BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN -...
Transcript of BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN -...
34
BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan temuan penelitian dan pembahasan yang
terdiri dari sebaran dan peningkatan pemahaman siswa dengan penjabaran
masing-masing indikator baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol serta
perbandingan peningkatan pemahaman kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
A. Temuan
Temuan mengenai pemahaman siswa diperoleh dari hasil skor tes awal
dan tes akhir. Soal evaluasi yang diberikan merujuk pada indikator-indikator
pemahaman (C2) yaitu menjelaskan, membandingkan dan menafsirkan pada topik
minyak bumi.
1. Pemahaman Siswa pada Kelas Eksperimen
Pada kelas eksperimen diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Square yang bertujuan untuk membantu meningkatkan pemahaman
siswa dan memotivasi siswa untuk mempelajari materi kimia. Gambaran
mengenai pemahaman siswa pada kelas eksperimen terdiri dari skor tes awal dan
tes akhir yang ditampilkan secara umum melalui Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Rata-rata Skor Tes awal dan Tes akhir Eksperimen
Skor Ideal
Skor Maksimum
Skor Minimum
Rata-rata (Mean)
Gain Ternomalisasi
Tes awal 12
8 3 5,61 0,46 Tes akhir 11 6 8,14
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa dari skor ideal sebesar dua belas,
pencapaian kelas eksperimen pada tes akhir lebih baik dibandingkan pada tes
35
awal, baik untuk skor maksimum maupun skor minimum. Rata-rata yang
diperoleh pada tes akhir (8,14) lebih besar dibandingkan pada tes awal (5,61).
Rata-rata gain ternormalisasi yang diperoleh dengan pembelajaran kooperatif tipe
TPSq sebesar 0,46. Pada penelitian kelas eksperimen dikembangkan tiga indikator
yaitu indikator pemahaman menjelaskan, indikator pemahaman membandingkan,
dan indikator pemahaman menafsirkan. Sebaran jawaban siswa kelas eksperimen
pada ketiga indikator tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Sebaran Jawaban Siswa Kelas Eksperimen Berdasarkan Indikator Pemahaman
Indikator
Pemahaman Nomor
Soal Tes awal
Tes akhir
%
Gain ∑siswa Rata-
rata ∑siswa Rata-
rata Menjelaskan 1 19 45,83 27 70,14 24,31
4 8 32 11 25 25 12 14 17
Membandingkan 2 27 50,69 35 75,69 25 5 6 21 7 8 18 8 32 35
Menafsirkan 3 6 43,06 6 59,03 15,97 6 17 30 9 28 36
10 11 13
Hasil sebaran jawaban siswa pada kelas eksperimen menunjukkan bahwa
siswa telah mampu mengembangkan pemahamannya dalam bentuk menjelaskan,
membandingkan dan menafsirkan setelah diterapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Square. Siswa kelas eksperimen, lebih mampu
mengembangkan pemahaman membandingkan bila dibandingkan dengan
menjelaskan dan menafsirkan, meskipun jumlah siswa yang mampu
mengembangkan pemahaman membandingkan (25%), tidak jauh berbeda dengan
36
jumlah siswa yang mampu mengembangkan pemahaman menjelaskan (24,31%).
Dari data Tabel 4.2 juga diperoleh informasi bahwa pemahaman menafsirkan
yang paling sedikit dikembangkan oleh siswa (15,97%).
