BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf
Transcript of BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 1
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Berdasarkan hasil telaahan yang berkaitan dengan komponen kegiatan yang
berpotensi menimbulkan dampak dan jenis dampak potensial yang ditimbulkannya, maka
berikut ini adalah komponen lingkungan yang relevan untuk ditelaah dalam studi UKL dan
UPL Penambangan dan Pengolahan Batuan Sirtu (Pasir dan Batu) seluas ±25 Ha, di Desa
Bambakoro, Kecamatan Lariang Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat.
1. Komponen geo-fisik-kimia yang meliputi iklim dan kualitas udara ambien, kebisingan; fisiografi dan geologi, hidrologi dan kualitas air, bentang alam (landscap), lahan, tanah dan erosi.
2. Komponen biologi meliputi biota teresterial dan biota perairan. 3. Komponen sosial meliputi kependudukan, sosial-ekonomi, dan sosial-budaya, 4. Komponen kesehatan masyarakat meliputi sanitasi lingkungan dan tingkat
kesehatan masyarakat.
3.1. KOMPONEN GEOFISIK KIMIA
1. Iklim
Iklim merupakan faktor yang penting bagi kehidupan manusia, hewan maupun
tumbuhan yang hidup dipermukaan bumi. Sampai saat ini, iklim merupakan salah satu
faktor yang belum bisa diatur dengan kemampuan teknologi manusia. Oleh karena itu,
dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan iklim, hal yang dapat dilakukan
hanya menyesuaikan kegiatan tersebut dengan kondisi iklim yang ada untuk mencapai
tujuan yang diharapkan secara optimal.
Berdasarkan Peta Agroklimat dari Oldeman dan Damiyati (1977), daerah wilayah studi di
Desa Bambakoro, Kecamatan Lariang Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
mempunyai Tipe iklim A (daerah sangat basah). Puncak curah bulan kering berlangsung
pada bulan Februari dan Mei sampai bulan Oktober. Bulan basah hanya terjadi pada
bulan Juni, Oktober dan November.
Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1951), hanya sebagian kecil kawasan di
Kecamatan Lariang Kabupaten Mamuju Utara bertipe iklim A khusus pada daerah-
daerah pesisir Barat dan Barat Laut Pasangkayu, dengan nisbah rata-rata jumlah bulan
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 2
basah (BB) dan bulan kering (BK) dinyatakan dalam nilai Q (%) dengan kisaran
0≤Q<14,3, atau termasuk wilayah/daerah sangat basah.
Kondisi iklim secara umum dapat ditinjau dari beberapa indikator. Hasil pengumpulan
data studi ini diperoleh indikator iklim antara lain:
a. Curah Hujan dan Lama Penyinaran Matahari
Curah hujan rata-rata tahunan (tahun 2008) dikawasan ini berkisar 2.197,7 mm,
dengan curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 227,5
mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 98,4 mm.
Total hari hujan (tahun 2008) berkisar antara 10 hari hingga 24 hari per bulan.
Sepuluh hari hujan terjadi pada bulan Januari, Februari dan Mei, sedangkan 24 hari
hujan terjadi pada bulan Agustus.
Lama penyinaran matahari termasuk dalam katagori rendah. Nilai rata-rata tahunan
penyinaran sebesar 69,4%. Rendahnya lama penyinaran matahari tersebut
disebabkan daerah ini termasuk yang sering tertutup oleh awan. Lama penyinaran
matahari maksimum terjadi pada bulan Agustus sebesar 77,6%, sedangkan terendah
terjadi pada bulan Januari sebesar 62,4%.
b. Suhu dan Kelembaban Udara
Suhu rata-rata harian berkisar 26,69 s/d 27,53 ºC, suhu udara rata-rata tahunan
sebesar 27,12 ºC. Suhu udara maksimum terjadi pada bulan Oktober dan suhu udara
rata-rata minimum terjadi pada bulan Juli.
Hampir merata dikawasan ini sepanjang tahun selalu lembab dengan nilai
kelembaban relatif (RH) rata-rata tahunan mencapai 68,43%. Kelembaban relatif
udara tertinggi terjadi pada bulan Mei dan terendah pada bulan September.
c. Kecepatan Angin
Kecepatan angin dikawasan ini termasuk dalam katagori lemah sampai sedang,
kecepatan angin rata-rata tahunan mencapai 7,74 km/jam. Kecepatan angin terbesar
terjadi pada bulan Januari dan Oktober yaitu 8,28 km dan kecepatan angin terkecil
terjadi pada bulan Juli yaitu 6,84 km/jam.
2. Geologi
Uraian tentang kondisi Geologi Kabupaten Mamuju Utara, berdasarkan hasil pemetaan
lapangan yang dikompilasikan dengan Peta Geologi Regional Bersistem Skala 1 :
250.000 Terbitan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (PPPG) Bandung, pada
bagian Barat lembar Pasang Kayu (Sukido, dkk., 1974) dan bagian lembar Palu (RAB
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 3
Sukamto, dkk 1973). Berdasarkan letak geografis dan geologi regional tersebut di atas,
Kabupaten Mamuju Utara terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian utara dan selatan
yang disajikan sebagai berikut :
2.1 Geomorfologi
Geomorfologi daerah penelitian berdasarkan kesebandingan peta geologi dan hasil
pengamatan langsung di lapangan, maka daerah penelitian dibagi menjadi 3 (tiga)
satuan morfologi, yaitu morfologi pegunungan, morfologi perbukitan, dan morfologi
pedataran. (Gambar 1-3)
2.1.1 Satuan Morfologi Pegunungan
Morfologi ini menempati hampir 20% (dua puluh persen) dari luas daerah yang
dipetakan dengan kemiringan lereng 56% - >140%. Pada umumnya morfologi ini
berada pada bagian selatan sebelah timur dari daerah penelitian yaitu di daerah
Kecamatan Bulutaba, Kecamatan Doripoku, dan Kecamatan Dapurang.
Morfologi ini umumnya berlereng terjal, dan curam, puncak bukitnya dengan
ketinggian 500 – 1.200 meter dari permukaan laut. Perbukitan ini belum di usahakan
oleh masyarakat sebagai lahan pertanian maupun perkebunan. Masyarakat banyak
mengusahakan rotan dan kayu gelondongan.
Morfologi pegunungan ini disusun oleh batuan yang berasal dari formasi lariang
dengan satuan batuan batusabak, konglomerat, batupasir malihaan dan formasi
latimojong dengan intrusi batuan granit.
2.1.2 Satuan Morfologi Perbukitan
Morfologi perbukitan pada wilayah penelitian menempati 30% dari seluruh wilayah
penelitian. Membentang dari utara sampai keselatan dengan ketinggian antara 50 –
500 meter dari permukaan air laut dengan kemiringan lereng berupa permukitan
bergelombang hingga terjal. Kecamatan Bambalamotu dan bagian barat Kecamatan
Bulataba merupakan wilayah terluas dari satuan ini kemudian disusul dengan
Kecamatan baras, Kecamatan Doripoku dan Kecamatan Dapurang.
Material penyusun morfologi ini adalah batuan-batuan sedimen dan vulkanik, seperti
batuan tufa, konglomerat, batugamping koral, batupasir, dan material sirtu pada
aliran-aliran sungai. Morfologi perbukitan ini banyak diusahakan masyarakat
setempat sebagai areal perkebunan dan pertanian yaitu berkebun coklat dan kelapa
sawit, serta permukiman.
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 4
2.1.3 Satuan Morfologi Dataran Rendah
Morfologi dataran rendah merupakan daerah landai dengan kemiringan lereng 0-2
%, biasanya material penyusun dataran rendah adalah material hasil transportasi
sungai maupun laut. Pada daerah penelitian dibagi menjadi 3 bentukan morfologi,
yaitu dataran pantai, dataran banjir dan gosong sungai.
Morfologi dataran mendominasi wilayah penelitian menempati 50% yang
Gambar 3-1. Peta Geomorfologi Kabupaten Mamuju Utara
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 5
membentang dari utara ke selatan dan umumnya berada pada daerah-daerah
pinggir pantai, sungai dan dataran-dataran antara sungai-sungai yang ada dengan
sudut lereng 0 – 2%. Satuan ini berada pada ketinggian 0 – 50 meter diatas
permukaan laut (dpl), kecuali gosong-gosong sungai yang berada pada daerah
ketinggian. Satuan ini didominasi oleh material endapan sungai dan pantai.
Morfologi dataran rendah ini banyak diusahakan masyarakat setempat sebagai
areal perkebunan, pertanian yaitu berkebun coklat dan kelapa sawit, tambak, jasa
dan permukiman, serta sebagai pusat pemerintahan.
2.2 Stratigrafi
Kabupaten Mamuju Utara yang berada pada bagian utara Provinsi Sulawesi Barat,
secara geologi merupakan bagian peta geologi regional dari yakni; Peta geologi lembar
Pasangkayu (dominan), peta geologi lembar Palu menempati sebagian kecil wilayah
Kabupaten Mamuju Utara bagian Utara dan peta geologi lembar Mamuju, menempati
bagian selatan wilayah Kabupaten Mamuju Utara. Kompilasi dari ketiga lembar peta ini
menghasilkan peta geologi regional Kabupaten Mamuju Utara (Lampiran A).
Berdasarkan peta yang disusun oleh Sukido, dkk (1993), sebagai bagian yang dominan,
wilayah ini terbagi tiga kelompok batuan yang memanjang utara – selatan. Pada wilayah
bagian barat (bagian tenggara wilayah Kab. Mamaju Utara) didominasi oleh batuan-
batuan berumur tua berupa kelompok batuan metamorf Formasi Latimojong (Kls).
Formasi ini terdiri dari perselingan batupasir malih, batusabak, dan filit yang perkirakan
umur Kapur.
Di daerah penelitian anggota batuan yang terdapat di Formasi Latimojong antara lain;
Batusabak, batusabak secara megaskopis kenampakan berwarna kelabu, kelabu tua
hingga kehitaman, belahan menyabak dan mudah pecah melalui bidang belah,
setempat karbonan, kompak dan getas, ketebalan lapisan antara 25 – 75 Cm.
