BAB 2eprints.umm.ac.id/41383/3/jiptummpp-gdl-andangtaru-46881-3-babii.pdf · Sedangkan pembuluh...
Transcript of BAB 2eprints.umm.ac.id/41383/3/jiptummpp-gdl-andangtaru-46881-3-babii.pdf · Sedangkan pembuluh...
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Metabolisme Lipid
Senyawa kimia didalam makanan dan tubuh diklasifikasikan sebagai lipid.
Lipid ini meliputi: (1) lemak netral yang dikenal juga sebagai trigliserida; (2)
fosfolipid; (3) kolesterol; dan (4) beberapa lipid lain. Secara kimia, sebagian lipid
dasar dari trigliserida dan fosfolipid adalah asam lemak, yang hanya merupakan
asam organik hidrokarbon rantai panjang. Rumus kimia asam lemak yang khas,
yaitu asam palmitat, adalah sebagai berikut: CH3(CH2)14COOH. Trigliserida
dipakai dalam tubuh terutama untuk menyediakan energi bagi berbagai proses
metabolik, suatu fungsi yang hampir sama dengan fungsi karbohidrat. Akan
tetapi, beberapa lipid terutama kolesterol, fosfolipid dan sejumlah kecil
trigliserida, dipakai untuk membetuk semua membran sel dan untuk melakukan
fungsi-fungsi sel yang lain (Hall, 2012).
Menurut Kathleen (2013), pembagian asam lemak tak jenuh dapat dibagi
menjadi :
1. Asam tak jenuh tunggal (monoetenoid, monoenoat), mengandung satu
ikatan rangkap.
2. Asam tak jenuh ganda (polietenoid, polienoat), mengandung dua atau
lebih ikatan rangkap.
3. Eikosanoid : senyawa yang berasal dari asam lemak eikosa (20-karbon)
polienoat ini, terdiri dari prostanoid, leukotrien (LT), dan lipoksin (LX).
Prostanoid mengandung prostaglandin (PG), prostasiklin (PGI) dan
tromboksan (TX).
5
6
2.1.1 Transpor lipid dalam cairan tubuh
Selama pencernaan, sebagian besar trigliserida dipecah menjadi
monogliserida dan asam lemak. Kemudian, sewaktu melalui sel epitel usus,
monogliserida dan asam lemak disintesis kembali menjadi molekul trigliserida
baru yang masuk ke dalam limfe dalam bentuk droplet kecil yang tersebar
yang disebut kilomikron, yang berdiameter antara 0,08 dan 0,6 mikron (Hall,
2012).
Sebagian besar kolesterol dan fosfolipid yang diabsorbsi dari saluran
pencernaan memasuki kilomikron. Jadi, meskipun kilomikron terutama terdiri
atas trigliserida, kilomikron juga mengandung sekitar 9 persen apoprotein B.
Kilomikron kemudan ditranspor ke atas melalui duktus torasikus dan masuk
ke dalam darah vena yang bersirkulasi pada pertemuan vena jugularis dan
subklavia (Hall, 2012). Akhirnya kilomikron masuk ke dalam darah dan
berfungsi sebagai salah satu lipoprotein utama dalam darah (Marks, 2012).
Kilomikron akan dipindahkan dari sirkulasi darah sewaktu melalui
kapiler jaringan adiposa atau hepar. Pada jaringan adiposa dan hepar terdapat
banyak enzim lipoprotein lipase. Enzim ini terutama aktif di endotel kapiler
tempat enzim menghidrolisis trigliserida dari kilomikron begitu trigliserida
melekat pada dinding endotel, sehingga asam lemak dan gliserol dapat
dilepaskan (Hall, 2012) LPL mengubah kilomikron menjadi sisa-sisa
kilomikron dan mengubah VLDL menjadi lipoprotein berdensitas antara
(Intermediate Density Lipoprotein, IDL). Produk yang memiliki kandungan
triasilgliserol relative rendah, ini diserap oleh hepar melalui proses endositisis
dan diuraikan oleh lisosom. IDL juga dapat diubah menjadi lipoprotein
7
berdensitas rendah (LDL) melalui pencernaan triasilgliserol lebih lanjut.
Endositosis LDL terjadi di jaringan perifer dan di hepar (Marks, 2012).
Asam lemak yang sangat menyatu dengan membran sel, segera
berdifusi ke dalam sel lemak jaringan adiposa dan ke dalam sel hepar. Begitu
berada didalam sel-sel ini asam lemak disintesis kembali menjadi trigliserida
(Hall, 2012).