2. Pemahaman Siswa pada Kelas Kontrol
Untuk mengetahui pemahaman siswa pada topik minyak bumi
menggunakan metode pembelajaran konvensional, dilakukan dua kali tes, yaitu
tes awal dan tes akhir. Gambaran tentang pemahaman siswa pada kelas kontrol
ditampilkan melalui Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Rata-rata Skor Tes awal dan Tes akhir Kelas Kontrol
Skor Ideal
Skor Maksimum
Skor minimum
Rata-rata (Mean)
Gain Ternormalisasi
Tes awal 12
10 0 5,23 0,19 Tes akhir 9 1 6,85
Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa rata-rata skor tes awal kelas
kontrol sebesar 5,23 dengan pencapaian skor maksimum sebesar sepuluh
sedangkan skor minumumnya sebesar nol. Rata-rata skor tes akhir lebih besar
dibandingkan rata-rata skor pada tes awal yaitu sebesar 6,85 dengan pencapaian
skor tertinggi yang diperoleh siswa kelas kontrol sebesar sembilan sedangkan skor
terendahnya sebesar satu. Dari perolehan skor gain ternormalisasi masing-masing
siswa, diperoleh rata-rata gain ternormalisasi kelas kontrol sebesar 0,19. Sebaran
jawaban siswa berdasarkan ketiga indikator pemahaman siswa ditunjukkan pada
Tabel 4.4
37
Tabel 4.4 Sebaran Jawaban Siswa Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator Pemahaman
Indikator Pemahaman
Nomor Soal
Tes awal
Tes akhir
% Gain
∑ siswa Rata-rata
∑ siswa Rata-rata
Menjelaskan 1 25 44,23 30 60,9 16,67 4 21 28 11 11 19 12 12 18
Membandingkan 2 15 44,87 24 60,26 15,39 5 15 26 7 15 12 8 25 32
Menafsirkan 3 10 42,31 5 49,36 7,05 6 23 28 9 21 31 10 12 13
Hasil sebaran jawaban siswa berdasarkan indikator pemahaman,
menjelaskan, membandingkan dan menafsirkan, diperoleh gambaran bahwa
setelah proses pembelajaran dilakukan ternyata siswa kelas kontrol mampu
mengembangkan pemahamannya dalam bentuk menjelaskan, membandingkan
dan menafsirkan. Hasil ini diperoleh dari perhitungan jumlah siswa yang mampu
menjawab benar dari soal tes berdasarkan indikator menjelaskan,
membandingkan dan menafsirkan. Indikator yang paling baik dikembangkan
adalah menjelaskan, kemudian membandingkan dan menafsirkan dengan
persentase gain secara berurutan sebesar 16,67%, 15,39% dan 7,05%
3. Peningkatan Pemahaman Siswa melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe
TPSq
Untuk mengukur peningkatan pemahaman siswa, sesuai dengan penjelasan
pada bab III, maka dilakukan perhitungan skor rata-rata gain ternormalisasi pada
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan analisis terhadap hasil
38
skor rata-rata gain ternormalisasi yang diperoleh, secara rinci ditunjukkan pada
Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Perbandingan Skor Rata-rata Tes awal, Tes akhir dan Gain Ternormalisasi pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Kelas Skor Rata-rata Kriteria
Tes awal
Tes akhir
Gain ternormalisasi
Kontrol 5,23 6,85 0,19 Sangat Rendah Eksperimen 5,61 8,14 0,46 Sedang
Berdasarkan Tabel 4.5 ditunjukkan bahwa skor rata-rata gain ternomalisasi
kelas eksperimen lebih besar dibandingkan dengan kelas kontrol, meskipun skor
rata-rata tes awal kelas kontrol tidak jauh berbeda dengan skor rata-rata tes awal
kelas eksperimen, tetapi pada skor akhir tes yang diberikan setelah pembelajaran,
ditunjukkan bahwa skor tes akhir kelas eksperimen (8,14) lebih besar
dibandingkan kelas kontrol (6.85). Untuk mengetahui apakah perbedaan nilai
rata-rata gain ternormalisasi antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol
cukup signifikan atau tidak, maka data diuji dengan menggunakan uji perbedaan
dua rata-rata (Independent Sample Test) yang diawali dengan uji normalitas dan
uji homogenitas dari masing-masing data yang diperbandingkan. Hasil uji
normalitas data rata-rata gain ternormalisasi menggunakan uji kecocokan Chi-
kuadrat menunjukkan bahwa nilai gain ternormalisasi kelas eksperimen dan kelas
kontrol berdistribusi normal sehingga dilanjutkan dengan Uji t. Namun sebelum
itu, terlebih dahulu dilakukan Levene’s test untuk pengujian homogenitas. Hasil
analisis Levene’s test menunjukkan bahwa data yang diperbandingkan tidak
homogen. Analisis berikutnya dilakukan Uji t menggunakan asumsi pengambilan
data signifikansi yang tidak homogen dengan keterangan lebih lanjut ada pada
39
bab III dan perhitungan pada lampiran. Hasil perhitungan menggunakan software
SPSS versi 12, menunjukkan bahwa nilai signifikansi hitung (0,027) lebih kecil
dibandingkan dengan nilai alfa (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata skor
gain ternormalisasi pemahaman siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol
berbeda atau dengan kata lain kelas eksperimen memiliki perbedaan pemahaman
yang signifikan dengan kelas kontrol.
