Bronkiolitis Pada Anak
-
Upload
ririn-vanesa -
Category
Documents
-
view
225 -
download
17
Transcript of Bronkiolitis Pada Anak
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Bronkhiolitis adalah infeksi saluran respiratorik bawah yang disebabkan
virus, yang biasanya lebih berat pada bayi muda, terjadi epidemic seyiap tahun dan
ditandai dengan obstruksi pernapasan dan wheezing. Penyebab paling sering adalah
Respiratory syncytial virus. Infeksi bakteri sekunder bisa terjadi dan terjadi pada
keadaan tertentu. Penatalaksanaan bronkhiolitis, yang disertai dengan napas cepat
atau tanda lain distres pernapasan, sama dengan pneumonia. Episode wheezing bisa
terjadi beberapa bulan setelah serangan bronkhiolitis, namun akhirnya akan
berhenti.(1)
Virus sinsitial respiratori (VSR) merupakan penyebab utama bronkhiolitis
dan pneumonia pada bayi sebelum umur 1 tahun. Virus ini merupakan pathogen
saluran pernapasan masa anak awal yang paling penting. Adenovirus menyebabkan 5-
8% penyakit pernapasan akut pada bayi, ditambah susunan yang lebar sindrom lain
termasuk demam faringokonjungtiva, konjungtivitis folikularis, keratoma
konjungtivitis epidemika, sistitis hemoragik, diare akut, intususepsi dan
ensefalomielitis. Hanya sepertiga dari 37 serotip plus yang telah dihubungkan dengan
penyakit. Walaupun kematian jarang, mereka di hubungkan dengan infeksi oleh
serotip tertentu ( terutama tipe 7 ) dan dengan infeksi pada hospes terganggu imun
berat.(2)
Penyakit ini biasa terjadi selama musim gugur dan musim dingin dan paling
sering terjadi pada bayi usia 3 – 6 bulan. Meskipun kondisi ini dimulai dengan gejala
yang mirip dengan flu biasa, kemudian berkembang menjadi mengi dan batuk. Gejala
bronkhiolitis biasanya berlangsung sekitar seminggu dan kemudian pergi, kadang –
2
kadang, bronkhiolitis dapat menjadi parah dan memerlukan rawat inap dalam kasus
anak dengan masalah kesehatan yang mendasarinya.(3)
Bronkiolitis adalah peradangan pada bronkiolus, yaitu cabang saluran napas
yang paling kecil dan paling ujung, yang bersambungan dengan alveolus (jaringan
paru). "Biasanya, bronkiolitis didahului infeksi saluran napas atas akut, misal, batuk
pilek biasa. Proses perjalanan dari batuk pilek biasa hingga menjadi bronkiolitis
memakan waktu antara 3-10 hari," papar dr. Darmawan B.S. Sp.A, dari Sub-Bagian
Pulmonologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPN CM, Jakarta.(4)
1.2. RUMUSAN MASALAH
Referat ini membahas tentang definisi, etiologi, epidemiologi, pathogenesis,
diagnosis, manifestasi klinis dan penatalaksanaan penyakit BRONKHIOLITIS pada
anak.
1.3. TUJUAN PENULISAN
a.Memahami tentang definisi, etiologi, epidemiologi, pathogenesis,
diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis penyakit BRONKHIOLITIS
b. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran
c. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik di bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati di
RSUD Embung Fatimah.
1.4. METODE PENULISAN
Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan dengan mengacu
kepada beberapa literatur.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Bronkiolitis adalah penyakit infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang
ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkiolus. Umumnya,disebabkan oleh virus.
Secara klinis ditandai dengan episode pertama wheezing pada bayi yang didahului
dengan gejala infeksi saluran napas akut. Bronkhiolitis adalah infeksi saluran
respiratorik bawah yang disebabkan virus, yang biasanya lebih berat pada bayi muda,
terjadi epidemic setiap tahun dan ditandai dengan obstruksi pernapasan dan
wheezing. Penyebab paling sering adalah Respiratory syncytial virus. Infeksi bakteri
sekunder bisa terjadi dan terjadi pada keadaan tertentu. Penatalaksanaan bronkhiolitis,
yang disertai dengan napas cepat atau tanda lain distres pernapasan, sama dengan
pneumonia. Episode wheezing bisa terjadi beberapa bulan setelah serangan
bronkhiolitis, namun akhirnya akan berhenti.(1)
2.2. EPIDEMIOLOGI
Bronkiolitis terutama menyerang anak-anak berusia di bawah dua tahun
dengan insidensi tertinggi pada usia enam bulan. Bronkiolitis akut yang terjadi di
bawah umur satu tahun kurang lebih 12% dari seluruh kasus, sedangkan pada tahun
kedua, frekuensi insidensinya lebih jarang lagi, yaitu sekitar setengah dari frekuensi
tahun pertama (sekitar enam persen).(4)
Kejadian wabah tahunan dan insidensi infeksi yang tinggi selama umur
bulan – bulan pertama adalah unik pada virus manusia. VSR tersebar ke seluruh
dunia dan tampak dalam epidemic tahunan. Pada iklim sedang epidemic ini terjadi
setiap musim dingin dan berakhir 4 – 5 bulan. Selama sisa tahunnya infeksi adalah
sporadic dan tidak lazim. Epidemic biasanya berpuncak pada Januari, Februaru dan
Maret, tetapi puncak – puncak yang dikenali seawall bulan Desember dan seakhir
Juni. Pada waktu – waktu ini pemasukan ke rumah sakit untuk bayi bronkhiolitis dan
4
pneumonia sebelum umur 1 tahun bertambah dan menurunkan proporsi jumlah
infeksi VSR di komunitas. Di daerah tropis, pola epidemic kurang jelas(2)
Antibody yang dipindahkan melalui plasenta mungkin mempunyai beberapa
pengaruh protektif, terutama bila ada pada kadar yang tinggi. Keadaan ini dapat
merupakan fakta bahwa infeksi yang berat tidak biasa pada usia 4 – 6 minggu
pertama. Meskipun demikian, antibody serum tidak secara penuh protektif, dan umur
kapan bayi mengalami infeksi tergantung juga pada kesempatan untuk pemajanan.
Diperkirakan bahwa pada kelompok perkotaan sekitar setengah dari bayi yang rentan
mengalami infeksi primer pada setiap epidemi . dengan demikian, infeksi hamper
universal pada tiap ulang tahun kedua. Reinfeksi terjadi pada frekuensi 10 – 20%
per epidemic seluruh masa anak; frekuensinya rendah pada orang dewasa. Pada
keadaan pemajanan tinggi seperti pusat perawatan harian, angka serangan lebih
tinggi; hamper 100% untuk infeksi pertama dan 60 – 80% untuk infeksi kedua dan
selanjutnya.(2)
Perkiraan keparahan infeksi primer telah muncul dari penelitian wabah
diruang perawatan dan asrama. Pada keadaan – keadaan seperti ini infeksi yang
terjadi tidak bergejala jarang. Kebanyakan bayi mengalami koryza dan faringitis,
biasanya dengan demam dan kadang – kadang dengan otitis. Pada 10 – 40% penderita
saluran pernapasan bawah terlibat pada berbagai tingkat. Bronchitis,
bronkopneumonia, bronkhiolitis semua terjadi. Perhitungan didasarkan pada
pemasukan ke rumah sakit di Amerika Serikat dan Britana menghasilkan ratio 1 – 3
bayi rawat inap dirumah sakit dengan bronkhiolitis dan pneumonia untuk setiap 100
infeksi primer dengan virus.(2)
Reinfeksi dapat terjadi seawall beberapa minggu sesudah penyembuhan
tetapi biasanya terjadi selama wabah tahunan berikutnya. Keparahan penyakit selama
reinfeksi mungkin sebesar yang dipengaruhi oleh umur sebagaimana oleh
pengalaman sebelumnya dengan virus ini; anak yang lebih tua biasanya kurang berat.
