BAB IV KONSEP DESAIN -...
Transcript of BAB IV KONSEP DESAIN -...
40
BAB IV
KONSEP DESAIN
IV.1. Konsep Egrang
Dalam pengaplikasian hasil eksperimen pada egrang, penulis menerapkan penggabungan konsep
egrang dan konsep bunyi yang bertujuan menggabungkan suatu mainan egrang kedalam sebuah
nada (bunyi) dengan pendekatan tradisional.
Penulis akan memaparkan ketiga konsep ini dalam konsep desain, sebagai berikut :
Gambar 4.1. Skema Konsep Egrang.
Analisis :
1. Adjustable – egrang bisa di setting (diatur) pada bagian step.
2. Simple – mudah dimainkan dan tidak rumit.
3. Attractive – Mainan terlihat menarik perhatian.
4. Knock Down – egrang dapat dibongkar pasang.
5. Sound – egrang memiliki bunyi – bunyian pada saat dimainkan.
SOUND
ADJUSTABLE ATTRACTIVE
SIMPLE
KNOCK
DOWN
KONSEP
EGRANG
41
IV.1.1. Karakter Permainan
Gambar 4.2. Skema Konsep Bermain.
Analisis :
1. Gotong Royong – masyarakat Sunda selalu hidup saling tolong menolong dilingkungan.
2. Kerjasama – pada sistem kekerabatan keluarga Sunda, selalu saling kerjasama membantu
keluarganya dalam kesusahan.
3. Kompak – orang Sunda selalu menjaga kekompakan satu sama lain, karena masyarakat Sunda
saling berbagi masalah dan diselesaikan besama – sama.
4.Sosialisasi – masyarakat Sunda mempunyai rasa sosialisasi yang tinggi, sehingga
masyarakatnya rukun dan tentram serta mudah beradaptasi satu sama lain.
5. Olah Raga – Permainan ini dapat menyehatkan tubuh karena melatih ketahanan kaki, tangan
dan keseimbangan badan.
Kerjasama
Gotong
Royong
Kompak
Olah
Raga
Sosialisasi
KONSEP
BERMAIN
42
IV.1.2. Bunyi
Konsep bunyi dalam egrang nantinya sebagai berikut :
1. Bunyi menimbulkan efek alami dimana untuk mendekatkan orang Sunda pada alam.
Masyarakat Sunda merasa hidupnya dekat dengan lingkungan alam, bagi mereka alam
merupakan keluarga yang harus dicintai serta cermin hidup yang harus dijaga dan
dipelihara.2
2. Menurut bapak Muhamad Zaini Alif mengatakan bahwa mainan dengan unsur suara yang
dominan dapat menjadi sebuah media bermain dan rekreasi. Suara adalah media yang
menyenangkan dan dapat mengisi waktu dikala senggang. Suara dapat menemani masyarakat
Sunda pada saat berada diladang atau sawah yang sepi dan hening3. Kemudian ada pula
permainan yang berunsur gerak,yang bisa dimainkan sendiri dengan berbagai macam cara
mulai dari dipukul, ditiup, digoyangkan, dibanting, diputar, atau menggunakan media lain
seperti angin, air, udara.
Masyarakat Sunda yang tinggal dipedesaan pola hidupnya berdasarkan mata pencaharian
bertani. Sebagai petani yang sehari-hari berada di sawah dan ladang, orang tua selalu
membawa anak-anaknya pergi ke sawah. Namun bila dikaitkan dengan budaya tersebut,
anak-anak umumnya mencari sebuah kegiatan lain yang dapat memeriahkan suasana dan
menghibur diri.
IV.2. Estetika
IV.2.1. Aspek Bentuk
Berdasarkan pemahaman estetika, bahwa bentuk tradisional yang memiliki konsep dasar estetika.
Dalam mencari bentuk yang mendekati tradisi Sunda, antara lain :
1. Kuda, kuda dulu biasa digunakan sebagai sarana transportasi yang sebut delman bagi
masyarakat Sunda. Sekarang kuda digunakan untuk tradisi kuda ronggeng, dimana biasanya
untuk membawa peserta sunatan massal dan dibawa keliling kampung4. Disamping itu kuda
dalam cerita rakyat ditunggani oleh Arjuna yang berperang di medan perang dengan
menunggangi kereta perangnya.
2Sumardjo,Jakob,”Simbol – simbol Artefak Budaya Sunda”2003.h.138 3Wawancara dengan Bapak Muhamad Zaini Alif tanggal 23 November 2006 4 Kurnia, G dan Nalan, S.A, (2003), Deskripsi Kesenian Jawa Barat, Jawa Barat, Penerbit Dinas Kebudaayaan dan Pariwisata Jawa Barat
Pusat Dinamika Pembangunan UNPAD. h.5
43
Tradisi kuda lumping juga menggunakan image kuda yang dianyam mirip dengan kuda yang
sudah menjadi bagian tradisi Sunda. Dalam kosmologi Sunda “Kuda” di anggap azas Dunia
Atas5. Kuda adalah lambang Dunia atas (rohani) yang berarti alam rohani yang baik.
