Kei Tua o te Pae: Booklet 1 - An introduction to Kei Tua o ...
Bahasa Kei
Transcript of Bahasa Kei
“Pengembangan Bahasa Daerah Kei” Makalah Ini dibuat sebagai tugas Mata Kuliah Lingustik Banding oleh Petronela Letsoin. Mahasiswa Universitas Pattimura Ambon. Program Studi Bahasa Indonesia 2013.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebagaimana telah dinyatakan dalam undang-undang Dasar 1945 pasal 32
bahwa bahasa daerah yang masih digunakan oleh masyarakat penuturnya dipelihara
oleh Negara. di samping itu, dalam Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah pasal 22 huruf n dinyatakn bahwa dalam penyelenggaraan
otonomi daerah mempunyai kewajiban melestarikan nilai social budaya. Berdasarkan
penyataan dalam undang-nudang dasar dan undang-undang itu, baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah mempunyai kewajiban bersama untuk memelihara dan
menjaga kelestarian kekayaan budaya bangsa, yaitu bahasa daerah karena di dalam
bahasa itu terekam nilai-nilai budaya masyarakat daerah yang dapat menjadi sumber
pengembangan budaya nasional (Dharma, 2011).
Negara kesatuan republik Indonesia yang bercirikan “Bhineka Tungga Ika”
yaitu berbeda-beda tetapi tetap satu, secara tersurat mengamanatkan kapada bangsa
Indonesia untuk menghargai perbedaan, baik adat –istiadat, agama, dan bahasa.
Dengan demikian penghargaan terhadap bahasa daerah yang beragam merupakan
suatu keharusan karena penghaergaan terhadap bahasa daerah berarti penghargaan
terhadap masyarakat pendukung bahasa daerah itu, sebaliknya sikap abai terhadap
bahasa daerah sama artinya dengan mengabaikan keberadaan masyarakat pendukung
bahasa itu.
Di Indonesia Timur, terdapat kurang lebih 746 bahasa daerah, enam pulluh
persen dari itu berada di wilayah Indoneia Timur, yaitu di provinsi papua dan papua
Barat kurang lebih 400 bahasa, Maluku dan Maluku Utara 132 bahasa, dan kurang
lebih 40 bahasa ada di Nusa Tenggara Timur, tiga puluh lima persen dari bahasa
daerah itu dikhawatirkan mengalami kepunahan pada 2010 (pernyataan wakil
2
presiden dalam running tex metro TV, Juli 2007). Kondisi ini tentu di tenggarai oleh
kurangnya minat generasi muda untuk bertutur dengan bahasa daerahnya karena
adanya kecenderungan meninggalkan tempat kelahiran untuk mencari penghidupan
yang lebih baik. Jikam kita abai terhadap kondisi kebahasan yang sangat
memprihatikan ini berarti kita akan kehilangan sebagian kekayaan budaya bangsa
yang tak ternilai itu karena punahnya bahasa berarti punah pula kekayaan nilai
budaya bangsa dan akhirnya hilang keberadaan (eksistensi) bangsa penutur bahasa
daerah itu. Oleh karena itu, peril dilakukan tindakan segera unruk menyelamatkan
dan mengembangkan bahasa-bahasa daerah itu (Dharma, 2011).
Bahasa Kei (Veveu Evav) adalah Bahasa yang digunakan oleh Etnik
Kei/Evav. Yang Letaknya di Pulau Maluku, Khususnya Kota Tual dan Kabupaten
Maluku Tenggara. Yakni desa di Pulai Kei Kecil, Kei Besar, Dullah, maupun Pulau-
pulau lainnya. Masyarakat Pulau Kur dan Kamear memiliki bahasa tersendiri yaitu
bahasa Kur, Sedangkan Penduduk Banda Eli yang bertempat di Kei Besar sebagai
penutur Bahasa Banda. tapi agak sedikit mirip dengan Bahasa Kei. Tiap Pulau bahkan
tiap desa memiliki dialek/logat yang berbeda, sehingga kita bisa dengan mudah
mengetahui dari mana si penutur itu berasal (Fhionna, 2013)
Ada tiga bahasa rumpun austronesia yang dipertuturkan di Kepulauan Kai;
Bahasa Kei (Veveu Evav) adalah yang paling luas pemakaiannya, yakni di 207 desa
di Kei Kecil, Kei Besar, dan pulau-pulau sekitarnya. Penduduk Pulau Kur dan
Kamear menggunakan Bahasa Kur (Veveu Kuur) dalam percakapan sehari-hari,
Bahasa Kei mereka gunakan sebagai lingua franca. Bahasa Banda (Veveu Wadan)
digunakan di desa Banda Eli (Wadan El)dan Banda-Elat (Wadan Elat) di bagian barat
dan Timur Laut Pulau Kei Besar. Para Pengguna Bahasa Banda berasal dari
Kepulauan Banda, tempat di mana bahasa itu tidak lagi digunakan. Bahasa Kei tidak
memiliki sistem tulisan sendiri. Para misionaris Katolik dari Belanda menuliskan
kata-kata Bahasa Kai dengan suatu bentuk variasi penggunaan abjad Romawi
(@Wiroi, 2010).
