BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …eprints.uny.ac.id/21874/4/BAB IV.pdf · samping...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …eprints.uny.ac.id/21874/4/BAB IV.pdf · samping...
74
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode
pendekatan deskriptif, data yang diperoleh dari subyek penelitian dianalisis
sesuai dengan metode statistik yang digunakan kemudian diinterprestasikan.
Subyek penelitian ini meliputi ketua kelompok kerja prakerin, guru
pembimbing, dan instruktur di instusi pasangan yang semuanya berjumlah 29
orang.
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah 1) kesiapan pelaksanaan
prakerin yang meliputi kesiapan administrasi dan organisasi, kesiapan biaya,
kesiapan pengelolaan program, dan kesiapan guru pembimbing, 2) kesiapan
fasilitas praktik di dunia usaha/industri, 3) pelaksanaan Prakerin di dunia
usaha/industri, 4) pelaksanaan monitoring, 5) pelaksanaan uji kompetensi dan
sertifikasi, dan 6) pelaksanaan evaluasi.
Kesiapan pelaksanaan prakerin yang meliputi kesiapan administrasi dan
organisasi, kesiapan biaya, kesiapan pengelolaan program, dan kesiapan guru
pembimbing. Pembentukan organisasi dan tata administrasi merupakan hal
pokok penggerak utama berjalannya program. Organisasi dalam prakerin
sebagai penggerak utama berjalannnya program. Organisasi dibentuk oleh
kepala sekolah selaku pemimpin utama. Organisasi prakerin biasanya diisi
oleh guru produktif atau beberapa guru yang lain. Administrasi dalam
prakerin diperlukan sebagai suatu penunjang utama dalam proses kegiatan.
75
Administrasi ini dapat berupa perizinan, pembuatan surat tugas, buku
panduan, surat pengantar, pengarsipan, dll.
Kesiapan biaya merupakan salah satu hal pokok yang harus dipenuhi
sebelum melaksanakan prakerin. Biaya ini digunakan untuk operasional
pelaksanaan program, monitoring, pembuatan buku panduan, pembuatan
kenang-kenangan industri, dll. Selain bersumber dari alokasi dana sekolah
hendaknya pembiayaan prakerin juga dapat dialokasikan dari sponsor atau
pihak lain yang tidak terikat. Program kerja merupakan salah satu hal pokok
yang perlu direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi dalam
pelaksanaannya. Dalam sebuah kegiatan, program kerja memuat apa saja hal
yang akan dilaksanakan dalm kegiatan tersebut. Prakerin merupakan salah
satu kegiatan untuk siswa dalam rangka beberapa tujuan tertentu. Guru
pembimbing merupakan salah satu unsur dalam prakerin yang ikut
mempengaruhi keberhasilan prakerin. Guru pembimbing gharus dapat
membimbing siswanya di industri berkaitan dengan pencapaian tujuan
prakerin, penyelesaian hambatan yang dialami, penyelesaian penugasan, dll.
Berkaitan dengan tugas guru pembimbing tersebut tentunya guru pembimbing
harus menguasai konsep prakerin, mempunyai pengetahuan yang luas tentang
iklim di DU/DI, dan mempunyai jadwal bimbingan pada siswanya. Selain itu
faktor pengalaman dan kualifikasi pendidikan juga turut mempengaruhinya.
Fasilitas praktik di DU/DI yang memadai sesuai yang dibutuhkan di
DU/DI akan memudahkan siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga
pembentukan karakter calon tenaga kerja yang profesional di bidangnya akan
76
semakin mudah, begitu juga sebaliknya apabila fasilitas yang terdapat dalam
DU/DI kurang memadai maka siswa akan terhambat dalam menguasai
kompetensi yang disyaratkan.
Kegiatan di DU/DI yang dilaksanakan oleh siswa pada dasarnya
merupakan keahlian kompetensi industri yang belum didapatkan di sekolah.
Pokok dari pelaksanaan prakerin adalah membentuk iklim kerja pada peserta
didik melalui berbagai ketrampilan tambahan di industri sehingga ketika lulus
nanti sudah memiliki gambaran tentang iklim kerja di DU/DI.
Monitoring merupakan salah satu upaya untuk mengetahui proses
pelaksanaan prakerin di DU/DI diantaranya adalah keterlaksanaan program,
sikap dan perilaku siswa, hambatan yang ada, sarana dan prasarana di DU/DI,
dll. Monitoring dilaksanakan pada saat siswa melaksanakan PSG di dunia
usaha/industri oleh guru pembimbing secara periodik. Hasil dari pelaksanaan
monitoring sebagai salah satu bahan dalam pelaksaanaan evaluasi
pelaksanaan prakerin.
Uji kompetensi merupakan salah satu media untuk mengetahui sejauh
mana ketercapaian siswa dalam menguasai kompetensi tertentu. Uji
kompetensi ini perlu dilaksanakan oleh industri sebagai pihak yang telah
mengetahui kemampuan siswa selama prakerin. Sedangkan sertifikasi
diberikan pada siswa yang telah dinyatakan lulus uji kompetensi sebagai
pengakuan tertulias atas kompetensi yang telah dikuasainya.
Pada dasarnya evaluasi merupakan salah satu komponen yang sangat
penting dan perlu dilakukan dalam setiap program kerja. Evaluasi merupakan
77
suatu langkah untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan program dengan yang
telah direncanakan, hambatan yang ada, masukan atau saran, dan tindak
lanjutnya.
Deskripsi data hasil penelitian dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Kesiapan pelaksanaan prakerin
Pelaksanaan prakerin menuntut dipersiapkannya kondisi-kondisi
yang memungkinkan prakerin dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya
di DU/DI. Kesiapan yang diperlukan diantaranya adalah kesiapan
administrasi dan organisasi, kesiapan biaya, kesiapan pengelolaan
program, dan kesiapan guru pembimbing.
a. Kesiapan administrasi dan organisasi
Aspek ini merupakan faktor penting sebelum melaksanakan
prakerin. Pembentukan organisasi dan tata administrasi merupakan
hal pokok penggerak utama berjalannya program. Administrasi yang
tertib dan sesuai dengan petunjuk yang ada akan memperlancar dalam
proses persiapan pelaksanaan Prakerin. Begitu juga dengan
pengorganisasian dalam menempatkan sumber daya manusia (SDM)
yang tepat dan kompeten di bidangnya masing-masing akan
meningkatkan kualitas program yang dibuat. Variabel kesiapan
administrasi dan organisasi terdiri dari 18 butir pertanyaan yang
terbagi menjadi 3 aspek yaitu aspek pembentukan organisasi dan
penunjukan personil, aspek pelaksanaan surat menyurat, dan aspek
78
pemetaan DU/DI. Hasil pengisian instrumen oleh ketua pokja
prakerin dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5. Hasil Penelitian Kesiapan Administrasi dan Organisasi
Variabel Aspek Kesiapan Jumlah
Butir
Nomor
Butir
pada
Instrumen
Prosen
-tase
(%)
Kesiapan
administrasi
dan
organisasi
1. Pembentukan
organisasi dan
penunjukan personil
pengelola Prakerin
2. Pelaksanaan surat
menyurat/kesekretari
atan
3. Pemetaan DU/DI
7
8
3
1-3, 5-8
11-18
4, 9-10
100%
62,5%
100%
Rata-rata 87,5%
Tabel 5. menunjukkan bahwa tingkat kesiapan administrasi dan
organisasi prakerin mencapai rata-rata 87,5% termasuk dalam
kategori sangat tinggi. Dari beberapa aspek kesiapan administrasi dan
organisasi, dua aspek diantaranya telah memenuhi kesiapan 100%
yaitu aspek pembentukan organisasi dan administrasi dan aspek
pemetaan DU/DI. Sedangkan untuk aspek pelaksanaan surat
menyurat baru mencapai tingkat kesiapan 62,5% masuk dalam
kategori tinggi. Berdasarkan penjelasan dari hasil wawancara dan
data instrumen terbuka dengan ketua pokja diperoleh keterangan
tambahan sebagai berikut :
1) Personil kelompok kerja prakerin terdiri dari WKS 4 bidang
Humas selaku penanggung jawab program, Ketua Pokja,
sekretaris, bendahara dari unsur guru, dan semua Ketua
79
Kompetensi Keahlian (K3). Sedangkan pembimbing siswa berasal
dari guru produktif yang direkomendasikan oleh K3. Untuk
pembimbing tidak masuk dalam kelompok kerja.
2) Tidak diterbitkan buku panduan untuk pembimbing dikarenakan
peserta sudah diberikan buku panduan agenda kegiatan, sehingga
penduan pembimbingan, penilaian, dan agenda kegiatan
terintegrasi menjadi satu dengan buku panduan siswa.
3) Pelaksanaan surat menyurat tidak bisa dilaksanakan sepenuhnya
dikarenakan ada beberapa DU/DI yang dikategorikan berskala
kecil.
4) Pemilihan lokasi DU/DI sebagian besar berada di sekitar SMK 3
Pacitan dalam hal ini area Kabupaten Pacitan, sedangkan yang
berada di luar Pacitan hanya terdapat beberapa saja. Dari 27 lokasi
DU/DI yang digunakan, 16 lokasi berada di dalam Pacitan,
sedangkan 11 lokasi tersebar di luar Pacitan yaitu Ponorogo 2
lokasi, Sukoharjo 5 lokasi, Wonogiri 2 lokasi, Yogyakarta 1
lokasi, dan Tangerang 1 lokasi. Persebaran lokasi yang sebagian
besar berada di dalam Pacitan dikarenakan sebagian besar siswa
memilih untuk mencari lokasi di dalam Pacitan. Selain itu faktor
kesiapan mental untuk mencari tantangan baru di luar Pacitan juga
masih sangat rendah. Padahal lokasi DU/DI di area Pacitan yang
termasuk menengah keatas sangat sedikit bahkan hanya beberapa
saja.
5) Sekolah menetapkan kriteria untuk lokasi yang akan digunakan
untuk prakerin, diantaranya adalah surat balasan
DU/DI, bergerak dalam bidang jasa/produksi sesuai program
keahlian, memiliki fasilitas sarana dan prasarana yang memadai,
jumlah siswa yang berada dalam satu DU/DI tidak terlalu banyak.
Semua kriteria tersebut akan disurvei oleh guru pembi
koordinator wilayah.
Hasil kategori penilaian kesiapan admnistrasi dan organisasi
yang disajikan pada tabel 5
diagram sebagai berikut
Gambar 2
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Pro
sen
tase
Sekolah menetapkan kriteria untuk lokasi yang akan digunakan
untuk prakerin, diantaranya adalah surat balasan kesanggupan dari
DU/DI, bergerak dalam bidang jasa/produksi sesuai program
keahlian, memiliki fasilitas sarana dan prasarana yang memadai,
jumlah siswa yang berada dalam satu DU/DI tidak terlalu banyak.
Semua kriteria tersebut akan disurvei oleh guru pembi
koordinator wilayah.
Hasil kategori penilaian kesiapan admnistrasi dan organisasi
yang disajikan pada tabel 5. dapat pula digambarkan dalam bentuk
diagram sebagai berikut:
Gambar 2. Diagram Batang Kesiapan Administrasi dan Organisasi
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Aspek-aspek Kesiapan
Administrasi dan
Organisasi
100%
62,50%
100%
Aspek Pembentukan
Organisasi dan
Penunjukan Personil
Prakerin
Aspek Surat
menyurat/Kesekretariat
an
Pemetaan DU/DI
80
Sekolah menetapkan kriteria untuk lokasi yang akan digunakan
kesanggupan dari
DU/DI, bergerak dalam bidang jasa/produksi sesuai program
keahlian, memiliki fasilitas sarana dan prasarana yang memadai,
jumlah siswa yang berada dalam satu DU/DI tidak terlalu banyak.
