Bab_10 Analisa Cekungan
-
Upload
muhammad-fauzan -
Category
Documents
-
view
1.877 -
download
5
Transcript of Bab_10 Analisa Cekungan
BAB IX
ANALISA CEKUNGAN SEDIMEN
Para ahli sedimentologi mempelajari batuan sedimen untuk
mengetahui sejarah geologi dan potensi ekonomi dari batuan tersebut.
Untuk itu, diperlukan studi yang bersifat terpadu dari berbagai cabang
ilmu geologi, termasuk di dalamnya sedimentologi, stratigrafi, dan
tektonik. Dengan demikian dapat diketahui secara menyeluruh batuan
sedimen yang mengisi suatu cekungan sehingga dapat dipergunakan
sebagai bahan untuk menginterpretasi sejarah geologi dan membuat
evalusasi potensi ekonominya (Boggs, 1995; 2001). Studi terpadu seperti
ini dikenal dengan sebutan analisa cekungan sedimen (basin analysis).
Pada perkembangan teori geosinklin, sebagian para ahli geologi
berpikir bahwa batuan sedimen yang umumnya diendapkan di laut
dangkal pada suatu geosinklin, dan terus mengalami subsiden. Sejalan
dengan berkembangnya teori tektonik lempeng pada awal 1960an,
pendapat itu mulai tersisih. Saat ini para ahli geologi menemukan
berbagai jenis cekungan dengan berbagai mekanisme pembentukannya.
Secara umum, titik berat perhatian pada analisa cekungan sedimen
adalah pada tektonik global pembentukan cekungan dan berbagai proses
yang mengontrolnya (termasuk perubahan muka laut, pasokan sedimen,
dan penurunan cekungan).
Cekungan sedimen adalah suatu daerah rendahan, yang terbentuk
oleh proses tektonik, dimana sedimen terendapkan. Dengan demikian
cekungan sedimen merupakan depresi sehingga sedimen terjebak di
dalamnya. Depresi ini terbentuk oleh suatu proses nendatan (subsidence)
dari permukaan bagian atas suatu kerak. Berbagai penyebab yang
menghasilkan nendatan, di antaranya adalah: penipisan kerak, penebalan
mantel litosper, pembebanan batuan sedimen dan gunungapi,
pembebanan tektonik, pembebanan subkerak, aliran atenosper dan
penambahan berat kerak. Dickinson (1993) dan Ingersol dan Busby
(1995) yang disarikan oleh Boggs (2001) memberikan kemungkinan
mekanisme nendatan kerak sebagai tertera dalam Tabel X.1.
Tabel X.1: Mekanisme penendatan disariakan dari Dickinson (1993)
dan Ingersol dan Busby (1995)
Penipisan kerak
(crustal thinning):
Perenggangan, erosi selama pengangkatan, dan penarikan
akibat magmatisme
Penebalan mantel
litosper (mantle-
lithospheric thickening):
Pendinginan litosper yang diikuti penghentian
perenggangan atau pemanasan akibat peleburan adiabatik
atau naiknya lelehan astenosper
Pembebanan batuan
sedimen dan
gunungapi
(sedimentary and
volcanic loading):
Kompensasi isostatik lokal dari kerak dan perenggangan
litosper regional, tergantung kegetasan litosper, selama
sedimentasi dan kegiatan gunungapi
Pembenan tektonik
(tectonic loading):
Kompensasi isostatik lokal dari kerak dan perenggangan
litosper regional, tergantung kegetasan dibawah litosper,
selama pensesaran naik (overthrusting) dan/atau tarikan
(underpulling)
Pembenan subkerak
(subcrustal loading):
kelenturan litosper selama underthrusting dari litosper
padat
Aliran astenosper
(asthenospheric flow):
pengaruh dinamik aliran astenosper, umumnya karena
penunjaman litosper
Penambahan berat
kerak (crustal
densification):
Peningkatan berat jenis kerak akibat perubahan tekanan/
temperatur dan/atau pengalihan tempat kerak berberat-
jenis tinggi ke kerak berberat-jenis rendah
IX.1. KLASIFIKASI CEKUNGAN SEDIMEN
Pembentukan cekungan sedimen erat hubungannya dengan
gerakan kerak dan proses tektonik yang dialami lempeng. Ingersol dan
Busby (1995) menunjukkan bahwa cekungan sedimen dapat terbentuk
dalam 4 (empat) tataan tektonik: divergen, intraplate, konvergen dan
transform). Menurut Dickinson, 1974 dan Miall, 1999; klasifikasi cekungan
sedimen dapat berdasarkan pada:
1. tipe dari kerak dimana cekungan berada,
2. posisi cekungan terhadap tepi lempeng,
3. untuk cekungan yang berada dekat dengan tepi lempeng, tipe
interaksi lempeng yang terjadi selama sedimentasi,
4. Waktu pembentukan dan basin fill terhadap tektonik yang
berlangsung,
5. Bentuk cekungan.
Selley (1988) memberikan klasifikasi cekungan sedimen secara
sederhana seperti dalam Tabel X.2. , sedang Boggs (2001) membagi
cekungan sedimen lebih rinci dan lebih komplit (Tabel X.3).
Tabel X.2: Klasifikasi cekungan sedimen (Selley, 1988)
PROSES
PENYEBAB
TERBENTUKNYA
TIPE CEKUNGAN TATAAN TEKTONIK
LEMPENG
Crustal sag Cekungan intrakraton Intra-plate collapse
Puntir (tension) Epicratonic downward
Rift
Tepian lempeng pasif
(passive plate margin)
Sea-floor spreading
Tekanan
(compression)
Palung (trench)
Busur depan (fore-
arc)
Busur belakang (back-
arc)
Subduksi (tepian lempeng
aktif)
Wrenching Strike-slip Gerakan mendatar
lempeng
Table X.3: Klasifikasi cekungan menurut Boggs (2001)
TATAAN
TEKTONIK
TIPE CEKUNGAN
Divergen Rift: terrestrial rift valleys; proto-oceanic rift valleys
Antar-
lempeng
Cekungan beralaskan kerak benua/peralihan: cekungan
intrakraton, paparan benua, sembulan benua (continental rises) dan
undak, pematang benua.
Cekungan beralaskan kerak samodra: cekungan samodra aktif,
kepulauan samodra, dataran tinggi dan bukit aseismik (aseismic rigde
and plateau)
Konvergen Cekungan akibat subduksi: palung, cekungan lereng palung,
cekungan busur depan, cekungan intra-busur, cekungan busur
belakang.
Cekungan akibat tabrakan: cekungan retroac forels, peripheral
foreland basin, cekungan punggung babi (piggyback basin), broken
forland
Tranform Cekungan akibat sesar mendatar: cekungan transextensional,
transpressional, transrotaional
Hybrid Cekungan akibat berbagai sebab: cekungan-cekungan
intracontinental wrench, aulacogen, impactogen, successor
Buku ini tidak membahas secara rinci semua jenis cekungan sedimen,
akan tetapi beberapa cekungan yang dianggap penting akan dibahas
secara singkat di bawah ini (sebagian besar disarikan dari Boggs, 2001).
Cekungan Intrakraton (Intracratonic Basin)
Cekungan intrakraton (Gambar X.1A) umumnya cukup besar terletak di
tengah suatu benua yang jauh dari tepian lempeng. Subsiden pada
cekungan jenis ini umumnya disebabkan oleh penebalan mantel-litosfir
dan bembebanan oleh batuan sedimen atau gunungapi (Boggs, 2001).
Beberapa cekungan intrakraton ini diisi oleh endapan klastika laut,
karbonat, atau sedimen evaporit yang diendapkan mulai dari laut
epikontinental sampai darat. Cekungan tua jenis ini di antaranya adalah
Cekungan Amadeus dan Carpentaria di Australia, Cekungan Parana di
Amerika Latin, dan Cekungan Paris di Perancis. Sedangkan contoh
cekungan modern jenis ini adalah Cekungan Chad di Afrika.
Renggang (Rift)
Cekungan akibat perenggangan ini umumnya sempit tetapi memanjang,
dibatasi oleh lembah patahan (Gambar X.1B).. Ukuran berkisar dari
beberapa km sampai sangat lebar seperti pada Sistem Renggangan Afrika
Timur, dimana mempunyai lebar 30-40 km dan panjang hampir 300 km.