3
1.2. Perumusan Masalah
Ketika dua atau lebih bahasa bersanding dalam pemakaiannya di masyarakat,
ada dua kemungkinan yang dapat terjadi. Pertama, kedua bahasa itu hidup
berdampingan secara berkeseimbangan dan memiliki kesetaraan. Kedua, salah satu
bahasa menjadi lebih dominan, menjadi bahasa mayoritas, dan menjadi lebih
berprestise, sementara yang lain berkondisi serba sebaliknya, bahkan terancam
menuju kepunahannya. “Rapid change often occurs when there is extensive
bilingualism, which can lead to one language being lost altogether” (Anonby, 1999).
Kemungkinan kedua menjadi kenyataan di Indonesia dalam kaitan dengan
bersandingnya bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa daerah.
Kemungkinan akan punahnya suatu bahasa dicemaskan oleh banyak pihak.
Berangkat dari keprihatinan akan matinya banyak bahasa, UNESCO (dalam Purwo,
2000) mencanangkan 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional pada suatu
konferensi bulan November 1999 dan mulai merayakannya sejak tahun 2000. Ada
alasan mendasar mengapa kepunahan suatu bahasa sangat dikhawatirkan. Bahasa
memiliki jalinan yang sangat erat dengan budaya sehingga keduanya tidak dapat
dipisahkan (Reyhner, 1999 dalam ). Karena begitu eratnya jalinan antara bahasa dan
budaya, Dawson (dalam Anonby, 1999) mengatakan, tanpa bahasa, budaya kita pun
akan MATI. Hal ini bisa terjadi karena, sebagaimana dikatakan oleh Fishman (1996),
bahasa adalah penyangga budaya; sebagian besar budaya terkandung di dalam bahasa
dan diekspresikan melalui bahasa, bukan melalui cara lain. Ketika kita berbicara
tentang bahasa, sebagian besar yang kita bicarakan adalah budaya.
Bahasa yang dipakai oleh penduduk kei adalah Bahasa Kei, Bahasa Kur,
Bahasa Banda. Kosakata dalam bahasa kei memiliki fonem V (seperti V pada Via
dalam Bahasa Latin) yang berbeda dengan fonem F dan P. Penduduk wilayah Utara
Pulau Kei Besar membedakan fonem R seperti pada kata Rata dalam Bahasa
Indonesia, dengan fonem R seperti pada français /fʁɑ̃ sɛ/ dalam bahasa Perancis.
Meskipun demikian, dalam bentuk tertulis, kedua fonem ini tidak dibedakan.
4
Kosa kata Bahasa Kei modern mencakup banyak kata serapan dari banyak
bahasa lain terutama Bahasa Melayu. Sebagian besar adalah nomina, yakni nama
beberapa benda yang baru dikenal masyarakat Kepulauan Kei pada akhir abad ke-19.
Kata-kata yang memiliki huruf P dan G dapat dipastikan merupakan kata serapan,
karena kedua fonem tersebut tidak dikenal dalam kosa kata Bahasa Kei asli.
Bertolak dari hal diatas maka adapun masalah yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Bagaimana Sruktur dan kosa kata dalam Bahasa Kei.
2. Bagaimana Peran bahasa Kei dalam lingkungan dan pengaruhnya
terhadap penguasaan bahasa ?
3. Bagaimana Pengembangan bahasa kei dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara ?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini dalah sebagi berikut:
1. Mengetahui Sruktur dan kosa kata dalam Bahasa Kei.
2. Mengetahui Peran bahasa Kei dalam lingkungan dan pengaruhnya
terhadap penguasaan bahasa ?
3. Mengetahui Pengembangan bahasa kei dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
1.4. Manfaat penulisan
Manfaat penulisan ini adalah Bahan Informasi dalam pengembangan ilmu
di bidang Lingustik Bandingan.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Struktur Bahasa Kei (Evav)
Pada umumnya, orang mempelajari bahasa Evav secara lisan saja yaitu
mendengar percakapan-percakapan dalam bahasa Evav lalu menghafal kata-kata itu.
Belum ada Tata Bahasa yang baku sehingga masyarakat Evav sendiri mengalami
kesulitan untuk menulis dan mengucap (membaca) ejaan bahasa Evav. Maka bahan
pelajaran penting dalam bahasa Evav adalah cara menulis dan mengucap ejaan bahasa
Evav. Bahasa Evav juga belum memiliki sistem tulisan yang baku, padahal ada
banyak kata-kata Evav yang sama atau mirip susunan hurufnya, tetapi mempunyai
arti yang berbeda jika diucapkan dengan intonasi (tekanan suara) atau bunyi ejaan
yang berbeda. Maka sebelum mempelajari bahasa Evav lebih lanjut, perhatikanlah
beberapa pedoman menulis dan mengucap ejaan bahasa Evav seperti berikut ini.
2.1.1. Bunyi Huruf Vokal a,i,u,e,o
1. Jika huruf vokal tunggal ditulis dengan tanda garis pendek ( _ ) dibawahnya, maka
diucap pendek dengan sedikit tekanan suara (bunyi vokal pendek).
