BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Analisis Deskriktifrepository.uinsu.ac.id/574/7/BAB...

22
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Analisis Deskriktif Analisis Deskriktif digunakan untuk melihat perkembangan variabel yang digunakan dalam penelitian, variabel yang dalam penelitian ini adalah Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), inflasi, nilai tukar rupiah, suku bunga (BI Rate), dan Jumlah Uang Beredar (M2). Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan perkembangan saham syariah yang masuk Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) mengalami peningkatan. Pada 2008 tercatat sebanyak 195 saham, sedangkan akhir 2012 sebanyak 302 atau 62 persen dari seluruh saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Selain itu. MUI mengakui telah memberikan enam sertifikat syariah kepada produk syariah pada Juli 2011. Dewan Syariah MUI Ma'ruf Amin mengatakan, dengan banyaknya produk syariah terutama dengan adanya online trading akan memberikan kemudahan pada umat Islam khususnya, dan secara umum terhadap investasi ke pasar modal. Industri keuangan terus menunjukan tren dari tahun ke tahun terutama pada pasar modal syariah. 1 Tercatat Oktober 2012 keuangan syariah mengalami pertumbuhan sebanyak 28 persen yang berasal dari syariah, sedangkan negara tumbuh 55 persen, yang terdiri dari asuransi perbankan 22 persen, sukuk 1,2 persen dan reksa dana 5,16 persen. Kinerja syariah saat ini lebih mengungguli dibandingkan dengan konvensional, sejak diluncurkan saham syariah tumbuh 17,11 persen lebih tinggi dari IHSG pada periode yang sama 12,74 persen. Namun jika dilihat 1 http://economy.okezone.com/read/2013/01/16/278/747126/makin-diminati-investor-saham-syariah- melambung-62 , diakses pada 27 Mei 2013, 13.35 WIB.

Transcript of BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Analisis Deskriktifrepository.uinsu.ac.id/574/7/BAB...

BAB IV

Hasil Penelitian dan Pembahasan

A. Analisis Deskriktif

Analisis Deskriktif digunakan untuk melihat perkembangan variabel yang digunakan

dalam penelitian, variabel yang dalam penelitian ini adalah Indeks Saham Syariah Indonesia

(ISSI), inflasi, nilai tukar rupiah, suku bunga (BI Rate), dan Jumlah Uang Beredar (M2).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan perkembangan saham syariah yang masuk

Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) mengalami peningkatan. Pada 2008 tercatat sebanyak

195 saham, sedangkan akhir 2012 sebanyak 302 atau 62 persen dari seluruh saham yang

diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Selain itu. MUI mengakui telah memberikan

enam sertifikat syariah kepada produk syariah pada Juli 2011. Dewan Syariah MUI Ma'ruf Amin

mengatakan, dengan banyaknya produk syariah terutama dengan adanya online trading akan

memberikan kemudahan pada umat Islam khususnya, dan secara umum terhadap investasi ke

pasar modal. Industri keuangan terus menunjukan tren dari tahun ke tahun terutama pada pasar

modal syariah.1

Tercatat Oktober 2012 keuangan syariah mengalami pertumbuhan sebanyak 28 persen

yang berasal dari syariah, sedangkan negara tumbuh 55 persen, yang terdiri dari asuransi

perbankan 22 persen, sukuk 1,2 persen dan reksa dana 5,16 persen. Kinerja syariah saat ini lebih

mengungguli dibandingkan dengan konvensional, sejak diluncurkan saham syariah tumbuh

17,11 persen lebih tinggi dari IHSG pada periode yang sama 12,74 persen. Namun jika dilihat

1http://economy.okezone.com/read/2013/01/16/278/747126/makin-diminati-investor-saham-syariah-

melambung-62, diakses pada 27 Mei 2013, 13.35 WIB.

dari porsi masih terbilang kecil maka perlu upaya yang intensif khususnya stakeholder untuk

lebih meningkatkan pasar modal syariah, salah satunya dengan sosialisasi dan edukasi.

1. Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)

Gambar 5

Grafik Perkembangan Indeks Saham Syariah

Pergerakan Nilai Indeks Saham Syariah Indonesia

Mei 2011 – Desember 2013

Pada priode pengamatan yaitu bulan Mei 2011 sampai Desember 2013, Indeks Saham

Syariah Indonesia kecendrungan mengalami kenaikan, Indeks Saham Syariah (ISSI), ditutup

pada posisi 125,35 poin di akhir tahun 2011 atau meningkat sebesar 2,17% dibandingkan pada

awal diluncurkannya tanggal 12 Mei 2011 yaitu sebesar 122,692 poin. Pada periode yang sama,

kapitalisasi pasar untuk saham-saham yang tergabung dalam ISSI adalah sebesar R p 1.968,09

triliun atau 55,64% dari total kapitalisasi pasar seluruh saham sebesar Rp. 3.537,29 triliun. Nilai

kapitalisasi saham ISSI tersebut mengalami peningkatan sebesar 31,29% jika dibandingkan

