Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
-
Upload
niswati-rindang-lestari -
Category
Documents
-
view
273 -
download
6
Transcript of Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
1/501
UKUAJAR
ANAK
Edisi Kedua
enyunting
rwin AP Akib
Zakiudin Munasir
Nia Kurniati
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
2/501
lkatan Dokter Anak Indonesia
Jakarta,2008
Perpustakaan Nasional : Katalog dalam Terbitan (KDT)BUKU AJAR Alergi-lmunologi Anak, edisi kedua, penyunting,Arwin AP Akib, Zakiudin Munasir, Nia KurniatiJakarta: lkatan Dokter Anak Indonesia, 2007
500halaman 2 3crn
ISBN 979-8421-03-5
1. Kedokteran-Alergi
I. Akib, Arwin APII.
Munasir, ZakiudinIll. Kurniati, Nia
Seiring dengan penelitian terbaru dan meluasnya pengalaman klinisterdapat perubahandalam ilrnu kedokteran, terutama dalam ha1 tatalaksana. Buku ini ditulis dengansebenar-benarnya sesuai dengan perkernbangan ilmu kedokteran saat buku ditulis.Pembaca diharapkan selalu memperbaharui perkembangan ilmu, terutama dalarnobat terbaru, seperti dosis terbaru, metodepernberian dan durasi serta kontraindikasi.
Penentuan dosis dan terapi yang tepat terhadap tiap individu menjadi tanggung jawab .masing-masing dokter dengan mengandalkan keilmuan dan pengalamannya.
Penerbit dan penulis tidak bertanggung jawab terhadap kerusakan pada seseorangatas penerbitan buku ini.
Hak pengarang dilindungi undang-undang.Dilarang memperbanyaksebagian atau seluruh isi buku initanpa
seizin Penyunting dan Penerbit
llustrasigambar kornputer : SjawitriP Siregar Ratih D Palupi, Mazdar Helrny
Diterbitkan pertama kali tahun 1996
Edisi 11 Cetakan Kedua ZOO8
Penerbit :Balai Penerbit IDA
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
3/501
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
4/501
K T PENGANTAR
EDISI PERTAMA
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat yang telah
dilimpahkan-Nya dalam membimbing kami menyelesaikan dan menerbitkan Buku Ajar
Alergi-Imunologi Anak ini.
Buku ini diterbitkan dengan tujuan untuk menambah perbendaharaan buku ajar
di bidang ilmu kesehatan anak pada umumnya dan bidang alergi-imunologi anak pada
khususnya. Sasaran utama buku ini adalah Peserta Program Studi llmu Kesehatan Anak,
tetapi dapat juga ia dipakai oleh dokter spesialis anak yang ingin memperluas wawasannya di
bidang alergi-imunologi.Sejalan dengan kemajuan teknologi dalam bidang ilmu kedokteran
pada akhir-akhir ini, pengetahuan di bidang alergi-imunologi pun maju dengan pesat,
terutama mengenai dasar-dasar bidang ini. Karena itu buku ini membahas imunologi dasar,
irnunitas dan imunopatologi, imunologi klinis, terapi dasar penyakit alergi dan pemeriksaan
penunjang.
Para penulis adalah anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Alergi-Imunologi Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI). Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima
kasih kepada para penulis dan seluruh anggota UKK Alergi-lmunologi ID I yang telah
menyediakan waktu mereka yang sangat berharga untuk menyelesaikan buku ini.
Semoga bukun dapat bermanfaat bagi kita semua
Penyunting
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
5/501
KATA PENCANTAR
E lSl KEDUA
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat yang telah
dilimpahkan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan dan menerbitkan Buku Ajar
Alergi-Imunologi Anak edisi kedua, cetakan kedua.
Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak edisi kedua ini merupakan revisi terhadap edisi
pertama dan terdapat beberapa tambahan ilmu mengenai alergi-imunologi anak. Hal ini
penting dilakukan mengingat pesamya perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang
alergi-imunologi.
Para penulis pada buku edisi kedua ini adalah penulis pada buku edisi pertama
ditambah para penulis baru yang semuanya adalah anggota Unit K e j a Koordinasi UKK)
Alergi-Imunologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Salah satu penyunting buku ajar
ini yaitu Prof. dr. CorryS.
Matondang,Sp.A K)
telah mendahului kita,sehingga
digantikan
oleh dua penyunting baru, yaitu dr. Zakiudin Munasir, Sp.A K) dan dr. Nia Kum iati, Sp.A.
Semogajasa
almarhumah mendapatkan balasan yang setimpaldari
Tuhan YangMaha
Esa.
Pada kesempatan ini kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penulisan dan penerbitan Buku Ajar Alergi-Imunologi edisi kedua
ini. Edisi kedua ini dicetak ulang atas perrnintaan banyak pihak, karena cetakan pertamaedisi kedua sudah habis
terjual.
Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya dalam melakukan
tatalaksana alergi-imunologi pada anak, yang pada saat ini dituntut untuk lebih
profesional.
Penyunting
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
6/501
DAFTAR P NULIS
Ariyanto Harsono
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak
FKUN/RSUD
Dr. Soetomo
Surabaya
Arwin
Ali Purbaya Akib
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUImSUP
Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta
Budi Setiabudiawan
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak
FKUNPAD/RSU Dr. Hasan Sadikin
Bandung
Cahya Dew i Satria
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUGM/RSUP
Dr. Sardjito
Yogyakarta
C o n y
Siahaan Matondang
Profesor Ilmu Kesehatan Anak
FKUIJRSUP
Dr. Cipto Mangunkusumo
JakartaDiantje Sondakh Takumangsang
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak
FKUNSRAT/RSU
Gunung Wenang
Manado
EstiMulyaning
Dadi Suyoko
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSUP
Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta
Harsoyo Notoatmojo
Profesor Ilmu Kesehatan Anak
FKUNDIP/RSU
Dr.Karyadi
Semarang
Julius Roma
Laboratoriunl
Ilmu Kesehatan Anak
F K U N H A S M U
Ujung Pandang
Ujung Pandang
Martani Widjajanti Rakun
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSABHarapan
Kita
Jakarta
Myrna Soepriadi
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak
FKUNPADIRSU
Dr.Hasan
Sadikin
Bandung
Nia Kurniati
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSUP
Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta
OscarRahrnan
Laboratoriuill
Ilrnu Kesehatan Anak
FKUNPADKSU Dr.Hasan
Sadikin
Bandung
Sumadiono
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUGMKSUP
Dr. Sardjito
Yogyakarta
Sjawitri PaneSiregar
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSUP
Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta
Zakiudin Munasir
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSUP
Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta
Hendra Santoso
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak
FKUNUD/RSU
Sanglah
Denpasar
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
7/501
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
8/501
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
9/501
LAR
LDH
LED
LES
LFAI
LPSLTB 4
LTC 4
LTD 4
LTE 4
MAF
MBP
MCAF
MCSF
MDP
MGF
MHC I
MHC I
MIF
MPO
MPS
NADHNADPH
NBT
NCF
NCFA
NET
NGF
NK
NSAIDPAF
PEFR
PGDZ
PGEZ
PGFZ
PHA
PMN
PRIST
RANTES
: Late asthnlatic reaction (reaksi asma fase lambat
: Lactic dehydrogenase
: Laju endap darah
: Lupus eritematosis sistemik
: Limphocyte fuctional antigen 1
: Lipopolisakarida: Leukotrien B4
: Leukotrien C4
: Leukotrien D4
: Leukotrien L4
: Macrophage activating factor (faktor aktivasi makrofag)
: Major basic protein
: Monocyte chenlotactic activating factor (faktor aktivasi kemotaktik
monosit
: Macrophage colony stimulating factor (faktor stimulasi kolonimakrofag)
: Muramil dipeptid
: Macrophage growth factor (faktor pertumbuhan makrofag)
: Kompleks hiitokompatibilitas mayor kelas I
: Kompleks histokompatibilitas mayor kelas I1
: Macrophage inhibiting factor (faktor inhibisi makrofag)
: Mieloperoksidase
: Mononuclear phagocyte system (sistem fagosit mon onuk lear
: Nicotinamide adenine dinucleotide: Nicotinamide adenine dinucleotide phosphate
: Nitroblue tetrazolium
: Neutrophil chemotactic factor (faktor kemotaktik neutrofil)
: Neutrophil chemocactic of anaphylaxis (kemotaktik neutrofil pada
anafilaksis)
: Nekrolsis epidermolisis toksik
: Nerve growth factor (faktor pertumbuhan saraf
: Natural killer
:
Non steroidal anti-inflammatory drugs (obat antiinflamasi nonsteroid): Platelet activating factor (faktor aktivasi trombosit)
: Peak expiratory flow rate (arus pincak ekspirasi)
: Prostaglandin D2
: Prostaglandin E2
: Prostaglandin F2
: Phytohaemagglutinin
: Polimorfonudear
: Paper radio immunosorbent test
:
Regulated upon activation normalT
expressed
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
10/501
RAST .
RES
RF
RFC
RN
SCFSCID
S C O T
S G F T
SLN
SSA
SSB
SSJ
SRSA
Tc
TCR
TD
TD
TCGF
TGF
Th
TI
TXA2
VH
WHO
:. Radio allergosorbent test
:Reticuloendotheilial system (sistem retikuloendotel)
: Rheumatoid factor (faktor rheumatoid)
: Rosette forming cell (sel pembentuk roset)
: Ribonucleic acid asam ribonukleat)
:
Stem cell factor (faktor sel stem): Severe combined immunodeficiency disease (penyakit defisiensi imun
gabungan yang berat)
: Serum glutamic-oxaloacetic transaminase
: Serum glutamic-pyruvic transaminase
: Sindrom lupus nefritis
: Antibodi terhadap RNA pada sindrom Sjogren
: Antibodi terhadap R N A pada sindrom Sjogren
: Sindrom Stevens-Johnson
: Slow reacting substance of anaphylaxis (substansi reaksi lambat pada
anafilaksis)
: T cytotoxic sel limfosit T sitotosik
: T Cell Receptor (Reseptor antigen sel Limfosit T)
: T Delayed Hypersensitivity (Sel limfosit yang berfungsi pada reaksi tipe
lambat)
: T dependent antigen antigen yang berganrung selT
: cell growth factor IL2 (faktor pertumbuhan selT)
: Transforming growth factor (faktor ~ e r t u m b u h a ntransformasi)
: T helper = sel limfosit penolong
: T independent antigen yang tidak bergantung selT
: Tromboksan A2
: Domain variable rantai H
: World Health Organization (Organisasi Kesehatan Dunia)
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
11/501
DAFTAR IS
Sambutan Ketua Pengurus Pusat IDA iii
Kata Pengantar Edisi Pertama iv
Kata Pengantar Edisi Kedua v
Daftar Penulis vi
Daftar Singkatan v
Daftar Isi xii
Halaman foto berwarna x
B GI N I. IMUNOLOGI DASAR
BAB 1. Sejarah Imunologi 3Cony S Matondang
BAB 2. Perkembangan Sistem Imun 7
Cony S Matondang
BAB 3. Respons Imun 9Cony
S
Matondang
BAB 4. Imunitas Non Spesifik 19
Zakiudin Munasir, Nia Kumiat i
BAB 5. Sistem Komplemen 26EM Dadi Suyoko
BAB 6. Sistem Fagosit 39Sjawitri
Siregar
BAB 7. Penangkapan dan Presentasi Antigen 51
Zakiudin Munasir, Nia Kumiati
BAB 8. Kompleks Histokompatibilitas Mayor 59 Ar win AP Akib
BAB 9.h u ni ta s Humoral
66
Sjawit~iP Siregar
BAB 10. Imunitas Selular 78owy S Matondang, Zakiudin Munasir
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
12/501
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
13/501
............................................................................BAB 26. Alergi Obat 294Arwin AP Akib, DiantjeS Takumansang
Sumadiono Cahya Dewi Satria
.....................................................AB 27 Sindrom Stevens. Johnson 307
Arwin AP Akib, Diantje S Takumansang
BAB 28. Penyakit Defisiensi Imun 312Arwin AP Akib, Iulius Roma, Nia Kumiati
BAB 29. Artritis Reumatoid Juvenil 332Arwin AP Akib
.................................................BAB 30. Lupus Eritematosus Sistemik 345Arwin AP Akib, Myma Soepriadi, Budi Setiabudinwan
...................................................BAB 3 1 Purpura Henoch-Schonlein 373Cony S Matondang Iuliw Roma
BAB 32. Infeksi HIV pada Bayi dan Anak 378Cony S Matondang, ia Kumiati
B GI N
IV.TER PI
DASARPENY KIT LERGI
BAB 33. Kontrol Lingkungan dan Makanan 415Ariyanto Harsono
BAB
34. Medikamentosa 419
EM Dadi Suyoko, Zakiudin MunasirBAB 35. Imunoterapi
..,
436EM Dadi Suyoko
BAB 36. Pemeriksaan Penunjang Klinis 443
1. UJIKULIT TERKADAP ALERGEN 443Zakiudin Munasir
2. UJI FUNGSIPARU
446Zakiudin Munasir
3. UJIPROVOKASI BRONKIAL 448Zakiudin Munasir
4. UJIPROVOKASI OBAT 45 1Arwin AP Akib
5. UJI PROVOKASI M K N N 454Ariyanto Harsono
xiii
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
14/501
6.UJIELUlINASI DAN PROVOKASI SUSU SAP 459Zakidin
Munasir
7.UJI KULITWELAMBAT 461
EM Dadi Suyoko
BAB 37. Pemeriksaan Laboratorium 463
Zakiudin
Munasir
PENJURUS 479
Lampiran 483
xiv
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
15/501
BAGIAN I
IMUNOLOGI DASAR
Bagian ini mengemukakan sejarah imunologi, perkembangan sistem
imun serta respons imun dan sistem kekebalan tubuh manusia. Pokok
bahasan utama adalah tent ng mekanisme kerja sistem imun spesifik
dan nonspesifik yang merupakan keharusan untuk pemahaman masalah
imunologi selanjutnya.
