behaviour setting

19
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Setiap aspek kehidupan yang dijalaninya manusia selalu berada pada sebuah lingkungan tertentu. Lingkungan memiliki peran penting dalam mendukung pola perilaku hingga karakter manusia. Lingkungan juga menjadi sarana manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam prosesnya, akan terlihat pola perilaku yang berbeda – beda. Barker seorang tokoh psikologi ekologi yang mengembangkan penelitian perilaku individual di lapangan,bukan di laboratorium seperti pada umumnya perilaku psikologi tradisional, menelusuri bahwa pola perilaku manusia berkaitan dengan tatanan lingkungan fisiknya, dan melahirkan konsep ‘tatar perilaku’ (behavior setting). Behavior setting terjadi pada pertemuan antara individu dan lingkungannya. Seorang arsitek melalui pengamatan behavior setting dalam perencanaan proyek tertentu dapat membantu untuk mengenal sistem sosial dari dalam setting, dalam arti melihat pola-pola perilaku sistematis yang ditunjukkan oleh penghuni lingkungan tertentu. Dengan demikian, hasil pengamatan ini dapat memperluas wawasan pengetahuan arsitek tentang manusia dari perspektif yang berbeda bukan dari teori semata. 1.2 Masalah Rumusan masalah pada makalah ini adalah : 1. Apa yang dimaksud dengan setting perilaku? 2. Apa yang dimaksud dengan sistem setting? 3. Apa yang dimaksud dengan sistem aktivitas? 4. Bagaimana hubungan antara setting dan perilaku manusia? 5. Apa pengaruh setting perilaku terhadap desain ? 1.3 Tujuan Tujuan dari penugasan ini adalah agar para mahasiswa sebagai calon perencana mampu memahami konsep setting perilaku (behavioral setting), sistem setting, sistem aktivitas, serta bagaimana hubungan antara setting dan perilaku manusia. Dimana 1

description

arsitektur perilaku

Transcript of behaviour setting

Page 1: behaviour setting

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Setiap aspek

kehidupan yang dijalaninya manusia selalu berada pada sebuah lingkungan tertentu. Lingkungan memiliki peran penting dalam mendukung pola perilaku hingga karakter manusia. Lingkungan juga menjadi sarana manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam prosesnya, akan terlihat pola perilaku yang berbeda – beda.

Barker seorang tokoh psikologi ekologi yang mengembangkan penelitian perilaku individual di lapangan,bukan di laboratorium seperti pada umumnya perilaku psikologi tradisional, menelusuri bahwa pola perilaku manusia berkaitan dengan tatanan lingkungan fisiknya, dan melahirkan konsep ‘tatar perilaku’ (behavior setting).

Behavior setting terjadi pada pertemuan antara individu dan lingkungannya. Seorang arsitek melalui pengamatan behavior setting  dalam perencanaan proyek tertentu dapat membantu untuk mengenal sistem sosial dari dalam setting, dalam arti melihat pola-pola perilaku sistematis yang ditunjukkan oleh penghuni lingkungan tertentu. Dengan demikian, hasil pengamatan ini dapat memperluas wawasan pengetahuan arsitek tentang manusia dari perspektif yang berbeda bukan dari teori semata.

1.2 MasalahRumusan masalah pada makalah ini adalah :1. Apa yang dimaksud dengan setting perilaku?2. Apa yang dimaksud dengan sistem setting?3. Apa yang dimaksud dengan sistem aktivitas?4. Bagaimana hubungan antara setting dan perilaku manusia?5. Apa pengaruh setting perilaku terhadap desain ?

1.3 TujuanTujuan dari penugasan ini adalah agar para mahasiswa sebagai calon perencana

mampu memahami konsep setting perilaku (behavioral setting), sistem setting, sistem aktivitas, serta bagaimana hubungan antara setting dan perilaku manusia. Dimana setting perilaku akan mempengaruhi desain yang akan dihasilkan oleh perencana.

1.4 ManfaatManfaat yang diperoleh dari tugas ini adalah mahasiswa memiliki wawasan tentang setting perilaku yang ada dalam hal merancang bangunan. Sehingga dengan mengetahui hubungan antara setting perilaku dan desain yang akan dirancang. Sedangkan tim pengajar dengan tugas ini akan mengetahui sejauh mana efektifitas sistem SCL ( Student Center Learning ) pada mahasiswa, dan mengetahui arah tugas yang diberikan apakah sudah tepat sasaran atau malah sebaliknya.