5
Meskipun demikian, beberapa keadaan bronkhiolitis VSR berat yang terjadi dua kali
berturut turut telah dicatat.(2)
Bronkhiolitis adalah diagnosis klinis yang paling sering pada bayi yang
dirawat inap dengan infeksi VSR, walaupun sindrom sering tidak dapat dibedakan
dari pneumonia VSR pada bayi dan sebenarnya keduanya sering ada bersama. Semua
penyakit VSR saluran pernafasan bawah ( tidak termasuk croup ) mempunya insideni
tertinggi pada umur bulan ke 2 – ke 7 dan sesudahnya frekuensinya menurun.
Sindrom bronkhiolitis menjadi tidak lazim sesudah hari ulang tahun pertama; mengi
infektif akut yang menyerang sesudah umur tersebut sering disebut “mengi
bronkhioloitis”, “bronchitis asmatoid” atau serangan asma saja. Pneumonia virus
merupakan masalah yang terus menerus selama masa anak, walaupun VSR menjadi
kurang lazim sebagai agen etiologi sesudah umur 1 tahun pertama. VSR
menyebabkan 45 – 75% kasus bronkhiolitis, 15 – 25% pneumonia masa anak, dan 6 –
8% kasus croup.(2)
Bronkhiolitis dan pneumonia akibat VSR adalah lebih sering pada anak laki
– laki daripada anak perempuan dengan ratio sekitar 1,5 : 1. Factor ras membuat
sedikit perbedaan. Namun, penyakit saluran pernafasan bawah, terjadi lebih sering
dan lebih awal pada kehidupan dikelompok sosioekonomi rendah dan keadaan tempat
tinggal yang penuh sesak.(2)
Masa inkubasi sampai gejala – gejala pertama adalah 4 hari. Virus dieksresi
selama masa yang bervariasi, mungkin tergantung mungkin tergantung pada
keparahan penyakit dan status imunologis. Kebanyakan bayi dengan penyakit saluran
pernafasan bawah, melepaskan virus selama 5 – 12 hari sesudah masuk rumah sakit.
Ekskresi selama 3 minggu dan lebih lama telah tercatat. Penyebaran infeksi terjadi
bila droplet terinfeksi besar, melalui udara atau dibawa tangan, yang dimasukkan ke
dalam hidung atau konjungtiva subjek yang rentan. RSV dikenalkan kedalam banyak
keluarga oleh anak usia sekolah yang mengalami reinfeksi. Khas, dalam jangka
beberapa hari saudara – saudara yang lebih tua dan satu atau kedua orang tua
6
menderita cold, tetapi bayi menjadi sakit yang lebih berat dengan demam, otitis, atau
penyakit saluran pernafasan bawah.(2)
Infeksi silang rumah sakit selama epidemic VSR pentin. Virus biasanya
menyebar dari anak ke anak melalui tangan pemberi perawatan. Orang dewasa yang
terinfeksi bergejala telah dilibatkan pada penyebaran infeksi.(2)
Sedangkan infeksi adenovirus tersebar diseluruh dunia. Infeksi ini terjadi
sepanjang tahun tetapi paling lazim pada musim semi atau musin panas awal dan juga
pada pertengahan musim dingin di daerah beriklim sedang. Tipe – tipe tertentu
cenderung terjadi dalam epidemic, terutama tipe 4 dan 7 pada epidemic penyakit
demam pernafasan tipe 3, 7, 21 dan pneumonia berat. (5)
Bronkiolitis merupakan infeksi saluran napas tersering pada bayi. Paling
sering terjadi pada usia 2-24 bulan, puncaknya pada 2-8 bulan. 95% kasus terjadi
pada anak di bawah 2 tahun dan 75% diantaranya terjadi pada anak berusia di bawah
1 tahun. Orenstein menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi
laki-laki berusia 3-6 bulan yang tidak mendapat ASI, dan hidup di lingkungan padat
penduduk. Louden menyatakan, bahwa bronkiolitis terjadi 1,25 kali lebih banyak
pada anak laki-laki daripada pada anak perempuan. Dominasi pada anak laki-laki
yang dirawat juga disebutkan oleh Shay, yaitu 1,6 kali lebih banyak daripada anak
perempuan. Sedangkan Fjaerli menyebutkan 63% kasus bronkiolitis adalah laki-
laki.(6)
Sebanyak 11,4% anak berusia di bawah 1 tahun dan 6% anak berusia 1-2
tahun di AS pernah mengalami bronkiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus
perawatan di RS dan menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis
merupakan 17% dari semua kasus perawatan di RS pada bayi. Frekuensi bronkiolitis
di Negara-negara berkembang hampir sama dengan di AS. Insidan terbanyak pada
Negara tropis yaitu pada musim hujan.(6)
7
Rerata insidens perawatan sethun pada anak berusia di bawah 1 tahun adalah
21,7 per 1000 dan semakin menurun seiring pertambahan usia. Median lama
perawatan adalah 2-4 hari, kecuali pada bayi premature dan kelainan bawaan seperti
penyakit jantung bawaan. Bradley menyebutkan bahwa penyakit akan lebih berat
pada bayi muda, hal itu ditunjukkan dengan lebih rendahya saturasi O2. Beberapa
predictor lain untuk beratnya bronkiolitis atau yang akan menimbulkan komplikasi
yaitu bayi dengan masa gestasi<34 minggu, usia<3 bulan, sianosis, saturasi O2<90%,
laju respiratori>70 x/menit, adanya ronki dan riwayat dysplasia bronkopulmoner.(7)
Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di Negara-negara berkembang
daripada di Negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya status gizi dan
ekonomi serta kepadatan penduduk. Angka mortalitas di Negara berkembang pada
anak-anak adalah 1-3%.(7)
2.3. ETIOLOGI
Bronkiolitis akut menimbulkan angka morbiditas terbanyak dari semua
infeksi saluran napas bawah pada anak-anak. Etiologi yang paling sering
adalah Respiratory syncytial virus (RSV), berkisar antara 45--55% dari total kasus
yang ada. Sedangkan virus-virus lainnya, seperti Parainfluenza virus, Rhinovirus,
Adenovirus dan Enterovirus sekitar 20%. Bronkiolitis juga dapat disebabkan oleh
Eaton agent (Mycoplasma pneumoniae) dan bakteri, walau frekuensinya relative
sedikit yang sampai menyebabkan bronkiolitis pada bayi. Sekitar 70% kasus kejadian
bronkiolitis pada bayi terjadi gejala yang berat sehingga harus dirawat di rumah sakit,
sedangkan sisanya biasanya dapat dirawat di poliklinik.(2)
Sebagian besar infeksi saluran napas transmisinya melalui droplet infeksi.