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
16/501
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
17/501
Sejarah ImunologiCorry S Matondang
ada mulanya imunologi merupakan cabang mikrobiologi yang mempelajari respons
tubuh,terutama
respons kekebalan, terhadappenyakit
infeksi. Pada tahun 1546,
Girolamo Fracastoro mengajukan teon kontagion yang menyatakan bahwa pada
penyakit
infeksi terdapat suatuzat
yang dapat memindahkanpenyakit tersebut
dari satu
. individu ke individu lain, tetapizat tersebut sangat
kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan
mata
dan pada waktu itu belum dapat diidentifikasi.
Pada tahun 1798, Edward Jenner mengamati bahwa seseorang dapat terhindar dari
infeksi variola secaraalamiah,
bila ia telah terpajan sebelumnya dengan cacar sapi (cow
pox). Sejak saat itu, mulai dipakailahvaksincacaswalaupun pada waktu itu belum diketahui
bagaimana mekanisme yang sebenarnya terjadi. Memang imunologi tidak akan maju bila
tidak diiringi dengankemajuan
dalam bidang teknologi, terutama teknologi kedokteran.
Dengan ditemukannya mikroskop maka kemajuan dalam bidang mikrobiologi meningkat
dan mulai dapat ditelusuri penyebabpenyakit
infeksi. Penelitian ilmiah mengenai imunologi
baru dimulaisetelah
Louis Pasteur pada tahun 1880 menemukan penyebabpenyakit
infeksi
dan dapatmenlbiak
mikroorganisme serta menetapkan teori kuman g em theory)penyakit.
Penemuan ini kemudian dilanjutkan dengan diperolehnya vaksinrabies pada manusia tahun
1885. Hasil karya Pasteur ini kemudian merupakan dasar perkembangan vaksin selanjutnya
dan merupakan pencapaian gemilang di bidang imunologi yang memberi dampak positif
pada penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi pada anak.
Pada tahun 1880, Robert Koch menemukan kuman penyebab penyakit tuberkulosis.
Dalam rangka mencari vaksin terhadap tuberkulosis ini, ia mengamati adanya reaksi
tuberkulin (1891) yang merupakan reaksi hipersensitivitas lambat pada kulit terhadapkuman tuberkulosis. Reaksi tuberkulin ini kemudian oleh Mantoux (1908)
dipakqi
untuk
mendiagnosispenyakit
tuberkulosis pada anak. Imunologi mulai dipakai untuk menegakkan
diagnosispenyakit
pada anak. Vaksin terhadap tuberkulosis ditemukan pada tahun 1921
oleh Calmette dan Guerin yang dikenal dengan vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin).
.Kemudian
diketahui bahwa tidak hanya mikroorganismehidup
yang dapat menimbulkan
kekebalan, bahan yang tidak hidup pun dapat mengnduksi kekebalan.
Setelah
Roux dan Yersin menemukantoksin
difteri pada tahun 1885, Von Behring
dan Kitasato menemukan antitoksin difteri pada binatang (1890). Sejak itu dimulailah
Sejarah lmunolo i
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
18/501
pengobatan dengan serum kebal yang diperoleh dari kuda dan imunologi diterapkan dalam
pengobatan penyakit infeksi pada anak. Pengobatan dengan serum kebal ini di kenludian
hari berkembang menjadi pengobatan dengan imunoglobulin spesifik atau globulin gama
yang diperoleh dari manusia.
Dengan pemakaian serum kebal, muncullah secara klinis kelainan akibat pemberian
serum ini. Dua orang dokter anak, Clemens von Pirquet dari Austria dan Bela Shick dariHongaria melaporkan pada tahun 1905, bahwa anak yang mendapat suntikan serum kebal
berasal dari kuda terkadang menderita panas, pembesaran kelenjar, dan eritema yang
dinamakan penyakit serum (serum sickness). Selain itu peneliti Perancis, Charles Richet
dan Paul Portier (1901) menemukan bahwa reaksi kekebalan yang diharapkan timbul
dengan menyuntikkan zat toksin pada anjing tidak terjadi, bahkan yang terjadi adalah
keadaan sebaliknya yaitu kematian sehingga dinamakan dengan istilah anafilaksis tanpa
pencegahan). Mulailah irnunologi dilibatkan dalam reaksi lain dari kekebalan akibat
pemberian toksin atau antitoksin. Clemens von Pirquet dari Austria (1906) memakai istilah
reaksi alergi untuk reaksi imunologi ini. Pada tahun 1873 Charles Blackley mempelajaripenyakit hay fewer, yaitu penyakit dengan gejala klinis konjungtivitis dan rinitis, serta
melihat bahwa ada hubungan antara penyakit ini dengan serbuk sari (pollen). Oleh Wolf
Eisner (1906) dan Meltzer 1910), penyakit ini dinamakan anafilaksis pada manusia (human
anaphykzxu).
Pada tahun 1911-1914, Noon dan Freeman mencoba mengobati penyakit hay fever
dengan cara terapi imun yaitu menyuntikkan serbuk sari subkutan sedikit demi sedikit.
Dasamya pada waktu itu dianggap bahwa serbuk sari mengeluarkan toksin, dengan
harapan agar terbentuk antitoksin netralisasi. Sejak itu cara tersebut masih dipakai untuk
mengobati penyakit alergi terhadap antigen tertentu yang dikenal dengan cara desensitisasi.
Akan tetapi mekanisme yang sekarang dianut adalah berdasarkan pembentukan antibodi
penghambat (blocking antibody).
Dengan penemuan reaksi tuberkulin, Schloss (1912) dan von Pirquet (1915)
melakukan uji gores (scratch test) pada kulit untuk diagnosis penyakit alergi pada anak.
Talbot 1914), seorang dokter anak, dengan uji gores melihat adanya hu- bungan antara
asma anak dengan telur. Cooke (1915) memodifikasi uji gores dengan uji intrakucan, dan
melaporkan juga bahwa faktor keturunan memegang peranan pada penyakit alergi. Pada
tahun 1913, Stiick juga memperkenalkan uji kulit untuk menentukan kepekaan seseorang
terhadap kuman difteri, sehingga makin banyak fenomena imun diterapkan dalam uji
diagnostik penyakit anak.
Pada tahun 1923, CookedanCocamengajukan konsep atopi (strange disease) terhadap
sekumpulan penyakit alergi yang secara klinis mempunyai manifestasi sebagai hay fever,
asma, dermatitis, dan mempunyai predisposisi diturunkan. Mulailah ilmu alergi-imunologi
diterapkan dalam kelainan dan penelitian di bidang alergi klinis. Rackemann (1918)
melihat bahwa sebagian besar asma pada anak mempunyai dasar alergi dan dinamakan
asma tipe ekstrimik. Prausnitz dan Kustner (1921) menyatakan bahwa zat yang menimbulkan
sensitisasi kulit pada uji kulit dapat ditransfer melalui serum penderita. Memang pada
4 uku Ajar Alergi lmunologi Anak
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
19/501
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
20/501
genetik identik (singenik) akan diterima, sedangkan jaringan dari individu yang secara
genetik tidak identik (alogenik) akan ditolak. Beliau juga mengajukan teori seleksi klon
( c h e ) pada respons tubuh terhadap antigen tertentu. Semuanya ini kemudian merupakan
dasar untuk penatalaksanaan transplantasi jaringan.
Bertambahnyakelainanimunologiksecara klinis terlihatsejakBruton pada tahun 1952
melaporkan seorang anak umur 8 tahun dengan infeksi berulang yang ternyata kemudiandarahnya tidak mengandung globulin gama. Sejak itu makin bertambah laporan kelainan
klinis yang berdasarkan adanya defisiensi imun primer. Bahkan sekarang kita menghadapi
kelainan klinis dengan defisiensi imun tetapi yang bersifat sekunder akibat infeksi, penyakit
atau kekurangan gizi yang diderita. Penyakit infeksi human immunodefuiency virus (HIV)
yang merupakan penyakit pandemi yang sedang kita hadapi adalah salah satu contoh
defisiensi imun sekunder akibat infeksi yang diderita.
Kelainan klinis berdasarkan reaksi autoimun mulai banyak dikenal secara klinis.
Dengan ditemukannya antibodi monoklonal pada tahun 1975 oleh George, Kohler dan
Cesar Milstein, maka limfosit T dan limfosit B mulai dapat dibedakan melalui molekul
pada permukaan membran sel yang dinamakan petanda permukaan. Selanjutnya dengan
kemajuan di bidang biologi molekular, mekanisme pengenalan antigen yang sangat
kompleks oleh sel limfosit mulai dapat terungkap. Dengan pengetahuan ini, reaksi imun
yang te adi pada patogenesispenyakit autoimun, termasuk juga penyakit infeksi, alergi, dan
-penolakan jaringan dapat dijabarkan secara molekular. Kelainan klinis yang menunjukkan
adanya defisiensi imun pun mulai dapat dijelaskan lebih terinci, sehingga penanganannya
menjadi lebih tepat. Pengetahuan mekanisme respons imun yang terinci ini selain dapat
dipakai untuk mendiagnosis penyakit alergi-imunologi, juga untuk mendiagnosis penyakit
autoimun dan keganasan sehingga penangangan yang tepat dapat dilaksanakan. Pengobatan
yang melibatkan regulasi sistem imun sekarang tidak hanya difokuskan pada regulasi ke
bawah (dom regulation) seperti pada pemakaian kortikosteroid dan sitotoksik, tetapi juga
merespons imun dengan obat yang dapat memodifikasi respons biologik (biologic respome
modifiers) seperti sitokin, antara lain interferon dan interleukin.
