Buku Filsafat
-
Upload
riya-shingwa -
Category
Documents
-
view
79 -
download
8
Transcript of Buku Filsafat
BAB I
FILOSOFIS PENDIDIKAN
A. PENGERTIAN FILSAFAT
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang
merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga
diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan
segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan
menyeluruh dengan segala hubungan.
Ciri-ciri berfikir filosfi :
Berfikir dengan menggunakan disiplin berpikir yang tinggi.
Berfikir secara sistematis.
Menyusun suatu skema konsepsi, dan
Menyeluruh.
Empat persoalan yang ingin dipecahkan oleh filsafat ialah :
1) Apakah sebenarnya hakikat hidup itu? Pertanyaan ini dipelajari oleh
Metafisika
2) Apakah yang dapat saya ketahui? Permasalahan ini dikupas oleh
Epistemologi.
3) Apakah manusia itu? Masalah ini dibahas olen Atropologi Filsafat.
Beberapa ajaran filsafat yang telah mengisi dan tersimpan dalam khasanah ilmu
adalah:
Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah
alam semesta badaniah. Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan
spiritual. Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme
dialektik dan materialisme humanistis.
Idealisme yang berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide
yang sifatnya rohani atau intelegesi. Variasi aliran ini adalah idealisme
subjektif dan idealisme objektif.
Realisme. Aliran ini berpendapat bahwa dunia batin/rohani dan dunia
materi murupakan hakitat yang asli dan abadi.
Filsafat Pendidikan1
Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap
mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif tergantung kepada
kemampuan minusia.
Manfaat filsafat dalam kehidupan adalah :
Sebagai dasar dalam bertindak.
Sebagai dasar dalam mengambil keputusan.
Untuk mengurangi salah paham dan konflik.
Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah.
B. FILSAFAT PENDIDIKAN
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi
peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi
itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar
pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan
menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis.
guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang
digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Beberapa aliran filsafat pendidikan;
Filsafat pendidikan progresivisme. yang didukung oleh filsafat
pragmatisme.
Filsafat pendidikan esensialisme. yang didukung oleh idealisme dan
realisme; dan
Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme.
Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman
menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah
sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai
berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu
dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi
untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum
yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap
waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Filsafat Pendidikan2
C. ESENSIALISME DAN PERENIALISME
Esensialisme berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada
cela yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Esensialisme
didukung oleh idealisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis
mengenai alam semesta tempat manusia berada.
Esensialisme juga didukung oleh idealisme subjektif yang berpendapat
hahwa alam semesta itu pada hakikatnya adalah jiwa/spirit dan segala sesuatu
yang ada ini nyata ada dalam arti spiritual. Realisme berpendapat bahwa kualitas
nilai tergantung pada apa dan bagaimana keadaannya, apabila dihayati oleh subjek
tertentu, dan selanjutnya tergantung pula pada subjek tersebut.
Menurut idealisme, nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh
setiap orang apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui atau
menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang
itu mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan perasaan
senang tak senang mengenai nilai tersehut. Menunut realisme, pengetahuan
terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan tententu menjadi satu
kesatuan. Sedangkan menurut idealisme, pengetahuan timbul karena adanya
hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar. Esensialisme berpendapat bahwa
pendidikan haruslah bertumpu pada nilai- nilai yang telah teruji keteguhan-
ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa.
Perenialisme berpendirian bahwa untuk mengembalikan keadaan kacau
balau seperti sekarang ini, jalan yang harus ditempuh adalah kembali kepada
prinsip-prinsip umum yang telah teruji. Menurut. perenialisme, kenyataan yang
kita hadapi adalah dunia dengan segala isinya. Perenialisme berpandangan hahwa
persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada
jiwanya. Sesuatu dinilai indah haruslah dapat dipandang baik.
Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:
Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya
nafsu, kemauan, dan akal (Plato)
Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan
filsafat sebagai alat untuk mencapainya ( Aristoteles)
Filsafat Pendidikan3
Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur
agar menjadi aktif atau nyata. (Thomas Aquinas)
Adapun norma fundamental pendidikan menurut J. Maritain adalah cinta
kebenaran, cinta kebaikan dan keadilan, kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap
eksistensi serta cinta kerjasama.
D. PENDIDIKAN NASIONAL
Pendidikan nasional adalah suatu sistem yang memuat teori praktek
pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat
bangsa yang bersangkutan guna diabdikan kepada bangsa itu untuk merealisasikan
cita-cita nasionalnya.
Pendidikan nasional Indonesrn adalah suatu sistem yang mengatur dan
menentukan teori dan pratek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan
dan dijiwai oleh flisafat bangsa Indonesia yang diabdikan demi kepentingan
bangsa dan negara Indonesia guna memperlanar mencapai cita-cita nasional
Indonesia.
Filsafat pendidikan nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan
menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas
landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa "Pancasila" yang diabdikan demi
kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita
bangsa dan negara Indonesia.
Filsafat Pendidikan4
BAB II
PENGERTIAN DAN PERANAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi
peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi
itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar
pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan
menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis.
guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang
digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Beberapa aliran filsafat pendidikan;
Filsafat pendidikan progresivisme. yang didukung oleh filsafat
pragmatisme.
Filsafat pendidikan esensialisme. yang didukung oleh idealisme dan
realisme; dan
Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme.
Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman
menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah
sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai
berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu
dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi
untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum
yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap
waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Subjek/ Objek Filsafat Pendidikan
Berfikir merupakan subjek dari filsafat pendidkan akan tetapi tidak semua
berfikir berarti berfilsafat. Subjek filsafat pendidikan adalah seseorang yang
berfikir/ memikirkan hakekat sesuatu dengan sungguh dan mendalam tentang
bagaimanan memperbaiki pendidikan.
Filsafat Pendidikan5
Objek filsafat, objek itu dapat berwujud suatu barang atau dapat juga
subjek itu sendiri contohnya si aku berfikir tentang diriku sendiri maka objeknya
adalah subjek itu sendiri. Objek filsafat dapat dibedakan atas 2 hal :
1. Objek material adalah segala sesuatu atau realita, ada yang harus ada dan ada
yang tidak harus ada
2. Objek formal adalah bersifat mengasaskan atau berprinsi dan oleh karena
mengasas, maka filsafat itu mengkonstatis prinsip-prinsip kebenaran dan tidak
kebenaran
Ruang Lingkup Filsafat
Filsafat sebagai induk ilmu-ilmu lainnya pengaruhnya masih terasa.
Setelah filsafat ditingkalkan oleh ilmu-ilmu lainnya, ternyata filsafat tidak mati
tetapi hidup dengan corak tersendiri yakni sebagai ilmu yang memecahkan
masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Akan tetapi jelaslah
bahwa filsafat tidak termasuk ruangan ilmu pengetahuan yang khusus. Filsafat
boleh dikatakan suatu ilmu pengetahuan, tetapi obyeknya tidak terbatas, jadi
mengatasi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya merupakan bentuk ilmu pengetahuan
yang tersendiri, tingkatan pengetahuan tersendiri. Filsafat itu erat hubungannya
dengan pengetahuan biasa, tetapi mengatasinya karena dilakukan dengan cara
ilmiah dan mempertanggungjawabkan jawaban-jawaban yang diberikannya.
A. PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Pandangan fislafat pendidikan sama dengan perananya merupakan
landasan filosofis yang menjiwai seluruk kebijaksanaan pelaksanaan pendidikan.
Dimana landasan filsofis merupakan landasan yang berdasarkan atas filsafat.
Landasan filsafat menalaah sesautu secara radikal, menyeluruh, dan konseptual
tentang religi dan etika yang bertumpu pada penalran. Oleh karena itu antara
filsafat dengan pendidikan sangat erat kaitannya, dimana filsafat mencoba
merumuskan citra tentang manusia dan masyarkaat sedangkan pendidikan
berusahan mewujudkan citra tersebut.
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi
peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi
itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar
Filsafat Pendidikan6
pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan
menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis.
guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang
digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Filsafat mengadakan tinjauan yang luas mengani realita, maka dikupaslan
antara lain pandangan dunia dan pandangan hidup. Konsep-konsep mengenai ini
dapat menjadi landasan penyusunan konsep tujuan dan metodologi pendidik.
Disamping itu, pengalaman pendidik dalam menuntut pertumbuhan
danperkembangan anak akan berhubungan dan berkenalan dengan realita.
Semuanya itu dapat disampaikan kepada flsafat untuk dijadikan bahan-bahan
pertimbangan dan tinjauan untuk memperkembangkan diri. Hubungan filsafat
dengan filsafat pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Filsafat mempuyai objek lebih luas, sifatnya universal. Sedangkan filsafat
pendidikan objeknya terbatas dalam dunia filsafat pendidikan saja
2. Filsafat hendak memberikan pengetahuan/ pendiidkan atau pemahaman yang
lebih mendalam dan menunjukkan sebab-sebab, tetapi yang tak begitu mendalam
3. Filsafat memberikan sintesis kepada filsafat pendidikan yang khusus,
mempersatukan dan mengkoordinasikannya
4. Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan filsafat pendidikan tetapi
sudut pandangannya berlainan
Dalam menerapkan filsafat pendidikan, seoran guru sebagai pendidik dia
mengharapkan dan mempunyai hak bahwa ahli-ahli filsafat pendidikan
menunjukkan dirinya pda masalah pendiidkan pad aumumnya serta bagaimna
amasalah itu mengganggu pada penyekolhan yang menyangkut masalah
perumusan tujuan, kurkulum, organisasi sekolah dan sebagainya. Dan para
pendidik juga mengahrapkan dari ahli filsafat pendiidkan suatu klasifikasi dari
uraian lebih lanjut dari konsep, argumen dirinya literatur pendidikan terutam
adalam kotraversi pendidikan sistem-sistem, pengjuian kopetensi minimal dan
kesamaan kesepakatan pendidikan.
Brubacher (1950) mengemukakan tentang hubungan antara filsafat dengan filsafat
pendidikan, dalam hal ini pendidikan : bahwa filsafat tidak hanya melahirkan
sains atau pengetahuan baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan.
Filsafat Pendidikan7
Filsafat merupakan kegiatan berpikir manusia yang berusaha untuk mencapai
kebijakan dankearifan. Sedangkan filsafat pendidikan merupakan ilmu ayng pad
ahakekantya jawab dari pertanyaa-pertanyaan yagn timbul dalam lapangan
pendidkan. Oleh karen aberisfat filosofis, dengan sendirinya filsafat pendidikan
ini hakekatnya adalah penerapan dari suatu analisa filosofis terhadap lapangan
pendidikan.
B. SUBJEK/ OBYEK FILSAFAT PENDIDIKAN
Subjek filsfat adalah seseroang yang berfikir/ memikirkan hakekat sesuatu dengan
sungguh-sungguh dan mendalam. Seperti halnya pengetahuan, Maka filsafatpun
(sudut pandangannya) ada beberapa objek yang dikaji oleh filsafat
a. Obyek material yaitu segala sesuatu yang realitas
Ada yang harus ada, disebut dengan absoluth/ mutlak yaitu Tuhan
Pencipta
Ada yang tidak harus ada, disebut dengan yang tidak mutlak, ada yang
relatif (nisby), bersifat tidak kekal yaitu ada yang diciptakan oleh ada yang
mutlak (Tuhan Pencipta alam semesta)
b. Obyek Formal/ Sudut pandangan
Filsafat itu dapat dikatakan bersifat non-pragmentaris, karena filsafat
mencari pengertian realitas secara luas dan mendalam. Sebagai konsekuensi
pemikiran ini, maka seluruh pengalaman-pengalaman manusia dalam semua
instansi yaitu etika, estetika, teknik, ekonomi, sosial, budaya, religius dan lain-lain
haruslah dibawa kepada filsafat dalam pengertian realita.
Menurut Prof Dr. M. J. Langeveld : “……bahwa hakikat filsafat itu
berpangkal pada pemikiran keseluruhan sarwa sekalian scara radikan dan menurut
sistem”.
1. Maka keseluruhan sarwa sekalian itu ada. Ia adalah pokok dari yang dipikirkan
orang dalam filsafat
2. Ada pula pikiran itu sendiri yang terhadap dalam filsafat sebagai alat untuk
memikirkan pokoknya
3. Pemikiran itupun adalah bahagian daripada keseluruhan, jadi dua kali ia
teradapat dalam filsafat, sebagai alat dan sebagai keseluruhan sarwa sekalian
Filsafat Pendidikan8
Menurut Mr. D. C Mulder menulis sebagai berikut :
“ Tiap-tiap manusia yang mulai berpikir tentang diri sendiri dan tentang
tempatnya dalam dunia, akan mengahdapi beberapa persoalan yang begitu penting
sehingga persoalan-persoalan itu boleh diberi nama persoalan-persolan pokok”.
Louis Kattsoff mengatakan lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya yaitu
meliputisegala pengetahuan manusia serta segala sesuatu apa saja yang ingin
diketahui manusia. Dr. A. C Ewing mengatakan bahwa kebenaran, materi, budi,
hubungan materi dan budi, ruang dan waktu, sebab, kemerdekaan, monisme lawan
fluarlisme dan tuhan adalah termasuk pertanyaan-pertanyaan poko filsafat
C. RUANG LINGKUP FILSAFAT
Para ahli mengatakan bahwa ruang lingkup dari ilmu filsafat yaitu :
Tentang hal mengerti, syarat-syaratnya dan metode-metodenya.
Tentang ada dan tidak ada.
Tentang alam, dunia dan seisinya.
Menentukan apa yang baik dan apa yang buruk.
Hakikat manusia dan hubungannya dengan sesama makhluk lainnya.
Tuhan tidak dikecualikan.
Filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempunyai sifat-sifat ilmu
pengetahuan tapi. jelaslah bahwa filsafat tidak termasuk ruangan ilmu
pengetahuan yang khusus. Filsafat boleh dikatakan suatu ilmu pengetahuan, tetapi
obyeknya tidak terbatas, jadi mengatasi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya
merupakan bentuk ilmu pengetahuan yang tersendiri, tingkatan pengetahuan
tersendiri.
