BCG BULETIN SEKSI SURVEILANS DAN IMUNISASI · PDF fileCakupan Imunisasi Campak ......
Transcript of BCG BULETIN SEKSI SURVEILANS DAN IMUNISASI · PDF fileCakupan Imunisasi Campak ......
SEKSI SURVEILANS DAN IMUNISASI (SIM) – BIDANG P2P DINAS KESEHATAN DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA
BULETIN SURVEILANS
IMUNISASI
Website: dinkes.sulutprov.go.id ; email : [email protected]
UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 :
Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai den-gan ketentuan untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui imunisasi;
Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak.
UU Perlindungan Anak No.23 tahun 2002 :
“Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial.”
P rogram Imunisasi merupakan salah satu program yang masuk dalam Proyek Prioritas Nasional Kesehatan. Indika-tor yang akan dicapai adalah Cakupan Imunisasi Dasar
Lengkap (IDL). Tujuan Imunisasi adalah menurunkan angka kesakitan, kematian serta kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah den-gan imunisasi (PD3I).
Sapa redaksi
Puji dan Syukur kami panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha
Kasih, atas Karunia-Nya maka
Buletin SIM Volume 01 Bulan
Agustus 2017 ini terbit
kehadapan pembaca.
Buletin yang diterbitkan oleh
Seksi Surveilans dan Imunisasi
(SIM), merupakan media
diseminasi program dan hasil
pelaksanaannya.
Kritik dan Saran membangun,
siap kami tampung, kiranya
informasi dalam Buletin SIM ini
bermanfaat.
Dapat diakses pada :
0-7 hr
9 Bulan
Hep B 0 (HB 0)
-BCG-OPV 1
-DPT-HB-Hib 1-OPV 2
-DPT-HB-Hib 2-OPV 3
-DPT-HB-Hib 3-OPV 4- IPV
CAMPAK/MR1 Bulan
2 Bulan
3 Bulan
4 Bulan
Imunisasi lanjutanDPT-HB-Hib: usia 1,5 tahun Campak : usia 21,5 tahun
< 24 Jam
29
Daftar topik 1.Tujuan dan Target
Program Imunisasi
2.Capaian Program
Imunisasi 2016/2017
3.SKDR
4.Alert yang direspon
dalam SKDR
5.Surveillance Con-
genital Rubella
Syndrom (CRS).
Buletin SIM - Vol 01 Agustus 2017 hal. 2
T ujuan pemberian Imunisasi adalah menurunkan
angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat PD3I. Hal tersebut dapat dicapai dengan melakukan strategi operasional yang tertuang dalam target kegiatan seperti; target UCI yaitu cakupan IDL
minimal 80% anak yang
akan berusia 1 tahun (0-11
bulan) telah mendapat imu-
nisasi dasar lengkap secara merata di seluruh desa/kelurahan.
INDIKATOR RPJMN/ RENSTRA TARGET CAPAIAN (%)
2015 2016 2017 2018 2019
% Kab/Kota yang mencapai 80%
IDL pada bayi 75 80 85 90 95
% anak usia 0-11 bulan yang men
-dapat imunisasi dasar lengkap 91 91,5 93 92,5 93
% anak usia 12-24 bulan yang
mendapatkan imunisasi: Campaak
dan DPT-HB-Hib lanjutan
35 40 45 55 70
Tabel 1. Indikator Program Imunisasi dalam RPJMN 2015 – 2019
TARGET UCI TARGET CAPAIAN (%)
2015 2016 2017 2018 2019
Desa /
kelurahan 84 86 88 90 92
Target UCI
Gambaran Cakupan Imunisasi per antigen berdasarkan ka-bupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2016 seba-gai berikut:
Gambar 1. Cakupan Imunisasi HB0 per kab/kota di Prov. Sulut tahun 2016
Gambar 1/Peta disamping memberi gambaran bahwa kabupaten/kota yang mencapai target Cakupan imunisasi HB0 tahun 2016 hanya satu yaitu Kota Kotamobagu yaitu 96,5%. Kondisi tersebut menjadi pekerjaan rumah terbesar bagi kabupaten/kota yang belum mencapai target, Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai target di tahun 2017 yaitu memperkuat jejaring dengan RS dan mela-kukan Surveilans Aktif RS (SARS) baik RS pemerintah mau swasta termasuk Klinik Bersalin untuk memperoleh data tentang imunisasi HB0 dan orang tua bayi diberikan Buku KIA sebagai dasar informasi untuk imunisasi antigen selanjutnya.