Contoh:
lek (kera) diucap pendek dengan sedikit tekanan suara, sedangkan lek (jatuh) diucap
pendek tanpa tekanan suara.
tev (tebu) diucap pendek dengan sedikit tekanan suara, sedangkan tev (lempar) diucap
pendek tanpa tekanan suara.
2. Jika huruf vokal kembar ditulis dengan tanda garis panjang ( __ ) dibawahnya,
maka diucap agak panjang dengan sedikit tekanan suara (bunyi vokal panjang).
Contoh:
6
laar (layar) diucap agak panjang dengan sedikit tekanan suara, sedangkan lar (darah)
diucap pendek tanpa tekanan suara.
tuun (tanjung) diucap agak panjang dengan sedikit tekanan suara, sedangkan tun
(bakar, panggang) diucap pendek tanpa tekanan suara.
3. Jika huruf vokal kembar ditulis tanpa tanda garis dibawahnya, maka diucap
berulang dengan sedikit tekanan suara pada huruf kedua (bunyi vokal berulang).
Contoh:
laar (layar) diucap agak panjang dengan sedikit tekanan suara, sedangkan lar (darah)
diucap pendek tanpa tekanan suara.
tuun (tanjung) diucap agak panjang dengan sedikit tekanan suara, sedangkan tun
(bakar, panggang) diucap pendek tanpa tekanan suara.
Jika huruf vokal kembar ditulis tanpa tanda garis dibawahnya, maka diucap berulang
dengan sedikit tekanan suara pada huruf kedua (bunyi vokal berulang).
Contoh:
laai (besar) diucap berulang dengan sedikit tekanan suara pada huruf kedua,
sedangkan lai (merambat, merayap) diucap pendek tanpa tekanan suara.
faar (menyalakan api) diucap berulang dengan sedikit tekanan suara pada huruf
kedua, sedangkan far (membanting) diucap pendek tanpa tekanan suara.
vuut (ikan) diucap berulang dengan sedikit tekanan suara pada huruf kedua,
sedangkan vut (sepuluh) diucap pendek tanpa tekanan suara.
2.1.2. Kata Ganti Orang
Kata Ganti Orang adalah kata yang dipakai untuk menggantikan kata benda, dan
berfungsi untuk menerangkan diri atau orang yang dimaksud.
Kata Ganti Orang Pokok: Kata Ganti Orang Pengganti:
Yaau (saya) U (saya)
O (engkau) Um atau Mu (engkau)
7
I (dia) En atau Na (dia)
Am (kami) Ma (kami)
Im (kalian) Bi (kalian)
It (kita) Ta (kita)
Hir (mereka) Er atau Ra (mereka)
Kata Ganti Orang Pokok sebagai subyek kalimat digunakan untuk membuat
kalimat yang lengkap. Sedangkan Kata Ganti Orang Pengganti sebagai subyek
kalimat digunakan untuk membuat kalimat yang singkat.
Contoh 1: Kalimat Lengkap Kalimat Singkat
(1) Saya makan nasi Yaau u an kokat U an kokat
(2) Engkau makan nasi O um an kokat Um an kokat atau Mu an kokat
(3) Dia makan nasi I en an kokat En an kokat a tau N a an kokat
(4) Kami makan nasi Am ma an kokat Ma an kokat
(5) Kalian makan nasi Im bi an kokat Bi an kokat
(6) Kita makan nasi It ta an kokat Ta an kokat
(7) Mereka makan nasi Hir er an kokat Er an kokat atau Ra an kokat
Penjelasan (lihat Contoh 1 diatas):
a. Kalimat Lengkap (Kata Ganti Orang Pokok sebagai subyek kalimat)
Yaau (saya) + u (pasangan kata ganti Yaau) + kata kerja an (makan) + kata
keterangan kokat (nasi).
O (engkau) + um (pasangan kata ganti O) + kata kerja an (makan) + kata
keterangan kokat (nasi).
I (dia) + en (pasangan kata ganti I) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat
(nasi).
Am (kami) + ma (pasangan kata ganti Am) + kata kerja an (makan) + kata
keterangan kokat (nasi).
Im (kalian) + bi (pasangan kata ganti Im) + kata kerja an (makan) + kata
keterangan kokat (nasi).
8
It (kita) + ta (pasangan kata ganti It) + kata kerja an (makan) + kata keterangan
kokat (nasi).
Hir (mereka) + er (pasangan kata ganti Hir) + kata kerja an (makan) + kata
keterangan kokat (nasi).
b. Kalimat Singkat (Kata Ganti Orang Pengganti sebagai subyek kalimat)
U (pasangan kata ganti Yaau) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat
(nasi).
Um atau Mu (pasangan kata ganti O) + kata kerja an (makan) + kata keterangan
kokat (nasi).
En atau Na (pasangan kata ganti I) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat
(nasi).
Ma (pasangan kata ganti Am) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat
(nasi).
Bi (pasangan kata ganti Im) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat (nasi).
