bakso dan sosis.docx
-
Upload
iva-ancewita-saragih-turnip -
Category
Documents
-
view
118 -
download
9
Transcript of bakso dan sosis.docx
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan yang sesuai untuk dimakan dan
tidak menyebabkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Daging dikenal sebagai bahan
pangan yang bernilai gizi tinggi namun mempunyai
sifat mudah rusak. Oleh karena itu usaha pengolahan penanganan merupakan cara untuk
mengurangi kerusakan daging pasca panen sekaligus memperoleh nilai tambah dari produk yang
dihasilkan. Pengolahan daging seperti halnya pengolahan bahan lainnya bertujuan untuk
memperpanjang umur simpan, memperbaiki sifat organoleptik, menambah variasi bentuk hasil
olahan daging, memungkinkan tersedianya produk daging setiap saat serta menghemat waktu
dan energi untuk persiapan daging sebelum dimakan.
Kemajuan pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat berdampak
pula pada produk-produk daging. Berbagai jenis olahan daging telah banyak beredar dalam
masyarakat seperti bakso, sosis, daging asap dan lain-lain. Variasi yang terus berkembang
mendorong adanya pembuatan alat-alat untuk mendukung proses produksi.
Bakso didefinisikan sebagai daging yang dihaluskan, dicampur dengan tepung pati, lalu
dibentuk bulat-bulat dengan tangan sebesar kelereng atau lebih besar dan dimasukkan ke dalam
air panas jika ingin dikonsumsi, sedangkan sosis yang umum adalah produk daging giling yang
dimasukan kedalam selongsong (casing) sehingga mempunyai bentuk yang spesifik (bulat
panjang) dengan berbagai ukuran. Hal inilah yang melatarbelakangi dllakukannya praktikum
Pembuatan Bakso dan Sosis.
Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk mempraktekkan metode pengolahan dan
pengawetan hasil ternak dengan pembuatan bakso dan sosis serta untuk mengetahui uji kualitas
produk dari pengolahan hasil ternak tersebut dengan menggunakan jenis tepung yang berbeda.
Adapun kegunaan dari praktikum ini adalah agar dapat mempraktekkan metode
pengolahan dan pengawetan hasil ternak dengan pembuatan bakso dan sosis serta dapat
mengetahui uji kualitas produk dari pengolahan hasil ternak tersebut dengan menggunakan jenis
tepung yang berbeda.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Daging
Daging adalah daging hewan yang digunakan sebagai makanan. Daging didefinisikan
sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut
yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang
memakannya. Otot merupakan komponen utama penyusun daging, otot hewan berubah menjadi
daging setelah pemotongan karena fungsi fisiologisnya telah terhenti. Faktor yang
mempengaruhi kondisi ternak sebelum pemotongan akan mempengaruhi tingkat konversi otot
menjadi daging dan juga kualitas daging yang dihasilkan. Daging yang banyak dikonsumsi di
Indonesia adalah daging sapi, daging domba muda, dewasa atau tua, sedang daging unggas yang
paling banyak dikonsumsi adalah daging ayam (Soeparno, 2005) dalam (Anonim, 2010).
Daging tersusun dari jaringan ikat, epitelial, jaringan-jaringan saraf, pembuluh darah
dan lemak. Jumlah jaringan ikat berbeda diantara otot, jaringan ikat berhubungan dengan
kealotan daging. Otot skeletal merupakan sumber utama jaringan otot daging. Otot skeletal
mengandung sekitar 75 % air dengan kisaran 68-80%, protein sekitar 19%, substansi-substansi
non protein yang larut 3.5 % serta lemak sekitar 2.5 % (Anonim, 2010).
Tabel 5. Komposisi Kimiawi Daging Sapi.
Komposisi Kimiawi KandunganAir (%) 60 Protein (%) 17.5 Lemak (%) 22 Ca (mg/100 gram) 11 P (mg/100 gram) 17.1 Fe (mg/100 gram) 2.8 Vitamin A (SI) 30.0 Vitamin B (mg/g) 0.08
Sumber : Muctadi (2007) dalam Anonim (2010).