Infeksi primer oleh RSV biasanya tidak menimbulkan gejala klinik, tetapi infeksi
sekunder pada anak-anak di tahun-tahun pertama kehidupan yang bermanifestasi
berat.(2)
8
RSV lebih virulen daripada virus lain dan imunitas yang dibentuk oleh tubuh
tidak dapat bertahan lama. Infeksi ini pada orang dewasa tidak menimbulkan gejala
klinis. Hal ini mungkin dikarenakan toleransi yang lebih tinggi.(8)
RSV adalah golongan paramiksovirus dengan envelope lipid serupa dengan
virus parainfluenza, tetapi RSV hanya mempunyai satu antigen permukaan berupa
glikoprotein dan nukleokapsid RNA heliks linear. Tidak adanya genom yang
bersegmen dan hanya mempunyai satu antigen envelope menandakan bahwa
komposisi antigen RSV relatif stabil dari tahun ke tahun.(8)
Infeksi virus sering berulang terutama pada bayi. Hal ini disebabkan oleh: 9)
1. Kegagalan sistem imun host untuk mengenal epitope protektif dari
virus.
2. Kerusakan sistem memori respons imun untuk memproduksi
interleukin I inhibitor dengan akibat tidak bekerjanya sistem APC
(antigen presenting cell).
3. Penekanan pada sistem respons imun sekunder oleh infeksi virus dan
kemampuan virus dalam menyebabkan infeksi, baik pada makrofag
maupun limfosit. Akibatnya, terjadi gangguan fungsi seperti kegagalan
produksi interferon, interleukin I inhibitor, hambatan terhadap
antiobodi neutralizing dan kegagalan interaksi dari sel ke sel.
Bronkiolitis yang disebabkan oleh virus jarang terjadi pada masa neonatus.
Hal ini karena neutralizing antibody ibu masih tinggi pada 4 - 6 minggu kehidupan,
yang akan menurun pada bulan-bulan berikutnya. Antibodi tersebut mempunyai daya
proteksi terhadap infeksi saluran napas bawah, terutama terhadap virus.
Penyebabnya adalah RSV (respiratory syncytial virus). Virus lainnya yang
menyebabkan bronkiolitis adalah parainfluenza, influenza dan adenovirus. Virus
ditularkan melalui percikan ludah. Meskipun pada orang dewasa RSV hanya
menyebabkan gejala yang ringan, tetapi pada bayi bisa menyebabkan penyakit yang
berat.
9
Faktor resiko terjadinya bronkiolitis:
1. Usia kurang dari 6 bulan.
2. Tidak pernah mendapatkan ASI.
3. Prematur.
4. Menghirup asap rokok.
2.4. PATOFISIOLOGI
Invasi virus pada percabangan bronkus kecil menyebabkan edem, akumulasi
mukus dan debris seluler (eksudat) hingga terjadi obstruksi saluran napas kecil
(bronkiolitis). Karena perbandingan nilai resistensi aliran udara saluran napas
berbanding terbalik dengan radius pangkat empat dari saluran nafas, maka sedikit
penebalan dinding bronkus sudah memberikan akibat cukup besar terhadap aliran
udara pada saluran nafas, terutama pada saluran nafas bawah.(8,10)
Resistensi aliran udara pada saluran napas kecil sama-sama meningkat baik
pada fase inspirasi maupun ekpirasi. Tetapi, oleh karena radius pada saluran napas
lebih kecil selama fase ekpirasi bial dibandingkan dengan fase inspirasi, maka
terdapat suatu mekanisme klep, dimana udara yang ada akan terperangkap (air
trapping). Keadaan ini pada akhirnya dapat menimbulkan hiperinflasi dari rongga
dada.(8,10)
Obstruksi pada saluran bronkiolus dapat terjadi secara parsial maupun total.
Apabila obstruksi hanya sebagian, maka dapat timbul emfisema. Atelektasis dapat
terjadi bila terjadi obtruksi total dan dari udara yang diserap sebelumnya. Proses
patologik ini akan menimbulkan gangguan pada proses pertukaran udara di paru,
ventilasi berkurang, dan hipoksemia. Pada umumnya, hiperkapnia tidak terjadi
kecuali pada keadaan yang sangat berat.(10)
Pada dinding bronkus terdapat infiltrat-infiltrat sel radang. Selain itu,
terdapat peradangan pada daerah peribronkial dan di jaringan interstitiel.(10,11)
10
Berbeda dengan bayi, anak besar dan orang dewasa dapat mentoleransi edem
saluran napas dengan lebih baik. Oleh karena itu, angka morbiditas untuk terjadinya
bronkiolitis pada anak besar dan orang dewasa jarang terjadi.(10)
RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350nm),
termasuk paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan
bagian penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein
)yang mengikat sel dan protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus
dengan sel target dan sel tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibodi
neutralisasi protektif pada host. Terdapat dua macam strain antigen RSV yaitu A dan
B. RSV strain A menyebabkan gejala yang pernapasan yang lebih berat dan
menimbulkan sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5 hari. Virus bereplikasi di dalam
nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafas atas ke saluran nafas bawah
melalui penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan melalui aspirasi sekresi
nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi dan replikasi
virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran patologi awal
berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran napas menyebabkan terjadi
edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin kedalam lumen bronkiolus.(11)
Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier,
mukus tertimbun di dalam bronkiolus . Kerusakan sel epitel saluran napas juga
mengakibatkan saraf aferen lebih terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga
dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin, substance P) yang menyebabkan
kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhirnya kerusakan epitel saluran napas juga
meningkatkan ekpresi Intercellular Adhesion Molecule-1(ICAM-1) dan produksi
sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi, bronkiolus menjadi
sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran nafas, akumulasi sel-
sel debris dan mukus serta spasme otot polos saluran napas.Adapun respon paru ialah
dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu, menurunkan compliance,
meningkatkan tahanan saluran napas, dead space serta meningkatkan shunt. Semua
faktor-faktor tersebut menyebabkan peningkatan kerja sistem pernapasan, batuk,
wheezing, obstruksi saluran napas, hiperaerasi, atelektasis, hipoksia, hiperkapnea,
11
asidosis metabolik sampai gagal napas. Karena resistensi aliran udara saluran nafas
berbanding terbalik dengan diameter saluran napas pangkat 4, maka penebalan
dinding bronkiolus sedikit saja sudah memberikan akibat cukup besar pada aliran
udara. Apalagi diameter saluran napas bayi dan anak kecil lebih sempit. Resistensi
aliran udara saluran nafas meningkat pada fase inspirasi maupun pada fase
ekspirasi.(11)
Selama fase ekspirasi terdapat mekanisme klep hingga udara akan
terperangkap dan menimbulkan overinflasi dada. Volume dada pada akhir ekspirasi
meningkat hampir 2 kali di atas normal. Atelektasis dapat terjadi bila obstruksi
total.Anak besar dan orang dewasa jarang mengalami bronkiolitis bila terserang
infeksi virus. Perbedaan anatomi antara paru-paru bayi muda dan anak yang lebih
besar mungkin merupakan kontribusi terhadap hal ini. Respon proteksi imunologi
terhadap RSV bersifat transien dan tidak lengkap. Infeksi yang berulang pada saluran
napas bawah akan meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Akibat infeksi yang
berulang-ulang, terjadi „cumulatif immunity‟ sehingga pada anak yang lebih besar
dan orang dewasa cenderung lebih tahan terhadap infeksi bronkiolitis dan pneumonia
karena RSV.(8,11)
Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus
dalam 3-4 hari, sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat sampai
15 hari . Ada 2 macam fenomena yang mendasari hubungan antara infeksi virus
saluran napas dan asma: (1) Infeksi akut virus saluran napas pada bayi atau anak keci
seringkali disertai wheezing. (2) Penderita wheezing berulang yang disertai dengan
penurunan tes faal paru, ternyata seringkali mengalami infeksi virus saluran napas
pada saat bayi/usia muda. Infeksi RSV dapat menstimulasi respon imun humoral dan
selular. Respon antibodi sistemik terjadi bersamaan dengan respon imun lokal. Bayi
usia muda mempunyai respon imun yang lebih buruk.(12)
Glezen dkk (dikutip dari Bar-on, 1996) mendapatkan bahwa terjadi
hubungan terbalik antara titer antibodi neutralizing dengan resiko reinfeksi. Tujuh
puluh sampai delapan puluh persen anak dengan infeksi RSV memproduksi IgE
dalam 6 hari perjalanan penyakit dan dapat bertahan sampai 34 hari. IgE-RSV
12
ditemukan dalam sekret nasofaring 45% anak yang terinfeksi RSV dengan mengi,
tapi tidak pada anak tanpa mengi. Bronkiolitis yang disebabkan RSV pada usia dini
akan berkembang menjadi asma bila ditemukan IgE spesifik RSV.