Ta (pasangan kata ganti It) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat (nasi)
.Er atau Ra (pasangan kata ganti Hir) + kata kerja an (makan) + kata keterangan
kokat (nasi).
c. Kalimat dengan Kata Ganti Orang Pokok sebagai subyek kalimat merupakan
bentuk Kalimat Lengkap. Sedangkan kalimat dengan Kata Ganti Orang Pengganti
sebagai subyek kalimat merupakan bentuk Kalimat Singkat yang sering digunakan
dalam percakapan sehari-hari (bahasa lisan). Kedua bentuk kalimat diatas, walaupun
berbeda susunannya tetapi mempunyai arti yang sama.
d. Setiap huruf awal dari Kata Ganti Orang, disarankan supaya ditulis dengan huruf
besar supaya membedakan dari kata-kata lain yang sama bentuknya tetapi berbeda
artinya, seperti: I (dia) sedangkan i (ini,itu), It (kita) sedangkan it (melihat), dan lain-
lain.
9
2.2. Kosa kata bahasa Kei (Evav)
Kata-kata dalam bahasa Kei masih memiliki kemiripan dengan bahasa-bahasa
rumpun austronesia lainnya, misalnya:
Tahit (Bahasa Melayu: Tasik, Laut, Danau)
Nur (Bahasa Melayu: Nyiur, Kelapa)
Roan (Bahasa Kawi: Ron, Daun)
Lajaran (Bahasa Jawa: Jaran, Kuda)
Manut (Bahasa Jawa: Manuk, unggas)
Tom (Bahasa Minangkabau: Tambo, Hikayat)
2.2.1 Nomina
Nomina dalam bahasa Kei secara umum terbagi atas nomina independen dan nomina
dependen.
Nomina independen adalah golongan kata benda yang dapat diucapkan sendiri, tanpa
harus diberi sufiks pronomina, misalnya:
Rahan = Rumah
Ler = Matahari
Nuhu = Pulau
Nomina dependen adalah golongan kata benda yang lazimnya tidak diucapkan tanpa
diberi sufiks pronomina, misalnya:
Lim-ang = Tangan-ku
Ren-am = Ibu-mu
Yan-an = Anak-nya
2.2.2. Pronomina
Pronomina personal:
10
o Ya'au,= saya
o O = kau
o I = dia
o It = kita
o Am = kami
o Im = kalian
o Hir = mereka
Pronomina demonstratif:
o En'i, ain'i = yang ini
o En'he, ain'he = yang itu
Pronomina interogatif:
o Hira'= siapa
o Aka = apa
Tal aka, niraan aka = mengapa
o Be = mana, di mana, ke mana
Ainbe, enbe = yang mana
Fel be = bagaimana
Nanan be = bilamana
2.2.3. Adjektiva posesif
Adjektiva posesif dalam bahasa Kei digunakan untuk menunjukkan kepemilikan atas
nomina independen yang mengikutinya, misalnya:
Ning kubang = uangku
Mu kubang = uangmu
Ni kubang = uangnya
Did kubang = uang kita
Mam kubang = uang kami
11
Bir kubang = uang kalian
Rir kubang = uang mereka
Pronomina yang diikuti adjektiva posesif berfungsi sebagai pronomina posesif yang
menunjukkan kepemilikan atas nomina independen yang mendahuluinya, misalnya:
Nuhu i ya'au ning = pulau ini milikku
Nuhu i am mam = pulau ini milik kami
Bergantung pada konteks kalimatnya, jika pronomina yang diikuti adjektiva posesif
tersebut mendahului nomina, maka dapat bermakna pronomina posesif, misalnya:
O mu nuhu i = milikmulah pulau ini
It did nuhu i = milik kitalah pulau ini
Dan dapat pula sekedar mempertegas adjektiva posesif yang mengikutinya, misalnya:
Ya'au ning ravit namsait rak = ning ravit namsait rak = bajuku sudah koyak.
2.2.4. Adjektiva
Adjektiva bahasa Kei senantiasa mengikuti nomina yang diterangkannya, misalnya:
Vat la'ai = Batu besar (la'ai = besar)
Ravit kamumum = Baju ungu (kamumum = ungu), atau baju kebesaran
(karena baju berwarna ungu atau lembayung lazimnya dikenakan dalam
upacara tradisional Kei)
Ai baloat = Kayu panjang (baloat/bloat = panjang)
2.2.5. Verba
Dalam percakapan, verba bahasa Kei biasanya dirangkai dengan awalan yang
menunjukkan pelaku, misalnya:
12
kata dasar: tod = hela
o utod = saya menghela
o umtod = engkau menghela
o entod = dia menghela
o ittod = kita menghela
o amtod = kami menghela
o imtod = kalian menghela
o ertod = mereka menghela
Pengimbuhan awalan yang menunjukkan pelaku tersebut tidak merubah pengucapan
kata dasarnya (kecuali pada beberapa verba tertentu), sehingga perlu dipisahkan
dengan verba yang diawali huruf vokal, agar tidak dibaca bersambung, misalnya:
kata dasar: eak = ikat
o u'eak = saya mengikat
o um'eak = engkau mengikat
Pada Verba tertentu, terjadi variasi awalan yang menunjukkan pelaku, misalnya:
kata dasar: fla = lari
o ufla = saya lari
o mufla = engkau lari
o nefla = dia lari
o tefla = kita lari
o mefla = kami lari
o befla = kalian lari
o refla = mereka lari
kata dasar: an = makan
o uan= saya makan
o muan = engkau makan
o na'an = dia makan
13
o ta'an = kita makan
o maan = kami makan
o mian = kalian makan
o ra'an = mereka makan
2.2.6. konjungsi
Ma = maka, lalu, kemudian
Ne = dan, tetapi, sedangkan
Ibo = tetapi
hov, enhov = dan, dengan
2.2.7. Fonologi
Fonem konsonan asli: b, d, f, h, j, k, l, m, n, r, s, t, v, w, y, ng, ny.
