BAB XV - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewXV/5 Pemerintah hampir 3 kali lipat, serta...

82
PARIWISATA, POS DAN TELEKOMUNIKASI

Transcript of BAB XV - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewXV/5 Pemerintah hampir 3 kali lipat, serta...

PARIWISATA, POS DAN TELEKOMUNIKASI

BAB XV

PARIWISATA, POS DAN TELEKOMUNIKASI

A. PENDAHULUAN

Pembangunan kepariwisataan merupakan bagian dari pembangun- an nasional yang kegiatannya berhubungan dengan wisata, pengusa- haan, objek dan daya tarik wisata, serta usaha terkait lainnya. Pem- bangunan kepariwisataan juga merupakan wahana untuk mencapai cita-cita bangsa dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, melestarikan dan memperkukuh jati diri dan kemandirian bangsa, serta menjadi media untuk ikut menciptakan ketertiban dan perdamaian abadi dalam kehidupan bangsa-bangsa di dunia.

Berbagai ciri khusus kepariwisataan antara lain adalah berling- kup global; secara ekonomi mempunyai efek ganda yang luas dan besar; secara sosial budaya mengandung kemampuan membentuk, mengembangkan dan meningkatkan nilai budaya manusia dan masya- rakat Indonesia; juga berdimensi politik, pertahanan dan keamanan; melibatkan seluruh lapisan masyarakat, menampilkan kepribadian

XV/3

Berdasarkan jiwa, semangat serta nilai-nilai luhur bangsa Indonesia; dan memiliki kemampuan untuk mendorong pelestarian lingkungan hidup. Dalam pengembangannya sektor pariwisata sangat terkait dan dipengaruhi oleh faktor di luar kepariwisataan sendiri sehingga memerlukan koordinasi antar berbagai sektor.

Pos dan telekomunikasi memainkan peranan penting dalam

pembangunan nasional yang bertujuan untuk memperlancar arus surat, barang dan informasi. Pembangunan pos dan telekomunikasi ditujukan untuk memperluas jangkauan jasa pos dan telekomunikasi ke seluruh pelosok tanah air termasuk daerah terpencil dan transmigrasi, dan dari atau ke luar negeri. Pembangunan pos dan telekomunikasi juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan efisiensi dan keandalan dalam memberikan pelayanan jasa komunikasi, informasi, pos dan giro yang berkualitas kepada masyarakat dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepatguna.

Pembangunan pos dan telekomunikasi memegang peran yang amat penting dalam mendorong bangsa Indonesia memperoleh dan memahami nilai informasi secara lebih cepat dan tepat sehingga mempunyai kesempatan untuk mengetahui dan mempelajari perkem- bangan berbagai aspek kehidupan baik di dalam negeri maupun di dunia internasional. Penguasaan atas informasi akan dapat menembus isolasi dan memberikan kesempatan bagi peningkatan ekonomi dan kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Di samping mempunyai fungsi sosial dan mengurangi keterisolasian daerah ter- pencil, pos dan telekomunikasi juga merupakan alat terdepan dalam upaya menghimpun dan menyalurkan potensi kegiatan ekonomi dari dan kepada seluruh lapisan masyarakat. Selain itu penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai kaitan yang sangat erat dengan pemanfaat- an ruang udara dan angkasa.

XV/4

Dalam tiga tahun pelaksanaan Repelita VI berbagai upaya telah dilaksanakan untuk meningkatkan kinerja pariwisata. Daya tampung akomodasi penginapan baik hotel yang berbintang maupun yang tidak berbintang dibandingkan dengan keadaan pada akhir Repelita V telah meningkat sebesar 23,9 persen. Sejalan dengan itu telah meningkat pula jumlah dan kualitas objek dan daya tarik wisata. Jumlah kunjung- an wisatawan mancanegara (wisman) telah meningkat sebesar 32,6 persen, dan diikuti dengan meningkatnya penerimaan devisa sebesar 44,9 persen. Bersamaan dengan itu kunjungan wisatawan nusantara (wisnus) juga meningkat yaitu sebesar 19,1 persen.

Dalam pembangunan bidang pos dan giro, dibanding akhir Repe- lita V, dalam tiga tahun pelaksanaan Repelita VI jumlah kantor pos dan sentral-sentral pelayanan meningkat 8,6 persen; jumlah armada pos keliling meningkat hampir 19,1 persen baik kendaraan roda 4, roda 2 maupun perahu motor yang tersebar di seluruh tanah air; dan lalu lintas produksi jasa pos dan giro meningkat rata-rata 119,8 per- sen. Selain itu telah berkembang berbagai jenis jasa pelayanan baru baik dalam rangka kerjasama dengan pihak swasta maupun dalam rangka mendukung berbagai program pemerintah termasuk pengentas- an kemiskinan. Pemanfaatan Teknologi elektronika dan informatika telah meningkatkan pula kualitas pelayanan.

Di bidang telekomunikasi dalam tiga tahun pelaksanaan Repelita VI jasa telekomunikasi dibandingkan dengan keadaan pada akhir Repelita V, telah meningkat antara lain pada jumlah kapasitas telepon meningkat 30,8 persen, jumlah Telepon Umum Coin (TUC) sebesar 11,3 persen, jumlah telepon Umum Kartu (TUK) sebesar 3,6 persen, jumlah Sistem Telekomunikasi Bergerak (STB) yang meliputi STB analog dan STB digital sebesar 195 persen, jumlah Warung Teleko- munikasi (Wartel) sebesar 16,13 persen, jumlah Radio Panggil Untuk Umum (RPUU) sebesar 40,1 persen, jumlah izin Radio Siaran Non

XV/5

Pemerintah hampir 3 kali lipat, serta jumlah Radio Konsesi sebesar 25,4 persen. Selain itu mutu pelayanan telah meningkat pula dengan dioperasikannya berbagai Pusat Pemeliharaan Jaringan Kabel. Demi- kian pula peran serta koperasi dan swasta telah mengalami kemajuan antara lain dengan berjalannya pola Kerja Sama Operasi (KSO) pembangunan telepon baru.

B. PARIWISATA

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI

Sasaran pembangunan kepariwisataan pada akhir Repelita VI adalah tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun 12,9 persen, dengan jumlah kunjungan wisman diperkirakan mencapai 6,5 juta sehingga dapat menghasilkan penerimaan devisa sekitar US$ 9 miliar. Jumlah kunjungan wisnus diperkirakan 84,2 juta dengan pengeluaran lebih dari Rp 9 triliun. Pada akhir Repelita VI pembangunan pariwisata akan dapat menampung 900 ribu tenaga kerja baru.

Untuk mencapai sasaran yang dikemukakan tersebut diatas, maka kebijaksanaan pokok pembangunan kepariwisataan dalam Repelita VI adalah meningkatkan pariwisata sebagai sektor andalan; meningkatkan daya saing kepariwisataan nasional; mengembangkan pariwisata Nusantara; meningkatkan sumber daya manusia; serta meningkatkan peran serta koperasi, swasta, dan masyarakat.

Dalam Repelita VI pembangunan kepariwisataan Indonesia dilak- sanakan melalui dua program pokok yaitu program pemasaran pari- wisata dan program pengembangan produk wisata, serta lima program penunjang, yaitu program pengendalian pencemaran lingkungan hidup, program pendidikan, pelatihan dan penyuluhan pariwisata,

XV/6

program penelitian dan pengembangan pariwisata, program pem- bangunan prasarana pariwisata, dan program pembinaan dan pengem- bangan kebudayaan dan kesenian.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan Tahun Ketiga Repelita VI

Pelaksanaan dan hasil pembangunan kepariwisataan melalui program-programnya dalam tahun ketiga Repelita VI adalah sebagai berikut.

a. Program Pokok

1) Program Pemasaran Pariwisata

Program pemasaran pariwisata meliputi pemasaran dalam negeri dan pemasaran luar negeri.

a) Pemasaran Dalam Negeri

Kegiatan pemasaran dalam negeri bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang kepariwisataan serta memperkenalkan objek dan daya tarik wisata kepada masyarakat Indonesia.

Upaya untuk meningkatkan pengembangan pariwisata nusantara antara lain dilakukan melalui pembinaan masyarakat dengan memben- tuk Kelompok Sadar Wisata (pokdarwis) yang merupakan kelompok swadaya dan swakarsa masyarakat yang berfungsi sebagai penggerak pembangunan pariwisata melalui peningkatan daya tarik pariwisata dengan pemasyarakatan Sapta Pesona. Hingga tahun 1996/97 pok- darwis ini sudah berkembang menjadi 941 kelompok yang tersebar di

XV/7

seluruh wilayah Indonesia. Meningkat 75 persen bila dibandingkan dengan tahun 1993/94 yang baru mencapai 537 kelompok. Mengingat besarnya potensi wisatawan remaja dan pemuda, maka pembangunan youth camp di Lampung dilanjutkan pada tahap III. Kegiatan wisata remaja dan pemuda di berbagai daerah terus dipacu dengan maksud agar berbagai objek dan daya tarik wisata yang tersebar di seluruh wilayah nusantara dapat benar-benar dikenal oleh remaja dan pemuda.