Target setiap antigen pada imunisasi dasar sebesar 95%, berlaku mulai tahun 2017
(Surat Direktur SKK, Ditjen P2P Kemenkes RI No.SR.02.06/4/1038/2017 tgl 22 /6/ 2017).
Buletin SIM - Vol 01 Agustus 2017 hal. 3
Gambar 3. Cakupan Imunisasi Polio 1 per kabupaten/kota di Prov.Sulut tahun 2016
Gambar 2. Cakupan Imunisasi BCG per kabupaten/kota
di Prov.Sulut tahun 2016
Gambar 4. Cakupan Imunisasi DPT-HB-HIB 1 per
kabupaten/ kota di Prov.Sulut tahun 2016
Gambar 5. Cakupan Imunisasi Polio 2 per kabupaten/kota
di Prov.Sulut tahun 2016
Buletin SIM - Vol 01 Agustus 2017 hal. 4
Gambar 6. Cakupan Imunisasi DPT-HB-HIB 2 per kabu-paten/ kota di Prov.Sulut tahun 2016
Gambar 7. Cakupan Imunisasi Polio 3 per kabupaten/kota di Prov.Sulut tahun 2016
Gambar 8. Cakupan Imunisasi DPT-HB-HIB 3 per kabupaten/ kota di Prov.Sulut tahun 2016
Gambar 9. Cakupan Imunisasi Polio 4 per kabupaten/kota di Prov.Sulut tahun 2016
Buletin SIM - Vol 01 Agustus 2017 hal. 5
Gambar 10. Cakupan Imunisasi Campak per kabupaten/kota di Prov.Sulut tahun 2016
Gambar 11. Cakupan Imunisasi Campak Lanjutan per kabupaten/kota di Prov.Sulut tahun 2016
Gambar 12. Cakupan Imunisasi DPT-HB-HIB Lanjutan per kabupaten/kota di Prov.Sulut tahun 2016
Gambar 13. Persentase kab/kota yang mencapai 80%
IDL pada bayi di Prov.Sulut tahun 2016 *)
*) Menggunakan target Nasional tahun 2016 = 80%
Buletin SIM - Vol 01 Agustus 2017 hal. 6
Gambar 13. Persentase kab/kota yang mencapai
80% IDL pada bayi di Prov.Sulut tahun 2016 *)
Berdasarkan gambaran cakupan imunisasi per antigen diatas, maka capaian cakupan Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) per kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2016 sbb:
Gambar 14. Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap (IDL)
per kabupaten/kota di Prov.Sulut tahun 2016 *)
*) Menggunakan target Nasional tahun 2016; IDL ≥ 91.5%
Kesimpulan: 1. Persen (%) kab/kota yang mencapai 80% IDL pada bayi di
Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2016 yaitu 53.3% (sebanyak 8 kabupaten/kota); lihat tabel 1 hal.2
(Minahasa, Minahasa Selatan, Minahasa Utara, Manado, Bolmong Utara, Sitaro, Bolmong Timur, dan Tomohon).
2. Kabupaten/kota yang mencapai cakupan IDL tahun 2016 adalah Minahasa, Minahasa Selatan, Manado dan Tomohon.
Rekomendasi: 1. Peningkatan cakupan per antigen disetiap wilayah desa/
kelurahan yang tinggi dan merata dengan melakukan Drop Out Follow up (DOFU) setiap bulan.
2. Peningkatan Cakupan IDL yang tinggi dan merata, termasuk imu-nisasi lanjutan dan mendukung kampanye Measles Rubella (MR) yang akan dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2018 agar dapat terbentuk kekebalan populasi (herd immunity).
TIM REDAKSI Penasehat : Kadinkesda
dr.Debie K.R Kalalo, MSc,PH Pengarah : Kabid P2P
dr. Steaven P.Dandel,MPH
Penanggung Jawab Redaksi : Kasie. SIM
Mery B. Pasorong, SKM,M.Kes
Anggota Dewan Redaksi:
Nova E. Ratu, SKM,M.Sc Thelda S.Banda,SKM Ferry Awuy, SKM
Tikla Makalalag, S.Sos Adrensi Maabuat, SST
Frangkie N.Karinda,SST
Penerbit Seksi Surveilans dan
Imunisasi Sekretariat:
Seksi SIM - Bidang P2P Dinkesda Prov. Sulut Jl.17 Agustus Manado
BULETIN SURVEILANS
IMUNISASI
Website: dinkes.sulutprov.go.id ; email : [email protected]
Dapat diakses pada :
SEKSI SURVEILANS DAN IMUNISASI (SIM) – BIDANG P2P DINAS KESEHATAN DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA
SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPON
(SKDR)
SKDR merupakan tools dari Program Surveilans dengan tujuan yaitu: 1. Menyelenggarakan Deteksi Dini KLB bagi penyakit menular. 2. Stimulasi dalam melakukan pengendalian KLB penyakit menular. 3. Meminimalkan kesakitan/kematian yang berhubungan dengan KLB. 4. Memonitor kecenderungan penyakit menular. 5. Menilai dampak program pengendalian penyakit untuk memonitor
kejadian penyakit menular berpotensi KLB.