Cekungan ini dapat terbentuk oleh berbagai tataan tektonik, namun yang
paling umum oleh divergen. Perenggangan lempeng benua seperti antara
Amerika Utara dan Eropa terjadi pada Trias menghasilkan Punggungan
Tengah Atlantik (Mid-Atlantic Ridge). Sistem renggangan pada Afrika
Timur merupakan contoh sistem renggangan modern.
Gambar X.1:
Aulakogen (Aulacogen)
Aulakogen adalah jenis khusus dari renggangan yang menyudut besar
terhadap tepian benua, dimana umumnya dianggap sebagai renggangan
tetapi gagal dan kemudian diaktifkan kembali selama tektonik konvergen
(Gambar X.1C). Palung yang sempit tapi panjang dapat menggapai
sampai kraton benua dengan sudut besar dari lajur sesar. Sedimen yang
mengisi cekungan jenis ini dapat berupa sedimen darat (misalnya kipas
aluvium), endapan paparan, dan endapan yang lebih dalam seperti
endapan turbit. Contoh aulakogen di antaranya Renggangan Reelfoot
yang berumur Paleozoik dimana Sungai Misisipi mengalir dan Palung
Benue yang berumur Kapur dimana Sungai Niger membelahnya.
Cekungan tepian benua
Cekungan tepian benua dicirikan oleh kehadiran baji yang sangat besar
dari sedimen yang ke arah laut dibatasi oleh lereng landai dari benua dan
sembulan. Ketidakterusan struktur dijumpai di bawah sistem ini, antara
kerak benua normal dan kerak peralihan (Gambar X.1D). Sedimen
terendapkan pada sistem ini: pada paparan berupa pasir neritik dangkal,
lumpur, kabonat dan endapan evaporasi; pada lerengan terdiri atas
lumpur hemipelagik; dan pada sembulan benua berupa endapan turbit.
Cekungan renggangan (rift basin) dapat berhubungan dengan cekungan
tepian benua. Contoh yang baik dari cekungan jenis ini adalah pantai
Amerika dan bagian selatan-timur Kanada (Cekungan Blake Plateau,
Palung Lembah Baltimor, Cekungan George Bank dan Cekungan Nova
Scotian) yang terbentuk pada akhir Trias- awal Jura oleh renggangan dan
terpisahnya Pangea. Beberapa cekungan itu terpisahkan dari laut
membentuk lapisan tebal dari endapan klastik arkosik dan endapan
lakustrin; berselingan dengan batuan gunungapi basa. Cekungan yang
lain berhubungan dengan laut, membentuk sedimen yang berkisar dari
endapan evaporit sampai delta, turbit, dan serpih hitam.
Cekungan berhubungan dengan subduksi
Subduksi ditunjukkan dengan aktifnya tepian benus yang mana umumnya
dicirikan oleh adanya palung laut dalam, busur gunungapi aktif, rumpang
parit-busur (arc-trench gap) yang memisahkan ke duanya (Gambar X.2).
Tataan subduksi terjadi lebih banyak pada tepian benua dibandingkan
pada besur samodra.
Gambar X.2: Cekungan yang berhubungan dengan
subduksi pada sistem subduksi Sumatra.
Sedimen terendapkan pada sistem subduksi ini lebih dikuasai oleh
endapan silisiklastik yang umumnya berupa batuan gunungapi berasal
dari busur gunungapi. Endapan ini dapat berupa pasir dan lumpur yang
terendapkan pada paparan, lumpur dan endapan turbit terendapkan
dalam air yang lebih dapam pada lereng, cekungan, dan parit (Gambar
X.2). Sedimen pada parit dapat berupa endapan terigen yang terangkut
oleh arus turbit dari daratan, bersamaan dengan sedimen dari lempeng
samodra yang tersubduksikan. Ini umumnya membentuk kompleks
akrasi. Batuan campuraduk (melange) dapat terbentuk pada daerah
akrasi ini, yang dicirikan oleh percampuran dari batuan berbagai jenis
yang tertanam pada masa dasar yang mengkilap (sheared matrix).
Contoh yang baik dari sistem subduksi ini adalah subduksi Sumatra,
Jepang, Peru, Chili dan Amerika Tengah. Contoh cekungan busur muka
purba di antaranya adalah cekungan busur muka Great Valley, Kalifornia;
Midland Valley, Inggris dan Coastal range, Taiwan. Contoh cekungan
busur belakang di antaranya terjadi pada Jura Akhir – Awal Kapur
terbentuk di belakang Busur Andean di Chili selatan.
