 5

    Tangga;8. UU No. 13 Tahun 2006 tentang

    Perlindungan Saksi dan Korban;9. UU No. 21 Tahun 2007 tentang

    Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang;

    10. UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Diversi, Restorative Justice dan Mediasi);

    11. Inpres Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pembangunan yang Berkeadilan;

    12. Peraturan Menteri Negara PP&PA Nomor 15 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Penanganan ABH;

    13. Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Menteri Sosial RI, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, NO.166/KMA/SKB/XII/2009, NO.148 A/A/JA/12/2009, NO. B/45/XII/2009, NO.M.HH-08.HM.03.02 Tahun 2009, NO.

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI6

    10/PRS-2/KPTS/2009, NO.02/Men.PP dan PA/XII/2009 tanggal 22 Desember 2009 tentang Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum;

    14. MOU 20/PRS-2/KEP/2005 DitBinRehSos Depsos RI dan DitPas Depkum HAM RI tentang Pembinaan Luar Lembaga bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum;

    15. Kesepakatan Bersama antara Departemen Sosial RI Nomor: 12/PRS-2/KPTS/2009, Departemen Hukum dan HAM RI Nomor:M.HH.04.HM.03.02 Tahun 2009, Departemen Pendidikan Nasional RI Nomor: 11/XII/KB/2009, Departemen Agama RI Nomor: 06/XII/2009, danKepolisian Negara RI Nomor: B/43/ XII/2009 tentang Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan dengan Hukum, tanggal 15 Desember 2009;

    16. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 6 Tahun 1987, tanggal 16 November 1987 tentang Tata Tertib

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 7

    Sidang Anak;17. Surat Edaran Jaksa Agung RI

    SE-002/j.a/4/1989 tentang Penuntutan terhadap Anak;

    18. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum B-532/E/11/1995, 9 Nov 1995 tentang Petunjuk Teknis Penuntutan Terhadap Anak;

    19. Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung RIMA/Kumdil/31/I/K/2005 tentang Kewajiban Setiap Pengadilan Negeri Mengadakan Ruang Sidang Khusus & Ruang Tunggu Khusus untuk Anak yang akan Disidangkan;

    20. Himbauan Ketua Mahkamah Agung RI untuk menghindari penahanan pada anak dan mengutamakan putusan tindakan daripada penjara, 16 Juli 2007;

    21. Surat Edaran Jampidum 28 Februari 2010 Nomor: B 363/E/EJP/02/2010 tentang Petunjuk Teknis Penanganan Anak yang Berhadapan Dengan Hukum;

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI8

    22. Peraturan KAPOLRI 10/2007, 6 Juli 2007 tentang Unit Pelayanan Perempuan danAnak (PPA) dan 3/2008 tentang Pembentukan RPK dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi & /Korban TP;

    23. TR/1124/XI/2006 dari Kabareskrim POLRI, 16 November 2006 dan TR/395/VI/2008, 9 Juni 2008, tentang pelaksanaan diversi dan restorative justicedalam penanganan kasus anak pelaku dan pemenuhan kepentingan terbaik anak dalam kasus anak baik sebagai pelaku, korban atau saksi;

    C. TUJUANTujuan penyusunan buku pedoman ini

    adalah sebagai acuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman bagi penegak hukum, aparat terkait, dan peran serta masyarakat dalam menangani anak yang berhadapan dengan hukum.

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 9

    D. RUANG LINGKUPRuang lingkup buku pedoman meliputi

    antara lain, dasar hukum, konsep dasar restorative justice, program restorative justicesesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2012, dan peran serta pelaku, korban dan masyarakat.

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI10

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 11

    BAB IIKONSEP DASAR RESTORATIVE JUSTICE

    A. DEFINISI1. Restorative Justice : penyelesaian perkara

    tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

    2. Program Restorative Justice : setiap program yang menggunakan proses restoratif atau yang mendorong tercapainya tujuan restoratif.

    3. Tujuan Restoratif : kesepakatan yang dicapai sebagai hasil dari suatu proses restoratif. Contoh hasil restoratif termasuk restitusi, pelayanan masyarakat dan program atau respon yang dirancang dalam rangka perbaikan kondisi korban danmasyarakat lainnya, dan reintegrasi korban dan / atau pelaku.

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI12

    4. Proses Restoratif : setiap proses di mana korban, pelaku dan / atau orang lain atau anggota masyarakat yang terkena dampak kejahatan secara aktif berpartisipasi bersama dalam penyelesaian masalah yang timbul dari kejahatan. Diharapkan dengan bantuan pihak ketiga dapat membantu penyelesaian yang adil dan tidak memihak. Contoh proses restoratif termasuk diversi, mediasi atau penindakan.

    5. Diversi merupakan proses pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Diversi merupakan salah satu mekanisme yang digunakan dalam proses restoratif.

    6. Diversi bertujuan: a. mencapai perdamaian antara korban dan

    Pelaku; b. menyelesaikan perkara pidana di luar

    proses peradilan; c. mendorong pelaku mempertanggung-

    jawabkan perbuatannya;

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 13

    d. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi.

    7. Pihak (Stakeholder) yang terkait dalam Restoratif adalah korban, pelaku dan perorangan lain atau anggota masyarakat yang terkena kejahatan yang mungkin terlibat dalam program keadilan restoratif.

    8. Fasilitator adalah pihak ketiga yang adil dan tidak memihak yang berperan untuk memfasilitasi partisipasi korban dan pelaku dalam program restoratif.

    9. Tindak Pidana yang dapat menggunakan penyelesaian melalui proses restoratifmemiliki kriteria :a. Komitmen para pihak untuk

    menyelesaikan melalui proses restoratif;b. Prosesnya bersifat pribadi dan hasilnya

    sangat rahasia;c. Keseimbangan posisi tawar menawar

    antara korban dan pelaku;d. Keberlanjutan hubungan antara para

    pihak hingga permasalahan selesai dan setelahnya.