(Chapman et al, 2011)
Gambar 2.1
Metabolisme Lipid
2.1.2 Lipid dan lipoprotein
Lipid adalah sekelompok senyawa heterogen, meliputi lemak, minyak,
steroid, malam (wax), dan senyawa terkait, yang berkaitan lebih karena sifat
fisiknya dari pada sifat kimianya. Lipid memikiki sifat umum berupa: relatif
tidak larut dalam air dan larut dalam pelarut nonpolar misalnya eter dan
kloroform.
8
Kombinasi lipid dan protein (lipoprotein) adalah konstituen sel yang
penting, yang terdapat baik di membran sel maupun di mitokondria, dan juga
berfungsi sebagai alat pengangkut lipid dalam darah (Murray, 2013).
2.1.2.1 Pembentukan dan fungsi lipoprotein
Menurut Hall, Hampir semua lipoprotein dibentuk di hepar,
yang juga merupakan tempat sebagian besar kolesterol plasma,
fosfolipid dan trigliserida disintesis. Selain itu, sejumlah kecil
lipoprotein berdensitas tinggi juga disintesis didalam epitel usus selama
absorbsi asam lemak dari usus.Fungsi utama lipoprotein adalah
pengangkutan komponen lipidnya dalam darah.
2.1.2.2 Jenis lipoprotein
Pada keadaan setelah penyerapan, setelah semua kilomikron
dikeluarkan dari darah, lebih dari 95% seluruh lipid dalam plasma
berada dalam bentuk lipoprotein. Lipoprotein merupakan partikel kecil
(lebih kecil dari kilomikron tetapi komposisinya secara kualitatif sama)
mengandung trigliserida, kolesterol, fosfolipid dan protein. Konsentrasi
total lipoprotein dalam plasma rata-rata sekitar 700 mg per 100 ml
plasma (700 mg/dl) (Hall, 2012).
Selain kilomikron yang merupakan lipoprotein yang berukuran
sangat besar, ada empat tipe utama lipoprotein yang diklasifikasikan
berdasarkan densitasnya yang diukur dengan ultrasentifugasi :
1. Lipoprotein berdensitas rendah (Very Low Density Lipoproteins /
VLDL), yang mengandung konsentrasi trigliserida yang tinggi dan
konsentrasi sedang kolesterol dan fosfolipid.
9
2. Lipoprotein berdensitas sedang (Intermediate Density Lipoproteins /
IDL), yang berasal dari lipoprotein berdensitas redah, yang sebagian
besar trigliseridanya sudah dikeluarkan, sehingga konsentrasi
kolesterol dan fosfolipid meningkat.
3. Lipoprotein berdensitas rendah (Low Density Lipoprotein / LDL),
yang berasal dari lipoprotein berdensitas sedang dengan
mengeluarkan hampir semua trigliseridanya, dan menyebabkan
konsentrasi kolesterol menjadi sangat tinggi dan konsentrasi
fosfolipid menjadi cukup tinggi.
4. Lipoprotein berdensitas tinggi (High Density Lipoprotein / HDL),
yang mengandung protein berkonsentrasi tinggi (sekitar 50%)
dengan konsentrasi kolesterol dan fosfolipid yang jauh lebih kecil.
2.1.3 High Density Lipoprotein (HDL)
Kolesterol HDL adalah suatu lipoprotein berdensitas tinggi yang
mengandung protein dalam jumlah yang lebih tinggi dan persentase
triasilgliserolnya yang lebih rendah daripada lipoprotein darah yang lainnya,
sehingga kolesterol HDL disebut sebagai partikel yang paling tinggi densitas
atau kepadatannya. Kolesterol HDL sendiri disintesis dalam bentuk nascent
(imatur) di hepar dan usus halus (Marks et al, 2000).
High Density Lipoprotein (HDL) memperantai penyaluran kolesterol
dari jaringan ekstrahepatik ke hepar untuk ekskresi dalam kandung empedu,
disintesi oleh hepar sebagai partikel “HDL nascent” diskoid dengan inti
lemak yang berkurang, mengakumulasi inti ester kolestril selama transpor
balik kolesterol dan memindahkannya ke dalam hepar langsung atau tidak
10
langsung melalui lipoprotein lain. Suatu enzim plasma yang disebut Lecithin-
cholesterol acyltransferase (LCAT) mengkonversi kolesterol bebas menjadi
kolesteril ester (bentuk yang lebih hidrofobik dari kolesterol), yang kemudian
tersekuestrasi kedalam inti dari partikel lipoprotein, akhirnya menyebabkan
HDL yang baru disintesis berbentuk bulat (Aprilia, 2010).Kolesterol HDL
mempunyai efek melindungi jantung dan pembuluh darah besar karena
berperan dalam reversecholesterol transport (Suyono, 2009).