Fillit, Fillit berwarna kelabu, kelabu tua hingga kehitaman, terdiri dari hablur kuarsa dan
mika, pejal dan mudah pecah melalui bidang pendaunan.
Batupasir malih, batupasir ini berwarna kelabu hingga kelabu tua, terdiri dari hablur
kuarsa, feldspar, biotit, sedikit amphibole, dan piroksin, umumnya berbutir halus hingga
sedang, bersifat karbonan dan gampingan, terpilah sedang hingga buruk, menyudut
tanggung, padu. Tebal lapisa batupasir ini berkisar antara 25 – 120 Cm. Batulempung,
batuan ini berwarna kelabu hingga kelabu kecoklatan, sangat keras dan sangat kompak.
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 6
Satuan batuan anggota Formasi Latimojong tersingkap baik di sebelah barat Kecamatan
Doripoku, Kecamatan Dapurang, dan Kecamatan Bulutaba. Formasi Latimojong ditindih
tak selaras batuan gunungapi Formasi Lamasi (Toml) dan Formasi Talaya.
Batupasir pada anggota satuan ini, kenampakan secara megaskopis berwarna kelabu,
kecoklatan dan kelabu tua, berbutir sedang, setempat kasar hingga kerikilan, penyusun
utamanya kepingan andesit, kuarsa, batuan malihan, mika dan mineral gelap, tersemen
oleh silika dan karbonat, keras dan pejal. Berlapis buruk dengan tebal 5 Cm – 2,5 M.
Struktur silangsiur dan perlapisan bersusun banyak dijumpai, setempat perlapisan
bergelombang.
Batulempung pada satuan anggota Formasi Lariang, keterdapatan di lapangan
menampakkan berwarna kelabu hingga kecoklatan, setempat gampingan dan pasiran,
setempat bersifat lanauan dan menyerpih, mudah hancur, batuan ini setempai terdapat
sebagai sisipan.
Batuan Tufa pada anggota satuan Formasi Lariang, kenampakan dilapangan berwarna
putih keabuan, berukuran halus, setempat pasiran, tebalnya mencapai 2,75 M.
Satuan batuan anggota Lariang tersingkap baik di daerah Sungai Lariang, Sungai
Karossa, Sungai Randomayang. Formasi Lariang mempunyai hubungan
ketidakselarasan dengan batuan yang lebih tua di bawahnya dan juga batuan yang lebih
muda di atasnya termasuk Formasi Pasangkayu. Pada umumnya kedudukan batuan
yang ada pada formasi ini relatif ke arah barat.
Formasi Pasangkayu terdiri dari batupasir dan batulempung, setempat ditemukan
batugamping dan konglomerat. Di daerah penelitian satuan anggota Formasi
Pasangkayu tersebut diatas terdapat batupasir, dimana secara megaskopis
memperlihatkan warna kelabu-hingga kelabu tua, tersusun oleh butiran kuarsa, mika
dan mineral gelap, berbutir halus hingga sangat halus setempat dijumpai berbutir kasar
hingga sangat kasar dan setempat bersifat lanauan, terpilah sedang, agak padat dan
kompak, massa dasarnya terdiri dari lempung dan kuarsa berukuran halus.
Satuan Batulempung pada formasi pasangkayu, kenampakan berwarna kelabu hingga
kelabu tua, setempat pasiran, gampingan dan fosilan, agak padat, mudah hancur,
batuan ini setempat terdapat sebagai sisipan.
Satuan batugamping anggota Formasi Pasangkayu, keterdapatan dilapangan berwarna
putih hingga kelabu muda, umumnya koralan dan setempat mengandung molluska dan
pejal. Umumnya terdapat sebagai sisipan dengan tebal 7 – 20 Cm dan pada lapisan
atas ketebalannya terdapat hingga 7 Meter.
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 7
Satuan batuan anggota pasangkayu tersingkap baik di daerah Pasangkayu, Sungai
Lariang dan sebelah barat Dapuran dan daerah Sungai Pasangkayu. Umur formasi ini
adalah Pliosene dan ditindih secara tidak selaras oleh satuan aluvial (Qa) yang berumur
holosen dan mendominasi bagian barat. Formasi ini mempunyai kedudukan perlapisan
yang relatif kearah barat, setempat memperlihatkan antiklin dan ditemukan fosil mikro.
Satuan alluvial dan karbonat kwarter terdiri dari material lempung, pasir, kerikil, kerakal
dan batugamping koral. Endapan Alluvial dan Gamping Terumbu yang tersebar di
sebapanjang pantai merupakan ciri dari endapan kwarter.
Kenampakan di lapangan batugamping terumbu tersebar di daerah dataran pantai
meliputi Kecamatan Bambalamotu, Kecamatan Pasangkayu, Kecamatan Tikke Raya,
Kecamatan Lariang dan sebelah barat Kecamatan Doripoku. Sedangkan endapan
alluvium menyebar di seluruh kecamatan yang ada di kabupaten Mamuju Utara,
umumnya berada di dekat pantai dan merupakan dataran alluvial dan perbukitan
bergelombang lemah.
Pada lembar pasangkayu terdapat batuan terobosan, dimana batuan ini diduga berumur
Miosen-Pliosen (Tmpi) terdiri dari diorit-andesit (d), granit dan granodiorit (g). Indikasi
kegiatan magmatisme tersebut diduga terjadi selama Miosen.
2.3 Struktur Geologi
Struktur geologi yang berkembang di daerah ini di duga dipengaruhi oleh pergerakan
sesar utama Palu-Koro. Dampak dari sesar utama ini, diperkirakan membentuk sesar
geser ikutan yang berarah Timur Laut-Barat Daya, sesar normal, lipatan dan rekahan
(kekar).
Indikasi sesar geser ikutan yang ada diwilayah ini di interpretasikan berdasarkan peta
topografi yang mengidentifikasikan adanya kelokan sungai yang tajam, breksi sesar dan
dinding sesar di lapangan.
Sesar normal diperkirakan berada di sepanjang pegungungan di sebelah tenggara dari
pada daerah penelitian. Indikasinya berdasarkan interpretasi kontur yang menunjukkan
adanya perbedaan kontur yang rapat dan kontur yang renggang secara signifikan.
Lipatan yang ada di daerah ini berupa lipatan terbuka dan lipatan tertutup. Lipatan
terbuka mempunyai kemiringan sayap kurang dari 30o berarah hampir utara – selatan.
Lipatan antiklin umumnya sangat tajam yang sebagian sudah tererosi, struktur ini
tersingkap di Desa Doda, di mana lipatan antiklin ini diperkirakan berasosiasi dengan
sesar naik yang berkembang di daerah ini.
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 8
Rekahan batuan (kekar) hampir terdapat pada semua jenis batuan, terutama di sekitar
lajur sesar, baik pada batuan malihan, sedimen dan beku yang terdapat di daerah ini. Di
beberapa tempat kekar ini mempengaruhi pola aliran sehingga berpola lurus atau
menyiku. Stratigrafi daerah Pasangkayu secara rinci (Calvert, 1999) ditunjukkan pada
gambar (3-2)
2.4 Bahan Galian atau Pertambangan Batuan Pasir dan Batu
Pasir dan batu disingkat sirtu merupakan endapan yang belum terkonsolidasi dengan
baik (sebagai material lepas) dengan ukuran butir bervariasi (1/16 – 2 mm untuk material
pasir dan ukuran batu >2 mm). Sirtu merupakan material yang berasal dari hasil
pelapukan secara fisik dari batuan induk berupa batuan beku, sedimen atau batuan
metamorf yang mengalami pengangkutan kemudian diendapkan pada lingkungan
pengendapan masing-masing.
Gambar 3-2. Kolom Stratigrafi Regional Pasangkayu Sulawesi Barat (Calvert, 1999)
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 9
Untuk material sirtu di Kabupaten Mamuju Utara, pasir diendapkan pada sungai dan
pantai, sedangkan batu atau bongkahan diendapkan pada sungai terutama pada bagian
hulu. Endapan sirtu, banyak dapat dijumpai di daerah penyelidikan, terutama pada
daerah-daerah aliran sungai besar, endapan pasir juga dapat dijumpai pada sepanjang
pantai di Mamuju Utara. Penyebaran sirtu dapat ditemukan pada beberap lokasi antara
lain; Sungai Sarjo Kecamatan Sarjo, Sungai Randomayang daerah Nulae Kecamatan
Bambalamotu, hulu Sungai Patagang, hulu Sungai Karossa, hulu Sungai Benggaulu,
Sungai Tarakedokoro Kecamatan Dapurang, dan Sungai Lariang Kecamatan Lariang.
Bahan galian dari endapan sirtu telah dimanfaatkan berbagai kebutuhan, khususnya
sebagai material bahan bangunan yang telah diusahakan oleh beberapa perusahaan
yang bergerak dalam bidang pertambangan yang telah mendapat izin usaha dari
Pemerintah Kabupaten Mamuju Utara
Tabel 3-1. Hasil Analisa Butir dengan saringan Batu pasir Kabupaten Mamuju Utara
Kode Sampel Ukuran/No Saringan (Mesh)
% Tertahan Saringan; Masing-masing Berat (gram) %
PS1 MATRA
4 8
10 20 40 80 100 200 Pan
0 0
0.2 1.2 1.3
10.6 7.2
40.5 439
0 0
0,04 0.24 0.26 2.12 1.44 8’10 87.80
Total 500 100
PS2 MATRA
4 8
10 20 40 80
0 0.4 0.1 8.9
81.4 165.8
0 0.08 0.02 1.78 16.28 33.16
Gambar 3-3. Penambangan dan pengolahan bahan galian Sirtu
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 10
Kode Sampel Ukuran/No Saringan (Mesh)
% Tertahan Saringan; Masing-masing Berat (gram) %
100 200 Pan
11.2 29.2 203
2.24 5.84 40.6
Total 500 100
• Dianalisa pada laboratorium UPTD Dinas Prasarana Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2009
a. Pasir Berwarna abu-abu dan kecoklatan, berbutir halus hingga sangat kasar,agak padat
hingga material lepas sebagian bercampur dengan sisa tumbuhan. Pasir yang
dijumpai di lapangan merupakan endapan sungai yang tersebar pada alur-alur sungai
terutama pada sungai berukuran besar pada daerah penyelidikan, antara lain S.
