Bintang Jatuh - s3.amazonaws.com fileSaat melintasi cahaya dari gedung pencakar langit di jantung...
Transcript of Bintang Jatuh - s3.amazonaws.com fileSaat melintasi cahaya dari gedung pencakar langit di jantung...
Bintang Jatuh
Bintang Jatuh 2.indd 1 11/21/2018 11:18:24
Sanksi Pelanggaran Pasal 113Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014tentang Hak Cipta
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Bintang Jatuh 2.indd 2 11/21/2018 11:18:24
Penerbit PT Elex Media Komputindo
Dodi Prananda
BintangJatuh
Bintang Jatuh 2.indd 3 11/21/2018 11:18:24
Bintang JatuhCopyright © 2018 Dodi Prananda
Editor: Pradita Seti Rahayu
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-UndangDiterbitkan pertama kali pada tahun 2018 oleh
Penerbit PT Elex Media KomputindoKelompok Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta
718031863ISBN: 978-602-04-8734-2
Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, JakartaIsi di luar tanggung jawab Percetakan
Bintang Jatuh 2.indd 4 11/21/2018 11:18:24
Saat melintasi cahaya dari gedung pencakar langit di jantung
ibu kota, aku selalu mendambakan pada suatu waktu menjadi
tinggi dan bersinar. Aku berdiri tegak menjulang. Semua orang
memandangku karena terpukau pada cahaya dalam diriku.
Saat memandang lampu-lampu gedung pencakar langit,
aku merasa dunia adalah tempat terindah untuk ditinggali. Tapi,
setelah tidak ada lagi cahaya, aku tersadar, aku kembali ke dunia
yang serba terburu-buru, menyiksa, dan sangat kejam.
Aku memiliki dua kebiasaan demi membuat hidupku
yang biasa-biasa saja terasa istimewa. Salah satunya dengan
menikmati kerlap-kerlip cahaya saat melintasi gedung-gedung
pencakar langit di jantung kota. Di saat bersamaan juga,
bermimpi menjadi tinggi seperti gedung yang memiliki cahaya
menenangkan. Hal lainnya yang menjadi kebiasaanku adalah
melihat cahaya bintang di langit malam. Sayangnya, langit Jakarta
sangat kusam di malam hari, jadi tak ada satu pun bintang di
sana.
Satu
Bintang Jatuh 2.indd 3 11/21/2018 11:18:25
4
Jujur saja, sejak kecil aku selalu menyukai cahaya. Aku
tidak menyukai kegelapan. Aku bertanya untuk apakah Tuhan
menciptakan kegelapan? Kegelapan itu amat menyeramkan. Dan
seharusnya Tuhan tidak menciptakannya. Kegelapan itu seperti
beradik-kakak dengan ketakutan.
Aku berani bertaruh: kegelapan itu hanya disukai hantu-
hantu.
Aku tak pernah menyukai tempat gelap. Aku pernah
mencoba bertahan selama sepuluh menit di kamar tanpa
penerangan. Saat listrik di rumah kami byarpet, aku sontak
berteriak memanggil Mama dan Papa.
Karena kupikir gelap hanya disukai hantu-hantu, kurasa
hantu-hantu telah menyuruh pekerja listrik menciptakan gelap.
Mereka pasti bersekongkol memadamkan listrik supaya semua
hantu bebas berkeliaran di muka bumi.
Kalau musim byarpet datang, aku meminta tidur di kamar
Mama. Aku tak punya nyali tidur sendiri. Di rumah kami tak ada
mesin genset. Jadi, yang kami harapkan hanyalah lampu charger
yang hanya bertahan berapa jam. Setelah itu akan gelap lagi.
Apa yang menarik dari kegelapan? Siapakah di dunia ini
yang menyukai kegelapan—meski aku yakin Tuhan punya alasan
menciptakan apa saja dalam kehidupan ini, sekalipun saat Tuhan
menciptakan kentut.
Pernah aku berpikir bagaimana jika di dunia ini hanya
ada malam. Semua akan terasa gelap. Dunia menjadi tempat
yang menakutkan dan tak ada manusia yang menyukai dunia.