Semua kriteria tersebut akan disurvei oleh guru pembimbing atau
Hasil kategori penilaian kesiapan admnistrasi dan organisasi
dapat pula digambarkan dalam bentuk
. Diagram Batang Kesiapan Administrasi dan Organisasi
Aspek Pembentukan
Organisasi dan
Penunjukan Personil
Prakerin
Aspek Surat-
menyurat/Kesekretariat
Pemetaan DU/DI
81
b. Kesiapan biaya
Variabel kesiapan biaya terdiri dari 5 butir pertanyaan yang
terbagi menjadi 3 aspek yaitu aspek sumber biaya, aspek
pengelolaan biaya, dan aspek pelaporan. Data kesiapan biaya
diperoleh dari ketua pokja prakerin. Data angket yang diberikan
disajikan dalam tabel di bawah ini, sedangkan data lengkap dapat
dilihat pada lampiran 3.
Tabel 6. Hasil Penelitian Kesiapan Biaya
Variabel Aspek penilaian Jumlah
Butir
Nomor
Butir
pada
Instrumen
Prosentase
(%)
Kesiapan
Biaya
1. Sumber biaya
pelaksanaan
Prakerin
2. Pengelolaan
biaya Prakerin
3. Pelaporan
2
2
1
1-2
3-4
5
50%
100%
100%
Rata-rata 83,33%
Tabel 6. menunjukkan bahwa tingkat kesiapan pembiayaan
prakerin mencapai rata-rata 83,33% termasuk dalam kategori sangat
tinggi. Aspek pengelolaan biaya dan pelaporan mencapai tingkat
kesian sangat tinggi yaitu 100%, sedangkan aspek sumber
pembiayaan baru mencapai tingkat sedang (50%). Berdasarkan
penjelasan dari hasil wawancara dengan ketua pokja diperoleh
keterangan tambahan sebagai berikut :
1) Biaya operasional untuk pelaksanaan Prakerin ini diambilkan dari
dana Komite dan dana BOS yang meliputi pembuatan buku
82
agenda, surat menyurat, monitoring, evaluasi, pemetaan DU/DI,
pelaporan, pembuatan kenang-kenangan untuk DU/DI.
Sedangkan biaya yang menyangkut dengan kebutuhan siswa
seperti biaya hidup, biaya transportasi, dll ditanggung sepenuhnya
oleh siswa. Namun apabila ada siswa yang kurang mampu
ekonominya akan dibantu yang teknisnya dibahas bersama
dengan bendahara sekolah dan bendahara pokja.
2) Sumber biaya masih dari dana BOS dan Komite, untuk pencarian
sponsor dalam bentuk uang belum dilakukan karena kerjasama
sponsor biasanya langsung pada DU/DI terkait yang termasuk
dalam DU/DI menengah keatas. Biasanya DU/DI tersebut berani
memberikan fasilitas lebih pada siswa yang melaksanakan
prakerin di tempatnya.
3) Pelaporan hanya disampaikan pada Kepala Sekolah selaku
pimpinan UPT SMK 3 Pacitan karena sumber pembiayaan berasal
dari sekolah.
Hasil kategori penilaian kesiapan biaya yang disajikan pada
tabel 6. dapat pula digambarkan dalam bentuk diagram sebagai
berikut:
c. Kesiapan pengelolaan program
Variabel kesiapan pengelolaan program terdiri dari 8 butir
pertanyaan yang terbagi menjadi 3 aspek yaitu aspek
siswa, aspek
pada peserta.
ketua pokja prakerin. Data angket yang diberikan disajikan dalam
tabel di bawah ini, sedangkan data lengkap dapat dilihat pada
lampiran 3.
Tabel 7. Hasil penelitian kesiapan pengelolaan program
Variabel
Kesiapan
Pengelolaan
Program
Rata-rata
20%
40%
60%
80%
100%
Pro
sen
tase
Gambar 3. Diagram Batang Kesiapan Biaya
Kesiapan pengelolaan program
Variabel kesiapan pengelolaan program terdiri dari 8 butir
pertanyaan yang terbagi menjadi 3 aspek yaitu aspek
, aspek koordinasi pelaksanaan program, dan aspek
pada peserta. Data kesiapan pengelolaan program diperoleh dari
ketua pokja prakerin. Data angket yang diberikan disajikan dalam
tabel di bawah ini, sedangkan data lengkap dapat dilihat pada
n 3.
. Hasil penelitian kesiapan pengelolaan program
Variabel Aspek penilaian Jumla
h
Butir
Nomor
Butir
pada
Instrumen
Kesiapan
Pengelolaan
Program
1. Pembekalan
siswa
2. Koordinasi
pelaksanaan
Prakerin
3. Sosialisasi
kepada siswa
peserta Prakerin
2
2
4
1,3
5-6
2,4,7-8
rata
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Aspek-aspek Kesiapan Biaya
50%
100% 100%
Aspek Sumber Biaya
Pelaksanaan Prakerin
Aspek Pengelolaan Biaya
Aspek Pelaporan
83
. Diagram Batang Kesiapan Biaya
Variabel kesiapan pengelolaan program terdiri dari 8 butir
pertanyaan yang terbagi menjadi 3 aspek yaitu aspek pembekalan
, dan aspek sosialisasi
Data kesiapan pengelolaan program diperoleh dari
ketua pokja prakerin. Data angket yang diberikan disajikan dalam
tabel di bawah ini, sedangkan data lengkap dapat dilihat pada
. Hasil penelitian kesiapan pengelolaan program
Nomor
Butir
pada
Instrumen
Prosentase
(%)
8
50%
50%
100%
66,66%
Aspek Sumber Biaya
Pelaksanaan Prakerin
Aspek Pengelolaan Biaya
Aspek Pelaporan
84
Tabel 7. menunjukkan bahwa tingkat kesiapan pengelolaan
program prakerin mencapai rata-rata 66,66% termasuk dalam
kategori tinggi. Aspek sosialisasi pada peserta mencapai tingkat
kesiapan sangat tinggi yaitu 100%, sedangkan aspek pembekalan
peserta dan koordinasi pelaksanaan baru mencapai tingkat sedang
(50%). Berdasarkan penjelasan dari hasil wawancara dengan ketua
pokja diperoleh keterangan tambahan sebagai berikut :
1) Peserta diberikan pembekalan sebelum penerjunan ke DU/DI.
Dalam pembekalan disampaikan mengenai gambaran umum
prakerin, agenda kegiatan, sistem penilaian, dan pelaporan. Di
samping itu peserta juga diberikan buku agenda kegiatan selama
prakerin. Pembekalan secara umum disampaikan oleh ketua pokja
dan K3. Namun dalam pelaksanaan pembekalan ini belum dapat
menghadirkan perwakilan dari pihak DU/DI untuk memberikan
penjelasan singkat mengenai gambaran iklim kerja, tata tertib, hak
dan kewajiban, dll di DU/DI.
2) Dalam pelaksanaan rapat koordinasi baru dilaksanakan intern
pokja dan belum mengundang pihak DU/DI secara langsung untuk
dapat memberikan saran dan masukan pelaksanaan prakerin.
3) Pembekalan secara teknis diserahkan pada masing-masing
pembimbing siswa.
Hasil
disajikan pada tabel 7
sebagai berikut:
Gambar
d. Kesiapan
Variabel kesiapan guru pembimbing
pertanyaan yang terbagi menjadi 5 aspek yaitu aspek informasi
prakerin, konsep prakerin, pengalaman industri, keterlibatan dengan
organisasi pokja maupun kegiatan kesiswaan, dan prosedur program
bimbingan. Data pelaksanaan kesiapan g
dari pembimbing prakerin program keahlian Teknologi Kendaraan
Ringan (TKR) sebanyak 7 orang. Data angket yang diberikan
disajikan dalam tabel di bawah ini, sedangkan data lengkap dapat
dilihat pada lampiran
Pro
sen
tase
Hasil kategori penilaian kesiapan pengelolaan program yang
disajikan pada tabel 7. dapat pula digambarkan dalam bentuk diagram
sebagai berikut:
Gambar 4. Diagram Batang Kesiapan Pengelolaan Program
Kesiapan Guru Pembimbing
Variabel kesiapan guru pembimbing terdiri dari 15 butir
pertanyaan yang terbagi menjadi 5 aspek yaitu aspek informasi
prakerin, konsep prakerin, pengalaman industri, keterlibatan dengan
organisasi pokja maupun kegiatan kesiswaan, dan prosedur program
bimbingan. Data pelaksanaan kesiapan guru pembimbing diperoleh
dari pembimbing prakerin program keahlian Teknologi Kendaraan
Ringan (TKR) sebanyak 7 orang. Data angket yang diberikan
disajikan dalam tabel di bawah ini, sedangkan data lengkap dapat
dilihat pada lampiran 3.
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Aspek-aspek Kesiapan
Pengelolaan Program
50% 50%
100%P
rose
nta
se
Aspek Pembekalan
Siswa
Aspek Koordinasi
Pelaksanaan Prakerin
Aspek Sosialisasi pada
Peserta
85
kategori penilaian kesiapan pengelolaan program yang
dapat pula digambarkan dalam bentuk diagram
. Diagram Batang Kesiapan Pengelolaan Program
terdiri dari 15 butir
pertanyaan yang terbagi menjadi 5 aspek yaitu aspek informasi
prakerin, konsep prakerin, pengalaman industri, keterlibatan dengan
organisasi pokja maupun kegiatan kesiswaan, dan prosedur program
uru pembimbing diperoleh
dari pembimbing prakerin program keahlian Teknologi Kendaraan
Ringan (TKR) sebanyak 7 orang. Data angket yang diberikan
disajikan dalam tabel di bawah ini, sedangkan data lengkap dapat
Aspek Pembekalan
Siswa
Aspek Koordinasi
Pelaksanaan Prakerin
Aspek Sosialisasi pada
Peserta
86
Tabel 8. Hasil Penelitian Kesiapan Pembimbing
Aspek penilaian
Prosentase (%) Rata-rata
tiap
Aspek % Res-1 Res-2 Res-3 Res-4 Res-5 Res-6
Res-
7
1. Mendapatkan
informasi
tentang Prakerin
2. Mengetahui
konsep Prakerin
3. Pengalaman
industri
4. Keterlibatan
dalam organisasi
Prakerin maupun
kegiatan
kesiswaan
5. Prosedur belajar
mengajar pada
Prakerin
100
100
66,67
66,67
100
100
100
66,67
100
100
100
100
33,33
33,33
66,7
100
100
66,67
66,67
100
100
100
100
66,67
100
100
100
66,67
66,67
100
100
100
100
100
100
100
100
71,43
76,19
95,24
Rata-rata tiap
Responden 86,67 93,33 66,67 93,33 93,33 86,67 100
Rata-rata 88,57%
Tabel 8. menunjukkan data kesiapan pembimbing dalam
pelaksanaan Prakerin di SMK 3 Pacitan. Rata-rata mencapai tingkat
kesiapan sangat tinggi yaitu 88,57%. Sedangkan dari rata-rata
masing-masing pembimbing diperoleh tingkat kesiapan mencapai
tingkat sangat tinggi yaitu di atas 80%. Untuk masing-masing aspek
kesiapan, pada aspek mendapatkan informasi tentang prakerin semua
pembimbing telah mendapatkan informasi tersebut.
Dari hasil wawancara dan instrumen terbuka informasi
didapatkan dari ketua pokja, K3, kepala sekolah, dan Humas. Pada
aspek mengetahui konsep prakerin semua pembimbing juga telah
mengetahui konsep tersebut. Hal itu ditunjukkan dengan
87
mendapatkan tingkat kesiapan sangat tinggi (100%). Berdasarkan
wawancara dan pengisian angket, disebutkan konsep prakerin
diantaranya adalah sebagai latihan siswa untuk mengetahui iklim
kerja di DU/DI, sistem pembelajaran ganda selain disekolah,
mengaplikasikan ketrampilan yang sudah didapatkan di sekolah
dalam kerja nyata, menanamkan sikap dan mental kerja, dan melatih
diri untuk bersiap menghadapi persaingan global.