Guna meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti dan penting- nya pariwisata, setiap tahun dilakukan Kampanye Nasional Sadar Wisata dengan tema yang berbeda, yaitu pada tahun 1994 dengan tema Tahun Peranan Wanita dan Pembangunan Pemuda dan Olah Raga, tahun 1995 dengan tema 50 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, dan pada tahun 1996 dengan tema Tahun Bahari dan Dirgantara.

Sebanyak 52 acara kepariwisataan nasional telah dilaksanakan di berbagai daerah, di antaranya Festival Baiturahman di DI Aceh, Festival Danau Toba di Sumatera Utara, Festival Pacu Jalur Teluk Kuantan di Riau, Festival Tabuik di Sumatera Barat, Pesta Budaya Kerinci dan Batanghari di Jambi, Festival Danau Ranau di Lampung, Festival Permainan Rakyat di Jawa Barat, Pesta Teluk Jakarta di DKI Jakarta, Festival Borobudur di Jawa Tengah, Festival Kraton di DI Yogyakarta, Festival Kesodo di Jawa Timur, Festival Pasola di Nusa Tenggara Timur, Festival Kebudayaan Kesenian Balibo di Timor-Timur, Festival Erau dan Festival Borneo di Kalimantan Timur, Festival Bunaken di Sulawesi Utara, Festival Danau Poso di Sulawesi Tenggara, Festival Teluk Kendari di Sulawesi Tenggara, Festival Taman Laut (Molluscas Underwater) di Maluku, serta Pesta Seni Budaya Lembah Baliem di Irian Jaya.

XV/8

Dalam usaha meningkatkan mutu berbagai jasa pelayanan pari- wisata telah dilanjutkan pembinaan kepariwisataan di seluruh propinsi, antara lain melalui kegiatan penyusunan klasifikasi hotel, restoran, usaha jasa pariwisata, dan jasa impresariat. Selain itu dilakukan pula pembinaan dan pemantauan penanaman modal di bidang kepari- wisataan di 21 propinsi yang meliputi DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, dan Irian Jaya.

Jumlah kunjungan wisnus yang pada akhir Repelita V adalah 85,6 juta, pada tahun pertama Repelita VI telah meningkat menjadi 86,5 juta, pada tahun kedua telah bertambah lagi menjadi 100,3 juta, dan pada tahun ketiga Repelita VI sudah mencapai 120 juta kunjungan dengan jumlah pengeluaran sekitar Rp. 13 triliun. Atas dasar itu sasa- ran kunjungan wisnus untuk Repelita VI telah ditingkatkan menjadi 130 juta kunjungan dibandingkan sasaran aslinya 84,2 juta kunjungan.

b) Pemasaran Luar Negeri

Tujuan pokok dari kegiatan pemasaran luar negeri adalah mempromosikan dan memperkenalkan objek dan daya tarik wisata Indonesia yang berpotensi dapat dijual di luar negeri.

Dalam usaha untuk meningkatkan arus kedatangan wisman ke Indonesia, pada tahun 1996/97 telah dilaksanakan peningkatan pro- mosi pariwisata melalui tujuh kantor Pusat Promosi Pariwisata Indo- nesia (P3I) di luar negeri, yaitu di London, Frankfurt, Los Angeles, Tokyo, Taipei, Singapura, dan Sydney baik melalui media masa,

XV/9

bahan-bahan promosi cetakan maupun partisipasi pada acara-acara kepariwisataan di luar negeri.

Promosi pariwisata yang dilakukan oleh Badan Promosi Pariwisa- ta Indonesia (BPPI) baik di dalam maupun ke luar negeri dibiayai dari 20 persen penerimaan Pajak Pembangunan (PB) I pada 10 Daerah Tujuan Wisata (DTW), yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara. Dalam tahun 1994/95 dana yang telah berhasil dihimpun mencapai hampir Rp 6 miliar, dan pada tahun 1995/96 serta tahun 1996/97 meningkat masing-masing menjadi sekitar Rp. 21 miliar.

Kegiatan pemasaran pariwisata ke luar negeri oleh BPPI dilaksa- nakan melalui promosi dan mengundang langsung media pariwisata, biro-biro perjalanan serta secara langsung kepada masyarakat sebagai calon wisman di pasar-pasar utama luar negeri. Indonesia sebagai DTW dipromosikan dengan memperkenalkan nama "Indonesia" dan menempatkan Indonesia menjadi nama cap, dibawah payung mana bernaung semua pulau, propinsi maupun produk Indonesia. Pada tahun 1993/94 kegiatan pemasaran diprioritaskan untuk memperke- nalkan objek dan daya tarik wisata yang terdapat di Pulau Jawa dan Bali, kemudian tahun 1994/95 diperluas dengan memperkenalkan pula Pulau Sumatera, dan pada tahun 1995/96 mulai diperkenalkan Pulau Sulawesi, serta tahun 1996/97 telah diperluas dan diperdalam keber- bagai objek dan daya tarik wisata lain yang telah berkembang seperti di NTB, NTT dan Sulawesi Utara. Negara-negara yang menjadi sasaran kegiatan pemasaran pada tahun 1993/94 adalah negara yang potensial seperti Singapura dan Australia, dan pada tahun 1994/95 telah diperluas ke pasar Jepang, Taiwan dan Jerman. Pada tahun 1995/96 kegiatan pemasaran semakin diintensifkan serta diperluas lagi yaitu ke Amerika Serikat dan Inggris, dan pada tahun 1996/97

XV/10

kegiatannya mencakup pula pasar Belanda, Austria dan Swiss. Pende- katannya disesuaikan dengan segmen wisman masing-masing negara yang terpilih, antara lain melalui pemasangan iklan di beberapa jaring- an televisi internasional, iklan cetak pada kelompok sasaran wisman berpenghasilan tinggi, serta pembuatan dan pendistribusian bahan-bahan promosi cetak. Sampai tahun 1996/97 telah didistribusikan lebih dari satu setengah juta eksemplar brosur, majalah dan suplemen dalam berbagai bahasa dan di berbagai majalah internasional. Sejalan dengan itu pada tahun 1996/97 telah dilaksanakan program kunjungan wartawan (Visiting Journalist Program) ke Indonesia yang menulis mengenai DTW dan produk kepariwisataan Indonesia dalam majalah dan surat kabar luar negeri dengan dukungan bahan informasi, slides dan instrumen lainnya yang menarik.

Melalui kegiatan kehumasan yang dilaksanakan dengan pendekat-

an komunikasi kepada masyarakat, wisatawan, pers, serta pihak yang terkait, BPPI telah memberikan keterangan secara luas mengenai kegiatan yang dilaksanakan termasuk menjelaskan akan pentingnya partisipasi pers didalam pengembangan pariwisata. Badan promosi ini juga turut serta pada berbagai acara kepariwisataan, seminar, dan konferensi.

Dalam kaitan dengan pengembangan sumber daya manusia, BPPI turut menunjang program "Pesona Indonesia". Program ini bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan dan sikap ramah pelayanan garis depan seperti tenaga pengelola, penyelia, dan pelaksana. Sampai saat ini sudah dididik 1.639 orang dari perhotelan dan usaha perjalanan dari seluruh Indonesia termasuk 47 master trainers.

Selain itu, BPPI terus pula meningkatkan promosi Meetings, Incentives, Congress, and Exhibitions (MICE), penelitian-penelitian

XV/11

berkenaan dengan promosi pariwisata, serta membentuk pusat infor- masi pariwisata Indonesia melalui jaringan internet.

Sekitar 20 acara kepariwisataan penting telah diikuti oleh industri pariwisata Indonesia di luar negeri antara lain Pacific and Asia Tour- ism Association (PATA) Travel Mart, April 1996 di Thailand; International Travel Expo, Juni 1996 di Hongkong; Holiday and Travel Show, Juni 1996 di Sydney; Outbond Tour Fair, September 1996 di Taipei; Korea World Travel Fair, September 1996 di Seoul;World Travel Market, November 1996 di London; Dema Dive, Januari 1997 di Orlando Florida; Fitur Madrid, Januari 1997 di Spanyol; Borse Internationale Turismo (BIT) Milan, Februari 1997 di Itali; Salon Mondial Tourismus Voyage, Maret 1997 di Paris; Internationale Tourismus Borse, Maret 1997 di Berlin; Malaysia Association Tour and Travel Agency (MATTA) International Travel Fair, Maret 1997 di Kuala Lumpur; serta National Association of Travel Agency Singapore (NATAS) Travel Fair, Maret 1997 di Singapura.