Pasangkayu, S. Lariang dll, sedangkan endapan pasir pantai tersebar di sepanjang
pantai Mamuju Utara warna abu - abu kehitaman dengan sortasi baik, mempunyai
ukuran butir relatif seragam, di antaranya seperti pada gambar berikut;
Pada endapan pasir sungai umumnya terakumulasi bersama dengan material lainnya
seperti kerikil, kerakal , bahkan dapat bercampur dengan bongkah-bongkah yang ada
di sungai.
Gambar 3-4 Endapan pasir pantai di Kecamatan Sarjo
b. Kerikil dan kerakal Adalah material lepas berukuran lebih besar dari 2 cm, tersebar pada alur-alur sungai
terutama pada bagian hulu, terdiri dari fragmen-fragmen dari beberapa macam
batuan, antara lain granit, diorit, basal ,andesit, batupasir dan batulempung.
Endapan aluvial dijumpai pada beberapa lokasi di antaranya; Sungai Sarjo, Daerah
Surumana Kecamatan Sarjo, daerah Taba Kecamatan Bambaira, Sungai
Randomayang, daerah Nulae Kecamatan Bambalamotu, Hulu Sungai Patagang
Kecamatan Dapurang, Hulu Sungai Karossa, Kecamatan Dapurang, hulu Sungai
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 11
Benggaulu, Sungai Tarakedokoro, Kecamatan Dapurang, Sungai Lariang, dan
Kecamatan Bulutaba.
Gambar 3-5 Endapan sungai terdiri dari pasir, kerikil, Kerakal sampai bongkah
3. Kondisi Tanah
3.1. Tanah dan Orde Tanah
Pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan tanah dapat berbeda-beda,
tergantung dari segi mana tanah itu dilihat. Batasan atau definisi tanah yang dilihat dari
segi ahli bangunan sudah tentu akan berbeda dengan definisi yang dilihat dari segi ahli
pertanian, dan sebagainya. Banyak batasan-batasan (definisi) yang dibuat orang
tentang tanah yang kadangkala definisi tersebut singkat saja, namun adapula batasan-
batasan yang cukup panjang. Namun batasan yang dikemukakan disini adalah
merupakan kombinasi definisi yang dibuat oleh Joffe dan Marbut, kedua nama tersebut
merupakan dua ahli ilmu tanah yang kenamaan dari Amerika Serikat.
“Tanah itu adalah tubuh alam (Natural Body) yang terbentuk dan berkembang sebagai
akibat bekerjanya gaya alam (Natural Forces) terhadap bahan-bahan alam (Natural
Material) dipermukaan bumi. Tubuh alam ini dapat berdeffrensiasi membentuk horison-
horison mineral maupun organik yang kedalamannya beragam dan berbeda-beda sifat-
sifatnya dengan bahan induk dibawahnya dalam hal morfotogi komposisi kimia, sifat-
sifat fisis maupun kehidupan biologisnya.
Bahan-bahan anorganik tersebut mendukung tumbuhnya jasad hidup. Jasad hidup
dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya apabila dalam tanah itu tersedia
apa yang disebut hara, air dan udara. Pada permukaan daratan didapatkan benda-
benda tanah, batu-batu keras, lumpur payau-payau atau rawa-rawa, tumbuh-tumbuhan,
lava dan lahar gunung berapi atau hanya beberapa atau satu macam saja dari benda-
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 12
benda tersebut. Mineral (pelikan) adalah benda-benda bentukan alam yang mempunyai
susunan kimia tertentu dan pada umumnya berhablur (berkristal).
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil penelitian dikawasan ini dijumpai 4 (empat)
orde tanah yaitu : Entisol, Histosol, Inceptisol dan Ultisol.
a) Tanah Entisol adalah : tanah yang belum mengalami perkembangan penampang
tanah. Tanah ini umumnya terbentuk dari pengendapan baru atau tanah-tanah yang
mengalami proses erosi secara kontinyu sehingga seolah-olah terjadi pemudaan
kembali. Pada tanah ini terdapat epipedon orchik, histik atau sulfurik. Tanah Entisol
adalah tanah endapan sungai atau rawa-rawa pantai. Tanah Entisol yang berasal
dari bahan alluvium umumnya merupakan tanah yang subur. Perbaikan deainase di
daerah rawa-rawa menyebabkan munculnya cat clay yang sangat masam akibat
oksidasi sulfide dan sulfat.
b) Tanah Histosol adalah Jenis tanah ini terbentuk bila produksi dan penimbunan
bahan organik lebih besar dari mineralisasinya. Keadaan ini terdapat di tempat-
tempat yang selalu digenangi air sehingga sirkulasi oksigen sangat terhambat. Oleh
karena itu dekomposisi bahan organik terhambat dan terjadilah akumulasi bahan
organik.
c) Tanah Inceptisol adalah jenis tanah muda tetapi lebih berkembang dari Entisol,
memiliki epipedon umbrik, orchrik, molik atau plagen, juga memiliki horizon kambik.
Ordo tanah ini memiliki solum yang tebal, warna tanah terang dan seragam dengan
batas-batas horizon kabur, remah sampai gumpal, gembur, kejenuhan basa kurang
dari 50%, pH berkisar 4,5 – 5,5, dan kandungan bahan organik kurang dari 1%.
Padaanan nama tanah ini adalah Latosol, (Sistem Dudal Soepraptohardjo, 1957,
1961); Kambisol (modifikasi PPT 1978/1982); dan Kambisol (FAO/UNESCO 1974).
d) Tanah Ultisol adalah tanah dengan horison argilik atau kandik bersifat masam
dengan kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation) pada kedalaman
1,8 m dari permukaan tanah < 35%, sedang kejenuhan basa pada kedalaman < 1,8
m dapat lebih rendah atau lebih tinggi dari 35%. Tanah ini umumnya berkembang
dari bahan induk tua berupa batuan liat. Problema tanah ini adalah reaksi masam,
kadar Al tinggi sehingga menjadi racun bagi tanaman dan menyebabkan fiksasi P,
unsur hara rendah, diperlukan pengapuran dan pemupukan. Padanan nama tanah ini
adalah Podsolik Merah Kuning (Sistem Dudal Soepraptohardjo,1957,1961); Podsolik
(modifikasi PPT 1978/1982); dan Acrisol (FAO/UNESCO 1974). Di lokasi, studi order
tanah Ultisol ditemukan dari great group tanah Tropudults.
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 13
3.2. Interpretasi Hasil Analisis Laboratorium
(1) Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang dikaji dalam studi ini adalah tekstur, permeabilitas, porositas
dan bobot isi. Tekstur tanah mencerminkan ukuran dan proporsi kelompok butiran-
butiran primer mineral tanah yang ditentukan oleh perbandingan relatif jumlah
fraksi liat, debu, dan pasir. Perbandingan relatif dari fraksi-fraksi tersebut dapat
berubah akibat pelapukan tanah dan sedimentasi liat dari aliran air. Tekstur suatu
horison tanah merupakan sifat yang hampir tidak berubah. Tanah di lokasi itu
bertekstur lempung berdebu.
Berdasarkan hasil analisis sifat fisik tanah yang telah dilakukan terutama tekstur
dan struktur tanah diketahui bahwa tanah dilokasi tersebut sangat cocok untuk
pendirian bangunan termasuk di dalamnya adalah fasilitas infrastruktur
Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU (Tambang Galian C). Sifat tanah
demikian dapat mendukung untuk beridirinya/kokohnya sebuah bangunan. Namun
demikian, karena tanah di lokasi tersebut sangat poros (dengan ruang pori total
55,85%) maka hendaknya dalam pengelolaam limbah rumah tangga terutama
limbah cair dan lain-lainnya pada tahap operasi perlu dilakukan pengelolaan
dengan membuatkan bak penampungan lalu kemudian dilakukan pengelolaan
sesuai standar yang berlaku, kemudian limbah tersebut dapat disalurkan atau
dibuang. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi terjadinya pencemaran tanah,
dan pencemaran air laut. Hal ini tersebut dikarenakan tanah yang bersifat poros
memiliki daya mengikat terhadap air rendah, infiltrasi dan atau permeabilitas
cepat hingga sangat cepat yang hal ini memudahkan air/limbah masuk ke dalam
tanah hingga mencapai air tanah dan menyebabkan terjadinya pencemaran.
Secara umum sifat fisik tanah di lokasi studi ditinjau dari kualitas lingkungannya,
tanah ini masuk kategori kualitas rendah.
(2) Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah yang dikaji adalah: reaksi tanah (pH), C-organik, N-total, P-
tersedia, P-total, K-total, basa-basa dapat ditukar (Ca, Mg, Na, dan K), kejenuhan
basa, dan kapasitas tukar kation (KTK).
Reaksi tanah (kemasaman tanah) menunjukan reaksi tanah dan itu akan
mempengaruhi kemampuan tanah menyediakan hara bagi tanaman yang
dibudidayakan. Reaksi tanah dilokasi studi tergolong masam dengan nilai pH
5,57.
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 14
Bahan organik lebih berpengaruh terhadap sifat fisik kimia tanah. Adanya
kandungan bahan organik akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mengikat
air dan menyediakan unsur hara, serta meningkatkan respons tanah terhadap
pemupukan. Kandungan bahan organik dicirikan oleh kandungan C-organik tanah.
Hasil analisis contoh tanah yang diambil di lokasi kegiatan menunjukkan bahwa
kandungan C-organik tanah di areal studi tergolong rendah yaitu 1,64%.
Nitrogen (N), Kalium (K) dan Fosfor (P) adalah unsur-unsur yang sangat
dibutuhkan oleh semua tanaman. N, P, dan K merupakan unsur hara esensial
yang tergolong dalam unsur hara makro. Ketiga unsur itu tersedia dalam tanah
secara alami dan dapat diberikan pada tanaman dengan jalan pemupukan N,P,K
sebagai unsur hara makro sangatlah berpengaruh terhadap tingkat kesuburan
tanah.
Tabel 3.1. Hasil Analisis Tanah Di Wilayah Studi.
