Batu saluran kemih
-
Upload
sofinakusnadi -
Category
Documents
-
view
92 -
download
0
description
Transcript of Batu saluran kemih
Referat Farmasi
NEFROLITHIASIS
oleh :
SOFINA KUSNADI
G 9911112132
KEPANITERAAN KLINIK UPF / LABORATORIUM FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2013
BAB I
ILUSTRASI KASUS
A. Identitas penderita
Nama : Tn. W
Umur : 44 th
Jenis kelamin : Pria
Pekerjaan : Pegawai bank swasta
Alamat : Sumber RT 4 RW XI Solo
B. Anamnesa
1. Keluhan utama
Nyeri pinggang sebelah kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang kanan sejak 1 tahun yang
lalu yang memberat 4 hari ini. Nyeri dirasakan seperti diremas-remas di
pinggang kanan dan kadang menjalar hingga perut. Nyeri ini dirasakan
hilang timbul. Lama nyeri setiap kali muncul 10-20 menit. Nyeri dirasakan
mengganggu kegiatan sehari-hari. Untuk mengurangi rasa nyerinya pasien
berbaring di tempat tidur.
Selain nyeri pinggang, pasien juga mengeluhkan buang air kecil
berwarna kuning keruh, nyeri dan mengeluarkan pasir. Pasien juga
mengeluhkan mual tetapi tidak sampai muntah. Pasien mengaku selama ini
kurang beraktifitas, lebih sering duduk di tempat kerja, serta jarang minum
air putih. Dalam sehari pasien hanya minum air putih 2-3 gelas saja. Pasien
mengaku lebih suka minum air the, kopi, dan minuman bersoda.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat hipertensi (-)
b. Riwayat asma (-)
c. Riwayat DM (-)
d. Riwayat penyakit jantung (-)
e. Riwayat penyakit ginjal (-)
f. Riwayat alergi obat (-)
g. Riwayat alergi makanan atau minuman (-)
h. Riwayat mondok (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat penyakit serupa (-)
b. Riwayat penyakit hipertensi (-)
c. Riwayat penyakit asma (-)
d. Riwayat penyakit DM (-)
C. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : compos mentis, sakit sedang, gizi cukup.
2. Vital sign
T : 120/80 mmHg
N : 84x/menit
Rr : 24x/menit
S : 36,6 C
3. Status gizi:
Berat badan /tinggi badan : 50 kg/155cm
IMT : 20,11 kg/m2(normoweight)
4. Kepala : mesochepal
5. Mata : Konjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-)
6. Hidung : nafas cuping hidung (-)
7. Mulut : bibir sianosis (-), mulut kering (-)
8. Leher : JVP tidak meningkat, kelenjar limfe tidak membesar
9. Thorak :
Pulmo :
Inspeksi : simetris, jejas (-), ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : SD vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : kiri atas SIC II LPSS, kiri bawah SIC IV LMCS
: kanan atas SIC II LPSD, kanan bawah SIC IV LPSD
Auskultasi : S1>S2, regular, murmur (-), gallop (-)
10. Abdomen :
Inspeksi : datar, tidak ada sikatriks dan tidak ada massa
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani (+), nyeri ketok kostovertebra (+/-)
Palpasi : supel, nyeri tekan perut regio lumbal dextra, hepar/lien tidak
teraba
11. Ekstremitas :
atas : akral dingin -/-. Oedem -/-
bawah : akral dingin -/-. Oedem -/- ,
D. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Hemoglobin 9,1 gr/dl
Leukosit 8230/ul
Hematokrit 32%
Eritrosit 4,7x10ˆ6/ul
Trombosit 499.000/ul
Ureum darah 29,1 mg/dl
Kreatinin darah 0,71 mg/dl
Glukosa sewaktu 114 mg/dl
Natrium 142 mmol/l
Kalium 5,0 mmol/l
Klorida 99 mmol/l
2. Foto Polos Abdomen
Hasil: Gambaran radioopak pada ren dextra
Kesan: gambaran nefrolithiasis dextra
E. Diagnosis Kerja
Nefrolithiasis dextra
F. Diagnosa Banding
Kolik renal dextra
Infeksi Saluran Kemih
G. Tujuan terapi
1. Menghilangkan rasa nyeri/ kolik yang timbul akibat adanya batu
2. Meredakan gejala penyerta (mual, muntah)
3. Menangani batu yang terbentuk, yaitu dengan meluruhkan batu dan juga
mencegah terbentuknya batu lebih lanjut (atau dapat juga sebagai
pencegahan/profilaksis)
4. Mencegah komplikasi
H. Terapi
1. Non medikamentosa
Terapi non medikamentosa dapat diberikan pada pasien dalam bentuk
edukasi tentang:
1. Penyakit nefrolithiasis
2. Komplikasi nefrolithiasis
3. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi
urin 2-3 liter per hari.
4. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu,
antara lain:
a. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium
urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
b. Rendah oksalat.
c. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya
hiperkalsiuri.
d. Rendah purin.
5) Aktivitas harian yang cukup.
2. Medikamentosa13
Berikut ini terapi medikamentosa yang dapat diberikan pada pasien
dengan nefrolithiasis.
a. Pasien dengan dehidrasi harus tetap mendapat asupan cairan yang
adekuat
b. Tatalaksana untuk nyeri kolik adalah analgesik, yang dapat dicapai
dengan pemberian opioid (morfin sulfat) atau NSAID.
c. Pada pasien dengan kemungkinan pengeluaran batu secara spontan,
dapat diberikan regimen MET (medical expulsive therapy). Regimen ini
meliputi kortikosteroid (prednisone), calcium channel blocker (nifedipin)
untuk relaksasi otot polos uretra dan alpha blocker (terazosin) atau
alpha-1 selective blocker (tamsulosin) yang juga bermanfaat untuk
merelaksasikan otot polos uretra dan saluran urinari bagian bawah,
sehingga dengan demikian batu dapat keluar dengan mudah (85% batu
yang berukuran kurang dari 3 mm dapat keluar spontan).
d. Pemberian analgesik yang dikombinasikan dengan MET dapat
mempermudah pengeluaran batu, mengurangi nyeri serta memperkecil
kemungkinan operasi.
Pemberian regimen ini hanya dibatasi selama 10-14 hari. Apabila
terapi ini gagal (batu tidak keluar) maka pasien harus dikonsultasikan lebih
lanjut pada urologis.
Pada batu dengan komposisi predominan kalsium, sulit untuk terjadi
peluruhan (dissolve). Oleh sebab itu tatalaksana lebih mengarah pada
pencegahan terbentuknya kalkulus lebih lanjut. Hal ini dapat dicapai dengan
pengaturan diet, pemberian inhibitor pembentuk batu atau pengikat kalsium
di usus, peningkatan asupan cairan serta pengurangan konsumsi garam dan
protein.
Adapun batu dengan komposisi asam urat dan sistin (cystine) lebih
mudah untuk meluruh, yaitu dengan bantuan agen alkalis. Agen yang dapat
digunakan adalah sodium bikarbonat atau potasium sitrat. pH dijaga agar
berada pada kisaran 6.5-7.0. Dengan cara demikian maka batu yang
berespon terhadap terapi dapat meluruh, bahkan hingga 1 cm per bulan.
Pada pasien batu asam urat, jika terdapat
hiperurikosurik/hiperurisemia dapat diberikan allopurinol. Selain itu, pada
pasien dengan batu sistin, dapat diberikan D-penicillamine, 2-alpha-
mercaptopropionyl-glycine yang fungsinya mengikat sistin bebas di urin
sehingga mengurangi pembentukan batu lebih lanjut.
Di bawah ini adalah obat yang dapat digunakan untuk menatalaksana batu saluran kemih:
a. Opioid analgesik, berfungsi sebagai penghilang rasa nyeri. Dapat
digunakan kombinasi obat (seperti oxycodone dan acetaminophen) untuk
menghilangkan rasa nyeri sedang sampai berat. Hanya jika diperlukan
(prn= pro re nata)
Morphine sulphate 2-5 mg IV setiap 15 menit jika diperlukan (jika
RR<16 x/menit dan sistolik < 100 mmHg), atau
Oxycodone dan acetaminophen 1-2 tablet/kapsul PO setiap 4-6 jam
jika diperlukan, atau
Hydrocodone dan acetaminophen 1-2 tablet/kapsul PO setiap 4-6
jam jika diperlukan.
b. Obat antiinflamasi non-steroid, bekerja dengan menghambat aktivitas
COX yang berperan dalam sintesis prostaglandin (PGD) sebagai mediator
nyeri. Bermanfaat dalam mengatasi kolik ginjal.