Di samping turut serta pada acara kepariwisataan yang penting di luar negeri juga telah dilaksanakan berbagai acara kepariwisataan berskala internasional di Indonesia, seperti Festival Budaya Khatulis- tiwa, Mei 1996 di Pontianak; Festival Jakarta, Mei 1996 di DKI Jakarta; Festival Danau Toba, Juni 1996 di Prapat Sumatera Utara; Festival Sriwijaya, Juni 1996 di Palembang; Lomba Surfing Interna- sional, Juni 1996 di Pantai Lagundri, Nias; Kompetisi Selancar Inter- nasional, Juni 1996, di Pantai Plengkung, Jawa Timur; Festival Borobudur, Juli 1996 di Magelang Jawa Tengah; Festival Keraton se Nusantara, Juli 1996 di Surakarta; Festival Krakatau, Juli 1996 di Lampung; Festival Gantole Internasional, Agustus 1996 di Jawa Tengah; Festival Nongsa Beach, September 1996, di Nongsa, Batam; Lomba Perahu Dayung, Oktober 1996 di Waduk Jatiluhur, Jawa

XV/12

Barat; Festival Pacu Kuda, Desember 1996 di Sumatera Barat; dan Pasar Wisata Indonesia, Februari 1997 di Jakarta.

Dalam tahun 1996/97 kegiatan wisata konvensi telah meningkat, antara lain tercatat 995 kali penyelenggaraan acara MICE dengan peserta sebanyak 163.572 orang. Hal ini berarti telah ada peningkatan masing-masing hampir 55 dan 29 persen untuk jumlah penyelengga- raan dan jumlah peserta dibandingkan dengan tahun 1993/94 yang baru tercatat 642 kali penyelenggaraan dengan peserta sebanyak 127.195 orang. Dewasa ini sudah ada 23 perusahaan yang bergerak dalam usaha jasa konvensi, yang berarti meningkat 43,75 persen dibanding akhir Repelita V.

Dalam rangka lebih menggiatkan wisata konvensi, Indonesia telah turut serta mengikuti secara aktif berbagai acara promosi seperti Convention and Exhibition (CONVEX) di London, Australian Interna- tional and Meeting Exhibition di Australia, Asian Association for Convention and Visitor Bureau (AACVB) Joint Promotion di Manila, European Incentive Bussiness and Travel Meeting (EIBTM) di Swiss, Incentive Travel and Corporate Meeting Asia (IT & CMA) di Hong- kong, Incentive Travel and Meeting Executive Shows (ITME) di Chicago, AACVB Meeting Net Asia Conference di Korea Selatan, dan Indonesia-Singapore Partner in Progress di Singapura.

Selain itu Indonesia juga mengikuti kegiatan acara yang diseleng- garakan lembaga-lembaga kepariwisataan internasional antara lain PATA Annual Conference, April 1996 di Thailand; Brunei Indonesia Malaysia Philipina East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA) Working Group on Tourism Development , Juni 1996 di Pontianak, Kalimantan Barat; Sidang Umum World Tourism Organization (WTO), September 1996 di Bali; serta PATA Board of Directors Meeting, September 1996 di St Petersburg, Rusia.

XV/13

Dalam rangka promosi juga telah diundang penulis perjalanan dan fotografer luar negeri dari Asia, Eropa dan Amerika untuk ber- kunjung ke Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, DKI Jakarta,Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogjakarta, Jawa Timur, Bali, Lombok, Sula- wesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya. Promosi dila- kukan pula melalui asistensi film melalui kerjasama dengan badan-badan publikasi luar negeri antara lain dari Jerman, Amerika Serikat dan Australia khususnya dalam pembuatan film dokumenter kepariwi- sataan Indonesia.

Jumlah kunjungan wisman dalam tiga tahun pelaksanaan Repelita

VI meningkat pesat. Pada akhir Repelita V jumlah kunjungan wisman adalah 3.400.804 kunjungan, dan pada akhir tahun ketiga Repelita VI telah meningkat menjadi 5.089.725 kunjungan, yang berarti kenaikan sekitar 43 persen dibandingkan tahun 1993/94. Penerimaan devisa juga meningkat dari US$ 3.984,7 juta pada tahun 1993/94 menjadi US$ 6.229,4 juta pada tahun 1996/97 atau suatu peningkatan hampir 56,3 persen dibandingkan dengan tahun 1993/94 sehingga menempat- kan pariwisata sebagai penghasil devisa utama setelah minyak dan gas bumi serta tekstil. Dalam tiga tahun pelaksanaan Repelita VI peneri- maan devisa pariwisata tersebut telah menjadikan pos transaksi bersih perjalanan luar negeri menjadi satu-satunya yang positif dengan jumlah yang terus meningkat dibanding transaksi jasa-jasa lainnya dalam neraca pembayaran Indonesia. Dengan demikian pariwisata telah memberikan andil yang cukup besar dalam upaya pengurangan defisit neraca barang dan jasa. Perkembangan kunjungan wisman tersebut dapat dilihat pada Tabel XV-1.

2) Program Pengembangan Produk Wisata

Program pengembangan produk wisata bertujuan untuk mening- katkan ragam, daya tampung, mutu objek dan daya tarik wisata serta

XV/14

sarana pendukungnya agar menarik untuk dikunjungi. Program ini antara lain dilaksanakan melalui berbagai kegiatan sebagai berikut.

Pada tahun ketiga Repelita VI dilanjutkan penyusunan perenca- naan pengembangan kawasan, objek dan daya tarik wisata, seperti pengembangan rest area di beberapa propinsi atau daerah, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Bali, dan Sulawesi Selatan; penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata (RIPP) Nasional tahap II; pengembangan wisata minat khusus; pengembangan sistem informasi manajemen; identifikasi dan penerapan ilmu penge- tahuan dan teknologi untuk mendukung pengembangan usaha pariwi- sata; peningkatan peranan wanita di bidang usaha pariwisata; serta peningkatan kualitas statistik wisman dan sistem informasi wisman. Selain itu juga telah dilaksanakan studi pengembangan pariwisata Pulau Rupat di Riau; studi pengembangan Bangka dan Belitung, Sumatera Selatan; pengembangan kawasan pariwisata Kaliurang, Sleman; penelitian potensi tenaga kerja pariwisata dan studi potensi wisata konvensi Surabaya, di Jawa Timur; penyusunan RIPP di Kalimantan Barat dan Sulawesi Utara; persiapan pengembangan multi media Candi Borobudur di Jawa Tengah; serta pengembangan kawa- san wisata Ratu Boko di Sleman.

Selanjutnya untuk lebih dapat mengakomodasi dan memobilisasi investasi swasta di bidang pariwisata, maka kerjasama ekonomi sub regional (KESR) ASEAN yang telah dirintis sejak tahun 1993 seperti Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle (IMS-GT), Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT-GT), dan BIMP-EAGA kegiatannya terus ditingkatkan. Beberapa kesepakatan telah dirumus- kan dalam rangka mendorong perkembangan pariwisata di tingkat nasional maupun regional antara lain seperti promosi bersama, memperluas pasar wisatawan antar negara, kemudahan serta insentif regional seperti pelayanan bebas visa kunjungan singkat (BVKS) di

XV/15

semua pelabuhan dan bandara international bagi pengusaha yang akan mengembangkan produk wisata di daerah anggota KSER, penetapan PP No. 57 tahun 1996 tertanggal 18 September 1996 tentang pembe- basan fiskal bagi orang pribadi yang bepergian dalam wilayah KESR, pertukaran informasi, serta pengembangan konsep-konsep pembangun- an pariwisata yang berwawasan lingkungan.

Selain itu juga ditingkatkan kerjasama bilateral antara Indonesia dan Singapura untuk pengembangan kawasan wisata di Lobam Pulau Bintan, pengembangan pariwisata di lima kota utama yaitu Padang, Surakarta, Mataram, Ujung Pandang, dan Manado. Dalam rangka pengembangan produk wisata di kawasan timur Indonesia mulai dirin- tis kerjasama bilateral antara Indonesia khususnya propinsi-propinsi di kawasan timur Indonesia dengan seluruh negara bagian di Australia.

