BAB V RUKUN IMAN A. Iman Kepada Allah 1. Hakekat Iman ...
Transcript of BAB V RUKUN IMAN A. Iman Kepada Allah 1. Hakekat Iman ...
75
BAB V
RUKUN IMAN
A. Iman Kepada Allah
1. Hakekat Iman Kepada Allah
Menurut Sayyid Sabiq secara bahasa iman berarti pembenaran hati, sedangkan secara istilah menurut pendapat jumhur ulama adalah:
Tasdîqun bilqalbi wa iqrârun billisân wa ‗amalun bil arkâni
(membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan).
Iman kepada Allah adalah asas pokok ajaran Islam, merupakan akar
dan muara seluruh amal dan ibadah. Allah Swt adalah satu-satunya Dzat yang berhak disembah dan tidak ada sekutu bagi-Nya, semua
sembahan selain-Nya adalah batil.
Perhatikan firman Allah Swt di bawah ini:
―Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang
Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memeroleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang
mulia.‖ (QS. Al-Anfal (8): 2-4)
Wujud Allah SWT bersifat Muthlaq, artinya Dia adalah sumber
keberadaan segala sesuatu. Jadi mustahil adanya alam semesta dan tatanannya tanpa keberadaan-Nya. Tanda-tanda akan wujud-Nya sedemikian jelas dan terasa sehingga dapat ditunjukkan dengan akal,
hati, fitrah, dan pancaindra manusia. Akan tetapi wujud Dzat Allah Swt yang bersifat Ghaib, hanya dapat disentuh oleh iman. Al-Quran
76
mengisyaratkan bahwa kehadiran Tuhan ada dalam diri setiap Insan dan hal tersebut merupakan fitrah (bawaan) manusia sejak asal
kejadiannya. Sebagaimana dalam firman Allah QS. Al-Rûm (30): 30,
―Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui‖.
Fitrah Allah, menurut Tafsir Departemen Agama adalah: “Ciptaan
Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan”.
Apabila manusia duduk termenung seorang diri, pikiran mulai tenang, penalaran mulai jernih kemudian mulai bertanya-tanya: “Siapakah
yang menciptakan alam semesta ini? Apa tujuan penciptaan-Nya? Mengapa manusia mengalami tua, sakit dan mati? Setelah kematian apa yang terjadi? Pertanyaan-pertanyaan tersebut menciptakan
kesadaran, betapa lemahnya manusia dihadapan-Nya, dan betapa kuasa dan perkasa Dia yang Maha Agung itu. Suara yang didengar itu,
adalah suara fitrah manusia. Setiap orang memiliki fitrah, yang tercipta begitu adanya dari sejak manusia lahir. Apabila suara fithrah yang putih bersih itu direnungkan dan benar-benar tertancap di dalam
jiwa, maka akan terbangun keimanan. Pada saat iman telah bersemi, maka ketergantungan terpateri sepenuhnya kepada Allah Swt semata. Tiada tempat bertaruh diri, tiada tempat menancapkan harapan dan
tiada tempat mengabdi, kecuali kepada-Nya, La haula wa la quwwata illa billahi ‗Aliyyil- ‗Azhim (tiada daya dan tiada pula kuasa, kecuali
bersumber dari Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung). Dan demikian tidak ada lagi rasa takut yang menghantui atau mencengkram, tiada pula rasa sedih akan mencekam. Sebagaimana
dalam firman-Nya QS. Fushshilat (41): 30,
77
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka
Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka
dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu".
Bisa saja dalam hidup ini manusia mengalami keraguan tentang wujud-Nya, bahkan boleh jadi keraguan tersebut mengantarnya untuk
menolak kehadiran Tuhan dan meninggalkan keimanan. Kemudian keraguan akan beralih menjadi kegelisahan, kebimbangan dan cemas karena bertentangan dengan fitrah manusia. Hal ini seperti halnya
kisah Fira‟un ketika ruhnya akan meninggalkan jasadnya. Dalam al Quran surat Yunus (10): 90-91 dijelaskan sikap Fir‟aun yang ingin
beriman setelah sakaratul maut di depan matanya, maka Allah Swt menolaknya. Ayat ini sekaligus membuktikan bahwa kehadiran Tuhan merupakan fitrah manusia, dan keimanan itu harus tumbuh dari
kesadaran fitrah. Bukan sebaliknya, setelah sekian lama berbuat durhaka, kemudian melihat ancaman Allah Swt tatkala ajal menjelang
tiba, baru setelah itu beriman.
Muara iman adalah fitrah manusia, dengan keyakinan bahwa Allah Swt adalah Dzat Yang Ghaib, tidak mungkin dibuktikan dengan
pancaindra, mengapa demikian? Allah Swt adalah Dzat Yang Maha Agung dan Maha Suci, tidak terbatas oleh ruang dan waktu.
Sementara orang yang menuntut bukti wujud dengan pembuktian material, seakan-akan menginginkan, Allah Swt tampil dalam batasan ruang waktu. Dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-A‟raf (7) ayat 143,
―Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung)
kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan
berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya Menampakkan diri kepada
78
gunung itu dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, Dia berkata: "Maha suci
Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".
Peristiwa ini membuktikan bahwa manusia agungpun tidak mampu untuk melihat-Nya dalam kehidupan dunia ini. Dalam kenyataan sehari hari kita sering mengakui keberadaan sesuatu tanpa harus
melihatnya, seperti: angin, energi listrik, gelombang suara dan gambar, udara, nyawa dan lain-lain. Kita mengakui keberadaan angin tanpa melihat wujudnya hanya merasakan bekas-bekasnya, kita
memanfaatkan gelombang suara dan gambar lewat telivisi, medsos, dan sebagainya. Jadi, sesuatu yang tidak terlihat belum tentu tidak
ada.
Sayyidina Ali pernah ditanya oleh seorang sahabat bernama Zi‟lib Al-Yamani, dia bertanya “Apakah engkau pernah melihat Tuhan?”, Ali
menjawab: “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?” Bagaimana engkau melihatnya? Tanyanya kembali, Ali
menjawab: “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangannya yang kasat, tapi bisa dilihat oleh hati dengan hakikat keimanan”. Karena mata hati jauh lebih tajam dan dapat lebih meyakinkan daripada
pandangan mata, pandangan mata seringkali mengelabui seperti kayu terlihat bengkok di dalam sungai, bintang yang besar terlihat kecil dari
kejauhan, dan lain-lain.
Kalau manusia tidak mungkin melihat Allah Swt secara langsung dengan mata kepala, maka Al-Quran menggunakan seluruh wujud
sebagai bukti keberadaan-Nya, sehingga disebut sebagai ayat-ayat Allah Swt dalam bentuk al-kaun (alam). Banyak ayat yang memerintahkan manusia untuk melakukan pengamatan dan
penalaran agar diketemukan kesimpulan, bahwa alam raya ini tidak mungkin terwujud tanpa ada yang mewujudkannya. Dzat yang
menciptakan ini adalah Yang Maha Esa, yaitu Allah Swt. Perhatikan firman Allah Swt di bawah ini:
―Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan
aku."
79
2. Iman Kepada Asma’ (Nama-Nama) Allah dan Sifat-Nya
Kemampuan manusia untuk mengetahui Dzat Allah Swt hanya bisa
dilakukan dengan memahami sifat-Nya. Sifat menggambarkan hakikat dzat, tidak mungkin ada dzat tanpa ada sifat. Sebaliknya, tidak
mungkin ada sifat tanpa ada dzat. Demikian juga tentang Allah Swt, untuk mengetahui hakekat dan wujud-Nya dapat diketahui melalui sifat-sifat dan asma-Nya. Perhatikan firman Allah Swt QS. Al-A‟raf
(7):180,
―Hanya milik Allah asmâ-ul husna maka bermohonlah kepada-Nya
dengan menyebut asmâ-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah
mereka kerjakan.‖
Demikian juga firman-Nya QS. Al-Hasyr (59): 24,
―Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmâul Husna. bertasbih kepadanya apa yang
di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.‖
Allah Swt menolak segala sesuatu yang menyerupai-Nya dan
menetapkan bahwa Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Dia memiliki nama dan sifat tersendiri yang diberikan untuk diri-Nya.
Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa Allah memerintahkan untuk
berdo‟a melalui nama-nama-Nya. Hal tersebut menunjukkan keagungan serta kecintaan-Nya kepada orang yang berdo‟a disertai
nama-nama-Nya. Allah mengancam orang-orang yang menyelewengkan asma-Nya dan membalas perbuatan mereka yang buruk itu dengan api neraka.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas nama-nama itu bukanlah sekedar nama kosong yang tidak mengandung makna dan hakekat,
80
justru menunjukkan kepada nama-nama yang mulia dan agung. Perhatikan firman Allah Swt QS. Al-Hasyr (59): 22-24,
―Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang
ghaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang
Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan. Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih
kepada-Nya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.‖
Asma (nama-nama) Allah Swt secara keseluruhan berjumlah 99.
Sebagian dari nama-nama-Nya, terdapat pada ayat-ayat di atas sebagai berikut: al-‗âlim (maha mengetahui), al-rahmân (maha
pemurah), al-rahîm (maha penyayang), al-malik (raja), al-quddûs (maha suci), al-salâm (maha sejahtera), al-mu`min (mengkaruniakan keamanan), al-muhaimin (maha memelihara), al-‗aziz (maha perkasa),
al-jabbar (maha kuasa), al-mutakabbir (memiliki segala keagungan), al-khâliq (yang menciptakan), al-bâri`u (yang mengadakan), al-mushawwiru (yang membentuk rupa), dan al-hakîm (maha bijaksana).
