Bioetika dunia medik
-
Upload
regita-tanara -
Category
Documents
-
view
7 -
download
0
description
Transcript of Bioetika dunia medik
Hak-Hak Pasien (Autonomy) dan Kaidah Bioetik
Regita Tanara
102015121
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061
ABSTRAK
Bioetik didefinisikan sebagai cabang dari etika yang menginvestigasi masalah khususnya
yang timbul dari bidang kedokteran. Masalah ini mencangkup dari sekitar dan pengobatannya, hak-
hak pasien, dokter, dan lain-lain, batas dari penerimaan intervensi dan prakteknya (misalnya
abortus, euthanasia), dan rekayasa genetika serta pengaplikasiannya. Dalam suatu pengamatan
skenario, ditemukan adanya kaidah bioetika yang menonjol, yaitu autonomi. Hak-hak pasien dalam
menentukan nasibnya sendiri. Tetapi bukan hanya 1 kaidah saja yang dibahas, melainkan ke-4
kaidah tersebut.
(kata kunci: Bioetik, abortus, euthanasia)
ABSTRACT
Bioethics is defined as the branch of ethics that investigates problems specifically arising
from medical and biological practice. These include problems of the nature and distribution of
treatment, the spare of authority of the patient, the physician, and others, the limitation of
acceptable intervention amd experimentation (see abortion, euthanasia), and the priority of genetic
research and its application. In this scenario observation, theres a main rule of bioethics found,
autonomy. Patient’s authority in self-determination. But not only 1 rule explained, all 4 will be.
(key words: Bioethics, abortion, euthanasia)
PENDAHULUAN
Ada banyak kepercayaan di Indonesia maupun di dunia, berbeda-beda kepercayaan, beda
pula aturan dan ajaran yang terkandung didalamnya, ada kepercayaan yang aturannya melarang
mengonsumsi makanan tertentu, bahkan ada juga yang melarang untuk melakukan transfusi darah.
Semua itu kembali lagi diserahkan kepada pilihan hak setiap orang tersebut untuk memilih jalan
hidupnya.
Dalam dunia kedokteran diperlukan adanya pendidikan etika, atau disebut juga bioetik.
Pendidikan ini sangat diperlukan mahasiswa kedokteran untuk menjadi dokter yang baik dan
berakhlak dalam menangani pasiennya nanti. Selain itu, mahasiswa juga diajak untuk berpikir kritis
dan cepat untuk menangani masalah-masalah yang ada atau mungkin akan terjadi.
Etik (Ethics) dari kata Yunani ethos, yang berarti akhlak, adat kebiasaan, watak, perasaan,
sikap , yang baik, yang layak. Sedangkan menurut Kamus Kedokteran (Ramali dan Pamuncak 1987),
etika adalah pengetahuan tentang perilaku yang benar dalam satu profesi. Norma bioetika pada saat
ini banyak yang tumpang tindih dengan / atau setidaknya dengan norma hukum dan hal-hal lain
yang melatar-belakanginya, misalnya finansial, budaya, sosial.
Dalam prakteknya, dokter yang baik harus menggunakan bioetik sebagai kajiannya, pembuatan
keputusan klinis dalam kasus konkrit tidaklah mudah, bila salah dalam mengambil keputusan, bisa
saja hal itu menjadi semakin gawat atau bahkan ke arah malpraktik. Dalam pembangunan keputusan
klinik, ada 3 hal yang harus diperhatikan, antara lain adalah pertimbangan medik, aspek hukum, dan
pertimbangan etik. Pertimbangan etik yaitu bioetik dibagi menjadi 4 kaidah dasar, yaitu:
beneficence, non-maleficence, justice, dan autonomy. Semuanya memiliki peran yang berbeda-beda
dalam prakteknya.
ISI
Bioetika berasal dari kata bios yang berarti kehidupan dan ethos yang berarti norma-norma
atau nilai-nilai moral. Bioetika atau bioetika medis merupakan studi interdisipliner tentang masalah
yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro
maupun makro, masa kini dan masa mendatang (Bertens, 2001). Bioetika mencangkup isu-isu sosial
agama, ekonomi dan hukum, bahkan politik.