DAFTAR PUST K
1. BellantiA. Immunology 111 Philadelphia: WB Saunders Company, 1985.2. StitesDP Teer AI Basic and clinical immunology. Nonvalk: Appleton Lange,1991.
Buku Ajar lergi lmunologiAnak
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
21/501
Bab 2
Perkembangan Sistem Imun
orry Matondang
Evolusi perkembangan sistem imun dapat dianggap sebagai suatu sen respons adaptif
terhadap lingkungan yang berubah-ubah dan potensial rawan. Evolusi perkembangan
sistem imun yang ditinjau dari sudut keragaman berbagai macam spesies, dari spesies yangpaling primitif sampai yang paling berkembang yaitu manusia, dinamakan filogeni sistem
inlun.
Pengaruh lingkungan yangrawan
ini akanmenimbulkan
seleksi spesies yang paling
dapat beradaptasi terhadap lingkungan untuk bertahan hidup. Proses adaptasi inilah yang
merupakan dasar filogeni respons imun. . .
Filogeni imunitas nonspesifik
Bentuk paling prirnitif dari imunitas nonspesifik adalah fagositosis. Pada organisme
uniselular fagositosis berperan sebagai fungsinutritif
sedangkan padaorganisme
yang
lebih tinggi fagositosis berperan sebagai fungsi pertahanan. Pada invertebrata yang lebih
tinggi, sistem vaskular mulai terbentuk sehingga fagositosis tidak hanya dilakukan oleh yang
terfiksasi tetapi juga oleh sel yang beredar dalam sirkulasi. Pada manusia misalnya, 3 dari
5 leukosit yang beredar, yaitu sel monosit sel polimorfonuklear dan sel eosinofil berperan
sebagai fagosit. Selain fagositosis, respons inflamasi juga merupakan pertahanan nonspesifik
yang sudah terlihat pada invertebrata primitif. Dengan evolusi, bentuk pertahananini
tetap
dipertahankan dan ditambah dengan bentuk baru seperti sistem koagulasi, komplemen,
amplifikasibiologik
bahkan dengan bentuk pertahanan spesifik.
Filogeni imunitas spesifik
Adanya sistem imun spesifik sudah terlihat pada vertebrata primitif, misalnya seperti pada
hagfish Pada vertebrata prirnitif ini sistem imunitas spesifik masih berbentuk sistem limfoid
yang tersebar, sedangkan pada vertebrata yang tinggi sistem ini sudah merupakan struktur
limfoid tersendiri. Pada vertebrata yang lebih rendah antibodi yang dibentuk mempunyai
berat molekul tinggi yang analog dengan imunoglobulin M pada vertebrata yang leblh
tinggi. Imunitas selular juga sudah terlihat baik pada invertebrata maupun vertebrata
yang dapat terlihat dari penolakan jaringan transplantasi, tetapi pada invertebrata belum
Perkembangan istem lmun 7
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
22/501
terlihat adanya antibodi yang analog dengan irnunoglobulin. Semua vertebrata mempunyai
antibodi, rnenolak jaringan transplantasi dan memperlihatkan memori imunologik. Pada
manusia sistern imun sudah berkembang sedernikian rupa dengan berbagai macam subset
sel limfoid dan lirnfokin yang dihasilkannya. Selarna evolusi terjadi spesialisasi sel yang
berperan spesifik pada pertahanan tubuh dan spesialisasi ini didukung oleh lingkungan
mikro ternpat sel pendahulu berada, rnisalnya timus danburs f bricius
pada burung.Urutan evolusi kelas irnunoglobulinparaleldengan proses pematangan pada individu.
Pada vertebrata primitif terlihat antibodi yang analog dengan inlunoglobulin M, dan pada
yang lebih tinggi tirnbul antibodi kedua yang analog dengan irnunoglobulinG, kernudian
diikuti antibodi yang analog dengan IgA. Sedangkan pada manusia terdapat 5 kelas
irnunoglobulin, yaitu IgM, IgG, IgA, IgD dan IgE dengan masing-masing subkelasnya. Jadi
lingkungan merupakan faktor yang penting dalarn filogeni sistem irnun, baik lingkungan
makro rnaupun rnikro. Lingkungan mikro sangat penting pada perkembangan sistem imun
spesifik. Respons imun yang berkernbang sempurna adalah respons irnun dengan spesifisitas
dan rnemori imunologik.
ONTOGENI SISTEM IMUN
Ontogeni sistern irnun adalah proses perkembangan sistem imun ditinjau dari individu
yang sedang berkernbang jadibukan spesies), dari sel pendahulu sampai menjadi sel rnatur.
Pada manusia diperkirakan bahwa rnaturasi respons imun sudah dinzulai pada fetus pada
kehamilan 2 3 bulan. Perkembangan ditujukan pada diferensiasi fungsi imunologik sel
nonspesifik dan spesifik. Keduanya berasal dari populasi sel asal (stem cell) yaitu sel yang
mernpunyai kesanggupan untuk bereplikasi dan berdiferensiasi rnenjadi sel rnatur. Sel asal
pada ernbrio yang sedang berkembang terletak pada jaringan hematopoietik yolksac, pada
keharnilan6minggu dihati, dan mulai usia keharnilan 2 bulan serta selanjutnya pada surnsum
tulang. Pada keharnilan 3-5 bulan, lirnpa juga berperan sebagai jaringan hematopoietik.
Setelah bayi lahir, surnsurn tulang rnerupakan satu-satunya organ hernatopoietik. Bila
surnsurn tulang gagal, misalnya oleh karena suatu penyakit, nlaka hati dan lirnpa dapat
berfungsi sebagai hernatopoiesis ekstramedular.
Bergantung pada lingkungan rnikro maka sel akan berkembang melalui jalur
hernatopoietik dan lirnfopoietik. Yang melalui jalur hematopoietik akan berkernbang
menjadi sel eritrosit, granulosit, trombosit, dan rnonosit; sedangkan jalur limfopoietikmenjadi sel limfosit. Jadi lingkungan rnikro penting pada ontogeni sistem irnun.
Dengan mengetahui ontogeni sistem imun rnaka kita akan dapat menjelaskan
patogenesis beberapa penyakit defisiensi irnun yang kita jurnpai di klinik, terutarna defisiensi
imun kongenital.
DAFTAR PUSTAKA
1. ellanti A. Immunology 111 Philadelphia:WBSaunders Company, 1985.
2. StitesDP en AI. Basic and clinical immunology, Nonvalk: Appleton Lange 1991.
8 Buku Ajar lergi lrnunologiAnak
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
23/501
Respons lmun
IMUNOGEN DAN NTIGEN
Imunogenadalah zat yang mempunyai kesanggupan untuk merangsang respons imun spesifik
baik humoral selular ataupun keduanya, dan dapat bereaksi dengan produk responsimun tersebut. Imunogen terutama adalah protein dan polisakarida, sedangkan
lipid
lebih
berperan sebagai hapten.
Antigen adalah zat yang dapat bereaksi dengan produk respons imun spesifik,
terutama antibodi. Oleh karena itu imunogen adalah antigen, tetapi tidak semua antigen
adalah imunogen. Antigen yang bukan imunogen adalah antigen yang tidaklengkap
dinamakan juga hapten. Hapten adalah antigen yang mempunyai berat molekul rendah
<
10.000 Dalton), karena itu ia tidak dapat merangsang respons imunspesifik
tetapi
dapat bereaksi dengan produk respons imun, misalnya antibodi. Ia baru dapat bersifat
imunogenik bila bergabung dengan molekul lain yang dinamakan carrier seperti albuminglobulin, atau polipeptida. Alergenadalah antigen yang dapat menginduksi terjadinya reaksi
hipersensitivitas atau alergi. Alergen dapat berupa hapten atau dapat pula imunogen.
Deteminan antigen,disebut juga epitop,adalah bagian (daerah) antigen yang terpajan
aktif dan dapat bereaksi dengan produk respons imun spesifik. Kebanyakan antigen yang
kompleks mempunyai determinan antigen multipel pada permukaannya atau dinamakan
juga multivalen seperti sel darah merah, bakteri, virus, dan jaringan. Oleh karena itu
dinamakan respons imunpoliklonal.
Derajat imunogenesitas suatu imunogen tergantung pada keasingan, berat molekul,dan sifat kompleks kimianya.Makin
asing terhadap host, makin berat sifat imunogeniknya.
Makin
besarberat molekulnya
danmakin
kompleks sifat kimianya akanmakin
kuat pula
sifat imunogeniknya.
Antigen autolog adalah antigen yang berasal dari host sendiri. Antigen ini biasanya
tidak akan merangsang respons imun host kembarannya. Antigen singenik adalah antigen
yang berasal dari individu yang secara genetik identik, misalnya kembar monozigot. Antigen
ini juga biasanya [idak menimbulkan respons imun pada host.
Responrnun
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
24/501
Antigen alogenik disebut juga antigen homolog adalah antigen yang berasal dari
individu lain dalam satu spesies. Antigen ini akan merangsang respons imun host. Antigen
xenogenik adalah antigen yang berasal dari individu dengan spesies yang berbeda, misalnya
dari monyet ke manusia. Antigen ini akan rnerangsang kuat respons imun host. Isoantigen
adalah aloantigen yang ada pada kelompok anggota tertentu pada spesies yang sama,
misalnya antigen A dan B dari golongan darah sel darah merah.
Antigen heterofil dinamakan juga antigen heterogenetik, adalah antigen yang didapat
pada spesies berbeda, misalnya antigen yang ada pada permukaan sel darah merah biri-biri
dengan antigen yang ada pada pem~ukaanvirus Epstein-Barr, atau antigen yang ada pada
spiroketa penyebab sifilis dengan antigen yang ada pada otot jantung sapi. Jadi seseorang
yang terinfeksi virus Epstein-Barr akan membentuk antibodi yang secara in vitro akan
bereaksi dengan sel darah merah biri-bin demikian pula seseorang yang terinfeksi spiroketa
sifilis akan membentuk antibodi yang secara in vitro bereaksi dengan sel otot jantung sapi.
Mitogen adalah zat yang dapat merangsang sel lilnfosit untuk berproliferasi, tecapi
bukan melalui reseptor antigen melainkan melalui reseptor mitogen. Contoh mitogen ialah
phytohaemaglutinin (PHA), concanavalin A (con-A) yang terutama merupakan nlitogen sel
T
sedangkan pokeweed merupakan mitogen sel B.
Superantigen adalah antigen yang merangsang selT melalui ikatan dengan kompleks
peptida TCR-MHC APC (reseptor antigen sel T-nlolekul MHC kelas I pada sel yang
mempresentasikan antigen) pada rantai TCR dan bagian molekul MHC kelas 11 jadi
bukan pada bagian ikatan reseptor antigen normal (konvensional) atau reseptor mitogen
(lihat Gambar 3-1).
\ MHCkelasII TCR ~
.
/ pep- 4
-
Superantigen
Garnbar 3-1. lkatan superantigen dengan kompleks peptida TCR-MHCkelas II.Dikutip dengan rnodifikasi dari Sigal LH dan Ron Y 1994)
10Buku Ajar Alergl Imun olog ~Anak
. - .
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
25/501
Tolerogen adalah antigen yang menginduksi toleransi, contohnya antigen din (self
antigen). Idiotip adalah determinan antigenik dari bagian variabel antibodi yaitu bagian
antibodi yang berikatan dengan antigen.