Pada aspek pengalaman industri, baru mencapai tingkat
kesiapan 71,43% yaitu kategori tinggi. Namun dari data yang
diperoleh, ada beberapa pembimbing yang belum pernah magang di
industri karena setelah lulus sarjana langsung menjadi guru. Ada juga
yang sebelum menjadi guru menjadi salah satu bagian di dunia
industri. Selain itu ada beberapa pembimbing juga yang belum
pernah mengadakan kunjungan industri. Industri yang dimaksud
adalah industri berskala menengah ke atas sehingga dapat belajar
untuk masalah manajemennya.
Pada aspek keterlibatan di pokja maupun kegiatan kesiswaan
mencapai tingkat kesiapan tinggi yaitu 76,19%. Sebagian besar
terlibat dalam pokja meskipun tidak masuk di dalam SK Pokja.
Keterlibatan yang dimaksud adalah dalam hal rapat koordinasi. Ada
beberapa pembimbing yang selain menjadi guru pembimbing
prakerin juga menjadi pembimbing kesiswaan seperti Pramuka,
OSIS, Futsal, dan PMR. Pada aspek prosedur pembelajaran mencapai
tingkat kesiapan 95,24% masuk dalam kategori sangat tinggi. Dari
tujuh pembimbing y
kesiapannya baru mencapai 66,67%. Hal yang belum terlaksana
adalah melakukan pertemuan dengan siswa sebelum pelaksanaan
prakerin.
Hasil kategori penilaian kesiapan
aspek yang disajikan pada
bentuk diagram sebagai berikut:
Gambar
2. Kesiapan Fasilitas Praktik di Dunia Usaha/Industri
Variabel kesiapan fasilitas praktik di DU/DI terdiri dari 14 butir
pertanyaan yang terbagi menjadi 5 aspek yaitu aspek komponen
Pro
sen
tase
tingkat kesiapan 95,24% masuk dalam kategori sangat tinggi. Dari
tujuh pembimbing yang ada hanya 1 pembimbing yang tingkat
kesiapannya baru mencapai 66,67%. Hal yang belum terlaksana
adalah melakukan pertemuan dengan siswa sebelum pelaksanaan
prakerin.
Hasil kategori penilaian kesiapan guru pembimbing
yang disajikan pada tabel 8. dapat pula digambarkan dalam
bentuk diagram sebagai berikut:
Gambar 5. Diagram Batang Kesiapan Guru Pembimbing
Kesiapan Fasilitas Praktik di Dunia Usaha/Industri
Variabel kesiapan fasilitas praktik di DU/DI terdiri dari 14 butir
pertanyaan yang terbagi menjadi 5 aspek yaitu aspek komponen
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Aspek-aspek Kesiapan
Guru Pembimbing
100% 100%
71,43%76,19%
95,24%
Pro
sen
tase
Aspek Mendapatkan
Informasi tetang
Prakerin
Aspek Mengetahui
Konsep Prakerin
Pengalaman Industri
Keterlibatan dalam
pokja maupun kegiatan
kemahasiswaaan
Prosedur Bimbingan
Prakerin
88
tingkat kesiapan 95,24% masuk dalam kategori sangat tinggi. Dari
ang ada hanya 1 pembimbing yang tingkat
kesiapannya baru mencapai 66,67%. Hal yang belum terlaksana
adalah melakukan pertemuan dengan siswa sebelum pelaksanaan
guru pembimbing pada tiap
dapat pula digambarkan dalam
. Diagram Batang Kesiapan Guru Pembimbing tiap Aspek
Variabel kesiapan fasilitas praktik di DU/DI terdiri dari 14 butir
pertanyaan yang terbagi menjadi 5 aspek yaitu aspek komponen
Aspek Mendapatkan
Informasi tetang
Prakerin
Aspek Mengetahui
Konsep Prakerin
Pengalaman Industri
Keterlibatan dalam
pokja maupun kegiatan
kemahasiswaaan
Prosedur Bimbingan
Prakerin
89
ketersediaan ruangan, kondisi ruangan, ketersediaan bahan praktik,
ketersediaan alat praktik, dan ketersediaan penunjang keselamatan kerja.
Data kesiapan fasilitas praktik di DU/DI diperoleh dari instruktur di
DU/DI sebanyak 24 orang dari 24 DU/DI. Rangkuman data kesiapan
fasilitas praktik di industri dapat dilihat pada tabel di bawah, sedangkan
data lengkap angket yang diberikan dapat dilihat pada lampiran 3.
Tabel 9. Hasil Penelitian Kesiapan Fasilitas Praktik di DU/DI
No Aspek Kesiapan
Rata-rata
Tingkat
Kesiapan (%)
1 Ketersediaan ruang praktik dan ruang
pendukung lainnya
66,7
2 Keadaan ruang praktik 84,7
3 Ketersediaan alat praktik 91,7
4 Ketersediaan bahan praktik 87,5
5 Ketersediaan sarana keselamatan kerja 50,8
Rata-rata 76,28
Berdasarkan data pada tabel 9. diketahui bahwa rata-rata dari 24
DU/DI ditinjau dari aspek kesiapan ketersediaan ruang praktik dan ruang
pendukung lainnya baru mencapai tingkat kesiapan 66,7 % yaitu tingkat
kesiapan tinggi. Apabila dilihat dari kesiapan masing-masing DU/DI ada
5 lokasi yang mencapai tingkat kesiapan 100 % yaitu kategori sangat
tinggi. DU/DI tersebut merupakan industri yang berskala besar sehingga
mempunyai beberapa ruangan dengan fungsi masing-masing seperti
ruang praktik, ruang ganti/istirahat, ruang bahan, ruang alat, kantor, dll.
Sepuluh DU/DI memiliki tingkat kesiapan 75% (tinggi). Dari data yang
ada juga dapat dilihat bahwa masih ada 2 DU/Di yang memiliki tingkat
kesiapan yang baru mencapai 25% (rendah).
90
Berdasarkan hasil wawancara, industri tersebut memang
merupakan industri berskala kecil yang belum mempunyai bangunan
sendiri dan masih meminjam atau kontrak sehingga ruangan yang
dimiliki pun masih sangat terbatas. Ruangan yang dimiliki hanya sebatas
ruangan yang digunakan untuk menyimpan peralatan saja.
Sedangkan apabila ditinjau dari aspek keadaan ruangan praktik
rata-rata dari DU/DI yang digunakan untuk prakerin memiliki tingkat
kesiapan sangat tinggi yaitu 84,7 %. Indikator yang termasuk dalam
aspek ini meliputi penataan ruangan, pembersihan, pengecatan, dan
keadaan ruangan. Dari 24 lokasi yang digunakan untuk prakerin, rata-rata
memiliki tingkat kesiapan di atas 66,67 % bahkan 14 diantaranya
memiliki tingkat kesiapan sangat tinggi yaitu 100%. Hanya satu DU/DI
yang memiliki tingkat kesiapan baru mencapai 33,3 %. Hal itu
dikarenakan karena hanya mempunyai sebuah ruangan yang berisi
peralatan, bahan, dan lainnya sehingga pengaturannya cukup susah.
Selain itu ruangan yang digunakan untuk praktik juga hanya sebatas
ruangan terbuka.
Tingkat kesiapan fasilitas apaila ditinjau dari aspek ketersediaan
peralatan praktik seperti kompresor, toolkit, dongkrak memiliki rata-rata
tingkat kesiapan 91,7 % (kategori sangat tinggi). Tiap DU/DI juga
memiliki tingkat kesiapan sangat tinggi yaitu 100%. Hanya dua lokasi
yang memiliki kesiapan peralatan 0%. Peralatan yang dimiliki oleh
DU/DI rata-rata juga menyesuaikan dengan skala industri tersebut.
91
DU/DI yang berskala besar juga memiliki peralatan yang lengkap pula,
begitu juga sebaliknya.
Apabila ditinjau dari aspek ketersediaan bahan praktik seperti
spare part, oli, dan bahan penunjang lainnya rata-rata memiliki tingkat
kesiapan sangat tinggi yaitu 87,5%. Rata-rata masing-masing DU/DI
mencapai tingkat kesiapan 100% dan hanya 3 DU/DI yang memiliki
kesiapan 0%. Menurut hasil wawancara meskipun sebagian besar industri
memiliki tingkat kesiapan 100% namun untuk bahan penunjang mereka
masih mencari di toko yang menyediakan spare part. Industri tersebut
biasanya hanya menyediakan spare part yang umum dipakai seperti
kampas rem, oli, busi, dan minyak rem. Itupun hanya beberapa pack saja.
Namun ada juga beberapa DU/DI yang berskala besar yang juga
memiliki toko atau gudang bahan sendiri. Mereka memiliki persediaan
bahan-bahan yang diperlukan untuk menunjang kebutuhan di lokasi
bengkel.
Tingkat kesiapan fasilitas ditinjau dari ketersediaan penunjang
sarana keselamatan kerja baru mencapai 50,8 % yaitu kategori sedang.
Sarana yang dimaksud adalah ketersediaan kotak P3K dan isinya,
ketersediaan rambu-rambu K3, adanya APAR, dan peralatan keselamatan
kerja seperti masker, helm, earphone, sarung tangan, dan kaca mata.
DU/DI yang memiliki tingkat kesiapan 100% baru ada tujuh lokasi yang
juga merupakan DU/DI berskala menengah ke atas. Tiga DU/DI
memiliki tingkat kesiapan 80% (sangat tinggi), enam DU/DI memiliki
92
tingkat kesiapan 40 % (sedang), dua DU/DI memilki kesiapan 20%
(rendah), dan enam DU/DI lainnya mencapai kesiapan 0% (sangat
rendah). Berdasarkan wawancara dengan pihak industri sebagian besar
industri yang berskala menengah ke bawah tidak memilki sarana yang
disebutkan di atas dikarenakan industri mereka hanya industri kecil
sehingga belum mampu untuk melengkapi segala sarana tersebut.
Sedangkan industri yang lain yang berskala besar sudah memilki
ketersediaan sarana keselamatan kerja karena memang hal tersebut
merupakan salah satu standar operational procedure (SOP) yang ada.
Apabila ditinjau dari rata-rata kesiapan seluruh aspek dari setiap
DU/DI yang ada tingkat kesiapan sangat tinggi dicapai lima DU/DI yaitu
100%, sedangkan satu DU/DI masih memiliki tingkat kesiapan paling
rendah yaitu 35,7 % (rendah).
Hasil kategori penilaian kesiapan fasilitas praktik di industri pada
tiap aspek yang disajikan pada tabel 9. dapat pula digambarkan dalam
bentuk diagram sebagai berikut:
Gambar
3. Pelaksanaan Prakerin
Variabel pelaksanaan prakerin di DU/DI terdiri dari 22 butir
pertanyaan yang terbagi menjadi 2 aspek yaitu aspek komponen keahlian
praktek industri dan aspek sikap dan perilaku siswa. Data pelaksanaan
pelaksanaan prakerin di DU/DI diperoleh dari instruktur di DU/DI
sebanyak 24 orang dari 24 DU/DI. Data lengkap angke
dapat dilihat pada lampiran
Tabel 10. Hasil
No
1 Komponen Keahlian Praktik Kejuruan/praktik
industri
2 Sikap dan perilaku kerja
Pro
sen
tase
Gambar 6. Diagram Batang Fasilitas Sarana dan Prasarana di DU/DI
tiap Aspek
Pelaksanaan Prakerin di Dunia Usaha/Industri
Variabel pelaksanaan prakerin di DU/DI terdiri dari 22 butir
pertanyaan yang terbagi menjadi 2 aspek yaitu aspek komponen keahlian
praktek industri dan aspek sikap dan perilaku siswa. Data pelaksanaan
pelaksanaan prakerin di DU/DI diperoleh dari instruktur di DU/DI
sebanyak 24 orang dari 24 DU/DI. Data lengkap angket yang diberikan
dapat dilihat pada lampiran 3.