1

Page 2: behaviour setting

BAB IIURAIAN TOPIK

2.1 Pengertian Setting Perilaku Ruang aktivitas digunakan sebagai istilah untuk menggambarkan suatu unit hubungan

antara perilaku dan lingkungan bagi perancangan arsitektur. Konsep ruang aktivitas dan tatar perilaku ini dapat dikatakan sama, menurut David Haviland (1967)

Behavior setting terjadi pada pertemuan antara individu dan lingkungannya. Apabila bangunan atau lingkungan binaan sudah dipakai dan ternyata digunakan dengan cara yang tidak terantisipasi sebelumnya oleh perancang, ataupun terdapat perubahan perilaku pengguna secara tiba-tiba dan tidak terduga ketika memasuki lingkungan tertentu, pengamatan behavior setting ini akan menjadi data masukan yang sangat menarik bagi arsitek ataupun perancang lingkungan, baik untuk perancangan fasilitas sejenis maupun untuk penataan ulang fasilitas yang bersangkutan.

Tampaknya, lebih mudah bagi arsitek untuk memakai kriteria non-perilaku untuk evaluasi penggunaan lingkungan. Demikian pula bagi para psikolog yang lebih memilih penggunaan metode statistic maupun eksperimental untuk mengendalikan varian kesalahan.

Namun, melalui pengamatan behavior setting ini arsitek dapat mengenal sistem sosial dari dalam setting, dalam arti melihat pola-pola perilaku sistematis yang ditunjukkan oleh penghuni lingkungan tertentu. Bagi para psikolog, pengamatan ini memberi pandangan tentang manusia yang mengalami tekanan situasional, yang seringkali berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Dengan demikian, hasil pengamatan ini dapat memperluas wawasan pengetahuan arsitek dan perencana lingkungan tentang manusia dari perspektif yang berbeda, bukan hanya teoretis semata.

Definisi Behavior SettingRoger Barker dan Herbert Wright memakai istilah behavior setting untuk menjelaskan

tentang kombinasi perilaku dan milieu tertentu, Salah satu contoh, ketika seorang dosen menyiapkan suatu perkuliahan, atau seorang direktur menyusun agenda rapat tim direksinya, maka setiap orang bertindak untuk memastikan akan keberadaan suatu behavior setting. Pada setiap kasus tersebut, direncanakan adanya serangkaian aktivitas bersama orang lain ketika terdapat sejumlah pola perilaku tertentu yang dikombinasikan dengan objek tertentu dalam batasan ruang dan waktu tertentu. Behavior setting didefinisikan sebagai suatu kombinasi yang stabil antara aktivitas, tempat, dan kriteria sebagai berikut:a. Terdapat suatu aktivitas yang berulang, berupa suatu pola perilaku (standing pattern of

behavior). Dapat terdiri satu atau lebih pola perilaku ekstra individual.b. Dengan tata lingkungan tertentu (circumjacent milieu),milieu ini berkaitan dengan pola

perilakuc. Membentuk suatu hubungan yang sama antara keduanya (synomorphy).d. Dilakukan pada periode waktu tertentu

Istilah ekstra individual menunjukkan fakta operasional bahwa sebuah setting tidak bergantung hanya pada seorang manusia atau objek. Dalam setting bisa jadi dibentuk oleh pengganti karena dalam hal ini tidak ada objek atau lokasi yang sedemikian pentingnya sehingga tidak tergantikan. Yang penting adalah konfigurasi secara keseluruhan, bagian per bagian. Istilah circumjacent milieu  merujuk pada batas fisik dan temporal dari sebuah setting. Setiap behavior setting berbeda dari setting lainnya menurut ruang dan waktu, atau suatu behavior

2

Page 3: behaviour setting

setting memiliki struktur internalnya sendiri. Sementara itu, istilah synomorphic berarti ‘struktur yang sama’ menunjukkan adanya hubungan antara milieu dan perilaku.

Setting perilaku terdiri dari 2 jenis yaitu :a) System of setting ( sistem tempat atau ruang ), sebagai rangkaian unsur – unsur fisik atau

spasial yang mempunyai hubungan tertentu dan terkait hingga dapat dipakai untuk suatu kegiatan tertentu.

b) System of activity ( sistem kegiatan ), sebagai suatu rangkaian perilaku yang secara sengaja dilakukan oleh satu atau beberapa orang.Dari pengertian tersebut dapat ditegaskan bahwa unsur ruang atau beberapa kegiatan,

terdapat suatu struktur atau rangkaian yang menjadikan suatu kegiatan dan pelakunya mempunyai makna.Pada berbagai pendapat dikatakan bahwa desain Behavior setting yang baik dan tepat adalah yang sesuai dengan struktur perilaku penggunanya. Dalam desain arsitektur hal tersebut disebut sebagai sebuah proses argumentatif yang dilontarkan dalam membuat desain yang dapat diadaptasikan, Fleksibel atau terbuka terhadap pengguna berdasarkan pola perilakunya. Edward Hall ( dalam Laurens, 2004 ) mengidentifikasi tiga tipe dasar dalam pola ruang :

1. Ruang Berbatas Tetap (Fixed-Feature Space),ruang berbatas tetap dilingkupi oleh pembatas yang relatif tetap dan tidak mudah digeser, seperti dinding masif, jendela, pintu atau lantai.

