Bubble Baby Blue.docx
-
Upload
martanta-tree -
Category
Documents
-
view
227 -
download
0
Transcript of Bubble Baby Blue.docx
Senin, 22 November 2010
TUGAS MAKALAH MATA KULIAH PENGANTAR TRANSPORTASI
SISTEM TRANSPORTASI PUBLIK DAN HUBUNGANNYA DENGAN EFISIENSI DAN
KEBERLANJUTAN LINGKUNGAN
MATA KULIAH : PENGANTAR TRANSPORTASI
SHANILA DWI NOVITASARI
0910660065
shanilashanilo.blogspot.com
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 1.1Latar Belakang
Pemanasan global merupakan sebuah fenomena yang sedang terjadi di bumi ini.
Fenomena ini pada umumnya disebabkan oleh dua hal yaitu natural caused dan human
caused. Natural caused lebih disebabkan karena umur bumi yang sudah semakin tua seiring
dengan berjalannya evolusi. Human caused merupakan penyebab yang disebabkan oleh manusia
dengan segala aktivitas dan gaya hidupnya. Dalam kenyataannya saat ini, human
caused merupakan penyebab yang paling dominan. Ada banyak hal yang mendasarinya tapi yang
paling utama adalah karena kesalahan pola pikir manusia yang konsumtif dan egosentris.
Buruknya sistem penataan kota juga memberikan sumbangsih yang besar terhadap
pemanasan global. Pola guna lahan yang tidak beraturan serta tidak bertumpu pada keselamatan
lingkungan menyebabkan adanya ketimpangan antara pembangunan fisik dengan keberlanjutan
lingkungan. Pemahaman ini pada akhirnya tidak akan menciptakan suatu pembangunan yang
berkelanjutan dimana yang dimaksud dengan berkelanjutan adalah tidak hanya dinikmati oleh
masyarakat masa kini saja namun juga generasi yang akan datang. Hal ini dikarenakan apabila
pembangunan fisik dilaksanakan terus menerus, maka kemampuan lingkungan untuk
memulihkan diri secara alami adalah terbatas sehingga nantinya lingkungan tersebut akan rusak
yang diakibatkan oleh adanya aktivitas manusia. Adanya pembangunan fisik harusnya diimbangi
dengan kebutuhan akan ruang terbuka hijau karena nantinya RTH ini yang akan membantu
mengurangi efek kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh adanya pembangunan fisik
tersebut. Jadi, pembangunan fisik dapat dikatakan sia-sia apabila tidak diimbangi dengan adanya
Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang memadai.
Adanya peraturan seperti RTRW yang mengharuskan bahwa suatu kawasan kota harus
memiliki paling tidak 30% Ruang Terbuka Hijau dari total keseluruhan lahan yang ada, agaknya
mulai ditinggalkan akhir-akhir ini. Hal ini dikarenakan banyaknya ruang terbuka hijau yang
dialihfungsikan sebagai lahan terbangun yang lebih mendatangkan nilai komersil. Namun pada
akhirnya, dampak pengalihfungsian ini juga akan dirasakan oleh masyarakat sekitar sendiri,
misalnya banjir. Lahan yang semula berfungsi sebagai resapan dan cadangan air, diubah menjadi
lahan terbangun yang kemudian menghambat peresapan air ke dalam tanah. Akibat secara makro
juga dapat dirasakan oleh masyarakat apabila semua wilayah melanggar ketentuan minimal RTH
30% tersebut, yakni perubahan iklim yang sekarang ini juga sudah dirasakan pada hampir
wilayah dunia termasuk Indonesia.
Indonesia merupakan sebuah negara yang berperan sebagai paru-paru dunia dan
berfungsi sebagai penyeimbang lingkungan. Apabila Indonesia tidak menjaga keseimbangan
lingkungannya, maka dampaknya tidak hanya dirasakan oleh internal masyarakat Indonesia itu
sendiri tetapi juga masyarakat di seluruh dunia.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh berbagai kalangan untuk mengurangi dampak dari
pemanasan global tersebut. Salah satunya adalah dengan menerapkan sistem transportasi
berkelanjutan. Hal ini didasari oleh tingginya intensitas kebutuhan manusia sebagai makhluk
sosial untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai keperluan, seperti sekolah,
bekerja, rekreasi, dll. Walaupun pada umumnya penerapan transportasi berkelanjutan ini
dipengaruhi oleh struktur suatu kawasan perkotaan, namun hal ini dapat juga berlaku sebaliknya
dimana jaringan transportasi menentukan bentuk struktur suatu kota. Pengertian dari transportasi
berkelanjutan disini adalah suatu alat yang dapat memenuhi kebutuhan manusia untuk
memindahkan keberadaan manusia itu sendiri ataupun barang. Dengan adanya penerapan ini
diharapkan dapat meminimalisir polusi udara yang kebanyakan dikarenakan adanya pembuangan
gas limbah dari suatu moda transportasi.
Adanya sebuah gagasan untuk membentuk suatu sistem pembangunan transportasi yang
berkelanjutan kemudian diikuti dengan berbagai penemuan oleh beberapa institut atau individu
dari berbagai penjuru dunia. Dari beberapa penemuan ini bahkan ada yang telah diterapkan dan
membawa banyak manfaat baik dari segi teknologi ataupun tingkat efisiensi dan tingkat
kenyamanan dalam transportasi. Jepang merupakan sebuah negara yang telah banyak
menerapkan sustainable transportation dan banyak dijadikan studi kasus khususnya dalam hal
teknologi dan pengembangan transportasi. Jepang menggunakan transportasi dimana pada moda
tersebut dapat menampung banyak penumpang dan dapat menempuh suatu jarak dalam waktu
yang sangat cepat serta menggunakan bahan bakar yang ramah
lingkungan. Shinkansencontohnya, merupakan salah satu kereta api yang terdapat di Jepang yang
menghubungkan kota-kota utama. Kereta ini digerakkan dengan tenaga listrik terpusat yang
diproduksi oleh PLTN sehingga mengurangi pencemaran dan polusi udara yang diproduksi oleh
kereta biasa yakni berupa karbondioksida (CO2). Baiknya pengelolaan sistem transportasi yang
ada di Jepang menyebabkan masyarakatnya lebih memilih untuk menggunakan sarana
transportasi umum apabila dibandingkan dengan menggunakan kendaraan pribadi. Hal ini jelas
sangat mempengaruhi kadar polusi yang terdapat di Jepang.
Bogota, Kolombia merupakan sebuah kota yang juga sukses dalam
menerapkansustainable transport nya. Hal ini berdasarkan adanya sistem bus cepat yang
dinamakan TransMilenio. Jenis transportasi ini merupakan salah satu jaringan modern yang
menghubungkan bus pada jalur khusus (busway) dan bus yang berukuran kecil (feeder).
TransMilenio ini juga dinilai sangat efisien karena dapat menampung penumpang menuju
berbagai sudut kota. Selain itu, Kota Curitiba, Brazil juga dapat dijadikan contoh dalam
berhasilnya penerapan sistem transportasi berkelanjutan. Kota ini lebih menonjolkan pada
kenyamanan transportasi umumnya yakni busway dan haltenya yang nyaman serta adanya jalur
khusus sepeda yakni sepanjang 1.500 km sehingga memberikan kenyamanan dan keamanan
tersendiri bagi pengendara sepeda. Dengan adanya peningkatan kualitas transportasi umum ini
maka masyarakat akan merasa lebih nyaman menggunakan transportasi umum dibandingkan
dengan kendaraan pribadi. Hal ini kembali pada prinsip yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
peningkatan kebutuhan akan transportasi publik akan mereduksi polusi udara secara signifikan.
Berbeda dengan negara Indonesia yang masih diklasifikasikan dalam kategori negara
berkembang, penggunaan kendaraan pribadi malah meningkat seiring dengan penambahan dan
pelebaran ruas jalan. Moda transportasi umum yang di Jepang dimanfaatkan sedemikian rupa
sehingga memberikan kenyamanan dan keamanan bagi para pemakainya, di Indonesia malah
dijadikan prioritas yang kesekian dalam tahap pembangunan. Padahal berdasarkan kasus yang
terjadi di Jepang, hal ini akan berdampak pada kondisi lingkungan yang lebih baik. Terlebih,
pergerakan manusia yang terdapat di Jakarta sebagai ibukota Indonesia tergolong cukup tinggi
sehingga apabila pembangunan lebih terkonsentrasikan pada peningkatan kualitas angkutan
umum, maka permasalahan pelik pada sistem transportasi di ibukota yakni berupa kemacetan,
akan dapat teratasi.
Namun seperti yang telah diketahui bahwa, pembangunan berupa perbaikan transportasi
di Indonesia tidaklah semudah membalikkan tangan. Rendahnya kualitas sumber daya manusia
menjadi faktor utama mengapa pembangunan dan perbaikan sistem transportasi di Indonesia
sulit terwujud. Sumber daya manusia ini dapat berasal dari pihak masyarakat maupun
pemerintah. Dari pihak masyarakat dapat berupa kurangnya perhatian dan rasa memiliki
khususnya dalam merawat dan menjaga sarana prasarana transportasi tesebut. Banyak kasus
yang dapat dijumpai di Indonesia misalnya, masyarakat mencoret-coret bus, melempari kaca
kereta dengan batu, mengotori angkutan umum seenaknya dan berbagai tindakan lain yang
akhirnya dapat mengurangi nilai keindahan dan fungsionalitas dari sarana dan prasarana
transportasi tersebut. Selain dari pihak masyarakat, peran pemerintah juga berpengaruh banyak
terhadap berhasil atau tidaknya suatu program pembangunan transportasi berkelanjutan. Sebagai
pihak yang memiliki kekuasaan penuh serta penentu kebijakan, pemerintah haruslah melakukan
kontrol dan evaluasi dalam proses pembangunan transportasi berkelanjutan tersebut. Dengan
adanya kontrol, maka segala bentuk pelanggaran dapat ditindak dengan semestinya sehingga
tidak mengganggu keberlangsungan sistem yang lain. Proses evaluasi juga sangat diperlukan
untuk mengidentifikasi adanya masalah secara lebih awal sehingga dapat menetukan langkah
antisipasi yang tepat dan masalah tersebut tidak sampai mengganggu berjalannya proses
pembangunan transportasi berkelanjutan tersebut. Adanya evaluasi secara berkala juga dapat
dijadikan parameter sebagai sukses atau tidaknya pembangunan tersebut.
Selain berbagai permasalahan kompleks yang ada, sebenarnya Indonesia juga memiliki
potensi besar untuk mendapatkan pembangunan transportasi berkelanjutan. Hal ini dikarenakan
masih kurangnya jaringan transportasi yang sistematis dan memadai dalam menghubungkan
antar kota, karena pembangunan hanya terpusat pada kawasan ibukota saja, yakni Jakarta.
Adanya pembangunan yang tidak merata ini menyebabkan adanya kesenjangan pada daerah-
daerah tertentu sehingga daerah tersebut kesulitan dalam mengembangkan potensi daerahnya.
Seperti yang kita tahu bahwa dimana terdapat jaringan jalan yang memadai, maka disitu pula
daerah akan berkembang. Hal ini menjadi bukti akan pentingnya pengaruh transportasi terhadap
perkembangan suatu kota.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Transportasi
Transportasi adalah suatu proses pemindahan melalui jalur perpindahan baik melalui
prasarana alami seperti udara, sungai, laut atau buatan manusia (man made) seperti jalan raya,
jalan rel dan jalan pipa. Objek yang diangkut dapat berupa orang ataupun barang dengan
menggunakan alat / sarana angkutan serta sistem pengaturan dan kendali tertentu yakni adanya
manajemen lalu lintas, sistem operasi, maupun prosedur perangkutan. Dalam sistem transportasi,
jalan merupakan unsur yang paling mendukung keberlangsungan sarana transportasi.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, yang dimaksud jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi
segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan
jalan kabel.