. Hasil Penelitian Pelaksanaan Prakerin di DU/DI
Aspek Pelaksanaan
Pelaksanaan (%)
Komponen Keahlian Praktik Kejuruan/praktik
industri
Sikap dan perilaku kerja
Rata-rata
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
100,00%
Aspek-aspek Fasilitas
Sarana dan Prasarana
di DU/DI
66,67%
84,70%
91,70%87,50%
50,80%P
rose
nta
se
Ketersediaan Ruang
Praktik
Keadaan Ruang Praktik
Ketersediaan Alat
Praktik
Ketersediaan Bahan
Praktik
Ketersediaan Sarana
K3
93
. Diagram Batang Fasilitas Sarana dan Prasarana di DU/DI
Variabel pelaksanaan prakerin di DU/DI terdiri dari 22 butir
pertanyaan yang terbagi menjadi 2 aspek yaitu aspek komponen keahlian
praktek industri dan aspek sikap dan perilaku siswa. Data pelaksanaan
pelaksanaan prakerin di DU/DI diperoleh dari instruktur di DU/DI
t yang diberikan
di DU/DI
Rata-rata
Tingkat
Pelaksanaan (%)
88,69
83,89
86,29
Ketersediaan Ruang
Praktik
Keadaan Ruang Praktik
Ketersediaan Alat
Praktik
Ketersediaan Bahan
Praktik
Ketersediaan Sarana
94
Berdasarkan data pada tabel 10. ditinjau dari aspek pelaksanaan
komponen keahlian praktik industri rata-rata mencapai tingkat
pelaksanaan dalam kategori sangat tinggi yaitu 88,69%. Aspek
pelaksanaan ini meliputi kegiatan yang dilaksanakan di industri,
kesesuaian materi yang diberikan di sekolah dengan di industri, tingkat
pemahaman siswa, dan pendampingan dari instruktur. Sedangkan apabila
ditinjau dari pelaksanaan masing-masing industri tingkat pelaksanaan
sangat tinggi yaitu 100% dimilki oleh 10 DU/DI. Lima DU/DI memilki
tingkat pelaksanaan 71,43% (tinggi) dan industri yang lainnya kisaran
85%. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak industri, sebagian besar
siswa sudah mempunyai bekal yang cukup sebelum melaksanakan
prakerin namun dirasa masih kurang karena pelaksanaan prakerin
dilaksanakan pada tahun kedua semester pertama sehingga bekal yang
didapatkan tentang kompetensi keahlian masih sedikit. Selain itu pada
industri yang berskala besar siswa yang melaksanakan prakerin terdapat
instruktur yang mendampingi siswa tersebut sehingga apabila ada
pemasalahan atau pertanyaan dapat dikonsultasikan dengan
pembimbingnya langsung. Pemilik perusahaan tidak menjadi
pembimbing langsung namun menunjuk staff atau karyawannya,
sedangkan pada industri kecil pemilik bengkel yang juga sebagai
mekanik juga bertindak langsung sebagai pembimbing siswa. Evaluasi
kegiatan oleh pembimbing industri pada siswa dilakukan setiap apel sore,
95
setiap minggu, atau bahkan pada saat setiap selesai melaksanakan
pekerjaan.
Apabila ditinjau dari aspek perilaku siswa, rata-rata perilaku siswa
di DU/DI menunjukkan tingkat perilaku mencapai 83,89% (kategori
sangat tinggi). Aspek perilaku siswa meliputi kedisiplinan, tanggung
jawab, kualitas kerja, kerja sama, dan keselamatan kerja atau penggunaan
SOP yang berlaku. Apabila ditinjau dari perilaku siswa di masing-masing
DU/DI, tingkat perilaku siswa tertinggi mencapai 100% (sangat tinggi)
yang terdapat di lima DU/DI. Sedangkan aspek perilaku terendah yaitu
60% (kategori tinggi). Berdasarkan wawancara dengan industri,
kedisiplinan siswa masih kurang diantaranya adalah keterlambatan siswa
dalam masuk kerja dan kehadirannya. Selain itu siswa dalam
melaksanakan pekerjaannya juga masih kurang memperhatikan SOP
yang berlaku.
Berdasarkan data lampiran, apabila ditinjau dari rata-rata setiap
aspek di DU/DI, dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat pelaksanaan
tiap-tiap lokasi memperlihatkan perbedaaan yang tidak terlalu signifikan.
Ada empat DU/DI yang menunjukkan pelaksanaan prakerin mencapai
tingkat kesiapan sangat tinggi yaitu 100% sedangkan tingkat pelaksanaan
terendah yaitu 62,4 % (tinggi).
Hasil kategori penilaian pelaksanaan Prakerin di DU/DI pada tiap
aspek yang disajikan pada tabel 10. dapat pula digambarkan dalam
bentuk diagram sebagai berikut:
Gambar
4. Pelaksanaan Monitoring
Variabel pelaksanaan monitoring terdiri dari 8 butir pertanyaan
yang terbagi menjadi 3 aspek yaitu aspek keterlaksanaan program, aspek
materi monitoring, dan aspek intensitas monitoring. Data pelaksanaan
monitoring diperoleh dari ketua pokja prakerin. Data angket yang
diberikan disajikan dalam tabel di bawah ini, sedangkan data lengkap
dapat dilihat pada lampiran
Tabel 11. Hasil
Variabel
Monitoring
Rata-rata
Pro
sen
tase
Gambar 7. Diagram Batang Pelaksanaan Prakerin di DU/DI
Pelaksanaan Monitoring
Variabel pelaksanaan monitoring terdiri dari 8 butir pertanyaan
yang terbagi menjadi 3 aspek yaitu aspek keterlaksanaan program, aspek
monitoring, dan aspek intensitas monitoring. Data pelaksanaan
monitoring diperoleh dari ketua pokja prakerin. Data angket yang
diberikan disajikan dalam tabel di bawah ini, sedangkan data lengkap
dapat dilihat pada lampiran 3.
. Hasil Penelitian Pelaksanaan Monitoring
Aspek penilaian Jumlah
Butir
Nomor
Butir pada
Instrumen
Monitoring 1. Keterlaksanaan
Program
2. Materi
monitoring
3. Intensitas
monitoring
2
3
3
1-2
3-5
6-8
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
100,00%
Aspek-aspek
Pelaksanaan
Prakerin di DU/DI
88,69%83,89%
Pro
sen
tase Komponen
Keahlian Praktik
Kejuruan
Sikap dan Perilaku
Kerja
96
. Diagram Batang Pelaksanaan Prakerin di DU/DI
Variabel pelaksanaan monitoring terdiri dari 8 butir pertanyaan
yang terbagi menjadi 3 aspek yaitu aspek keterlaksanaan program, aspek
monitoring, dan aspek intensitas monitoring. Data pelaksanaan
monitoring diperoleh dari ketua pokja prakerin. Data angket yang
diberikan disajikan dalam tabel di bawah ini, sedangkan data lengkap
Nomor
Butir pada
Instrumen
Prosentase
(%)
100%
100%
100%
100%
Komponen
Keahlian Praktik
Sikap dan Perilaku
97
Tabel 11. menunjukkan bahwa tingkat pelaksanaan monitoring
mencapai rata-rata 100% termasuk dalam kategori sangat tinggi. Ketiga
aspek menunjukkan tingkat kesiapan sangat tinggi yaitu 100%.
Berdasarkan penjelasan dari hasil wawancara dengan ketua pokja
diperoleh keterangan tambahan sebagai berikut :
a. Monitoring dilaksanakan oleh pokja bersama dengan pembimbing
selama 3 kali yaitu pada saat penyerahan siswa, pertengahan periode,
dan penarikan sisswa. Namun apabila pihak DU/DI membutuhkan
pembimbing diluar jadwal tersebut maka dapat menyesuaikan.
b. Materi monitoring meliputi presensi kehadiran, sikap, kinerja,
hambatan-hambatan siswa, ketercapaian ketrampilan di buku
panduan, masukan dari instruktur di DU/DI dan kondisi dari DU/DI
sendiri.
c. Apabila lokasi DU/DI berada di dalam wilayah Pacitan maka
sewaktu-waktu dapat dilakukan monitoring tambahan di luar jadwal
tersebut oleh pembimbing.
d. Pada kegiatan monitoring, yang ditemui adalah pimpinan DU/DI,
pembimbing industri, dan siswa prakerin.
Hasil kategori pelaksanaan monitoring pada tiap aspek yang
disajikan pada tabel 11. dapat pula digambarkan dalam bentuk diagram
sebagai berikut:
Gambar
5. Pelaksanaan Uji Kompetensi dan Sertifikasi
Variabel pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi terdiri dari 10
butir pertanyaan yang terbagi menjadi 5 aspek yaitu aspek komponen
keterlaksanaan uji kompetensi, materi, pemberian sertifikat,
pembiayaan.
diperoleh dari instruktur di DU/DI sebanyak 24 orang dari 24 DU/DI.
Rangkuman data
pada tabel di bawah, sedangkan data lengkap angket yang diberikan
dapat dilihat pada lampiran
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
100,00%
Pro
sen
tase
Gambar 8. Diagram Batang Pelaksanaan Monitoring
Pelaksanaan Uji Kompetensi dan Sertifikasi
Variabel pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi terdiri dari 10
butir pertanyaan yang terbagi menjadi 5 aspek yaitu aspek komponen
keterlaksanaan uji kompetensi, materi, pemberian sertifikat,
pembiayaan. Data pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi
diperoleh dari instruktur di DU/DI sebanyak 24 orang dari 24 DU/DI.
Rangkuman data pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi
pada tabel di bawah, sedangkan data lengkap angket yang diberikan
dapat dilihat pada lampiran 3.
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
100,00%
Aspek-aspek Pelaksanaan
Monitoring
66,67%
84,70%
91,70%
Keterlaksanaan
Program
Materi Monitoring
Intensitas Monitoring
98
. Diagram Batang Pelaksanaan Monitoring
Variabel pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi terdiri dari 10
butir pertanyaan yang terbagi menjadi 5 aspek yaitu aspek komponen
keterlaksanaan uji kompetensi, materi, pemberian sertifikat, sarana, dan
sertifikasi di DU/DI
diperoleh dari instruktur di DU/DI sebanyak 24 orang dari 24 DU/DI.
pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi dapat dilihat
pada tabel di bawah, sedangkan data lengkap angket yang diberikan
Keterlaksanaan
Materi Monitoring
Intensitas Monitoring
99
Tabel 12. Hasil penelitian pelaksanaan Uji Kompetensi dan Sertifikasi
No Aspek Pelaksanaan Rata-rata Tingkat
Pelaksanaan (%)
1 Keterlaksanaan 19,4
2 Materi uji kompetensi 39,6
3 Sertifikasi 51,4
4 Sarana dan prasarana 29,2
5 Biaya 25
Rata-rata 32,92
Berdasarkan tabel 12. pada aspek keterlaksanaan uji kompetensi
rata-rata DU/DI mendapat presentase 19,4% dan masuk dalam kategori
sangat rendah. Apabila dilihat dari masing-masing industri masih banyak
yang mendapatkan prosentase 0%. DU/DI yang menunjukkan tingkat
pelaksanaan sangat tinggi yaitu 100% ada tiga. Sedangkan tiga industri
menunjukkan pelaksanaan 33,33% (rendah) dan satu industri memiliki
tingkat kesiapan sedang yaitu 66,67%. Berdasarkan data wawancara yang
diperoleh di lapangan diketahui bahwa sebagian besar DU/DI tidak
melaksanakan uji kompetensi bagi peserta prakerin. Alasan yang
disampaikan beragama diantaranya adalah tidak adanya waktu untuk
melaksanakan uji kompetensi, kekurangan tenaga penguji karena pemilik
bengkel juga sebagai mekanik dan pembimbing, dan sarana dan
prasarana yang kurang memadai. Penilaian kompetensi dilakukan selama
siswa masuk pertama kali hingga selesai prakerin. Namun ada juga
DU/DI yang melaksanakan uji kompetensi dengan membentuk tim
penguji di akhir prakerin. Penilaian dilakukan berdasarkan kemampuan
siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan, kehadiran, kedisiplinan,
100
perilaku, kualitas kerja, dan aspek ketrampilan. Pihak bengkel tinggal
mengisi buku agenda yang sudah dibawakan dari sekolah.