Syekh Ibnu Taimiyah menyebutkan, bahwa bilangan Asma Al-Husna, dijelaskan dalam hadits riwayat Imam Bukhari dari Abu Hurairah,
sebagai berikut:
―Rasulullah Saw bersabda: sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu. Barangsiapa yang menghitung dan
memeliharanya, maka ia masuk surga.‖
81
Di bawah ini dijelaskan secara singkat Asma‟ul Husna (Sayyid Sabiq, 2002: 40-48) sebagai berikut:
1. Al Rahman : Maha pemurah
2. Al Rahim : Maha Penyayang
3. Al Malik : Maha Merajai
4. Al Quddus : Maha Suci
5. Al Salam : Maha Menyelamatkan
6. Al Mu‟min : Maha Pemelihara keamanan
7. Al Muhaimin : Maha Penjaga
8. Al „Aziz : Maha Mulia
9. Al Jabbar : Maha Perkasa
10. Al Mutakabbir : Maha Megah
11. Al Khalik : Maha Pencipta
12. Al Bari‟ : Maha Pembuat
13. Al Mushawwir : Maha Pembentuk
14. Al Ghafar : Maha Pengampun
15. Al Qahhar : Maha Pemaksa
16. Al Wahhab : Maha Pemberi
17. Al Razzaq : Maha Pemberi Rejeki
18. Al Fattah : Maha Membukakan
19. Al „Alim : Maha Mengetahui
20. Al Qabidl : Maha Pencabut
21. Al Basith : Maha Meluaskan
22. Al Khafidl : Maha Menjatuhkan
23. Al Rafi‟ : Maha Mengangkat
24. Al Mu‟iz : Maha Pemberi Kemuliaan
25. Al Mudzil : Maha Pemberi Kehinaan
26. Al Sami‟ : Maha Mendengar
27. Al Bashir : Maha Melihat
82
28. Al Hakam : Maha Menetapkan Hukum
29. Al „Adil : Maha Adil
30. Al Lathif : Maha Halus (Lembut)
31. Al Khabir : Maha Waspada
32. Al Halim : Maha Penghiba
33. Al „Azhim : Maha Agung
34. Al Ghafur : Maha Pengampun
35. Al Syakur : Maha Pembalas
36. Al „Aliy : Maha Tinggi
37. Al Kabir : Maha Besar
38. Al Hafidh : Maha Pemelihara
39. Al Muqit : Maha Pemberi Kecukupan
40. Al Hasib : Maha Penjamin
41. Al Jalil : Maha Luhur
42. Al Karim : Maha Pemurah
43. Al Raqib : Maha Peneliti
44. Al Mujib : Maha Mengabulkan
45. Al Wasi‟ : Maha Luas
46. Al Hakim : Maha Bijaksana
47. Al Wadud : Maha Pencinta
48. Al Majid : Maha Mulia
49. Al Ba‟its : Maha Membangkitkan
50. Al Syahid : Maha Menyaksikan
51. Al Haq : Maha Benar
52. Al Wakil : Maha Memelihara Penyerahan
53. Al Qawiy : Maha Kuat
54. Al Matin : Maha Kokoh (Perkasa)
55. Al Waliy : Maha Melindungi
56. Al Hamid : Maha Terpuji
83
57. Al Muhshiy : Maha Penghitung
58. Al Mubdi‟ : Maha Memulai
59. Al Mu‟id : Mengembalikan urusan pada ahlinya
60. Al Muhyi : Maha Menghidupkan
61. Al Mumit : Maha Mematikan
62. Al Hayy : Maha Hidup
63. Al Qayyum : Maha Berdiri
64. Al Wajid : Maha Kaya
65. Al Majid : Maha Mulia
66. Al Wahid : Maha Esa
67. Al Ahad : Maha Tunggal
68. Al Shamad : Maha Dibutuhkan
69. Al Qadir : Maha Kuasa
70. Al Muqtadir : Maha Menentukan
71. Al Muqaddim : Maha Mendahulukan
72. Al Mu‟akhkhir : Maha Mengakhirkan
73. Al Awwal : Maha Permulaan
74. Al Akhir : Maha Penghabisan
75. Al Dzahir : Maha Nyata
76. Al Bathin : Maha Tersembunyi
77. Al Waliy : Maha Menguasai
78. Al Muta‟aliy : Maha Suci
79. Al Bari : Maha Dermawan
80. Al Tawwab : Maha Penerima Taubat
81. Al Muntaqim : Maha Penyiksa
82. Al „Afuw : Maha Pemaaf
83. Al Ra‟uf : Maha Pengasih
84. Al Malikul Mulk : Maha Menguasai Kerajaan
85. Al Dzul Jalal wa al Ikram : Maha Memiliki Kebesaran & Kemuliaan
84
86. Al Muqsith : Maha Mengadili
87. Al Jami‟ : Maha Mengumpulkan
88. Al Ghaniy : Maha Kaya
89. Al Mughniy : Maha Pemberi Kekayaan
90. Al Mani‟ : Maha Membela/Maha Menolak
91. Al Dharru : Maha Pemberi Bahaya
92. Al Nafi‟ : Maha Pemberi Kemanfaatan
93. Al Nur : Maha Bercahaya
94. Al Hadi : Maha Pemberi Petunjuk
95. Al Badi‟ : Maha Pencipta yang Baru
96. Al Baqi : Maha Kekal
97. Al Warits : Maha Pewaris
98. Al Rasyid : Maha Cendekiawan
99. Al Shabur : Maha Penyabar
Selain asma Allah Swt di atas, maka terdapat sifat wajib bagi Allah
Swt, yaitu sifat yang mesti dan pasti ada pada Dzat Allah. Sedang sifat mustahil bagi Allah adalah sifat yang mesti dan pasti tidak ada
pada Dzat Allah. Adapun sifat jaiz bagi Allah adalah sifat yang boleh ada pada dzat Allah, dan boleh juga tidak ada pada dzat Allah.
Menurut sebagian Ulama ahli tauhid seperti Syaikhul Islam
Taqiyyuddin Ibnu Taimiyah, menamakan sifat wajib bagi Allah sebagai sifat dzat bagi Allah, sedang sifat jaiz bagi Allah dinamainya sifat af'al
(perbuatan) bagi-Nya. Adapun sifat mustahil bagi Allah, sebetulnya bukan sifat Allah, karena sifat ini mesti dan pasti tidak ada. Disebut sifat mustahil bagi Allah, hanya konsideran (penyambung lidah) saja
dalam menerangkan kepastian tidak adanya itu sifat. Karena itu, dalam Ilmu Tauhid sifat mustahil ini sebagai lawan sifat wajib dalam rangka menjelaskan kepastian adanya sifat wajib bagi Allah.
Dalam membicarakan sifat wajib bagi Allah, untuk mengetahuinya ti- daklah melalui dzat-Nya, tetapi hanya melalui sifat-Nya. Dzat adalah
sesuatu yang disifati dengan sifat-Nya. Sifat adalah sesuatu yang mensifati dzatnya. Dzat dan Sifatnya tidak tergambar dalam pikiran terjadi pemisahan, Dzat dan sifatnya pasti menyatu. Setiap disebut
Dzat, pasti bersifat. Dan setiap disebut sifat pasti berdzat.
85
Untuk mengetahui sifat-sifat Allah, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, haruslah melalui wahyu-Nya. Sedang wahyu Allah yang tetap terjamin
kemurniannya hanyalah Al-Qur'an; sebab Al-Qur'an itu firman Allah yang diturunkan (diwahyukan) Nya kepada Nabi dan Rasul-Nya yang
terakhir, Nabi Muhammad Saw.
Para Ahli Ilmu Tauhid telah merumuskan sifat wajib bagi Allah dari Al-Qur'an. Rumusan mereka itu pada garis besarnya sebagai berikut:
a. Sifat Nafsiyah, yaitu sifat kedirian bagi Allah. Sifat Nafsiyah ini hanya satu, yaitu : 1) wujud (ada). Dalil naqli yang menunjukkan antara lain QS. Ali
Imran (3): 2,
―Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia…‖.
Dalil aqlinya (menurut akal) yang wujud mutlak itu pasti/mesti ada (wajib) sedang yang „adam (tidak ada mutlak) adalah
mustahil. Apa yang dimaksud wujud mutlak ?
Wujud mutlak ialah "sesuatu yang adanya itu, tidak bergantung kepada sebab, tidak didahului oleh sesuatu yang
lain (karena sesuatu yang lain tidak ada); Dia yang terdahulu dari segala sesuatu, adanya Dia dengan dirinya sendiri (bukan
mengadakan diri sendiri, sebab bagaimana mengadakan diri sendiri, padahal diri sendiri belum ada). Jadi yang ada (wujud) itu terbagi dua, yaitu: (1) Ada mutlak (yang ada dengan tidak
diadakan, tetapi ada sendiri, itulah Allah); dan (2) Ada nisbi (yang ada relatif, yaitu ada jika diadakan oleh yang ada mutlak, yaitu oleh Allah, itulah yang disebut makhluk/yang
diciptakan).
b. Sifat Salbiyah, yaitu yang mencabut atau menolak. Maksudnya
adalah "Sifat Salbiyah adalah sifat Allah yang menolak segala sifat yang tidak layak disifatkan kepada-Nya". Artinya, semua sifat yang bukan sifat Allah yaitu sifat alam/sifat makhluk, tertolak dari Allah
oleh sifat Salbiyah. Dengan kata lain, Allah itu tidak serupa dengan makhluk-Nya lantaran Dia (Allah) memiliki sifat Salbiyah. Sifat
Salbiyah itu ada 5 (lima), yaitu :
2) Qidam, yaitu: maha terdahulu sebelum sagala sesuatu ada. Dalil naqlinya antara lain QS. Al-Hadid (57): 3,
…
86
―Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.‖
Qidam pada ayat di atas diungkapkan dengan kalimat al-awwalu, artinya yang paling pertama, telah ada sebelum
segala sesuatu ada.
3) Baqa, yaitu: Kekal, tidak habis dan tidak berubah, tetap sebagaimana semula. Dalil naqlinya QS. Al-Hadid (57): 3, pada
ayat di bawah ini kalimat baqâ` disebut sebagai al-âkhiru:
―Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.‖
Sifat baqâ` disebutkan dengan kalimat al-âkhir ialah yang abadi, tetap ada setelah segala sesuatu musnah.
4) Mukhalafatul lil Hawadits, yaitu: berbeda dengan makhluk,
tidak ada yang menyerupai-Nya. Dalil naqlinya lihat QS. Al-Syura (42): 11,
―...Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah
yang Maha Mendengar dan Melihat.‖
5) Qiyamuhu bi nafsihi, yaitu: Berdiri sendiri/ada sendiri, tanpa didirikan dan tanpa diadakan oleh siapapun. Maksudnya
diadakan tanpa diciptakan. Dalil Naqlinya antara lain QS. Al-Baqarah (2): 255,
―Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia
Yang Hidup serta berdiri sendiri (ada dengan sendiri-Nya dan tidak membutuhkan sesuatupun dari makhluk-Nya)…‖
…
…
87
6) Wahdaniyyah, yaitu: yang Maha Esa dan tunggal tidak ada yang mendampingi-Nya. Perhatikan firman-Nya pada QS. Al-
Ikhlas (112): 1,
―Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa‖.
c. Sifat Ma'aniy, yaitu sifat wajib bagi Allah yang dari segi lafazhnya (sebutan) sama dengan sebutan sifat makhluk, tetapi dalam segi
maknanya berbeda. Sifat ma'aniy bagi Allah adalah sempurna (mutlak), sedangkan bagi makhluk tidak sempurna (relatif). Sifat ma'aniy bagi Allah merupakan sifat yang mesti dan pasti ada bagi-
Nya, sedangkan bagi makhluk boleh ada dan boleh juga tidak ada. Oleh karena itu sifat ma'aniy disebut juga sifat tsubutiyah, yaitu
sifat tentang ketetapan keadaan Allah SWT. Sifat ma'aniy ada 7, yaitu : 7) Qudrah, yaitu Allah itu pasti berkuasa terhadap segala sesuatu
(makhluk). Dalil naqlinya antara lain QS. Al-Nur (24): 45,
―...Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu‖.