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI14

    B. PENGGUNAAN DANOPERASIONALISASI PROGRAM RESTORATIVE JUSTICE

    Dalam penggunaan dan mengoperasionalisasi-kan program restoratif, maka yang perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:1. Program keadilan restoratif harus tersedia

    secara umum pada semua tahap proses peradilan pidana;

    2. Proses restoratif harus digunakan hanya dengan persetujuan bebas dan sukarela dari para pihak. Para pihak harus dapat menarik persetujuan atau menghentikan proses tersebut setiap saat selama proses tersebut berlangsung. Kesepakatan harus diperoleh dengan sukarela oleh para pihak dan hanya berisi kewajiban yang wajar dan proporsional;

    3. Semua pihak harus mengakui fakta-fakta dasar dari kasus sebagai dasar untuk berpartisipasi dalam proses restoratif. Partisipasi tidak boleh digunakan sebagai

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 15

    bukti pengakuan bersalah dalam proses hukum selanjutnya;

    4. Faktor-faktor seperti ketidakseimbangan kekuatan dan usia para pihak, jatuh tempo atau kapasitas intelektual merupakan hal yang harus dipertimbangkan dalam melakukan proses restoratif. Demikian pula, ancaman yang jelas untuk setiap keselamatan para pihak juga harus dipertimbangkan dalam melakukan proses restoratif. Pandangan dari para pihak sendiri tentang bersesuaian dengan hasil dari proses restoratif; dan

    5. Bilamana proses restoratif tidak dapat berlanjut atau hasil tidak mungkin tercapai, maka pejabat peradilan pidana harus melakukan semua yang mereka bisa untuk mendorong pelaku untuk bertanggung jawab kepada korban dan masyarakat yang terkena dampak, serta mengupayakan reintegrasi korban dan/atau pelaku ke masyarakat.Pedoman dan standar yang ditetapkan

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI16

    melalui peraturan perundang-undangan yang mengatur penggunaan program keadilan restoratif. Pedoman dan standar tersebut harus digunakan dalam menghadapi:a. Kondisi-kondisi khusus dari kasus yang

    menggunakan program restoratif; b. Model penanganan kasus dalam proses

    restoratif (misalnya berhadapan langsung antara korban dan pelaku atau musyawarah secara terpisah melalui fasilitator);

    c. Kualifikasi, pelatihan dan penilaian fasilitator;

    d. Administrasi program restoratif;e. Standar kompetensi dan aturan etika yang

    mengatur pengoperasian program keadilan restoratif.

    Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penerapan restoratif adalah:a. Para pihak memiliki hak untuk

    mendapatkan nasihat hukum sebelum dan sesudah proses restoratif dan, jika

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 17

    diperlukan, untuk penerjemahan dan/atau penafsiran;

    b. Anak-anak mendapatkan pendampingan dari orang tua;

    c. Sebelum menyetujui untuk berpartisipasi dalam proses restoratif, para pihak sepenuhnya diberitahu tentang hak-hak mereka, sifat proses dan kemungkinan konsekuensi keputusan mereka;

    d. Baik korban maupun pelaku harusdiarahkan untuk berpartisipasi dalam proses restoratif dalam rangka menentukan hasil dari proses restoratif;

    e. Diskusi dalam proses restoratif harus bersifat rahasia dan tidak boleh diungkapkan selanjutnya, kecuali dengan kesepakatan para pihak;

    f. Pertanggungjawaban pelaku harus berdasarkan perjanjian yang timbul dari program keadilan restoratif dan harus memiliki status yang sama seperti keputusan pengadilan;

    g. Kesepakatan dapat dibuat antara

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI18

    pihak-pihak yang terlibat dengan di fasilitasi oleh penegak hukum;

    h. Proses peradilan dalam suatu perkara pidana mengacu kepada bekerjanya sub sistem peradilan pidana. Oleh karena itu bekerjanya proses pengadilan pidana harus merujuk kepada otoritas peradilan pidana dan keputusan yang diambil harus dapat dilaksanakan tanpa ada penundaan.Kurangnya kesepakatan tidak dapat digunakan sebagai pembenaran untuk hukuman lebih berat dalam prosesperadilan pidana selanjutnya;

    i. Kegagalan untuk menerapkan kesepakatan yang dibuat dalam proses restoratif harus merujuk kembali kepada peradilan pidana dan keputusan tentang kelanjutan prosesharus diambil tanpa penundaan. Kegagalan untuk mengimplementasikan kesepakatan restoratif tidak dapat digunakan sebagai pembenaran untuk hukuman lebih berat dalam proses peradilan.

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 19

    C. FASILITATOR1. Fasilitator dapat direkrut dari berbagai

    kalangan masyarakat dan umumnya memiliki pemahaman yang baik tentang budaya dan masyarakat setempat. Mereka harus mampu menunjukkan penilaian yang baik dan keterampilan interpersonal yang diperlukan untuk melakukan proses restoratif.

    2. Fasilitator harus melakukan tugas mereka secara adil, berdasarkan fakta-fakta kasus dan pada kebutuhan dan keinginan para pihak. Mereka harus selalu menghormati martabat para pihak dan memastikan bahwa pihak bertindak dengan hormat terhadap satu sama lain.

    3. Fasilitator harus bertanggung jawab untuk menyediakan lingkungan yang aman dan tepat untuk proses restoratif. Mereka harus peka terhadap kondisi dari berbagai pihak yang terlibat dalam proses ini.