Berdasarkan Undang-Undang no. 38 tahun 2004 pasal 5, peran jalan terbagi menjadi tiga, antara
lain :
1. Sebagai bagian prasarana transportasi: mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi,
sosial, budaya, lingkungan hidup, politik, hankam, serta dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat;
2. Sebagai prasarana distribusi barang dan jasa: merupakan urat nadi kehidupan masyarakat,
bangsa dan Negara;
3. Merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan: menghubungkan dan mengikat seluruh
wilayah Republik Indonesia.
2.2 Terminologi Perangkutan
Dalam merencakanan sebuah sistem transportasi, perlu menggunakan pendekatan sistem untuk
menganalisis semua faktor yang ada hubungannya dengan permasalahan eksisting. Yang
dimaksud dengan sistem disini menurut Tamin (2000) adalah gabungan beberapa komponen atau
objek yang saling berkaitan. Dalam suatu perencanaan dibutuhkan adanya alternatif-alternatif
terbaik dalam memecahkan suatu masalah yang ada, maka dari itu terbentuklah suatu sistem
transportasi makro yang terbentuk dari beberapa sistem transportasi mikro yang masing-masing
memiliki keterkaitan dan berhubungan satu sama lain. Sistem transportasi mikro tersebut antara
lain :
a. Sistem kegiatan
b. Sistem jaringan prasarana transportasi
c. Sistem pergerakan lalulintas
d. Sistem kelembagaan
Sedangkan untuk sistem transportasi secara makro yang memiliki hubungan dengan
sistem transportasi secara mikro dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 1
Sistem
transportasi
makro
Sumber : Tamin (2000)
Dalam bukunya yang berjudul “Perencanaan dan Permodelan Transportasi”, Tamin
menjelaskan bahwa sistem kegiatan memiliki jenis kegiatan tertentu yang akan membangkitkan
pergerakan dan akan menarik pergerakan dalam proses pemenuhan kebutuhan. Sistem ini
kemudian akan membentuk pola tata guna lahan yang membutuhkan pergerakan untuk
mencapainya. Pergerakan berupa manusia atau barang tersebut akan membutuhkan sarana dan
prasarana transportasi yang kemudian akan membentuk sistem jaringan yang meliputi jalan raya,
kereta api, terminal bus dan kereta api, bandara serta pelabuhan laut. Interaksi antara sistem
kegiatan dan sistem jaringan ini akan menghasilkan sistem pergerakan baik manusia atau barang
yang sesuai dengan lingkungannya apabila diatur oleh sistem rekayasa dan manajemen lalu lintas
yang baik. Ketiga sistem tersebut terangkum dalam suatu sistem kelembagaan yang meliputi
individu, kelompok, lembaga dan instansi pemerintah serta swasta yang terlibat baik secara
langsung ataupun tidak langsung. Sistem kelembagaan di Indonesia yang mengatur ketiga sistem
lainnya tersebut adalah :
Sistem kegiatan : Bappenas, Bappeda Tingkat I dan II, Bangda, Pemda
Sistem jaringan : Departemen Perhubungan (Darat, Laut dan Udara), Bina Marga
Sistem pergerakan : DLLAJ, Organda, Polantas, masyarakat
Menurur Kadir (2006), transportasi dapat diklasifikasikan berdasarkan macam atau
jenisnya yang dapat ditinjau dari segi barang yang diangkut, segi geografis transportasi dan dari
segi teknis serta dari alat angkut yang digunakan, antara lain :
1. Klasifikasi transportasi dari segi barang yang diangkut, yiatu:
a. Angkutan umum
b. Angkutan barang
c. Angkutan pos
2. Klasifikasi transportasi dari segi geografis transportasi, yaitu:
a. Angkutan antar benua
b. Angkutan antar continental
c. Angkutan antar pulau
d. Angkutan antar kota
e. Angkutan antar daerah
f. Angkutan di dalam kota
3. Klasifikasi transportasi dari segi teknis dan alat, yaitu:
a. Angkutan jalan raya (highway transportation), seperti truk, bis, dan sedan
b. Pengangkutan rel (rail transportation), seperti kereta api, trem listrik. Pengangkutan
rel dan jalan raya disebut rail and road transportation atau land transportation
(transportasi darat)
c. Pengangkutan melalui air di pedalaman (inland transportation), seperti
pengangkutan sungai, kanal dan danau
d. Pengangkutan pipa (pipe line transportation), pengangkutan minyak, bensin dan air
minum
e. Pengangkutan laut (ocean transportation), seperti kapal laut
f. Pengangkutan udara (air transportation), seperti pesawat
2.3 Sebab Terjadinya Perangkutan
Ada berbagai macam penyebab mengapa manusia melakukan pergerakan, baik itu ditinjau dari
adanya aktivitas ekonomi, sosial, pendidikan, rekreasi dan hiburan serta kebudayaan.
1) Aktivitas Ekonomi
Manusia pada dasarnya membutuhkan pekerjaan agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang
lain, oleh karena itu manusia melakukan pergerakan menuju tempat kerja. Pergerakan yang
diakibatkan oleh aktivitas ekonomi ini memiliki pola yang disebut peek hour yakni pagi pukul
07.00-08.00, saat jam makan siang yakni pukul 12.00-13.00 serta saat pulang kerja yakni sekitar
17.00-18.00.
2) Aktivitas Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial pastilah membutuhkan manusia yang lain demi
keberlangsungan hidupnya. Oleh karena itulah manusia bepergian dari satu tempat ke tempat
yang lain demi menjalin silaturahmi mungkin dengan teman dekat atau kerabat.
3) Aktivitas Pendidikan
Sama halnya dengan aktivitas ekonomi, aktivitas ini memiliki pola yang disebut dengan jam
sibuk yang terdiri dari pagi hari yakni pukul 06.00-07.00 dan sore hari sekitar pukul 15.00-16.00.
4) Aktivitas Rekreasi dan Hiburan
Diluar rutinitas yang biasa dilakukan oleh manusia, tentunya mereka memerlukan sedikit hiburan
dan rekreasi. Pergerakan manusia menuju pusat rekreasi atau tempat-tempat perbelanjaan
khususnya pada saat musim-musim liburan.
5) Aktivitas Kebudayaan
Yang dimaksud pergerakan yang disebabkan karena adanya aktivitas kebudayaan adalah
misalnya pada saat perayaan Hari Raya Idul Fitri, biasanya masyarakat akan berbondong-
bondong melaksanakan ritual mudik ke kampung halaman. Banyak pula contoh pergerakan yang
diakibatkan oleh adanya aktivitas kebudayaan.
2.4 Fungsi Perangkutan
Ciri dasar transportasi ada empat, yaitu :
a. Multimoda
b. Multidisiplin
c. Multisektoral
d. Multimasalah
Menurut Tamin (2000) pergerakan yang dilakukan pada umumnya terbagi menjadi dua,
yakni pergerakan spasial dan pergerakan non-spasial. Pergerakan spasial meliputi pergerakan
yang dilakukan oleh manusia dan barang. Sedangkan pergerakan non-spasial diklasifikasikan
berdasarkan sebab melakukan pergerakan, waktu dan jenis sarana transportasi yang digunakan.
Pergerakan manusia didasari oleh persebaran tata guna lahan yakni industri, perkantoran,
permukiman, pemerintahan, dll. Namun guna lahan yang membawa dampak signifikan terhadap
pergerakan manusia adalah industri, perkantoran dan permukiman. Hal ini didasari oleh adanya
kebutuhan dasar manusia untuk bekerja dan bermukim untuk dapat memperoleh penghidupan
yang layak.
Adanya pola pergerakan berupa barang, kebanyakan dipengaruhi oleh adanya aktivitas produksi
dan konsumsi yang kemudian membentuk pola distribusi yang menghubungkan pusat produksi
ke daerah konsumsi. Misalnya, pengiriman bahan mentah menuju industri dan barang jadi dari
industri, serta usaha manusia untuk memperoleh barang tersebut, pasti membutuhkan baik sarana
atau prasarana transportasi. Oleh karena itu, hal ini bergantung dari adanya pola guna lahan
pertanian, industri dan permukiman.
2.5 Manfaat Perangkutan
Transportasi selain berperan sebagai prasarana bagi pergerakan manusia atau barang juga untuk
mengarahkan pembangunan. Dimana terdapat sistem transportasi yang baik, disitulah proses
pembangunan akan dilaksanakan. Hal ini dikarenakan untuk mencapai daerah tersebut, salah satu
hal yang paling signifikan adalah bagaimana mengakses daerah tersebut. Semakin rendah
kualitas dan kuantitas transportasi yang terdapat pada suatu wilayah, maka semakin rendah pula
aksesibilitas menuju dan dari daerah tersebut sehingga menyebabkan berkurangnya potensi untuk
dijadikan sebagai objek pembangunan.
Dari uraian diatas telah dijelaskan bahwa transportasi erat kaitannya dalam proses pembangunan.
Secara tidak langsung, proses pembangunan ini juga mempengaruhi sektor ekonomi Adanya
suatu fenomena yang dinamakan evolusi transportasi akan selalu berhubungan dengan kegiatan
ekonomi. Evolusi transportasi merupakan suatu perubahan signifikan baik terhadap sarana atau
prasarana transportasi itu sendiri. Seperti pada penemuan kereta api super cepat pada tahun 1964,
terciptanya jumbo jet pada tahun 1970 dan peluncuran space shuttle pada tahun 1981. Adanya
evolusi mutakhir ini meningkatkan kemudahan bagi manusia dalam melakukan segala aktivitas
dan kebutuhannya.
Transportasi juga dapat dijadikan sebagai salah satu faktor yang paling menentukan dari adanya
kegiatan produksi barang dan jasa. Pertimbangan utama dalam mendirikan suatu industri adalah
lokasi, apakah lokasi tersebut dekat atau jauh dengan pasar. Jauh atau dekatnya suatu lokasi
industri dengan pasar pastilah mempengaruhi ongkos transportasinya, dimana apabila lokasi
tersebut dekat dengan pasar maka akan mempengaruhi harga lahan yang biasanya lebih mahal
apabila dibandingkan dengan lokasi yang letaknya jauh dari pasar. Hal ini pada akhirnya akan
memberikan ‘nilai tambah’ pada produk akhir dari kegiatan produksi tersebut.
Adapun transportasi memiliki dua tipe atas dasar kebutuhannya yakni kebutuhan secara langsung
dan tidak langsung. Kebutuhan secara tidak langsung merupakan suatu pergerakan yang
ditimbulkan oleh adanya keperluan pergerakan lain, seperti pada kegiatan dan pergerakan
pergudangan. Sedangkan kebutuhan secara langsung ditimbulkan akibat adanya aktivitas
ekonomi seperti kebutuhan untuk mengakses tempat kerja yang menyebabkan adanya
alur commuting antara tempat tinggal dengan tempat bekerja. Selain itu, kebutuhan secara
langsung juga disebabkan karena adanya pergerakan barang dimana pada prosesnya
menghantarkan bahan mentah dan komponen-komponennya ke lokasi industri untuk kemudian
diolah dan menjadi barang jadi yang diangkut menuju lokasi pasar.