2. Ruang Berbatas Semi Tetap ( SemiFixed- Feature Space),ruang yang pembatasnya bisa berpindah, seperti ruang-ruang pameran yang dibatasi oleh partisi yang dapat dipindahkan ketika dibutuhkan menurut setting perilaku yang berbeda.

3. Ruang Informal,ruang yang terbentuk hanya untuk waktu singkat, seperti ruang yang terbentuk kedua orang atau lebih berkumpul. Ruang ini tidak tetap dan terjadi diluar kesadaran.

Desain behavior setting tidak selalu perlu dibentuk ruang-ruang tetap, baik yang ber pembatas maupun semi tetap terlebih lagi dalam desain ruang publik yang di dalamnya terdapat banyak pola perilaku yang beraneka ragam.

2.2 Sistem Setting Rapoport (1997) dalam Haryadi dan B Setiawan, setting merupakan suatu interaksi antara

manusia dan lingkungannya. Setting mencakup lingkungan tempat komunitas ( manusia ) berada (tanah, air, ruangan, udara, hawa, pemandangan), dan makhluk hidup yang ada (hewan, tumbuhan, manusia). Setting harus didesain sesuai dengan kebutuhan manusia dalam melakukan aktivitasnya. Sistem setting sebagai suatu organisasi dari seting-seting ke dalam suatu sistem yang berkaitan dengan sistem kegiatan manusia. Ini didasari dengan adanya kenyataan bahwa seseorang tidak mungkin dapat memahami apa yang terjadi disuatu setting tanpa mengetahui apa yang terjadi di setting-setting lain. Dengan kata lain apa yang terjadi pada suatu seting tertentu sangat dipengaruhi oleh penggunaan setting - setting lainnya. Berdasarkan elemen pembentuknya Rapoport (1997) dalam Haryadi dan B Setiawan, setting dapat dibedakan yaitu:

1. Unsur fix ( fixed element ), yaitu elemen yang pada dasarnya tetap atau perubahannya jarang dan lambat. Secara spasial elemen – elemen ini dapat diorganisasikan ke dalam ukuran, lokasi, urutan, dan susunan. Tetapi dalam suatu

3

Page 4: behaviour setting

kasus fenomena, elemen – elemen ini bisa dilengkapi oleh elemen – elemen yang lain. Seperti lantai, dinding pembatas, dan langit – langit.

2. Unsur semi fix ( semi fixed element ), yaitu elemen-elemen yang tidak tetap, dapat terjadi perubahan cukup cepat dan mudah. Biasanya berkisar dari susunan dan tipe elemen, contohnya seperti tempat tidur, almari, dan meja.

3. Unsur non fix, yaitu elemen-elemen yang berhubungan dengan tingkah laku atau perilaku manusia yang ditujukan oleh manusia itu sendiri yang selalu tidak tetap, seperti posisi tubuh dan postur tubuh serta gerak anggota tubuh dalam menggunakan ruang. Contoh, pejalan kaki.

Setting terkait langsung dengan aktivitas manusia sehingga dengan mengidentifikasi sistem aktivitas atau perilaku yang terjadi dalam suatu ruang akan teridentifikasi pula sistem settingnya yang terkait dengan keberadaan elemen dalam ruang.

Gambar 1 Tingkatan atau Skala Sistem Ruang ( Sistem Setting )

4

Page 5: behaviour setting

2.3 Sistem Aktivitas Aktivitas manusia sebagai wujud dari perilaku yang ditunjukkan mempengaruhi dan

dipengaruhi olah tatanan (setting) fisik yang terdapat dalam ruang yang menjadi wadahnya, sehingga untuk memenuhi hal tersebut dibutuhkan adanya:

1. Kenyamanan, menyangkut keadaan lingkungan yang memberikan rasa sesuai dengan panca indera.

2. Aksesibilitas, menyangkut kemudahan bergerak melalui dan menggunakan lingkungan sehingga sirkulasi menjadi lancar dan tidak menyulitkan pemakai.

3. Legibilitas, menyangkut kemudahan bagi pemakai untuk dapat mengenal dan memahami elemen-elemen dan hubungannya dalam suatu lingkungan yang menyebabkan orang tersebut arah atau jalan.

4. Kontrol, menyangkut kondisi suatu lingkungan untuk mewujudkan personalitas, menciptakan teori dan membatasi suatu ruang.

5. Teritorialitas, menyangkut suatu pola tingkah laku yang ada hubungannya dengan kepemilikan atau hak seseorang atau sekelompok orang atas suatu tempat.