Pertumbuhan jumlah dan kapasitas akomodasi penginapan pada tahun 1996/97 cukup menggembirakan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penambahan daya tampung akomodasi penginapan sebanyak 30.135 kamar dalam tahun 1996/97 sehingga secara keseluruhan mencapai 173.133 kamar atau meningkat sebesar 21,1 persen diban- ding dengan tahun 1993/94 yang baru berjumlah 142.998 kamar. Keseluruhan daya tampung akomodasi penginapan dalam tahun 1996/97 tersebut terdiri dari kamar hotel berbintang sebanyak 69.994 kamar dan kamar hotel tidak berbintang sebanyak 103.139 kamar. Penggunaan teknologi informasi secara lebih luas terus dilakukan. Hingga kini terdapat 47 buah jaringan International Chain Hotel karena ada penambahan 6 buah pada tahun 1996/97, dan 16 buah National Chain Hotel karena terjadi penambahan sebanyak tiga buah dalam tahun 1996/97 ini.

Kegiatan usaha perjalanan wisata (UPW) yang di antaranya berupa koperasi juga telah meningkat lagi sebanyak 787 buah pada

XV/16

tahun 1996/97 sehingga jumlahnya secara keseluruhan mencapai 2.324 buah yang berarti meningkat 51,3 persen dibanding tahun 1993/94. Jumlah pimpinan perjalanan wisata telah mencapai 721 orang pada tahun 1996/97 yang berarti meningkat sekitar 6 persen dibandingkan tahun 1993/94. Pramuwisata juga telah bertambah sebanyak 2.315 orang pada tahun 1996/97, sehingga jumlah keseluruh- annya telah mencapai 9.237 orang.

Guna lebih mendorong lagi pembangunan daerah sekaligus mempercepat proses pemerataan telah dan terus ditingkatkan pengem- bangan berbagai usaha kerajinan dan cinderamata serta pembinaan usaha kecil dan koperasi, penambahan pintu masuk melalui trans- portasi udara yang tersebar di seluruh tanah air, dan pembangunan berbagai usaha pengembangan kawasan pariwisata di daerah.

Sampai saat ini usaha pembinaan terhadap unit usaha kerajinan dan cinderamata terus ditingkatkan, dan sampai tahun 1996/97 telah ada 1.947 unit usaha atau meningkat sebesar 40,6 persen dibanding dengan tahun 1993/94 yang baru mencapai 1.384 unit usaha, sebagian besar diantaranya adalah usaha kecil dan menengah.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang kepariwisataan seperti PT Hotel Indonesia Internasional (HII) dan Natour, serta PT Bali Tourism Development Corporation (BTDC) terus meningkatkan pembinaannya terhadap pengusaha kecil dan koperasi. Sampai dengan tahun 1993/94 telah disalurkan dana sebesar Rp 1.652,5 juta kepada 200 pengusaha kecil dan koperasi. Pada tahun 1994/95 telah disalur- kan dana sebesar Rp 736,5 juta kepada 67 pengusaha kecil dan kope- rasi, dan pada tahun 1995/96 disalurkan dana sebesar Rp 870,8 juta kepada 72 pengusaha kecil dan koperasi. Mulai tahun 1996/97 PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko (TWCBP&RB) turut pula membina pengusaha kecil dan koperasi.

XV/17

Dalam tahun 1996/97 ini telah disalurkan dana sebesar Rp 799,8 juta kepada 82 pengusaha kecil dan koperasi. Dengan demikian secara kumulatif sampai dengan tahun 1996/97 telah disalurkan dana sebesar Rp 4.211,9 juta kepada 419 pengusaha kecil dan koperasi.

Dalam rangka mendukung kedatangan wisman, maka jumlah bandar udara yang berfungsi sebagai pintu masuk internasional telah ditambah dari 13 pada tahun 1993/94 menjadi 23 pada tahun 1996/97.

Melalui pola-pola keperintisan, kerjasama pemerintah dan swasta, maupun antar swasta kawasan pariwisata di berbagai daerah terlihat semakin berkembang dengan baik. Bila pada akhir Repelita V baru terdapat 8 kawasan pariwisata, maka sampai tahun ketiga Repeli- ta VI telah ada 13 kawasan pariwisata yang sudah beroperasi yaitu Nias Tourism Development Corporation (TDC); Anai Resor di Sumatera Barat; Bintan TDC di Riau; Gunung Geulis dan Rainbow di Jawa Barat; Bali TDC, Nusa Dua, dan Narendra Inter Pacific di Bali; Pulau Moyo TDC di Nusa Tenggara Barat; Newa TDC di Nusa Tenggara Timur; Likupang dan Tasik Ria di Sulawesi Utara; dan Biak Marauw di Irian Jaya. Selain itu ada tujuh usaha kawasan lain yang masih dalam tahap pembangunannya.

b. Program Penunjang

1) Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup

Tujuan program pengendalian pencemaran lingkungan hidup adalah meningkatkan kualitas hidup di daerah objek dan daya tarik wisata serta sarana pendukungnya.

Dalam tahun 1996/97 kegiatan yang telah dilakukan adalah pemantauan pengelolaan lingkungan yang mencakup peraturan Upaya

XV/18

Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan serta penyuluhan petunjuk teknis Amdal di propinsi Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Maluku dan Irian Jaya.

2) Program Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan Pariwisata

Program pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan pariwisata bertu- juan untuk menyiapkan dan menyediakan sumber daya manusia di bidang kepariwisataan yang profesional dengan kemampuan yang memadai guna memenuhi kebutuhan yang makin meningkat selaras dengan laju pertumbuhan pariwisata.

Sehubungan dengan itu dalam tahun ketiga Repelita VI telah dilakukan pembinaan, penyuluhan dan pelatihan di bidang kepariwisa- taan yang diselenggarakan di beberapa fasilitas pendidikan dan pela- tihan pariwisata yaitu di Akademi Pariwisata (Akpar) Medan dan Ujung Pandang, serta Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) di Bandung dan Bali. Pada tahun 1996/97 telah dihasilkan tambahan tenaga kerja pariwisata sebanyak 181.130 orang atau meningkat sebesar 46 persen bila dibanding tahun 1993/94 yang berjumlah 123.955 orang. Untuk menambah daya tampungnya telah dilakukan rehabilitasi kampus BPLP Medan, penyusunan pra design kampus baru STP Bandung, pembangunan prasarana dan sarana fisik kampus baru STP Bali, serta penyusunan pra design kampus baru BPLP Ujung Pandang.

3) Program Penelitian dan Pengembangan Pariwisata

Tujuan program penelitian dan pengembangan pariwisata adalah melakukan berbagai kajian dan penelitian di bidang kepariwisataan

XV/19

bagi pengambilan keputusan dan perumusan kebijaksanaan pem- bangunan kepariwisataan.

Dalam tahun 1996/97 telah dilakukan pemantapan dan pengem- bangan bank data serta sistem informasi pariwisata, penyusunan statis- tik kunjungan wisman tahun 1996, penelitian wisman yang akan meninggalkan Indonesia, penelitian pemetaan urusan pemerintahan dan pembangunan, serta penyusunan Sistem Pariwisata Nasional.

4) Program Pembangunan Prasarana Pariwisata

Program pembangunan prasarana pariwisata bertujuan untuk meningkatkan koordinasi dalam pembangunan prasarana yang menun- jang pembangunan kepariwisataan, seperti transportasi, telekomunika- si, listrik, dan air bersih, termasuk pengembangan kawasan pariwisata di daerah.

Sejumlah rekomendasi kebijaksanaan telah dirumuskan oleh Forum Konsolidasi Pariwisata yang menyertakan berbagai sektor terkait antara lain mencakup aspek pemasaran, pengembangan produk wisata, dan dukungan dari sektor terkait dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan pariwisata sebagai penghasil devisa utama nasional pada akhir Repelita VII. Rumusan kebijaksanaan yang dida- sarkan pada pola dan kecenderungan perkembangan pariwisata di tingkat lokal, nasional, regional maupun global tersebut dalam aspek pemasaran terutama menyangkut keterpaduan program-program pemasaran yang dilaksanakan melalui BPPI, Ditjen Pariwisata, usaha-usaha pariwisata, dan Pemerintah daerah; pengembangan produk wisata khususnya mengenai preservasi, pemanfaatan dan revitalisasi kawasan budaya atau bangunan bersejarah sebagai salah satu asset pariwisata nasional serta adanya kemudahan pihak swasta dalam ikut serta pengembangan objek dan daya tarik wisata; dengan dukungan

XV/20

dari sektor-sektor terkait terutama dalam pengembangan aksesibilitas khususnya penyediaan tempat duduk pesawat udara; dan pengembang- an sumber daya manusia baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta.

Selain itu pembangunan prasarana penunjang pariwisata melalui peningkatan pemanfaatan teknologi informasi yang digunakan oleh berbagai chain hotel dan tour travel/operator untuk ticketing, telah mampu mempercepat proses layanan kepada para wisatawan sehingga lebih memadai.

