Berisi Renstra Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Periode ...
Transcript of Berisi Renstra Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Periode ...
RENCANA 5 TAHUNAN DITJEN PERHUBUNGAN DARAT (Review)
TAHUN 2010 - 2014
1
I - 1
1.1 Latarbelakang
Transportasi merupakan urat nadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai tugas sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari sarana, prasarana yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia yang terkait dalam sistem transportasi baik sarana, prasarana maupun pergerakan, antara lain : kelayakan, sertifikasi, perambuan, sumber daya manusia, geografi, demografi dan lain-lain. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 09 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia yang ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 20 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan sebagai lembaga penunjang penggerak pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam pelayanan jasa transportasi darat. Pembangunan bidang transportasi darat akan berpengaruh besar terhadap perekonomian nasional, mengingat kegiatan di bidang transportasi berperan penting dalam kegiatan distribusi barang dan jasa ke seluruh pelosok tanah air dan antar negara. Pembangunan transportasi darat akan berdampak signifikan terhadap kondisi perekonomian nasional, maka kebijakan transportasi ke depan akan sangat berpengaruh terhadap prospek perekonomian nasional yang tentu akan terpengaruh oleh kelambatan pertumbuhan ekonomi dunia. Keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh peran sektor transportasi. Karenanya system transportasi nasional harus dibina agar mampu menghasilkan jasa transportasi yang baik, berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara terpadu, tertib, lancer, aman, nyaman dan efisien dalam menunjang dan menggerakkan dinamika pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa, mendukung pola distribusi nasional serta mendukung pengembangan wilayah dan meningkatkan hubungan internasional yang lebih memantapkan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan wawasan nusantara. Dalam antisipasi kondisi tersebut, sistem transportasi darat ditata dan terus disempurnakan dengan didukung peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga terwujud baik keandalan untuk pelayanan maupun keterpaduan antar dan intramoda transportasi, serta disesuaikan dengan perkembangan ekonomi, tingkat kemajuan teknologi, kebijaksanaan tata ruang, pelestarian lingkungan hidup dan kebijaksanaan energi nasional agar selalu dapat memenuhi kebutuhan pembangunan, tuntunan masyarakat serta kebutuhan perdagangan nasional dan internasional dengan memperhatikan keandalan maupun kelaikan sarana transportasi.
I - 2
Berkaitan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota, maka peranan sektor transportasi darat sangatlah dituntut persiapan dan kesiapan yang matang. Menyadari peranan transportasi darat yang demikian kompleksnya, maka diperlukan adanya kesamaan visi, misi dan persepsi terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan maupun pemerintah, serta arah pengembangan ke depan nantinya. Mengingat pembangunan perhubungan berdampak signifikan terhadap kondisi perekonomian nasional, maka kebijakan pembangunan perhubungan ke depan akan sangat berpengaruh terhadap prospek perekonomian nasional. Prospek perekonomian nasional sangat dipengaruhi oleh kondisi eksternal dan internal, kemajuan-kemajuan yang telah dicapai serta kebijakan strategis yang ditempuh selama ini. Kondisi internal yang akan berpengaruh positif adalah dukungan stabilitas politik dan keamanan berkaitan dengan suksesnya pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2009 yang telah menghasilkan pemerintahan baru yang kredibel, sehingga diharapkan mampu memulihkan perekonomian nasional, dan memberikan kepastian usaha di dalam negeri. Bidang perekonomian, terdapat kecenderungan peningkatan suku bunga internasional berkaitan dengan nilai US.$ dan fluktuatif harga minyak bumi dipasar global yang sangat tinggi sehingga pada gilirannya akan menimbulkan kenaikan biaya produksi, terutama yang berkaitan dengan biaya transportasi, biaya persediaan (inventory), biaya assuransi dan lain sebagainya yang kesemuanya ini akan me-nimbulkan kontraksi ekonomi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia. Indonesia sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka (open economy) tentu akan terpengaruh oleh kelambatan pertumbuhan ekonomi dunia, sehingga harus dipertimbangkan dalam menyusun rencana dan kebijakan di bidang perhubungan pada kurun waktu 2010-2014. Arah kebijakan nasional dalam pengembangan perhubungan dalam kurun waktu 2010-2014 adalah mengupayakan tersedianya infrastruktur melalui pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana transportasi yang berkelanjutan, guna mendorong pemerataan pembangunan, melayani kebutuhan masyarakat dengan harga terjangkau serta membuka keterisolasian wilayah tertinggal. Hal ini mengandung pengertian bahwa penyelenggaraan jasa perhubungan merupakan bagian integral dari sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keterkaitan ini dapat dijelaskan secara rinci bahwa usaha jasa perhubungan sebagai bagian integral dari kegiatan perekonomian bangsa, mengemban fungsi aksesibilitas ke seluruh wilayah tanah air sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dipandang perlu dilakukan penyusunan Rencana Lima (5) Tahunan Ditjen Perhubungan Darat Tahun 2010-2014 sebagai masukan penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Departemen Perhubungan 2010-2014 sebagaimana diamanahkan dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional. Rencana Strategis ini merupakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Departemen Perhubungan sebagai kesinambungan dari Rencana Strategis Departemen Perhubungan Tahun 2005-2009. Rencana Strategis Departemen Perhubungan Tahun 2010-2014 disusun berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dalam jangka 25 tahun.
I - 3
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud penyusunan Rencana 5 Tahunan Ditjen Perhubungan Darat 2010-2014 adalah untuk memberikan gambaran tentang visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, dan program Ditjen Perhubungan Darat dalam kurun waktu 2010-2014 sebagai masukan dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Departemen Perhubungan 2010-2014 agar bersinergi dan mempunyai kesatuan arah dan tujuan pegembangan perhubungan. Tujuan penyusunan Rencana 5 Tahunan Ditjen Perhubungan Darat adalah memberikan acuan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Ditjen Perhubungan Darat di bidang pembangunan dan penyelenggaraan pelayanan trasportasi dalam rangka meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas manusia dan barang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan perkembangan wilayah yang terintegrasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dan cakupan Rencana 5 Tahunan Ditjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Jangkauan Waktu :
Kurun waktu Rencana 5 Tahunan Ditjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan adalah tahun 2010-2014.
2. Substansi : Substansi Rencana 5 Tahunan Ditjen Perhubungan Darat meliputi evaluasi pencapaian Rencana Strategis Departemen Perhubungan kurun waktu 2005-2009, Kondisi Perubahan Lingkungan Strategis (Lingstra), Visi dan Misi Ditjen Perhubungan Darat, penentuan Tujuan, Sasaran dan Strategi yang selanjutnya dijabarkan ke dalam Arah Kebijakan dan Program secara rinci dan terukur sebagai penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Ditjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan.
3. Pembiayaan Rencana 5 Tahunan Ditjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan 2010-2014 ini merupakan acuan dalam penyusunan anggaran tahunan berbasis kinerja yang dimulai pada tahun 2005. Dengan demikian pembiayaan kegiatan Ditjen Perhubungan Darat dalam APBN 2010-2014 merupakan integrasi dari pembiayaan rutin dan pembangunan yang terdiri dari: belanja pegawai, belanja barang, belanja modal dan transito. Belanja pegawai dan belanja barang dirinci menjadi belanja yang mengikat dan tidak mengikat, sedangkan belanja modal terdiri dari rupiah murni dan pinjaman luar negeri. Disamping itu terdapat kegiatan belanja modal yang dibiayai dari anggaran BUMN dan peranserta swasta.
I - 4
1.4 Kerangka Pikir
Proses penyusunan Rencana 5 Tahunan Ditjen Perhubungan Darat 2010 – 2014 diawali dengan melakukan pemetaan terhadap pencapaian target yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis Departemen Perhubungan selama kurun waktu 2005 – 2009. Di samping itu perlu dicermati permasalahan dan tantangan yang berpengaruh terhadap tugas pokok dan fungsi Departemen Perhubungan. Sejalan dengan itu akan diuraikan target pertumbuhan dan kebutuhan investasi sektor transportasi 2010-2014 sesuai dengan indikator target pertumbuhan ekonomi nasional. Pemetaan awal terhadap pencapaian target Rencana Strategis Departemen Perhubungan 2005-2009 dan target pertumbuhan serta kebutuhan investasi transportasi 2010-2014 merupakan dasar kebijakan lanjut untuk menentukan kebutuhan sarana dan prasarana perhubungan pada tahun 2010-2014. Sejalan dengan itu, diperlukan pengamatan dan analisis terhadap pengaruh lingkungan strategis yang terkait, baik langsung maupun tidak langsung dengan tugas pokok dan fungsi Ditjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan, baik internal maupun eksternal. Pengaruh strategis internal akan diformulasikan dalam bentuk kekuatan dan kelemahan, sedangkan pengaruh strategis eksternal akan diformulasikan dalam bentuk peluang dan ancaman. Dengan mempertimbangkan pengaruh perubahan lingkungan strategis serta mencermati pencapaian target pada rencana 5 Tahunan Ditjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan 2005-2009, maka di dalam penyusunan Rencana 5 Tahunan Ditjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan 2010-2014 akan dirumuskan langkah-langkah kebijakan lanjut dalam mencapai target kinerja pelayanan sarana dan prasarana perhubungan. Dalam rangka memperjelas arah tugas pokok dan fungsi Ditjen Perhubungan Darat akan dirumuskan Visi Ditjen Perhubungan Darat yang dijabarkan lanjut ke dalam Misi Ditjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan. Berdasarkan visi dan misi dimaksud diformulasikan tujuan, sasaran, prioritas, strategi dan arah kebijakan pembangunan Ditjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan. Bagan alur pikir penyusunan Rencana Ditjen Perhubungan Darat 2010-2014 disampaikan pada diagram sebagai berikut :
I - 5
Gambar 1.1. Aspek-aspek Fundamental
VISI
MISI
SASARAN
TUJUAN
Kebijakan Startegi Program
Kegiatan efektif, efisien, tepat
sasaran dan berkelanjutan
VISI
MISI
SASARAN DAN PRIORITAS
PEMBANGUNAN
2010-2014
ARAH KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN
2010-2014
EVALUASI PENCAPAIAN
TARGET KINERJA
TAHUN 2005 - 2009
RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA PANJANG (RPJP) DEPARTEMEN PERHUBUNGAN
PROGRAM 2010-2014
TUJUAN PEMBANGUNAN
STRATEGI
KEKUATAN, KELEMAHAN, PELUANG, ANCAMAN
II - 1
2.1. Bidang Angkutan Jalan
Dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta memperlancar gerak dari roda perekonomian maka diperlukan sarana dan prasarana transportasi jalan yang memadai. Dengan adanya sarana dan prasarana transportasi yang memadai seperti bus, terminal maka diharapkan dapat membantu masyarakat dalam bermobilisasi baik mobilisasi penumpang maupun barang. Transportasi diharapkan juga dapat sebagai pendukung program pemerintah dalam rangka meratakan hasil pembangunan di seluruh wilayah Indonesia termasuk pada pulau-pulau terpencil. 1. Perkembangan Sarana Lalu Lintas Angkutan Jalan
a. Pembinaan Pengujian Kendaraan Bermotor merupakan salah satu tugas
Direktorat LLAJ. Dengan terbitnya PP No. 38 Tahun 2007, maka pelaksanaan pengujian berkala kendaraan bermotor menjadi kewenangan Kabupaten / Kota.
b. Pada 2008 terdapat 440 unit tempat pengujian kendaraan bermotor dengan 508 jenis alat uji yang terdiri dari : 1). 257 unit uji mekanis 2). 235 unit uji non mekanis 3). 16 unit uji keliling
c. Untuk pengembangan karier dan peningkatan kualitas profesionalisme PNS yang
menjalankan tugas di bidang pengujian kendaraan bermotor, telah dikeluarkan Peraturan Dirjen Perhubungan Darat No.1076/Kp.108/DRJD/2005 tentang Kompetensi Penguji Kendaraan. Pada saat ini telah dilakukan peralihan kualifikasi teknis dari strata ke kompetensi.
d. Untuk menghindari pemalsuan Buku Uji dan Plat Uji harus dicetak dengan security printing. Sesuai ketentuan yang ada, Surat Peraturan Dirjen Perhubungan Darat No.2889/AJ.402/DRJD/2007 tanggal 25 Juli 2007 tentang perubahan atas peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor : SK.2757/AJ.402/DRJD/2006 tentang Pedoman Teknis Buku Uji, Tanda Uji Berkala dan Tanda Samping Kendaraan Bermotor. Adanya tuntutan teknologi dalam pencetakan buku uji, maka perlu dilakukan penyempurnaan terhadap pedoman teknis buku uji, tanda uji berkala dan tanda samping kendaraan bermotor. Adapun beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK 2757/AJ.402/DRJD/2006 ada sebagian perubahan sebagai berikut : 1). Pasal 3 ayat (3) : Lembar bagian dalam sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) terdiri dari 6 (enam) lembar dengan 12 (dua belas) halaman yang diberi
II - 2
nomor halaman secara berurutan dari nomor 1 sampai dengan nomor 12 yang dicantumkan pada setiap halaman di bagian sudut kanan atas.
2). Pasal 4 ayat (1) : Sisi luar bagian sampul buku uji sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 memiliki warna dasar biru tua yang pada halaman depan memuat tulisan “BUKU UJI BERKALA KENDARAAN BERMOTOR”, pada halaman depan sudut kiri atas memuat logo perhubungan dengan warna foli emas dan biru tua serta bagian atas memuat stiker yang ditempel berupa logo Kabupaten/Kota tempat dikeluarkannya buku uji dan lubang berbentuk bidang segi empat, dengan ukuran panjang 40 mm x 8 mm.
3). Pasal 5 ayat (2) : Unsur pengaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa : tinta atau hologram
4). Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1) huruf d dan e : a). halaman 6,7,8 dan 9 memuat kolom hasil pengujian berkala, pengesahan
hasil uji serta penguji yang berwewenang mengesahkan hasil uji b). halaman 10, 11 dan 12 tempat memuat catatan khusus yang dapat
digunakan oleh Penguji dan/atau Pemeriksa kendaraan bermotor di jalan dan/atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil
5). Mengubah lampiran I dengan mengubah data-data pada kartu elektronik (smart card), mengubah lampiran II untuk memperjelas letak ruang untuk penempelan stiker logo daerah, mengubah lampiran III dengan menambahkan huruf c1 pada contoh 3 kolom 4 mengenai “Dimensi tangki” menambah data “Muatan Sumbu Terberat (MST)” pada contoh 3 kolom 5 mengubah ketentuan pada contoh 4 mengenai “hasil uji (test result)” menambah ketentuan tentang “hasil pengujian berkala, pengesahan hasil uji serta Penguji yang berwenang mengesahkan hasil uji” pada contoh 5 kolom 9 serta menambah lampiran mengenai “stiker” sebagaimana contoh 1 s/d 6 dalam lampiran perubahan peraturan.
Sebagai Operasionalisasi Kepetusan Menteri tersebut pada tahun 2008 telah dikeluarkan Surat Keputusan Pengesahan dan Sertifikasi Tipe Kendaraan Bermotor, Pengesahan Rancang Bangun Kendaraan Bermotor dan Pemasangan Sistem Pemakaian Bahan Bakar Gas Tahun 2008 sebanyak 1.445 Surat Keputusan. Adapun perinciannya dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1 Rekapitulasi Keputusan Dirjen Hubdat Tentang Pengesahan Dan Sertifikasi Tipe Kendaraan Bermotor, Pengesahan Rancang Bangun Kendaraan Bermotor Dan
Pemasangan Sistem Pemakaian BBG Tahun 2008
No. Keterangan Jumlah
1. Tipe Sepeda Motor 131
2. Tipe Roda 3 10
3. Tipe Roda 4 atau Lebih 452
4. Tipe Landasan Kendaraan Bermotor 65
5. Rancang Bangun Kereta Tempelan 34
6. Rancang Bangun Kereta Gandengan 4
7. Rancang Bangun dan Rekayasa Kendaraan Bermotor 741
8. Tipe Kendaraan CBU Bekas 6
9. Sistem Pemasangan BBG 2 T o t a l 1.445
Sumber : Dit. LLAJ, Ditjen Hubdat
II - 3
2. Perkembangan Prasarana Lalu Lintas Angkutan Jalan a. Jaringan Jalan
1). Peranan Jalan
Dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 375/KPTS/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang Penetapan ruas-ruas jalan dalam jaringan jalan primer menurut peranannya sebagai Jalan Arteri, Jalan Kolektor 1, Jalan Kolektor 2 dan Jalan Kolektor 3.
Tabel 2.2
Panjang Jalan menurut Kewenangan Tahun 2004 - 2008
Jalan (km) 2004 2005 2006 2007 2008
Nasional 34.629 34.318 34.318 36.318 36.318
Provinsi 46.498 46.771 46.771 50.044 50.044
Kabupaten 229.080 229.208 229.208 245.253 245.253
Kota 21.863 21.934 21.934 23.469 23.469
Tol 660 772 772 772 772
Sumber : Dep. Pekerjaan Umum
2). Kelas Jalan
Ruas-ruas jalan di Pulau Jawa ditetapkan sebagai jalan kelas II, IIIA, IIIB, dan IIIC dengan muatan sumbu terberat jalan masing-masing adalah 10,0 ton untuk jalan kelas II dan 8 ton untuk jalan kelas IIIA, IIIB dan IIIC. Penetapan kelas jalan tersebut didasarkan atas pertimbangan ketentuan kelas jalan dan kemampuan jaringan prasarana jalan yang ada. Selain di Pulau Jawa, Penetapan Kelas Jalan di Pulau Kalimantan, Sumatera dan Propinsi Bali, NTB, Maluku Utara, Papua.
3). Simpul Jaringan Transportasi Jalan Terminal Penumpang Tipe A
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.1361/AJ.106/DRJD/2003 tanggal 11 Agustus 2003 telah ditetapkan Simpul Jaringan Transportasi Jalan untuk Terminal penumpang Type A diseluruh Indonesia sebanyak 203 simpul.
b. Jaringan Trayek
1). Trayek Angkutan Antar Kota Antar Propinsi (AKAP)
Sebagai titik tolak pelayanan angkutan umum antar kota antar propinsi, Ditjen Hubdat dengan SK. No. 1200/AJ.205/DRJD/2004 tanggal 12 Agustus 2004 tentang Penetapan Jaringan Trayek Angkutan Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) di seluruh Indonesia.
II - 4
Tabel 2.3 Perkembangan Bus AKAP
Sumber : Dit.LLAJ. Ditjen Hubdat
2). Trayek Lintas Batas Negara
Trayek lintas batas negara antara Indonesia dengan negara tetangga diantaranya beberapa telah ditetapkan dan dilayani dengan moda transportasi jalan dan beberapa masih dalam proses perundingan kesepakatan. Lintas Batas Negara yang telah dilayani:
a). Pontianak-Kuching
Berdasarkan hasil kesepakatan Kelompok Kerja Pembangunan Sosial Ekonomi Malaysia-Indonesia (Sosek Malindo), sejak tanggal 2 Januari 1993 dioperasikan perusahaan dan jumlah kendaraan umum untuk trayek Pontianak-Kuching sebagai berikut:
Tabel 2.4 Perusahaan kendaraan umum yang berdomisili di Pontianak
untuk melayani trayek Pontianak-Kuching No. Nama Perusahaan Mobil Bus RIT SEAT
1 Perum DAMRI 6 eksekutif 6 35
2 Andau Kapur 2 eksekutif 2 36
3 Jiwana Sakti 9 eksekutif 9 40
Jumlah 17 eksekutif 17 111 Sumber : Dit.LLAJ. Ditjen Hubdat
Tabel 2.5
Perusahaan kendaraan umum yang berdomisili Kuching untuk melayani trayek Kuching- Pontianak
No. Nama Perusahaan Mobil Bus RIT SEAT
1 Sri Tebakang 3 eksekutif 3 32
2 Kirata 3 eksekutif 3 32
3 Saphire Pacific 3 eksekutif 3 32
4 Eva Transport 5 eksekutif 5 53
5 Sri Merah 3 eksekutif 3 66
6 Bintang Jaya Ekspres 3 eksekutif 3 32
Jumlah 20 eksekutif 20 247 Sumber : Dit.LLAJ. Ditjen Hubdat
No. Tahun Jumlah
PO
Jumlah Total Bus - Rit
Bus Cadangan
1 2004 759 17.777 1.586 19.363 35.823
2 2005 765 17.753 1.500 19.253 36.247
3 2006 772 17.703 1.494 19.197 36.242
4 2007 790 17.932 1.496 19.428 26.569
5 2008 822 18.445 1.525 19.970 37.427
II - 5
b). Pontianak-Bandar Sri Begawan Via Kuching Uji coba Angkutan Lintas Batas Negara Pontianak-Bandar Sri Begawan Via Kuching dilakukan sejak tanggal 16 November 2008 dan Launcing pada tanggal 15 Januari 2009. Trayek dilayani sebanyak 20 (duapuluh) unit bus tetapi baru beroperasi 12 (duabelas) unit bus dengan data sebagai berikut : (1) Perusahaan ALBN dari Indonesia, terdapat 2 (dua) perusahaan yaitu
Perum DAMRI (4 unit bus) dan PO. Setia Jiwana Sakti (4 unit bus) (2) Perusahaan ALBN dari Bandar Seri Begawan, dengan perusahaan
ADBH Sdn.Bdn (4 unit bus) c). Indonesia - Papua New Guinea (Jayapura-Vanimo) masih dalam tahap
pembahasan draft kesepakatan d). Indonesia – Timor Leste masih dalam tahap pembahasan draft
kesepakatan
3). Angkutan Tidak Dalam Trayek Sesuai KM 84 Tahun 1999, disamping adanya angkutan dalam trayek terdapat pula angkutan tidak dalam trayek, meliputi: taksi, angkutan sewa, angkutan pariwisata dan angkutan khusus. Untuk angkutan taksi dan angkutan khusus pengaturan izin operasinya oleh Walikota untuk dalam kota dan oleh Gubernur untuk angkutan lebih dari satu kota. Disamping mempunyai kewenangan untuk memberikan izin trayek bis AKAP, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dalam hal ini Direktur LLAJ mempunyai kewenangan pula kewenangan untuk memberikan izin angkutan tidak dalam trayek meliputi: taxi bandara, angkutan sewa, angkutan pariwisata dan angkutan khusus.
c. Terminal Terminal merupakan prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan orang dan/atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan. Sejalan dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat telah menetapkan Simpul Terminal Tipe A dengan SK Dirjen No. 1361/AJ.106/DRJD/2003 tanggal 11 Agustus 2003 tentang Penetapan Simpul JTJ untuk terminal Penumpang Type A diseluruh Indonesia sebanyak 165 lokasi yang didasarkan pada beberapa kriteria sebagai berikut : 1). Fungsi Kota; 2). Asal Tujuan Perjalanan; 3). Pelayanan AKAP; 4). Terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan
lintas batas negara; 5). Jarak antara dua terminal penumpang tipe A, sekurang-kurangnya 20 Km di
Pulau Jawa 30 Km di Pulau Sumatra dan 50 km di Pulau lainnya.
II - 6
Tabel 2.6 Data Jumlah Terminal Tahun 2005 - 2008
URAIAN TAHUN
2005 2006 2007 2008
Tipe A 120 108 108 108
Tipe B 174 187 187 187
Tipe C 134 136 136 136
TOTAL 428 431 431 431 Sumber : Dit.LLAJ. Ditjen Hubdat
3. Perkembangan SDM LLAJ (Penegakan Hukum Bidang LLAJ dan Penyidik Negeri Sipil Bidang LaLu Lintas dan Angkutan (PPNS LLAJ)) a. Pelanggaran Operasional
Pada tahun 2008 pelanggaran mengalami peningkatan yang cukup banyak dibanding dengan tahun 2007, dikarenakan pada tahun 2007 belum semua daerah melapor. Sedangkan pada Tahun 2008 ini telah banyak daerah yang melaporkan pelanggaran yang terjadi. Jumlah pelanggaran operasional bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat dilihat pada table 2.7
Tabel 2.7 Jumlah Pelanggaran Operasional Tahun 2006-2008
No. Jenis Pelanggaran 2006 2007 2008
PO Kend PO Kend PO Kend
1 Penyimpangan Trayek 93 329 30 50 33 65
2 Tanpa Izin Trayek/Operasi 4 31 22 25 18 40
3 Trayek Mati 0 0 5 11 6 11
4 Tanpa Buku Uji 1 1 8 15 5 7
5 Buku Uji Mati 0 0 14 23 10 34
6 Lain - lain 4 4 0 0 14 68
Jumlah 102 365 79 124 86 225 Sumber : Dit.LLAJ. Ditjen Hubdat
Grafik Pelanggaran Operasional Tahun 2007-2008
II - 7
b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bidang LLAJ
Jumlah Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tahun 2008 adalah 2.044 orang. Yang terdiri dari 54 orang PPNS yang ada di Ditjen Perhubungan Darat (pusat) dan 1.990 PPNS yang ada di Provinsi/Kabupaten/Kota (daerah). Untuk data PPNS daerah dapat dihimpun dari 32 provinsi yang mana pada tiap-tiap provinsi belum semua melaporkan jumlah PPNS-nya.
Tabel 2.8 Daftar PPNS Bidang LLAJ Tahun 2007-2008
NO
PROPINSI
JUMLAH
2007 2008
1 PUSAT 49 54
2 NANGROE ACEH DARUSSALAM 63 28
3 SUMATERA UTARA 143 146
4 KEPULAUAN RIAU 3 5
5 RIAU 21 54
6 JAMBI 21 21
7 BENGKULU 6 11
8 BANGKA BELITUNG 15 14
9 SUMATERA BARAT 119 123
10 SUMATERA SELATAN 95 108
11 LAMPUNG 73 68
12 BANTEN 57 70
13 DKI JAKARTA 101 128
14 JAWA BARAT 77 165
15 JAWA TENGAH 219 220
16 DIY 102 108
17 JAWA TIMUR 361 417
18 KALIMANTAN TIMUR 4 9
19 KALIMANTAN TENGAH 34 38
20 KALIMANTAN SELATAN 7 10
21 SULAWESI SELATAN 27 37
22 SULAWESI UTARA 24 19
23 SULAWESI TENGAH 22 33
24 SULAWESI BARAT 9 8
25 SULAWESI TENGGARA 6 4
26 GORONTALO 9 16
27 BALI 7 10
28 NTB 10 17
29 NTT 47 51
30 MALUKU 7 10
31 PAPUA BARAT 4 1
32 PAPUA 31 4
33 MALUKU UTARA 1 37
TOTAL 1.774 2.044 Sumber : Dit.LLAJ. Ditjen Hubdat
II - 8
c. Penjatuhan Sanksi Administratif Sanksi administatif pada pelanggaran tarif angkutan Bus AKAP ekonomi pada masa angkutan lebaran dengan dasar hukum Peraturan Dirjen SK.2523/AJ.201/DRJD/2008. Adapun data pelanggarannya sebagai berikut:
Tabel 2.9 Penjatuhan Sanksi Administrasi
Pelanggaran Tarif
No. Tahun Jumlah Sanksi
PO BUS
1 1996 (1416 H) 88 140
2 1997 (1417 H) 44 56
3 1998 (1418 H) 51 62
4 1999 (1419 H) 43 49
5 2000 (1420 H) 64 86
6 2000 (1421 H) 48 68
7 2001 (1422 H) 91 179
8 2002 (1423 H) 59 85
9 2003 (1424 H) 26 38
10 2004 (1425 H) 35 56
11 2005 (1426 H) 27 42
12 2006 (1427 H) 26 39
13 2007 (1428 H) 16 19
14 2008 (1429 H) 25 40 Sumber : Dit.LLAJ. Ditjen Hubdat
4. Kegiatan-kegiatan Strategis a. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Pengujian Kendaraan Bermotor
Langkah/usaha untuk memperbaiki tingkat keselamatan dan menurunkan emisi
gas buang dari kendaraan adalah dengan peningkatan kualitas dan kuantitas dari pengujian kendaraan bermotor oleh Unit Pengujian Kendaraan Bermotor di Kota/Kabupaten. Pada tahun 2008 ini telah dilakukan rehabilitasi alat uji kendaraan bermotor di BPLJSKB, Bekasi dan pengadaan emission test kendaraan bermotor GVW > 3,500 kg untuk menurunkan tingkat emisi gas buang kendaraan.
Saat ini, pengujian berkala untuk kendaraan bermotor hanya diwajibkan bagi
bus, kendaraan umum dan mobil barang saja, sedangkan untuk mobil penumpang pribadi dan sepeda motor belum dilakukan. Dari 440 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, sampai dengan akhir tahun 2008 baru tersedia 257 Unit Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor secara mekanis, 235 unit secara non mekanis dan 16 unit uji keliling dengan 2.091 tenaga penguji yang telah memiliki sertifikat kompetensi penguji berkala kendaraan bermotor.
II - 9
b. Perkembangan Penanganan Muatan Lebih
Pada tahun anggaran 2008 telah dilakukan rehabilitasi peralatan operasional jembatan timbang di 4 (empat) lokasi yaitu Lampung, Sumedang, Cilacap, dan Lamongan dan juga dibangun sistem informasi/konektivitas jaringan di 3 (tiga) lokasi jembatan timbang yaitu JT.Jabar, Jateng dan Jatim. Selain itu juga dilakukan monitoring terhadap kinerja jembatan timbang sehingga diperoleh data pelanggaran sebagai berikut :
Tabel. 2.10
Rekapitulasi Data Pelanggaran Di Jembatan Timbang Pada Tahun 2008
PROPINSI JUMLAH DITIMBANG
PELANGGARAN TERHADAP JBI (KEND) TINDAKAN
5 - 25 % 25 - 50 % 50 - 60 % > 60 % Pengembalian Kendaraan
Penurunan Muatan
Surat Tilang
NAD 61.618 30.581 2.168 709 488 - - 3.222
SUMUT 410.595 8.413 230 31 55 117 - 1.773
BABEL - - - - - - - -
JAMBI - - - - - - - -
SUMBAR 71.114 - - - 259 - - -
SUMSEL - - - - - - - -
RIAU - - - - - - - -
BENGKULU - - - - - - - -
LAMPUNG 16.834 3.171 731 304 - - 50 510
BANTEN - - - - - - - -
JABAR 278.043 39.557 22.274 9.852 14.698 6.627 5.092 13.595
JATENG 3.934.444 770.452 295.525 65.292 1.962 34.719 19.590 40.079
DIY 247.509 30.762 26.919 5.940 2.382 2.444 148 5.959
JATIM 5.240.760 1.123.485 21.899 20.381 3.298 13.741 6.643 223.451
BALI 598 248 142 30 - - - 73
TOTAL 10.261.515 2.006.669 369.888 102.539 23.142 57.648 31.523 288.662
Sumber : Dit.LLAJ. Ditjen Hubdat
c. Upaya Peningkatan Keselamatan Dan Kelancaran Pengguna Jalan Dalam Berlalu Lintas Untuk meningkatkan keselamatan dan kelancaran pengguna jalan dalam hal ini maka LLAJ memasang 1.951.855 M Marka Jalan, 70.902 M Guadrail, 15.784 Buah Rambu Lalu Lintas dan No.Rute, 524 Buah RPPJ, 51 Buah Traffic Light, 57 Buah Cermin Cekung, 23.185 Buah Deliniator, 10.206 Buah Paku Marka, 2.500 Buah Traffic Cone, 53 Paket APILL yang dipasang di jalan nasional diseluruh Indonesia serta dilakukannya Manajenen dan Rekayasa Lalu Lintas di 19 Lokasi untuk mengurangi tingkat kemacetan lalau lintas di jalan nasional.
II - 10
5. Permasalahan yang dihadapi Hampir keseluruhan pada pelaksanaan program kegiatan pada tahun 2008 dapat terealisasi sesuai dengan program yang direncanakan. Tetapi ada beberapa kegiatan/program yang tidak dapat dilaksanakan ataupun pencapaian hasilnya kurang memenuhi target. Adapun kegiatan yang menemui hambatan dalam pelaksanaannya yaitu: a. Kegiatan yang tidak terealisasi antara lain pembekalan kepala teknis terminal
penumpang, perencanaan teknis penyusunan penetapan jaringan lintas angkutan B3 di P. Sumatera; pembangunan test track/proving ground di BPLJSKB Bekasi Tahap I termasuk supervisi, pembangunan Terminal Tipe A Badung termasuk supervisi, Evaluasi Biaya pokok tarif AKAP. Penyebab kegiatan tersebut diatas tidak dapat terealisasi karena peserta yang mendaftar kurang dari kuota yang disediakan untuk kegiatan pembekalan kepala teknis terminal, adanya revisi DIPA penghematan 10% (perencanaan tehnis penyusunan penetapan jaringan lintas angkutan B3 di Pulau Sumatera), DED pembangunan test track belum final dan kegiatan DED test track berada di tahun yang sama (pembangunan test track/proving grond di BPLJSKB Bekasi Tahap I termask supervisi), ABT tanggal 29 Agustus 2008 dan lelang gagal (pembangunan Terminal Tipe A Badung termasuk supervisi), dan dikarenakan kenaikan harga BBM tahun 2008 secara mendadak sehingga mempengaruhi perencanaan pelaksanaan evaluasi biaya pokok tarif AKAP.
b. Kegiatan yang pencapaiannya tidak memenuhi target. Penyebab kegiatan LLAj tidak mencapai target antara lain : karena adanya penghematan dana sebesar 10%, keterbatasan waktu dan personel seperti kegiatan semiloka perlengkapanjalan dan bimbingan teknis manajemen dan rekayasa lalu lintas dan tidak sinkronnya antara jadwal pelaksanaandengan turunnya anggaran seperti kegiatan evaluasi jaringan trayek AKAP dan survey pengaruh biaya transport terhadap harga sembako.
6. Upaya yang dilakukan
Dari hambatan-hambatan di atas maka untuk menanggulanginya dilakukan berbagai upaya yaitu : a. Menyusun jadwal program kegiatan yang lebih baik lagi sehingga tidak ada
program kegiatan yang saling tumpang tindih waktu pelaksanaannya dan menyingkronisasikan dengan turunnya anggaran sehingga program kegiatan dapat dilaksanakan dengan baik.
b. Mengoptimalkan kinerja sumber daya manusia yang ada di Direktorat LLAJ c. Mengkalkulasikan dana lebih teliti dengan mempertimbangkan terjadinya
kegiatan-kegiatan diluar rencana. d. Meningkatkan kinerja PPNS sehingga pelanggaran yang terjadi dapat menurun
dan memberikan sanksi tegas terhadap pelanggarnya.
II - 11
2.2. Bidang Angkutan Penyeberangan
Transportasi sungai merupakan salah satu moda transportasi yang tertua diantara moda transportasi lain. Pada masa lalu, transportasi sungai memiliki peran yang sangat penting dalam perhubungan dan komunikasi di dunia. Kondisi ini menjelaskan mengapa pada umumnya kota-kota besar dan pusat perdagangan di dunia berada di dekat sungai. Jika terdapat jaringan sungai, maka transportasi sungai dapat digunakan sebagai moda transportasi utama guna meningkatkan akses suatu wilayah tanpa harus melakukan pembangunan sarana dan prasarana transportasi jalan raya yang mahal. Fenomena transportasi sungai di dunia dan Indonesia dewasa ini memperlihatkan peran transportasi sungai dalam melayani kebutuhan pergerakan dan komunikasi tidak sepenting di masa lalu. Hal ini disebabkan antara lain perkembangan moda transportasi jalan dan rel lebih cepat dibandingkan perkembangan transportasi sungai, dimana transportasi jalan lebih menawarkan: fleksibelitas, layanan dari pintu ke pintu, keteraturan jadwal, ketersediaan dan frekuensi armada tinggi, biaya murah serta kebutuhan penanganan barang dan ruang penyimpanan kecil. 1. Perkembangan Sarana LLASDP
a. Perkembangan Jumlah Lintas Penyeberangan
Sejak pertama kali ditetapkannya lintas penyeberangan pada tahun 1989, melalui Keputusan Menteri Perhubungan KM No. 64 Tahun 1989, sebanyak 44 lintas penyeberangan, sampai saat ini telah menjadi sebanyak 184 lintas penyeberangan, ditambah dengan 43 lintas penyeberangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah (Gubernur atau Bupati/Walikota) setelah era otonomi daerah. Sehingga jumlah total lintas penyeberangan yang telah ditetapkan adalah sebanyak 227 lintas penyeberangan. Dari 227 lintas tersebut, yang beroperasi pada tahun 2008 sebanyak 125 lintasan dan yang belum/tidak beroperasi sebanyak 102 lintasan. Dari sisi pengoperasiannya, sebanyak 34 lintas adalah berupa lintas penyeberangan dengan angkutan komersil dan sisanya sebanyak 70 lintasan berupa lintas penyeberangan angkutan perintis.
Tabel 2.11
Kondisi Perkembangan Lintas Penyeberangan No. Status Operasional Lintas Jumlah
1. Jumlah lintas yang ditetapkan
a. Melalui Keputusan Menteri Perhubungan 184
b. Melalui Keputusan Pemerintah Daerah 43
2. Status pengoperasian
a. Lintasan yang beroperasi 125
b. Lintasan yang belum dan tidak beroperasi 102
3. Jenis Pengoperasian angkutan
a. Lintas penyeberangan dengan angkutan komersil 34
b. Lintas penyeberangan dengan angkutan perintis 70 Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
II - 12
Tabel 2.12 Lintas Penyeberangan berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan
No. No. KM Tahun Jumlah Lintas 1 KM No. 64 1989 44 2 KM No. 25 1991 21 3 KM No. 49 1994 23 4 KM No. 33 1995 10 5 KM No. 1 1997 8 6 KM No. 13 1997 26 7 KM No. 30 1998 18 8 KM No. 43 1998 1 9 KM No. 82 1998 12 10 KM No. 66 2000 5 11 KM No. 1 2001 4 12 KM No. 58 2002 1 13 KM No. 16 2003 1 14 KM No. 71 2004 3 15 KM No. 76 2004 1 16 KM No. 38 2005 4 17 KM No. 48 2005 1 18 KM No. 69 2005 1 Jumlah 184
Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
Tabel 2.13
Lintas Penyeberangan yang ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota
No Nama Lintas Provinsi
1. Singkil - P. Banyak NAD
2. Singkil - Sinabang NAD
3. Balohan – Ulheu Lheu NAD
4. Tebas Kuala - Tebas Seberang Kalimantan Barat
5. Parit Sarem – S. Nipah Kalimantan Barat
6. Pamatat – Patumbukan – Labuhan Bajo Sulsel - NTT
7. Bira – Sikeli Sulawesi Selatan
8. Sikeli - Tondasi Sulawesi Selatan
9. Wakai - Ampana Sulawesi Tengah
10. Bitung-Siau Sulawesi Utara
11. Dongkala – Bau Bau Sulawesi Tenggara
12. Bau Bau - Mawasangka Sulawesi Tenggara
13. Aimere - Waingapu NTT
14. Waingapu - Sabu NTT
15. Kalabahi - Lewoleba NTT
16. Saumlaki - Tepa Maluku
17. Dobo - Benjina Maluku
18. Tulehu - Pelauw Maluku
19. Umiputih - Waley Maluku
II - 13
No Nama Lintas Provinsi
20. Tulehu – Saparua Maluku
21. Saparua - Nalahia Maluku
22. Nalahia - Amahai Maluku
23. Hunimua – Masohi Maluku
24. Namlea - Ambalau Maluku
25. Ambalau - Wamsisi Maluku
26. Wamsisi – Namrole Maluku
27. Namrole - Leksula Maluku
28. Ternate – Bacan Maluku Utara
29. Ternate - Batang Dua Maluku Utara`
30. Sorong - Seget Irian Jaya Barat
31. Seget - Seremuk Irian Jaya Barat
32. Seremuk - Konda Irian Jaya Barat
33. Konda - Teminabuan Irian Jaya Barat
34. Mogim - Kais Irian Jaya Barat
35. Kais - Inawatan Irian Jaya Barat
36. Inawatan - Kokoda Irian Jaya Barat
37. Bade - Mur – Kepi Irian Jaya Barat
38. Waren - Nabire Papua
39. Merauke - Atsy Papua
40. Atsy - Asgon Papua
41. Atsy - Senggo Papua
42. Atsy - Agat Papua
43. Biak - Numfor Papua Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
Berdasarkan jenis pengoperasian, lintas penyeberangan yang sudah beroperasi dapat dibedakan dalam 2 lintas, yaitu : lintasan komersil dan perintis yang disubsidi pemerintah.