Para ahli mengatakan bahwa ruang lingkup dari ilmu filsafat yaitu :
a. Tentang hal mengerti, syarat-syaratnya dan metode-metodenya.
b. Tentang ada dan tidak ada.
c. Tentang alam, dunia dan seisinya.
d. Menentukan apa yang baik dan apa yang buruk.
e. Hakikat manusia dan hubungannya dengan sesama makhluk lainnya.
f. Tuhan tidak dikecualikan.
Ruang lingkup dari filsafat yaitu :
Filsafat Pendidikan9
a. Tentang pengetahuan : logika yang memuat :
Logika formil yang mempelajari asas-asas atau hukum-hukun berpikir
yang harus ditaati agar kita dapat berpikit dengan benar dan mencapai
kebenaran. jadi bagaimana orang harus berpikir dengan baik dan aturan-
aturan untuk itu. Hukum-hukum logika berlaku dan penting bagi semua
ilmu pengetahuan lainnya pula, bagi filsafat merupakan alat yang harus
dikuasai lebih dahulu.
. Logika materiil kritik (epistimologi)
Yang memandang ilmu pengetahuan (materil) dan bagaimana isi ini dapat
dipertanggungjawabkan. Jadi mempelajari perihal :
. Sumber dan asal pengetahuan
. Alat-alat pengetahuan
. Proses terjadinya pengetahuan
. Kemungkinan dan batas pengetahuan
. Kebenaran dan kekeliruan
Metode ilmu pengetahuan dan lain-lain.
b. Tentang “ada” : metafisika atau ontology
Hal ini mengupas tentang :
Apakah arti ada itu?
Apakah kesempurnaannya ada itu?
Apakah tujuannya ada itu?
Apakah sebab dan akibat?
Apakah yang merupakan dasar yang terdalam dari setiap barang yang ada
itu?
Tentang dunia material : kosmologi
Hal ini membicarakan tentang asal mula atau sumber dan susunan atau struktur
dari alam semesta.
d. Tentang manusia : filsafat tentang manusia.
Orang mengetahui tentang “ada” itu dari adanya sendiri.
e. Tentang kesusilaan : etika
Manusia itu yakin dan wajib berbuat baik dan menghindarkan yang tidak baik itu
menimbulkan berbagai soal, yaitu :
Filsafat Pendidikan10
1. Apakah yang disebut baik itu?
2. Apakah yang buruk itu?
3. Apakah ukuran baik atau buruk itu?
4. Apakah suara batin itu?
5. Apakah kehendak bebas?
6. Apakah artinya kepribadian itu?
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi
peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi
itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar
pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Objek filsafat, objek itu dapat
berwujud suatu barang atau dapat juga subjek itu sendiri contohnya si aku berfikir
tentang diriku sendiri maka objeknya adalah subjek itu sendiri. Objek filsafat
dapat dibedakan atas 2 hal :
1. Objek material adalah segala sesuatu atau realita, ada yang harus ada dan ada
yang tidak harus ada
2. Objek formal adalah bersifat mengasaskan atau berprinsi dan oleh karena
mengasas, maka filsafat itu mengkonstatis prinsip-prinsip kebenaran dan tidak
kebenaran
Para ahli mengatakan bahwa ruang lingkup dari ilmu filsafat yaitu :
1. Tentang hal mengerti, syarat-syaratnya dan metode-metodenya.
2. Tentang ada dan tidak ada.
3. Tentang alam, dunia dan seisinya.
4. Menentukan apa yang baik dan apa yang buruk.
5. Hakikat manusia dan hubungannya dengan sesama makhluk lainnya.
6. Tuhan tidak dikecualikan.
Filsafat Pendidikan11
BAB III
LINGKUNGAN PENDIDIKAN
A. LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Lingkungan pendidikan dikenal juga sebagai miliu pendidikan. Dalam
teori empirisme, miliu pendidikan dipercaya mempunyai pengaruh yang sangat
besar terhadap keberhasilan proses pendidikan. Sementara teori nativisme
menafikan pengaruh lingkungan pendidikan, karena bakat dan pembawaan peserta
didik dinilai mempunyai pengaruh lebih dominan terhadap proses pendidikan.
Bagaimana pun juga teori konvergensi sangat mengakui pengaruh antara
keduanya, yakni bakat dan pembawaan serta pengaruh lingkungan pendidikan.
Lingkungan pendidikan antara lain berupa:
Keadaan alam, misalnya pinggir pantai, daerah pedalaman, pegunungan;
Kondisi sosial ekonomi masyarakat, misanya keadaan sosial ekonomi
yang rendah, mata pencaharian penduduk dalam bidang pertanian,
perkebunan, industri, perdagangan, jasa, dan sebagainya.
Lingkungan pendidikan pada hakikatnya dapat menjadi sumber
pembelajaran. Teori pembelajaran konstruktivisme mengajarkan kepada kita
bahwa peserta didik harus dapat membangun pemahaman sendiri tentang konsep
yang diambil dari sumber-sumber pembelajaran yang berasal dari lingkungan
sekitar siswa.
Proses pendidikan seharusnya dapat menjadi agen pengembangan dan
pemberdayaan masyarakat, misalnya dalam pengembangan sosial ekonomi
masyarakat agar warga masyarakatnya lebih hemat, gemar menabung, memiliki
jiwa demokratis, dan menghormati hak azasi manusia, cinta damai dan
menjunjung nilai-nilai kebersamaan, menanamkan semangat kerja keras,
semangat antikorupsi, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Dua asas filsafat pendidikan setelah nativisme dan naturalisme adalah asas
filsafat pendidikan empirisme dan asas filsafat pendidikan konvergensi.
Empirisme berpendapat bahwa setiap anak yang lahir ke dunia ini pikirannya
bagaikan kertas putih yang kosong, seiring perjalanan hidupnya kertas tersebut
akan terisi sendiri lewat berbagai pengalaman yang dialaminya.
Filsafat Pendidikan12
Konvergensi berpendapat bahwa faktor yang memengaruhi perkembangan
pribadi seseorang adalah kerja sama yang baik antara hereditas dan
lingkungannya.
B. RUANG LINGKUP FILSAFAT PENDIDIKAN
Menurut Jalaludin & Idi. secara mikro yang menjadi ruang lingkup
filsafat pendidikan meliputi:
1. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (the nature of education);
2. Merumuskan sifat hakikat manusia, sebagai subjek dan objek pendidikan (the
nature of man);
3. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan,
agama dan kebudayaan;
4. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, dan teori
pendidikan;
5. Merumuskan hubungan antara filsafat Negara (ideologi), filsafat
pendidikan dan politik pendidikan (sistem pendidikan);
6. Merumuskan sistem nilai-norma atau isi moral pendidikan yang merupakan
tujuan pendidikan.
Dengan demikian, dari uraian di atas diperoleh suatu kesimpulan bahwa yang
menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan itu ialah semua aspek yang berhubungan
dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu
sendiri, yang berhubungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan yang baik
dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.
C. PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Filsafat pendidikan merupakan salah satu filsafat terapan yang berperan
sebagai dasar dari visi pendidikan. Dasar dari sebuah pendidikan nantinya akan
menentukan tindakan, tujuan, dan makna pendidikan itu sendiri.
Sebagai salah satu bidang akademik, filsafat pendidikan mempelajari
berbagai permasalahan pendidikan dan metode yang mendasari pendidikan
tersebut. Filsafat pendidikan juga dapat dibagi menjadi dua pembahasan masalah,
yaitu mempelajari proses pendidikan secara filosofis dan mempelajari berbagai
Filsafat Pendidikan13
disiplin ilmu secara filosofis yang membahas tentang konsep, tujuan, dan dasar
dari berbagai disiplin ilmu yang tersedia. Pertanyaan terkait dalam hal ini
contohnya untuk apa belajar matematika? Apa tujuan fisika? dan sebagainya.
Filsafat pendidikan berusaha menjawab persoalan seputar pendidikan
seperti, kebijakan pendidikan, kurikulum pendidikan, proses pembelajaran, nilai,
norma, praktek pendidikan, dan korelasi antara teori dan praktek. Semua itu dapat
dijawab dengan pendekatan spekulatif, preskriptif, dan analitis. Lihatlah persoalan
yang telah dijabarkan sebelumnya, ini dapat menyimpulkan bahwa filsafat
pendidikan itu merupakan gabungan tema besar filsafat yaitu metafisika,
epistemologi, dan aksiologi.
D. TEORI DASAR FILSAFAT PENDIDIKAN
Kehidupan pada hakikatnya sebagai proses pendidikan yang sebenarnya
(the true educational process). Education is not preparation for life; education is
life itself. Pendidikan bukanlah persiapan untuk kehidupan; pendidikan adalah
kehidupan itu sendiri. Demikian John Dewey berpesan kepada kita.
Proses pendidikan telah membentuk manusia secara individual. Proses
pendidikan pulalah yang telah membentuk manusia sebagai komunitas, atau
bahkan sebagai bangsa dan negara. Kita dapat belajar dari sejarah kehidupan suatu
bangsa, katakanlah bangsa Jepang, yang melatarbelakangi manusia yang
bagaimana yang telah dihasilkan. Ternyata, kemajuan suatu bangsa tidak
ditentukan oleh melimpahnya kekayaan alamnya, tetapi oleh kegigihan bangsa itu
dalam perjuangan hidupnya.
Manusia memang unik. Manusia yang berhasil karena tempaan kesulitan
hidupnya. Tempaan hidup dapat berupa pengalaman, bahkan berupa cobaan hidup
yang menderanya. Mereka yang tahan terhadap tempaan hidup ini akhirnya akan
membentuk diri manusia yang sesungguhnya.
Ada beberapa contoh bahwa kehidupan sebagai proses pendidikan.
Bacalah biografi beberapa orang penting. Misalnya "who's who", biografi para
presiden, biografi para tokoh, biografi pada penemu, dan sebagainya.
Pendidikan merupakan proses transformasi budaya. Pendidikan
merupakan proses pewarisan budaya, dan sekaligus pengembangan budaya.
Filsafat Pendidikan14
Education enables people and societies to be what they can be. Pendidikan
membuat manusia dan masyarakat menjadi apa yang mereka inginkan. Demikian
Bill Richardson berpesan kepada kita untuk mewariskan budaya tersebut, proses
pendidikan dilakukan melalui tiga upaya yang saling kait mengait, yaitu:
1. Pembiasaan (habit formation),
2. Proses pengajaran dan pembelajaran (teaching and learning process), dan
3. Keteladanan (role model). Secara lebih lengkap, bacalah tulisan Fuad
Hassan, mantan Mendikbud, dalam buku referensi Pendidikan Manusia
Indonesia
Immanuel Kant menyebutkan bahwa manusia merupakan animal
educancum dan animal educandus, mahluk yang dapat dididik dan dapat
mendidik. Oleh karena itu, maka sama sekali tidak benar jika ada pernyataan yang
menyatakan bahwa “anak itu tidak dapat dididik”. Tidak! Proses dan metode yang
digunakanlah yang kemungkan tidak tepat digunakan. Justru anak manusia akan
menjadi manusia jika melalui proses pendidikan, melalui ketiga upaya tersebut.
Manusia adalah pengemban budaya (culture bearer), dan dia akan
mewariskan kebudayaannya tersebut kepada keturunannya. Proses pendidikan
tidak lain merupakan proses transformasi budaya, yakni proses untuk mewariskan
kebudayaan kepada generasi muda.
Pengertian pendidikan jauh lebih luas dari pengertian pengajaran. Proses
pendidikan bukan hanya sebagai pengalihan pengetahuan dan keterampilan
kepada peserta didik (transfer of knowledge and skills) tetapi juga pengalihan
nilai-nilai sosial dan budaya (transmission of social and culture values and
norms).
E. PERSOALAN DALAM RANAH FILSAFAT PENDIDIKAN
Tentu kita ketahui bahwa banyak persoalan yang terdapat dalam
pendidikan. Persoalan tersebut tidak semuanya dapat dijawab dengan jawaban
ilmiah seperti halnya pemilihan tanggal untuk ujian, melainkan lebih rumit dari itu
Filsafat Pendidikan15
dan memerlukan tinjauan filosofis dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut.
1. Apakah pendidikan itu bermanfaat?
Apakah pendidikan dapat berguna dalam membangun kepribadian
manusia atau tidak? Apakah potensi hereditas yang menentukan kepribadian
seorang manusia ataukah faktor luar (lingkungan dan pendidikan)? Mengapa anak
yang potensi hereditasnya relatif baik, tanpa pendidikan dan lingkungan yang baik
mencapai perkembangan kepribadian sebagaimana diharapkan. Sebaliknya,
mengapa seorang anak yang abnormal, potensi hereditasnya relatif rendah,
meskipun dididik dengan positif dan lingkungan yang baik, tak akan berkembang
normal.
2. Apakah sesungguhnya tujuan pendidikan?
Apakah pendidikan hanya untuk individu sendiri, atau untuk kepentingan
sosial? Apakah pendidikan itu dipusatkan bagi pembinaan manusia pribadi,
ataukah masyarakatnya? Apakah pembinaan pribadi manusia itu demi hidup yang
riil dalam masyarakat dan dunia ini ataukah bagi kehidupan akhirat yang kekal?
3. Apakah hakikat masyarakat itu dan bagaimana kedudukan individu
dalam masyarakat?
Apakah pribadi itu indipenden ataukah dependen di dalam masyarakat?
Apakah hakikat pribadi manusia itu? Manakah yang utama yang sesungguhnya
baik untuk didikan bagi manusia itu apakah ilmu, intelek, akal, kemauan, atau
perasaan (akal, karsa, dan rasa)? Apakah pendidikan jasmani atau rohani dan
moral yang lebih utama? Atau pendidikan praktis, jasmani yang sehat atau
semuanya?
4. Apakah pendidikan (curriculum) yang diutamakan harus relevan dengan
pembinaan kepribadian sehingga cocok dalam menduduki suatu jabatan
dalam masyarakat?
Apakah curriculum yang luas dengan konsekuensi kurang intensif ataukah
dengan kurikulum yang terbatas, tetapi intensif penguasaannya sehingga praktis?