Adanya transportasi pada dasarnya memang bertujuan untuk memudahkan kegiatan manusia
dalam segala aspek. Salah satunya adalah aspek sosial yang memudahkan manusia untuk
berinteraksi kepada sesamanya. Pada Hari Raya Lebaran misalnya, masyarakat kebanyakan
melakukan tradisi mudik ke kampung halaman. Tentunya masyarakat membutuhkan adanya
sarana dan prasarana transportasi yang menunjang kelancaran kegiatan mudik tersebut.
2.6 Permasalahan Transportasi Perkotaan
Permasalahan yang paling mendasar dari buruknya sistem transportasi khususnya di negara
berkembang seperti Indonesia adalah kemacetan. Kemacetan ini disebabkan karena adanya
kebutuhan pergerakan yang besar baik itu berupa pergerakan orang ataupun barang, namun tidak
diimbangi dengan ketersediaan prasarana transportasi yang memadai. Selain itu, dapat juga
disebabkan karena buruknya sistem pengelolaan guna lahan yang akhirnya meningkatkan
ketergantungan manusia untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam jarak yang relatif
jauh dan menggunakan berbagai macam moda transportasi.
Kurangnya kontrol dari pemerintah juga menyebabkan lemahnya hukum yang berlaku di
Indonesia sehingga menyebabkan kesemrawutan dalam hal transportasi. Segala bentuk
pelanggaran dapat diselesaikan secara ‘damai’ yang akhirnya mengurangi kesadaran masyarakat
dalam hal disiplin berkendara. Padahal apabila peraturan tersebut dijalankan sebagaimana
mestinya dan pengendara yang melakukan kesalahan dihukum berdasarkan ketentuan yang
berlaku, maka hal tersebut akan menumbuhkan rasa jera di diri masyarakat yang akan berdampak
pada peningkatan kualitas dan kesadaran masyarakat itu sendiri.
Adanya fasilitas berupa trotoar dapat juga mengurangi intensitas ketergantungan manusia untuk
menggunakan moda transportasi dalam pergerakannya. Namun seperti yang kita ketahui keadaan
eksisting di Indonesia, banyak sekali terjadi alih fungsi trotoar, misalnya trotoar yang digunakan
sebagai prasarana bagi pedestrian, berkurang fungsinya karena dijadikan tempat mangkal
pedagang kaki lima. Adanya aktivitas yang disebabkan oleh adanya pedagang kaki lima ini pada
awalnya akan menurunkan kualitas dan fungsi dari trotoar itu sendiri. Misalnya apabila terdapat
trotoar dengan panjang tiga meter, apabila terdapat pedagang yang berjualan di sepanjang trotoar
tersebut, maka efektivitas dari trotoar itu sendiri dapat berkurang hingga 50% dari kemampuan
awalnya atau dalam hal ini hanya menyediakan 1,5 meter ruang bagi pejalan kaki. Belum lagi
ditambah dengan berkurangnya kenyamanan yang dirasakan oleh pejalan kaki, yang akhirnya
memilih untuk menggunakan mobil atau motor dalam melakukan pergerakan baik itu dalam
jarak yang relatif dekat atau jauh, karena dinilai lebih nyaman dan aman.
Selain pedestrian, ada juga pilihan bagi manusia untuk melakukan perpindahan antara lain
dengan menggunakan sarana transportasi umum. Adanya busway di Jakarta, agaknya
menurunkan intensitas kemacetan walaupun tidak signifikan. Hal ini
dikarenakan busway membutuhkan jalur tersendiri untuk bergerak, yang akhirnya memakan
badan jalan dan mengurangi efektivitas jalan semula. Selain busway, angkutan umum merupakan
sarana transportasi yang terdapat hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Namun karena
kurangnya perhatian pemerintah terhadap pengelolaan angkutan umum ini, maka dalam
realisasinya tidak dapat berjalan dengan optimal. Kenyamanan dan keamanan dalam angkutan
umum masih dinilai kurang sehingga masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan
pribadi.
Ada delapan langkah yang bisa dilakukan dalam menangani permasalahan-permasalahan
transportasi yang ada di perkotaan, antara lain :
a. Mengubah teknologi transportasi
b. Mengubah teknologi informasi
c. Mengubah ciri kendaraan
d. Mengubah ciri ruas jalan
e. Mengubah konfigurasi jaringan transportasi
f. Mengubah kebijakan kelembagaan
g. Mengubah perilaku perjalanan
h. Mengubah pilihan kegiatan.
Sedangkan menurut Direktorat Transportasi – Bappenas, kebijakan yang dapat diambil
untuk mengatasi permasalahan di atas terkait dengan standar pelayanan minimal, antara lain :
a) Mengurangi backlog pemeliharaan prasarana dan sarana transportasi.
b) Meningkatkan kondisi pelayanan prasarana jalan sesuai dengan standar pelayanan minimal.
c) Meningkatkan profesionalisme SDM transportasi (petugas, disiplin operator dan pengguna jalan),
melalui pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta pembinaan teknis tentang
pelayanan operasional transportasi.
d) Mendukung pengembangan transportasi yang berkelanjutan dalam rangka mitigasi dan adaptasi
perubahan iklim.
e) Pembenahan manajemen transportasi umum perkotaan.
f) Meningkatkan kemampuan dan kecepatan tindak awal pencarian dan penyelamatan (SAR)
terhadap orang dan material yang hilang atau dikhawatirkan hilang, atau menghadapi bahaya
dalam pelayaran dan atau penerbangan, serta memberikan bantuan SAR dalam penanggulangan
bencana dan musibah lainnya.
Adapun kebijakan pembangunan transportasi dalam hal peningkatan daya saing sektor
riil, yakni :
a. Kebijakan untuk peningkatan kualitas dan kapasitas pelayanan transportasi guna
mendukung kelancaran distribusi barang dan jasa serta sentra-sentra produksi
pertanian dan industri.
b. Kebijakan untuk mendorong efisiensi pergerakan barang dan penumpang terutama
terkait penegakan hukum, tetribusi, penataan jaringan dan ijin trayek.
c. Kebijakan dalam hal peningkatan kuatlitas pelayanan angkutan yang lebih berdaya
saing baik antarmoda atau intermoda.
d. Kebijakan untuk mengembangkan pengadaan transportasi umum dengan harga yang
terjangkau serta memiliki nilai efisiensi yang tinggi dimana pada wilayah metropolitan
lebih dikhususkan pada rail based dan wilayah perkotaan bus based.
e. Kebijakan dalam hal pemenuhan seiring semakin berkembangnya teknologi serta
ketentuan internasional.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Sistem Transportasi di Indonesia
Sistem transportasi merupakan seluruh kesatuan dari komponen-komponen yang ada dalam
hubungannya dengan pergerakan manusia ataupun barang. Baik buruknya suatu sistem
transportasi akan berpengaruh pada pola pikir dan gaya hidup masyarakatnya. Sistem
transportasi dapat dikatakan baik apabila seluruh masyarakat mendapatkan haknya secara adil
dan merata baik itu karena mereka menggunakan kendaraan pribadi ataupun kendaraan umum.
Sebaliknya, suatu sistem transportasi dapat dikatakan buruk apabila masyarakat sudah merasa
tidak nyaman baik itu terhadap sarana ataupun prasarana transportasinya.
Salah satu kenyamanan dan hak yang harusnya didapatkan oleh pengguna jalan adalah
terciptanya kelancaran dalam berkendara. Dengan adanya kelancaran dalam berkendara secara
tidak langsung akan mereduksi jumlah polusi yang dihasilkan dibandingkan dengan jalan yang
terkena macet dimana kendaraan harus berhenti terlalu lama sehingga pembakarannya terbuang
secara percuma. Polusi inilah yang menjadi ancaman kesehatan bagi para pengendara dan
pejalan kaki, yang akhirnya dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan penurunan kualitas
udara. Polusi dapat disebabkan karena buruknya kualitas dari sarana transportasi yang umum
digunakan pada wilayah tersebut. Proses pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna
menyebabkan limbah kendaraan menjadi hitam pekat dan semakin tidak layak, khususnya pada
kendaraan yang sudah tua. Perlu adanya suatu uji emisi bagi kendaraan yang sudah tidak
memenuhi standar.
Di Indonesia, salah satu penyebab semakin parahnya polusi udara adalah kemacetan,
yang merupakan suatu hal yang wajar dijumpai khususnya di Jakarta. Banyak hal yang
menyebabkan kemacetan antara lain pertumbuhan penduduk yang tidak dapat dikendalikan,
buruknya sistem jaringan jalan, kurangnya kesadaran masyarakat untuk menumbuhkan sistem
transportasi yang berkelanjutan. Adanya pertumbuhan penduduk yang pesat khususnya di Jakarta
memiliki banyak faktor pendorong, yakni terdapat banyak sekali pusat-pusat kegiatan yang ada
di Jakarta sehingga orang-orang akan dengan mudah mengakses pusat kegiatan tersebut dan
dapat dengan mudah memenuhi kebutuhannya. Sehingga, sekalipun Jakarta
sudah overloadseperti saat ini dimana kuantitas lahan tidak lagi memenuhi untuk menampung
banyaknya penduduk, masyarakat yang tidak dapat bertempat tinggal di Jakarta akan memilih
tempat tinggal di wilayah sekitarnya, seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Adanya
penyebaran tempat tinggal di wilayah-wilayah pendukung ini, menyebabkan tingginya aktivitas
pergerakan pada saat jam-jam sibuk yakni pagi hari pada saat berangkat sekolah dan bekerja,
siang hari saat jam makan siang dan sore hari saat pulang dari kantor dan sekolah.
Dengan peningkatan volume kendaraan dari pergerakan ini, tidak ada penyeimbangan
dengan kapasitas jalannya. Dengan kapasitas jalan tetap dan volume kendaraan yang terus
bertambah seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat untuk berpindah dari satu tempat
ke tempat lain, maka tidaklah heran bahwa kemacetan menjadi hal yang wajar terjadi. Ditambah
lagi pola jaringan jalan yang terdapat di Jakarta umumnya adalah konsentris linier karena
terdapat pemusatan jalan penghubung antar kota yang kemudian menyebar secara linier menjadi
ruas-ruas jalan utama yang menghubungkan antar wilayah kawasan fungsionalnya serta
banyaknya jalan-jalan besar yang menghubungkan antar wilayah. Berbeda dengan pola jaringan
jalan grid networkseperti yang diterapkan di Manhattan, New York, Amerika Serikat, karena
dengan pola tersebut akan dapat meningkatkan aksesibilitas serta banyaknya jalan-jalan alternatif
sehingga memudahkan masyarakat untuk menuju lokasi atau pusat-pusat kegiatan dan
pelayanan. Dengan begitu, masyarakat tidak hanya berpusat pada satu ruas jalan saja yang
akhirnya akan menyebabkan penumpukan pada jam-jam sibuk tersebut.
Selain karena faktor pertumbuhan penduduk dan sistem jaringan jalan, faktor lain yang
sebenarnya merupakan faktor yang paling menentukan adalah kesadaran dari masyarakat itu
sendiri untuk menciptakan suatu sistem transportasi berkelanjutan. Mengingat buruknya sistem
transportasi yang ada sekarang ini, dibutuhkan adanya suatu inovasi untuk menciptakan
transportasi yang tidak hanya efisien dalam menampung banyaknya orang, tapi juga ramah
lingkungan. Busway sebagai salah satu sarana transportasi umum yang telah dilaksanakan dan
dapat dilihat kelebihan dan kekurangannya, merupakan salah satu usaha pemerintah dalam upaya
mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi. Selain itu, bahan
bakar buswayyang ramah lingkungan juga membantu mengurangi dampak pencemaran udara.