Pada proses ini, HDL mengangkut deposit kolesterol berlebih dalam
dinding pembuluh darah dan menghantarkannya kembali ke hepar untuk
dieliminasi melalui saluran pencernaan. Secara umum, makin tinggi kadar
HDL, makin besar kapasitasnya untuk mengangkat kolesterol dan mencegah
terjadinya penyumbatan dalam pembuluh darah serta menghalangi
terbentuknya plak. Dengan demikian, HDL juga memiliki berbagai aktifitas
anti-aterogenik yaitu anti-inflamasi, anti-oksidasi, anti-apoptosis, anti-
trombosis, dan anti-infeksi (Suyono, 2009).
2.2 Aterosklerosis
2.2.1 Definisi aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu penyakit akibat respon peradangan
pada pembuluh darah yang bersifat progresif. Proses aterosklerotik yang
menyebabkan akumulasi lipid pada dinding internal arteri coronaria dimulai
selama masa dewasa dini dan secara lambat menyebabkan stenosis lumina
arteri coronaria (Moore, 2013). Aterosklerosis meliputi pembentukan lesi
pada arteri yang ditandai dengan adanya inflamasi, akumulasi lipid dan sel-sel
mati, serta fibrosis (Blanco-Vaca et al., 2001; Hansson, 2009).
11
2.2.2 Faktor resiko
2.2.2.1 Hiperlipidemia
Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi
peningkatan kadar kolesterol dengan atau tanpa peningkatan kadar
trigliserida dalam darah. Hiperlipidemia ditandai dengan kadar kolesterol
serum yang lebih tinggi dari 265 mg/dl (6,85 mmol/L). Sekitar 70% dari
kolesterol ini akan ditranspor dalam bentuk lipoprotein berdensitas rendah
(LDL) dan pembentukan aterosklerosis berhubungan erat dengan
peningkatan kadar LDL (Sibernagl, 2013).
Penyebab utama hiperlipidemia adalah obesitas, asupan alkhohol
yang berlebihan, diabetes melitus, hipotiroidisme, dan sindrom nefrotik
(Brown, 2005).
2.2.2.2 LDL teroksidasi
LDL adalah lipoprotein utama pengangkut kolesterol dalam darah
yang terlibat dalam proses terjadinya penyakit jantung koroner. Oksidasi
LDL (ox-LDL) memainkan peranan penting pada patogenesis
aterosklerosis. LDL memiliki fungsi sebagai pengangkut kolesterol untuk
dihantarkan menuju sel-sel tubuh yang membutuhkan. Selama
perjalanannya LDL mengalami oksidasi. Oksidasi LDL berbahaya bagi
pembuluh darah. Terhadap endotel arteri, oksidasi LDL merangsang
pengeluaran molekul adhesi dan zat kemotaktik terhadap monosit dan
dapat pula menyebabkan pembentukan Macrophage Colony Stimulating
Factor (M-CSF). Akibatnya makrofag banyak memfagosit LDL dan akan
12
berubah jadi sel busa yang pada akhirnya akan terbentuk plak
aterosklerosis (Sibernagl, 2013).
2.2.2.3 Merokok
Merokok merupakan salah satu gaya hidup yang ada hubungannya
dengan tingkat kesehatan seseorang. Orang yang merokok dalam waktu
lama memiliki prevalensi yang tinggi terhadap beberapa penyakit, salah
satunya adalah aterosklerosis. merokok adalah salah satu faktor resiko dari
PJK. Menghisap rokok meningkatkan terjadinya peradangan, trombosis dan
oksidasi kolesterol LDL. Merokok dikaitkan dengan peningkatan akut
miokard infark. Penghentian merokok secara signifikan mengurangi resiko ini
lebih dari satu sampai tiga tahun periode (sutrisno et al, 2015).
2.2.2.4 Hiperhomosisteinemia
Homosistein merupakan senyawa antara yang dihasilkan pada
metabolisme metionin, suatu asam amino esensial yang terdapat dalam
beberapa bentuk diplasma. Hiperhomosisteinemia merupakan faktor risiko
independen yang penting untuk infark jantung stroke maupun penyakit
vaskuler perifer dan trombosis (pusparini, 2002).
Peningkatan homosistein sekitar 5umol/L memiliki risiko sama
dengan peningkatan konsentrasi kolesterol sebesar 20 mg/dL. Homosistein
(HoCys) memudahkan pembentukan plak. Pada polimorfisme gen
termolabil MTFR (metilentetrahidrofolat reduktase) sering ditemukan
defisiensi folat. Jika defisiensi folat dihilangkan, kadar HoCys akan
menjadi normal (Sibernagl, 2013).