Ketorolac 30 mg IV (15 mg jika usia >65 tahun, gangguan fungsi
ginjal atau BB <50 kg) diikuti dosis 15 mg IV setiap 6 jam jika
diperlukan. Dianjurkan untuk tidak digunakan melebihi 5 hari karena
kemungkinan tukak lambung.
Ibuprofen 600-800 mg PO setiap 8 jam.
c. Kortikosteroid, merupakan agen antiinflamatorik yang dapat menekan
peradangan di ureter. Juga memiliki efek imunosupresif.
Prednisone 10 mg PO dua kali sehari. Penggunaan prednisone
dibatasi tidak boleh melebihi 5-10 hari.
d. Calcium channel blockers, merupakan obat yang mengganggu konduksi
ion Ca2+ pada kanal kalsium sehingga menghambat kontraksi otot
polos.
Nifedipine 30 mg/hari PO extended release cap
e. Alpha blocker, merupakan antagonis dari reseptor α1-adrenergic.
Dalam keadaan normal reseptor α1-adrenergic merupakan bagian dari
protein berpasangan protein G (G protein-coupled receptor). Protein ini
berfungsi dalam signaling dan aktivasi protein kinase C yang
memfosforilasi berbagai protein lainnya. Salah satu efeknya adalah
konstraksi otot polos; dengan adanya alpha blockers maka konstraksi
otot polos (pada saluran kemih) tersebut dihambat.
Tamsulosine 0.4 mg tablet PO setiap hari selama 10 hari.
Tamsulosin merupakan alpha-1 blocker yang digunakan untuk
memudahkan keluarnya batu saluran kemih.
Terazosin 4 mg PO setiap hari selama 10 hari.
f. Obat urikosurik, merupakan obat yang menghambat nefropati dan
pembentukan kalkulus oksalat.
Allopurinol 100-300 mg PO setiap hari. Allopurinol merupakan
obat yang menghambat enzim xantin oksidase, suatu enzim yang
mengubah hipoxantin menjadi asam urat.
g. Agen alkalis
Potassium citrate 30-90 mEq/hari PO dibagi menjadi 3-4 kali sehari,
dimakan bersama makanan.
h. Diuretik
Thiazide, hidroklorothiazide 25-50 mg perhari.
I. Penulisan resep
dr. Sofina Kusnadi
Jln. Manyar 2 Manahan
Surakarta
Telp. 081329542500
SIP 054100xxx
Surakarta, 21 Juni 2013
R/ Inj Ketorolac amp No. I
cum disposable syringe cc 3 No. I
∫ imm
R/ Hydrochlortiazid tab mg 25 No
XIV
∫ 1 dd tab 1 h.m.
R/ Tamsulosine tab mg 0.4 No. X
∫ 1 dd tab 1 p.c
R/ Metoclopramide tab mg 10 No.
XV
∫ 1 dd tab 1 a.c
Pro: Tn. W (44 tahun)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Ginjal 1,2,3
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat
sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan
posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah
(kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hepar
yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas
iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi
bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah
processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka)
sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari
batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih
rendah dibandingkan ginjal kiri.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari
korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari
tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus
colligent).
Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah
korteks
Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut
saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calix minor.
Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang
menghubungkan antara calix major dan ureter.
Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus
renalis/ Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang
bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut
terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan
menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi
jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron dapat dibagi menjadi: (1)
nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks
yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung
Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu
nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki
lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-
pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan
percabangan dari aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara
pada vena cava inferior. Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis
akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan memperdarahi
segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-
superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan
simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus
major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk
vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui
n.vagus.