MEK NISME PERTAHANANTUBUH
Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks terhadapantigen, untuk mengeliminasiantigen tersebut. Respons imun ini dapat melibatkan berbagai
macam sel
dan protein, terutamasel
makrofag,sel
limfosit, komplemen, dan sitokin yang
saling berinteraksi secara kompleks. Mekanisme pertahanan tubuh terdiri atas mekanisme
pertahanan non spesifik dan mekanisme pertahanan spesifik.
Mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga komponen nonadaptif atau innate,
atau imunitas alamiah, artinya mekanisme pertahanan yang tidak ditujukan hanya untuk
satu jenis antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen. Imunitas alamiah sudah ada sejak
bayi lahir dan terdiriatas
berbagaimacam elemen
non spesifik. Jadi bukan merupakan
pertahanan khusus untuk antigen tertentu.
Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau disebut juga komponen adaptif atau
imunitas didapat adalah mekanisme pertahanan yang ditujukan khusus terhadap satu
jenis antigen, karena itu tidak dapat berperan terhadap antigen jenis lain. Bedanya dengan
pertahanan tubuh non spesifik adalah bahwa pertahanan tubuh spesifik harus kontak atau
ditimbulkan terlebih dahulu oleh antigen tertentu baru ia akan terbentuk. Sedangkan
pertahanan tubuh non spesifik sudah ada sebelum ia kontak dengan antigen.
Mekanisme Pertahanan Non SpesifikDilihat dari caranya diperoleh, mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga respons
imun alamiah. Yang merupakan mekanisme pertahanan non spesifik tubuh kita adalah kulit
dengan kelenjamya,lapisan
mukosa dengan enzimnya, serta kelenjar lain dengan enzimnya
seperti kelenjar air mata. Demikian pula sel fagosit (sel makrofag,monosit polimorfonuklear)
dan komplemen merupakan komponen mekanisme pertahanan non spesifik.
Permukaan tubuh, mukosa dan kulit
Permukaan tubuh merupakan pertahanan pertanla terhadap penetrasi mikroorganisme. Bila
penetrasi mikroorganisme terjadi juga, maka mikroorganisme yang masuk akan berjumpadengan pelbagai elemen lain dari sistem imunitas alamiah.
Kelenjar dengan enzim dan silia yang ada pada mukosa dan kulit
Produk kelenjar menghambat penetrasi mikroorganisme, demikian pula silia pada mukosa.
Enzim seperti lisozim dapat pula merusak dinding sel mikroorganisme.
Komplemen dan makrofag
Jalur
alternatifkomplenlen
dapat diaktivasi oleh berbagaimacam
bakteri secara langsung
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
26/501
sehingga eliminasi terjadi melalui proses lisis atau fagositosis oleh makrofag atau leukosit yang
distimulasi oleh opsonin dan zat kemotaktik, karena sel-sel ini mempunyai reseptor untuk
komponen komplemen C3b) dan reseptor kemotaktik. Zat kemotaktik akan memanggil sel
monosit dari polimorfonuklear ke tempat mikroorganisme dan memfagositnya.
Protein fase akutProtein fase akut adalah protein plasma yang dibentuk tubuh akibat adanya kerusakan
jaringan. Hati merupakan tempat utama sintesis protein fase akut. C-reactive protein (CRP)
merupakan salah satu protein fase akut. Dinamakan CRP oleh karena pertama kali protein
ini dikenal karena sifatnya yang dapat mengikat protein C dari pneumokok. Interaksi CRP
juga akan mengaktivasi komplemen jalur alternatif yang akan melisis antigen.
Sel 'natural killer' (NK) dan interferon
Sel NK adalah sel yang dapat membunuh sel yang dihuni virus atau sel tumor. Interferon
adalah zat yang diproduksi oleh sel leukosit dan sel yang terinfeksi virus, yang bersifat dapatmenghambat replikasi virus di dalam sel dan meningkatkan aktivasi sel NK.
VlekanismePertahanan Spesifik
Bila pertahanan non spesifikbelum dapat mengatasi invasi rnikroorganisme maka imunitas
spesifik akan terangsang. Mekanisme pertahanan spesifik adalah mekanisme pertahanan
yang diperankan oleh sellimfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya
seperti sel makrofag dan komplemen. Dilihat dari caranya diperoleh maka mekanisme
pertahanan spesifik disebut juga respons imun didapat.Imunitas spesifik hanya ditujukan terhadap antigen tertentu yaitu antigen yang
merupakanligannia (pasangannya).Di samping itu, respons imun spesifik juga menimbulkan
memori imunologis yang akan cepat bereaksi bila host terpajan lagi dengan antigen yang
sama di kemudian hari. Pada imunitas didapat, akan terbentuk antibodi dan limfosit efektor
yang spesifik terhadap antigen yang merangsangnya, sehingga terjadi eliminasi antigen.
Sel yang berperan dalam imunitas didapat ini adalah sel yang mempresentasikan
antigen (APC= antigenpresmtingcell makrofag) sel limfositTdansel limfositB. Sel limfosit
T dan limfosit B masing-masing berperan pada inzunitas selular dan imunitas humoral. Sel
limfosit T akan meregulasi respons imun dan melisis sel target yang dihuni antigen. Sel
limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma dan nlemproduksi antibodi yang akan
menetralkan atau meningkatkan fagositosis antigen dan lisis antigen oleh komplemen, serta
meningkatkan sitotoksisitas sel yang mengandung antigen yang dinamakan proses antibody
dependent cell mediated cytotoxiciq (ADCC).
lmunitas selular
Imunitas selular adalah imunitas yang diperankan oleh limfosit T dengan atau tanpa
bantuan komponen sistem imun lainnya. Limfosit T adalah limfosit yang berasal dari sel
12 BukuAjar
lergi lmunologi
Anak
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
27/501
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
28/501
MHC keles
atsu
Permukaan
sel Ts l target APC
- MHC keles
I Permukaan
Garnbar 3 2. pngepalan antigen rnelalui asosiasi dengan rnolekul MHC kelas I dan kelas II pada sel T.(Dikutip dengan rnodifikasi dari Sigal LH dan Ron Y 1994)
Limfokin
Limfokin akan mengaktifkan makrofag dengan menginduksi pembentukan reseptor Fc dan
C3Bpadapermukaan makrofagsehinggamempermudahnlelihatantigenyang telah berikatan
dengan antibodi atau komplemen, dan dengan sendirinya mempermudah fagositosis. Selain
itu limfokin merangsang produksi dan sekresi berbagai enzim serta metabolit oksigen yang
bersifat bakterisid atau sitotoksik terhadap antigen (bakteri, parasit,dan lain-lain) sehingga
meningkatkan daya penghancuran antigen oleh makrofag.
Aktivitas lain untuk eliminasi antigenBila antigen belum dapat dilenyapkan maka makrofag dirangsang untuk melepaskan faktor
fibrogenik dan terjadi pembentukan jaringan granuloma serta fibrosis, sehingga penyebaran
dapat dibatasi.
Sel Th aktif juga akan merangsang sel B untuk berproliferasi dan berdiferensiasi
menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi lihat bab tentang imunitas humoral). Sebagai
hasil akhir aktivasi ini adalah eliminasi antigen. Selain eliminasi antigen, pemajanan ini
juga menimbulkan sel memori yang kelak bila terpajan lagi dengan antigen serupa akan
cepat berproliferasi dan berdiferensiasi.
lmunitas humoral
Imunitas humoral adalah imunitas yang diperankan oleh sel limfosit B dengan atau tanpa
bantuan sel imunokompeten lainnya. Tugas sel B akan dilaksanakan oleh imunoglobulin
yang disekresi oleh sel plasma. Terdapat lima kelas imunoglobulin yang kita kenal, yaitu
IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE.
Limfosit B juga berasal dari sel pluripotensial yang perkernbangannya pada mamalia
dipengaruhi oleh lingkungan bursa f briciw dan pada manusia oleh lingkungan hati,
14 Buku Ajar lergi lmunologi Anak
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
29/501
sumsum tulang dan lingkungan yang dinamakan gut-associated lymphoid tissue GALT).
Dalam perkembangan ini terjadi penataan kembali gen yang produknya merupakan reseptor
antigen pada permu kaan mem bran. Pada selBini reseptor antigenmerupakan imunoglobulin
permukaansurjuce inrmunoglobulin).
Pada mulanya imunoglobulin permukaan ini adalah
kelas IgM, dan pada perkenlbangan selanjutnya sel B juga memperlihatkan IgG, Ig dan
IgD pada membrannya dengan bagian F ab) yang serupa. Perkembangan ini tidak perlurangsangan antigen hingga semua sel B matur mempunyai reseptor antigen tertentu.
Pajanan antigen pada s l B
Antigen akan berikatan dengan imunoglobulin permukaan selBdan dengan bantuanse lTh
(bagi antigen TD) akan terjadi aktivasienzim
dalam sel Bsedemikian rupa hingga terjadilah
transformasi
blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi
dan membentuk sel B memori. Selain iru, antigen TI dapat secara langsung mengaktivasi
sel B tanpa bantuan sel Th .
Antibodi yang disekresi dapat menetralkan antigen sehingga infektivitasnyahilang,
atau berikatan dengan antigen sehingga lebih mudah difagosit oleh makrofag dalam proses
yang dinamakan opsonisasi. Kadang fagositosis dapat pula dibantu dengan melibatkan
komplemen yang akan berikatan dengan bagian Fc antibodi sehingga adhesi kompleks
antigen-antibodi pada sel makrofag lebih erat, dan terjadi endositosis serta penghancuran
antigen oleh makrofag. Adhesi kompleks antigen-antibodi komplemen dapat lebih erat
karena lnakrofag selain mempunyai reseptor Fc juga mempunyai reseptor C3B yang
merupakan hasil aktivasi komplemen.
Selain itu, ikatan antibodi dengan antigen juga mempermudah lisis oleh sel Tc yangmempunyai reseptor Fc pada permukaannya. Peristiwa ini disebut antibody-dependentcellular
mediated cyrotoxicity (ADCC). Lisis antigen dapat pula terjadi karena aktivasi komplemen.
Komplemen berikatan dengan bagian Fc antibodi sehingga terjadi aktivasi komplemen yang
menyebabkanterjadinya
lisis antigen.
Hasil akhir aktivasisel
B adalaheliminasi
antigen dan pembentukan sel memori yang
kelak bilaterpapar lagi
dengan antigen serupa akan cepat berproliferasidan berdiferensiasi. Hal
inilah yang diharapkan pada imunisasi. Walaupun sel plasma yang terbentuk tidak berumur
panjang, kadar antibodi spesifik yang cukup tinggi mencapai kadar protektlf dan berlangsung
dalam waktu cukup lama dapat diperoleh dengan vaksinasi tertentu atau infeksialamiah. Halini disebabkan karena adanya antigen yang tersimpan dalam sel dendrit dalam kelenjar limfe
yang akan dipresentasikan pada sel memori sewaktu-waktu di kemudian hari.
Regulasi Respons lmun
Setelah
antigen dapat dieliminasi,agar tidak terjadi aktivasi sistem imun yang tak terkendali,
maka diperlukan adanya regulasi respons imun. Ada 3 macam mekanisme tubuh untuk
meregulasi respons imun yang sudah terjadi.