Namun dengan pengadaan busway yang membutuhkan lahan tersendiri untuk jalurnya, dirasa
kurang ampuh dalam mengurangi permasalahan kemacetan yang ada di Jakarta karena malah
mempersempit kapasitas jalan. Sebelum adanya busway, dengan kapasitas jalan yang lebih lebar,
kemacetan sudah terjadi, apalagi dengan penambahan jalur tersendiri bagi busway yang kapasitas
angkutnya masih lebih kecil dibandingkan dengan jumlah angkut berbagai macam moda
transportasi apabila tidak terdapat jalur busway tersebut. Hal ini tentunya dapat diantisipasi
dengan kebijakan dari pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
memanfaatkan fasilitas busway yang ada sehingga pengurangan kendaraan pribadi dapat terlihat
secara signifikan. Dengan adanya kebijakan ini maka tentunya harus disertai dengan perbaikan
kualitas, kuantitas dan pelayanan dari fasilitas busway tersebut. Misalnya dengan penambahan
moda buswayuntuk mengatasi lonjakan penumpang sehingga masyarakat tidak perlu terlalu lama
menunggu untuk dapat memanfaatkan transportasi umum tersebut. Sedangkan peningkatan
kualitasnya dapat dilakukan dengan perbaikan terminal busway dan sistem informasi
pemberhentian sehingga masyarakat dapat merasa nyaman dan efisien dalam memanfaatkannya.
Gambar 2
Antrian penumpang busway di Jakarta
Sumber : wirarespati.blogspot.com
Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat banyaknya antrian calon penumpang yang akan
menggunakan moda transportasi berupa busway ini. Membutuhkan waktu yang sangat lama
bagi busway untuk dapat mengangkut seluruh penumpang, karena daya angkut busway yang
masih terlalu kecil dan tidak adanya langkah antisipasi oleh pemerintah apabila hal seperti ini
terjadi.
Gambar 3
Rute yang Ditempuh oleh Bus TransJakarta
Sumber : id.wikipedia.org
Gambar 3 merupakan gambar yang menggambarkan sistematika rute yang dilalui oleh
busway TransJakarta, yang memiliki 7 koridor yang kesemuanya itu saling berhubungan dan
membentuk simpul.
Selain busway, kendaraan umum yang lebih banyak digunakan di daerah-daerah di
Indonesia adalah bajaj dan angkot. Bajaj merupakan kendaraan roda 3 yang dalam
pengoperasiannya sering menimbulkan suara yang gaduh dan polusi akibat proses
pembakarannya yang kurang baik. Bajaj merupakan kendaraan umum yang sudah lama terdapat
di Indonesia, namun sampai saat ini terdapat pengurangan yang signifikan di beberapa kota. Di
Kota Malang misalnya, pada tahun 1996 dan sebelumnya, bajaj masih marak dengan segala ciri
khasnya. Namun sekarang ini penampakan bajaj sudah tidak pernah diketahui dan kalaupun ada,
hanya pada beberapa daerah saja dan sangat sedikit jumlahnya. Hal ini karena polusi bajaj yang
sangat mengganggu keasrian udara perkotaan.
Sedangkan untuk kendaraan umum berupa angkot yang memiliki trayek pada rute-rute
tertentu ini dinilai masih jauh dalam memenuhi kepuasan penumpang. Hal ini dikarenakan sopir
angkot yang dalam proses mengemudinya terkesan ‘ngawur’ dan tidak mengutamakan
kenyamanan dan keamanan penumpang. Tidak jarang sopir angkot masih menaikkan penumpang
padahal di dalam angkot tersebut sudah penuh. Tidak jarang pula sopir angkot mengebut demi
mengejar setoran yang pada akhirnya akan melanggar rambu-rambu lalu lintas. Selain itu,
keberadaan angkot dianggap merugikan bagi pengendara yang lain karena kebiasaannya yang
suka berhenti mendadak tanpa memberikan lampu sign sehingga membahayakan kendaraan lain
yang berada di belakangnya.
Sepeda juga merupakan sarana transportasi yang ramah lingkungan namun dalam
realisasinya di Negara Indonesia masih kurang mendapat prioritas. Tidak terdapat jalur yang
dikhususkan untuk pengguna sepeda sehingga apabila mereka menggunakan jalanan sebagai
jalurnya, maka tingkat keamanannya jelas akan berkurang. Terlebih lagisepeda merupakan moda
transportasi yang paling kecil dan memiliki kecepatan rata-rata yang rendah sehingga harus
dibuat ‘mengalah’ kepada moda transportasi yang lebih besar seperti mobil, sepeda motor, dll.
Padahal dengan adanya sepeda, maka tidak akan terdapat polusi, sekaligus dapat juga dijadikan
sebagai kegiatan olahraga.
Busway, angkot dan bajaj merupakan sarana transportasi yang umum terdapat di
Indonesia. Selain berupa sarana transportasi yang telah disebutkan di atas, trotoar menjadi salah
satu aspek yang tidak kalah pentingnya. Ketersediaan trotoar bagi pejalan kaki di Indonesia
masih jauh dari kualitas baik. Banyak trotoar yang dialihfungsikan menjadi lahan untuk
berjualan bagi pedagang kaki lima (PKL) dan mengganggu efektivitas dari trotoar tersebut untuk
pejalan kaki. Misalnya, apabila terdapat trotoar dengan panjang 3 meter, sedangkan untuk
keperluan PKL sendiri membutuhkan 1,5 meter, maka hanya terdapat ruang sisa sebanyak 1,5
meter bagi pejalan kaki. Pejalan kaki akan merasa bahwa haknya untuk mendapat ruang merasa
dikesampingkan dan merasa tidak nyaman. Belum lagi akan dampak lain yang akan timbul
seiring dengan semakin banyaknya pedagang yang berjualan di trotoar tersebut seperti rawan
copet dan kekumuhan lingkungan yang diakibatkan oleh limbah yang dihasilkan oleh para PKL.
Indonesia tidak hanya memiliki berbagai permasalahan sistem transportasi namun ada
juga potensinya. Hanya saja, belum ada tindakan dalam rangka untuk mengembangkannya
menjadi lebih bermanfaat bagi pergerakan manusia dan barang. Seperti adanya angkutan
tradisional berupa delman yang digerakkan oleh kuda. Selain minim polusi, orang yang
memanfaatkan moda transportasi ini tidak perlu menggunakanair conditioner, yang tentunya
membawa dampak buruk bagi lingkungan, agar merasa sejuk. Limbah yang dihasilkan oleh
moda transportasi tradisional inipun hanya berupa limbah organik yaitu kotoran kuda yang dalam
pengolahannya dapat dijadikan sebagai pupuk kompos dan sebagainya.
3.2 Sistem Transportasi di Kota Bogota, Kolombia dan Penerapannya di Indonesia
Bogota merupakan ibukota dari Kolombia, layaknya Jakarta sebagai ibukota Indonesia.
Berdasarkan berita yang dilansir dalam Vivanews, awalnya kondisi Jakarta dan Bogota tidaklah
jauh berbeda, bahkan kurang lebih tujuh tahun yang lalu, Bogota merupakan salah satu dari tujuh
kawasan terkumuh dan termacet di seluruh dunia. Namun karena adanya perubahan secara
radikal yang dilakukan oleh Enrique Penalosa sebagai walikota Bogota periode 1998-2001, maka
pelayanan transportasi publik sukses dilakukan utamanya dengan pemberlakukan konsep
jaringan bus cepat (Bus Rapid Transportation / BRT) yang dinamakan Trans Millenio dan
diresmikan pada tahun 2002.
Dalam wawancara yang dilakukan oleh Vivanews pada saat kunjungan Enrique Penalosa ke
Indonesia, beliau menganggap bahwa transportasi publik sangat penting khususnya untuk
wilayah perkotaan di negara berkembang. Hal ini dikarenakan kebutuhan masyarakat akan
alternatif transportasi yang lebih baik dibandingkan dengan kendaraan pribadi. Pada dasarnya,
masyarakat berhak mendapatkan sarana transportasi yang memudahkannya untuk bergerak dari
satu tempat ke tempat lain tanpa menilai dari apakah dia menggunakan moda transportasi sepeda,
mobil, kendaraan umum, dll. Kota Bogota sama halnya dengan Jakarta yang merupakan bagian
kota dari negara berkembang dimana pusat kegiatannya berada di tengah kota atau pada bagian
kota tertentu sehingga menyebabkan adanya pergerakan yang memusat menuju ke satu arah.
Berbeda halnya dengan pola guna lahan yang terdapat di negara maju, karena disana tidak
terdapat pusat-pusat kegiatan yang berada di tengah kota karena para ahli menganggap hal
tersebut tidak akan memberikan kenyamanan bagi para pejalan kaki.
Gambar 4
Busway TransMilenio yang terdapat di Bogota Kolombia Menggunakan Sistem Gandeng
Sumber : buswatchnz.blogspot.com
Gambar 4 merupakan gambar busway TransMilenio yang terdapat di Bogota, Kolombia
dimana disana menggunakan sistem gandeng sehingga memungkinkan untuk mengangkut
penumpang secara lebih banyak.
Oleh karena permasalahan dasar berupa perbedaan guna lahan antara negara berkembang
dan negara maju ini, maka cara penanganannya pun berbeda pula. Masyarakat yang ada di
negara berkembang harus ‘dipaksa’ untuk melakukannya yakni dengan pelaksanaan sistem. Di
Bogota misalnya, disana terdapat jalan dimana pada hari-hari tertentu memang sengaja ditutup
untuk memberikan kesempatan masyarakat untuk melakukan rekreasi dengan bersepeda, atau
kegiatan-kegiatan tanpa kendaraan bermotor lainnya. Kebijakan ini dilandasi atas adanya
persamaan hak bagi tiap-tiap masyarakat, bukan hanya pemilik kendaraan bermotor saja, untuk
menikmati infrastruktur jalan yang ada.
Pentingnya transportasi publik untuk kepentingan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan ini
tentunya juga harus diimbangi dengan adanya perbaikan kualitas dari transportasi umum
tersebut. Harus ada ‘nilai tukar’ yang menjanjikan untuk meyakinkan masyarakat untuk beralih
dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. Seperti di Paris misalnya, transportasi disana
dipilih oleh masyarakat karena dirasa lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan kendaraan
pribadi. Apabila mereka memilih menggunakan kendaraan pribadi akan memakan waktu 1 jam.
Berbeda dengan apabila mereka memilih menggunakan transportasi umum yang hanya memakan
waktu 15 menit. Dengan begitu, wajar apabila masyarakat lebih memilih menggunakan
transportasi umum karena dinilai lebih efisien.
Menurut Enrique Penalosa, pengeluaran masyarakat 35% dihabiskan untuk kegiatan transportasi.
Tentu menjadi alasan yang kuat untuk mengalihkan pengeluaran sebanyak itu kepada sesuatu
yang dinilai lebih efisien. Dengan penyediaan jalur tersendiri bagi moda transportasi yang paling
sederhana yakni sepeda (ciclovias), tentunya hal ini akan memberikan banyak keuntungan bagi
masyarakat. Keuntungan yang diterima masyarakat dapat berupa penghmatan dalam pengeluaran
tersebut. Selain itu, terciptanya suatu lingkungan yang kondusif dan minim akan polusi sehingga
memperkecil resikoorang untuk terkena penyakit, khususnya gangguan pernapasan. Perlu adanya
penekanan pula dari pemerintah untuk menarik statement bahwa sepeda hanyalah moda
transportasi untuk orang miskin, karena sama halnya dengan mobil, pengguna sepeda juga harus
diperhatikan terlebih lagi berdasarkan kondisi eksisting di Jakarta sendiri dimana pengguna
sepeda seringkali terabaikan haknya.