Selain membicarakan tentang masalah medik seperti abortus, eutanasia, transplantasi organ,
transfusi darah, teknologi reproduksi buatan, dan rekayasa genetik, bioetik juga membahas masalah
kesehatan, faktor budaya yang berperan dalam lingkup kesehatan masyarakat, hak pasien, moralitas
penyembuhan tradisional, lingkungan kerja, demografi, dan sebagainya.
Bioetik adalah etika yang dibutuhkan oleh setiap dokter di seluruh dunia, bioetik menentukan
bagaimana dokter bisa bersikap dan bertindak bila dihadapi dengan suatu masalah, mulai dari yang
ringan sampai yang berat. Di Indonesia, Kode Etik Kedokteran sewajarnya berlandaskan etik dan
norma-norma yang mengatur hubungan antar manusia, yang asas-asasnya terdapat dalam falsafah
Pancasila, sebagai landasan idiil dam UUD 1945 sebagai landasan strukturil. Dengan maksud untuk
lebih nyata mewujudkan kesungguhan dan keluhuran ilmu kedokteran, para dokter baik yang
tergabung dalam perhimpunan profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) maupun secara fungsional
terikat dalam organisasi pelayanan, pendidikan, dan penelitian telah mererima Kode Etik Kedokteran
Indonesia (KODEKI).
Ada 2 versi KODEKI, yaitu yang sesuai dengan Surat Keputusan Menkes RI No.
434/Menkes/SK/X/1983 dan yang sesuai dengan Surat keputusan PB IDI. No. 221/PB/A-4/04/2002.
Keduanya serupa tapi tak sama dari segi substansial dan urutannya. Oleh karena salah satu ciri kode
etik profesi adalah disusun oleh organisasi profesi bersangkutan, kita berpedoman pada KODEKI
yang diputuskan oleh PB IDI yang telah disesuaikan dengan kondisi yang berkembang seiring dengan
pesatnya ilmu pengetahuian dan teknologi kedokteran serta etika global yang ada.
Ada 4 kaidah dasar bioetik, yaitu:
1. Beneficence
Dalam kaidah ini, pasien dalam keadaan wajar (tidak darurat), dokter akan
melakukan tindakan terbaik demi keuntungan pasien tersebut. Dokter meminimalisasi akibat
baik lebih banyak daripada yang buruk. Ada 2 prinsip benefincence, yaitu: Prinsip Positive
Beneficence (tindakan yang dilakukan tidak mementingkan kalkulasi, dokter hanya
melakukan yang dianggap terbaik untuk pasiennya, dan prnsip Balancing of
Utility/Proportionality (tindakan yang dilakukan atas kalkulasi kerugian atau
keuntungannyakah yang lebih besar).
Contoh: Dokter menyarankan pasiennya untuk mengonsumsi vitamin C setelah makan
karena bisa menyebabkan asam lambung meningkat/sakit maag.
2. Non-Maleficence
Non malefincence yang artinya tidak merugikan mengandung aspek
mengutamakan kepentingan pasien seperti apa yang dijabarkan dalam aspek
benefincence, yang membedakan adalah keadaan pasien tersebut, yaitu dalam
keadaan gawat sehingga diperlukan intervensi medik dalam rangka penyelamatan
nyawanya. Dokter harus memberikan yang terbaik sehingga pasien dalam keadaan
gawat tidak kehilangan sesuatu yang penting. Prinsip yang digunakan dalam non
malefincence:
- Pertama, jangan menyakiti
- Mencegah dan menghilangkan sesuatu yang buruk
- Lakukan yang baik
- Tindakan yang merugikan tidak selalu dianggap tindakan yang buruk
3. Autonomy
Autonomy adalah hak-hak pasien dalam menentukan nasibnya sendiri berdasarkan informed
consent atau penjelasan tentang hasil diagnosa penyakit kepada pasien tersebut. Disini pasien
yang memenuhi syarat-syarat penerimaan informed consent diminta persetujuannya untuk
menerima tindakan atau penanganan medis yang lebih lanjut.