Respon mun
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
30/501
Regulasi oleh antibodi yang terbentuk
Antibodi yang terbentuk akibat paparan antigen dapat mempengaruhi produksi antibodi
selanjutnya. Pada waktu kadar antibodi masih rendah, pada tahap respons permulaan,
antibodi yang terbentuk akan merangsang sel B yang rnempunyai kapasitas memproduksi
antibodi dengan afinitas tinggi. Jadi antibodi yang baru terbentuk merupakan faktor penting
untuk mendorong proses maturasi afinitas. Hal ini terjadi karena antibodi yang terbentuk
akan berkompetisi dengan reseptor antigen pada sel B untuk mengikat antigen, sehingga
yang terangsang adalah sel B yang mempunyai daya ikat tinggi terhadap antigen atau
berafinitas tinggi, karena itu antibodi yang dihasilkan juga berafinitas tinggi.
Adanya efek antibodi tersebut dipengaruhi oleh tipe isotip antibodi. Umumnya
IgM mempunyai tendensi untuk meningkatkan produksi antibodi, tetapi IgG lebih sering
bersifat supresif. Di samping itu, pada tahap respons permulaan, pada saat rasio antigen
masih lebih besar daripada antibodi, maka adanya antibodi akan mempermudah kompleks
Ag-Ab terfiksasi pada sel makrofag melalui reseptor Fc, hingga dapat dipresentasikanpada sel Th yang kemudian merangsang sel B membentuk antibodi. Jadi pada permulaan
terjadi peningkatan jumlah maupun afinitas antibodi. Tetapi bila antibodi sudah ada dalam
konsentrasi tinggi, yaitu setelah mencapai jumlah cukup untuk menetralkan antigen yang
ada, antibodi akan menjadi umpan balik negatif agar tidak dibentuk antibodi lebih lanjut.
Hal ini terjacli karena dengan terikatnya bagian F ab)2 antibodi pada epitop antigen maka
reseptor antigen pada selB tidak akan terangsang lagi oleh epitop antigen tersebut, sehingga
tidak terjadi aktivasi dan priming sel B terhambat (lihat Gambar 3-3).
Di samping itu, antibodi yang bertambah dapat pula merupakan umpan balik negatif
melalui bagian Fc-nya. Sel B selain mempunyai reseptor antigen juga mempunyai reseptorFc. Dengan terikatnya antibodi pada reseptor Fc sel B, maka epitop antigen yang terikat
ambatan
determinanantigen
i
Gambar3 3.
Regulasi sel B yang bergantung pada bagian F ab)Z antibodi(Dikutip dengan modifikasi dari Roitt, 1985)
Buku Ajar Alergi lmunologi Anak
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
31/501
pada reseptor antigen pada sel B tidak dapat mengadakan ridging oleh karena adanya
gabungan silang antara reseptor antigen dan reseptor Fc, sehingga tidak terjadi aktivasi sel
B (lihat Gambar 3-4 . Tidak adanya ridging antara suatu reseptor antigen dengan reseptor
antigen lainnya padasel B mengakibatkan tidak terjadinya enzim, sehingga sel B tidak
terangsang untuk mengalami transformasi blast, berproliferasi dan berdiferensiasi, dan
akibatnya pembentukan antibodi makin lama makin berkurang.
Regulasi idiotip spesifik
Akibat stimulasi antigen terhadapsel
B akan terbentuk antibodi yangmakin
lamamakin
bertambah. Pada kadar tertentu, idiotip dari antiboditersebut
akan bertindak sebagai
stimulus imunogenik yang mengakibatkan terbentuknya anti-idiotip. Dasar reaksi ini
sebenarnya belum jelas karena merupakan kontradiksi dari self tolerance. Tetapi fakta
memang membuktikan adanya limfosit yang dapat mengenal dan bereaksi dengan idiotip
antibodi, karena ada limfosit yang mempunyai reseptor untuk idiotip ini. Anti-idiotip yang
terbentukjuga
mempunyai idiotip hingga akanmerangsang
terbentuknya anti-idiotip, dan
seterusnya.
Pada binatang adanya anti-idiotip ini terlihat pada waktu fase respons imun mulai
menurun. Anti-idiotip yang terbentuk dengan sendirinya mirip antigen asal, karena itu
dinamakan internal image dari antigen asal. Tetapi adanya antibodi anti-idiotip ini pada
respons imun yang normal tidak akan merangsang kembali terjadinya antibodi terhadap
antigen asal. Terbencuknya anti-idiotip berturut-turut mengakibatkan jumlah antibodi
makin lama makin berkurang. Dapat dipersamakan seperti bat yang jatuh ke dalam
air dan menimbulkan gelembung air yang makin lama makin menghilang. Regulasi
Gambar 3-4. Regulasi sel B yang bergantung pada bagian Fc antibodi.(Dikutip dengan modifikasi dari Roitt 1985)
Respon lmun
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
32/501
melalui pembentukan anti-idiotip adalah regulasi untuk menurunkan respons imun (down
regulation) yang dikenal sebagai jaringan imunoregulator dari Jerne (1974).
Regulasi oleh sel T supresor (Ts)
Dalam tubuh kita terdapat limfosit yang dapat meregulasi limfosit lainnya untukmeningkatkan fungsinya yang dinamakan sel helper (Th = CD4 . Selain itu terdapat
juga limfosit yang menekan respons imun yang teqadi secara spesifik yang dinamakan selT
supresor (Ts CD8 .Sel Ts dapat juga diaktifkan pada respons imun normal dengan tujuan
mencegah respons imun yang tak terkendali. Bagaimana cara sel Ts melakukan tugasnya
belumlah jelas, tetapi secara in vitro dapat diketahui bahwa pada aktivasi sel Ts akan
dilepaskan faktor spesifik yang akan menekan respons imun yang sedang berlangsung.
Sel Ts dapat diaktifkan melalui tiga cara, yaitu 1) oleh antigen yang merangsang
respons imun itu sendiri. Antigen merangsang CD4 yang 2H4+ 4B4- untuk mengeluarkan
faktor supresi antigen spesifik yang akan merangsang sel Ts untuk menekan sel efektor, 2)oleh antigen yang mengadakan bndging antara sel Ts dengan sel limfosit lainnya, seperti sel
Bda n sel Th, sehingga Ts menekan aktivasi sel B dan sel Th, 3) oleh sel B atau sel Th yang
mempunyai reseptor idiorip dari idiotip sel Ts, sehingga sel Ts menekan aktivasi sel B dan
selTh
DAFTAR PUST K
1. Bellanti A. Immunology 111 Philadelphia: WB Saunders Company, 1985.
2.AbbaseAK Lichtman. Cellular and Molekular Immunology. Edisi ke-5. Philadelphia: ElsevierSaunders,
2095
3. Roitt I,Brostoff J, Male D. Immunology. Edisi Ke-6. Edinburg; Mosby, 2001.
4. Cruse JM, LewisRE. Atlas of Immunology. USA. CRC-Springer Verlag. 1999.
uku Ajar Alergi lrnunologi Anak
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
33/501
Imunitas Non Spesifik
Zakiudin Munasir Nia Kurniati
Semua organisme nlultiselular (termasuk tumbuhan, invertebrata, dan vertebrata)
memiliki mekanisme intrinsik sebagai pertahanan terhadap mikroorganisme.
Mekanisme pertahanan ini disebut sebagai imunitas non spesifik (disebut juga
imunitas alamiah) dan bersifat selalu siap untuk mengenali dan mengeliminasi mikroba.
Imunitas non spesifik tidak bereaksi terhadap bahan-bahan non mikroba. Imunitas non
spesifik berbeda dengan imunitas spesifik yang harus distimulasi dan beradaptasi terlebih
dahulu sebelum menjadi efektif untuk melawan mikroba.
Imunitas non spesifik merupakan mekanisme pertahanan yang kuat dan bekerja
sebelum imunitas spesifik teraktivasi. Mekanisme ini juga memberikan instruksi terhadap
imunitas spesifik untuk berespons terhadap berbagai jenis mikroba secara efektif. Sebaliknya,
imunitas spesifik juga seringkali menggunakan mekanisme imunitas non spesifik untuk
menghancurkan mikroba. Jadi, terdapat hubungan timbal balik antara kedua mekanisme
ini.
PENGEIV L N IbllKROB OLEH SISTEM IMUN NON SPESlFlK
Komponen imunitas non spesifik dapat mengenali struktur tertentu (epitop) pada mikroba
(bakteri, virus, dan jamur). Struktur tersebut dirniliki oleh berbagai jenis rnikroba,
namun tidak terdapat pada sel pejamu. Contohnya, fagosit mempunyai reseptor terhadap
lipopolisakarida (LPS) bakteri, dan LPS ini tidak diproduksi oleh sel mamalia. Epitop
pada mikroba yang dikenali oleh imunitas non spesifik merupakan struktv yang penting
bagi kelangsungan hidup dan infektifitas mikroba tersebut. Sebaliknya, mikroba dapat
menghindar dari imunitas spesifik dengan cara mutasi antigen yang tidak mutlak diperlukanuntuk kelangsungan hidup mikroba. Reseptor lain pada fagosit dapat mengenali residu
manosa terminal pada glikoprotein. likoproteiri dari bakteri banyak yang mempunyai
manosa terminal, namun tidak demikian halnya pada susunan glikoprotein mamalia
yang berakhir dengan sialic acid atau N-acetylgalactosamine. Molekul pada mikroba yang
merupakan target imunitas non spesifik ini disebut sebagai rnok uh patterns, sedangkan
reseptor pada komponen imunitas non spesifik yang mengenali struktur ini disebut pattern
recognition receptors.
lmunitasNon pesifik
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
34/501
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
35/501
subunit lectin yang disebut NKG2. Reseptor KIR mempunyai struktur yang homolog dengan
imunoglobulin. Kedua jenis reseptor inhibisi ini mengandung domams structuralmotifs
di
sitoplasmanya
yangdinamakan immunoreceptor tyrosine-based inhibitory motif ITIM) yang
akan mengalami fosforilasi ke residutirosin
ketika reseptor berikatan dengan MHC kelas I,
kemudian lTIM tersebut mengaktivasi protein dalam sitoplasma yaitu tyrosine phosphatase.
Fosfatase ini akan menghilangkan fosfat dari residu tirosin dalam molekul sinyal (signalingmolecules),akibatnya aktivasi sel NK terhambat. Oleh sebab itu, kenka reseptor inhibisi sel
NK bertemu dengan MHC, sel NK nlenjadi tidak aktif.
Berbagai virus mempunyai mekanisme untuk menghambat ekspresi MHC kelas
I padasel
yang terinfeksi, sehingga virustersebut
terhindar dari pemusnahan olehsel
T
sitotoksik CD8+.Jikaha1
ini terjadi, reseptor inhibisi sel NK tidak teraktivasi sehingga sel
NK akan membunuh sel yang terinfeksi virus. Kemampuan sel NK untuk mengatasi infeksi
ditingkatkan oleh sitokin yang diproduksi makrofag, diantaranya interleukin-12 (IL-12).
Sel NK juga mengekspresikan reseptor untuk fragmen Fc dari berbagai antibodi IgG. Guna
reseptor ini adalah untuk berikatan dengan sel yang telah diselubungi antibodiantibody-
mediated humoral immunity).
Setelah
sel NK teraktivasi, sel ini bekerja dengan 2 cara. Pertama, protein dalam
granula sitoplasma sel NK dilepaskan menuju sel yang terinfeksi, yang mengakibatkan
timbulnya lubang di membran plasma sel terinfeksi dan menyebabkan apoptosis. Mekanisme
sitolitik oleh sel NK serupa dengan mekanisme yang digunakan oleh selT sitotoksik. Hasil
Gambar 4 1. Hubungan makrofag dansel
NK.Dikutip dengan modifikasi dari Sompayrac L, 2003)
lmunitas Non pesifik
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
36/501
akhir dari reaksi ini adalah sel NK membunuh sel pejamu yang terinfeksi. Cara kerja yang
kedua yaitu sel NK mensintesis dan mensekresi interferon-y (1FN.y) yang akan mengaktivasi
makrofag. Sel NK dan makrofag bekerja sama dalam memusnahkan mikroba intraselular:
makrofag memakan mikroba dan mensekresi IL-12, kemudian IL-12 mengaktivasi sel
NK untuk mensekresi IFN-y, dan IFN-y akan mengaktivasi makrofag untuk membunuh
mikroba yang sudah dimakan tersebut (lihat Gambar 4-1).Tubuh menggunakan selTsitotoksik untuk mengenali antigen virus yang ditunjukkan
oleh MHC, virus menghambat ekspresi MHC, dan sel NK akan berespons pada keadaan
dimana tidak ada MHC. Pihak mana yang lebih unggul akan menentukan hasil akhir dari
infeksi.