8) Iradah, Allah berkehendak terhadap segala sesuatu (makhluk). Dalil naqlinya QS. Al-Nahl (16): 40,
―Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami
menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "kun (jadilah)", maka jadilah ia.‖
9) Ilmu, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, apa saja yang
maujud sebagai makhluk-Nya ini diliputi oleh Pengetahuan-Nya, baik sesuatu yang telah lampau, yang sedang terjadi
maupun yang akan terjadi nanti. Dalil naqlinya antara lain QS. Al-Mujadalah (58): 7,
―Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.‖
…
88
10) Hayat, yaitu Allah adalah Maha Hidup. Hidupnya Allah adalah kehidupan yang amat sempurna. Allah hidup dengan sendiri-
nya tanpa ada yang menghidupkan. Dalil naqlinya antara lain QS. Al-Furqan (25): 58,
―Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-
Nya.‖
11) Sama‘, yaitu: Allah itu mendengar segala sesuatu yang maujud
(ada). Dalil naqlinya antara lain QS. Al-Mujadalah (58):1,
―… Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha melihat.‖
12) Bashar, yaitu: Allah Maha Melihat segala sesuatu tanpa
dibatasi oleh ruang, waktu dan masa. Dalil Naqlinya antara lain QS. Al-Isra (17): 30,
―… Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat
akan hamba-hamba-Nya.‖
13) Kalam, yaitu: Allah itu berfirman dengan cara menurunkan wahyu melalui Malaikat Jibril kepada para Nabi dan Rasul
Allah. Dalil Naqlinya antara lain QS. An-Nisa (4): 164,
“... dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.”
d. Sifat Ma'nawiyah, yaitu sifat yang dinisbahkan kepada sifat
ma'aniy, karena sifat ma'nawiyah tersebut merupakan penjelasan lanjut dari sifat ma'aniy. Sifat ma'nawiyah ada 7 (tujuh), yaitu :
14) Kaunuhu Qadiran, yaitu keadaan Allah itu Maha Berkuasa.
…
…
..
89
15) Kaunuhu Muridan, yaitu keadaan Alah itu Maha berkehendak.
16) Kaunuhu ‗Aliman, yaitu keadaan Allah itu Maha Mengetahui.
17) Kaunuhu Hayyan, yaitu keadaan Allah itu Maha Hidup.
18) Kaunuhu Mutakalliman, yaitu keadaan Allah itu Maha
Berfirman.
19) Kaunuhu Sami‘an, yaitu keadaan Allah itu Maha Mendengar.
20) Kaunuhu Bashiran, yaitu keadaan Allah itu Maha Melihat.
90
Soal :
1. Apa arti Iman menurut jumhur ulama?
2. Apa arti Iman kepada Asma dan sifat sifat Allah?
3. Bagaimana cara kita meneladani Asma dan sifat sifat Allah dalam
kehidupan sehari hari?
4. Apa yang harus dilakukan sebagai tanggungjawab kita, apabila mengambil sumber daya alam di bumi ini?
5. Apakah mempercayai persamaan Allah dengan seseorang dalam salah satu Asma dan Sifat-Nya merusak keimanan? Mengapa?
91
B. Iman Kepada Malaikat
1. Pengertian Malaikat
Menurut bahasa “Malaikat” adalah bentuk jama‘ dari kata “Malak‖, berasal dari kata “Al-Alukah‖ yang bermakna risalah. Sehingga
malaikat dalam pengertian bahasa bermakna para utusan Allah yang diberi tugas untuk mengurusi urusan tertentu. (Shalih bin Fauzan, 1998: 49). Malaikat adalah utusan-utusan Allah untuk berbagai fungsi,
sebagaimana firman Allah:
―Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan Malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam
urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang
dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Fâthir (35): 1).
Adapun menurut istilah, ia adalah salah satu jenis makhluk Allah yang
Ia ciptakan khusus untuk taat dan beribadah kepada-Nya serta mengerjakan semua tugas-tugas-Nya. Sebagaimana Allah jelaskan
dalam firman-Nya:
―Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi, dan
malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. mereka
selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya. (QS. Al-Anbiyâ (21): 19-20).
92
Dan mereka berkata: "Tuhan yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak", Maha suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak
mendahului-Nya dengan Perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya‖. (QS. Al-Anbiyâ (21): 26-27).
2. Asal Penciptaan Malaikat
Malaikat termasuk makhluk Tuhan yang ghaib, karena itu kita wajib percaya keberadaannya, meskipun kita tidak mengetahui hakikatnya
(Masjfuk Zuhdi, 1993: 25). Allah menciptakan malaikat dari nur (cahaya), sebagaimana Dia menciptakan Nabi Adam a.s. dari tanah, dan menciptakan jin dari nyala api. (Sayid Sabiq, 2002: 176).
Muslim meriwayatkan hadits dari Aisyah r.a., bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
―Malaikat itu diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api dan Adam diciptakan dari apa yang telah diterangkan padamu semua‖. (HR.
Muslim).
Tempat kediaman malaikat itu di langit, namun mereka pun dapat turun dari langit dengan perintah Allah Swt. sebagaimana firman Allah:
―Dan tidaklah Kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. kepunyaan-Nya-lah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang
ada di belakang kita dan apa-apa yang ada di antara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa”. (QS. Maryam (19): 64).
Allah Swt. menciptakan malaikat lebih dahulu daripada menciptakan
manusia. Sebelumnya Allah Swt. telah menginformasikan kepada
خللت امملائكة من هور وخلق امجان من مارج من نر وخلق آدم
ا وصف مك مم
93
malaikat, bahwa akan menciptakan manusia sebagai khalifah fi l-ardhi, sebagaimana firman Allah:
―Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui‖. (QS. Al-Baqarah (2): 30).
3. Kepercayaan Manusia Tentang Malaikat Sebelum Islam
Wujud Malaikat diakui dan tidak diperselisihkan oleh umat manusia sejak dahulu kala. Orang-orang musyrik menyangka para malaikat itu
anak-anak perempuan Allah Swt. Allah telah membantah mereka dan menjelaskan tentang ketidaktahuan mereka dalam firman-Nya:
―Dan mereka menjadikan malaikat-malaikat yang mereka itu adalah hamba-hamba Allah yang Maha Pemurah sebagai orang-orang perempuan. Apakah mereka menyaksikan penciptaan malaika-malaikat
itu? kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai pertanggung-jawaban‖. (QS. Al-Zukhruf (43): 19).
Dan firman Allah QS. Al-Shâffât (37): 150-152 sebagai berikut:
―Atau apakah Kami menciptakan malaikat-malaikat berupa perempuan dan mereka menyaksikan(nya)? ketahuilah bahwa Sesungguhnya
mereka dengan kebohongannya benar-benar mengatakan: "Allah
94
beranak". dan Sesungguhnya mereka benar-benar orang yang berdusta‖.
4. Sifat-sifat Dasar Malaikat
Sifat-sifat dasar malaikat dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Selalu taat pada perintah Allah SWT. Hal ini tercantum pada (QS. An-Nahl (16): 50).
b. Tidak pernah durhaka kepada Allah SWT. Hal ini tercantum pada
(QS. At-Tahrim (66): 6)
c. Tidak berjenis kelamin laki-laki ataupun perempuan. Hal ini tercantum pada (QS. An-Najm (53): 27).
d. Tidak pernah sombong dan selalu bertasbih kepada Allah SWT. Hal ini tercantum pada (QS. Al-Anbiya' (21): 19-20).
e. Diciptakan oleh Allah SWT dari nur atau cahaya. Hal ini tercantum pada (HR. Muslim).
f. Dapat berubah wujud dan menjelma menjadi yang dia kehendaki,
atas izin atau perintah Allah SWT.
g. Sangat teliti dalam melaksanakan semua amanah yang diberikan
oleh Allah SWT.
h. Memohonkan ampunan bagi orang-orang yang beristiqomah dalam beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
5. Beriman Kepada malaikat
Iman kepada malaikat adalah rukun iman yang kedua. Maksudnya yaitu
meyakini secara pasti, bahwa Allah Swt. mempunyai malaikat yang diciptakan dari nur (cahaya), tidak pernah mendurhakai apa yang Allah perintahkan kepada mereka dan mengerjakan setiap yang Allah
perintahkan kepada mereka.
Menurut Syaikh Abu Bakar jabir al-Jaza „iri (2014: 36-41) menjelaskan, dalil-dalil yang mewajibkan beriman kepada malaikat, yaitu:
a. Dalil Naqli
1) Perintah Allah Swt agar beriman kepada malaikat dan informasi
dari-Nya tentang mereka, sebagaimana firman Allah:
...
95
“.... Dan barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka
Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (QS. Al-Nisâ (4): 136).
Lihat juga Al-Quran yang senada dengan Ayat di atas, yaitu: QS. Al-Baqarah (2): 98; QS. Al-Nisâ (4): 172; QS. Al-Ra‟d (13): 23-24; QS. Al-Haqqah (69): 17; dan QS. Al-Muddatstsir (74): 31.
2) Berita dari Rasulullah Saw. tentang malaikat berdasarkan hadits dalam doanya ketika shalat malam:
“Ya Allah, Rabb bagi Jibril, Mikail, Israfil, Pencipta langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui alam ghaib dan alam nyata, Engkau-lah
yang akan memberikan keputusan di antara hamba-hamba-Mu di dalam apa yang mereka perselisihkan. Tunjukkanlah aku, dengan izin-Mu, kepada kebenaran yang diperselisihkan itu.
Sesungguhnya Engkau-lah yang dapat memberi petunjuk kepada siapa saja yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus‖. (HR.
Muslim).
Hadits tentang Baitul Ma‘mur, yaitu:
―...Ini adalah Baitul Makmur, setiap hari, tempat ini dikunjungi
70.000 Malaikat untuk melakukan shalat di sana. Setelah mereka kaluar, mereka tidak akan kembali lagi ke tempat ini.‖ (HR.
Bukhari 3207 & Muslim 162).
3) Penglihatan sejumlah besar para sahabat Nabi Saw. kepada malaikat dalam Perang Badar; dan Hadits Iman, Islam, dan Ihsan
dari Umar bin Khaththab r.a. Rasulullah Saw. bersabda, “apakah kalian mengetahui siapa gerangan orang yang bertanya tadi?‖
موات والرض افيل فاطر امس س
انلهم رب جبيل وميكئيل وا
هادة آهت ك بي عبادك فيما كهوا فيه عامم امغيب وامش ت
م آهت هذهم ا
تلفون، اهدن مما اختلف فيه من امحق ب ي
تلي اط مس ل ص تدي من جشاء ا
بعون آمف مل ... هذا امبيت اممعمور ، يصل فيه ك يوم س
م ميه آخر ما عليذا خرجوا مم يعودوا ا
، ا
96
Para sahabat menjawab: ―Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu”. Rasulullah bersabda: ―Dia adalah Jibril, ia datang kepada kalian
untuk mengajarkan kepada kalian tentang Din (agama) kalian‖. (HR. Muslim).
b. Dalil Aqli
1) Sesungguhnya akal sehat tidak akan mengingkari wujud malaikat dan tidak akan menafikanya. Sebab akal tidak akan mengingkari
atau menafikan, kecuali apabila ada dua hal yang saling bertentangan, seperti sesuatu dikatakan ada dan tidak ada dalam waktu bersamaan, atau ada dua hal yang kontradiktif, seperti ada
gelap dan terang secara bersamaan. Sedangkan beriman kepada malaikat sama sekali tidak demikian.