SKDR merupakan salah satu Indikator dalam Renstra Kemente-rian Kesehatan RI yang diimplementasi oleh semua Provinsi di Indone-sia. Indikator utama SKDR yaitu Persentase Sinyal Kewaspadaan Dini (Alert) yang direspons kabupaten/kota/puksemas. Target indikator sinyal kewaspadaan dini yang direspons untuk tahun 2017 tingkat Na-sional sebesar 75% dan target untuk Provinsi Sulawesi Utara tahun 2017 sama dengan target Nasional yaitu 75%.
Indikator penunjang dalam SKDR untuk mendukung Indikator Utama adalah ketepatan dan kelengkapan laporan. Target ketepatan laporan setiap minggu secara nasional sebesar ≥ 80% dan kelengka-pan ≥ 90%.
TUPOKSI SEKSI SIM: Melakukan Pembinaan Program Surveilans dan Imunisasi. Program dalam Seksi SIM antara lain: 1. SKDR penyakit menular berpotensi KLB 2. SKD Penyakit Infeksi Emerging (PIE) 3. Karantina Kesehatan terkait Public
Health Emergency Of International Con-cern (PHEIC)/Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKM-MD)
4. Program Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
5. Surveilans Congenital Rubella Syndrome (CRS)
6. Surveilans Terpadu Penyakit (STP) 7. Program Imunisasi 8. Program Kesehatan Haji 9. Manajemen Vaksin (Coolroom)
SKDR merupakan sistem yg lebih mengutamakan kecepatan dibanding
ketepatan, Kapasitas kecepatan yang dimaksud adalah kecepatan mendeteksi secara dini; kecepatan melakukan respon; kecepatan berbagi data dan informasi.
Waktu periode pelaporan SKDR adalah MINGGUAN Mekanisme pelaporan yakni Pelaksana Program Surveilans
Puskesmas meng-sms data penyakit menular /sindrome (jenis penyakit sesuai Permenkes nomor 1501 tahun 2010 tentang Jenis-jenis
penyakit menular yang dapat menimbulkan Wabah dan Upaya
Penanggulangannya) ke SERVER Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan setiap hari Senin minggu berjalan.
Peran Dinas Kesehatan Provinsi dan kabupaten/kota adalah melakukan verifikasi dan analisa terhadap data SKDR basis Website
serta melakukan respon segera terhadap alert yang muncul.
Website SKDR : skdr.surveilans.org
Buletin SIM Vol — 01 Agustus 2017 hal.8
Grafik 1. Persentase ketepatan dan Kelengkapan laporan SKDR basis Web
per kabupaten/kota Minggu 1-30 di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2017 Kabupaten/kota yang mencapai target ketepatan minggu 1-22 tahun 2017 yaitu Kotamobagu, Manado, Tomohon, Bitung, Minut, Bolmut, Minsel dan Bolmong. Sedangkan target kelengkapan dapat dicapai oleh beberapa kab/kota karena secara kumulatif laporan dari puskesmas yang terlambat melapor dapat memenuhi kelengkapan
Ketepatan laporan SKDR minggu 1-30 tahun 2017 tingkat Provinsi sebesar 72.9% dan keleng-kapan sebesar 89.5%. Informasi ketepatan dan kelengkapan laporan memiliki arti yang penting
dalam SKDR sebagai tools dari surveilans. Kete-patan laporan dalam SKDR memiliki arti se-berapa cepat alert diketahui oleh kabupaten, propinsi maupun pusat. Semakin tinggi ketepatan laporan maka semakin cepat kabupaten, propinsi atau pusat mengetahui adanya alert sehingga semakin cepat pula alert diverifikasi maupun direspons. Kelengkapan laporan memiliki arti seberapa besar/banyak sebuah sistem dapat menangkap alert (signal kewaspadaan). Semakin tinggi kelengkapan laporan maka akan semakin banyak alert yang ditangkap oleh sis-tem. Tetapi evaluasi laporan SKDR ter-hadap ketepatan dan kelengkapan, menunjukkan tidak ada korelasi antara ketepatan dan kelengkapan laporan den-gan kecepatan alert direspons. Misal satu kabupeten/kota memiliki kelengka-pan dan ketepatan laporan sebesar 80% dan menangkap alert sebesar 70 tetapi tidak serta merta kabupaten/kota melakukan verifikasi alert yang muncul dalam sistem pada hari itu. Mungkin besok atau lusa kabupaten baru melakukan verifikasi. Ada juga kabupaten/ kota yang sama sekali tidak melaku-kan verifikasi.