5. Bagaimana asas penyelenggaraan pendidikan yang baik?
Filsafat Pendidikan16
Apakah sentralisasi, desentralisasi dan otonomi? Dilakukan oleh negara
atau swasta? Apakah dengan kepemimpinan yang instruktif atau secara
demokratif?
Masing-masing pokok di atas memiliki banyak pertanyaan filosofis yang
membuntutinya. Seperti layaknya filsafat, filsafat pendidikan memiliki
pertanyaan-pertanyaan demikian. Jawaban atas pertanyaan tersebut tentu berguna
dalam mengambil keputusan yang aplikatif dalam ranah pendidikan praktis.
F. FUNGSI FILSAFAT PENDIDIKAN
1. Memahami persoalan pendidikan secara umum,merumuskanya dalam
gambaran pokok sebagai pelengkap yang ada dan hubungannya dengan
factor lain.
2. Penetu arah dan pedoman
3. Memberi norma dan pertimbangan
4. Filsafat memberikan landasan yang mendasar bagi perkembangan ilmu
5. Memberikan bahan untuk berbagai pemikiran para filsuf.
6. Pengembangan Kurikulum yang merupakan salah satu aplikasi dari ilmu yang
telah dikaji Sehingga harapan terbesar semuanya dapat membantu manusia
dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam menjalani kehidupan
bermasyarakat.
Filsafat Pendidikan17
BAB IV
MEREALISASIKAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI INDONESIA UNTUK
KEHIDUPAN YANG LEBIH MAJU
A. UPAYA MEREALISASIKAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI
INDONESIA
Pendidikan di Indonesia baru dalam tahap perhatian. Perhatian-perhatian
terhadap perlunya filsafat pendidikan itupun baru muncul disana-sini belum
terkoordinasi menjadi suatu perhatian besar untuk segera mewujudkanya. Kondisi
seperti ini tidak terlepas dari kesimpangsiuran pandangan para pendidik terhadap
pendidikan itu sendiri,seperti telah diungkapkan diatas.
Ada suatu hasil penelitian bertalian dengan hal diatas yang dilakukan oleh
Jasin, dan kawan-kawanya (1994), dengan responden para mahasiswa PGSD, SI,
S2, dan S3 IKIP Jakarta dan para ahli pendidikan di Jakarta, Bandung, dan
Surabaya. Penelitian itu menemukan hal-hal sebagai berikut
1. Lebih dari separoh responden menginginkan penegasan kembali
pengertian pendidikan dan pengajaran.
2. Hampir separoh responden mahasiswa dan dosen berpendapat bahwa ilmu
pendidikan kurang dikembangkan, sementara itu seperlima para ahli
pendidikan menyatakan pendidikan kurang fungsional untuk menyiapkan para
calon guru
3. Para mahasiswa dan dosen berpendapat pendidikan adalah ilmu mandiri,
sementara itu hampir sepertiga para ahli menyatakan ilmu pendidikan adalah
ilmu terapan, dan
4. Semua responden menyatakan kurang mengenal struktur ilmu
pendidikan.Karena keragaman pandangan diatas membuat responden terpecah
menjadi sebagian mendukung pernyataan guru tidak mendidik melainkan
mengajar dan sebagian lagi menolak
Dari hasil penelitian tersebut di atas dapat ditarik sejumlah masalah bertalian
dengan ilmu pendidikan,yaitu :
1. Belum jelas pengertian pendidikan dan pengajaran
2. Ilmu Pendidikan kurang dikembangkan
Filsafat Pendidikan18
3. Ilmu Pendidikan kurang fungsional untuk menyiapkan para calon guru.
4. Belum jelas apakah ilmu Pendidikan merupakan ilmu dasar atau ilmu
terapan.
5. Struktur ilmu pendidikan kurang dikenal.
6. Belum jelas apakah guru mendidik dan mengajar atau hanya mengajar
saja.
Keenam masalah tersebut di atas menunjukan bahwa pendidikan, khususnya
pendidikan sebagai ilmu belum ditangani. Mulai dari pengertian, apakah sebagai
ilmu dasar atau ilmu terapan, struktur ilmu itu, sampai dengan penerapannya pada
para calon guru dan guru-guru masih belum jelas. Kondisi ilmu pendidikan seperti
ini terjadi karena memang ilmu itu belum digali dan dikembangkan.
Untuk mengembangkan ilmu Pendidikan yang bercorak Indonesia secara
valid, terlebih dahulu dibutuhkan pemikiran dan perenungan itu adalah filsafat
yang khusus membahas pendidikan yang tepat diterapkan dibumi Indonesia.
Dengan kata lain, untuk menemukan teori-teori pendidikan yang bercorak
Indonesia dibutuhkan terlebih dahulu rumusan filsafat pendidikan yang bercorak
Indonesia pula.
Bagaimana kiat untuk meningkatkan kegiatan usaha merumuskan filsafat
pendidikan Indonesia ini, yang kini baru falam tahap perhatian yang bersifat
sporadic ? Tampaknya kiat itu perlu disesuaikan dengan alam kebiasaan bangsa
Indonesia saat ini sesuatu akan terjadi secara relative lebih mudah bila gagasan itu
bersumber dari dan disepakati atau disetujui oleh pemerintah. Filsafat pendidikan
akan lebih mudah mendapat jalan dalam perkembanganya. Manakala pemrakarsa
dapat mengugah hati pemerintah untuk menyetujuinya.
Upaya mendorong pemerintah untuk memberi isyarat akan pentingnya
merumuskan filsafat pendidikan dan teori pendidikan yang bercorak Indonesia
sudah pernah dilakukan menjelang sidang umum MPR (kompasa,27 Nopembert
1992), sebagai satu sumbangaan untuk bahan sidang umum itu. Namun GBHN
1993 sebagai produk sidang itu,tidak mencantumkan perlunya perumusan filsafat
dan teori pendidikan itu. Itu menunjukan kemauan politik pemerintah kearah itu
belum ada. Mudah-mudahan di waktu-waktu yang akan datang kemauan itu akan
muncul.
Filsafat Pendidikan19
Di samping kunci utama untuk memulai kegiatan pengembangan filsafat
pendidikan itu belum ada, ada lagi kunci kedua yang membuat sulitnya
mengembangkan filsafat dan teori pendidikan itu, yaitu kesulitan menjabarkan
sila-sila Pancasila agar mudah diterapkan di lapangan. Memang benar sila-sila
Pancasila sudah dijabarkan menjadi 45 butir, tetapi penjabaran itu belum tentu
sesuai dengan kebiasaan kerja para ahli pendidikan yang membuat hasil kerja
mereka lebih mudah diterapkan di lapangan. Sampai sekarang tidak setiap ahli
diperkenankan menjabarkan sila-sila Pancasila. yang diperbolehkan menjabarkan
sila-sila itu hanya BP7 pusat, dengan maksud sangat mungkin untuk menghindari
kesimpang-siuran makna sila-sila Pancasila itu sendiri
Tetapi bila para ahli pendidikan yang berwenang merumuskan filsafat
pendidikan tidak diperkenankan menjabarkan atua menafsirkan sendiri sila-sila
Pancasila itu akan membatasi kebebasan mereka berfikir dan mewujudkan filsafat
itu. Bila hal itu tidak bisa ditawar-tawar, mungkin dapat diambil jalan kompromi
yaitu dengan dibentuk tim yang anggotanya beberapa ahli pendidikan dan
beberapa anggota BP7 pusat. Dengan cara ini kemacetan salah satu faktor
penghambat pengembangan filsafat pendidikan di Indonesia bisa diatasi.
Andaikan isyarat untuk mewujudkan filsafat pendidikan sudah ada atau sudah
ada suatu kelompok yang berupaya merumuskan filsafat itu, maka ada beberapa
hal yang harus dipikirkan. Hal-hal yang dimaksud adalah:
1. Apakah filsafat pendidikan yang akan dibentuk, yang sesuai dengan
kondisi dan budaya Indonesia akan diberi nama Filsafat Pendidikan Pancasila
atau dengan nama lain ?
2. Apakah filsafat pendidikan itu diambil dari filsafat pendidikan
internasional yang sudah ada yang sudah ada, dengan memilih salah satu dari
Esensilais, Perenialis, Progesivise, Rekonstruksionis, dan Eksistensialis?
Sehingga tinggal merevisi agar cocok dengan kondisi Indonesia.
3. Ataukah filsafat itu dimunculkan bersumber dari filsafat-filsafat umum
yang berlaku secara Internasional, seperti yang dilaksanakan oleh Negara
Australia. Ahli pendidikan di Australia ,menyatakan filasfat yang mendasari
pendidikan mereka adalah Liberal, Demokrasi, dam multicultural ( Made
Filsafat Pendidikan20
Pidarta, 1995 ). Seakan-akan mereka tidak memiliki filsafat khusus tentang
pendidikan.
ISPI (1989) mengingatkan bahwa tugas utama para ahli ilmu Pendidikan
adalah (1) mengungkapkan pikiran yang sistematik dan mendasar mengenai
implikasi filsafat Pancasila dalam filsafat pendidikan nasional yang akan
dibentuk, dan (2) dalam mengungkapkan sumber-sumber dari luar termasuk teori
pendidikan dan perlu diadakan saringan-saringan agar sesuai dengan filsafat
negara kita.
B. DAMPAK KONSEP PENDIDIKAN
Pembahasan tentang landasan kependidikan dalam segi filsafat, yang
mencakup filsafat pada umumnya, filsafat-filsafat pendidikan internasioanal,
filsafat pancasila, dan kemungkinan terbentuknya filsafat pendidikan yang
bercorak Indonesia, memberi dampak konsep tertentu. Karena filsafat pendidikan
yang cocok dengan alam dan budaya Indonesia belum terbentuk, yang ada baru
filsafat Negara yaitu pancasila, maka tidak banyak konsep pendidikan yang bisa
diturunkan dari sini. Memang benar ada sejumlah filsafat pendidikan internasional
yang sudah tentu berdampak terhadap pendidikan,namun filsafat itu tidak mesti
cocok bila diterapkan di Indonesia. Oleh sebab itu dampak konsep pendidikan
yang akan dituangkan dibawah adalah terbatas pada penjabaran sila-sila pancasila.
1. Filsafat pendidikan Indonesia perlu segera diwujudkan agar ilmu
pendidikan bercorak Indonesia lebih mudah dibentuk. Kunci terielisasinya
suatu kegiatan pada dewasa ini adalah pemerintah. sebab itu dibutuhkan
kemauan pemerintah untuk menggerakan kegiatan ini
2. Peranan dan pengembangan sila-sila Pancasila pada diri peserta didik pada
hakekatnya adalah pengembangan afeksi.karena itu pendidikan afeksi
tidak boleh dinomorduakan apalagi ditinggalakan. Pendidikan
afeksi,kognisi,dan psikomotor haruslah diperlakukan sama.
3. Pendidikan Pancaila dan pendidikan agama tidak bertentangan melainkan
saling melengkapi satu dengan lain. Oleh sebab itu sebaiknya para
pendidik sila-sila pancasila dan para pendidik ajaran agama bekerja sama
dalam kegiatannya membina para peserta didik. Suatu kerjasama dalam
Filsafat Pendidikan21
tingkat operasioanal oendidikan moral dan mental anak-anak, agar saling
mendukung dan saling memajukan satu dengan yang lain.
4. Materi pendidikan afeksi selain bersumber dari bidang studi yang
membahas moral Pancasila dan ajaran-ajaran agama, sebaiknya dilengkapi
dengan nilai-nilai dan adat istiadat yang masih hidup dimasyarakat
Indonesia serta budi pekerti luhur yang tetap dijunjung dibumi Indonesia
ini.
5. Metode mengembangkan afeksi bias dibagi dua yaiu :
6. Evaluasi pendidikan afeksi haruslah dilakukan secara nyata, diberi skor,
dan dimasukkan ke dalam rapor sepereti halnya dengan bidang study yang
lain. Setaip ujian atau tes haruslah mengikutsertakan aspek afeksi. Untuk
ujian-ujian intern di sekolah, hal ini cukup mudah dilakukan. Tetapi untuk
ujian tingakat nasional cukup sulit sebab membutuhkan biaya dan tenaga
banyak. Namun, dengan berkembangnya waktu dan perubahan system
pendidikan, kesulitan itu bisa diatasi.
7. Dalam menggunakan materi pendidikan afeksi, sangat mungkin sumber
materi itu berasal dari luar negeri. Bila hal itu terjadi, maka perlu
dilakukan penyaringan terlebih dahulu agar bias diterima oleh kondisi dan
budaya Indonesia, sebelum dimasukkan sebagai materi pendidikan.
8. Dalam rangka pengembangan afeksi peserta didik, ada baikanya kondisi
ke arah itu sengaja diciptakan, antara lain dengan menghadirkan jauh lebih
banyak budaya bangsa sendiri untuk menetralkan pengaruh budaya asing
yang memang sulit dibendung dalam abad informasi dan global ini
a. Untuk pendidikan afeksi yang berbentuk bidang studi,tekanan proses
belajarnya adalah pada aplikasi konsep-konsep yang dipelajari artinya sila-sila
Pancasila dan ajaran-ajaran agama diberi dan dibahas secukupnya, kemudian
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik inilah yang menjadi
pusat perhatian para pendidik afeksi.
b. Untuk pendidikan afeksi yang diselipkan pada bidang studi lain,
pendidikan cukup menyinggung afeksi tertentu yang kebetulan tepat
dimunculkan saat itu untuk dipahami oleh peserta didik, dihayati,dan
dilaksanakan jadi setiap pendidik ketika mengajar atau tidak mengajar
Filsafat Pendidikan22
mendapat kesempatan yang baik untuk menyingguing afeksi, haruslah hal itu
didiikan kepada anak-anak.
C. IMPLIKASI LANDASAN FILSAFAT PENDIDIKAN
1. Implikasi Bagi Guru
Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan guru
maka filsafat pendidikan merupakan landasan berpijak yang mutlak. Artinya,
sebagai pekerja professional, tidaklah cukup bila seorang guru hanya menguasai
apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kedua penguasaan ini
baru tercermin kompetensi seorang tukang.