Fonem konsonan serapan: c, g, p, q, x, z.
Fonem vokal: a, i, u, e, o (pendek); aa, ii, uu, ee, oo (panjang); ai, au, oi, eu
(diftong).
Bahasa mempunyai tujuh vokal.
Depan Belakang
Lidah i u
Tinggi I U
Lidah e o
Rendah a
Bahasa Kei mempunyai enam belas (16) konsonan.
14
Sebagaimana telah disinggung diatas, tekanan kata jatuh pada suku kata terakhir.
Dengan demikian jelaslah bahwa bahasa Kei mempunya semivokal dan vokal
rangkap.
/siw/ 'sembilan'
/ohoy/ 'kampung'
fan 'memanah'
fa'an 'memberi makan'
faan 'umpan'
Bentuk suku kata adalah (K)nVK)n
V ; o 'engkau'
VK ; ut 'kita'
KVK ; hir 'mereka'
KKV ; sbo 'sarung'
KKVK ; skuk 'burung hitam'
KVKK ; var-benaun /var.be.nawn/ 'rakus'
Bentuk kata adalah (S)n 'S
S ; u 'rotan', ru 'dua', suk 'cumi-cumi', slar 'jagung'
S'S ; nean 'enam', yahau 'anjing', branran 'laki-laki'
15
SS'S ; metmetan 'hitam sekali', ngaritin 'dangkal'
SSS'S ; enmalmalit 'dia ketawa', enfabahel 'dia melukai'
2.2.8. Morfologi
Kata ganti persona dan akhiran adalah sebagai berikut :
Tanda milik :
lima-ng 'tanganku'
yamar 'ayah mereka'
i ni rahan 'rumahnya'
it did skol 'sekolah kita'
Pada umumnya bagian awal kata sajalah yang diulangi untuk membentuk kata ulang.
sian 'buruk' --> sisian 'rusak sama sekali'
smer 'pagi' --> smermer 'pagi-pagi'
Kata majemuk dibentuk dari awal akar kata.
yana-d + ura -d ---> yan-ur 'pihak penerima mempelai wanita'
anak 1ji saudara 1ji
yea -n + lima -n ---> ye-lim 'sumbangan'
16
kaki 3t tangan 3t
Ada beberapa jenis adjektiva :
-----------Contoh---------
Biasa benau avled 'banyak makanan'
ma- benau mafun 'makanan lembek'
nga- benau ngahong 'makanan pedas'
ka- benau kahir 'makanan asin'
Verba bahasa Kei dapat diawali dengan satu sampai dengan tiga jenis awalan.
Awalan pertama disesuaikan dengan persona subjek. Awalan ketiga sering
menunjukan peranan subjek. Akhiran lokatif -ik berfungsi seperti akhiran lokatif -i
bahasa Indonesia (seperti : men-dekat-i).
3t - TS - balik lebleb na-m- divu 'perahu tenggelam'
i wari-n en-fa-t mur -ik ya'au 'adiknya membelakangi saya' (tidak mau
melihat saya)
dia adik-3t 3t-JK-PS-belakang-LOK saya
17
2.2.9. Bilangan dalam bahasa Kei
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
sa ru tel vaak lim nean fit wau siuw Vut
Angka Kata
11 vut ensa
12 vut enru
13 vut entel
14 vut enfaak
15 vut enlim
16 vut ennean
17 vut enfit
18 vut enwau
19 vut ensiu
20 Vutru
21 vutru ensa
22 vutru enru
23 vutru entel
30 Vuttel
40 Vutfaak
50 Vutlim
60 Vutnean
100 Ratut
101 ratut ensa
18
102 ratut enru
120 ratut vutru
121 ratut vutru ensa
200 Ratru
500 Ratlim
1.000 Rivun
1.001 rivun ensa
1.002 rivun enru
1.010 rivun envut
1.011 rivun vut ensa
1.020 rivun vutru
1.021 rivun vutru ensa
1.500 rivun ratlim
1.520 rivun ratlim vutru
1.522 rivun ratlim vutru enru
2.000 Rivunru
5.000 Rivunlim
10.000 Rivunvut
99.999 rivunvutsiu ratsiu vutsiu ensiu
19
2.3. Peran bahasa Kei dalam lingkungan dan pengaruhnya terhadap
penguasaan bahasa.
Lingkungan bahasa adalah bahasa yang ada di sekitar anak, baik yang
keberadaannya bersifat alamiah maupun yang keberadaannya karena disengaja.