6. Keamanan, menyangkut rasa aman terhadap berbagai gangguan baik dari dalam maupun dari luar.

Hal ini membawa J.B. Watson (1878-1958) memandang psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang perilaku karena perilaku dianggap lebih mudah diamati, dicatat, dan diukur. Perilaku mencakup perilaku yang kasatmata seperti makan, menangis, memasak, melihat, bekerja, dan Perilaku yang tidak kasatmata, seperti fantasi, motivasi, dan proses yang terjadi pada waktu seseorang diam atau secara fisik tidak bergerak.Sebagai objek studi empiris, perilaku mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a.Perilaku itu sendiri kasat mata, tetapi penyebab terjadinya perilaku secara langsung mungkin tidak dapat diamati.

b.Perilaku mengenal berbagai tingkatan, yaitu perilaku sederhana dan stereotip, perilaku kompleks seperti perilaku sosial manusia, perilaku sederhana seperti refleks, tetapi ada juga yang melibatkan proses mental biologis yang lebih tinggi.

c.Perilaku bervariasi klasifikasi : kognitif, afektif dan psikomotorik yang menunjuk pada sifat rasional, emosional dan gerakan fisik dalam berperilaku.

d.Perilaku bisa disadari dan juga tidak di sadari.Sistem aktivitas dalam sebuah lingkungan terbentuk dari rangkaian sejumlah behavior

setting. Sistem aktivitas seseorang menggambarkan motivasi, sikap, dan pengetahuannya tentang dunia dengan batasan penghasila, kompetensi, dan nilai-nilai budaya yang bersangkutan (Chapin dan Brail,1969;Porteus,1977).

Sistem aktivitas dalam sebuah lingkungan terbentuk dari rangkaian sejumlah behavior setting.Sistem aktivitas seseorang menggambarkan motivasi, sikap, dan pengetahuannya tentang dunia dengan batasan penghasila, kompetensi, dan nilai-nilai budaya yang bersangkutan (Chapin dan Brail,1969;Porteus,1977).Dalam pengamatan behavior setting,dapat dilakukan analisis melalui beberapa cara antara lain sebagai berikut:

a.    Menggunakan time budgetTime budget memungkinkan orang mengurai/ mendekomposisikan suatu aktivitas sehari-hari, aktivitas mingguan,atau musiman, kedalam seperangkatbehavior setting yang melliputi hari kerja mereka atau gaya hidup mereka (Michelson dan Reed,1975). Fungsi dari time budget  adalah

5

Page 6: behaviour setting

untuk memperlihatkan bagaimana seorang individu mengkonsumsi atau menggunakan waktunya.Informasi ini meliputi hal-hal sebagai berikut:

Jumlah waktu yang dialokasikan untuk kegiatan tertentu dengan variasi waktu dalam sehari,seminggu, atau semusim.

Frekuensi dari aktivitas dan jenis aktivitas yang dilakukan Pola tipikal dari aktivitas yang dilakukan

Melalui informasi ini, selain dapat diketahui fasilitas apa saja yang paling diminati, layanan yang diperlukan, khususnya di area transportasi, area rekreasi, atau perencanaan tata guna lahan, juga dapat dianalisis bentuk organisasi yang ada.

b.   Melakukan sensusSensus adalah istilah yang dikemukakan para ahli psikologi lingkungan untuk menggambarkan proses pembelajaran semua aktivitas seorang individu dalam waktu tertentu dengan metode pengamatan. Seperti yang dilakukan Barker dan Wright dengan mengamati perilaku seorang anak sepanjang hari. Cara ini dipakai dengan tujuan mendapatkan pengertian mengenai,misalnya bagaimana para pekerja menggunakan sebuah bangunan.\Hal yang dapat mewakili data pengamatan behavior setting meliputi:

Manusia (siapa yang dating,kemana dan mengapa, siapa yang mengendalikan setting?) Karakteristik ukuran (berapa banyak orang per jam ada di dalam setting, bagaimana

ukuran settingsecara fisik, berapa sering dan berapa lamasetting itu ada?) Objek (ada berapa banyak objek, dan apa jenis objek yang dipakai

dalam setting,kemungkinan apa saja yang ada bagi stimulasi, respon, dan adaptasi?) Pola aksi (aktivitas dan apa yang terjadi disana, seberapa sering terjadi pengulangan yang

dilakukan orang?)

c.   Studi Asal dan TujuanStudi asal dan tujuan adalah suatu studi yang mengamati, mengidentifikasi awal dan akhir pola-pola pergerakan. Studi semacam ini menggambarkan pola perilaku yang sesungguhnya terjadi, bukan hanya seperti yang dibayangkan oleh arsitek, melainkan yang membentuk kehidupan seseorang atau sekelompok orang.Studi asal dan tujuan merupakan pendekatan makro yang dapat diterapkan pada skala urban atau skala bangunan.Rancangan yang dibuat semata-mata berdasarkan imajinasi arsitek yang sering kali menjadi rancangan yang ideal bagi arsitek, tetapi mungkin miskin akan affordances dan peluang-peluang bagi seorang pengguna untuk memenuhi kebutuhannya.Ada hubungan timbale balik antara individu dan system perilaku yakni karena manusia adalah bagian dari behavior setting yang memberi kontribusi pada behavior setting. Akan tetapi ia juga didukung oleh behavior setting dalam berperilaku.