Langkah lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah seiring dengan pembatasan penggunaan
jumlah kendaraan pribadi dapat dicontoh dari kebijakan yang telah dilakukan oleh negara-negara
maju, yakni dengan pemberlakuan pajak yang relatif besar yakni US$ 20 sehingga membuat
masyarakat untuk berpikir dua kali untuk memiliki kendaraan pribadi. Selain dengan
pemberlakuan pajak tinggi, dapat juga dengan membatasi lahan parkir pada gedung-gedung
bertingkat. Hal ini tentunya masih diperbolehkan sejauh dalam batas wajar, karena pada dasarnya
hal itu bukanlah merupakan kewajiban dari pemerintah. Terlebih lagi, apabila tersedia lahan
parkir yang jauh dari kuantitas moda yang ada, akan menimbulkan keinginan masyarakat untuk
membeli kendaraan pribadi karena mereka menganggap masih terdapat lahan yang tersedia.
Apabila 1.000 orang memiliki pemikiran yang sama tentang ini, tentunya akan menimbulkan
dampak yang signifikan terhadap jumlah transportasi yang terdapat pada kota tersebut.
Namun perlu adanya pemahaman bahwa antara kemacetan dan mobilitas merupakan dua hal
yang sangat berbeda. Bagaimanapun, pergerakan merupakan suatu kebutuhan dasar bagi seorang
manusia. Jadi, keberadaannya sendiri tidak dapat dihindari atau dihilangkan sama sekali. Yang
diperlukan oleh pemerintah adalah kontrol yang menyeluruh dan terkonsep atas kepemilikan
kendaraan pribadi sehingga masyarakat lebih memilih untuk menggunakan transportasi umum.
Sehingga yang perlu ditekankan kepada pemerintah mengenai kemacetan yang memang sudah
membudidaya di Jakarta utamanya, bukanlah bagaimana mengurangi kemacetan dengan
pelebaran jalan karena sama halnya dengan lahan parkir yang telah dijelaskan, hal tersebut malah
akan memicu pertumbuhan kendaraan pribadi.
Konsep yang ada di Bogota yakni pembangunan sarana transportasi cepat berupabusway dan
pembangunan jalur bagi sepeda serta pejalan kaki merupakan contoh yang patut ditiru dalam
proses pembangunan khususnya di kota-kota besar di Indonesia. Pengadaan busway Bogota
dinilai lebih sukses apabila dibandingkan busway yang ada di Jakarta, hal ini dikarenakan adanya
pengelolaan yang terintegrasi antara pihak swasta dan pemerintah. Maksudnya, kepemilikan bus
dapat dimiliki oleh swasta namun merupakan infrastruktur dari pemerintah. Dengan adanya
pemahaman konsep tersebut, maka tidak akan terjadi salah paham dan monopoli dari satu pihak
terkait dengan pengadaan sistem transportasi yang berkelanjutan.
Selain itu, Penalosa juga menilai dalam kunjungannya ke Indonesia bahwa busway yang terdapat
di Jakarta masih belum memenuhi standar karena lebar pintunya masih terlalu kecil sehingga
menyusahkan bagi para pengguna kursi roda yang ingin menggunakanbusway tersebut. Selain
itu, menurutnya jangka waktu tunggu bus juga dinilai terlalu lama sehingga mengganggu
kenyamanan penumpang serta menyebabkan adanya penumpukan penumpang di belakang. Yang
harus dilakukan adalah mengadakan perbaikan baik secara operasional ataupun manajerialnya
sehingga transportasi umum ini dapat berfungsi maksimal dan membawa pengaruh baik yang
besar bagi masyarakat.
Gambar 5
Pntu Busway TransMilenio Lebih Lebar yang Diperuntukkan untuk Pengguna Kursi Roda
Sumber : dzephyr.wordpress.com
Pada Gambar 5 nampak bahwa pintu busway TransMilenio memang cenderung lebih
lebar dibandingkan dengan busway TransJakarta. Hal ini tidak lain adalah untuk memudahkan
bagi penyandang cacat supaya dapat menikmati pula kenyamanan buswayTransMilenio ini.
Kemudian, busway ini juga memiliki dua pintu sehingga memudahkan proses keluar masuk
orang dan tidak perlu berdesak-desakan.
Seperti yang kita ketahui bahwa Jakarta sudah dipenuhi dengan lahan terbangun sehingga
sangat sedikit tersedia Ruang Terbuka Hijau (RTH). Hal ini menyebabkan kecilnya
kemungkinan pembukaan jalur yang diperuntukkan khusus bagi para pengguna sepeda dan
pejalan kaki. Hanya dengan tekad yang serius dari para stakeholder dan kesadaran masyarakat
akan kebutuhan jalur tersebut, maka bukan mustahil jalur tersebut akan terwujud. Pemerintah
sebagai penentu kebijakan sebaiknya membuat rancangan yang sedetail mungkin mengenai
perencanaan jalur khusus pengguna sepeda dan pejalan kaki sehingga dapat mengantisipasi
adanya permasalahan-permasalahan yang mungkin muncul dan dapat dicari jalan keluarnya
sebelum tahap pembangunan dimulai. Selain pemerintah, masyarakat juga harus memiliki
kesadaran bahwa jalur tersebut agaknya merupakan kebutuhan bersama dan harus dirawat
sebaik-baiknya secara bersama-sama pula.
3.3 Sistem Transportasi di Kota Curitiba, Brazil dan Penerapannya di Indonesia
Kota Curitiba, Brazil merupakan sebuah kota yang tergolong kumuh dan macet pada tahun 1970-
an. Hal ini tidak berbeda jauh dengan kondisi Jakarta saat ini. Namun karena adanya inovasi
yang dikemukakan oleh Jaime Lerner, arsitek Universitas Federal Parana, maka kota ini dapat
berubah secara drastis sehingga pada tahun 1996 kota ini mendapatkan predikat sebagai the most
innovative city in the world. Kondisi yang berbalik secara signifikan ini disebabkan karena
komitmen yang kuat dari pemerintahnya sendiri untuk membangun suatu kota yang
mengedepankan konsep pembangunan berkelanjutan.
Pertama, perubahan dilakukan pada desain tata kotanya yang kemudian menurut Navastara
(2007) mendorong adanya perubahan radikal pada sistem transportasinya. Pemerintah Curitiba
kemudian membangun jalan-jalan yang menghubungkan tempat tinggal penduduk langsung
menuju ke pusat kota. Oleh karena itu, busway dijadikan alat transportasi utama. Selain busway,
disini juga terbangun jalur khusus sepeda sepanjang 150 km yang dapat memberikan
kenyamanan dan keamanan bagi para pengguna sepeda. Karena disana, pengguna sepeda sangat
dihormati keberadaannya layaknya pengguna mobil dan busway.
Busway yang terdapat di Curitiba sebenarnya tidak jauh berbeda apabila dibandingkan dengan
yang terdapat di Jakarta. Hanya saja, pengelolaannya dibuat dengan sedemikian kreatif, efektif
dan efisien sehingga menurunkan minat masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi.
Moda yang digunakan dalam sistem ini adalah bus gandeng ganda (bi-articulated bus) yang
menampung 270 penumpang dengan waktu tunggu kurang lebih dua menit. Desain haltenya
berupa silinder transparan yang dilengkapi dengan lift untuk pengguna kursi roda dan pintu yang
dapat terbuka secara otomatis. Pintu bus sengaja dibuat lebih lebar dibandingkan yang sudah ada
di Jakarta sekarang ini karena memperhitungkan masyarakat cacat yang menggunakan kursi roda
dan saat terbuka terdapat lantai tambahan yang dapat menempel sampai bibir lantai halte.
Dengan harga tiket yang apabila dinominalkan menjadi rupiah, hanya berkisar antara Rp 3.600,
maka jelas moda transportasi ini tidak hanya dapat dinikmati oleh kalangan petinggi saja tetapi
juga kalangan menengah ke bawah.
Jalur busway ini juga memiliki lebar dua kali lipat dari lebar jalan mobil pribadi. Sehingga pada
pengoperasiannya, busway ini benar-benar bebas hambatan, tidak seperti di Jakarta dimana
lajur busway terkadang masih digunakan sebagai lalu lintas moda transportasi yang lain seperti
mobil atau motor yang dikarenakan juga kurangnya pengawasan dari pihak terkait.
Rute busway ini diatur sedemikian hingga sehingga dapat menghubungkan berbagai kawasan
dengan mudah.
Gambar 6
Busway di Curitiba yang Pengoperasiannya Terletak di Tengah Ruas Jalan
Sumber : bataviabusway.blogspot.com
Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa busway di Curitiba ini menggunakan sisi tengah jalan
dalam pengoperasian busway ini. Hal ini tentu sangat berbeda denganbsuway TransJakarta yang
pengoperasiannya berada di pinggir ruas jalan. Dengan peletakan rute busway ini bukanlah tanpa
alasan yakni memberikan prioritas utama kepada transportasi publik.
Gambar 7
Sistematika Rute Busway di Curitiba, Brazil
Sumber : bataviabusway.blogspot.com
Pada Gambar 7 merupakan rute-rute yang dilalui busway di Curitiba, Brazil. Pada
gambar ini dapat dilihat bahwa sistem busway Curitiba terbagi menjadi 5 koridor yang
kesemuanya itu saling berhubungan dan saling membentuk simpul di pusat kota.
Selain dengan pengadaan sistem transportasi berupa busway ini, langkah konkrit lain
yang dilakukan oleh pemerintah Curitiba adalah pemasangan 200 radar di trotoar jalan-jalan
utama. Radar ini berfungsi untuk mengawasi keadaan lalu lintas eksisting sehingga apabila
terdapat kendaraan yang melaju di atas kecepatan rata-rata, maka radar ini akan merekam nomer
plat mobil tersebut beserta lokasi dan waktu kejadian sehingga petugas terkait dapat
mengurusnya dengan bukti yang kuat. Pelanggar tidak bisa mengelak lagi karena radar tersebut
sudah teruji keakuratannya. Dengan adanya radar ini maka kendaraan yang melintas harus
berhati-hati karena kcepatan maksimalnya hanya 60 km/jam dan 40 km/jam pada ruas-ruas jalan
yang tergolong padat pejalan kaki. Hal ini berfungsi untuk menurunkan tingkat kecelakaan yang
sebelumnya tergolong tinggi di Kota Curitiba ini. Dengan adanya radar ini secara tidak langsung
selain dapat menurunkan tingkat kecelakaan yang ada di kota ini, juga memberikan kenyaman
dan jaminan keselamatan kepada pejalan kaki. Trotoar yang ada di kota ini juga tergolong luas
dan bebas dari PKL ataupun pemulung, tidak seperti yang ada di Jakarta.
Gambar 8
Fisik Kota Curitiba, Brazil
Sumber : tribunnews.com
Pada gambar 8 tampak jelas bahwa Kota Curitiba merupakan kota yang benar-benar
berwawasan lingkungan. Pembangunan untuk lahan terbangun dan gedung pencakar langit diatu
sedemikian rupa namun tidak sampai merusak dan mengurangi ketersediaan Ruang Terbuka
Hijau (RTH) yang ada di kota tersebut. Suksesnya moda transportasi berupa busway di kota ini
menjadikannya sebagai kota yang berinovasi tinggi dan layak untuk ditempati.