Disamping penguasaan terhadap apa dan bagaimana tentang tugasnya, seorang
guru juga harus menguasai mengapa ia melakukan setiap bagian serta tahap
tugasnya itu dengan cara tertentu dan bukan dengan cara yang lain. Jawaban
terhadap pertanyaan mengapa itu menunjuk kepada setiap tindakan seorang guru
didalam menunaikan tugasnya, yang pada gilirannya harus dapat dipulangkan
kepada tujuan-tujuan pendidikan yang mau dicapai, baik tujuan-tujuan yang lebih
operasional maupun tujuan-tujuan yang lebih abstrak. Oleh karena itu maka
semua keputusan serta perbuatan instruksional serta non-instruksional dalam
rangka penunaian tugas-tugas seorang guru dan tenaga kependidikan harus selalu
dapat dipertanggungjawabkan secara pendidikan (tugas professional, pemanusiaan
dan civic) yang dengan sendirinya melihatnya dalm perspektif yang lebih luas dari
pada sekedar pencapaian tujuan-tujuan instruksional khusus.
Perlu digarisbawahi di sini adalah tidak dikacaukannya antara bentuk dan
hakekat. Segala ketentuan prasarana dan sarana sekolah pada hakekatnya adalah
bentuk yang diharapkan mewadahi hakekat proses pembudayaan subjek didik.
Oleh karena itu maka gerakan ini hanya berhenti pada “penerbitan” prasarana dan
sarana sedangkan transaksi personal antara subjek didik dan pendidik, antara
subjek didik yang satu dengan subjek didik yang lain dan antara warga sekolah
dengan masyarakat di luarnya masih belum dilandasinya, maka tentu saja proses
pembudayaan tidak terjadi. Seperti telah diisyaratkan dimuka, pemberian bobot
yang berlebihan kepada kedaulatan subjek didikakan melahirkan anarki
sedangkan pemberian bobot yang berlebihan kepada otoritas pendidik akan
Filsafat Pendidikan23
melahirkan penjajahan dan penjinakan. Kedua orientasi yang ekstrim itu tidak
akan menghasilkan pembudayaan manusia.
2. Implikasi bagi Pendidikan Guru dan Tenaga Kependidikan
Tidaklah berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa di Indonesia kita belum
punya teori tentang pendidikan guru dan tenaga kependidikan. Hal ini tidak
mengherankan karena kita masih belum saja menyempatkan diri untuk
menyusunnya. Bahkan salahsatu prasaratnya yaitu teori tentang pendidikan
sebagimaana diisyaratkan pada bagian-bagian sebelumnya, kita masih belum
berhasil memantapkannya. Kalau kita terlibat dalam berbagi kegiatan
pembaharuan pendidikan selama ini maka yang diperbaharui adalah pearalatan
luarnya bukan bangunan dasarnya.
Hal tersebut dikemukakan tanpa samasekali didasari oleh anggapan bahwa
belum ada diantara kita yang memikirkan masalah pendidikan guru itu. Pikiran-
pikiran yang dimaksud memang ada diketengahkan orang tetapi praktis tanpa
kecuali dapat dinyatakan sebagi bersifat fragmentaris, tidak menyeluruh.
Misalnya, ada yang menyarankan masa belajar yang panjang (atau, lebih cepat,
menolak program-program pendidikan guru yang lebih pendek terutama yang
diperkenalkan didalam beberapa tahun terakhir ini) ; ada yang menyarankan
perlunya ditingkatkan mekanisme seleksi calon guru dan tenaga kependidikan;
ada yang menyoroti pentingnya prasarana dan sarana pendidikan guru; dan ada
pula yang memusatkan perhatian kepada perbaikan sistem imbalan bagi guru
sehingga bisa bersaing dengan jabtan-jabatan lain dimasyarakat. Tentu saja semua
saran-saran tersebut diatas memiliki kesahihan, sekurang-kurangnya secara
partial, akan tetapi apabila di implementasikan, sebagian atau seluruhnya, belum
tentu dapat dihasilkan sistem pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang
efektif.
Sebaiknya teori pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang produktif
adalah yang memberi rambu-rambu yang memadai didalam merancang serta
mengimplementasikan program pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang
lulusannya mampu melaksanakan tugas-tugas keguruan didalam konteks
pendidikan (tugas professional, kemanusiaan dan civic). Rambu-rambu yang
dimaksud disusun dengan mempergunakan bahan-bahan yang diperoleh dari tiga
Filsafat Pendidikan24
sumber yaitu: pendapat ahli, termasuk yang disangga oleh hasil penelitian ilmiah,
analisis tugas kelulusan serta pilihan nilai yang dianut masyarakat. Rambu-rambu
yang dimaksud yang mencerminkan hasil telaahan interpretif, normative dan kritis
itu, seperti telah diutarakan didalam bagian uraian dimuka, dirumuskan kedalam
perangkat asumsi filosofis yaitu asumsi-asumsi yang memberi rambu-rambu bagi
perancang serta implementasi program yang dimaksud. Dengan demikian,
perangkat rambu-rambu yang dimaksud merupakan batu ujian didalam menilai
perancang dan implementasi program, maupun didalam “mempertahankan”
program dari penyimpngan-penyimpangan pelaksanaan ataupun dari serangan-
serangan konseptual.
Filsafat pendidikan mempunyai peranan yang amat penting dalam sistem
pendidikan karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-
usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya
sistem pendidikan. Setiap orang pasti menginginkan hidup bahagia. Salah satu
diantaranya yakni hidup lebih baik dari sebelumnya atau bisa disebut hidup lebih
maju. Hidup maju tersebut didukung atau dapat diwujudkan melalui pendidikan.
Peranan Filsafat Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu Pendidikan
Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan
proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan
pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh
filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan
serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru
dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan
rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan
inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat,
memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang
kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu
dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan
dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak
terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik.
Filsafat Pendidikan25
BAB V
SEJARAH FILSAFAT KLASIK
A. FILSAFAT YUNANI
Para sarjana filsafat mengatakan bahwa mempelajari filsafat Yunani berarti
menyaksikan kelahiran filsafat. Karena itu tidak ada pengantar filsafat yang lebih
ideal dari pada study perkembangan pemikiran filsafat di negeri Yunani. Alfred
Whitehead mengatakan tentang Plato: "All Western phylosophy is but a series of
footnotes to Plato". Pada Plato dan filsafat Yunani umumnya dijumpai problem
filsafat yang masih dipersoalkan sampai hari ini. Tema-tema filsafat Yunani
seperti ada, menjadi, substansi, ruang, waktu, kebenaran, jiwa, pengenalan, Allah
dan dunia merupakan tema-tema bagi filsafat seluruhnya. Filsuf- Filsuf Pertama
Ada tiga filsuf dari kota Miletos yaitu Thales, Anaximandros dan Anaximenes.
Ketiganya secara khusus menaruh perhatian pada alam dan kejadian-kejadian
alamiah, terutama tertarik pada adanya perubahan yang terus menerus di alam.
Mereka mencari suatu asas atau prinsip yang tetap tinggal sama di belakang
perubahan-perubahan yang tak henti-hentinya itu. Thales mengatakan bahwa
prinsip itu adalah air, Anaximandros berpendapat to apeiron atau yang tak terbatas
sedangkan Anaximenes menunjuk udara.
Thales juga berpendapat bahwa bumi terletak di atas air. Tentang bumi,
Anaximandros mengatakan bahwa bumi persis berada di pusat jagat raya dengan
jarak yang sama terhadap semua badan yang lain. Sedangkan mengenai kehidupan
bahwa semua makhluk hidup berasal dari air dan bentuk hidup yang pertama
adalah ikan. Dan manusia pertama tumbuh dalam perut ikan. Sementara
Anaximenes dapat dikatakan sebagai pemikir pertama yang mengemukakan
persamaan antara tubuh manusia dan jagat raya. Udara di alam semesta ibarat jiwa
yang dipupuk dengan pernapasan di dalam tubuh manusia.
Filsafat Pendidikan26
Filosof berikutnya yang perlu diperkenalkan adalah Pythagoras. Ajaran-
ajarannya yang pokok adalah pertama dikatakan bahwa jiwa tidak dapat mati.
Sesudah kematian manusia, jiwa pindah ke dalam hewan, dan setelah hewan itu
mati jiwa itu pindah lagi dan seterusnya. Tetapi dengan mensucikan dirinya, jiwa
dapat selamat dari reinkarnasi itu. Kedua dari penemuannya terhadap interval-
interval utama dari tangga nada yang diekspresikan dengan perbandingan dengan
bilangan-bilangan, Pythagoras menyatakan bahwa suatu gejala fisis dikusai oleh
hukum matematis. Bahkan katanya segala-galanya adalah bilangan. Ketiga
mengenai kosmos, Pythagoras menyatakan untuk pertama kalinya, bahwa jagat
raya bukanlah bumi melainkan Hestia (Api), sebagaimana perapian merupakan
pusat dari sebuah rumah.
Pada jaman Pythagoras ada Herakleitos Di kota Ephesos dan menyatakan
bahwa api sebagai dasar segala sesuatu. Api adalah lambang perubahan, karena
api menyebabkan kayu atau bahan apa saja berubah menjadi abu sementara apinya
sendiri tetap menjadi api. Herakleitos juga berpandangan bahwa di dalam dunia
alamiah tidak sesuatupun yang tetap. Segala sesuatu yang ada sedang menjadi.
Pernyataannya yang masyhur "Pantarhei kai uden menei" yang artinya semuanya
mengalir dan tidak ada sesuatupun yang tinggal tetap. Filosof pertama yang
disebut sebagai peletak dasar metafisika adalah Parmenides. Parmenides
berpendapat bahwa yang ada ada, yang tidak ada tidak ada. Konsekuensi dari
pernyataan ini adalah yang ada 1) satu dan tidak terbagi, 2) kekal, tidak mungkin
ada perubahan, 3) sempurna, tidak bisa ditambah atau diambil darinya, 4) mengisi
segala tempat, akibatnya tidak mungkin ada gerak sebagaimana klaim Herakleitos.
Para filsuf tersebut dikenal sebagai filsuf monisme yaitu pendirian bahwa
realitas seluruhnya bersifat satu karena terdiri dari satu unsur saja. Para Filsuf
berikut ini dikenal sebagai filsuf pluralis, karena pandangannya yang menyatakan
bahwa realitas terdiri dari banyak unsur. Empedokles menyatakan bahwa realitas
terdiri dari empat rizomata (akar) yaitu api, udara, tanah dan air. Perubahan-
perubahan yang terjadi di alam dikendalikan oleh dua prinsip yaitu cinta
(Philotes) dan benci (Neikos). Empedokles juga menerangkan bahwa pengenalan
(manusia) berdasarkan prinsip yang sama mengenal yang sama.Pluralis yang
berikutnya adalah Anaxagoras, yang mengatakan bahwa realitas adalah terdiri dari
Filsafat Pendidikan27
sejumlah tak terhingga spermata (benih). Berbeda dari Empedokles yang
mengatakan bahwa setiap unsur hanya memiliki kualitasnya sendiri seperti api
adalah panas dan air adalah basah, Anaxagoras mengatakan bahwa segalanya
terdapat dalam segalanya. Karena itu rambut dan kuku bisa tumbuh dari daging.
Perubahan yang membuat benih-benih menjadi kosmos hanya berupa satu
prinsip yaitu Nus yang berarti roh atau rasio. Nus tidak tercampur dalam benih-
benih dan Nus mengenal serta mengusai segala sesuatu. Karena itu, Anaxagoras
dikatakan sebagai filsuf pertama yang membedakan antara "yang ruhani" dan
"yang jasmani". Pluralis Leukippos dan Demokritos juga disebut sebagai filsuf
atomis. Atomisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari banyak unsur yang tak
dapat dibagi-bagi lagi, karenanya unsur-unsur terakhir ini disebut atomos. Lebih
lanjut dikatakan bahwa atom-atom dibedakan melalui tiga cara: (seperti A dan N),
urutannya (seperti AN dan NA) dan posisinya (seperti N dan Z). Jumlah atom
tidak berhingga dan tidak mempunyai kualitas, sebagaimana pandangan
Parmenides atom-atom tidak dijadikan dan kekal.
Tetapi Leukippos dan Demokritos menerima ruang kosong sehingga
memungkinkan adanya gerak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa realitas
seluruhnya terdiri dari dua hal: yang penuh yaitu atom-atom dan yang kosong.
Menurut Demokritos jiwa juga terdiri dari atom-atom. Menurutnya proses
pengenalan manusia tidak lain sebagai interaksi antar atom. Setiap benda
mengeluarkan eidola (gambaran-gambaran kecil yang terdiri dari atom-atom dan
berbentuk sama seperti benda itu). Eidola ini masuk ke dalam panca indra dan
disalurkan kedalam jiwa yang juga terdiri dari atom-atom eidola. Kualitas-kualitas
yang manis, panas, dingin dan sebagainya, semua hanya berkuantitatif belaka.
Atom jiwa bersentuhan dengan atom licin menyebabkan rasa manis, persentuhan
dengan atom kesat menimbulkan rasa pahit sedangkan sentuhan dengan atom
berkecepatan tinggi menyebabkan rasa panas, dan seterusnya.
Filsafat Pendidikan28
BAB VI
KONSEP ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME DAN
IMPLIKASI TERHADAP DISIPLIN (DI ERA GLOBALISASI)
Filsafat pendidikan adalah aplikasi dari filsafat umum dalam pendidikan.
Berbeda dengan Filsafat Umum yang objeknya adalah kenyataan keseluruhan
segala sesuatu. Filsafat Khusus /terapan mempunyai objek kenyataan salah satu
aspek kehidupan manusia yang dalam hal ini adalah pendidikan. Filsafat
pendidikan menyelidiki hakikat pelaksanaan pendidikan yang bersangkut paut
dengan tujuan, latar belakang cara dan hasilnya serta hakikat ilmu pendidikan
yang bersangkut paut terhadap struktur kegunaannya.
Seperti halnya filsafat yang lain, filsafat pendidikanpun bersifat
spekulatif, preskriptif dan analitik. Spekulatif artinya filsafat pendidikan
membangun teori-teori tentang hakikat pendidikan manusia, hakikat masyarakat
dan hakikat dunia. Preskriptif artinya filsafat pendidikan menentukan tujuan
pendidikan yang harus diikuti dan dicapai. Analitik artinya filsafat pendidikan
menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang spekulatif dan perspektif.