Gambar 4.3. Kuda dan kuda dalam tokoh wayang arjuna di Museum Sribaduga
(Sumber : Dokumen pribadi)
2. Gajah, dalam cerita pantun Sunda, gajah yang digunakan gajah putih sebagai tunggangan
Dewa Wisnu. Gajah merupakan lambang dari Dunia Atas.6
Gambar 4.4. Gajah (Sumber Gambar : Elephant, www.enchiklopedhia.com)
5Sumardjo,Jakob,”Simbol – simbol Artefak Budaya Sunda”2003.h.155 6Sumardjo,Jakob,”Simbol – simbol Artefak Budaya Sunda”2003.h.106
44
3. Burung Merak, sering dijadikan sebagai motif dalam batik pada masyarakat Sunda.
Penggunaan motif burung dalam budaya Sunda akibat dari pengaruh budaya Hindu yang
masuk ke tanah Pasundan, Merak merupakan seorang dewa dalam agama Hindu (mitos
Hindu). Dalam mitos Hindu, Merak digambarkan sebagai pengangkut atau kendaraan dari
Kantikeya, bagi Dewi Saraswati dan Dewi Mahamayuri dari Jainism.7
Gambar 4.5. Merak dan Motif Merak ngibing dalam batik Garut.
(Sumber: Peacock, www.enchiklopedhia.com dan Dokumen pribadi
di Museum Sri Baduga).
4. Singa, dalam konsep kerakyatan, Singa menjadi sebuah perlambang raja binatang karena
kegagahan, keangkeran dan kekuatannya. Singa juga dianggap sebagai sebuah lambang
untuk mengusir kejahatan dan pemberi perlindungan. Dalam budaya Sunda, Singa
melambangkan pertalian bentuk perlawanan rakyat terhadap penjajah. Dalam tradisi kesenian
sisingaan di masyarakat Sunda, terdapat makna spiritual yang dipercaya dapat memberikan
keselamatan atau sebagai media mewujudkan rasa syukur.8
Dalam mitos Hindu, Singa
merupakan hewan tunggangan dewi Durga., sebagai lambang kebangkitan dari kebenaran
dan kemurnian. 9
7Peacock, www.enchiklopedhia.com 8 Kurnia, G dan Nalan, S.A, (2003), Deskripsi Kesenian Jawa Barat, Jawa Barat, Penerbit Dinas Kebudaayaan dan Pariwisata Jawa Barat
Pusat Dinamika Pembangunan UNPAD. Halm.12 9People and Lion, www.enchiklopedhia.com
45
Gambar 4.6. Kesenian Sisingaan dan Singa.
(Sumber : Koran Pikiran Rakyat dan www.enchiklopedhia.com).
Informasi penting bagi pemetaan kosmologi Sunda di zaman Hindu-Budha dalam
pantun ini adalah kerbau lambang Dunia Bawah yang berazas lelaki sedangkan banteng lambang
Dunia Atas. Dalam Kosmologi Sunda yang menjadi lambang Dunia Atas adalah Burung, Kuda,
Gajah.10
Metafor banyak digunakan dalam bidang linguistic. Proyek desain ini akan menggunakan
konsep methapor sebagai pendekatan pada budaya yang berkembang di masyarakat. Dalam
perancangan proyek desain ini penulis akan mengambil tema – tema tertentu yang sesuai dengan
budaya Sunda, melalui penerapan metafor fauna.
Dalam buku “The representasi as Product as referring through the resemblance of form
to another object in spite of different materials, constructions and pragmatic. Such a
metaphorical reference can connect two similar forms which differ in other respects. A metaphor
functions like a substitute which apperars, for example, as a person looks at an aeroplane in the
sky and is suddenly reminded of something, maybe a bird or an insect. This experience can be
described by words like look a bird-like plane, a nose-like a bill, sharp-pointed like a stinger.”11
Dari pemahaman diatas maka dapat tergambarkan betapa mudahnya sebuah proses
metafora dapat dikenali dan dilakukan. Sehingga metafora dalam produk menjadi lebih mudah
dikenali melalui analogi yang memanfaatkan penggunaan material, konstruksi, dan sifat-sifat
sebagai perwujudannya.
10Sumardjo,Jakob,”Simbol – simbol Artefak Budaya Sunda”2003.h.155 11Vihma, S, (1995), Product As Representations, UIAH, Helsinki.h.95
46
Proyek desain egrang ini akan mengacu pada metafor fauna dimana yang dikenali oleh
masyarakat Sunda, antara lain :
a. Gajah, gajah merupakan hewan daratan terbesar di dunia, yang telah di gunakan manusia
semenjak zaman dahulu. Sebagai contoh sebanyak 80 ekor Gajah telah digunakan oleh
Hannibal ketika bertempur dengan tentara Roma pada pertempuran. Gajah juga disembah
sebagai dewa Ganesha di India, sementara Gajah putih dipuja dalam cerita pantun Sunda
sebagai tunggangan Dewa Wisnu.
b. Kuda, hewan ini telah lama menjadi salah satu hewan ternak yang penting secara ekonomis,
Kuda juga memegang peranan penting dalam pengangkutan orang dan barang selama ribuan
tahun. Pada beberapa daerah, Kuda juga digunakan sebagai sumber makanan. Walaupun
peternakan Kuda diperkirakan telah dimulai sejak tahun 4500 SM, bukti-bukti penggunaan
Kuda untuk keperluan manusia baru ditemukan terjadi sejak 2000 SM.
c. Burung Merak. Budaya Sunda yang dipengaruhi oleh budaya Hindu, Merak dianggap sebagai
dewa.
Gambar 4.7. Kereta Keraton Paksi Naga Liman
kombinasi metafor gajah,naga,burung. ( Sumber : Dokumen pribadi di Museum Sri
Baduga)
d. Naga, makhluk mitos yang biasa digambarkan sebagai ular (atau reptilia lain) yang besar,
berkuasa, dan mempunyai kuasa sakti. Makhluk mitos yang memiliki sebahagian ciri-ciri naga
dapat dijumpai dalam kebanyakan budaya di dunia.12
e. Singa, singa merupakan lambang pertalian bentuk perlawanan rakyat terhadap penjajah. Dalam
tradisi kesenian disebut Sisingaan.