2) Apabila sudah diakui bersama oleh segenap orang yang berakal bahwa adanya jejak sesuatu menunjukkan adanya sesuatu tersebut, maka sesungguhnya malaikat mempunyai jejak dan
tanda yang memastikan wujud mereka dan menegaskannya. Di antaranya adalah:
a) Sampainya wahyu kepada para Nabi dan Rasul. Sebab, kebanyakan wahyu itu sampai kepada mereka melalui malaikat Jibril, malaikat yang bertugas menyampaikan wahyu. Ini
adalah tanda yang sangat jelas, tidak dapat diingkari. Ini membuktikan dan menegaskan adanya malaikat.
b) Kematian manusia karena ruhnya dicabut, juga merupakan tanda yang sangat jelas yang membuktikan eksistensi malaikat maut (QS. Al-Sajdah (32): 11).
c) Terjaganya manusia dari gangguan dan kejahatan jin dan setan sepanjang hidupnya, padahal manusia hidup di sekeliling mereka dan mereka dapat melihatnya, namun manusia tidak
dapat melihatnya. Jin dan setan dapat menyakiti dan mengganggu manusia, sedangkan manusia tidak dapat
menyakiti dan mengganggu mereka atau menolak kejahatan mereka. Itu semua merupakan bukti akan adanya malaikat penjaga manusia. Mereka selalu memelihara dan melindungi
manusia (QS. Al-Ra'd (13): 11).
97
6. Macam-Macam Malaikat dan Tugasnya
Malaikat adalah hamba Allah Swt. yang dimuliakan dan utusan Allah
yang dipercaya. Allah menciptakan mereka khusus untuk beribadah kepada-Nya. Mereka bukanlah putra-putri Allah dan bukan pula putra-
putri selain Allah. Mereka membawa risalah Allah, dan menunaikan tugas masing-masing di alam ini. Mereka juga bermacam-macam, dan masing-masing mempunyai tugas-tugas khusus. Di antara mereka
adalah :
a. Malaikat yang ditugasi menyampaikan wahyu Allah kepada Rasul-Nya. Ia adalah Al-Ruh l-amin atau Jibril a.s. (QS. Al-Syu‟arâ (26):
193-194; QS. Al-Takwir (81): 19-21).
b. Malaikat yang diserahi urusan hujan dan pembagiannya menurut
kehendak Allah Swt. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Muslim dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah Saw bersabda: “Tatkala seorang laki-laki berada di tanah lapang (gurun), dia mendengar suara di awan,
‗siramilah kebun fulan‘, maka menjauhlah awan tersebut, kemudian menumpahkan air di suatu tanah yang berbatu hitam, maka
saluran air di situ –dari saluran-saluran yang ada—telah memuat air seluruhnya...‖ (HR. Muslim).
Ini menunjukkan bahwa curah hujan yang dilakukan malaikat
sesuai dengan kehendak Allah Swt.
c. Malaikat yang diserahi terompet sangkakala (shur), yaitu Israfil a.s.
ia meniupnya sesuai dengan perintah Allah Swt.dengan empat kali tiupan, yaitu: 1) tiupan faza‘ (mengejutkan), 2) tiupan sha‘aq (kematian), 3) tiupan ba‘ats (kebangkitan), dan 4) tiupan yang
menghancurkan dunia.
d. Malaikat yang ditugasi mencabut ruh, yaitu malaikat maut dan teman-temannya (QS. Al-Sajdah (32): 11; QS. Al-An‟âm (6): 61).
e. Para malaikat penjaga surga. Allah Swt. mengabarkan mereka, ketika menjelaskan perjalanan orang-orang bertakwa (QS. Al-
Zumar (39): 73).
f. Para malaikat penjaga Neraka Jahanam, mereka itu adalah Zabaniyah. Para pemimpinnya ada 19 dan pemukanya adalah
Malaikat Malik a.s. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah, ketika menyipati Neraka saqar dan penduduk neraka (QS. Al-Muddatstsir
(74): 27-30; QS. Al-Zukhruf (43): 77).
98
g. Para malaikat yang ditugaskan menjaga seorang hamba dalam segala hal ihwalnya. Mereka adalah Mu‘aqqibat (QS. Al-Ra‟d (13):
10-11; QS. Al-An‟âm (6): 61).
h. Para malaikat yang ditugaskan mengawasi amal seorang hamba,
amal yang baik maupun yang buruk. Mereka adalah Al-Kiram l-katibun (para pencatat yang mulia). Mereka masuk golongan Hafazhah (para penjaga). (QS. Al- Zukhruf (43): 80; QS. Al-Infithâr
(82): 10-12).
7. Hubungan Malaikat dengan Manusia
Allah mewakilkan kepada malaikat urusan semua makhluk, termasuk
urusan manusia. Jadi, mereka mempunyai hubungan yang erat dengan manusia semenjak ia berupa sperma. Hubungan ini dijelaskan Ibnu
Qayyim (dalam Fauzan, 1998: 58): “Mereka diserahi urusan penciptaan manusia dari satu fase ke fase yang lain, pembentukannya, penjagaannya dalam tiga lapis kegelapan, penulisan rezeki, amal, ajal,
nasib celaka dan bahagiannya, menyertainya dalam segala urusanya, perhitungan ucapan dan perbuatannya, penjagaan dalam hidupnya,
pencabutan ruhnya ketika meninggal, pembawa ruhnya ketika meninggal, pembawa ruhnya untuk diperlihatkan kepada penciptanya.
Sayyid Sabiq (2002: 187-200) menjelaskan, pekerjaan Malaikat di dunia
yang berhubungan dengan manusia, yaitu:
a. Menggiatkan kekuatan ruhani yang ada dalam diri manusia dengan
mengilhamkan kebaikan dan kebenaran (QS. Al-Baqarah (2): 268).
b. Memohonkan ampunan dan doa bagi orang-orang mukmin (QS. Al-Mu‟min (40): 7-9).
c. Membaca âmîn bersama orang-orang yang shalat, (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasa‟i dari Abu Hurairah).
d. Hadir pada shalat Shubuh dan Ashar (HR. Bukhari-Muslim).
e. Malaikat turun ketika Al-Quran dibaca (HR. Bukhari-Muslim).
f. Hadir dalam majelis dzikir (HR. Bukhari).
g. Memohonkan rahmat bagi orang-orang mukmin (QS. Al-Ahzâb (33): 43).
h. Pemberian keberkahan dari Malaikat kepada ahli ilmu yang tawadhu
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
i. Membawakan berita gembira (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
99
j. Menginformasikan terhadap orang yang dicintai atau dibenci oleh Allah (HR. Muslim).
k. Mencatat amal perbuatan (QS. Qâff (50): 16-18; QS. Al-Infithâr (82): 10-12).
l. Memberikan kemantapan hati orang-orang mukmin (QS. Al-Anfal (8): 12).
m. Mencabut nyawa (QS. Al-An‟âm (6): 61).
n. Memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin dengan surga (QS. Fushshilat (41): 30-32).
o. Mengucapkan salam bagi orang-orang yang amalnya baik, ketika
meninggal (QS. Al-Nahl (16): 32).
8. Pekerjaan Malaikat Di Alam Ghaib (Abstrak).
Pekerjaan dan aktifitas malaikat di alam ghaib (abstrak) dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Bertasbih, tunduk dan patuh terhadap Allah Swt. (QS. Al-A‟râf (7):
206; QS. Al-Zumar (39): 75).
b. Memikul arasy (QS. Al-Mu‟min (40): 7; QS. Al-Hâqqah (69): 17)
c. Memberi salam kepada ahli surga (QS. Al-Ra‟d (13): 23-24).
d. Menyiksa penghuni neraka (QS. Al-Tahrim (66): 6; QS. Al-Muddatstsir (74): 27-31.
100
Soal:
1. Apa arti malaikat menurut bahasa dan istilah?
2. Bagaimana keyakinan orang musyrik tentang malaikat?
3. Apa hukum beriman kepada malaikat? Sebutkan dalilnya?
4. Siapakah malaikat yang ditugasi menyampaikan wahyu? Sebutkan dailnya!
5. Bagaimana hubungan malaikat dengan manusia di dunia?
101
C. Iman Kepada Kitab-Kitab Allah
Beriman kepada kitab kitab Allah adalah salah satu rukun iman,
membenarkan dengan penuh keyakinan bahwa Allah Swt menurunkan kitab-kitab yang disampaikan kepada para nabi dan rasul dengan
kebenaran yang nyata dan petunjuk yang jelas. Kitab tersebut adalah firman Allah berupa lafadz dan makna sesuai dengan kehendak-Nya. Perhatikan firman Allah Swt dalam QS. Al-Nahl (16): 2,
―Dia menurunkan Para Malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-
Nya, Yaitu: "Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku.‖
Allah Swt mewajibkan orang-orang beriman untuk mengimani kitab-kitab yang pernah diturunkan-Nya tanpa membedakan antara yang satu
dengan lainnya. Perhatikan firman Allah Swt pada QS. Al-Baqarah (2): 136 – 285:
―Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada Kami, dan apa yang diturunkan kepada
Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub, dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara
mereka dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".
Allah Swt menuntun hamba-Nya agar beriman kepada-Nya dan kepada
apa-apa yang diturunkan kepada rasul-Nya. Nabi Muhammad Saw memperoleh kitab Al-Quran yang harus diimani oleh ummatnya. Selain Al-Quran, wajib juga mengimani kitab-kitab yang diturunkan kepada para
nabi terdahulu: Taurat, Zabur, Injil, dan Shuhuf Ibrahim. Perhatikan firman Allah Swt pada QS. An-Nisa (4): 136 :
102
―Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta
kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.‖
Sabda Rasulullah Saw dalam hadits Jibril tentang rukun iman:
―Yaitu hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya, para rasul-Nya, hari akhir dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.‖ (HR. Al-Bukhari, I/19-20 dan muslim, II/37).
Maka Rasulullah Saw menjadikan iman kepada kitab-kitab Allah sebagai
salah satu rukun iman. Penjelasan Allah Swt tentang kitab-kitab terdahulu:
a. Taurat, Kitab yang diturunkan kepada Nabi Musa
Perhatikan firman Allah Swt pada QS Al-Maidah (5): 44,
―Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah
diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab
Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit.
103
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.‖
b. Zabur, kitab yang diturunkan kepada Nabi Daud,
Perhatikan firman Allah Swt pada QS. Al-Nisa (4): 163,
―Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu
sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula)
kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. dan Kami berikan Zabur kepada Daud.‖
c. Injil adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Isa
Perhatikan firman Allah Swt pada QS. Al-Maidah (5): 46,
―Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi Nabi Bani Israil) dengan Isa
putera Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, Yaitu: Taurat. dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan
kitab yang sebelumnya, Yaitu kitab Taurat. dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.”
d. Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw yang menghimpun seluruh isi kitab-kitab sebelumnya
Perhatikan firman Allah Swt pada QS. Al-Nahl (16): 89,
104
―(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami
datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al-kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar
gembira bagi orang-orang yang berserah diri.‖
Satu-satunya kitab suci yang Allah Swt turunkan dan masih terjaga
keasliannya adalah Al-Quran, perhatikan ayat di bawah ini, QS. Al-Hijr (15): 9:
―Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan
Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.‖
Al-Quran merupakan kitab suci yang Allah Swt turunkan baik dalam bentuk lafadz maupun makna sepenuhnya dari Allah Swt. Fungsi Al-
Quran adalah sebagai: hidayah (petunjuk), bayyinat (penjelas), dan al-furqan (pembeda antara yang haq dengan yang bathil). Perhatikan
ayat di bawah ini:
―(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)…‖
Sementara itu kitab suci selain Al-Quran telah mengalami perubahan di dalamnya, perhatikan ayat Al-Quran di bawah ini:
QS. Al-Baqarah (2) ayat 75,
…
105
―Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, Padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka
mengetahui?‖
Demikian juga perhatikan ayat Al-Quran QS. Al-Maidah (5) ayat 13,
―(tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan
Kami jadikan hati mereka keras membatu. mereka suka merobah Perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja)
melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) Senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak
berkhianat), Maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.‖
Selain kitab yang wajib dikathui dan diimani, Allah juga menurunkan Shuhuf, seperti Shuhuf Ibrahim. Sebagaimana firman Allah pada QS Al-„Ala (87): 18-19,
―Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam Kitab-Kitab yang
dahulu, (yaitu) Kitab-Kitab Ibrahim dan Musa.‖
106
Soal :
1. Apa arti beriman kepada kitab-kitab Allah secara rinci? Jelaskan dalilnya!
2. Sebutkan beberapa bukti tentang terjadinya pengubahan di dalam Taurat dan Injil?
3. Bagaimana sikap saudara sebagai bukti beriman kepada Al-Quran?
4. Jika saudara meyakini Al-Quran sebagai sumber ajaran agama Islam, apa yang seharusnya dilakukan?
107
D. Iman Kepada Rasul
1. Pengertian Nabi dan Rasul
Menurut bahasa, Nabi berasal dari kata ―nabba`a‖ yang berarti ―akhbara― (mengabarkan). Jadi nabi adalah orang yang memberitakan
berita dari Allah Swt berdasarkan wahyu. Pengertian lain, nabi berasal dari kata “naba`a“ yang berarti ―irtafa‘a― (tinggi), ini mengandung arti bahwa nabi adalah makhluk yang termulia dan
tertinggi derajat atau kedudukannya.