Pada skenario F, ada seorang pemuda berumur 25 tahun yang mengalami
kecelakaan lalu lintas tetapi masih dalam keadaan sadar dibawa ke rumah sakit, setelah
ada hasil dari pemeriksaan dokter, ternyata pemuda membutuhkan transfusi darah,
tetapi pada saat dokter meminta persetujuan, pasien itu menolak untuk ditransfusi
karena kepercayaan yang dianut tidak memperbolehkannya, lalu dokter menuruti
keputusan atau pilihan pasien tersebut. Dalam hal ini dokter menghargai hak-hak pasien
(Autonomy) sebelum mengambil tindakan lebih lanjut, walau yang ditawarkan adalah
keputusan yang terbaik yang disarankan oleh dokter
Dalam kasus ini, dokter menghargai hak menentukan nasib sendiri (self determination)
dan menghargai martabat pasien, dan juga tidak menginterverensi pasien dalam
membuat keputusan (pada kondisi elektif), kondisi elektif adalah kondisi yang
penanganannya masih bisa ditunda sebentar. Dokter juga berterus terang atas apa yang
terjadi kepada pasien serta membantu menemukan solusi yang terbaik. Tetapi tidak
semua saran dokter diterima oleh pasien, hal ini disebut informed refusal. contohnya
karena alasan kepercayaan yang dianut tadi, tetapi dokter menghargai rasionalitas
pasien tersebut. Stelah melakukan informed consent kepada pasien yang sudah dewasa
(25 tahun) dokter dapat membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil
keputusan sendiri, autonomi pasien juga tidak diinterverensi atau dihalangi oleh dokter
tersebut.
Di dalam aspek autonomy, dibutuhkan adanya Persetujuan Tindakan Medik (PTM) atau
yang disebut informed consent, Dalam Permenkes no 589 tahun 1989 dijelaskan bahwa
yang dimaksud dengan PTM adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarga
atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien
tersebut.
4. Justice
Penanganan yang adil, penanganan yang sama di keadaan yang sama. Justice
bisa diukur dari keadilan antar pasien dengan pasien lainnya, atau pasien dengan
keluarganya.
Seseorang menerima apa yang selayaknya ia terima. Hak-hak bagi setiap pasien, baik
hal sosial masyarakat atau komunitas sekitar pasien.
Kaidah yang terdapat di dalam justice:
- Pasien diberlakukan secara universal
- Dokter mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan, contoh: ada
seorang Ibu yang mempunyai 5 anak, pada suatu kondisi, Ibu ini sakit parah sehingga tidak
sadarkan diri dan hidupnya hanya bergantung dari fasilitas dan alat-alat di rumah sakit,
selama berhari-hari ibu ini tak kunjung sadar, tentu saja biaya rumah sakit yang dikeluarkan
tidaklah sedikit. Lalu 5 orang anak ini diminta keputusannya untuk keadaan Ibunya, lebih
baik alat-alat tersebut dicabut atau tidak. Disini dokter megambil porsi terakhir, yang artinya
pihak keluarga diberi waktu untuk berunding terlebih dahulu dan dokter tidak campur
tangan dalam urusan ini, sampai pada akhirnya ada keputusan yang baik dan disetujui oleh
semua pihak.
- Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
Datar Pustaka
1. Hanafiah J. Amri amir, 2009. Etika Kedokteran dan Hukum/Kesehattan (4thed.).
Jakarta:EGC.2.
2. a. Associate Professor, Palmer Center for Chiropractic Research, 741 Brady
Street,Davenport, IA 52803. E-mail: [email protected] Paper submitted
November 27, 2007, in revised form December 3, 2007, accepted December 4, 2007
3. Wilardjo,L. (2009). Bioetika:Mengurung Minotaurus di dalam Labirin (2nd ed.).
4. Budi S, Zulhasmar S, Siswaja T.D Bioetik dan Hukum Kedokteran : pengantar bagi
mahasiswa kedokteran dan hukum. Jakarta: Juli 2007.
5. Kamus Ringkasan Kedokteran STEDMAN untuk Profesi Kesehatan. E/4.