Dengan latar belakang Kota Curitiba yang hampir sama dengan kota-kota besar yang ada
di Indonesia, bukan tidak mungkin apabila konsep yang terdapat di kota ini dapat diaplikasikan
pula di kota-kota di Indonesia. Kekuatan utama yang menopang keberhasilan perencanaan
radikal kota ini berasal dari kekuatan seorang Jamie Lerner yang berhasil mengintegrasikan
antara konsep dan desain kota yang berkelanjutan dengan penyediaan Ruang Terbuka Hijau
(RTH). Pemerintah tetap memegang kekuatan penuh atas kesuksesan perencanaan ini
dikarenakan konsepnya yang radikal sehingga menyebabkan perlunya komitmen dan realisasi
yang penuh dan tidak hanya baik diatas kertas saja. Kemudian faktor pendukung lain yang juga
menentukan keberhasilan pembangunan ini adalah adanya partisipasi aktif dari masyarakatnya.
Segala opini dari masyarakat menjadi pertimbangan utama dalam segala bentuk pengambilan
keputusan dan dengan hal ini maka masyarakat tidak hanya ditempatkan sebagai objek
pembangunan tetapi subjek pembangunan yang juga memiliki wewenang dan kontrol terhadap
pembangunan yang dilakukan serta berhak melakukan evaluasi apabila terhadap penyimpangan
dalam realisasinya.
Indonesia merupakan negara kaya yang memiliki banyak potensi baik dari segi sumber daya
alam maupun sumber daya manusianya. Sumber daya alam dan manusia ini hanya perlu diolah
supaya memiliki kualitas yang teruji dalam skala internasional. Seperti di Curitiba, Brazil, hanya
membutuhkan satu orang yang kemudian didukung oleh berbagai pihak untuk dapat menciptakan
suasana kota yang berkelanjutan. Hanya dalam waktu kurang lebih 40 tahun, kota ini sudah
memberikan pelajaran bagi seluruh kota-kota yang ada di dunia bahwa dengan kemauan untuk
berubah menjadi lebih baik maka harapan tersebut akan terwujud walaupun tidak mudah.
Tahap evolusi ini bukan melalui sesuatu yang sederhana seperti hasil yang dapat dinikmati
sekarang, namun melalui tahap-tahap yang rumit. Pada proses pembangunan transportasi
berkelanjutan ini misalnya, harus ada perubahan guna lahan untuk mendukung optimalisasi dari
fungsi busway yang ada. Tahap ini tentu saja bukanlah langkah yang mudah mengingat perlunya
pematangan konsep dan prakiraan mengenai apa-apa saja yang mungkin akan terjadi baik pada
saat konstruksi ataupun pasca konstruksi. Sehingga dengan adanya perkiraan yang maksimal,
akan mengurangi tingkat kegagalan karena segala alternatif dari perkiraan tersebut sudah
diperhitungkan dengan matang.
Apabila tenaga ahli yang ada di Indonesia untuk melaksanaan perencanaan radikal seperti ini
merupakan tenaga ahli yang memang berkompeten dalam bidangnya, maka bukan tidak mungkin
Indonesia dapat memiliki nasib yang serpa dengan Curitiba, Brazil. Harus ada partisipasi aktif
dari masyarakat Indonesia pula sebagai bentuk dukungan kepada pemerintah atas proyek
pembangunan tersebut. Opini dari masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, agama,
ras dan adat istiadat tentunya akan semakin membuka pandangan pemerintah dalam mengambil
kebijakan yang paling optimal dan memberikan keuntungan bagi mayoritas masyarakat
Indonesia.
Terkait dengan pengadaan radar yang terdapat di Kota Kuritiba dalam halnya untuk mengurangi
angka kecelakaan, agaknya masih jauh dari harapan. Hal ini dikarenakan keterbatasan biaya
mengingat radar tersebut pastilah menggunakan perangkat teknologi yang sangat canggih dan
mutakhir. Belum lagi akan banyak sekali oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang akan
menyalahgunakan fungsi radar tersebut dari kegunaan semula. Hal ini tentu akan mengurangi
efektivitas radar yang akhirnya menyebabkan kerugian bagi negara dalam jumlah besar.
Penerapan busway di Kuritiba sangat berbeda dengan yang ada di Jakarta. Dari segi fisik dapat
dilihat dari model halte busway. Di Kuritiba model haltenya disesuaikan dengan banyaknya
iklim yang terdapat pada daerah tersebut, serta berbagai perubahan cuaca sehingga apabila hujan
turun maka calon penumpang tidak akan kehujanan dan pada saat matahari terik maka mereka
tidak akan merasa kepanasan. Selain itu juga terdapat lift yang dapat memudahkan para
pengguna kursi roda untuk dapat ikut menikmati hasil pembangunan yang ada. Bentuk halte
yang berupa silinder transparan juga meningkatkan estetika kota dan secara tidak langsung dapat
membangkitkan minat masyarakat untuk memanfaatkan busway tersebut.
Gambar 9
Model Fisik Halte di Curitiba, Brazil
Sumber : archive.kaskus.us
Gambar 10
Model Fisik Halte di Curitiba, Brazi yang Berbentuk Silinder
Sumber : yadishu.multiply.com
Pada gambar 9 dan 10 nampak bahwa pada model fisik haltenya saja yang berupa silinder
transparan sudah merupakan suatu nilai plus yang selain dengan fungsinya sebagai pelindung
bagi calon penumpang busway juga menambah estetika kota. Desainnya yang futuristik dan
berbeda dari yang lain menyebabkan masyarakat tertarik. Pada gambar 9 terlihat bahwa pada
halte dan busway terdapat lantai tambahan untuk memudahkan penumpang naik ke busway.
Fasilitas ini juga diperuntukkan untuk memudahkan orang cacat.
Lebar jalur busway Kuritiba yang dua kali lebih besar dibandingkan dengan jalur untuk
kendaraan pribadi, merupakan refleksi dari prioritas yang dibentuk oleh pemerintah Kuritiba.
Pemerintah lebih memprioritaskan pembangunan dan concernkepada transportasi publik tanpa
mengesampingkan kebutuhan prasarana untuk kendaraan pribadi. Adanya bentuk skala prioritas
ini merupakan wujud bahwa pemerintah Kuritiba sangat peduli terhadap lingkungan. Karena
dengan peningkatan penggunaan transportasi publik, dapat mengurangi jumlah emisi gas buang.
Misalnya apabila transportasi publik tersebut dapat menampung 270 penumpang yang
kesemuanya memiliki kendaraan pribadi apabila jumlah gas buang yang dihasilkan oleh busway
sama dengan 10 gas buang yang dihasilkan oleh masing-masing kendaraan pribadi, maka akan
terlihat perbedaan besar diantara keduanya.
Yang terakhir dan terpenting apabila sistem ini akan diaplikasikan di Indonesia adalah
peningkatan kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan transportasi publik. Banyak masyarakat
Indonesia yang lebih mempertahankan prestige dan harga diri bahwa apabila menggunakan
kendaraan pribadi maka akan meningkatkan status sosial. Perubahan pola pikir ini tidak dapat
diubah dalam waktu yang singkat melainkan harus dari pendidikan yang mendasar dan
ditanamkan sejak kecil. Sehingga seiring dengan pergantian generasi, terbentuklah suatu sumber
daya manusia yang berkualitas dan mengedepankan konsep keberlanjutan dalam pembangunan.
Gambar 11
Lebar Trotoar yang Sangat Lebar Memberi Kenyamanan pada Pejalan Kaki
Sumber : bataviase.wordpress.com
Pada gambar 11 terlihat bahwa banyak sekali orang yang berlalu lalang di trotoar yang sangat
lebar. Pengadaan trotoar yang sangat lebar ini bertujuan untuk memberikan kenyamanan bagi
para pejalan kaki. Apabila trotoar dengan lebar seperti ini diterapkan di Indonesia, maka
mungkin akan banyak orang yang lebih senang berjalan daripada menggunakan kendaraan
bermotor. Hal ini karena dengan berjalan, tidak kalah nyamannya dengan menggunakan
kendaraan bermotor.
Gambar 12
Integrasi Antara Ruang Terbuka Hijau dengan Trotoar yang Nyaman
Sumber : tukangambar.wordpress.com
Pada gambar 12 menggambarkan dengan baik perpaduan antara tersedianya Ruang Terbuka
Hijau (RTH) dengan trotoar yang luas serta terdapatnya bangku taman dan bunga-bunga yang
menarik hati. Hal ini tentu akan mempercantik tatanan kota. Keberadaan pohon besar yang
rimbun dibiarkan seperti sediakala guna fungsinya memberikan keteduhan bagi siapapun yang
sedang berjalan dan menikmati waktu luangnya dengan bersantai-santai di bangku taman.
Adanya bangku taman merupakan fasilitas pelengkap yang apabila di Indonesia sangat kurang
sekali diperhatikan. Padahal keberadaan bangku taman ini sangatlah penting guna memanusiakan
manusia. Di Indonesia, apabila terdapat pohon yang besar maka akan ditebang. Sehingga
wilayah tersebut terlihat panas, gersang dan sangat tidak kondusif.
Gambar 13
Penutupan Salah Satu Ruas Jalan Guna Memberikan Kesempatan Bagi Masyarakat Yang ingin
Bersepeda
Sumber : bataviase.wordpress.com
Dengan adanya penutupan hanya pada salah satu ruas jalan seperti yang tampak pada gambar 13
secara tidak langsung akan memberikan rasa nyaman dan pemberian hak kepada para pengguna
sepeda. Terlihat di sebelahnya, bahwa arus lalu lintas terlihat padat. Hal ini akan menyadarkan
masyarakat untuk segera beralih menggunakan sepeda untuk dapat terhindar dari kemacetan.
3.4 Sistem Transportasi di Jepang dan Penerapannya di Indonesia
Jepang merupakan sebuah negara yang terkenal karena peningkatan teknologi khususnya dalam
bidang transportasinya yang pesat. Sempat mengalami kekalahan pada Perang Dunia II dan
adanya serangan bom atom yang menghancurkan dua kota besarnya yakni Hiroshima dan
Nagasaki pada tahun 1942 dan 1945 tidak lantas membuat Jepang terpuruk dan terbelakang.
Justru dengan adanya kejadian tersebut, Jepang justru semakin giat untuk melakukan berbagai
langkah pembuktian diri.
Salah satu inovasi nyata Jepang untuk membuktikan diri kepada dunia adalah dengan
dibentuknya kereta api super cepat bernama Shinkansen. Shinkansen atau yang biasa juga
disebut bullet train karena bentuk moncong depannya yang menyerupai tabung, merupakan
kendaraan yang memiliki kecepatan maksimal hingga 300 km/jam dan merupakan yang tercepat
di dunia (hingga masuk ke dalam Guiness Book of Record). Kereta ini dibangun pada tahun 1964
dalam rangka olimpiade Tokyo dengan rute pertama menghubungkan antara Tokyo dan Osaka,
dua kota yang sangat pesat pertumbuhan ekonominya, dimana apabila menggunakan kereta biasa
akan memakan waktu 10 jam dan apabila menggunakan Shinkansen hanya 3 jam. Seiring dengan
berjalannya waktu, sampai saat ini sudah terdapat tujuh jalur Shinkansen yakni Tokaido
Shinkansen (menghubungkan Tokyo dengan Osaka), Sanyou Shinkansen (menghubungkan
Tokyo dengan Hiroshima, Hakata), Tohoku Shinkansen (menghubungkan Tokyo dengan Sendai,
Morioka), Joetsu Shinkansen (menghubungkan Tokyo dengan Niigata), Yamagata Shinkansen
(menghubungkan Tokyo dengan Yamagata), Akita Shinkansen )menghubungkan Tokyo dengan
Akita), dan Nagano Shinkansen (menghubungkan Tokyo dengan Nagano). Untuk rute
Shinkansen terakhir yakni Nagano Shinkansen yang menghubungkan Tokyo dengan Nagano,
baru diresmikan pada Oktober 1997.