Sedang rasul ialah seorang laki-laki yang diutus oleh Allah Swt dengan membawa syariat dan diperintahkan untuk menyampaikannya kepada
umatnya secara terbuka.
2. Fungsi Nabi dan Rasul
Fungsi nabi dan rasul adalah: (1) menyampaikan berita gembira dan ancaman; (2) mengajak manusia agar beribadah kepada Allah Swt dan membimbing mereka kepada jalan yang diridlai-Nya; dan (3)
menegaskan adanya akhirat, bagi yang beriman surga dan yang ingkar neraka. Perhatikan firman Allah Swt di bawah, QS. Al-Nisa` (4):
165:
―(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan
pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.‖
Sebagaimana kita wajib beriman kepada mereka, maka kita wajib mengimani secara khusus kepada para rasul yang disebutkan namanya oleh Allah. Telah disebutkan di dalam Al-Qur‟an 25 nabi dan
rasul sebagai berikut: Adam, Idris, Nuh, Shalih, Ibrahim, Hud, Luth, Yunus, Ismail, Ishaq, Ya‟qub, Yusuf, Ayyub, Syu‟aib, Musa, Harun,
Ilyasa, Dzulkifli, Daud, Zakariya, Sulaiman, Ilyas, Yahya, Isa, dan Muhammad Saw. Perhatikan penjelasa ayat di bawah ini QS. Al-Mu‟min (40): 78,
108
―Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di
antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah; maka apabila telah datang perintah Allah, diputuskan
(semua perkara) dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.‖
Jumlah nabi dan rasul seluruhnya, dalam sebuah hadits bahwa Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah Saw.: ―Berapakah jumlah para nabi?‖. Beliau menjawab: ―Mereka berjumlah 124 ribu orang,
sebanyak 315 dari mereka adalah rasul‖ (HR Ahmad dalam musnadnya dan al Bani mengatakan hadits ini shahih). Akan tetapi
yang diterangkan namanya dalam Al-Quran dan wajib diimani sebanyak 25 nabi dan rasul (Lihat QS. Al-An‟am (6): 83 – 86).
3. Sifat Rasulullah Muhammad Saw.
Secara ringkas di antara sifat-sifat Rasulullah Saw adalah:
1) Shidq, artinya jujur tidak ada dusta sedikitpun di dalam dirinya.
Perhatikan firman Allah Swt: QS. Al-Zumar (39) ayat 33.
―Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.‖
2) Amanah, artinya mengemban tugas dengan penuh tanggung jawab dan dapat dipercaya. Perhatikan firman Allah Swt QS. Al-
Syu‟ara (26): 107,
―Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu.‖
109
3) Tabligh, artinya menyampaikan dengan transparan wahyu atau risalah dari Allah Swt kepada orang lain, tidak menyembunyikan
dan tidak juga merahasiakan wahyu dari Allah Swt karena beliau ma‘shum.
―Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah
memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.‖
4) Fathanah artinya cerdas, Nabi dan Rasul diberi kecerdasan oleh Allah SWT, agar mereka mampu memerangi kaum yang tidak berada dijalan Allah SWT dan mengajaknya untuk berada dijalan
yang benar, yaitu jalan yang di ridhai oleh Allah. Sifat ini, merupakan satu hujjah bagi mereka agar apa yang disampaikan
bisa diterima dengan baik kaumnya. Perhatikan firman Allah Swt QS. Al-An‟âm (6): 83:
“Dan Itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi
Maha mengetahui.‖
Sifat-sifat Rasulullah yang lainnya tentu sangat banyak, dalam hadits „Aisyah disebutkan bahwa akhlak Rasulullh adalah Al-Quran.
Salah satu bukti kerasulan adalah mukjizat. Mukjizat artinya kekuatan yang dapat melemahkan musuh, hal yang luar biasa
yang tidak dapat ditandingi oleh siapapun yang datang dari Allah Swt.
Mukjizat dapat menaklukkan akal sehat untuk tunduk dan
mempercayai apa yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Contoh Al-Quran, yang merupakan mukjizat yang dibawa oleh Nabi
Muhammad Saw, menjadi kekuatan yang tidak mampu ditandingi oleh siapapun sekalipun manusia dan jin bersatu untuk membuat
ا بهغت رسانتهۥ وٱلل بك وإ نى تفعم ف أزل إنيك ي ر غ يا سىل به أيها ٱنر ي
ل يهدي ٱنقىو ٱنك ٱلل ٱناس إ ك ي يعص ٦٧فري
110
satu surat saja. Perhatikan firman Allah Swt di bawah, QS. Al-Baqarah (2): 23:
―Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu
surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.‖
111
Soal:
1. Apa arti nabi dan rasul, serta jelaskan perbedaannya?
2. Apakah mungkin memperoleh kenabian melalui usaha atau melalui cara-cara tertentu? Jelaskan!
3. Apa yang dimaksud dengan Iman kepada seluruh rasul-rasul Allah?
4. Bagaimana sikap kita sebagai bukti beriman kepada Kerasulan Muhammad Saw?
5. Sikap atau sifat apakah yang ada dalam diri para Rasul yang menjadi inspirasi dalam kehidupan sehari-hari saudara ?
112
E. Iman Kepada Hari Akhir
1. Pengertian Hari Akhir
Iman kepada hari akhir merupakan rukun kelima yang wajib diimani oleh setiap orang muslim walaupun tidak diketahui kapan akan
datangnya.Tidak sedikit manusia terlena dengan kehidupan duniawi, lalai dan melupakan kehidupan akhirat. Beriman kepada hari akhir merupakan ciri mukmin dan muttaqin (orang-orang yang bertaqwa).
(Lihat QS. Al-Baqarah (2): 3).
Rukun Iman yang kelima ialah : percaya kepada adanya hari akhir. Hari akhir disebut juga hari kiamat ialah hari terjadinya kehancuran
bagi alam semesta. Pada saat itulah manusia akan mempertanggung jawabkan amal perbuatannya, hingga masuklah ke surga ataupun ke
neraka.
Pada saat Malaikat Israfil diperintahkan oleh Allah untuk meniup terompet (alam semesta) merupakan peristiwa yang luar biasa belum
terjadi sebelumnya. Pada saat itu hancurlah dunia dengan segala isinya. Alam semesta akan berhamburan serta berantakan, bumi
maupun matahari, gunung-gunung dan lautan semuanya meletus, hingga seluruh makhluk hidup ikut pula hancur lebur mati berpuing-puing tak tertentu lagi, makhluk halus dan tumbuh-tumbuhan pun
hancur lebur. Seluruh sarwa yang ada di alam semesta ini hancur dan musnah kecuali Allah Swt.
Hari akhir juga di sebut hari ba‘ats ialah hari peniupan alam semesta yang kedua oleh Malaikat Israfil untuk menghidupkan manusia kembali. Manusia dibangkitkan untuk dihisab (diperhitungkan)
amalnya ketika ada di dunia. Ba‘ats artinya bangkit. Jadi hari ba‘ats artinya hari manusia dibangkitkan dan dihidupkan kembali di alam akhirat.
2. Landasan Normatif
Terdapat penjelasan yang tegas tentang kepastian akan datangnya
hari akhir di dalam Al-Quran. Karena pentingnya hari akhir, sehingga Allah Swt memberikan berbagai keterangan tentang hari akhir, perhatikan ayat di bawah ini:
“aku bersumpah demi hari kiamat”, (QS. Al-Qiyamah (75): 1).
Pada ayat ini Allah Swt menyebut hari akhir dengan hari kiamat.
113
Pada ayat selanjutnya Allah Swt menegaskan kepastian akan dibangkitkannya manusia pada hari akhir, dan manusia akan dimintai
pertanggungjawaban.
―Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak
akan dibangkitkan. Katakanlah: "Memang, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah.” (QS. Al-Thagabun (64): 7).
Pada ayat di bawah ini Allah Swt menjelaskan bahwa keimanan
kepada kitab Allah Swt dipasangkan dengan keimanan kepada hari akhir.
―Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al-Quran) yang telah
diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.‖ (QS. Al-Baqarah (2): 4).
Ayat di bawah ini menjelaskan tentang waktu datangnya hari akhir yang disebut dengan al-sâ‘ah adalah merupakan rahasia Allah Swt,
tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Swt.
―Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?"
Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi
makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu, melainkan dengan tiba-tiba". mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah:
"Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi
114
Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak Mengetahui". (QS. Al-„Araf (7): 187)
Istilah-istilah lain untuk hari akhir yang ada dalam Al-Quran, yaitu:
a. Yaumul Qiyamah (Hari Kiamat) (QS. Al-Zumar (39): 60)
b. Yaumul Ba‘ats (Hari Kebangkitan) (QS. Al-Rum (30): 56)
c. Yaumul Hisab (Hari Perhitungan) (QS. Al-Mukmin (40): 27)
d. Yaumul Din (Hari Pembalasan) (QS. Al-Fatihah (1): 3)
e. Yaumul Fath (Hari Kemenangan) (QS. Al-Sajadah (32): 29)
f. Yaumul Talaq (Hari Pertemuan) (QS. Al-Mukmin (40): 15-16)
g. Yaumul Jam‘i (Hari Berhimpun) (QS. Al-Taghabun (64): 9)
h. Yaumul Taghabun (Hari ditampakkan kesalahan-kesalahan) (QS. Al-Taghabun (64): 9)
i. Yaumul Khulud (Hari Kekekalan) (QS. Qaf (50): 34)
j. Yaumul Khuruj (Hari Keluar) (QS. Qaf (50): 42)
k. Yaumul Hasrah (Hari Penyesalan) (QS. Maryam (19): 39)
l. Yaumul Tanad (Hari Panggil-Memanggil) (QS. Al-Mukmin (40): 32)
m. Yaumul Fashl (Hari Keputusan) (QS. Al-Naba‟ (78): 17)
n. As-Sa‘ah (Waktu) (QS. Al-Qamar (54): 1)
o. Al-Akhirah (Akhirat) (QS. Al-A‟la (87): 16-17)
p. Al-Azifah (Peristiwa Dekat) (QS. Al-Najm (53): 57)
q. At-Thammah (Mala Petaka Besar) (QS. Al-Nazi‟at (79): 34)
r. As-Shakhah (Tiupan Sangkakala Yang Kedua)
s. Al-Ghasyiyah (Kejadian Yang Menyelubungi)
3. Ayat-Ayat Kauniyyah dan Dalil Akli
a. Ayat-Ayat Kauniyyah
Peristiwa akan datangnya hari kiamat bisa dilihat dari tanda-tanda indrawi, karena setiap materi akan hancur dan musnah. Begitu juga alam semesta, termasuk bumi yang diinjak oleh setiap hari
mengalami kerusakan (fana), belum lagi datangnya musibah dan bencana yang dilihat oleh indra manusia dari setiap kejadiannya.