Menurut Natasasmita (1987) Anonim (2010), daging sapi berwarna cerah dan merah
ceri atau merah muda kecoklatan pada karkas sapi muda. Perubahan warna terjadi karena
terjadinya perubahan status ion besi dalam pigmen daging (myoglobin). Jika terjadi oksidasi
maka ion ferro akan berubah menjadi ion ferri dan warna daging akan menjadi coklat karena
terbentuk metmyoglobin. Dalam keadaan oksigen berlebih (daging dibiarkan terbuka), maka
terjadi oksigenasi dan warna daging menjadi merah cerah karena terbentuk oksimyoglobin.
Myoglobin yang memberikan warna merah pada daging. Warna normal daging segar dengan
adanya oksigen adalah merah terang, karena oksimioglobin mendominasi permukaan daging.
Pigmen yang memberikan warna pada daging adalah struktur hem. Hem ini berkombinasi
dengan protein membentuk hemoglobin dan mioglobin. Munculnya warna merah cerah pada
daging disebabkan oleh adanya ikatan oksigen pada atom besi (Fe2+) pada struktur molekul
mioglobin.
Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino esensial. Asam
amino esensial terpenting di dalam otot segar adalah alanin, glisin, asam glutamat, dan histidin.
Daging sapi mengandung asam aminomleusin, lisin, dan valin yang lebih tinggi daripada daging
babi atau domba. Pemanasan dapat mempengaruhi kandungan protein daging. Daging sapi yang
dipanaskan pada suhu 700C akan mengalami pengurangan jumlah lisin menjadi 90%, sedangkan
pemanasan pada suhu 1600C akan menurunkan jumlah lisin hingga 50%, pengasapan dan
penggaraman sedikit mengurangi kadar asam amino (Anonim, 2010).
B. Tinjauan Umum Bakso
Bakso merupakan salah satu produk olahan daging. Pengolahan daging menjadi bakso
bertujuan untuk memperpanjang daya simpan, meningkatkan nilai estetika, dan meningkatkan
nilai ekonomis. Subbab ini menyajikan tentang pengertian bakso, komponen penyusun bakso,
dan cara pembuatan bakso.
Bakso adalah produk daging yang banyak dikonsumsi dan sangat populer di kalangan
masyarakat. Menurut Standar Nasional Indonesia (1995) dalam Astiti (2008), bakso daging
adalah produk makanan yang berbentuk bulat atau lainnya yang diperoleh dari campuran daging
ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati (serealia) dengan atau tanpa penambahan
bahan makanan lain, serta bahan makanan yang diijinkan. Kualitas bakso sangat ditentukan oleh
kualitas bahan mentahnya terutama jenis dan mutu daging, macam tepung yang digunakan serta
perbandingannya di dalam adonan (Astiti, 2008).
Berdasarkan jenis daging yang digunakan sebagai bahan untuk membuat bakso, maka
dikenal berbagai jenis bakso seperti bakso ikan, bakso babi, dan bakso sapi. Penggolongan bakso
sapi menjadi tiga kelompok masing-masing bakso daging, bakso urat, bakso aci. Penggolongan
itu dilakukan atas perbandingan jumlah tepung pati dan jumlah serta jenis daging yang
digunakan dalam pembuatan bakso. Bakso daging dibuat dengan menggunakan daging dengan
jumlah yang lebih besar dibandingkan tepung pati yang digunakan. Bakso aci dibuat dengan
menggunakan pati dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan jumlah daging yang digunakan.
Bakso urat dengan menggunakan daging dalam jumlah lebih besar dibandingkan jumlah pati,
dan daging yang digunakan adalah daging yang banyak mengandung jaringan ikat (Astiti, 2008).
Dalam pembuatan bakso daging, kesegaran dan jenis daging sangatlah mempengaruhi
mutu dari bakso tersebut. Oleh karena itu, digunakan jenis daging yang baik dan bermutu tinggi.
Sebaikknya dipilih jenis daging yang masih segar, berdaging tebal, dan tidak banyak lemak
sehingga rendemennya tinggi. Selain itu, cara pengolahan bakso juga sangat mempengaruhi
mutu bakso yang dihasilkan, misalnya jika lemak atau kulit terambil, warna bakso yang
dihasilkan kotor atau agak abu-abu (Astiti, 2008).