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

160000

180000

May

-11

Jul-

11

Sep

-11

No

v-1

1

Jan

-12

Mar

-12

May

-12

Jul-

12

Sep

-12

No

v-1

2

Jan

-13

Mar

-13

May

-13

Jul-

13

Sep

-13

No

v-1

3

ISSI

kapitalisasi saham ISSI pada awal diluncurkannya tanggal 12 Mei 2011 yaitu Rp 1.499,07

triliun.2

Pada Desember 2012, Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) ditutup pada 143,81 poin

atau meningkat sebesar 14, 72% dibandingkan indeks ISSI pada akhir Desember 2011 sebesar

125,35 poin. Sementara itu, kapitalisasi pasar saham yang tergabung dalam ISSI per Desember

2012 sebesar Rp 2.431,39 triliun atau 59,41% dari total kapitalisasi pasar seluruh saham sebesar

Rp 4.092,23 triliun. Kapitalisasi pasar saham ISSI pada 2012 tersebut mengalami peningkatan

sebesar 23,54% jika dibandingkan kapitalisasi saham ISSI pada akhir Desember 2011 sebesar Rp

1.968,09 triliun3

Nilai kapitalisasi saham syariah di Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) lebih besar

dibanding kapitalisasi saham syariah di Jakarta Islamic Index (JII).Padahal, ISSI baru

diluncurkan pada 12 Mei 2011. Kinerja syariah saat ini lebih unggul dibandingkan dengan

konvensional, sejak diluncurkan saham syariah tumbuh 17,11 persen lebih tinggi dari IHSG pada

periode yang sama 12,74 persen. Dalam sehari rata-rata transaksi saham syariah mencapai Rp3,1

triliun. Hal ini setara dengan 70 persen volume transaksi saham di BEI yang mencapai Rp5,1

triliun. Pertumbuhan pasar modal syariah khususnya saham syariah mulai tinggi dari total 483

jumlah saham di pasar modal, sudah 313 saham yang masuk kategori syariah. Ini menunjukkan

jika saham syariah mulai menunjukkan perkembangannya. Saat ini jumlah saham syariah ada

313 saham dari total saham yang ada 483 jumlah saham.Pada tahun 2007, jumlahnya baru 200

saham. Itu artinya terjadi peningkatan 100 emiten lebih.4

2. Inflasi

2http://economy.okezone.com/read/2013/01/16/278/747126/makin-diminati-investor-saham-syariah-

melambung-62, diakses pada 5 Mei 2013, 13.35WIB. 3 Ibid, diakses pada 6 juni 2013, 16.00 WIB.

4 Ibid, diakses pada 6 juni 2013, 13.00 WIB.

Gambar 6

Grafik Perkembangan Inflasi

Badan pusat statistik mencatat inflasi sepanjang tahun 2011 sebesar 3,79 persen atau jauh

dibawah target pemerintah dalam APBNP 2011 sebesar 5,65 persen. Data badan pusat statistik

juga menyebutkan inflasi Desember 2011 sebesar 0,57 persen. Awal tahun 2012, perkembangan

harga-harga secara umum terkendali terkecuali harga barang pangan yang meningkat. Bila dilihat

dari komponen yang membentuk inflasi komponen volatile food mencapai 7,52 persen (yoy),

menurun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 8, 57 persen

(yoy). Peningkatan harga komoditas pangan didorong oleh kekhawatiran berkurangnya pasokan

beras nasional dari sumber dalam negeri sebagai dampak tingginya konversi lahan pertanian ke

non-pertanian. Kondisi laju inflasi berbeda dengan tahun 2012, dimana laju inflasi melambat di

bulan Mei 2013, hal ini dipicu oleh turunnya beberapa harga komoditas. Berdasarkan data yang

dirilis BPS, inflasi umum year on year pada Mei 2013 tercatat mencapai 5,47%, turun

dibandingkan bulan Maret 2013 yang tercatat sebesar 5,57%. Perlambatan inflasi di bulan Mei

2013 tidak lepas dari kebijakan Kementrian Perdagangan melalui Peraturan Kementrian

-1.00

-0.50

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

May

-11

Jul-

11

Sep

-11

No

v-1

1

Jan

-12

Mar

-12

May

-12

Jul-

12

Sep

-12

No

v-1

2

Jan

-13

Mar

-13

May

-13

Jul-

13

Sep

-13

No

v-1

3

INFLASI

Perdagangan Nomor 16/M-DAG/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Holtikultura. Inti

dari peraturan tersebut adalah melonggarkan batasan-batasan untuk beberapa impor produk

pertanian, termasuk bawang putih karena terjadinya kelangkaan berbagai produk holtikultura.5