13
2.2.2.5 Hipertensi
Hipertensi merupakan tingginya tekanan arteri dan abdominal pada
sirkulasi sistemik. Dikatakan hipertensi jika tekanan diastolik > 95 mmHg
dan tekanan sistolik > 160 mmHg (Sibernagl, 2013). Penderita hipertensi
tidak hanya berisiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga
menderita penyakit lain seperti penyakit pembuluh darah. Peningkatan
darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari
ventrikel kiri, sehingga beban kerja jantung bertambah. Sebagai akibatnya
terjadi hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan kontraksi. Kemampuan
ventrikel dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi
payah jantung yang semakin memperberat aterosklerosis (Brown, 2005).
2.2.2.6 Faktor biologis
a. Usia laki-laki lebih dari 45 tahun dan perempuan lebih dari 55 tahun
atau menopause prematur tanpa terapi penggantian estrogen.
b. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
c. Riwayat keluarga, jika terdapat riwayat Coronary Atherosclerotic
Disease (CAD) pada keluarga (infark miokard pada ayah atau saudara
laki-laki sebelum berusia 55 tahun atau pada ibu atau saudara
perempuan sebelum berusia 65 tahun) (Price, 2005).
2.2.2.7 Diabetes melitus
Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolisme dengan
kriteria kadar gula dalam darah tinggi, yaitu gula darah dalam keadaan
puasa ≥ 126 mg/dl, atau 2 jam sesudah makan (post pandrial) kadarnya ≥
200 mg/dl (Gustaviani, 2006). Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu
14
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya
(Purnamasari, 2009).
Komplikasi kronik DM dibagi menjadi komplikasi vaskular dan
komplikasi nonvaskular. Komplikasi vaskular dari diabetes dibagi lagi
menjadi mikrovaskular (retinopati, neuropati, dan nefropati) dan
makrovaskular (coronary artery disease, peripheral artery disease,
cerebrovascular disease). Komplikasi nonvaskular seperti gastroparesis,
infeksi, dan perubahan kulit. Risiko komplikasi kronik meningkatkan
durasi fungsi dari hiperglikemia. (Power, 2005).
2.2.3 Patofisologis aterosklerosis
Berdasarkan histologi pembuluh darah arteri memiliki perbedaan
komposisi lapisan dengan pembuluh darah vena. Dinding pembuluh darah
arteri mengandung 3 lapisan, yaitu tunika intima yang terdiri atas epitel
selapis gepeng disebut endotel, tunika media terutama terdiri atas otot polos
yang pada lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal, tunika adventisia
terdiri atas serat jaringan ikat kolagen dan elastik. Sedangkan pembuluh darah
vena secara histologi memiliki 3 lapisan, yaitu tunika intima terdiri atas epitel
selapis gepeng disebut endotel, tunika media terdiri atas otot polos yang tidak
terlalu tebal jika dibanding lapisan tunika medi pada arteri, tunika adventisia
merupakan lapisan yg paling tebal pada vena (Eroschenko, 2010).
Aterosklerosis merupakan penyakit yang melibatkan aorta, cabang-
cabangnya yang besar dan arteri berukuran sedang, seperti arteri yang
menyuplai darah ke bagian-bagian ekstremitas, otak, jantung, dan organ
15
dalam utama. Aterosklerotik tidak menyerang arteriol, dan juga tidak
melibatkan sirkulasi vena (Wilson, 2005).
Menurut Hansson(2009), aterosklerosis merupakan penyakit inflamasi
dan proses aterosklerosis dimulai saat LDL terakumulasi di tunika intima
sehingga akan mengaktifkan sel-sel endotel dan meningkatkan pengambilan
monosit maupun sel· T. Monosit akan berdeferensiasi membentuk makrofag,
mengubah lipoprotein dan pada akhirya manjadi sel-sel busa, sedangkan sel T
pada lesi akan mengenali antigen lokal yang berkontribusi pada pembentukan
plak.
Patogenesis mengenai proses terbentuk nya plak aterosklerosis yaitu
diawali adanya disfungsi endotel yang disebabkan salah satunya karena
hipertensi sehingga menyebabkan menempelnya LDL teroksidasi pada
dinding arteri. LDL teroksidasi tersebut akan menyebabkan terjadi pelepasan
radikal oksigen yang reaktif. Radikal oksigen memiliki efek perusakan di sel
endotel dan menonaktifkan NO yang dibentuk oleh endotel, hal ini dapat
menyebabkan ketidakmampuan dalam menghambat adhesi monosit dan
trombosit selain itu inaktivasi NO menyebabkan terjadi penghambatan
vasodilatasi yang akan mendorong terjadinya spasme. LDL teroksidasi akan
merusak endotel. Oksidasi juga menyebabkan LDL tidak dikenali oleh
reseptor ApoB 100, namun dikenali oleh yang disebut reseptor scavenger
yang sebagian besar terdapat didalam makrofag (Silbernagl, 2013). Akibatnya
terjadinya proses kemotatik terhadap monosit. Monosit – monosit akan
berusaha menfagosit LDL yang pada akhirnya akan terbentuk foam cell yang
selanjut nya akan menjadi fatty streaks. Aktivasi ini menghasilkan sitokin dan
16
faktor-faktor pertumbuhan yang akan merangsang proliferasi dan migrasi sel-
sel otot polos dari tunika media ke tunika intima dan penumpukan molekul
matriks ekstraselular seperti elastin dan kolagen, yang mengakibatkan
pembesaran plak dan terbentuk fibrous cap. Hal itu lah yang dapat
menyebabkan sumbatan pada lumen arteri. Jika plak yang menempel pada
dinding pembuluh darah tersebut tidak stabil maka akan terjadi ruptur plak
arterosklerotik. (Davis, 2005).