Pembentukan adonan menjadi bola-bola bakso dapat dilakukan dengan menggunakan
tangan atau dengan mesin pencetak bola bakso. Jika memakai tangan, caraya gampang saja,
adonan diambil dengan sendo makan lalu diputar-putar dengan tangan sehingga terbentuk bola
bakso. Bagi orang yang telah mahir, untuk membuat bola bakso ini cukup dengan mengambil
segenggam adonan lalu diremas-remas dan ditekan ke arah ibu jari. Adonan yang keluar dari ibu
jari dan telunjuk membentuk bulatan lalu diambil dengan sendok (Astiti, 2008).
Cara yang paling mudah untuk menilai mutu bakso yaitu dengan menilai mutu sensoris
atau mutu organoleptiknya. Hasil pengujian mutu sensoris ini dapat diperkuat dengan pengujian
fisik, kimiawi, dan mikrobiologis yang tentu saja memerlukan teknik, peralatan, dan tenaga
khusus. Paling tidak ada lima parameter sensoris yang perlu dinilai, yaitu penampakan, warna,
bau, rasa, dan tekstur (Astiti, 2008).
Tabel 6. Komposisi Kimia Daging Sapi Bakso dalam 100 gram Bahan
Komponen Satuan Jumlah
Kalori Kal 207,00
Protein g 18,80
Lemak g 14,00
Kalsium mg 11,00
Fosfor mg 170,00
Besi mg 2,80
Vitamin A SI 30,00
Vitamin B1 mg 0,08
Air g 66,00
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan Departemen Kesehatan RI (1979).
C. Tinjauan Umum Sosis
Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang kemudian
dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam pembungkus yang berupa usus
hewan atau pembungkus buatan, dengan atau tidak dimasak. Menurut Kramlich (1971) dalam
Fiqhi (2009), sosis adalah makanan yang dibuat dari daging yang digiling dan dibumbui,
umumnya dibentuk menjadi bentuk yang simetris (Fiqhi, 2009).
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus
mengandung protein minimal 13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat maksimal 8%. Jika
standar ini terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa sosis merupakan makanan sumber protein.
Hanya saja, karena kadar lemak dan kolesterol sosis yang cukup tinggi, sosis sebaiknya tidak
dijadikan menu rutin bagi anak-anak guna mencegah masalah obesitas dan penyakit-penyakit
yang mengikutinya, dikemudian hari. Jika anak anda suka makan sosis, sebaiknya anda memilih
produk sosis dengan kandungan lemak yang tidak terlalu tinggi (kurang dari 10%) (Farhan,
2012).
Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi sua cairan atau
senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang lain. Cairan yang
berbentuk globula- globula kecil disebut fase dispersi atau fase diskontinu, dan cairan tempat
terdispersinya globula-globula tersebut disebut fase kontinu. Protein-protein daging yang terlarut
bertindak sebagai pengemulsi dengan membungkus atau menyelimuti semua permukaan partikel
yang terdispersi (Fiqhi, 2009).
Emulsi terdiri atas tiga fase atau bagian. Satu , fase terdispersi yang terdiri dari partikel-
partikel yang tidak dapat larut. Pada makanan, zat ini biasanya minyak, meskipun tidak selalu.
Fase kedua adalah fase kontinu. Pada makanan, zat ini biasanya air. Jika air dan minyak
dicampur, keduanya akan langsung memisah dan dan terlihat garis pemisah yang jelas. Agar
partikel-partikel salah satu cairan tersuspensi dalam cairan lainnya, dibutuhkan zat ketiga, yaitu
molekul – molekul yang mempunyai afinitas untuk kedua cairan diatas. Zat ini dinamakan
pengemulsi (Fiqhi, 2009).
Klasifikasi sosis terdiri atas sebagai berikut (Nursiam, 2010) :
1. Sosis segar, yaitu jenis sosis yang dibuat dari daging yang tidak dimasak, tidak dikuring,
umumnya daging babi segar dan terkadang daging sapi. Sosis jenis ini harus disimpan pada
refrigator dan dimasak dahulu sebelum dihidangkan.