Sebagai suatu entitas yang terkait dalam budaya dan peradaban manusia,
pendidikan di berbagai belahan dunia mengalami perubahan sangat mendasar
dalam era globalisasi. Ada banyak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang bisa dinikmati umat manusia. Namun sebaliknya,kemajuan tersebut juga
beriringan dengan kesengsaraan banyak anak manusia, apalagi dalam era
globalisasi sekarang ini.
Pendidikan sudah menjadi komoditas yang makin menarik. Suatu
fenomena menarik dalam hal pembiayaan pendidikan menunjukkan gejala
industrialisasi sekolah. Bahkan beberapa sekolah mahal didirikan dan dikaitkan
dengan pengembangan suatu kompleks perumahan elite. Sekolah-sekolah nasional
plus di kota-kota besar di Indonesia dimiliki oleh pebisnis tingkat nasional dan
Filsafat Pendidikan29
didirikan dengan mengandalkan jaringan multinasional berupa adopsi kurikulum
dan staf pengajar asing.
Otonomi pendidikan tinggi membawa implikasi hak dan kewajiban
perguruan tinggi negeri dan swasta untuk mengatur pengelolaannya sendiri
termasuk mencari sumber-sumber pendapatan untuk menghidupi diri.
Konsekuensi logis dari otonomi kampus, saat ini perguruan tinggi seakan
berlomba membuka program baru atau menjalankan strategi penjaringan
mahasiswa baru untuk mendatangkan dana. Perdebatan antara anti-otonomi dan
pro-otonomi perguruan tinggi tidak akan berkesudahan dan mencapai titik temu.
Berkurangnya tanggung jawab pemerintah dalam pembiayaan pendidikan
mengarah pada gejala privatisasi pendidikan. Dikotomi sekolah negeri dan swasta
menjadi kabur dan persaingan antarsekolah akan makin seru. Akibat langsung dari
privatisasi pendidikan adalah segregasi siswa berdasarkan status sosio-ekonomi.
Atau, kalaupun fenomena itu sudah terjadi di beberapa kota, pemisahan antara
siswa dari keluarga miskin dan kaya akan makin jelas dan kukuh.
Siswa-siswa dari keluarga miskin tidak akan mampu menanggung biaya
yang makin mencekik sehingga mereka akan terpaksa mencari dan terkonsentrasi
di sekolah-sekolah yang minimalis (baca: miskin) Sementara itu, siswa-siswa dari
kelas menengah dan atas bebas memilih sekolah dengan sarana dan prasarana
yang memadai. Selanjutnya, karena sekolah-sekolah ini mendapatkan iuran
pendidikan yang memadai dari siswa, sekolah-sekolah ini juga akan mempunyai
lebih banyak keleluasaan untuk makin membenahi diri dan meningkatkan mutu
pendidikan. Jadi, sekolah yang sudah baik akan menjadi (atau mempunyai
kesempatan) untuk menjadi lebih baik. Sebaliknya, sekolah yang miskin akan
makin terperosok dalam kebangkrutan.
Dalam dinamika globalisasi, anak-anak bangsa tercecer dalam berbagai
sekolah yang beragam menurut latar belakang sosioekonomi yang berbeda.
Negara belum mampu memberikan kesempatan yang adil bagi semua anak bangsa
untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. Sampai saat ini, belum tampak
adanya pembenahan yang signifikan dan terpadu untuk meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia, dari tingkat pendidikan dasar sampai dengan tingkat
pendidikan tinggi. Muncul pertanyaan besar: Ke mana arah pendidikan di
Filsafat Pendidikan30
Indonesia?
Pendidikan dimaksudkan sebagai mempersiapkan anak-anak bangsa
untuk menghadapi masa depan dan menjadikan bangsa ini bermartabat di antara
bangsa-bangsa lain di dunia. Masa depan yang selalu berkembang menuntut
pendidikan untuk selalu menyesuaikan diri dan menjadi lokomotif dari proses
demokratisasi dan pembangunan bangsa. Pendidikan membentuk masa depan
bangsa. Akan tetapi, pendidikan yang masih menjadi budak sistem politik masa
kini telah kehilangan jiwa dan kekuatan untuk memastikan reformasi bangsa
sudah berjalan sesuai dengan tujuan dan berada pada rel yang tepat.
Dalam konteks globalisasi, pendidikan di Indonesia perlu membiasakan
anak-anak untuk memahami eksistensi bangsa dalam kaitan dengan eksistensi
bangsa-bangsa lain dan segala persoalan dunia. Pendidikan nasional perlu
mempertimbangkan bukan hanya {state building] dan {nation building] melainkan
juga {capacity building.] Birokrasi pendidikan di tingkat nasional perlu fokus
pada kebijakan yang strategis dan visioner serta tidak terjebak untuk melakukan
tindakan instrumental dan teknis seperti UAN/UNAS.
Dengan kebijakan otonomi daerah, setiap kabupaten perlu difasilitasi
untuk mengembangkan pendidikan berbasis masyarakat namun bermutu tinggi.
Pendidikan berbasis masyarakat ini diharapkan bisa menjadi lahan persemaian
bagi anak-anak dari berbagai latar belakang untuk mengenali berbagai persoalan
dan sumber daya dalam masyarakat serta terus mencari upaya-upaya untuk
mengubah masyarakat menjadi lebih baik.
Globalisasi ekonomi dan era informasi mendorong industri menggunakan
sumber daya manusia lulusan perguruan tinggi yang kompeten dan memiliki jiwa
kewirausahaan. Akan tetapi tidak setiap lulusan perguruan tinggi memiliki jiwa
kewirausahaan seperti yang diinginkan oleh lapangan kerja tersebut.
Kenyataan menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil lulusan perguruan tinggi
yang memiliki jiwa kewirausahaan. Di sisi lain, krisis ekonomi menyebabkan
jumlah lapangan kerja tidak tumbuh, dan bahkan berkurang karena bangkrut.
Dalam kondisi seperti ini, maka lulusan perguruan tinggi dituntut untuk tidak
hanya mampu berperan sebagai pencari kerja tetapi juga harus mampu berperan
sebagai pencipta kerja. Keduanya memerlukan jiwa kewirausahaan.
Filsafat Pendidikan31
Oleh karena itu, agar supaya perguruan tinggi mampu memenuhi tuntutan
tersebut, berbagai inovasi diperlukan diantaranya adalah inovasi pembelajaran
dalam membangun generasi technopreneurship di era informasi sekarang ini. Ada
suatu pendapat bahwa, saat ini sebagian besar lulusan perguruan tinggi di
Indonesia masih lemah jiwa kewirausahaannya.
Sedangkan sebagian kecil yang telah memiliki jiwa kewirausahaan,
umumnya karena berasal dari keluarga pengusaha atau dagang. Untuk
menciptakan SDM yang berkualitas, maka tata kelas dan pembelajaran yang
tradisional tidak lagi dapat dipertahankan dan diperlukan imajinasi baru untuk
mengakomodasi cara belajar baru yang revolusioner yaitu Ubiquitous
learning. Ada cara pedagogi baru yang perlu diterapkan:
1. Perlu mendobrak batasan-batasan pendidikan serta institusi-institusi yang
tradisional dan kaku dengan pengalaman pendidikan yang lebih bergairah.
Ini membutuhkan investasi infrastruktur teknologi yang memadai dengan
perangkat software dan pendidikan profesional untuk dosen agar lebih
menguasai teknologi digital.
2. Menjadikan mahasiswa aktif/agen dalam menimba ilmu. Memberikan
kesempatan untuk menguasai bahan kuliah seluas-luasnya tidak hanya
terbatas pada “text book” dan membuat mahasiswa fasih melakukan
penelitian yang bersifat e-learning serta mengekspresikan pengetahuan
yang mereka dapat lewat berbagai penggunaan multimedia.
3. Memahami bahwa setiap mahasiswa memiliki cara belajar yang berbeda
dan memiliki aspirasi serta potensi yang berbeda. Universitas dapat
memastikan bahwa setiap mahasiswa dapat berpartsisipasi dan
berkontribusi pada lingkungan belajar. Investasi teknologi e-learning
dapat mengakomodasi setiap perbedaan dan aksesibilitas.
4. Akses pada informasi mengharuskan universitas untuk terbuka dalam
memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan penelitian
interdisiplin. Di dalam era belajar Ubiquitous learning mahasiswa bukan
lagi hanya diuji pada apa yang mereka ingat (sistim belajar mengingat)
tetapi apa yang mereka dapat temukan sebagai pengetahuan yang baru
(sistim belajar discovery). Oleh sebab itu, melakukan ujian “tutup buku”
Filsafat Pendidikan32
merupakan cara yang lama dan perlu diubah. Ujian bukan lagi upaya
mengetes ingatan akan tetapi kemampuan merepresentasikan pengetahuan
yang relevan bagi masyarakat luas dan menunjukkan kreatifitas yang
tinggi.
5. Ubiquitous computing mengajak untuk melakukan refleksi sosial yang
dapat menciptakan “praktek komunitas” untuk mendukung lingkungan
pembelajaran. Sumber pengetahuan tidak lagi terbatas pada dosen akan
tetapi dapat melibatkan lingkungan atau komunitas dimana mahasiswa
berada bahkan masyarakat luar. Upaya ini memastikan adanya
pembangunan budaya yang kolaboratif dengan masyarakat luas
Dalam kenyataan menunjukkan bahwa kewirausahaan adalah merupakan jiwa
yang bisa dipelajari dan diajarkan. Seseorang yang memiliki jiwa kewirausahaan
umumnya memiliki potensi menjadi pengusaha tetapi bukan jaminan menjadi
pengusaha, dan pengusaha umumnya memiliki jiwa kewirausahaan. Proses
pembelajaran yang merupakan inkubator bisnis berbasis teknologi ini dirancang
sebagai usaha untuk mensinergikan teori (20%) dan Praktek (80%) dari berbagai
kompetensi bidang ilmu yang diperoleh dalam bidang teknologi & industri.
Inkubator bisnis ini dijadikan sebagai pusat kegiatan pembelajaran dengan
atmosfir bisnis yang kondusif serta didukung oleh fasilitas laboratorium yang
memadai.
Tujuan implementasi inovasi dari kegiatan inkubator bisnis berbasis
teknologi ini adalah menumbuh kembangkan jiwa kewirausahaan bagi mahasiswa
sebagai peserta didik. Sedangkan manfaat yang diperoleh bagi institusi adalah
tercapainya misi institusi dalam membangun generasi technopreneurship dan
meningkatnya relevansi antara dunia pendidikan dengan dunia industri.
Sedangkan manfaat bagi mitra kerja adalah terjalinnya kerja sama bisnis dan
edukasi. Kerjasama ini dikembangkan dalam bentuk bisnis riil produk sejenis
yang memiliki potensi ekonomi pasar yang cukup tinggi.
Filsafat Pendidikan33
BAB VII
FILSAFAT PENDIDIKAN ESTETIKA
A. PENGERTIAN ESTETIKA DAN PENDIDIKAN ISLAM
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa yang dinamakan
estetika adalah suatu keindahan yang nampak. Sedangkan pendidikan islam
merupakan sebuah pendidikan yang dianjurkan sesuai dengan ketentuan syariat
islam. Pengertian estetika menurut filsafat adalah nilai-nilai yang berkaitan
dengan kreasi seni dengan pengalaman-pengalaman kita yang berhubungan
dengan seni. Hasil-hasil ciptaan seni berdasarkan atas prinsip-prinsip yang dapat
dikelompokkan sebagai rekayasa,pola dan bentuk. Estetika merupakan bagian
aksiologi yang membicarakan permasalahan (Russel), pertanyaan (Langer) , atau
issues (Farber) mengenai keindahan, menyangkut ruang lingkup , nilai ,
pengalaman , perilaku dan pemikiran seniman, seni serta persoalan estetika dan
seni dalam kehidupan manusia (The Liang Gie,1976).
Dalam Craig (2005),Marcia Eaton menyatakan bahwa konsep-konsep
estetika merupakan konsep-konsep yang berkaitan dengan deskripsi dan evaluasi
objek serta kejadian artistik dan estetika. Edmund Burke dan David Hume pernah
membicarakan masalah estetika ini dengan cara menjelaskan konsep estetika
secara empiris, yaitu dengan cara mengamati respons psikologis dan fisik yang
dapat membedakan individu satu dengan yang lainya untuk objek dan kejadian
berbeda. Mereka berupaya untuk melihat estetika ini dalam sudut pandang
objektif. Sebaliknya , Immanuel Kant berpendapat bahwa konsep estetika itu
bersifat subjektif, tetapi ia menyatakan bahwa pada taraf dasar manusia secara
universal memiliki perasaan yang sama terhadap apa yang membuat mereka
nyaman dan senang ataupun menyakitkan dan tidak nyaman.
B.FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DAN ESTETIKA PENDIDIKAN
Adapun yang mendasari hubungan antara filsafat pendidikan islam dan
estetika pendidikan adalah lebih menitikberatkan kepada predikat keindahan
Filsafat Pendidikan34
yang diberikan pada hasil seni. Dalam dunia pendidikan sebagaimana
diungkapkan oleh Randall dan Buchler mengemukakan ada tiga interpretasi
tentang hakikat seni :
1. Seni bagaimana penembusan terhadap realitas,selain pengalaman
2. Seni sebagai alat kesenangan
3. Seni sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang pengalaman.
Namun lebih jauh dari itu, maka dalam dunia pendidikan hendaknya nilai
estetika menjadi patokan penting dalam proses pengembangan pendidikan, yakni
dengan menggunakan estetika moral, dimana setiap persoalan pendidikan islam
dilihat dari perspektif yang mengikutsertakan kepentingan masing-masing
pihak,baik itu siswa , guru , pemerintah , pendidik seta masyarakat luas. Ini
berarti pendidikan islam diorientasikan pada upaya menciptakan suatu
kepribadian yang kreatif , berseni (sesuai dengan islam). Islam cinta akan
keindahan dan keindahan / seni tersebut dapat diterapkan pada pembelajaran.
Contohnya penerapan dalam seni mengajar yang dilakukan oleh seorang
pendidik terhadap peserta didik.