Tabel 2.14 Jenis Pengoperasian Angkutan Penyeberangan
No. Jenis Pengoperasian Jumlah
a. Lintasan komersil 34
b. Lintasan perintis yang disubsidi pemerintah 70
Jumlah yang beroperasi 104 Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
1). Lintasan Komersil Lintas komersil 2008 sebanyak 34 lintas penyeberangan dengan rincian status: Antar Propinsi (AP) sebanyak 10 lintas, Dalam Propinsi (DP) sebanyak 19 lintas dan Dalam Kabupaten/Kota (DK) sebanyak 5 lintas.
II - 14
Tabel 2.15
Lintas Penyeberangan Komersil
No. Nama Lintasan Status Propinsi
1. Balohan – Malahayati DP NAD
2. Sibolga – Gn. Sitoli DP Sumatera Utara
3. Ajibata – Tomok DP Sumatera Utara
4. Palembang – Muntok AP Sumsel-Babel
5. Merak – Bakauheni AP Lampung-Banten
6. Ujung – Kamal DP Jawa Timur
7. Jangkar – Kalianget DP Jawa Timur
8. Ketapang – Gilimanuk AP Jawa Timur-Bali
9. Rasau Jaya – Tl. Batang DP Kalimantan Barat
10. Pontianak Kota – Siantan DP Kalimantan Barat
11. Batu Licin – Tj.Serdang DP Kalimantan Selatan 12. Penajam – Balikpapan DP Kalimantan Timur 13. Mamuju – Balikpapan AP Sulsel-Kaltim 14. Pagimana – Gorontalo AP Sulteng-Gorontalo 15. Bajoe – Kolaka AP Sulsel-Sultra
16. Bira – Pamatata DP Sulawesi Selatan
17. Padangbai - Lembar AP Bali - NTB
18. Kayangan - Pototano DP NTB
19. Torobulu – Tampo DP Bali-NTB
20. Bitung – Ternate AP Sulut - Malut
21. Sape – Labuan Bajo AP NTB-NTT
22. Kupang – Larantuka DP NTT
23. Kupang – Rote DP NTT
24. Kupang – Kalabahi DP NTT
25. Kupang – Waingapu DP NTT
26. Kupang – Aimere DP NTT
27. Galala – Namlea DK Maluku (Mlk Tengah)
28. Pokka – Galala DK Maluku (Mlk Tengah)
29. Hunimua – Waipirit DK Maluku (Mlk Tengah)
30. Bastiong – Sidangole DK Maluku Utara
31. Bastiong – Rum DK Maluku Utara
32. Siwa – Lasusua AP Sulsel-Sultra
33. Bau-Bau - Wara DP Sultra
34. Kupang - Sabu DP NTT Keterangan :AP : Antar Propinsi, DP : Dalam Propinsi, DK : Dalam Kab/Kota
Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
2). Lintasan perintis yang disubsidi pemerintah Lintas penyeberangan perintis tahun 2008 sebanyak 70 lintas penyeberangan, yang terdiri dari 56 lintas penyeberangan yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Perhubungan dan 14 lintas penyeberangan yang
II - 15
ditetapkan berdasarkan Sk Gubernur. Sedangkan rincian status terdiri dari : 3 lintas Antar Propinsi (AP) dan 67 lintas Dalam Propinsi (DP).
Tabel 2.16 Lintas Penyeberangan Bersusidi
No. L i n t a s Status Propinsi Penetapan
1. Singkil – Pulau Banyak DP NAD KM. Perhubungan
2. Singkil – Sinabang DP NAD KM. Perhubungan
3. Padangf – Sikakap DP Sumbar KM. Perhubungan
4. Padang – Tua Pejat DP Sumbar KM. Perhubungan
5. Padang - Siberut DP Sumbar KM. Perhubungan
6. Sadai – Tanjung Ru DP Babel KM. Perhubungan
7. Bengkulu – Enggano DP Bengkulu KM. Perhubungan
8. Jepara – Karimunjawa DP Jateng KM. Perhubungan
9. Tayan – Teraju DP Kalbar KM. Perhubungan
10. Tanjung Harapan – Tl. Kalong DP Kalbar KM. Perhubungan
11. Kuala Tebas – S. Kuala Tebas DP Kalbar KM. Perhubungan
12. Parit Sarem – Sungai Nipah DP Kalbar KM. Perhubungan
13. Bitung - Melonguane DP Sulut KM. Perhubungan
14. Bitung – Pananaru DP Sulut KM. Perhubungan
15. Bitung – Siau DP Sulut KM. Perhubungan
16. Luwuk – Salakan DP Sulteng KM. Perhubungan
17. Salakan – Banggai DP Sulteng KM. Perhubungan
18. Gorontalo – Wakai – Ampana DP Sulteng KM. Perhubungan
19. Kendari – Lenggara DP Sultra KM. Perhubungan
20. Bau Bau – Dongkala DP Sultra KM. Perhubungan
21. Dongkala – Mawasangka DP Sultra KM. Perhubungan
22. Ende – Waingapu DP NTT KM. Perhubungan
23. Waingapu – Sabu DP NTT KM. Perhubungan
24. Waingapu – Aimere DP NTT KM. Perhubungan
25. Larantuka – Waiwerang DP NTT KM. Perhubungan
26. Waiwerang – Lewoleba DP NTT KM. Perhubungan
27. Lewoleba – Baranusa DP NTT KM. Perhubungan
28. Baranusa – Kalabahi DP NTT KM. Perhubungan
29. Kupang – Lewoleba DP NTT KM. Perhubungan
30. Kupang – Ende AP NTT KM. Perhubungan
31. Sape – Waikelo AP NTB – NTT KM. Perhubungan
32. Balikpapan – Taipa AP Kaltim–Sulteng KM. Perhubungan
33. Pamatata–Patumbukan–Jampea–Labuhan Bajo
DP Sulsel – NTT KM. Perhubungan
34. Tolehu – Pelauw DP Maluku KM. Perhubungan
35. Pelau – Umeputih DP Maluku SK. Gubernur
36. Umeputih – Wailey DP Maluku KM. Perhubungan
37. Tolehu – Saparua DP Maluku KM. Perhubungan
38. Saparua – Nalahia DP Maluku KM. Perhubungan
39. Nalahia – Amahai DP Maluku KM. Perhubungan
II - 16
No. L i n t a s Status Propinsi Penetapan
40. Tual – Larat DP Maluku KM. Perhubungan
41. Larat – Saumlaki DP Maluku KM. Perhubungan
42. Saumlaki – Tepa DP Maluku Utara KM. Perhubungan
43. Tual – Dobo DP Maluku Utara KM. Perhubungan
44. Dobo – Benjina DP Irjabar SK. Gubernur
45. Tobelo – Daruba DP Irjabar SK. Gubernur
46. Tobelo – Subaim DP Irjabar SK. Gubernur
47. Sorong – Saonek DP Irjabar SK. Gubernur
48. Saonek - Kabarai DP Irjabar SK. Gubernur
49. Sorong - Waigama DP Irjabar SK. Gubernur
50. Sorong – Seget DP Irjabar SK. Gubernur
51. Seget – Seremuk DP Irjabar SK. Gubernur
52. Seremuk - Konda DP Irjabar SK. Gubernur
53. Konda - Taminabuan DP Papua KM. Perhubungan
54. Taminabuan - Mugim DP Papua KM. Perhubungan
55. Mugim – Kais DP Papua KM. Perhubungan
56. Kais – Inanwatan DP Papua KM. Perhubungan
57. Inanwatan - Kokoda DP Papua KM. Perhubungan
58. Biak – Serui DP Papua SK. Gubernur
59. Serui – Waren DP Papua SK. Gubernur
60. Waren – Nabire DP Papua SK. Gubernur
61. Biak – Numfor DP Papua SK. Gubernur
62. Numfor – Manokwari DP Papua KM. Perhubungan
63. Merauke – Atsy DP Merauke KM. Perhubungan
64. Atsy – Senggo DP Merauke KM. Perhubungan
65. Atsy – Asgon DP Merauke KM. Perhubungan
66. Atsy – Agats DP Merauke KM. Perhubungan
67. Merauke - Tanah Merah DP Merauke KM. Perhubungan
68. Bade – Mur DP Merauke KM. Perhubungan
69. Mur – Kepi DP Merauke KM. Perhubungan
70. Teluk Gurita - Kalabahi - Kisar DP NTT KM. Perhubungan Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
b. Perkembangan Jumlah Kapal Penyeberangan Seiring dengan pembangunan pelabuhan sementara di Srengsem (selesai pada tahun 1977), sementara itu dilakukan pengadaan kapal Ro-Ro dari Jepang (KMF Merak (ex Nahagama). Sejak itulah dimulainya sejarah penggunaan kapal penyeberangan Ro-Ro di Indonesia. Selanjutnya dalam perkembangannya mulailah dibangun kapal penyeberangan pada galangan di dalam negeri. Sampai saat ini terdapat 196 unit kapal, yang terdiri dari Kapal Ro-Ro, Kapal LCT, Kapal Cepat dan Bus Air.
II - 17
Tabel 2.17 Jumlah Kapal SDP yang beroperasi
No. Jenis Kapal Jumlah
1. Kapal Ro-Ro 171
2. Kapal LCT 10
3. Kapal cepat penumpang 11
4. Kapal penumpang/bus air 4
Jumlah 196 Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
Tabel 2.18 Jumlah Kapal Penyeberangan yang beroperasi berdasarkan kepemilikan
No. Pemilik/operator Jumlah
1. PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) 80
2. Kerja Sama Operasi (KSO) 2
3. Swasta 112
4. Pemda 2
Jumlah 196 Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
2. Perkembangan Prasarana LLASDP Dimulai dengan diserahterimakannya pelabuhan Merak dan sebagian pelabuhan Panjang dari Ditjen Perhubungan Laut kepada Ditjen Perhubungan Darat pada tahun 1973, sampai saat ini terus dibangun pelabuhan-pelabuhan penyeberangan, seiring dengan pembukaan dan penetapan lintas penyeberangan baru. Sampai tahun 2008, jumlah pelabuhan penyeberangan yang telah beroperasi sebanyak 175 pelabuhan. Pelabuhan tersebut diselenggarakan oleh PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) sebanyak 34 pelabuhan, Dinas Perhubungan sebanyak 77 pelabuhan, UPT Ditjen Perhubungan Darat sebanyak 3 pelabuhan. Dan sisanya sebanyak 61 pelabuhan belum ditetapkan karena masih dalam proses penyelesaian pembangunan.
Tabel 2.19 Perkembangan Pelabuhan Penyeberangan
No. Penyelenggara Jumlah
1. PT. ASDP Persero 34
2. Dinas Perhubungan 77
3. UPT Ditjen Perhubungan Darat 3
4. Dalam Proses Pembangunan 61
Jumlah 175 Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
Tabel 2.20 Pelabuhan Penyeberangan yang dioperasikan oleh PT. ASDP
No. Pelabuhan Lintas yang dilayani
1. Bakauheni Merak-Bakauheni
2. Merak Idem
3. Ujung Ujung-Kamal
4. Kamal Idem
II - 18
5. Ketapang Ketapang-Gilimanuk
6. Gilimanuk Idem
7. Padangbai Padangbai-Lembar
8. Lembar Idem
9. Khayangan Kahayangan-Pototano
10. Pototano Idem
11. Sape Sape – Labuhan Bajo
12. Labuhan Bajo Idem
13. Larantuka Larantuka-Kalabahi
14. Rote Kupang-Rote
15. Bolok Kupang-Rote Dsn
16. Telaga Pungkur Telaga Pungkur –Tj. Uban
No. Pelabuhan Lintas yang dilayani
17. Tj. Uban Idem
18. Batu Licin Batulicin-Tj. Serdang
19. Tj. Serdang Idem
20. Penajam Penajam-Kariangau
21. Bitung Bitung-Ternate
22. Pagimana Pagimana-Gorontalo
23. Mamuju Mamuju-Balikpapan
24. BajoE BajoE-Kolaka
25. Kolaka Idem
26. Bastiong Bastiong-Sidangole
27. Sidangole Idem
28. Rum Bastiong-Rum
29. Pokka Pokka-Galala
30. Galala Idem
31. Hunimua Hunimua-Waipirit
32. Waipirit Idem
33. Namlea Namlea-Negeri Lima
34. Muntok Palembang-Muntok Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
3. Perkembangan Kinerja Angkutan Penyeberangan
a. Perkembangan Produksi Angkutan Penyeberangan
Tabel 2.21 Produksi Angkutan Penyeberangan tahun 1999 – 2008
Tahun Penumpang
(orang) Kend R-4
(unit) Kend R-2
(unit) Barang (ton)
1999 42.852.763 5.900.575 3.681.054 13.120.299
2000 40.538.799 6.546.288 3.475.653 14.803.719
2001 34.197.063 6.130.548 3.595.304 14.371.231
2002 29.408.039 6.318.019 4.250.175 13.361.041
2003 37.649.113 5.903.365 3.428.908 17.039.805
2004 27.603.012 6.529.693 4.334.519 16.606.806
2005 26.501.889 6.272.819 4.719.152 25.187.160
2006 27.829.666 5.738.196 5.037.859 25.422.005
2007 40.557.832 5.720.396 6.154.104 31.936.937
2008 46.926.166 6.850.114 7.374.333 41.079.174 Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
II - 19
b. Perkembangan Produksi Angkutan di (5) Lima Lintas Penyeberangan Utama
1) Perkembangan Produksi Angkutan di Lintas Merak – Bakauheni
Tabel 2.22 Produksi Angkutan Lintas Merak - Bakauheni Tahun 1999 – 2008
Tahun Penumpang
(orang)
Kend R-4
(unit)
Kend R-2
(unit)
Barang
(ton)
1999 13,731,991 2,007,143 62,275 6,418,832
2000 14,013,180 2,580,568 49,534 6,671,523
2001 11,546,449 2,152,303 47,786 6,675,810
2002 9,452,757 2,156,467 58,105 7,239,257
2003 8,427,604 2,111,991 36,690 7,103,559
2004 8,875,387 2,468,168 147,900 8,025,256
2005 4.050.409 2.356.082 225.563 0 *
2006 3.810.594 2.219.075 327.084 0 *
2007 14.585.873 2.219.075 327.084 18.058.364
2008 16.363.319 2.693.983 424.244 20.573.457 Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
2) Perkembangan Produksi Angkutan di Lintas Ujung - Kamal
Tabel 2.23 Produksi Angkutan Lintas Ujung - Kamal Tahun 1999 – 2008
Tahun Penumpang
(orang) Kend R-4 (unit)
Kend R-2
(unit)
Barang
(ton)
1999 14,414,780 1,553,401 1,731,195 1,494,013
2000 14,254,319 1,581,618 1,770,023 2,120,995
2001 13,348,557 1,559,236 1,984,528 2,125,966
2002 14,022,345 1,667,588 2,408,573 2,320,364
2003 20,485,178 1,240,757 1,951,909 1,897,905
2004 12,077,956 1,761,805 2,932,358 2,585,303
2005 11.618.231 1.700.869 3.029.185 2.422.347
2006 10.411.408 1.516.321 3.217.565 2.259.391
2007 9.875.436 1.009.397 3.282.384 2.059.249
2008 10.650.973 1.615.251 3.638.258 5.693.377 Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
3) Perkembangan Produksi Angkutan di Lintas Ketapang - Gilimanuk
Tabel 2.24 Produksi Angkutan Lintas Ketapang - Gilimanuk Tahun 1999 – 2008
Tahun Penumpang
(orang)
Kend R-4
(unit)
Kend R-2
(unit)
Barang
(ton)
1999 5,782,372 1,145,083 239,202 3,143,059
2000 6,073,763 1,261,147 289,965 4,242,694
2001 4,725,014 1,446,504 333,991 3,911,605
2002 4.361.089 1.446.473 296,748 4,058,662
2003 3,608,396 1,341,632 298,694 4,344,737
II - 20
Tahun Penumpang
(orang) Kend R-4
(unit) Kend R-2
(unit) Barang (ton)
2004 3,656,891 1,382,651 430,751 4,039,092
2005 993.158 1.395.113 476.736 0 *
2006 565.188 1.260.211 418.583 0 *
2007 7.907.383 1.285.721 454.677 0 *
2008 9.773.221 1.580.293 615.303 0 * Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
4) Perkembangan Produksi Angkutan di Lintas Padangbai – Lembar
Tabel 2.25 Produksi Angkutan Lintas Padangbai - Lembar Tahun 1999 – 2008
Tahun Penumpang
(orang)
Kend R-4
(unit)
Kend R-2
(unit)
Barang
(ton)
1999 852,503 192,816 98,418 631,479
2000 905,657 206,528 111,999 660,767
2001 874,771 210,595 125,304 616,968
2002 713,920 201,720 140,108 575,618
2003 514,025 192,883 128,608 635,018
2004 467,316 201,106 147,184 637,645
2005 190.640 194.951 122.783 0 *
2006 134.910 180.250 100.337 0 *
2007 1.099.128 184.364 108.467 0 *
2008 1.215.759 197.429 130.555 0 * Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
5) Perkembangan Produksi Angkutan di Lintas Kayangan – Pototano
Tabel 2.26 Produksi Angkutan Lintas Kayangan - Pototano Tahun 1999 – 2008
Tahun Penumpang
(orang) Kend R-4
(unit) Kend R-2
(unit) Barang (ton)
1999 866,475 169,587 78,283 162,366
2000 618,165 154,011 50,496 145,490
2001 480,920 131,556 69,863 143575
2002 420,456 146,186 63,859 138,089
2003 348,372 135,784 55,509 64,004
2004 434,310 151,694 76,265 147,415
2005 360.027 69.307 34.918 0 *
2006 68.129 155.831 102.752 0 *
2007 972.800 180.23 101.215 0 *
2008 1.158.635 183.885 163.113 0 * Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
II - 21
c. Jaringan Pelayanan Jaringan pelayanan transportasi sungai dan danau meliputi jaringan pelayanan angkutan orang dan jaringan pelayanan angkutan barang. Kedua jaringan pelayanan tersebut dapat dilakukan dalam trayek tetap, trayek tidak tetap dan tidak dalam trayek.
Tabel 2.27 Jumlah Alur Pelayaran Sungai dan Danau
S
Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
d. Sarana Tabel 2.28
Jenis dan Karakteristik Kapal Sungai
No. Jenis Isi Kotor
(m3)
Kapasitas Angkut Draft
(m)
Tenaga
(hp)
Kec.
(km/j) Brg(ton) Penump.
1 Speed Boat 1-5 - <14 0.35-0,60 <200 <40
2 Long Boat 5-10 - <60 0,40-0,60 <85 20-30
3 Bis Air <200 <10 <200 0,80-1,50 75-100 12-15
4 Klotok <15 <5 - 0,50-0,65 5-15 7-12
5 Truk Air 15-200 20-70 - 1,00-1,60 22-33 7-8
6 Barge Steel Hull 50-190 50-150 - 1,00-1,60 - -
7 Barge (tiung) 20-50 15-35 - 1,00-1,60 - -
8 Tug Boat 20-50 - - 0,80-1,40 <100 30-60 Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
No. Propinsi Sungai Danau
Jml Pjg (km) Navigable Jml Luas (km2)
1 NAD 10 1.749 660 1 490
2 Sumatera Utara 20 1.796 1.269 1 1.250
3 Sumatera Barat - - - 4 391
4 Riau 21 2.747 2.082 - -
5 Jambi 19 3.858 2.578 1 50
6 Sumatera Selatan 35 4.856 3.771 1 122
7 Lampung 8 695 530 - -
8 Jawa Barat 1 122 22 3 205
9 Jawa Tengah - - - - 600
10 Jawa Timur 1 500 39 - -
11 Bali - - - 2 190
12 Kalimantan Barat 11 1.227 760 - -
13 Kalimantan Selatan 15 1.737 1.223 1 40
14 Kalimantan Timur 17 4.089 2.786 3 390
15 Kalimantan Tengah 21 3.108 2.285 - -
16 Sulawesi Selatan 9 548 222 4 120
17 Sulawesi Tengah - - - 1 34
18 Sulawesi Tenggara 2 175 87 - -
19 Sulawesi Utara - - - 2 33
20 Irian Jaya 24 734 4.940 3 372
Jumlah 214 34.342 23.255 27 3.737
II - 22
e. Dermaga Jumlah dermaga sungai dan danau lebih kurang 530 buah, yang terdiri dari beberapa jenis; seperti dermaga kayu, dermaga beton, dermaga ponton dan kombinasi dari kayu dan ponton, kombinasi beton dan ponton. Disamping itu masih banyak terdapat dermaga kecil sebagai tempat singgah.
4. Kegiatan - kegiatan Strategis
a) Pembangunan Pelabuhan Penyeberangan Margagiri dan Ketapang Rencana pembangunan Pelabuhan Penyeberangan Margagiri (Provinsi Banten)
dan Ketapang (Provinsi Lampung) dalam rangka mengembangkan lintas penyeberangan alternatif yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera, disamping Lintas Penyeberangan Merak – Bakauheni yang sudah beroperasi. Pembangunan kedua pelabuhan ini ditawarkan melalui pola kerjasama pemerintah dan pihak swasta (Public Privat Partnership/PPP). Proyek ini telah dimasukkan dalam buku biru yang diterbitkan oleh Bappenas dalam kategory proyek potensial. Saat ini sedang dilakukan proses pelelangan untuk jasa konsultan dalam rangka penyusunan Studi Kelayakan. Kegiatan ini didanai melalui Bantuan ADB dan Proses pelelangan dilaksanakan ole Bappenas.
b) Studi Penyusunan Potensi Simpul Transportasi Penyeberangan. Studi ini dimaksudkan untuk menghimpun simpul – simpul yang potensial
untuk dikembangkan sebagai lintas penyeberangan di Indonesia. Simpul-simpul tersebut dimasukkan dalam sistem informasi berbasis GIS. Studi ini menjadi dasar dalam menetukan kegiatan Pra Kelayakan.
c) Studi penyusunan potensi simpul angkutan sungai dan danau di Pulau
Sumatera dan Kalimantan. Studi penyusunan potensi simpul angkutan sungai dan danau di Pulau Sumatera dan Kalimantan dimaksudkan untuk menentukan simpul-simpul yang potensial untuk dibangun dermaga sungai dan danau. Hasil studi ini menjadi dasar dalam pelaksanaan studi Pra Kelayakan pengembangan Dermaga Sungai dan Danau.
5. Permasalahan yang dihadapi
a. Pembangunan
1) Kesiapan lahan, masih menjadi kendala pada beberapa lokasi pelabuhan, dimana pemerintah daerah tidak bisa membebaskan lahan dilokasi yang telah direncanakan semula sesuai dengan hasil pekerjaan Pradesain dan desain. Akibatnya dibutuhkan waktu untuk mencari lokasi baru dan revisi desain sesuai dengan lokasi yang baru. Dampak dari permasalahan ini adalah tertundanya pelaksanaan pembangunan.
II - 23
2) Pelelangan a) Belum jelasnya peraturan pelaksanaan mengenai kontrak tahun jamak
(multi year) untuk pekerjaan yang pada kenyataannya secara teknikal tidak mungkin daoat dikerjakan dalam 1 tahun anggaran. Akibatnya untuk pekerjaan lanjutan tetap dilaksanakan pelelangan dan pekerjaan persiapan yang berulang-ulang. Dampak dari permasalahan ini adalah kegiatan pembangunan menjadi tidak efisien dan efektif. Disamping itu menimbulkan permasalahan dalam pertanggungjawaban hasil pekerjaan jika dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa yang berbeda-beda.
b) Belum jelasnya peraturan pelaksanaan mengenai sistem pelelangan pra kualifikasi atau paska kualifikasi. Khususnya untuk penerapannya di lingkungan Departemen Perhubungan.
c) Keterbatasan SDM yang memiliki Sertifikasi Pengadaan Barang/Jasa yang harus dipenuhi oleh seluruh panitia Pengadaan yang mulai diberlakukan sejak tahun 2008.
3) Keterlambatan Penyelesaian
Hal yang sama juga masih sering ditemukan permasalahan keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Keterlambatan ini biasanya disebabkan oleh cuaca/iklim dan keterbatasan ketersediaan peralatan pada suatu daerah.
b. Pengoperasian Pelabuhan 1) Kesiapan pemerintah daerah 2) Penyedia SDM dan Organisasi 3) Pemeliharaan dan perawatan
6. Upaya yang dilakukan
a. Dalam pelaksanaan pembangunan dibidang angkutan sungai danau dan penyeberangan diperlukan kesiapan dalam penyediaan lahan, proses dalam pelelangan, kualitas output dan keterlambatan penyelesaian.
b. Pengoperasian Pelabuhan 1) Kesiapan pemerintah daerah 2) Penyedia SDM dan Organisasi
2.3. Bidang Transportasi Perkotaan
Tingginya pertumbuhan penduduk yang berbanding lurus dengan pertumbuhan kendaraan bermotor dan berbanding terbalik perkembangan jumlah prasarana berupa jalan dan perlengkapannya menyebabkan semakin meningkatnya permasalahan sektor transportasi khususnya sektor transportasi darat.
Permasalahan lain selain yang telah terurai tersebut diatas adalah buruknya pelayanan angakutan umum yang ada saat ini juga sangat mempengaruhi tingkat pertumbuhan kepemilikan kendraan pribadi, grafik berikut ini adalah perbandingan
II - 24
penggunaan kendaraan bermotor berdasarkan jumlah konsumsi bahan bakar yang digunakan masing-masing kendaraan bermotor.
Melihat permasalah tersebut, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat melalui Direktorat Bina Sistem Transportasi telah menyelenggarakan beberapa program untuk mengatasinya, diantaranya adalah dengan Program Angkutan Umum Massal Berbasis Jalan Raya/BRT, dimana program ini bekerjasama antara Pemerintah Pusat dengan pemerintah Daerah dalam bentuk MOU atau kesepakatan bersama untuk membuat pelayanan angkutan umum menjadi lebih baik dari angkutan umum yang ada saat ini, dan bentuk lain adalah membuat program bantuan berupa conventercit kepada angkutan umum taksi guna mengganti dari Bahan Bakar Minya menjadi Bahan Bakar Gas/BBG, dan disiisi lain Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaaan juga telah menyelenggarakan kegiatan penunjang sektor angkutan umum berupa penyediaan perlengkapan jalan baik APIL, atau perlengkapan-perelengkapan prasarana yang lain.
1. Perkembangan Sarana Angkutan Perkotaan
Pada tahun 2008 jumlah angkutan umum perkotaan hanya pada angkutan kota dan taksi. Untuk angkutan kota, jumlah yang paling tinggi yaitu pada mobil penumpang umum (MPU) sebesar 188.047 unit, sedang untuk taksi hanya sebesar 52.772 unit.
Tabel 2.29 Jumlah Angkutan Umum
No. Pelayanan Jenis Kendaraan
Total BB BS BK MPU
1 Angkutan Kota 12.029 32.277 69.845 188.047 302.198
2 Taksi - - - 52.772 52.772
Total 12.029 32.277 69.845 240.819 54.970 Sumber : Dit. BSTP. Ditjen Hubdat
Kondisi saat ini menunjukan jumlah angkutan umum di Indonesia semakin meningkat namun tingkat pelayanannya dirasakan masih kurang memuaskan. Hal ini disebabkan karena penataan dan perencanaan angkutan umum
Mobil
Angkutan;
32%
Mobil
Pribadi; 34%
Bus; 9%
Sepeda
Motor; 13%
Rumah Tangga
14%
Lainnya
9%
Komersial
3%Industri
18%
Transportasi
56%
II - 25
diperkotaan tidak seimbang dengan laju pertumbuhan kendaraan dan pertumbuhan prasarana yang ada.
Dalam peningkatan pelayanan angkutan umum perkotaan dan untuk mengatasi permasalahan diatas telah diterapkan kebijakan dengan orientasi pada pengembangan angkutan umum dengan strategi : a. Mengembangkan angkutan umum yang mampu menjangkau seluruh kawasan
perkotaan dan mampu melayani seluruh lapisan masyarakat yang cepat, tepat, aman, nyaman, murah (CTANM) dan berkelanjutan.
b. Menjamin kepastian dan keberlangsungan untuk pelayanan angkutan umum dimasa yang akan datang.
2. Perkembangan Prasarana Angkutan Perkotaan
Program yang dilakukan untuk mendukung strategi tersebut adalah: a. Pengembangan Bus Rapid Transit (BRT)
1). Pengadaan 47 Unit Bus Sedang AC untuk sarana BRT yang diberikan
kepada Pemerintah Daerah masing-masing 27 unit untuk Kota Manado (No. : SK 3473/UM.303/DRJD/2008 tanggal 16 Desember 2008) dan 20 unit untuk Propinsi DI. Yogyakarta (No. : SK 3475/UM.303/DRJD/2008 tanggal 24 Desember 2008)
2). Pengadaan 40 Unit Bus Ukuran Besar (EURO II Engine) dialokasikan sebanyak 20 Unit untuk Kota Pekanbaru dan 20 Unit Kota Semarang (No. : SK 3286/UM.303/DRJD/2008 tanggal 5 Desember 2008) Bus Bantuan Angkutan Pelajar/Masiswa Kota Manado.
Bus BRT Kota Semarang Bus BRT Kota Pakanbaru
II - 26
Bus Bantuan Angkutan
Pelajar/Masiswa Kota Manado Bus BRT Kota Yogyakarta
3). Pengadaan 75 Bus Ukuran Sedang Non AC yang diberikan kepada Pemerintah Kota/Kabupaten/Perguruan Tinggi, sebagaimana SK Dirjen Nomor. SK.3285/UM.303/DRJD/2008 tanggal 05 Desember 2008 yang didistribusikan sebagaimana terdapat dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.30
Jumlah Pengadaan Bus Ukuran Sedang Non AC untuk Pemerintah Kota/Kabupaten/Perguruan Tinggi
NO. PENERIMA LOKASI PERUNTUKAN
1 NAD
Kota Langsa 2 Sekolah
2 SUMUT
Kota Tebing Tinggi 2 Sekolah
Kota Sibolga 2 Sekolah
3 SUMBAR
Kab. Pasaman 2 Sekolah
Kab. Pesisir Selatan 2 Sekolah
Kab. Pasaman Barat 2 Umum
4 SUMSEL
Kab. Ogan Ilir (Indralaya) 2 Umum
Univ. Sriwijaya 2 Kampus
5 JAMBI
Kab. Kerinci 2 Sekolah
Kab. Tanjung Jabung Barat 1 Sekolah
Kab. Tebo/Muara Tebo 2 Umum
6 LAMPUNG
Kab. Lampung Barat 2 Sekolah
7 RIAU
Kab. Kampar 2 Sekolah
Kota Dumai 2 Umum
Kab. Rokan Hilir 2 Umum
8 BALI
Univ. Ganesha 1 Kampus
II - 27
NO. PENERIMA LOKASI PERUNTUKAN
9 JATENG
STAIN Purwokerto 1 Kampus
10 JATIM
Kab. Pacitan 2 Sekolah
UNISKA Kediri 1 Kampus
11 NTB
Kab. Lombok Tengah 2 Umum
Kab. Sumbawa 2 Umum
12 NTT
Kab. Nagekeo 2 Umum
13 KALBAR
Kab. Sintang 2 Sekolah
14 KALSEL
Kab. Tapin 2 Umum
Kab. Tanah Bumbu 2 Umum
15 KALTENG
Kab. Lamandau 2 Umum
16 GORONTALO
Kab. Bone Bolango 2 Umum
Kab. Gorontalo Utara 2 Umum
17 SULUT
Kab. Minahasa Selatan 2 Sekolah
18 SULSEL
Kab. Luwu Timur 2 Sekolah
Kab. Bantaeng 2 Sekolah
19 SULTENG
Kab. Morowali 2 Sekolah
Kab. Poso 2 Sekolah
Kab. Tojo Una-una 2 Umum
20 SULTRA
Kab. Buton 2 Umum
21 BENGKULU
Kab. Rejang Lebong 2 Umum
22 MALUKU
Kab. Seram Bagian Barat 2 Umum
23 IRIAN JAYA BARAT
Kab. Teluk Wondama 2 Sekolah
24 PAPUA
Kab. Yahukimo 2 Sekolah
Univ. Cenderawasih 1
TOTAL 75
II - 28
b. Penyusunan draft pedoman Standart Pelayanan Minimal Angkutan Umum. c. Pembangunan Urban Transport Information Center (UTIC). d. Penilaian Kinerja Pelayanan Angkutan Umum di Wilayah Perkotaan e. Pelaksanaan kegiatan konsolidasi penanganan masalah angkutan umum
perkotaan tahun 2008. f. Penyuluhan Dampak Transportasi Perkotaan di lakukan di 5 Propinsi g. Worshop pemanfaatan bahan bakar nabati di 5 Kota. h. Penyusunan draft pedoman tata cara transportasi sepeda. i. Evaluasi Kinerja Pelayanan Angkutan di Wilayah Perkotaan, hal ini dilakukan di
Kota Manado, Denpasar, Kupang, Malang dan Jambi j. Sedangkan kegiatan Konsolidasi Penanganan Masalah Transportasi di Wilayah
Perkotaan yaitu Penyusunan Pra Studi Kelayakan Angkutan Massal pada Jalan Tol Jabodetabek; dan Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Umum Berbasis Jalan di Wilayah Perkotaan.
k. Pemantauan Kinerja Identifikasi Fasilitas Angkutan Taksi dilakukan di 10 (sepuluh) wilayah Kota di Indonesia yang meliputi: Kota Aceh, Kota Medan, Kota Batam, Kota Pangkal Pinang, Kota Pekanbaru, Kota Jambi, Kota Padang, Kota Palembang, Kota Bengkulu, dan Kota Bandar Lampung
l. Monitoring Kinerja Pelayanan Angkutan dengan Fasilitas Pemadu Moda 4 (empat) wilayah Kota di Indonesia yang meliputi: Kota Aceh, Kota Palembang, Kota Padang dan Kota Surabaya.