2. Sosis asap tidak dimasak, yaitu sosis yang mempunyai karakteristik sama dengan sosis segar,
namun sosis ini diselesaikan dengan pengasapan untuk memberikan flavor dan warna yang
berbeda, serta harus dimasak dahulu sebelum dikonsumsi.
3. Sosis masak, yaitu sosis yang dipersiapkan dari satu atau lebih macam-macam daging skeltal
atau daging unggas. Bahan-bahan penyusunnya dari by product atau variety meats. Sosis ini
biasanya merupakan sosis dengan emulsi yang baik. Frankfurters, Bologna dan liver sausage
merupakan contoh sosis ini.
4. Sosis kering dan semikering, merupakan sosis yang diproduksi melalui proses fermentasi dengan
persiapan paling rumit diantara semua jenis sosis. Perhatian penuh sangat dibutuhkan pada setiap
tahap proses pembuataannya, dan harus dilakukan selama beberapa bulan di bawah kondisi suhu
dan kelembabab yang terkontrol.
5. Daging spesial, merupakan produk yang dibuat dari daging cacah yang biasanya dimasak atau
cendrung dibakat daripada diasap.
D. Tinjauan Umum Tepung Tapioka dan Tepung Kedelai
1. Tepung Tapioka
Tepung tapioka yang disebut juga pati ubi kayu, yang merupakan granula dari
karbohidrat, berwarna putih, tidak mempunyai rasa manis, dan tidak berbau. Tepung tapioka
diperoleh dari hasil ekstraksi umbi ketela pohon (Manihot utilissima) yang umumnya terdiri dari
tahap pengupasan, pencucian, pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan, pengeringan,
dan penggilingan (Anonim, 2008).
Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain
sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang,
dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi
kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih (Anonim, 2008).
Tabel 7. Komposisi Kimia Tepung Tapioka dalam 100 gram Bahan
Komponen Satuan Jumlah
Air rram 11,30
Pati gram 88,01
Lemak Gram 0,10
Abu gram 0,09
Sumber: Brautlecht, (1953) dalam Anonim (2008).
Tepung tapioka memiliki kandungan pati yang lebih tinggi. Pati memegang peranan
penting dalam menentukan tekstur makanan, dimana campuran granula pati dan air bila
dipanaskan akan membentuk gel. Pati yang telah berubah menjadi gel bersifat irreversible,
dimana molekul-molekul pati saling melekat membentuk suatu gumpalan sehingga viskositasnya
semakin meningkat (Anonim, 2008).
Ampas tapioka banyak dipakai sebagai campuran makanan ternak. Pada umumnya
masyarakat kita mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus. Tapioka kasar
masih mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu yang masih kasar, sedangkan tapioka halus
merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan tidak mengandung gumpalan lagi. Kualitas tapioka
sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu (Anonim, 2008) :
Warna Tepung, tepung tapioka yang baik berwarna putih.
Kandungan Air, tepung harus dijemur sampai kering benar sehingga kandungan airnya rendah.
Banyaknya serat dan kotoran, usahakan agar banyaknya serat dan kayu yang digunakan harus
yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat dan zat kayunya masih sedikit dan zat patinya
masih banyak.
Tingkat kekentalan, usahakan daya rekat tapioka tetap tinggi. Untuk ini hindari penggunaan air
yang berlebih dalam proses produksi.
Tepung Tapioka berfungsi senagai bahan pengisi serta berfungsi memperbaiki atau
menstabilkan emulsi, meningkatkan daya mengikat air, memperkecil penyusutan, menambah
berat produk, dan dapat menekan biaya produksi. Tepung tersebut mengandung karbohidrat
86,55%, air 13,12%, protein 0,13%, lemak 0,04%, dan abu 0,16%. Kandungan pati yang tinggi
pada tepung membuat bahan pengisi mampu mengikat air tetapi tidak dapat mengemulsi lemak.