(Hansson and Libby, 2006) Gambar 2.2
Komposisi Selular Plak Aterosklerosis
2.2.4 Klasifikasi lesi
1) Lesi aterosklerosis awal berupa fatty streak (Lapisan Lemak)
Fatty streak yaitu penumpukan lemak pada daerah subintima. Lesi ini
bahkan dijumpai pada bayi usia 3 tahun dan dikatakan pada orang yang
mengkonsumsi makanan dengan pola Barat, fatty streak sudah akan terbentuk
sebelum usia 20 tahun. Secara mikroskopis, fatty streak tampak sebagai daerah
berwarna kekuningan pada permukaan dalam arteri. Pada umumnya berbentuk
bulat dengan diameter 1 mm atau berbentuk guratan dengan lebar 1-2 mm dan
panjang sampai 1 cm. Secara makroskopis, fatty streak ditandai dengan
17
pengumpulan sel-sel besar yang disebut sel busa (foam cell) di subintima. Sel
busa ini pada mulanya adalah makrofag yang memakan ox-LDL (Japardi,
2002).
(Rufaida, Aullani’am & Sri, 2013)
Gambar 2.3 Struktur Histopatologis Aorta Tikus Pewarnaan
Hematoksilin-Eosin; Gambaran Aorta tikus normal (Gambar A) dan gambaran aorta tikus hiperkolesterolemia
(Gambar B) tampak penebalan pada lapisan tunica intima (TI).
2) Fibrous plak
Merupakan lesi aterosklerosis yang paling penting, karena
merupakan sumber manifestasi klinis penyakit ini. Lesi ini paling sering
dijumpai di aorta abdominalis, arteri coronaria, arteri poplitea, aorta
descendens, arteri karotis interna dan pembuluh darah yang menyusun
circulus wilisi. Secara makroskopis, lesi ini menonjol kedalam lumen,
berwarna pucat. Secara mikroskopis terdiri dari kumpulan monosit,
limfosit, sel busa dan jaringan ikat. Juga dapat dijumpai bagian tengah lesi
yang nekrotik berisi debris sel dan kristal kolesterol yang ditutupi oleh
jaringan fibromuskular mengandung banyak sel-sel otot polos dan
kolagen. Pada lesi ini dapat juga dijumpai fibrous cap berupa kumpulan sel
otot polos dalam matriks jaringan ikat.
18
Manifestasi klinis yang dapat timbul mengikuti pembentukan
fibrous plaque ini menurut Japardi (2002) adalah :
1) Kalsifikasi, yang menyebabkan pembuluh darah menjadi kurang lentur
dan mudah pecah.
2) Ulcerasi pada permukaan plak yang dapat menyebabkan kaskade
agregasi trombosit yang pada akhirnya dapat membentuk thrombus
yang akan menyumbat pembuluh darah dan menyebabkan gangguan
aliran darah.
3) Pada pembuluh darah besar, bagian dari ateroma yang terlepas dapat
menyebabkan emboli pada bagian distal pembuluh darah.
4) Ruptur endotel atau kapiler yang mendarahi plak yang dapat
menyebabkan perdarahan di dalam plak dan penekanan plak terhadap
tunika media yang dapat menyebabkan terjadinya atropi dan
berkurangnya jaringan elastic sehingga dapat mengakibatkan
terbentuknya anneurisma
2.3 Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L)
2.3.1 Klasifikasi ubi jalar ungu
Ubi jalar merupakan kelompok tanaman pangan yang paling banyak
dibudidayakan sebagai komoditas pertanian bersumber karbohidrat setelah
gandum, beras, jagung dan singkong.