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI20

    4. Fasilitator harus menerima pelatihan awal sebelum memulai tugasnya.Pelatihan bertujuan:a. memberikan pengetahuan tentang

    ruang lingkup pekerjaan fasilitator;b. memberikan pengetahuan dasar

    tentang sistem peradilan pidana;c. Selain memberikan keterampilan

    dalam resolusi konflik, juga dalam mentransformasi konflik dengan mempertimbangkan kebutuhan khusus korban dan pelaku.

    D. KEBERLANGSUNGAN PROGRAM1. Koordinasi antara otoritas peradilan

    pidana (Hakim) dan administrator program restorative (Balai Pemasyarakatan / Bapas dan penuntut umum) untuk:a. mengembangkan pemahaman umum

    proses restoratif;b. meningkatkan sejauh mana program

    restoratif digunakan; dan

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 21

    c. mengeksplorasi cara-cara di mana pendekatan restoratif mungkin akan dimasukkan ke praktek peradilan pidana.

    2. Penelitian dan Evaluasi program restoratifbertujuan untuk menilai sejauh mana progran restoratif berhasil dilaksanakan,menjadikan program restoratif sebagai alternatif untuk proses peradilan pidana dan memberikan hasil positif bagi semua pihak.

    3. Proses restoratif harus dikembangkan dalam bentuk konkret dari waktu ke waktu. Karena itu, dibutuhkan evaluasi yang ketat dan modifikasi program tersebut sesuai definisi di atas.

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI22

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 23

    BAB IIIPROGRAM RESTORATIF DALAM

    UNDANG-UNDANG N0. 11 TAHUN 2012 TENTANG

    SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (SPPA)

    A. PERGESERAN PEMIKIRAN TENTANG TUJUAN PEMINDANAAN DARI RETRIBUTIF KE ARAH RESTORATIF DALAM UU NO.11 TAHUN 2012:

    RETRIBUTIVE JUSTICE

    RESTITUTIVE JUSTICE

    RESTORATIVE JUSTICE

    Menekankan keadilan pada pembalasanAnak di posisi sebagai objekPenyelesaian bermasalah hukum tidak seimbang

    Menekankan keadilan pemberian ganti rugi

    Menekankan keadilan padaperbaikan /pemulihan keadaanBerorientasi pada korban.

    Memberikan kesempatan pada pelaku untuk

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI24

    mengungkapkan rasa sesalnya pada korban dan sekaligus bertanggung jawab.

    Memberikan kesempatan kepada pelaku dan korban untuk bertemu untuk mengurangi permusuhan dan kebencian.

    Mengembalikankeseimbangan dalam masyarakatdengan Melibatkan anggota

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 25

    masyarakat dalam upaya pemulihan.

    B. OPERASIONALISIASI SPPA MELALUI MEKANISME DIVERSI.

    1. Tujuan Diversi (Pasal 6):a. Mencapai perdamaian antara korban

    dan Anak; b. Menyelesaikan perkara Anak di luar

    proses peradilan;c. Menghindarkan Anak dari perampasan

    kemerdekaan;d. Mendorong masyarakat untuk

    berpartisipasi; dan e. Menanamkan rasa tanggung jawab

    kepada Anak.

    2. Diversi wajib diupayakan pada (Pasal 7):a. Pada tingkat penyidikan, penuntutan,

    dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri.

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI26

    b. Dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan: 1) diancam dengan pidana penjara di

    bawah 7 (tujuh) tahun; dan 2) bukan merupakan pengulangan

    tindak pidana.

    3. Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan (Pasal 8 ayat (1)):a. Anak dan orang tua/Walinya;b. Korban dan/atau orang tua/Walinyac. Pembimbing Kemasyarakatan;d. Pekerja Sosial Profesional; dane. Masyarakat.

    4. Proses Diversi wajib memperhatikan (Pasal 8 ayat (3)):a. Kepentingan korbanb. Kesejahteraan dan tanggung jawab

    Anak;c. Penghindaran stigma negatif;d. Penghindaran pembalasan;

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 27

    e. Keharmonisan masyarakat; danf. Kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban

    umum.Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan Diversi harus mempertimbangkan (Pasal 9): a. Kategori tindak pidana;b. Umur Anak;c. Hasil penelitian kemasyarakatan dari

    Bapas; dan d. Dukungan lingkungan keluarga dan

    masyarakat.

    5. Kesepakatan DiversiKesepakatan diversi harus mendapat persetujuan korban dan/atau keluarga anak korban serta kesediaan anak dan keluarga pelaku (pasal 9 ayat (2)) Kecuali:a. Tindak pidana yang berupa pelanggaran;b. Tindak pidana ringan;c. Tindak pidana tanpa korban; ataud. Nilai kerugian korban tidak lebih dari

    nilai upah minimum provinsi setempat.

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI28

    6. Hasil Kesepakatan Diversi dapat berbentuk(Pasal 11):Hasil kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain: a. Perdamaian dengan atau tanpa ganti

    kerugian;b. Penyerahan kembali kepada orang

    tua/Wali;c. Keikutsertaan dalam pendidikan atau

    pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau pelayanan masyarakat.

    7. Proses Hasil Kesepakatan Diversi (pasal 12):a. Dituangkan dalam bentuk kesepakatan

    diversi;b. Disampaikan oleh atasan langsung

    pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan ke pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumnya dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak kesepakatan dicapai untuk memperoleh penetapan;

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 29

    c. Penetapan dilakukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak diterimanya kesepakatan Diversi;

    d. Penetapan disampaikan kepada Pembimbing Kemasyarakatan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dalam waktu paling lama 3(tiga) hari sejak ditetapkan;

    e. Setelah menerima penetapan, Penyidik menerbitkan penetapan penghentian penyidikan atau Penuntut Umum menerbitkan penetapan penghentian penuntutan.

