Bells Palsy Css
-
Upload
raisa-cesarda -
Category
Documents
-
view
224 -
download
0
description
Transcript of Bells Palsy Css
DEFINISI
Suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tiba-tiba pada otot di satu sisi wajah.
Bells palsy merupakan bagian tersering dari kasus paralisis fasial akut (60-75%)
ANATOMI
Lokasi cedera nervus fasialis pada Bells palsy ( di bagian perifer nukleus nervus VII. Cedera tersebut terjadi di dekat ganglion genikulatum. Jika lesinya berlokasi di bagian proksimal ganglion genikulatum, maka paralisis motorik akan disertai gangguan fungsi pengecapan dan gangguan fungsi otonom. Lesi yang terletak antara ganglion genikulatum dan pangkal korda timpani akan mengakibatkan hal serupa tetapi tidak mengakibatkan gangguan lakrimasi. Jika lesinya berlokasi di foramen stilomastoideus maka yang terjadi hanya paralisis fasial (wajah).
Epidemiologi
urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut
Di Amerika Serikat, insiden Bells palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan
Insiden Bells palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi
Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes
Bells palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama
Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bells palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat
FAKTOR RISIKO
Orang dewasa
Pasien diabetes melitus
Wanita hamil
Pasien immunocompromised
Wanita dengan pre-eklampsi.
Etiologi
Belum diketahui secara pasti
Diduga ( karena saraf yang mengendalikan otot wajah membengkak, terinfeksi atau mampat karena aliran darah berkurang.
Umumnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :
A. Kongenital (bawaan)
1. Anomali kongenital (sindroma Moebius)
2. Trauma lahir (fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial dll.)
B. Didapat
1. Trauma
2. Penyakit tulang tengkorak (osteomielitis)
3. Proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan dll.)
4. Proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoideus)
5. Infeksi tempat lain (otitis media, herpes zoster dll.)
6. Sindroma paralisis saraf fasialis familial
PATOFISIOLOGI
Mekanisme ( belum pasti
Teori vaskuler/pembuluh darah. Pada Bells palsy terjadi akibat berkurangnya asupan darah ke saraf fasialis yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah yang terletak antara saraf fasialis dan dinding kanalis fasialis. Sebab pelebaran pembuluh darah ini bermacam-macam (infeksi virus, proses imunologik dll).Kurangnya asupan darah yang terjadi menyebabkan gangguan mikrosirkulasi di dalam saraf fasialis sehingga saraf kekurangan oksigen yang mengakibatkan gangguan fungsi saraf fasialis.
TANDA DAN GEJALA
Lemah pada otot wajah
Gangguan untuk menutup mata
Sakit di telinga atau mastoid
Perubahan sensasi kecap
Hiperakusis
Numbness pada pipi atau mulut
Epiphora
Sakit di bagian auricular
Penglihatan kabur
Berdasarkan letak lesi :
a. Lesi di luar foramen stilomastoideus
Mulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat, makanan berkumpul di antar pipi dan gusi.
Lipatan kulit dahi menghilang.
Apabila mata yang terkena tidak tertutup atau tidak dilindungi maka aur mata akan keluar terus menerus.
b. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)
Gejala dan tanda klinik seperti pada (a)
Hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan)
Salivasi di sisi yang terkena berkurang
Hilangnya daya pengecapan pada lidah
c. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)
Gejala dan tanda klinik (a), (b)
hiperakusis.
d. Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)
Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c)
Nyeri di belakang dan di dalam liang telinga.
Kasus seperti ini dapat terjadi pasca herpes di membran timpani dan konka.
Ramsay Hunt adalah paralisis fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion genikulatum.
e. Lesi di daerah meatus akustikus interna
Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c), (d), ditambah dengan tuli sebagi akibat dari terlibatnya nervus akustikus.
f. Lesi di tempat keluarnya nervus fasialis dari pons
Gejala dan tanda klinik sama dengan di atas, disertai gejala dan tanda terlibatnya nervus trigeminus, nervus akustikus, dan kadang-kadang juga nervus abdusens, nervus aksesorius, dan nervus hipoglosus.