Alasan utama banyak yang membudidayakan adalah karena tanaman ini
relatif mudah tumbuh, tahan hama dan penyakit serta memiliki produktivitas
yang cukup tinggi. Ubi Jalar juga merupakan bahan pangan yang baik,
khususnya karena patinya yang memiliki kandungan nutrisi yang sangat kaya
19
antara lain karbohidrat yang tinggi. Oleh karena itu di beberapa daerah ubi
jalar juga digunakan sebagai bahan makanan pokok. Selain kaya akan
karbohidrat, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Direktorat gizi
Depkes RI ubi jalar ungu memiliki kandungan vitamin A, betakaroten dan
antosianin yang tinggi.
Klasifikasi ilmiah atau taksonomi dari ubi jalau ungu (Ipomoea batatas L)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Convolvulales
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea batatas L
(Hasyim danYusuf , 2007)
20
(Montilla et al., 2011)
Gambar 2.4
Ubi Jalar Ungu
2.3.2 Morfologi ubi jalar ungu
Ubi Jalar atau ketela rambat (dalam bahasa latin: Ipomoea Batatas)
adalah tanaman dikotil. Ubi jalar merupakan tumbuhan semak bercabang
yang memiliki daun berbentuk segitiga yang berlekuk-lekuk dengan bunga
berbentuk payung ini, memiliki bentuk umbi yang besar, rasanya manis,
dan berakar bongol. Kulit ubi maupun dagingnya mengandung pigmen
karotenoid dan antosianin yang menentukan warnanya. Komposisi dan
intensitas yang berbeda dari kedua zat kimia tersebut menghasilkan warna
pada kulit dan daging ubi jalar.
Ubi jalar ungu berbatang lunak, tidak berkayu, berbentuk bulat,
dan bagian tengah bergabus. Batang ubi jalar ungu beruas-ruas dengan
panjang antar ruas 1-3 cm. Daun ubi jalar ungu berbentuk bulat hepar,
bulat lonjong, dan bulat runcing, tergantung pada varietasnya. Daun yang
berbentuk bulat lonjong (oval) memiliki tepi daun rata, berlekuk dangkal
atau berlekuk dalam. Ubi jalar ungu mempunyai bunga yang berbentuk
terompet yang panjangnya antara 3-5 cm dan lebar bagian ujung antara 3-4
21
cm. Mahkota bunga berwarna ungu keputih-putihan dan bagian dalam
mahkota bunga (pangkal sampai ujung) berwarna ungu muda (Yusuf dan
Ginting, Rahmi et al, 2013).
Meskipun ubi jalar dapat ditanam di berbagai jenis media tanam
atau tekstur tanah, namun tanah dengan pH 5.5–7,5 maupun di tanah pasir
berlempung yang gembur dan halus lebih disukai untuk pertumbuhannya.
Daerah dengan dengan ketinggian hingga 1500 m dpl (dari permukaan
laut), distribusi hujan pada kisaran 750–1500 mm per/tahun, suhu rata-rata
sekitar 21–25˚c, kelembaban (RH) berkisar 60–70 persen dan perolehan
sinar matahari berkisar 11–12 jam/hari akan cukup bagus bagi
pertumbuhan ubi jalar.
Tabel 2.1 kandungan gizi dalam 100 gram ubi jalar segar
Kandungan Gizi Jenis Ubi Jalar
Putih Kuning Merah/Ungu
Energi (kkal) 123 114 123
Protein (gr) 1,80 0,80 1,80
Lemak (gr) 0,70 0,50 0,70
Karbohidrat (gr) 27,90 26,70 27,90
Kalsium (mg) 30 51 30
Fosfor (mg) 49 47 49
Zat Besi (mg) 1 0,90 1
Vit A (IU) 60 0 7700
Vit B1 (mg) 0,09 0,06 0,09
Vit C (mg) 28,68 29,22 21,43
Betakaroten (mkg) 260 2900 9900
Antosianin (mg) 0,06 4,56 110,51
Serat Kasar (%) 0,90 1,40 1,20
Kadar Gula (%) 0,40 0,30 0,40
Air (%) 68,50 79,28 68,50
Bagian yang dikonsumsi
(%)
86 85 86
Sumber: diolah dari berbagai sumbe, seperti Dr. Iwan Budiman, dr, MM, M.Kes,
Direktorat Gizi Depkes RI (1993) via Harnowo (1994); portal Ilmu
www.keju.blogspot.com - Komunitas Edukasi dan Jaringan Usaha
22
1.3.3 Varietas ubi jalar ungu
Varietas ubi jalar di dunia diperkirakan berjumlah lebih dari ribuan
jenis, namun masyarakat awam pada umumnya mengenal ubi jalar
berdasarkan warna umbinya. Secara umum terdapat tiga jenis umbi
berdasarkan warnanya, yakni warna putih, kuning, merah hingga
keunguan. Di Indonesia terdapat sekitar 23 varietas yang sudah dilepas
atau diperkenalkan untuk budidaya oleh Kementerian Tanaman Pangan
hingga 2012.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian merakit 2 calon
varietas unggul yang telah disetujui untuk dilepas dengan nama Antin 2
dan Antin 3 pada Sidang Tim Penilai dan Pelepas Varietas Tanaman
Pangan pada tanggal 10 September 2010 (Yusuf, Ginting, Rahmi et al,
2013).