Kemudian, seluruh manusia pergi meninggalkan tempat ini, lalu
mereka mencari planet lain, lalu hantu-hantu yang akan beralih
Bintang Jatuh 2.indd 4 11/21/2018 11:18:25
5
menguasai dunia. Aku memastikan menjadi manusia pertama
yang menyatakan tak akan menempati bumi ini lagi dan segera
mencari habitat lain yang memiliki cahaya.
Aku teringat cerita Mama tentang masa lalu nenekku yang
sangat takut gelap.
“Kamu tahu kenapa?” tanya Mamaku, sementara aku
membayangkan Nenek versi masa kecil.
“Ia pernah dikurung ayahnya di tempat gelap,” ucap Mama
dengan suara diseram-seramkan.
“Kenapa dikurung?” desakku untuk segera mendapat
jawaban.
“Karena Nenek nakal saat kecil,” tegas Mamaku. “Ia suka
berkelahi dengan anak laki-laki, sampai ayahnya kewalahan
mengurusnya.”
“Kenapa ayahnya jahat sekali?” tanyaku penuh rasa
penasaran.
“Karena hanya dengan itu, anak nakal bisa berhenti bikin
ulah. Semua anak kecil pasti takut tempat gelap.”
Aku membayangkan apakah nenekku menjerit sekeras-
kerasnya saat dikurung di tempat gelap. Apa yang mungkin
dilakukan untuk melawan ketakutan? Sepuluh menit saja berada
dalam gelap, aku menjerit sejadi-jadinya. Apa kabar Nenek yang
konon dikurung seharian di tempat gelap? Boleh jadi, Nenek
mengompol karena saking takutnya. Atau, berteriak minta
tolong sampai suaranya parau meski tak ada seseorang yang
membebaskan dia dari tempat itu.
Aku tahu persis, ruang belakang di rumah Nenek itu
menyeramkan. Kardus bekas penuh debu beserta benda-benda
Bintang Jatuh 2.indd 5 11/21/2018 11:18:25
6
yang tidak lagi dipakai—seperti sofa bekas yang ditutup kain
putih—ditumpuk sembarangan di ruangan. Seperti kebanyakan
ruangan tak bertuan, ruang itu dipenuhi jaring laba-laba dan
sama sekali tidak diberi penerangan. Ruangan itu jauh lebih
buruk dari gudang berhantu. Ruangan itu selalu ada di mimpi
burukku. Ruangan itu pasti disukai hantu-hantu.
Dan kadang, Mama sering menakutiku dengan mengatakan
akan mengirimku ke rumah Nenek dan mengurungku di situ.
Namun, aku punya pembelaan: aku tidak nakal. Aku tidak
suka berkelahi dengan anak laki-laki. Jadi, aku tak mau berada
di ruang gelap.
Dan sekarang, aku betul-betul melihat apa jadinya jika
seseorang sangat membenci gelap sejak masa kecilnya.
Aku melihatnya pada Nenek. Trauma masa kecil itu
membuat Nenek sangat takut pada tempat gelap.
Bagiku sama saja artinya: nenekku telah membenci kege -
lap an seumur hidupnya. Sampai-sampai Nenek punya kebiasaan
aneh. Ia selalu memegang korek api di tangan dan diam-diam
menyalakan korek api itu di kamarnya. Meski listrik tidak
padam, meski ia tak lagi dikurung di tempat gelap, meski sudah
tak ada lagi ayahnya yang pemarah, tetap saja Nenek menyimpan
trauma.
Ia akan menyalakan korek api kapan saja ia merasa takut.
Baginya, cahaya adalah kesembuhan. Cahaya mampu mene-
nang kan.
Saat listrik padam dan musim byarpet tak kunjung pergi—
itu artinya hantu-hantu masih berkeliaran, aku meminta Mama
untuk tidak berada di dalam rumah. Kami duduk di teras dan
Bintang Jatuh 2.indd 6 11/21/2018 11:18:25
7
membicarakan apa saja. Mama mengeluarkan camilan yang ada
untuk menghilangkan bosan, sementara aku melihat ke langit.
Sayangnya, langit Jakarta betul-betul kusam di malam hari, jadi
tak ada satu pun bintang di sana.
Padahal, menurutku, cahaya bintang bisa menenangkan.