Ilmu pengetahuan akan mudah didapat apabila pendidik menerapkan
estetika dalam pembelajaran.
1. Seni sebagai penembusan terhadap realitas
Merupakan suatu kenyataan (fakta) seringkali seni ditampilkan sesuai
dengan keadaan setempat. Contoh : pendidik memperagakan cara membersihkan
lantai dengan benar, karena pada kenyataanya lantai memang harus selalu
dibersihkan.
2. Seni sebagai alat kesenangan
Seni dikatakan sebagai alat untuk menyalurkan sebuah kesenangan
manusia tatkala manusia sedang jenuh / jenuh pada suatu hal, ataupun pada
kehidupanya. Pengekspresian seni ini bisa dicontohkan dengan bernyanyi
ataupun yang lainya.
3. Seni sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang pengalaman
Ekspresi seni dapat pula ditampilkan oleh seorang pendidik ketika
pembelajaran berlangsung sesuai dengan pengalaman yang dimiliki oleh
pendidik tersebut.
Filsafat Pendidikan35
C.PRINSIP ESTETIKA
Telah diutarakan bahwa pada antikuitas Hellenistik secara umum, telah
ditemukan prinsip estetika sebagai bahan pertimbangan. Prinsip ini dapat
diberikan sebagai prinsip bahwa keindahan mengandung ekspresi imajinatif dan
sensous mengenai kesatuan dalam kemajemukan. Pemikiran Hellenik
menjawabnya dengan formal. Alasanya menurut kaum Hellenik bahwa seni
pertama kali muncul sebagai reproduksi dari realitas yang merupakan alasan
ditentang analisis estetika karena berpegang teguh pada signifikan konkret
mengenai keindahan dalam diri manusia dan alam.
Teori yang bersangkutan dengan keindahan mempunyai tiga prinsip yang
membangun kerangka kerja spekulasi. Hellenistik mengenai alam dan nilai
keindahan namun hanya satu yang dianggap sebagai judul yang lebih tepat bagi
“teori estetika”. Adapun dua prinsip lainya lebih dekat pada masalah –masalah
moral dan metafisik meskipun akar keduanya adalah asumsi metafisik yang juga
memadai untuk batasan analisis estetik. Prinsip ketiga dianggap sebagai kondisi
ekspresi yang abstrak.
D. KONSEP ESTETIKA
Konsep estetika merupakan konsep-konsep yang berasosiasi dengan
istilah-istilah yang mengangkat kelengkapan estetik yang mengacu pada
deskripsi dan evaluasi mengenai pengalaman-pengalaman yang melibatkan objek
serta kejadian artistik dan estetik. Ilmu estetika adalah ilmu yang mempelajari
segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan dan mempelajari semua aspek
dari apa yang disebut keindahan. Misalnya : Apa arti indah?, Apakah yang
menumbuhkan rasa indah itu?, Apa yang menyebabkan barang yang satu
dirasakan indah dan lainya tidak ?, Apakah indah itu terletak pada barang atau
benda yang indah itu sendiri ataukah hanya pada persepsi kita saja ? Pertanyaan-
pertanyaan yang demikian telah merangsang manusia untuk berfikir dan
selanjutnya mengadakan penyelidikan dan penelitian. Makin hari makin banyak
orang yang terdorong untuk memikirkan hal-hal mengenai keindahan dan
Filsafat Pendidikan36
semakin banyak pula muncul pertanyaan-pertanyaan yang perlu mendapat
jawaban.
BAB VIII
PENGERTIAN, SUBJEK/ OBJEK DAN PENTINGNYA FILSAFAT
A. PENGERTIAN FILSAFAT
Kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata “philos”
dan “Shopia”. Philos artinya cinta yang sangat mendalan, dan sophia artinya
kearifan atau kebijakan. Jadi arti filsafat secara hrfiah adalah cinta yang sangat
mendalam terhadapat kearifan atau kebijakan. Filsafat dapat diartikan sebagai
suatu pendirian hidup (individu) dan dapat juga disebut pandangan hidup
(masyarakat). Pada bagian lain Harold Tisus mengemukakan makna filsafat yaitu :
1. Filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan alam semesta
2. Filsafat adalah suatu metode berpikir rekflektif dan penelitian penalaran
3. Filsafat adalah suatu perangkat masalah-masalah
4. Filsafat adalah seperangkat teori dan sistem berpikir
Berfilsafat merupakan salah satu kegiatan/ pemikiran manusia memiliki peran
yang penting dalam menentukan dan menemukan eksistensinya. Berfilsafat berarti
berpikir, tetapi tidak semua berpikir dapat dikategorikan berfilsafat. Berpikir yang
dikategorikan berfilsafat adalah apabila berpikir tersebut mengandung tiga ciri
yaitu radikan, sistematis dan universal. Untuk ini filsafat menghendaki lah pikir
yang sadar, yang berarti teliti dan teratur. Berarti bahwa manusia menugaskan
pikirnya untuk bekerja sesuai dengan aturan dan hukum-hukum yang ada,
berusaha menyerap semua yang bersal dari alam, baik yang berasal dari dalam
dirinya atau diluarnya.
Filsafat Pendidikan37
B. SUBJEK/ OBJEK FILSAFAT
Berfikir merupakan subjek dari filsafat akan tetapi tidak semua berfikir
berarti berfilsafat. Subjek filsafat adalah seseorang yang berfikir/ memikirkan
hakekat sesuatu dengan sungguh dan mendalam.
Objek filsafat, objek itu dapat berwujud suatu barang atau dapat juga
subjek itu sendiri contohnya si aku berfikir tentang diriku sendiri maka objeknya
adalah subjek itu sendiri. Objek filsafat dapat dibedakan atas 2 hal :
1. Objek material adalah segala sesuatu atau realita, ada yang harus ada dan
ada yang tidak harus ada
2. Objek formal adalah bersifat mengasaskan atau berprinsi dan oleh karena
mengasas, maka filsafat itu mengkonstatis prinsip-prinsip kebenaran dan tidak
kebenaran
C. PENTINGNYA FILSAFAT BAGI MANUSIA
Pentingnya filsafat dapat kita pada penjelasan berikut :
1) Dengan berfilsafat kita lebih menjadi manusia, lebih mendidik dan membangun diri sendiri
2) Dari pelajaran filsafat kita diharapkan menjadi orang yang dapat berpikir sendiri
3) Memberikan dasar-dasar pengetahuan kita, memberikan padangan yang sintesis pula sehingga seluruh pengetahuan kita merupakan kesatuan
4) Hidup kita dipimpin oleh pengetahuan kita. Sebab itu mengetahuikebenaran-kebenaran yang terdasar berarti mengetahui dasar-dasar hidup kita sendiri
5) Khususnya bagi seorang pendidik, filsafat mempunyai kepentingan istimewa
karena filsafatlah memberikan dasar-dasar dari ilmu-ilmu pengetahuan
lainnya yang mengenai manusia seperti misalnya : ilmu mendidik, sosiologi,
ilmu jiwa dan sebagainya.
Filsafat Pendidikan38
BAB IX
PENTINGNYA FILSAFAT PENDIDIKAN BAGI PENDIDIK
A. DASAR DAN TUJUAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Dasar-dasar filsafah ilmu pendidikan terkait dalam arti dasar ontologis, dasar
epistemologis, dan aksiologis, dan dasar antropolgis ilmu pendidikan.
1. Dasar ontologis ilmu pendidikan
Agar pendidikan dalam praktek terbebas dari keragu-raguan, maka objek
formal ilmu pendidikan dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau
situasi pendidikan. Didalam situiasi sosial manusia itu sering berperilaku tidak
utuh, hanya menjadi makhluk berperilaku individual dan/atau makhluk sosial
yang berperilaku kolektif. Hal itu boleh-boleh saja dan dapat diterima terbatas
pada ruang lingkup pendidikan makro yang berskala besar mengingat adanya
konteks sosio-budaya yang terstruktur oleh sistem nilai tertentu. Akan tetapipada
latar mikro, sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan antar pribadi
yang menjadi syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi terlaksananya mendidik
dan mengajar, yaitu kegiatan pendidikan yang berskala mikro. Hal itu terjadi
mengingat pihak pendidik yang berkepribadiaan sendiri secara utuh
memperlakukan peserta didiknya secara terhormat sebagai pribai pula, terlpas dari
factor umum, jenis kelamin ataupun pembawaanya. Jika pendidik tidak bersikap
afektif utuh demikian makaa menurut Gordon (1975: Ch. I) akan terjadi mata
rantai yang hilang (the missing link) atas factor hubungan serta didik-pendidik
atau antara siswa-guru. Dengan begitu pendidikan hanya akan terjadi secar
kuantitatif sekalipun bersifat optimal, misalnya hasil THB summatif, NEM atau
pemerataan pendidikan yang kurang mengajarkan demokrasi jadi kurang
berdemokrasi. Sedangkan kualitas manusianya belum tentu utuh.
2. Dasar epistemologis ilmu pendidikan
Filsafat Pendidikan39
Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan atau pakar ilmu
pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung
jawab. Sekalaipun pengumpulan data di lapangan sebagaian dapat dilakukan oleh
tenaga pemula namuntelaah atas objek formil ilmu pendidikan memerlukaan
pendekatan fenomenologis yang akan menjalin stui empirik dengan studi
kualitatif-fenomenologis. Pendekaatan fenomenologis itu bersifat kualitaatif,
artinya melibatkan pribadi dan diri peneliti sabagai instrumen pengumpul data
secara pasca positivisme. Karena itu penelaaah dan pengumpulan data diarahkan
oleh pendidik atau ilmuwan sebagaai pakar yang jujur dan menyatu dengan
objeknya. Karena penelitian tertuju tidak hnya pemahaman dan pengertian
(verstehen, Bodgan & Biklen, 1982) melainkan unuk mencapai kearifan
(kebijaksanaan atau wisdom) tentang fenomen pendidikan maka vaaliditas
internal harus dijaga betul dalm berbagai bentuk penlitian dan penyelidikan
seperti penelitian koasi eksperimental, penelitian tindakan, penelitian etnografis
dan penelitian ex post facto. Inti dasar epistemologis ini adalah agar dapat
ditentukan bahaawa dalam menjelaskaan objek formaalnya, telaah ilmu
pendidikan tidaak hanya mengembangkan ilmu terapan melainkan menuju kepada
telaah teori dan ilmu pendidikan sebgaai ilmu otonom yang mempunyi objek
formil sendiri atau problematika sendiri sekalipun tidak dapat hnya menggunkaan
pendekatan kuantitatif atau pun eksperimental (Campbell & Stanley, 1963).
Dengan demikian uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara
korespondensi, secara koheren dan sekaligus secara praktis dan atau pragmatis
(Randall &Buchler,1942).
3. Dasar aksiologis ilmu pendidikan
Kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang
otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi
pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu
nilai ilmu pendidikan tidak hanya bersifat intrinsic sebagai ilmu seperti seni untuk
seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar
kemungkinan bertindak dalam praktek mmelalui kontrol terhadap pengaruh yang
negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan
Filsafat Pendidikan40
demikian ilmu pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang
sangat tipis antar pekerjaan ilmu pendidikan dan tugas pendidik sebagi pedagok.
Dalam hal ini relevan sekali untuk memperhatikan pendidikan sebagai bidang
yang sarat nilai seperti dijelaskan oleh Phenix (1966). Itu sebabnya pendidikan
memerlukan teknologi pula tetapi pendidikan bukanlah bagian dari iptek. Namun
harus diakui bahwa ilmu pendidikan belum jauh pertumbuhannya dibandingkan
dengan kebanyakan ilmu sosial dan ilmu prilaku. Lebih-lebih di
Indonesia.Implikasinya ialah bahwa ilmupendidikan lebih dekat kepada ilmu
prilaku kepada ilmu-ilmu sosial, dan harus menolak pendirian lain bahwa di
dalam kesatuan ilmu-ilmu terdapat unifikasi satu-sayunyaa metode ilmiah (Kalr
Perason,1990).
4. Dasar antropologis ilmu pendidikan
Pendidikan yang intinya mendidik dan mengajar ialah pertemuan antara
pendidik sebagai subjek dan peserta didik sebagai subjek pula dimana terjadi
pemberian bantuan kepada pihak yang belakangan dalaam upaayanya belajr
mencapai kemandirian dalam batas-batas yang diberikan oleh dunia disekitarnya.
Atas dasar pandangan filsafah yang bersifat dialogis ini maka 3 dasar antropologis
berlaku universal tidak hanya (1) sosialitas dan (2) individualitas, melainkan juga
(3) moralitas. Kiranya khusus untuk Indonesia apabila dunia pendidikan nasional
didasarkan atas kebudayaan nasional yang menjadi konteks dari sistem pengajaran
nasional disekolah, tentu akan diperlukan juga dasar antropologis pelengkap yaitu
(4) religiusitas, yaaitu pendidik dalam situasi pendidikan sekurangkurangnya
secara mikro berhamba kepada kepentingan terdidik sebagai bagian dari
pengabdian lebih besar kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tujuan mempelajari filsafat pendidikan adalah :
1. Dengan filsafat kita lebih menjadi manusia lebih mendidik dan membangun
diri kearah yang lebih baik
2. Berusaha mempertahankan sikap yang objektif mengenai intisari dan sifat-
sifat barang itu sendiri,bukan hanya atas perasaan dan pertimbangan-
pertimbagan simpati atau anti pati saja
Filsafat Pendidikan41
3. Mengajar dan melatih kita memandang dengan luas dan menyembuhkan kita
dari kepicikan
4. Menjadi orang yang dapat berfikir sendiri
5. Memberikan dasar-dasar pengetahuan, memberikan pandangna yang sintesis
pula sehingga seluruh pengetahuan merupakan satu kesatuan
6. Hidup seseorang tersebut dipimpin oleh pengetahuan yang dimiliki oleh
seseorang tersebut. Sebab itu mengetahuai pengetahuan-pengetahuan terdasar
berarti mengetahui dasar-dasar hidup diri sendiri
7. Bagi seorang pendidik filsafat mempunyai kepentingan istimewa karena
filsafatlah yang memberikan dasar-dasar dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya
yang mengenai manusia seperti misalnya ilmu mendidik
Tujuan filsafat pendidikan juga dapat dilihat dari beberapa aliran filsafat
pendidikan yang dapat mengembangkan pendidikan itu sendiri yaitu :
1. Idealisme
2. Realisme
3. Pragmatisme
4. Humanisme
5. Behaviorisme
6. konstruktivisme.