m. Kajian Teknis Pengoperasian Angkutan Bus Pemadu Moda Bandar Udara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh-NAD
n. Sosialisasi Kebijakan Pemadu Moda Transportasi Perkotaan; o. Pemantauan Kinerja Lalu Lintas pada Jalan Nasional di Wilayah Perkotaan yang
dilakukan di Kota Cirebon. p. Survey Monitoring Pelayanan Angkutan Umum di Wilayah Perkotaan pada Masa
angkutan Lebaran q. Perencanaan Teknis Park And Ride Di Jabodetabek r. Perencanaan Teknis Manajemen dan Rekayasa Lalin Jalan Nasional di
Jabodetabek s. Analisis pemanfaatan bahan bakar gas terkait dengan jaringan trayek angkutan
umum di Kota Cirebon; t. Evaluasi dampak lalu lintas pada kawasan jalan nasional perkotaan di Kota
Yogyakarta. u. Kegiatan konservasi energi yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat pada Tahun 2008 adalah kegiatan tahap ke II yang telah dilakukan, dan kegiatan ini dilakukan pada kegiatan pengadaan Converter Cit sebanyak 820 unit dan dibagikan kepada perusahaan taksi sebanyak 9 perusahaan dengan jumlah 820 unit, melalui No. SK Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: 3145/UM.303/DRJD/2008, tanggal 14 Nopember 2008;
v. Penyelenggaraan kegiatan lomba tertib lalu lintas dan angkutan kota tahun 2008, yang meliputi Kegiatan evaluasi dan monotoring terhadap kinerja ruas jalan di kawasan perkotaan, sekaligus lomba tertib lalu litas dan angkutan jalan yang telah dilakukan tahun 2008 yang terbagi dalam klasifikasi kota yaitu : 1). Kota Metropolitan
Kota Surabaya (Kota Surabaya, Propinsi Jawa Timur); Kota Bandung (Provinsi Jawa Barat); Kota Makassar (Provinsi Sulawesi Selatan); Kota Medan (Provinsi Sumatera Utara); Kota Palembang (Provinsi Sumatera Selatan); Kota Semarang (Provinsi Jawa Tengah)
II - 29
2). Kota Besar Kota Pekanbaru (Kota Pekanbaru, Propinsi Riau); Kota Balikpapan (Provinsi Kalimantan Timur); Kota Bogor (Provinsi Jawa Barat)Kota Denpasar (Provinsi Bali); Kota Malang (Provinsi Jawa Timur); Kota Manado (Provinsi Sulawesi Utara); Kota Padang (Provinsi Sumatera Barat); Kota Samarinda (Provinsi Kalimantan Timur); Kota Surakarta (Provinsi Jawa Tengah); Kota Tasikmalaya (Provinsi Jawa Barat)
3). Kota Sedang Kota Binjai (ProvinsiSumatera Utara); Kota Kuta, Kabupaten Badung (Provinsi Bali); Kota Lumajang (Provinsi Jawa Timur); Kota Madiun (Provinsi Jawa Timur); Kota Mojokerto (Provinsi Jawa Timur); Kota Probolinggo (Provinsi Jawa Timur); Kota Sukabumi (Provinsi Jawa Barat)Kota Tarakan (Provinsi Kalimantan Timur); Kota Watampone, Kabupaten Bone (Provinsi Sulawesi Selatan); Kota Banjarbaru (Provinsi Kalimantan Selatan); Kota Barru, Kabupaten Barru (Provinsi Sulawesi Selatan); Kota Blitar (Provinsi Jawa Timur); Kota Bontang (Provinsi Kalimantan Timur); Kota Bukittinggi (Provinsi Sumatera Barat); Kota Cianjur, Kabupaten Cianjur (Provinsi Jawa Barat); Kota Cimahi (Provinsi Jawa Barat); Kota Cirebon (Provinsi Jawa Barat); Kota Dumai (Provinsi Riau); Kota Jepara, Kabupaten Jepara (Provinsi Jawa Tengah); Kota Palopo (Provinsi Sulawesi Selatan); Kota Parepare (Provinsi Sulawesi Selatan); Kota Payakumbuh (Provinsi Sumatera Barat); Kota Pematang Siantar (Provinsi Sumatera Utara); Kota Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo (Provinsi Jawa Timur); Kota Tanjung Balai (Provinsi Sumatera Utara); Kota Tebing Tinggi (Provinsi Sumatera Utara)
4). Kota Kecil Kota Amlapura, Kabupaten Karang Asem (Provinsi Bali); Kota Ciamis, Kabupaten Ciamis (Provinsi Jawa Barat). Kota Padang Panjang (Provinsi Sumatera Barat); Kota Painan, Kabupaten Pesisir Selatan (Provinsi Sumatera Barat); Kota Semarapura, Kabupaten Klungkung (Provinsi Bali); Kota Sengkang, Kabupaten Wajo (Provinsi Sulawesi Selatan); Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng (Provinsi Bali); Kota Sragen, Kabupaten Sragen (Provinsi Jawa Tengah); Kota Stabat, Kabupaten Langkat (Provinsi Sumatera Utara); Kota Tulungagung (Provinsi Jawa Timur); Kota Balangnipa, Kabupaten Sinjai (Provinsi Sulawesi Selatan); Kota Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu (Provinsi Sumatera Selatan); Kota Batu Sangkar, Kabupaten Tanah Datar (Provinsi Sumatera Barat); Kota Gianyar, Kabupaten Gianyar (Provinsi Bali); Kota Klaten, Kabupaten Klaten (Provinsi Jawa Tengah); Kota Kolaka, Kabupaten Kolaka (Provinsi Sulawesi Tenggara); Kota Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman (Provinsi Sumatera Barat); Kota Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul (Provinsi D.I Yogyakarta); Kota Magetan, Kabupaten Magetan (Provinsi Jawa Timur); Kota Mojosari, Kabupaten Mojokerto (Provinsi Jawa Timur); Kota Muara Bungo, Kabupaten Muara Bungo (Provinsi Jambi); Kota Muara Enim, Kabupaten Muara Enim (Provinsi Sumatera Selatan); Kota Pariaman (Provinsi Sumatera Barat); Kota Sibolga (Provinsi Sumatera Utara); Kota Solok (Provinsi Sumatera Barat); Kota Sumbawa Besar, Kabupaten Sumbawa (Provinsi Nusa Tenggara Barat); Kota Sungguminasa, Kab.Gowa (Provinsi Sulawesi Selatan); Kota Tomohon (Provinsi Sulawesi Utara); Kota Tuban, Kabupaten Tuban (Provinsi Jawa Timur); Kota Balangnipa, Kabupaten Sinjai (Provinsi Sulawesi Selatan); Kota Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu (Provinsi Sumatera Selatan); Kota Gianyar, Kabupaten Gianyar (Provinsi Bali); Kota Batu Sangkar, Kabupaten Tanah Datar (Provinsi Sumatera Barat);
II - 30
Kota Klaten, Kabupaten Klaten (Provinsi Jawa Tengah); Kota Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman (Provinsi Sumatera Barat); Kota Magetan, Kabupaten Magetan (Provinsi Jawa Timur); Kota Mojosari, Kabupaten Mojokerto (Provinsi Jawa Timur); Kota Tanjung, Kabupaten Tabalong (Provinsi Kalimantan Timur); Kota Bitung (Provinsi Sulawesi Utara); Kota Tomohon (Provinsi Sulawesi Utara); Kota Batu (Provinsi Jawa Timur); Kota Demak (Provinsi Jawa Tengah); Kota Selong, Kabupaten Lombok Timur (Provinsi NTB); Kota Pangkajene, Kabupaten Pangkep (Provinsi Sulawesi Selatan); Kota Ekke, Kabupaten Ende (Provinsi NTT); Kota Ruteng, Kabupaten Manggarai (Provinsi NTT); Kota Maumere, Kabupaten Sikka (Provinsi NTT);
3. Kinerja Angkutan Perkotaan Untuk kerja pelayanan angkutan perkotaan antara lain : a. Ketepatan waktu pelayanan b. Kepastian akan pelayanan c. Tarif yang ditetapkan terjangkau oleh pengguna jasa angkutan umum d. Tingkat keamanan dan kenyamanan dalam angkutan terjaga
4. Kegiatan-kegiatan Strategis a. Pengembangan Angkutan Umum Massal Berbasis Jalan/BRT
Kegiatan pengembangan angkutan umum massal berbasis jalan ini dilakukan sebagai salah satu upaya peningkatan pelayanan angkutan umum wilayah perkotaan, kegiatan ini merupakan kerjasama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam bentuk Kesepakatan Kerjasama/MOU yang masing-masing instansi telah menyepakati kewajiban masing-masing dalam pelaksanaan kegiatan ini. Beberapa Pemda yang telah melaksanakan program BRT pada tahun 2008 antara lain : Kota Manado, Kota Pekanbaru, Kota Semarang dan Kota Yogyakarta.
b. Program bantuan fasiltias penunjang BRT yang meliputi halte dan sistem tiketing pada Kota Pekanbaru, Kota Semarang, Kota Manado dan Kota Bogor
c. Program bantuan angkutan sekolah/pelajar dan mahasiswa d. Program bantuan konversi Bahan Bakar Minyak ke Bahan Bakar Gas, berupa
Coverterkit yang diberikan kepada angkutan umum taksi e. Pengembangan ATCS (Sistem APILL Terkoordinasi), meliputi : Kota Bukittinggi,
Kota Pontianak, Kota Manado dan Kota Balipapan
5. Permasalahan yang dihadapi a. Masih kurangnya pedoman/panduan tentang penyelenggaraan transportasi
perkotaan; b. Kurangnya pemahaman terhadap penyelenggaraan transportasi perkotaan; c. Kemacetan lalu lintas; d. Pelayanan angkutan umum belum memadai; e. Pencemaran udara akibat kendaraan bermotor.
6. Upaya yang dilakukan Dari hambatan-hambatan di atas maka untuk menanggulanginya dilakukan berbagai upaya antara lain : Penyelenggaraan kegiatan konsolidasi kepada Pemerintah Daerah tingkat Propinsi maupun Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota guna mengetahui perkembangan serta permasalahan transportasi yang terjadi pada masing-masing Kota/Kabupaten lebih mendalam dan mensosialisasikan visi dam misi dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dalam pengambangan trasportasi yang lebih baik.
II - 31
2.4. Bidang Keselamatan Transportasi Darat
Meningkatnya pertumbuhan penduduk serta meningkatnya kebutuhan akan pergerakan serta pelayanan jasa transportasi di satu sisi membutuhkan dukungan kinerja sarana dan prasarana yang efektif dan efisien guna mengantisipasi meningkatnya dampak kecelakaan lalu lintas. Pertumbuhan kepemilikan kendaraan terutama setelah dipicu oleh pertumbuhan sepeda motor yang mencapai 7% pertahun memperlihatkan bagaimana kondisi prasarana jalan yang pertumbuhannya relatif kecil tidak dapat mengantisipasi pergerakan lalu lintas di atasnya. Kondisi ini juga dapat diperlihatkan oleh perbandingan luas prasarana jalan dengan luas perkotaan di Indonesia yang masih jauh dari memadai, dimana perbandingan luas jalan yang ideal seharusnya mencapai 15%-20% dari luas total kotanya. Secara kualitas prasarana jalan kita juga masih jauh dari harapan terutama dikaitkan dengan masih tingginya angka kecelakaan lalu lintas di ruas-ruas jalan kita. Berdasarkan data Kepolisian Negara RI, menunjukkan bahwa angka korban meninggal dunia setiap tahunnya lebih dari 10.000 orang akibat kecelakaan lalu-lintas serta lebih dari 32.000 orang mengalami luka-luka, baik luka berat maupun luka ringan. Secara ekonomi, kerugian akibat kecelakaan lalu lintas yang dialami oleh negara mencapai Rp. 30.85 triliun (US$ 3,5 billions).
1. Data Kecelakaan Transportasi Jalan a. Jumlah Kendaraan Bermotor
Tingkat pertumbuhan kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 14,80 %. Selama lima tahun terakhir, tingkat pertumbuhan ini didominasi oleh Mobil Truk yaitu sebesar 18,30%. Jika dilihat dari jumlah kendaraan bermotor Pada Tahun 2008, yang paling besar adalah sepeda motor sebesar 51.697.879 kendaraan atau sekitar 71% dari total kendaraan bermotor, dengan tingkat pertumbuhan sekitar 15,94%.
Tabel 2.31 Data Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor
Tahun 2004 – 2008
No. U r a i a n Satuan 2004 2005 2006 2007 2008 * Pertumb. Rata2 (%)
1 Mobil Penumpang Unit 6.748.762 7.484.175 7.678.891 9.501.241 10.779.687 12,67
2 B u s Unit 4.260.889 4.573.864 4.896.065 5.013.544 6.025.023 9,24
3 Mobil Truk Unit 2.013.176 2.413.711 2.737.610 2.854.990 3.870.741 18,30
4 Sepeda Motor Unit 28.963.987 33.193.076 35.102.492 45.948.747 51.697.879 15,94
Jumlah 41.986.814 47.664.826 50.415.058 63.318.522 72.373.329 14,80
Sumber : * Angka Prediksi
II - 32
b. Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan
Jumlah kecelakaan lalu lintas jalan mengalami peningkatan, jika dirata-rata tingkat pertumbuhannya 96,02% tiap tahun. Pertumbuhan yang besar terjadi pada tahun 2004. Pada tahun 2008 indek fatalitas (meninggal per kecelakaan) sebesar 33,96%, ini berarti bahwa setiap 100 kecelakaan menimbulkan sekitar 34 orang meninggal dunia. Rata-rata pertumbuhan indeks fatalitas selama lima tahun tekahir sebesar 1,63% per tahun.
Tabel 2.32
Kecelakaan Lalu Lintas Tahun 2004-2008
No. U r a i a n Satuan 2004 2005 2006 2007 2008 * Pertumb. Rata2 (%)
1 Kecelakaan Kecelakaan 17.732 91.623 87.020 48.508 56.584 96,02
2 Kendaraan yang terlibat Unit 26.187 28.245 70.308 84.090 130.062 57,76
3 Korban Laka Org 32.271 103.323 101.354 82.588 94.921 53,67
- Meninggal Dunia Org 11.204 16.115 15.762 16.548 19.216 15,69
- Luka Berat Org 8.983 35.891 33.282 20.180 22.364 65,93
- Luka Ringan Org 12.084 51.317 52.310 45.860 53.341 82,65
4 Kerugian (Milyar Rupiah) Rp 53,05 51,56 81,85 103,29 123,01 25,31
Sumber : * Angka Prediksi
Jika dilihat dari jenis kendaraan yang terlibat, dalam lima tahun terakhir sepeda motor merupakan jenis yang paling banyak terlibat dalam kecelakaan. Pada tahun 2008 saja sebesar 95.209 kendaraan dari 130.062 kendaraan atau sekitar 73,2%.
0
10000000
20000000
30000000
40000000
50000000
60000000
2004 2005 2006 2007 2008
Mobil Penumpang B u s Mobil Truk Sepeda Motor
II - 33
Tabel 2.33 Korban Kecelakaan berdasar Jenis Kendaraan yang Terlibat
Tahun 2004-2008
Sumber : * Angka Prediksi
Korban kecelakaan jika dilihat dari tingkat pendidikannya yang paling banyak adalah berpendidikan SMA atau sederajat. Pada tahun 2008 sebesar 55.754 orang atau sekitar 58,7 % dari total korban yang ada. Setiap tahun mengalami peningkatan sebesar 85,82% untuk tingkat SMA. Keadaan seperti ini memerlukan suatu langkah dalam peningkatan kesadaran akan pentingnya keselamatan.
Tabel 2.34 Korban Kecelakaan berdasar Tingkat Pendidikan Korban
Tahun 2004-2008
Su
Sumber : * Angka Prediksi
No. U r a i a n Satuan 2004 2005 2006 2007 2008 *
Pertumb.
Rata2 (%)
1
Mobil
penumpang unit 5.442 6.095 10.604 12.726 16.552 34,01
2 Mobil beban unit 4.872 4.872 9.168 11.006 14.328 34,60
3 Mobil bus unit 1.650 1.607 2.945 3.278 3.973 28,29
4 Sepeda motor unit 14.223 15.671 47.591 57.080 95.209 75,15
Jumlah 26.187 28.245 70.308 84.090 130.062 57,76
No. U r a i a n Satuan 2004 2005 2006 2007 2008 *
Pertumb. Rata2
(%)
1 SD Org 2.251 2.299 5.464 7.689 9.911 52,36
2 SMP Org 5.415 5.429 12.071 15.362 20.330 45,55
3 SMA Org 8.386 9.377 33.897 31.488 55.754 85,82
4 Perguruan Tinggi Org 1.259 1.030 2.648 4.765 5.603 59,11
J u m l a h Org 17.311 18.135 54.080 59.304 91.598 66,77
II - 34
Jika ditinjau dari usia korban, maka pada usia produktif pada tahun 2008 sebesar 96,2 % dari total korban.
Tabel 2.35 Korban Kecelakaan berdasar Usia Korban
Tahun 2004-2008
Sumber : * Angka Prediksi
0
20,000
40,000
60,000
2004 2005 2006 2007 2008
Sekolah Dasar/Elementary School
Sekolah Menengah Pertama/Yunior High School
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
2004 2005 2006 2007 2008
5 - 15 16 - 25 26 - 30 31 - 40 41 - 50 51 -60
No. U r a i a n Satuan 2004 2005 2006 2007 2008 * Pertumb. Rata2 (%)
1
5 - 15 Org
409 506 2.311 3.492 6.437 128,97
2
16 - 25 Org
4.717 4.994 12.813 17.963 25.681 61,40
3
26 - 30 Org
6.036 6.230 13.607 18.776 25.064 48,28
4
31 - 40 Org
3.946 3.927 9.196 13.380 17.712 52,89
5
41 - 50 Org
1.920 1.918 5.164 8.260 11.115 65,91
6
51 -60 Org
568 778 1.957 3.645 5.318 80,17
J u m l a h 17.596 18.353 45.048 65.516 91.327 58,65
II - 35
2. Kegiatan Keselamatan Transportasi Jalan a. Pekan Keselamatan Transportasi Jalan
Kegiatan Pekan Keselamatan Transportasi Jalan tahun 2008 mengambil tema “Keselamatan Jalan Tanggung Jawab Kita Semua” yang peresmiannya dilakukan di Monas pada tanggal 9 April 2008, salah satu hasil dari kegiatan ini adalah intruksi Wakil Presiden mengenai enam prioritas kerja, yaitu : 1). Membentuk institusi keselamatan transportasi jalan sebagai wadah
koordinasi antar instansi untuk mewujudkan keselamatan transportasi jalan;
2). Merumuskan cetak biru keselamatan transportasi jalan untuk semua instansi terkait;
3). Membangun sistem informasi keselamatan transportasi jalan; 4). Merumuskan sumber pendanaan yang dapat membiayai program
keselamatan secara berkelanjutan; 5). Melakukan pendidikan berlalu lintas sejak dini; 6). Melakukan sosialisasi yang berkaitan dengan perilaku berlalu lintas baik
terkait hukum maupun dan etika berlalu lintas. b. GRSP ASEAN Road Safety di Hyatt, Yogyakarta
Kegiatan ini diadakan pada tanggal 3 s/d 4 November 2008 yang dihadiri oleh negara-negara anggota ASEAN, kegiatan ini bertujuan untuk : 1) membahas perkembangan keselamatan jalan di negara-negara ASEAN; 2) mengembangkan rencana kerja(Action Plan) keselamatan jalan; 3) mengembangkan jaringan kerjasama untuk membagi informasi,
pengetahuan dan pengalaman di bidang keselamatan jalan c. Zona Selamat Sekolah (ZoSS)
Untuk mengurangi kejadian kecelakaan yang melibatkan anak sekolah dasar telah dilakukan pembangunan fisik ZoSS pada 4 lokasi yaitu Bintan, Batam, Jambi, Solok .
d. Sosialisasi Keselamatan Melalui Media Cetak
bertujuan untuk mensosialisasikan program keselamatan transportasi. Sasaran yang dituju dalam kegiatan ini adalah masyakarat dan para Stakeholder.
e. Pembuatan dan Penayangan Filler Keselamatan melalui Media Elektronik.
bertujuan untuk mensosialisasikan program keselamatan dalam rangka meningkatkan keselamatan transportasi. Sasaran yang dituju dalam kegiatan ini adalah masyarakat seluruh Indonesia.
f. Sosialisasi dan Evaluasi Keselamatan Masa angkutan Lebaran. bertujuan untuk meningkatkan keselamatan masyarakat khususnya yang sedang melakukan perjalanan mudik selama masa angkutan lebaran. Sasaran yang dituju dalam kegiatan ini adalah masyarakat yang sedang mudik lebaran. Pada tahun 2008 telah dilakukan sosialisasi pada 7 Propinsi.
g. Monitoring Pelaksanaan ZoSS bertujuan untuk memonitor pelaksanaan Zona Selamat Sekolah di sekolah-sekolah dalam rangka meningkatkan keselamatan transportasi. Sasaran yang
II - 36
dituju dalam kegiatan ini adalah Sekolah yang telah dibangun Zona Selamat Sekolah. Pada tahun 2008 telah dilakukan sosialisasi pada 4 Propinsi.
h. Workshop Sosialisasi Keselamatan
bertujuan untuk mensosialisasikan program keselamatan transportasi. Sasaran yang dituju dalam kegiatan ini adalah para Stakeholder yang terkait di daerah. Pada tahun 2008 telah dilakukan sosialisasi pada 3 Propinsi.
i. Semiloka Manajemen Keselamatan
bertujuan untuk mensosialisasikan program keselamatan transportasi dalam rangka mengurangi kecelakaan di Indonesia. Sasaran yang dituju dalam kegiatan ini adalah para Stakeholder yang terkait di daerah. Pada tahun 2008 telah dilakukan semiloka pada 2 Propinsi.
j. Unit Penelitian Kecelakaan Terus dilakukan kegiatan untuk mendorong terbentuknya Unit Penelitian Kecelakaan (UPK) di tingkat propinsi atau di tingkat kabupaten/kota. Untuk tahun 2008 sudah terbentuk 21 UPK tingkat propinsi dan 2 UPK tingkat kabupaten/kota.
k. Pelaksanaan Diklat Penanganan kecelakaan lalu lintas jalan di daerah bertujuan untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) bidang investigator kecelakaan transportasi jalan. Sasaran yang dituju dalam kegiatan ini adalah pegawai atau pejabat Dinas Perhubungan atau LLAJ yang ada di daerah. Pada tahun 2008 telah dilaksanakan Diklat penanganan kecelakaan lalu lintas jalan di 3 daerah, yaitu : 1) TOT Investigasi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan di Kota Kupang, NTT 2) TOT Investigasi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan di Kota Denpasar, Bali 3) TOT Investigasi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan di Kota Banjarmasin,
Kalimantan Selatan.
l. Pelaksanaan Diklat Audit Keselamatan Jalan mempunyai tujuan meningkatkan SDM bidang audit keselamatan jalan. Sasaran yang dituju adalah pejabat atau pegawai dinas perhubungan atau LLAJ di daerah. Kota yang sudah diadakan pelatihan audit keselamatan pada tahun 2008 adalah sebagai berikut: 1) TOT Audit Keselamatan Jalan di Kota Medan, propinsi Sumatera Utara; 2) Kota Manado, propinsi Sulawesi Utara 3) Kota Bandung, propinsi Jawa Barat;
m. Diklat TOT Pengemudi Angkutan Umum mempunyai tujuan meningkatkan Pelatih /Pengajar dalam rangkan menambah Pengetahuan bagi Pengemudi angkutan Umum tentang Keselamatan Transportasi. Sasaran yang dituju adalah pejabat atau pegawai dinas perhubungan atau LLAJ di daerah. Kota yang sudah diadakan pelatihan audit keselamatan pada tahun 2008 adalah sebagai berikut Kota Semarang, propinsi Jawa Tengah;
n. Pemilihan Awak Kendaraan Umum Teladan (AKUT) Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 11 s/d 17 September 2008 di Lembaga Administrasi Negara, kegiatan ini bertujuan untuk memberikan
II - 37
penghargaan kepada pengemudi angkutan umum sehingga dapat turut meningkatkan keselamatan transportasi jalan, diikuti oleh 58 peserta dari 29 propinsi.
o. Pelatihan Pengemudi Angkutan Umum (Peningkatan Kualitas Mental dan Disiplin Angkutan Umum) Merupakan upaya pembinaan kepada para pengemudi angkutan umum agar lebih meningkatkan kinerja dan komitmen untuk meningkatkan keselamatan dijalan melalui pemahaman terhadap peran pentingnya dalam sub sistem transportasi darat dengan memberi substansi/materi aspek pengetahuan, teknis, dan perilaku (attitude). 1) Peningkatan Kualitas Mental dan Disiplin Pengemudi AKAP/AKDP, diikuti
oleh 39 peserta dengan jumlah angkatan sebanyak 1 angkatan (angkatan XXIV)
2) Peningkatan Kualitas Mental dan Disiplin Pengemudi B3, diikuti oleh 40 peserta dengan jumlah angkatan sebanyak 1 angkatan (angkatan IV)
3) Peningkatan Kualitas Mental dan Disiplin Pengemudi Taksi Bandara Soekarno-Hatta, diikuti oleh 40 peserta dengan jumlah angkatan sebanyak 1 angkatan (angkatan IV).
p. Pelaksanaan investigasi kecelakaan jalan. Telah dilakukan investigasi kecelakaan jalan sebanyak 9 kali. 1) Peristiwa Kecelakaan di Ruas Jalan Raya Brondong - Palang KM SBY
86+900, Kec. Brondong, Kab. Lamongan, Prop. Jawa Timur, sekitar pukul 15.30 WIB;
2) Peristiwa Kecelakaan di Ruas Jalan Prapatan, Kawasan Tugu Tani, Jakarta Pusat sekitar pukul 08.15 WIB;
3) Peristiwa Kecelakaan Jalan Raya Lintas Timur Km.3,5, Kecamatan Karang Tanjung, Kab. Pandeglang, Propinsi Banten;
4) Peristiwa Kecelakaan di Ruas Jalan Dewi Sartika di dekat Toko mebel Sejati, Rt.05/09, Desa Temas, Kecamatan Batu, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur sekitar pukul 09.30 WIB;
5) Peristiwa Kecelakaan di Ruas Jalan Raya Cugenang Tikungan Tapal Kuda Cijedil, Kab.Cianjur, Prop. Jawa Barat;
6) Peristiwa Kecelakaan Kandas di Perairan Pulau Dua pada alur masuk Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni;
7) Peristiwa Kecelakaan di Ruas Jalan kampung Jurusan Benteng Jawa – kampung Bea lalang, Desa Compang Mekar, Kampung Bea lalang, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, Propinsi NTT, sekitar pukul 11.30 WIB;
8) Peristiwa Kecelakaan di Ruas Jalan Lintas Sumatera KM 137-138, Desa Ogan Lima, Kecamatan Abung Barat, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung sekitar pukul 01.30 WIB;
9) Peristiwa Kecelakaan di Ruas Jalan Lintas barat Pulau Sumatera, Kec. Lemong, Kab. Lampung Barat, Prov. Lampung pada tanggal 19 desember 2008 pukul 13.30 WIB.
3. Permasalahan yang dihadapi
a. Susahnya koordinasi dengan pihak lain terutama untuk kegiatan yang melibatkan pihak di luar Departemen Perhubungan, misalnya kegiatan
II - 38
analisis data kecelakaan yang bersumber datanya dari pihak Kepolisian Republik Indonesia,investigasi kecelakaan yang sering bersinggungan dengan pihak Kepolisian, audit jalan dan sebagainya.
b. Kurangnya sumber daya manusia yang menjadikan faktor kurang maksimalnya pelaksanaan program keselamatan transportasi jalan.
c. Adanya kegiatan yang tidak terlaksana seperti : pembuatan buletin keselamatan transportasi darat, biaya operasi dan perawatan VMS, dan biaya operasi dan penunjang studio mini dikarenakan tidak adanya peminat lelang dan justifikasi perubahan kegiatan yang tidak disetujui.
4. Upaya yang dilakukan
a. Membentuk institusi keselamatan transortasi jalan sebagai wadah koordinasi antar instansi untuk mewujudkan keselamatan transportasi jalan
b. Dengan mengadakan pelatihan-pelatihan antara lain : 1). Workshop sosialisasi keselamatan dan semiloka keselamatan 2). Unit penelitian kecelakaan 3). Pelaksanaan diklat penanganan kecelakaan lalu lintas jalan di daerah 4). Diklat audit keselamatan jalan 5). Diklat TOT pengemudi angkutan umum 6). Pelatihan pengemudi AKAP/AKDP, Taksi Bandara dan B3 7). Pemilihan Awak Kendaraan Umum Teladan (AKUT)
c. Dengan melakukan berbagai langkah koordinasi dengan berbagai instansi pemerintah terkait untuk mensinergikan dan mengharmoniskan berbagai kebijakan yang terkait dengan kinerja keselamatan transportasi darat.
2.5. Permasalahan
1. Bidang Lalu Lintas Angkutan Jalan
Transportasi jalan merupakan moda transportasi utama yang berperan penting dalam mendukung pembangunan nasional serta mempunyai kontribusi terbesar dalam pangsa angkutan dibandingkan moda lain. Oleh karena itu, visi transportasi jalan adalah sebagai penunjang, penggerak dan pendorong pembangunan nasional serta berperan sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Misi transportasi jalan adalah untuk mewujudkan sistem transportasi jalan yang andal, berkemampuan tinggi dalam pembangunan serta meningkatkan mobilitas manusia dan barang, guna mendukung pengembangan wilayah untuk mewujudkan wawasan nusantara. Namun dalam pelaksanaan untuk mencapai dan menciptakan visi dan misi transportas jalan yang sesuai harapan masih sangat sulit dikarenakan banyaknya permasalahan yang terjadi. Adapun permasalahan yang terjadi, adalah sebagai berikut :
a. Rendahnya kondisi pelayanan prasarana jalan akibat kerusakan di jalan;
belum terpadunya pembangunan prasarana jalan dengan sistem jaringan transportasi jalan, penataan kelas jalan dan terminal serta pola pelayanan distribusi angkutan jalan, antarkota, perkotaan dan perdesaan.
II - 39
b. Masih tingginya kerusakan jalan akibat pelanggaran muatan lebih di jalan
yang dapat mengakibatkan kerugian ekonomi akibat dari : 1) Pengawasan melalui jembatan timbang belum optimal karena
keterbatasan fisik/peralatan, SDM dan sistem manajemen; 2) Terdapat pergeseran fungsi jembatan timbang yang cenderung untuk
menambah PAD (pendapatan asli daerah) bukan sebagai alat pengawasan muatan lebih;
c. Kondisi kualitas dan kuantitas sarana dan pelayanan angkutan umum yang
masih terbatas, walaupun setiap tahun terjadi peningkatan ijin trayek angkutan umum (ijin trayek angkutan bus antarkota antarprovinsi), namun tingkat kelaikan armada umumnya masih rendah.
d. Masih tingginya jumlah dan fatalitas kecelakaan akibat: disiplin pengguna
jalan, rendahnya tingkat kelaikan armada; rambu dan fasilitas keselamatan di jalan; law enforcement peraturan lalu lintas dan pendidikan berlalu lintas.
e. Masalah mobilitas, terutama rendahnya kelancaran distribusi angkutan jalan,
akibat 1) terbatasnya perkembangan kapasitas prasarana jalan dibandingkan
dengan perkembangan armada di jalan; 2) Kondisi sarana jalan yang rata-rata semakin menurun pelayanannya; 3) Optimalisasi penggunaan kapasitas jalan yang masih rendah, serta
banyaknya daerah rawan kemacetan akibat penggunaan badan dan daerah milik jalan untuk kegiatan sosial ekonomi, pasar, parkir, dsb;
4) Sistem manajemen lalu lintas yang belum optimal; 5) Penataan jaringan transportasi jalan, penetapan kelas jalan dan
pengaturan sistem terminal.
f. Masalah keterjangkauan dan pemerataan pelayanan transportasi jalan; banyaknya pungutan dan retribusi di jalan yang membuat biaya angkut di jalan belum efisien;
g. Masalah peraturan dan kelembagaan, terutama:
1) Belum mantapnya tatanan transportasi nasional dan wilayah; 2) Masalah pendidikan dan law enforcement peraturan yang belum efektif
dilihat dari tingginya jumlah pelanggaran lalu lintas di jalan. Pelanggaran lalu lintas dibedakan menjadi pelanggaran batas muatan, perlengkapan kendaraan, kelengkapan surat, dan pelanggaran rambu jalan. Masalah disiplin berlalu lintas juga merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kecelakaan lalu lintas;
3) Belum optimalnya peran swasta dan BUMN dalam investasi/penyelenggaraan LLAJ. Sebagian besar pelayanan angkutan umum memang sudah menjadi domain swasta, peran BUMN belum diperjelas apakah hanya untuk penugasan pelayanan di lintas yang kurang komersial (angkutan perintis dan perbatasan untuk Perum Damri); sedangkan peran Perum PPD dalam sistem transportasi umum di Jakarta semakin kecil, karena semenjak desentralisasi, transportasi perkotaan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah;
II - 40
4) Kebijakan tarif dan subsidi melalui berbagai pungutan dan “road pricing” yang belum tepat sasaran.
5) Masih terbatasnya pengembangan SDM di bidang LLAJ baik di tingkat regulator maupun operator, pembinaan usaha angkutan serta pengembangan teknologi sarana dan prasarana LLAJ yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
6) Masih tingginya dampak lingkungan (polusi udara dan polusi suara) akibat kemacetan dan masih dominannya penggunaan lalu lintas kendaraan pribadi di jalan, terutama di wilayah perkotaan.
7) Rendahnya kualitas dan kuantitas angkutan umum terutama transportasi perkotaan akibat belum berkembangnya keterpaduan rencana tata ruang dan transportasi perkotaan, kesadaran dan kemampuan pemerintah daerah dalam perencanaan dan pengelolaan transportasi, rendahnya disiplin masyarakat pengguna, profesionalitas aparat dan operator transportasi, tingginya tingkat kemacetan lalu lintas pada jam sibuk, serta rendahnya kualitas pelayanan transportasi umum.
2. Bidang Lalu Lintas Angkutan Penyeberangan
a. Masih terbatasnya jumlah prasarana dan sarana penyeberangan dibanding kebutuhan berdasarkan kondisi geografis dan jumlah pulau di Indonesia (sekitar 17.000 pulau). Berdasarkan jumlah lintas penyeberangan yang ditetapkan oleh Departemen Perhubungan, saat ini baru ditetapkan sebanyak 172 lintas, tetapi yang baru beroperasi adalah 130 lintas; Pemanfaatan sungai, kanal dan danau untuk kebutuhan transportasi rakyat/lokal/kota masih rendah serta kurangnya pemanfaatan potensi untuk mendukung transportasi pariwisata dan pengembangan wilayah. Kelembagaan, peraturan serta SDM dan pendanaan dalam sistem pelestarian dan pemeliharaan alur transportasi sungai dan kanal yang perlu dikoordinasikan dengan penanganan masalah lingkungan, pengembangan pariwisata, budaya masyarakat dan tata ruang wilayah.
b. Masih terbatasnya sarana yang tersedia dan kondisi sarana perintis ASDP yang
telah berumur tua. c. Masih kurangnya keterpaduan pembangunan jaringan transportasi SDP dengan
rencana pengembangan wilayah serta lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam sistem pengembangan prasarana dan sarana ASDP dalam era otonomi.
d. Terbatasnya keterjangkauan pelayanan Angkutan SDP dalam melayani
kebutuhan angkutan antarpulau dan wilayah terpencil. e. Peran serta swasta dan Pemda belum optimal dalam penyelenggaraan
ASDP, baik dalam investasi pembangunan, operasi dan pemeliharaan, serta penyelenggaraan angkutan perintis. Peran BUMN (PT ASDP) masih terbatas dalam penyelenggaraan (operator) prasarana dan sarana ASDP, terutama dalam pengoperasian kapal perintis dan penggusahaan beberapa lintas/dermaga penyeberangan. Pemerintah pusat masih dominan dalam pembiayaan pembangunan sarana dan prasarana ASDP. Oleh sebab itu, diperlukan deregulasi dan restrukturisasi agar peran pemerintah daerah lebih optimal, serta peningkatan
II - 41
peran BUMN dan swasta lebih didorong. Dalam penyelenggaraan transportasi sungai dan danau, peran swasta dan masyarakat lebih berkembang, sebagai owner dan operator prasarana dan sarana angkutan masyarakat. Peran BUMN hanya terbatas pada beberapa lintas penyeberangan sungai dan danau di Kalimantan dan Sumatera. Peran pemerintah sebagai regulator, pemerintah daerah sebagai penyedia prasarana dan sarana sungai untuk keperluan publik.
f. Dalam penyelenggaraan angkutan penyeberangan, peran BUMN (PT ASDP) masih
terbatas sebagai operator penyelenggaraan prasarana penyeberangan sekaligus juga sebagai operator sarana. Operator prasarana lain adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT/Pemda), dan operator sarana lain adalah swasta atau KSO swasta dan PT ASDP. Penyediaan prasarana dan sarana ASDP untuk BUMN umumnya masih dibiayai dari APBN (pemerintah pusat); peran Pemda masih terbatas dalam penyediaan sarana dan prasarana ASDP.
III - 1
3.1 Pelaksanaan Tahun Anggaran 2005
Kinerja pembangunan adalah program kerja yang berorientasi pada pembangunan fisik, yang didanai oleh DIPA. Jumlah proyek yang didanai dengan APBN dilingkungan Ditjen Perhubungan Darat sebanyak 89 proyek dengan pagu dana sebesar Rp. 622.146.393.000 dengan rincian masing-masing program sebagai berikut :
Tabel 3.1
Pendanaan Kegiatan di lingkungan Sub Sektor Transportasi Darat Tahun Anggaran 2005
No Program Jumlah Pagu DIP
Proyek (Rp.)
1. Pengembangan Fasilitas LLAJ 34 136.973.995.000
2. Pengembangan Angkutan SDP 35 412.737.385.000 3. Kantor Pusat dan UPT 20 72.435.013.000
Jumlah 89 622.146.393.000
Sumber : Setditjen Perhubungan Darat
Adapun uraian singkat kegiatan DIP Rupiah tahun anggaran 2005 dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
1. Bidang Angkutan Jalan
Sebagai kelanjutan pelaksanaan program pembangunan, maka pada tahun anggaran 2005 diprogramkan pengadaan fasilitas keselamatan berupa pengadaan dan, marka jalan sepanjang 398.000 meter, pagar pengaman jalan sepanjang 18.544 m pemasangan rambu lalu lintas sebanyak 2.446 buah, traffic light 2 buah, lampu penerang jalan 40 buah, 3 unit peralatan PKB, Pengadaan dan pemasangan Gas Analizer ( 1 Paket ), pembangunan terminal ( 3 lokasi ), rehabilitasi terminal ( 5 lokasi ) serta pelaksanaan Manajemen Rekayasa Lalin ( 2 paket ). Guna menunjang keperintisan diprogramkan pengadaan pengadaan bus ukuran sedang Perintis/Bus Kota/Mahasiswa sebanyak 86 unit, dan subsidi operasi angkutan perintis di 101 trayek.
III - 2
2. Bidang Angkutan Sungai, Danau & Penyeberangan
Tahun anggaran 2005 dilaksanakan pembangunan dermaga penyeberangan sebanyak 48 paket, pembangunan breakwater 2 paket, peningkatan pelabuhan penyeberangan 7 paket, rehabilitasi pelabuhan penyebrangan 12 paket, pembangunan dermaga sungai/danau 8 paket, dan 8 paket studi.
3. Bantuan Luar Negeri
Proyek Bantuan Luar Negeri (BLN) yang seang berjalan (On – Going) pada tahun 2005 sebanyak 3 proyek terdiri dari :
a. Bidang Angkutan Jalan
Program pengembangan fasilitas LLAJ terdiri dari 2 proyek. Secara singkat umum gambaran data base di lingkungan LLAJ adalah sebagai berikut :
Tabel 3.2
Nilai Loan Program Pengembangan LLAJ
No. Proyek No./Nama Loan
NILAI LOAN (ribu)
Ket.
1 Sumatra Region
Road Project
(SRRP)
4037-IND
IBRD
USD
4.078,77
Proyek Iinduk di Kimpraswil
dengan Total Loan USD
234.000,00 yang telah berakhir per 31 Desember
2005
2 Road Rehabilitation (Sector) Project
1798/INO ADB
USD 5.400,00
Proyek Iinduk di Kimpraswil dengan Total Loan USD
190.000,00
USD
9.478,77
b. Bidang Angkutan Sungai Danau & Penyeberangan
Program peningkatan angkutan sungai, danau dan penyeberangan terdiri dari 1 proyek. Secara umum gambaran data base proyek di lingkungan LLASDP sebagai berikut :
Tabel 3.3
Nilai Loan Program Pengembangan LLASDP
No. Proyek No./Nama
Loan
NILAI LOAN
(ribu)
Ket.
1 Pembangunan Dermaga
Penyeberangan Bajo E -
Kolaka dan Palembang - Muntok Ferry Terminal
IP-446 JBIC ¥ 3.129.000 Telah selesai 28
Juni 2005
III - 3
Development Project :
USD
26.778,08
3.2 Pelaksanaan Tahun Anggaran 2006
Kinerja pembangunan adalah program kerja yang berorientasi pada pembangunan fisik, yang didanai oleh DIPA. Jumlah proyek yang didanai dengan APBN dilingkungan Ditjen Perhubungan Darat sebanyak 92 Satuan Kerja (Satker) dengan pagu dana sebesar Rp. 735.828.464.000,- dengan rincian masing-masing program sebagai berikut :
Tabel 3.4
Pendanaan Kegiatan di lingkungan Sub Sektor Transportasi Darat Tahun Anggaran 2006
No Program Jumlah Pagu DIP
Satker (Rp.) 1. Pengembangan Fasilitas LLAJ 39 271.898.165.000
2. Pengembangan Angkutan SDP 36 396.621.128.000
3. Kantor Pusat dan UPT 17 67.109.171.000
Jumlah 92 735.828.464.000
Sumber : Setditjen Perhubungan Darat
Adapun uraian singkat kegiatan DIP Rupiah tahun anggaran 2006 dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
1. Bidang Angkutan Jalan
Tabel 3.5 Program dan Realisasi Pembangunan Angkutan Jalan
No PROGRAM/KEGIATAN PROGRAM REALISASI UNIT
1.