Cekungan berhubungan patahan mendatar/transform
Patahan yang dapat membentuk cekungan ini adalah patahan mendatar
yang menoreh dalam kerak sampai membatasai dua lempeng yang
berbeda (transform fault) dan patahan yang terbatas dalam suatu
lempeng dan hanya menoreh bagian atas kerak (Sylvester, 1988).
Cekungan yang berhubungan dengan patahan mendatar regional
terbentuk sepanjang punggung pemekaran, sepanjang batas patahan
antar lempeng, pada tepian benua dan daratan dalam lempeng benua.
Gerakan sepanjang patahan mendatar regional dapat membentuk
berbagai cekungan nendatar (pull-apart basin). Cekungan yang dibentuk
karena patahan mendatar umumnya kecil, garis tengahnya hanya
beberapa puluh kilometer, walaupun ada beberapa yang sampai 50 km.
Karena patahan mendatar terbentuk pada berbagai tataan geologi,
cekungan ini dapat diisi sedimen laut maupun darat. Ketebalan sedimen
cenderung sangat tebal, karena kecepatan sedimentasi yang tinggi yang
dihasilkan oleh erosi dari daerah sekitarnya yang berelevasi tinggi, dan
boleh jadi ditandai dengan banyaknya perubahan fasies secara lokal. Di
Indonesia Cekungan jenis ini banyak terdapat sepanjang Patahan Sumatra
(Semangko), Cekungan ..................... dan Cekungan Neogen Los Angles.
Gambar X.3: Cekungan yang berhubungan dengan subduksi pada sistem
subduksi Sumatra
X.4. TEKNIK ANALISA CEKUNGAN
Sedimen yang mengisi suatu cekungan merupakan faktor yang sangat
penting untuk dipelajari dalam analisa cekungan sedimen yang
bersangkutan. Sedimen tersebut dipelajari bagaimana proses
terbentuknya, sifat batuan dan aspek ekonominya. Proses pembentukan
sedimen meliputi pelapukan, erosi, transportasi dan pengendapan, sifat-
sifat fisik, kimia dan biologi batuan; lingkungan pengendapan, dan posisi
stratigrafi. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengendapan dan
sifat sedimen adalah:
a. litologi batuan induk, akan sangat mempengaruhi komposisi
sedimen yang berasal dari batuan tersebut;
b. topografi dan iklim dimana batuan induk berada, mempengaruhi
kecepatan denudasi yang menghasilkan sedimen yang kemudian
diendapkan dalam cekungan;
c. kecepatan penurunan cekungan bersamaan dengan kecepatan
kenaikan/penurunan muka laut; dan
d. ukuran dan bentuk dari cekungan.
Analisa cekungan merupakan hasil interpretasi yang berdasarkan pada
proses sedimentasi, stratigrafi, fasies dan sistem pengendapan,
peleoseanografi, paleogeografi, iklim purba, analisa muka laut, dan
petrografi/mineralogi (Klein, 1995; Boggs, 2001). Penelitian sedimentologi
dan analisa cekungan sekarang ini ditikberatkan pada analisa fasies
sedimen, siklus subsiden, perubahan muka laut, pola sirkulasi air laut,
iklim purba, dan sejarah kehidupan.
Model pengendapan semakin meningkat digunakan untuk mengetahui
lebih baik tentang pengisian cekungan dan pengaruh berbagai parameter
pengisian cekungan seperti pasokan sedimen, besar butir, kecepatan
penurunan cekungan, dan perubahan muka laut.
Sebagai bahan untuk analisa cekungan, dibutuhkan berbagai data, mulai
data dari singkapan sampai data bawah permukaan. Data tersebut
termasuk data hasil pemboran dalam, studi polarisasi magnetik dan
eksplorasi geofisika. Pembahasan berikut ini secara singkat akan
diketengahkan teknik analisa cekungan yang umum dilakukan.
