BAB IV Metlitayu

26
43 Nama : Ayu Ariska Mutiara NPM : 0112U378 Kelas : K Dosen : Sri Fadilah, DR.,S.E.,M.Si.,Ak. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia Bursa Efek Jakarta pertama kali dibuka pada tanggal 14 desember 1912, dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda, didirikan di Batavia, pusat pemerintahan kolonial Belanda yang kita kenal sekarang dengan Jakarta. Bursa Efek Jakarta dulu disebut Call- Efek. Sistem perdagangannya seperti lelang, dimana tiap efek berturut-turut diserukan pemimpin “Call”, kemudian para pialang masing-masing mengajukan permintaan beli atau penawaran jual sampai ditemukan kecocokan harga, maka transaksi terjadi. Pada saat itu terdiri dari 13 perantara pedagang efek (makelar).

description

metlit

Transcript of BAB IV Metlitayu

49

Nama: Ayu Ariska MutiaraNPM: 0112U378Kelas: KDosen: Sri Fadilah, DR.,S.E.,M.Si.,Ak.BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia Bursa Efek Jakarta pertama kali dibuka pada tanggal 14 desember 1912, dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda, didirikan di Batavia, pusat pemerintahan kolonial Belanda yang kita kenal sekarang dengan Jakarta. Bursa Efek Jakarta dulu disebut Call-Efek. Sistem perdagangannya seperti lelang, dimana tiap efek berturut-turut diserukan pemimpin Call, kemudian para pialang masing-masing mengajukan permintaan beli atau penawaran jual sampai ditemukan kecocokan harga, maka transaksi terjadi. Pada saat itu terdiri dari 13 perantara pedagang efek (makelar).Bursa saat itu bersifat demand-following, karena para investor dan para perantara pedagang efek merasakan keperluan akan adanya suatu bursa efek di Jakarta. Bursa lahir karena permintaan akan jasanya sudah mendesak. Orang-orang Belanda yang bekerja di Indonesia saat itu sudah lebih dari tiga ratus tahun mengenal akan investasi dalam efek, dan penghasilan serta hubungan mereka memungkinkan mereka menanamkan uangnya dalam aneka rupa efek. Baik efek dari perusahaan yang ada di Indonesia maupun efek dari luar negeri. Sekitar 30 sertifikat (sekarang disebut depository receipt) perusahaan Amerika, perusahaan Kanada, perusahaan Belanda, perusahaan Prancis dan perusahaan Belgia.Bursa Efek Jakarta sempat tutup selam periode perang dunia pertama, kemudian di buka lagi pada tahun 1925. Selain Bursa Efek Jakarta, pemerintah kolonial juga mengoperasikan bursa parallel di Surabaya dan Semarang. Namun kegiatan bursa ini di hentikan lagi ketika terjadi pendudukan tentara Jepang di Batavia.Aktivitas di bursa ini terhenti dari tahun 1940 sampai 1951 di sebabkan perang dunia II yang kemudian disusul dengan perang kemerdekaan. Baru pada tahun 1952 di buka kembali, dengan memperdagangkan saham dan obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan Belanda di nasionalisasikan pada tahun 1958. Meskipun pasar yang terdahulu belum mati karena sampai tahun 1975 masih ditemukan kurs resmi bursa efek yang dikelola Bank Indonesia.Bursa Efek Jakarta kembali dibuka pada tanggal 10 Agustus 1977 dan ditangani oleh Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM), institusi baru di bawah Departemen Keuangan. Kegiatan perdagangan dan kapitalisasi pasar saham pun mulai meningkat seiring dengan perkembangan pasar finansial dan sektor swasta yang puncak perkembangannya pada tahun 1990. Pada tahun 1991, bursa saham diswastanisasi menjadi PT. Bursa Efek Jakarta dan menjadi salah satu bursa saham yang dinamis di Asia. Swastanisasi bursa saham ini menjadi PT. Bursa Efek Jakarta mengakibatkan beralihnya fungsi BAPEPAM menjadi Badan Pengawas Pasar Modal.Bursa efek terdahulu bersifat demand-following, namun setelah tahun 1977 bersifat supplay-leading, artinya bursa dibuka saat pengertian mengenai bursa pada masyarakat sangat minim sehingga pihak BAPEPAM harus berperan aktif langsung dalam memperkenalkan bursa.Pada tahun 1977 hingga 1978 masyarakat umum tidak atau belum merasakan kebutuhan akan bursa efek. Perusahaan tidak antusias untuk menjual sahamnya kepada masyarakat. Tidak satupun perusahaan yang memasyarakatkan sahamnya pada