12Enchiklopedhia tentang Naga, www. Google.com
47
Gambar 4.8. Traidisi Sisingaan.(Sumber Gambar : Koran Pikiran Rakyat)
Dalam konsep kerakyatannya dipercaya oleh masyarakat Sunda bahwa simbol Singa mempunyai
kekuatan membawa keselamatan 13
.
IV.2.2. Ornamen
Dalam ukiran dan hiasan yang terdapat di lingkungan Sunda sebagian besar banyak dipengaruhi
oleh zaman Hindu-Budha, kemudian ke zaman Islam. Budaya Islam sudah tertanam dalam
lingkungan masyarakat Sunda, sehingga ragam hiasnya lebih menyesuaikan dengan kondisi yang
di alami saat ini. Hal teresebut dapat dilihat pada ukiran – ukiran Keraton Kasepuhan Cirebon,
yang terdapat pada tiang dan pintu – pintu. Dewasa ini motif – motif tersebut sudah beralih pada
batik-batik Cirebon dan motif yang terdapat pada kereta Kencana, dengan hiasan
menggambarkan flora dan fauna.
Di bawah ini arti motif fauna yang terdapat pada budaya Sunda :
a. Gajah berarti lambang kekuatan darat.
b. Naga berarti lambang kekuatan laut.
c. Garuda berarti lambang kekuatan udara.
d.Singa barong (binatang dalam mitos Hindu)
Empat ekor hewan diatas terdapat dalam motif kereta Kencana, jenis motif ini terdapat pada
motif Paksi Naga. Bentuk Paksi Naga Liman merupakan sebuah kereta Keraton hasil stilasi dari
bentuk Garuda, Naga serta Gajah.(lihat Gambar 4.7).
13Kurnia, G dan Nalan, S.A,”Deskripsi Kesenian Jawa Barat” 2003.h. 12.
48
Gambar 4.9. Motif Singa Barong dalam batik.
(Sumber : Dokumen pribadi di Museum Sri Baduga)
Penyebaran agama Islam yang tidak terkendali mematikan kebudayaan lama yang hidup
dan tumbuh sebelumnya. Sehingga motif – motif ukiran tradisional Jawa Barat secara filosofis
banyak terdapat pada corak-corak yang dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu, Islam serta Cina.14
Gambar 4.10. Jenis burung angsa (mastaka atau momoko untuk hiasan atap mesjid), Burung
Merak Ngibing (motif batik), burung garuda (ukiran).
(Sumber : Dokumen pribadi di Museum Sribaduga)
Dapat kita lihat adanya motif flora dan fauna, pola wadasan dan awan serta warna –
warna yang digunakan pada beberapa motif dari Cina dan pengaruh Hindu, sedangkan corak
Islam tampak pada bentukan-bentukan pola pembubuhan tema-tema motif huruf-huruf Arab.
(Lihat Gambar 4.8)
14Soeryaman, “Pengetahuan Dasar Kebudayaan Sunda” (1984).h.28
49
IV.3. Material
Penggunaan material dalam produk mainan egrang ini mempertimbangkan bahan bambu tali dan
bambu hitam, secara ilmiah bambu ini mempunyai buluh 10-20 meter, berwarna hijau terang
sampai kekuning-kuningan, dan berwarna coklat kehitam – hitaman. Umumnya tumbuh
didataran rendah sampai ketinggian 1000 meter. Banyak diusahakan untuk bahan baku kerajinan
tangan, alat rumah tangga, alat musik. Pemilihan jenis bambu tali di karenakan sifatnya yang
kuat, ringan dan tahan matahari. Sedangkan karakter bambu hitam (Gigantochloa Verticillata)
memiliki jarak ruas panjang seperti pada bambu tali/apus, akan tetapi tebalnya sampai 20 mm
dan tidak liat (getas, bergaris kuning muda). Garis tengah bambu ini 40 – 100 mm, panjang
batang 7 – 18 m.15
IV.4. Citra
Natural – alamiah, mendasar.
Di dalam perancangan produk kali ini, perancangan mengambil citra atau kesan natural/alami
pada produknya dengan menonjolkan karakter dan warna asli dari bambu untuk tetap
diperlihatkan dan menjadi dominan pada keseluruhan desain.
IV.5. Fungsi
Fungsi dari egrang dapat dilihat dari konsep pengaplikasian egrang dalam budaya masyarakat
Sunda, sebagai:
1. Identitas dari tradisi masyarakat Sunda yang dapat dikenali karakter dan sifat serta status
sosialnya.
2.Mengingatkan kita pada tradisi lama yang diangkat kembali dalam rangka mempertahankannya
sampai sekarang.
3. Mainan ketangkasan yang dapat menyehatkan badan dan berfungsi sebagai sarana edukasi
pengenalan permainan tradisional.
4. Sarana pelengkap dalam acara arak – arakan (helaran).
5.Untuk memprasaranai para pemain egrang untuk dapat lebih mengeksplorasi teknik
permainannya dengan tambahan nada yang lebih luas dan sarana pendidikan konservasi.
15 Frick. H, (2004), Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu, Yogyakarta, Penerbit Kanisius, Soegijapranata University Press. h. 15
50
IV.6. Tujuan
Merancang dan mengembangkan sebuah mainan egrang rakyat dengan memanfaatkan unsur
bunyi dari bambu – bambu kecil, yang nantinya diharapkan akan menghasilkan suatu produk
mainan egrang baru yang mempunyai bunyi – bunyian sebagai alternatif.