X.4.A. Penampang Stratigrafi
Data lengkap dan akurat tentang sedimen dari singkapan maupun inti
bor, baik ketebalan maupun litologi setiap himpunan sedimen, merupakan
hal yang sangat penting untuk interpretasi sejarah bumi. Untuk
menghimpun data tersebut diperlukan pengukuran dan pemerian secara
teliti dan akurat pada singkapan dan/atau inti bor. Kegiatan menghimpun
data ini jamak disebut pembuatan penampang stratigrafi terukur, yang
meliputi pemerian litologi, sufat-sifat perlapisan, dan kenampakan lainnya
dari batuan. Pemakaian teknik tertentu dalam melakukan pengukuran
penampang stratigrafi sangat tergantung pada kegunaan hasil
pengukuran dan keadaan singkapan diukur di alam. Kottlowski (1965)
menunjukkan beberapa cara dan peralatan untuk melakukan pembuatan
penampang stratigrafi.
Sejumlah penampang stratigrafi dapat dipakai dalam pembuatan
penampang melintang stratigrafi yang sangat bermanfaat dalam korelasi
stratigrafi, interpretasi struktur dan perubahan fasies yang boleh jadi
diikuti oleh perubahan dari lingkungan dan arti ekonomis. Penampang
melintang digambarkan segai ilustrasi yang menggambarkan keadaan
lokal dari suatu cekungan, sering pula disiapkan dalam rangka
pembuatan peta fasies, atau bahkan menggambarkan runtunan stratigrafi
seluruh cekungan. Pada umumnya penampang stratigrafi
menggambarkan dua demensi dari litologi dan/atau ciri struktur dari
suatu unit stratigrafi atau unit yang memotong suatu wilayah geografi.
Diagram Pagar
Informasi stratigrafi dapat pula disajikan dalam diagram pagar yang
menggambarkan pandangan tiga dimensi stratigrafi dari suatu daerah
atau wilayah tertentu (Gambar X.4). Dengan cara ini hubungan antar
satuan stratigrafi dapat dilihat dengan jelas. Sayangnya, bagian pagar
depan akan menutup sebagian belakangnya; sehingga menyulitkan
pembuat untuk menyuguhkan gambar yang baik dan jelas.
Gambar X.4: Diagram pagar yang menggambarkan
hubungan tiga dimensi dari
beberapa satuan stratigrafi dari
suatu wilayah
Peta Struktur
Untuk menggambarkan bentuk dan orientasi cekungan serta geometri
pengisian cekungan diperlukan peta struktur. Pada dasarnya, kontur pada
peta ini adalah kumpulan titik-titik yang mempunyai elevasi sama dari
bagian atas atau bawah suatu datum tertentu. Struktur lokal seperti
antiklin dan sinklin dapat dengan mudah dikenali pada peta jenis ini
(Gambar X.5). Peta struktur ini sangat berguna dalam eksplorasi baik
hidrokarbon maupun mineral dan batubara. Dasar cekungan dapat
digambarkan dengan peta ini, apabila menggunakan datum bagian
bawah lapisan tertua pengisi cekungan yang bersangkutan. Dengan
begitu topografi purba dapat diinterpretasi dengan mudah.
Gambar X.5. Peta kontur struktur yang memperlihatkan struktur lokal
seperti antiklin dan synklin.
Peta Isopak
Peta isopak adalah suatu peta yang konturnya menghubungkan titik-titik
yang mempunyai ketebalan sama dari suatu lapisan atau satuan batuan
(Gambar X.6). Ketebalan suatu satuan batuan tergantung dari kecepatan
pasokan sedimen dan ruang yang tersedia pada cekungan. Ruang pada
cekungan merupakan fungsi dari geometri cekungan dan kecepatan
subsiden cekungan. Bagian yang menebal secara abnormal merupakan
pusat pengendapan, sebaliknya yang menipis abnormal adalah daerah
yang sebelum pengendapan merupakan tinggian atau sudah lebih banyak
tererosi setelah pengendapan. Dengan peta jenis ini dapat digambarkan
keadaan cekungan sebelum dan selama pengendapan, sehingga apabila
dilakukan analisa peta isopak untuk setiap satuan pada cekungan dimana
mereka diendapkan, akan mendapatkan informasi perubahan struktur
cekungan dari waktu ke waktu.
Gambar X.6. Peta isopak yang menggambarkan daerah tinggian dan
rendahan dari suatu cekungan.
Peta Paleogeologi
Peta paleogeologi adalah peta yang menggambarkan kondisi geologi
tertentu di bawah atau di atas suatu unit tertentu. Sebagai contoh, kita
dapat mengupas semua satuan batuan mulai dari unit stratigrafi tertentu
untuk melihat satuan batuan di bawah unit stratigrafi tertentu tersebut.