Antin-2 dengan kode klon RIS 03063-05 berasal dari hasil
persilangan terkendali antara klon MSU 01008-16 dengan varietas lokal
Samarinda (lokal Blitar). Antin 2 memiliki potensi hasil umbi tinggi 37,1
t/ha, kandungan antosianin 130,19 mg/100 b (bb), bahan kering umbi
32,6%, agak tahan hama boleng dan penyakit kudis serta memiliki rasa
enak. Antin-3 dengan kode klon MSU 03028-10 berasal dari salah satu
turunan hasil persilangan bebas dari induk betina MSU 03028. Potensi
hasil umbi Antin 3 adalah 30,6 t/ha, memiliki kandungan antosianin yang
sangat tinggi yaitu 150,67 mg/100 g (bb), kadar bahan kering 29,7%, agak
tahan hama boleng dan penyakit kudis serta memiliki rasa enak, manis dan
agak pahit, rasa pahit ini berkorelasi dengan kandungan antosianin yang
23
sangat tinggi. Sifat fisikokimia Antin-3 memiliki kandungan antosianin
yang lebih tinggi dibanding dengan varietas lainnya (Yusuf, Ginting,
Rahmi et al, 2013).
Tabel 2.2 komposisi kimia Antin-2 dan Antin-3
Komposisi Kimia Antin-2 Antin-3
Kadar Air 67,55 (%bb) 70,90 (%bb)
Bahan Kering 32,55 (%bb) 29,65 (%bb)
Kadar Abu 0,91 (%bb) 0,59 (%bb)
Kadar Pati 16,07 (%bb) 13,35 (%bb)
Kadar Serat 0,85 (%bb) 0,79 (%bb)
Kadar Gula Reduksi 0,31 (%bb) 0,92 (%bb)
Kadar Antosianin 130,19 mg/100g 150,67 (%bb)
bb = basis basah; bk = basis kering.
(Balitkabi Malang, 2014)
Ubi jalar ungu varietas Antin-2 sangat menarik apabila dibuat pasta
ubi jalar dengan cara memilih umbi yang baik (tidak terserang hama
boleng), dicuci, lalu dikukus, dibuang kulitnya dan dihaluskan, praktis dan
fleksibel untuk digunakan sebagai bahan baku pangan sekaligus
mensubstitusi sebagian penggunaan terigu.
Ubi jalar ungu varietas Antin-3 yang memiliki warna ungu lebih
gelap sangat sesuai apabila digunakan sebagai pewarna alami dan tepung
ubi jalar sehingga akan dihasilkan pewarna alami dan produk tepung
dengan warna ungu lebih bagus. Impor terigu saat ini telah mencapai 6 juta
ton per tahun, sehingga pemanfaatan pasta dan tepung ubi jalar tersebut
berpeluang untuk mengurangi penggunaan terigu sekaligus mendukung
peningkatan diversifikasi bahan pangan lokal.
24
ANTIN-2 ANTIN
-
(Yusuf, Ginting, Rahmi et al, 2013)
Gambar 2.5
Umbi varietas Antin 2 dan Antin 3
2.3.4 Kandungan kimia ubi Jalar ungu
2.3.4.1 Senyawa Antosianin dalam Antin-3
Kata antosianin berasal dari bahasa Yunani, anthos, yang
berarti bunga, dan kyanos, yang berarti biru tua. Jenis antosianin yang
terdapat dalam ubi jalar ungu yaitu pelargonidin, cyanidin, peonidin,
delphinidin, petunidin dan malvidin (Hwang et al, 2011).Struktur
antosianin dalam ubi jalar ungu:
(Hwang et al, 2011)
Gambar 2.6
Struktur Kimia Antosianin Dalam Ubi Jalar Ungu
Antosianin merupakan zat pewarna alami yang tergolong
ke dalam benzopiran. Struktur utama turunan benzopiran ditandai
25
dengan adanya dua cincin aromatic benzena (C6H6) yang
dihubungkan dengan tiga atom karbon yang membentuk cincin.
Antosianin merupakan pigmen alami yang dapat menghasilkan
warna biru, ungu, violet, magenta dan kuning. Pigmen ini larut
dalam air yang terdapat pada bunga, buah dan daun tumbuhan
(Santoso dan Estiasih, 2014).