    8. Pelaksanaan Kesepakatan: (Pasal 14) a. Pengawasan atas proses Diversi dan

    pelaksanaan kesepakatan yang dihasilkan berada pada atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan;

    b. Selama proses Diversi berlangsung sampai dengan kesepakatan Diversi dilaksanakan, Pembimbing Kemasyarakatan wajib

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI30

    melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan;

    c. Dalam hal kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan dalam waktu yang ditentukan, Pembimbing Kemasyarakat-an segera melaporkannya kepada pejabat yang bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1);

    d. Pejabat yang bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib menindaklanjuti laporan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari;

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 31

    SKEMA DIVERSI /RESTORATIVE JUSTICE

    DALAM UU SPPA

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI32

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 33

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI34

    9. Proses pelaksanaan diversi dapat dilakukan dengan cara, yaitu:a. Pertemuan bersama/langsung: penyidik

    dengan berkoordinasi dengan Bapas dan pekerja sosial menyelenggarakan pertemuan dengan mengundang pihak-pihak yang terkait (pelaku, korban dan orangtua atau kuasa hukumnya).

    b. Dalam hal tidak dimungkinkannya dilakukan pertemuan langsung maka penyidik berkoordinasi dengan Bapas dan Pekerja sosial profesional dapat mengadakan pertemuan terpisah (Kaukus).

    c. Dimungkinkan pertemuan penyidik /penuntut umum / hakim dengan perwakilan masyarakat tujuannya untuk mengungkap kepentingan tersembunyi atau hal-hal yang tidak dapat disampaikan dalam pertemuan bersama untuk mewujudkan keadilan yang menekankan kepada pemulihan

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 35

    pelaku / korban / lingkungan masyarakat.

    10. Tata Laksana Diversia. Pembukaan oleh Penyidik

    (perkenalan dan menyampaikan maksud dan tujuan dilaksanakan pertemuan);

    b. Perkenalan Pihak-pihak yang hadir;c. Penyidik Menyampaikan Aturan

    Main (siapa yang dapat berbicara terlebih dahulu dan bagaimana tanggapan disampaikan);

    d. Para pihak menyampaikan informasi dalam forum diskusi;

    e. Jika diperlukan dapat disampaikan bahwa tidak boleh menyerang/ menyela, semua pihak yang hadir diharapkan menciptakan suasana yang kondusif;

    f. Pertemuan sifat rahasia;g. Kesepakatan dibuat tertulis;h. BAPAS menyampaikan hasil

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI36

    pertemuan dalam laporan litmas untuk disampaikan kepada penyidik, penuntut umum atau hakim;

    i. Penyidik, Penuntut Umum atau hakim memberikan kesempatan kepada pelaku menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan pengakuan, permohonan maaf, penyesalan, dan harapannya;

    j. Dilanjutkan dengan kesempatan kepada korban berkaitan dengan keinginan untuk memberikan maaf serta harapannya;

    k. PEKSOS / Tenaga Kesejahteraan Sosial / Pendamping Anak / KPAI dapat memberikan tambahan informasi tentang kelakuan terdakwa di lingkungan masyarakat, serta memberikan saran dalam hal penyelesaian konflik;

    l. Penyidik memberikan kesempatan kepada Perwakilan masyarakat ( RT, RW, Kepala Desa, Tokoh Agama,

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 37

    Tokoh Masyarakat, Guru, LSM) untuk memberikan informasi tentang kelakuan terdakwa di lingkungan masyarakat, serta memberikan saran dalam hal penyelesaian konflik;

    m. Penyidik mengidentifikasi benang merah dari hal-hal yang disampaikan pihak-pihak sebagai opsipenyelesaian konflik;

    n. Para pihak memilih opsi (negosiasi) untuk mencapai kesepakatan penyelesaian perkara;

    o. Berdasarkan ketentuan Pasal 21 UU No.11 Tahun 2012 keputusan diversi dapat berupa penyerahan anak kepada orangtua atau mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan dan pembimbingan pada instansi pemerintah atau LPKD di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial baik pusat maupun daerah;

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI38

    p. Draft kesepakatan perdamaian;q. Penandatanganan kesepakatan per-

    damaian.

    11. Pemantauan Hasil Kesepakatan Diversia. Hasil kesepakatan diversi ditetapkan

    oleh hakim dalam satu penetapan pengadilan. Dalam penetapan harus ditentukan dimana dan dalam jangka waktu berapa lama hasil kesepakatan diversi dilaksanakan dengan mempertimbangkan hasil litmas yang dibuat oleh Bapas berkaitan dengan kesepakatan hasil diversi;

    b. Menjamin terlaksananya hasil kesepakatan diversi, Bapas bekerjasama dengan penyidik dan lembaga yang ditunjuk berdasarkan penetapan pengadilan wajib melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan hasil diversi;

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 39

    c. Dalam hal pemantauan dan evaluasi tersebut Bapas dan Penyidik dapat bekerjasama dengan perangkat desa atau tokoh masyarakat setempat.

    C. RESTORATIVE JUSTICE DALAM PEMIDANAAN ANAK

    Pandangan tentang pendekatan restorative Justice dalam UU 11 Tahun 2012 juga terdapat dalam hal anak dijatuhkan pidana. Hal ini dapat dilihat dari pilihan jenis pidana yang merupakan jenis pidana baru yang berbeda dengan jenis pidana dalam Pasal 10 KUHP yang meliputi: Pidana bagi mereka yang diatas 14 tahun Tindakan (bagi mereka yang belum berusia 14

    tahun) dan;Pelaksanaan pidana dan tindakan dilakukan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI40

    1. PidanaPidana yang dapat dijatuhkan terhadap anak berupa:a. Pidana pokok, berupa:

    1) Pidana peringatan; 2) Pidana dengan syarat:

    a) Pembinaan di luar lembaga;b) Pelayanan masyarakat; atauPengawasan

    3) Pelatihan kerja; 4) Pembinaan dalam lembaga; dan 5) Penjara.