Pembangunan Fasilitas dan Keselamatan LLAJ
a. Pengadaan dan pemasangan Marka Jalan b. Pengadaan dan pemasangan Guardrail
c. Pengadaan dan pemasangan Rambu Lalu Lintas d. Pengadaan dan pemasangan Traffic Light
e. Pengadaan dan pemasangan Warning Light f. Pengadaan & Pemas Paku Marka
g. Delineator
h. RPPJ i. Lampu Penerangan Jalan
j. Pengadaan dan Pemasangan Alat PKB
750.700 28.010
10.054 14
2 0
1.400
338 10
12
797.000 28.010
10.054 14
2 587
1.790
338 0
12
m1
m1
Buah
Buah
Unit Unit
Buah
Buah Buah
Unit
2. Rehab Jembatan Timbang 1 1 Lokasi
III - 4
No PROGRAM/KEGIATAN PROGRAM REALISASI UNIT
3. Pembangunan Terminal Penumpang 1 1 Lokasi
4. Rehab Terminal 1 1 Lokasi
5. Manajemen & Rekayasa Lalu Lintas 2 2 Paket
6. Pembangunan terminal (Baru : Sumsel; Lanjutan :
Jabar; Kalbar; NTT)
4 4 Lokasi
7. Pengadaan Uji Tipe Khusus Sepeda Motor 1 1 Paket
8. Pembangunan gedung Uji Tipe Khusus Sepeda Motor
1 1 Paket
9. Sosialisasi Keselamatan LLAJ 28 28 Paket
10. Subsidi Operasional Bus Perintis 104 111 Trayek
11 Pengadaan Bus
a. Sedang (Kota/Mahasiswa/Pelajar)
b. Sedang Perintis (Inpres No.6 Thn 2003) c. Bus Besar
d. Bus Perintis
41
9 70
19
40
9 70
19
Unit
Unit Unit
Unit
12. Perbaikan DRK di perlintasan sebidang 4 2 Lokasi
13 Pemasangan Fasilitas Keselamatan Perlintasan
Sebidang
89 89 Lokasi
14. Pengadaan dan pemasangan Fasilitas ZoSS 18 18 Lokasi Sumber : Dit. LLAJ. Ditjen Hubdat
2. Bidang Angkutan Sungai Danau & Penyebarangan
Tabel 3.6 Program dan Realisasi Pembangunan LLASDP
No PROGRAM/KEGIATAN PROGRAM REALISASI UNIT
1. Pembangunan Dermaga Sungai & Danau
a. Sungai
b. Danau
6
1
6
1
Unit
Unit
2. Pembangunan Dermaga Penyeberangan a. Baru
b. Lanjutan
c. Selesai
4
37
4
4
36
4
Unit
Unit
Unit
3. Rehabilitasi/Peningkatan Dermaga SDP
a. Sungai
b. Danau c. Penyeberangan
2
5 10
2
5 10
Unit
Unit Unit
4. Pembangunan Kapal Penyeberangan a. Baru
b. Lanjutan
c. Rehabilitasi
4
4
1
4
4
1
Unit
Unit
Unit
5. Rehabilitasi Kapal 3 3 Unit
6. Pembangunan Speed Boat 6 6 Unit
7. Rambu Suar 7 7 Unit
8. Subsidi Angkutan Penyeberangan Perintis a. Dalam Propinsi
b. Antar Propinsi
60
8
54
8
Lintas
Lintas Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
III - 5
3.3 Pelaksanaan Tahun Anggaran 2007
Kinerja pembangunan adalah program kerja yang berorientasi pada pembangunan fisik, yang didanai oleh DIPA. Jumlah proyek yang didanai dengan APBN di lingkungan Ditjen Perhubungan Darat sebanyak 97 proyek dengan pagu dana sebesar Rp. 1.280.411.288.000,- dengan rincian masing-masing program sebagai berikut :
Tabel 3.7
Pendanaan Kegiatan di lingkungan Sub Sektor Transportasi Darat Tahun Anggaran 2007
No. Program Jumlah Proyek Pagu DIP (Rp.)
1. Pengembangan LLAJ 40 416.274.081.000
2. Pengembangan ASDP 36 778.772.352.000
3. Kantor Pusat dan UPT 21 85.364.855.000
Jumlah 97 1.280.411.288.000
Sumber : Setditjen Perhubungan Darat
Progres pelaksanaan APBN T.A 2007 untuk Sub Sektor Perhubungan Darat per 31 Desember 2007 adalah Realisasi Fisik sebesar 97,97 % dan Realisasi Keuangan sebesar Rp. 1.229.057.947.354 (93,29 % dari total pagu anggaran). Rincian masing-masing bidang dapat dilihat pada tabel III.2 Sedangkan untuk rincian masing-masing propinsi dapat dilihat pada daftar terlampir.
Tabel 3.8 Progres APBN T.A 2007 per 31 Desember 2007
Sub Sektor Perhubungan Darat
No. Program Realisasi Fisik Realisasi Keuangan
1. LLAJ 31,34 % 394.984.500.230 2. LLASDP 60,49 % 773.938.099.874 3. Kantor Pusat dan UPT 6,15 % 60.135.347.250
Total 97,97 % 1.229.057.947.354 Sumber : Setditjen Perhubungan Darat
III - 6
Adapun uraian evaluasi kegiatan Ditjen Perhubungan Darat T.A 2007 adalah : 1. Bidang Angkutan Jalan
Tabel 3.9
Program dan Realisasi Pembangunan LLAJ, Keselamatan dan Perkotaan
No PROGRAM/KEGIATAN PROGRAM REALISASI UNIT
1. Pembangunan Fasilitas dan Keselamatan LLAJ
a. Pengadaan dan pemasangan Marka Jalan b. Pengadaan dan pemasangan Guardrail
c. Pengadaan dan pemasangan Rambu Lalu Lintas
d. Pengadaan dan pemasangan RPPJ e. Pengadaan dan pemasangan Traffic Light
f. Pengadaan dan Pemasangan Alat PKB g. Pengadaan dan pemasangan Cermin Tikungan
h. Pengadaan dan pemasangan Deliniator
994.651 35.598
13.418
414 29
15 22
4.000
1.009.555 37.558
13.418
426 30
15 30
4.150
m1
m1
Buah
Buah Unit
Unit Buah
Buah
2. Pembangunan Balai PKB 1 1 Unit
3. Pembangunan Jembatan Timbang (Subulussalam-Aceh Singkil)
1 1 Lks
4. Pembangunan Terminal Penumpang 9 8 Lks
Rehabilitasi Terminal (Maluku, Inpres 6/2003: Masohi, Tual, Saumlaki, Kodya ambon)
4 4 Paket
5. Manajemen & Rekayasa Lalu Lintas 27 27 Paket
6. Pembangunan Paku Marka 1.000 1.000 Buah
7. Pengadaan Uji Tipe Khusus Kendaraan Motor 1 1 Paket
8. Sosialisasi Keselamatan LLAJ 28 28 Paket
9. Subsidi Operasional Bus Perintis 104 111 Tryk
10. Pengadaan Bus a. Sedang
b. Sedang BRT c. Bus Besar
100
40 30
100
40 30
Unit
Unit Unit
11. Pengadaan Peralatan Unit Penelitian Kecelakaan 1 1 Paket
12. Perbaikan LRK di perlintasan sebidang 1 1 Paket
13. Pengadaan dan pemasangan Fasilitas ZoSS 6 6 Lks
14. Pengadaan Helm untuk anak 1000 1000 Buah
15. Pengadaan Peralatan Sosialisasi Keselamatan 2 2 Unit
16. Pengadaan dan Pemasangan Conventer Kit pada Taksi
termasuk Instalasi dan Supervisi
1.755 1.755 Set
Sumber : Dit. LLAJ. Ditjen Hubdat
Pada tahun 2007 diprogramkan pembangunan prasarana LLAJ guna mendukung peningkatan aksesibilitas berupa pembangunan 9 (sembilan) lokasi terminal penumpang, antara lain : a. Terminal Ogan Ilir (Sulawesi Selatan) b. Terminal Ambang kabupaten Pontianak (Kalimantan Barat) c. Terminal Badung (Bali) d. Terminal Kuningan e. Terminal Enterop Kota Jayapura (Papua) f. Terminal Mota’ain Atambua (NTT) g. Terminal Wonosari Kapupaten Gunung Kidul
III - 7
h. Terminal Palangkaraya (Kalimantan Tengah) i. Terminal Aceh Timur kabupaten Aceh Timur (NAD) Dari 9 (sembilan) terminal tersebut, terdapat 3 (tiga) terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN), yaitu di NTT, Kalimantan Barat dan Papua. Untuk terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) yaitu di NTT dan Kalimantan Barat direncanakan akan selesai pada tahun 2008. Pada bidang LLAJ tahun anggaran 2007 terdapat 3 (tiga) program yang tidak dapat terealisir sampai dengan tahun anggaran berakhir, yaitu : a. Kegiatan Technical Assistance ADB Roda Safety Awareness 2184/INO-RR2P, dari
Loan ADB no. 2184/INO sebesar Rp. 2.050.000.000,- tidak terlaksana sampai dengan akhir tahun anggaran 2007 karena sampai saat ini masih dalam proses lelang.
b. Kegiatan Pembangunan Terminal Antar Lintas Batas Negara Entrop di Propinsi Papua dengan alokasi dana senilai Rp. 2,8 Milliar, dikarenakan masih ada kendala masalah pembebasan lahan. Di akhir tahun anggaran 2007 permasalahan tersebut sudah diselesaikan dan pembangunan akan ditampung di tahun anggaran 2008.
c. Kegiatan Jasa Konsultansi Penyuluhan Dampak Transportasi Perkotaan dengan alokasi dana sebesar Rp. 400 Juta, dikarenakan terjadinya kesalahan penempatan per belanja, yang seharusnya dimasukkan dalam Belanja Barang tetapi tertuang dalam belanja Modal.
2. Bidang Angkutan Sungai Danau & Penyeberagan
Tabel 3.10 Program dan Realisasi Pembangunan LLASDP
No PROGRAM/KEGIATAN PROGRAM REALISASI UNIT
1. Pembangunan Dermaga Sungai a. Baru
b. Lanjutan
c. Rehabilitasi
9
6
4
9
6
4
Unit
Unit
Unit
2. Pembangunan Dermaga Danau
a. Baru b. Lanjutan
c. Rehabilitasi
2 -
3
2 -
3
Unit Unit
Unit
3. Pembangunan Pelabuhan Penyeberangan a. Baru
b. Lanjutan
c. Rehabilitasi
19
38
25
18
38
25
Unit
Unit
Unit
4. Pembangunan Kapal Penyeberangan
a. Baru b. Lanjutan
c. Rehabilitasi
8 10
-
8 7
-
Unit Unit
Unit
5. Pembangunan Bus Air 5 5 Unit
6. Pembangunan Speed Boat 10 10 Unit
7. Rambu Suar 20 18 Unit
III - 8
No PROGRAM/KEGIATAN PROGRAM REALISASI UNIT
8. Subsidi Angkutan Penyeberangan Perintis
c. Dalam Propinsi d. Antar Propinsi
64
8
64
8
Lintas
Lintas Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
Pada bidang LLASDP tahun anggaran 2007 terdapat 3 (tiga) program yang tidak dapat terealisir sampai dengan tahun anggaran berakhir, yaitu :
a. Pembangunan Pelabuhan Penyeberangan Sebuku Kab. Kotabaru Propinsi Kalsel tahap I dengan nillai sebesar Rp.4.000.000.000,- tidak dapat terlaksana karena: - Lokasi yang telah ditetapkan dalam design tidak dapat dibebaskan
sehingga Pemda Kab.Kotabaru berupaya melakukan survey ulang untuk mendapatkan lahan yang lain, namun dari segi teknis dapat/layak untuk digunakan sebagai pelabuhan penyeberangan oleh sebab itu pula dilakukan review design menyesuaikan dengan lokasi baru yang dapat dibebaskan oleh pemda (sebagai informasi bahwa studi/DED yang dilakukan oleh pemda dengan dana APBD Kab.Kotabaru).
- Mengingat s/d Agustus 2007 belum diperoleh lokasi yang pasti sehingga review designnya juga ditunda sehingga proses pelelangan tidak dapat dilaksanakan hingga saat ini.
b. Pengadaan/Pemasangan Rambu Suar di Pelabuhan Penyeberangan
Saubeba Propinsi Papua sebesar Rp. 662.500.000,- tidak dapat dilaksanakan karena : - Pembangunan breakwater yang direncanakan sebagai tempat
peletakan rambu suar tidak selesai s/d tahun 2007, hal ini terjadi karena sebagain dana pembangunan breakwater tersebut didanai dari APBD Papua (dana Otsus) dimana salah satu breakwater yang berada disebelah timur baru ditampung pendanaannya s/d pemancangan T.pancang, sedangkan pile cap beton dananya ditampung tahun 2008.
- Oleh karena hal tersebut, 2 unit rambu suar tidak dapat dipasang di atas / di ujung breakwater tersebut, sedangkan 1 unit rambu suar di darat ikut tertunda karena satu paket dengan pengadaan 2 unit rambu suar lainnya. Hal ini telah disampaikan oleh KPA pada tanggal 22 Agustus 2007 dan saran Itjen untuk dapat ditampung dalam anggaran APBN tahun 2008.
c. Terdapat 3 (tiga) Pembangunan Kapal Penyeberangan lanjutan/
penyelesaian untuk Pengganti KMP Digul (300 GRT) dengan nilai Rp.6.387.511.000,-, Kapal untuk Lintas Bitung – Lembeh nilai Rp.5.571.000.000,- dan Kapal untuk Lintas Siwa – Lasusuna nilai
III - 9
Rp.853.400.000,- tidak dapat terealisasi/ terserap dikarenakan manajemen galangan kapal (rekanan) kurang baik.
3. BANTUAN LUAR NEGERI Proyek Bantuan Luar Negeri (BLN) yang sedang berjalan (On – Going) pada tahun 2007 adalah : a. Direktorat Lalu Lintas Angkutan Jalan
Penyusunan Rencana Teknis Angkutan Jalan dan Perkotaan : 1) TA. ADB Action Plan INO 1798 RRSP (1 paket ) 2) Equipment ADB Action Plan INO 1798 RRSP (1 paket ) 3) Civil Works ADB Action Plan 1798 RRSP (1 paket ) 4) TA. ADB Truck Overloading INO 2184 RR2P (1 paket )
b. Direktorat Keselamatan Transportasi Darat
1) TA. ADB Road Safety Awarness 2184/INO-RR2P (1 paket ) 2) TA. IBRDRoad Safety Development 48340/IND-SIRP ( 1 paket)
3.4 Pelaksanaan Tahun Anggaran 2008
Kinerja pembangunan adalah program kerja yang berorientasi pada pembangunan fisik, yang didanai oleh DIPA. Jumlah satker yang didanai dengan APBN di lingkungan Ditjen Perhubungan Darat sebanyak 95 satker dengan pagu dana sebesar Rp. 1.821.187.629.000,- dengan rincian masing-masing program sebagai berikut :
Tabel 3.11
Pendanaan Kegiatan di lingkungan Sub Sektor Transportasi Darat Tahun Anggaran 2008
No. Program Jumlah Proyek Pagu DIP (Rp.)
1. Pengembangan LLAJ 40 590.324.550.000
2. Pengembangan ASDP 39 1.144.145.746.000
3. Kantor Pusat dan UPT 16 86.717.333.000
Jumlah 95 1.821.187.629.000
Sumber : Setditjen Perhubungan Darat
Progres pelaksanaan APBN T.A 2008 untuk Sub Sektor Perhubungan Darat per 31 Desember 2008 adalah Realisasi Fisik sebesar 96,67 % dan Realisasi Keuangan sebesar Rp. 1.703.551.358.717 (93,54 % dari total pagu anggaran). Rincian masing-masing bidang dapat dilihat pada tabel III.2. Sedangkan untuk rincian masing-masing propinsi dapat dilihat pada daftar terlampir.
III - 10
Tabel 3.12 Progres APBN T.A 2008 per 31 Desember 2008
Sub Sektor Perhubungan Darat
No. Program Realisasi Fisik Realisasi Keuangan
1. LLAJ 31,65 % 543.551.150.722 2. LLASDP 61,51 % 1.095.893.353.567 3. Kantor Pusat dan UPT 3,52 % 64.106.854.428
Total 96,67 % 1.703.551.358.717 Sumber : Setditjen Perhubungan Darat
Adapun uraian evaluasi kegiatan Ditjen Perhubungan Darat T.A 2008 adalah :
1. Bidang Angkutan Jalan
Tabel 3.13 Program dan Realisasi Pembangunan LLAJ, Keselamatan dan Perkotaan
No PROGRAM/KEGIATAN PROGRAM REALISASI UNIT
1. Fasilitas dan Keselamatan LLAJ a. Pengadaan dan pemasangan Marka Jalan
b. Pengadaan dan pemasangan Pagar (Guardrail) c. Pengadaan dan pemasangan Rambu Lalu Lintas
d. Pengadaan dan pemasangan Rambu Pendahulu
Petunjuk Jalan (RPPJ) e. Pengadaan dan pemasangan Traffic Light
f. Pengadaan dan pemasangan Alat PKB g. Pengadaan dan pemasangan Cermin Tikungan
h. Pengadaan dan pemasangan Deliniator
i. Pengadaan dan Pemasangan Paku Marka j. Pengadaan dan Pemasangan Traffic Cone
k. Pengadaan dan Pemasangan APILL
1.949.000
70.902 15.651
524
52
18 72
22.935
8.550 2.500
62
1.951.855
70.902 15.784
524
51
12 57
23.185
10.206 2.500
53
M’
M’
Buah
Buah
Unit
Unit Buah
Buah
Buah Buah
Paket
2. Pembangunan Terminal 9 8 Lokasi
3. Pembangunan Jembatan Timbang (Sulbar, Sulut,
Riau)
6 3 Lokasi
4. Manajemen & Rekayasa Lalu Lintas 36 19 Lokasi
5. Pengadaan Uji Tipe Khusus Kendaraan Motor 1 1 Paket
6. Sosialisasi Keselamatan LLAJ 27 8 Paket
7. Pengadaan Bus Perintis a. Bus Sedang Non AC (LLAJ)
b. Bus Besar AC Euro II Engine (untuk BRT, BSTP)
c. Bus Sedang AC Euro II Engine PS≥120 (untuk BRT,BSTP)
d. Bus Sedang AC Euro II Engine PS≥120 (untuk angkutan kota, pelajar/mahasiswa, BSTP)
e. Bus Sedang AC Euro II Engine PS≥120 (untuk
pegawai, BSTP)
31
40
47
75
5
31
40
47
75
0
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
8. Pengadaan Peralatan Unit Penelitian Kecelakaan 6 6 Unit
9. Perbaikan LRK di perlintasan sebidang 1 1 Paket
10. Pengadaan Helm untuk anak 5.000 5.000 Buah
III - 11
No PROGRAM/KEGIATAN PROGRAM REALISASI UNIT
11. Pengadaan Peralatan Sosialisasi Keselamatan 2 2 Unit
12. Pengadaan dan Pemasangan Fasilitas Keselamatan
Zona Selamat Sekolah (ZOSS)
134 132 Lokasi
13. Subsidi Operasi Bus Perintis 19
128
20
130
Propinsi
Lintas Sumber : Setditjen Perhubungan Darat
Angka program yang digunakan merupakan angka sebelum terjadinya penghematan sebesar 10% berdasarkan Surat Edaran dari Menteri Keuangan dengan Nomor : SE 375/MK.02/2008 tentang Perubahan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga dalam APBN-P Tahun 2008 tanggal 11 April 2008. Secara keseluruhan program pembangunan LLAJ, Perkotaan dan Keselamatan dapat terealisasi sesuai dengan yang direncanakan dan terdapat beberapa perubahan volume dari yang ditargetkan dikarenakan adanya realokasi anggaran dan penghematan sebesar 10%, program tersebut antara lain : a. Fasilitas dan Keselamatan LLAJ antara lain : pengadaan dan pemasangan
marka jalan, rambu lalu lintas, traffic light, alat PKB, cermin tikungan, deliniator, paku marka dan APILL.
b. Pembangunan terminal penumpang yang tidak dapat dilaksanakan adalah terminal penumpang Tipe A di Propinsi Kalimantan Selatan, sedangkan untuk terminal ALBN di Entrop-Papua (sampai akhir tahun anggaran baru terserap uang muka dan angsuran pertama) dikarenakan permasalahan pengadaan/pembebasan tanah oleh Pemda setempat.
c. Pembangunan jembatan timbang yang tertunda karena penghematan yaitu Jambi, Banten dan Jabar
d. Manajemen dan rekayasa lalu lintas e. Sosialisasi Keselamatan LLAJ f. Pengadaan bus perintis ukuran Sedang AC Euro II Engine PS≥120 (untuk
pegawai, BSTP) sebanyak 5 unit, tidak dapat terealisasi dikarenakan pada saat proses pelelangan harga penawaran peserta lelang terlalu tinggi daripada harga satuan.
g. Pengadaan dan pemasangan fasilitas ZoSS yang tidak dapat dilaksanakan yaitu di Papua Barat dan Papua dikarenakan tidak ada peserta lelang yang mendaftar/berminat, hal tersebut disebabkan harga Penawaran Peserta Lelang terlalu tinggi daripada harga satuan.
h. Untuk subsidi operasi bus perintis terjadi penambahan/perubahan pada lokasi/trayek, sesuai dengan Keputusan Dirjen Hubdat No. : SK.886/AJ.204/DRJD/2008 tentang erubahan Lampiran Keputusan DirekturJenderal Perhubungan Darat No. : SK.4382/AJ.204/DRJD/2007 tanggal 27 Desember 2007 tentang Penetapan Jaringan Trayek Angkutan Jalan Perintis Tahun 2008. Perubahan jaringan tersebut adalah : 1) NAD
Trayek semula Banda Aceh – Meulaboh – Singkil, menjadi Meulaboh – Tapak Tuan - Singkil
2) Kalimantan Tengah Penambahan trayek asongan – Pendahara – Buntut Bali
3) NTB
- Penambahan trayek asongan – Pendahara – Buntut Bali
III - 12
- Trayek semula Mataram – Plampang – Labangka, menjadi
Mataram – Sumbawa Besar - Ropang
4) Kalimantan Timur Trayek semula Samarinda – Lebak Cilong – Muara Pahu, menjadi Samarinda – Bentingan Besar
2. Bidang Angkutan Sungai Danau & Penyeberangan
Tabel 3.14 Program dan Realisasi Pembangunan LLASDP
No PROGRAM/KEGIATAN PROGRAM REALISASI UNIT
1. Pembangunan Dermaga Sungai a. Baru
b. Lanjutan c. Rehabilitasi
18
5 8
18
5 8
Unit
Unit Unit
2. Pembangunan Dermaga Danau
a. Baru b. Lanjutan
c. Rehabilitasi
5 -
-
5 -
-
Unit Unit
Unit
3. Pembangunan Pelabuhan Penyeberangan a. Baru
b. Lanjutan c. Rehabilitasi
14
54 22
14
52 21
Unit
Unit Unit
4. Pembangunan Kapal Penyeberangan
a. Baru b. Lanjutan
c. Rehabilitasi
16 12
-
16 12
-
Unit Unit
Unit
5. Pembangunan SBNP a. Rambu Laut/Suar
b. Rambu Sungai c. Ramu Danau
15
900 -
13
900 -
Unit
Buah Unit
6. Pembangunan Bus Air 7 7 Buah
7. Pembangunan Speed Boat 3 3 Unit
8. Pembangunan Break Water 1 1 Paket
9. Pengerukan 4 2 Lokasi
10. Subsidi Angkutan Penyeberangan Perintis
a. Dalam Propinsi b. Antar Propinsi
68 8
68 8
Lintas Lintas
Sumber : Setditjen Perhubungan Darat
Secara keseluruhan program pembangunan LLASDP dapat terealisasi sesuai dengan yang direncanakan dan terdapat beberapa perubahan volume dari yang ditargetkan dikarenakan adanya penghematan sebesar 10%, program tersebut antara lain : a. Pembangunan pelabuhan penyeberangan Bintuni Tahap II (Lanjutan)
Propinsi Papua sampai akhir tahun anggaran baru terserap uang muka tetapi uang muka tersebut dikembalikan lagi ke kas negara dikarenakan permasalahan pengadaan/pembebasan tanah.
III - 13
b. Permasalahan Pengadaan/Pembebasan Tanah oleh Pemda setempat seperti pembangunan pelabuhan penyeberangan Margagiri Ketapang (sampai akhir tahun anggaran baru terserap Uang Muka dan Angsuran Pertama)
c. Rehabilitasi pembangunan pelabuhan penyeberangan dikarenakan penghematan 10%.
d. Pembangunan SBNP rambu suar/laut terdapat 2 unit, dikarenakan rambu suar tersebut bagian dari UPT penyeberangan Kariangau
e. Untuk pengerukan terdapat 2 lokasi (Pengerukan Anjir Kelampan dan Anjir Serapat di Kalimantan Tengah) yang tidak terserap, digantikan dengan pekerjaan pembangunan dermaga penyeberangan Bahaur.
3. BANTUAN LUAR NEGERI
Proyek Bantuan Luar Negeri (BLN) yang sedang berjalan (On – Going) pada tahun 2008. Kegiatan tersebut dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri (PLN) sebesar Rp. 15.342.500.000,-, dimana pada tahun 2008 tidak dapat dilaksanakan. Kegiatan tersebut antara lain :
a. Loan ADB No. 2184/INO T/A untuk Enforcing Control on Overloaded
Truck Kegiatan Technical Assistance (T/A) untuk Enforcing Control on Overloaded
Truck belum dapat dilaksanakan mengingat sampai dengan posisi saat ini Persetujuan Approval (NOL) dari ADB belum ada, sehingga kegiatan tersebut tidak dapat dilaksanakan sampai akhir tahun anggaran dengan Pagu sebesar Rp. 5.000.000.000,-
b. Work untuk Enforcing Control on Overloaded Truck Kegiatan Civil Work untuk Enforcing Control on Overloaded Truck baru dapat
dilaksanakan apabila Kegiatan Technical Assistance (T/A) untuk Enforcing Control on Overloaded Truck (Pada butir 2.a) telah diselesaikan, sehingga kegiatan Civil Work tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan Pagu sebesar Rp. 3.292.500.000,-
c. Loan ADB No. 2184/INo T/A untuk Road Safety Awareness Campaign Technical Assistance (T/A) untuk Road Safety Awareness Campaign
belum dapat dilaksanakan mengingat sampai dengan posisi saat ini Satker masih menunggu Persetujuan Evaluasi Teknis dari ADB dengan Pagu sebesar Rp. 2.050.000.000,
d. Loan IBRD No. 4843/IND T/A untuk Integrated Road Safety Management System (IRSM)
Kegiatan Technical Assistance (T/A) untuk Integrated Road Safety Management System (IRSM) belum dapat dilaksanakan mengingat sampai dengan posisi saat ini Satker masih menunggu Persetujuan TOR dan RAB dari World Bank sehingga kegiatan tersebut tidak dapat dilaksanakan sampai akhir tahun anggaran dengan Pagu sebesar Rp. 5.000.000.000,-
IV - 1
4.1 Fenomena Globalisasi
Globalisasi dapat dimaknai sebagai proses integrasi dunia disertai dengan ekspansi pasar yang di dalamnya mengandung banyak implikasi bagi kehidupan manusia. Peranan transportasi darat di era global menjadi semakin penting, karena dalam menjalankan fungsi dan kegiatannya transportasi darat tidak mengenal sekat-sekat administratif, baik batas daerah maupun batas negara, sehingga jati diri transportasi darat identik dengan karakteristik globalisasi. Pada era global peran transportasi darat sangat ditentukan oleh pasar yang dicirikan oleh semangat persaingan yang tajam. Oleh karena itu dari aspek permintaan (demand side), kebijakan efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi dalam penyelenggaraan transportasi darat nasional merupakan syarat mutlak agar dapat bersaing di pasar global. Dari sisi penawaran (supply side), kebijakan penambahan kapasitas dan pembangunan sarana serta prasarana transportasi darat harus diupayakan memenuhi persyaratan teknis dan layak dioperasikan dengan biaya terendah (least cost) dalam kerangka biaya jangka panjang (long run variable cost). 1. Kekuatan
Mengundang investor baik lokal maupun asing dalam pembangunan infrastruktur transportasi darat akan menghemat pengeluaran pemerintah, memacu pemasukan modal secara langsung (capital inflow) yang akan memperkuat neraca pembayaran, menyehatkan fiskal, memperluas lapangan kerja dan pada gilirannya melalui faktor pemicu dampak ganda akan meningkatkan pendapatan nasional. Tingkat pelayanan transportasi darat akan memenuhi standar nasional maupun internasional sehingga meningkatkan daya saing produk nasional di pasar global.
2. Kelemahan Menyerahkan pengoperasian infrastruktur transportasi darat kepada swasta/asing akan memperlemah kontrol pemerintah, terutama dalam pengalokasian sumber daya akibat terjadi distorsi pasar. Sesuai dengan karakteristiknya, pasar infrastruktur pada umumnya tidak sempurna (oligopoli atau monopolistic competition), sehingga meskipun terdapat pilihan produk, posisi konsumen lemah dan cenderung mengikuti kemauan produsen. Pemerintah melalui produk regulasi tertentu seharusnya bertindak sebagai penyeimbang, namun sebagai negara yang sedang menjalani pemulihan dari krisis ekonomi, pemerintah Indonesia tidak mempunyai posisi tawar yang memadai dalam menghadapi investor asing, terutama berkaitan dengan kebijakan tarif yang akan menjadi beban konsumen.
IV - 2
3. Peluang Terbukanya infrastruktur transportasi darat bagi peranserta swasta termasuk investor asing akan membuka peluang alih teknologi serta peluang perluasan pangsa pasar, terutama untuk segmen usaha yang memiliki pasar pada skala global.
4. Ancaman Perusahan-perusahaan swasta nasional di bidang transportasi darat yang tidak siap bersaing akan mengalami kebangkrutan dan gulung tikar karena persaingan modal kerja yang tidak seimbang. BUMN bidang transportasi darat, seperti Perum DAMRI yang selama ini menjadi market leader akan semakin kehilangan perannya, sehingga kontribusi terhadap fiskal dalam bentuk pajak dan deviden semakin menurun. Di samping itu penugasan pemerintah yang selama ini dijalankan oleh BUMN terutama untuk kegiatan Public Service Obligation tidak dapat berjalan dengan baik dan tidak mungkin dialihkan kepada swasta terutama swasta asing.
4.2 Sistem Transportasi Darat Nasional
Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi darat sebagai urat nadi kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Pembangunan sektor transportasi diarahkan pada terwujudnya sistem transportasi darat nasional yang handal, berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara efektif dan efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan; mendukung mobilitas manusia, barang serta jasa; mendukung pola distribusi nasional serta mendukung pengembangan wilayah dan peningkatan hubungan internasional yang lebih memantapkan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan wawasan nusantara.
Dalam mewujudkan sistem transportasi darat nasional yang handal dan berkemampuan tinggi, terdapat berbagai tantangan, peluang dan kendala antara lain berupa perubahan lingkungan yang dinamis seperti otonomi daerah; globalisasi ekonomi; perubahan perilaku permintaan jasa transportasi darat; kondisi politik; perkembangan ilmu pengetahuan; teknologi; dan kepedulian pada kelestarian lingkungan hidup; serta adanya keterbatasan sumber daya. Dalam mengantisipasi kondisi tersebut, sistem transportasi darat nasional diarahkan untuk mewujudkan keandalan pelayanan dan keterpaduan antar dan intra moda transportasi darat, yang disesuaikan dengan perkembangan ekonomi, tingkat kemajuan teknologi, kebijakan tata ruang, pelestarian lingkungan dan kebijakan energi nasional, sehingga diharapkan memenuhi fungsinya sebagai penunjang dan pendorong pembangunan, memenuhi kebutuhan aksesibilitas masyarakat serta memenuhi kebutuhan distribusi dalam perdagangan nasional dan internasional dengan memperhatikan kehandalan serta kelaikan sarana dan prasarana transportasi darat.
1. Kekuatan Dalam hirarki perencanaan, Sistem Transportasi Darat Nasional merupakan tatanan mikro strategis bagian dari perencanaan secara komprehensif, yang menjadi acuan dalam perencanaan dan pengembangan sistem transportasi darat
IV - 3
di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota, sehingga pembangunan bidang transportasi darat dapat dilakukan secara terpadu. Keterpaduan dalam Sistranas mencakup intra dan antar moda transportasi darat, laut dan udara serta keterpaduan moda transportasi antara provinsi satu dengan provinsi lainnya, sehingga pembangunan transportasi darat dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
Sistranas dijabarkan dalam perwujudan Tatranas (Tataran Transportasi Nasional) dalam skala nasional, Tatrawil (Tataran Transportasi Wilayah) dalam skala wilayah provinsi dan Tatralok (Tataran Transportasi Lokal) dalam skala kabupaten/kota. Penyusunan Tatrawil dan Tatralok memberikan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah untuk menyusun rencana transportasi di daerah masing-masing sehingga perencanaan transportasi dapat dilaksanakan sesuai dengan karakter budaya dan kondisi geografi masing-masing daerah.
Di dalam Sistranas terdapat kebijakan umum yang menjadi acuan dalam menyusun perencanaan transportasi darat, yaitu meliputi kebijakan yang berkaitan dengan : Pelayanan Transportasi Darat Nasional; Keselamatan dan Keamanan Transportasi Darat; Pembinaan Pengusahaan Transportasi Darat; Kualitas SDM dan Iptek; Kualitas Lingkungan Hidup dan Penghematan Energi; Penyediaan Dana Pembangunan Transportasi Darat; dan Penyelenggaraan Administrasi Negara di Sub Sektor Transportasi Darat.
2. Kelemahan
Pemberian keleluasaan kepada daerah untuk menyusun Tatrawil dan Tatralok, memberikan kesempatan bagi daerah untuk membangun infrastruktur secara berlebihan sehingga akan menimbulkan inefisiensi nasional. Penetapan Tatrawil dan Tatralok sebagai perwujudan Sistranas dalam skala wilayah provinsi dan kabupaten/kota terkesan dipaksakan untuk menampung aspirasi kebijakan otonomi daerah, sehingga tidak sesuai dengan karakteristik transportasi darat yang mengabaikan sekat-sekat daerah administratif dan konsisten dengan pandangan daerah fungsional. Tatrawil dan Tatralok akan dijadikan legitimasi bagi daerah untuk membangun infrastruktur transportasi darat dengan motivasi utama untuk meningkatkan pendapatan asli daerah. Kondisi ini akan menjadikan kebijakan pelayanan transportasi darat yang diamanahkan dalam Sistranas terdistorsi sehingga berpotensi menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
3. Peluang
Posisi Sistranas sebagai Tatanan Makro Strategis memungkinkan dilakukan perumusan kebijakan dan penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang transportasi darat yang akan memberikan kesempatan pada masyarakat untuk mengambil peran optimal dalam pengoperasian dan pembangunan transportasi. Penjabaran Sistranas ke dalam Tatranas, Tatrawil dan Tatralok, memberikan kesempatan untuk mensinergikan kepentingan pusat dan daerah dalam pengembangan transportasi.
4. Ancaman
Kebijakan desentralisasi bidang transportasi darat yang tidak terkendali berpotensi menimbulkan kerancuan dalam penyelenggaraan transportasi darat yang mengabaikan prinsip-prinsip dasar dan kebijakan umum Sistranas. Ketidakharmonisan perencanaan transportasi darat antara pusat dan daerah akan berdampak kepada kualitas pelayanan sehingga menjadi ancaman bagi daya saing produk nasional.
IV - 4
4.3 Teknologi & Energi
Sebagai sebuah negara yang masih berkembang Indonesia memiliki kota-kota yang masih terus tumbuh dan berkembang baik kualitas maupun kuantitasnya. Pertumbuhan dan perkembangan ini mengakibatkan munculnya berbagai kebutuhan dan permasalahan yang terkait dengan penyediaan dan pengelolaan berbagai sarana dan prasarana. Sektor transportasi di perkotaan memegang peranan yang sangat penting dalam mendukung kelancaran kegiatan perekonomian, pemerintahan dan pembangunan. Seiring dengan perkembangan kota ini maka sektor transportasi harus dirancang dan dikelola secara tepat dan terintegrasi agar selalu dapat memenuhi kebutuhan dan mengatasi berbagai masalah yang kemungkinan akan timbul akibat pertumbuhan dan perkembangan pada sektor-sektor lainnya. Transportasi darat telah menjadi kebutuhan dasar manusia (basic necessities) setelah pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan. Untuk mendapatkan solusi masalah kebutuhan transportasi sesuai dengan preferensi masyarakat yang selalu berkembang, diperlukan pendekatan komprehensif terkait dengan teknologi transportasi darat yang memiliki skala besar namun hemat energi. Pengembangan angkutan massal di kawasan metropolitan ataupun kawasan perkotaan diarahkan kepada pilihan jenis moda yang berskala besar dan hemat energi. Di samping itu teknologi transportasi darat diperlukan untuk memperbaiki atribut pelayanan, misalkan kecepatan, keselamatan, keamanan dan kenyamanan. Di sektor transportasi darat, diperlukan kompatibilitas teknologi secara sistemik, misalnya pengoperasian sarana nagkutan massal dengan kendaraan Euro harus kompatibel. Berkaitan dengan kebutuhan komunikasi dalam operasi transportasi darat, teknologi informasi akan sangat berpengaruh terhadap kinerja sektor transportasi darat. Dalam pengembangan dan pembangunan transportasi darat diperlukan penerapan Intelligent Transportation System (ITS), Electronic Data Interchange (EDI), Telecommuting, dan usaha-usaha rekayasa untuk mengoptimalkan keterkaitan antara transportasi darat, telekomunikasi dan energi secara bertahap. Kebutuhan ini hanya dapat dipenuhi oleh industri transportasi darat yang modern dan efisien dan ditangani dengan manajemen profesional serta tersedianya lembaga riset dan pengembangan teknologi yang memadai. Sumber daya energi mempunyai peran yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi nasional. Energi diperlukan untuk kegiatan industri, jasa, transportasi darat dan rumah tangga. Dalam jangka panjang, peran energi akan lebih berkembang khususnya guna mendukung pertumbuhan sektor industri dan kegiatan lain yang terkait. Sumber daya energi fosil di Indonesia yang sangat penting dan mempunyai peran strategis bagi pembangunan nasional adalah minyak bumi, gas bumi dan batu bara. Fungsi utama dari tiga jenis sumber daya alam ini adalah sebagai sumber energi, bahan baku industri dalam negeri, bahan bakar untuk kegiatan transportasi dan sebagai sumber devisa negara. Mengingat strategisnya sumber daya dimaksud dan makin terbatasnya ketersediaan sumber daya energi fosil (unrenewable resource), maka pemanfaatannya harus dilakukan secara bijaksana dan hati-hati. Oleh karena itu pengelolaan sumber daya energi ini harus dilakukan secara efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya (maximum net benefit) bagi keseluruhan masyarakat Indonesia sehingga pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dapat terlaksana dengan baik.