2.4 Hubungan Antara Setting dan Perilaku Manusia Konsep Perilaku pada Ruang Publik

Manusia mempunyai keunikan tersendiri, keunikan yang dimiliki setiap individu akan mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Sebaliknya, keunikan lingkungan juga mempengaruhi perilakunya. Karena lingkungan bukan hanya menjadi wadah bagi manusia untuk beraktivitas, tetapi juga menjadi bagian integral dari pola perilaku manusia.

6

Page 7: behaviour setting

Proses dan pola perilaku manusia di kelompokkan menjadi dua bagian, yaitu : Proses Individual dan Proses Sosial1. Proses Individual

Dalam hal ini proses psikologis manusia tidak terlepas dari proses tersebut.Pada proses individu meliputi beberapa hal :

a. Persepsi Lingkungan, yaitu proses bagaimana manusia menerima informasi mengenai lingkungan sekitarnya dan bagaimana informasi mengenai ruang fisik tersebut di organisasikan kedalam pikiran manusia.

b. Kognisi Spasial, yaitu keragaman proses berpikir selanjutnya, mengorganisasikan, menyimpan dan mengingat kembali informasi mengenai lokasi, jarak dan tatanannya.

c. Perilaku Spasial, menunjukan hasil yang termanifestasikan dalam tindakan respon seseorang, termasuk deskripsi dan preferensi personal, respon emosional, ataupun evaluasi kecenderungan perilaku yang muncul dalam interaksi manusia dengan lingkungan fisiknya.

Proses Individual mengacu pada skema pendekatan perilaku yang menggambarkan hubungan antara lingkungan dan perilaku individuSkema : Proses Perilaku Individual

1) Perilaku Manusia dan LingkunganPerilaku manusia akan mempengaruhi dan membentuk setting fisik lingkungannya Rapoport, A, 1986, Pengaruh lingkungan terhadap tingkah laku dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu :a. Environmemntal Determinism, menyatakan bahwa lingkungan menentukan tingkah

laku masyarakat di tempat tersebut.b. Enviromental Posibilism, menyatakan bahwa lingkungan fisik dapat memberikan

kesempatan atau hambatan terhadap tingkah laku masyarakat.c. Enviromental probabilism, menyatakan bahwa lingkungan memberikan pilihan-

pilihan yang berbeda bagi tingkah laku masyarakat.

2.Proses SosialManusia mempunyai kepribadian individual, tetapi manusia juga merupakan makhluk sosial hidup dalam masyarakat dalam suatu kolektivitas. Pada proses sosial, perilaku interpersonal manusia meliputi hal-hal sebagai berikut :a.Ruang Personal ( Personal Space ) berupa domain kecil sejauh jangkauan manusia.b.Teritorialitas yaitu kecenderungan untuk menguasai daerah yang lebih luas bagi seseorang.c.Kesesakan dan Kepadatan yaitu keadaan apabila ruang fisik yang tersedia terbatas.d.Privasi sebagai usaha optimal pemenuhan kebutuhan sosial manusia.Dalam proses sosial, perilaku interpersonal yang sangat berpengaruh pada perubahan ruang publik adalah teritorialitas. Konsep teritori dalam studi arsitektur lingkungan dan perilaku yaitu adanya tuntutan manusia atas suatu area untuk memenuhi kebutuhan fisik, emosional dan kultural. Berkaitan dengan kebutuhan emosional ini maka konsep teritori berkaitan dengan ruang privat dan ruang publik. Ruang privat ( personal space) dapat menimbulkan crowding ( kesesakkan ) apabila seseorang atau kelompok sudah tidak mampu mempertahankan personal spacenya.

7

Page 8: behaviour setting

Suatu behavior setting mempunyai struktur internal sendiri. Setiap orang atau kelompok berperilaku berbeda karena masing-masing mempunyai peran yang berbeda-beda. Misalnya, didalam sebuah kelas, guru mempunyai peran sebagai pengajar, ia menempati posisi tertentu di muka kelas, misalnya berupa panggung untuk memungkinkan ia melihat seluruh kelas dan mengendalikan pola perilaku yang terjadi. Dari contoh di atas, dapat kita katakan bahwa struktur behavior setting  dibedakan berdasarkan siapa yang memegang kendali aktivitas.