    b. Pidana Tambahan, berupa1) Perampasan keuntungan yang

    diperoleh dari tindak pidana; atau 2) Pemenuhan kewajiban adat:

    a) Putusan pidana terhadap anak yang dikenakan terhadap anak merupakan wewenang hakim anak, termasuk penunjukkan tempat dan pelaksanaan pidana atau tindakan dengan mempertimbangkan

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 41

    rekomendasi pembimbing kemasyarakatan / litmas;

    b) Pelaksanaan hasil putusan hakim anak, baik pidana maupun tindakan, merupakan wewenang dan tanggung jawab pihak penuntut umum;

    c) Pelaksanaan pidana pokok atau pidana tambahan yang diberikan kepada anak merupakan wewenang dan tanggung jawab pemerintah, dalam hal ini LPKS, LPKA, dan BAPAS;

    d) Pelaksanaan tindakan yang dikenakan terhadap anak merupakan wewenang dan tanggung jawab pemerintah, dalam hal ini LPKS dan BAPAS;

    e) Pelaksanaan pengawasan pembinaan diluar lembaga dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan berkoordinasi dengan Pekerja sosial;

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI42

    f) Pengakhiran pelaksanaan putusan pidana bagi anak dan tindakan yang dikenakan bagi anak dilaporkan oleh PK atau Peksos kepada pihak-pihak terkait;

    c. Pidana Peringatan1) Pidana peringatan merupakan pidana

    ringan yang tidak mengakibatkanpembatasan kebebasan anak;

    2) Pidana peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertulis dan dituangkan dalam amar putusan;

    3) Pidana peringatan yang dijatuhkan oleh hakim disesuaikan dengan perbuatan yang dilakukan oleh anak agar tidak mengulangi perbuatannya.

    d. Pidana dengan syarat1) Pidana dengan syarat berupa

    Pembinaan di luar lembaga terdiri atas kegiatan berupa mengikuti program pembimbingan dan

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 43

    penyuluhan yang dilakukan oleh pejabat Pembina, berpedoman pada hasil litmas dan diawali dengan asesmen resiko dan asesmen kebutuhan anak:

    2) Hakim dalam amar putusannya menetapkan a) Mengikuti perawatan rumah

    sakit jiwa yang ditunjuk berdasarkan rekomendasi pembimbing kemasyarakatandimana pengaturan penempatan dalam rumah sakit jiwa anak-anak, dan bagaimana pelaksanaan terapi di RS jiwa;

    b) Mengikuti terapi akibat penyalahgunaan alkohol, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lembaga yang telah ditetapkan berdasarkan hasil litmas dan diawali dengan asesmen resiko dan asesmen kebutuhan anak.

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI44

    e. Pidana Pelayanan Publik/masyarakat1) Dalam hal putusan hakim berupa

    pelayanan public / pelayanan masyarakat hakim memerintahkan pembimbing kemasyarakatan untuk mendampingi dan melakukan pembimbingan pelaksanaan pelayanan publik dimaksud sesuai kebutuhan dan kondisi anak;

    2) Pelayanan publik dimaksudkan pelibatan anak di indstansi pemerintah untuk membantu melaksanakan pekerjaan administrasi ringan yang bertujuan untuk membantu anak menimbulkan rasa tanggung jawab;

    3) Pelayanan masyarakat dilaksanakan dalam bentuk aktifitas di lembaga pemerintah atau lembaga kesejahteraan sosial, yang bertujuan mengajarkan anak untuk dapat membantu sesamanya.

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 45

    Pemantauan dan EvaluasiPenuntut umum melakukan pengawasan pidana bersyarat atau pidana pelayanan public / masyarakat dapat dilakukan dengan cara:a) melakukan kunjungan secara berkala

    atau insidentil; b) berkoordinasi dengan PK Bapas

    untuk mengetahui perkembangan pembimbingan Anak dalam memenuhi putusan pengadilan;

    c) Pengawasan yang dilakukan penuntutumum untuk keseluruhan pidana dengan syarat.

    f. Pidana pelatihan kerja1) Pelatihan kerja diselenggarakan oleh:

    a) Pemerintah; ataub) Pemerintah bekerjasama dengan

    swasta.2) Pelatihan kerja dilaksanakan pada

    hari kerja dan tidak mengganggu hak belajar anak;

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI46

    3) Pelatihan kerja dilakukan untuk jangka waktu paling singkat 1 (satu)jam dan paling lama 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari sesuai dengan kebutuhan anak atau sesuai dengan putusan hakim;

    4) Pelatihan kerja harus didampingi oleh pekerja sosial profesional atau tenaga kesejahteraan sosial;

    5) Pendampingan dapat dilakukan secara berkala atau insidentil.

    Pemantauan dan evaluasi:(1)Pembimbing kemasyarakatan me-

    lakukan evaluasi terhadap pelaksana-an pelatihan kerja melalui koordinasi dengan pekerja sosial profesional atau tenaga kesejahteraan sosial dan tempat pelatihan kerja anak;

    (2)Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada hakim pengawas dalam jangka waktu

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 47

    paling lama 14 (empat belas) hari sejak pelatihan kerja selesai dilaksanakan.

    g. Pidana Dalam Lembaga1) Anak dijatuhi pidana berupa

    pembinaan dalam lembaga wajib ditempatkan dalam tempat pelatihan kerja atau lembaga pembinaan sesuai dengan putusan hakim;

    2) Yang dimaksud dengan lembaga adalah lembaga penyelenggaraan kesejahteraan sosial;

    3) Tempat pelatihan kerja atau lembaga pembinaan merupakan tempat atau lembaga yang telah memiliki tempat tinggal bagi anak;

    4) Dalam hal tempat pelatihan kerja atau lembaga pembinaan belum memiliki sarana pendidikan, dapat bekerjasama sesuai dengan kebutuhan anak;

    5) Tempat pelatihan atau pembinaan anak dapat berupa:a) lembaga pendidikan;

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI48

    b) lembaga keagamaan;atauc) lembaga lainnya.