5) Program Pembinaan dan Pengembangan Kebudayaan dan Kesenian

Tujuan program pembinaan dan pengembangan kebudayaan dan kesenian adalah meningkatkan upaya untuk menggali, mengembang- kan, dan memasyarakatkan nilai luhur budaya bangsa termasuk kese- nian baik sebagai daya tarik pariwisata, maupun dalam rangka memperkuat jati diri dan kepribadian bangsa.

Dalam tahun 1996/97 telah dilanjutkan dan ditingkatkan pembi- naan terhadap berbagai kelompok seni dan budaya yang ada dalam masyarakat melalui pembinaan kelompok sadar wisata yang dilaksa- nakan setiap tahun, pembinaan usaha cinderamata, pelaksanaan berbagai acara festival budaya dan promosi yang menonjolkan budaya dan kesenian daerah yang dilakukan di Indonesia, serta pengiriman misi-misi kebudayaan dan kesenian Indonesia pada acara promosi kepariwisataan nasional di luar negeri diantaranya di Singapura, Tokyo, Berlin, Italia, Amerika Serikat, dan Australia. Selain itu dilakukan pula upaya-upaya untuk melestarikan dan merevitalisasi asset-asset budaya seperti kawasan-kawasan budaya antara lain kera-

XV/21

ton, serta bangunan-bangunan bersejarah dan etnik sebagai salah satu asset pariwisata nasional.

C. POS DAN TELEKOMUNIKASI

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI

Sasaran pembangunan pos dan giro dalam Repelita VI adalah meningkatnya mutu pelayanan, efisiensi dan produktivitas, diversify- kasi pelayanan, serta perluasan fasilitas fisik pelayanan pos ke seluruh ibu kota kecamatan dan telah mencakup sekurang-kurangnya 45 persen dari seluruh desa yang ada.

Dalam rangka mencapai sasaran tersebut, kebijaksanaan pem- bangunan pos dan giro dalam tahun ketiga Repelita VI adalah mening- katkan keberhasilan waktu tempuh; meningkatkan mutu, jenis dan efisiensi pelayanan ; meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta ilmu pengetahuan dan tekonologi; meningkatkan peran serta koperasi dan swasta; serta meningkatkan fungsi pos dan giro sebagai penghimpun dana masyarakat.

Sasaran pembangunan telekomunikasi dalam Repelita VI adalah pembangunan telepon sebanyak 5 juta satuan sambungan (ss) sehingga kepadatan telepon menjadi 3,91 ss per 100 penduduk. Sasaran penting lainnya adalah meningkatnya mutu pelayanan serta jangkauan teleko- munikasi sehingga meliputi seluruh ibu kota kabupaten, ibu kota kecamatan, dan 50 persen dari desa yang ada, serta meningkatnya jumlah telepon umum dan warung telekomunikasi.

Untuk mencapai sasaran tersebut, kebijaksanaan pokok pem- bangunan telekomunikasi dalam Repelita VI adalah meningkatkan

XV/22

jangkauan, pemerataan pelayanan, mutu dan efisiensi pelayanan; meningkatkan peran serta koperasi dan swasta; meningkatkan pe- nguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penyelenggaraan telekomunikasi; meningkatkan pengembangan indus- tri telekomunikasi; meningkatkan penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit; meningkatkan kualitas sumber daya manusia; serta meningkatkan pengembangan telekomunikasi khusus dan teleko- munikasi hankam.

Serangkaian upaya tersebut dilaksanakan melalui dua program pokok, yaitu program pengembangan jasa pos dan giro, dan program pengembangan jasa telekomunikasi, serta dua program penunjang yaitu program pendidikan, pelatihan dan penyuluhan, dan program penelitian dan pengembangan pos dan telekomunikasi.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan Tahun Ketiga Repelita VI

Pembangunan pos dan telekomunikasi dalam tahun ketiga Repeli- ta VI menurut masing-masing programnya adalah sebagai berikut.

a. Program Pokok

1) Program Pengembangan Jasa Pos dan Giro

Program Pengembangan Jasa Pos dan Giro bertujuan untuk meningkatkan jangkauan, mutu, dan efisiensi pelayanan jasa pos dan giro. Program ini meliputi beberapa kegiatan yaitu pembangunan gedung kantor; pengadaan kendaraan; modernisasi loket; pengem- bangan dan perluasan jasa; dan peningkatan efisiensi, produktivitas serta kenyamanan lingkungan pelayanan. Sejalan dengan itu, untuk mempercepat peningkatan, perluasan jangkauan, dan peningkatan

XV/23

profitabilitas unit pelayanan sekaligus mempercepat pencapaian sasar- an Repelita VI telah ditempuh pula strategi pengembangan Service Point (SPSP) yaitu penyediaan unit pelayanan tetap maupun bergerak melalui kerjasama operasi dengan usaha swasta termasuk usaha kecil, menengah dan koperasi, serta dengan lembaga-lembaga pemerintah daerah setempat.

a) Pembangunan Gedung Kantor

Dalam tahun 1996/97 telah dilakukan penambahan jumlah kantor pos dan giro serta sentral-sentral pelayanan sebanyak 128 buah yang terdiri dari 78 buah kantor pos tambahan dan kantor pos pembantu, 8 buah kantor pos pembantu kelas IV, 24 buah poserba dan 6 buah sentral giro gabungan serta 12 unit loket ektensi. Dengan adanya penambahan berbagai fasilitas tersebut, maka secara keseluruhan jumlah kantor pos dan giro serta sentral pelayanan yang beroperasi mencapai 5.074 buah yang meliputi 311 buah kantor pos besar/kelas I, 3.433 buah kantor pos tambahan dan kantor pos pembantu, 33 sentral pengolahan pos, 863 kantor pos pembantu kelas IV, 3 sentral giro, 125 sentral giro gabungan, 260 loket ekstensi, 37 poserba, serta 9 kios benda pos dan meterai (BPM). Selain itu, melalui SPSP penye- diaan kantor pos khususnya di daerah-daerah terpencil dan perdesaan semakin digalakkan melalui penyediaan unit-unit pelayanan khusus. Pada tahun 1993/94 unit pelayanan khusus tersebut yang berupa agen pos dan agen pos desa masih berjumlah 973 dan dipo BPM berjumlah 4.705. Pada tahun 1996/97 agen pos dan agen pos desa telah ber- kembang menjadi 1.879 buah dan dipo BPM mencapai 5.151 buah.

Upaya memperluas jangkauan pelayanan pos dan giro sampai tahun 1996/97 telah mencapai 3.796 kecamatan, dan 1.040 lokasi transmigrasi, meningkat dibandingkan dengan tahun 1993/94 yang jangkauannya mencapai 3.774 kecamatan dan 970 lokasi transmigra-

XV/24

si. Perkembangan pembangunan kantor pos dan sarana penunjangnya dapat dilihat pada Tabel XV-2.

b) Pengadaan Kendaraan

Kendaraan pos keliling telah bertambah lagi sebanyak 199 unit yang terdiri dari 34 unit pos keliling kota berupa kendaraan roda empat yang dapat memperluas pelayanan sebanyak 34 trayek baru dan 165 unit pos keliling desa berupa kendaraan roda dua maupun perahu motor untuk melayani 340 trayek baru. Dengan adanya tambahan kendaraan tersebut, maka jumlah pos keliling kota menjadi 557 unit untuk melayani 826 trayek dan jumlah pos keliling desa sebanyak 2.921 unit untuk melayani 6.014 trayek.

c) Modernisasi Loket

Untuk menunjang modernisasi loket telah digunakan peralatan komputer untuk pos kilat khusus, pos patas, kode pos, loket terpadu, Express Mail Services (EMS) maupun surat elektronik. Pada tahun 1996/97 telah bertambah jumlahnya sebanyak 120 unit, sehingga secara keseluruhan jumlah komputer telah mencapai 967 unit dibandingkan tahun 1993/94 yang berjumlah 681 unit. Begitu pula sarana dan peralatan penunjang seperti bis surat, timbangan elektronik untuk paket pos, timbangan surat, mesin cap dan mesin hitung uang telah ditingkatkan.

d) Pengembangan dan Perluasan Jasa

Pada tahun pertama pelaksanaan Repelita VI telah diperkenalkan beberapa jenis jasa pelayanan baru seperti Ratron Simpati, yaitu tele- gram indah ucapan selamat; Pos Serba Ada (Poserba) yaitu belanja kebutuhan sehari-hari lewat pos; Belanja Lewat Pos (BLP) untuk