DIAGNOSIS BANDING
a. Herpes Zoster Otikus
b. Otitis Media Supurativa dan mastoiditis
c. Trauma
d. Facial palsy tipe sentral
e. Sindroma Guillain Barre dan Miastenia Gravis
f. Neoplasma
g. Lyme disease
DIAGNOSIS
Anamnesis
Rasa lemah di sebagian sisi dan disertai adanya rasa nyeri pada belakang telinga
Paraestasia salah satu sisi wajah
Kelainan di mulut pada saat bangun tidur, menggosok gigi atau berkumur, minum atau berbicara
Mulut tampak moncong terlebih pada saat meringis
Kelopak mata tidak dapat dipejamkan (lagoftalmos)
Waktu penderita disuruh menutup kelopak matanya maka bola mata tampak berputar ke atas (tanda Bell).
Penderita tidak dapat bersiul atau meniup, apabila berkumur atau minum maka air keluar melalui sisi mulut yang lumpuh.
Makanan berkumpul di antar pipi dan gusi, dan sensasi dalam (deep sensation) di wajah menghilang.
Lipatan kulit dahi menghilang.
Apabila mata yang terkena tidak tertutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.
Hilangnya ketajaman pengecapan lidah
Hiperakusis (sensasi pendengaran yang berlebihan)
Nyeri, linu dan rasa tidak enak di belakang dan di dalam liang telinga. Keluhan tersebut terjadi mendadak dan mencapai puncaknya dalam 2 hari, disusul dengan telinga berdenging, nyeri kepala dan perasaan melayang.
Tuli
Beberapa bulan pasca onset, dengan manifestasi klinik: air mata bercucuran dari mata yang terkena pada saat penderita makan.
Ujung mulut biasanya tertarik ke bawah dan menyebabkan air liur mudah menetes
Karena kelopak mata tidak dapat ditutup, dapat terjadi kekeringan ataupun ulserasi pada konjungtiva.
Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan.
Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain
GRADING
Grade 1
Fungsi fasial masih normal
Grade 2 (Disfungsi ringan)
Kelemahan yang ringan yang ditemukan saat inspeksi. Tonus otot normal dan simetris, pergerakkan dahi normal, mata dapat menutup secara sempurna, mulut sedikit asimetris dengan usaha yang maksimal.
Grade 3 (Disfungsi sedang)
Terjadi gangguan pergerakan dahi, ada kontraktur, mata dapat menutup dengan usaha maksimal, pergerakkan mulut sedikit melemah, tonus otot normal.
Grade 4 (Disfungsi sedang yang berat)
Kelemahan yang nyata terjadi pada grade ini dimana tidak ada pergerakkan dahi sama sekali, mata tidak menutup secara sempurna, mulut asimetris
Grade 5 (Disfungsi parah)
Disfungsi yang parah. Terjadi paresis unilateral, tidak ada pergerakkan dahi, mata tidak dapat menutup sama sekali, pergerakkan mulut sedikit.
Grade 6 (Paresis total)
Paresis total. Tidak ada pergerakkan sama sekali.
Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
Blood Preasure Normal
Heart Rate Normal
Respiratory Rate Normal
Inspeksi
Tampak kelemahan pada wajah
Wajah tidak simetris
Ekspresi wajah tidak sama
Palpasi
Nyeri tekan pada belakang telinga
Suhu normal
Pemeriksaan neurologis ditemukan paresis N.VII tipe perifer.
- Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal :
1.Mengerutkan dahi
2.Memejamkan mata
3.Mengembangkan cuping hidung
4.Tersenyum
5.Bersiul
6.Mengencangkan kedua bibir
Pemeriksaan Radiologis
Bukan indikasi pada Bells palsy
Pemeriksaan CT-Scan dilakukan jika dicurigai adanya fraktur atau metastasis neoplasma ke tulang, stroke, sklerosis multipel dan AIDS pada CNS.
Pemeriksaan MRI pada pasien Bells palsy akan menunjukkan adanya penyangatan (enhancement) pada nervus fasialis atau pada telinga, ganglion genikulatum.
Pemeriksaan Penunjang
1. Uji kepekaan saraf (Nerve Excitability Test)
Membandingkan kontraksi otot-otot wajah kiri & kanan setelah diberi rangsang listrik.
Perbedaan rangsang lebih 3,5 mA menunjukkan keadaan patologik dan jika lebih 20 mA menunjukkan kerusakan saraf fasialis irreversibel.
2. Uji konduksi saraf (Nerve Conduction Test)
Untuk menentukan derajat denervasi dengan cara mengukur kecepatan hantaran listrik pada saraf fasialis kiri dan kanan.
3. Elektromiografi
Menggambarkan masih berfungsi atau tidaknya otot-otot wajah.
4. Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah.
Rasa manis (gula), rasa asin dan rasa pahit (pil kina).