4. Sistem komplemen
Sistem komplemen merupakan sekumpulan protein dalam sirkulasi yang penting dalam
pertahanan terhadap mikroba. Banyak protein komplemen merupakan enzim proteolitik.
Aktivasi komplemen membutuhkan aktivasi bertahap enzim-enzim ini yang dinamakanenzymatic cascade.
Aktivasi komplemen terdiri dari 3 jalur yaitu jalur alternatif, jalur klasik, dan jalur
lektin. Jd u r a lt ema t if dipicu ketika protein komplemen diaktivasi di permukaan mikroba
dan tidak dapat dikontrol karena mikroba tidak mempunyai protein pengatur komplemen
(protein ini terdapat pada sel host). Jalur ini merupakan komponen imunitas non spesifik.
Jalur.klasik dipicu setelah antibodi berikatan dengan mikroba atau antigen lain. Jalur ini
merupakan komponen humoral pada imunitas spesifik. Jalur lektin teraktivasi ketika suatu
protein plasma yaitu lektin pengikat manosa (mannose-binding lectin) berikatan dengan
manosa di permukaan mikroba. Lektin tersebut akan mengaktivasi protein pada jalur klasik,
tetapi karena aktivasinya tidak membutuhkan antibodi maka jalur lektin dianggap sebagai
bagian dari imunitas non spesifik. Ketiga jalur aktivasi komplemen di atas berbeda pada
cara dimulainya, tetapi tahap selanjutnya dan hasil akhirnya adalah sama.
Protein komplemen yang teraktivasi berfungsi sebagai enzim proteolitik untuk
memecah protein komplemen lainnya. Bagian terpenting dari komplemen adalah C3 yang
akan dipecah oleh enzim proteolitik pada awal reaksi complement cascade menjadi C3a dan
C3b. Fragmen C3b akan berikatan dengan mikroba dan mengaktivasi reaksi selanjutnya.
Sistem komplemen mempunyai3 fungsi sebagai mekanisme pertahanan. Pertama, C3bmenyelubungi mikroba sehingga mempermudah mikroba berikatan dengan fagosit (melalui
reseptor C3b pada fagosit). Kedua, hasil pemecahan komplemen bersifat kemoatraktan
untuk neutrofil dan monosit, serta menyebabkan inflamasi di tempat aktivasi komplemen.
Ketiga, tahap akhir dari aktivasi komplemen berupa pembentukan membrane attack complex
(MAC) yaitu kompleks protein polimerik yang dapat menembus membran sel mikroba, lalu
membentuk lubang-lubangsehingga air dan ion akan masuk dan mengakibatkan kematian
mikroba. Sistem komplemen dibahas lebih lanjut pada Bab5.
Buku Ajar lergi lmunologiAnak
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
37/501
5. Sitokin pada imunitas non spesifik
Sebagai respons terhadap mikroba, makrofag dan sel lainnya mensekresi sitokin untuk
memperantarai reaksiselular
pada imunitas non spesifik. Sitokin merupakan protein yang
mudah larut (solubk protein), yang berfungsi untuk komunikasi antar leukosit dan antara
leukosit dengansel
lainnya. Sebagian besar dari sitokin itu disebut sebagai interleukin
denganalasan
molekultersebut
diproduksi oleh leukosit dan bekerja pada leukosit (namun
definisi ini terlalu sederhana karena sitokin juga diproduksi dan bekerja pada sel lainnya).
Pada imunitas non spesifik, sumber utama sitokin adalah makrofag yang teraktivasi oleh
mikroba. Terikatnya LPS ke reseptomya di makrofag merupakan rangsangan kuat untuk
mensekresi sitokin. Sitokin juga diproduksi pada imunitasselular
dengan sumber utamanya
adalahsel
T helperTH).
Sitokin diproduksi dalam jumlah kecil sebagai respons terhadap stimulus ekstemal
(misalnya mikroba). Sitokin ini kemudian berikatan dengan reseptor di sel target. Sebagian
besar sitokin bekerja pada sel yang memproduksinya (autokrin) atau pada sel di sekitamya
(parakrin). Pada respons imun nonspesifik,banyak makrofag akan teraktivasi dan mensekresisejumlah besar sitokin yang dapat bekerja jauh dari tempat sekresinya (endokrin).
Sitokin pada imunitas non spesifik mempunyai bermacam-macam fungsi, misalnya
TN IL-1 dan kemokin berperan dalam penarikan neutrofil dan monosit ke tempat infeksi.
Pada konsentrasi tinggi, TNF menimbulkan trombosis dan menurunkan tekanan darah
sebagai akibat dari kontraktilitas miokardium yang berkurang danvasodiiatas i.
Infeksi
bakteri Gram negatifyanghebat
dan luas dapat menyebabkansyok septik. Manifestasiklinis
dan patologis dari syok septik disebabkan oleh kadar TNF yang sangat tinggi yang diproduksi
oleh makrofag sebagai respons terhadap LPS bakteri. Makrofag juga memproduksiI L 1 2
sebagai respons terhadap LPS dan mikroba yang difagosit. PeranL
12 adalah mengaktivasisel NK yang akan menghasilkan IFN-y. Pada infeksi virus, makrofag dan sel yang terinfeksi
memproduksi interferon (IFN) tipe I. Interferon ini menghambatreplikasi
virus dan
mencegah penyebaran infeksi kesel
yang belum terkena.
6. Protein plasma lainnya pada imunitas non spesifik
Berbagai protein plasma diperlukan untuk membantu komplemen pada pertahanan
melawan infeksi. Mannose-binding lectin (MBL) di plasma bekerja dengan cara mengenali
karbohidrat pada glikoproteinpemukaan
mikroba dan menyelubungi mikroba untuk
mempermudah fagositosis, atau mengaktivasi komplemen melalui jalur lectin. Protein
MBL ini termasuk dalam golongan protein collectin yang homolog dengan kolagen serta
mempunyai bagian pengikat karbohidrat (lectin). Surfaktan hi paru-paru juga tergolong
dalam collectin dan berfungsi melindungi saluran napas dari infeksi. C-reactive protein (CRP)
terikat ke fosforilkolin di mikroba dan menyelubungi mikroba tersebut untuk difagosit
(melalui reseptor CRP pada makrofag). Kadar berbagai protein plasma ini akan meningkat
cepat pada infeksi. Hal ini disebut sebagai respons fase akut (acute phase response).
Cara kerja responsimun
non spesifik dapatbervariasi
tergantung dari jenis rnikroba.
Bakteri ekstraselular dan jamur dimusnahkan olehfagosit,
sistem komplemen, dan protein
lmunitas Non pesifik 23
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
38/501
Gambar
4-2. Aktivasisel
T oleh APC.Dikutip
dengan modifikasi dari Sompayrac, 2003)
fase akut. Sedangkan pertahanan terhadap bakteri intraselular dan virus diperantarai oleh
fagositdan sel NK, serta sitokin sebagai sarana penghubung fagositdan sel NK.
PENGHINDARAN MIKROBA DARl IMUNITAS NON SPESIFIK
Mikroba patogen dapat mengubah din menjadi resisten terhadap imunitas non spesifik
sehinggadapat memasuki sel pejamu. Beberapa bakteri intraselular tidak dapat didestruksi di
dalam fagosit. ysteria mono ytogenes menghasilkan suatu protein yang membuamya lepas dari
vesikel fagosit dan masuk ke sitoplasma sel fagosit. Dinding sel Mycobacteriummengandung
suatu lipid yang akan menghambat penggabungan fagosom dengan lisosom. Berbagai mikrobalain mempunyaidindingsel yang tahan terhadap komplemen. Mekanisme ini digunakan juga
oleh mikroba untuk melawan mekanisme efektor pada imunitas selular dan humoral.
PERAN
IMUNITAS NON SPESIFIK DALAMMENSTlMULASl
RESPONSIMUN SPESIFIK
Selain mekanisme di atas imunitas non spesifik berfungsi juga untuk menstimulasi imunitas
spesifik. Respons imun non spesifik menghasilkan suatu molekul yang bersama-sama dengan
antigen akan mengaktivasi limfositT dan B. Aktivasi limfosit yang spesifik terhadap suatu
antigen membutuhkan 2 sinyal; sinyal pertama adalah antigen itu sendiri, sedangkan pada
mikroba, respons imun non spesifik terhadap mikroba, dan sel pejamu yang rusak akibat
mikroba merupakan sinyal kedua. Adanya "sinyal kedua" ini memastikan bahwa limfosit
hanya berespons terhadap agen infeksius, dan tidak berespons terhadap bahan-bahan
non mikroba. Pada vaksinasi, respons imun spesifik dapat dirangsang oleh antigen, tanpa
adanya mikroba. Dalam ha1 ini, pemberian antigen harus disertai dengan bahan tertentu
yang disebut adjuvant. Adjuvant akan merangsang respons imun non spesifik seperti halnya
mikroba. Sebagian besar adjuvant yang poten merupakan produk dari mikroba.
24Buku
Ajar Alergilmunologi
Anak
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
39/501
Gambar 4 3. Sekresi 11-12 oleh makrofag.(Dikutip dengan rnodifikasi dari Sompayrac, 2003)
Mikroba dan IFN-y yang dihasilkan oleh sel NK akan merangsang sel dendrit dan
makrofag untuk memproduksi 2 jenis "sinyal kedua" pengaktivasi limfositT. Pertama, sel
dendrit dan makrofag mengekspresikan petanda permukaan yang disebut ko-stimulator.Ko
stimulator ini berikatan dengan reseptor pada selT naif, kemudian bersama-sama dengan
mekanisme pengenalan antigen akan mengaktivasi sel T (lihat Gambar 4-2). Kedua, seldendrit dan makrofag mensekresi IL-12. Interleukin ini merangsang diferensiasi sel T naif
menjadi sel efektor pada imunitas selular (lihat Gambar 4-3).
Mikroba di dalam t a r ah mengaktivasi sistem komplemen melalui jalur altematif.
Pada aktivasi komplemen, diproduksi C3d yang akan berikatan dengan mikroba. Padasaat limfosit B mengenali antigen mikroba melalui reseptornya, sel B juga mengenali C3d
yang terikat pada mikroba melalui reseptor terhadap C3d. Kombinasi pengenalan ini
rnengakibatkan diferensiasi sel B menjadi sel plasma. Dalam ha1 ini, produk komplemen
berfungsi
sebagai "sinyal kedua" pada respons irnunhumoral.
Contoh-contoh di atas menunjukkan pentingnya "sinyal kedua" karena sinyal ini
tidak hanya rnenstimulasi imunitas spesifik namun juga mengatur respons yang akan timbul.
Jenis mikroba yang berbeda-beda akan merangsang respons imun non spesifik yang berbeda
beda pula, yang kemudian akanmerangsang
respons imun spesifik yang paling sesuai untuk
mengatasi jenis mikroba tersebut.
lmunitas Non pesifik
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
40/501
Bab 5
Sistem Komplemen
EM Dadi uyoko
Komplemen yang biasanya disingkat dengan C adalah suatu faktor berupa protein
yang terdapat di dalam serum. Seperti namanya, complement berarti tambahan.