NO PARAMETER SATUAN NILAI Keterangan
1 Pasir % 3,71 Lempung Berdebu 2 Debu % 79,873 Liat % 16,424 Permeabilitas cm/jam 16,67 Cepat 5 Berat Isi Tanah g/cm3 1,176 Ruang Pori Tanah % 55,85 Sangat Tinggi 7 C‐organik % 1,67 Rendah 8 N‐total % 0,18 Rendah 9 C/N 12,15 Sedang 10 pH H2O (1:2,5) 5,57 Masam 11 pH KCl (1 :2,5) 4,32 Masam 12 P2O5 (HCl 25%) mg/100 g 23,62 Sedang 13 P2O5 (Bray I) ppm 22,79 Rendah 14 K2O (HCl 25%) me/100 g 69,41 Tinggi 15 Ca me/100 g 3,06 Rendah 16 Mg me/100 g 0,39 Sangat Rendah 17 K me/100 g 0,59 Sedang 18 Na me/100 g 0,64 Sedang 19 KTK me/100 g 20,29 Sedang 20 KB % 23,06 Rendah 21 Al‐dd me/100 g 0,7022 H‐dd me/100 g 0,30
Sumber : Hasil Analisis Laboratoriun Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, 2011
Di dalam tanah dan tanaman, Nitrogen (N), sangatlah mobil, kalium (K) agak mobil
sedangkan fosfor tersedia cenderung relatif lebih stabil. Ketiga unsur tersebut
mempunyai peranan masing-masing mulai dari pertumbuhan vegetatif,
perkembangan perakaran dan pembuahan. Secara umum unsur N–total dan P-
tersedia di lokasi kegiatan adalah beragam. Kandungan Nitrogen total tergolong
rendah 0,18%, sedang fosfor tersedia juga tergolong sedang yaitu 23,62 ppm P2O5.
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 15
Basa-basa tertukar dan Kejenuhan Basa. Kandungan Ca tergolong rendah yaitu 3,06
me%, Mg tergolong sangat rendah dengan nilai 0,39 me%, K tertukar tergolong
sedang yaitu 0,59 me%, sedangkan Na tertukar tergolong sedang dengan nilai 0,64
me%. Keberadaan kation basa dalam tanah sangat penting karena dapat
memberikan respon positif terhadap penyediaan hara oleh tanah terhadap tanaman.
Nilai kapasitas tukar kation menunjukkan kemampuan tanah untuk melakukan
pertukaran terhadap kation-kation tanah. Semakin tinggi KTK tanah maka tanah
dikategorikan baik. Nilai KTK tergolong sedang (20,29 me%). Sedangkan kejenuhan
basa (KB) tergolong sedang yakni 23,06%.
Dari hasil analisis tersebut di atas, secara umum kesuburan tanah di wilayah studi
tergolong rendah sampai sedang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kesuburuan tanah ditinjau dari kualitas lingkungannya, tanah ini masuk kategori
kualitas sedang (moderat).
4. Hidrologi dan Kualitas Air
Kondisi air dikawasan ini bersumber dari beberapa potensi diantaranya dari :
a. Air Permukaan. Air permukaan (sungai) dimaksud adalah Salu Lariang. Sungai
utama di kawasan ini adalah Salu Lariang. Salu Lariang yang melintasi dan/atau
sebagai pemisah/batas antara kawasan di wilayah Kecamatan Tikke Raya di sebelah
Utara dan Kecamatan Lariang di sebelah Selatan, mempunyai lebar rata-rata ± 50 m,
kedalaman rata-rat a ± 4 m, dengan debit aliran ± 11,7 m³/detik. Di beberapa tempat
sepanjang sungai ditemui adanya daerah rawa.
b. Air Tanah Dangkal. Kedalaman muka air tanah dari hasil pengamatan di lapangan
bervariasi tergantung pada kondisi topografi. Pada daerah rendah (low land) muka air
tanah berkisar antara 1 – 3 meter, sedangkan pada daerah yang relatif tinggi (up
land) berkisar antara 4 – 8 meter. Kualitas air sumur kurang memenuhi standar
karena masih mengandung kadar besi (Fe) yang cukup tinggi.
c. Kebutuhan Air Bersih. Untuk kebutuhan air bersih saat ini sudah dibangun Instalasi
Penjernihan Air Minum (IPA) khusus di Kota Pasangkayu dan sumber air gravitasi di
Baras, Sarudu dan Bambalamotu. Sebagaian sudah terpasang jaringan pipa air
bersih dan bak-bak penampungan air. Selain masyarakat masih memanfaatkan air
sumur dan air sungai untuk memenuhi sebagian keperluannya.
4.1. Kualitas Air
Air yang memiliki kualitas yang baik jika memenuhi syarat fisik, kimia dan biologi
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 16
berdasarkan peruntukannya sesuai dengan baku mutu yang berlaku. Untuk mengetahui
kualitas air, dilakukan pengukuran pada badan air sungai dan sumur penduduk.
Pengukuran sifat fisik maupun sifat kimia, dilakukan baik secara in situ (langsung) di
lapangan maupun analisis di laboratorium. Parameter yang diamati secara in situ adalah
suhu, konduktivitas, turbiditas, DO, pH dan salinitas, sedangkan parameter lainnya
diukur di Laboratorium Analisis Sumberdaya Alam dan Lingkungan Fakultas Pertanian
Universitas Tadulako, Palu.
Hasil analisis laboratorium terhadap kualitas air, baik sifat fisik dan kimia air
dimaksudkan untuk menggambarkan kondisi ekosistem perairan dan sumber air di
sekitar lokasi Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU (Tambang Galian C) di
Desa Bambakoro Kecamatan Lariang. Penilaian terhadap sifat fisik dan kimia air
tersebut, dibandingkan dengan kualitas lingkungan berdasarkan Baku Mutu Air
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun. 2001 Kelas II.
Tabel 3.2. Hasil Analisis Kualitas Air Sungai Sungai Lariang (Muara) di Lokasi Rencana Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU (Tambang Galian C) di Desa Bambakoro Kecamatan Lariang Kabupaten Mamuju Utara.
No PARAMETER SATUAN SUNGAI LARIANG (MUARA) Baku Mutu *)
1 Suhu °C 25.60 Alami 2 Padatan Terlarut Total (TDS) mg/L 93,00 1.000 3 Residu Tersuspensi mg/L 32.52 50 4 PH - 7.35 6-9 5 Conductifitas mS/cm 0.17 - 6 Turbiditas/Kekeruhan NTU 66.00 - 7 Salinitas ‰ 0.00 Alami 8 Oksigen Terlarut (DO) mg/L 8,29 6 9 Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) mg/L 1.10 2
10 Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD) mg/L 1,38 10 11 Amoniak Bebas (N-NH3) mg/L 0,00 (-) 12 Nitrit (N-NO2) mg/L 0.02 0.06 13 Nitrat (NO3) mg/L 1,12 10 14 Total Fosfat sebagai P mg/L 0,02 0,2 15 Tembaga (Cu) mg/L 0.00 0.02 16 Seng (Zn) mg/L 0.00 0.05 17 Timah Hitam (Pb) mg/L 0.01 0.03 18 Mangan (Mn) mg/L 0.00 (-) 19 Kadmium (Cd) mg/L 0.00 0.01 20 Besi (Fe) mg/L 0.034 (-) 21 Sulfat (SO4) mg/L 0.61 400
Keterangan : *) = Baku Mutu Air Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 82 Th. 2001 Kelas II
Adapun Hasil analisis berbagai parameter kualitas air dijelaskan sebagai berikut:
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 17
1. Sifat Fisik :
Suhu air hasil pengukuran diperoleh pada kisaran antara 25,60 °C (Tabel 3.2), suatu
kondisi yang cukup stabil bagi sebuah ekosistem perairan. Pada saat pengukuran
suhu di lokasi pengamatan, kondisi cuaca dalam keadaan cerah, keadaan ini merata
di semua lokasi.
Hasil pengukuran total padatan tersuspensi terdeteksi pada 93,0 mg/L dalam contoh
air sungai Lariang (Muara). Hal ini menunjukkan adanya angkutan sediment dalam air
tersebut, meskipun demikian kondisi ini belum melampaui baku mutu yang ada tetapi
perlu mendapat perhatian untuk mencegah terjadinya peningkatan sedimentasi yang
lebih besar. Nilai padatan tersuspensi dalam contoh sejalan dengan nilai turbiditas
dalam air yang terdeteksi pada nilai 66,00 NTU. Peningkatan nilai turbiditas badan air
berbanding lurus dengan peningkatan padatan tersuspensi dalam badan air.
Besarnya nilai padatan tersuspensi dalam air juga berpengaruh terhadap besarnya
nilai conduktivitas badan air. Hasil pengukuran in situ conduktivitas badan air
terdeteksi pada kisaran 0,17 mS/cm.
2. Sifat Kimia :
Nilai pH suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain proses
fotosintesis, biologis dan adanya berbagai jenis kation dan anion di perairan tersebut.
pH air berperan penting dalam proses kimiawi maupun biologis yang kesemuanya itu
dapat menentukan kualitas perairan alami. Dengan adanya perubahan nilai pH yang
kecil (≤ 0,3) akan mempengaruhi kelarutan besi, tembaga, Mn dan logam-logam lain
serta keseimbangan gas CO2, bicarbonat dan karbonat. Hasil pengukuran
menunjukkan nilai pH sebesar 7,35. Sedangkan kandungan oksigen terlarut (DO) di
lokasi rencana kegiatan diketahui berada pada kisaran antara 8,29 mg/L (Tabel 3.2).
Selanjutnya parameter kualitas air dari kelompok senyawa-senyawa organik, dengan
indikator BOD (kebutuhan oksigen biologi) dan COD (kebutuhan oksigen kimia). Nilai
BOD yang menunjukkan adanya sejumlah bahan kimia yang mudah terurai, terutama
bahan organic terdapat dalam badan air, sedangkan COD digunakan untuk
menunjukkan senyawa organik yang mudah terurai dan sulit terurai secara alamiah
dalam badan air. Nilai BOD dan COD yang tinggi memberikan dampak negatif
terhadap keseimbangan oksigen terlarut dalam lingkungan perairan. Analisis
terhadap parameter-parameter tersebut di lokasi studi menunjukkan bahwa nilai BOD
relatif rendah dengan kisaran nilai BOD yakni 1,10 mg/L. Nilai COD yaitu 1,38 mg/L.