periode ini. Baru pada tahun 1979 hingga 1984 dua puluh tiga perusahaan lain menyusul menawarkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta. Namun sampai tahun 1988 tidak satu pun perusahaan baru menjual sahamnya melalui Bursa Efek Jakarta.Untuk lebih mengairahkan kegiatan di Bursa Efek Jakarta, maka pemerintah telah melakukan berbagai paket deregulasi, antaralain seperti: paket Desember 1987, paket Oktober 1988, paket Desember 1988, paket Januarti 1990, yang prinsipnya merupakan langkah-langkah penyesuaian peraturan-peraturan yang bersifat mendorong tumbuhnya pasar modal secara umum dan khususnya Bursa Efek Jakarta.Setelah dilakukan paket-paket deregulasi tersebut Bursa Efek Jakarta mengalami kemajuan pesat. Harga saham bergerak naik cepat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang bersiafat tenang. Perusahaan-perusahaan pun akhirnya melihat bursa sebagai wahana yang menarik untuk mencari modal, sehingga dalam waktu relative singkat sampai akhir tahun 1997 terdapat 283 emiten yang tercatat di Bursa Efek Jakarta.Tahun 1955 adalah tahun Bursa Efek Jakarta memasuki babak baru, karena pada tanggal 22 Mei 1995 Bursa Efek Jakarta meluncurkan Jakarta Automated Trading System (JATS). JATS merupakan suatu sistim perdagangan manual. Sistim baru ini dapat memfasilitasi perdagangan saham dengan frekuensi yang lebih besar dan lebih menjamin kegiatan pasar yang fair dan transparan di banding sistim perdagangan manual.Pada bulan Juli 2000, Bursa Efek Jakarta merupakan perdagangan tanpa warkat (ckripess trading) dengan tujuan untuk meningkatkan likuiditas pasar dan menghindari peristiwa saham hilang dan pemalsuan saham, serta untuk mempercepat proses penyelesaian transaksi.Tahun 2001 Bursa Efek Jakarta mulai menerapkan perdagangan jarak jauh (Remote Trading), sebagai upaya meningkatkan akses pasar, efisiensi pasar, kecepatan dan frekuensi perdagangan.Tahun 2007 menjadi titik penting dalam sejarah perkembangan Pasar Modal Indonesia. Dengan persetujuan para pemegang saham kedua bursa, BES digabungkan ke dalam BEJ yang kemudian menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan tujuan meningkatkan peran pasar modal dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2008, Pasar Modal Indonesia terkena imbas krisis keuangan dunia menyebabkan tanggal 8-10 Oktober 2008 terjadi penghentian sementara perdagangan di Bursa Efek Indonesia.. IHSG, yang sempat menyentuh titik tertinggi 2.830,26 pada tanggal 9 Januari 2008, terperosok jatuh hingga 1.111,39 pada tanggal 28 Oktober 2008 sebelum ditutup pada level 1.355,41 pada akhir tahun 2008. Kemerosotan tersebut dipulihkan kembali dengan pertumbuhan 86,98% pada tahun 2009 dan 46,13% pada tahun 2010.Pada tanggal 2 Maret 2009 Bursa Efek Indonesia meluncurkan sistim perdagangan baru yakni Jakarta Automated Trading System Next Generation (JATS Next-G), yang merupakan pengganti sistim JATS yang beroperasi sejak Mei 1995. sistem semacam JATS Next-G telah diterapkan di beberapa bursa negara asing, seperti Singapura, Hong Kong, Swiss, Kolombia dan Inggris. JATS Next-G memiliki empat mesin (engine), yakni: mesin utama, back up mesin utama, disaster recovery centre (DRC), dan back up DRC. JATS Next-G memiliki kapasitas hampir tiga kali lipat dari JATS generasi lama .Demi mendukung strategi dalam melaksanakan peran sebagai fasilitator dan regulator pasar modal, BEI selalu mengembangkan diri dan siap berkompetisi dengan bursa-bursa dunia lainnya, dengan memperhatikan tingkat risiko yang terkendali, instrument perdagangan yang lengkap, sistem yang andal dan tingkat likuiditas yang tinggi. Hal ini tercermin dengan keberhasilan BEI untuk kedua kalinya mendapat penghargaan sebagai The Best Stock Exchange of the Year 2010 in Southeast Asia

4.1.2 Visi dan Misi Bursa Efek Indonesia (BEI) VISI

Menjadi bursa yang kompetitif dengan kredibilitas tingkat dunia.MISIMenciptakan daya saing untuk menarik investor dan emiten, melalui pemberdayaan Anggota Bursa dan Partisipan, penciptaan nilai tambah, efisiensi biaya serta penerapan good governance.