    Pemantauan dan Evaluasi:(1)Pembimbing kemasyarakatan me-

    lakukan evaluasi terhadap pelaksana-an pembinaan dalam lembaga pada tempat pelatihan kerja atau lembaga pembinaan melalui koordinasi dengan pekerja sosial profesional atau tenaga kesejahteraan sosial pada LPKS.

    (2)Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada hakim pengawas dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak pembinaan dalam lembaga selesai dilaksanakan.

    2. Tindakan a. Tindakan yang dapat dikenakan berupa:

    1) Pengembalian kepada orang tua /Wali;

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 49

    2) Penyerahan kepada seseorang;3) Perawatan di LPKS;4) Perawatan di rumah sakit jiwa; 5) Kewajiban mengikuti pendidikan

    formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;

    6) Pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau perbaikan akibat tindak pidana

    b. Pelaksanaannya tindakan atau pidana non penjara merupakan pilihan utama.

    c. Putusan pidana terhadap anak atau tindakan yang dikenakan terhadap anak merupakan wewenang hakim anak, termasuk penunjukkan tempat dan pelaksanaan pidana atau tindakan denganmempertimbangkan rekomendasipembimbing kemasyarakatan/litmas;

    d. Tatalaksana Pelaksanaan Tindakan BagiAnak berupa Pengembalian kepada orangtua:1) Setelah salinan putusan Hakim

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI50

    diterima, jaksa segera membuat surat perintah pelaksanaan putusan pengadilan dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan.

    2) Atas dasar berita acara tersebut jaksa melakukan koordinasi dengan RPAS untuk segera mengeluarkan anak (apabila dalam status penahanan) dan menyerahkannya kepada orangtua.

    e. Tatalaksana tindakan berupa penyerahan kepada seseorang:

    1) Tindakan penyerahan kepada seseorang hanya dapat dilakukan apabila hakim melihat orangtua tidak dapat melaksanakan kewajibannya.

    2) Orang yang ditunjuk harus disebutkan didalam putusan pengadilan dengan syarat bahwa yang bersangkutan rela dengan tulus menerima tanggungjawab melaksanakan pengasuhan dan pembimbingan bagi anak.

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 51

    3) Setelah salinan putusan Hakim diterima, jaksa segera membuat surat perintah pelaksanaan putusan pengadilan dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan.

    4) Atas dasar berita acara tersebut jaksa melakukan koordinasi dengan RPAS untuk segera mengeluarkan anak (apabila dalam status penahanan) dan menyerahkannya kepada orang yang ditunjuk berdasarkan putusan pengadilan.

    f. Tatacara Tindakan berupa perawatan di rumah sakit jiwa, perawatan di LPKS, kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta; 1) Penjatuhan tindakan berupa

    perawatan di rumah sakit jiwa,perawatan di LPKS, kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI52

    dipilih dengan memperhatikan kebutuhan anak.

    2) Lembaga yang ditunjuk melaksanakan tindakan ini harus disebutkan dengan jelas dalam putusan pengadilan.

    3) Setelah salinan putusan Hakim diterima, jaksa segera membuat surat perintah pelaksanaan putusan pengadilan dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan.

    4) Atas dasar berita acara tersebut jaksa melakukan koordinasi dengan RPAS untuk segera mengeluarkan anak (apabila dalam status penahanan) dan menyerahkannya kepada lembaga yang ditunjuk berdasarkan putusan pengadilan.

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 53

    Evaluasi dan Pemantauan Pelaksanaan Tindakan 1. Untuk menjamin terlaksananya hasil

    kesepakatan diversi, Bapas bekerjasama dengan penuntut umum dan orang/lembaga yang ditunjuk berdasarkan penetapan pengadilan wajib melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan hasil diversi.

    2. Dalam hal pemantauan dan evaluasi tersebut Bapas dan Penyidik dapat bekerjasama dengan perangkat desa atau tokoh masyarakat setempat atau pejabat dilingkungan instansi yang ditunjuk.

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI54

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 55

    BAB IVPERAN SERTA PELAKU, KORBAN DAN

    MASYARAKAT

    Berbeda dengan proses peradilan pidana yang berjalan saat ini, dalam proses restoratif, peran aktif pelaku, korban dan masyarakat sangatlah penting. Proses restoratif merupakan tanggapan atas tindak pidana yang harus diperbaiki sebaik mungkin sebagai ganti rugi atas penderitaan yang dialami korban. Oleh karena itu:1. Pelaku harus memahami bahwa perilaku

    mereka tidak bisa diterima dan hal ini yang punya beberapa konsekwensi nyata untuk korban dan komunitas;

    2. Pelaku dapat dan harus menerima tanggungjawab yang timbul dari tingkah lakunya;

    3. Korban harus memperoleh kesempatan untuk menyatakan keinginannya dan untuk ikut serta dalam menentukan langkah terbaik yang dapat dilakukan pelaku untuk memperbaiki kerusakan yang ditimbulkannya.

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI56

    4. Masyarakat diharapkan dapat ikut serta dalam proses ini.

    A. PRINSIP-PRINSIP YANG MELEKAT PADA PARA PIHAK Meliputi:1. Kesukarelaan :

    Prinsip ini pada dasarnya mensyaratkan akan adanya unsur kerelaan dari semua pihak untuk bersama-sama mencari jalan keluar dari suatu sengketa yang terjadi dalam masyarakat yang dalam konteks ini dapat disebut sebagai tindak pidana. Syarat ini menjadi sokoguru atas semua proses yang berjalan dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif. Hal ini penting karena atas landasan prinsip inilah yang menjadi pembeda dengan sistem peradilan pidana konvensional yang ada dimana unsur paksaan merupakan pangkal dari upaya penegakan hukum didalamnya.