B. PERANAN DAN FUNGSI FILSAFAT PENDIDIKAN
Sebagai ilmu, pendidikan Islam bertugas untuk memberikan penganalisaan
secara mendalam dan terinci tentang problema-problema kependidikan Islam
sampai kepada penyelesaiannya. Pendidikan Islam sebagai ilmu, tidak melandasi
tugasnya pada teori-teori saja, akan tetapi memperhatikan juga fakta-fakta empiris
atau praktis yang berlangsung dalam masyarakat sebagai bahan analisa.
Oleh sebab itu, masalah pendidikan akan dapat diselasaikan bilamana
didasarkan keterkaitan hubungan antara teori dan praktek, karena pendidikan akan
Filsafat Pendidikan42
mampu berkembang bilamana benar-benar terlibat dalam dinamika kehidupan
masyarakat. Antara pendidikan dan masyarakat selalu terjadi interaksi (saling
mempengaruhi) atau saling mengembangkan sehingga satu sama lain dapat
mendorong perkembangan untuk memperkokoh posisi dan fungsi serta idealisasi
kehidupannya. Ia memerlukan landasan ideal dan rasional yang memberikan
pandangan mendasar, menyeluruh dan sistematis tentang hakikat yang ada dibalik
masalah pendidikan yang dihadapi.
Dengan demikian filsafat pendidikan menyumbangkan analisanya kepada ilmu
pendidikan Islam tentang hakikat masalah yang nyata dan rasional yang
mengandung nilai-nilai dasar yang dijadikan landasan atau petunjuk dalam proses
kependidikan. Selanjutnya, tugas filsafat adalah melaksanakan pemikiran rasional
analisis dan teoritis (bahkan spekulatif) secara mendalam dan memdasar melalui
proses pemikiran yang sistematis, logis, dan radikal (sampai keakar-akarnya),
tentang problema hidup dan kehidupan manusia. Produk pemikirannya merupakan
pandangan dasar yang berintikan kepada “trichotomi” (tiga kekuatan rohani
pokok) yang berkembang dalam pusat kemanusiaan manusia (natropologi centra)
yang meliputi: (1) Induvidualisme (2) Sosialitas (3) Moralitas.
Fungsi Filsafat Pendidikan
Sebagai ilmu, pendidikan Islam bertugas untuk memberikan penganalisaan
secara mendalam dan terinci tentang problema-problema kependidikan Islam
sampai kepada penyelesaiannya. Pendidikan Islam sebagai ilmu, tidak melandasi
tugasnya pada teori-teori saja, akan tetapi memperhatikan juga fakta-fakta empiris
atau praktis yang berlangsung dalam masyarakat sebagai bahan analisa. Oleh
sebab itu, masalah pendidikan akan dapat diselasaikan bilamana didasarkan
keterkaitan hubungan antara teori dan praktek, karena pendidikan akan mampu
berkembang bilamana benar-benar terlibat dalam dinamika kehidupan
masyarakat. Antara pendidikan dan masyarakat selalu terjadi interaksi (saling
mempengaruhi) atau saling mengembangkan sehingga satu sama lain dapat
mendorong perkembangan untuk memperkokoh posisi dan fungsi serta idealisasi
kehidupannya. Ia memerlukan landasan ideal dan rasional yang memberikan
Filsafat Pendidikan43
pandangan mendasar, menyeluruh dan sistematis tentang hakikat yang ada dibalik
masalah pendidikan yang dihadapi. Dengan demikian filsafat pendidikan
menyumbangkan analisanya kepada ilmu pendidikan Islam. tentang hakikat
masalah yang nyata dan rasional yang mengandung nilai-nilai dasar yang
dijadikan landasan atau petunjuk dalam proses kependidikan.
Tugas filsafat adalah melaksanakan pemikiran rasional analisis dan teoritis
(bahkan spekulatif) secara mendalam dan memdasar melalui proses pemikiran
yang sistematis, logis, dan radikal (sampai keakar-akarnya), tentang problema
hidup dan kehidupan manusia. Produk pemikirannya merupakan pandangan dasar
yang berintikan kepada “trichotomi” (tiga kekuatan rohani pokok) yang
berkembang dalam pusat kemanusiaan manusia (natropologi centra) yang
meliputi:
a) Induvidualisme
b) Sosialitas
c) Moralitas
Ketiga kemampuan tersebut berkembang dalam pola hubungan tiga arah
yang kita namakan “trilogi hubungan” yaitu:
a) Hubungan dengan Tuhan, karena ia sebagai makhluk ciptaan-Nya.
b) Hubungan dengan masyarakat karena ia sebagai masyarakat.
c) Hubungan dengan alam sekitar karena ia makhluk Allah yang harus
mengelola, mengatur, memanfaatkan kekayaan alam sekitar yang terdapat diatas,
di bawah dan di dalam perut bumi ini.
Dalam berbagai bidang ilmu sering kita dengar istilah vertikal dan
horisontal. Istilah ini juga akan terdengar pada cabang filsafat bahkan filsafat
pendidikan. Antara filsafat dan pendidikan terdapat hubungan horisontal, meluas
kesamping yaitu hubungan antara cabang disiplin ilmu yang satu dengan yang lain
yang berbeda-beda, sehingga merupakan synthesa yang merupakan terapan ilmu
pada bidang kehidupan yaitu ilmu filsafat pada penyesuaian problema-problema
pendidikan dan pengajaran. Filsafat pendidikan dengan demikian merupakan pola-
Filsafat Pendidikan44
pola pemikiran atau pendekatan filosofis terhadap permasalahan bidang
pendidikan dan pengajaran.
Adapun filsafat pendidikan menunjukkan hubungan vertikal, naik ke atas
atau turun ke bawah dengan cabang-cabang ilmu pendidikan yang lain, seperti
pengantar pendidikan, sejarah pendidikan, teori pendidikan, perbandingan
pendidikan dan puncaknya filsafat pendidikan. Hubungan vertikal antara disiplin
ilmu tertentu adalah hubungan tingkat penguasaan atau keahlian dan pendalaman
atas rumpun ilmu pengetahuan yang sejenis.
Maka dari itu, filsafat pendidikan sebagai salah satu bukan satu-satunya
ilmu terapan adalah cabang ilmu pengetahuan yang memusatkan perhatiannya
pada penerapan pendekatan filosofis pada bidang pendidikan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan hidup dan penghidupan manusia pada umumnya dan
manusia yang berpredikat pendidik atau guru pada khususnya. Jhon S. Brubachen
[2]mengatakan hubungan antara filsafat dan pendidikan sangat erat sekali antara
yang satu dengan yang lainnya. Kuatnya hubungan tersebut disebabkan karena
kedua disiplin tersebut menghadapi problema-problema filsafat secara bersama-
sama
Filsafat Pendidikan45
BAB X
FILSAFAT PENDIDDIKAN ALIRAN IDEALISME
Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates.
Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa.
Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa
terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh
panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu
dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah
idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran,
yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran
yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme
adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang
dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat
absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material.
Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk
demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan
dunia idea.
Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis
mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah
menentukan kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut
kapasitas masin-masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang
memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi yang
tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari
raja, filosof, perwira, prajurit sampai kepada pekerja dan budak. Yang menduduki
urutan paling atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun mengalami
Filsafat Pendidikan46
pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan sifat superioritasnya dalam
melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan cara hidup menurut
kebenaran tertinggi.
Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal dengan
istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu,
sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi
manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai
ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai
alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami
sehari-hari.
Kadangkala dunia idea adalah pekerjaan norahi yang berupa angan-angan
untuk mewujudkan cita-cita yang arealnya merupakan lapangan metafisis di luar
alam yang nyata. Menurut Berguseon, rohani merupakan sasaran untuk
mewujudkan suatu visi yang lebih jauh jangkauannya, yaitu intuisi dengan
melihat kenyataan bukan sebagai materi yang beku maupun dunia luar yang tak
dapat dikenal, melainkan dunia daya hidup yang kreatif (Peursen, 1978:36).
Aliran idealisme kenyataannya sangat identik dengan alam dan lingkungan
sehingga melahirkan dua macam realita. Pertama, yang tampak yaitu apa yang
dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang
datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang demikian seterusnya. Kedua,
adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea),
gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan
asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang
tampak, karena idea merupakan wujud yang hakiki.
Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di
alam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak
sama dengan alam nyata seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan
ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea
adalah archeyang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia
Filsafat Pendidikan47
idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami
perubahan.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau
sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi
kehidupan manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang
sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau
sukma. Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang
keadaannya secara metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan
dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada
kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu
lainnya. Oleh karena itu, adanya hubungan rohani yang akhirnya membentuk
kebudayaan dan peradaban baru (Bakry, 1992:56). Maka apabila kita menganalisa
pelbagai macam pendapat tentang isi aliran idealisme, yang pada dasarnya
membicarakan tentang alam pikiran rohani yang berupa angan-angan untuk
mewujudkan cita-cita, di mana manusia berpikir bahwa sumber pengetahuan
terletak pada kenyataan rohani sehingga kepuasaan hanya bisa dicapai dan
dirasakan dengan memiliki nilai-nilai kerohanian yang dalam idealisme disebut
dengan idea.
Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir mereka dengan
pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah alam pikiran
(Ali, 1991:63). Sehingga, rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi
pelaksanaan dari paham ini. Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi aliran
idealisme. Namun pada porsinya, para filosof idealisme mengetengahkan berbagai
macam pandangan tentang hakikat alam yang sebenarnya adalah idea. Idea ini
digali dari bentuk-bentuk di luar benda yang nyata sehingga yang kelihatan apa di
balik nyata dan usaha-usaha yang dilakukan pada dasarnya adalah untuk
mengenal alam raya. Walaupun katakanlah idealisme dipandang lebih luas dari
aliran yang lain karena pada prinsipnya aliran ini dapat menjangkau hal-ihwal
yang sangat pelik yang kadang-kadang tidak mungkin dapat atau diubah oleh
materi, Sebagaimana Phidom mengetengahkan, dua prinsip pengenalan dengan
Filsafat Pendidikan48
memungkinkan alat-alat inderawi yang difungsikan di sini adalah jiwa atau
sukma. Dengan demikian, dunia pun terbagi dua yaitu dunia nyata dengan dunia
tidak nyata, dunia kelihatan (boraton genos) dan dunia yang tidak
kelihatan (cosmos neotos). Bagian ini menjadi sasaran studi bagi aliran filsafat
idealisme (Van der Viej, 2988:19).
Plato dalam mencari jalan melalui teori aplikasi di mana pengenalan
terhadap idea bisa diterapkan pada alam nyata seperti yang ada di hadapan
manusia. Sedangkan pengenalan alam nyata belum tentu bisa mengetahui apa di
balik alam nyata. Memang kenyataannya sukar membatasi unsur-unsur yang ada
dalam ajaran idealisme khususnya dengan Plato. Ini disebabkan aliran Platonisme
ini bersifat lebih banyak membahas tentang hakikat sesuatu daripada
menampilkannya dan mencari dalil dan keterangan hakikat itu sendiri. Oleh
karena itu dapat kita katakan bahwa pikiran Plato itu bersifat dinamis dan
tetap berlanjut tanpa akhir. Tetapi betapa pun adanya buah pikiran Plato itu maka
ahli sejarah filsafat tetap memberikan tempat terhormat bagi sebagian pendapat
dan buah pikirannya yang pokok dan utama.Antara lain Betran Russel berkata:
Adapun buah pikiran penting yang dibicarakan oleh filsafat Plato adalah: kota
utama yang merupakan idea yang belum pernah dikenal dan dikemukakan orang
sebelumnya. Yang kedua, pendapatnya tentang idea yang merupakan buah pikiran
utama yang mencoba memecahkan persoalan-persoalan menyeluruh persoalan itu
yang sampai sekarang belum terpecahkan. Yang ketiga, pembahasan dan dalil
yang dikemukakannya tentang keabadian. Yang keempat, buah pikiran tentang
alam/cosmos, yang kelima, pandangannya tentang ilmu pengetahuan (Ali,
1990:28).
Pandangan – pandangan umum yang di sepakati oleh para filsuf
idealisme yaitu:
1. Jiwa (soul) manusia adalah unsur yang paling penting dalam hidup.
2. Hakikat alam akhir semesta pada dasarnya adalah nonmaterial.
Konsep umum filsafat umum ideologis
Filsafat Pendidikan49
1.Metafisika
Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas hakikat
realitas ( segala sesuatu yang ada ) secara menyeluruh ( komperhensif ).
Hakikat Realitas
Para filsuf idealis mengklaim bahwa hakikat realitas bersifat spirutual atau
ideal. Bagi penganut idealisme, realitas diturunkan dari suatu substansi
fundamental, adapun substansi fundamental itu sifatnya nonmaterial, yaitu
pikiran/spirit/roh. Benda-benda yang bersifat material yang tampak nyata,
sesungguhnya diturunkan dari pikiran/jiwa/roh.
Hakikat Manusia
Menurut para filsuf idealisme bahwa manusia hakikatnya bersifat spir
utual/kejiwaan. Menurut plato, setiap manusia manusia memiliki 3 bagian
jiwa yaitu, nous ( akal pikiran ) yang merupakan bagian rasional, thumos (
semangat atau keberanian ), dan epithumia ( keinginan, kebutuhan atau
nafsu ).
2.Epistemotologi
Epistemotologi adalah cabang filsafat yang mempeljari atau membahas tentang
ilmu pengetahuan. Menurut filsuf idealisme, proses mengetahui terjadi dalam
pikiran, manusia memperoleh pengetahuan melalui berfikir dan ituisi ( gerak
hati ). Beberapa filsuf percaya bahwa pengetahuan di peroleh dengan cara
mengingat kembali ( pengetahuan adalah suatu yang di ingat kembal ).
3.Aksiolog
Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas tentang
hakikat nilai. Para filsuf idealisme sepakat bahwa nilai-nilai bersifat abadi.