Infeksi RSV
Kolonisasi & replikasi di mukosa (terminal bronkiolus : >>)
Nekrosis sel bersilia bronkioli
Proliferasi limfosit, sel plasma & makrofag
Edema mukosa kongesti debris & mukus
Penyempitan lumen bronkioli (total/sebagian)
Respon paru
2.5. PATOLOGI DAN PATOGENESIS
Bronkhiolitis ditandai oleh nekrosis epitel bronkhiolus akibat virus,
hipersekresi mucus, dan infiltrasi sel bulat serta edema submukosa yang mengelilingi.
Perubahan ini mengakibatkan pembentukan sumbatan mucus yang menyumbat
bronkhiolus dengan akibat hiperinflasi atau kolaps jaringan distal. Pada pneumonia
interstitial, infiltrasi lebih menyeluruh dan nekrosis epitel dapat meluas pada
13
bronchus maupun alveolus. Bayi terutama cocok untuk mengalami obstruksi karena
ukuran bronkhiolus normal kecil.(2)
Beberapa faksta member kesan cedera imunologis sebagai factor pada
pathogenesis bronkhiolitis yang disebabkan oleh VSR: (1) bayi yang sekarat karena
bronchitis telah menunjukan immunoglobulin maupun virus dalam jaringan
bronkhiolus yang terjejas; (2) anak yang mendapat vaksin VSR yang diberikan secara
parenteral sangat antigenic, inaktif, pada pemajanan berikutnya pada VSR jenis liar,
menderita bronkhiolitis yang lebih berat dan lebih sering dari pada control
seumurnya; (3) bronkhiolitis yang bergabung kedalam asma padaa bayi yang lebih
tua dan VSR sering kali merupakan serangan asma akut yang dikenali pada anak usia
1 – 5 tahun; dan (4) antibody immunoglobulin E (IgE) yang mengarah langsung VSR
telah ditemukan pada sekresi konvalesen bayi dengan bronkhiolitis.(2)
Disamping pengaruh destruktif virus dan respon hospes yang myertai, belum
jelas peran apa yang dimainkan oleh bakteri yang menumpangi. Pada kebanyakan
bayu dengan bronkhiolitis, dengan atau tanpa pneumonia intertisial, pengalaman
klinis member kesan bahwa bakteri memainkan peran yang tidak berarti.(2)
2.6. MANIFESTASI KLINIS
Mula-mula terjadinya bronkiolitis akut didahului dengan infeksi saluran
napas bagian atas yang relatif ringan. Infeksi saluran nafas ini dapat berupa batuk-
batuk paroksismal, pilek encer, bersin-bersin dan bisa disertai demam subfebril atau
tanpa demam. Kadang-kadang, pada bayi yang tidak mempunyai riwayat ataupun
demam sama sekali, dapat terjadi suatu keadaan hipotermi. Gejala-gejala ini biasanya
berlangsung beberapa hari.(1)
Kemudian timbul distres pernafasan yang ditandai dengan keadaan dimana
anak-anak menunjukkan gejala, seperti sesak nafas yang sifatnya progresif,
pernafasan cuping hidung yang disertai dengan retraksi interkostal dan suprasternal.
Pada keadaan yang berat dapat terdengar suara mengi. Keadaan ini dikompensasi
14
dengan pernafasan Kussmaul‟s (pernafasan cepat dan dalam). Pada akhirnya, anak-
anak menjadi gelisah, iritabel dan tampak sianosis.(1)
Selain itu, gejala lainnya dapat berupa kesulitan minum terutama pada bayi.
Hal ini disebabkan karena frekuensi napas yang cepat sehingga menghalangi
terjadinya proses menelan dan menghisap. Pada kasus yang ringan, gejala-gejala
tersebut menghilang dalam kurun waktu satu sampai tiga hari hari. Sementara, pada
kasus yang berat, gejalanya dapat tetap ada sampai beberapa hari dan perjalanan
penyakitnya berlangsung cepat.
Pada pemeriksaan fisik, dapat dilihat adanya distres pernapasan (keadaan
dimana frekuensi napas sekitar 60 x/menit, dengan pernapasan cuping hidung,
penggunaan otot pernapasan tambahan, retraksi dan juga sianosis). Namun, pada
bronkiolitis akut retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru
(terperangkapnya udara dalam paru). Hepar dan limpa dapat teraba karena terdorong
oleh diafragma akibat hiperinflasi paru-paru. Kadang terdengar ronki basah byaring
halus pada akhir fase inspirasi atau pada permulaaan fase ekpirasi. Fase ekpirasinya
memanjang dan mengi pada keadaan tertentu dapat terdengar dengan jelas. Pada
keadaan yang amat beratm suara pernafasan dapat tidak terdengar. Hal ini dapat
dikarenakan obstruksi yang terjadi sifatnya hampir menyeluruh.(2)
Tanda – tanda infeksi bayi dengan VSR adalah rhinorrea dan faringitis.
Batuk mungkin muncul secara serentak tetapi lebih sering tampak sesudah interval 1
– 3 hari, pada saat mana dapat juga ada bersin dan demam ringan. Segera setelah
batuk muncul, pada anak mulai terdengar mengi. Jika penyakit ini ringan, gejala –
gejala mungkin tidak memburuk setelah stadium ini. Auskultasi sering menunjukan
rhonki difus, rhonki basah halus dan mengi. Rhinorrea biasanya menetap selama
sakit, dengan demam intermitten. Roentgenogram dada pada stadium sering
normal.(2)
Jika penyakit memburuk, batuk dan mengi bertambah, dan terjadi haus udara
serta bukti adanya hiperekspansi dada dan retraksi intercostal serta subkostal.