Pendekatan perilaku menekankan keterkaitan antara ruang dengan manusia dan masyarakat yang memanfaatkan atau menghuni ruang tersebut. Menurut Hariadi dalam buku Arsitektur Lingkungan dan Perilaku, secara konseptual, pendekatan perilaku menekankan manusia merupakan makhluk berpikir yang mempunyai persepsi dan keputusan dalam interaksinya dengan lingkungan.

Stokols (1977) dalam Haryadi dan B. Setiawan (2010), terdapat tiga tingkatan yang dapat dipakai untuk mengkaji atau menganalisis arsitektur lingkungan dan kegiatan yang terjadi di dalamnya yakni pada tingkat mikro, menengah dan makro. Tingkatan mikro digunakan apabila kita berhadapan dengan perilaku individu-individu dalam suatu setting tertentu. Tingkatan menengah dipakai apabila kita akan menganalisis perilaku kelompok-kelompok kecil dalam suatu setting tertentu. Tingkatan makro berkaitan dengan analisis perilaku masyarakat banyak dalam setting luas.

Kegiatan manusia menekankan latar belakang manusia seperti pandangan hidup, kepercayaan yang dianut, nilai-nilai dan norma-norma yang dipegang akan menentukan perilaku seseorang yang tercermin dalam cara hidup yang dipilihnya di masyarakat. Sistem kegiatan akan menentukan macam dan wadah bagi setiap kegiatan, yang mana wadah adalah ruang-ruang yang saling berhubungan dalam satu sistem tata ruang dan berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kegiatan.

Perilaku manusia dalam hubungannya terhadap suatu setting fisik berlangsung dan konsisten sesuai waktu dan situasi. Karenanya pola perilaku yang khas untuk setting fisik tersebut dapat diidentifikasikan.

Suatu pola perilaku biasa terdiri dari  atas beberapa perilaku secara bersamaan, antara lain sebagai berikut:

a. Perilaku emosional, merupakan sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika.

b. Aktivitas motorik, gerakan yang dilakukan oleh tubuh manusia. Gerakan  refleks , Gerakan terprogram. Gerakan motorik halus : menulis, merangkai, melukis, berjinjit .Gerakan motorik kasar : berjalan, merangkak, memukul, mengayunkan tangan

c. Interaksi social merupakan hubungan-hubungan sosial yang menyangkut hubungan antarindividu, individu (seseorang) dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.

Kombinasi dari perilaku tersebut di atas membentuk suatu pola perilaku, terjadi pada lingkungan fisik tertentu atau pada milieunya.

2.5 Hubungan Antara Setting dan Perilaku dengan desain

8

Page 9: behaviour setting

Walaupun ada hubungan timbal balik antara setting dan perilaku manusia, dalam menganalisa skala setting namun terdapat juga pengaruh setting terhadap perilaku manusia seperti ruang, warna, ukuran dan bentuk, penataan sebuah ruang, suara, temperatur dan sebagainya. Ruang adalah sitem lingkungan binaan terkecil yang sangat penting. Ada dua ruang yang mempengaruhi perilaku manusia. Pertama, ruang yang dirancang untuk memenuhi suatu fungsi dan tujuan tertentu, kedua adalah ruang yang dirancang untuk memenuhi fungsi fleksibel. Masing-masing perancangan fisik46 ruang tersebut mempunyai variabel independen yang berpengaruh terhadap perilaku pemakainya. Variabel tersebut adalah ukuran dan bentuk, warna serta unsur lingkungan ruang seperti suara, tenperatur, dan pencahayaan. Warna memainkan peranan penting dalam mewujudkan suasana setting ruang tertentu dan mendukung terwujudnya perilaku-perilaku tertentu. Pengaruh warna terhadap perilaku pada setting ruang tertentu tidak selalu sama bagi setiap orang. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, latar belakang budaya atau kondisi mental. Warna tidak hanya menimbulkan suasana panas atau dingin, tetapi warna juga dapat mempengaruhi kualitas setting ruang tertentu. Misalnya warna akan membuat kesan ruang menjadi lebih luas, sempit, semrawut, dan sebagainya. Ukuran dan bentuk merupakan variabel tetap (fixed) atau fleksibel sebagai pembentuk setting. Dianggap sebagai variabel yang pasti apabila ukuran dan bentuk setting yang ada tidak dapat dirubah lagi.ukuran dan bntuk setting tertentu juga akan mempengaruhi faktor psikologis dan tingkah laku pemakainya. Suara, temperatur dan pencahayaan merupakan elemen lingkungan yang mempunyai andil dalam mempengaruhi kondisi setting dan perilaku pemakainya. Suara yang diukur dalam desibel , akan berpengaruh buruk apabila terlalu keras, suara kendaraan yang bising akan mempengaruhi perasaan pengguna sebuah tempat atau ruang. Temperatur berkaitan dengan kenyamanan pemakai suatu tempat. Jika temperatur terlalu panas atau terlalu dingin, maka akan mempengaruh perasaan pada ruang atau tempat diaman manusia melakukan kegiatan.