IV.7. Warna
Warna pada desain egrang akan menyesuaikan dengan warna-warna tradisional yang dekat
dengan tradisi Sunda dan juga akan menggunakan warna alami yang sesuai dengan warna
bambu.
IV.8. Sasaran
Menghasilkan mainan baru yaitu egrang dengan mempunyai nada yang luas, dan diharapkan
para pemain egrang yang dapat mengeksplorasi nada dan teknik permainan baru.
IV.9. Pengguna :
a. Pria – egrang untuk pria khusus didesain pada bentuk – bentuk maskulin. Pada bagian atas
menggunakan kepala Singa, untuk melambangkan kegagahan dan kekuatan.
b. Wanita – egrang untuk wanita menggunakan kepala Merak untuk melambangkan keindahan
burung dan penggunanya.
IV.10. Lokasi : Tidak dibatasi.
IV.11. Sketsa Desain
IV.11.1. Sketsa Ide Desain
Proses awal perancangan di mulai dengan perubahan beberapa sketsa. Sketsa – sketsa yang
dibuat umumnya mengacu kepada alternatif pemilihan bentuk.
51
1. Sketsa Awal Mainan Egrang
Gambar 4.11. Sketsa egrang 1 dan 2. (Sumber : Dokumen pribadi)
Gambar 4.12. Sketsa egrang 3 dan 4. (Sumber : Dokumen pribadi)
52
Gambar 4.13. Sketsa egrang 5 dan 6. (Sumber : Dokumen pribadi)
2. Sketsa Step
Gambar 4.14. Sketsa Step 1. (Sumber : Dokumen pribadi)
53
Gambar 4.15. Sketsa Step 2. (Sumber : Dokumen pribadi)
Gambar 4.16. Sketsa Step 3. (Sumber : Dokumen pribadi)
54
Gambar 4.17. Sketsa Step 4. (Sumber : Dokumen pribadi)
3. Sketsa Kuncian
Gambar 4.18. Sketsa Kuncian 1. (Sumber : Dokumen pribadi)
55
Gambar 4.19. Sketsa Kuncian 2 (Sumber : Dokumen pribadi)
Gambar 4.20. Sketsa Kuncian 3. (Sumber : Dokumen pribadi)
56
4. Sketsa Kepala
Gambar 4.21. Sketsa Kepala 1 dan 2. (Sumber : Dokumen pribadi)
57
Gambar 4.22. Sketsa Kepala 3 dan 4. (Sumber : Dokumen pribadi)
IV.11.2. Sketsa Alternatife
1. Sketsa alternatife pilihan-1 dan 2
Gambar 4.23. Sketsa Alternatif 1 dan 2. (Sumber : Dokumen pribadi)
58
2. Sketsa alternatife pilihan-3 dan 4
Gambar 4.24. Sketsa Alternatif 3 dan 4. (Sumber : Dokumen pribadi)
3. Sketsa Motif
Gambar 4.25. Sketsa Motif 1 dan 2. (Sumber : Dokumen pribadi)
59
Gambar 4.26. Sketsa Motif 3 dan 4. (Sumber : Dokumen pribadi)
IV.12. Sketsa Final
Pada awal proses perancangan, rancangan terdiri dari beberapa sketsa, Sketsa – sketsa yang
dibuat umumnya mengacu kepada alternatif pemilihan bentuk. Sketsa Final merupakan akhir dari
proses pengembangan bentuk sebelumnya. Pertimbangan yang diambil dalam membuat alternatif
ini adalah :
1. Bentuk lebih diarahkan kepada metaphora hewan yaitu singa, merak, kuda dan angsa.
Kemudian mempertimbangkan pengoperasian produk yang diganti dengan bentuk – bentuk
sederhana. Tambahan lain berupa handgrip dirasa perlu untuk kepentingan operasional.
2. Mempertimbangkan untuk kepentingan keamanan dan perawatan. Agar air dan udara tidak
membuat bambu cepat lapuk, sehingga jangka waktu pemakaian produk akan semakin lama
dan tidak mudah rusak.
60
a. Sketsa Final 1 dan 2
Gambar 4.27. Sketsa Final 1,2,3 dan 4. (Sumber : Dokumen pribadi)
61
IV.13. Studi Model
Gambar 4.28. Studi Model . (Sumber : Dokumen pribadi)
62
IV.14. Proses Pembuatan Egrang
IV.14.1. Proses Pembuatan Stick Egrang
1 2 3 4 5 6
7
Gambar 4.29. Proses Pembuatan Stick Egrang . (Sumber : Dokumen pribadi)
Tahap – tahap pembuatan egrang sebagi berikut :
1) Pengukuran dan pemotongan bambu sesuai ukuran. 2) Pembuatan
purus berganda. Tujuan purus berganda adalah sebagai sambungan
egrang. 3) Pemasangan kayu bulat untuk sambungan pada sisi atas
stick dengan ukuran 26 cm yang berdiameter 3 cm, kayu bulat
dimasukan kedalam bambu sepanjang 13 cm. Kemudian gunakan
sumpit bambu sebagai pasak dengan cara ditanam ke dalam bambu,
supaya kayu bulat menjadi kuat dan tidak goyang apabila
disambungkan dengan bambu nantinya. 4) Tahap empat dan lima,
kayu bulat diukur untuk membuat lubang pasak yang berdiameter 18
mm. 5) Tahap enam dan tujuh, pembuatan lubang stelan (adjusting)
pada step. Bagian sisi bawah stick dilubangi sebanyak empat lubang
yang berdiameter 3 cm, antara lain : jarak lubang pertama berukuran
30 cm, jarak lubang kedua berukuran 50 cm, jarak lubang ketiga
berukuran 70 cm, jarak lubang keempat berukuran 100 cm dari sisi
bawah stick. Finishing.