15
Frekuensi pernapasan bertambah, dan terjadi sianosis. Tanda – tanda sakit berat yang
mengancam jiwa adalah sianosis sentral, takipneu lebih dari 70/menit, lesu dan
serangan apneu. Pada stadium ini dada mungkin sangat hiperekspansif dan pada
auskultasi nyaris tenang karena pertukaran udara yang buruk.(2)
Roentgenogram pada dada bayi yang dirawat inap dengan bronkhiolitis VSR
adalah normal pada 10% kasus; udara terperangkap dan hiperekspansi dada terjadi
pada sekitar 50%. Penebalan peribronkial atau pneumonia intersisial ditemukan pada
50 – 80&. Konsolidasi segmental terjadi pada 10 -25%. Efusi pleura jarang, jika
pernah ditemukan.(2)
Pada beberapa bayi perjalanan penyakit mungkin lebih menyerupai
perjalanan penyakit pneumonia. Pada keadaan ini, rhinorrea prodormal dan batuk
disertai oleh dispneu, nafsu makan memburuk dan lesu, dengan mengi minimum dan
hiperekspansi. Walaupun diagnosis klinis adalah pneumonia, mengi sering muncul
serta intermitten dan roentgenogram dada dapat menampakkan udara terperangkap.(2)
Demam merupakan tanda tidak tetap pada infeksi VSR. Ruam dan
konjungtivitis masing – masing terjadi pada beberapa kaasus. Pada bayi muda,
terutama mereka yang dilahirkan secara premature, pernafasan periodik dan serangan
apneu merupakan tanda yang sering menyusahkan, bahkan pada bronkhiolitis yang
secara relatif ringan sekalipun. Adalah mungkin sebagian kecil kematian bayi
mendadak yang disebabkan oleh VSR.(2)
Infeksi VSR pada hospes yang sangat terganggu imun dapat berat pada
setiap umur. Motalitasnya yang terkait dengan ifeksi VSR pada beberapa minggu
pertama transplantasi sumsum tulang atau organ padat dapat setinggi 50%.(2)
Uji laboraturium rutin memberi sedikit informasi yang membantu pada
kebanyakan kasus bronkhiolitis atau pneumonia yang disebabkan oleh VSR. Angka
sel darah putih normal atau naik, dan hitung jenis mungkin normal atau bergeser ke
kanan atau ke kiri. Biakan bakteri biasanya tumbuh flora normal. Hipoksemia sering
16
ada dan cenderung untuk lebih mencolok dari pada yang diperkirakan atas dasar
tanda – tanda klinis. Bila berat, hipoksemi ini sering disertai dengan hiperkapnea dan
asidosis.(2)
2.7. DIAGNOSIS
Diagnosis bronkhiolitis antara lain :(1)
- wheezing, yang tidak membaik dengan tiga dosis bronkodilator kerja
cepat
- ekspirasi memanjang/expiratory effort
- hiperinflasi dinding dada, dengan hipersonor pada perkusi
- tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
- crackles atau ronkhi pada auskultasi dada
- sulit makan menyusu atau minum
Bronkhiolitis adalah diagnosis klinis. Keterlibatan VSR pada setiap penyakit
anak tertentu dapat dicurigai pada berbagai tingkat kepastian dari musim tahunan dan
adanya wabah khas dalam musim tersebut. Tanda lain yang mungkin membantu
adalah usia anak (selain dari VSR, satu – satu virus yang sering menyerang bayi
selama umur beberapa bulan pertamaadalah virus parainfluenza tipe 3) dan
epiudemioliogi keluarga( cold pada anak – anak dan orang tua ).(2)
Arti terbesar dilemma diagnostic adalah masalah kemungkinan keterlibatan
bakteri atau klamidya. Bila bronkhiolitis ringan atau bila infiltrate tidak ada pada
roentgenogram, ada sedikit kemungkinan komponen bakteri. Pada bayi usia 1-4
bulan, pneumonitis intersisialis dapat disebabkan oleh bakteri Chlamydia
Trachomatis. Pada keadaan ini mungkin riwayat konjungtivitis dan penyakit
17
cenderung mulai ssubakut. Batuk sering ada; mengi tidak ada. Mungkin juga ada
eosinofillia, demam biasanya tidak ada.(2)
Konsolidasi atau tanda – tanda lain atau dengan efusi pleura dianggap
berasal dari bakteri sampai terbukti lain. Tanda – tanda lain yang mengarah pada
pneumonia bakteri adalah kenaikan angka neutrofil, depresi jumlah sel darah putih
bila ada penyakit berat, ileus atau tanda – tanda perut lsin, demam tinggi, dan kolaps
sirkulasi. Pada keadaan demikian jarang adakeragu – raguan mengenai perlunya
antibiotic.(2)
Diagnosis pasti infeksi VSR didasarkan pada deteksi virus atau antigen virus
dalam sekresi pernapasan. Specimen harus diletakkan diatas es, diabawa langsung ke
laboraturium, dan diproses untuk deteksi antigen atau ditanamkan pada satru lapis sel
yang rentan. Aspirat mucus dari lubang hidung posterior merupakan specimen
optimal. Pulasan nasofaring atau tenggorok juga dapat diterima, aspirat trachea tidak
perlu.(2)
Diagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan
adanya epidemic RSV di masyarakat . Kriteria bronkiolitis terdiri dari: (1) wheezing
pertama kali, (2) umur 24 bulan atau kurang, (3) pemeriksaan fisik sesuai dengan
gambaran infeksi virus misalnya batuk, pilek, demam dan (4) menyingkirkan
pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan wheezing. Untuk menilai
kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory Distress Assessment Instrument
(RDAI), yang menilai distres napas berdasarkan 2 variabel respirasi yaitu wheezing
dan retraksi. Bila skor lebih dari 15 dimasukkan kategori berat, bila skor kurang 3
dimasukkan dalam kategori ringan.Pulse oximetry merupakan alat yang tidak invasif
dan berguna untuk menilai derajat keparahan penderita. Saturasi oksigen < 95%
merupakan tanda terjadinya hipoksia dan merupakan indikasi untuk rawat inap.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan (5)
- takipneu
- takikardi
18
- sianosis
- Peningkatan suhu > 38,5oC
- Pernapasan cuping hidung dan retraksi interkostal
- anak gelisah
- dada mengembang retraksi sela iga bawah
- hati dan limpa terdorong ke bawah
- perkusi : hipersonor
- auskultasi : suara nafas melemah
rales halus akhir inspirasi
ekspirasi memanjang dan wheezing expirasi
Gejala klinis
- Terutama < 2 thn dan terbanyak < 6 bln.
- Kontak dengan penderita ISPA dewasa /anak besar
- Didahului ISPA atas ringan (pilek encer, bersin,batuk)
- Kondisi memberat : distres nafas (takipnu, retraksi, nafas cuping
hidung, sianosis, takikardi)
- Terdapat wheezing, ekspirasi memanjang, crackles
- Hepar & lien teraba karena pendorongan diafragma
- Kadang-kadang : konjungtivitis ringan, otitis media, faringitis
Pada apusan darah tepi menunjukkan gambaran dalam batas normal.
Limfopenia yang sering ditemukan pada infeksi virus lain jarang ditemukan pada
brokiolitis. Pada keadaan yang berat, gambaran analisis gas darah akan menunjukkan
tanda-tanda asidosis metabolik maupun metabolik, yang dapat ditandai dengan
hiperkapnia, karena karbondioksida tidak dapat dikeluarkan, akibat edem dan
hipersekresi bronkiolus. Pada usapan nasofaring hanya didapat flora komensal.(6)
Pemeriksaan laboratorium tidak memberi gambaran yang khas untuk
diagnosa bronkiolitis. Kadang – kadang terjadi leukositosis penting untuk
mendiagnosa banding dengan pneumonia dan pertusis.
19
Pada bronkiolitis juga di lakukan “ TES SEROLOGI “ dengan antigen RSV
bisa juga dilakukan ANALISA GAS DARAH untuk penderita berat, khususnya yang
membutuhkan ventilator mekanik.
Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung lekosit biasanya normal. Pada
pasien dengan peningkatan lekosit biasanya didominasi oleh PMN dan bentuk batang.
Kim dkk (2003) mendapatkan bahwa ada subgrup penderita bronkiolitis dengan
eosinofilia.17 Analisa gas darah dapat menunjukkan adanya hipoksia akibat V/Q
mismatch dan asidosis metabolik jika terdapat dehidrasi. Gambaran radiologik
mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan. Umumnya terlihat paru-paru
mengembang (hyperaerated). Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang tersebar,
mungkin atelektasis (patchy atelectasis ) atau pneumonia (patchy infiltrates).
Pemeriksaan radiologis(13,14)
Pemeriksaan foto polos thorax
Tampak gambaran hyperaerated, patchy infiltrates, diafragma mendatar
20
Hyperexpanded lung fields, bilateral interstitial densities, and atelectasis of the right
upper lobe.
Hyperaerated Lung, Infiltrate at the upper part of right hemithorax
Gambaran radiologik foto toraks dapat memberikan gambaran normal atau
hiperinflasi (hiperaerasi) paru dengan diameter anteroposterior meningkat pada foto
lateral. Pada sepertiga penderita, dapat ditemukan bercak-bercak pemadatan
(konsolidasi) yang tersebar merata akibat atelektasis sekunder terhadap obstruksi atau
peradangan (inflamasi) alveolus.(4,13)
21
Pada x-foto lateral, didapatkan diameter AP yang bertambah dan diafragma
tertekan ke bawah. Pada pemeriksaan x-foto dada, dikatakan hyperaerated apabila
kita mendapatkan: siluet jantung yang menyempit, jantung terangkat, diafragma lebih
rendah dan mendatar, diameter anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal
lebih lusen, iga horisontal, pembuluh darah paru tampak tersebar. Bayi-bayi dengan
bronkiolitis mengalami wheezing untuk pertama kalinya, berbeda dengan asma yang
mengalami wheezing berulang. Asma bronkiale merupakan diagnosis banding yang
tersering. Diagnosis banding bronkiolitis adalah: asma bronkiale, pneumonia, aspirasi
benda asing, refluks gastroesophageal, sistik fibrosis, gagal jantung, miokarditis.(4,13)
Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan aspirasi
atau bilasan nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi
memerlukan waktu yang lama, dan hanya memberikan hasil positif pada 50% kasus.
Ada cara lain yaitu dengan melakukan pemeriksaan antigen RSV dengan
menggunakan cara imunofluoresen atau ELISA. Sensitifitas pemeriksaan ini adalah
80-90%.(7)
2.8. DIAGNOSIS BANDING
DIAGNOSIS GEJALA
ASMA - riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan dengan
batuk dan pilek
- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
- berespons baik terhadap bronkodilator
BRONKHIOLITIS - episode pertama wheezing pada anak umur <2 tahun
- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
- gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai
- respons kurang/tidak ada respon dengan bronchodilator
WHEEZING - wheezing selalu berkaitan dengan batuk dan pilek
22
BERKAITAN
DENGAN
BATUK DAN
PILEK
-tidak ada riwayat keluarga dengan asma/eksem/hay fever
- ekspirasi memanjang
-cenderung lebih ringan dibandingkan dengan wheezing akibat
asma
-berespon baik terhadap bronchodilator
BENDA ASING - riwayat tersedak atau wheezing tiba – tiba
- wheezing umumnya unilateral
-Air trapping dengan hipersonor dan pergeseran mediastinum
-tanda kolaps paru
PNEUMONIA - batuk dengan nafas cepat
- tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
- demam
- crackles ronkhi
- pernapasan cuping hidung
Merintih/grunting
Bronkhiolitis adalah diagnosis klinis yang paling sering pada bayi yang
dirawat inap dengan infeksiVSR, walaupun sindrom sering tidak dapat dibedakan
dari pneumonia VSR pada bayi dan sebenarnya keduanya sering terjadi bersamaan.(2)
PERBEDAAN BRONKHIOLITIS DAN BRONKOPNEUMONIA
PERBEDAAN BRONKIOLITIS BRONKOPNEUMONIA
Definisi Infeksi virus akut saluran
pernapasan bawah yang
menyebabkan obstruksi
inflamasi bronkiolus
Peradangan pada parenkim
paru yang terlokalisir yang
biasanya mengenai
bronkiolus dan juga
mengenai alveolus
disekitarnya
Epidemiologi
23
Musim Dingin, epidemik pada
musim semi awal.
Lebih sering saat dingin,
dapat terjadi kapan saja
Usia Bayi Biasanya <5 tahun
Etiologi RSV, parainfluenza, virus
influenza, adenovirus,
rhinovirus, M.pneumoniae
RSV, campak, varisela
zooster, parainfluenza,
influenza, adenovirus,
Streptococcus pneumoniae,
S.aureus, M.tuberculosis
Faktor risiko - jenis kelamin laki-laki
- status sosial ekonomi
rendah
- jumlah anggota keluarga
yang besar
- perokok pasif
- rendahnya antibodi
maternal terhadap RSV
- bayi yang tidak
mendapatkan air susu
ibu (ASI)
- Bayi dan anak kecil
lebih rentan terhadap
penyakit ini karena
respon imunitas mereka
masih belum
berkembang dengan
baik.
- orang tua dan orang
yang lemah akibat
penyakit kronik
tertentu.
- pasien peminum
alkohol, pasca bedah,
dan penderita penyakit
pernafasan kronik atau
infeksi virus
Masa inkubasi 2-5 hari 9-21 hari (rata-rata 12 hari)
Patogenesis Bronkiolitis akut ditandai
dengan obstruksi bronkiolus
yang disebabkan oleh edema
dan kumpulan mukus dan
Pneumokokus umumnya
mencapai alveoli lewat
percikan mukus atau saliva.
Lobus bagian bawah paru-
24
oleh invasi bagian-bagian
bronkus yang lebih kecil oleh
virus. Karena tahanan/
resistensi terhadap aliran
udara didalam saluran
besarnya berbanding terbalik
dengan radius/ jari-jari
pangkat empat, maka
penebalan yang sedikit sekali
pun pada dinding bronkiolus
bayi dapat sangat
mempengaruhi aliran udara.
Tahanan pada saluran udara
kecil bertambah selama fase
inspirasi dan ekspirasi,
namun karena selama
ekspirasi jalan nafas menjadi
lebih kecil, maka hasilnya
adalah obstruksi pernafasan
katup yang menimbulkan
udara terperangkap dan
overinflasi. Atelektasis dapat
terjadi ketika obstruksi
menjadi total dan udara yang
terperangkap diabsorbsi.
Proses patologis menggangu
pertukaran gas normal di
dalam paru. Perfusi ventilasi
yang tidak seimbang
paru paling sering terkena
karena efek gravitasi. Setelah
mencapai alveoli, maka
pneumokokus menimbulkan
respon yang khas terdiri dari
empat tahap yang berurutan:
a. Kongesti (24 jam pertama)
: Merupakan stadium
pertama, eksudat yang kaya
protein keluar masuk ke
dalam alveolar melalui
pembuluh darah yang
berdilatasi dan bocor, disertai
kongesti vena. Paru menjadi
berat, edematosa dan
berwarna merah.
b. Hepatisasi merah (48 jam
berikutnya) : Terjadi pada
stadium kedua, yang berakhir
setelah beberapa hari.