Pati dalam air panas dapat membentuk gel yang kental. Pati terdiri atas dua fraksi yang tidak
dapat dipisahkan, yaitu fraksi terlarut (amilosa) dan fraksi tidak terlarut (amilopektin). Amilosa
bersifat higroskopis (mudah menyerap air) sehingga mudah membentuk gel. Proporsi kandungan
amilosa dan amilopektin dalam pati menentukan sifat produk olahan; makin sedikit kandungan
amilosa, makin lekat produk olahannya. Interaksi antara myofibril dan gelatinisasi pati dimana
molekul pati akan memenuhi ruang pada matrix myofibril. Hal ini akan memberikan struktur
yang kaku dan meningkatkan gelatinisasi myofibril (Yulianti, 1999; Hidayati, 2002). Selain itu
juga diasumsikan bahwa gelatinisasi pati dapat menggantikan hilangnya elastisitas otot karena
degradasi protein ketika proses rigor mortis (Sughy, 2012).
2. Tepung Kedelai
Kedelai (Glycine max L.) merupakan sumber protein yang paling baik
serta sebagai sumber lemak, vitamin, mineral dan serat. Kandungan protein
berkisar 30-40%, karbohidrat 34,8%, lemak 18,1% dan masih mengandung zat gizi yang lain
sehingga mempunyai potensi yang cukup baik untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat,
khususnya kebutuhan protein. Selain dari kandungan gizi yang tinggi, kedelai merupakan sumber
isoflavon. Isoflavon merupakan salah satu senyawa fitoestrogen, yaitu senyawa nabati yang
memiliki efek serupa dengan estrogen. Fitoestrogen dapat mengurangi gejala menopause,
memperbaiki lipid atau lemak dalam plasma, menghambat perkembangan arteriosklerosis, serta
menghambat pertumbuhan sel-sel tumor atau kanker pada payudara dan endometrium. Isoflavon
terbukti mempunyai efek hormonal, khususnya efek estrogenik. Penyebaran tanaman kedelai ke
Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria: Jepang (Asia Timur)
dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika (Waqid, 2011).
Kedelai merupakan sumber protein nabati yang efisien, dalam arti bahwa untuk
memperoleh jumlah protein yang cukup diperlukan kedelai dalam jumlah 20 yang kecil. Selain
mengandung protein, kedelai juga mengandung zat besi, kalsium, vitamin A dan vitamin B1.
Protein kedelai merupakan satu-satunya leguminosa yang mengandung semua asam amino
esensial. Asam amino tersebut tidak dapat disintesis oleh tubuh, jadi harus dikonsumsi dari luar.
Meskipun kadar minyaknya sekitar 18%, tetapi ternyata kadar lemak jenuhnya rendah dan bebas
terhadap kolesterol serta rendah nilai kalorinya. Kedelai banyak dikonsumsi oleh manusia
sebagai salah satu alternatif untuk menggantikan protein hewani yang relatif lebih mahal (Waqid,
2011).
METODOLOGI PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum Pembuatan Bakso dan Sosis dilaksanakan pada hari senin, tanggal 1 April
2013 pukul 14.00 sampai dengan 17.00 WITA bertermpat di Laboratorium Teknologi Hasil
Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum Bakso + Tepung Kedelai adalah panci, saringan,
blender, pisau, mangkok, wadah, timbangan, sendok makan, saringan, dan kompor.
Bahan yang digunakan pada praktikum Bakso + Tepung Kedelai adalah daging segar
250 gram, tepung kedelai 30 gram, es secukupnya, garam secukupnya, Sodium tripolyposphat 2
gr, merica halus 3 gram, bawang putih 5 siung dan air secukupnya.
Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dari praktikum Bakso + Tepung Kedelai yang telah dilakukan
adalah pertama-tama menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, kemudian daging di
potong dadu. Setelah itu, menimbang semua bahan sesuai dengan jumlah berat yang akan
digunakan. Kemudian memasukkan daging segar, es, garam, STTP dan sedikit air ke dalam
blender dan digiling selama 2 menit. Setelah semua bahan tercampur rata, adonan ditambahkan
tepung kedelai, bawang putih dan merica lalu kembali digiling hingga adonan legit. Selanjutnya,
adonan didiamkan 10 menit sambil memasak air hingga mendidih. Setelah air mendidih, adonan
dibuat bulat – bulat lalu dimasak pada air mendidih hingga bakso siap untuk disajikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Bakso
Berdasarkan hasil uji organoleptik pada pembuatan bakso + tepung tapioka
dan bakso + tepung kedelai diperoleh data berikut.