Faktor ini perlu ditambahkan dalam reaksi antigen dan antibodi, agar terjadi lisis
antigen. Sistem komplemen adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat kompleks
protein yang satu denganlainnya sangat
berbeda. Pada kedaan normal komplemen beredar
di sirkulasi. darah dalam keadaan tidak aktif yang setiap saat dapat diaktifkan melalui dua
jalur yang tidak tergantung satu dengan yang lain, disebut jalur klasik dan jalur alternatif.
Aktivasi sistem komplemen menyebabkan interaksi berantai yang menghasilkan
berbagai substansi biologik aktif yang diakhiri dengan lisisnya membran sel antigen.
Aktivasi sistem komplementersebut
selain bermanfaat bagi pertahanan tubuh, sebaliknya
juga dapat membahayakan bahkan mengakibatkan kematian, hingga efeknya disebut
seperti pisau bermata dua. Bila aktivasi komplemen akibat endapan kompleks antigen-
antibodi pada jaringan berlangsung terus-menerus, akan terjadi kerusakan jaringan dan
dapat menimbulkan penyakit.
Makalah iniditulis
dengan tujuan agar pengertian mengenai komplemen dapat lebih
dihayati, baik dalam fungsinya sebagai salah satu mekanisme pertahanan tubuh, maupun
keterlihatannya dalam berbagai penyakit.
KONlPONElV KOMPLEMEN
Unsurpokok sisrem
komplemen diwujudkan oleh sekumpulan komponen protein yang
terdapat di dalam serum. Protein-protein ini dapat dibagi menjadi protein fungsional yang
menggambarkanelemen
dari berbagai jalur, dan protein pengatur yang menunjukkan fungsi
pengendalian.
Komplemen sebagian besar disintesis di dalamhepar
olehsel
hepatosit, dan juga
oleh sel fagosit mononuklear yang berada dalam sirkulasi darah. KomplemenC juga dapat
di sintesis oleh sel epitel lain di luar hepar. Komplemen yang dihasilkan oleh sel fagosit
mononuklear terutama akan disintesis di tempat dan waktu terjadinya aktivasi.
Sebagian dari komponen protein komplemen diberi nama dengan huruf C:CLq
Clr,
CIS C2, C3, C4 C5 C6, C7, C8 dan C9 berurutan sesuai dengan urutan penemuan unit
tersebut, bukanmenurut cara
kerjanya
26 Buku Ajar lergi lmunologi Anak
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
41/501
abel5-1. Berbagai protein dalarn sistern komplernen
(Dikutip dari Bellanti, 1985)
Komponen C3 mernpunyai fungsi sangat penting pada aktivasi komplemen, baik
melalui jalur klasik maupun jalur altematif. Konsentrasi C3 jauh lebih besar dibandingkan
dengan fraksi lainnya, ha1 ini menempatkan C3 pada kedudukan yang penting dalam
pengukuran kadar komplernen di dalam serum. Penurunan kadar C3di dalam serum dapat
dianggap menggambarkan keadaan konsentrasi komplemen yang menurun Juga penurunan
kadar C3 saja dapat dipakai sebagai gambaran adanya aktivasi pada sistem komplemen.
KTlV Sl KOMPLEMEN
Sistern kolnplelnek dapat diaktifkan melalui dua jalur, yaitu jalur klasik dan jalur alternatif.
Aktivasi tersebut melalui suatu proses enzimatik yang te ad i secara berantai, berarti produk
yang timbul pada satu reaksi akan rnerupakan enzim untuk reaksi berikutnya. Caranya
i a l a l~dengan mepaskan sebagian atau mengubah bangunan kompleks protein tersebut
(pro enzim) yang tidak aktif rnenjadi bentuk aktif (enzim). Satu molekul enzim yang aktif
mampu mengakibatkan banyak molekul komplernen berikutnya. Cara keija semacam ini
disebut the one hit theory.
istern
omplemen 27
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
42/501
Secara garisbesar aktivasi komplemen baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif
terdiri atas tiga mekanisme, a) pengenalan dan pencetusan, b) penguatan (amplifikasi),dan c)
pengakhiran ke rja berantai dan terjadinyalisis serta
penghancuran mernbransel
(mekanisme
terakhir ini seringkali juga disebut kompleks serangan membran) (lihat Gambar 5-1 .
Aktivasi jalur klasik dicetuskan dengan berikatannyaC1
dan kompleksantigen-
antibodi, sedangkan aktivasi jalur altematif dimulai dengan adanya ikatan antara C3b
dengan berbagai zat aktivator seperti dinding sel bakteri. Kedua jalur bertemu dan memacu
terbentuknya jalur serangan membran yang akan mengkibatkan lisisinyadinding sel
antigen
(lihat Gambar 5-2).
Aktivasi komplemen jalur klasik
Seperti telah disebutkan diatas, aktivasi komplemen melalui jalur klasik atau disebut pula
jalur intrinsik, dibagi menjadi 3 tahap.
Tahap pengenalan dan pencetusan
Pada tahap ini teqadi aktivasi C1. Komponen C1 terdiri atas tiga subunit, Clq, C l r dan Cls.
Perubahan sterik antibodi oleh antigen memungkinkan Cl q untuk melekat pada fragmen
Fc antibodi tersebut. Perlekatan ini membuat Clq menjadi aktif yang selanjutnya merubah
proenzim Cl r menjadi enzim yang aktif.Enzim
Cls dari bentuk pro-esterase kemudian
Saronganmembran
I
I
I
I
I
,
I
I
eaksl oklmla
-
- Ltlvltas
anzlm
Gambar 5-1. Skema aktivasi komplernen.(Dikutip dengan modifikasi dari JA Bellanti, 1985)
Buku Ajar Alergi munologi Anak
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
43/501
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
44/501
Tahap serangan membran
Tahap ini merupakan pengakhiran kerja berantai dan terjadi lisis serta penghancuran
membran sel (aktivasiC5,C6, C7, C8dan C9). C3 peptidase atau disebut juga C5 konvertase
C4b2b3b),akan memecah C5 menjadi C5a dan C5b. Fragmen C5b inilah yang merupakan
titik tolak penghancuran serta lisis membran sel, sedangkan C5a bersama dengan C4a dan
C3a berada bebas di dalam serum. Fragrnen C5b akan mengaktivasi C6 dan C7 membentukC567 yang kemudian melekat pada permukaan membran sel. Tiap kompleks C567 akan
mengikat molekul C8, yang kemudian mengikat lagi 6 molekul C9. Dengan melekatnya
komponen-komponen tersebut pada permukaan membran sel akan terbentuk saluran-
saluran pada lapisan fosfolipid permukaan membran sel sehingga terjadi lisis osmotik.
Aktivasi komplemen jalur alternatif
Aktivasi jalur altematif atau disebut pula jalur properdin, terjadi tanpa melalui tiga reaksi
pertama yang terdapat pada jalur klasik C1 ,C4 dan C2) dan juga tidak memerlukanantibodi IgG dan IgM.
Pada keadaan normal ikatan tioester pada C3 diaktiflcan terus menerus dalam jumlah
yang sedikit baik melalui reaksi dengan HZ02 ataupun dengan sisa enzim proteolitik yang
terdapat sedikit di dalam plasma. Komplemen C3 dipecah menjadi fragmen C3a dan C3b.
Fragmen C3b bersama dengan ion Mg++dan faktor B membentuk C3bB. Fragmen C3bB
diaktifkan oleh faktor D menjadi C3bBb yang aktif (C3 konvertase) (Lihat Gambar 5-2).
Pada keadaan normal reaksi ini bejalan terus dalam jumlah kecil sehingga tidak terjadi
aktivasi komplemen selanjutnya. Lagi pula C3b dapat diinaktivasi oleh faktor H dan faktor
I menjadi iC3b, dan selanjutnya dengan pengaruh tripsin zat yang sudah tidak aktif inidapat dilarutkan dalam plasma (lihat Gambar 5-3 ) .
Tetapi bila padasuatu saat ada bahan atau zat yangdapat mengikatdanmelindungiC3b
dan menstabilkan C3bBb sehingga jumlahnya menjadi banyak, maka C3b yang terbentuk
dari pemecahan C3 menjadi banyak pula, dan terjadilah aktivasi komplemen selanjutnya.
Bahan atau zat tersebut dapat berupa mikroorganisme, polisakarida (endotoksin, zimosan),
dan bisa ular. Aktivasi komplemen melalui cara ini dinamakan aktivasi jalur alternatif.
Antibodi yang tidak dapat mengaktivasi jalur klasik misalnya IgG4, IgA2 dan IgE juga
dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif.
Jalur altematif mulai dapat diaktifkan bila molekul C3b menempel pada sel sasaran.
Dengan menempelnya C3b pada permukaan sel sasaran tersebut, maka aktivasi jalur
altematif dimulai; enzim pada permukaan C3Bb akan lebih diaktitkan, untuk selanjutnya
akan mengaktifkan C3 dalam jumlah yang besar dan akan menghasilkan C3a dan C3b
dalam jumlah yang besar pula. Pada reaksi awal ini suatu protein lain, properdin dapat ikut
beraksi menstabilkan C3Bb; oleh karena itu seringkali jalur ini juga disebut sebagai jalur
properdin. Juga oleh proses aktivasi ini C3b akan terlindungi dari proses penghancuran oleh
faktor H dan faktor I.
uku Ajar Alergi lmunologi Anak
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
45/501
Gambar 5-3. Antisipari jalur alternatif rnekanisme kontrol oleh faktor H dan I.Dikutip dengan modifikasi dari MRoitt, 1988)
Tahap akhir jalur alternatif adalah aktivasi yang terjadi setelah lingkaran aktivasi
C3. C3b yang dihasilkan dalam jumlah besar akan berikatan pada permukaan membran
sel. Komplemen C5 akan berikatan dengan C3b yang berada pada permukaan membran seldan selanjutnya oleh fragmen C3bBb yang aktif akan dipecah menjadi C5a dan C5b. Reaksi
selanjutnya seperti yang terjadi pada jalur altematif kompleks serangan membran).
Reseptor fragmen komplemen
Banyak
aktivitas dari sistem komplemen yang diperantarai dengan terikatnya fragmen
komplemen pada reseptor spesifik yang terdapat pada permukaan beberapaj nis
sel.
Reseptor spesifik ini dapatdibagi
dalam 3 jenisfungsi,
(a) reseptor untukfragmen
C3 pada
permukaan membran sel saat terjadi proses aktivasi, (b) reseptor untuk fragmen C3a danC5a (anafilatoksin), yang nlenyebabkan reaksi inflamasi pada aktivitas komplemen, (c)
reseptor yang meregulasi aktivasi komplemen dengan berikatan pada fragmen komplemen
sehingga menghambat fungsinya. Reseptor untuk fragmen C3 adalah yang terpenting dan
akan dibicarakan secaraLebih mendalam
padatulisan
ini.
Reseptor komplemen tipe 1 CRI, reseptor C3b)
Reseptor ini mempunyai daya afinitas yang sangat kuat dengan fragmen komplemen C3b
danC4b.
Reseptor ini terdapat pada berbagaisel
terutama pada eritrosit, neutrofil, makrofag,
Sistem
Komplemen
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
46/501
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
47/501
terhadap infeksi bakteri danjanlur
secara sistemik Fagositosis ini juga lebih meningkat
bilamana bakteri selain berikatan dengan komplemen juga berikatan dengan antibodi
IgG atau IgM. Melekatnya antibodi dan fragmen komplemen pada reseptor spesifik yang
terdapat pada sel fagosit tidak hanya menyebabkan opsonisasi, tetapi juga memacu untuk
terjadinya fagositosis.