Sementara itu, inflasi inti dan bergejolak secara year on year pada Mei 2013 juga

mengalami perlambatan masing-masing tercatat sebesar 3,99% dan 12,06% dibandingkan

dengan posisinya pada bulan April 2013 yang mencapai 4,12% untuk inflasi inti serta 12,06%

untuk bergejolak. Jika dibandingkan dengan April 2013, inflasi umum pada Mei 2013

menunjukkan adanya deflasi, tercatat sebesar 0,03% atau terjadi penurunan Indeks Harga

Konsumen dari 138,64 pada April 2013 menjadi 138,60 pada Mei 2013. Deflasi terjadi karena

adanya penurunan harga pada kelompok bahan makanan dan kelompok sandang, masing-masing

tercatat tumbuh sebesar -0,83% dan -1,22% pada Mei 2013.

Meskipun saat ini laju inflasi mengalami penurunan, dampak dari kenaikan harga BBM

harus diwaspadai jika jadi dinaikkan. Sebagaimana diprediksi Bank Indonesia, laju inflasi akan

bergerak menjadi 7,76% jika BBM bersubsidi jadi naik. Rencananya, harga bensin premiun naik

menjadi IDR 6.500/liter, sementara solar naik menjadi IDR 5.500/liter. BPS mengumumkan

inflasi Agustus 2013 mencapai 8,79% (yoy), setelah mencatat inflasi yang cukup tinggi pada

bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 8,61% (yoy). Dengan demikian, maka inflasi tahun

Januari-Agustus 7,94%, telah melampaui asumsi inflasi APBN-P 2013 yang sebesar 7,2%.

Pemicu inflasi bulan Agustus 2013 terutama karena tekanan dari beberapa harga

komoditas hortikultura dan berlanjutnya tekanan harga bawang merah dan daging sapi sehingga

menyebabkan inflasi bergejolak (volatile) masih cukup tinggi yakni mencapai 16,52% (yoy).

Sedangkan pada Agustus 2013, inflasi kelompok harga diatur pemerintah (administered price)

5 BAPEPAMLK, Statistik Pasar Modal Syariah, Agustus 2013

mencapai 15,4% (yoy), yang didorong kenaikan tarif angkutan selama periode Lebaran dan

kenaikan tariff listrik. Sementara itu, inflasi inti mencapai 4,48% (yoy).

BPS menyebutkan inflasi Agustus 2013 terjadi karena adanya kenaikan harga di seluruh

kelompok pengeluaran. Angka tertinggi penyumbang inflasi Agustus 2013 (mtm) adalah

kelompok sandang 1,81%, bahan makanan 1,75%, serta kelompok pendidikan, rekreasi, dan

olahraga 1,36%. Tingginya inflasi bulan Agustus 2013 tidak lepas dari dampak bulan Ramadhan

dan Lebaran yang menyebabkan meningkatnya permintaan sandang dan bahan makanan. Selain

itu, inflasi Agustus 2013 (mtm) juga didorong oleh kelompok makanan jadi, minuman, rokok,

dan tembakau 0,68%; kelompok; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,66%;

kelompok sandang 1,81%; kelompok kesehatan 0,37%; dan kelompok transport, komunikasi,

dan jasa keuangan 0,95%.

Untuk mencapai peningkatan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi diperlukan

kondisi inflasi yang relatif rendah dan stabil, tekanan inflasi yang bersumber dari faktor eksternal

(kondisi ekonomi dunia, tingkat inflasi dunia) dan faktor internal diperlukan kebijakan yang

dapat menjaga stabilitas ekonomi makro dan pengendalian tingkat inflasi, hal ini dapat dicapai

dengan koordinasi antara kebijakan moneter, fiskal dan sektor rill baik di level pusat maupun

daerah.

3. Nilai Tukar Rupiah (Kurs)

Gambar 7

Grafik Perkembangan Nilai Tukar Rupiah (Kurs)

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

May

-11

Jul-

11

Sep

-11

No

v-1

1

Jan

-12

Mar

-12

May

-12

Jul-

12

Sep

-12

No

v-1

2

Jan

-13

Mar

-13

May

-13

Jul-

13

Sep

-13

No

v-1

3

KURS

Tekanan yang tinggi pada pasar keuangan global ditengah melambatnya pertumbuhan

ekonomi dunia telah memberikan tekanan pada kinerja perdagangan dan pasar keuangan

nasional. Rencana pengurangan bertahap stimulus moneter oleh bank sentral Amerika Serikat

(The Fed) terus memberikan tekanan pada pasar keuangan di berbagai negara. Penarikan modal

dan meningkatnya risiko investasi menyebabkan harga saham menurun serta nilai tukar di

beberapa negara emerging market melemah, termasuk Indonesia.