IV - 5
Aspek lain yang dewasa ini menjadi permasalahan di seluruh dunia, termasuk Indonesia, adalah makin tingginya harga bahan bakar minyak. Pada bulan Mei 2008 ini harga minyak dunia telah mencapai angka di atas USD 120 per barrel. Bahkan beberapa pengamat perminyakan memperkirakan harganya dapat mencapai sekitar USD 150 per barrel pada tahun ini. Seperti diketahui saat ini Indonesia merupakan negara pengimpor minyak, karena produksi (lifting) dalam negeri hanya sekitar 920 ribu barrel per hari sedangkan kebutuhan nasional mencapai sekitar 1,4 juta barrel per hari. Terkait dengan kondisi ini, Pemerintan dan Dewan Perwakilan Rakyat telah melakukan revisi APBN Tahun 2008 akibat dampak dari tingginya harga bahan bakar minyak. Ketergantungan bangsa Indonesia terhadap bahan bakar minyak menyebabkan tingginya anggaran belanja untuk mensubsidi harga bahan bakar minyak di dalam negeri. Nilai yang dianggarkan saat ini mencapai sekitar 2% dari produk domestik bruto (GDP) nasional. Oleh karena itu dalam waktu dekat pemerintah kemungkinan akan menaikkan harga bahan bakar minyak, dan menerapkan beberapa kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi beban anggaran subsidi bahan bakar minyak. Kenaikan harga ini tentu saja akan menimbulkan dampak lain yang lebih menyeluruh di dalam negeri. Untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak maka ini sebenarnya Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Di dalam peraturan ini terdapat amanat berupa target untuk mengurangi penggunaan bahan bakar minyak menjadi kurang dari 20% serta pemakaian bahan bakar gas dengan porsi 30% pada tahun 2025. Kebijakan lain yang telah ditetapkan oleh pemerintah terkait dengan masalah energi ini adalah Instruksi Presiden RI No. 10 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi dan Instruksi Presiden RI No. 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Sebagai tindak lanjut dari peraturan dan Instruksi Presiden tersebut diatas Departemen Perhubungan menetapkan beberapa kebijakan khusus berupa diversifikasi bahan bakar dan peningkatan efisiensi penggunaan bahan bakar minyak untuk kendaraan. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Pusat Data dan Informasi – Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (Pusdatin – DESDM, dahulu dikenal dengan Pusat Infomasi Energi – PIE), emisi GRK dari sektor energi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sejak tahun 1990, emisi GRK dari sektor energi tumbuh sebesar 7% per tahun dengan pertumbuhan tercepat di sektor pembangkitan listrik, yaitu sebesar 9% per tahun (Tabel 4.4). Pertumbuhan emisi GRK dari sektor energi ini sejalan dengan pertumbuhan pemakaian energi final Indonesia (7% per tahun) yang masih didominasi oleh energi fosil, khususnya minyak bumi.
IV - 6
Tabel 4.4 Perkembangan Emisi CO2 menurut Sektor
Pengaruh pencemaran SO2 terhadap lingkungan telah banyak diketahui. Pada Tumbuhan, Daun adalah bagian yang paling peka terhadap pencemaran SO2, dimana akan terdapat bercak atau noda putih atau coklat merah pada permukaan Daun. Dalam beberapa hal, kerusakan pada tumbuhan dan bangunan disebabkan karena SO2 dan SO3 di udara, yang masing-masing membentuk Asam Sulfit dan Asam Sulfat. Suspensi Asam di udara ini dapat terbawa turun ke tanah bersama air hujan dan mengakibatkan air hujan bersifat Asam. Sifat Asam dari air hujan ini dapat menyebabkan Korosif pada logam-logam dan rangka-rangka bangunan, merusak bahan pakaian dan tumbuhan.
Oksida Nitrogen, NO dan NO2 berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Pengaruh NO yang utama terhadap lingkungan adalah dalam pembentukan smog. NO dan NO2 dapat memudarkan warna dari serat-serat rayon dan menyebabkan warna bahan putih menjadi kekuning-kuningan. Kadar NO2 sebesar 25 ppm yang pada umumnya dihasilkan dari emisi Industri Kimia, dapat menyebabkan kerusakan pada banyak jenis tanaman. Kerusakan Daun sebanyak 5% dari luasnya dapat terjadi pada pemajanan dengan kadar 4-8 ppm, untuk 1 jam pemajanan. Kerusakan yang terjadi bisa bervariasi tergantung dari jenis tanaman; umur tanaman; dan lamanya pemajanan. Kadar NO2 sebesar 0,22 ppm dengan jangka waktu pemajanan 8 bulan terus-menerus, untuk berbagai jenis tanaman dapat menyebabkan rontoknya daun.
Meskipun tidak ada pengetahuan rinci tentang efek Ozon (O3) terhadap tumbuhan, tetapi dalam beberapa studi kadar Ozon yang tinggi telah memperlihatkan kerusakan species tumbuhan. Ozon memang bukan produk langsung emisi dari gas buang kendaraan bermotor, akan tetapi terbentuk di udara sebagai hasil reaksi antara
IV - 7
berbagai Oksida Nitrogen (NOx) dengan Senyawa Hidrokarbon (HC) yang menghasilkan Ozon dan Oksida lain. Beberapa spesies terutama yang berdaun pendek seperti bayam dan semanggi peka terhadap ozon, dan kerusakan tampak setelah pajanan yang pendek. Ozon dapat masuk dan mengganggu fungsi stomata, serta merusak struktur sel dan kemudian merusak keseimbangan kelembaban. 1. Kekuatan
Teknologi transportasi darat akan berpengaruh terhadap kapasitas angkut, fleksibilitas pergerakan, kecepatan waktu tempuh, dan bentuk serta kehematannya dalam mengkonsumsi bahan bakar. Untuk moda transportasi darat yang memerlukan kecepatan tinggi, teknologi akan mengarah kepada modernisasi teknologi.
Dalam upaya mewujudkan teknologi transportasi darat yang dapat diimplementasikan secara nasional, Departemen Perhubungan memiliki lembaga penelitian dan pengembangan (Badan Lit-bang Perhubungan) yang dapat diarahkan untuk melakukan penelitian murni dan terapan secara lebih fokus kepada penyusunan konsep teknologi transportasi darat nasional dalam ke-rangka pengembangan teknologi transportasi darat. Kebijakan ini diarahkan untuk bersinergi dengan lembaga penelitian lain baik swasta maupun pemerintah di dalam negeri dan di luar negeri.
Kebijakan di bidang transportasi darat berkaitan dengan kelangkaan bahan bakar minyak bumi di masa depan telah mendapatkan dukungan dalam kebijakan operasional pembangunan di bidang energi yang terdiri atas lima pilar, yaitu:
1) Diversifikasi energi diarahkan untuk penggunaan bahan bakar alternatif dalam
sub sektor transportasi darat, baik yang terbaharukan maupun yang tidak terbaharukan, dalam rangka optimasi penyediaan energi nasional yang paling ekonomis dan mengurangi laju pengurasan sumberdaya hidrokarbon;
2) Kegiatan pencarian sumber energi dilaksanakan melalui kegiatan survei dan eksplorasi sumber energi agar dapat meningkatkan cadangan sumber energi yang baru, terutama minyak, gas bumi dan batu bara secara berkesinambungan. Upaya pencarian sumber energi terutama dilakukan untuk peningkatan penggunaan moda transportasi darat massal seperti tenaga listrik untuk pemakaian kereta listrik, namun hal ini hanya dapat diberlakukan pada daerah-daerah tertentu. Selanjutnya di daerah yang sudah terindikasi diperlukan upaya peningkatan status cadangan menjadi status yang lebih pasti;
3) Prinsip konservasi diterapkan pada seluruh tahap pemanfaatan, mulai dari pemanfaatan sumber daya energi sampai pada pemanfaatan akhir. Upaya konservasi dilaksanakan di dua sisi, yaitu sisi hulu dan sisi hilir. Konservasi di sisi hulu dilaksanakan melalui upaya peningkatan efisiensi eksploitasi pemanfaatan sumber daya energi, sedangkan konservasi di sisi hilir dilaksanakan melalui peningkatan efisiensi pemanfaatan energi akhir di semua bidang terma-suk transportasi darat;
4) Harga energi secara bertahap dan terencana diarahkan untuk mengikuti mekanisme pasar dengan memperhatikan beberapa aspek, yaitu optimasi pemanfaatan sumber daya energi dan optimasi pemakaian energi;
IV - 8
meningkatkan daya saing ekonomi; melindungi konsumen; dan melakukan azas pemerataan. Kondisi ini berimplikasi kepada kebijakan tarif di sektor transportasi darat, sehingga perlu dilakukan simulasi sensitivitas harga energi terhadap perubahan biaya dalam pembentukan harga pokok jasa transportasi darat;
5) Aspek lingkungan harus diperhatikan dalam semua tahapan pembangunan energi, yaitu mulai dari proses eksplorasi sampai pemanfaatan akhir, dengan menggunakan bahan bakar bebas timbal.
Sesuai dengan sasaran Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 mengenai Kebijakan Energi Nasional untuk meningkatkan penggunaan energi alternatif hingga 80% dan menurunkan penggunaan BBM (Bahan Bakar Minyak) hingga kurang dari 20% pada tahun 2025 maka mulai tahun ini merupakan era kebangkitan energi kedua yang ditandai dengan ekspansi energi alternatif. Program Pemerintah dalam pengembangan Bahan Bakar Nabati sejalan dengan Blueprint Pengelolaan Energi Nasional. Pengembangan bahan bakar nabati untuk penyediaan energi nasional cukup menjanjikan, karena tingginya biodiversity Indonesia; potensinya cukup besar; dengan tingginya harga minyak bumi dunia, harga bahan bakar nabati cukup kompetitif; permintaan energi terus meningkat; masih banyak masyarakat yang belum mempunyai akses terhadap energi.
Gambar 4.1 Sasaran Energi Mix 2025
PERATURAN PRESIDEN NO. 5 TAHUN 2006PERATURAN PRESIDEN NO. 5 TAHUN 2006SASARAN ENERGI MIX 2025SASARAN ENERGI MIX 2025
Batubara , 33%
Gas Bumi, 30%
Minyak Bumi,
20%
Bahan Bakar Nabati
(Biofuel), 5%
Panas Bumi, 5%
Biomasa, Nuklir, Air,
Surya, Angin, 5%
Batubara yang
Dicairkan (Coal
Liquefaction), 2%
EBT, 17%
Gas Bumi,
28.57%
Batubara, 15.34%
Minyak Bumi,
51.66%
Panas Bumi,
1.32%
Tenaga Air,
3.11%
Gas Bumi, 20.6%
Batubara, 34.6%
Minyak Bumi,
41.7%
Panas Bumi,
1.1%
PLTMH, 0.1%
PLTA, 1.9%
OPTIMALISASI
PENGELOLAAN
ENERGI
Energi (Primer) Mix Saat Ini
Energi Mix Tahun 2025
(Skenario BaU) Energi Mix Tahun 2025
(Sesuai Perpres No. 5/2006)
IV - 9
Mengingat pertimbangan ekonomi dan sarana pendukung yang telah dimiliki, maka hingga tahun 2007 pemerintah mengintensifkan penggunaan Compressed Natural Gas (CNG) sebagai salah satu bahan bakar alternatif kendaraan bermotor. Untuk mendukung program diversifikasi energi di sektor transportasi ini maka telah dikeluarkan beberapa perangkat hukum yaitu: Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No. SK.852/AJ.302/DRJD/2004 tentang Pemakaian Bahan Bakar pada Kendaraan Bermotor; dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 0048 Tahun 2005 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) serta Pengawasan Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, Bahan Bakar Lain, LPG, LNG dan Hasil Olahan yang Dipasarkan di Dalam Negeri. Beberapa undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan departemen terkait juga telah dikeluarkan guna mendukung program penggunaan bahan bakar gas sebagai bahan bakar alternatif kendaraan bermotor. Dengan adanya beberapa peraturan tersebut sebenarnya beberapa persyaratan teknis telah terpenuhi untuk penggunaan bahan bakar gas secara nasional. Namun demikian hingga kini proses implementasinya di masyarakat terasa berjalan dengan sangat lambat.
Upaya diversifikasi energi di sektor transportasi sebenarnya sudah dilakukan Departemen Perhubungan sejak tahun 2007 lalu. Saat itu departemen ini membagikan secara gratis sebanyak 1.755 converter kit kepada pemilik taksi, khususnya taksi yang dimiliki perorangan. Dengan menggunakan CNG, sopir taksi jelas bisa mengurangi pengeluaran karena harga bahan bakar gas lebih ekonomis dari bahan bakar minyak. Selain itu, CNG juga dianggap lebih bersih bila dibandingkan dengan BBM karena emisi gas buangnya yang ramah lingkungan. CNG, yang dibuat dengan melakukan kompresi gas metana (CH4) yang diekstrak dari gas alam ini juga dikenal aman.
2. Kelemahan Kemampuan riset dan pengembangan teknologi transportasi darat di lingkungan Departemen Perhubungan sampai dengan akhir tahun 2008 telah mengalami kemajuan yang berarti dan dikategorikan belum signifikan. Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya masih beorientasi kepada riset kebijakan (policy research). Kerjasama antar lembaga riset di bidang transportasi darat belum dilakukan secara efektif, karena disamping keterbatasan tenaga peneliti, kelemahan pendanaan merupakan faktor utama, mengingat kondisi ekonomi nasional belum sepenuhnya mengalami pemulihan dari krisis ekonomi. Terdapat beberapa kendala yang menghambat kelancaran pembangunan di bidang energi terkait dengan penentuan dan pemilihan bahan bakar alternatif yang murah dan ramah lingkungan. Misalkan kebijakan penggunaan bahan bakar gas (BBG) di sektor transportasi darat jalan ternyata tidak mudah dilaksanakan, karena industri otomotif tidak memberikan respons yang memadai, dengan pertimbangan mahalnya teknologi transportasi darat guna mengantisipasi perubahan penggunaan bahan bakar alternatif, dan preferensi konsumen masih lebih condong kepada moda transportasi berbahan bakar minyak. Keti-dakseimbangan antara kapasitas dengan penggunaan jalan yang dibarengi
IV - 10
dengan kelemahan dalam manajemen lalu lintas telah menimbulkan kemacetan sehingga menjadikan pemakaian energi yang ada belum efisien.
3. Peluang Sektor transportasi darat memiliki karakteristik padat modal dan sensitif terhadap perubahan teknologi untuk mengantisipasi tuntutan pasar dan persaingan masa depan. Sejalan dengan hal tersebut, terdapat peluang untuk memanfaatkan teknologi transportasi darat yang terdiri dari : 1) Transportasi darat dan logistik, meliputi pengembangan sistem, sarana dan
prasarana darat; 2) Pengembangan sistem dan piranti keras serta lunak termasuk pemanfaatannya.
Terdapat peluang untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi di sektor transportasi darat dalam rangka meningkatkan nilai tambah ekonomi dan memaksimalkan kesejahteraan masyarakat melalui beberapa langkah sebagai berikut : 1) Mengarahkan pemanfaatan sumber energi alternatif, khususnya energi BBG,
untuk mendapatkan nilai tambah yang tinggi. Sumber daya energi diarahkan sebagai sumber energi dan sebagai bahan baku industri untuk menghasilkan devisa;
2) Mendorong upaya pemanfaatan energi baru dan terbaharukan sehingga perannya dalam penyediaan energi nasional meningkat;
3) Meningkatkan upaya pencarian alternatif sumber daya energi dan teknologi; 4) Memberikan kesempatan kepada pihak BUMN dan Swasta untuk menangani
penyediaan sarana transportasi darat yang hemat penggunaan bahan bakar minyak untuk memacu pembangkitan energi alternatif.
4. Ancaman
Ancaman perkembangan teknologi transportasi darat bagi Indonesia pasca krisis adalah ketidakmampuan pemerintah membeli barang modal dan teknologi, sehingga barang modal yang aus (telah terlampaui umur ekonomisnya) tidak dapat diperbaharui dengan teknologi mutakhir, sebagai contoh adalah kondisi prasarana dan sarana transportasi darat. Dengan demikian kinerja pelayanan moda transportasi darat ini cenderung semakin memburuk sehingga sangat merugikan konsumen dan memperlemah daya saing. Sektor transportasi darat berperan besar terhadap pencemaran dengan komposisi 78,32% (SO2), 29,18% (NO2), 62,62 %(HC), dan 85,78 % (CO), serta debu 6,9%. Berdasarkan data studi kualitas udara di Jakarta tahun 1997, selama satu tahun kota Jakarta menghasilkan CO sebanyak 120.002 ton, HC 38.302 ton, NO2 971 ton, SO2 101 ton, dan PM 101 ton. Kendaraan penumpang mengeluarkan CO 197.055 ton, HC 26.492 ton, NO2 29.382 ton, SO2 1.433 ton, dan PM 2.134 ton per tahun. Belum lagi kendaraan lain sehingga tidak salah kalau keluarnya peraturan baru sangat mendesak. Pada pengukuran kualitas ambient DKI Jakarta diestimasi : nitrogen oxides (NOx) 120 μg/m3; sulfur dioxide (SO2) 28μg/m3; partikel yang baik kurang dari 10 μm dalam diameter (PM10) 81 μg/m3; dan ozone (O3) 42 μg/m3).
IV - 11
Kondisi polusi udara di Jakarta dari waktu ke waktu cenderung meningkat daripada menurun, hal ini sebagai dampak dari peningkatan jumlah kendaraan bermotor tiap tahunnya (diperkirakan naik sebesar 5 persen per tahun). Sekitar 70 persen dari polusi udara di Jakarta berasal dari bahan pencemar udara yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor, sedangkan sisanya 30 persen berasal dari pencemaran industri. Umumnya kendaraan bermotor yang ada di Jakarta berbahan bakar diesel, bensin premium, minyak tanah dan gas. Seringkali diesel yang dijual di Jakarta memiliki kualitas yang rendah dan melepaskan banyak bahan belerang.
4.4 Kebijakan Pemberdayaan Daerah
Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 bahwa sebagian kewenangan Pemerintah Pusat diserahkan kepada Pemerintah Daerah, sedangkan perencanaan makro strategis masih tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat termasuk di sektor transportasi, antara lain penetapan standar keselamatan, sertifikasi kelaikan operasi prasarana dan sarana, pengembangan sumberdaya manusia serta optimasi pembiayaan. Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan pemberdayaan daerah dan efisiensi secara nasional. Namun demikian agar kebijakan desentralisasi tidak mengorbankan kepentingan nasional, perlu dipastikan sejauhmana kemampuan daerah menerima pelimpahan kewenangan-kewenangan tersebut terutama yang bersifat teknis, baik dari aspek biaya, sarana, prasarana, serta kualifikasi sumberdaya manusia. Departemen Perhubungan termasuk lembaga pemerintah yang telah jauh-jauh hari sebelum diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, telah melimpahkan sebagian kewenangannya di bidang transportasi darat jalan (kecuali pembinaan jalan negara dan pembinaan angkutan antar kota antar provinsi) baik kepada pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. Dewasa ini penyelenggaraan angkutan sungai danau dan penyeberangan yang tidak dikelola oleh BUMN telah sepenuhnya diserahkan kepada daerah, namun terdapat beberapa daerah yang belum mampu menerima karena faktor teknis dan kemampuan biaya. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, yang akan diikuti oleh penerbitan Peraturan Pemerintah dan rangkaian hirarkhi peraturan-peraturan di bawahnya, berbagai perbedaan pendapat tersebut diharapkan dapat terjembatani terutama penjabaran lanjut dari kriteria dampak : eksternalitas, akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi, bagi berbagai kewenangan pemerintah pusat di sektor transportasi darat yang akan dilimpahkan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. 1. Kekuatan
Sektor transportasi darat yang memiliki tugas menyediakan aksesibilitas bagi masyarakat di seluruh pelosok tanah air, sangat terbantu oleh kebijakan otonomi daerah sebagai instrumen desentralisasi dan demokratisasi untuk mendukung peran transportasi darat sebagai pemersatu bangsa yang majemuk. Substansi demokratisasi dalam otonomi daerah memberikan arah terwujudnya cita-cita kedaulatan rakyat, dan dapat digunakan sebagai instrumen administratif bagi implementasi hak daerah dalam mengurus rumah tangga daerahnya masing-masing, serta memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam pelaksanaan
IV - 12
pemerintahan dan pembangunan. Implementasi otonomi daerah di sektor transportasi darat menjadikan pemerintah daerah memiliki otoritas dalam pembuatan berbagai kebijakan transportasi di daerahnya, sehingga jarak antara pemegang otoritas pembuat kebijakan dengan masyarakat pengguna jasa transportasi semakin dekat dan masyarakat semakin mudah dalam memperoleh pelayanan jasa transportasi darat.
Besarnya pembiayaan pembangunan infrastruktur transportasi darat yang selama ini sepenuhnya dipikul oleh pemerintah akan dapat dikurangi dan beban tanggungjawabnya didistribusikan kepada pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Keharusan pemerintah daerah untuk mampu menghidupi diri sendiri akan semakin mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat, dengan cara menggali berbagai sumber penerimaan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD, jasa giro, dan lain-lain untuk dimanfaatkan seoptimal mungkin guna membiayai penyelenggaraan transportasi darat di daerah. Sub-stansi otonomi daerah yang mengupayakan terwujudnya masyarakat otonom di daerah akan semakin meningkatkan peran-serta masyarakat melalui peran DPRD dalam melakukan peng-awasan terhadap penyelenggaraan transportasi darat.
2. Kelemahan
Daerah belum memiliki keleluasaan untuk menggali sendiri sumber-sumber keuangannya karena terdapat ketentuan yang masih mengikat pemerintah daerah. Di samping itu tidak semua daerah memiliki potensi sumber-sumber keuangan yang memadai, sehingga dalam pembangunan infrastruktur transportasi darat masih sangat mengharapkan dukungan APBN. Desentralisasi merupakan suatu upaya demokratis, namun pada implementasinya, kebijakan desentralisasi seringkali bersinggungan dengan masalah globalisasi di tingkat lokal khususnya dengan kalangan investor baik domestik maupun asing. Proses pelimpahan kewenangan yang bersifat teknis seperti penyelenggaraan transportasi darat beserta pengoperasian infrastruktur transportasi darat dalam waktu yang singkat menyebabkan kesulitan bagi daerah dalam mempersiapkan SDM serta perangkat penunjangnya. Disamping itu beberapa daerah terlihat kurang siap dalam mempersiapkan sistem dan prosedur persetujuan penanaman modal di daerah, baik asing maupun domestik. Dampak pemekaran daerah berupa bertambahnya jumlah provinsi dengan hampir 483 kabupaten/kota membuat makin rancu dan rumitnya perencanaan transportasi darat lokal dan regional. Pada umumnya hampir semua daerah menginginkan membangun infrastruktur transportasi darat sendiri seperti terminal penumpang tanpa mempertimbangkan keberadaan fasilitas yang telah ada di daerah lain, sehingga berpotensi terjadi inefisiensi nasional. Keterlambatan dan ketidaksempurnaan penyiapan peraturan perundang-undangan, keterlambatan dalam memberikan pedoman, arahan, bimbingan, pelatihan dan supervisi di bidang transportasi darat dari pusat mengakibatkan beberapa daerah terjebak dalam berbagai kekeliruan.
IV - 13
3. Peluang Keragaman potensi dan kemampuan berbagai daerah dengan kondisi geografi dan demografi yang berbeda memberikan peluang bagi implementasi kebijakan otonomi daerah yang bersifat fleksibel atau kondisional, untuk memacu kreativitas kepala daerah guna menarik investor guna membangun infrastruktur transportasi darat dan menyelenggarakan kegiatan transportasi darat di daerahnya. Pemberian pelimpahan kewenangan di bidang transportasi darat berpeluang untuk melakukan penyederhanaan baik dalam perijinan maupun prosedur pelayanan. Di samping itu pemerintah daerah dapat membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk melakukan pengusahaan jasa transportasi darat pada segmen-segmen usaha yang bersifat komersial, sehingga berdampak positif bagi upaya pemerintah daerah meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
4. Ancaman Kesalahan dalam pelaksanaan otonomi daerah akan mengakibatkan munculnya "raja-raja kecil" dan pemindahan birokrasi ke daerah. Semangat daerah dalam menyambut era otonomi yang begitu besar, cenderung lebih bersifat eforia dan seringkali disertai dengan sentimen etnis kedaerahan dengan maraknya tuntutan pembentukan provinsi dan kabupaten/kota yang dipicu oleh keinginan untuk menguasai sepenuhnya dana pembagian pendapatan sumber daya alam (SDA). Pergeseran wewenang pemerintah yang sudah terjadi lewat otonomi telah menyebabkan terjadinya cultural shock terutama pada pejabat di pusat dan daerah yang disebabkan perubahan pemerintahan ke arah desentralistik parsipatoris yang begitu luas dan tiba-tiba ternyata belum diikuti dengan perubahan mental aparat pemerintah pusat dan daerah.
Penyelenggaraan transportasi darat oleh beberapa pemerintah daerah terkesan sebagai sarana untuk melakukan berbagai pungutan guna memperoleh pendapatan asli daerah (PAD), tanpa mempertimbangkan kewajiban pelayanan yang seharusnya diberikan dan menjamin aspek keselamatan bagi para pemakai jasa. Karakteristik infrastruktur transportasi darat yang tidak dapat melakukan pengembalian biaya (cost recovery) seharusnya menjadi cost centre bagi pemerintah daerah, sehingga perlakuan sebagai revenue center akan mengakibatkan penurunan keandalan dalam pelayanan dan pada gilirannya akan membutuhkan biaya perawatan dan biaya rehabilitasi yang lebih besar daripada jumlah pungutan yang diperoleh.
Ketidakjelasan penyerahan kewenangan telah mengakibatkan terjadinya berbagai konflik kepentingan antara elite politik di daerah, antara DPRD dengan eksekutif, antara daerah satu dengan daerah lainnya dan juga antara daerah dengan pemerintah pusat.
IV - 14
4.5 Tata Pemerintahan Yang Baik (Good Governance)
Tata pemerintahan yang baik (Good Governance) telah menjadi ideologi baru bagi negara-negara dan lembaga-lembaga donor internasional dalam mendorong negara-negara anggotanya menghormati prinsip-prinsip ekonomi pasar dan demokrasi sebagai prasyarat dalam pergaulan internasional.
Penerapan Good governance di Indonesia dilaksanakan dengan menunjuk pada sekumpulan nilai–nilai (cluster of values) yang sudah lama hidup dan berkembang di masyarakat. Sekumpulan nilai-nilai tersebut terdiri dari 11 (sebelas) nilai, yakni check and balances, decentralization, effectiveness, efficiency, equity, human rights protection, integrity, participation, pluralism, predictability, rule of law dan transparency.
Good Governance merupakan penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik melalui mekanisme pengelolaan sumber daya dengan substansi dan implementasi yang diarahkan untuk mencapai pembangunan yang efisien dan efektif secara adil bagi unsur-unsur pendukungnya yaitu peran negara (state), sektor swasta (private sector), dan masyarakat madani (civil society) dimana hubungan diantara ketiganya dan aturan main yang ada di dalamnya harus lahir dari kesepakatan melalui cara-cara yang demokratis.
Untuk pencapaian good governance direkomendasikan adanya tiga faktor determinan, yakni sumber daya manusia (human factor), lembaga atau pranata (institutions/system) dan budaya (cultures).
1. Kekuatan
Meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan kegiatan ekonomi sebagai hasil dari proses pemulihan perekonomian nasional yang mengakibatkan meningkatnya daya beli masyarakat dan berimbas pada meningkatnya mobilitas orang dan barang, akan mendorong pertumbuhan sektor transportasi darat. Kemajuan industri dalam negeri terutama di bidang sarana dan prasarana transportasi darat akan menimbulkan tuntutan peningkatan kapasitas dan efisiensi pelayanan, sehingga akan mendorong peran serta swasta dalam kegiatan transportasi darat.
Melalui kebijakan deregulasi akan memungkinkan meningkatnya peran swasta dan masyarakat dalam penyediaan dana investasi yang dibutuhkan bagi pembangunan infrastruktur transportasi darat. Meningkatnya peran serta swasta dan masyarakat dalam pengembangan pelayanan transportasi darat akan memperluas jangkauan pelayanan dengan kualitas pelayanan yang makin baik.
Penegakan good governance didukung oleh tiga pilar pasif, yakni bersih, transparan, dan bertanggunggugat dan beberapa pilar aktif/dinamis, meliputi responsif, sigap, solid, fleksibel, terintegrasi, dan inovatif. Kedua jenis pilar tersebut, khususnya pilar aktif sangat berkaitan dengan kondisi penyelenggaraan negara yang bebas dari korupsi. Usaha-usaha pemberantasan korupsi adalah bersifat dinamis karena dalam jangka panjang akan memacu pertumbuhan ekonomi sehingga mempunyai dampak positif bagi pengembangan transportasi darat.
IV - 15
2. Kelemahan
Kurangnya pemahaman aparatur terhadap fungsi pelayanan publik dan keterpaduan pelayanan jasa transportasi darat mengakibatkan terjadinya ekonomi biaya tinggi. Belum tegasnya wewenang dan fungsi antara pemerintah dan korporasi dalam pengelolaan pelayanan publik yang menimbulkan dilema antara orientasi pelayanan yang mengorbankan profit dan orientasi profit yang mengorbankan pelayanan akan mengurangi tujuan terselenggaranya good governance dan good corporate governance.
Terdapat kendala kelembagaan yang menghambat berkembangnya sistem transportasi darat antar moda yang terpadu, hal ini lebih disebabkan kultur aparatur yang masih cenderung menggunakan pendekatan parsial dan sektoral untuk kepentingan jangka pendek. Terbatasnya kesempatan penggunaan teknologi pada pelayanan transportasi darat karena terbatasnya dana dan keterbatasan sumber daya manusia, serta berkaitan dengan masalah nasional dalam penyediaan kesempatan kerja.
Masih berlangsungnya praktek dan perilaku yang bertentangan dengan kaidah good governance yang bisa menjadi penghambat terlaksananya agenda-agenda reformasi. Dengan kata lain bahwa good governance menjadi isu pokok sekaligus tantangan bagi pelaksanaan agenda reformasi.
Kondisi kelembagaan yang tidak efisien dan membengkak tidak sesuai dengan kebutuhan pembangunan, ketatalaksanaan (manajemen) yang kurang berorientasi kepada efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan pencapaian hasil optimal serta SDM yang berkualitas kurang baik dari segi kemampuan maupun perilakunya dan cenderung tidak terdistribusi dengan baik. Struktur penyelenggaraan negara yang tidak fleksibel (inflexible) dalam menanggapi tantangan yang terjadi mempersulit untuk segera terlepas dari krisis yang berkepanjangan. Indonesia masih mencari dasar yang kuat untuk membangun serta bentuk struktur penyelenggaraan negara yang hendak dibangun sesuai dengan perkembangan saat ini.
3. Peluang
Wujud peranserta masyarakat sebagai salah satu nilai good governance di sektor transportasi darat adalah berkaitan dengan peluang untuk mendapatkan pembiayaan pembangunan khususnya bantuan teknik dan pinjaman luar negeri. Peran serta masyarakat yang bisa dikembangkan dalam penyelenggaraan transportasi darat, terutama dalam pengoperasian moda transportasi darat dan pembangunan infrastruktur transportasi darat. Peran serta tersebut dapat berlangsung dalam setiap proses pembangunan infrastruktur transportasi darat, yaitu mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan/pengawasan. Selain berbeda intensitas dan bentuknya, partisipannya juga berbeda-beda, baik individu, maupun lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga perwakilan rakyat, sehingga bentuk peranserta dan partisipannya akan menentukan keefektifannya. Berkaitan dengan pembiayaan pembangunan dan penyusunan usulan kegiatan di sektor transportasi darat yang akan dibiayai melalui APBN (baik dana rupiah murni maupun pinjaman luar ngeri), akuntabilitas muncul sebagai konsekuensi dari
IV - 16
mengemukanya peranserta masyarakat dalam perencanaan dan pembiayaan pembangunan. Akuntabilitas tersebut mencakup empat hal, yaitu : hierarchial accountabiltiy (ketaatan pada perintah/kebijakan pimpinan); legal accountability (kepatuhan pada hukum dan ketentuan yang berlaku); political accountability (kepatuhan terhadap kesepakatan politik yang telah dicapai dengan komisi partner kerja di DPR) dan professional accoun-tability (kepatuhan terhadap ketentuan teknis terutama yang mengacu kepada konvensi internasional) yang menyangkut aturan profesi (code of conduct).
Penerapan teknologi informasi di sektor transportasi darat seperti dalam operasional di terminal dan ruas jalan dan e-precurement dalam proses pe-ngadaan barang dan jasa, memungkinkan penyelengaraan transportasi darat yang efisien dan terjadi tranparansi serta akuntabilitas publik.
4. Ancaman
Desentralisasi dalam bidang pemerintahan melahirkan pendistribusian kewenangan dan melahirkan potensi penyalahgunaan kekuasaan untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah good governance. Sebagai contoh, praktek KKN yang sebelumnya terpusat, berpotensi muncul secara merata di setiap daerah.
Terjadinya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang terwujud dalam bentuk KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), misalnya mewabahnya pungutan liar, akan merusak kehidupan masyarakat dan kehidupan bernegara serta dapat menimbulkan krisis multidimensi.
4.6 Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan, pemeliharaan dan pengoperasian sarana dan prasarana transportasi darat sangat ditekankan kesesuaiannya dengan aspek lingkungan, sehingga dalam tahapan pembangunan, pemeliharaan dan pengoperasian sarana dan prasarana transportasi darat diperlukan studi analisis mengenai dampak lingkungan, rencana serta pemantauan pengelolaan lingkungan. Hal tersebut merupakan persyaratan yang harus dipenuhi dalam prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Setiap usaha atau kegiatan pada dasarnya menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Kegiatan transportasi darat selain menimbulkan polusi yang bersumber dari emisi gas buang, juga berupa kebisingan serta pencemaran limbah, terutama di kawasan perairan maupun di pelabuhan penyeberangan. Dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di sub sektor transportasi darat, telah diupayakan program langit biru. Karena dampak pencemaran udara yang sangat merugikan ini maka pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan berbagai aturan, yang diantaranya adalah Peraturan Pemerintah No. 141 tahun 1999, yang mengamanatkan agar pencemaran terhadap udara dapat ditanggulangi melalui penentuan ISPU (Indeks Standar Pencemar Udara). Selain itu juga telah dikeluarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 141 tahun 2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang Sedang Diproduksi, yang merinci besaran-besaran kendali yang perlu
IV - 17
diperhatikan pada emisi kendaraan bermotor. Selanjutnya Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta juga telah mengeluarkan Peraturan Daerah No. 2 tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang berisi sejumlah pembatasan dan definisi mengenai pencemaran udara yang harus dipenuhi oleh aparat Pemerintah Daerah. Bahkan pada Pasal 20 Perda ini secara tegas mewajibkan penggunaan bahan bakar gas untuk kendaraan umum dan kendaraan operasional Pemerintah Daerah sebagai upaya pengendalian emisi gas buang kendaraan bermotor.
1. Kekuatan
Dengan melakukan program pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan maka akan meningkatkan citra Pemerintah Indonesia dan akan mempermudah posisi Indonesia dalam dunia internasional dan meningkatkan citra bangsa. Dengan program-program seperti tersebut di atas, dan peraturan perundang-undangan yang telah ada, pembangunan transportasi darat berkelanjutan dapat dilakukan secara konsisten, misalnya mewajibkan melakukan studi amdal sebelum masa konstruksi bagi setiap program pembangunan transportasi darat yang telah disetujui pendanaannya. Selanjutnya dilakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pasca operasi secara berkala oleh lembaga-lembaga yang telah ada (Bapedal, Bapedalda atau lembaga teknis lainnya) baik di pusat maupun di daerah. Pembagian kewenangan yang jelas antara pusat dan daerah dalam menangani masalah lingkungan dapat disinergikan menjadi kekuatan yang efektif untuk melakukan pemantauan lingkungan sesuai dengan skala operasi obyek pemantauan lingkungan.
2. Kelemahan
Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat tidak semuanya dapat diimplementasikan di tingkat daerah, sehingga tidak semua kegiatan dapat dilaksanakan di tingkat daerah. Dalam pelaksanaan pembangunan transportasi darat berkelanjutan yang berwawasan lingkungan diperlukan tambahan biaya, serta diperlukan pemantauan yang berkesinambungan, sehingga pada akhirnya akan berdampak pada kenaikan biaya pelayanan. Pembangunan transportasi darat berkelanjutan dilakukan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, dengan demikian maka diperlukan peraturan perundang-undangan dan disertai dengan pedoman pelaksanaan di lapangan. Kurangnya koordinasi dalam penyusunan peraturan perundang-undangan dan pedoman pelaksanaan di lapangan berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan pada sektor-sektor baik di pusat maupun di daerah.
3. Peluang
Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan akan menjamin kelestarian lingkungan sehingga pemanfaatan sumber daya alam untuk kepentingan pembangunan dapat dilakukan oleh generasi mendatang secara berkesinambungan. Pembiayaan program-program pembangunan yang dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri selalu mempersyaratkan pembangunan berwawasan lingkungan, sehingga program-program pembangunan infrastruktur transportasi darat yang telah disahkan rencana induknya mendapatkan kemudahan dalam pembiayaan program dari negara donor. Pembangunan berwawasan lingkungan merupakan tuntutan masyarakat dan dunia internasional, sehingga masyarakat/dunia internasional akan memperhatikan layanan yang ramah
IV - 18
lingkungan, dengan demikian pelaksanaan program-program langit biru akan berpeluang mendapatkan respons positif dari lembaga-lembaga internasional.