B. Fisiologi Ginjal
Fungsi ginjal antara lain: a) memegang peranan penting dalam
pengeluaran zat-zat toksin, b) mempertahankan suasana keseimbangan
cairan, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa cairan
tubuh, dan d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein
ureum, kreatinin dan amoniak. Tahap pembentukan urin adalah :
1. Proses Filtrasi ,
Di glomerulus terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah
bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung
oleh kapsula bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida,
sulfat, bikarbonat dan lain sebagainya, diteruskan ke tubulus ginjal.
cairan yang di saring disebut filtrat gromerulus.
2. Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari
glukosa, sodium, klorida, fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya
terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal,
sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan
ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif
(reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3. Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal
dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar
C. Definisi Batu Saluran Kemih
Batu di dalam saluran kemih (calculus uriner) adalah massa keras
seperti batu yang berada di ginjal dan salurannya dan dapat menyebabkan
nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau infeksi.
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (nephrolith) maupun di
dalam kandung kemih (vesicolith). Proses pembentukan batu ini disebut
urolithiasis.
D. Etiologi 6,7
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,
dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap
(idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-
faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh
seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari
lingkungan sekitarnya.
Faktor intrinsik terbentuknya batu saluran kemih antara lain:
1. Herediter
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan.
Faktor ekstrinsik terbentuknya batu saluran kemih antara lain:
1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran
kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi
daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika
Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada
air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
5. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.
E. Epidemiologi 8
Penelitian epidemiologik memberikan kesan penyakit batu saluran
kemih mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan
berubah sesuai dengan perkembangan kehidupan suatu bangsa. Berdasarkan
pembandingan data penyakit batu saluran kemih di berbagai negara, dapat
disimpulkan bahwa di negara yang mulai berkembang terdapat banyak
insidensi batu saluran kemih bagian bawah, terutama terdapat di kalangan
anak.
Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih relatif
rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu saluran
kemih bagian atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat banyak batu
saluran kemih bagian atas, terutama di kalangan orang dewasa. Pada suku
bangsa tertentu, penyakit batu saluran kemih sangat jarang, misalnya suku
bangsa Bantu di Afrika Selatan.
Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak
kejadian di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di Amerika
Serikat sekitar 12% untuk pria dan 7% untuk wanita. Batu struvite lebih
sering ditemukan pada wanita daripada pria.
F. Patogenesis9,10,11
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama
pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis
urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan
bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi
infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan
buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan
terjadinya pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap
berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada
keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal.
Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu
(nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-
bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan
belum cukup mampu menyumbat saluran kemih. Untuk itu agregat kristal
menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari
sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu
yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel
dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, laju aliran
urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran
kemih yang bertindak sebagai inti batu.
Kandungan batu kemih pada umumnya terdiri dari :
1. 75 % kalsium.
2. 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
3. 6 % batu asam urat.
4. 1-2 % sistin (cystine).
Faktor-faktor yang mempengaruhi batu saluran kemih antara lain:
1. Hiperkalsiuria
Suatu keadaan dimana kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari
250-300 mg/24 jam, disebabkan karena hiperkalsiuria idiopatik (meliputi
hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein),
hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau
kelebihan kalsium.
2. Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air
kemih, khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I
(lengkap atau tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan
masukan protein tinggi.
3. Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu
pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.
4. Penurunan jumlah air kemih
Dikarenakan masukan cairan yang sedikit sehingga konsentrasi
urin lebih pekat dan memydahkan terjadinya batu saluran kemih.
5. Jenis cairan yang diminum
Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus
apel dan jus anggur.
6. Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini
disebabkan oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium
intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang
mengganggu absorbsi garam empedu.
7. Ginjal Spongiosa Medula
Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium
idiopatik (tidak dijumpai predisposisi metabolik).
8. Batu Asam Urat
Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah,
dan hiperurikosuria (primer dan sekunder).
9. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih
dengan organisme yang memproduksi urease. Batu dapat tumbuh menjadi
lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan
kaliks ginjal. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman
pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease
dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea
menjadi amoniak, seperti pada reaksi: CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2.1
Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya
adalah matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau
batu triple phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease, walaupun
dapat pula terbentuk dari campuran antara kalsium oksalat dan kalsium
fosfat.1
Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium,
ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amoniun
fosfat (MAP) atau (Mg NH4PO4.H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3.