63
IV.14.2. Proses Pembuatan Kaki-Kaki (Step) Egrang
1 2 3 4
5 6 7 8
Gambar 4.30. Proses Pembuatan Kaki – kaki (Step). (Sumber : Dokumen pribadi)
Tahapan perbuatan kaki – kaki (step) : 1) Pemotongan bambu sepanjang
35 cm. kemudian belah menjadi 2 bagian. Bambu ini akan menjadi alas
kaki untuk egrang. 2) Tahap satu dan dua, pemotongan bambu hitam
empat bagian, yang berukuran masing-masingnya sepanjang 25 cm, 22
cm, 20 cm, 18 cm. Kemudian gunakan pisau raut untuk mengiris bagian
tengahnya dan bagian pangkalnya sampai menyerupai bentuk angklung. 3)
Tahap tiga dan empat, bambu-bambu hitam yang sudah dipotong-potong
dan diiris tadi di bor sesuai diameter kayu bulat yang berukuran 18 mm.
Kemudian hubungkan keempat batang bambu dengan menggunakan kayu
bulat untuk menghubungkannya. 4) Tahap kelima, lubangi bagian bawah
pada alas kaki sebanyak empat buah dimana untuk memasukan keempat
batang bambu tadi sebagai konstuksi dan selain itu penghias pada step
egrang. 5) Tahap keenam, hubungkan ujung kayu bulat pada bambu yang
terdapat di bagian alas kaki egrang. Kemudian paten dengan menggunakan
sumpit bambu. 6) Tahap ketujuh dan kedelapan, potong sisa-sisa sumpit
bambu dan kayu bulat hingga ukurannya tepat dengan bambu. Finishing.
64
IV.14.3. Proses Pembuatan Dudukan Egrang
1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12
13
Gambar 4.31. Proses Pembuatan Dudukan Egrang. (Sumber : Dokumen pribadi)
Tahapan-tahapan dalam proses pembuatan dudukan sebagai berikut:
1) Pemotongan bambu sesuai ukuran. Kemudian lakukan
pembentukan bambu dengan cara menoreh atau diiris. 2) Tahap
ketiga, lubangi bambu untuk menghubungkan potongan-potongan
bambu yang sudah diiris tadi ke dalam kayu bulat yang berdiameter
18 mm. 3) Tahap empat dan lima, proses pemboran kaki-kaki pada
dudukan bambu. 4) Tahap enam dan tujuh, proses melubangi cincin
untuk dudukan egrang dan pemasangan cincin dudukan egrang. 5)
Tahap delapan dan sembilan, setelah pemasangan sudah jadi maka
pasak dengan menggunakan sumpit bambu.
6) Tahap sepuluh dan sebelas, setelah pemasangan pasak sumpit
bambu maka dilanjutkan dengan melubangi bambu untuk tiang
penyangga sebanyak empat buah lubang. Perakitan dudukan yang
sudah terpasang. 7) Tahap duabelas dan tigabelas, pemasangan alas
pada dudukan. Finishing.
65
IV.15. Proses Pembuatan Bagian Kepala Egrang Singa
IV.15.1. Proses Pembuatan Bagian Kepala Egrang Singa dengan Kayu Albasiah
1 2
3 4
5 6
Gambar 4.32. Proses Permodelan Kayu Albasiah . (Sumber : Dokumen pribadi)
Tahap – tahap dalam pembuatan model dengan kayu Albasiah sebagai
berikut : 1) Pembentukan kepala Singa secara umum. 2) Tampak samping
pada kepala Singa. 3) Pembentukan kepala secara detail. Kemudian
kepala Singa diberi dempul kayu, untuk menutupi pori – pori permukaan
kayu. 4) Setelah bagian kepala didempul, maka permukaan kayu diamplas
sampai merata dan licin. Sehingga pada saat melakukan pengecatan warna
dapat menghasilkan warna yang bagus. 5) Hasil yang sudah didempul dan
di amplas.Finishing.
66
IV.15.2. Proses Pewarnaan Bagian Kepala Egrang Singa
1 2 3 4
5 6 7
Gambar 4.33. Proses Pewarnaan Kepala Singa. (Sumber : Dokumen pribadi)
Tahapan-tahapan proses pewarnaan kepala : 1) Dalam proses
pewarnaan ini menggunakan cat minyak yaitu sejenis cat “AVIAN”.
Pada bagian kepala dicat dasar yang lebih muda dengan warna coklat
muda. Supaya memudahkan dalam proses pewarnaan khususnya
membuat gradasi. 2) Kemudian kepala dilapis dengan warna yang agak
lebih tua. 3) Setelah permukaan kepala kering maka warna yang lebih
tua dilapis pada warna sebelumnya. Warna disesuaikan dengan warna
hewan yang aslinya. Proses pewarnaan dilakukan secara bertahap –
tahap. 4) Tahap lima, enam dan tujuh adalah hasil pewarnaan pada
kepala Singa yang sudah jadi.
IV.15.3. Proses Pemasangan Bagian Rambut Egrang Singa
1 2 3 4
5 6
Gambar 4.34. Proses Pemasangan Rambut Singa. (Sumber : Dokumen pribadi)
67
Tahap – tahap dalam pemasangan rambut Singa sebagai berikut :
1) Pemotongan bambu-bambu kecil sepanjang 2 cm dengan diameter lebih
kurang 10 mm sampai dengan 12 mm. 2) Potongan-potongan bambu kecil
tadi sebagian dililitkan dengan menggunakan rotan cacing. 3) Kemudian
potongan-potongan bambu dimasukan satu per satu pada ujung rotan yang
berdiameter 2,7 sampai dengan 3 mm. 4) Sebelum rambut Singa dipasang
maka kepala Singa di bor terlebih dahulu. Setelah itu masukan ujung rotan
ke dalam lubang dengan menggunakan lem kayu supaya rambut Singa
tidak terlepas pada saat dimainkan. 5) Kemudian pasang leher Singa yang
sudah diberi pegas (per) dengan cara memasukan pada pin kayu yang
sudah disediakan di sisi atas bambu. 6) Finishing.