Persentase Alert yang direspon minggu 1-30 tahun 2017 di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 72.30%, Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 (persentase alert yang direspon oleh Kabupaten/Kota/Puskesmas pada minggu 1-30 tahun 2017). Beberapa kabu-
paten/kota belum menunjukkan per-formance kinerja yang baik. Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa fak-tor antara lain: 1. Adanya per-gantian beberapa pelaksana sur-veilans di tingkat puskesmas dan di-nas kesehatan ka-bupaten/kota ter-lalu cepat;
2. Tidak ada jaringan internet di dinas kesehatan/kota sehingga pelaksana surveilans kabupaten/kota tidak dapat melakukan input verifikasi/respon alert ke dalam sistem basis web walaupun sudah dilakukan respon secara fisik di masyarakat oleh puskesmas;
VERIFIKASI
0102030405060708090
100
72.9
89.5
KETEPATAN (%) KELENGKAPAN (%)
Buletin SIM Vol — 01 Agustus 2017 hal.9
4. Sinyal dibeberapa wilayah tingkat puskesmas ma-sih kurang baik bahkan tidak ada.
5. Beban kerja pejabat pengawas dan pelaksana sur-veilans di dinas kabupaten/kota cukup banyak (rangkap tugas) di beberapa kabupaten/kota.
Tabel 1. Prosentase Alert dalam SKDR yang direspon
di Provinsi Sulawesi Utara Minggu 1-30 tahun 2017.
Secara kumulatif alert yang direspon minggu 1-30 tahun 2017 berdasarkan data yang diverifikasi oleh kabupaten/kota, dari 1.621 alert yang ada sebanyak 1172 alert yang direspon (72.30%) dan ada 5 meru-pakan KLB.
No KAB./KOTA
JMLH PERIN-
GATAN DINI
PENYAKIT DI
PUSKESMAS
JUMLAH KETEPA-
TAN * (%)
KELENG-
KAPAN *
(%)
ALERT YANG DIRESPON * % Alert yang di
respon M-30
2017 TOT * PUSK. KEC JLH KLB <24 Jam
1 Bolmong 4 100 16 15 79.38 97.29 73 68 73.00
2 Bolsel 3 16 8 6 41.25 72.5 11 11 68.75
3 Boltim 34 7 7 59.05 87.62 2 1 5.88
4 Bolmut 1 71 11 6 94.55 100 21 17 29.58
5 Sangihe 6 67 17 15 27.84 68.04 4 1 5.97
6 Talaud 5 93 21 19 65.4 87.78 37 2 32 39.78
7 Minahasa 10 263 22 25 73.18 90.61 250 246 95.06
8 Minsel 1 273 17 17 83.33 91.18 207 12 75.82
9 Mitra 6 136 12 12 54.72 84.17 97 97 71.32
10 Minut 8 148 11 10 86.36 92.42 133 3 122 89.86
11 Sitaro 46 13 10 66.92 87.44 31 28 67.39
12 Bitung 4 104 9 8 84.81 95.56 85 7 81.73
13 Kotamobagu 4 23 5 4 100 100 18 18 78.26
14 Manado 4 158 16 11 92.08 98.96 120 110 75.95
15 Tomohon 3 89 7 5 90.48 95.24 83 80 93.26
SULUT 59 1621 192 170 72.9 89.5 1172 5 850 72.30
*) Data kumulatif Minggu 1 sampai 30 tahun 2017
Target tahun 2017 : 1. Ketepatan : ≥ 80% 2. Kelengkapan : ≥ 90% 3. Alert yang direspon = 75%
Kategori Alert:
Jika < 55 : MERAH
Jika 56 - 74 : KUNING
JIka ≥ 75% : HIJAU
Buletin SIM Vol — 01 Agustus 2017 hal.10
Sindrome penyakit dalam SKDR sebagian besar merupakan suspek kecuali malaria yang sudah kon-firmasi (baik secara RDT maupun mikroskopis). Oleh karena itu perlu dukungan laboratorium yang ber-peran sebagai laboratorium surveilans yang mendu-kung SKDR di setiap kabupaten atau propinsi atau regional yang ditunjuk. Untuk penyakit tertentu tidak semua kasus harus diperiksa sampelnya oleh labora-torium, tetapi saat diperlukan saja misalnya apabila muncul alert atau ada peningkatan kasus yang cukup bermakna. Tetapi ada juga penyakit tertentu yang harus segera dikonfirmasi setiap ada satu kasus misalnya kasus PD3I (Suspek Campak, AFP, suspek Difteri, suspek TN). Kasus AFP harus dibuktikan apakah disebabkan oleh virus polio atau bukan. Oleh karena itu seluruh kasus AFP yang dilaporkan harus diambil sampel feces dan diperiksa ke laboratorium rujukan nasional yang ditunjuk.