Elektrogustometri membandingkan reaksi antara sisi yang sehat dan yang sakit dengan stimulasi listrik pada 2/3 bagian depan lidah terhadap rasa kecap pahit atau metalik.
Gangguan rasa kecap pada Bells palsy menunjukkan letak lesi saraf fasialis setinggi khorda timpani atau proksimalnya.
5. Uji Schirmer
Menggunakan kertas filter khusus yang diletakkan di belakang kelopak mata bagian bawah kiri dan kanan.
Penilaian berdasarkan atas rembesan air mata pada kertas filter, berkurang atau mengeringnya air mata menunjukkan lesi saraf fasialis setinggi ganglion genikulatum.
PENATALAKSANAAN
Kortikosteroid
Anti Viral
Perawatan mata
latihan wajah
Kortikosteroid
prednisone,1 mg/kg atau 60 mg/hari untuk 6 hari, diikuti dengan penurunan dosis secara bertahap sampai total pengobatan 10 hari.
Antivirus
acyclovir 400 mg, 5 kali sehari, untuk 10 hari.
valacyclovir 500 mg, 2 kali sehari untuk 5 hari.
Terapi lokal
Mata pasien harus dijaga karena rentan untuk mengalami pengeringan, abrasi kornea dan corneal ulcer. Gunakan lubrikan okular topical
Gunakan pemberat eksternal di daerah kelopak mata yang dapat memperbaiki logopthalmus.
Botulinum toksin bisa diinjeksikan secara transkutaneous yang dapat merelaksasi otot fasialis.
Fisioterapi
Permasalahan yang ditimbulkan Bells palsy cukup kompleks, diantaranya
1. Imparment
Impairment yang sering terjadi pada kondisi Bells palsy adalah adanya asimetris pada wajah, rasa kaku dan tebal pada wajah sisi yang lesi, adanya penurunan kekuatan otot wajah pada sisi yang lesi dan spasme.
2. Functional limitation
Adanya ganguan fungsi yang melibatkan otot-otot wajah, seperti menutup mata, berkumur, mengunyah, makan dan minum, ganguan bicara dan adanya gangguan ekspresi wajah.
3. Participation restriction
Pasien cenderung menarik diri dari pergaulan karena kurang percaya diri dengan kondisi wajahnya.
Fisioterapis mempunyai peranan penting di dalamnya
Dapat membantu mengatasi permasalahan kapasitas fisik pada pasien
Mengembalikan kamampuan fungsional pasien
Memberi motivasi dan edukasi pada pasien untuk menunjang keberhasilan terapi pasien.
Untuk pengobatan konservatif dapat dilakukan dengan infra red, massage dan latihan aktif dari otot-otot wajah.
Walaupun masih menjadi peredebatan diantara para ahli mengenai terapi yang sesuai untuk kasus Bells palsy, sementara ini teknologi fisioterapi yang akan diaplikasikan kepada pasien antara lain (1) massage, (2) stimulasi elektris, (3) terapi latihan dengan menggunakan cermin (mirror exercise), (4) edukasi kepada pasien. Adapun untuk pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
Saat massage ( tangan akan merangsang reseptor sensorik dari kulit dan jaringan subcutaneous ( sehingga dapat memberikan efek rileksasi dan mengurangi kaku pada wajah.
Terapi latihan dengan menggunakan cermin (mirror exercise) ( memberikan biofeedback & untuk mencegah terjadinya kontraktur dan melatih kembali gerakan volunter pada wajah pasien.
Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada stadium akut.
Latihan Wajah
Latihan ini dilakukan minimal 2-3 kali sehari
Pada fase akut dapat dimulai dengan kompres hangat dan pemijatan pada wajah
latihan ini dilakukan di depan cermin
Gerakan yang dapat dilakukan berupa:
1. Tersenyum
2. Mencucurkan mulut, kemudian bersiul
3. Mengatupkan bibir
4. Mengerutkan hidung
5. Mengerutkan dahi
6. Gunakan telunjuk dan ibu jari untuk menarik sudut mulut secara manual
7. Mengangkat alis secara manual dengan keempat jari
KOMPLIKASI
Regenerasi motorik yang tidak sempurna
Regenerasi sensoris yang tidak sempurna
Reinervasi aberan dari nervus facialis
PROGNOSIS
Penderita Bells palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa. Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bells palsy adalah:
Usia di atas 60 tahun.
Paralisis komplit.
Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh.
Nyeri pada bagian belakang telinga.
Berkurangnya air mata.
80% sembuh total, 20% bersisa
DM dan ibu hamil mengurangi kesembuhan