IV.15.4. Proses Pemasangan Bunyi-bunyian Egrang Singa
1 2 3
Gambar 4.35. Proses Memasang Bunyi – bunyian. (Sumber : Dokumen pribadi)
Tahapan proses pemasangan bunyi – bunyian sebagai berikut :
1) Masukan sumpit bambu pada tabung-tabung bambu satu persatu.
Kemudian masukan tabung-tabung bambu pada lubang dudukan. 2)
Pemasangan dilakukan dengan cara yang sama. Setelah itu tutup tabung
tersebut pada potongan-potongan bambu yang sudah dibuat bulat-bulat.
Tabung-tabung bunyi diberi lem “superglue” supaya tidak terlepas dari
dari dudukannya. 3) Finishing.
68
IV.15.5. Proses Pemasangan Bagian Ekor Egrang Singa
1 2 3 4 5
6 7 8 9 10
11 12 13
Gambar 4.36. Proses Pemasangan Ekor Singa . (Sumber : Dokumen pribadi)
Tahapan – tahapan proses pemasangan ekor Singa sebagi berikut:
1) Pepmotongan bambu kecil sepanjang 3 cm sebanyak 10 buah. 2)
Hasil potongan. Kemudian masukan kawat kedalam lubang dudukan
bunyi-bunyian yang sudah dilubangi sebelumnya. 3) Kawat dipilin
sampai membentuk sampul. Setelah itu bambu dimasukan satu persatu
sampai membentuk ekor. 4) Tahap enam dan tujuh, hasil bambu–
bambu kecil yang sudah disusun kedalam kawat. Supaya kawat tidak
terlihat maka dibungkus dengan rotan cacing sampai menutupi dan
membungkus kawat. 5) Hasil kawat yang sudah dibungkus dengan
rotan cacing. 6) Kemudian pembungkusan pada pangkal ekor. Rotan
dipotong kecil-kecil dan ditempel pada pangkal ekor dengan
menggunakan isolasi kertas supaya tidak lepas pada saat dipilin dengan
rotan. 7) Rotan cacing melilit dan sekalian membungkus ekor yang
sudah di lem dengan isolasi kertas. 8) Hasil jadi dari lilitan pada ekor
yang menyerupai ekor Singa. Lilitan rotan cacing pada bagian ekor
yang sudah jadi. 9) Tahap ketigabelas, hasil akhir pada pembuatan ekor
Singa. Finishing.
69
IV.16. Proses Pembuatan Bagian Kepala Egrang Merak
IV.16.1. Proses Anyaman Rotan Bagian Kepala Egrang Merak
1 2 3 4 5
6 7 8 9 10
11 12 13 14 15
16 17 18 19
Gambar 4.37. Proses Anyaman Kepala Merak (Sumber : Dokumen pribadi)
Tahap – tahap dalam proses anyaman kepala Merak sebagai berikut :
1) Tahap pertama sampai dengan ketiga, rotan di silang menjadi 4
(empat) tangkai, kemudian di anyam. 2) Tahap keempat, bentuk rotan
menyerupai bentuk paruh, dengan anyaman zig zag. 3) Tahap kelima,
buat paruh 2 (dua) buah dengan ukuran dengan bentuk yang sama. 4)
Tahap keenam, satukan paruh tersebut dengan cara diikat menggunakan
rotan. 7) Tahap ketujuh, lanjutkan proses anyaman dengan membentuk
kepala. 8) Tahap kedelapan sampai dengan keduabelas, proses anyaman
batok kepala Merak. 9) Tahap ketigabelas sampai dengan kelimabelas,
proses anyaman leher Merak. 10) Tahap keenambelas, setelah proses
penganyaman selesai, lalu rapikan sisa-sisa rotan dengan cara di
potong. 11) Tahap ketujuhbelas sampai dengan kedelapanbelas, kepala
Merak setelah di rapikan. 12) Tahap kesembilanbelas, Finishing.
70
IV.16.2. Proses Anyaman Rotan Bagian Ekor Egrang Merak
1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12
13 14 15 16 17 18
19 20 21 22 23 24
Gambar 4.38. Proses Anyaman Ekor Merak. (Sumber : Dokumen pribadi)
Tahapan – tahapan dalam proses anyaman ekor Merak :
1) Tahap pertama, rotan di ukur sesuai yang diinginkan. 2) Tahap
kedua sampai keenam, rotan di potong-potong dan dijejerkan, yang
bertujuan untuk membuat tulang ekor merak. 3) Tahap ketujuh sampai
kedelapan, lanjutkan dengan proses anyaman bentuk pertama. 4)
Tahap kesembilan sampai kesebelas, proses anyaman bentuk kedua. 5)
Tahap keduabelas sampai ketigabelas, proses anyaman bentuk yang
ketiga. 6) Tahap keempatbelas sampai dengan kelimabelas, hasil
anyaman yang sudah jadi dan sisa rotan dirapikan dengan cara
dipotong. 7) Tahap keenambelas sampai dengan kesembilanbelas,
proses anyaman bentuk keempat. 8) Tahap keduapuluh sampai dengan
keduapuluhtiga, proses anyaman bentuk kelima. 9) Tahap
keduapuluhempat, Finishing.