Gambar 14
Rute yang Dilalui oleh Kereta Shinkansen
Sumber : meiga23.blogspot.com
Pada gambar 14 menjelaskan mengenai rute-rute yang ditempuh kereta Shinkansen di Jepang.
Pada gambar dapat kita lihat bahwa sistem perkereta apian berpusat di Tokyo yang kemudian
menyebar secara linier dan menghubungkan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Sistem
transportasi kereta Shinkansen ini terpusat pada Pulau Honshu karena disitulah letak pulau
utamanya dan pusat-pusat kegiatan.
Gambar 15
Berbagai Macam Bentuk Kereta Shinkansen di Jepang
Sumber : avizhanafi.wordpress.com ; adjicaem.wordpress.com ; closertomymind.wordpress.com
Pada gambar 14 terlihat berbagai macam bentuk dari Kereta Shinkansen, namun
sebenarnya kereta ini memiliki satu tipe, yaitu moncong depan yang menukik tajam dan
cenderung lancip. Hal ini didesain untuk memudahkannya untuk melaju dengan kecepatan super
cepat. Sehingga angin yang melintasinya tidak malah membuat gerak kereta ini melambat.
Kereta listrik super cepat ini memiliki dua klasifikasi yakni gerbong reserveddan non-
reserved. Terdapat 13 gerbong reserved dan 3 gerbong non-reserved dalam satu kereta.
Perbedaan antara dua gerbong ini adalah apabila pada non-reserved, cenderung lebih besar
peluangnya untuk penuh sehingga para penumpang yang masuk terlambat bukan tidak mungkin,
tidak kebagian tempat duduk dan terpaksa harus berdiri selama perjalanan. Perbedaan harga tiket
untuk gerbong reserved dan non-reserved memang cukup signifikan. Untuk
gerbong reserved sendiri kurang lebih seharga 15.000 yen (sekitar Rp 1.550.000 apabila
dirupiahkan) sedangkan untuk gerbong non-reservednya hanya berkisat kurang lebih 5.000 yen
(sekitar Rp 500.000 apabila dirupiahkan). Untuk membeli tiket kereta ini lagi-lagi Jepang sudah
menerapkan teknologi canggihnya, yaitu dengan menggunakan mesin otomatis di stasiun
sehingga memudahkan kepada calon penumpang.
Gambar 16
Kondisi di Dalam Kereta Shinkansen
Sumber : sohiblagi.com
Menurut Adz Dzikr (2009) dalam blognya, tiap harinya Shinkansen mengangkut hingga
800.000 orang dan menempuh jarak hingga 430 km yang setara dengan perjalanan 12 kali
mengelilingi dunia. Kereta listrik ekspress ini juga memiliki ketepatan waktu yang luar biasa dan
rekor terburuknya hanya terlambat 12 detik dari jadwal, dan terjadi pada tahun 2003. Meskipun
pada musim liburan jumlah penumpang dapat melonjak hingga dua kali lipat dari penumpang
biasanya, namun tidak ada yang sampai melakukan tindak-tindak berbahaya seperti naik ke atas
gerbong. Hal ini murni karena kesadaran masyarakat Jepang yang memprioritaskan keselamatan
dan kenyamanan antar penumpang itu sendiri. Terlebih apabila ada orang yang sengaja naik ke
atas gerbong kereta dengan kecepatan maksimal mencapai 300 km/jam tersebut, maka hal
tersebut terkesan seperti tindakan bunuh diri.
Perbedaan fisik Shinkansen dan rel kereta api biasa terletak pada relnya dan frekuensi
pengecekan kondisi rel dan perangkatnya yang dilakukan secara rutin setiap sepuluh hari sekali.
Selama jangka waktu tersebut, Adz Dzikr (2009) menyatakan bahwa akan terdapat kereta
inspeksi tersendiri yang juga disebut sebagai ‘doctor yellow’ yang mengecek kondisi kabel, rel
dan peralatan sinyal di seluruh jaringan rel, dengan kecepatan yang sama dengan Shinkansen
sendiri. Kerusakan yang ditemukan walaupun sekecil apapun akan segera diperbaiki guna
mengantisipasi kemungkinan kecelakaan karena kecepatannya yang sangat tinggi yang tidak
memungkinkan bagi masinis untuk memperhatikan sinyal-sinyal yang terdapat di samping-
samping rel. Dengan adanya sistem inspeksi, peralatan dan pengendalian yang canggih dan
mendetail ini, maka tidaklah heran bahwa Shinkansen merupakan sarana transportasi yang
teraman sekaligus tercepat di seluruh dunia.
Sudah terbukti bahwa negara Jepang merupakan negara yang mengedepankan kualitas dan
kenyamanan bagi masyarakatnya untuk melakukan pergerakan. Padahal dengan bentuk Jepang
yang terdiri dari berbagai macam kepulauan, justru transportasi darat yang ditonjolkan. Tiap-tiap
kota di Jepang telah dipenuhi dengan sistem jaringan jalan yang sistematis sehingga
memudahkan masyarakatnya untuk mencapai daerah tertentu dengan berbagai macam pilihan
moda transportasi. Dengan baiknya kualitas dari transportasi umum yang ada, maka tidaklah
heran kalau masyarakat di Jepang lebih memilih untuk menggunakan transportasi umum
daripada kendaraan pribadi karena dinilai lebih efektif dan efisien baik dari segi waktu maupun
biaya.
Mengapa kereta api merupakan moda transportasi yang diutamakan pembangunannya di Jepang?
Hal ini dikarenakan luas lahan Jepang yang terbatas. Tidak seperti di kota-kota lain yang
berkembang dengan mengedepankan konsep busway, lebar jalan yang ada di Jepang tidak
memungkinkan pembukaan jalur khusus busway yang nantinya tentu akan berdampak pada
kemacetan lalu lintas. Dengan kereta yang hanya bermodalkan rel sebagai prasarananya yang
bisa dikonsep dimanapun, termasuk di desa-desa yang berbukit atau malah di tepi laut, maka
dapat menghemat penggunaan lahan serta dapat menyelesaikan masalah tanpa menambahnya
dengan masalah baru.
Apabila Indonesia mencoba mengaplikasikan sistem transportasi seperti di Jepang, perlu adanya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang signifikan. Hal ini dikarenakan kereta api
Shinkansen seperti yang diterapkan di Jepang sistem pengelolaannya sudah berorientasi pada
mesin dan teknologi. Kecepatan sudah diatur sedemikian rupa, begitu juga dengan kendala-
kendala yang mungkin terjadi, sehingga keterlambatan merupakan suatu hal yang dianggap
memalukan serta tidak wajar. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa keterlambatan kereta
Shinkansen terparah adalah pada tahun 2003 yakni selama 12 detik dari jadwal
keberangkatannya semula. 12 detik tidak memiliki arti yang besar bagi masyarakat Indonesia
tapi bagi masyarakat Jepang, 12 detik sangatlah berharga. Hal ini menunjukkan betapa mereka
disiplin dan sangat berorientasi pada profesionalitas kerja dan manajemen waktu yang baik.
Meski Indonesia masih terlihat belum siap dalam menerima transportasi dengan teknologi tinggi,
namun berdasarkan berita yang dihimpun oleh TeleInformasi.com, nyatanya Indonesia sudah
menandatangan sebuah Memorandum of Agreement (MoA) di Los Angeles mengenai proyek
berbudget US$ 3 miliar bernama Hydrogen Hi-Speed Rail Super Highway (H2RSH). Sarana
transportasi bermediakan rel magnet ini nantinya akan menghubungkan antara Jakarta-Cirebon-
Bandung. Moda transportasi ini selain mengunggulkan kecepatannya yang luar biasa juga
mengusung tema dengan konsep ramah lingkungan sesuai dengan namanya. Studi kelayakan
pembangunan ini sudah dilaksanakan sejak tanggal 11Januari 2010 yang lalu dan akan
dilaksanakan selama 90 hari. Dari hasil studi ini, apabila dinilai layak maka dalam waktu kurang
lebih dua tahun maka kereta ini sudah dapat beroperasi, dan ini menjadikan Indonesia sebagai
tempat pertama yang menggunakan moda transportasi ini.
Sebenarnya banyak hal yang harus dipersiapkan selain materi dan kelayakan moda ini untuk
digunakan di Indonesia. Yang terpenting adalah kesiapan para sumber daya manusianya dalam
menyikapi sebuah terobosan baru tanpa tahapan. Bisa dikatakan tanpa tahapan karena
sebelumnya masyarakat Indonesia belum pernah menggunakan moda transportasi yang memiliki
konsep seperti ini. Dengan pengadaan busway TransJakarta tidak menjamin masyarakat
Indonesia siap dengan pengadaan kereta supercepat yang ramah lingkungan ini. Terlebih lagi,
busway yang terdapat di Indonesia masih memiliki banyak kekurangan dalam hal kualitasnya.
Mengapa pemerintah tidak terkonsentrasi dalam memperbaiki sistem transportasi yang ada
terlebih dahulu, barulah kemudian menciptakan suatu terobosan baru? Tentunya banyak yang
harus dipertimbangkan oleh pemerintah. Kesiapan masyarakat yang dimaksud tidak terbatas
pada itu saja, tetapi juga pada kemampuan masyarakat untuk mau bersama-sama menjaga dan
menimbulkan ‘sense of belonging’. Dengan menumbuhkan kepekaan ini maka segala
kemungkinan buruk dapat diminimalisir.
Terlepas apakah moda transportasi ini layak atau tidak untuk dioperasikan di Indonesia,
pengadaan moda ini yang hanya terdapat di Jakarta-Cirebon-Bandung seolah memang
mengindikasikan bahwa pemerintah memang sengaja meningkatkan kualitas transportasi di
sekitar Jakarta saja. Kita ambil contoh Shinkansen, yang pengadaan rute pertamanya
menghubungkan Tokyo (sebagai ibukota) dan Osaka. Osaka disini berperan sebagai pusat
perekonomian atau dapat dikatakan ibukota kedua setelah Tokyo. Sedangkan, seperti yang kita
tahu bahwa pertumbuhan ekonomi yang mengalami kenaikan pesat selain Jakarta adalah
Surabaya. Surabaya sudah tidak lagi tergolong kepada kota metropolitan, namun megapolitan,
sama dengan Jakarta. Hal ini dikarenakan peningkatan penduduknya yang pesat, terdapat
banyaknya pusat-pusat kegiatan, serta adanya aktivitas ekonomi yang hampir menyamai ibukota.
Alangkah sayangnya apabila moda transportasi ini tidak menghubungkan antara Jakarta dengan
Surabaya.
Berdasarkan kondisi eksisting, pergerakan komuter dari Jakarta-Bandung atau Jakarta-Cirebon
dan sebaliknya, merupakan suatu hal yang wajar terjadi. Bisa diumpamakan bahwa kebutuhan
Bandung terhadap Jakarta sama halnya dengan kebutuhan Malang dengan Surabaya. Selain
karena waktu tempuhnya yang tidak terlalu jauh juga karena masyarakat tidak mendapatkan
kesulitan yang fatal terkait dengan pergerakan Malang-Surabaya atau dalam hal ini Bandung-
Jakarta. Shinkansen merupakan kereta api yang menghubungkan antar kota dalam jarak yang
relatif jauh yang apabila dibuat perumpamaan, apabila menggunakan kereta biasa, waktu
tempuhnya adalah 10 jam dan apabila menggunakan Shinkansen dapat menurun drastis menjadi
3 jam. Efisiensi waktu disini jelas sangat terlihat. Sedangkan Bandung dan Jakarta yang kurang
lebih hanya memakan waktu 3 jam, hanya akan direduksi waktu perjalanannya menjadi beberapa
menit.