Disimpulkan bahwa kisaran nilai tersebut masih berada pada kisaran normal
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 18
berdasarkan peraturan Pemerintah R.I Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yaitu 10 mg/L.
Senyawa Nitrogen (Amonia-N dan Nitrat) dapat berasal dari proses reduksi senyawa
nitrit (denitrifikasi). Amonia merupakan sumber nitrogen tambahan yang penting
untuk pertumbuhan fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Meningkatnya konsentrasi
amonia di perairan dapat mengakibatkan melimpahnya fitoplankton sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya eutrofikasi di perairan. Namun senyawa ini dalam bentuk
tidak teroksidasi. Amonia relatif beracun terhadap ikan dari pada dalam bentuk
basanya (NH3). Hasil pengukuran (Tabel 3.2) menunjukkan konsentrasi amonia
berada pada level stabil dengan kisaran 0,02 mg/L. Kadar nitrat juga menunjukkan
nilai yang stabil pada kisaran 1,12 mg/L. Sementara hasil analisis logam terlarut
(seperti ion logam tembaga, ion logam seng, ion logam timbal, ion logam mangan, ion
logam besi, dan ion logam kadmium) dalam air umumnya memberikan nilai
konsentrasi yang stabil berdasarkan standar baku mutu yang diperkenankan.
Dari Tabel 3.2 terlihat bahwa contoh air sungai yang diteliti masih memenuhi baku
mutu lingkungan kualitas air permukaan kelas II sesuai dengan PP No.82 tahun
2001.
5. Kualitas Udara dan Kebisingan
Kualitas udara di wilayah tapak proyek Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU
(Tambang Galian C) di Kec. Lariang Kabupaten Mamuju Utara secara umum bersih
(belum tercemar). Hal ini karena belum ada kegiatan yang menyebabkan terjadinya
pencemaran. Oleh karena itu dalam studi UKL dan UPL ini akan diukur konsentrasi
debu, maupun gas-gas seperti SO2, NO2, CO, NH3, dan gas-gas yang berbahaya
lainnya yang akan mengalami perubahan bila ada proyek. Demikian halnya dengan
kebisingan saat ini masih dianggap normal.
a. Kualitas Udara Pengukuran kualitas udara dilakukan pada tempat yang terdapat perbedaan kondisi
antara satu tempat/kawasan dengan tempat/kawasan yang lain. Parameter kualitas
udara yang teramati yaitu SO2, NO2, CO, Pb, dan debu yang diukur pada 2 (dua)
tempat yang berbeda di sekitar kegiatan. Kedua tempat yang dimaksud adalah
kegiatan disekitar lokasi dan di pemukiman penduduk terdekat. Hasil analisis
terhadap parameter yang terukur sebagaimana tertera pada Tabel 3.3 masih berada
pada kisaran normal berdasarkan PP. No 41 tahun 1999 dan KEPMEN
No.48/MENLH/ II/1986 tentang baku mutu kualitas udara.
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 19
Berdasarkan hasil analisis kualitas udara pada lokasi studi, diperoleh bahwa kualitas
udara masih di bawah ambang baku mutu udara ambient. Hal itu menunjukkan
bahwa kualitas udara dilokasi studi masih memenuhi syarat sesuai PP No. 41 Tahun
1999.
Tabel 3.3. Hasil Pengukuran Kualitas Udara di Lokasi Studi
PARAMETERUDARA AMBIEN UNIT SPL1 SPL2 Baku Mutu
Karbon Monooksida (CO) μg/Nm3 9.25 9.55 9.25 Nitrogen Dioksida (NO2) μg/Nm3 0.17 0.22 0.17 Sulfur Dioksida (SO2) μg/Nm3 1.22 0.97 1.22 Timah hitam (Pb) μg/Nm3 0.11 0.13 0.11 Debu μg/Nm3 9.8 10.3 9.8 Kebisingan dBA 48‐53 46‐54 55
Ket : Baku mutu : PP.No 41 tahun 1999 dan KEPMEN No.48/MENLH/ II / 1986.
b. Kebisingan
Penentuan tingkat kebisingan dilakukan dengan mengadakan pengukuran langsung
disumber kegiatan dan dilokasi yang diprakirakan akan terpengaruh oleh kegiatan
tersebut. Tingkat kebisingan pada lokasi sumber kegiatan adalah 46,00-54,00 dBA.
Kebisingan dari sumber kegiatan pada kondisi rona awal masih tergolong normal (di
bawah ambang baku mutu yang diperkenankan yakni 55 dBA untuk pemukiman).
3.3. KOMPONEN BIOLOGI 3.3.1. Biologi Teresterial
Pengamatan terhadap biota daratan (teresterial) meliputi vegetasi (flora) dan satwa
(fauna) baik yang bersifat alami maupun kelompok budidaya yang terdapat pada lokasi
studi. Pengamatan terhadap vegetasi dilakukan langsung di lapangan, sedangkan untuk
satwa disamping dilakukan pengamatan langsung, juga dilakukan wawancara.
1) Flora Jenis-jenis flora/vegetasi yang dominan meliputi tumbuhan/tanaman antara lain
adalah kelapa (Cocos nucifera), Kakao (Theobrema cacao), Jawa/Tammate (Lannea
coromandelica), Kangkungan (Ipomoea pes-caprae), mangga (Mangifera indica), dan
vegetasi rumputan. Hasil pengamatan lapangan dan orientasi lapangan menunjukan
bahwa di lokasi rencana Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU (Tambang
Galian C) di Kec. Lariang dan sekitarnya, tidak terdapat jenis vegetasi yang tergolong
langka dan dilindungi.
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 20
Tabel 3.4. Jenis-Jenis vegetasi yang terdapat di Lokasi Tapak Proyek dan sekitarnya.
No. Nama Jenis Nama Umum Keterangan
1 Cassia siamea Johar Jarang djumpai 2 Lannea coromandelica jawa Banyak dijumpai 3 Terminalia catapa Ketapang Sering dijumpai 4 Cetaria spp. Rumput‐rumputan Banyak dijumpai 5 Crotalaria striata DC. Orok‐orok Jarang djumpai 6 Sida acuta L. Sidaguri Jarang djumpai 7 Ipomoea pes‐caprae Kangkungan Banyak dijumpai 8 Avicenia sp. Api‐api Sering dijumpai 9 Rhizophora sp. Bakau Sering dijumpai 10 Thespesia populnea Waru laut Jarang djumpai 11 Acrostichum aureum Paku Jarang djumpai 12 Panicum sp. Rumput Banyak dijumpai 13 Saccharum spontaneum Glagah Jarang djumpai 14 Streblus asper Serut Jarang djumpai 15 Imperata cylindrica Alang‐alang Banyak dijumpai
Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan, 2010
Tabel 3.5 Jenis-jenis Tanaman Perkebunan dan Hortikultura di Lokasi Tapak Proyek dan sekitarnya.
No. Nama Jenis Nama Indonesia / Lokal
1 Cocos nucifera Kelapa 2 Theobrema cacao Kakao 3 Musa paradisiaca Pisang 4 Mangifera indica Mangga 5 Artocarpus heterophyllus Nangka 6 Averhoa belimbi Belimbing wuluh 7 Psidium guajava Jambu biji 8 Morinda citrifolio L Mengkudu
Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan, 2010
Tidak ditemukan adanya species tumbuhan langka atau endemik. Jenis-jenis
tumbuhan yang ada merupakan jenis tumbuhan khas penyusun ekosistem pantai,
diantaranya adalah rumput tikusan (Spinifex littoreus), teracak kambing (Ipomoea
pes-caprae), biduri (Calotropis gigantea), dan waru laut Thespesia populnea. Jenis-
jenis tanaman tersebut (terutama teracak kambing, waru laut, dan pandan laut)
umumnya merupakan jenis vegetasi utama penyusun formasi hutan pantai pada
formasi terdepan.
Jenis pohon yang paling dominan adalah Ketapang (Terminalia catapa) dan Johar
(Cassia siamea), selain itu terdapat pula dominasi dari jenis tanaman hortikultura
yaitu Mangga (Mangifera indica) dan Nangka (Artocarpus heterophyllus). Pohon-
pohon tersebut umum ditanam sebagai pohon peneduh di tepi jalan maupun tegalan.
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 21
2) Fauna Hasil pengamatan lapangan di sekitar rencana kegiatan menunjukan bahwa tidak
terdapat jenis satwa yang tergolong langka dan atau dilindungi undang-undang.
Beberapa satwa yang ditemukan adalah hewan ternak domestikasi seperti ayam
(Gallus spp.), anjing (Canis-canis), dan kambing (Capra hircus). Jenis fauna tersebut
ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 3.6 Jenis Satwa/Fauna yang terdapat di Tapak Proyek dan Sekitarnya.
No. Jenis Satwa (Fauna)
Status Nama Lokal Nama Latin
Mamalia 1 Tikus/Cerucut Crocidura sp. TD 2 Tikus rumah Rattus exulans TD 3 Kambing Capra hircus TD 4 Anjing piaraan Canis familiaris TD 5 Kucing domestikasi Felis catus TD 6 Sapi ternak Bos taurus TD Reptilia 1 Biawak Varanus sp. TD 2 Kadal Mabouya multifasciata TD 3 Ular hijau Trimeroturus wagieri TD Amphibia 1 Katak Lygosoma loucons TD 2 Katak Daun Microchita heynonsi TD 3 Katak Rana sp. TD Aves (burung) 1 Tekukur Streptopella chinensis TD 2 Burung Gereja Erasia Passer montanus TD 3 Gagak Corvus macrorhynchus TD 4 Alap‐alap Accipiter spp. TD 5 Elang Sulawesi Falco longipennis TD 6 Ayam kampung Galus spp. TD 7 Pipit hitam Lonchura fuscans TD
Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan, 2010 Keterangan: D: Dilindungi; E: Endemik; TD: Tidak Dilindungi
Fauna terestrial di area studi yang paling mudah dijumpai adalah burung. Terdapat 7
jenis burung yang dijumpai, semuanya merupakan jenis burung darat. Jenis burung
yang paling umum dijumpai adalah walet sapi (Collocalia esculenta), tekukur
(Streptopella chinensis), dan burung gereja erasia (Passer montanus).