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 57

    2. Kerahasiaan Para pihak juga diminta menjaga kerahasiaan apabila didalam proses yang terjadi terdapat hal-hal yang berkaitan dengan kesusilaan atau nama baik dari pihak-pihak yang terlibat dalam perkara ini. Terutama dalam kasus-kasus pelanggaran kesusilaan yang terjadi, atau dalam kasus-kasus dimana salah satu atau pihak yang terlibat baik korban maupunpelaku merupakan anak dibawah umur yang masih panjang masa depannya.

    3. Non DiskriminasiPrinsip non diskriminasi harus diterjemahkan bahwa prinsip equality before the law merupakan prinsip yang menjadi fondasi baik dalam sistem peradilan pidana konvensional, maupun dalam proses penanganan perkara pidana dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif.

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI58

    4. Akses terhadap pendampingan dari lembaga terkaitApabila para pihak yang terlibat dalam proses tersebut merasa dibutuhkan suatu lembaga lain untuk membantu pencapaian hasil suatu penyelesaian perkara pidana, maka dalam prinsip ini hendaknya akses lembaga terkait untuk berpartisipasi dibuka seluas-luasnya. Adapun lembaga terkait dapat berupa lembaga pemerintah seperti dinas sosial atau lembaga pemerintah lainnya termasuk aparat pemerintahan desa, sekolah, lembaga swadaya masyarakat termasuk juga lembaga swasta yang terkait dengan permasalahan yang ada.

    5. Perlindungan Khusus terhadap kelompok rentanTak jarang diantara pihak-pihak yang terlibat, terutama pelaku atau korban terdapat mereka yang tergolong kedalam kelompok rentan seperti perempuan, anak-anak, orang cacat ataupun mereka

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 59

    yang berusia lanjut. Dibutuhkan upaya khusus untuk menempatkan mereka kedalam posisi yang sejajar dengan pihak-pihak lain. Dalam hal perempuan dan anak-anak, telah disampaikan bahwa asas non diskriminasi harus dijunjung tinggi sehingga perempuan dan anak-anak dapat menjalankan hak dan kewajiban selaku para pihak yang dapat berpartisipasi secara langsung dalam proses yang berjalan.

    B. HAK-HAK PELAKU DALAM PROSES RESTORATIF1. Hak untuk memilih proses

    Bahwa penyelesaian perkara pidana dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif adalah pilihan.Karenanya jika pelaku memilih proses peradilan pidana dilakukan, maka proses yang terjadi sebelumnya manakala telah terjadi upaya penanganan perkara pidana tersebut, hendaknya tidak diperhitungkan

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI60

    sebagai bagian dari pembuktian yang harusnya dilaksanakan didalam sistem. Dalam hal ini asas praduga tak bersalah tetap harus diusung hingga adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap berkaitan dengan perkara tersebut.

    2. Hak untuk menawarkan mekanisme penyelesaianHak pelaku untuk menawarkan perbaikan dalam berbagai bentuk misalnya ganti rugi, pemberian kompensasi, perbaikan atas kerusakan yang timbul, permintaan maaf atau tindakan lain sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat dan aturan perundang-undangan.

    3. Hak atas bentuk penyelesaian yang rasional Pendekatan keadilan restoratif dalam pelaksanaannya juga harus melihat bahwa hasil dari proses yang berjalan masih rasional, tidak melanggar kaidah-kaidah

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 61

    dalam batas-batas kemanusiaan dan norma masyarakat pada umumnya serta dapat diterima dan dilaksanakan oleh pelaku.

    4. Proporsionalitas dan keseimbanganProporsionalitas dan keseimbangan juga dilihat dalam menilai hasil dari suatu tindak pidana yang diselesaikan dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif. Dapat ditolak bila permintaan korban melampaui perhitungan rasional jika dibandingkan dengan kerugian yang timbul. Karenanya asas ini menjadi penting, karena pada dasarnya bukan sekedar tujuan materi yang menjadi titik akhir dari berjalannya proses ini, tetapi perbaikan kondisi termasuk hubungan sosial antara pelaku dan korban menjadi suatu yang harus dihitung secaraproporsional.

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI62

    C. HAK-HAK KORBAN DALAM PROSES RESTORATIF1. Hak untuk memilih proses

    Bahwa penyelesaian perkara pidana dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif adalah pilihan. Karenanya hak untuk memilih proses apakah melalui proses restoratif atau melalui peradilan pidana bukan hanya dimiliki oleh pelaku tetapi juga korban. Korban memiliki hak untuk menentukan proses yang menjadi pilihannya.

    2. Hak untuk berpartisipasiBahwa korban harus diikutsertakan dalam setiap tahapan dari proses yang dijalankansecara aktif. Dalam hal ini posisi korban sebagai pihak harus berimbang dengan posisi pelaku dalam proses yang berlangsung.

    3. Hak untuk didengarkan kebutuhan dan penderitaan yang dirasakannya.Bahwa partisipasi korban dalam proses merupakan bentuk partisipasi aktif. Ia

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 63

    harus diberi hak untuk menyatakan pendapat, menyampaikan keberatan termasuk didengarkan kebutuhan dan penderitaan yang dirasakan sebagai akibat tindak pidana yang terjadi.

    4. Hak untuk menuntut pertanggungjawabanSebagai pihak yang dirugikan atas tindak pidana yang timbul, maka korban memiliki hak untuk menuntutpertanggungjawaban pelaku termasuk ganti rugi atau kompensasi yang seimbang dengan nilai kerugian yang ditimbulkan dari satu tindak pidana.