Karena terdiri atas 3 kation Ca++ Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal
dengan nama batu triple-phosphate. Kuman-kuman yang termasuk
pemecah urea diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella, Serratia,
Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E.coli banyak
menyebabkan infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan termasuk
bakteri pemecah urea.1
G. Manifestasi Klinis8,10,11
Batu pada kaliks ginjal memberikan rasa nyeri ringan hingga berat
karena distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis, dapat
bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala
batu saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi.
Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak
batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada
pinggang. Nyeri ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan
kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises
ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran
kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya
meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan
sensasi nyeri.
Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat
saluran kemih, biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter
(ureteropelvic junction), dan ureter. Nyeri bersifat tajam dan episodik di
daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke perut, atau lipat paha,
bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan. Mual dan muntah sering
menyertai keadaan ini.
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena
terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik
mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal
pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi
urine, dan jika disertai infeksi didapatkan demam-menggigil.
H. Diagnosis12
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan fisik, penegakkan
diagnosis juga perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium,
dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi
saluran kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal. Secara radiologik, batu
dapat memberikan gambaran radioopak atau radiolusen. Sifat radioopak ini
berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga jenis
batu yang dihadapi.
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan
kemih yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan
fungsi ginjal, dan menentukan sebab terjadinya batu.
Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua
ginjal secara terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter
tersumbat total. Cara ini dipakai untuk memastikan ginjal yang masih
mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar untuk melakukan tindak
bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan ultrasonografi dapat untuk
melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan lumen saluran kemih, serta
dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama tindakan
pembedahan untuk mencegah tertingggalnya batu.
I. Diagnosis Banding8,10,11
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih
lanjut, misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena
itu, jika dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan,
perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu,
atau apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu juga dipertimbangkan
adneksitis.
Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan
keganasan apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga
diingat bahwa batu saluran kemih yang bertahun-tahun dapat menyebabkan
terjadinya tumor yang umumnya karsinoma epidermoid, akibat rangsangan
dan inflamasi. Pada batu ginjal dengan hidronefrosis, perlu dipertimbangkan
kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal polikistik hingga tumor
Grawitz.
J. Pemeriksaan Penunjang12.14
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan
diagnosis dan rencana terapi antara lain:
1. Foto Polos Abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan
adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium
oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling sering
dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat non
opak (radio lusen). Urutan radioopasitas beberapa batu saluran kemih
seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih
Jenis Batu Radioopasitas
Kalsium Opak
MAP Semiopak
Urat/Sistin Non opak
2. Pielografi Intra Vena (PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi
ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun
batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika
PIV belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat
adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah
pemeriksaan pielografi retrograd.
3. Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan
PIV, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal
ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil.
Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli
(yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis,
atau pengkerutan ginjal.
4. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan kristal.
5. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai
fungsi ginjal.
6. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.
7. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.
8. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein,
fosfatase alkali serum.
K. Penatalaksanaan8,13,14
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih
secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih
berat. Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran
kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus
diambil karena suatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih
yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang sudah
menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit
seperti diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya
(misalkan batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki
resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang
bersangkutan sedang menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus
dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain :
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan
pemberian diuretikum, berupa :
b. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
c. α - blocker
d. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran
batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien,
ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK
menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan
adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal
tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal) tidak ada toleransi
terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi.
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius,
hanya diberi obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat
dan akan dikenakan gelombang kejut untuk memecahkan batunya
Bahkan pada ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari
ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter
hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan bergerak.
Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu
ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni.
Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada
tiga jenis yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik.
Masing-masing generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi
sama-sama menggunakan air atau gelatin sebagai medium untuk
merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai sifat
akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan
menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan
menggunakan gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. ESWL hanya
sesuai untuk menghancurkan batu ginjal dengan ukuran kurang dari 3
cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara ginjal dan kandung
kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Batu yang keras
(misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa
kali tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah
tinggi, kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal,
wanita hamil dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas).
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada
wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius.
Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun
belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya
diinformasikan sejelas-jelasnya
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai
energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.
Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan
batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara
memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi
pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih
dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir
pasti dapat diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil
semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya
berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil
atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan
khusus bagi ahli urologi.
b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra
dengan memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam
buli-buli),
c. ureteroskopi atau uretero-renoskopi.
Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung
batu ureter yang besar, sehingga perlu alat pemecah batu
seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan
jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada pengalaman
masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.
d. ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan
menjaringnya melalui alat keranjang Dormia).
4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang
memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun
ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan
terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus
menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),
korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu
saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang
menahun.
5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent
ureter terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan
tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita
sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat
perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya
yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya
kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun
atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.
L. Pencegahan14
Pencegahan yang dilakukan didasarkan pada unsur yang menyusun
batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya
pencegahan itu berupa :
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi
urin 2-3 liter per hari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3. Aktivitas harian yang cukup.
4. Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan
adalah:
i. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium
urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
j. Rendah oksalat.
k. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya
hiperkalsiuri.
l. Rendah purin.
Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita
hiperkalsiuri tipe II.
M. Komplikasi
Komplikasi dari batu saluran kemih dibedakan menjadi komplikasi
akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut yang sangat
diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan
transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan. Data
kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan batu
ureter memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi
yang signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan
adalah avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler,
hidro atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk
kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse,
infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak
hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi
dari batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan
lebih besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan
sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca
operasi.
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat
menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau
tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena.
Komplikasi lainnya dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan. Infeksi,
termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi
melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti ESWL. Biasanya
infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada beberapa saat
setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi.
Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan paru serta
perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi
yang adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup
dapat menurunkan resiko terjadinya komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah,
demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih
sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan
PNL. Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau
perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL.
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi
keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan
kombinasi terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat
rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi
pada operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang,
namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau
mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat
urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.
Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%),
urosepsis (1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat
trauma parietal dan viseral. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca
ESWL, dijumpai adanya perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara
yang kembali normal setelah 15 hari. Belum ada data mengenai efek jangka
panjang pasca ESWL pada anak.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria
yang memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8%
kasus akibat perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi
urin. Pada satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi
operasi terbuka meliputi leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam
(24,1%), dan perdarahan pascaoperasi (1,2%). Pedoman penatalaksanaan
batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL monoterapi, PNL, atau operasi
terbuka.
N. Prognosis13
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor ukuran batu, letak
batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu,
makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi
dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan
adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan
fungsi ginjal.
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan terapi pembedahan
ESWL, 60% dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan
perawatan ulang karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran
kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas
dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.
DAFTAR PUSTAKA
1. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
2. Scanlon VC, Sanders T. 2007. Essential of anatomy and physiology. 5th ed.
US: FA Davis Company.
3. Van de Graaf KM. 2001. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill
Companies.
4. Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi II.
EGC: Jakarta
5. Anonim. Batu Saluran Kemih.
http://medicastore.com/penyakit/90/Batu_Saluran_Kemih.html. [diakses
pada 21 Juni 2013].
6. Purnomo, Basuki 2007. Dasar-dasar Urologi. edisi kedua. Sagung seto:
Jakarta.
7. Soeparman, dkk. 2001. Batu Saluran Kemih. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Hlmn 378. Balai Penerbit FKUI : Jakarta
8. Sjamsuhidayat; De jong, Wim. 2007. Buku ajar ilmu Bedah. pp 1024-
1034. EGC : Jakarta.
9. Glenn, James F. 1991. Urologic Surgery Ed.4. Philadelphia : Lippincott-
Raven Publisher.
10. Oswari, Jonatan; Adrianto, Petrus. 1995. Buku Ajar bedah, EGC: Jakarta
11. Rasyad, Syahriar, dkk. 1998. Radiologi Diagnostik, Ed.4, Balai Penerbit
FKUI: Jakarta.
12. Shires, Schwartz. Intisari prinsip – prinsip ilmu bedah. ed-6. EGC :
Jakarta. 588-589
13. Hall PM. Nephrolithiasis: Treatment, causes, and prevention. Cleveland
Clinical Journal of Medicine., 76 (10): 583-591.