Ditinjau dari aspek materi uji kompetensi, rata-rata industri
mendapat prosentase 39,6% (kategori rendah). Sebagian besar DU/DI
menunjukkan tingkat pelaksanaan masih sangat rendah yaitu 0%. Namun
ada juga industri yang menunjukkan tingkat pelaksanaan sangat tinggi
yaitu 100%, dan satu industri 50% (sedang). Berdasarkan hasil
wawancara, meskipun sebagian besar tidak melaksanakan uji kompetensi
namun untuk materi yang disusun untuk menilai siswa diambilkan dari
jenis ketrampilan yang sering dilaksanakan di lapangan seperti servis
ringan yang meliputi pengecekan busi, roda, sistem rem, kelistrikan, dan
pelumasan. Karena sebagian besar lokasi yang digunakan untuk prakerin
adalah bengkel dengan skala menengah ke bawah maka kegiatan yang
ada di dalamnya juga sebatas kegiatan ringan saja.
Ditinjau dari aspek sertifikasi, dapat diketahui bahwa tingkat
pelaksanaan sertifikasi rata-rata adalah 51,4% (kategori sedang). Apabila
dilihat dari masing-masing industri hampir semuanya sudah
melaksanakan sertifikasi, meskipun sebagian besar tingkat
pelaksanaannya rata-rata masuk kategori rendah (33,33%) dan hanya dua
industri saja yang belum (0%). Dari data wawancara dan instrumen
terbuka diketahui bahwa sebagian besar insdutri tidak menerbitkan
sertifikat untuk diberikan kepada siswa yang telah lulus uji kompetensi.
101
Format isian nilai sudah masuk dalam buku agenda dari sekolah dan
pihak industri tinggal memberikan paraf dan stempel industri saja.
Dari aspek sarana dan prasarana, diketahui rata-rata tingkat
pelaksanaan adalah 29,2% (kategori rendah). DU/DI yang melaksanakan
uji kompetensi maupun penilaian menggunakan sarana dan prasarana
yang ada di bengkel tersebut. Dapat dilihat bahwa ada tujuh industri yang
memiliki tingkat pelaksanaan 100% sedangkan yang lainnya masih 0%
(sangat rendah). Dari data wawancara diperoleh beberapa informasi
tambahan diantaranya adalah bahwa sarana dan prasarana yang ada di
bengkel digunakan untuk menunjang sistem penilaian, sehingga uji
kompetensi atau penilaian disesuaikan dengan sarana yang ada. Jenis
ketrampilan yang ada sedangkan pihak bengkel tidak mempunyai sarana
maka tidak dilaksanakan penilaian.
Apabila ditinjau dari aspek pembiayaan, dapat dilihat bahwa rata-
rata mencapai tingkat pelaksanaan 25% (kategori rendah). Hal tersebut
dikarenakan rata-rata sebagian besar tidak mengeluarkan biaya untuk uji
kompetensi atau tidak melaksanakan uji kompetensi sehingga tidak
mengeluarkan biaya. Dari 24 bengkel yang ada, 18 bengkel menunjukkan
tingkat pelaksanaan 0% (sangat rendah) namun ada 6 bengkel yang
mencapai tingkat pelaksanaan 100% (sangat tinggi). Dari hasil
wawancara dengan pihak industri yang melaksanakan uji kompetensi,
pembiayaan yang ada tidak terlalu besar hanya untuk penerbitan sertifikat
bagi yang menerbitkan. Selain itu karena uji kompetensi atau penilaian
dilaksanakan terintegrasi dengan aktivitas sehari
memerlukan biaya yang cu
sepeserpun.
Hasil kategori pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi pada tiap
aspek yang disajikan pada tabel 12
bentuk diagram sebagai berikut:
Gambar 9. Diagram Batang Pelaksanaa
6. Pelaksanaan evaluasi
Variabel pelaksanaan evaluasi terdiri dari 7 butir pertanyaan yang
terbagi menjadi
komponen yang dievaluasi, pengolahan evaluasi, pelaporan hasil
evaluasi, dan tindak lanjut
ketua pokja prakerin. Data angket yang diberikan disajikan dalam tabel di
bawah ini, sedangkan data lengkap dapat dilihat pada lampiran
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
100,00%
Pro
sen
tase
dilaksanakan terintegrasi dengan aktivitas sehari-hari maka tidak
memerlukan biaya yang cukup besar bahkan tidak memerlukan biaya
Hasil kategori pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi pada tiap
aspek yang disajikan pada tabel 12. dapat pula digambarkan dalam
bentuk diagram sebagai berikut:
. Diagram Batang Pelaksanaan Uji Kompetensi dan Sertifikasi
Pelaksanaan evaluasi
Variabel pelaksanaan evaluasi terdiri dari 7 butir pertanyaan yang
terbagi menjadi 6 aspek yaitu aspek tim evaluasi, pelaksanaan evaluasi,
komponen yang dievaluasi, pengolahan evaluasi, pelaporan hasil
evaluasi, dan tindak lanjut. Data pelaksanaan evaluasi
ketua pokja prakerin. Data angket yang diberikan disajikan dalam tabel di
bawah ini, sedangkan data lengkap dapat dilihat pada lampiran
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
100,00%
Aspek-aspek Pelaksanaan
Uji Komptetensi dan
Sertifikasi
19,40%
39,60%
51,40%
29,20%25,00%
Keterlaksanaan
Materi Uji Kompetensi
Sertifikasi
Sarana dan Prasarana
Pembiayaan
102
hari maka tidak
kup besar bahkan tidak memerlukan biaya
Hasil kategori pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi pada tiap
dapat pula digambarkan dalam
n Uji Kompetensi dan Sertifikasi
Variabel pelaksanaan evaluasi terdiri dari 7 butir pertanyaan yang
tim evaluasi, pelaksanaan evaluasi,
komponen yang dievaluasi, pengolahan evaluasi, pelaporan hasil
evaluasi diperoleh dari
ketua pokja prakerin. Data angket yang diberikan disajikan dalam tabel di
bawah ini, sedangkan data lengkap dapat dilihat pada lampiran 3.
Keterlaksanaan
Materi Uji Kompetensi
Sarana dan Prasarana
Pembiayaan
103
Tabel 13. Hasil Penelitian Pelaksanaan Evaluasi
Variabel Aspek penilaian Jumlah
Butir
Nomor
Butir pada
Instrumen
Prosentase
(%)
Evaluasi 1. tim evaluasi
2. pelaksanaan
evaluasi
3. komponen yang
dievaluasi
4. pengolahan
evaluasi
5. pelaporan hasil
evaluasi
6. tindak lanjut
2
1
1
1
1
1
2-3
1
4
5
6
7
50%
100%
100%
100%
100%
100%
Rata-rata 91,67%
Tabel 13. menunjukkan bahwa tingkat pelaksanaan evaluasi
mencapai rata-rata 91,67% termasuk dalam kategori sangat tinggi. Enam
aspek menunjukkan tingkat kesiapan sangat tinggi yaitu 100%.
Sedangkan aspek tim evaluasi baru mencapai tingkat kesiapan sedang
yaitu 50%. Berdasarkan penjelasan dari hasil wawancara dengan ketua
pokja diperoleh keterangan tambahan sebagai berikut :
a. Tim evaluasi terdiri dari Kepala Sekolah, pokja, pembimbing, guru
BP/BK, dan wali kelas. Untuk saat ini belum bisa menghadirkan
perwakilan dari pihak DU/DI secara langsung untuk evalusi.
Masukan dari pihak DU/DI disampaikan melalui pembimbing pada
saat monitoring. Hal itu sudah dianggap cukup sebagai salah satu
bahan evaluasi. Materi evaluasi meliputi hasil monitoring,
pembiayaan, kondisi siswa, tujuan program, dan hambatan-hambatan
yang ada.
104
b. Laporan oleh siswa ada pada buku agenda kegiatan prakerin yang
berisi catatan kegiatan yang dilakukan setiap hari selama
melaksanakan prakerin yang diketahui oleh pembimbing dari
industri.
c. Sumber evaluasi berasal dari guru pembimbing, tim monitoring,
pembimbing dari DU/DI, buku agenda kegiatan prakerin siswa, dan
dari data-data penunjang lainnya.
d. Hambatan yang terjadi diantaranya adalah :
1) Pada saat awal-awal pekan pelaksanaan prakerin banyak siswa
yang kurang sesuai dengan tempat DU/DI.
2) Banyak ketrampilan yang tidak dapat dilaksanakan di lokasi
DU/DI dikarenakan kondisi DU/DI yang berskala kecil sehingga
sepi kegiatan
3) Ada beberapa lokasi DU/DI yang memberlakukan sistem shift
pada peserta dikarenakan terlalu banyaknya siswa yang
melaksanakan prakerin di tempat tersebut.
4) Ada beberapa DU/DI yang memberikan masukan bahwa siswa
yang melaksanakan prakerin di lokasi tersebut belum
mempunyai pengetahuan dan ketrampilan keahlian yang cukup
sehingga dalam melaksanakan suatu kegiatan banyak
kekurangpahaman.
5) Banyak lokasi DU/DI yang berskala kecil sehingga menghambat
proses pembelajaran di dunia kerja
e. Evaluasi baru disampaikan pada Kepala Sekolah selaku
management
Hasil kategori pelaksanaan evaluasi pada tiap aspek yang disajikan
pada tabel 13
berikut:
Gambar
B. Pembahasan
1. Kesiapan Pelaksanaan Prakerin
Kesiapan ini berkaitan dengan kesiapan administrasi dan
organisasi, kesiapan biaya, kesiapan pengelolaan program, dan kesiapan
guru pembimbing.
a. Kesiapan Administrasi dan Organisasi
Aspek ini merupakan faktor penting sebelum melaksanakan
prakerin. Pembentukan organisasi dan tata administrasi merupakan
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
100,00%
Pro
sen
tase
Evaluasi baru disampaikan pada Kepala Sekolah selaku
management dan wali murid sebagai laporan pelaksanaan program.
Hasil kategori pelaksanaan evaluasi pada tiap aspek yang disajikan
pada tabel 13. dapat pula digambarkan dalam bentuk diagram sebagai
Gambar 10. Diagram Batang Pelaksanaan Evaluasi
Kesiapan Pelaksanaan Prakerin
Kesiapan ini berkaitan dengan kesiapan administrasi dan
organisasi, kesiapan biaya, kesiapan pengelolaan program, dan kesiapan
guru pembimbing.
Kesiapan Administrasi dan Organisasi
Aspek ini merupakan faktor penting sebelum melaksanakan
prakerin. Pembentukan organisasi dan tata administrasi merupakan
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
100,00%
Aspek-aspek Pelaksanaan
Evaluasi
50
,00
%
10
0,0
0%
10
0,0
0%
10
0,0
0%
10
0,0
0%
10
0,0
0%
Tim Evaluasi
Pelaksanaan Evaluasi
Komponen yang
Dievaluasi
Pengolahan Hasil
Evaluasi
Pelaporan Hasil
Evaluasi
Tindak Lanjut
105
Evaluasi baru disampaikan pada Kepala Sekolah selaku top
dan wali murid sebagai laporan pelaksanaan program.