4. Ancaman
Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap pembangunan yang berwawasan lingkungan akan memperburuk dampak pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah. Di bidang transportasi darat (jalan), emisi gas buang kendaraan bermotor yang melampaui ambang batas yang ditentukan akan menimbulkan efek rumah kaca yang selanjutnya akan meningkatkan pemanasan global. Kondisi masyarakat yang kurang siap untuk penerapan pelaksanaan perundang-undangan yang berkaitan dengan emisi gas buang kendaraan, dapat menimbulkan gejolak sosial secara nasional.
V - 1
A. VISI
Visi dari perhubungan darat adalah: “Menjadi organisasi pemerintah yang profesional, yang dapat memfasilitasi dan mendukung mobilitas masyarakat, melalui suatu layanan Transportasi darat yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan berkeadilan, yang selamat, aman, mudah dijangkau, berkualitas, berdaya-saing tinggi, memberikan nilai tambah dan terintegrasi dengan moda transportasi lainnya dan dapat dipertanggungjawabkan”.
B. MISI 1. Menciptakan sistem pelayanan transportasi darat yang selamat, aman dan mampu
menjangkau masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. 2. Menciptakan dan mengorganisasi transportasi jalan, sungai, danau dan penyeberangan
serta perkotaan yang berkualitas, berdaya saing dan berkelanjutan. 3. Mendorong terselenggaranya industri transportasi darat dalam rangka mendorong
pertumbuhan ekonomi nasional 4. Membangun prasarana dan sarana transportasi darat yang terintegrasi dengan moda
lainnya.
C. TUJUAN Berdasarkan visi, misi dan maksud tersebut diatas, maka dirumuskan tujuan (goals) yang merupakan hasil akhir (results) yang ingin dicapai dalam mewujudkan visi, misinya melalui serangkaian program dan tindakan, selain itu tujuan juga merupakan arah (direction) yang akan menunjukkan ke mana tujuan (destination) yang ingin dicapai di masa yang akan datang. Berdasarkan visi dan misi tersebut maka tujuan perhubungan darat adalah: 1 Peningkatan keselamatan pelayanan transportasi darat; 2 Pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana transportasi darat yang menjangkau
masyarakat dan wilayah Indonesia; 3 Peningkatan daya saing pelayanan transportasi darat sehingga mampu berkompetisi
dengan moda lainnya dan memberikan nilai tambah; 4 Pertumbuhan pembangunan transportasi darat yang merata dan berkelanjutan; 5 Penciptaan pembangunan transportasi darat yang terintegrasi dengan moda lainnya.
V - 2
D. SASARAN
1. Sasaran Prioritas
a. Menurunnya dampak sub sektor transportasi darat terhadap lingkungan melalui pengurangan konsumsi energi tak tergantikan dan emisi gas buang
b. Peningkatan manfaat sub sektor transportasi darat terhadap pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan / pembangunan sarana dan prasarana
c. Meningkatnya keselamatan transportasi darat d. Meningkatnya pelayanan transportasi darat sesuai spm e. Peningkatan penggunaan teknologi yang efisien dan ramah lingkungan di bidang
transportasi darat f. Meningkatnya aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan sarana dan prasarana
transportasi darat g. Meningkatnya kapasitas sarana dan prasarana transportasi darat h. Meningkatnya pemenuhan standar teknis dan standar operasional sarana dan
prasarana transportasi darat i. Meningkatnya optimalisasi pengelolaan akuntabilitas kinerja, anggaran dan bmn
ditjen perhubungan darat j. Peningkatan kualitas sdm k. Melanjutkan restrukturisasi kelembagaan di sub sektor transportasi darat l. Melanjutkan reformasi regulasi
2. Sasaran Bidang
a. Bidang Angkutan Jalan
Sasaran Pembangunan Lalu Lintas Angkutan Jalan dalam periode 5 (lima) tahun ke depan (tahun 2010 – 2014) adalah : 1) Meningkatnya kondisi prasarana LLAJ terutama menurunnya jumlah
pelanggaran lalu lintas dan muatan lebih di jalan sehingga dapat menurunkan kerugian ekonomi yang diakibatkannya.
2) Meningkatnya kelaikan dan jumlah sarana LLAJ. 3) Menurunnya tingkat kecelakaan dan fatalitas kecelakaan lalu lintas di
jalan serta meningkatnya kualitas pelayanan angkutan dalam hal ketertiban, keamanan dan kenyaman transportasi jalan, terutama angkutan umum di perkotaan, perdesaan dan antarkota.
4) Meningkatnya keterpaduan antarmoda dan efisiensi dalam mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa, mendukung perwujudan sistem transportasi nasional dan wilayah (lokal), serta terciptanya pola distribusi nasional.
5) Meningkatnya keterjangkauan pelayanan transportasi umum bagi masyarakat luas di perkotaan dan perdesaan serta dukungan pelayanan transportasi jalan perintis di wilayah terpencil untuk mendukung pengembangan wilayah.
6) Meningkatnya efektivitas regulasi dan kelembagaan transportasi jalan, melalui: a) Desentralisasi dan otonomi daerah, peningkatan koordinasi dan
kerjasama antarlembaga dan antarpemerintah pusat dan daerah dalam pembinaan transportasi jalan, terutama untuk angkutan perkotaan,
V - 3
perdesaaan dan antarkota dalam provinsi; b) Meningkatnya peran serta swasta dan masyarakat dalam
penyelenggaraan transportasi jalan (angkutan perkotaan, perdesaan, dan antarkota);
c) Memperjelas peran regulator, pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta BUMN dan BUMD dalam pelayanan transportasi publik.
7) Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas yang baik, dan penanganan dampak polusi udara serta pengembangan teknologi sarana yang ramah lingkungan, terutama di wilayah perkotaan.
8) Meningkatnya SDM profesional dalam perencanaan pembinaan dan penyelenggaraan LLAJ.
9) Terwujudnya penyelenggaraan angkutan perkotaan yang efisien dengan berbasis masyarakat dan wilayah, andal dan ramah lingkungan serta terjangkau bagi masyarakat. Untuk itu perlu didukung perencanaan transportasi perkotaan yang terpadu dengan pengembangan wilayah dan mengantisipasi perkembangan permintaan pelayanan serta didukung oleh kesadaran dan kemampuan pemerintah daerah dan masyarakat.
b. Bidang Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan Sasaran pembangunan angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (SDP) periode 5 (lima) tahun ke depan (tahun 2010 – 2014) adalah : 1) Meningkatnya jumlah prasarana dermaga untuk meningkatkan jumlah
lintas penyeberangan baru yang siap operasi maupun meningkatkan kapasitas lintas penyeberangan.
2) Peningkatnya kalaikan dan jumlah sarana ASDP. 3) Meningkatnya keselamatan ASDP. 4) Meningkatnya kelancaran dan jumlah penumpang, kendaraan dan
penumpang yang diangkut, terutama meningkatnya kelancaran perpindahan antar moda di dermaga penyeberangan; serta meningkatkan pelayanan angkutan perintis.
5) Meningkatnya peran serta swasta dan pemerintah daerah dalam pembangunan dan pengelolaan ADSP, serta meningkatnya kinerja BUMN di bidang ASDP.
c. Bidang Transportasi Perkotaan 1) Meningkatnya tata cara dan konsep pembinaan transportasi perkotaan; 2) Meningkatnya partisipasi dan peranserta institusi terkait dalam
penyelenggaraan transportasi perkotaan; 3) Meningkatnya kualitas penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan perkotaan; 4) Meningkatnya efisiensi dan efektivitas penyeleng-garaan transportasi
perkotaan; 5) Meningkatnya peran serta masyarakat dalam peningkatan tertib lalu lintas; 6) Meningkatnya tertib lalu lintas dan keselamatan angkutan perkotaan; 7) Meningkatnya inovasi pengembangan dan teknologi transportasi transportasi
perkotaan
V - 4
d. Bidang Keselamatan Transportasi Darat
1) Terwujudnya Prioritas kebijakan Keselamatan Jalan 2) Terwujudnya keselamatan bagi pengguna jalan dan penguna ASDP yang
berisiko 3) Terwujudnya Jalan yang lebih selamat dan mengurangi Tingkat Fatalitas
Kecelakaan 4) Terwujudnya kendaraan yang lebih selamat 5) Meningkatkan sistem keselamatan dan manajemen keselamatan serta
pengawasan 6) Meningkatkan kerjasama dan kemitraan
3. Prioritas
Pembangunan perhubungan darat tahun 2010-2014, dititikberatkan kepada pemeliharaan, rehabilitasi dan peningkatan pembangunan angkutan jalan, angkutan perkotaan, angkutan sungai, danau dan penyeberangan dengan prioritas sebagai berikut: a. Pembangunan angkutan jalan diprioritaskan pada pemulihan kondisi pelayanan
transportasi darat sesuai dengan standar pelayanan minimal;
b. Pembangunan angkutan sungai, danau dan penyeberangan diprioritaskan pada pengembangan armada angkutan sungai, danau dan penyeberangan; rehabilitasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan; pengembangan sarana dan prasarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan; serta penyediaan sarana bantu navigasi beserta fasilitas penyeberangan di pulau-pulau kecil dan di kawasan perbatasan
c. Pembangunan taransportasi perkotaan terutama di kota-kota besar dan metropolitan diprioritaskan pada pengembangan dan pemanduan jaringan pelayanan di kawasan perkotaan sesuai dengan hirarkinya, pengembangan angkutan umum massal, peningkatan kelancaran lalu lintas serta pengurangan dampak transportasi;
E. STRATEGI
Di dalam mewujudkan visi dan menjalankan misi, serta mencapai tujuan dan sasaran Ditjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan seperti tersebut di atas, ditempuh melalui 2 (dua) strategi pokok pembangunan perhubungan darat, yaitu: 1. Strategi Pemulihan dan Penataan Penyelenggaraan Perhubungan Darat
Strategi ini diarahkan untuk melakukan pemulihan dan penataan penyelenggaraan
perhubungan kembali ke posisi normal setelah terjadi krisis ekonomi pada tahun lalu dan krisis ekonomi global yang belum lama ini terjadi, dan dilanjutkan dengan penataan Sistem Transportasi Nasional sejalan dengan perubahan lingkungan
V - 5
strategis baik pada skala lokal, regional maupun global. Pemulihan dan penataan penyelenggaraan perhubungan darat sebagai bagian integral dari pembangunan perhubungan secara global dilakukan melalui kegiatan rehabilitasi sarana dan prasarana perhubungan darat dibarengi dengan pelaksanaan reformasi dan restrukturisasi kelembagaan dan peraturan perundang-undangan di bidang perhubungan (regulatory reform), peningkatan profesionalisme Sumber Daya Manusia Perhubungan, dengan pemihakan kepada peran serta swasta dalam pengoperasian dan pembangunan infrastruktur perhubungan, serta mereposisi peran pemerintah dari operator dan pemilik (owner) menjadi regulator dan fasilitator.
2. Strategi Pembangunan Perhubungan Darat
Strategi Pembangunan perhubungan darat diarahkan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan dalam kerangka penyediaan aksesibilitas jasa perhubungan darat kepada masyarakat baik di seluruh pelosok tanah air maupun di manca negara. Pembangunan perhubungan darat dilaksanakan dengan berpedoman kepada 7 (tujuh) pilar sebagai berikut: a. Pembangunan perhubungan darat dilakukan berdasarkan penerapan prinsip
ekonomi dalam rangka memaksimumkan manfaat dan meminimumkan biaya dengan penggunaan asumsi yang rasional dan variabel-variabel ekonomi yang signifikan, sehingga dapat menghasilkan pengembalian biaya (cost recovery), baik dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang;
b. Pembangunan perhubungan darat dilakukan dengan mempertimbangkan aspek politik, sosial dan budaya masyarakat, sehingga hasil pembangunan perhubungan darat memiliki daya guna yang tinggi bagi seluruh lapisan masyarakat;
c. Pembangunan perhubungan darat difokuskan kepada segmen-segmen tertentu dalam rangka menunjang kegiatan sektor-sektor lain yang memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memberdayakan daerah;
d. Pembangunan perhubungan darat dilaksanakan dengan mempertimbangkan aspek keselamatan, keadilan, kepastian hukum dan kelestarian lingkungan dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional yang berkelanjutan (sustainable development);
e. Pembangunan perhubungan darat dilakukan dengan orientasi peningkatan pelayanan kepada masyarakat melalui mekanisme pasar dan campur tangan pemerintah dalam rangka meminimalisasi kegagalan pasar (market failure);
f. Pembangunan perhubungan darat dilakukan sesuai dengan arah pengembangan sosial dan ekonomi yang diadopsi dalam perencanaan makro nasional, perencanaan sektoral, perencanaan daerah dan penganggaran secara realistik dan rasional;
g. Pembangunan perhubungan darat dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat (sektor swasta) untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan dan melakukan pengawas-an baik pada skala kecil, menengah, maupun skala besar.
V - 6
F. KEBIJAKAN UMUM
I. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI DARAT a. Arah Pengembangan Jaringan Transportasi Darat
Pengembangan jaringan transportasi darat sesuai dengan wilayah pengaruhnya diarahkan untuk mewujudkan keterpaduan antara moda transportasi jalan, transportasi sungai dan danau serta penyeberangan, sebagai upaya untuk menghubungkan seluruh wilayah tanah air dalam rangka memantapkan perwujudan Wawasan Nusantara dan memperkukuh Ketahanan Nasional. Di sisi lain dalam hubungannya dengan moda transportasi laut dan moda transportasi udara dilakukan dengan menghubungkan pelabuhan laut dan bandar udara dengan daerah belakang (hinterland) sesuai dengan wilayah pengaruhnya.
Berdasarkan arahan dimaksud, maka jaringan transportasi darat dapat dibedakan menjadi jaringan transportasi darat antar kota dan jaringan transportasi darat perkotaan. Selanjutnya gambaran jaringan transportasi darat antar kota yang ingin diwujudkan dalam jangka panjang pada skala nasional, ditampilkan dalam regional kewilayahan yang terbagi dalam beberapa wilayah yaitu: 1) Regional Pulau Sumatera; 2) Regional Pulau Jawa - Bali; 3) Regional Pulau Kalimantan; 4) Regional Pulau Sulawesi; 5) Regional Pulau Nusa Tenggara; 6) Regional Pulau Maluku; 7) Regional Pulau Papua.
Regional tersebut di atas akan dibagi dalam beberapa lintas sesuai karakteristik dan merupakan arahan umum pengembangan jaringan transportasi darat, yang memuat indikasi-indikasi jenis moda transportasi yang dapat melayaninya.
Transportasi Jalan Rencana umum jaringan transporatsi jalan primer dalam peranannya sebagai unsur penunjang diarahkan untuk ditingkatkan kemampuan dan daya dukungnya sesuai dengan beban lalu lintas terutama yang melayani dan menghubungkan pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah serta kawasan-kawasan andalan yang cepat berkembang. Penanganan Jaringan Transportasi Jalan Primer dalam rangka mendukung pengembangan daerah/wilayah perbatasan antar negara. Pembangunan jalan tol bebas hambatan yang mendukung sistem transportasi cepat, dikembangkan bersama sama antara pemerintah dan swasta dengan tetap memperhatikan alternatif yang memadai. Rencana umum jaringan transportasi jalan sekunder dikembangkan secara terpadu dengan moda transportasi darat lainnya sesuai dengan besaran kota, fungsi kota, dan hirarki fungsional kota dengan mempertimbangkan karakteristik dan keunggulan karakteristik moda, perkembangan teknologi, pemakaian energi, lingkungan dan tata ruang. Penanganan Jaringan Transportasi Jalan Sekunder dikembangkan juga untuk
V - 7
mendukung penanganan kawasan tertinggal dengan memperhatikan aspek prasarana dan sarana yang sesuai dengan karakteristik kawasan tersebut. Transportasi Sungai dan Danau Angkutan sungai menjadi bagian penting dalam pengembangan jaringan transportasi darat, karena pelayarannya aman, murah dan ramah lingkungan. Meskipun angkutan sungai tidak eksis (exist) disemua provinsi di Indonesia, tetapi dibeberapa provinsi terutama di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan dan Papua, angkutan sungai merupakan transportasi yang saat ini dapat dihandalkan.
Di Pulau Sumatera, jaringan transportasi sungai menjadi alternatif transportasi jalan dengan titik berat untuk angkutan barang dalam jumlah besar (massal). Di Pulau Kalimantan dan Pulau Irian Jaya peran transportasi sungai dan danau diharapkan akan sinergi dengan transportasi jalan yang akan menjadi tulang punggung sistem transportasi serta diharapkan dapat membuka daerah terisolir. Transportasi Penyeberangan Dalam upaya mewujudkan keterpaduan antar moda, maka arah pengembangan jaringan transportasi penyeberangan di Kawasan Barat Indonesia pada daerah yang sudah berkembang, diarahkan sesuai dengan tingkat perkembangan jaringan transportasi jalan baik dalam fungsinya sebagai jembatan maupun sebagai alternatif ruas jalan untuk mengurangi beban lalu lintas pada ruas dimaksud. Di sisi lain juga diarahkan untuk menghubungkan pulau-pulau terpencil yang mempunyai nilai strategis baik ditinjau dari segi pertahanan dan keamanan. Selanjutnya di Kawasan Timur Indonesia, titik berat pengembangan transportasi penyeberangan diarahkan sebagai pembuka isolasi, yang secara bertahap perannya akan saling mendukung dengan transportasi jalan untuk pengembangan wilayah sesuai dengan tata ruang wilayah dan nasional. Transportasi Perkotaan
Transportasi Perkotaan dikembangkan untuk mewujudkan sistem jaringan transportasi perkotaan yang terintegrasi dengan tata ruang, meningkatkan peran angkutan umum perkotaan dan peningkatan kelancaran serta kenyamanan lalulintas perkotaan sehingga terciptanya transportasi perkotaan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan serta mampu melayani segenap masyarakat dan seluruh kawasan perkotaan.
b. Arah Pengembangan Berdasarkan Moda
1) Nasional
Transportasi jalan untuk jangka pendek, menengah maupun panjang masih merupakan tulang punggung transportasi darat untuk mendukung kegiatan ekonomi serta menghubungkan daerah-daerah terisolir. Secara nasional,
V - 8
transportasi jalan melayani lebih dari 95 % permintaan jasa transportasi darat. Di Kawasan Barat Indonesia, untuk jangka menengah dan panjang, karena permintaan angkutan penumpang dan barang semakin meningkat maka diharapkan peran moda lain yang bersifat masal dapat mengurangi beban transportasi jalan. Disadari bahwa akibat dari beban yang semakin meningkat menyebabkan biaya pemeliharaan jalan semakin besar sehingga upaya-upaya peningkatan jalan maupun pembangunan jalan baru semakin berkurang. Di Kawasan Timur Indonesia, untuk jangka menengah dan panjang, transportasi jalan masih merupakan tulang punggung transportasi darat, disamping transportasi penyeberangan. Tujuan utama penyelenggaraan transportasi darat di KTI ditujukan untuk mendorong kegiatan ekonomi serta pembuka isolasi. Sedangkan peran moda transportasi jalan rel maupun transportasi danau dan sungai masih sangat terbatas. Moda transportasi jalan rel dikembangkan terutama untuk angkutan khusus, yaitu angkutan barang yang bersifat masal; sedangkan transportasi danau dan sungai dikembangkan untuk kepentingan angkutan lokal.
2) Regional (Pulau)
Pulau Jawa
Jaringan transportasi darat di Pulau Jawa digambarkan atas 3 lintasan utama dan perintis yaitu : a) Lintasan utara; b) Lintasan selatan; c) Lintasan Utara – Selatan; dan d) Lintasan Angkutan Perintis.
Untuk keempat lintasan tersebut, moda transportasi jalan merupakan moda yang paling dominan dalam melayani angkutan penumpang maupun barang. Untuk jangka menengah dan panjang, peran moda transportasi jalan akan dikurangi dan angkutan massal akan ditingkatkan, terutama dalam melayani angkutan penumpang jarak sedang dan jauh. Demikian pula untuk kota-kota raya seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Bogor dan Malang akan dikembangkan angkutan umum yang bersifat masal untuk mengurangi beban transportasi jalan.
Untuk angkutan barang, dalam jangka pendek dan menengah, moda transportasi jalan masih merupakan pilihan yang utama. Hal ini disebabkan karena moda jalan rel belum diberdayakan secara optimum. Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya untuk mendorong efisiensi dan efektivitas moda ini dalam melayani angkutan barang dengan cara peningkatan terminal barang/peti kemas, peningkatan/ pembangunan jalanjalan akses ke terminal, peningkatan sarana dan prasarana pada titik-titik peralihan moda, kemudahan pengurusan pengiriman barang baik di terminal maupun di pelabuhan, dan lain sebagainya.
V - 9
Dengan melihat kondisi seperti tersebut di atas, dalam jangka pendek dan menengah, prasarana transportasi jalan masih perlu ditingkatkan, terutama pada jaringan lintas dengan meningkatkan daya dukung jalan dan jembatan (sampai 10 T) dan perbaikan geometrik dalam rangka mengakomodir kemajuan teknologi kendaraan angkutan barang yang semakin meningkat. Sejalan dengan meningkatnya peran transportasi jalan rel untuk angkutan barang, peran transportasi jalan dapat dikurangi.
Sedangkan angkutan penyeberangan masih akan tetap berperan secara cukup berarti dalam jangka pendek dan menengah untuk melayani angkutan penumpang dan barang, dalam rangka menjembatani ruas jalan yang terpotong. Peran angkutan penyeberangan akan berkurang sangat drastis pada jangka panjang dengan dibangunnya jembatan antara Pulau Sumatera – Pulau Jawa dan Pulau Jawa – Pulau Bali.
Pulau Sumatera
Jaringan transportasi darat di Pulau Sumatera digambarkan atas 3 Lintasan utama dan perintis yaitu : a) Lintasan Timur; b) Lintasan Tengah; c) Lintasan Barat – Timur; dan d) Lintasan Angkutan Perintis.
Kelima lintasan tersebut secara bersama akan membentuk jaringan transportasi jalan yang merupakan urat nadi pendukung perekonomian Pulau Sumatera. Saat ini hanya lintasan Timur dan Tengah yang telah berfungsi penuh, sedangkan pembangunan lintasan Barat baru menyelesaikan sebagian. Untuk jangka pendek dan menengah, pembangunan lintasan Barat secara penuh belum diperlukan mengingat lalu lintas yang ada (baik penumpang maupun barang) masih dapat dilayani oleh kedua lintasan lainnya.
Jaringan jalan sekunder perlu terus dikembangkan untuk mendukung pengembangan jaringan trayek dan jalur distribusi antar dan intra Kabupaten/ Kotamadya. Pengembangan jalan primer dalam kota, yang merupakan bagian jaringan transportasi nasional perlu terus ditingkatkan untuk menjamin kelancaran lalu lintas yang melintas (by pass), demikian juga jalan primer yang menuju ke pelabuhan.
Sedangkan angkutan penyeberangan masih akan tetap berperan secara cukup berarti dalam jangka pendek dan menengah untuk melayani angkutan penumpang dan barang, dalam rangka menjembatani ruas jalan yang terpotong. Peran angkutan penyeberangan akan berkurang sangat drastis pada jangka panjang dengan dibangunnya jembatan antara Pulau Sumatera – Pulau Jawa. Di Pulau Sumatera, jaringan transportasi sungai dan danau menjadi alternatif transportasi jalan dengan titik berat untuk angkutan barang dalam jumlah besar (masal).
V - 10
Pulau Kalimantan
Jaringan transportasi darat di Pulau Kalimantan digambarkan atas 3 lintasan utama dan perintis yaitu : a) Lintasan Tengah; b) Lintasan Selatan; c) Lintasan Utara; dan d) Lintasan Angkutan Perintis.
Untuk jangka pendek transportasi sungai merupakan moda transportasi darat yang utama. Disadari bahwa sebagai pendukung pengembangan kegiatan ekonomi di Pulau Kalimantan, transportasi sungai memiliki keterbatasan-keterbatasan (geografis) untuk pengembangan lebih lanjut. Oleh karena itu, pada jangka menengah dan panjang, peran transportasi sungai akan dikurangi dan digantikan dengan transportasi jalan. Walaupun demikian transportasi sungai tetap dipertahankan sebagai alternatif transportasi jalan, terutama untuk angkutan barang yang bersifat masal. Transportasi jalan akan dikembangkan untuk melayani dan menghubungkan pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah serta kawasan-kawasan andalan yang cepat berkembang. Pengembangan jaringan jalan primer, yang didukung dengan pengembangan jaringan jalan sekunder diharapkan dapat mendukung jaringan trayek dan jaringan lintas antar dan dalam kota sesuai dengan rencana pengembangan ruang wilayah dan nasional. Jalan lintas antar negara perlu dikembangkan untuk mendukung kegiatan ekonomi antar negara serta pertahanan-keamanan.
Pulau Sulawesi Jaringan transportasi darat di Pulau Sulawesi digambarkan atas 3 lintasan utama dan perintis yaitu : a) Lintasan Utara - Barat; b) Lintasan Utara - Tengah; c) Lintasan Selatan - Timur; d) Lintasan Angkutan Perintis.
Untuk jangka panjang, transportasi jalan masih merupakan moda yang dominan dalam menunjang kegiatan perekonomian di Pulau Sulawesi. Transportasi jalan akan dikembangkan untuk melayani dan menghubungkan pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah serta kawasan-kawasan andalan yang cepat berkembang.
Angkutan penyeberangan akan dikembangkan untuk menghubungkan lokasi-lokasi strategis di Pulau Sulawesi, dan pelabuhan penyeberangan antar pulau lainnya. Pengembangan diarahkan untuk terwujudnya keterpaduan antara angkutan penyeberangan dengan transportasi jalan sehingga mampu melayani angkutan penumpang dan angkutan barang secara efisien dan efektif dengan tarip yang terjangkau.
V - 11
Pengembangan jaringan transportasi jalan sekunder dikembangkan secara terpadu dengan moda transportasi darat lainnya sesuai dengan besaran kota, fungsi kota, dan hirarki fungsional kota dengan mempertimbangkan karakteristik dan keunggulan karakteristik moda, perkembangan teknologi, pemakaian energi, lingkungan dan tata ruang.
Sejalan dengan pengembangan transportasi jalan, angkutan sungai dan danau akan dikurangi perannya, yang selanjutnya hanya melayani trasnportasi lokal. Walaupun demikian transportasi ini tetap dipertahankan untuk keperluan angkutan barang yang bersifat masal.
Disamping itu, untuk keperluan angkutan barang khusus (hasil tambang) juga akan dikembangkan transportasi jalan rel yang menghubungkan lokasi tambang dengan pelabuhan. Pengembangan transportasi jalan rel untuk jangka menengah dan panjang akan dilaksanakan di Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan.
Kepulauan Maluku
Jaringan transportasi darat di Kepulauan digambarkan atas 3 lintasan utama dan perintis yaitu : a) Lintasan Utara - Barat; b) Lintasan Utara - Tengah; c) Lintasan Selatan - Timur; d) Lintasan Angkutan Perintis. Sesuai dengan sebaran pulau-pulau dalam kawasan kepulauan Maluku, maka pengembangan transportasi darat terutama diarahkan untuk mengembangkan angkutan penyeberangan yang terpadu dengan jaringan transportasi jalan di masing-masing pulau sehingga membentuk satu kesatuan jaringan transportasi darat. Jaringan transportasi jalan primer diarahkan untuk menghubungkan pusat-pusat kegiatan wilayah dan kawasan-kawasan yang berkembang cepat dengan pelabuhan penyeberangan yang dapat mengakomodasikan seluruh kebutuhan akan angkutan penumpang dan barang. Pengembangan jaringan transportasi jalan sekunder dikembangkan secara terpadu dengan moda transportasi darat lainnya sesuai dengan besaran kota, fungsi kota, dan hirarki fungsional kota dengan mempertimbangkan karakteristik dan keunggulan karakteristik moda, perkembangan teknologi, pemakaian energi, lingkungan dan tata ruang.
Pulau Irian Jaya
Jaringan transportasi darat di Pulau Irian Jaya digambarkan atas 3 lintasan utama dan perintis yaitu : a) Lintasan Utara; b) Lintasan Tengah; c) Lintasan Selatan; d) Lintasan Angkutan Perintis.
V - 12
Untuk jangka pendek transportasi sungai dan danau merupakan moda transportasi darat yang utama. Sedangkan untuk jangka menengah dan panjang, peran transportasi sungai dan danau akan dikurangi dan digantikan dengan transportasi jalan. Walaupun demikian transportasi ini tetap dipertahankan sebagai alternatif transportasi jalan, terutama untuk angkutan barang yang bersifat masal. Transportasi jalan akan dikembangkan untuk melayani dan menghubungkan pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah serta kawasan-kawasan andalan yang cepat berkembang.
Pengembangan jaringan jalan primer, yang didukung dengan pengembangan jaringan jalan sekunder diharapkan dapat mendukung jaringan trayek dan jaringan lintas antar dan dalam kota sesuai dengan rencana pengembangan ruang wilayah dan nasional. Jalan lintas antar negara perlu dikembangkan untuk mendukung kegiatan ekonomi antar negara serta pertahanan-keamanan.
3) Lokal/ Perkotaan
Moda-moda transportasi di wilayah perkotaan dikembangkan dengan memberikan kesempatan yang sama sesuai peran masing-masing moda.
Angkutan umum untuk kota-kota raya dan besar dikembangkan dengan sistem angkutan umum massal yang berbasis jalan dan rel, dengan tingkat teknologi dan investasinya dapat dilakukan secara bertahap; Angkutan umum untuk kota-kota sedang dan kecil dikembangkan dengan berbasis jalan, dengan bus kota sebagai moda utama angkutan penumpang, ditunjang oleh paratransit sebagai angkutan pengumpan.
Transportasi sebagai suatu konsep dipahami sebagai suatu usaha untuk memfasilitasi terjadinya pergerakan secara sistematis, sedangkan rencana umum pengembangan transportasi darat disusun berdasarkan suatu kriteria yang disepakati. Pengertian sistematis selain berarti sistem yang kompak, didalamnya juga termasuk pertimbangan aspek effisiensi yang dijabarkan antara lain dengan usaha meminimasi waktu tempuh, jaminan keselamatan, kemudahan perpindahan dengan pemaduan simpul moda, penghematan bahan bakar, optimalisasi penggunaan lahan serta biaya sosial akibat pencemaran lingkungan, sedangkan kriteria rencana umum perencanaan transportasi darat yang berdimensi nasional, dirumuskan sebagai berikut: a) Mendukung kepentingan nasional (ekonomi, sosial, budaya dan hankam); b) Secara spesifik, menjamin terselenggaranya distribusi nasional secara
efisien; c) Menghubungkan simpul nasional (ibukota provinsi) dan internasional; d) Senantiasa terjaga keandalannya.
V - 13
Secara rinci, rencana pengembangan prasarana pada setiap moda transportasi darat diuraikan sebagai berikut:
1. Bidang Lalu Lintas Angkutan Jalan
a. Arah Pengembangan Jaringan Transportasi Jalan Nasional
Untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang terpadu dengan moda transportasi lain perlu ditetapkan jaringan transportasi jalan (JTJ) yang menghubungkan seluruh wilayah tanah air. Dengan ditetapkannya jaringan transportasi jalan akan terwujud keterpaduan baik lalu lintas dan angkutan jalan dengan perkeretaapian, angkutan sungai danau dan penyeberangan yang mempunyai kesamaan wilayah pelayanan di daratan maupun antara lalu lintas dan angkutan jalan dengan moda transportasi laut dan udara yang keseluruhannya ditata dalam pola jaringan transportasi jalan dalam kesatuan sistem transportasi nasional. Jaringan transportasi jalan diwujudkan dengan menetapkan rencana umum jaringan transportasi jalan (RUJTJ). Sebagaimana Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992, rencana umum jaringan transportasi jalan meliputi :
1) Rencana umum jaringan transportasi jalan primer (RUJTJ Primer) adalah
gambaran keadaan jaringan transportasi jalan yang ingin diwujudkan untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan antar kota, lintas batas negara yang terpadu baik intra maupun antar moda transportasi.
Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Primer (RUJTJ Primer) meliputi:
a) Rencana umum transportasi jalan primer nasional, adalah gambaran
keadaan jaringan transportasi jalan seluruh wilayah negara kesatuan Indonesia yang ingin diwujudkan untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan antar kota dan/atau lintas batas negara yang terpadu baik intra maupun antar moda transportasi;
b) Rencana umum transportasi jalan primer provinsi, adalah gambaran
keadaan jaringan transportasi jalan seluruh wilayah negara kesatuan Indonesia yang ingin diwujudkan untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan antar kota dan/atau lintas batas negara yang terpadu baik intra maupun antar moda transportasi;
2) Rencana umum jaringan transportasi jalan sekunder (RUJTJ Sekunder)
adalah gambaran keadaan jaringan transportasi jalan yang ingin diwujudkan untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan lokal baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan yang terpadu baik intra maupun antar moda transportasi.
V - 14
b. Rencana Umum Jaringan Transportasi Nasional
Sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 dan memperhatikan pelaksanaan asas desentralisasi dimana daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota berwenang mengatur dan mengurus kepentingan setempat dan masing-masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hirarkhi satu sama lain termasuk antara lain penyerahan wewenang perhubungan sebagaimana Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, maka masih dipandang perlu untuk melaksanakan kebijaksanaan perencanaan yang bersifat nasional secara makro dalam rangka mengintegrasikan kebijaksanaan perencanaan daerah. Disamping itu perlu memperhatikan arus globalisasi perdagangan yang berjalan cepat, dimana berbagai kerjasama bilateral, regional maupun antar kawasan menuntut dukungan sektor transportasi jalan yang mempunyai standar selaras dengan negara lain. Sebagai tindaklanjut hal tersebut, Pemerintah memandang perlu melaksanakan kebijaksanaan perencanaan nasional dalam penyusunan rencana umum dan perwujudan unsur-unsur jaringan transportasi jalan nasional, meliputi :
1) Rencana Umum Pengembangan Jaringan Jalan Nasional
Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional merupakan rencana kebutuhan ruang lalu lintas yang disusun berdasarkan kebutuhan untuk menampung beban lalu lintas pada jaringan jalan dan lintas penyeberangan pada masa mendatang secara efisien. Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional memuat indikasi tatanan jaringan jalan yang ingin diwujudkan dalam jangka panjang (2020) yang merupakan bagian dari Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Nasional. Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional Jangka Panjang dikembangkan dalam rangka mewujudkan mobilitas lalu lintas dan angkutan jalan secara menerus yang disusun dengan :
a) Memperhatikan hirarkhi simpul-simpul pelayanan yang berwujud kota-
kota, maka rencana pengembangan jaringan jalan diarahkan akan menghubungkan antar ibukota provinsi dan antara ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten;
b) Memperhatikan tata ruang nasional yaitu hirarkhi pusat-pusat pengembangan wilayah nasional, maka rencana pengembangan jaringan jalan diarahkan akan menghubungkan antar kota-kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan nasional (PKN); dan/atau antara kota-kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan nasional (PKN) dengan kota-kota pusat kegiatan wilayah (PKW);
c) Memperhatikan kondisi geografis dan pengembangan wilayah, maka
rencana pengembangan jaringan jalan diarahkan akan membentuk jaringan jalan lintas-lintas utama, khususnya wilayah Pulau Jawa, Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan Pulau Irian Jaya.
V - 15
(1) Jaringan jalan di Pulau Jawa meliputi lintas-lintas :
(a) Jalan lintas utara Jawa : Merak – Cilegon – Serang – Tangerang – Jakarta –Bekasi – Karawang – Cikampek - Lohbener – Palimanan – Cirebon – Brebes – Tegal – Pemalang – Pekalongan – Batang – Kendal – Semarang – Demak – Kudus – Pati – Rembang – Tuban – Lamongan – Gresik – Surabaya – Kamal – Bangkalan – Sampang – Pamekasan - Sumenep.
(b) Jalan lintas tengah Jawa :
Merak – Cilegon – Serang – Pandeglang – Rangkasbitung – Cigelung – Bogor – Sukabumi – Cianjur – Padalarang – Bandung – Nagreg – Ciamis – Banjar – Wangon - Ajibarang – Purwokerto – Sukaraja – Purbalingga – Klampok – Banjarnegara – Wonosobo – Temanggung – Secang – Magelang – Salatiga -Boyolali- Surakarta – Sragen – Ngawi – Nganjuk – Jombang – Mojokerto - Surabaya - Sidoarjo – Gempol - Pasuruan – Probolinggo – Panarukan – Asembagus - Banyuwangi.
(c) Jalan lintas selatan Jawa :
Merak – Cilegon - Simpang Labuhan – Cibaliung - Muara Binuangeun – Simpang – Cikotok - Pelabuhan Ratu - Bagbagan Jampangkulon – Sindangbarang – Cipatujeh - Cimerak – Pangandaran – Sidareja – Jeruklegi – Gumilir – Slarang – Buntu – Gombong – Kebumen – Purworejo – Wates – Yogjakarta – Klaten – Cawas – Wonogiri – Ponorogo – Trenggalek – Tulungagung – Blitar – Kepanjen – Malang – Lumajang – Jember – Gentengkulon - Banyuwangi.
(d) Jalan lintas angkutan perintis Jawa : Cikeusik - Cibareno; Serang – Pasar Sukamaju (Cikaju) – Malimping; Labuan - Panimban – Angsana – Munjul; Merak – Sumur
(2) Jaringan jalan di Pulau Sumatra meliputi lintas-lintas :
(a) Jalan lintas timur Sumatera :
Sabang – BandaAceh – Sigli – Lhoksuemawe – Langsa – Medan – Tebingtinggi - Rantau Prapat Dumai – Pekanbaru – Rengat – Jambi – Palembang - Kayu Agung - Bandar Lampung - Bakauheni.
(b) Jalan lintas tengah Sumatra :
Sabang – BandaAceh – Geumpang – Takengon – Blangkejeren – Kotacane – Kotabuluh – Kabanjahe – Merek – Prapat – Porsea – Tarutung – Sipirok – Bangkinang – Pekanbaru – Payakumbuh – Batusangkar – Sawahlunto – Muarabungo – Bangko – Sarolangun - Lubuk Linggo – Lahat
V - 16
- Muara Enim – Baturaja – Kotabumi - Bandar Lampung - Bakauheni.
(c) Jalan lintas barat Sumatera :
Sabang - Banda Aceh – Meulaboh – Tapaktuan – Sidikalang – Doloksanggul – Barus – Sibolga – Padangsidempuan - Lubuk Sikaping – Bukittinggi – Padangpanjang – Padang – Painan – Bengkulu – Mana – Krui - Kota Agung – Pringsewu - Bandar Lampung – Bakauheni.