Ditemukan akumulasi yang
masif dalam ruang alveolar,
bersama-sama dengan
limfosit dan magkrofag.
Banyak sel darah merah juga
dikeluarkan dari kapiler yang
meregang. Pleura yang
menutupi diselimuti eksudat
25
mengakibatkan hipoksemia,
yang terjadi pada awal
perjalanannya. Retensi
karbondioksida (hiperkapnia)
biasanya tidak terjadi kecuali
pada pasien yang terkena
berat. Makin tinggi frekuensi
pernapasan melebihi
60/menit; selanjutnya
hiperkapnia berkembang
menjadi takipnea.
fibrinosa, paru-paru tampak
berwarna kemerahan, padat
tanpa mengandung udara,
disertai konsistensi mirip hati
yang masih segar dan
bergranula (hepatisasi =
seperti hepar).
c. Hepatisasi kelabu (3-8
hari) : Pada stadium ketiga
menunjukkan akumulasi
fibrin yang berlanjut disertai
penghancuran sel darah putih
dan sel darah merah. Paru-
paru tampak kelabu coklat
dan padat karena leukosit dan
fibrin mengalami konsolidasi
di dalam alveoli yang
terserang.
d. Resolusi (8-11 hari) : Pada
stadium keempat ini, eksudat
mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag
dan pencernaan kotoran
inflamasi, dengan
mempertahankan arsitektur
dinding alveolus di
bawahnya, sehingga jaringan
kembali pada strukturnya
26
semula.
Gejala prodromal
saluran
pernapasan atas
Ada Sering tidak ada
Demam Derajat rendah (subfebris) Tinggi (39°-40°C)
Toksisitas Biasanya ringan Jelas
Retraksi Ada , intercostal dan
suprasternal
Tidak ada
Palpasi thorax Vocal fremitus menurun Vocal fremitus yang
meningkat pada sisi yang
sakit
Perkusi paru Hipersonor Sonor memendek sampai
beda
Mengi Ada Biasanya tidak ada
Auskultasi Mengi difus dengan ronkhi Ronkhi atau konsolidasi
lokal
Hitung leukosit Normal atau sedikit
meningkat
Meningkat
Hitung jenis
leukosit
Normal/ limfositik Neutrofilik
Analisa gas darah Gambaran analisis gas darah
akan menunjukkan
hiperkapnia, karena
karbondioksida tidak dapat
dikeluarkan, akibat edem dan
hipersekresi bronkiolus.
Gambaran analisis gas darah
menunjukkan hipoksemia
dan hiperkarbia. Pada
stadium lanjut dapat terjadi
asidosis metabolik.
Rontgen thoraks
Hiperinflasi Ada Tidak ada
Abses atau efusi Tidak ada Mungkin ada
27
pleura
Kultur darah Negatif Mungkin positif
Komplikasi Gagal napas, serangan apnea,
pneumonia bakterial
sekunder, mengi rekuren,
bronkiolitis obliterans
Abses, kavitas, pneumatokel,
efusi pleura, empiema,
bakteremia, abses
metastastik, meningitis.
Pengobatan Oksigen yang dilembabkan,
nutrisi oral, nebulisasi
ribavirin pada pasien yang
mungkin mengalami penyakit
berat (bayi < 2 bulan,
prematur)
Oksigen yang dilembabkan,
sefotaksim IV saja atau
dengan klaritromisin IV
2.9. PENATALAKSANAAN
Pada kasus bronkhiolitis yang tidak terkomplikasi, pengobatan adalah
simptomatik. Oksigen yang diperlembab biasanya terindikasi untuk bayi yang dirawat
inap karena kebanyakan adalah hipoksik. Banyak bayi terdehidrasi ringan sampai
sedang; karenanya, cairan harus diberikan dengan hati – hati pada jumlah yang lebih
besar dari pada rumatan. Seringkali makanan intravena atau dengan pipa membantu
bila menghisap sukar. Kebanyakan bayi agaknya bernapas lebih baik bila ditopang
tegak pada sudut 10 – 30 derajat.(2)
Bronkhodilator tidak boleh secara rutin digunakan. Namun, trial aerosol
albuterol harus dibuat pada anak mengi dan bronkhodilator diberikan jika aerosol
bermanfaat. Kortikosteroid tidak terindiksi kecuali sebagai usaha terakhir pada kasus
kritis. Sedatif jarang diperlukan.(2)
Pada kebanyakan kasus kebanyakan antibiotik tidak berguna dan
penggunaannya yang sembarangan pada bronkhiolitis dan pneumonia yang diduga
virus harus dicegah. Pneumonia intersisial pada bayi yang berusia 1 -4 bulan yang
mungkin Chlamydia dan karenanya eritromisin (40mg/kgBB/24jam) mungkin
28
bermanfaat. Bila bayi dengan pneumonia intersisial lebih tua, atau bila konsolidasi
terjadi, antibiotik parenteral mungkin terindikasi. Pada anak yang sakit kritis
antibiotik mungkin juga terindikasi.(2)
Obat anti virus Ribavirin, yang dimasukkan dengan aerosol partikel kecil
dan dihirup, bersama dengan kadar oksigen yang diperlukan, selama 20 atau 24 jam
sehari 3 – 5 hari mempunyai pengaruh sedang pada perjalanan pneumonia VSR.
Pengurangan rawat inap dirumah sakit dan penurunan mortalitas tidak ditunjukkan
dan pengaruh jangka lama masih belum diketahui. Karenanya, penggunaannya, hanya
terindikasi pada bayi yang sangat sakit atau pada bayi beresiko tinggi. Seperti mereka
yang dengan penyakit jantung kongenital sianosis, displasia bronkopulmonary berat,
atau immunodefisiensi berat. Obat ini harus diberikan awal perjalanan infeksi.(2)
Infeksi oleh virus RSV biasanya bersifat self limiting disease, sehingga
pengobatan yang ditujukan biasanya hanya berupa pengobatan suportif. Prinsip
pengobatannya adalah(2,5,7)
1. Oksigenasi
Oksigenasi sangat penting untuk menjaga agar jangan sampai terjadi
hipoksia jaringan yang justru akan lebih memperberat penyakitnya.
Hipoksia jaringan terjadi akibat gangguan perfusi ventilasi dari paru-paru.
Oksigenasi harus tetap diberikan walaupun anak belum dalam keadaan
sianosis.
Oksigenasi dengan kadar oksigen 30 - 40% sering digunakan untuk
mengatasi keadaan ini. Apabila tidak terdapat oksigen, maka anak harus
ditempatkan dalam ruangan dengan kelembaban udara yang tinggi,
sebaiknya dengan uap dingin (mist tent). Tujuannya unutuk mencairkan
sekret pada tempat peradangan.
2. Cairan
Pemberian cairan sangat penting untuk mengoreksi keadaan asidosis
metabolic dan respiratorik yang mungkin timbul dan mencegah terjadinya
dehidrasi akibat keluarnya cairan melalui mekanisme penguapan tubuh
29
(evaporasi), karena pola pernapasan yang cepat dan kesulitan minum. Jika
tidak terjadi dehidrasi, dapat diberikan cairan rumatan.
Cara pemberian cairan ini bisa melalui intravena atau
nasogastrik. Akan tetapi, harus kita harus hati-hati, khususnya pada
pemberian cairan melalui lambung karena dapat terjadi aspirasi yang
dapat memperberat sesak napas yang ada, akibat lambung yang terisi
cairan menekan diafragma ke paru-paru.