Untuk mengetahui sebaran siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen
berdasarkan kategori indeks gain, dilakukan perhitungan gain ternormalisasi dari
masing-masing siswa kemudian dikelompokkan menurut Meltzer (2003). Data
perbedaan peningkatan pemahaman pada siswa kelas kontrol dan kelas
eksperimen terdiri dari persentase gain yang sesuai dengan kategori rentang
indeks gain beserta jumlah siswa pada kategori yang dimaksud. Perbedaan
kategori peningkatan nilai gain ternormalisasi kelas kontrol dan kelas eksperimen
ditampilkan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Perbedaan Kategori Peningkatan Pemahaman Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Kategori
Indeks Gain Kelas kontrol Kelas eksperimen
Jumlah siswa
% Jumlah siswa
%
Sangat rendah 14 35,89 5 0,14 Rendah 6 15,38 8 22,22 Sedang 11 28,21 19 52,78 Tinggi 8 20,51 3 8,33
Sangat tinggi 0 0 1 0,03
Pada Tabel 4.6 diperoleh gambaran bahwa setelah dilakukan proses
pembelajaran, 14 siswa dari jumlah keseluruhan siswa pada kelas kontrol
40
(35,89%) mengalami peningkatan pemahaman sangat rendah sedangkan pada
kelas eksperimen bisa dikatakan tidak ada siswa dengan peningkatan pemahaman
sangat rendah karena persentasenya nol persen. Sebagian kecil siswa pada kelas
kontrol maupun kelas eksperimen mengalami peningkatan pemahaman yang
rendah, yang ditunjukkan persentase secara berturut-turut 15,38% dan 22,22%.
Hampir separuh siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen mengalami
peningkatan pemahaman kategori sedang dengan persentase kelas eksperimen
lebih besar dibandingkan kelas kontrol. Sebagian kecil siswa kelas kontrol dan
kelas eksperimen mengalami peningkatan pemahaman tinggi dengan persentase
secara berturut-turut sebesar 20,51% dan 8,33%. Pada peningkatan pemahaman
sangat tinggi, tidak ada siswa kelas kontrol yang mencapainya, namun untuk kelas
eksperimen terdapat satu siswa yang mencapai peningkatan kategori tersebut.
4. Pengembangan Pemahaman Siswa pada Setiap Indikator
Pada Tabel 4.7 dapat diperoleh informasi bahwa siswa pada kelas kontrol
maupun kelas eksperimen dapat mengembangkan indikator pemahaman
menjelaskan, membandingkan dan menafsirkan. Meskipun sama-sama
dikembangkan oleh sebagian kecil siswa saja, tetapi terdapat perbedaan
persentase gain antara kelas kontrol dan kelas eksperimen yang secara umum
diketahui dari data bahwa kelas eksperimen memiliki persentase gain yang lebih
besar dibandingkan kelas kontrol. Perbandingan indikator pemahaman siswa
yang dikembangkan pada kelas kontrol dan eksperimen disajikan pada Tabel 4.7.
41
Tabel 4.7 Perbandingan Indikator Pemahaman Siswa yang Dikembangkan pada Kelas kontrol dan Eksperimen
Indikator Pemahaman
Nomor Soal
% Gain Kelas
Kontrol Kelas
Eksperimen Menjelaskan 1
16,67
24,31 4 11 12
Membandingkan 2
15,39
25 5 7 8
Menafsirkan 3 7,05
15,97 6
9 10
Berdasarkan Tabel 4.7 diperoleh informasi bahwa indikator pemahaman
yang paling besar dikembangkan oleh siswa kelas kontrol adalah menjelaskan,
sedangkan indikator pemahaman yang paling besar dikembangkan oleh kelas
eksperimen adalah membandingkan. Indikator pemahaman menafsirkan paling
kecil dikembangkan oleh siswa pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen
dengan persentase masing-masing secara berurutan sebesar 7,05% dan 15,97%.
5. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square
a. Keterlaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe TPSq pada Guru
Pada pembelajaran kooperatif tipe TPSq, guru bertindak sebagai fasilitator
yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri. Kegiatan guru
dalam proses pembelajaran tipe TPSq berkurang dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional. Selain mensosialisasikan tahap-tahap pembelajaran
TPSq yang dilalui siswa, guru juga berperan penting dalam pengaturan waktu
sehingga pembelajaran bisa terlaksana dengan efektif. Hasil observasi
keterlaksanaan pembelajaran TPSq pada guru, diperlihatkan pada Tabel 4.8.