(d) Jalan lintas angkutan perintis Sumatera: Terminal Keudah – Darussalam; Terminal Keudah – Lampenerut – Cot Gue; Terminal Keudah – Surin; Terminal Keudah – Batoh; Terminal Keudah – Syiah Kuala; Banda Aceh – Takengon – Blang Kejereng; Meulaboh – Tapaktuan – Singkil; Meulaboh – Alue Peunyaring – Jeuram; Terminal Alam Barajo – Sungai Bahar(Tanjung Lebar); Bangko – Pamenang – Jelatan – TTKDA; Jambi – Petaling; Bangko – Tanah Garau; Terminal Alam Barajo – Muara Tebo – Kuamang Kuning; Terminal Alam Barajo – Sungai Bahar – Johor (PT. ASIATIC); Bangko – Air Jenih; Pagar Duo – Kampung; Terminal Sungai Hitam – Kampung; Betungan (Bengkulu) - Muko-Muko; Betungan (Bengkulu) – Muara Aman; Bengkulu – Mana; Pangkal Pinang – Sadai; Pangkal Pinang – Belinyu; Pangkal Pinang – Batu Betumpang; Pangkal Pinang – Tj.RU; Pangkal Pinang – P. Besar; Pangkal Pinang – Baki; Pangkal Pinang – Manggar; Tj. Pandan – Tj. Ru; Tj. Ru – Manggar; Pangkal Pinang – Tepus; Tanjung Pinang – Tanjung Rias; Rajabasa – Kemiling – THR Bumi Kedaton – Lempasing – Hanura; Rajabasa – Tanjung Seneng – Jatimulyo – Metro Kibang – Metro – Mojopati; Rajabasa – Branti – Gedong Tataan; Metro – Labuan
(3) Jaringan jalan di Pulau Kalimantan meliputi lintas-lintas :
(a) Jalan lintas selatan Kalimantan : Longbawa – Longberang – Tanjungselor – Tanjungredep - Simp.Perdau – Samarinda – Balikpapan – Kuaro – Tanjung – Barabai – Kandangan – Rantau – Martapura – Banjarbaru – Banjarmasin – KualaKapuas – Pulangpisau – Palangkaraya – Kasongan – Purdu – Kotabesi – Pangkalanbun – Kudangan – Nangatayap – Tayan – Pontianak – Mempawah – Singkawang – Sambas - Merbau.
(b) Jalan lintas tengah Kalimantan :
Longbawa – Longberang – Malinau – Tanjungselor – Tanjungredep - Simp.Perdau – Samarinda – Tenggarong –Muarateweh – Kualakurun – Tumbangjutuh – Nangapinoh – Tabelian – Sanggau – Sosok – Asjungan – Mempawah – Singkawang – Sambas - Merbau.
V - 17
(c) Jalan lintas utara Kalimantan :
Longberang – Longbawah - Kembang janggutuluh - Tumbang Kunyi – Putusibau – Sintang – Sosok – Asjungan – Mempawah – Singkawang – Sambas - Merbau.
(d) Jalan lintas angkutan perintis Kalimantan:
Pontianak – Tayan – Ketapang; Kasongan – Buntut Bali; Banjarmasin – Banjarbaru (Lingkar Selatan); Banjarmasin – Tanah Grogot; Paringin Halong; Samarinda – Bongan; Samarinda – Lebak Cilong – Muara Pahu; Samarinda – Bentingan Besar; Samarinda – Muara Muntai.
(4) Jaringan jalan di Pulau Sulawesi maliputi lintas-lintas :
(a) Jalan lintas utara-barat Sulawesi : Bitung – Manado – Kwandang - Toli-Toli – Besi – Tambu –
Palu – Donggala – Surumana – Kaluku – Mamuju – Majene – Pinrang - Pare-Pare – Barru - Pankajene K – Maros - Ujungpandang.
(b) Jalan lintas utara-tengah Sulawesi : Bitung – Manado – Kwandang - Toli-Toli – Besi – Tambu –
Palu – Tidantene – Wotu - Palopo – Anabanua – Sengkang – Watampone – Sinjai – Bulukumba – Bantaeng - Jeneponto – Sungsuminasa - Ujungpandang.
(c) Jalan lintas selatan-timur Sulawesi : Bitung – Manado – Gorontalo – Mepamga – Kasimbar –
Tobali – Poso – Balingara – Luwuk – Rata – Tempire – Tidantane – Wotu – Kolaka - Una Aha - Kendari.
(d) Jalan lintas angkutan perintis Sulawesi: Manado – Ratatotok – Molobog; Manado – Molibagu –
Pinolosian; Tahuna – Tamako – Pananaru – Laine – Peta – Kendage; Tuminting – Palaes – Maliambaong – Munte – Likupang – Pinenek; Manado – Tondano – Kema – Bitung; Manado – Tungoi – Matalibaru; Manado – Lola – Labuan Uki; Palu – Poso – Napu; Tonusu – Tentena – Gintu; Palu – Kolonedale – Matano; Amapana – Dataran Bulan; Toili – Baturube; Kolonedale – Nuha; Buol – Paleleh; Gorontalo – Tolinggula Ulu – Papualangi; Gorontalo – Marisa – Malango; Gorontalo – Biluhu Tengah – Liomata; Gorontalo – Malibagu; Terminal 42 – Bongopini –Suwawa – Wongkaditi; Gorontalo – Parungi – Lakeya – Mohiyolo; Terminal 42 – Bubaa; Terminal 42 – wonosari (Daerah KTM); Kendari – Benua; Kendari – Lamonae; Kendari – Sumber Sari; Kendari – Mawasangka; Kendari – Tondasi; Kendari – Bungku; Kendari – Buah Pinang; Mamuju – Mamasa; Mamuju – Pasang Kayu; Mamuju
V - 18
– Kalumpang; Mamuju – Tomo; Mamuju – Tobadak; Mamuju – A.T.M.
(5) Jaringan jalan di Pulau Maluku meliputi lintas-lintas :
Jalan lintas angkutan perintis di P. Maluku : Sidangoli – Kao – Toliwang; Tobelo – Trans – Togoliua; Tobelo – Trans Toliwang; Tobelo – Jailolo – Trans Goal; Sofifi – Weda – Wairoro; Sofifi – Trans Subaim; Daruda – Sangowo – Bere-bere; Ambon – Waisala; Ambon – Kawa/Masika; Ambon – Tehoru; Namela – Km.18; Namela – Hilat; Namela – Teluk Bara; Ambon – Pasanea (Gale-Gale); Piru – Luhu; Namlea - Wamlana.
(6) Jaringan jalan di Pulau Irian Jaya meliputi lintas-lintas :
(a) Jalan lintas utara Irian Jaya:
Sorong – Manokwari – Nabire – Napan – Waren – Barapasi – Damao – Ampawar – Sarmi – Demta – Sentani – Jayapura
(b) Jalan lintas tengah Irian Jaya :
Sorong – Manokwari – Nabire – Wamena – Tangon – Jayapura – Merauke.
(c) Jalan lintas selatan Irian Jaya : Sorong – Manokwari – Nabire – Enarotali – Tembagapura – Akimuga – Sewerma – Ageta - Pirimapun – Oboa – Bodo – Senomere – Okabe - Merauke.
(d) Jalan lintas angkutan perintis Irian Jaya :
Sorong – Aimas II Sp.IV; Sorong – Ketapop; Sorong – Arar; Manokwari – Warmare; Manokwari – Sp. IX; Manokwari – Sp. II – Sp.IV; Manokwari – Masni; Manokwari – Momiwaren; Jayapura – Nimbrokran; Jayapura – Skow/Perbatasan; Jayapura – Sentani – Depapre; Jayapura – Arso; Jayapura – Bonggo; Jayapura – Demta; Nabire – Keradiri Dalam; Nabire – Sambusa; Nabire – Lagare Sp.IV; Biak – Wardo; Biak – Bosnik; Biak – Korem; Serui – Ariepi; Serui – Wadapi; Serui – Kota; Terminal Merauke – Kokab; Terminal Merauke – Sota; Kuprik – Pasar Kurik; Kuprik – Jagebob 8; Kuprik – Jagebob 2; Timika – Pigafu; Timika – Mauni; Timika – Miyoko.
d) Memperhatikan kebutuhan lalu lintas dan angkutan, maka rencana
umum jaringan jalan nasional diarahkan akan ditetapkan sebagai jaringan jalan dengan kelas jalan sekurangkurangnya jalan kelas II.
V - 19
2) Rencana Umum Pengembangan Terminal Transportasi Jalan Nasional
Rencana Umum Pengembangan Terminal Transportasi Jalan Nasional merupakan rencana kebutuhan lokasi simpul yang disusun berdasarkan perkiraan beban yang harus ditampung oleh terminal, keterpaduan intra dan antar moda transportasi serta efisiensi angkutan. Rencana Umum Terminal Transportasi Jalan Nasional Jangka Panjang dikembangkan dalam rangka mendukung pengembangan tata ruang nasional sebagai bagian dari Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Nasional, yang disusun dengan: a) Memperhatikan rencana umum jaringan jalan nasional, maka rencana
umum penetapan terminal transportasi jalan diarahkan sebagai simpul-simpul yang akan menghubungkan antar ruas-ruas jalan nasional dan/atau jaringan jalan lintas-lintas utama;
b) Memperhatikan tata ruang nasional yaitu hirarkhi pusat-pusat pengembangan wilayah nasional, maka rencana umum terminal transportasi jalan diarahkan akan ditetapkan sesuai hirarkhi kota-kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan nasional (PKN) dan kota-kota sebagai pusat kegiatan wilayah (PKW);
c) Memperhatikan jaringan pelayanan, maka rencana umum terminal transportasi jalan diarahkan akan ditetapkan sebagai terminal asal dan tujuan, serta persinggahan dari jaringan trayek nasional untuk pelayanan angkutan orang dan jaringan lintas nasional untuk pelayanan angkutan barang;
d) Memperhatikan jaringan prasarana, maka rencana umum terminal transportasi jalan diarahkan akan ditetapkan sebagai terminal yang terletak pada jaringan jalan nasional dengan kelas jalan sekurang-kurangnya jalan kelas II.
c. Rencana Umum Jaringan Pelayanan Nasional
Rencana Umum Nasional Jaringan Pelayanan merupakan rencana kebutuhan pelayan angkutan yang disusun berdasarkan perkiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal dan tujuan perjalanan, yang meliputi :
1) Rencana Umum Jaringan trayek nasional
Rencana Umum Jaringan Trayek Nasional adalah kumpulan trayek-trayek yang menjadi satu jaringan pelayanan angkutan orang ditingkat nasional yang disusun dengan :
a) Memperhatikan tata ruang nasional yaitu hirarkhi pusat-pusat
pengembangan wilayah nasional, maka rencana umum jaringan trayek nasional diarahkan akan menghubungkan antar kota-kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan nasional (PKN), dan/atau antara kota-kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan nasional
V - 20
(PKN) dengan kota-kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan wilayah (PKW), dan/atau antar kota-kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan wilayah (PKW);
b) Memperhatikan rencana umum terminal transportasi jalan, maka
rencana umum jaringan trayek nasional diarahkan akan menghubungkan kota-kota yang merupakan lokasi terminal penumpang tipe A;
c) Memperhatikan jaringan prasarana, maka rencana umum jaringan
trayek nasional diarahkan akan melalui jaringan jalan nasional dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas II.
d) Memperhatikan hirarkhi trayek menurut peranan yaitu tingkat
hubungan antar simpul atau antar pusat kegiatan, maka rencana umum jaringan trayek nasional diarahkan meliputi :
(1) trayek nasional utama, yaitu trayek yang menghubungkan antar kota-kota sebagai pusat kegiatan nasional (PKN);
(2) trayek nasional cabang, yaitu trayek yang menghubungkan antara kota-kota sebagai pusat kegiatan nasional dengan kota-kota sebagai pusat kegiatan wilayah (PKW);
(3) trayek nasional ranting, yaitu trayek yang menghubungkan antar kota-kota sebagai pusat kegiatan wilayah (PKW).
2) Rencana Umum Jaringan Lintas nasional
Rencana Umum Jaringan Lintas Nasional adalah kumpulan lintas-lintas yang menjadi satu jaringan pelayanan angkutan barang ditingkat nasional yang disusun dengan :
a). Memperhatikan tata ruang nasional yaitu hirarkhi pusat-pusat
pengembangan wilayah nasional, maka rencana umum jaringan lintas nasional diarahkan akan menghubungkan antara lokasi simpul-simpul utama (pelabuhan laut utama, bandara pusat penyebaran primer, terminal barang utama) dengan kota-kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan nasional (PKN) atau kota-kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan wilayah (PKW);
b). Memperhatikan rencana umum terminal transportasi jalan, maka rencana umum jaringan lintas nasional diarahkan akan menghubungkan antar simpul-simpul transportasi utama;
c). Memperhatikan jaringan prasarana, maka rencana umum jaringan lintas nasional diarahkan akan melalui jaringan jalan nasional dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas II;
d). Memperhatikan peruntukannya, maka rencana umum jaringan trayek nasional diarahkan meliputi : (1) Jaringan lintas angkutan peti kemas adalah kumpulan lintas-lintas
yang menjadi satu jaringan pelayanan angkutan peti kemas; (2) Jaringan lintas angkutan alat berat adalah kumpulan lintas-lintas
yang menjadi satu jaringan pelayanan angkutan alat berat; (3) Jaringan lintas angkutan bahan berbahaya adalah kumpulan
V - 21
lintas-lintas yang menjadi satu jaringan pelayanan angkutan bahan berbahaya.
2. Bidang Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan
a. Pengembangan Angkutan Penyeberangan Nasional
Pengembangan penyeberangan diusulkan mengkuti pola berikut :
1) Poros memanjang: meliputi poros Utara, Tengah dan Selatan yang menghubungkan pulau-pulau arah Timur dan Barat.
Untuk mendukung struktur ruang nasional yang telah ditetapkan dalam RTWN maka pengembangan jaringan penyeberangan dititik beratkan pada jaringan transportasi penyeberangan lintas Utara dari Sabang sampai Jayapura melalui : Balohan-Ulee Lheue, Mengkapan-Kp.Balak (Selat Panjang)-TB.Karimun-Tj.Pinang-Anambas-Natuna-Sintete (Kalbar), Ancam-Tarakan-Tolitoli, Bitung/Likupang-Bastiong (Ternate)-Rum-Sofifi, Patani-Sorong, Manokwari-Numfor-Mokmer (Biak)-Saubeba, Kabuena-Waren. Jaringan transportasi lintas tengah dari Palembang (Tj.Apiapi)-Tj.Kalian(Muntok), Sadai-Tj.Ru, Manggar-Ketapang (Kalbar), Dari Kalimantan Selatan melalui : Batulicin-Garongkong, Bajoe-Kolaka, Torobulu-Tampo, Wara-Baubau, Kamaru-Wanci, Dari Kalimantan Timur melalui : Kariangau-Taipa, Luwuk-Salakan-Banggai-Taliabu-Mangole-Sanana-Teluk Bara(P.Buruh), Namlea-Ambon, Hunimua-Waipirit, Wahai-Fakfak (Papu Barat).
Jaringan transportasi penyeberangan lintas selatan dari Sabang sampai Merauke melalui : Balohan-Ulee Lheue, Bakauheni-Merak, Ketapang-Gilimanuk, Padangbai-Lembar, Kayangan-Pototano, Sape-Lab.Bajo, Larantuka-Waiwerang-Lewoleba-Balauring-Baranusa-Kalabahi, Ilwaki-Kisar-Lakor-Tepa-Adaut-Saumlaki-Larat-Tual-Dobo-Benjina-Timika-Pomako-Agats-Bade-Merauke.
2) Penghubung poros: lintas penyeberangan jarak jauh yang menghubungkan
pulau-pulau utama Utara – Selatan.
Lintas penyeberangan penghubung poros merupakan lintas penghubung simpul aktivitas ekonomi yang terdapat sepanjang poros.
Lintas penghubung poros yang diidentifikasikan dapat dikembangkan diantaranya : Lamongan-Garongkong, Lamongan-Bahaur, Kendal-Kumai, Patumbukan-Marapokot.
3) Poros internasional: Lintas penyeberangan antara Indonesia dengan
negara-negara tetangga untuk mendukung kerjasama regional dan kutub-kutub pertumbuhan. Untuk mendukung kerjasama regional dan kutub-kutub pertumbuhan, diidentifikasikan lintas penyeberangan yang perlu dikembangkan antara Indonesia dengan negara-negara tetangga yaitu Kupang (NTT) - Darwin, Belawan (Sumut)-Penang, Marampit (Sulut)-General Santos, Dumai (Riau)-Malaka.
V - 22
b. Arah Pengembangan Angkutan Penyeberangan
Strategi Pengembangan Lintas: Pengembangan angkutan penyeberangan di Indonesia ditujukan untuk : a). Membentuk struktur jaringan jalan yang utuh pada suatu gugus pulau; b). Menghubungkan daerah produksi dengan pusat pengumpul dan pemasaran; c). Memberikan kemudahan akses bagi pemerintah dan masyarakat untuk
melaksanakan fungsi-fungsi sosial, administrasi, pertahanan keamanan; d). Sebagai mode angkutan alternatif; e). Merangsang pertumbuhan daerah-daerah terisolir.
Pelayaran ferry dapat diklasifikasikan menurut beberapa kriteria: (1) Berdasarkan Karakter Fungsional
(a) Natural Route : Rute yang menghubungkan dua ibu kota provinsi. (b) Regional Trunk Route: Rute yang menghubungkan dua tempat dimana
salah satunya adalah ibu kota provinsi. (c) Regional Route: Rute yang tidak mempunyai hubungan langsung
dengan ibu kota provinsi.
(2) Berdasarkan Karakteristik Geografis : (a) Inter-Regional Route : Rute yang menghubungkan dua pulau utama dan
cenderung merupakan rute "Long-Haul" (b) Inter-Island Route: Rute yang menhubungkan pulau -pulau dalam satu
regioan. (c) Island- Route: Rute yang menghubugnkan lokasi-lokasi di dalam suatu
daratan, misalnya penyeberangan danau, penyeberangan sungai, (d) Short-Cut Route: Rute yang merupakan perpendekan dari angkutan jalan
raya. (3) Berdasarkan besarnya Demand :
(a) High Demand Route: Rute dengan 6 trips/hari dalam satuan kapal 300-500 GRT.
(b) Medium Demand Route: Rute dengan 2-6 trips / hari dalam satuan kapal 300-500 GRT.
(c) iii. Low Demand Route: Rute lebih kecil dari 2 trips/hari dalam satuan kapal 300-500 GRT.
(4) Berdasarkan Operasi Kapal Penyeberangan : (a) Sangat pendek ( jarak operasi < 5 mil ) (b) Pendek ( jarak operasi > 5 < 25 mil ) (c) Jauh (jarak operasi > 25 < 150 mil ) (d) Sangat Jauh. ( jarak operasi > 150 mil
c. Rencana Pembangunan Dermaga
Pembangunan dermaga baru akan dipertimbangkan apabila: (1) Tidak tersedianya dermaga di daerah rencana lokasi; (2) Dermaga yang sudah ada tidak sesuai dengan kapal yang dioperasikan;
V - 23
(3) Dermaga yang sudah ada tidak mencukupi kebutuhan bongkar-muat, arus barang dan penumpang yang ada pada saat ini;
(4) Dermaga yang sudah ada rusak dan tidak dapat dimanfaatkan lagi atau membahayakan kapal yang sandar di dermaga.
Penilaian lokasi pelabuhan harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: (1) Tatanan kepelabuhan nasional; (2) Kelayakan teknis dengan memperhatikan kondisi geografi, hidrooceanografi
dan topografi; (3) Aksesibilitas terhadap hinterland untuk kelancaran distribusi dan industri; (4) Fasilitas pendukung (listrik, air bersih, telpon); Keterpaduan intra dan antar moda transportasi.
3. Bidang Transportasi Perkotaan
a. Arah Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan Yang Terpadu Menyusun norma, standar, pedoman dan kriteria (NSPK) dibidang
transportasi perkotaan Mendorong penyusunan rencana transportasi perkotaan yang terintegrasi
dengan rencana tata ruang pada kota kecil dan kota sedang
Menyusun rencana transportasi perkotaan yang terintegrasi dengan rencana tata ruang pada kota besar, raya dan aglomerasi
Pengembangan dan penyusunan sistem informasi manajemen transportasi perkotaan
b. Rencana Umum Penataan Angkutan dan Lalu Lintas di Kawasan
Perkotaan Untuk kota-kota raya dan kota besar didorong untuk menyediakan angkutan
umum massal berbasis jalan (BRT).
Untuk kota-kota raya dan kota besar yang memiliki bandara internasional dan belum dilayani oleh angkutan bandara, pelabuhan dan stasiun maka prasarana tersebut dikembangkan/diberdayakan/direvitalisasi, untuk dapat dilayani oleh angkutan pemadu moda.
Untuk kota-kota raya pengendalian dan pengaturan lalu lintas perlu didukung dengan penerapan Inteligent Transport System (ITS).
Untuk kota-kota sedang dan besar, pengendalian dan pengaturan lalu lintas perlu didukung dengan penerapan Sistem APILL Terkoordinasi (ATCS).
Untuk Kota/Kabupaten seluruh Indonesia, harus dikembangkan penggunaan sarana angkutan umum yang ramah lingkungan dan fasilitas lalu lintas yang hemat energi.
Di wilayah perkotaan harus disediakan fasilitas-fasilitas khusus untuk pejalan kaki dan kendaraan tidak bermotor.
4. Bidang Keselamatan Transportasi Darat
Arah Kebijakan Direktorat Keselamatan Transportasi Darat dari tahun 2010 s/d 2014 masih mengacu pada rencana umum keselamatan Transportasi jalan dengan sasaran sebagai berikut : a. Memperkuat koordinasi dan penanganan keselamatan transportasi darat
V - 24
b. Menciptakan masyarakat yang sadar dan menghargai keselamatan melalui pendidikan
c. Perencanaan dan Evaluasi kinerja manajemen Keselamatan d. Meningkatka ketertiban dan keselamatan dalam berlalu lintas e. Menciptakan sistem penjaminan resiko keselamatan yang berkeadilan dan
sumber pendanaan keselamatan f. meminimalisir resiko ancaman dari devisiensi keselamatan melalui pendekatan
rekayasa modern g. megupayakan perlindungan bagi kelompok pengguna moda transportasi darat
yang lebih berkeselamatan h. membangun sistem tanggap darurat yang mudah diakses dan responsip. Secara umum program jangka panjang transportasi darat terdiri dari 5(lima) program besar yang bersifat pundamental dan member dukungan terhadap program-program lain yaitu : a. Peningkatan fungsi dan peran pendidikan/Edukasi dalam menciptakan
masyarakat yang sadar dan mengahargai keselamatan. b. Pengembangan sistem data dan infomasi kecelakaan c. perkuatan penegakan peraturan berlalu lintas. d. Kerja sama pendanaan berbagi program keselamatan dan penjaminan resiko
keselamatan e. Mendorong penggunaan moda yang lebih berkeselamatan
II. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DARAT
a. Mendorong penggunaan angkutan massal untuk menggantikan
kendaraan pribadi di perkotaan sebagai pelaksanaan pembatasan kendaraan pribadi.
1) Mengembangkan pelayanan angkutan umum massal untuk memberikan
pelayanan yang terbaik bagi masyarakat dan mampu berkompetisi dengan kendaraan pribadi.
2) Mendukung program penggunaan angkutan umum dan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi.
3) Membina dan mendorong perusahaan angkutan umum sehingga menjadi perusahaan yang sehat secara finansial dan mantap secara operasional didukung dengan manajemen yang kuat.
4) Menyusun standar sistem pemberian ijin kepada calon operator dengan sistem tender untuk menjaring calon operator potensial.
5) Memberikan kesempatan yang sama kepada swasta untuk ikut serta dalam persaingan penyediaan layanan transportasi darat.
6) Membuat bentuk-bentuk kerjasama pemerintah dan swasta dalam pengembangan angkutan umum.
b. Mendorong penyusunan standar kompetensi untuk SDM transportasi
darat (pemangku kebijakan, operator)
1) Mendorong dan memfasilitasi pendidikan profesi untuk SDM transportasi darat 2) Memberdayakan asosiasi profesi untuk SDM transportasi darat
V - 25
3) Menjalin kerjasama dengan institusi pendidikan dalam rangka penyusunan standar kompetensi
c. Mendorong penggunaan teknologi dalam pengembangan transportasi
darat 1) Melakukan penelitian dan pengembangan teknologi untuk mengantisipasi
wilayah rawan bencana; 2) Melakukan penilaian terhadap berbagai pilihan teknologi; 3) Melakukan inventarisasi dan promosi teknologi lokal (indigenous technology)
yang tepat dengan cara kerjasama dengan pemerintah daerah; 4) Melakukan kerjasama dengan institusi pendidikan dalam rangka
pengembangan teknologi; 5) Melakukan inovasi teknologi transportasi darat, termasuk bekerja sama
dengan institusi penyedia jasa Research and Development; 6) Mengembangkan teknologi untuk pemantauan, pengaturan dan
pengendalian dan informasi untuk lalu lintas dan angkutan umum (smart card, ITS, navigasi, alat survey, ATCS dll)
7) Mengembangkan prototype dan produksi kendaraan ramah lingkungan 8) Mengembangkan teknologi sumber daya alternative untuk fasilitas lalu
lintas dan angkutan umum.
d. Mendorong daerah untuk menyusun perencanaan transportasi darat yang sinergis dengan rencana transportasi nasional sehingga mampu mengatasi permasalahan transportasi didaerahnya
1) Melakukan sosialisasi rencana transportasi nasional ke daerah-daerah untuk
dapat disesuaikan dengan kebijakan perencanaan transportasi darat di daerah 2) Menyusun panduan/pedoman perencanaan transportasi darat sebagai
pegangan bagi daerah dalam perencanaan transportasi daerah 3) Mendorong dan memfasilitasi terbentuknya forum kerjasama antar daerah
dalam rangka perencanaan transportasi regional. 4) Memberikan bimbingan teknis dan bantuan teknis kepada daerah dalam
penyusunan rencana transportasi darat.
e. Mendorong dan memfasilitasi perubahan dalam industri transportasi darat menuju sistem tender trayek;
1) Melaksanakan proses pengadaan yang adil dan transparan, melakukan
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pengadaaan barang/jasa (tender trayek);
2) Peningkatan kompetensi penyelenggara proses pengadaan; 3) Menciptakan perlindungan hak dari pihak-pihak yang melakukan proses
transaksi; 4) Mendorong kemudahan investasi usaha dan peningkatan peran pemerintah
daerah dalam pengaturan dan pengawasan untuk keseimbangan dari struktur industri dan struktur pasar;
f. Menyusun regulasi yang memberikan kepastian dan ketetapan hukum
tata niaga transportasi.
V - 26
1) Bekerjasama dengan institusi pendidikan dalam menyusun kajian penyiapan regulasi tata niaga transportasi.
2) Mensosialisasikan regulasi tata niaga transportasi ke seluruh daerah. 3) Meningkatkan kompetensi SDM perangkat dan aparat hukum sehingga
mampu menegakkan kepastian & Ketetapan hukum.
G. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
1. Arah Kebijakan Pembangunan Lalu Lintas Angkutan Jalan
Arah Kebijakan Pembangunan Lalu Lintas Angkutan Jalan dalam periode 5 (lima) tahun ke depan (tahun 2010 – 2014) adalah : a. Meningkatkan kondisi pelayanan prasarana jalan melalui penanganan muatan lebih
secara komprehensif, dan melibatkan berbagai instansi terkait. b. Meningkatkan keselamatan lalu lintas jalan secara komprehensif dan terpadu dari
berbagai aspek (pencegahan, pembinaan dan penegakan hukum, penanganan dampak kecelakaan dan daerah rawan kecelakaan, sistem informasi kecelakaan lalu lintas dan kelaikan sarana, serta ijin pengemudi di jalan).
c. Meningkatkan kelancaran pelayanan angkutan jalan secara terpadu: (1) penataan sistem jaringan dan terminal; (2) manajemen lalu lintas; (3) pemasangan fasilitas dan rambu jalan; (4) penegakan hukum dan disiplin di jalan; (5) mendorong efisiensi transportasi barang dan penumpang di jalan melalui deregulasi pungutan dan retribusi di jalan, penataan jaringan dan ijin trayek; (6) kerjasama antar lembaga pemerintah (pusat dan daerah).
d. Meningkatkan aksesibilitas pelayanan kepada masyarakat diantaranya melalui penyediaan pelayanan angkutan perintis pada daerah terpencil.
e. Meningkatkan kinerja peraturan dan kelembagaan melalui: 1) Penataan sistem transportasi jalan sejalan dengan sistem transportasi nasional
dan wilayah (lokal); diantaranya melalui penyusunan RUJTJ (Rancangan Umum Jaringan Transportasi Jalan) meliputi penataan simpul, ruang kegiatan, ruang lalu lintas serta penataan pola distribusi nasional sesuai dengan rencana kelas jalan;
2) Melanjutkan revisi Undang-undang Nomor 14 tahun 1992 tentang lalu lintas angkutan jalan dan peraturan pelaksanaannya;
3) Peningkatan pembinaan teknis transportasi di daerah, sejalan dengan desentralisasi dan otonomi daerah, dibuat sistem standar pelayanan minimal dan standar teknis di bidang LLAJ serta skema untuk peningkatan pelaksanaan pengendalian dan pengawasan LLAJ di daerah;
4) Meningkatkan peran serta, investasi swasta dan masyarakat dalam penyelenggaraan transportasi jalan dengan menciptakan iklim kompetisi yang sehat dan transparan dalam penyelenggaraan transportasi, serta pembinaan terhadap operator dan pengusaha di bidang LLAJ;
f. Meningkatkan profesionalisme SDM (petugas, disiplin operator dan pengguna di jalan), meningkatkan kemampuan manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta pembinaan teknis tentang pelayanan operasional transportasi.
g. Mendukung pengembangan transportasi yang berkelanjutan, terutama penggunaan transportasi umum massal di perkotaan yang padat dan yang terjangkau dan efisien, berbasis masyarakat dan terpadu dengan pengembangan wilayahnya.
V - 27
2. Arah Kebijakan Pembangunan Lalu Lintas Angkutan Sungai Danau &
Penyeberangan Arah kebijakan pembangunan angkutan Sungai, Danau dan Penyebeangan (SDP) periode 5 (lima) tahun ke depan (tahun 2010 – 2014) adalah : a. Memperbaiki keselamatan dan kualitas pelayanan prasarana dan sarana serta
pengelolaan angkutan ASDP; b. Meningkatkan kelancaran dan kapasitas pelayanan di lintas yang telah jenuh
dan memperbaiki tatanan pelayanan angkutan antarmoda dan kesinambungan transportasi darat yang terputus di dalam pulau (sungai dan danau) dan antarpulau dengan pelayanan point to point; sejalan dengan sistem transportasi nasional dan wilayah (lokal). Arah pengembangan jaringan pelayanan ASDP diarahkan untuk pencapaian arah pengembangan jaringan Sistranas jangka panjang adalah:
1) Jawa dan Madura diarahkan untuk mendukung pariwisata dan
angkutan lokal pada lintas: penyeberangan antarprovinsi antarpulau seperti Merak-Bakauheni,
Jakarta-Pangkal Pinang, Semarang-Banjarmasin, Lamongan-Balikpapan, Lamongan -Makasar-
Takalar dan Ketapang- Gilimanuk. Selain itu, dilanjutkan pengembangan lintas
penyeberangan antar kab/kota. 2) Bali dan Nusa Tenggara diarahkan untuk kegiatan transportasi
lokal dalam menunjang: pariwisata di danau Bedugul, Batur dan Kelimutu; lintas
penyeberangan antarnegara seperti Kupang-Dili, dan rencana kajian untuk Kupang-Darwin, serta lintas
penyeberangan antarprovinsi antarpulau menuju pulau Jawa dan pulau Sulawesi.
Pengembangan lintas penyeberangan antarkabupaten/kota diperlukan keterpaduan
antarmoda dan dikembangkan sesuai dengan tingkat perkembangan permintaan pada jaringan
transportasi jalan.
3) Kalimantan diarahkan pada pengembangan jaringan transportasi sungai untuk menjangkau: seluruh daerah pedalaman dan terpencil yang didominasi oleh
perairan yang tersebar luas; jaringan transportasi penyeberangan pada lintas antarprovinsi dan
antarpulau terutama dengan pulau Sulawesi seperti Balikpapan-Mamuju, Nunukan-Manado,
serta dengan pulau Jawa dan Sumatera, dan perencanaan lintas internasional Tarakan-Nunukan-Tawao.
4) Sulawesi diarahkan pada pengembangan jaringan transportasi penyeberangan dengan perioritas tinggi di danau Tempe, danau Towuti dan danau Matano; serta pada lintas penyeberangan dalam provinsi dan antarprovinsi.
V - 28
5) Maluku dan Papua diarahkan untuk meningkatkan lintas antar
provinsi dan antar kepulauan dalam provinsi. c. Meningkatkan aksesibilitas pelayanan ASDP: (1) mengembangkan angkutan
sungai terutama di wilayah Kalimantan, Sumatera dan Papua yang telah memiliki sungai cukup besar; (2) mengembangkan angkutan danau untuk menunjang program wisata; (3) meningkatkan pelayanan penyeberangan sebagai penghubung jalur jalan yang terputus di perairan, terutama pada lintasan ASDP di Sabuk Selatan (Sumatera-Jawa-Bali-NTB-NTT).
d. Mendorong peran serta pemda dan swasta dalam penyelenggaraan ASDP;
mendorong penyelesaian revisi UU Nomor 21 tahun 1992 tentang Pelayaran serta peraturan pelaksanaanya; melaksanakan restrukturisasi BUMN dan kelembagaan dalam moda ASDP, agar tercapai efisiensi, transparansi serta meningkatkan peran swasta dalam bidang ASDP.
3. Arah Kebijakan Pembangunan Transportasi Perkotaan a. Terciptanya sistem transportasi perkotaan yang terintegrasi dengan tata
ruang: 1) Menyusun norma, standar, pedoman dan kriteria (NSPK) jaringan transportasi
perkotaan 2) Menyusun rencana umum transportasi perkotaan di wilayah perkotaan 3) Pengembangan dan penyusunan sistem informasi manajemen transportasi
perkotaan 4) Sosialisasi, publikasi dan koordinasi penyelenggaraan transportasi perkotaan
b. Peningkatan peran angkutan umum perkotaan:
1) Menyusun norma, standar, pedoman dan kriteria (NSPK) angkutan perkotaan 2) Menyusun norma, standar, pedoman dan kriteria (NSPK) angkutan pemadu
moda 3) Menyusun norma, standar, pedoman dan kriteria (NSPK) angkutan tidak dalam
trayek 4) Menyusun norma, standar, pedoman dan kriteria (NSPK) angkutan barang di
wilayah perkotaan 5) Pengembangan angkutan umum massal berbasis jalan di wilayah perkotaan 6) Bimbingan teknis, Evaluasi dan monitoring penyelenggaraan angkutan umum di
wilayah perkotaan (Dalam trayek dan tidak dalam trayek) 7) Bantuan teknis penyelenggaraan angkutan pemadu moda pada Bandara-
bandara Internasional, Pelabuhan dan Stasiun dan Kota-kota Percontohan 8) Bantuan teknis penyelenggaraan angkutan pelajar/mahasiswa/perintis kota
pada kabupaten/kota/perguruan tinggi seluruh Indonesia
c. Peningkatan kelancaran dan kenyamanan lalu lintas perkotaan: 1) Menyusun norma, standar, pedoman dan kriteria (NSPK) lalu lintas perkotaan 2) Penyelenggaraan manajemen dan rekayasa lalu lintas di jalan nasional pada
kawasan perkotaan
V - 29
3) Penerapan Sistem APILL Terkoordinasi (ATCS) pada kota sedang, kota besar, kota metropolitan, ibukota provinsi dan kota percontohan
4) Penerapan teknologi untuk kepentingan lalu lintas 5) Penerapan Fasilitas Lalu Lintas Perkotaan yang Hemat Energi 6) Penerapan kawasan percontohan tertib penyelenggaraan lalu lintas perkotaan 7) Bimbingan teknis, Evaluasi dan monitoring penyelenggaraan manajemen dan
rekayasa lalu lintas perkotaan
d. Peningkatan transportasi perkotaan berkelanjutan yang ramah lingkungan: 1) Menyusun rencana umum Pemberian bimbingan teknis tentang
penyelenggaraan transportasi berwawasan lingkungan dan penanganan dampak transportasi di kawasan perkotaan
2) Penyelenggaraan analisis dampak lalu lintas di jalan nasional di wilayah perkotaan
3) Penerapan diversifikasi energi ramah lingkungan untuk angkutan umum di wilayah perkotaan :
4) Bimbingan teknis, evaluasi dan monitoring penyelenggaraan andal lalu lintas di jalan nasional di wilayah perkotaan
5) Bimbingan teknis, evaluasi dan monitoring Penanganan Dampak Transportasi dan Penggunaan Energi Ramah Lingkungan di Wilayah Perkotaan
4. Arah Kebijakan Pembangunan Keselamatan Transportasi Darat a. Penyusunan Revisi UU 14/1992 dan Penyiapan peraturan pendukungnya; b. Pembentukan Dewan Keselamatan Transportasi Jalan (DKTJ) pusat dan daerah; c. Revisi dan penetapan cetak biru Keselamatan jalan; d. Penggalian sumber-sumber pendanaan untuk mendukung keselamatan
transportasi darat; e. Pembangunan Sistem Informasi Keselamatan (SIK); f. Promosi dan Kemitraan ( Pendidikan dan pelatihan, penghargaan dan sanksi)
terhadap penyelenggaraan keselamatan transportasi darat.
H. PROGRAM PEMBANGUNAN Program pembangunan transportasi darat tahun 2010-2014 bertujuan untuk mendukung pengembangan transportasi darat yang lancar, terpadu, aman dan nyaman, sehingga mampu meningkatkan efisiensi pergerakan orang dan barang, memperkecil kesenjangan pelayanan angkutan antar wilayah serta mendorong ekonomi nasional. 1. Program Pengembangan Transportasi Darat
Kebijakan-kebijakan yang telah disusun dengan baik mempertimbangkan semua aspek yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembangunan transportasi darat harus ditindak-lanjuti oleh program-program yang lebih detail. Diharapkan dengan perumusan program-program yang lebih detail lebih mudah diimplementasikan di lapangan dan hasilnya lebih berdaya guna. Dibawah ini disampaikan program-program yang merupakan tindak lanjut dari kebijakan yang telah disusun sebelumnya, dan telah diklasifikasikan untuk masing-masing direktorat.