Berdasarkan hal itu, lingkungan bahasa dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
lingkungan bahasa alamiah (informal) dan lingkungan bahasa tidak alamiah (formal)
(Huda, 1999). Jika fokus pembicara adalah isi komunikasi, lingkungan bahasa itu
disebut alamiah; jika fokus pembicara adalah bentuk bahasa, lingkungan bahasa itu
disebut tidak alamiah (Dulay dan Burt, 1982). Lingkungan bahasa informal pada
umumnya ada di luar kelas. Akan tetapi, lingkungan semacam ini juga ada di dalam
kelas. Dikatakan demikian karena, seperti dikemukakan di atas, lingkungan bahasa
informal adalah lingkungan penggunaan bahasa untuk tujuan-tujuan komunikasi.
Sebagaimana kita ketahui, di dalam kelas, bahasa pada umumnya digunakan untuk
tujuan komunikasi, yakni menyajikan atau mendiskusikan materi pelajaran.
Sebaliknya, lingkungan bahasa formal adanya terutama di dalam kelas, khususnya di
kelas bahasa, dalam bentuk pengajaran formal kaidah-kaidah bahasa.
Kedua lingkungan bahasa itu berpengaruh terhadap percepatan penguasaan
bahasa oleh anak. Namun demikian, pengaruh yang diberikan oleh kedua jenis
lingkungan bahasa itu berbeda-beda (Huda, 1999). Untuk menjelaskan hal itu, dua
hipotesis dari Ellis (dalam Huda, 1999) perlu dikemukakan di sini, yaitu: hipotesis
non-interface dan hipotesis interface. Kedua hipotesis itu berbeda dalam hal tipe
pengetahuan linguistik, yakni: pengetahuan eksplisit dan pengetahuan implisit, dan
interaksi antara keduanya. Pengetahuan linguistik eksplisit ditunjukkan oleh adanya
kesadaran akan kaidah-kaidah bahasa Kei. Pengetahuan linguistik implisit
ditunjukkan oleh kemampuan menghasilkan wacana yang sesuai dengan kaidah-
kaidah bahasa tanpa adanya kesadaran akan kaidah-kaidah itu.
20
Menurut para pendukung hipotesis non-interface, bahasa di kuasai oleh anak
karena adanya lingkungan bahasa formal dan lingkungan bahasa informal. Dari yang
pertama, anak mempelajari bahasa; sementara dari yang kedua, anak memperoleh
bahasa. Pemerolehan memiliki peranan sentral dalam kaitannya dengan kemampuan
anak memproduksi wacana, sementara pembelajaran hanya membantu sebagai
monitor. Fungsi utama monitor adalah meningkatkan keakuratan bahasa yang
diproduksi. Tidak ada cara mengubah pengetahuan eksplisit menjadi pengetahuan
implisit. Ini berarti bahwa belajar gramatika tidak secara langsung meningkatkan
penguasaan bahasa, sehingga dengan demikian, yang lebih memberi kontribusi
kepada perkembangan penguasaan bahasa anak adalah lingkungan bahasa informal.
Sebagaimana dikatakan oleh Dulay dan Burt (1982), lingkungan bahasa alamiah
tampak meningkatkan perkembangan keterampilan komunikasi. Secara jelas,
pemajanan yang alamiah kepada suatu bahasa memicu terjadinya pemerolehan
keterampilan berkomunikasi dalam bahasa itu secara bawah sadar.
Tentang bagaimana bahasa dikuasai secara informal, melalui pemerolehan,
dijelaskan oleh sebuah hipotesis yang disebut Hipotesis Input. Hipotesis ini
dikemukakan oleh Karshen dan Terrel (1984). Menurut hipotesis ini, anak tidak
mempelajari bahasa, tetapi memperoleh bahasa. Bahasa itu diperoleh melalui
pemahaman atas masukan bahasa yang sedikit lebih sulit dripada bahasa yang telah
dikuasai oleh anak, yang diterima dari penggunaan bahasa di sekitarnya, apakah itu
bahasa lisan atau bahasa tulis. Dengan demikiam, menyimak dan membaca
merupakan dua hal penting dalam rangka memperoleh bahasa. Sementara, berbicara
dan menulis, menurut hipotesis ini, akan tumbuh dengan sendirinya pada diri anak,
begitu mereka memiliki kompetensi yang didapat melalui masukan yang dipahami.
Tumbuhnya keterampilan menulis telah terbukti lebih dipicu oleh banyaknya
aktivitas membaca yang dilakukan atas inisiatif sendiri daripada oleh pengajaran
keterampilan menulis yang disengaja (Krashen, dalam Ellis, 1990).
Pendukung hipotesis interface berpendapat bahwa pengetahuan linguistik
eksplisit dan pengetahuan linguistik implisit bukanlah merupakan dua hal yang
sepenuhnya terpisah. Pengetahuan linguistik eksplisit dapat berubah menjadi
21
pengetahuan linguistik implisit; demikian juga sebaliknya. Menurut Bialystock
(dalam Huda, 1999), praktik, misalnya, merupakan mekanisme untuk mengubah
pengetahuan linguistik yang eksplisit menjadi pengetahuan linguistik implisit. Karena
adanya mekanisme pengubahan semacam ini, baik pengetahuan linguistik eksplisit
maupun pengetahuan linguistik implisit dapat diperoleh dari dua sumber, yaitu:
lingkungan bahasa informal dan lingkungan bahasa formal. Dengan demikian, kedua
lingkungan bahasa itu memiliki peranan yang sama dalam meningkatkan penguasaan
bahasa oleh anak. Jika kedua hipotesis di atas dicermati, tampak ada kesamaan
(Huda, 1999). Kesamaan itu terletak pada dukungan akan kuatnya peranan
pengetahuan linguistik implisit. Hipotesis non-interface secara jelas menunjukkan
dukungan ini. Hipotesis interface secara tidak langsung menyatakan bahwa
pengetahuan linguistik eksplisit memberikan kontribusi secara tidak langsung kepada
kemampuan komunikasi.