42
Tabel 4.8 Hasil Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square
No Fase Pembelajaran
Pertemuan 1 Pertemuan 2
Obsr 1
Obsr 2
Obsr 1
Obsr 2
1. Tahap Pendahuluan a. Memeriksa kehadiran siswa
√ √ √ √
b. Melakukan apersepsi yang sesuai dengan materi √ √ √ √
c. Memberikan motivasi awal pada siswa agar berminat untuk belajar
√ √ √ √
d. Menyampaikan kompetensi yang harus dicapai X X √ √ 2. Tahap THINK
a. Membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) tahap THINK kepada setiap siswa
√ √ √ √
b. Memberikan petunjuk pengisian LKS √ √ √ √
c. Memberikan jawaban terhadap pertanyaan siswa √ √ √ √
3. Tahap PAIR a. Menggabungkan siswa dengan teman sebangkunya
√ √ √ √
b. Membagikan LKS tahap PAIR kepada setiap siswa √ √ √ √
c. Memberikan petunjuk pengisian LKS √ √ √ √
d. Memberikan jawaban terhadap pertanyaan siswa √ √ √ √
4.
Tahap SQUARE a. Menggabungkan siswa dengan teman bangku yang lain
menjadi 4 orang siswa √ √ √ √
b. Membagikan LKS tahap SQUARE kepada setiap siswa √ √ √ √
c. Memberikan petunjuk pengisian LKS √ √ √ √
d. Memberikan jawaban terhadap pertanyaan siswa √ √ √ √
5. Tahap Evaluasi a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengajukan pertanyaan √ √ √ √
b. Memberikan penghargaan kepada siswa atau kelompok siswa yang berkerjasama dengan baik. √ √ √ √
c. Memberikan Tes awal dan Tes akhir
√ √ √ √
Berdasarkan hasil observasi keterlaksanaan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Square pada guru yang ditunjukkan pada Tabel 4.8,
secara keseluruhan guru telah melakukan tahapan pelaksanaan pembelajaran
dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square ini dengan baik.
Pada awal pembelajaran TPSq pertemuan pertama, guru tidak menyampaikan
43
kompetensi yang akan dicapai pada saat pembelajaran topik minyak bumi ini.
Namun, untuk aktivitas yang lain, dapat dilihat dari data hasil observasi bahwa
guru yang bersangkutan telah menerapkan pembelajaran dengan menggunakan
tipe Think-Pair- Square ini.
b. Keterlaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe TPSq pada Siswa
Observasi keterlaksanaan pembelajaran kooperatif tipe TPSq juga
dilakukan pada siswa menggunakan lembar observasi (lampiran). Persentase ini
diperoleh setelah dilakukan perhitungan rata-rata pada pertemuan I dan pertemuan
II. Berdasarkan hasil pengolahan lembar observasi didapat persentase seperti yang
tersaji pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Persentase Rata-Rata Pada Keterlaksanaan Tahapan TPSq
Tahapan TPSq
Persentase
Rata-rata Keterlaksanaan
Nilai Kategori
Think 100 Sangat Baik
Pair 95,0 Sangat Baik
Square 94,1 Sangat Baik
Rata-rata 96,4 Sangat Baik
Berdasarkan data pada Tabel 4.9 dapat terlihat keterlaksanaan tahap-tahap
TPSq oleh siswa. Secara umum ditunjukkan bahwa keterlaksanaan pembelajaran
menggunakan tipe Think-Pair-Square telah dilakukan dengan sangat baik hampir
seluruh siswa (96,4%). Tahap Think dapat dilakukan oleh seluruh siswa dengan
kategori sangat baik (100%), tahap Pair dilakukan oleh hampir seluruh siswa
44
dengan kategori sangat baik (95,0%) dan tahap Square dilakukan oleh hampir
seluruh siswa dengan kategori sangat baik (94,1%).