XV/25

produk-produk khusus; Bulk Mail Services (BMS) yaitu pelayananan khusus untuk kiriman bisnis; pelayanan penjualan telepon kartu; penjualan perangko melalui mesin otomatis; dan Pos Sekolah yaitu pelayanan jasa pos dan giro di sekolah-sekolah. Selanjutnya dalam tahun 1995/96 diberlakukan tambahan jenis pelayanan baru yaitu Kiriman Hari Ini Sampai (KHIS) dan Kirim Esok Sampai (KES) yang merupakan layanan untuk golongan pasar bisnis yang menghendaki pelayanan yang cepat, jaminan sampainya kiriman, fleksibel dalam ukuran dan berat; Wasantara Net yang merupakan pelayanan di bidang internet; Pos Pemasaran Keliling (Posarling); Warung Pos Keluarga Sejahtera (Warkposkesra); penyediaan Kotak Pos Elektronik dalam jaringan Wasantara-Net; Tabungan Keluarga Sejahtera (Takes- ra) dan Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (Kukesra); pelayanan penerimaan pembayaran pajak, khususnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Pajak Penghasilan; dan pelayanan pengiriman tunjangan hidup bagi sarjana yang ditempatkan di desa-desa tertinggal. Ke- mudian pada tahun 1996/97 telah ditambah lagi dengan penyediaan jasa Posgram yaitu pelayanan telegram yang memanfaatkan sarana jaringan Wasantara-Net, Warung Internet yaitu pelayanan internet untuk umum, serta Westron Internet yaitu pengiriman uang dengan memanfaatkan transmisi data transfer melalui Wasantara-Net yang dahulu masih menggunakan pengiriman fisik kartu wesel.

Pembinaan koperasi dan swasta terutama skala usaha kecil dan menengah telah ditingkatkan melalui kerjasama dalam bentuk keagen- an pelayanan pos dan giro ataupun penjualan benda pos. Dengan peningkatan partisipasi masyarakat, koperasi dan swasta melalui SPSP, jumlah perusahaan jasa titipan-pun semakin meningkat yang pada tahun 1993/94 baru berjumlah 384 buah pada tahun 1996/97 telah meningkat menjadi 610 unit usaha.

XV/26

Dalam rangka pembinaan pengusaha kecil dan koperasi, BUMN PT Pos Indonesia sampai dengan tahun 1993/94 telah menyalurkan dana sebesar Rp 3.277,4 juta kepada 243 pengusaha kecil dan kopera- si. Kemudian pada tahun 1994/95 telah disalurkan dana sebesar Rp 3.202,5 juta kepada 573 pengusaha kecil dan koperasi, pada tahun 1995/96 dana sebesar Rp 4.810,0 juta telah disalurkan kepada 600 pengusaha kecil dan koperasi, dan kemudian pada tahun 1996/97 dana sebesar Rp 2.166,3 juta telah disalurkan kepada 383 pengusaha kecil dan koperasi. Dengan demikian secara kumulatif sampai dengan tahun 1996/97 jumlah dana yang disalurkan telah mencapai Rp 13.456,2 juta kepada 1.799 pengusaha kecil dan koperasi.

Pos dan giro sebagai suatu lembaga keuangan bukan bank yang berfungsi menghimpun dana masyarakat, dalam tahun 1996/97 telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan tabungan masyarakat, giro dan cek pos, serta wesel pos. Bila dibandingkan dengan tahun 1993/94 masing-masing telah meningkat sebesar 116,6 persen, 263,2 persen dan 95 persen. Peningkatan yang sangat pesat dalam produksi giro dan cek pos terjadi karena meningkatnya penerimaan dari pembayaran pajak yang telah dapat dilakukan di kantor-kantor pos. Dalam perannya sebagai lembaga keuangan tersebut kerjasama dengan berbagai unit usaha perbankanpun semakin ditingkatkan, termasuk penyediaan pelayanan Kukesra dan Takesra, dan hal ini pulalah yang menyebabkan tabungan masyarakat meningkat tajam.

Perkembangan produksi jasa pos dan giro dapat dilihat pada Tabel XV-3.

e) Peningkatan Efisiensi, Produktivitas serta Lingkungan

Dengan berubahnya status Perusahaan Umum (Perum) Pos dan Giro menjadi perusahaan perseroan yaitu PT Pos Indonesia (Posindo)

XV/27

Upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas terus digalakkan antara lain dengan membentuk divisi-divisi untuk mengelola unit-unit usaha sehingga semakin produktif dan efisien.

Di samping itu Sistem Informasi Manajemen sebagai penunjang pelayanan pos dan giro yang dimulai pada tahun 1995/96 dan baru mencakup pengembangan dan penerapan modul untuk pelayanan jasa pengiriman barang, pada tahun 1996/97 telah semakin ditingkatkan dan telah mencakup pengembangan dan penerapan statistik produksi pos, akuntansi, keuangan, serta jejak lacak kiriman pos.

Sejalan dengan itu evaluasi dan penyempurnaan terhadap efisiensi pemanfaatan sumber daya terus ditingkatkan diantaranya penyempur- naan sistem transportasi pelayanan pos dan giro dan reklasifikasi kantor pos. Standarisasi peralatan pada tahun 1996/97 mencakup pula standarisasi kemasan paket serta kantong pos laut dan udara

Evaluasi dan pembinaan rumah pos di daerah-daerah transmigrasi terus ditingkatkan, dan untuk tahun 1996/97 telah dilaksanakan di propinsi DI Aceh, Sumatera Utara, Jambi, dan Lampung.

Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI) yang tersebar di 27 pro- pinsi sampai tahun 1996/97 telah mempunyai anggota sebanyak 657.120 orang atau meningkat lebih dari 4 kali lipat dibandingkan tahun 1993/94 yang baru berjumlah 149.659 orang. Berbagai acara pameran filateli internasional telah diikuti diantaranya pameran filate- li Pacific 1997 di Amerika Serikat dan Norway 1997 di Norwegia. Jenis serta kualitas perangko Indonesia semakin baik dan semakin digemari oleh filatelis nasional dan internasional.

XV/28

2) Program Pengembangan Jasa Telekomunikasi

Tujuan program pengembangan jasa telekomunikasi adalah untuk meningkatkan jangkauan, mutu dan efisiensi pelayanan jasa tele- komunikasi. Kegiatannya meliputi pembangunan sentral telepon, pembangunan sistem transmisi, peningkatan mutu pelayanan, pengen- dalian frekuensi radio dan pemanfaatan orbit satelit, peningkatan peran serta koperasi dan swasta, dan pengembangan standardisasi peralatan. Kegiatan yang telah dilaksanakan dalam tahun ketiga Repe- lita VI antara lain meliputi berbagai hal sebagai berikut.

a) Pembangunan Sentral Telepon

Sampai akhir Repelita V telah dibangun peralatan sentral telepon sebanyak 3.012.893 ss. Pada tahun 1994/95 dan 1995/96 telah di- selesaikan peralatan telepon baru sebanyak 1.811.449 ss. Pada tahun 1996/97 telah dibangun lagi peralatan sentral telepon baru sebanyak 1.528.991 ss. Dengan penambahan kapasitas baru tersebut, maka secara keseluruhan kapasitasnya telah meningkat menjadi 6.353.333 ss. Dalam tiga tahun ini jumlah penambahan peralatan telepon sebesar 3.340.440 ss tersebut telah melebihi sasaran tiga tahun Repelita VI yang berjumlah 2.706.500 ss atau meningkat menjadi lebih dari dua kali lipat bila dibandingkan dengan kapasitas telepon pada akhir Repelita V. Dengan pembangunan tersebut, kepadatan telepon pada tahun ketiga Repelita VI telah mencapai 3,2 per 100 penduduk, dibandingkan dengan akhir Repelita V yang baru mencapai kurang dari 1,6 per 100 penduduk.

Dengan adanya tambahan sentral baru telepon tersebut, maka penyebaran kapasitas telepon secara keseluruhan di semua propinsi hingga tahun 1996/97 adalah sebagai berikut: Propinsi Daerah Isti- mewa Aceh sebanyak 66.945 ss; Sumatera Utara 302.756 ss; Suma-

XV/29

tera Barat 83.350 ss; Riau 130.030 ss; Jambi 30.463 ss; Bengkulu 20.810 ss; Sumatera Selatan 285.120 ss; Lampung 82.303 ss; Daerah Khusus Ibukota Jakarta 2.427.431 ss; Jawa Barat 836.833 ss; Jawa Tengah 380.978 ss; Daerah Istimewa Yogyakarta 51.886 ss; Jawa Timur 1.007.530 ss; Bali 122.375 ss; Nusa Tenggara Barat 34.282 ss; Nusa Tenggara Timur 25.664 ss; Timor-Timur 5.660 ss; Kalimantan Barat 65.900 ss; Kalimantan Tengah 23.736 ss; Kalimantan Selatan 70.844 ss; Kalimantan Timur 86.395 ss; Sulawesi Utara 64.896 ss; Sulawesi Tengah 32.672 ss; Sulawesi Tenggara 14.960 ss; Sulawesi Selatan 152.138 ss; Maluku 34.486 ss; dan Irian Jaya 51.354 ss.