71
IV.16.3. Proses Pemasangan Bunyi-bunyian Egrang Merak
1 2 3 4
5
Gambar 4.39. Proses Memasang Bunyi - bunyian Egrang Merak.
(Sumber : Dokumen pribadi)
Tahapan-tahapan dalam proses memasang bunyi–bunyian egrang
Merak : 1) Masukan rotan cacing pada lubang yang sudah
disediakan untuk membuat gantungan tabung bunyi-bunyian. 2)
Tahap kedua dan ketiga, rotan dililitkan pada batang bambu
sampai menyerupai cincin yang terbuat dari rotan. 3) Lem pada
bagian pangkal rotan yang sudah dililitkan di bambu. 4) Tahap
kelima, hasil tabung bunyi-bunyian yang sudah terpasang. 5)
Finishing.
72
IV.17. Proses Finishing
IV.17.1. Proses Pembuatan Motif pada Bambu
1 2 3 4
5 6
Gambar 4.40. Proses Pembuatan Motif pada Bambu. (Sumber : Dokumen pribadi)
Tahapan proses pembuatan motif pada bambu sebagai berikut: 1)
Menyediakan gambar motif. 2) Kemudian motif digambar pada
permukaan bambu dengan menggunakan karbon. 3) Setelah dimotif
dengan pensil maka mulai tahap memotif dengan menggunakan alat
sejenis solder dengan suhu panas 25 Volt. 4) Selesai memotif, permukaan
bambu yang sudah dimotif lakukan pengamplasan secara merata sebelum
melakukan tahap vernis. 5) Pastikan permukaan sudah bersih. Kemudian
lakukan tahap vernis dengan cara merata. 6) Hasil motif yang sudah di
vernis. Finishing.
73
IV.17.2. Proses Penganyaman pada Handle (pegangan)
1 2
3 4
Gambar 4.41. Proses Menganyam Handle. (Sumber : Dokumen pribadi)
Tahap – tahapan dalam proses menganyam pada bagian Handle
(pegangan) sebagai berikut : 1) Rotan dipotong sepanjang 15 cm.
kemudian potongan – potongan itu disusun satu persatu sebanyak 12
buah pada permukaan bambu. Supaya rotan – rotan tersebut bisa
nempel pada bambu maka gunakan dobletip atau isolasi kertas untuk
membantu menempelkan pada permukaan bambu dan mempermudah
pada saat menganyam. 2) Rotan mulai dianyam dan proses dalam
menganyam. 3) Anyaman diselang seling sehingga menyerupai
seperti tikar. 4) Finishing.
74
IV.17.3. Proses Pembuatan Tutup Pasak
1 2
3 4
Gambar 4.42. Proses Pembuatan Tutup Pasak. (Sumber : Dokumen pribadi)
Tahap-tahap pembuatan tutup pasak sebagai berikut :
1) Pemotongan bambu kecil sepanjang 3 cm dengan diameter rongga
bambu lebih kurang 18 mm sebanyak satu pasang. 2) Potong kayu bulat
berdiameter 18 mm sepanjang 10 cm. Setelah itu, masukan kayu bulat ke
dalam potongan kecil bambu sampai ke ujung bambu. Kemudian tanam
dengan sumpit bambu. 3) Potongan bambu yang satunya lagi sebagai
tutup pasak. Lilitkan atau bungkus kedua bambu tersebut dengan
menggunakan rotan cacing. Masukan ujung rotan cacing diantara
anyaman pada tutup pasak supaya tidak terlepas dari pasaknya. 4)
Finishing.
75
IV.18. Gambar Detail Prototipe Desain Egrang Merak
Gambar 4.43. Gambar Detail Prototipe Desain Egrang Merak (Sumber : Dokumen pribadi)
76
Gambar 4.44. Gambar Prototipe Final Egrang Merak (Sumber : Dokumen pribadi)
77
IV.19. Gambar Detail Prototipe Desain Egrang Singa
Gambar 4.45. Gambar Detail Prototipe Desain Egrang Singa. (Sumber : Dokumen pribadi)
78
Gambar 4.46. Gambar Prototipe Final Egrang Singa. (Sumber : Dokumen pribadi)
79
IV.20. Analisa Tanggapan Masyarakat terhadap Desain Egrang
Dari angket yang disebarkan sebanyak 30 lembar ke masyarakat Sunda yang melihat pertunjukan
egrang di Saung Udjo maka penulis menganalisa angket tersebut dengan memasukan beberapa
aspek, diantaranya meliputi aspek estetika, aspek bunyi, aspek budaya dan aspek interaksi
permainan egrang dengan pertimbangan penilaian sebagi berikut:
1. Aspek Estetika : bahwa produk memiliki keindahan dan keunikan.
2. Aspek Bunyi : bahwa produk berunsur bunyi -bunyian yang berasal dari benturan-benturan.
3.Aspek Budaya : bahwa produk disesuaikan dengan tradisi permainan di lingkungan masyarakat
Sunda.
4. Aspek Interaksi permainan Egrang : bahwa produk dapat membuat permainan menjadi meriah
dan menarik bagi penonton.
Selain aspek-aspek yang terdapat di atas maka penulis juga memberi pertanyaan kedalam
kuisioner dimana untuk memperoleh data tentang umur responden, tentang pengenalan egrang,
tentang image egrang yang menarik peratian penonton dan tanggapan masyarakat terhadap
desain egrang yang sekarang.