Tabel 8. Hasil Uji Organoleptik Pada Bakso.
Jenis
BaksoWarna Tekstur Aroma Cita Rasa Keempukan Kekenyalan
Bakso +
Tepung
Tapioka
4 4 4 5 4 4
Bakso +
Tepung
Kedelai
3 5 2 3 3 4
Sumber: Data Hasil Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak, 2013
Berdasarkan data pada tabel 8, diketahui bahwa indikator warna pada bakso
+ tepung tapioka bernilai 4 yang artinya berwarna cokelat sedangkan pada bakso +
tepung kedelai bernilai 3 yang artinya putih. Hal ini terjadi perbedaan dapat
dikarenakan adanya perbedaan pada jenis daging dan jenis tepung yang digunakan,
sesuai pendapat Rahmat (2011) yang menyatakan bahwa tingkat kecerahan wana
pada daging, ditentukan oleh bagian jenis daging dan tebal-tipisnya
lapisan oksimioglobin pada permukaan daging.
Dari indikator tekstur, diketahui bahwa tekstur pada bakso + tepung tapioka
bernilai 4 yang artinya halus dan tekstur pada bakso + tepung kedelai bernilai 5 yang
artinya juga halus. Tekstur halus yang ada pada bakso tersebut dipengaruhi karena
penambahan air dan es yang sesuai takaran. Hal ini sesuai pendapat Farhan (2008)
yang menyatakan bahwa tekstur dan keempukan pada daging bakso dipengaruhi oleh
kandungan airnya. Penambahan air pada adonan bakso diberikan dalam bentuk es
batu atau air es supaya suhu adonan selama penggilingan tetap rendah.
Indikator aroma pada bakso + tepung tapioka bernilai 4 yang artinya sangat
berbau daging sedangkan aroma pada bakso + tepung kedelai bernilai 2 yang artinya
tidak berbau daging. Aroma bau daging yang ada pada bakso dipengaruhi oleh
banyak tidaknya tepung dan bumbu yang digunakan pada adonan. Hal ini sesuai
pendapat Rahmat (2011) yang menyatakan bahwa adonan pada bakso sangat
mempengaruhi hasil setelah perebusan, Semakin banyak bumbu dan tepung yang
diberikan pada adonan, maka bau daging akan berkurang setelah bakso direbus
karena tertutupi oleh tebalnya padatan tepung dan bau bumbu yang menyengat.
Indikator cita rasa pada bakso + tepung tapioka adalah 5 yang artinya sangat
asin, sedangkan pada bakso + tepung kedelai adalah 3 yang artinya kurang asin.
Tingkat keasinan pada bakso dipengaruhi oleh banyaknya garam yang diberikan pada
adonan. Hal ini sesuai pendapat Rohman (2010) yang menyatakan bahwa garam
berfungsi sebagai pemberi cita rasa, sebagai pengawet dan memberikan kesan kenyal
dalam pengolahan daging bakso.
Indikator keempukan pada bakso + tepung tapioka bernilai 4 yang artinya
empuk dan 3 pada bakso + tepung kedelai yang juga berarti empuk. Tingakat
keempukan pada daging bakso dipengaruhi oleh waktu pemasakan, hal ini sesuai
pendapat Syamsir (2011) yang menyatkan bahwa pemasakan dapat meningkatkan
atau menurunkan keempukan daging, tergantung pada suhu dan waktu pemasakan.
Suhu pemasakan akan mempengaruhi kealotan protein miofibrilar sementara lama
waktu pemasakan akan mempengaruhi proses pelunakan kolagen (protein didalam
jaringan ikat).