Kemudian kita gambarkan peta geologi di atas alas satauan batuan
tersebut. Peta semacam ini disebut peta superkrop (supercrop map).
Dengan cara sama. Satuan batuan di atas suatu formasi atau tubuh
batuan tertentu dapat pula digambarkan. Peta superkrop umumnya
dibuat pada batas ketidakselarasan, tetapi dapat pula dibuat pada suatu
satuan batuan yang mempunyai ciri tertentu. Manfaat peta jenis ini
adalah untuk interpretasi pola aliran purba, pola pengisian cekungan,
pergeseran garis pantai, penimbunan secara gradual dari paleotopografi.
Peta Litofasies
Peta fasies menggambarkan vareasi sifat litologi atau biolofi dari satuan
stratigrafi tertentu (Boggs, 2001). Peta fasies yang umum dipakai adalah
peta litofasies dimana menyajikan beberapa aspek komposisi dan tekstur
batuan. Peta litofasies yang umum dipakai adalah:
a. peta perbandingan klastik (clastic-ratio map) dan
b. peta litofasies tiga komponen.
Peta perbadingan klastik menunjukkan kontur dari perbandingan klastik
yang sebanding. Sedangkan perbandingan klastik adalah perbandingan
dari jumlah kumulatif ketebalan endapan klastik dan jumlah kumulatif
endapan non-klastik, sebagai contoh:
(konglomerat + batupasir + serpih)
------------------------------------------
(batugamping + dolomit + evaporit + batubara)
Peta jenis ini sangat bermafaat untuk melihat hubungan litologi dengan
tepi cekungan dimana sedimen tersebut diendapkan. Tentu saja bagian
yang nilai perbandingan klastiknya relatif tinggi menunjukan bagian
tersebut dekat dengan asal batuan atau sangat mungkin tepi cekungan.
Sedangkan bagian yang nilai perbandinganklastiknya rendah
menunjukkan bagian tersebut relatif jauh dari tepi cekungan. Dengan
peta ini juga dapat diketahui arah tranportasi sedimen (Gambar X.7).
Gambar X.7. Peta litofasies perbandingan klastik. Arah panah
menunjukkan arah transportasi sedimen.
Peta litofasies tiga komponen menyajikan rata-rata atau pola kelimpahan
relatif dalam suatu satuan stratigrafi dari tiga litofasies komponen (Boggs,
2001). Sebagai contoh, lihat Gambar X.8 dari Boggs (2001), yang
menunjukkan peta ketebalan relatif dari batupasir, serpih dan
batugamping. Diagram segi tiga menggambarkan tiga komponen
litofasies, yang kemudian dibagi menjadi subbagian dan masing-masing
diberi simbol berbeda. Peta jenis ini menunjukkan kelimpahan (dominasi)
suatu satuan terhadap yang satuan lain pada suatu tempat. Seperti
halnya peta perbandingan klastik, peta litofasies tiga komponen hanya
merupakan penunjuk kasar terhadap lingkungan pengendapan dan lokasi
batuan asal.
Gambar X.8. Peta litofasies tiga komponen.
X.4. PETA DAN ANALISA ARUS PURBA
Analisa arus purba adalah suatu teknik yang dipakai untuk mengetahui
arah aliran arus purba yang membawa sedimen ke dalam cekungan
(Boggs, 2001) yang juga mencerminkan kemiringan purba. Arah arus
purba ini akan membantu mengetahui lebih jauh geometri dari suatu
tubuh batuan dan membantu interpretasi lingkungan pengendapannya.
Arus purba diketahui dengan pengukuran struktur sedimen, seperti
silang-siur, alur aliran, gelembur gelombang, dan pergentengan.
Beberapa peta seperti telah dibicarakan sebelumnya dapat juga
menunjukan arah transportasi sedimen, walaupun masih kasar. Gambar
X.9. merupakan peta arus purba yang berdasarkan hanya pada
pengukuran silang siur pada batupasir Trias, Formasi Meluhu di Sulawesi
Tenggara. Hasil pengukuran tersebut kemudian dirata-rata untuk
mendapatkan pola aliran arus purba.
Gambar X.9. Peta arus purba dari batupasir Trias, Formasi Meluhu di
Sulawesi Tenggara.