2.4. Pengembangan Bahasa Kei Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Ada beberapa alasan mengapa penggunaan bahasa daerah Kei sebagai bahasa
pengantar dalam pengajaran ditawarkan. Alasan pertama berkaitan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pendidikan dan kebudayaan termasuk bidang
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Dalam bab IV, pasal 7 UU Nomor
22, Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah disebutkan, “kewenangan daerah
mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan
dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, militer dan fiskal,
agama, serta kewenangan bidang lain”. Bahkan, bidang pendidikan dan kebudayaan
merupakan salah satu bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah
Kabupaten dan Daerah Kota, sebagaimana disebutkan dalam pasal 11, ayat 2, bab IV
UU itu. Dengan demikian, menjadikan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar di
lembaga pendidikan tidak begitu menjadi masalah bagi pemerintah daerah karena
merupakan bagian dari kewenangannya. Dalam bab VII, UU Nomor 20, Tahun 2003,
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 33, tentang bahasa pengantar disebutkan
bahwa bahasa pengantar dalam pendidikan nasional adalah bahasa Indonesia (ayat 1);
22
namun, bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal
pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau
keterampilan tertentu (ayat 2).
Alasan kedua berkaitan dengan upaya “memaksa” orang tua untuk menggunakan
bahasa daerah Kei ketika berkomunikasi dengan anaknya di dalam keluarga/di rumah.
Sementara ini, salah satu alasan para orang tua suku Bali menggunakan bahasa Bali
yang diselipi unsur-unsur bahasa Indonesia, atau, bahkan bahasa Indonesia secara
murni di rumah adalah agar anak-anak mereka bisa berbahasa Indonesia untuk
kepentingan komunikasi dalam situasi tertentu (Sutama dan Suandi, 2000). Bisa jadi
situasi tertentu yang dimaksud adalah pembelajaran di lembaga pendidikan yang
memiliki kecenderungan kuat untuk menggunakan bahasa Indonesia sejak di taman
kanak-kanak sebagai bahasa pengantarnya. Dugaan ini masuk akal karena siapa pun
akan khawatir kalau anak-anaknya tidak bisa mengikuti kegiatan belajar di kelas
karena tidak bisa menguasai bahasa pengantar yang digunakan. Oleh karena itu,
penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran di kelas
akan mendorong para orang tua untuk membiasakan anak-anak mereka berbahasa
daerah di rumah sebelum memasuki dunia sekolah.
Pada tanggal 25 s.d. 27 Oktober 1990 seminar bahasa Kei yang pertama
diselenggarakan di Tual, Maluku Tenggara melalui kerjasama Universitas Pattimura
dan Pemerintah Tingkat II Maluku Tenggara. Peserta seminar menyepakati tiga hal,
masih sedang dikembangkan.
Ejaan praktis yang baku bagi Bahasa Kei (Ejaan ini sangat mirip dengan
Bahasa Indonesia).
Penggunaan Bahasa Kei sebagai dan bahasa pengantar di samping Bahasa
Indonesia di kelas 1, 2, dan 3 Sekolah Dasar dikawasan Bahasa Kei.
Perlu dibentuk suatu wadah Bahasa Kei guna mendokumentasikan, membina,
dan mengembangkan Bahasa Kei.
23
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada umumnya, orang mempelajari bahasa Evav secara lisan saja yaitu mendengar percakapan-percakapan dalam bahasa Evav lalu menghafal kata-kata itu. Belum ada Tata Bahasa yang baku sehingga masyarakat Evav sendiri mengalami kesulitan untuk menulis dan mengucap (membaca) ejaan bahasa Evav. Maka bahan pelajaran penting dalam bahasa Evav adalah cara menulis dan mengucap ejaan bahasa Evav. Bahasa Evav juga belum memiliki sistem tulisan yang baku, padahal ada banyak kata-kata Evav yang sama atau mirip susunan hurufnya, tetapi mempunyai arti yang berbeda jika diucapkan dengan intonasi (tekanan suara) atau bunyi ejaan yang berbeda.
2. Menurut para pendukung hipotesis non-interface, bahasa di kuasai oleh anak karena adanya lingkungan bahasa formal dan lingkungan bahasa informal. Dari yang pertama, anak mempelajari bahasa; sementara dari yang kedua, anak memperoleh bahasa. Pemerolehan memiliki peranan sentral dalam kaitannya dengan kemampuan anak memproduksi wacana, sementara pembelajaran hanya membantu sebagai monitor. Fungsi utama monitor adalah meningkatkan keakuratan bahasa yang diproduksi. yang lebih memberi kontribusi kepada perkembangan penguasaan bahasa anak adalah lingkungan bahasa informal.