Meskipun moda transportasi ini memegang konsep ramah lingkungan, namun apabila moda ini
malah digunakan pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah pergerakan, tentu
konsep dasarnya menjadi salah kaprah. Pemerintah tidak lagi memegang prinsip pembangunan
yang merata dan pembangunan sarana transportasi yang dapat mengalihkan penggunaan
kendaraan pribadi menjadi transportasi umum. Apabila terdapat kesalahan dari maksud
pemerintah yang sepele seperti ini saja, maka nantinya moda transportasi ini tidak akan banyak
berguna. Misalnya, seiring dengan membludaknya jumlah pergerakan manusia dari Bandung dan
Jakarta, menyebabkan peningkatan kebutuhan masyarakat akan transportasi ini. Peningkatan
kebutuhan ini tidak diiringi dengan kesigapan pemerintah untuk menyiapkan moda transportasi
dengan kuantitas yang lebih banyak lagi. Akibatnya, masyarakat mempertanyakan keefisienan
moda transportasi ini dan kemudian beralih kembali menggunakan kendaraan pribadi. Keadaan
seperti ini dapat juga dikatakan sebagai ‘lingkaran setan’ karena dari keadaan yang baik / sangat
baik dapat menjadi buruk dan sangat buruk yang disebabkan karena adanya peningkatan, dalam
hal ini adalah peningkatan calon penumpang yang tidak terlayani oleh moda transportasi H2RSH
ini.
Perlu adanya tinjauan kembali mengenai fungsi dari kehadiran moda transportasi ini. Apakah ia
memang berfungsi untuk mempermudah aksesibilitas menuju suatu kawasan atau malah
berfungsi untuk meningkatkan intensitas pergerakan.
3.5 Solusi Permasalahan Transportasi di Indoneisia
Banyak sekali penyebab mengapa suatu transportasi dapat dilaksanakan di negara lain, namun di
Indonesia tidak bisa, salah satunya adalah karena kurangnya kesadaran masyarakat Indonesia
untuk memasuki persaingan global dan menghadapi suatu perencanaan radikal yang entah kapan,
namun pasti akan terjadi. Perencanaan radikal ini ditempuh sebagai upaya akhir dari pemerintah
untuk menyamakan kedudukan dengan perkembangan transportasi di negara-negara lain.
Masyarakat sebagai subjek pembangunan haruslah memanfaatkan peran tersebut dengan sebaik-
baiknya. Pada tahappra konstruksi sebuah perencanaan sistem transportasi, hendaknya msyarakat
mengemukakan pendapatnya dengan sebaik mungkin sehingga nantinya pendapatnya tersebut
dapat dijadikan pertimbangan bagi pemerintah untuk menentukan kebijakan yang akan diambil
berikutnya. Namun belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, masyarakat cenderung
berdemo anarki dalan mengemukakan pendapatnya, yang biasanya berujung pada perusakan
objek pembangunan, misalnya saja busway TransJakarta. Dulu pada saat awal-awal bus ini
muncul, sempat terdapat polemik mengenai pro don kontra moda transportasi ini. Mereka yang
tidak setuju karena menganggap busway hanya akan menambah kemacetan yang ada di Jakarta
kemudian melakukan tindakan-tindakan yang merusak fasilitas sarana dan prasarana transportasi
umum tersebut.
Sama halnya dengan orang-orang yang tidak menjaga kebersihan dari busway tersebut, dapat
dengan membuang sampah sembarangan di dalamnya, melakukan aksi corat-coret di dinding
haltes busway, yang secara tidak langsung akan mengurangi nilai estetika kota. Dari hal-hal kecil
tersebut yang membuat transportasi umum di Indonesia terlihat kumuh seperti angkotan umum.
Mungkin dulunya, angkutan umum tersebut dibuat bersih dan senyaman mungkin dengan
kebutuhan masyarakat. Namun seiring dengan perkembangan dan minimnya ‘sense of
belonging’ dari masyarakat itu sendiri kepada moda tersebut, jadilah angkutan umum menjadi
seperti sekarang keadaannya. Kumuh dan tidak terawat.
Pemerintah sebagai penentu kebijakan juga harus memahami apa yang sebenarnya benar-benar
dibutuhkan oleh masyarakat. Tidak saja mengedepankan visi untuk membangun sebuah moda
transportasi yang super canggih dan belum terdapat dimanapun, tapi lebih kepada pertanyaan
dasar, ‘apakah itu diperlukan?’. Apabila hal tersebut tidak begitu diperlukan, maka sebaiknya
pemerintah terfokus pada hal-hal yang memang benar-benar sedang dibutuhkan masyarakat
supaya nanti hasil dari pembangunan tersebut tidaklah salah sasaran. Hasil pembangunan harus
dapat dinikmati oleh tidak hanya satu atau beberapa kalangan saja namun semua kalangan dan
elemen masyarakat.
Sistem transportasi berkelanjutan merupakan sebuah gabungan dari sistem-sistem lain yang
mendukung suatu keadaan transportasi yang tidak hanya dapat dinikmati oleh masyarakat
sekarang tetapi juga generasi yang akan datang. Salah satu langkah yang dilakukan oleh
pemerintah untuk menunjukkan kepeduliannya terhadap lingkungan adalah dengan mengalihkan
konsumsi BBM bersubsidi ke pertamax. Beragam reaksi muncul dari masyarakat akibat
fenomena ini. Namun pada akhirnya, masyarakat merasa mau tidak mau menerima kebijakan
dari pemerintah demi kelancaran aktivitas pergerakan mereka.
Perlu adanya kajian yang mendalam tentang maksud pemerintah mengalihkan premium sebagai
BBM bersubsidi ini menuju pertamax. Keterbatasan sumber daya untuk BBM menjadi alasan
utama pemerintah karena stoknya yang kian lama kian menipis, namun sebenarnya apa yang
hendak dicapai pemerintah akan dampak yang diakibatkan oleh kebijakan ini? Apakah
pemerintah berharap untuk menyadarkan manusia akan pentingnya hidup lebih bersahabat
dengan alam yang salah satunya dapat dilakukan dengan menggunakan moda transportasi berupa
sepeda dalam proses pergerakannya? Atau membangkitkan minat masyarakat untuk beralih ke
transportasi publik yang diharapkan dapat menghemat pengeluaran dan konsumsi BBM?
Kalaupun pemerintah memang bermaksud untuk menyadarkan masyarakat untuk hidup secara
lebih green, yakni dengan penggunaan sepeda sebagai moda transortasinya, seharusnya
pemerintah juga berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat akan jalur khusus bagi pengguna
sepeda. Merupakan hal yang tidak mungkin apabila pengguna sepeda dan mobil dijadikan satu
dalam satu ruas jalan, karena seringkali pengguna sepeda terampas haknya untuk berkendara
secara aman dan nyaman.
Apabila maksud pemerintah adalah membangkitkan minat masyarakat untuk beralih ke
transportasi publik, maka seharusnya pemerintah juga melakukan peremajaan secara serius dan
besar-besaran sehingga masyarakat juga merasa bahwa pemerintah memang benar-benar serius
dalam menjalankan programnya. Seperti dengan peremajaan moda transportasi angkutan umum,
dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan kepada para supir mengenai tata cara berlalu
lintas yang baik dan benar, peremajaan fisik kepada moda transportasi angkutan umum sekreatif
dan senyaman mungkin sehingga membuat masyarakat yang memanfaatkan kendaraan tersebut
merasa betah.
Yang terpenting dari keseluruhannya sebenarnya adalah mengintegrasikan antara kebijakan
pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Titik tengah yang disepakati bersama ini kemudian
disesuaikan dengan peraturan dan dana yang tersedia. Apabila semua telah dilakukan maka
langkah terakhir adalah mencoba untuk merealisasikannya dalam suatu produk perencanaan yang
tidak hanya berwawasan lingkungan tetapi juga bersifat memanusiakan manusia.
Pada intinya, apakah nantinya Indonesia akan berkiblat pada sistem transportasi yang ada di
Curitiba, Bogota atau Jepang, sebenarnya sama saja. Yang terpenting adalah bukan membangun
transportasi tersebut tetapi bagaimana mengelola transportasi umum yang ada sehingga
masyarakat merasakan perubahan berupa kemudahan dalam mengakses berbagai tempat tanpa
perlu menggunakan kendaraan pribadi. Seperti yang ada di Curitiba, Brazil, meski pada awalnya
mungkin terjadi polemik karena adanya perubahan konsep dan perencanaan radikal, namun toh
hasil akhirnya dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat. Begitu pula dengan masyarakat
Indonesia, walaupun nantinya pemerintah akan membuat suatu perencanaan transportasi radikal
sebagaimana Curitiba, Bogota atau bahkan Shinkansen, gejolak polemik atas pro dan kontra itu
pasti ada. Namun yang terpenting bukanlah menghindari pro dan kontra tersebut karena itu
sendiri merupakan bagian dari adanya partisipasi aktif masyarakat dalam menilai dan mengontrol
kinerja pemerintah, tapi yang paling penting adalah bagaimana hasil dari pembangunan
perencanaan transportasi berkelanjutan tersebut tidak hanya dapat dinikmati oleh kalangan
tertentu saja namunsemua pihak yang berada pada lingkup wilayahnya dan juga dapat dirasakan
oleh generasi yang akan datang, sebagaimana konsep dan pengertian dari perencanaan sistem
transportasi berkelanjutan sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Transportasi – Bappenas
Dzikr, Sai Adz. 2009. Kemajuan Jepang dalam
Transportasi.http://saiadz.blogspot.com/2010/02/kemajuan-jepang-dalam-transportasi.html (diak
ses tanggal 18 November 2010)
Kadir, Abdul. 2006. Transportasi: Peran dan Dampaknya Dalam Pertumbuhan Ekonomi
Nasional. Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah WAHANA HIJAU
Navastara, Ardy Maulidy. 2007. Belajar dari Kota Curitiba : Penerapan Kota
Ekologis.http://jepits.wordpress.com/2007/12/19/belajar-dari-kota-curitiba-penerapan-kota-
ekologis/ (diakses tanggal 17 November 2010)
NN. 2010. Transportasi di Jakarta Mirip Penyakit
Kanker.http://dunia.vivanews.com/news/read/104875-
transportasi_di_jakarta_mirip_penyakit_kanker (diakses tanggal 21 November 2010)
NN. Kereta Api Tercepat di Dunia Akan Hadir di
Indonesia.http://teleinformasi.com/index.php/2010/03/kereta-api-tercepat-di-dunia-akan-hadir-
di-indonesia-2/ (diakses tanggal 18 November 2010)
NN. 2010. Shinkansen dan Perjalanan yang
Mengesankan.http://cerahhati.blog.uns.ac.id/2010/01/10/shinkansen/ (diakses tanggal 17
November 2010)
NN. Busway di Curitiba. http://bataviabusway.blogspot.com/2007/07/brt-di-
curitiba.html (diakses tanggal 20 November 2010)
NN. 2008. Curitiba-hari libur Brazil. http://id.tixik.com/curitiba-426125.htm (diakses tanggal 20
November 2010)
Tamin, Ofyar Z. 2000. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Bandung : ITB
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Angkutan
Jalan
Undang-Undang no. 38 tahun 2004 pasal 5
Zaen. 2007. Shinkansen ‘Transportasi Darat
Tercepat.http://usooki.multiply.com/photos/album/2/Shinkansen_Transportasi_Darat_Tercepat?
&show_interstitial=1&u=%2Fphotos%2Falbum (diakses tanggal 16 November 2010)
Diposkan oleh Shanila Novitasari di 19.21