Dibawah ini adalah tabel penjabaran perolehan data dan penilaian aspek-aspek sudut
pandang masyarakat terhadap desain egrang sekarang sebagai tradisi permainan masyarakat
Sunda. Penjabaran data tersebut berdasarkan pada jawaban yang diberikan responden dari
pertanyaan-pertanyaan di lembar kuisioner. (Lihat tabel 4.1).
81
Ketentuan dari tabel penjabaran perolehan data dan penilaian aspek-aspek sudut pandang
dari tanggapan masyarakat, adalah sebagai berikut:
1. Data umur responden digambarkan secara simbolik pada pilihan jawaban dari A sampai E
dengan rincian :
A = Di bawah 15 tahun
B = 15 sampai 20 tahun
C = 20 sampai 25 tahun
D = 25 sampai 30 tahun
E = Besar 30 tahun
2. Data tentang egrang yang sudah pernah dilihat oleh responden yang digambarkan secara
simbolik dari A sampai B dengan rincian :
A = Ya, sudah pernah dilihat.
B = Tidak, belum pernah dilihat sebelumnya.
3. Data tentang faktor yang menarik peratian responden dari pertunjukan egrang yang
digambarkan secara simbolik dari A sampai E sebagai berikut :
A = Kemeriahan, egrang dimainkan membuat suasana meriah.
B = Kebudayaan, adanya unsur budaya pada egrang
C = Permainan, egrang dijadikan sebuah mainan yang mengasikan.
D = Ketangkasan, egrang termasuk kedalam olah raga ketangkasan.
E = Keunikan egrang, egrang memiliki anyaman, motif dan knock down
4. Penilaian terhadap aspek estetika (keindahan), aspek bunyi, aspek atraksi egrang, aspek
budaya dan aspek interaksi permainan egrang digambarkan secara simbolik A sampai E :
A = Sangat Buruk D = Baik
B = Buruk E = Sangat Baik
C = Cukup
82
Dari analisa data yang diperoleh dari masyarakat dan penilaian aspek dari pandang
masyarakat maka dihasilkan analisa tanggapan masyarakat terhadap desain egrang yang
dipertunjukan, sebagai berikut :
1. Analisa umur responden
Tabel 4.2. Analisa Umur responden
Di ketahui bahwa responden yang berusia 20-25 tahun sebanyak 34 % responden, sedangkan
yang berusia 15-20 tahun sebanyak 27 % responden, responden yang berusia di bawah 15 tahun
sebanyak 23 % responden, dan yang berusia di atas 30 tahun sebanyak 13 % responden. (Lihat
tabel 4.2)
2. Analisa data pengenalan egrang kepada masyarakat
Tabel 4.3. Pengenalan Egrang.
Di ketahui bahwa jumlah responden yang belum pernah melihat egrang yang dipertunjukan
sebanyak 77 % responden, sedangkan yang pernah melihat egrang yang dipertunjukan sebanyak
23 % responden. (Lihat tabel 4.3)
83
3. Analisa image egrang yang menarik perhatian responden.
Tabel 4.4. Image menarik perhatian responden
Di ketahui bahwa responden yang menarik perhatian dalam pertunjukan egrang sebanyak 40 %
responden memilih keunikan egrang, sedangkan 23 % responden memilih kebudayaan,
sebanyak 17 % responden memilih ketangkasan, dan 10 % responden memilih kemeriahan.
(Lihat tabel 4.4).
4. Analisa Aspek Estetika.
Tabel 4.5. Aspek Estetika.
Di ketahui bahwa penilaian responden tentang aspek estetika (keindahan) pada egrang, sebanyak
67 % responden menilai baik, sedangkan sebanyak 23 % responden menilai sangat baik, 7 %
responden menilai cukup, dan sebanyak 3 % responden menilai aspek estetikanya buruk. (Lihat
tabel 4.5).
84
5. Analisa Aspek Bunyi
Tabel 4.6. Aspek Bunyi
Penilaian responden tentang aspek bunyi pada egrang, sebanyak 47 % responden menilai cukup,
sedangkan sebanyak 37 % responden menilai sangat baik, 13 % responden menilai sangat baik,
dan sebanyak 3 % responden menilai aspek bunyinya buruk. (Lihat tabel 4.6).
6. Aspek kemampuan atraksi pada egrang.
Tabel 4.7. Aspek kemampuan atraksi pada egrang
Sebanyak 53% responden menilai bahwa aspek kemampuan atraksi pada egrang baik, sedangkan
27% menilai cukup dan 20 % menilai sangat baik. (Lihat tabel 4.7)
85
7. Aspek Pengenalan Budaya
Tabel 4.8. Aspek pengenalan budaya
Dari aspek pengenalan budaya, bahwa 50 % responden menilai baik, sedangkan 30 % responden
menilai sangat baik dan 20 % responden menilai cukup. (Lihat tabel 4.8).
8. Aspek Interaksi permainan egrang
Tabel 4.9. Aspek Interaksi permainan egrang.
Penilaian responden tentang aspek interaksi permainan egrang, sebanyak 56 % responden
menilai baik, sedangkan sebanyak 27 % responden menilai cukup, 17 % responden menilai
sangat baik. (Lihat tabel 4.9).
Berdasarkan hasil analisa aspek-aspek yang terdapat pada tabel di atas, maka secara garis
besar tanggapan yang didapat dari masyarakat tentang pertunjukan egrang sebagai berikut:
1. Bahwa mayoritas masyarakat belum pernah menyaksikan pertunjukan desain egrang yang
sekarang. Sedangkan penilaian masyarakat lebih melihat keunikan egrang itu sendiri.
2. Mayoritas masyarakat Sunda dapat menerima pertunjukan egrang tersebut. Di mana egrang
dapat mewakili dalam acara-acara kesenian dan mainan rakyat Sunda.