B. Pembahasan
1. Peningkatan Pemahaman Siswa pada Kelas Kontrol dan Kelas
Eksperimen
Perbandingan peningkatan pemahaman siswa kelas kontrol dan kelas
eksperimen diperlihatkan pada Gambar 4.1. Pada masing-masing kelas
ditampilkan grafik skor tes awal, tes akhir dan N-gain. Pada grafik ini
ditunjukkan skor tes awal kelas eksperimen dan kelas kontrol yang tidak jauh
berbeda, namun hasil skor tes akhir menunjukkan perbedaan. Secara keseluruhan
dapat disebutkan bahwa pemahaman siswa mengalami peningkatan baik kelas
eksperimen maupun kelas kontrol yang ditunjukkan dari hasil uji perbedaan rata-
rata soal tes awal 5,23 menjadi 6,85 untuk kelas kontrol dan 5,51 menjadi 8,32
untuk kelas eksperimen. Peningkatan pemahaman yang terjadi pada kelas
eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol (Tabel 4.6).
45
Gambar 4.1
Perbandingan Skor Pemahaman Siswa pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Kelas eksperimen memiliki skor tes akhir yang lebih besar dibandingkan
dengan kelas kontrol dan juga skor rata-rata gain ternormalisasi yang lebih besar.
Hal ini disebabkan dengan adanya tahapan pair dan square terjadi lebih banyak
diskusi sehingga dapat lebih meningkatkan dan pengoptimalisasian partisipasi
siswa dalam kelompok, seperti yang diungkapkan oleh Lie (2002) bahwa dengan
penggunaan model pembelajaran tipe Think-Pair-Square memberikan sedikitnya
delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk dikenali dan menunjukkan
partisipasi mereka kepada orang lain.
Pada tahapan pair, masing-masing siswa memiliki partner satu orang
siswa lain untuk bekerjasama mendiskusikan penyelesaian soal yang dihadapi.
Pada tahapan square, masing-masing siswa memiliki partner tiga orang siswa lain
untuk bekerjasama mendiskusikan persoalan yang difasilitasi dengan media
pembelajaran berupa lembar kerja siswa. Pada tahapan Think, siswa dilatih untuk
46
mengembangkan pengetahuan yang ada pada dirinya dengan membaca, melihat
sumber secara mandiri, sehingga siswa memiliki modal pemahaman yang
kemudian dapat ditransfer kepada siswa lain dalam kelompoknya saat tahapan
pair dan square. Dari ketiga tahapan tersebut, memberikan banyak pengalaman
pada siswa untuk berpikir sekaligus berbagi ide. Senada dengan pendapat Lie
(2002) bahwa model pembelajaran TPSq memberikan kesempatan yang lebih
untuk melatih pemahaman dalam belajar.
Pada model pembelajaran tipe TPSq siswa diberi kesempatan berbicara
sekaligus mengkontruksikan ide untuk dikemukakan melalui percakapan, baik
pada tahap pair maupun square, siswa akan mengkontruksi sendiri
pengetahuannya yang memuat pemahamannya. Aktivitas siswa lebih dominan
dibandingkan aktivitas guru dalam menyampaikan informasi dengan berceramah.
Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Redhana (2003) yang menyatakan bahwa
adanya interaksi sosial dengan teman sebaya (tutor sebaya) dapat optimal dalam
pembelajaran kooperatif. Oleh karena itu, melalui pembelajaran IPA guru
hendaknya dapat mengkondisikan dan memotivasi siswa untuk belajar berpikir
(teaching for thinking) bukan mengajarkan untuk berpikir (Costa, 1985).
Dengan pembelajaran kooperatif siswa dilatih untuk bertanya, berdiskusi,
menjadi tutor sebaya, dalam memahami konsep-konsep yang ada. Disaat
berdiskusi aktif tersebut, komunikasi secara lisan dengan hubungan timbal balik
antar siswa semakin membantu dalam pematangan pemahaman. Seseorang akan
lebih paham dengan sesuatu bila dia mengungkapkan hal tersebut kepada pihak
lain terlebih bisa langsung dipraktekkan, dibanding dengan hasil mendengar. Pada
47
pembelajaran kooperatif tipe TPSq ini, siswa mengalami peningkatan pemahaman
karena siswa dilatih pula untuk mengkomunikasikan pemahamannya kepada
siswa lain, yang berbeda dengan pembelajaran konvensional, dimana siswa hanya
mendengar penjelasan guru, tidak terlibat aktif dalam meningkatkan
pemahamannya. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran tipe Think-
Pair-Square merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang
memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan kecakapan sosial
dalam proses pembelajaran (Iskandar, 2007). Pendapat ini didukung oleh Hulten
& Devries (Kagan, 2000) bahwa kerja kelompok membuat siswa bersemangat
untuk belajar, aktif untuk saling menampilkan diri atau berperan dengan teman
sebayanya. Pembelajaran yang menyenangkan dan penuh semangat juga
diungkapkan siswa pada saat wawancara.