Anafilaksis dan kemotaksis
C3a
C4a dan C5a disebut anafilatoksin oleh karena dapat memacusel
mast dan sel basofil
untuk melepaskan mediator kimia yang dapat meningkatkan permeabilitas dan kontraksi
otot polos vaskular. Reseptor C3a dan C4a terdapat pada permukaan sel mast, sel basofil,
otot polos dan limfosit. Reseptor C5a terdapat pada permukaan sel mast, basofil, netrofil,
monosit makrofag, dan sel endotelium.
Melekatnya anafilatoksin pada reseptor yang terdapat pada otot polos menyebabkan
kontraksi otot polos tersebut. Untuk mekanisme ini C5a adalah yang palingpoten
dan C4a
adalah yang paling lemah.
C5a juga mempunyai sifat yang tidak dimiliki oleh C3a dan C4a; oleh karena C5a juga
mempunyai reseptor yang spesifik pada permukaan sel-selfagosit
makaC5a
dapatmenarik
sel-sel fagosit tersebut bergerak ke tempat mikroorganisme, benda asing atau jaringan
yang rusak; proses ini disebut kemotaksis. Jugasetelah
melekat C5a dapat merangsang
metabolisme oksidatif dari sel fagosit tersebut sehingga dapat meningkatkan daya untuk
memusnahkan mikroorganisme atau benda asingtersebut
Proses peradanganKombinasi dari semua fungsi yangtersebut
diatas
mengakibatkan terkumpulnya sel-sel
dan serum protein yang diperlukan untuk terjadinya proses dalam rangka memusnahkan
mikroorganisme atau benda asing tersebut; proses ini disebut peradangan
Pelarutan dan eliminasi kompleks imun
Kompleks imun dalam jumlah kecil selalu terbentuk dalam sirkulasi, dan dapat meningkat
secara dramatis bilamana terdapat peningkatan antigen. Kompleks imun ini bilamana
berlebihan dapat membahayakan oleh karena dapat mengendap padadinding
pembuluh
darah, mengaktivasi komplemen dan menimbulkan kerusakan jaringan. Pembentukankompleks imun bilamana berlebihan, tidak hanya membutuhkan Fab dari imunoglobulin
tetapi juga interaksi dengan Fc. Oleh karena itu pengikatan komplemen pada Fc
immunoglobulin suatu kompleks imun dapat menlbuat ikatan antigen-antibodi yang sudah
terbentuk menjadi lemah.
Untuk menetralkan terbentuknya kompleks imun yang berlebihan ini, sistem
komplemen dapat meningkatkan fungsi fagosit. Fungsi ini terutama oleh reseptor yang
terdapat pada permukaan eritrosit. Kompleks imun yang beredar mengaktifkan komplemen
danmengaktifian fragmen
C3b yangmenempel
pada antigen. Komplekstersebut
akan
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
48/501
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
49/501
Penghambatan C3 konvertase
Pembentukan C3 konvertase dihalnbat oleh beberapa regulator.
C4 binding protein C4bp) dan reseptor komplemen tipe 1 (CRI) dapat berikatandengan
C4b sehingga mencegah terbentuknya C4b2b (C3 konvertase). Di samping itu kedua
rebeptor ini bersama dengan membrane cofaktor protein (MCP) juga dapat meningkatkan
potensi faktor I dalam merusak C4b.Decay acceleratii~gfaktor (DAF) dapat berikatan dengan C4b sehingga mencegah
terbentulmya C4bZb.
Regulasijalur
alternatif
Jalur altematif juga di regulasi pada berbagai fase oleh beberapa protein dalam sirkulasi
maupun yang terdapat pada per~nukaanmembran.
Faktor H berkompetisi dengan faktor B dan Bb untuk berikatan dengan C3b. Juga
CR1 dan DAF dapat berikatan dengan C3b sehingga berkompetisi dengan faktor B. Denganadanya hambatan ini maka pembentukan C3 konvertase juga dapat dihambat. Faktor I,menghambat pembeiltukan C3bBb; dalam fungsinya ini faktor I dibantu oleh kofaktor H,
Tabel 5-2. Protein regulator pada aktivasi komplernen
. .
C4bp C4b , . . . - .
Protein5 . C5b 7 . . .
(Dikutipdari Bellanti, 1995)
istem omplemen
35
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
50/501
CR1
dan MCE Faktor I memecah C3b dan yang tertinggalnlelekat
pada permukaan sel
adalah inaktif C3b iC3b), yang tidak dapat membentuk C3 konvertase, selanjutnya iC3b
dipecah menjadiC3dg
dan terakhir menjadiC3d.
Sel-sel yang berbeda menunjukkan jumlah yang berbeda dari protein regulator MCP
dan C N , sehingga dapat mengontrol C3b dan pembentukan C3 konvertase. Kebanyakan
sel tubuh normal mempunyai MCP danCRI
dalam jumlah besar sehingga dapat mencegahsel
ini dari penghancuran oleh komplemen. Sebaliknya partikel asing dan mikroorganisme
tidak mempunyai MCP dan C N sehingga C3b yang berikatan pada sel tersebut tidak
dihalangi ~intulibereaksi dengan faktor Bb membentuk C3bBb yang selanjutnya dapat
mengaktifkan jalur altematif.
Regulasi kompleks serangan membran
Reaksi komplemen yang berlebihan tetap dapat dicegah pada tingkat kompleks seranganmembran bahkan
setelah
jalur klasik dan jalur altematif dapat diaktifkan. Pembentukan
kompleks serangan membran dapat dihalangi oleh protein membran yang disebu t homolo us
restriction faktorHRF) dan membrane inhibitor of reactive lysis MIRL=CD59). Insersi
kompleks serangan membran ke dalamsel
dihalangi oleh protein (vitronektin) dengan
berikatan pada C5b,6,7. Kemampuan kompleks serangan membran untuk melisis sel juga
dihambat oleh protein yang berada dalam sirkulasi yang disebut SP-40,40.
uku Ajar Alergi lmunologi Anak
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
51/501
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
52/501
Defisiensi regulator jalur alternatif yang larut (faktor H dan I) sangat jarang terjadi.
Akibat defisiensi ini C 3 akan diaktiflcan terus menerus. Gambaran klinis keadaan ini sama
dengan keadaan yang terjadi pada pasien dengan autoantibodi C3 faktor nefritik C3NeF)
yang menstabilkan C3bBb dan melindungi dari perusakan oleh faktor H. Pasien dengan
antibodi ini sering menderita glomerulonefritis yang mungkin disebabkan oleh kurang
adekwatnya pembersihan kompleks imun dari sirkulasi dan mengendap pada membranglomerulus ginjal.
Efek patologis
Walaupun telah diregulasi dengan baik, sistem komplemen yang berfungsi normal juga
dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Pada kenyataannya banyak keadaan patologis yang
berkaitan dengan infeksi bakteri berkaitan dengan efek biologik dari aktivasi komplemen.
Keadaan patologik ini dapat terjadi pads jaringan tubuh dimana proses inflamsi terjadi.
Keadaan yang paling nyata terjadi pada penyakit kompleks imun. Vaskulitis sistemikda n glomerulonephritis disebabkan oleh pengendapan kompleks imun di dinding pembuluh
darah dan glomerulus ginjal. Pada tempat pengendapan kompleks imun terjadi aktivasi
komplemen dari proses peradangan yang menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah
atau glomerulus ginjal, dengan akibat terjadinya trombosis dan kerusakan jaringan.
DAFTAR PUST K
Abbas AK Lichtman. Cellular and molecular immunology. Edisi ke-5 Philadelphia: ElsevierSaunders, 2005.
2. Brown EJ, Joiner KA Frank MM. Complement. Dalam: Paul, penyunting. fundamentalimmunology .Edisi ke-3. New York: Raven Press, 1985; 645-68.
3. Chapel H, Haeney M. Essentials of clinical immunology; edisi ke-3. Oxford: BlackwellScientific,1993; 1-32.
4. Frank MM Complement and kinin. Dalam: Stites Dl? Terr AI, penyunting. Basic and clinicalimmunology; edisi ke-7. NonvaIk: Apple ton Lange, 1991; 161-74.
5. Kunkel SL, Ward PA, CaporaJe LH. Vogel cw. The complement system. Dalam: Bellanry JA,penyunting. Immunology 111; edisi ke-3. Philadelphia: WB Saunders, 1985; 106-16.
6. Roitt IM Essential immunology; edisi ke-6. Oxford: Blackwell Scientific,2005;164-77.
Buku Ajar lergi lmunologiAnak
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
53/501
Sistem agosit
Sjawitri P iregar
Proses fagositosis adalah sebagian dari respons imun non spesifik dan yang pertama
kali mempertemukan tuan rumah dengan benda asing. Istilah endositosis lebih
umum dan mempunyai dua arti yaitu fagositosis (pencemaan partikel) dan pinositosi.
(pencernaan nonpartikel, misalnya cairan). Sel yang berfungsi menelan dan mencema
partikel atau substansi cairan disebut sel fagositik, terdiri dari sel fagosit mononuklear dan
fagosit polimorfonuklear. Sel ini pada janin berasal dari sel hematopoietik pluripotensial
yolk sac, hati, dan sumsurn tulang.
Leukosit polimorfonuklear beredar di sirkulasi yang kemudian bermigrasi ke tempat
proses inflamasi,sedangkan selmononuklear fagositselain beredar di sirkulasidan berkumpul
di tempat inflamasi juga akan menetap di jaringan. Pada manusia, fagositosis diperankan
oleh fagosit mononuklear, neutrofil, dan juga eosinofil. Sel ini sanggup mengenal benda
asing inelalui reseptor permukaan membran selnya, kemudian menelan dan mencemanya.
Selfagosit mononuklear mempunyai peranan lebih hebat daripada sel polimorfonuklear
dalam ha1 endositosis dan interaksi dengan sel limfosit T karena proses pematangan sel ini
lebih progresif dari sel induknya di sumsum tulang.
Makrofag dan monosit
Proses menelan dan mencerna mikroorganisme dalam tubuh manusia diperankan olehdua golongan sel yang disebut oleh Metchnikoff sebagai mikro- (sel polirnorfonuklear) dan
makrofag. Istilah retikuloendotelial untuk monosit dan makrofag telah diganti dengan sistem
fagosit mononuklear karena fungsi fundamental kedua sel ini adalah fagositosis. Dalam
perkembangannya sel fagosit mononuklear dan sel granulosit dipengaruhi oleh hormon.
Kedua sel ini berasal dari unit sel progenitor yang membentuk granlilosit dan
monosit (colony forming unit-granulocyte macrophage= CFU-GM). Hormon tersebut adalah
glikoprotein yang dinamakan faktor stimulasi koloni (colony stimulating factor = CSF),
seperti faktor stimulasi koloni granulosit-makrofag granulocyt macrophage colony stimukzting
Sistem agosit 39
-
8/16/2019 Buku Ajar Alergi Imunologi Anak 2 2009.pdf
54/501
factor =GM-CSF),
faktor stirnulasi koloni makrofag (macrophage colonystimtilating
factor
= M-CSF) dan interleukin-3 (IL3) yang merangsang diferensiasi sel CFU-GM menjadi
sel monoblast yang kemudian menjadi sel promonosit dansel
mieloblast menjadi sel
progranulosit. Sel promonosit dapat mengadakan endositosis tetapi daya fagositnya kurang
dibandingkan denganmonosit.
Selmonosit
lebih kecil dari prekusornya tetapi mempunyai
daya fagositosis dan mikrobisidal yang kuat. Perkembangan sen