Barker menamakan daerah yang ditempati oleh pengendali atau pemegang control sebagai performance zone. Namun, tidak semua tatanan mempunyai performance zone, atau tidak semua performance zone dibedakan desainnya secara arsitektural. Misalnya, ruang diskusi atau ruang rapat. Tatanan fisik bagi pimpinan rapat sama dengan peserta rapat lainnya.

Contoh lain :

9Gambar 2.4.1

Interaksi berdasarkan pola prilaku

Page 10: behaviour setting

Gambar diatas merupakan salah satu contoh interaksi yang terjadi berdasarkan pola perilaku. Dalam toko terdapat serangkaian kejadian yang berurutan, sebuah program yang meliputi perilaku membeli dan menjual. Perilaku ini membentuk pola perilaku yang berulang-ulang, tidak hanya bagi seorang pembeli, tetapi juga suatu program yang berlaku bagi setiap pembeli dan penjual pada toko tersebut.

Hubungan kesetaraan (synomorphy) yang terjadi pada gambar diatas cukup rumit. Andil pembeli terhadap pola perilaku yang terjadi di toko meliputi mencari dan memilih barang. Lemari-lemari panjang memamerkan sejumlah makanan untuk proses mencari dan memilih tersebut. Disisi lain, pedagang yang menata dagangannya harus mempunyai akses langsung dengan barang dagangannya.

10

Gambar 2.4.2Interaksi berdasarkan pola prilaku

Gambar 2.4.2Interaksi berdasarkan pola prilaku

Page 11: behaviour setting

Akan tetapi, milieu yang ada juga harus memungkinkan terjadinya interaksi antara pembeli dan pedagang, bukan didesain untuk kepentingan pembeli dan pedagang saja. Artinya lemari panjang itu memungkinkan terjadinya interaksi antara pedagang dan pembeli.

Contoh diatas menggambarkan betapa kompleksnya perilaku manusia yang harus diwadahi oleh suatu tatanan fisik dan terlihat bahwa setiap behavior setting terdiri atas beberapa sub perilaku yang lebih sederhana.

Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara setting dan prilaku dapat dilakukan pengujian yang ditinjau dari berbagai dimensi, meliputi:

a.    Aktivitas

b.    Penghuni

c.    Kepemimpinan

Dengan mengetahui posisi fungsional penghuni , dapat diketahui peran sosial yang ada dalam komunitas tersebut. Di banyak setting, posisi pemimpin dapat dipisahkan agar dapat dikenali kekuatan-kekuatan lain yang ada yang ikut mengambil bagian dalam setting tersebut.

d.    Populasi

Sebuah setting  dapat mempunyai sedikit atau banyak partisipan. Komunitas dianggap lebih baik apabila memiliki banyak setting.

e.    Ruang

Ruang tempat terjadinya setting  tentu sangat beragam, bisa di ruang terbuka atau ruang tertutup

f.     Waktu

Kelangsungan sebuah setting  dapat terjadi secara rutin atau sewaktu-waktu saja. Misalnya, apel pagi tentara yang dilakukan setiap pagi atau sebuah perayaan upacara tujuh belas Agustus.

Durasi pada setting yang sama dapat berlangsung sesaat atau terus menerus sepanjang tahun, misalnya pertokoan.

g.    Objek

h.    Mekanisme perilaku

Barker menguraikan sebelas pola aksi dalam setting, yang dapat segera diamati atau dicatat, ada ataupun tidak ada dalam setting tersebut, yaitu berkaitan dengan Estetika, Bisnis, Pendidikan, Pemerintahan, Nutrisi, Aksi social, Penampilan personal, Kesehatan masyarakat, Professional, Rekreasi ,Religious.

Dari data yang didapat pada riset perilaku tidak dimaksudkan bahwa asumsi itu hanya sebagian benar, tapi yang lebih penting adalah keyakinan bahwa hal tersebut menyederhanakan pengertian hubungan antara perilaku manusia dan setting fisiknya. Kita dapat menyaksikan bahwa kamar tidur itu secara tetap digunakan untuk bersosial dan makan selain hanya untuk tidur. Ruang makan tidak hanya untuk makan tapi juga untuk membentuk pola berinteraksi sosial.