Perhatikan Firman Allah di bawah ini :
115
―Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu
menyaksikannya". setelah itu kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Baqarah (2): 55-56)
―Atau apakah (kamu tidak memerhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia
berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian
menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?" ia menjawab: "Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari." Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di
sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan
kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali,
kemudian Kami membalutnya dengan daging." Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu." (QS. Al-Baqarah (2) : 259)
116
―Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan
umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan‖. (QS. Al-An‟am (6): 60)
b. Dalil Akal
1) Penciptaan pertama menjadi argumen bagi adanya penciptaan
kedua, dan Dzat yang mampu memulai pasti mampu mengulangi (QS. Yasin (36): 78-79)
2) Kemampuan membuat sesuatu adalah bukti kemampuan
membuat kebalikannya, seperti keluarnya api panas dari pepohonan yang hijau dan lembab, (QS. Yasin (36): 80)
3) Penciptaan benda yang besar atas penciptaan benda yang lebih kecil (QS. Yasin (36): 81)
4) Kejadian dihidupkannya bumi yang mati atas dihidupkannya
kembali orang yang telah mati (QS. Fushilat (41): 39)
5) Terjadinya bangun setelah tidur atas kebangkitan. Sebab tidur
itu saudaranya mati, dan bangun dari tidur mirip dengan hidup setelah mati (QS. Al-An‟am (6): 60).
6) Kebijaksanaan dan keadilan Allah meniscayakan adanya hari
kebangkitan dan balasan amal (QS. Al-Mu‟minun (23): 115)
4. Tanda-Tanda Akan Datangnya Hari Kiamat
Hari kiamat hanya Allah yang mengetahui, sebagaimana firman Allah:
117
―Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah
pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi
makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba". mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah:
"Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak Mengetahui". (QS. Al-„Araf (7): 187).
―Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit itu hanya di sisi Allah". dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh Jadi hari
berbangkit itu sudah dekat waktunya‖. (QS. Al-Ahzab (33): 63)
Ketika Nabi Saw ditanya tentang kapan terjadinya hari kiamat, Nabi
mengatakan ketaktahuannya malah Nabi berpesan kepada yang bertanya agar bersiap-siap menghadapinya dan itulah yang lebih baik baginya. Tidak sedikit dalam al-Quran dan hadits telah menyebutkan
beberapa tanda-tanda akan kedatangan hari kiamat
Di antara tanda-tanda hari kiamat, ialah
a. Keluarnya sejenis bintang melata yang akan mengingatkan kepada manusia kepada ayat-ayat Allah Swt.
―Dan apabila perkataan (ketentuan datangnya masa kehancuran alam) telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa
sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami.‖ (QS. An-Naml (27): 82).
118
b. Matahari terbit dari Barat
―Hingga apabila Dia telah sampai ketempat terbenam matahari,
Dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan Dia mendapati di situ segolongan umat. Kami berkata: "Hai Dzulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat
kebaikan terhadap mereka.‖
c. Adanya mahluk sejenis Ya‟juj dan Ma‟juj
―Mereka berkata: "Hai Dzulkarnain, sesungguhnya Ya'juj dan
Ma'juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah Kami memberikan sesuatu pembayaran
kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara Kami dan mereka?". (QS. Al-Kahfi (18): 94).
Ya'juj dan Ma'juj ialah dua bangsa yang membuat kerusakan di
muka bumi, sebagai yang telah dilakukan oleh bangsa Tartar dan Mongol.
d. Peredaran bumi yang tidak teratur, karena sudah mendekati
keruntuhannya dan tidak beraturannya hukum alam
―Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan Malaikat
kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka) atau kedatangan (siksa) Tuhanmu atau kedatangan beberapa ayat Tuhanmu. Pada hari datangnya ayat (tanda-tanda kiamat) dari Tuhanmu, tidaklah
bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum
119
beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: "Tunggulah olehmu
sesungguhnya Kamipun menunggu (pula)". (QS. Al-An‟am (6): 158)
e. Dihancurkannya bangsa Bani Israil
―Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka
merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana.‖ (QS. Al-Isra‟ (17): 5)
―Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih
besar.‖ (QS. Al-Isra` (17):6).
5. Beriman kepada hari Akhir sekaligus beriman kepada kematian
Karena nafas dan darah adalah dua unsur pokok yang menandakan kehidupan pada manusia, maka bila tidak terjadi lagi pernafasan dan
peredaran darah, itu berarti bahwa kematian sudah menjadi kenyataan. Jika tanda-tanda vital sudah tidak ada lagi, maka manusia sudah mati.
Kematian menurut Islam adalah berpisahnya roh dengan jasad yang ditandai dengan sakaratul maut. Ketika sakaratul tiba di mana tenaga
telah hilang dan roh mulai merayap keluar dari jasad, maka tibalah saatnya malaikul maut mengabarkan nasibnya kelak di akhirat. Rasulullah Saw pernah bersabda, “tak seorangpun diantara kalian
yang akan meninggalkan dunia ini, kecuali telah diberikan tempat kembalinya dan diperlihatkan padanya tempatnya di surga ataupun neraka.
Sikap muslim terhadap kematian menurut Islam:
120
a. Ajal telah ditentukan bagi manusia dari sejak penciptaan pertama (kelahiran)
―Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu
ditentukannya ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya), kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu).‖ (QS. Al-An‟am
(6): 2).
b. Kematian tidak akan dapat ditanguhkan
Apabila ajal kematian telah datang, Allah sekali-kali tidak akan menundanya.
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah
Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan‖. (QS. Al-Munafiqun (63): 11)
c. Setiap diri akan merasakan kematian
Kematian bersifat memaksa dan siap menghampiri setiap manusia walaupun manusia berusaha untuk menghindarinya. Perhatikan
firman Allah Swt,
―Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa
dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain
hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran,
(3): 185)
121
d. Kematian akan mengejar siapapun
Manusia tidak akan dapat terhindar dari kematian, meskipun ia
berlindung di balik benteng yang kokoh atau berlindung di balik teknologi kedokteran yang canggih serta ratusan dokter terbaik
yang ada di muka bumi. Di mana saja manusia berada, kematian akan mendatanginya. Perhatikan ayat Al-Quran di bawah ini:
―Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, Kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini
adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu
(Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir
tidak memahami pembicaraan sedikitpun? (QS. An-Nisa (4): 78)
―Katakanlah: ―Sesungguhnya kematian yang kamu lari padanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian
kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. “ (QS. Al-Jumuah (62): 8)
e. Kematian datang secara tiba-tiba
122
―Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan
mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. Luqman (31): 34)
6. Alam Kubur
Kejadian di alam kubur tidak seorang pun yang mengetahuinya, kecuali apa yang telah diinformasikan oleh Allah Swt dalam firman-
Nya dan beberapa hadits Rasaulullah Saw.
a. Meneguhkan iman orang yang beriman
―Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat;
dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. (QS. Ibrahim (14):27)
―Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan
Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat):
"Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras". (QS. Al-Mu‟min (40): 45-46)
Hadits:
―Ketika seorang mukmin ditempatkan di kuburnya, maka ia didatangi malaikat lalu ia bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali
Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, itulah yang dimaksud dengan firman Allah, ―Allah meneguhkan (iman) orang-
123
orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu‖ (HR. Bukhari dan Muslim)
b. Alam kubur menyesakkan kaum munafik dan kafir
Dalam alam kubur tersebut, seseorang akan ditentukan dengan
keimanannya pada waktu dia hidup di dunia. Di dalam kubur setelah ditinggal para pelayatnya akan didatangi malaikat dan ditanyai tentang keimanannya. Hal ini seperti hadits yang
dsampaikan oleh sahabat Anas bin Malik:
―Seorang hamba manakala diletakkan di dalam kubur dan ditinggal oleh para pengantarnya sementara ia mendengar suara terompah
mereka, maka datanglah kepadanya dua malaikat. Setelah keduanya mendudukannya, mereka bertanya kepadanya,
―bagaimana pendapatmu tentang laki-laki yang diutus itu (Muhammah Saw), jika dia seorang mukmin maka ia akan menjawab, ―Aku bersaksi bahwasanya dia adalah hamba Allah dan
utusan-Nya.‖ Maka dikatakan kepadanya, ― Lihatlah tempatmu di neraka Allah telah menggantikannya tempat di surga‖. Maka ia
pun melihat kedua tempat itu, ―Jika ia seorang munafik dan kafir, maka ketika malaikat bertanya kepadanya, ―siapa laki-laki itu?, maka ia menjawab, aku tidak tahu, aku hanya ikut kata orang.
Maka dikatakan kepadanya, ―ternyata engkau tidak tahu‖. Kemudian ia dipukul dengan gada dari besi dengan pukulan yang
sangat keras sampai ia menjerit dengan jeritan yang didengar oleh seluruh makhluk selain jin dan manusia‖ (HR Bukhari dan Muslim).
c. Tatkala kiamat tiba, manusia akan bangkit dari kubur. Kiamat akan
tiba tatkala sangsakala (alam semesta) ditiup oleh malaikat Israfil. Al-Quran telah menyebutkan bahwa peniupan ini terjadi tiga kali
Tiupan untuk menggoncangkan alam
―Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, Maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang
dikehendaki Allah. dan semua mereka datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri.‖ (QS. An-Naml (27):87)
124
Tiupan untuk kehancuran dan kebinasaan
―Dan ditiuplah sangkakala, Maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. (QS. Al-Zumar (39):68)
Tiupan untuk kebangkitan kembali dari Kubur
―Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi Maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).‖ (QS. Az-Zumar (39):68)
F. Iman Kepada Qadla Dan Qadar
1. Pengertian Qadla dan Qadar
Qadar menurut bahasa yaitu rencana, ketetapan, dan kehendak Allah.
Sedangkan menurut istilah adalah rencana atau ketetapan Allah sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan
mahluk.
Adapun qadhâ` berasal dari qadha - yaqdhi – qadhâ`an - wa
taqdhiyatan ( ةثلضي -كضاء –يلضى –كضى ) yang berarti:
a. Eksekusi. (QS. Al-Baqarah (2): 118).
b. Jatuhnya hukuman (QS. Al-Ahzab (33): 36)
c. Perintah (QS. Yunus (10): 71)
d. Pelaksanaan ketetapan (QS. Al-Ahzab (33): 37)
Sebenarnya, qadha dan qadar ini merupakan dua unsur yang saling berkaitan. Kedua-duanya berkait berkelindan, tidak bisa dipisahkan atau berselisih. Sebab salah satu di antara keduanya merupakan asas
atau pondasi dari bangunan yang lain.