Dalam upaya mendukung pemerataan penyediaan jasa telekomu- nikasi kepada seluruh lapisan masyarakat antara lain telah dibangun telepon umum dan wartel. Pada tahun 1994/95 dan tahun 1995/96 jumlah telepon umum yang dibangun adalah sebanyak 41.101 ss. Selanjutnya pada tahun 1996/97 telah dibangun baru lagi sebanyak 19.956 ss sehingga jumlahnya secara keseluruhan telah meningkat menjadi 103.613 ss yang terdiri dari TUC sebanyak 68.972 ss dan TUK sebanyak 37.641 ss. Ini berarti terjadi kenaikan lebih dari 90 persen dibandingkan dengan jumlah telepon umum pada akhir Repeli- ta V sebesar 53.835 ss. Pada tahun 1996/97 jumlah wartel telah di- tingkatkan menjadi 5.360 buah dengan kapasitas 23.160 ss, sehingga menjadi lebih dari 4 kali lipat bila dibandingkan tahun 1993/94 yang masih berjumlah 1.257 buah dengan kapasitas 8.445 ss. RPUU pada tahun 1996/97 mencapai jumlah 500.148 pelanggan atau meningkat hampir 6 kali lipat dibandingkan tahun 1993/94 yang baru berjumlah 87.118 pelanggan.

STB pada tahun 1996/97 juga telah bertambah menjadi 548.964 ss yang terdiri dari STB analog sebanyak 154.950 ss dan STB digital sebanyak 394.014 ss dengan tujuh operator. Hal ini berarti terjadi kenaikan jumlah STB lebih dari enam kali lipat dibandingkan dengan

XV/30

jumlah STB pada tahun 1993/94 sebesar 88.962 ss dengan empat operator.

Perkembangan kapasitas telepon dan teleks/telegrap di Indonesia dapat dilihat pada tabel XV-4.

b) Pembangunan Sistem Transmisi

Untuk meningkatkan pelayanan telekomunikasi dalam dan luar negeri masih terus dilanjutkan pengembangan transmisi teresterial di Sumatera dan Jawa serta pembangunan transmisi telekomunikasi perdesaan. Sejalan dengan itu telah dilakukan perluasan transmisi gelombang mikro digital Nusa Tenggara, Lintas Kalimantan, Lintas Sulawesi, perluasan Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) Sura- baya-Banjarmasin, pengoperasian SKKL serat optik Indonesia-Peran- cis yang merupakan bagian dari SKKL South East Asia - Middle East - West Europe (SEA-ME-WE)-II, serta pengoperasian SKKL serat optik Jakarta-Surabaya-Australia (Jasuraus). Selain itu telah diluncur- kan pula Satelit Palapa C-2 dengan kapasitas 36 transponder. Sampai dengan tahun 1996/97 telah dikembangkan jaringan pelayanan Saluran Langsung Internasional (SLI) dari seluruh ibu kota propinsi, ibu kota kabupaten dan ibu kota kecamatan yang telah memiliki sentral otomat di Indonesia ke 256 negara tujuan di luar negeri. Pelayanan Home Country Direct yang pada tahun 1993/94 dapat dilakukan dari 172 lokasi di Indonesia ke 32 tujuan di luar negeri, pada tahun 1996/97 telah berkembang lagi dan dapat dilakukan dari 308 lokasi ke 48 tujuan di luar negeri.

c) Peningkatan Mutu Pelayanan

Berbagai upaya telah dilakukan selama tiga tahun Repelita VI untuk mengintegrasikan pembangunan sentral telepon, jaringan kabel

XV/31

atau radio, transmisi dan sarana penunjangnya, menekan jumlah kerusakan dan mempercepat waktu perbaikan serta meningkatkan kemampuan operasi dan pemeliharaan seluruh fasilitas tele- komunikasi. Selain itu terus dilakukan perbaikan struktur tarip yang tepat untuk jasa dasar dan jasa nilai tambah dengan memperhatikan kepentingan pelanggan. Sampai dengan tahun 1996/97 telah di- operasikan 15 Pusat Pemeliharaan Jaringan Kabel di 8 kota, yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpa- sar, dan Ujung Pandang. Rasio keberhasilan panggil sebagai indika- tor utama mutu pelayanan pada tahun 1996/97 untuk percakapan dalam negeri sambungan lokal mencapai 57,9 persen dan untuk SLJJ mencapai 53,2 persen. Pada tahun 1993/94 untuk percakapan dalam negeri sambungan lokal baru mencapai 44,7 persen dan untuk SLJJ 36,3 persen. Pada percakapan internasional untuk sambungan telepon masuk ke Indonesia rasio keberhasilan panggil pada tahun 1996/97 mencapai 51,7 persen dan sambungan telepon ke luar negeri mencapai 61,3 persen, yang berarti meningkat bila dibandingkan tahun 1993/94 dengan percakapan internasional untuk sambungan telepon masuk ke Indonesia sebesar 48,8 persen dan sambungan telepon ke luar negeri sebesar 59,9 persen.

d) Pengendalian Frekuensi Radio dan Pemanfaatan Orbit Satelit

Upaya pengendalian frekuensi radio dan pemanfaatan orbit satelit pada tahun 1996/97 telah ditingkatkan melalui pembangunan baru 2 Stasiun Tetap, 4 Stasiun Bergerak, dan 3 Stasiun Pelacak Frekuensi Otomatis (Automatic Direction Finder). Dengan demikian secara keseluruhan sampai tahun ketiga Repelita VI terdapat 5 Stasiun Tetap, 80 Stasiun Bergerak dan 4 Stasiun Pelacak Frekuensi Otomatis. Sampai dengan tahun 1996/97 telah diterbitkan 795 izin Radio Siaran Non Pemerintah, meningkat dibandingkan pada akhir Repelita V

XV/32

sebanyak 634 izin. Untuk Radio Konsesi sampai dengan tahun 1996/97 telah diterbitkan izin sebanyak 191.073 buah, meningkat dibandingkan tahun 1993/94 sebanyak 67.876 izin. Selain itu, sampai dengan tahun 1996/97 telah diberikan izin penggunaan frekuensi untuk Televisi (TV) kepada enam stasiun termasuk lima stasiun TV swasta.

e) Peningkatan Peran Serta Koperasi dan Swasta

Kesempatan bagi koperasi dan swasta untuk turut serta dalam pembangunan telekomunikasi telah terbuka lebar sejak dilakukannya pola Kerja Sama Operasi (KSO) pada awal Januari 1996 yang meliputi pembangunan telepon baru sebanyak dua juta ss dengan rincian : paket I yang meliputi seluruh Sumatera sebanyak 460.000 ss; paket II meliputi propinsi Jawa Barat sebanyak 500.000 ss; paket III meliputi propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 400.000 ss; paket IV meliputi seluruh Kalimantan 237.000 ss; dan paket V meliputi propinsi-propinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Timor-Timur, seluruh propinsi di Sulawesi, Malu- ku, dan Irian Jaya sebanyak 403.000 ss. Pada tahun 1996/97 mitra KSO telah membangun telepon sebanyak 225.080 ss dengan penyebar- an sebagai berikut: Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebanyak 9.634 ss; Sumatera Utara sebanyak 43.906 ss; Sumatera Barat sebanyak 12.496 ss; Riau sebanyak 13.984 ss; Bengkulu sebanyak 20.810 ss; Sumatera Selatan sebanyak 12.732 ss; Lampung sebanyak 5.008 ss; dan Jawa Barat sebanyak 127.320 ss.

Dalam rangka pembinaan pengusaha kecil dan koperasi oleh BUMN di bidang telekomunikasi, PT Telkom dan PT Indosat sampai dengan tahun 1993/94 telah menyalurkan dana sebesar Rp 23.829,3 juta kepada 3.268 pengusaha kecil dan koperasi. Kemudian pada tahun 1994/95 telah disalurkan dana sebesar Rp 20.723 juta kepada

XV/33

1.507 pengusaha kecil dan koperasi, selanjutnya pada tahun 1995/96 dana sebesar Rp 31.890,3 juta telah disalurkan kepada 3.516 pengu- saha kecil dan koperasi, dan kemudian pada tahun 1996/97 dana sebesar Rp 19.986,5 juta telah disalurkan kepada 1.557 pengusaha kecil dan koperasi. Dengan demikian secara kumulatif sampai dengan tahun 1996/97 jumlah dana yang disalurkan telah mencapai Rp 96.429,1 juta kepada 9.848 pengusaha kecil dan koperasi.

f) Pengembangan Standardisasi Peralatan

Pengembangan standardisasi peralatan pada tahun 1996/97 dilan- jutkan dengan menyempurnakan Rencana Dasar Teknis Nasional 1994 untuk rencana penomoran, interkoneksi antar jaringan, pembebanan, routing, transmisi, pensinyalan, peralatan sentral telepon, sinkronisasi jaringan, ketersediaan dan keamanan jaringan, manajemen jaringan, akses pelanggan, serta penyelenggaraan pelayanan. Pemantauan, pelaksanaan dan penegakan hukum di bidang standardisasi sejak November 1995 telah dimulai dan terus dilanjutkan dengan kegiatan sertifikasi dan penandaan. Hingga tahun 1996/97 telah dihasilkan penandaan terhadap perangkat-perangkat telekomunikasi sebanyak 433 sertifikat dan 46.501 label.