4.1.3 Struktur Organisasi Bursa Efek Indonesia (BEI)

Struktur organisasi pada Bursa Efek Indonesia dikelola oleh tujuh orang direksi yang terdiri atas satu direktur utama dan enam direktur, dan diawasi oleh tujuh orang dewan komisaris juga, yang terdiri atas satu komisaris utama dan enam orang anggota. Sedangkan untuk divisi yang ada dalam Bursa Efek Indonesia terdiri atas enam divisi yang diketuai oleh satu direktur. Divisi I meliputi tiga departemen yaitu: perdagangan saham, penelitian dan pengembangan usaha. Divisi II meliputi dua departemen yaitu: perdagangan fixed Income dan Derivatif, Keanggotaan dan Partisipan. Divisi III satu departemen yaitu: Pengawasan. Divisi IV meliputi satu departemen yaitu Pencatatan. Divisi V meliputi satu departemen yaitu Teknologi Informasi. Sedangkan departemen yang ke VI meliputi satu departemen yaitu Administrasi. Sebagai suatu organisasi yang diberi kewenangan untuk mengatur dirinya sendiri, maka Bursa Efek Indonesia harus menentukan ketentuan dan peraturan sendiri yang menyangkut bidang listing, perdagangan, dan keanggotaan. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan pasar yang tertib, efisien, aman, dan fair. Tapi semua hal yang berhubungan dengan ketentuan peraturan perusahaan harus sejalan dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, Keputusan Presiden Keputusan Mentri Keuangan, Peraturan Bidang Pengawasan Pasar Modal (BAPEPAM), serta ketertiban yang relevan lainnya. 4.1.4 Gambaran Umum Objek Penelitian Gambaran singkat objek penelitian mengkaji tentang profil perusahaan yang menjadi sampel penelitian ini. Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2013 yang berjumlah 158 perusahaan. Sampel perusahaan tersebut kemudian dipilih dengan menggunakan purposive sampling. Perusahaan yang dijadikan objek dalam penelitian ini adalah perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia sebelum tahun 2011 2013, dan perusahaan tersebut mempunyai data yang lengkap. Setelah dilakukan seleksi pemilihan sampel sesuai kriteria yang telah ditentukan maka diperoleh 121 perusahaan setiap tahunnya yang memenuhi kriteria sampel, sehingga sampel dalam penelitian ini sebanyak 363 (121X3) perusahaan. Proses seleksi sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dan ditampilkan dalam tabel berikut ini :Tabel 4.1Proses Seleksi Sampel Berdasarkan KriteriaNO.KRITERIAJUMLAH

1.Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2011-2013158

2.Perusahaan delisting selama periode tahun 2011-2013(19)

3.Menggunakan mata uang Dolar(4)

4.Data dalam Laporan Keuangan tidak lengkap(14)

Perusahaan Sampel121

4.2. Deskripsi Objek PenelitianObjek penelitian berupa perusahaan sektor manufaktur yang dikelompokkan ke dalam dua kategori berdasarkan ketepatwaktuan penyampaian laporan keuangannya, yaitu :1. Perusahaan yang tepat waktu dalam menyampaikan laporan keuangannya ke BAPEPAM.2. Perusahaan yang tidak tepat waktu dalam menyampaikan laporan keuangannya ke BAPEPAM.Distribusi perusahaan sektor manufaktur berdasarkan ketepatwaktuan pelaporan keuangannya ditampilkan dalam tabel 4.2.

Tabel 4.2Distribusi Perusahaan Berdasarkan Ketepatan waktu Pelaporan Keuangan

Tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa sampel penelitian adalah 363 perusahaan selama tiga tahun berturut-turut yaitu 2011-2013. Dari tabel tersebut terlihat bahwa dari 363 pengamatan, 182 perusahaan (50,1 persen) menyampaikan laporan keuangannya secara tepat waktu dan sisanya sebanyak 181 perusahaan (49,9 persen) menyampaikan laporan keuangannya tidak tepat waktu.4.3. Deskriptif StatistikSampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 121 perusahaan untuk periode selama 3 tahun yaitu dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 yang menghasilkan 363 observasi. Gambaran umum sampel dengan variabel likuiditas dan ukuran perusahaan dapat dilihat pada tabel statistik deskriptif berikut :Tabel 4.3Statistik DeskriptifCRTotal AsetValid N (listwise)N363363363Minimum.01221.53

Maksimum34.34832.02Mean2.17427.318Std.deviasion2.5801.531.