Dari analisis skor tes awal kelas kontrol dan eksperimen dengan
menggunakan software SPSS 12 Uji Mann-Whitney, terlihat bahwa hasil skor tes
awal dinyatakan tidak memiliki perbedaan atau dapat dikatakan pemahaman awal
siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen adalah sama. Setelah dilakukan
pembelajaran, kemudian data yang diperoleh dianalisis menggunakan software
SPSS 12 Uji Mann-Whitney, diperoleh hasil bahwa skor tes akhir antara kelas
kontrol dan eksperimen adalah berbeda atau dapat dikatakan pemahaman akhir
siswa kelas kontrol dan eksperimen berbeda, dengan hasil kelas eksperimen lebih
tinggi dibandingkan kelas kontrol yang dapat dilihat dari data gain ternormalisasi.
Analisis data gain ternormalisasi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
memiliki rata-rata 0,46 dengan kriteria sedang sedangkan untuk kelas kontrol
48
sebesar 0,19 dengan kriteria sangat rendah. Berdasarkan hasil uji t terhadap skor
gain ternormalisasi siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TPSq memiliki pemahaman lebih baik dibandingkan dengan siswa
yang belajar menggunakan pembelajaran konvensional. Dengan demikian, model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square dapat meningkatkan pemahaman
siswa. Kondisi ini sejalan dengan pendapat Hanson dan Wolfskill (Redhana,
2003) bahwa pemecahan masalah melalui kerja tim dapat meningkatkan
keterampilan siswa dalam berpikir kritis, mengurangi miskonsepsi, mencari
informasi dan mengkontruksi pemahaman secara aktif.
2. Pemahaman yang dikembangkan Siswa pada Kelas Kontrol dan Kelas
Eksperimen pada setiap Indikator
Berdasarkan data dari Tabel 4.5 diperoleh perbedaan pemahaman yang
dikembangkan siswa pada kelas kontrol dan eksperimen pada indikator
pemahaman menjelaskan, membandingkan dan menafsirkan yang secara rinci
disajikan pada Gambar 4.2. Pada masing-masing indikator disajikan
perbandingan persentase gain dari kelas eksperimen dan kelas kontrol.
49
Keterangan : 1. Indikator Pemahaman Menjelaskan 2. Indikator Pemahaman Membandingkan 3. Indikator Pemahaman Menafsirkan
Gambar 4.2
Perbandingkan Peningkatan Pemahaman Siswa untuk Setiap Indikator
Gambar 4.2 menunjukkan perbandingan sebaran persentase pemahaman
pada kelas kontrol dan eksperimen berdasarkan tiga indikator pemahaman yaitu:
menjelaskan, membandingkan dan menafsirkan. Persentase indikator yang
dikembangkan pada kelas kontrol adalah menjelaskan sebesar 16,67%,
membandingkan sebesar 15,39%, dan menafsirkan sebesar 7,05%. Indikator
yang paling baik dikembangkan adalah menjelaskan. Indikator menjelaskan pada
nomor soal 1 (proses pembentukan minyak bumi), nomor 4 (Prinsip dasar
penyulingan minyak bumi), nomor 11 dan 12 (dampak pembakaran bahan bakar).
Pada kelas eksperimen indikator yang paling banyak dikembangkan adalah
membandingkan (25%), sedangkan tidak jauh dari persentase indikator
50
membandingkan, siswa mampu mengembangkan indikator menjelaskan (24,31%)
kemudian indikator menafsirkan (15,97) yang paling sedikit dikembangkan siswa.
Pada umumnya, keterampilan menjelaskan lebih mampu dikembangkan
siswa, baik itu kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Meskipun untuk kelas
eksperimen persentase membandingkan (25%) lebih tinggi, namun perbedaan
persentase dengan indikator menjelaskan (24,31%) tidak memiliki selisih besar.