Di samping itu terus digiatkan koordinasi antar instansi pemerin- tah dan swasta yang terkait dalam rangka penyebar luasan ketentuan pelaksanaan standardisasi serta persiapan laboratorium yang dapat digunakan sebagai laboratorium penguji peralatan telekomunikasi.

b. Program Penunjang

1) Program Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan

Program pendidikan, pelatihan dan penyuluhan bertujuan untuk

XV/34

meningkatkan kemampuan profesional sumber daya manusia pos dan telekomunikasi.

Pendidikan formal kedinasan yang dilakukan oleh Pusat Pendidi- kan dan Latihan Pos dan Giro di Bandung pada tahun 1996/97 telah menghasilkan lulusan sebanyak 459 orang. Dengan demikian secara keseluruhan dalam tiga tahun pelaksanaan Repelita VI telah dihasilkan lulusan sebanyak 1.551 orang.

Untuk mempercepat penyediaan tenaga terdidik dan tenaga kerja ahli telekomunikasi telah dibentuk Yayasan Pendidikan Telekomuni- kasi dan Informasi.

Beragam jenjang dan jenis pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pendidikan telah menghasilkan tambahan tenaga kerja pos dan telekomunikasi tahun 1996/97 sebanyak 11.899 orang atau meningkat 60 persen dibandingkan tahun 1993/94.

2) Program Penelitian dan Pengembangan Pos dan Telekomunikasi

Program penelitian dan pengembangan pos dan telekomunikasi dilaksanakan antara lain dengan kegiatan-kegiatan: kelayakan penen- tuan jumlah perusahaan jasa titipan di tiap propinsi, data base geogra- fis perposan nasional, penelitian peran swasta dalam pembangunan perposan di kawasan timur Indonesia, pengembangan sumber daya manusia perposan, dukungan pos dan giro dalam industri pariwisata, pengembangan usaha kargo, penyusunan standar nasional Indonesia untuk perangkat pos dan telekomunikasi, pengkajian pangsa pasar pelayanan jasa Integrated Service Digital Network (ISDN)/ Intelligent

X/35

Network (IN), dan persiapan infrastruktur informasi nasional untuk meningkatkan daya saing Indonesia menyongsong abad 21.

Untuk menjamin kemampuan kompetisi serta kemandirian pengembangan industri telekomunikasi dan informatika pada masa yang akan datang telah dibentuk Yayasan Penelitian Telekomunikasi dan Informasi.

c. Telekomunikasi Khusus

Selain dari kegiatan telekomunikasi umum yang telah diuraikan tersebut di atas, dilaksanakan pula beberapa kegiatan pengembangan telekomunikasi khusus dan hankam yang perkembangannya hingga tahun ketiga Repelita VI dapat disampaikan sebagai berikut.

Perusahaan Umum Kereta Api mempergunakan Telepon Otomat Kereta Api (TOKA) sebagai salah satu fasilitas telekomunikasi khu- sus. Fasilitas tersebut beroperasi mulai tahun 1995/96 dan hingga tahun 1996/97 berjumlah 4.210 ss. Di samping digunakan sebagai fasilitas komunikasi, TOKA juga digunakan untuk pengendalian operasi kereta api di 21 seksi pengendali pada 420 stasiun.

Sebagai salah satu upaya untuk mendukung keselamatan dan keamanan pelayaran telah dipergunakan Stasiun Radio Pantai (SROP) guna menerima dan memancarkan berita mara bahaya Save Our Soul (SOS) dari dan ke kapal. Hingga tahun 1996/97 telah ditingkatkan ketersediaan SROP sampai dengan 55 persen, dan tingkat keandalan- nya meningkat mencapai 38,75 persen dibandingkan dengan tahun 1993/94 ketersediaan SROP baru mencapai 41,28 persen, dan tingkat keandalannya baru mencapai 31,5 persen dari ketentuan internasional pada 214 lokasi.

XV/36

Sistem radio trunking yang mulai dioperasikan sejak tahun 1994/95 dipergunakan untuk meningkatkan operasi pelayanan pener- bangan di berbagai bandar udara. Sampai dengan tahun 1996/97 fasi- litas telekomunikasi tersebut telah dioperasikan pada Bandar Udara Soekarno-Hatta di Cengkareng sebanyak 600 terminal dan pada Bandar Udara Hang Nadim di Batam sebanyak 350 terminal. Fasilitas telekomunikasi tersebut pada bandar udara lainnya yaitu Adi Sucipto di Yogyakarta, Juanda di Surabaya, Ngurah Rai di Denpasar, Syam- sudin Noor di Banjarmasin, Sepinggan di Balikpapan, Hasanuddin di Ujung Pandang, dan Sam Ratulangi di Manado masih pada tahap penyelesaian.

Departemen Kehutanan mengembangkan jaringan telekomunikasi radio khusus kehutanan dan jaringan komunikasi data di 27 Kantor Wilayah. Jaringan transmisi telekomunikasi umum milik PT Telkom dipergunakan untuk hubungan antar propinsi.

Power Line Carrier (PLC) yang berupa jaringan transmisi serat optik dan radio komunikasi telah dibangun untuk mendukung fasili- tas pelayanan kelistrikan. Pada tahun 1993/94 kapasitas PLC yang terpasang baru sebanyak 821 unit dan selanjutnya pada tahun 1996/97 jumlah PLC menjadi 1.068 unit sehingga terjadi kenaikan sebesar 29,9 persen. Sampai dengan tahun ketiga Repelita VI telah dibangun jaringan transmisi serat optik sepanjang 1.722 km yang tersebar di pulau Jawa. Hal ini berarti terjadi kenaikan lebih dari empat kali lipat dibandingkan pada akhir Repelita V yang baru mencapai 408 km. Selain itu pada akhir Repelita V telah dibangun peralatan radio komu- nikasi sebanyak 345 unit. Pada tahun ketiga Repelita VI peralatan radio komunikasi tersebut jumlahnya telah menjadi 935 unit sehing- ga terjadi kenaikan hampir tiga kali lipat.

XV/37

Untuk dapat mendukung secara efektif kelancaran tugas perta- hanan keamanan di seluruh wilayah tanah air dikembangkan fasilitas sistem komunikasi pertahanan keamanan yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi. Sistem komunikasi satelit yang pem- bangunannya telah dimulai sejak tahun 1993/94 dan gelombang mikro digital dimanfaatkan sebagai jaringan komunikasi utama. Sedangkan jaringan komunikasi radio trunking dipergunakan untuk keperluan komunikasi taktis. Radio trunking tersebut dikembangkan dengan sistem pengamanan khusus untuk menjaga kerahasiaan dalam kegiatan operasionalnya.

XV/38

TABEL XV – 1PERKEMBANGAN

KUNJUNGAN WISATA MANCANEGARA 1)

1993/94, 1994/95 – 1996/97(orang)

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki

XV/39

TABEL XV – 2PEMBANGUNAN KANTOR POS DAN SARANA PENUNJANG 1)

1993/94, 1994/95 – 1996/97

1) Angka kumulatif dan dibiayai dana APBN2) Kp = Kantor Pos

Kptb = Kantor Pos TambahanKpp = Kantor Pos Pembantu

3) Kpb/I = Kantor Pos Besar / Klas I4) = Lanjutan

XV/40

TABEL XV – 3PERKEMBANGAN PRODUKSI JASA POS DAN GIRO 1)

1993, 1994 – 1996

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki

XV/41

TABEL XV – 4KAPASITAS TELEPON DAN TELEKS/TELEGRAP DI INDONESIA 1)

1993/94, 1994/95 – 1996/97(satuan sambungan)

1) Angka kumulatif

XV/42

GRAFIK XV – 1KAPASITAS TELEPON DAN TELEKS/TELEGRAP

DI INDONESIA1993/94, 1994/95 – 1996/97

XV/43