11

Page 12: behaviour setting

BAB IIIPENUTUP

3.1 SimpulanBehavior setting didefinisikan sebagai suatu kombinasi yang stabil antara aktivitas,

tempat, dan kriteria. Setting perilaku terdiri dari 2 jenis yaitu System of setting (sistem tempat atau ruang), sebagai rangkaian unsur – unsur fisik atau spasial yang mempunyai hubungan tertentu dan terkait hingga dapat dipakai untuk suatu kegiatan tertentu. Dan System of activity (sistem kegiatan), sebagai suatu rangkaian perilaku yang secara sengaja dilakukan oleh satu atau beberapa orang.Keterkaitan antara ruang dengan manusia dan masyarakat yang memanfaatkan atau menghuni ruang tersebut dapat diinterpretasikan secara sederhana melalui proses mental tempat orang mendapatkan, mengorganisasikan, dan menggunakan pengetahuannya untuk memberi arti dan makna terhadap ruang yang digunakannya. Perilaku manusia dalam hubungannya terhadap suatu setting fisik berlangsung dan konsisten sesuai waktu dan situasi. Karenanya pola perilaku yang khas untuk setting fisik tersebut dapat diidentifikasikan.

3.2 Saran

Sistem setting dan hubungannya terhadap prilaku ini, seringkali dilupakan oleh para peneliti, arsitek, dan perencana kota, sehingga hasil pemahaman dan rancangan mereka seringkali menghasilkan suatu lingkungan buatan yang berdiri sendiri dan tidak mmpunyai konteks atau kaitan dengan sistem seting di sekitarnya. Untuk itu diperlukan pemahaman sistem setting agar semua pihak yang terkait dalam bidang konstruksi khususnya arsitek sebagai perancang dapat menghasilkan karya yang dihasilkan dari hubungan antara setting dan prilaku manusia yang menggunakan atau beraktivitas dalam setting itu sendiri.

12

Page 13: behaviour setting

DAFTAR PUSTAKA

http://istiqamahsyawal.blogspot.co.id/2012/04/pola-perilaku-dan-lingkungan-behavioral.htmlhttp://arsitadulako.blogspot.co.id/2007/05/pengaruh-timbal-balik-dan-ruang.htmlhttp://www.oumahku.com/2013/02/ setting -and-behaviour- setting -brief-note.html http://istiqamahsyawal.blogspot.co.id/2012/04/pola-perilaku-dan-lingkungan-behavioral.htmlhttp://arsitadulako.blogspot.co.id/2007/05/pengaruh-timbal-balik-dan-ruang.htmlhttp://www.oumahku.com/2013/02/setting-and-behaviour-setting-brief-note.htmlhttp://affifmaulizar.blogspot.co.id/2013/04/pendekatan-prilaku-dalam-arsitektur.htmlhttp://dewituembun.blogspot.co.id/2009/08/arsitektur-perilaku.htmlhttps://books.google.co.id/books?id=Ltvj89G2AP4C&pg=PA184&lpg=PA184&dq=sistem+aktivitas+dalam+arsitektur+perilaku&source=bl&ots=_wzVkUCf_r&sig=F6_8_W7rcbFmMoP_n-dGP0rTyhU&hl=id&sa=X&ved=0CFQQ6AEwB2oVChMIoNHT6KPzxwIVAlKOCh1Uagzx#v=onepage&q=sistem%20aktivitas%20dalam%20arsitektur%20perilaku&f=falseLaurens, Jonce Marchella.2005.Arsitektur dan Perilaku Manusia.Grasindo : Jakarta.Haryadi & Bakti Setiawan. 1995. Arsitektur Lingkungan dan Perilaku. Dirjen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ; Jakarta.Budiharjo, Eko, 1997, Tata Ruang Perkotaan, Penerbit Alumni Bandung, Bandung.Budiharjo, Eko, 1997, Arsitektur Pembangunan dan Konservasi, Penerbit Djambatan, Jakarta.Carr. Stephen, 1973, City Sign and Light, A Policy Study,MIT Press.Carr. Stephen, 1992, Public Space, Cambridge University Press.Darmawan, Edy, 2003, Teori dan Kajian Ruang Publik Kota, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.Hakim, Rustam, 1987, Unsur Perancangan dalam Arsitektur Lansekap, Bina Aksara, Jakarta.Krier, Rob, 1984, Urban Space, Academy Edition, London.Lynch, Kevin, 1981, Good City Form, The MIT Press, Massachusetts, EEUU.Marlina, Endy, 2009, Panduan Perancangan Bangunan Komersial, Penerbit Andi Yogyakarta.Mahendra. I Made Agus, 2010, Pengaruh Setting Fisik Terhadap Setting Aktivitas Pada "Kehidupan" Fungsi Kawasan, Tesis DKB UGM, Yogyakarta.Rapoport, A, 1982, The Architecture of the City, MIT Press, Cambridge.Rapoport, A, 1982, The Meaning of the Built Environment, Sage Publication, London.Rubeinstein, H, M, 1992, Pedestrian Malls, Streetscapes and Urban Space, John Wiley & Sons Inc, Canada.Shirvani, Hamid, 1985, The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold, New York.Trancik, Roger, 1986, Finding Lost Space, Van Nostrand Reinhold, New York.

13