Hasil kategori pelaksanaan evaluasi pada tiap aspek yang disajikan
dapat pula digambarkan dalam bentuk diagram sebagai
. Diagram Batang Pelaksanaan Evaluasi
Kesiapan ini berkaitan dengan kesiapan administrasi dan
organisasi, kesiapan biaya, kesiapan pengelolaan program, dan kesiapan
Aspek ini merupakan faktor penting sebelum melaksanakan
prakerin. Pembentukan organisasi dan tata administrasi merupakan
Tim Evaluasi
Pelaksanaan Evaluasi
Komponen yang
Pengolahan Hasil
Pelaporan Hasil
Tindak Lanjut
106
hal pokok penggerak utama berjalannya program. Organisasi dalam
prakerin sebagai penggerak utama berjalannnya program. Organisasi
dibentuk oleh kepala sekolah selaku pemimpin utama. Organisasi
prakerin biasanya diisi oleh guru produktif atau beberapa guru yang
lain. Administrasi dalam prakerin diperlukan sebagai suatu penunjang
utama dalam proses kegiatan. Administrasi ini dapat berupa
perizinan, pembuatan surat tugas, buku panduan, surat pengantar,
pengarsipan, dll. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat kesiapan
administrasi dan organisasi rata-rata mencapai 87,5% yaitu masuk
dalam kategori sangat tinggi. Apabila ditinjau dari masing-masing
aspek kesiapan, dua aspek mendapatkan kategori sangat tinggi yaitu
100% sedangkan satu aspek baru mencapai 62,55 (kategori tinggi).
Dalam pelaksanaan aspek tersebut tim pokja prakerin sudah
melaksanakan sistem admninistrasi dengan baik dan terstruktur
diantaranya adalah pembentukan tim pokja di awal tahun ajaran baru,
pemetaan lokasi prakerin yang dimulai dengan survei lokasi baik
dilakukan oleh guru produktif atau oleh siswa sendiri, memberikan
surat permohonan tempat dan surat balasan kesanggupan industri, dan
penerbitan surat perizinan.
Susunan tim pokja meliputi Kepala sekolah, Waka bidang
Humas, dan dewan guru. Susunan ini sudah cukup homogen karena
menurut Ahmad Sonhaji (1998) dalam penelitiannya yang berjudul
Pelaksanaan Pendidikan Sistem ganda di Suatu Sekolah Menegah
107
Kejuruan menyimpulkan bahwa tentang pembentukan pokja prakerin
belum ada petunjuk pelaksanaan sehingga kemungkinan bentuk
organisasinya bervariasi antar SMK satu dengan yang lain. Kegiatan
administrasi dan organisasi dalam sebuah kegiatan atau program
merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh pihak-pihak
terkait. Aspek administrasi dan manajemen perencanaan juga sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sonhaji A, yaitu mulai
dari menyusun program pemantauan, membuat jurnal kegiatan siswa,
menyusun daftar pemetaan siswa dan surat menyurat. Akan tetapi
pelaksanaan surat menyurat belum sepenuhnya optimal dikarenakan
kondisi dari masing-masing DU/DI yang berbeda.
Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua pokja yang belum
dilakukan secara sepenuhnya adalah surat menyurat balasan dari
DU/DI. Ada beberapa DU/DI yang secara administratif tidak dapat
memberikan surat balasan kesanggupan untuk menjadi mitra
pasangan dikarenakan keterbatasan dari DU/Di itu sendiri. Biasanya
DU/DI itu merupakan bengkel kecil milik perseorangan yang volume
kegiataanya juga tidak terlalu ramai, tidak mempunyai banyak
karyawan administratif, dan juga tidak mempunyai komputer atau
sejenisnya sehingga balasan kesanggupan untuk menjadi mitra hanya
sebatas lisan saja pada tim survei. Meskipun aspek kesiapan
pemetaan DU/DI sudah mencapai tingkat sangat tinggi yaitu 100%
namun dari hasil wawancara diketahui beberapa hal diantaranya
108
lokasi yang digunakan untuk prakerin mayoritas berada di dalam
daerah Pacitan, padahal DU/DI lokal sebagian besar yang dipilih oleh
siswa merupakan bengkel kecil milik perseorangan. Alasan pemilihan
di dalam daerah mayoritas karena faktor ekonomi dan kesiapan
mental. Adapun syarat utama yang ditetapkan oleh sekolah mengenai
tempat yang dapat dijadikan lokasi prakerin diantaranya adalah
DU/DI tersebut dapat menerima siswa prakerin yang dibuktikan
dengan surat balasan permohonan prakerin, sedangkan untuk kriteria
yang lain seperti kelengkapan fasilitas praktik, besar/kecilnya
bengkel, jarak/lokasi dapat disesuaikan. Hal inilah yang sebenarnya
juga masih diupayakan oleh pihak sekolah dalam menentukan kriteria
tempat, sehingga siswa dapat mendapatkan tempat yang benar-benar
dapat menempa diri siswa pada dunia kerja.
Dari segi ekonomi, orang tua merasa keberatan apabila putranya
melaksanakan prakerin di luar Pacitan karena akan menambah biaya
transportasi, biaya hidup, dan biaya kebutuhan lainnya. Sedangkan
dari segi kesiapan mental lebih condong pada siswa. Siswa tidak siap
mental apabila jauh dari orang tua, melaksanakan prakerin di luar
daerah apalagi di DU/DI yang bonafit karena siswa sudah terbiasa
dengan sesuatu yang santai dan kurang nyaman dengan iklim kerja
yang disiplin dan tertib. Kedua faktor tersebut harusnya dapat
dicarikan solusinya oleh pihak sekolah sebagai lembaga pendidikan
yang bertanggung jawab penuh terhadap kualitas lulusannya. Dari
109
segi ekonomi dapat dicari solusi misalkan siswa yang dari keluarga
kurang mampu diberikan beasiswa atau keringanan biaya yang
diperoleh dari dana sekolah atau sponsor sehingga dapat
melaksanakan prakerin di luar daerah. Sedangkan dari faktor
kesiapan mental sekolah dapat melakukan pendekatan dengan orang
tua. Selain itu tim pokja juga bisa memperketat syarat-syarat kriteria
DU/DI yang akan digunakan untuk melaksanakan prakerin sehingga
apabila DU/Di di dalam daerah tidak ada yang sesuai dengan kriteria
dapat mencari di luar daerah. Hal tersebut perlu dilakukan karena
tujuan prakerin adalah untuk memberikan pengalaman siswa yang
tidak diperoleh di sekolah dan untuk meningkatkan mental iklim
kerja sehingga dapat bersaing di lapangan kerja.
b. Kesiapan Biaya
Kesiapan biaya merupakan salah satu hal pokok yang harus
dipenuhi sebelum melaksanakan prakerin. Biaya ini digunakan untuk
operasional pelaksanaan program, monitoring, pembuatan buku
panduan, pembuatan kenang-kenangan industri, dll. Selain bersumber
dari alokasi dana sekolah hendaknya pembiayaan prakerin juga dapat
dialokasikan dari sponsor atau pihak lain yang tidak terikat.
Berdasarkan tabel hasil penelitian, rata-rata kesiapan biaya mencapai
tingkat sangat tinggi yaitu 83,33%. Sedangkan apabila ditinjau dari
segi beberapa aspek, ada dua aspek yang sudah mencapai tingkat
kesiapan 100% sedangkan satu aspek masih mencapai 50%.
110
Kesiapan biaya dalam melaksanakan kegiatan terutama prakerin
sangat perlu diperhatikan. Biaya disini untuk menunjang kegaiatan
operasional dan kebutuhan yang berkaitan dengan prakerin mulai dari
surat menyurat, pembuatan buku agenda, monitoring, survei,
pembuatan kenang-kenangan, dan pengadaan lainnya. Perlu
diperhatikan juga hendaknya dalam pelaksanaannya segala biaya yang
berkaitan dengan operasional tidak menarik iuran dari siswa. Sumber
biaya diupayakan dari dana sekolah atau bisa juga berasal dari
sponsor. Sumber biaya yang ada di SMK 3 masih berasal dari dana
sekolah dan komite sedangkan tim pokja sendiri belum bisa
bekerjasama dengan pihak sponsor. Pengelolaan biaya oleh tim pokja
juga sudah dilakukan secara transparan dan dikelola untuk beberapa
pos dalam prakerin seperti untuk keperluan yang disebutkan di atas.
Pelaporan juga dilaksanakan dan dilaporkan pada kepala sekolah dan
bendahara sekolah untuk selanjutnya disampaikan pada Dinas terkait
oleh sekolah.
Dalam hal pembiayaan, usaha yang telah dilakukan oleh pokja
prakerin juga sesuai dengan yang diamanatkan oleh Peraturan Menteri
No 69 Tahun 2009 Tentang Standar Biaya, bahwa negara wajib
membiayai sistem pendidikan bagi setiap warga negara yang
dialokasikan 20% dari APBN maupun APBD. Secara terperinci
anggaran untuk pelaksanaan prakerin dapat dianggarkan melalui dan
BOS setiap tahunnya.
111
c. Kesiapan Pengelolaan Program
Program kerja merupakan salah satu hal pokok yang perlu
direncanakan , dilaksanakan, dan dievaluasi dalam pelaksanaannya.
Dalam sebuah kegiatan, program kerja memuat apa saja hal yang akan
dilaksanakan dalm kegiatan tersebut. Prakerin merupakan salah satu
kegiatan untuk siswa dalam rangka beberapa tujuan tertentu.
Berdasarkan data hasil penelitian, kesiapan pengelolaan program baru
mencapai rata-rata 66,66% yaitu tingkat tinggi. Beberapa aspek yang
mempengaruhi dalam kesiapan ini masih sangat perlu ditingkatkan
lagi. Dari aspek pembekalan siswa, tim pokja sudah melakukan
pembekalan pada siswa mengenai gambaran prakerin, agenda
kegiatan, tata tertib, pengisian buku agenda, pelaporan, dan hal lain
terkait prakerin. Namun dari tim pokja belum menghadirkan dari
pihak DU/DI yang nantinya akan bertindak sebagai pembimbing di
industri. Selain itu perwakilan dari industri juga dapat menyampaikan
gambaran iklim kerja di industri, tata tertib, aktivitas, dll. Diharapkan
uraian yang disampaikan dapat memberikan gambaran pada siswa
sehingga akan meningkatkan kesiapan fisik dan mental serta
ketrampilannya. Tentunya perwakilan yang dihadirkan berasal dari
DU/DI yang berskala menengah ke atas sehingga dapat memberikan
kesan tersendiri pada peserta. Selain dalam pembekalan siswa, pihak
industri hendaknya juga perlu dihadirkan dalam koordinasi persiapan
pelaksanaan. Hal itu mengingat perlunya berkoordinasi dalam setiap
112
hal dengan pihak DU/DI. Diharapkan koordinasi ini bisa terwujud
mulai dari penerimaan siswa baru. Ini berkaitan dengan lulusan yang
nantinya dapat diserap oleh DU/DI tersebut sehingga konsep
kebijakan link and match yang telah dicetuskan mulai tahun 1994
dapat terealisasikan. Hal ini didasari pemikiran bahwa kebijakan
tersebut mengharapkan perbaikan yang mendasar dan menyeluruh
tentang perbaikan konsep, program, dan perilaku operasionalnya,
membuka dan mendorong hubungan kemitraan antara pendidikan
kejuruan dengan dunia usaha/industri yang pada dasarnya
mendekatkan supply dan demand.
Dalam penelitian evaluasi implementasi kebijakan pendidikan
sistem ganda di sekolah kejuruan yang dilakukan oleh Wahyu
Nurhadjadmo (2008) menyatakan bahwa salah satu tahap persiapan
prakerin adalah pembekalan siswa yang materinya meliputi orientasi
DU/DI, tugas dan kewajiban siswa selama di DU/DI, petunjuk
pengisian buku jurnal, pembenahan sikap, dan latihan kesemaptaan.