Indikator kekenyalan pada bakso + tepung tapioka bernilai 4 yang artinya
kenyal dan pada bakso + tepung kedelai bernilai 4 yang artinya juga kenyal. Tingkat
kekenyalan bakso dipengaruhi oleh lama pemasakan dan kadar STTP (Sodium
Tripolyposphat) dalam adonan. Hal ini didukung oleh pendapat Rais (2011) yang
menyatakan bahwa Selain faktor pemasakan yang mempengaruhi tingkat kekenyalan
ini adalah STPP.
B. Sosis
Berdasarkan hasil uji organoleptik pada pembuatan sosis + tepung tapioka
dan sosis + tepung kedelai diperoleh data berikut.
Tabel 9. Hasil Uji Organoleptik Pada Sosis.
Jenis
BaksoWarna Tekstur Aroma Cita Rasa Keempukan Kekenyalan
Sosis +
Tepung
Tapioka
4 4 4 4 4 4
Sosis +
Tepung
Kedelai
3 3 4 2 4 4
Sumber: Data Hasil Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak, 2013
Berdasarkan data pada tabel 9, diketahui bahwa indikator warna pada sosis +
tepung tapioka bernilai 4 yang artinya berwarna cokelat cerah dan pada sosis +
tepung kedelai bernilai 3 yang artinya agak cokelat. Tingkat warna kecerahan pada
sosis dipengaruhi oleh faktor temperatur dan lama pemasakan, pemasakan yang
berlebihan dapat menyebabkan warna daging menjadi cokelat, dan warna sosis juga
dipengaruhi oleh penambahan nitrat dan nitrit. Hal ini didukung pendapat Fiqhi
(2009) yang menyatakan bahwa warna sosis dipengaruhi oleh bahan pewarna nitrit
ataupun nitrat, perubahan warna menjadi coklat terjadi karena adanya denaturasi
protein saat pemanasan dan juga dapat dipengaruhi oleh temperatur.
Dari indikator tekstur, diketahui bahwa tekstur pada sosis + tepung tapioka
bernilai 4 yang artinya halus dan tekstur pada sosis + tepung kedelai bernilai 3 yang
artinya juga halus. Tekstur halus yang ada pada sosis tersebut dipengaruhi adanya
tambahan tepung tapioka maupun tepung kedelai yang mengandung karbohidrat dan
protein. Hal ini sesuai pendapat Fiqhi (2009) yang menyatakan bahwa tekstur suatu
makanan dapat dipengaruhi oleh kadar air, kandungan lemak, jenis dan jumlah
karbohidrat serta protein.
Indikator aroma pada sosis + tepung tapioka dan sosis + tepung kedelai
bernilai 4 yang artinya sangat berbau daging. Aroma bau daging yang ada pada sosis
tidak dipengaruhi oleh ada atau tidaknya tepung yang ditambahakan pada adonan,
tapi dipengaruhi oleh penambahan bumbu. Hal ini sesuai pendapat Fiqhi (2009) yang
menyatakan bahwa adonan pada sosis yang ditambahakan tepung ataupun tanpa
tepung tidak mempengaruhi aroma yang akan dihasilkan. Semakin banyak bumbu
yang diberikan pada adonan, maka bau daging akan berkurang setelah sosis direbus
karena tertutupi oleh tebalnya padatan bumbu yang menyengat. Jadi penambahan
bumbu yang sedikit akan menyebabkan aroma daging sangat terasa dibandingkan
dengan penambahan hanya sedikit bumbu.
Indikator cita rasa pada sosis + tepung tapioka adalah 4 yang artinya asin,
sedangkan pada sosis + tepung kedelai adalah 2 yang artinya kurang asin. Tingkat
keasinan pada sosis dipengaruhi oleh banyaknya garam yang diberikan pada adonan.
Hal ini sesuai pendapat Rohman (2010) yang menyatakan bahwa garam berfungsi
sebagai pemberi cita rasa, sebagai pengawet dan memberikan kesan kenyal dalam
pengolahan daging sosis.