2. Iman kepada Qadha dan Qadar
Iman kepada Qadha dan Qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt telah menentukan segala sesuatu untuk makhluknya. Dapat disimpulkan bahwa qada dan qadar berhubungan
125
erat satu sama lain, qadar adalah rencana dan ketentuan sementara itu qadha adalah eksekusi dan pelaksanaan dari rencana dan
ketetapan.
Orang kadang menggunakan istilah qada dan qadar dengan satu
istilah yaitu takdir. Jika ada orang terkena musibah lalu orang itu mengatakan “sudah takdir” maksudnya adalah qadar dan qadha.
3. Pembagian Takdir
a. Takdir Mu‟allaq
Takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia disebut mu‘allaq. Mu‟allaq bersal dari kata ‗allaqa, yang artinya
menggantungkan. Jadi ketetapan Allah yang digantungkan pada usaha dan ikhtiar manusia. Contoh: seorang siswa bercita-cita
jadi apoteker, dokter, ahli hukum, ahli komunikasi, dai, ahli ekonomi, ahli tehnik, guru untuk mencapai itu maka dia harus belajar dengan giat supaya bisa menjadi apa yang dicita-
citakannya.
‖Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada
diri mereka sendiri.” (QS. Al-Ra‟d (13):11).
b. Takdir Mubram
Kata mubram diambil dari kata abrama yang artinya sesuatu yang
sudah definitif, sudah tetap. Takdir mubram adalah takdir yang sudah definitif atau tetap sesuai dengan ketentuan. Contoh: air
mengalir ke tempat yang lebih rendah, api membakar, es bersifat dingin, asap melambung ke udara, benda padat jatuh ke tanah, dan sebagainya. Jadi hukum alam seperti itu sudah tidak dapat
diubah lagi. Perhatikan firman Allah swt di bawah ini:
…
126
―…Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui
penyimpangan bagi sunnah Allah itu.‖ (QS. Fathir (35): 43).
4. Kelengkapan Iman Kepada Qadha dan Qadar
Beriman kepada takdir tidak akan sempurna kecuali dengan empat perkara yang akan disebut kelengkapannya. Keempat kelengkapan itu adalah pengantar untuk memahami masalah takdir. Barang siapa yang
mengaku beriman kepada takdir, maka dia harus merealisasikan semua rukun-rukunnya. Sebab, bagian satu akan bertalian dengan bagian lainnya. Barang siapa yang mengakui semuanya, baik dengan
lisan, keyakinan dan amal perbuatan, maka keimanannya kepada takdir telah sempurna. Namun, barang siapa yang mengurangi salah
satunya atau lebih, maka keimanannya kepada takdir telah rusak. Keempat kelengkapan itu adalah:
a. Ilmu
Beriman bahwa Allah mengetahui dengan ilmu-Nya yang azali mengenai apa-apa yang telah terjadi, yang akan terjadi, dan apa
yang tidak terjadi, baik secara global maupun terperinci, di seluruh penjuru langit dan bumi serta di antara keduanya. Allah Maha Mengetahui semua yang diperbuat makhluk-Nya sebelum mereka
diciptakan, mengetahui rizki, ajal, amal, gerak, dan diam mereka, serta mengetahui siapa di antara mereka yang sengsara dan
bahagia.
―Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui
bahwasanya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala
sesuatu.‖ (QS. Al-Talaq (65): 12)
b. Al-Kitabah (Penulisan)
Mengimani bahwa Allah Swt telah menuliskan apa yang telah
diketahui-Nya berupa ketentuan-ketentuan seluruh makhluk hidup di dalam al-Lauhul Mahfuzh. Suatu kitab yang tidak meninggalkan
sedikit pun dari sesuatu di dalamnya, semua yang terjadi, apa
127
yang akan terjadi, dan segala yang telah terjadi hingga hari Kiamat, ditulis di sisi Allah Ta‟ala dalam Ummul Kitab.
―Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul-Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang
demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang
luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.‖
(QS. Al-Hadid (57): 22-23)
c. Masyi`atullah (Kehendak Allah)
Bahwa segala sesuatu yang terjadi di langit dan di bumi adalah sesuai dengan keinginan dan kehendak (iradah dan masyiah) Allah yang berputar di antara rahmat dan hikmah. Allah memberi
petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dengan rahmat-Nya, dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dengan hikmah-
Nya. Dia tidak boleh ditanya mengenai apa yang diperbuat-Nya, karena kesempurnaan hikmah dan kekuasaan-Nya, tetapi kita, sebagai makhluk-Nya yang akan ditanya tentang apa yang terjadi
pada kita.
“Dan tiada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di
langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Fathir (35): 44)
―Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali
apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.‖ (QS. At-Takwir, (81): 29)
128
―Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, ‗Jadilah!‘ maka terjadilah ia.‖ (QS.
Yâsîn (36): 82)
d. Al-Khalq ( Penciptaan )
Bahwa Allah adalah Pencipta (Khaliq) segala sesuatu yang tidak ada pencipta selain-Nya, dan tidak ada rabb selain-Nya, dan segala sesuatu selain Allah adalah makhluk.
―Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.‖ (QS. Az-Zumar (39): 62)
―Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak
mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan
Dia menetapkan ukuran-ukuranya dengan serapi-rapinya.‖ (QS. Al-Furqan (25): 2)
5. Hikmah Beriman Kepada Qada Dan Qadar
1) Dapat membangkitkan semangat dalam bekerja dan berusaha, serta memberikan dorongan untuk memperoleh kehidupan yang
layak di dunia ini.
2) Tidak membuat sombong atau takabur, karena ia yakin kemampuan manusia sangat terbatas, sedang kekuasaan Allah
Maha Tinggi.
3) Memberikan pelajaran kepada manusia bahwa segala sesuatu
yang ada di alam semesta ini berjalan sesuai dengan ketentuan dan kehendak Allah Swt.
4) Mempunyai keberanian dan ketabahan dalam setiap usaha serta
tidak takut menghadapi resiko, karena ia yakin bahwa semua itu tidak terlepas dari takdir Allah Swt.
5) Selalu merasa rela menerima setiap yang terjadi pada dirinya,
karena ia mengerti bahwa semua berasal dari Allah Swt. Dan akan dikembalikan kepadanya, sebagai firman Allah Swt yang artinya,
―(Yaitu) orang orang yang apabila di timpa musibah, mereka
mengucapkan : bahwasanya kami ini bagi (kepunyaan) Allah, kami semua ini pasti kembali lagi kepadaNya.‖ (QS. Al-Baqarah (2):
156)
129
6. Dampak Beriman kepada Qada dan Qadar dalam Kehidupan Muslim
Beriman kepada takdir akan mengantarkan kita kepada sebuah hikmah penciptaan yang mendalam, yaitu bahwasanya segala sesuatu
telah ditentukan. Sesuatu tidak akan menimpa kita kecuali telah Allah tentukan kejadiannya, demikian pula sebaliknya. Apabila kita telah faham dengan hikmah penciptaan ini, maka kita akan mengetahui
dengan keyakinan yang dalam bahwa segala sesuatu yang datang dalam kehidupan kita tidak lain merupakan ketentuan Allah atas diri kita. Sehingga ketika musibah datang menerpa perjalanan hidup kita,
kita akan lebih bijak dalam memandang dan menyikapinya. Demikian pula ketika kita mendapat giliran memeroleh kebahagiaan, kita tidak
akan lupa untuk mensyukuri nikmat Allah yang tiada henti.
Manusia memiliki keinginan dan kehendak, tetapi keinginan dan kehendaknya mengikuti keinginan dan kehendak Rabbnya. Golongan
Ahlus Sunnah menetapkan dan meyakini bahwa segala yang telah ditentukan, ditetapkan dan diperbuat oleh Allah memiliki hikmah dan
segala usaha yang dilakukan manusia akan membawa hasil atas kehendak Allah. Setiap manusia tidak boleh memasrahkan diri kepada takdir tanpa melakukan usaha apa pun, karena hal ini akan
menyelisihi sunnatullah. Oleh karena itu berusahalah semampunya, kemudian bertawakallah. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,
―Dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.‖ (QS. Al-Anfal (8): 61)
Dan jika kita mendapatkan musibah atau cobaan, janganlah berputus asa dari rahmat Allah dan janganlah bersungut-sungut, tetapi
bersabarlah. Karena sabar adalah perisai seorang mukmin yang dia bersaudara kandung dengan kemenangan. Ingatlah bahwa musibah
atau cobaan yang menimpa kita hanyalah musibah kecil, karena musibah dan cobaan terbesar adalah wafatnya Rasulullah Saw,
sebagaimana disebutkan dalam hadits sabdanya,
―Jika salah seorang diantara kalian tertimpa musibah, maka ingatlah
musibah yang menimpaku, sungguh ia merupakan musibah yang paling besar.‖ (HR. Ad-Darimi)
Apabila hati kita telah yakin dengan setiap ketentuan Allah, maka
segala urusan akan menjadi lebih ringan, dan tidak akan ada
130
kegundahan maupun kegelisahan yang muncul dalam diri kita, sehingga kita akan lebih semangat lagi dalam melakukan segala
urusan tanpa merasa khawatir mengenai apa yang akan terjadi kemudian. Karena kita akan menggenggam tawakal sebagai
perbekalan ketika menjalani urusan dan kita akan menghunus kesabaran kala ujian datang menghadang.
7. Implikasi Iman Bagi Kehidupan Manusia
a. Terbebasnya jiwa manusia dari takut mati.
Hal itu karena seorang mukmin yakin bahwa manusia pasti mati, dan kematian itu ada di tangan Allah. Kalau ajal manusia telah
tiba, maka ajal itu tidak bisa ditunda sesaatpun juga, dan ia tidak bisa lari dari kematian itu walaupun, ia berada di benteng yang
sangat kuat. Firman Allah:
―Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya.‖ (QS. Al-Munafiqun,
(63) :11)
―Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.― (QS.
An-Nisa (4) : 78 )
Apabila keyakinan ini telah melekat pada hati seorang muslim, maka ia tidak akan pernah merasa takut dan hina dalam
memertahankan dan menegakkan agama pada kondisi bagaimanapun juga, lebih-lebih ia yakin bahwa keberaniannya tidak akan mengurangi umurnya sedikit pun juga dan bahwa
pengecut tidak akan menambah umurnya sedikitpun juga.
b. Terbebasnya jiwa manusia dari takut tidak mendapatkan rizki.
Seorang mukmim yakin bahwa rezeki ada di tangan Allah. Seseorang betapapun tinggi jabatannya dan kedudukannya tidak bisa mengurangi rezeki siapapun juga. Firman Allah :
―Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh―. (QS. Al-Dzariyat, 51:58).