Keberadaan jenis-jenis burung tersebut diduga berkaitan dengan tipe vegetasi area
studi yang merupakan padang terbuka yang didominasi semak dan hanya ada sedikit
pohon. Semak dan belukar merupakan habitat ideal bagi serangga yang merupakan
makanan walet sapi. Bulir-bulir rumput adalah makanan yang sesuai bagi burung
pemakan biji seperti burung gereja erasia.
Jenis fauna lain yang dapat dijumpai adalah kelompok insecta yaitu capung
Crocothemis servilia, beberapa jenis kupu-kupu (Lepidoptera), belalang (Locusta spp
dan Valanga sp), serangga lain, dan bunglon. Fauna hasil domestikasi yang dapat
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 22
dijumpai adalah sapi ternak (Bos taurus) dan kambing (Capra hircus) yang
digembalakan di sekitar ladang dan tegal penduduk sekitar.
Adanya kegiatan Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU (Tambang Galian C)
di Kec. Lariang Kabupaten dikhawatirkan akan mempengaruhi keberadaan jenis-jenis
Fauna atau Satwa tersebut terutama kelompok Aves/burung terutama jenis burung
yang dilindungi/endemik. Pengaruh tersebut berkaitan dengan habitat burung-burung
yang akan terganggu oleh pelaksanaan kegiatan. Gangguan yang paling mungkin
terjadi adalah pengurangan luasan habitat. Oleh karena itu, hendaknya dibangun
RTH (Ruang Terbuka Hijau) dengan jenis pohon atau tanaman yang sesuai dengan
habitat asli burung-burung tersebut.
3.3.2. Biologi Perairan
1. Plankton
Plankton merupakan organisme yang hidupnya melayang-layang dalam badan air,
yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu phytoplankton dan zooplankton. Dalam
sistem rantai makanan pada ekosistem sungai, phytoplankton merupakan produsen
primer yang ada di wilayah perairan. Phytoplankton mempunyai kemampuan
menambat sinar matahari untuk melakukan fotosintesis yang akan menghasilkan
energi bagi kelangsungan hidupnya, sedangkan zooplankton merupakan konsumen
tingkat pertama yang akan memakan phytoplankton.
Keanekaragaman jenis plankton dapat digunakan untuk menentukan kondisi
lingkungan perairan, semakin tinggi tingkat keragamannya maka badan air tersebut
semakin subur dan baik. Menurut Wilhm (1975) adanya suatu pencemaran
merupakan salah satu bentuk tekanan terhadap lingkungan dan dapat menyebabkan
tingkat keragaman semakin menurun.
Berdasarkan hasil survey dan analisis di Laboratorium, jenis dan jumlah plankton dan
benthos yang dijumpai di perairan sungai Lariang (Muara) dapat dilihat pada hasil
analisis Laboratorium yang dianalisis oleh Laboratorium Program Studi Budidaya
Perairan/Perikanan Fakultas pertanian Universitas Tadulako (Tabel 3.7).
Tabel 3.7. Jenis dan Jumlah Plankton dan Benthos Di Perairan Sungai Lariang (Muara) di sekitar Lokasi Kegiatan.
NO KODE SAMPEL JENIS PLANKTON JMLH JENIS BENTHOS JMLH KET.
1 Sta-1 Nitzschia sp 9 Microcystus flosaqua Kirch 2 Rhizosolenia sp 4 Nitzschia sp 6 Denticula sp 1 Navicula cuspidate 1 Closterium sp 1 Tidak teridentifikasi 12 (jenis)
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 23
NO KODE SAMPEL JENIS PLANKTON JMLH JENIS BENTHOS JMLH KET.
2 Sta-2 Merismopedia conuulata 1 Rhizosolenia alata 1
Larva chthamalus stellatus Late nauplius 1 Elocotrica ochinulata 1
Rhizosolenia sp 1 Merismopedia conuulata 1 Nitzschia sp 14 Dadayiella sp 2 Tidak teridentifikasi 2 (jenis) 3 Sta-3 Nitzschia sp 14 Nitzschia sp 4 Denticula sp 1 Tetracyclus rupestris 2 Closterium sp 1 Kircheneriella lunaris Moeb 1 Crucigania tetrapedia 1 Rhizosolenia sp 2 Cymatopleura solea 1 Tidak Teridentifikasi 3 (jenis)
Sumber : Laboratorium Program Studi Budidaya perairan/Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Desember 2009.
Tabel 3.8. Kelimpahan dan Indeks Keanekaragaman Plankton di Perairan Sungai Lariang (Muara) di sekitar Lokasi kegiatan
Parameter Lokasi Jumlah Rerata Sta-1 Sta-2 Sta-3
Densitas Fitoplankton 126 280 280 686 228.67
Densitas Zooplankton 10 12 12 34 11.33
Densitas Total Plankton 136 292 292 720 240.00
Ind.Div. Fitoplankton 0.783 0.448 0.448 1.679 0.560
Ind.Div. Zooplankton 0.737 0.007 0.007 0.751 0.250
Ind.Div. Total Plakton 0.894 0.532 0.532 1.958 0.653 Sumber: Analisis Data Primer, Desember 2009
Hasil analisis menunjukkan bahwa keanekaragaman atau diversitas plankton yang
terdapat di masing-masing lokasi pengambilan sampel berkisar antara 6 - 28 genera.
Kepadatan atau densitas plankton di masing-masing lokasi rata-rata berkisar 177
individu/liter dengan indeks diversitas (Shanon-Wiener) plankton rata-rata berkisar
0.758. Jenis plankton yang dominan di lokasi ini adalah genera Nitzschia sp.
Berdasarkan indeks diversitas plankton di beberapa sungai sekitar rencana kegiatan,
menunjukkan bahwa perairan ini termasuk dalam kategori sedang (skala 2) (Lee at.,
all, 1978).
2. Benthos
Benthos merupakan organisme yang selama hidupnya menempati atau hidup pada
dasar perairan yang pada umumnya organisme ini senang atau menyukai untuk
membenamkan diri kedalam dasar perairan. Keanekaragaman benthos sangat
dipengaruhi oleh kualitas air pada umumnya maupun substrat, termasuk kandungan
nutrisinya. Jenis dan jumlah benthos pada sungai-sungai di sekitar kegiatan
bervariasi.
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 24
Kelimpahan dan keanekaragaman benthos di badan air yang ada sekitar lokasi
kegiatan bervariasi. Secara umum, rata-rata kerapatan benthos setiap lokasi sekitar
210 individu/m2. Kerapatan benthos tertinggi ditemukan adalah 248 individu/m2
dengan 6 macam jenis. Kelimpahan dan keanekaragaman benthos terendah dengan
kerapatan berkisar antara 182 individu/m2 dengan 4 jenis benthos. Berdasarkan pada
kondisi kelimpahan dan keanekaragaman biota sungai terutama benthos, kualitas
lingkungan di sekitar perairan lokasi kegiatan dapat dikategorikan dalam kondisi
sedang (skala 2).
3. Jenis Nekton
Jenis-jenis nekton yang terdapat di daerah kajian antara lain berupa ikan (fish)
yang hidup pada umumnya di Sungai Lariang (Muara) di sekitar lokasi rencana
kegiatan. Disamping jenis-jenis nekton tersebut diatas, juga didapatkan
beberapa jenis organisme makrobentos yang memiliki nilai ekonomis penting
seperti kepiting, udang dan kerang-kerangan.
Berdasarkan hasil survey (pengamatan langsung dilapangan) dan wawancara
dengan komunitas nelayan karamba yang ada di sekitar lokasi rencana kegiatan,
ragam dan jenis nekton yang hidup dan berkembang biak dalam wilayah
perairan sungai Lariang (Muara) disekitar tapak proyek disajikan pad Tabel 3.9.
Pada perairan sungai di wilayah studi, tingkat keanekaragam nekton yang dimilikinya
umumnya berada pada level sedang (terdapat 6-10 jenis).
Kondisi wilayah perairan sungai Lariang (Muara) di lokasi penelitian dilihat dari
tingkat kualitas keanekaragaman fauna dan keanekaragaman fauna yang bernilai
ekonomi berkisar pada tingkat sedang sampai baik.
Tabel 3.9. Jenis Nekton di Sungai Lariang (Muara) di Sekitar Lokasi Rencana Usaha dan/atau Kegiatan.
No. Nama (Daerah) Nama Indonesia Nama Ilmiah
1. Ikan Sunggili Ikan Sidat Anguila anguila (E)
2. Ikan Petaga Ikan Bula-bula Megalops cprinoides
3. Ikan Rameangi Ikan Tawes Puntius javaniscus
4. Ikan Tumbilira/Ikan Bungo Ikan Blosok Monopterus albus
5. Ikan Bumbiri Ikan Belut Ophiocephalus striatus
6. Ikan Janggo Ikan Lele Clarias Bataracus
8. Ikan Timponusu Ikan Gabus Channa striatus (B.I)
9. Ikan Kalui Ikan Gurami Osphronemous gouramy Sumber : Hasil Pengamatan, Desember 2009
E= Endemik
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 25
3.4. KOMPONEN SOSIAL EKONOMI, BUDAYA dan KESEHATAN MASYARAKAT
Secara administrasi rencana penambangan galian C (pengolahan sirtu) oleh CV. Maju
Bersama berada dalam wilayah Desa Bambakoro Kecamatan Lariang Kabupaten
Mamuju Utara Provinsi Sulawesi Barat. Diperkirakan penduduk yang terkena dampak
terhadap kegiatan ini adalah yang bermukim di sekitar kawasan penambangan tersebut,
diantaranya sekitar Desa Bambakoro Kecamatan Lariang.
3.4.1. Kependudukan
a. Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Berdasarkan Kecamatan Lariang Dalam Angka tahun 2010, penduduk di Kecamatan
Lariang pada tahun 2009 berjumlah 7.136 jiwa, dengan keluarga sebanyak 7.136 KK.
Berdasarkan jumlah tersebut, maka rata-rata jumlah keluarga sebesar 4,22 jiwa/KK.