3. Obat-obatan
a. Antivirus (Ribavirin)
Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada
pendapat untuk mengurangi beratnya penyakit dapat diberikan
antivirus. Ribavirin adalah obat antivirus yang bersifat virus statik.
Tetapi, penggunaan obat ini masih kontroversial baik mengenai
efektivitas maupun keamanannya.
The American of Pediatric merekomendasikan penggunaan
ribavirin pada keadaan yang diperkirakan penyakitnya akan menjadi
lebih berat seperti pada penderita bronkiolitis dengan kelainan
jantung, fibrosis kistik, penyakit paru-paru kronik,
immunodefisiensi, dan pada bayi-bayi premature. Penggunaan
ribavirin terhadap penderita bronkiolitis dengan penyakit jantung,
didapatkan bahwa ribavirin dapat menurunkan angka morbiditas
dan mortalitas jika diberikan sejak awal.
Penggunaan ribavirin biasanya dengan cara nebulizer aerosol
12 - 18 jam per hari atau dalam dosis kecil.
b. Antibiotik
Penggunaan antibiotik biasanya tidak diperlukan pada
penderita bronkiolitis, karena sebagian besar disebabkan oleh virus,
kecuali bila didapat adanya tanda-tanda infeksi bacterial sekunder.
Antibiotik yang dipakai biasanya yang bersifat broad-spectrum.
30
Bila diketahui etiologi penyebabnya adalah Mycoplasma
pneumoniae, maka dapat dengan pemberian eritromisin.
Penggunaan antibiotik justru akan meningkatkan infeksi
sekunder oleh kuman yang resisten terhadap antibiotik tersebut.
c. Bronkodilator dan Antiinflamasi (kortikosteroid)
Kedua macam obat tersebut masih kontroversial
penggunaannya pada bronkiolitis. Bronkodilator merupakan kontra
indikasi, karena dianggap dapat memperberat keadaan anak, karena
menyebabkan anak menjadi lenih gelisah sehingga kebutuhan
oksigennya akan ikut meningkat.
Namun, ada beberapa penelitian yang mengatakan bahwa
penggunaan bronkodilator dan antiinflamasi dapat mengurangi
beratnya penyakit dan mencegah terjadinya mengi di kemudian hari
d. Sedativa
Penggunaan golongan sedative tidak diperbolehkan, karena
dapat menimbulkan depresi pernafasan. Bila memang diperlukan,
maka dapat dipertimbangkan untuk penggunaan kloralhidrat.
31
MANAJEMEN TERAPI
ALGORITMA TATALAKSANA BRONKIOLITIS
Penyebab : RSV, parainfluenze, influenza,adenovirus, mycoplasma.
Usia : < 2 tahun
Gejala : Panas , pilek, batuk disusul sesak napas, wheezing ekspiratoir,
sianosis (Bayi kecil : apnea)
Foto Dada : hiperinflasi, penebalan peribronkial, atelektasis , infiltrat
Periksa : kesadaran , pernapasan, wheezing, warna kulit, status hidrasi, Skor RDAI
Ringan: RDAI <3
Makan/minum normal
Dehidrasi –
Retraksi –
Sedang : RDAI 3-15
Retraksi +, Takipnea +,
Wheezing +
Sianosis – Resiko tinggi +
Berat: RDAI > 15
Sianosis +, Sesak hebat
Dehidrasi +, Hipoksia +,
Apnea +, Makan/minum -
Rawat Jalan
Suportif
Pastikan:
pengetahuan orang tua -
transportasi ke RS
Rumah Sakit
Oksigenasi
Salbutamol inhalasi : 0,1
mg/kg/dosis
Ribavirin
Antibiotika : disesuaikan
Suportif
ICU/ UPI
Cek : Foto Dada, Gas Darah,
EKG, Elektrolit.
Oksigen, ventilasi mekanik
Nebulasi Albuterol,
Steroid: deksametason 0,1-0,2
mg/kg/dosis IV,
Ribavirin
Antibiotika spektrum luas
Suportif
32
2.10. PENCEGAHAN
Dalam rumah sakit¸cara – cara pencegahan yanga paling penting dituukkan
pada penghentian penyebaran nosokomial. Selama musim VSR bayi beresiko tinggi
harus dipisahkan dari bayi – bayi dengan gejala – gejala pernapasan. Jas dan sarung
tangan tersendiri serta cuci tangan yang cermat harus digunakan untuk perawatan
semua bayi dengan infeksi VSR yang dicurigai atau yang pasti.(2)
Upaya – upaya untuk mengembangkan vaksin inaktif atau yang dilemahkan
yang berguna belum berhaisl. Sebenarnya, ketidakcukupan proteksi pasca infeksi
VSR alamiah menghilangkan kemungkinan bahwa vaksin yang dilemahkan akan
mencegah penyakit selanjutnya. Trial bualanan Ig intravena titer tinggi telah
memperagakan beberapa pengurangan dalam keparahan infeksi VSR pada bayi
beresiko tinggi. Immunoprofilaksis pasif tampak merupakan pendekatan yang
member harapan untuk pencegahan.(2,7)
2.11. PROGNOSIS
Mortalitas bayi yang dirawat inap dengan infeksi VSR saluran pernapasan
bawah sekitar 2%. Prognosis jelas lebih buruk pada bayi premature, muda, atau
mereka dengan penyakit neuromuskuler, paru, kardiovaskuler atau sistem imunologis
yang mendasari. (2)
Banyak anak dengan asma mempunyai riwayat bronkhiolitis pada saat bayi.
Ada mengi berulang pada 33-50% anak dengan bronkhiolitis VSR khas pada bayi.
Kemungkinan kumat bertambah bila ada penyakit alergi ( eksem, hay fever, atau
riwayat keluarga asma ). Pada bronkhiolitis pada penderita lebih tua dari 1 tahun ada
kenaikan. Kemungkinan bahwa keadaan ini merupakan serangan mengi multiple
pertama yang kemudian akan disebut asma, meskipun serangan ini mungkin akibat
virus.(2)
Serangan bronkiolitis akut ini dapat segera teratasi setelah 48 – 72 jam.
Angka mortalitasnya kurang dari 1 persen. Kematian dapat terjadi dikarenakan anak
jatuh dalam keadaan apnoe yang berlangsung lama atau pada keadaan asidosis
33
respiratorik yang tidak terkoreksi atau pada keadaan dehidrasi yang timbul karena
takipnoe dan kurangnya intake makanan dan minuman. Komplikasi seperti otitis
media akut, pneumonia bakterialis dan gagal jantung relatif jarang dijumpai.
34
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Bronkiolitis adalah dilatasi yang ireversibel dari saluran pernafasan yang
disebabkan oleh kerusakan dinding saluran pernafasan akibat inflamasi. Penyakit ini
masih banyak diderita karena kesadaran masyarakat terhadap kesehatan masih sangat
kurang. Selain itu, masyarakat belum mengerti manfaat dari fasilitas dan pelayanan
kesehatan yang tersedia.
Padahal dengan pemeriksaan fisik dan radiologi seperti foto polos thorax,
bronkogram dan CT-scan dapat membantu menegakkan diagnosa bronkiolitis
terutama jika disertai dengan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
laboratorium. Diagnosa serta penatalaksanaan yang cepat dan tepat diharapkan dapat
menurunkan angka kematian.