Seperti cahaya dari sebatang korek api yang dinyalakan Nenek
saat ia merasa ketakutan pada gelap.
Bintang Jatuh 2.indd 7 11/21/2018 11:18:25
Kebiasaan Nenek bermain korek api rupanya muncul sepanjang
Nenek tumbuh. Ia dikurung ayahnya saat ia berumur lima tahun.
Pada umur-umur berikutnya, ia tumbuh menjadi gadis yang
sangat takut pada gelap.
Saat umur Nenek delapan tahun, ayah Nenek meninggal.
Ia dikubur di pemakaman umum. Setidaknya begitu cerita yang
kudapat dari Mama.
“Semua orang bersedih. Semua orang menangis, kecuali
Nenek,” cerita Mama.
Saat Nenek menyaksikan lubang kuburan itu ditimbun
dengan tanah, ia berteriak menjerit dan membayangkan seolah-
olah dia yang akan dikubur dan menempati tempat gelap itu
selama-lamanya.
Ia tidak menangis karena memikirkan tak akan ada
lagi orang yang mengurungnya di tempat gelap. Namun, ia
menjerit memikirkan ayahnya yang akan berada di tempat gelap
selamanya.
Namun, kepergian ayahnya yang suka mengurungnya
di tempat gelap tidak membuat ketakutan Nenek pada gelap
Dua
Bintang Jatuh 2.indd 8 11/21/2018 11:18:25
9
lenyap begitu saja. Yang kutahu, hingga ia tua, bahkan sebelum
meninggal di usianya yang ke-70, ia tetap senang menyalakan
korek api kapan pun ia merasa takut.
Nenek mengajariku betapa menakutkannya kegelapan itu.
Jadi, aku selalu berharap dunia ini selalu punya cahaya. Cahaya
dari matahari di siang hari. Cahaya bulan dan bintang pada
malam hari. Atau cahaya dari benda langit lainnya yang mampu
menenangkan.
Namun, tak pernah kusangka, ketakutan pada kegelapan
itu justru datang menghampiriku.
Aku tak pernah berpikiran hidup dalam gelap. Tapi, yang
menakutkan bernama kegelapan itu memilih diriku. Ia memilih
mataku. Duniaku yang terang, kemudian menjadi sangat hitam....
Menggelap.
Tanpa ada cahaya.
Nenek takut gelap karena ayahnya mengurungnya di
tempat gelap. Sementara, aku merasakan gelap karena Tuhan
mengambil semua cahaya itu dariku.
Aku teringat bagaimana kisah-kisah zaman jahiliah yang
se ring diceritakan ayahku sebelum tidur. Zaman itu adalah za -
man kebodohan. Ayah lebih senang menyebutnya sebagai zaman
kegelapan karena memang tak ada ‘cahaya’ saat itu. Orang-
orang hidup tanpa ada pikiran bahwa peradaban ini butuh ilmu
pengetahuan. Karena tak punya ilmu pengetahuan, mereka
hidup dalam gelap selamanya.
Sampai akhirnya zaman kegelapan berakhir, saat semua
orang memiliki pengetahuan. Semua orang membawa cahaya
dalam hidup mereka. Dari yang gelap, kemudian menjadi terang.
Bintang Jatuh 2.indd 9 11/21/2018 11:18:25
10
Namun, aku kebalikannya. Aku memiliki dunia terbalik. Aku
seperti bergerak mundur. Dari yang serba bercahaya, kemudian
menjadi pudur. Dari terang, kemudian gelap.
Bagaimana mungkin kegelapan itu justru bergerak
mundur dan merenggut segala cahaya yang ada sehingga aku
harus menanggung semua. Hidup dalam ketiadaan cahaya pada
penglihatanku.
***
Di tempat inilah aku berada sekarang. Mama punya alasan
membawaku ke tempat yang jauh dari Jakarta. Katanya, di
tempat ini langitnya bersih sehingga pada malam hari akan
terlihat cahaya terang dari bintang.
Namun, sekarang sudah tak perlu lagi. Aku tak mampu lagi
melihat cahaya. Rasanya percuma saja ada langit dengan bintang
yang bersinar terang jika aku tak pernah dapat melihatnya.