Menurup penganut idealisme Theistik nila-nilai abadi berada pada tuhan.
Penganut idealisme pantheistik mengidentikan tuhan dengan alam.
Filsafat Pendidikan50
BAB XI
FILSAFAT PENDIDIKAN BANGUNAN ILMU PENDIDIKAN
A. FILSAFAT
Filsafat adalah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam
tentang sesuatu sampai keakar-akarnya.Sesuatu disini dapat berarti terbatas
dan dapat pula berarti tidak terbatas. Bila berarti terbatas, filsafat membatasi
diri akan hal tertentu saja. Bila berarti tidak terbatas, filsafat membahas segala
sesuatu yang ada dialam ini yang sering dikatakan filsafat umum.Sementara
itu filsafat yang terbatas adalah filsafat ilmu, filsafat pendidikan, filsafat seni
dan lain-lainnya.
Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam,
maka dikatakan kebenaran filsafat adalah kebenaran menyeluruh yang sering
dipertentangkan dengan kebenaran ilmu yang sifatnya relatif.Karena
kebenaran ilmu hanya ditinjau dari segi yang bisa diamati oleh manusia
saja.Sesungguhnya isi alam yang dapat diamati hanya sebagian kecil saja,
diibaratkan mengamati gunung es, hanya mampu melihat yang di atas
permukaan laut saja.Semantara filsafat mencoba menyelami sampai kedasar
gunung es itu untuk meraba segala sesuatu yang ada melalui pikiran dan
renungan yang kritis.Tujuan filsafat ialah mengumpulkan pengetahuan
manusia sebanyak mungkin dan menerbitkan serta mengatur semua itu dalam
bentuk sistematik.Dengan demikian filsafat memerlukan analisa secara hati-
hati terhadap penalaran-penalaran sudut pandangan yang menjadi dasar suatu
tindakan.
B. ILMU
Filsafat Pendidikan51
Ilmu merupakan pengetahuan yang digumuli sejak sekola dasar
pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi, berfilsafat tentang ilmu berarti
terus terang kepada diri sendiri.Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada
batas pengalaman manusia juga disebabkan metode yang digunakan dalam
menyusun yang telah teruji kebenarannya secara empiris.Semua ilmu baik
ilmu sosial maupun ilmu alam bertolak dari pengembangannya yaitu filsafat.
Pada awalnya filsafat terdiri dari tiga segi yaitu (1)apayang disebut benar dan
apa yang disebut salah (logika); (2) mana yang dianggap baik dan mana yang
dianggap buruk (etika); (3)apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk
jelek (estetika).
C. ILMU PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan salah satu bidang ilmu, sama halnya dengan
ilmu-ilmu lain. Pendidikan lahir dari induknya yaitu filsafat, sejalan dengan
proses perkembangan ilmu, ilmu pendidikan juga lepas secara perlahan-lahan
dari dari induknya. Pada awalnya pendidikan berada bersama dengan filsafat,
sebab filsafat tidak pernah bisa membebaskan diri dengan pembentukan
manusia.Filsafat diciptakan oleh manusia untuk kepentingan memahami
kedudukan manusia, pengembangan manusia, dan peningkatan hidup
manusia.Sebagaimana cabang ilmu lainnya pendidikan merupakan cabang
dari filsafat.Namun pendidikan bukan merupakan filsafat umum/murni
melainkan filsafat khusus atau terapan.Dalam filsafat umum yang menjadi
objeknya adalah kenyataan keseluruhan segala sesuatu, sedangkan filsafat
khusus mempunyai objek kenyataan salah satu aspek kehidupan manusia.
D. FILSAFAT PENDIDIKAN
Filsafat Pendidikan dapat diartikan juga upaya mengembangkan
potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa,
maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam
perjalanan hidupnya.Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan
universal.Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan,
kesatuan.organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup
kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi
Filsafat Pendidikan52
mengenai masalah-masalah pendidikan. Menurut Zanti Arbi (1988) Filsafat
Pendidikan adalah meliputi sebagai berikut :
a. Menginspirasikan
Memberi insparasi kepada para pendidik untuk melaksanakan ide
tertentu dalam pendidikan. Melalui filsafat tentang pendidikan, filosof
memaparkan idennya bagaimana pendidika itu, kemana diarahkan pendidikan
itu, siapa saja yang patut menerima pendidikan, dan bagaimana cara mendidik
serta peran pendidik. Sudah tentu ide-ide ini didasari oleh asumsi-asumsi
tertentu tentang anak manusia, masyarakat atau lingkungan, dan negara.
b. Menganalisis
Memeriksa teliti bagian-bagian pendidikan agar dapat diketahui secara
jelas validitasnya.Hal ini perlu dilakukan agar dalam penyusunan konsep
pendidikan secara utuh tidak terjadi kerancan, umpang tindih, serta arah yang
simpang siur.Dengan demkian ide-ide yang komplek bisa dijernihkan terlebih
dahulu, tujuan pendidikan yang jelas, dan alat-alatnya juga dapat ditentukan
dengan tepat.
c. Mempreskriptifkan
Upaya mejelaskan atau memberi pengarahan kepada pendidik melalui
filsafat pendidikan. Yang jelaskan bisa berupa hakekat manusia bila
dibandingkan dengan mahluk lain, aspek-aspek peserta didik yang patut
dikembangkan; proses perkembangan itu sendiri, batas-batas bantuan yang bisa
diberikan kepada proses perkembangan itu sendiri, batas-batas keterlibatan
pendidik, arah pendidikan yang jelas , target-target pendidikan bila dipandang
perlu, perbedaan arah pendidikan bila diperlukan sesuai dengan kemampuan,
bakat, dan minat anak-anak.
d. Menginvestigasi
Memeriksa atau meneliti kebenaran suatu teori pendidikan.Pendidikan
tidak dibenarkan mengambil begitu saja suatau konsep atau teori pendidikan
Filsafat Pendidikan53
untuk dipraktikan dilapangan.Pendidik seharusnya mencari sendiri konsep-
konsep pendidikan di lapangan atau melalui penelitian-penelitian.Untuk
sementara filsafat pendidikan bisa dipakai latar pengetahuan saja.Selanjutnya
setelah pendidik berhasil menemukan konsep, barulah filsafat pendidikan
dimanfaatkan untuk mengevaluasinya, atau sebagai pembanding, untuk
kemungkinan sebagai bahan merevisi, agar konsep pendidikan itu menjadi
lebih mantap. Dari kajian tentang filsafat pendidikan selanjutnya dihasilkan
berbagai teori pendidikan, diantaranya:
Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran
dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial
tertentu.Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan
kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada
kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan
waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan
pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat
menjadi anggota masyarakat yang berguna.Matematika, sains dan mata
pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang
berharga untuk hidup di masyarakat.Sama halnya dengan perenialisme,
essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber
pengetahuan tentang hidup dan makna.Untuk memahami kehidupan seseorang
mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya
hidup di dunia? Apa pengalaman itu?
Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan
individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses.
Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik
aktif.
Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran
progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat
ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada
progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan
Filsafat Pendidikan54
masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk
apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut
aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
Filsafat pendidikan dalam arti luas dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu (1) Filsafat Praktek Pendidikan dan (2) Filsafat Ilmu Pendidikan.
1) Filsafat Praktek Pendidikan
Diartikan sebagai analisis kritis dan komprehensif tentang bagaimana
seharusnya pendidikan diselenggarakan dan dilaksanakan dalam
kehidupan.Sedangkan Filsafat Ilmu Pendidikan secara konsepsional diartikan
sebagai analisis kritis komprehensif tentang pendidikan sebagai salah satu
bentuk teori pendidikan yang dihasilkan melalui riset baik kuantitatif maupun
kualitatif.
Filsafat Praktek Pendidikan biasanya membahas mengenai 3 (tiga) masalah
pokok yaitu (1) apakah sebenarnya pendidikan itu; (2) apakah tujuan
pendidikan itu sebenarnya dan (3) dengan cara apa tujuan pendidikan dapat
dicapai.
2) Filsafat Ilmu Pendidikan
Membahas mengenai (1) struktur ilmu dan (2) kegunaan ilmu bagi
kepentingan praktis dan pengetahuan tentang kenyataan.
Objek dalam Filsafat Ilmu Pendidikan dapat dibedakan dalam 4 (empat)
macam yaitu:
1. Ontologi Ilmu Pendidikan, yang membahas tentang hakikat subtansi dan
pola organisasi Ilmu Pendidikan
2. Epistomologi Ilmu Pendidikan, yang membahas tentang hakikat objek
formal dan material Ilmu Pendidikan
3. Metodologi Ilmu Pendidikan, yang membahas tentang hakikat cara-cara
kerja dalam menyusun ilmu pengetahuan
4. Aksiologi Ilmu Pendidikan, yang membahas tentang hakikat nilai kegunaan
teoritis dan praktis Ilmu Pendidikan
E. HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN PENDIDIKAN
Filsafat Pendidikan55
Dalam berbagai bidang ilmu sering kita dengar istilah vertikal dan
horisontal. Istilah ini juga akan terdengar pada cabang filsafat bahkan filsafat
pendidikan.
Antara filsafat dan pendidikan terdapat hubungan horisontal, meluas
kesamping yaitu hubungan antara cabang disiplin ilmu yang satu dengan yang
lain yang berbeda-beda, sehingga merupakan synthesa yang merupakan
terapan ilmu pada bidang kehidupan yaitu ilmu filsafat pada penyesuaian
problema-problema pendidikan dan pengajaran. Filsafat pendidikan dengan
demikian merupakan pola-pola pemikiran atau pendekatan filosofis terhadap
permasalahan bidang pendidikan dan pengajaran.
Adapun filsafat pendidikan menunjukkan hubungan vertikal, naik ke
atas atau turun ke bawah dengan cabang-cabang ilmu pendidikan yang lain,
seperti pengantar pendidikan, sejarah pendidikan, teori pendidikan,
perbandingan pendidikan dan puncaknya filsafat pendidikan.Hubungan
vertikal antara disiplin ilmu tertentu adalah hubungan tingkat penguasaan atau
keahlian dan pendalaman atas rumpun ilmu pengetahuan yang sejenis.
Maka dari itu, filsafat pendidikan sebagai salah satu bukan satu-
satunya ilmu terapan adalah cabang ilmu pengetahuan yang memusatkan
perhatiannya pada penerapan pendekatan filosofis pada bidang pendidikan
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup dan penghidupan manusia
pada umumnya dan manusia yang berpredikat pendidik atau guru pada
khususnya.
F. HUBUNGAN FILSAFAT PENDIDIKAN DENGAN ILMU
PENDIDIKAN
Ilmu pendidikan atau pedagogic adalah ilmu yang membicarakan
masalah-masalah umum pendidikan, secara menyuluruh dan
abstrak.Pedagogic selain bercorak teoritis diutarakanlah hal-hal yang bersifat
normatif, ialah menunjuk kepada standar nilai tertentu, sedangkan yang
praktis, menunjukkan bagaimana pendidikan itu harus
dilaksanakan.Pedagogic sebagai ilmu pokok dalam lapangan pendidikan dan
sesuai dengan jiwa dan isinya, agar dapat memenuhi persyaratan landasan
Filsafat Pendidikan56
konsep dan fungsinya, sudah barang tentu tentu memerlukan landasan-
landasan yang berasal dari filsafat atau setidak-tidaknya mempunyai
hubungan dengan filsafat.Dikatakan landasan, bila filsafat melahirkan
pemikiran-pemikiran yang teoritis mengenai pendidikan dan dikatakan
hubungan bila berbagai pemikiran mengenai pendidiakan memerlukan
ilmuniasi dan bantuan penyelesaian dalam filsafat.Filsafat pendidikan sebagai
ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam
usaha pemikiran dan pemecahan mengenai masalah pendidikan, terutama
dalam melihat dan meyelesaikan persoalan pendidikan yang nondiskriminatif.
(Imam Barnadib,1995:7)
G. PERANAN FILSAFAT PENDIDIKAN DALAM PENGEMBANGAN
ILMU PENDIDIKAN
Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana
mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan
bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip
pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau
proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi
kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai
tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori
pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni
menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah
yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan
pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari
teori pendidik.
Filsafat Pendidikan57
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, HM. Idochi dan YH Amir (2001). Administrasi Pendidikan, Teori,
Konsep, dan Isu, Program Pascasarjana. UPI
Buchori, Mochtar. 1994a. Spectrum Problematika Pendidikan di Indonesia, Tiara
Wacana, Yogya, Cetakan Pertama,
Buchori, Mochtar. 1994b. Ilmu Pendidikan dan Praktek Pendidikan, Tiara
Wacana, Yogya, Cetakan Pertama.
Buchori, Mochtar. 2001. Transformasi Pendidikan, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, Cetakan Kedua.
Engkoswara, 2001. Paradigma Manajemen Pendidikan menyongsong otonomi
daerah, Yayasan Amal keluarga. Bandung , Cetakan Kedua
Engkoswara, 2002. Lembaga Pendidikan sebagai Pusat Pembudayaan, Yayasan
Amal Keluarga, bandung. Cetakan Pertama.
Imron, Ali. 1995. Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia, Bumi Aksara , Jalarta.
Tilaar, H.A.R. 2004 Paradigma Pendidikan nasional, Rineka Cipta, Jakarta.
Cetakan Kedua.
Tilaar H.A.R. 1977. Pengembangan sumber daya Manusia dalam Era Globalisasi,
Grasindo, Jakarta, Cetakan Pertama,
Sumber: Arifin, Anwar, Prof. Dr. Memahami Paradigma Baru Pendidikan
Nasional dalam Undang-undang SISDIKNAS, POKSI VI DPR RI, 2003.
Filsafat Pendidikan58
Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Rosda Karya.
Ali Saifullah.HA. 1983. Antara Filsafat dan Pendidikan: Pengantar Filsafat
Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Langgulung, 1986.Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan
Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Ismaun. 2001. Filsafat Ilmu I. (Diktat Kuliah). Bandung: UPI Bandung.
Uyoh Sadulloh.1994. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: P.T. Media Iptek.
Suhartono, Suparlan. 2009. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media
Filsafat Pendidikan59