Sumber: data sekunder yang telah diolahTabel statistik deskriptif diatas menunjukkan jumlah observasi dalam penelitian ini adalah 363 observasi. Dari 363 data observasi ini diperoleh nilai minimum atau jumlah terkecil Nilai minimum tingkat likuiditas perusahaan yang dihasilkan sebesar 0,012 yaitu pada Hanson International Tbk 2013, sedangkan nilai maximum tingkat likuiditas sebesar 34,348 yaitu Jaya pari Steel Tbk pada tahun 2011. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat likuiditas yang dimiliki oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2011-2013 adalah antara 0,012 sampai dengan 34,348. kemudian nilai rata-rata tingkat likuiditas yang dihasilkan adalah sebesar 2,174 pada standar deviasi sebesar 2,580 yang berarti bahwa variasi data tingkat likuiditas perusahaan sampel cukup besar (lebih dari 30% dari mean).Nilai minimum LnSIZE yang dihasilkan adalah sebesar 21,53 yaitu pada Hanson International Tbk, sedangkan nilai maximum LnSIZE sebesar 32,02 yaitu pada Astra International Tbk. Hal ini menunjukkan bahwa logaritma natural (Ln) total aset yang dimiliki oleh perusahaan sampel adalah antara 21,53 sampai dengan 32,02. Kemudian nilai rata-rata LnSIZE yang dihasilkan adalah sebesar 27,312 dengan standar deviasi sebesar 1,531 yang berarti variasi data Ln Asset perusahaan sampel tidak terlalu besar (kurang dari 30% dari mean).4.4 Pengujian HipotesisPengujian hipotesis menggunakan model regresi logistik untuk menguji pengaruh likuiditas dan ukuran perusahaan terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan. Pengujian hipotesis meliputi, (1) menilai kelayakan model regresi, (2) menilai keseluruhan model, dan (3) menguji koefisien regresi 4.4.1 Menilai Kelayakan Model Regresi (Goodness of fit test).Menilai kelayakan model regresi dilakukan dengan menilai nilai signifikan pada tabel Hosmer and Lemeshow Goodness of fit test. Model dikatakan mampu memprediksi nilai observasi karena cocok dengan data observasinya apabila nilai Hosmer and Lemeshow Goodness of fit test > 0,05 (Ghozali,2005). Hasil uji kedua hal tersebut disajikan pada tabel sebagai berikut :Tabel 4.4Hosmer and Lemeshow Test

Pada tabel tersebut terlihat bahwa besarnya nilai statistik Hosmer and Lemeshow Goodness of fit adalah 6,985 dengan tingkat signifikan 0,538 yang nilainya jauh diatas 0,05. Angka tingkat signifikan > 0,05 sehingga Ho diterima. Hal ini berarti model regresi layak dipakai untuk analisa selanjutnya, karena tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati.4.4.2 Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit)Menilai keseluruhan model dilakukan dengan cara memperhatikan angka pada -2 Log Likelihood (-2LL) Block Number = 0 dan -2 Log Likelihood (-2LL) Block Number = 1.Tabel 4.5Overall Model Fit

Pada tabel 4.14 dan tabel 4.15 terlihat bahwa angka awal -2LL Block Number = 0 adalah 503,222 sedangkan -2LL Block Number =1 adalah 464,335. Dari model tersebut ternyata overall model fit pada -2LL Block Number = 0 menunjukkan adanya penurunan pada -2LL Block Number = 1 sebesar 38,887. Penurunan likelihood ini menunjukkan bahwa keseluruhan model regresi logistik yang digunakan merupakan model yang baik. Selain itu nilai overall percentage correct di block 1 senilai 62,5 lebih tinggi dibandingkan nilai overall percentage correct di block 0 senilai 50,1. Hal ini juga mengartikan bahwa model regresi dengan estimator pada variabel independen tepat dalam mengestimasi pengaruh variabel independen terhadap ketepatan waktu.Hal ini terlihat pada tabel berikut ini :Tabel 4.6Overall Percentage