Ukuran keluarga lebih besar bila dibandingkan dengan ukuran keluarga di tingkat
Kecamatan, yaitu sebesar 4 jiwa/KK. Luas wilayah Kecamatan studi adalah 102,88 km2
yang berarti kepadatan penduduk rata-rata sebesar 69 jiwa/km2. Dengan demikian
tingkat kepadatan kecamatan studi Iebih tinggi bila dibandingkan dengan kepadatan
penduduk ditingkat Kabupaten yang hanya 47 jiwa/km2. Jumlah penduduk, kepadatan
dan ukuran keluarga di Kelurahan dan Kecamatan studi disajikan pada Tabel 3.10.
Tabel 3.10. Jumlah Penduduk, Kepadatan dan Ukuran Keluarga Kecamatan Luas
(Km²) Jml Pddk
(jiwa) Jumlah
Keluarga (KK) Ukuran Keluarga
(Jiwa/KK) Lariang 102,88 7.136 7.136 4,22
Sumber : Kabupaten Mamuju Utara Dalam Angka tahun 2010.
b. Struktur Penduduk Menurut Kelompok Umur
Pada Table 3.11, tergambar bahwa kelompok umur 10 – 14 tahun adalah kelompok
umur paling dominan, yakni 964 jiwa atau 13,51%, kemudian disusul kelompok umur
00–04 tahun sebanyak 850 jiwa atau 11,91%, dan kelompok umur 15 – 19 tahun
sebanyak 699 jiwa atau 9,60%. Sedangkan kelompok umur 70 – 74 tahun yang paling
sedikit yaitu hanya 1,51% dari keseluruhan penduduk Pecamatan Lariang sebagaimana
tersaji pada table 3.11.
Berdasarkan data Kabupaten Mamuju Utara Dalam Angka Tahun 2010, Penduduk
Kecamatan Lariang terdiri dari anak-anak 0-14 tahun sebanyak jiwa (34,00%), penduduk
dewasa usia 15 - 59 tahun sebanyak 29.913 jiwa (55,47%) dan penduduk lanjut usia (55
tahun) sebanyak 2.681 jiwa (4,97%). Untuk jelasnya penduduk menurut kelompok umur
di wilayah studi tersaji pada table berikut:
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 26
Tabel 3.11. Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kecamatan Lariang Tahun 2010.
No Kelompok Umur Jumlah Prosentase 1 00-04 850 11,91 2 05-09 626 8,77 3 10-14 964 13,51 4 15-19 699 9,60 5 20-24 664 9,30 6 25-29 654 9,16 7 30-34 539 7,55 8 35-39 474 6,64 9 40-44 346 4,84 10 45-49 313 4,39 11 50-54 288 4,04 12 55-59 192 2,69 13 60-64 181 2,54 14 65-69 126 1,77 15 70-74 108 1,51 16 > 75 112 1,57
Jumlah 7136 100,00 Sumber : Kecamatan Mamuju Utara Dalam Angka Tahun 2010.
Berdasarkan komposisi tersebut, rasio beban tanggungan penduduk adalah sebesar
64,05%, artinya tiap 100 penduduk usia produktif harus menanggung sekitar 64 jiwa
penduduk usia non produktif.
c. Laju Pertumbuhan Penduduk
Pada tahun 2007 Kecamatan Lariang masih bagian dari Kecamatan Baras Kabupaten
Mamuju Utara, oleh sebab itu apabila perhitungan penduduk didasarkan pada tahun
2007, maka pertumbuhan penduduk Kecamatan Lariang adalah -79% hal ini karena
adanya pemekaran wilayah Kecamatan Baras menjadi tiga Kecamatan yakni
Kecamatan Baras sendiri, Kecamatan Bulu Taba, dan Kecamatan Lariang. Namun
dapat diprediksi kedepan bahwa kecamatan tersebut akan mengalami pertumbuhan
penduduk yang sifatnya positif, karena letak geografis kecamatan tersebut secara
geografis berada cukup strategis yakni berada dijalur trans Sulawesi dengan kondisi
tanah yang cukup subur, apalagi kecamatan tersebut adalah salah satu daerah tujuan
transmigrasi.
d. Tingkat Pendidikan Penduduk
Ketersedian sarana pendidikan baik yang formal maupun non formal akan sangat
berpengaruh kepada peningkatan sumber daya manusia dan juga akan menjadi
barometer terhadap kualitas suatu masyarakat. Data tentang tingkat pendidikan
penduduk tidak diperoleh data yang pasti, namun dari hasil wawancara aparat
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 27
kecamatan dan desa studi diperoleh informasi bahwa tingkat pendidikan penduduk pada
umumnya masih relatif rendah. Sebagian besar penduduk hanya berpendidikan Sekolah
Dasar (SD)/sederajat diperkirakan sekitar 70%, tidak tamat sekola dasar sekitar 10%,
dan selebihnya adalah tamatan SLTP, SLTA, dan sarjana.
Sementara itu, ketersedian sarana pendidikan baik yang formal maupun non formal
akan sangat berpengaruh kepada peningkatan sumber daya manusia dan juga akan
menjadi barometer terhadap kualitas suatu masyarakat. Sarana pendidikan di wilayah
studi sangat terbatas, ini tergambar dari Sarana pendidikan di Kecamatan Lariang
tergolong yang kurang memadai, ini tergambar dari jumlah sarana dan prasarana
Sekolah yaitu; sekolah Dasar (SD) baik negeri maupun swasta sebanyak 9 buah yang
tersebar di 7 desa, dengan jumlah murid sebanyak 988 orang dan guru sebanyak 46
orang dengan demikian maka rasio murid terhadap guru adalah 22, yang berarti bahwa
1 orang guru akan membimbing 22 orang murid. Untuk sekolah SLTP hanya 1 buah
dengan jumlah murid sebanyak 121 orang dan guru 8 orang dengan demikian maka
rasio murid terhadap guru adalah 15 atau 1 orang guru akan membimbing 15 murid,
sedangkan sekolah SLTA sama sekali tidak terdapat di Kecamatan Lariang. Oleh sebab
itu, murid yang ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi (SLTA)
harus ke desa atau kecamatan terdekat.
3.4.2. Ekonomi
a. Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Walaupun letak wilayah Kecamatan Lariang berada di pesisir pantai, namun mata
pencaharian penduduk umumnya memiliki sumber kehidupan yang dominan dicurahkan
pada kegiatan usaha tani, disamping pekerjaan-pekerjaan lainnya, yaitu sebagai
pedagang, peternak, industri, dan PNS, serta jasa pincara (perahu penyeberangan).
Bagi sebagian penduduk, nelayan juga merupakan pekerjaan kesehariannya dengan
menggunakan perahu tidak bermotor, pukat dan alat-alat pancing yang sederhana.
Usaha sampingan penduduk di lokasi studi adalah buruh, sopir, tukang serta berdagang
(kios/warung) dan usaha jasa lainnya seperti ojek dan bengkel.
Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat dan pengamatan
lapangan bahwa pola usaha tani, demikian juga aktivitas non pertanian yang dilakukan
penduduk setempat relatif sederhana yakni masih berorientasi pada pemenuhan
kebutuhan hidup keluarga.
Deskripsi jenis pekerjaan masyarakat di lokasi studi disajikan dari hasil wawancara
dengan responden yang dilakukan oleh tim studi. Jenis pekerjaan yang ditampilkan
menggambarkan pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan seperti pada tabel berikut.
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 28
Tabel 3.12. Jenis Pekerjaan Utama dan Masyarakat di Wilayah Studi
No. Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase 1 Pegawai Negeri 3 10.00 2 Karyawan 6 10.00 3 Pedagang 2 6.67 4 Petani 11 36.67 5 Nelayan 1 3.33 6 Jasa 3 10.00 7 Lainnya 7 23.33 Jumlah 30 100,00
Sumber: Data primer tahun 2011
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa jenis pekerjaan utama yang digeluti oleh
responden paling besar adalah bekerja sebagai petani yakni 36,67%, dan yang terkecil
adalah nelayan hanya 3,33%. Kemudian terdapat 23,33% memiliki mata pencaharian
tidak tetap. Sementara itu responden memiliki pekerjaan sampingan untuk menambah
penghasilan. Berdasarkan hasil wawancara, pekerjaan sampingan yang banyak digeluti
adalah buruh, tukang, sopir dan lainnya seperti yang terlihat pada tabel berikut.
Tabel 3.13. Jenis Pekerjaan Sampingan Masyarakat di Wilayah Studi No Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase 1 Tukang batu/kayu 7 23,33 2 Buruh tani 8 26,67 3 Meramu hasil hutan 4 13.33 4 Sopir 6 20.00 5 Lainnya 5 16.67
Jumlah 30 100.00 Sumber: Data primer tahun 2011
b. Pendapatan penduduk
Besarnya pendapatan penduduk sebagaimana dicerminkan pendapatan para responden
merupakan akumulasi nilai pendapatan baik dalam pekerjaan pokok maupun
sampingan. Tingkat pendapatan keluarga; merupakan jumlah dari pendapatan suami
dan istri, serta pendapatan anggota keluarga yang tinggal bersama setiap bulan. Untuk
mengetahui besarnya pendapatan responden dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.14. Komposisi pendapatan keluarga responden di wilayah studi
No. Tingkat Penghasilan (Rp.) Jumlah Persentase
1 <300.000 9 30.00 2 300.000 – 500.000 12 40.00 3 510.000 – 700.000 2 6.67
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 29
No. Tingkat Penghasilan (Rp.) Jumlah Persentase
4 710.000 – 1.000.000 3 10.00
5 >1.000.000 2 6.67
6 Tidak menentu 2 6.67
Jumlah 30 100,00 Sumber : Data Primer 2009
Memperhatikan tabel di atas jika dikelompokkan menunjukkan bahwa, terdapat 70%
responden dengan tingkat pendapatan Rp.500.000,- kebawah, kemudian 23,33%
responden memiliki pendapatan Rp.500.000,- keatas, dan terdapat 6,67% responden
memiliki pendapat tidak menentu. Mencermati tingkat pendapatan yang diperoleh
responden jika dikaitkan dengan harga kebutuhan pokok dewasa ini, maka penghasilan
yang diterimanya belum dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari untuk dapat
hidup secara layak.