Kemungkinan hal ini disebabkan karena untuk menjawab soal-soal dengan
indikator menjelaskan, siswa tidak memerlukan informasi baru artinya informasi
yang sudah diterima bisa digunakan untuk menjawab soal-soal dengan indikator
menjelaskan, berbeda dengan indikator membandingkan yang memerlukan
kecermatan untuk medeteksi perbedaan dan persamaan yang dimiliki dua obyek,
sehingga bila kurang cermat mengamati salah satu obyek, bisa jadi indikator
membandingkan ini kurang mampu dikembangkan. Terlebih lagi dengan indikator
menafsirkan, siswa harus terlebih dahulu mampu mengetahui sebuah informasi
awal yang diberikan sebelum siswa dapat mengubah informasi awal tersebut
menjadi menjadi informasi lain sehingga apabila siswa tidak mampu mengetahui
informasi awal, dia pun kurang mampu melihat hubungan-hubungan dengan
informasi selanjutnya yang berarti indikator ini kurang mampu dikembangkan.
Pembahasan lebih lanjut tentang masing-masing indikator disajikan dalam
penjelasan berikut:
51
a. Indikator pemahaman menjelaskan
Indikator menjelaskan lebih dikembangkan siswa yang belajar dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square
dibandingkan menggunakan model pembelajaran konvensional. Indikator
menjelaskan dapat dikembangkan oleh siswa dengan persentase kelas eksperimen
(24,31%) lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol (16,67%) yang akan disajikan
pada Gambar 4.3
Gambar 4.3
Persentase Pemahaman Menjelaskan pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Hasil dari kelas eksperimen yang lebih tinggi menunjukkan adanya respon
terhadap indikator pemahaman menjelaskan yang berarti siswa dapat menjelaskan
karena telah memahami dengan jelas. Model pembelajaran kooperatif sebagai
media tutorial bagi siswa yang kurang pandai dalam memahami materi. Pada
proses tutorial tahapan pair dan square, siswa dapat meningkatkan
pemahamannya karena terjadi proses komunikasi antar anggota. Selain itu pada
tahapan think, saat siswa berpikir mandiri untuk berlatih menyelesaikan soal, dia
52
menggali informasi yang telah dimilikinya, sehingga ketika tahap pair dan square,
informasi awal yang dimilikinya menajdi modal untuk diberikan pada siswa lain
dalam satu kelompoknya. Dimulai dari pair, dengan hanya memiliki satu tutor
sebaya, kemudian square, memiliki tiga tutor sebaya, kemungkinan untuk
menginformasikan dan menerima informasi dari kelompoknya lebih besar,
sehingga ketika dihadapkan pada soal-soal menjelaskan, siswa lebih mampu
memecahkan dibandingkan dengan siswa yang belajar konvensional, karena
hanya penjelasan dari guru (satu sumber) yang didapatkannya. Hal ini senada
dengan teori kontruktivisme (Arifin, 2000) bahwa belajar merupakan konteks
sosial yang menstimulasi untuk mendapat kejelasan.
b. Indikator pemahaman membandingkan
Persentase gain indikator membandingkan lebih tinggi pada kelas
eksperimen (25%) dibandingkan kelas kontrol (15,39%). Hal ini menunjukkan
bahwa indikator pemahaman membandingkan lebih mampu dikembangkan siswa
setelah belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Square dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yang secara rinci
ditunjukkan pada Gambar 4.4
53
Gambar 4.4
Persentase Pemahaman Membandingkan pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Ketika siswa mengerjakan soal seorang diri, siswa tidak bisa
mempertimbangkan jawaban dengan pihak lain, sehingga hasil yang diperoleh
benar-benar merupakan pengetahuannya, sedangkan pada model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Square, siswa diberi kesempatan berbagi ide dan
bekerjasama untuk menentukan jawaban terbaik yang merupakan himpunan
pendapat dari masing-masing anggota. Bila dihubungkan dengan indikator
membandingkan, dibutuhkan kecermatan untuk melihat dari banyak sisi sehingga
bisa mendeteksi persamaan dan perbedaan dari suatu obyek. Siswa yang sudah
terbiasa mengetahui sudut pandang orang lain ketika mendeteksi persamaan dan
perbedaan, pembelajaran proses melihat dan mengamati bagaimana jalan berpikir
orang lain, hasil tutor sebaya ini yang kemudian membuat siswa lebih mampu
mengembangkan indikator membandingkan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kagan (Lie, 2002) bahwa teknik model pembelajaran kooeperatif tipe Think Pair
54
Square memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerjasama saling
membagikan ide untuk mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
c. Indikator pemahaman menafsirkan
Indikator menafsirkan memperoleh persentase yang paling kecil
dibandingkan dua indiaktor yang lain yaitu menjelaskan dan membandingkan,
terutama untuk soal nomor tiga tentang pembentukan minyak bumi yang
disajikan lebih jelas pada Gambar 4.5 yang berisi perbandingan pengambangan
pemahaman membandingkan siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen.