4.4.3 Menilai Koefisien RegresiTahap akhir setelah uji koefisien regresi dimana hasilnya dapat dilihat pada tabel yang menunjukkan hasil pengujian dengan regresi logistik pada tingkat signifikan 5 persen. Dari pengujian persamaan regresi logistik tersebut maka diperoleh model regresi logistik sebagai berikut :In(TL/1-TL) = -7,076 + 0,138CR + 0,182 TA + eTabel 4.7Uji Koefisien RegresiBSig.Hasil

LikuiditasUkuran PerusahaanConstant.138

.182

-7.076.33

.36

.008Signiikan

Signiikan

Sumber : data sekunder yang telah diolah

H1 : Likuiditas mempengaruhi ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan.Variabel likuiditas menunjukkan nilai koefisien positif sebesar 0,138 dengan probabilitas variabel sebesar 0,033 di bawah signifikansi 0,05 (5 persen). Hal ini mengandung arti bahwa H3 diterima, dengan demikian terbukti bahwa likuiditas mempengaruhi ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan.

H2 : Ukuran perusahaan mempengaruhi ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan.Variabel ukuran perusahaan menunjukkan nilai koefisien positif sebesar 0,182 dengan probabilitas variabel sebesar 0,036 di bawah signifikansi 0,05 (5 persen). Hal ini mengandung arti bahwa H4 diterima, dengan demikian terbukti bahwa ukuran perusahaan mempengaruhi ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan.

4.4 Interpretasi HasilBukti empiris dalam penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tidak tepat waktu dalam penyampaian laporan keuangan ke Bapepam. Hal ini menunjukkan kurangnya tingkat kesadaran perusahaan dalam memenuhi peraturan dalam bidang pasar modal. Berikut ini dibahas beberapa temuan hasil penelitian:1. LikuiditasHasil pengujian regresi logistik menunjukkan bahwa variabel likuiditas perusahaan berpengaruh terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,033 yang lebih kecil dari taraf signifikansi sebesar 5% (0,05). Dengan demikian penelitian ini menerima hipotesis ketiga (H3) yang menyatakan bahwa likuiditas mempengaruhi ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi aktiva lancar yang dipunyai perusahaan untuk membiayai hutang lancar perusahaan maka perusahaan itu akan lebih tepat waktu dalam menyampaikan laporan keuangannya. Meskipun rata-rata tingkat likuiditas perusahaan sampel cukup rendah yaitu 2,174 tidak mempengaruhi perusahaan untuk menyampaikan laporan keuangannya dengan tidak tepat waktu. Terlihat juga dari jarak antara nilai perolehan standar deviasi dan rata-rata tingkat likuiditas perusahaan sampel termasuk dekat, dimana nilai dari standar deviasi sebesar 2,580 dan nilai dari rata-rata tingkat likuiditas perusahaan sampel sebesar 2,174 dan hal ini menyebabkan hasil penelitian yang signifikan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hilmi (2008) yang menyatakan bahwa tingkat likuiditas suatu perusahaan mempengaruhi ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan perusahaan. Maka dapat ditarik hasil bahwa perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang tinggi dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya. Hal ini merupakan berita baik sehingga perusahaan dengan kondisi seperti ini cenderung akan tepat waktu dalam menyampaikan laporan keuangannya.

2.Ukuran PerusahaanHasil penelitian menggunakan regresi logistik memperoleh hasil bahwa variabel ukuran perusahaan berpengaruh terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan. Hal ini dapat terlihat dari tingkat signifikansi ukuran perusahaan pada uji koefisien regresi dimana nilai signifikansi ukuran perusahaan sebesar 0,036 lebih kecil dari taraf signifikansi 5% (0,05). Dengan demikian penelitian ini menerima hipotesis keempat (H4) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan mempengaruhi ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan. Hal ini berarti total asset yang besar mempengaruhi ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan perusahaan tersebut. Terlihat dari hasil statistik deskriptif diperoleh nilai dari rata-rata jumlah aset perusahaan sampel cukup tinggi yaitu bernilai 27,318 dengan demikian ukuran perusahaan yang besar cenderung tepat waktu dalam menyampaikan laporan keuangannya dan sesuai dengan landasan teori yang digunakan. Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Saleh (2004) dan Hilmi (2008) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh ukuran perusahaan terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan perusahaan. Di sisi lain hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Dyer dan Mchugh (1975), Carslaw dan Kaplan (1991), Owusu- Ansah (2000), yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan. Selain itu, hasil penelitian ini juga mendukung landasan teori yang ada yang menyatakan bahwa semakin besar suatu perusahaan maka perusahaan tersebut akan lebih tepat waktu dalam menyampaikan laporan keuangannya untuk menjaga image dari perusahaan tersebut.

9