    D. PARTISIPASI MASYARAKATMengacu kepada :1. Penyelesaian melalui proses restoratif

    dengan memperhitungkan keamanan dan keselamatan masyarakat. Suatu proses restoratif tidak dapat dijalankan bila:a. Penanganan dengan pendekatan

    keadilan restoratif justru membuat masyarakat menjadi pro dan kontra

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI64

    sehingga berpotensi memicu suatu sengketa baru.

    b. Jenis pidana yang ditangani dengan pendekatan restorative justice adalah jenis pidana yang dianggap dapat mengancam keamanan masyarakat.

    2. Menjunjung solidaritas sosial dan nilai-nilai lokal:Nilai utama keadilan restoratif pada dasarnya mengakar pada nilai-nilai kearifan lokal yang bersifat universal. Karenanya nilai-nilai yang mengacu pada kearifan lokal sebagai dasar dari adanya solidaritas sosial dalam masyarakat harus dibangun dalam setiap proses restoratif.

    Adapun hal-hal yang harus diperhatikan oleh mereka yang bertugas sebagai Fasilitator /mediator dalam proses restoratif adalah:1. Komitmen untuk menghormati hak-hak

    individu dalam praktek, termasuk juga hak-hak para pihak dan berusaha memberikan nasihat sebelum kesepakatan dibuat;

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 65

    2. Fasilitator, Mediator berada dalam posisi netral;

    3. Kerahasiaan antara para pihak dan saling menghormati diantara lembaga-lembaga termasuk dalam batasan mana diantara lembaga yang menangani kasus yang sama (hal ini dimaksudkan agar praktek penerapan keadilan restoratif tidak ditentukan kearah sistem yang terintegrasi;

    4. Memudahkan keikut sertaan dari satu pihak yang lebih lemah dengan negosiasi;

    5. Menegakkan standar moral publik dari perilaku pada musyawarahi/ mediasi yang berjalan dan di dalam mengajukan kesepakatan;

    6. Mediator tak punya pilihan lain selain penghormatan terhadap kasus yang sedang ditangani;

    7. Mematuhi petunjuk yang baik di dalam pelaksanaan gerakan keadilan restoratif;

    8. Komitmen yang mengikat ke satu etos dengan konstruksi pemecahan konflik yang bersifat membangun bersifat

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI66

    membangun pada tempat kerja (ini adalah untuk memastikan integritas internal);

    9. Komitmen yang mengikat untuk meningkatkan praktek melalui memonitor, audit dan keikutsertaan penelitian;

    10. Komitmen yang mengikat untuk meningkatkan praktek tercerminan pada saat pelaksanaan kegiatan dan kepribadian yang dibangun oleh mediator.Dalam prakteknya proses restoratif

    merupakan suatu bentuk pengalihan atau diskresi yang melibatkan petugas penegak hukum. Karenanya hal-hal yang harus diperhatikan oleh petugas penegak hukum adalah :1. Reintegrasi antara para pihak menjadi

    prasyarat utama dalam proses penanganan perkara oleh penegak hukum;

    2. Perbaikan atas dampak buruk harus menjadi tujuan utama dalam penanganan perkara;

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 67

    3. Persyaratan pelaksanaan restoratif harus proporsional dan dilihat dalam kasus per kasus;

    4. Persyaratan pelaksanaan restoratif dimungkinkan dan proporsional, maka harus dipaksakan tanpa melihat keinginan dari para pihak. Dimana korban menolak berpartisipasi, perwakilan harus di-temukan;

    5. Keinginan tulus sebagai bagian dari upaya perbaikan dampak negatif harus diperoleh dengan melihat kemungkinan Implemen-tasinya;

    6. Hasil dari mediasi/musyawarah harus dijaga kerahasiaannya, terkait dengan kualifikasi kepentingan publik yang terkait;

    7. Perbaikan atas dampak buruk harus menjadi tujuan utama dalam penanganan perkara;

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI68

    8. Persyaratan pelaksanaan restoratif harus proporsional dan dilihat dalam kasus per kasus;

    9. Persyaratan pelaksanaan restoratif dimungkinkan dan proporsional, makaharus dipaksakan tanpa melihat keinginan dari para pihak. Dimana korban menolak berpartisipasi, perwakilan harus ditemukan;

    10. Keinginan tulus sebagai bagian dari upaya perbaikan dampak negatif harus diperoleh dengan melihat kemungkinan implementasinya;

    11. Hasil dari mediasi/musyawarah harus dijaga kerahasiaannya, terkait dengan kualifikasi kepentingan publik yang terkait.

  • BUKU PEDOMAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYAPERLINDUNGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 69

    DAFTAR PUSTAKA

    Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

    Apong Herlina et al, Perlindungan terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum : Buku Saku untuk Polisi, POLRI-UNICEF, 2004

    United Nation, Handbook on Restorative Justice Programmes, Criminal Justice Handbook Serries, 2006

    Antonio c, Local Initiatives on Divertion and Restorative Justice for Children In Conflict with the Law - Philippine Experience, Jakarta, Hotel Inter-Continental Mid Plaza, 11 Desember 2003

  • BALITBANG HAMKEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI70

    Aronson, David E., Thomas Dienes dan Machael C. Musheno., Public Policy And Police Discretion Processes of Decriminalization, New Cork: Clark Boardman CO, 1984

    BPHN, Draft Akademis RUU Peradilan Anak, (Jakarta: BPHN,2007), hlm.67, definisi ini juga terdapat dalam Manual Pelatihan Untuk Polisi, Proyek Kerjasama UNICEF dan POLRI, 2004

    Zulfa, Eva Achjani, Keadilan Restorative di Indonesia, Depok: Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010.