V - 30
Rencana program transportasi jalan disusun sebagai tindak lanjut dari kebijakan yang telah disusun sebelumnya dengan mendasarkan pada visi-misi dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Program penting yang memerlukan perhatian dan komitmen dari berbagai pihak yang terkait adalah program penetapan koridor keselamatan nasional untuk transportasi jalan, dimana pada koridor tersebut telah terdapat komitmen pemerintah untuk memberikan jaminan keselamatan yang tinggi bagi pengguna jalan (masyarakat pengguna jalan). Konsekuensi yang harus dijalankan pemerintah adalah, pemerintah harus memenuhi seluruh standar yang akan dapat mempengaruhi keselamatan perjalanan, seperti standar geometrik, standar alinemen vertikal dan horisontal, sehingga dapat menjamin tingkat keselamatan penggunaan prasarana jalan.
Tabel 5.1 Rencana Program Transportasi Jalan
Misi Tujuan Kebijakan Program Sistem
Pelayanan
Transportasi Darat
yang aman, selamat
dan mampu menjangkau
masyarakat
dan wilayah
Indonesia
Peningkatan
keamanan dan
keselamatan pelayanan
transportasi darat
Terwujudnya keamanan dan
keselamatan menggunakan
prasarana transportasi jalan
Penetapan koridor
keselamatan nasional untuk
transportasi jalan
Pemenuhan
kebutuhan
prasarana dan sarana transportasi darat
yang menjangkau masyarakat dan
wilayah Indonesia
Terwujudnya penyelenggaraan
transportasi jalan yang mampu
menjangkau masyarakat dan wilayah Indonesia
Menjamin aksesibilitas
jaringan nasional
Transportasi darat
yang berkualitas,
berdaya saing dan
berkelanjutan
Perusahaan dan operator/penyedia
jasa di transportasi darat
yang memiliki kualitas
prima di
dalam manajemen produksi:
process, capacity, inventory, workforce’s, dan
quality
Penetapan persyaratan operator penyedia jasa
transportasi darat, baik dari sisi kemampuan
keuangan, administrasi dan Sumber Daya
Manusia perusahaan
Pengaturan batas bawah kemampuan
operator/penyedia jasa transportasi jalan, untuk
menjamin kualitas pelayanan yang dihasilkan
Meningkatkan daya
saing pelayanan transportasi jalan
sehingga mampu
berkompetisi dengan moda lainnya
Terwujudnya kehandalan,
efektivitas dan kelancaran pergerakan lalu lintas
pada ruas-ruas jalan di
Indonesia.
Penerapan manajemen
lalulintas untuk meningkatkan kelancaran pergerakan
lalulintas
Pertumbuhan pembangunan
transportasi darat
yang merata dan berkelanjutan
Pengurangan dampak negatif transportasi jalan pada
lingkungan
Mengurangi polusi akibat aktivitas transportasi di jalan
Nasional
Tata niaga dan industri
transportasi
darat yang transparan dan
Peningkatan perkembangan
tata niaga yang
menjamin hak–hak pemangku
Pemberlakuan sistem buy the service untuk transportasi
jalan dan sistem tender
Pengelolaan perijinan dengan sistem tender
Pelaksanaan sistem
jaminan mutu pada pelayanan transportasi
V - 31
Misi Tujuan Kebijakan Program akuntabel kepentingan yang
berkeadilan
jalan
Perencanaan rute yang terintegrasi dengan moda
lain
Peningkatan kualitas SDM yang
profesional di bidang LLAJ.
Penyusunan standar
kompetensi SDM transportasi jalan
Perkuatan industri transportasi darat
yang bertata-kelola
usaha yang baik
Penguatan regulasi dan penetapan perijinan usaha
Mendorong riset dan pengembangan pengusahaan
transportasi jalan
Prasarana dan
sarana transportasi
darat yang
terintegrasi dengan
moda lainnya
Terciptanya
pembangunan transportasi jalan
yang terintegrasi
dengan moda lainnya
Terwujudnya pelayanan
angkutan jalan yang terpadu dan terjangkau lapisan
masyarakat.
- Penyusunan konsep
integrasi pelayanan dan operasi angkutan umum
- Koordinasi Pengintegrasian
dengan pemangku kebijakan moda lain
- Integrasi prasarana transportasi darat
Rencana program transportasi sungai, danau dan penyeberangan disiapkan untuk mengakomodasi rencana pengembangan transportasi sungai, danau dan penyeberangan yang ditujukan untuk angkutan barang dan menyambung angkutan jalan yang terputus oleh perairan. Program yang direncanakan adalah penerapan standar keselamatan dan keamanan penyelenggaraan angkutan, perencanaan jaringan, penyusunan dan penetapan standar pelayanan dan tata operasi, pengembangan sarana-prasarana, penyusunan standar kompetensi operator dan rencana integrasi dengan moda lain. Uraian lebih lengkap dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 5.2
Rencana Program Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan
Misi Tujuan Kebijakan Program
Sistem
Pelayanan Transportasi
Darat
yang aman, selamat
dan mampu menjangkau
masyarakat dan wilayah
Indonesia
Peningkatan keamanan dan keselamatan
pelayanan transportasi darat
Memberikan rasa aman, selamat
dan nyaman dalam penyelenggaraan transportasi
sungai, danau dan
penyeberangan.
Penerapan standar keselamatan dan keamanan
transportasi sungai, danau dan penyeberangan
Pemenuhan kebutuhan
prasarana dan sarana
transportasi darat yang menjangkau masyarakat
dan wilayah Indonesia
Menciptakan aksesibiltas yang tinggi dengan transportasi
sungai, danau dan
penyeberangan.
Perencanaan jaringan sungai, danau dan
penyeberangan dan fasilitas
penunjangnya
V - 32
Misi Tujuan Kebijakan Program
Transportasi
darat yang berkualitas,
berdaya saing dan
berkelanjutan
Perusahaan dan
operator/
penyedia jasa di transportasi
darat yang memiliki kualitas prima di dalam
manajemen produksi: process, capacity, inventory, workforce’s, dan
quality
Mewujudkan perusahaan dan
operator/penyedia jasa
transportasi sungai, danau dan penyeberangan
yang berkualitas prima
Penyusunan dan penetapan standar pelayanan dan tata
cara operasi sungai, danau dan penyeberangan.
Meningkatkan daya
saing
pelayanan transportasi darat
sehingga mampu berkompetisi dengan
moda
lainnya
Mewujudkan kualitas pelayanan
transportasi sungai, danau dan penyeberangan sesuai dengan
standar
pelayanan
Penerapan dan penegakan standar pelayanan pada
transportasi sungai, danau dan penyeberangan
Pertumbuhan
pembangunan transportasi darat yang
merata dan
berkelanjutan
Minimalisasi dampak negatif
operasiona sungai, danau dan
penyeberangan
terhadap lingkungan
Pengembangan sarana
prasarana transportasi sungai, danau dan
penyeberangan yang ramah
lingkungan
Tata niaga dan industri
transportasi darat yang
transparan dan akuntabel
Peningkatan
perkembangan tata niaga yang
menjamin
hak–hak pemangku kepentingan yang
berkeadilan
Terwujudnya kesempatan kepada BUMN, pengusaha
swasta untuk berperan serta dalam pelayanan angkutan
sungai, danau dan penyeberangan
Menciptakan lingkungan yang
kondusif bagi pengembangan angkutan sungai, danau dan
penyeberangan
Misi tujuan Kebijakan
Program
Perkuatan industri
transportasi darat yang
bertata-kelola usaha yang baik
Menciptakan iklim kondusif
pengusahaan transportasi
sungai, danau dan penyeberangan.
Menyusun standar
kompetensi pengusahaan
transportasi sungai, danau dan penyeberangan
Prasarana dan sarana
transportasi
darat yang terintegrasi
dengan moda lainnya
Terciptanya
pembangunan transportasi jalan yang
terintegrasi dengan moda
lainnya
Menciptakan aksesibilitas
maksimum dengan integrasi intermoda
Perencanaan integrasi
intermoda
Transportasi perkotaan memiliki kompleksitas yang tinggi, di mana berbagai moda saling berinteraksi untuk melayani kebutuhan mobilitas di perkotaan. Permasalahan etika berlalulintas, kualitas pelayanan angkutan umum dan integrasi intermoda merupakan agenda besar yang harus diselesaikan dengan rencana program transportasi perkotaan. Rencana program untuk transportasi perkotaan diuraikan pada Tabel 5.3.
V - 33
Tabel 5.3 Rencana Program Transportasi Perkotaan
Misi Tujuan Kebijakan Program
Sistem
pelayanan transportasi
darat yang aman,
selamat, dan mampu
menjangkau
masyarakat dan wilayah
Indonesia
Peningkatan keamanan
dan keselamatan pelayanan
transportasi darat
Peningkatan disiplin berlalulintas Pembelajaran etika
berlalu lintas
Pemenuhan kebutuhan
prasarana dan sarana
transportasi darat yang menjangkau
masyarakat dan wilayah Indonesia
Mengembangkan angkutan umum
yang mampu menjangkau seluruh
kawasan perkotaan dan mampu melayani seluruh lapisan
Peningkatan kualitas
pelayanan angkutan
umum
Transportasi darat yang
berkualitas, berdaya saing
dan berkelanjutan
Perusahaan dan operator/penyedia jasa di
transportasi darat yang Memiliki kualitas prima di
dalam manajemen produksi: process, capacity, inventory, workforce’s, dan Quality
Mensyaratkan batas kemampuan perusahaan operator/penyedia jasa
minimal yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan angkutan umum
- Penerapan persyaratan
perusahaan dari sisi administrasi,
keuangan dan sumber daya manusia
- Mengkondisikan
multioperator dalam penyelenggaraan
angkutan KA untuk kompetisi
Meningkatkan daya saing
pelayanan transportasi darat sehingga mampu
berkompetisi dengan moda lainnya
Meningkatkan pelayanan angkutan
umum
Memberikan insentif
untuk penggunaan angkutan umum
dan disinsentif untuk penggunaan
kendaraan
pribadi
Pertumbuhan
pembangunan transportasi
darat yang merata dan
berkelanjutan
Mengurangi dampak negatif
transportasi terhadap lingkungan
Penerapan
transportasi ramah lingkungan
Tata niaga dan
industri
transportasi darat
yang transparan dan akuntabel
Peningkatan
perkembangan
tata niaga yang menjamin hak-hak pemangku
kepentingan yang berkeadilan
Terwujudnya landasan hukum yang
kukuh dan komprehensif dalam
penyelenggaraan transportasi perkotaan.
Perencanaan rute
transportasi kota
secara terintegrasi
Perkuatan industri
transportasi darat yang bertata-kelola usaha yang
baik
Keberpihakan pada angkutan umum Peningkatan kualitas
pelayanan angkutan umum
V - 34
Misi Tujuan Kebijakan Program
Prasarana dan
sarana
transportasi darat yang
terintegrasi dengan
moda lainnya
Terciptanya
pembangunan
transportasi darat yang terintegrasi dengan moda
lainnya
Integrasi antar moda transportasi
perkotaan
Penyusunan konsep
integrasi pelayanan
dan operasi angkutan perkotaan
2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Transportasi Darat
Transportasi secara umum berfungsi sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, dan pemersatu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Infrastruktur transportasi mencakup transportasi jalan, angkutan sungai, danau dan penyeberangan. Pada umumnya infrastruktur transportasi mengemban fungsi pelayanan publik dan misi pembangunan nasional. Di sisi lain transportasi juga berkembang sebagai industri jasa. Pembangunan transportasi, diarahkan untuk mendukung perwujudan Indonesia yang lebih sejahtera dan sejalan dengan perwujudan Indonesia yang aman dan damai serta adil dan demokratis.
Untuk mendukung perwujudan kesejahteraan masyarakat, maka fungsi pelayanan umum transportasi adalah melalui penyediaan jasa transportasi guna mendorong pemerataan pembangunan, melayani kebutuhan masyarakat luas dengan harga terjangkau baik di perkotaan maupun perdesaan, mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah pedalaman dan terpencil, serta untuk melancarkan mobilitas distribusi barang dan jasa dan mendorong pertumbuhan sektor-sektor ekonomi nasional.
Oleh sebab itu pembangunan transportasi diarahkan untuk meningkatkan pelayanan jasa transportasi secara efisien, andal, berkualitas, aman dan dengan harga terjangkau. Selain itu perlu dikembangkan pembangunan sistem transportasi nasional (Sistranas) untuk mencapai keterpaduan secara intermoda dan keterpaduan dengan sistem tata ruang nasional, pembangunan wilayah dan berkelanjutan; serta terciptanya sistem distribusi nasional, regional dan internasional yang mampu memberikan pelayanan dan manfaat bagi masyarakat luas, termasuk meningkatkan jaringan transportasi antara desa-kota dan daerah produksi-pemasaran serta memadai.
Selain itu, fungsi pembangunan infrastruktur transportasi juga diarahkan untuk dapat mendukung perwujudan Indonesia yang aman dan damai, terutama dengan semakin banyaknya permasalahan sosial politik yang timbul di beberapa wilayah konflik dan wilayah perbatasan, diperlukan tindakan pencegahan dan pemecahan segera. Ketersediaan prasarana dan sarana transportasi diperlukan di wilayah konflik dan wilayah perbatasan serta wilayah terisolasi, untuk mendorong kelancaran mobilitas barang dan orang serta mempercepat pengembangan wilayah dan mempererat hubungan antarwilayah NKRI. Sejalan dengan perwujudan Indonesia yang adil dan demokratis, maka peranan transportasi diperlukan untuk menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan. Transportasi antarwilayah akan membuka peluang terjadinya perdagangan antarwilayah dan mengurangi perbedaan harga antarwilayah, serta meningkatkan mobilitas tenaga kerja sehingga mengurangi konsentrasi keahlian dan keterampilan pada beberapa wilayah. Dengan adanya pemerataan keterampilan dan
V - 35
keahlian, maupun biaya antarwilayah, dapat mendorong terciptanya kesamaan kesempatan pembangunan wilayah. Pemerataan pelayanan transportasi secara adil dan demokratis juga diarahkan agar setiap lapisan masyarakat bisa mendapatkan kebutuhan pelayanan jasa transportasi secara mudah dan terjangkau.
Secara umum, kendala yang dihadapi sektor transportasi meliputi aspek kapasitas, kondisi, jumlah dan kuantitas prasarana dan sarana fisik; kelembagaan dan peraturan; sumber daya manusia; teknologi; pendanaan/investasi; serta manajemen, operasi dan pemeliharaan.
Sehingga sasaran umum pembangunan transportasi dalam lima tahun mendatang adalah: a. Meningkatnya kondisi dan kualitas prasarana dan sarana dengan menurunkan tingkat
backlog pemeliharaan; b. Meningkatnya jumlah dan kualitas pelayanan transportasi, terutama keselamatan
transportasi nasional; c. Meningkatnya kualitas pelayanan transportasi yang berkesinambungan dan ramah
lingkungan, serta sesuai dengan standar pelayanan yang dipersyaratkan; d. Meningkatnya mobilitas dan distribusi nasional dan wilayah; e. Meningkatnya pemerataan dan keadilan pelayanan transportasi baik antar wilayah
maupun antar golongan masyarakat di perkotaan, perdesaan, maupun daerah terpencil dan perbatasan;
f. Meningkatnya akuntabilitas pelayanan transportasi melalui pemantapan sistem transportasi nasional, wilayah dan lokal; dan
g. Khusus untuk daerah yang terkena bencana nasional akan dilakukan program rehabilitasi sarana dan prasarana transportasi dan pembinaan sumber daya manusia yang terpadu dengan program-program sektor-sektor lainnya dan rencana pengembangan wilayah.
Untuk mencapai sasaran tersebut, maka kebijakan umum pembangunan transportasi adalah: a. Kebijakan pembangunan prasarana dan sarana transportasi; b. Kebijakan untuk meningkatkan keselamatan transportasi nasional secara terpadu; c. Kebijakan untuk meningkatkan mobilitas dan distribusi nasional; d. Kebijakan pembangunan transportasi yang berkelanjutan; e. Kebijakan pembangunan transportasi terpadu yang berbasis pengembangan wilayah; f. Kebijakan peningkatan data dan informasi serta pengembangan audit prasarana dan
sarana transportasi nasional; g. Kebijakan membangun dan memantapkan terwujudnya sistem transportasi nasional,
wilayah dan lokal secara bertahap dan terpadu; h. Kebijakan untuk melanjutkan restrukturisasi kelembagaan dan peraturan perundangan
transportasi dan peraturan pelaksanaannya; i. Kebijakan untuk mendorong pengembangan industri jasa transportasi yang bersifat
komersial di daerah yang telah berkembang dengan melibatkan peran serta swasta dan masyarakat dan meningkatkan pembinaan pelaku transportasi nasional; dan
j. Kebijakan pemulihan jalur distribusi dan mobilisasi di wilayah-wilayah yang terkena dampak bencana nasional secara terpadu.
V - 36
Dalam lima tahun ke depan (tahun 2010 – 2014) Direktorat Jenderal Perhubungan Darat melalui Program Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transportasi Darat melaksanakan kegiatan pembangunan yang meliputi : 1) Kegiatan Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat 2) Pembangunan dan Pengelolaan Prasarana dan Fasilitas Lalu Lintas Angkutan Jalan 3) Pembangunan Sarana dan Prasarana Transportasi SDP dan Pengelolaan Prasarana
Lalu Lintas SDP; 4) Pembinaan dan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan; 5) Manajemen dan Peningkatan Keselamatan Transportasi Darat.
I. INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)
1) Jumlah konsumsi energi tak tergantikan oleh angkutan umum sektor transportasi darat
2) Jumlah produksi emisi gas buang dari sub sektor transportasi darat 3) Prosentase peningkatan kontribusi transportasi darat terhadap PDRB 4) Kejadiankecelakaan lalu lintas jalan dan SDP yang terkait dengan kewenangan Ditjen
Hubdat 5) Prosentase terpenuhinya frekuensi pelayanan pada lintas penyeberangan utama 6) Prosentase kinerja pelayanan AKAP 7) Jumlah lokasi yang memanfaatkan sarana transportasi darat berteknologi efisien dan
ramah lingkungan 8) Jumlah prasarana transportasi jalan yang memanfaatkaan teknologi efisien dan
ramah lingkungan di jalan nasional 9) Jumlah pembangunan kenavigasian untuk angkutan sungai danau penyeberangan
yang memanfaatkan teknologi ramah lingkungan 10) Jumlah Kota yang menerapkan ATCS dalam pelaksanaan Manajemen rekayasa Lalu
Lintas 11) Jumlah kota yang memanfaatkan angkutan massal untuk pelayanan angkutan
perkotaan 12) Jumlah trayek keperintisan angkutan jalan 13) Jumlah trayek AKAP 14) Jumlah lintas penyeberangan perintis 15) Jumlah lintas penyeberangan komersial 16) Jumlah produksi angkutan penyeberangan 17) Jumlah penumpang angkutan umum pada pelayanan angkutan lebaran 18) Jumlah penumpang angkutan umum pada pelayanan angkutan natal dan tahun baru 19) Jumlah kapasitas penumpang angkutan umum massal di perkotaan 20) Prosentase penyelenggaraan operasional prasarana LLAJ yang memenuhi SPM 21) Prosentase sarana pelayanan AKAP yang memenuhi SPM Prosentase sarana
pelayanan AKAP yang memenuhi SPM 22) Prosentase pemenuhan standar operasional pelabuhan penyeberangan 23) Prosentase kapal penyeberangan yang memenuhi SPM 24) Nilai AKIP Ditjen Perhubungan Darat 25) Tingkat penyerapan anggaran Ditjen Perhubungan Darat 26) Nilai aset Ditjen Perhubungan Darat yang berhasil diinventarisasi 27) Jumlah pemberian sertifikat dan kualifikasi teknis petugas operasional 28) Jumlah Pegawai yang sudah memiliki sertifikat
V - 37
29) Jumlah kerjasama dengan Pemda/swasta di bidang transportasi darat 30) Jumlah tersusunnya peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaannya
J. STRATEGI NASIONAL PEMBANGUNAN DAERAH TERISOLIR/TERTINGGAL DAN
KAWASAN PERBATASAN
1. Definisi
Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal (Stranas PDT) adalah acuan berbagai pihak (staholders) baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat dalam melaksanakan pembangunan daerah tertinggal. Stranas PDT mengatur pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan yang adil, demokratis, terbuka, partisipatif, dan terintegrasi.
Daerah tertinggal adalah daerah Kabupaten yang relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional, dan berpenduduk yang relatif tertinggal. Unit terkecil daerah tertinggal adalah wilayah administrasi Kabupaten, sesuai dengan kewenangan otonomi daerah yang secara penuh diberikan kepada pemerintah Kabupaten.
Penetapan kriteria daerah tertinggal dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan pada perhitungan 6 (enam) kriteria dasar yaitu : perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas dan karakteristik daerah, serta berdasarkan kabupaten yang berada di daerah perbatasan antarnegara dan gugusan pulau-pulau kecil, daerah rawan bencana, dan daerah rawan konflik. Berdasarkan pendekatan tersebut, maka ditetapkan 199 kabupaten yang dikategorikan kabupaten tertinggal.
V - 38
Tabel 5.4 Daftar Daerah Tertinggal di 6 Provinsi Lokasi Studi
No. Provinsi Kabupaten 1 Sumatera Selatan 1. Musi Rawas
2. Banyuasin 3. OKU Selatan
4. Ogan Ilir 5. OKI 6. Lahat
2 Jawa Timur 1. Sampang 2. Pacitan 3. Bangkalan 4. Pamekasan
5. Trenggalek 6. Bondowoso 7. Madiun 8. Situbondo
3 NTT 1. Alor 2. Sumba Barat 3. Timor Tengah Selatan 4. Lembata 5. Kupang 6. Sumba Timur 7. Rote Ndao 8. Sikka
9. Belu 10. Timor Tengah Utara 11. Manggarai 12. Manggarai Barat 13. Flores Timur 14. Ende 15. Ngada
4 Sulawesi Tenggara 1. Wakatobi 2. Bombana 3. Konawe 4. Kolaka Utara
5. Buton 6. Konawe Selatan 7. Kolaka 8. Muna
5 Kalimantan Tengah 1. Seruyan 2. Sukamara 3. Katingan 4. Barito Selatan
5. Gunung Mas 6. Lamandau 7. Pulau Pisang
6 Papua 1. Puncak Jaya 2. Yahukimo 3. Asmat 4. Pegunungan Bintang 5. Paniai 6. Nabire 7. Tolikara 8. Mappi 9. Jayawijaya 10. Waropen
11. Boven Digoel 12. Biak Numfor 13. Yapen Waropen 14. Sarmi 15. Supiori 16. Keerom 17. Jayapura 18. Merauke 19. Mimika
Sumber : Kepmenneg PDT No. 001/KEP/M-PDT/I/2005
2. Faktor-Faktor Penyebab
Suatu daerah dikategorikan sebagai daerah tertinggal, karena beberapa faktor penyebab, antara lain : a. Geografis. Umumnya secara geografis daerah tertinggal relatif sulit dijangkau
karena letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir, dan pulau-pulau terpencil atau karena faktor geomorfologis lainnya sehingga sulit dijangkau oleh jaringan baik transportasi maupun media komunikasi.
V - 39
b. Sumberdaya Alam. Beberapa daerah tertinggal tidak memiliki potensi sumberdaya alam, daerah yang memiliki sumberdaya alam yang besar namun lingkungan sekitarnya merupakan daerah yang dilindungi atau tidak dapat dieksploitasi, dan daerah tertinggal akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan.
c. Sumberdaya Manusia. Pada umumnya masyarakat di daerah tertinggal mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang relatif rendah serta kelembagaan adat yang belum berkembang.
d. Prasarana dan Sarana. Keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi, transportasi, air bersih, irigasi, kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lainnya yang menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal tersebut mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.
e. Daerah Rawan Bencana dan Konflik Sosial. Seringnya suatu daerah mengalami bencana alam dan konflik sosial dapat menyebabkan terganggunya kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi.
f. Kebijakan Pembangunan. Suatu daerah menjadi tertinggal dapat disebabkan oleh beberapa kebijakan yang tidak tepat seperti kurang memihak pada pembangunan daerah tertinggal, kesalahan pendekatan dan prioritas pembangunan, serta tidak dilibatkannya kelembagaan masyarakat adat dalam perencanaan dan pembangunan.
Sebaran daerah tertinggal secara geografis digolongkan menjadi beberapa kelompok, antara lain: a. Daerah yang terletak di wilayah pedalaman, tepi hutan, dan pegunungan yang
pada umumnya tidak atau belum memiliki akses ke daerah lain yang relatif lebih maju;
b. Daerah yang terletak di pulau-pulau kecil, gugusan pulau yang berpenduduk dan memiliki kesulitan akses ke daerah lain yang lebih maju;
c. Daerah yang secara administratif sebagian atau seluruhnya terletak di perbatasan antarnegara baik batas darat maupun laut;
d. Daerah yang terletak di wilayah rawan bencana alam baik gempa, longsor, gunung api, maupun banjir.
e. Daerah yang sebagian besar wilayahnya berupa pesisir.
3. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Visi pembangunan daerah tertinggal adalah : Terwujudnya daerah tertinggal sebagai daerah yang maju dan setaraf dengan daerah lain di Indonesia. Untuk mewujudkan visi di atas, misi pembangunan daerah tertinggal adalah : a. Mengembangkan perekonomian lokal melalui pemanfaatan sumberdaya lokal
(sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan kelembagaan) dan partisipasi semua pemangku kepentingan (stakeholders) yang ada;
b. Memberdayakan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan dan kesehatan, penciptaan lapangan kerja; peningkatan akses modal usaha, teknologi, pasar dan informasi;
c. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat d. Memutus keterisolasian daerah tertinggal melalui peningkatan sarana dan
prasarana komunikasi dan transportasi, sehingga memiliki keterkaitan dengan daerah lainnya
V - 40
e. Mengembangkan daerah perbatasan sebagai beranda depan Negara Kesatuan RI melalui pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis sumber daya alam dan pengembangan sektor-sektor unggulan.
f. Mempercepat rehabilitasi dan pemulihan daerah–daerah pasca bencana alam dan pasca konflik serta mitigasi bencana.
Pembangunan daerah tertinggal bertujuan untuk memberdayakan masyarakat yang terbelakang agar terpenuhi hak dasarnya, sehingga dapat menjalankan aktivitas untuk berperan aktif dalam pembangunan yang setara dengan masyarakat Indonesia lainnya. Berdasarkan tahapan pembangunan, maka sasaran pembangunan daerah tertinggal terbagi dalam sasaran jangka menengah (2009) dan sasaran jangka panjang (2024). Sasaran jangka menengah tahun 2009 adalah : a. Berkurangnya jumlah daerah tertinggal sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan; b. Menurunnya indeks kemiskinan di daerah tertinggal melalui peningkatan
partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan potensi sumberdaya lokal. c. Berkurangnya daerah yang terisolasi secara fisik (transportasi dan komunikasi)
pada daerah tertinggal secara signifikan; d. Meningkatnya laju pendapatan penduduk di daerah tertinggal lebih besar dari laju
pendapatan penduduk di daerah maju; e. Tercapainya rehabilitasi dan pemulihan pembangunan di daerah pasca konflik dan
bencana alam.
Sasaran sampai dengan tahun 2024 adalah : a. Berkurangnya isu kesenjangan antardaerah b. Munculnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi pada daerah yang saat ini
dikategorikan tertinggal; c. Hilangnya daerah yang terisolasi secara fisik (transportasi dan komunikasi); d. Berkurangnya kesenjangan sosial dan ekonomi antara daerah tertinggal dengan
daerah lain. e. Meningkatnya pendapatan per kapita penduduk di daerah tertinggal mendekati
pendapatan per kapita nasional.
4. Kebijakan Umum, Strategi dan Program Prioritas Untuk mempercepat pembangunan daerah tertinggal ditetapkan kebijakan umum berupa: (1) pemihakan; (2) percepatan; dan (3) pemberdayaan masyarakat di daerah tertinggal. Strategi pembangunan daerah tertinggal disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah. Strategi dimaksud meliputi: a. Pengembangan ekonomi lokal, strategi ini diarahkan untuk mengembangkan
ekonomi daerah tertinggal dengan didasarkan pada pendayagunaan potensi sumberdaya lokal (sumberdaya manusia, sumberdaya kelembagaan, serta sumberdaya fisik) yang dimiliki masing-masing daerah, oleh pemerintah dan masyarakat, melalui pemerintah daerah maupun kelompok-kelompok kelembagaan berbasis masyarakat yang ada.
b. Pemberdayaan Masyarakat, strategi ini diarahkan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan sosial, budaya, ekonomi, dan politik
V - 41
c. Perluasan Kesempatan, strategi ini diarahkan untuk membuka keterisolasian daerah tertinggal agar mempunyai keterkaitan dengan daerah maju
d. Peningkatan Kapasitas, strategi ini diarahkan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia pemerintah dan masyarakat di daerah tertinggal.
e. Peningkatan Mitigasi, Rehabilitasi dan Peningkatan, strategi ini diarahkan untuk mengurangi resiko dan memulihkan dampak kerusakan yang diakibatkan oleh konflik dan bencana alam serta berbagai aspek dalam wilayah perbatasan.
Program prioritas yang diarahkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi oleh semua daerah tertinggal. a. Program Pengembangan Ekonomi Lokal b. Program Pemberdayaan Masyarakat c. Program Pengembangan Prasarana Dan Sarana; meliputi: (1) Pengembangan
sarana dan prasarana sosial dasar, terutama bidang pendidikan dan kesehatan; (2) Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana ekonomi antara lain melalui skim USO (Universal Service Obligation) untuk telekomunikasi, keperintisan untuk transportasi, dan listrik masuk desa; (3) Menyerasikan sistem transportasi di daerah tertinggal ke dalam satu kesatuan sistem yang terpadu dengan daerah maju; (4) Memperluas jaringan informasi dan teknologi; dan (5) Mengembangkan prasarana perdesaan khususnya prasarana pertanian dan transportasi penghubung dengan kawasan perkotaan.
d. Program Pencegahan Dan Rehabilitasi Bencana e. Program Pengembangan Daerah Perbatasan
5. MoU Antara Menteri Negara PDT dan Menteri Perhubungan Tentang
Pembangunan Infrastruktur di Daerah Tertinggal
MoU ini ditandatangani pada 28 Maret 2006 dengan maksud dan tujuan untuk: a. Meningkatkan koordinasi perencanaan percepatan pembangunan infrastruktur
transportasi di daerah tertinggal; b. Melaksanakan pembangunan infrastruktur di daerah tertinggal secara baik dan
tepat sasaran; c. Melaksanakan monitoring dan evaluasi pembangunan terhadap infrastruktur
tranportasi di daerah tertinggal.
Ada 3 (tiga) hal yang harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh Dephub dan Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) dalam pembangunan infrastruktur daerah tertinggal, yaitu : a. Melakukan fungsi koordinasi untuk menyamakan pemahaman yang ada
terkait daerah tertinggal. Selama ini daerah tertinggal identik dengan kawasan timur Indonesia sudah tidak relevan, karena di kawasan barat Indonesia yang dianggap sudah maju infrastrukturnya, masih dijumpai daerah-daerah dengan kategori tertinggal. Oleh karena itu program Dephub yang terkait dengan membuka keterisolasian, pelaksanaan PSO dan pembangunan keperintisan akan sangat efektif apabila dilakukan koordinasi untuk memetakan daerah-daerah yang menjadi prioritas mengingat dana yang terbatas.
b. Melakukan pembangunan dari skala prioritas yang telah ditetapkan. Pembangunan tersebut merupakan tindak lanjut yang perlu terus dimonitor karena dalam pembangunan infrastruktur akan ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kesepakatan.
V - 42
c. Melakukan monitoring sistem. Dengan dilakukan monitoring oleh Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal akan diketahui output atau Key Performance Indicator (KPI) berupa kemiskinan daerah tersebut yang akan semakin meningkat atau menurun dengan telah dilakukan pembangunan infrastruktur.
RENCANA STRATEGI TAHUN 2009-2014
PEMBANGUNAN DERMAGA PENYEBERANGAN
PEMBANGUNAN DERMAGA PENYEBERANGAN
ANTAR NEGARA
1. PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
a. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Wonreli ( Lintas Wonreli – Dili)
2. PROPINSI RIAU
a. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Dumai ( Lintas Dumai – Malaka)
3. PROPINSI NAD
a. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Lhokseumawe ( Lintas Lhokseumawe
– Penang)
PEMBANGUNAN DERMAGA PENYEBERANGAN
DI KEPULAUAN TERLUAR INDONESIA
1. PROPINSI SULAWESI UTARA
a. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Miangas
b. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Marore
2. PROPINSI KALIMANTAN TIMUR
a. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Sebatik
3. PROPINSI KALIMANTAN BARAT
a. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Sintete
b. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Sungai Sumpit – Cireme di Paloh
4. PROPINSI KEPULAUAN RIAU
a. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Natuna
b. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Matak
c. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Anambas
5. PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
a. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Sabu
b. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Rote
6. PROPINSI MALUKU
a. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Lakor
b. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Leti
c. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Moa
7. PROPINSI SUMATERA BARAT
a. Peningkatan Dermaga Penyeberangan Sikakap
8. PROPINSI SUMATERA UTARA
a. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Teluk Dalam
RENCANA STRATEGIS PEMBANGUNAN PELABUHAN PENYEBERANGAN
DARI SABANG SAMPAI DENGAN NUSA TENGGARA TIMUR
UNTUK MENDUKUNG JALUR UTAMA LOGISTIK
N
O
LINTAS
PEYEBERANGAN Posisi s/d tahun 2009 KEBUTUHAN 2010 -20014
1. Balohan – Ulee
Lheue
Prov NAD
- 1 pasang dermaga
- 2 unit kapal penyeberangan
Usulan dari dishub kota untuk Ulee Lheue
Penggantian electric tackle menjadi hidrolik
Rp. 1.000.000.000,-
2. Bakauheni - Merak - 4 pasang dermaga (D1, D2,
D3, D4)
- 1 unit sedang dibangun
(D5)
- 33 unit kapal
penyeberangan
Lanjutan: 1. Pembangunan dermaga (D5) Merak
2. Pembangunan dermaga (D5) Bakauheni
3. Pembangunan breakwater di Merak
Peningkatan Kapasitas 1. Pembangunan 2 unit kapal penyeberangan 5000 GT
2. Pembangunan elevated side ramp dan gangway
dermaga IV dan dermaga V di Merak dan Bakauheni
3. Pembangunan dermaga (D6) merak
4. Pembangunan dermaga (D6) Bakauheni
5. Pembangunan Breakwater di Bakauheni
Alternatif Merak – Bakauheni (rencana Margagiri –
Ketapang) 1. Pembangunan dermaga di sisi pulau jawa
2. Pembangunan dermaga di sisi pulau sumatera
Rp. 7.000.000.000,-
Rp. 25.000.000.000,-
Rp. 135.000.000.000,-
Rp. 400.000.000.000,-
Rp. 60.000.000.000,-
Rp. 70.000.000.000,-
Rp. 70.000.000.000,-
Rp. 150.000.000.000,-
Rp. 70.000.000.000,-
Rp. 70.000.000.000,-
-
4. Ketapang - Gilimanuk - 3 pasang dermaga + fasilitas
sandar beaching (untuk
kapal LCT)
- 15 unit kapal
penyeberangan ro-ro dan 9
unit kapal LCT
1. Peningkatan satu pasang dermaga pontoon menjadi
dermaga movable bridge
2. Penambahan satu pasang dermaga MB 1500 GT
3. Penambahan kapal penyeberangan 1500 GT
Rp. 80.000.000.000,-
Rp. 80.000.000.000,-
Rp. 50.000.000.000,-
5. Padang bai – Lembar Padangbai: - 1 dermaga MB
- Sedang dibangun 1 dermaga
MB
Lembar: - 2 dermaga MB + 1 dermaga
plengsengan
- 17 unit kapal
penyeberangan
1. Pembangunan lanjutan dermaga D2 Padangbai
2. Pembangunan Breakwater Padangbai
3. Penambahan satu pasang dermaga di Padangbai dan
Lembar kapasitas 3000 GT
4. Penambahan kapal penyeberangan 3000 GT
Rp. 15.000.000.000,-
Rp. 75.000.000.000.-
Rp. 100.000.000.000,-
Rp. 75.000.000.000,-
6. Kayangan – Pototano - 2 pasang dermaga
- 12 unit kapal
penyeberangan
Belum diperlukan penambahan dermaga -
7. Sape – Waikelo - 1 pasang dermaga
- 1 unit kapal penyeberangan
1. Belum diperlukan penambahan dermaga
2. Lanjutan pembangunan breakwater di Waikelo
3. Penambahan kapal penyeberangan 600 GT
-
Rp. 25.000.000.000,-
Rp. 30.000.000.000,-
8. Waingapu - Sabu Waingapu: - 1 dermaga MB
Sabu : - Sedang dibangun 1 Dermaga
- 1 unit kapal penyeberangan
1. Belum diperlukan penambahan dermaga
2. Lanjutan pembangunan dermaga di Sabu -
Rp. 30.000.000.000,-
9. Sabu - Kupang
(Bolok)
Sabu : - Sedang dibangun 1 Dermaga
Bolok: - 2 dermaga
-
-
10. Sape – Labuhan Bajo - 1 pasang dermaga
- 1 unit kapal penyeberangan
1. Belum diperlukan penambahan dermaga
2. Penambahan kapal penyeberangan 600 GT
-
Rp. 30.000.000.000,-
11. Larantuka –
Weiwerang (P.
Adonara)
Larantuka: - 1 dermaga MB
- 1 unit kapal penyeberangan
Diusulkan pembangunan dermaga di Weiwerang. RP. 30.000.000.000,-
12. Weiwerang –
Lewoleba
- Sedang di bangun dermaga
di Lewoleba
- 1 unit kapal penyeberangan
Lanjutan Pembangunan di Lewoleba Rp. 16.000.000.000,-
13. Balauring – Kabir
- Menggunakan fasilitas
dermaga laut
- 1 unit kapal penyeberangan
1. Diusulkan pembangunan dermaga di Balauring.
2. Diusulkan pembangunan dermaga di Kabir. Rp. 30.000.000.000,-
Rp. 30.000.000.000,-
14. Kabir-Kalabahi
Kalabahi : - Satu unit dermaga
Lanjutan pembangunan dermaga (D2) di Kalabahi Rp. 30.000.000.000,-
- Sedang dibangun dermaga
plengsengan
15. Nangakeo (Ende) –
Bolok
Nangakeo: - 1 dermaga
- 1 unit kapal penyeberangan
Belum diperlukan penambahan dermaga
-
16. Bolok – Larantuka
Bolok – Kalabahi
Bolok – Rote
Bolok – Sabu
Bolok - Ende
Bolok: - 2 dermaga
- 4 unit kapal penyeberangan
1. Penambahan pembangunan dermaga (D3) di Bolok
2. Penambahan 2 unit kapal
Rp. 30.000.000.000,-
Rp.