Penyakit yang dilaporkan dalam SKDR basis Web setiap minggu berjumlah 23 sindrome penyakit dan dapat dikelom-pokkan dalam 5 bagian yaitu: 1. Kelompok penyakit yang termasuk PD3I (suspek Cam-
pak, AFP, suspek Difteri, suspek Tetanus Neonatorium, suspek Pertusis dan suspek Tetanus);
2. Kelompok penyakit ganguan pencernaan (diare akut, suspek demam thipoid, diare berdarah/disenteri, sus-pek kolera, sindrom jaundice akut);
3. Kelompok penyakit gangguan pernafasan (pneumonia dan ILI = Influenza like Illness);
4. Kelompok penyakit Zoonosis (susp.Leptospirosis, GHPR, susp.Antrax, susp. Flu burung pada manusia).
5. Kelompok penyakit tular vektor (Malaria konfirmasi, susp. Dengue, susp.Chikungunya, susp.Meningithis/Enchepalitis)
Tabel 2. Kasus AFP di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2017
No Kab/Kota JLh Virus
Polio Ket. (Penting)
1 Bolmong 1 Neg Surveilans AFP yang
sensitive, akan men-
deteksi secara cepat adanya importasi
virus Polio, sehingga
transmisi virus polio
dapat dicegah atau
dibatasi luas are-
anya.
Semakin banyak me-
nemukan kasus AFP,
menunjukkan bahwa
Surveilans AFP ber-
jalan baik, UNTUK mendukung Eradi-
kasi Polio 2020
2 Bolsel 0
3 Boltim 0
4 Bolmut 0
5 Sangihe 0
6 Talaud 0
7 Minahasa 3 Neg
8 Minsel 0
9 Mitra 0
10 Minut 2 Neg
11 Sitaro 0
12 Bitung 1 Neg
13 Kotamobagu 0
14 Manado 0
15 Tomohon 0
SULUT 8 Neg
Kesimpulan: 1, SKDR sudah cukup baik untuk menangkap sinyal
kewaspadaan dari pukesmas namun kabupaten/kota perlu meningkatkan upaya verifikasi atau re-spons terhadap alert yang muncul dalam SKDR.
2. Data SKDR belum dianalisa oleh kabupaten/kota dengan alasan kuantitas SDM dan minimnya fasili-tas penunjang.
Rekomendasi: 1. Verifikasi dan respon alert agar lebih dioptimalkan
sehingga tidak terjadi KLB & target dapat tercapai. 2. Provinsi/kabupaten/kota wajib melihat dan mela-
kukan verifikasi setiap minggu untuk laporan SKDR. 3. Meningkatkan koordinasi lintas program dan sektor
termasuk masyarakat untuk respon alert. 4. Verifikasi penyakit zoonotik dan PD3I lebih dipri-
oritaskan. 5.Kendala jaringan internet dan sinyal dapat di advo-
kasi kepemerintah kabupaten/kota masing-masing, untuk mendukung kecepatan deteksi dini, kece-patan merespon dan kecepatan menshare data dan informasi.