Sedangkan petugas yang memberikan pembekalan terdiri dari guru
sekolah, instruktur dari DU/DI, TNI/Polri, dan Majelis Sekolah.
Melihat salah satu realita di SMK ini semakin dirasa perlu bahwa
untuk pembekalan siswa memang harus menghadirkan perwakilan
dari DU/DI atau pihak lain untuk meningkatkan pengetahuan,
kedisiplinan, dan etos kerja siswa. Sehingga ketika sudah berada di
dunia kerja siswa sudah memilki bekal yang sangat cukup.
113
Program yang telah disusun dan dibuat bersama dengan pihak
industri selanjutnya dapat menjadi sebuah program yang nantinya
dapat menunjang tujuan prakerin itu sendiri. Sehingga setelah selesai
melaksanakan prakerin siswa benar-benar memahami iklim kerja
ketika sudah di dunia industri. Sosialisasi kepada siswa juga sangat
penting seperti jadwal pelaksanaan, penugasan, kegiatan di industri,
bimbingan, dll mengingat salah satu tujuan prakerin adalah untuk
meningkatkan ketrampilan siswa yang tidak dapat diperoleh di
sekolah.
Dalam hal ini Depdiknas (2008) juga mengungkapkan bahwa
perancangan program prakerin tidak terlepas dari implementasi
silabus ke dalam pembelajaran, yang membutuhkan metode, strategi
dan evaluasi pelaksanaan yang sesuai. Rancangan prakerin sebagai
bagian pembelajaran perlu memperhatikan kesiapan Dunia Kerja
mitra dalam melaksanakan pembelajaran kompetensi tersebut. Hal ini
diperlukan agar dalam pelaksanaannya, penempatan peserta didik
untuk prakerin tepat sasaran sesuai dengan kompetensi yang akan
dipelajari.
d. Kesiapan Guru Pembimbing
Guru pembimbing merupakan salah satu unsur dalam prakerin
yang ikut mempengaruhi keberhasilan prakerin. Guru pembimbing
gharus dapat membimbing siswanya di industri berkaitan dengan
pencapaian tujuan prakerin, penyelesaian hambatan yang dialami,
114
penyelesaian penugasan, dll. Berkaitan dengan tugas guru
pembimbing tersebut tentunya guru pembimbing harus menguasai
konsep prakerin, mempunyai pengetahuan yang luas tentang iklim di
DU/DI, dan mempunyai jadwal bimbingan pada siswanya. Selain itu
faktor pengalaman dan kualifikasi pendidikan juga turut
mempengaruhinya.
Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata kesiapan guru
pembimbing di atas 66,67% dan sudah mencapai tingkat kesiapan
tinggi dan sangat tinggi. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa
minimal guru pembimbing prakerin di SMK 3 Pacitan sudah bisa
dikatakan mempunyai kesiapan tinggi. Guru pembimbing dalam
menjalankan fungsinya sebagai pembimbing prakerin harus
mempunyai siap di beberapa hal. Kesiapan guru pembimbing yang
dimaksud adalah ketersediaan guru yang memenuhi syarat-syarat
yang telah ditetapkan yang ditunjukkkan dengan ciri-ciri: (1)
mendapatkan informasi tentang PSG, (2) memahami masalah PSG,
(3) mampu memberikan pengarahan kepada siswa, (4) menyiapkan
sarana prosedur belajar mengajar dalam PSG, (5) keterlibatan dalam
organisasi pengelola PSG, dan (6) memiliki pengalaman industri.
Kebanyakan aspek yang belum dapat sepenuhnya dilakukan adalah
aspek pengalaman industri dan aspek keterlibatan dalam organisasi
prakerin maupun kegiatan kesiswaan. Pengalaman industri sangat
penting bagi seorang tenaga pendidik apalagi di sekolah kejuruan.
115
Hal ini untuk menanamkan pengalaman industri pada siswanya. Guru
dapat mengikuti pelatihan, diklat, ataupun magang di industri ketika
menjadi guru. Pihak sekolah seharusnya dapat menjembatani dengan
pihak industri. Hal ini untuk meningkatkan kualitas tenaga pendidik
sehingga memiliki kemampuan di bidang akademik dan kejuruan.
Keterlibatan guru dalam kegiatan kesiswaan juga cukup penting
karena ketika guru terbiasa menjadi pembina di salah satu kegiatan
kesiswaan maka kedekatan guru dan siswa dalam hal pembimbingan,
pengarahan, dan komunikasi juga akan tercipta. Dalam hal prakerin
peran guru pembimbing sangat penting mengingat siswa perlu
membutuhkan bimbingan, pengarahan, dan masukan ketika berada di
DU/DI. Sehingga apabila ada terjadi sesuatu hal siswa tidak merasa
takut pada pembimbingnya. Hasil penelitian ini senada dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Supardi (1996) di STM Negeri 1
Surakarta yang menyimpulkan bahwa tingkat kesiapan guru
pembimbing prakerin mencapai rata-rata 73,21% termasuk dalam
tingkat kesiapan tinggi. Guru pembimbing dalam prakerin
mempunyai tugas penting yaitu mempersiapkan, mengarahkan,
memotivasi, melatih, menilai, dan membimbing siswa. Karena
tingkat kesiapan guru pembimbing baru mencapai 73,21%, maka
masih perlu ditempuh usaha-usaha untuk meningkatkan kesiapan
guru. Dit. Dikmenjur (dalam Supardi, 1996) menganjurkan bahwa
116
untuk meningkatkan kesiapan guru pembimbing, diharapkan pihak
sekolah dapat memagangkan guru-gurunya di industri.
Penelitian yang dilakukan oleh Sonhaji A. (1998) menyatakan
bahwa kualifikasi guru pembimbing ditandai dengan tingkat dan jenis
pendidikan formal, pengalaman profesi, pengalaman pembimbingan,
dan pengalaman pelatihan. Penunjukan guru pembimbing diutamakan
sarjana S1 sesuai dengan bidang studi siswa yang dibimbingnya.
Sebagian besar mereka telah berpengalaman cukup lama dalam
membimbing siswa prakerin. Sementara hanya terdapat beberapa
guru saja yang berpengalaman mengikuti pelatihan tentang prakerin.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sonhaji A. ini sesuai dengan
hasil penelitian di SMK 3 Pacitan. Sebagian besar guru pembimbing
yang ditunjuk sudah berpengalaman cukup lama dalam membimbing
siswa prakerin. Namun pengalaman dalam pelatihan masih terdapat
beberapa yang belum karena belum ada program khusus dari sekolah.
2. Fasilitas Praktik di DU/DI
Fasilitas praktik di DU/DI yang memadai sesuai yang dibutuhkan
di DU/DI akan memudahkan siswa dalam kegiatan pembelajaran
sehingga pembentukan karakter calon tenaga kerja yang profesional di
bidangnya akan semakin mudah, begitu juga sebaliknya apabila fasilitas
yang terdapat dalam DU/DI kurang memadai maka siswa akan terhambat
dalam menguasai kompetensi yang disyaratkan. Fasilitas sarana dan
prasarana di sebuah DU/DI akan mengikuti seberapa kecil atau besarnya
117
sebuah industri. Apabila DU/DI tersebut merupakan milik perseorangan
dan hanya mengerjakan servis umum saja maka peralatan yang ada juga
kurang memadai. Sedangkan apabila DU/DI tersebut merupakan milik
suatu Perseroan Terbatas (PT), CV, milik pemerintah, atau milik dari
beberapa orang biasanya sarana dan prasarana cukup memadai bahkan
sangat lengkap. Selain itu kedua bengkel tersebut juga mempunyai
perbedaan manajemen di dalamnya.
Berdasarkan hasil penelitian rata-rata kesiapan fasilitas praktik,
kesiapan terendah dicapai pada aspek ketersediaan sarana keselamatan
kerja yang baru mencapai 50,8% (kategori sedang). Hal ini disebabkan
karena sebagian besar lokasi yang digunakan untuk prakerin merupakan
DU/DI skala kecil yang dimiliki oleh perseorangan sehingga sarana dan
prasarana yang dimiliki salah satunya ketersediaan sarana keselamatan
kerja masih kurang. Sarana K3 sangat diperlukan dalam aktivitas sehari-
hari mengingat dalam setiap aktivitas selalu terjadi kontak langsung
dengan bahan kimia, bahan padat dan keras, debu, dll sehingga
diperlukan sarana untuk melindungi tubuh kita dari hal itu semua. Selain
itu K3 juga merupakan salah satu SOP dalam melakukan aktivitas
keahlian praktik industri.
Sedangkan rata-rata kesiapan fasilitas sarana praktik di industri
mencapai 72,38 % dan merupakan kategori tinggi. Namun dari hasil
dokumentasi di lapangan, tidak semua bengkel mempunyai perlengkapan
yang memadai. Perlengkapan yang ada hanya disesuaikan dengan bidang
118
jasa bengkel tersebut. Misalkan perlengkapan bengkel yang hanya
melayani servis umum kendaraan dengan bengkel yang melayani servis
umum dan pengecatan akan berbeda. Dengan demikian kelengkapan
sarana dan prasarana bengkel akan disesuaikan dengan bidang
jasa/produksi suatu bengkel tersebut. Hasil yang sama juga dialami di
STM Negeri 1 Surakarta dalam penelitian yang dilakukan oleh Supardi
(1996) yang menyatakan bahwa latihan kerja siswa di industri didukung
dengan fasilitas kerja sehari-hari yang telah ada sebelumnya, sehingga
beberapa industri terbukti memiliki tingkat kesiapan kelengkapan
fasilitas sangat rendah.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 24 DU/DI yang
digunakan untuk melaksanakan Prakerin, 1 bengkel dengan kategori
rendah, 5 bengkel kategori sedang, 8 bengkel kategori tinggi, dan 10
bengkel kategori sangat tinggi. Meskipun cukup banyak bengkel yang
mendapatkan predikat kategori sedang, tinggi, dan sangat tinggi, namun
diperlukan perbaikan dan catatan khusus tentang fasilitas praktik yang
ada.
3. Pelaksanaan Prakerin di DU/DI
Kegiatan di DU/DI yang dilaksanakan oleh siswa pada dasarnya
merupakan keahlian kompetensi industri yang belum didapatkan di
sekolah. Pokok dari pelaksanaan prakerin adalah membentuk iklim kerja
pada peserta didik melalui berbagai ketrampilan tambahan di industri
sehingga ketika lulus nanti sudah memiliki gambaran tentang iklim kerja
119
di DU/DI. Berbagai kegiatan yang dilakukan diantaranya meliputi aspek
teknis dan aspek non teknis. Aspek teknis meliputi pelaksanaan
kompetensi keahlian kejuruan seperti perbaikan sistem rem, sistem
pendinginan, sistem kelistrikan, servis ringan, dll. Sedangkan aspek non
teknis meliputi kedisiplinan, kualitas kerja, kerja sama, kuantitas, dll.
Berdasarkan data hasil penelitian, rata-rata komponena aspek
keahlian praktik industri mencapai tingkat pelaksanaan sangat tinggi
yaitu 88,69% sedangkan aspek sikap dan perilaku kerja mencapai tingkat
pelaksanaan sangat tinggi yaitu 83,89%. Berdasarkan hasil wawancara
dengan pihak industri, sebagian besar siswa sudah mempunyai bekal
yang cukup sebelum melaksanakan prakerin namun dirasa masih kurang
karena pelaksanaan prakerin dilaksanakan pada tahun kedua semester
pertama sehingga bekal yang didapatkan tentang kompetensi keahlian
masih sedikit. Selain itu pada industri yang berskala besar siswa yang
melaksanakan prakerin terdapat instruktur yang mendampingi siswa
tersebut sehingga apabila ada pemasalahan atau pertanyaan dapat
dikonsultasikan dengan pembimbingnya langsung. Pemilik perusahaan
tidak menjadi pembimbing langsung namun menunjuk staff atau
karyawannya, sedangkan pada industri kecil pemilik bengkel yang juga
sebagai mekanik juga bertindak langsung sebagai pembimbing siswa.