Kebanyakan antosianin ditemukan dalam enam bentuk
antosianidin yaitu pelargonidin, sianidin, peonidin, delfinidin,
petunidin dan malvidin. Gugus gula pada antosianin bervariasi
namun kebanyakan dalam bentuk glukosa, ramnosa, 8 galaktosa
atau arabinosa. Gugus gula ini bisa dalam bentuk mono atau
disakarida dan dapat diasilasi dengan asam fenolat atau asam
alifatis (Cretu et al, 2013). Menurut penelitian, umbi ubi jalar ungu
mengandung komponen antosianin yang tinggi dan diketahui
bahwa sianidin dan peonidin merupakan antosianidin utama pada
ubi jalar ungu (Jiao et al., 2012).
2.3.4.2 Ascorbic acid
Struktur asam askorbat sangat mirip dengan glukosa. Ketika
berfungsi sebagai donor ekuivalen pereduksi, asam askorbat
dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat yang juga dapat bertindak
sebagai sumber vitamin. Asam askorbat merupakan agen pereduksi
dengan potensial hidrogen sebesar +0,08 V, menjadikannya mampu
mereduksi senyawa-senyawa seperti oksigen molekuler, nitrat, dan
sitokrom a serta c.dalam banyak proses ini, asam askorbat tidak
26
berpartisipasi langsung, tetapi diperlukan untuk mempertahankan agar
kofaktor logam tetap berada dalam keadaan tereduksi
(1) Pada sintesis kolagen, asam askorbat diperlukan bagi hidroksilasi
prolin.
(2) Pada penguraian tirosin, p-hidroksi fenilpiruvat menjadi
homogentisat membutuhkan vitamin C, yang bisa mempertahankan
tereduksinya ion tembaga untuk memberikan aktivitas maksimal.
Tahap selanjutnya dikatalisis oleh homogentisat dioksigenase yang
merupakan enzim dengan kandungan besi fero yang juga
membutuhkan asam askorbat.
(3) Pada sintesis epinefrin dari tirosin, asam askorbat diperlukan dalam
tahap dopami β-hidroksilase.
(4) Pada pembentukan asam empedu, asam askorbat diperlukan dalam
tahap awal reaksi 7 α-hidroksilase.
(5) Korteks adrenal mengandung vitamin C dalam jumlah besar, yang
dengan cepat akan habis terpakai jika kelenjar tersebut dirangsang
oleh hormon yaitu adrenokortikotropik. Penyebab peristiwa ini
masih belum jelas, tetapi steroidogenesis melibatkan berbagai reaksi
sintesis yang bersifat reduktif.
(6) Penyerapan besi meningkat bermakna oleh vitamin C.
(7) Asam askorbat dapat bertindak sebagai antioksidan umum yang
larut air, misalnya dalam mereduksi tokoferol-teroksidasi di dalam
membrane, dan dapat menghambat pembentukan nitrosamin selama
berlangsungnya proses pencernaan (Mayes,2003).
27
(Mayes,2003)
Gambar 2.7
Struktur Kimia Asam Askorbat
2.3.4.3 Beta glukan
Pati dibentuk oleh rantai α-glikosidat. Senyawa tersebut, yang
pada hidrolisis hanya menghasilkan glukosa, merupakan homopolimer
yang dinamakan glukosan atau glukan. Pati merupakan sumber
karbohidrat paling penting dalam makanan dan ditemukan di dalam
seral, kentang , legume, serta jenis-jenis sayuran lain. Dua unsur utama
pati adalah amilosa yang mempunyai struktur heliks tanpa cabang dan
amilopektin (80-85%), yang terdiri atas rantai bercabang dan tersusun
atas 24-30 residu glukosa yang disatukan oleh ikatan 1 4 di dalam
rantai tersebut serta oleh ikatan 1 6 pada titik percabangan
(Mayes,2003).
Glikogen sering disebut sebagai pati hewan.Glikogen
merupakan struktur yang jauh lebih bercabang dibandingkan
amilopektin, dan memiliki sejumlah rantai yang terdiri atas 12-14
residu α-D-glukopiranosa (dalam rangkaian α [14]-glukosidat)
dengan percabangan melalui ikatan α(16)glukosidat. Inulin adalah
pati yang ditemukan dalam umbi dan akar tanaman dahlia, artichoke,
serta dandelion. Bentuk ini mudah terhidrolisis menjadi fruktosa, dan
28
dengan demikian merupakan fruktosan. Dekstrin merupakan substansi
yang terbentuk dalam proses pemecahan hidrolisis pati. Limit dekstrin
merupakan produk yang pertama kali terbentuk saat proses hidrolisis
mencapai suatu derajat percabangan tertentu (Mayes,2003).