Gambar 4.5
Grafik Persentase Pemahaman Menafsirkan pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Pada hasil Tes akhir untuk kelas kontrol, hanya 5 orang yang mampu
menjawab benar, sedangkan untuk kelas eksperimen hanya 6 orang yang mampu
menjawab benar. Salah satu hal yang mempengaruhi hasil tersebut adalah daya
pembeda dan tingkat kesukaran soal, dari hasil analisis tingkat kemudahan
(lampiran), diperoleh bahwa untuk soal nomor 3 memiliki kategori sulit. Namun
55
demikian, dari persentase secara keseluruhan, kelas eksperimen lebih mampu
mengembangkan indikator menafsirkan dibandingkan dengan kelas kontrol.
Serupa dengan kemungkinan proses pengembangan pada indikator yang lain,
indikator menafsirkan dapat dikembangkan lebih baik oleh siswa karena pada
proses pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Square,
siswa dilatih untuk melihat dan mengamati bagaimana cara tutor sebayanya
menafsirkan sebuah obyek dengan komunikasi verbal. Hal ini kemudian bisa
dijadikan contoh atau ditiru sehingga lebih membantunya untuk memahami. Hal
ini senada dengan kogut (Hariyanto, 2001) bahwa beberapa kegiatan diskusi dapat
meningkatkan pemahaman siswa terhadap suatu isi materi.
3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square
a. Keterlaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe TPSq pada Guru
Berdasarkan data hasil observasi aktivitas guru selama pembelajaran
berlangsung, diperoleh informasi bahwa hampir keseluruhan aktivitas guru
dilakukan selama proses pembelajaran. Pada pertemuan pertama, Guru tidak
menyampaikan kompetensi yang harus dicapai, sedangkan pada pertemuan
kedua, guru mampu memperbaiki aktivitas pembelajaran sehingga tahapan ini
terlaksana. Tidak ada kendala besar dalam pengkondisian siswa, tempat maupun
waktu selama proses pembelajaran. Meskipun model pembelajaran kooperatif
tipe Think Pair Square terhitung baru dikenal dan digunakan, tapi guru mampu
melaksanakan tahapan-tahapannya dan terlihat ada perbaikan dari pertemuan
pertama ke pertemuan ke dua.
56
b. Keterlaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe TPSq pada Siswa
Berdasarkan data hasil observasi siswa, pada tahapan think, 84% siswa
melaksanakan tahapan-tahapannya, dan 100% siswa berada dalam kelompoknya,
dengan artian masing-masing siswa berusaha secara mandiri mengerjakan soal-
soal yang diberikan. Pada tahapan square terjadi peningkatan partisipasi siswa
dalam mengemukakan pendapatnya kepada teman satu kelompoknya
dibandingkan pada tahapan pair. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh
pengalaman tahap sebelumnya (pair), sehingga pada tahapan square siswa lebih
mampu aktif dalam kelompoknya. Selain itu juga, pada tahapan square, teman
untuk berdiskusi lebih banyak sehingga mampu menarik siswa menjadi lebih
aktif berdiskusi.
Pada tahap pair, diperoleh persentase 79% dari rata-rata aktivitas siswa,
sedangkan pada tahap think, justru diperoleh persentase yang lebih besar yaitu
84%. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh tingkat kesukaran soal pada tahap
pair lebih tinggi dibandingkan tahap think, dan juga memang beberapa tahapan
pair tidak ada pada tahapan think, seperti dalam tahap mengemukakan pendapat
yang pada teman satu kelompoknya, yang tidak terdapat pada tahapan think,
sehingga dalam hal ini, walaupun diperoleh persentase yang lebih kecil, tidak
berarti secara kasar disimpulkan bahwa pada tahapan pair, siswa tidak aktif.
Karena ketika dibandingkan dengan tahapan square, terjadi peningkatan aktivitas
siswa, yang dapat dilihat bahwa tahapan pair dan square memiliki aktivitas yang
sama, yang lebih bisa untuk dibandingkan hasilnya.