SEKSI SURVEILANS DAN IMUNISASI (SIM) – BIDANG P2P DINAS KESEHATAN DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA
BULETIN SURVEILANS
IMUNISASI Surveillance Congenital Rubella Syndrom (CRS)
Definisi Kasus CRS 1. Suspek CRS : Bayi usia <1 tahun dengan:
Terdapat satu gejala pada kelompok A 2. CRS klinis: Bayi usia <1 tahun dengan:
Punya dua gejala klinis dari kelompok A; atau
Satu gejala dari kelompok A & satu gejala dari kelompok B
Kumpulan Gejala CRS
Kelompok A : Tuli Penyakit jantung kon-genital Katarak kongenital Glaukoma kongenital Pigmentary retinopathy
Kelompok B: Purpura Pembesaran limpa (Splenomegali) Microcephaly Retardasi mental Meningoensefalitis Penyakit “Radiolucent bone” Ikterik yang muncul dlm waktu 24 jam setelah lahir.
Flow Surveilans CRS di Rumah Sakit
3. CRS Pasti : Kasus suspek CRS dengan hasil pemeriksaan laboratorium salah satu berikut: Jika usia bayi < 6 bulan: IgM rubella (+) Jika usia bayi 6 sampai <12 bulan:
- IgM dan IgG rubella (+) atau, - IgG dua kali pemeriksaan dengan selang waktu 1 bulan (+)
4. Discarded CRS adalah Suspek CRS yang tidak memenuhi kriteria CRS klinis dan tidak me-menuhi kriteria CRS pasti
Pengambilan Spesimen I. Anak usia <6 bulan: - Yang diperiksa hanya IgM - Spesimen serum 1cc dari darah 3cc
2. Anak usia 6 – 12 bulan: - Yang diperiksa IgM dan IgG - Spesimen : serum 1cc dari darah 3cc
3. Urine atau swab tenggorok untuk isolasi virus
4. Spesimen disimpan pada suhu 2 - 8ºC
5. Spesimen diperiksa di lab campak Nas.
6. Spes. dikirim ke lab Nas. oleh RS atau diambil oleh Dinkes Provinsi.
1. Anak usia <6 bulan: Jika spesimen diambil saat anak berusia <1 bulan, hasil lab menunjukkan IgM (-) negatif, dan sangat dicurigai sebagai kasus CRS, maka dilakukan pemeriksaan ulang IgM pada 1 bulan kemudian atau maksimal sampai bayi berusia 6 bulan.
2. Anak usia 6 – 12 bulan: Jika hasil lab IgM (-) dan IgG (+), maka dilakukan pemeriksaan ulang terhadap IgM dan IgG satu bulan kemudian atau maksimal sampai bayi berusia 1 tahun.
3. Jika spesimen kedua tidak bisa diambil di RS, maka Tim data RS berkoordinasi dengan SO Provinsi.
SO Provinsi tempat domisili kasus akan mengambil spesimen kedua kasus tersebut
Pengambilan Spesimen Kedua
Surveillance Congenital Rubella Syndrom (CRS)
Buletin SIM Vol — 01 Agustus 2017 hal.12
Diagram Alur Penentuan Kasus CRS Pada Bayi Usia <6 Bulan
Diagram Alur Penentuan Kasus CRS Pada Bayi Usia 6 - 12 Bulan
Manajemen Surveilans Suspect CRS
Setiap kasus suspek CRS dilakukan investigasi yang
meliputi: Mengisi formulir investigasi CRS Merujuk ke lab Rumah Sakit untuk diambil specimen. Untuk kepentingan klinis, sebagian spesimen diperiksa di lab Rumah Sakit Meminta lab untuk menyimpan sisa specimen Kirim spesimen ke Lab Campak Nasional (LCN)
- Usia <6 bulan : Hanya diperiksa IgM - Usia 6-12 bulan: Periksa IgM dan IgG
Penderita dikonsulkan ke bagian anak (jantung), THT dan mata
Entry data menggunakan Web based Kirim spesimen ke lab campak nasional
IgM spesifik rubella pada bayi dengan CRS :
• Umur 0 – 5 bulan : 100% • Umur 6 – 12 bulan : 60% • Umur 12 – 18 bulan : 40% • Umur >18 bulan : jarang ditemukan IgM
INFO PELAKSANAAN BIAS :
1. Berdasarkan PMK No. 12 tahun 2017
tentang Penyelenggaraan Imunisasi,
maka jadwal pemberian Imunisasi Td
berubah dari Kelas 3 SD/sederajat
menjadi Kelas 5 SD/sederajat dan di-
laksanakan pada tahun 2019;
2. Peralihan jadwal pemberian di Tahun
2017 dan 2018, pemberian imunisasi Td
hanya akan diberikan kepada anak Kelas 2 SD/sederajat.
(Surat Direktur SKK, Ditjen P2P Kemenkes RI No.SR.02.06/4/1037/2017 tgl 22 /6/ 2017).