Indikator keempukan pada sosis + tepung tapioka dan pada sosis + tepung
kedelai adalah bernilai 4 yang berarti empuk. Tingkat keempukan pada daging sosis
dipengaruhi oleh waktu pemasakan, hal ini sesuai pendapat Syamsir (2011) yang
menyatkan bahwa pemasakan dapat meningkatkan atau menurunkan keempukan
daging, tergantung pada suhu dan waktu pemasakan. Suhu pemasakan akan
mempengaruhi kealotan protein miofibrilar sementara lama waktu pemasakan akan
mempengaruhi proses pelunakan kolagen (protein didalam jaringan ikat).
Indikator kekenyalan pada sosis + tepung tapioka dan pada sosis + tepung
kedelai bernilai 4 yang artinya kenyal. Tingkat kekenyalan sosis dipengaruhi oleh
lama pemasakan dan kadar STTP (Sodium Tripolyposphat) dalam adonan. Hal ini
didukung oleh pendapat Rais (2011) yang menyatakan bahwa kemampuan mengikat
pada tepung yang baik akan menghasikan kekenyalan pada adonan setelah
pemasakan.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari praktikum Pembuatan Bakso dan
Sosis dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Tingkat kecerahan wana pada daging bakso dan sosis ditentukan oleh bagian jenis
daging, penambahan nitrit ataupun nitrat, pemasakan dan temperatur.
2. Tekstur pada daging bakso dan sosis dipengaruhi oleh kandungan kadar air,
kandungan lemak, jenis dan jumlah karbohidrat serta protein.
3. Aroma daging bakso dan sosis dipengaruhi oleh banyak atau sedikitnya bumbu yang
diberikan.
4. Tingkat rasa pada bakso dan sosis dipengaruhi oleh banyaknya garam yang diberikan
pada adonan.
5. Tingkat keempukan daging bakso dan sosis dipengaruhi oleh wak tu dan suhu
pemasakan.
6. Tingkat kekenyalan sosis dan bakso dipengaruhi oleh lama pemasakan dan kadar
STTP (Sodium Tripolyposphat) dalam adonan.
Saran
Sebaiknya laboratorium diperluas sehingga proses praktikum dapat
berlangsung dengan tertib.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Pembuatan Bakso. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.
Anonim. 2010. Konsumsi Daging Masyarakat. Jurusan Teknologi Pangandan Gizi IPB. Bogor.
Astiti. 2008. Pembuatan Daging Bakso. http:// Fatimah_Astiti.blogspot.com. Diakses pada tanggal 5 April 2013.
Farhan. 2008. Bakso Daging. Jurusan Teknologi Pangandan Gizi IPB. Bogor.
Farhan. 2012. Makalah Sosis Terbaru. http://d-suwka.blogspot.com/2012/11 /makalah-sosis-terbaru.html. Diakses pada tanggal 5 April 2013.
Fiqhi, F. 2009. Sosis. http://fastasqi.wordpress.com/sosis/. Diakses pada tanggal 5 April 2013.
Nursiam, I. 2010. Sosis. http://intannursiam.wordpress.com/2010/10/13/sosis/. Diakses pada tanggal 5 April 2013.
Rahmat. 2011. Daging Segar. http://pengolahanpangan. blogspot.com/2011/07 /mengetahui- kualitas-daging-segar-dari. html. Diakses pada tanggal 5 April 2013.
Rais, H. 2011. Makanan Olahan Daging. http:// harfinad24090112. wordpress.com/. Diakses pada tanggal 5 April 2013.
Rohman, M. 2010. Bakso. http://seputarpanganindustri. blogspot.com/ 2010/05/ bakso-oleh-muhammad- rohman-sekitar.html. Diakses pada tanggal 5 April 2013.
Sughy. 2012. Laporan Pembuatan Tepung Dari Singkong. http://sughy03.blogspot.com/2012/01/ laporan-pembuatan-tepung-dari-singkong.html. Diakses pada tanggal 5 April 2013.
Syamsir, E. 2011. Mutu Daging. http://elvirasyamsir.staff.ipb.ac.id/karakteristik-mutu-daging/. Diakses pada tanggal 5 April 2013.
Waqid, M. 2011. Makalah Bahan Kuliah. http://mohwaqid.blogspot.com /2011/10/makalah-bahan-kuliah.html. Diakses pada tanggal 5 April 2013.