3. masih sedang dikembangkan. a. Ejaan praktis yang baku bagi Bahasa Kei (Ejaan ini sangat mirip dengan Bahasa Indonesia). b. Penggunaan Bahasa Kei sebagai dan bahasa pengantar di samping Bahasa Indonesia di kelas 1, 2, dan 3 Sekolah Dasar dikawasan Bahasa Kei. c. Perlu dibentuk suatu wadah Bahasa Kei guna mendokumentasikan, membina, dan mengembangkan Bahasa Kei.
3.2. Saran
Kepada pemerintah daerah Maluku Tenggara dan Kota Tual agar lebih lagi memperhatikan penggunaan bahasa daerah Kei dalam kehidupan sehari-hari dan kehidupan di sekolah dengan cara memberikan satu hari khusus untuk berbicara bahasa daerah Kei di kantor dan di sekolah-sekolah.
24
DAFTAR PUSTAKA
Anonby, Stan J. 1999. “ Reversing Language Shift: Can Kwak’wala Be Revived” dalam Reyhner, Jon dkk. (Ed.). Revitalizing Indigenous Languages. Flagstaff, AZ: Northern Arizona University.
Dharma. A. 2011. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Daerah. International
seminar” Language Maintenance and Shift”. Diponegoro University. Semarang.
Fhionna. 2013. BAHASA KEI (Veveu Evav).http//www.marri-belajar-dan-
mengenal-bahasa-kei.html. diakses tanggal 18 Juni 2013. Fishman, Joshua. 1996. “What Do You Lose When You Lose Your Language?”
dalam Cantoni, G. Stab di akses tanggal 15 Juni 2013. Tamher. H. 2012. Laporan Hasil Penelitian Satu Abad : Ed, Travis, Universitas
Pattimura dan Summer Institute of Linguistics" diakses tanggal 15 Juni 2013. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah. Surabaya: Diperbanyak oleh Karya Anda. @Wiroi, 2010. Kepulauan Kei – Negeri Mutiara di wallacea. http//www. kepulauan-
kei-negeri-seribu-pulau-.html. Diakses Tanggal 15 Juni 2013.
25
Lampiran 1. Kamus Bahasa Kei
✽ Personal: - Saya= Ya'au - Kamu= o - Dia= i - Kalian= Im - Kita= It - kami= am - Mereka= Hir ✽Kata Interogatif, misalnya: - Hira= siapa - Aka= apa - Tal aka niraan aka= mengapa - Be= mana, dimana - Ainbe, enbe= yg mana - Felbe= bagaimana - Nanan be= bilamana ✽ Kata Sambung, misalnya: - Ma= maka, lalu, kemudian - Ne= dan, tetapi, sedangkan - Ibo= tetapi - Hov,Inhov= dan, dengan ✽Anggota Tubuh: Iyan= Kaki Liman= Tangan kukun= kuku Ivun= perut Un= kepala (Un Vat= kepala batu/keras kepala) Nirun= Hidung (Nirun Tabongan= Hidung pesek) Matan= mata Arun= telinga Murun= Rambut (murun kuk= Keriting :p) Lar= Darah
26
Nivan= Gigi ✽ Kata yang menunjukan kepunyaan: Misalnya: - Ning Kubang= Uangku - Mu Kubang= Uangmu - Ni Kubang= Uangnya - Did Kubang= Uang kita - Mam Kubang= Uang kami - Bir Kubang= Uang kalian - Rir Kubang= Uang mereka ✽KOSA KATA Mama= Renan Bapa= Yaman anak= yanan Kakek= Toran Nenek= Tebtuan Ipar= Ivar Guru= Gur Umat= Orang koko; ko beran= Laki-Laki vat-vat; Ko vat=Perempuan Ler= Matahari Murin= Luar Ran= Dalam Kidin= Sebelah Semermer= Pagi (Smermer yat= Pagi Buta) Hamar= siang Dedan= Malam Nuhu= Pulau Tahit= Laut Ohoi= Kampung Vat= batu Ngur= pasir= ngur Tanat= tanah Fid= pintu Snivut= jendela
27
Rumah= rahan Seng kubang= Uang Ndok= duduk Ndir= berdiri Hanarun= Cantik, Ganteng Fikir= Pikir Wahid= Tidak Suhut= Sakit Malit= tertawa naron= menangis Vaw= Kawin bayal= Banyak jalan Besa= semua Siksa= Susah Nalek= Jatuh = nalek Roan= Daun Ava= Barang Bok-bok= baik Sesian= tidak baik Fla= Lari Fangnan= Sayang Insian= Malas sian= Rusak baloat/bloat= Panjang Ai= Kayu ( Ai Bloat= Kayu Panjang) Vat= Batu (Vat la'ai= Batu Besar)
✽Penggabungan Kata / Jadi Sebuah Kalimat: - Ya'au ning ravit namsait rak= Bajuku sudah robek/rusak. - Hir ba' Ngur Bloat= Mereka pergi ke Pasir Panjang (Ngur Bloat=pasir panjang) - Limang kidin Suhut= Tangan sebelah sakit - Tanat i ya'au ning= Tanah ini milikku - Tanat i am mam= Tanah ini milik kami