131
Dalam ayat lain Allah berfirman :
―Dan tidak ada suatu binatang melatapun (makhluk yang bernyawa) melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.― (QS. Hud (11): 6)
Dewasa ini banyak orang yang tidak berani melaksanakan ajaran agamanya atau menyatakan hak dan melaksanakan amar ma‟ruf dan nahi munkar lantaran ambisi terhadap sesuap nasi, dengan
anggapan komitmennya melaksanakan ajaran Islam dan konsistennya mengerjakan kebenaran akan mengancam
makannya. Mereka lupa bahwa yang maha pemberi rezeki itu adalah Allah Swt. Orang–orang yang mereka takutkan mengancam adalah seperti mereka juga, tidak bisa memberikan manfaat dan
bahaya, tidak bisa memberikan rezeki sedikitpun kecuali yang ditentukan Allah. Sikap yang benar adalah bahwa keberanian
menegakkan kebenaran pada diri sendiri dan orang lain tidak akan mengurangi rezeki sedikitpun juga. Sebagaimana takut menegakkan kebenaran tidak akan menambah rezeki sedikitpun
juga.
c. Terbebasnya jiwa manusia dari sifat egois, kikir dan rakus.
Tabiat manusia sangat mencintai harta, ia kikir dan rakus. Firman Allah:
―Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan― (QS. Al-Fajr (89): 20)
―Dan adalah manusia itu sangat kikir.― (QS. Al-Isra‟ (17): 100)
Tabiat manusia semacam ini adalah tabiat manusia yang tidak tersentuh aqidah. Jika aqidah Islam telah merasuk ke dalam lubuk hati seorang manusia, maka ia akan terbebas dari sifat cinta harta,
egois, kikir, dan semacamnya, bahkan ia akan mengutamakan orang lain dalam kesenangan, dan mau berkorban untuk membela
orang lain. Seorang mukmin yakin bahwa harta yang ada di
132
tangannya, pada dasarnya milik Allah, ia akan senang hati melaksanakan perintah Allah pada hartanya seperti zakat, infak
dan sedekah. Seorang mukmin yakin bahwa mengeluarkan zakat, infak dan sedekah merupakan sebab mendapatkan ridho Allah.
Pada waktu yang bersamaan ia yakin bahwa zakat, infaq, sedekah tidak akan mengurangi harta, bahkan akan menyebabkan harta itu menjadi berkah dan berkembang.
Firman Allah :
―Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah
sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala
yang besar.” (QS. Al-Hadid (57) : 7)
―Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan
menggantinya dan Dia lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba‟ (34) : 39)
Sabda Rasulullah saw. :
―Sedekah tidak akan mengurangi harta, Allah tidak akan menambah seorang hamba lantaran memaafkan kecuali
kemuliaan, dan seseorang tidaklah tawadhu‘ karena Allah, kecuali Allah akan mengangkat derajatnya.‖ (HR. Tirmidzi).
d. Hati yang selalu ingat kepada Allah.
Seorang muslim yakin bahwa Allah selalu mengetahui dan mengawasi tingkah laku hamba-Nya, baik yang dilakukan terang-
terangan ataupun secara sembunyi. Orang yang hatinya selalu ingat kepada Allah yang selalu mengawasinya akan meninggalkan
ا ، وما ثواضع ل عزما هلصت صدكة من مال ، وما زاد رجلاا بعفو ا
. )رواه امترمذي ( ل رفعه الل ا آحد لل
133
larangan-larangan Allah; ia tidak mencuri, menipu, berkhianat dan sebagainya. Ia tidak akan mengambil sedikitpun harta yang
bukan miliknya sekalipun harta itu melimpah ruah, dan sekalipun ia seorang fakir miskin.
Jadi, orang yang kuat imannya akan selalu meninggalkan maksiat, karena ia yakin bahwa Allah selalu melihatnya walaupun tidak seorangpun yang melihatnya. Orang yang melakukan maksiat
menunjukan bahwa hatinya sedang lemah. Firman Allah :
―Tidaklah kamu perhatikan bahwa sesungguhanya Allah
mengetahui apa yang ada di di langit dan apa yang ada di bumi ? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah
yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara ) lima orang, melainkan Dialah yang keenamnya dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan
Dia ada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa
yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah maha mengetahui segala sesuatu.― (QS. Al-Mujadalah (58): 7 )
Jika seandainya pada suatu waktu melakukan maksiat karena lalai,
seorang muslim yang hatinya selalu ingat kepada Allah akan segera menghindari kelalaiannya, dia akan segera taubat dan mohon ampun kepada Allah.
―Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu
134
memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak
meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran (3):135)
e. Terbebasnya manusia dari penghambaan terhadap nilai–nilai jahiliyah.
Islam membagi masyarakat kepada dua bagian : masyarakat
Islam dan masyarakat jahiliyah. Masing-masing masyarakat ini mempunyai standar nilai dan ciri yang berbeda-beda. Di antara ciri masyarakat jahiliyah adalah punya sangkaan atau pandangan
yang tidak benar terhadap Allah (QS. Ali-Imran (3) : 154), seperti keyakinan orang-orang musyrikin jahiliyah bahwa malaikat anak
Allah. Dalam urusan kehidupan manusia, masyarakat jahiliyah tidak berhukum kepada hukum Allah, tetapi berhukum kepada hukum manusia (QS. Al-Maidah (5):50). Di antara ciri masyarakat
jahilyah juga adalah berprilaku jahiliyah, seperti prilaku kaum wanitanya yang memamerkan aurat dan dandanannya (QS. Al-
Ahzab (33):33). Begitu juga di antara ciri masyarakat jahiliyah adalah menjadikan ikatan kesukuan (hubungan darah), nasionalisme (hubungan tanah air) atau hubungan kepentingan
bersama sebagai dasar ikatan berkumpul dan berserikat, bukan atas dasar kebenaran (QS. Al-Fath (48):26).
Islam membangun masyarakat atas dasar pandangan atau keyakinan yang benar, Allah-lah yang menciptakan dan mengatur alam ini. Allah-lah satu-satunya ilah yang berhak diibadahi dan
ditaati, dan hanya Allah-lah yang memiliki segala sifat keagungan dan kesempurnaan. Islam menetapkan hanya Allah yang berhak memutuskan aturan dan hukum, orang yang membuat aturan
yang bertentangan dengan aturan Allah berarti ia telah merampas hak Allah. Dan orang yang mentaati aturan yang bertentangan
dengan aturan Allah tersebut berarti telah memberikan salah satu bentuk ibadah kepada selain Allah. Islam menghendaki tingkah laku yang baik dan akhlak yang lurus mendominasi masyarakat.
Untuk itu Islam melarang wanita memamerkan aurat dan dandanannya, lemah lembut dalam berbicara sehingga mendorong
laki-laki untuk berbuat jahat terhadap mereka. Islam melarang pergaulan bebas antara laki-laki dan wanita yang akan membawa menyebarnya perbuatan yang tercela. Islam menjadikan ikatan
aqidah dan agama sebagai dasar dalam bermasyarakat, berkumpul dan bersatu, bukan ikatan hubungan darah, tanah air atau kepentingan bersama.
135
f. Sabar dalam menghadapi kesulitan dan cobaan.
Seorang mukmin ketika meyakini bahwa segala urusan ada di
tangan Allah, dan tidak seorangpun yang mampu memberikan manfaat dan bahaya, ia akan menghadapi segala kesulitan dengan
lapang dada, penuh kerelaan dan pasrah diri, sehingga ia bersikap sabar serta mengharapkan pahala dari Allah. Pada waktu yang sama keimanan dapat meringankan rasa sakit dan
kesedihan.
―Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali
dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.‖ (QS. At-Taghabun (64):11)
Sabda Rasulullah saw. :
―Sungguh menakjubkan perkara orang mukmin itu. Perkaranya
semua baik, dan itu tidak ada pada seorangpun selain orang mukmin. Jika mendapatkan kegembiraan bersyukur, itu baik baginya. Dan jika ditimpa kesusahan bersabar, itupun baik
baginya.― (HR. Muslim ).
g. Terbebasnya jiwa manusia dari sikap zalim.
Islam mewajibkan umatnya bersikap adil dan sekaligus melarang mereka bersikap zalim, serta memerintahkan mereka untuk mencegah kezaliman dari orang lain. Misi umat Islam dalam setiap
ekspansi (futuhat) adalah mengeluarkan umat manusia dari sempitnya dunia kepada luasnya akhirat dan dari zalimnya agama-agama kepada adilnya Islam. Dalam menegakkan keadilan, Islam
tidak membeda-bedakan kerabat atau keturunan seperti tekad Rasulullah yang akan memotong tangan putrinya Fatimah jika
mencuri.
h. Terbebasnya akal manusia dari segala bentuk khurafat.
Jika seorang mukmin meyakini dengan sepenuh hati bahwa hanya
Allah yang mengetahui hal-hal yang ghaib, memiliki manfaat dan bahaya, maka sudah barang tentu ia akan terbebas dari
anggapan-anggapan bahwa ada kekuatan selain Allah yang dapat mengetahui hal-hal yang ghaib serta dapat memberikan manfaat
136
kepada seseorang dan dapat menghindarkannya dari bahaya. Dengan demikian ia tidak akan meminta pertolongan kepada
tukang sihir, dukun, paranormal atau siapapun juga, karena mereka tidak mengetahui hal-hal yang ghaib dan tidak memiliki
manfaat dan bahaya untuk dirinya dan orang lain. Meminta pertolongan kepada mereka untuk mendapatkan manfaat seperti mendapatkan pekerjaan, naik jabatan, mendapatkan jodoh dan
sebagainya; atau agar terhindar dari bahaya seperti sembuh dari penyakit, aman dari orang yang memburunya dan semacamnya, dengan keyakinan mereka itu bisa memberikan manfaat dan
menghindarkan dari bahaya yang mengancamnya adalah merupakan perbuatan syirik yang dapat mengeluarkannya dari
keimanan.
137
Soal:
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hari akhir?
3. Jelaskan tanda-tanda hari kiamat?
4. Jelaskan argumen Akal dan Indrawi tentang akan datangnya hari kiamat?
5. Bagaimana hubungan antara kematian dan hari kiamat?
6. Bagaimana dampak percaya kepada hari kiamat dalam kehidupan seorang Muslim?
7. Jelaskan kematian menurut Islam?
8. Uraikan tanda-tanda akan datang kematian?
9. Jelaskan apa yang dimaksud makna Qadha?
10. Jelaskan apa yang dimaksud makna Qadar?
11. Uraikan perbedaan antara taqdir mubram dan taqdir Muallaq?
12. Jelaskan bagaimana sikap seorang muslim terhadap qadha dan qadar?
13. Jelaskan bagaimana sikap seorang muslim terhadap taqdir mubram dan taqdir muallaq?
14. Berikan contoh-contoh dari taqdir mubram dan muallaq?
15. Jelaskan apa hikmah percaya kepada qadha dan qadar?
16. Sebutkan minimal 5 nama untuk hari akhir?
17. Terangkan makna dari yaumul fath?
18. Terangkan makna dari yaumul jam‘i?
19. Makna dari yaumul hasrah?
20. Terangkan tanda-tanda akan datangnya hari kiamat?
21. Jelaskan makna kematian menurut ajaran Islam?
22. Terangkan menurut Al-Quran akibat dari peniupan yang dilakukan malaikat Israfil terhadap alam semesta?
138
QS. Ibrahim [14]: 24 – 27
Artinya: (24) Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah
membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit, (25) (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya.
Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat. (26) Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti
pohon yang buruk, yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun. (27) Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam
kehidupan) di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.