Dunia menjadi sangat kelam. Nyaris aku merasa dunia ini
tidak menarik lagi. Tak ada lagi panggung tempatku berdiri.
Tak ada lagi kilatan cahaya dari kamera yang selalu senang
mengabadikanku. Tak ada lagi elu atau puja-puji dari penggemar.
Aku adalah bintang itu. Bintang yang sekarang kehilangan
sinarnya.
Sepanjang hari kuhabiskan di kursi roda, duduk di depan
jendela tanpa mengetahui apakah di luar sana ada cahaya. Mama
meminta pengasuhku untuk tidak membiarkanku pergi ke
mana-mana.
Namun, aku ingin sekali merasakan cahaya, meski tidak
benar-benar melihatnya.
Bintang Jatuh 2.indd 10 11/21/2018 11:18:25
Dodi Prananda, lahir di Padang, Sumatra Barat pada 16 Oktober
1993, adalah pengarang sekaligus jurnalis. Sebagai pengarang,
ia pernah menerbitkan sejumlah buku antara lain: Waktu Pesta
(Kumpulan Cerpen) yang diterbitkan Elex Media Komputindo
pada tahun 2013, sekaligus menjadi buku prosa pertamanya.
Kemudian disusul dengan novel untuk pembaca dewasa muda
yang menjadi debutnya, Rapuh (diterbitkan Wahyu Media
pada tahun yang sama). Pada 2014, ia menerbitkan Jendela,
kolaborasi dengan Joe Andrianus dan Rizal Iwan, dan selanjutnya
menerbitkan novel kedua, berjudul Rumah Lebah (2015),
Astrolovegi (2015), kumpulan cerita yang ditulis berdasarkan rasi
bintang, dan Kumpulan Cerita Seribu Tahun Mencintaimu (2017).
Selain tersebar di berbagai surat kabar, karyanya pernah
memenangkan sejumlah penghargaan di bidang kepenulisan.
Cerpennya berjudul “Ibu Menyanyi Untukku, Aku Menyanyi
Untuk Ibu” meraih Hadiah Kedua Sayembara Menulis Cerpen
Tingkat Mahasiswa Se-Indonesa yang digelar klub sastra di
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten. Sebelumnya pada
2011, lewat cerpen berjudul “Perempuan Simpang” ia beroleh
Tentang Pengarang
Bintang Jatuh 2.indd 166 11/21/2018 11:18:37
167
Hadiah Pertama untuk Lomba Menulis Cerpen Remaja (LMCR)
yang digelar PT Rohto Laboratories Indonesia.
Sementara itu sebagai jurnalis, lulusan Universitas Indo -
nesia, jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik ini, pernah bekerja di sejumlah surat kabar, seperti P’Mails
– Padang Ekspres (2009-2011), Harian Umum SINGGALANG
(2009-2011), Sinar Harapan—sebagai Reporter Desk Politik
dalam rangka kerja magang (2014), dan Majalah STORY (2013).
Ia menjadi Pemimpin Umum Lembaga Pers Mahasiswa Sosial
Politik FISIPERS (2014-2015), sebelumnya sebagai Reporter
(2012-2013). Sekarang ia bekerja di jawapostv, salah satu stasiun
televisi swasta di Jakarta sebagai Asisten Produser yang pernah
menangani program buletin berita dan talk show. Ia pernah
memenangkan Penghargaan Liputan Media Terbaik Kerja Layak
bagi Pekerja Rumah Tangga dan Penghapusan Pekerja Rumah
Tangga Anak dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan
International Labour Organization (ILO) United Nation untuk
karya feature televisi berjudul “Geliat Pemberdayaan PRT” pada
2016. Pada tahun yang sama juga beroleh Penghargaan Liputan
Berita Lokal Terbaik dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
Indonesia dan Yayasan TIFA untuk karya feature televisi berjudul
“Mendengar Mereka yang Tak Mendengar”.
Bintang Jatuh adalah novel ketiganya, yang ditulis sebagai
pengembangan dari cerita panjang berjudul “Jendela Maira”
dalam buku Jendela.
Bintang Jatuh 2.indd 167 11/21/2018 11:18:37