3.4.3. Sosial Budaya
a. Agama
Berdasarkan Kabupaten Mamuju Dalam Angka Tahun 2010, mayoritas penduduk di
kecamatan studi menganut agama Islam dengan proporsi sebanyak 78,24% (5.583
jiwa), Hindu 16,87% (1.204 jiwa), Protestan 2,45% (175), Khatolik 2,44% (174Jiwa).
Untuk menunjang kekhususan pemeluk agama masing-masing, maka di Kecamatan
studi tersedia tempat peribadatan masing-masing agama, yaitu; masjid 14 buah, pura 5
buah, gereja 4 buah, dan mushallah 3 buah.
Kehidupan beragama di wilayah studi berjalan cukup harmonis, tidak dijumpai adanya
konflik-konflik horizontal yang diakibatkan oleh perbedaan kepercayaan.
b. Suku, Adat Istiadat dan Proses-Proses Sosial.
Suku asli warga masyarakat yang bermukim di wilayah studi adalah suku Mandar,
disamping suku-suku pendatang lainnya seperti Suku Bugis, Makassar, Kaili, Nusa
Tenggara, Jawa, dan Bali yang datang sebagai warga transmigrasi.
Dalam kehidupan sehari-hari terlihat setiap suku masih erat memegang teguh adat
istiadat mereka. Pengaruh agama masih terlihat dominan dalam kehidupan budaya
masing-masing suku bangsa, hal ini terlihat dalam upacara perkawinan, kedukaan,
upacara syukuran panen, hajatan keluarga dan sebagainya.
Kuatnya masing-masing etnis memegang teguh adat istiadat yang dibawah dari daerah
asalnya masing-masing, sehingga dengan mudah diidentifikasi dengan hanya melihat
kebiasaan-kebiasaan mereka sehari-hari.
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 30
Adat-adat kebiasaan yang berlaku dikalangan masyarakat di wilayah studi seperti adat
perkawinan, hajatan keluarga, dan upacara-upacara syukuran lainnya sangat
dipengaruhi oleh nilai-nilai agama. Adat perkawinan yang biasa dilaksanakan oleh
masyarakat, baik penduduk setempat (Suku Mandar), maupun penduduk pendatang
masih terlihat kental dalam kehidupan masyarakat. Begitupun adat-adat kebiasaan
dalam ritual keagamaan juga kental dalam kehidupan masyarakat Suku Bali. Adat-adat
masyarakat lainnya yang masih sering dilakukan oleh masyarakat di wilayah studi
adalah perayaan kelahiran (Aqiqah atau gunting rambut), upacara syukuran panen dan
syukuran menempati rumah baru khususnya pada masyarakat Bugis.
Kegiatan keagamaan (Islam) yang paling banyak dan sering dirayakan oleh responden
adalah Maulud Nabi dan Syawalan, untuk agama Kristen/Katolik adalah Natal dan untuk
yang beragama Hindu adalah Nyepi, Utsawa Darmagita (pembacaan Kitab Suci), Bulan
Purnama dan Tilem. Perayaan hari besar agama biasanya diselenggarakan atas
partisipasi dan kerjasama semua warga masyarakat.
Majemuknya penduduk yang mendiami wilayah studi akan berkonsekwensi pada
Proses-proses sosial yang terjadi. Proses-proses sosial ini dapat saja terjadi secara
assosiatif maupun dissosiatif. Hasil observasi dan wawancara dengan beberapa tokoh
masyarakat dari berbagai etnik dan agama, ternyata mereka mengakui bahwa
kehidupan antara etnik maupun antar pemeluk agama disekitar wilayah studi terjalin
secara harmonis, hal ini ditandai dengan tidak dijumpainya konflik-konflik horisontal
ataupun hubungan yang dissosiatif di antara penduduk.
Adaptasi sosial sebagai imbas dari kontak sosial antara warga masyarakat yang
berbeda budaya, berjalan dengan baik melalui interaksi sosial yang intens dan juga
perkawinan antar suku. Begitupun proses-proses sosial assosiatif dengan wujud kerja
sama, kerap terlihat terutama pada perayaan-perayaan hari-hari besar nasional dan
keagamaan, seperti pada perayaan Hari Kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus.
Begitupun pada perayaan hari-hari besar keagamaan juga kerap terlihat adanya sikap
saling membantu diantara anggota masyarakat yang berlainan etnik. Sifat masyarakat di wilayah studi juga cenderung terbuka ditandai dengan bentuk
penerimaan masyarakat yang ramah terhadap pendatang baru. Hal ini terkait dengan
berbagai aktivitas di sekitar lokasi kegiatan yang berimplikasi dengan adanya sejumlah
pendatang dari luar daerah.
c. Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Penambangan Galian C di Kecamatan Lariang Kabupaten Mamuju Utara
Persepsi masyarakat adalah aspek lingkungan yang sensitif pada setiap tahap kegiatan
karena akan bermuara diterima atau tidaknya proyek di lokasi tersebut. Persepsi
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 31
masyarakat juga sangat tergantung pada sejauh mana kegiatan memberikan manfaat
ataupun kerugian pada anggota masyarakat.
Persepsi masyarakat terhadap kegiatan penambangan sirtukil juga sangat penting
artinya bagi kelangsungan pembangunan proyek tersebut, karena ada atau tidaknya
dukungan dari masyarakat akan sangat berpengaruh kepada aktivitas proyek hingga
tahap eksploitasi.
Pada umumnya sudah banyak penduduk yang tahu tentang rencana penambangan
galian C di Kecamatan Lariang. Mereka tahu dari pihak perusahaan sendiri melalui
kegiatan sosialisasi serta masyarakat setempat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang responden termasuk tokoh-tokoh
masyarakat banyak harapan yang dikemukan. Harapan yang paling umum yang
dikemukakan adalah kegiatan ini akan membuka kesempatan kerja bagi masyarakat
setempat. Mereka berharap proyek ini dapat membuka kesempatan kerja bagi pemuda
di wilayah tersebut, seperti yang dikemukan oleh seorang responden yaitu: Bapak ACCI
(Suku Mandar, 27 Thn, pekerjaan penyeberangan/Ponton/Pincara) yang menyatakan
bahwa :
“Sangat mendukung rencana kegiatan tersebut, karena disamping dapat membantu meningkatkan pendapatan (karena nantinya banyak menggunakan jasa Perahu Ponton) juga akan mengurangi kerusakan perahu ponton (karena akibat pengambilan sirtu di bagian pendangkalan dan Delta sungai akan mengurangi pendangkalan sungai, sehingga membantu memperlancar aktifitas jasa Pincara)”.
Hal senada disampaikan oleh bapak Hasanuddin (44 Thn, Suku Mandar, pekerjaan
sebagai “Pincara”) yang menyatakan bahwa :
“Sangat senang dan mendukung rencana perusahaan tersebut”, dengan alasan, 1) Kegiatan tersebut dapat mengurangi pendangkalan sungai terutama muara sungai Lariang, 2) Kegiatan tersebut dapat menghilangkan delta sungai yang menyebabkan terjadinya pelebaran sungai hingga ke areal kebun dan pemukiman penduduk Dengan berkurangnya pendangkalan sungai dan hilangnya delta di sekitar sungai Lariang, dapat memperlancar usaha/jasa perahu penyeberangan (perahu Ponton/”Pincara”), yang selanjutnya akan berdampak pada peningkatan usaha/jasa tersebut”
Namunpun demikian, warga masyarakat mengharapkan sebelum kegiatan dimulai atau
dilakukan, sedapat mungkin dilakukan sosialisasi tentang tahap-tahap kegiatan serta
dampak yang ditimbulkan akibat dari adanya kegiatan tersebut kepada masyarakat.
Sosialisasi kegiatan dan tahap-tahap kegiatan yang dilalui serta keterlibatan masyarakat
dalam kegiatan proyek, paling tidak akan memperkuat kepercayaan warga masyarakat
terhadap tidak terjadinya dampak negatif dan terjadinya dampak positif dengan hadirnya
perusahaan galian C tengah-tengah masyarakat Kecamatan Lariang.
Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 32
3.4.4. Kesehatan Masyarakat
a. Jenis Penyakit Berdasarkan data dari Kabupaten Mamuju Dalam Angka tahun 2010 diperoleh informasi
bahwa penyakit ISPA adalah penyakit yang banyak diderita oleh penduduk yang
bermukim di wilayah studi yaitu sekitar 46,86%. Lalu kemudian menyusul penyakit
Penyakit Diare (16,34%), dan Reumatik (11,61%). Sedangkan penderita penyakit
pneumonia adalah penyakit yang paling sedikit diderita oleh penduduk setempat yaitu
hanya 0,23%.
Untuk jelasnya kasus gangguan penyakit yang dominan diderita oleh penduduk di
wilayah studi tersaji pada tabel berikut:
Tabel 3.15. Kasus Gangguan Penyakit Yang di derita Oleh Penduduk Di Wilayah Studi
No Jenis Penyakit Jumlah Kasus
(persentase) 1 ISPA 46,86 2 Diare 16,34 3 Reumatik 11,61 4 Pneumonia 0,23 5 Malaria 9,63 6 TB. Paru 0,71 7 Disentri 2,44 8 Hipertensi 8,44 9 Cacingan 3,02 10 Saluran Pernapasan Bawah 0,71
Sumber: Kabupaten Mamuju Utara Dalam Angka Tahun 2010
Dari hasil wawancara terhadap staf Puskesmas diperoleh informasi bahwa kasus
gangguan penyakit umumnya, banyak terjadi pada masa-masa peralihan musim, baik
dari musim kemarau kemusim hujan maupun sebaliknya.
b. Sarana Kesehatan Sarana kesehatan yang ada di Kecamatan Lariang terdiri dari Puskesmas 1 unit,
Puskesmas keliling 1 unit, Puskesmas Pembantu (Pustu) 11 buah, dan Posyandu
sebanyak 8 unit. Sarana–sarana kesehatan tersebut didukung oleh tenaga kesehatan
masing-masing dokter 2 orang, perawat 2 orang, dan dukun bayi 4 orang.