Sebagian besar siswa dalam satu tempat mengerjakan kompetensi yang
sama, sedangkan volume kegiatan di tiap lokasi Du/DI tidak sama. Hal
ini tergantung pada tingkat skala DU/DI tersebut, hal ini juga sama
120
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Supardi (1996) yang
menyimpulkan bahwa komponen kegiatan yang dilakukan beberapa
siswa di suatu industri adalah sejenis. Kegiatan siswa di industri
dilakukan secara berkelompok dengan tempat, waktu, dan jenis kegiatan
yang sama. Hal ini sesuai dengan data dari jurnal kegiatan maupun
lembar isian kegiatan yang diberikan pada siswa.
Apabila ditinjau dari aspek perilaku siswa, rata-rata perilaku siswa di
DU/DI menunjukkan tingkat perilaku mencapai 83,89% (kategori sangat
tinggi). Aspek perilaku siswa meliputi kedisiplinan, tanggung jawab,
kualitas kerja, kerja sama, dan keselamatan kerja atau penggunaan SOP
yang berlaku. Apabila ditinjau dari perilaku siswa di masing-masing
DU/DI, tingkat perilaku siswa tertinggi mencapai 100% (sangat tinggi)
yang terdapat di lima DU/DI. Sedangkan aspek perilaku terendah yaitu
60% (kategori tinggi). Berdasarkan wawancara dengan industri,
kedisiplinan siswa masih kurang diantaranya adalah keterlambatan siswa
dalam masuk kerja dan kehadirannya. Selain itu siswa dalam
melaksanakan pekerjaannya juga masih kurang memperhatikan SOP
yang berlaku. Hal tersebut hendaknya menjadi perhatian yang serius dari
pihak industri maupun sekolah dikarenakan salah satu tujuan dari
prakerin adalah membentuk perilaku kerja di setiap siswa. Apabila
mereka sudah terbiasa santai pada saat prakerin maka ketika sudah terjun
di dunia kerja yang sesungguhnya nanti mereka juga akan melakukan hal
yang sama. Solusi yang bisa ditempuh diantaranya adalah mencarikan
121
lokasi DU/DI yang berskala menengah ke atas sehingga iklim kerja akan
terbentuk di sana.
4. Monitoring
Monitoring merupakan salah satu upaya untuk mengetahui proses
pelaksanaan prakerin di DU/DI diantaranya adalah keterlaksanaan
program, sikap dan perilaku siswa, hambatan yang ada, sarana dan
prasarana di DU/DI, dll. Monitoring dilaksanakan pada saat siswa
melaksanakan PSG di dunia usaha/industri oleh guru pembimbing secara
periodik. Hasil dari pelaksanaan monitoring sebagai salah satu bahan
dalam pelaksaanaan evaluasi pelaksanaan prakerin.
Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata tingkat pelaksanaan
monitoring mencapai tingkat pelaksanaan sangat tinggi yaitu 100%.
Begitu juga di setiap aspeknya mencapai 100%. Dari hasil wawancara
juga diperoleh data tambahan bahwa monitoring dilaksanakan oleh guru
pembimbing dan tim pokja pada saat awal, pertengahan, dan akhir
prakerin. Materi monitoring meliputi keterlaksanaan program sesuai yang
direncanakan, hambatan yang ada beserta solusinya, pemeriksaan buku
agenda siswa, kedisiplinan siswa, keterlaksanaan kompetensi siswa, dan
fasilitas yang terdapat di DU/DI. Selain itu diperoleh juga keterangan
bahwa dari 27 lokasi yang digunakan untuk DU/DI sebagian besar masih
merupakan industri skala kecil karena dimiliki oleh perseorangan
sehingga untuk sarana dan prasarana, volume kegiatan, dan iklim kerja
masih sangat minim sekali.
122
Intensitas monitoring yang dilakukan oleh pokja prakerin SMK N
3 Pacitan juga sama seperti di SMK N 2 Klaten dalam penelitian yang
dilakukan oleh Wahyu Nurharjadmo (2008) yang mana dilakukan
sebanyak 3 (tiga) kali dalam 6 bulan. Hendaknya meskipun monitoring
oleh pokja dilakukan dalam intensitas yang cukup sedikit seharusnya
monitoring dapat dilakukan secara berkala dan efektif oleh guru
pembimbing siswa.
5. Uji Kompetensi dan Sertifikasi
Uji kompetensi merupakan salah satu media untuk mengetahui
sejauh mana ketercapaian siswa dalam menguasai kompetensi tertentu.
Uji kompetensi ini perlu dilaksanakan oleh industri sebagai pihak yang
telah mengetahui kemampuan siswa selama prakerin. Sedangkan
sertifikasi diberikan pada siswa yang telah dinyatakan lulus uji
kompetensi sebagai pengakuan tertulias atas kompetensi yang telah
dikuasainya.
Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata keterlaksanaan uji
kompetensi masih sangat rendah yaitu 19,4%. Hal ini dikarenakan pihak
DU/DI banyak yang tidak melaksanakan uji kompetensi pada saat
prakerin. Sistem penilaian dilaksanakan berdasarkan jenis ketrampilan
yang dilaksanakan setiap hari baik dari aspek teknis maupun aspek non
teknis. Selain itu banyak juga pihak DU/Di yang tidak memberikan
sertifikat kompetensi pada siswa. Mereka hanya mengisi lembar penilaian
yang ada di buku agenda siswa. Dalam bentuk tanda tangan dan stempel
123
industri. Hal yang sama juga dialami oleh SMK 2 Klaten dalam penelitian
yang dilakukan oleh Warseno (1997) yang menyatakan bahwa pencapaian
pelaksanaan sertifikasi untuk jurusan otomotif baru mencapai 2,81 %.
Data tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan sertifikasi prakerin di
SMK 2 Klaten masih tergolong rendah.
Dengan demikian sekolah seharusnya harus mengadakan
pendekatan dan komunikasi dengan pihak industri tempat dilaksanakan
prakerin agar dapat melaksanakan ujian kompetensi dan sertifikasi.
Sehingga siswa benar-benar dapat mendapat pengakuak secara tertulis
tentang kompetensi yang sudah dikuasainya.
Dalam pelaksanaan PSG, pada dasarnya siswa telah bekerja
langsung pada bidang pekerjaan sesungguhnya, sehingga sebenarnya
siswa telah memiliki kemampuan yang diperoleh melalui pengalaman
kerja. Untuk mengakui kemampuan yang dimiliki, perlu dikembangkan
sistem pengujian yang mengacu pada penguasaaan berdasarkan standar
tertentu atau didasarkan atas standar keahlian. Penilaian terhadap siswa
selama melaksanakan pekerjaan di dunia usaha/industri sepenuhnya
menjadi tanggung jawab dan wewenang pihak industri. Aspek yang
dinilai berupa aspek non teknis yang meliputi kedisiplinan, tanggung
jawab, kreativitas, kemandirian, maupun etos kerja. Sedangkan aspek
teknis yang meliputi tingkat penguasaaan ketrampilan dalam
melaksanakan pekerjaan sebaiknya dilakukan dalam bentuk uji
kompetensi. Penilaian Prakerin mencakup penilaian proses dan hasil
124
pekerjaan siswa selama berada di industri. Penilaian ini terutama berisi
tentang bagaimana menentukan tingkatan keberhasilan siswa dalam
menguasai kemampuan dan perilaku selama prakerin.
Adapun pedoman pelaksanaan kegiatan penilaian prakerin
sebagaimana tercantum dalam Kurikulum SMK meliputi penilai, aspek
yang dinilai, dan kriteria penilaian. Menurut Kurikulum SMK Pedoman
Pelaksanaan penilaian menjadi wewenang penuh pihak industri, selama
pelaksanaan Prakerin. Sekolah hanya menerima hasil penilaian dari
industri untuk kemudian dikonversikan terhadap mata pelajaran terkait.
Pada akhir praktek kerja industri, siswa akan memperoleh hasil yang
berbentuk nilai prestasi. Prestasi tersebut untuk mengakui kemampuan
yang dimiliki oleh siswa dari hasil pengembangan di lapangan. Hasil yang
diperoleh siswa akan ditunjukkan dalam bentuk sertifikat. Dalam
sertifikat adalah tanda/surat keterangan (pernyataan tertulis) atau tercetak
dari orang yang berwenang (DU/DI) yang dapat digunakan sebagai bukti
suatu kejadian (prestasi yang diperoleh siswa dalam praktik kerja
industri). Angka yang tertera pada sertifikat yang diperoleh siswa
merupakan hasil penilaian yang dilakukan dunia industri (Instruktur di
dunia usaha/dunia industri), dengan aspek yang dinilai adalah sebagai
berikut : a) Aspek teknis adalah tingkat penguasaan ketrampilan siswa
dalam menyelesaikan pekerjaannya (kemampuan produktif), b) Aspek
non teknis adalah sikap dan perilaku siswa selama di dunia usaha dan
125
dunia industri yang menyangkut antara lain : disiplin, tanggung jawab,
kreativitas, kemandirian, kerjasama, ketaatan dan sebagainya.
6. Evaluasi
Pada dasarnya evaluasi merupakan salah satu komponen yang
sangat penting dan perlu dilakukan dalam setiap program kerja. Evaluasi
merupakan suatu langkah untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan
program dengan yang telah direncanakan, hambatan yang ada, masukan
atau saran, dan tindak lanjutnya. Biasanya juga evaluasi sejalan dengan
pelaporan.
Berdasarkan data hasil penelitian, rata-rata tingkat pelaksanaan
evaluasi sudah mencapai 91,66% (kategori sangat tinggi). Hal ini
menunjukkan bahwa di SMK 3 Pacitan, di akhir program prakerin sudah
dilaksanakan evaluasi oleh tim pokja. Apabila dilihat dari setiap aspek
yang ada, dari enam aspek lima diantaranya sudah mencapai tingkat
pelaksanaan 100%. Sedangkan salah satu aspek baru mencapai 50%
(kategori sedang). Aspek tersebut adalah aspek tim evalusi. Komponen
evaluasi yang dilibatkan dalam hal ini hendaknya meliputi tom pokja,
guru pembimbing, perwakilan dari DU/DI, dan siswa. Perwakilan DU/DI
perlu dilibatkan dalam proses evalusi untuk memberikan gambaran proses
kegiatan yang telah dilaksanakan selama prakerin, sikap dan perilaku
siswa, keterserapan materi di industri, dan masukan untuk pelaksanaan
selanjutnya.
126
Dalam evaluasi yang dilaksanakan oleh tim pokja prakerin SMK 3
Pacitan belum menghadirkan perwakilan dari pihak DU/DI secara
langsung namun masukan yang berasal dari DU/DI disampaikan melalui
tim monitoring atau guru pembimbing. Pelaksanaan evaluasi ini juga
sesuai dengan yang dituliskan oleh Depdiknas (2008) bahwa Program
prakerin yang sudah dilakukan peserta didik perlu dievaluasi untuk
melihat kesesuaian antara program dengan pelaksanaannya. Hal ini
dimaksudkan sebagai dasar untuk penyusunan program tindak lanjut yang
harus dilakukan baik terhadap pencapaian kompetensi peserta didik
maupun terhadap program prakerin. Evaluasi dilakukan dengan cara
melakukan analisis hasil laporan yang dibuat oleh peserta didik dan hasil
penilaian yang yang dilakukan oleh pembimbing dari Dunia Kerja dan
paparan hasil prakerin setiap peserta didik.