Selanjutnya, akibat tekanan pasar keuangan global serta faktor domestik terutama terkait

dengan tingginya defisit transaksi berjalan dan inflasi, pada bulan Agustus 2013 nilai tukar

Rupiah terhadap USD mencapai IDR 10.924 per USD, terdepresiasi sebesar 12,64%

dibandingkan bulan Januari 2013 yang tercatat berada pada level IDR 9.698 per USD. Hingga

Mei 2013, pergerakan nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh faktor domestik dan eksternal. Dari sisi

eksternal, tekanan terhadap rupiah berasal dari ketidakpastian kondisi ekonomi negara maju serta

revisi pertumbuhan ekonomi dunia yang dilakukan IMF pada April 2013. IMF memprediksi

ekonomi global akan tumbuh dengan rata-rata 3,3% pada tahun 2013, turun dari perkiran

sebelumnya sebesar 3,5%. Bahkan Bank Dunia merevisi proyeksi pertumbuhan global untuk

tahun 2013 dari 2,4% pada Januari 2013 menjadi 2,2% pada Juni 2013. Revisi proyeksi

pertumbuhan ekonomi global itu mengindikasikan pemulihan ekonomi yang belum stabil. Dari

sisi domestik, dampak negatif berasal dari meningkatnya harga pada Maret 2013 akibat

tersendatnya pasokan bahan pangan dan ketidakpastian kebijakan BBM bersubsidi. Investor

asing melihat ketidakpastian pemerintah Indonesia dalam menaikkan harga BBM, menyebabkan

rupiah kehilangan daya saingnya. Pada akhir Mei 2013 nilai tukar rupiah secara point to point

melemah sebesar 0,82% (mtm) mencapai IDR 9802 per USD. Nilai Rupiah terus menurun

hingga menembus level IDR 11.200 per USD pada tanggal 6 September 2013.

Tekanan terhadap nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh prospek pemulihan ekonomi global

yang masih rentan dan pasar keuangan global yang masih dalam kondisi ketidakpastian. Selain

itu, ekspor tertekan di tengah impor yang masih relative kuat juga turut memengaruhi

keseimbangan supply – demand valas di dalam negeri. Untuk itu, Bank Indonesia terus

mencermati keseimbangan di pasar valuta asing untuk mengarahkan pergerakan nilai tukar

rupiah sejalan dengan fundamentalnya6

4. Suku Bunga (BI Rate)

Gambar 8

Grafik Perkembangan Suku Bunga ( BI Rate)

6 Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Tinjauan Kebijakan Moneter Ekonomi Moneter, dan

Perbankan, ,(Bank Indonesia, September: 2012), h. 4.

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

May

-…

Jul-

11

Sep

-11

No

v-1

1

Jan

-12

Mar

-12

May

-…

Jul-

12

Sep

-12

No

v-1

2

Jan

-13

Mar

-13

May

-…

Jul-

13

Sep

-13

No

v-1

3

BI Rate

Suku bunga digunakan Bank Indonesia sebagai alat pengendalian moneter dalam rangka

mengendalikan penawaran dan permintaan uang beredar dalam perekonomian. Tercatat pada

bulan Mei sampai Oktober 2011 tercatat suku bunga sebesar 6,75, kemudian pada Nopember

mengalami penurunan kembali tercatat suku bunga sebesar 6 persen, penurunan suku bunga

bertahan sampai bulan Mei 2013 tercatat sebesar 5,75.

Di bulan Juni 2013, bank sentral menaikkan 25 basis poin ke level 6% . Kebijakan ini

diambil BI sebagai antisipasi terhadap inflasi dan respon terhadap pelemahan rupiah seiring

dengan arus keluar modal asing mulai akhir Mei 2013. Menyikapi pelemahan rupiah yang terus

berlangsung serta dinamika perubahan ekonomi global dan nasional, Bank Indonesia

memutuskan untuk menaikkan BI rate sebesar 50 basis poin menjadi 7%. Selanjutnya,

sehubungan dengan tekanan yang masih dihadapi oleh Rupiah, Bank Indonesia kembali

menaikkan BI rate menjadi 7,25%. Keputusan BI menaikkan suku bunga acuan diambil untuk

membantu menjaga kurs mata uang rupiah agar tidak jatuh lagi karena suku bunga dalam rupiah

jadi lebih atraktif. Kebijakan ini juga sebagai bagian dari langkah bank sentral dalam menekan

defisit transaksi berjalan. Selain menaikkan BI rate, Bank Sentral juga memutuskan untuk

menaikkan suku bunga Lending Facility (LF) menjadi 7,25% dan suku bunga Deposit Facility

(DF) menjadi 5,5%.7

Tingginya suku bunga merupakan kebijakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk

mengendalikan inflasi untuk mengatasi tingginya inflasi Bank Indonesia menaikkan suku bunga,

suku bunga yang tinggi akan menjadikan para pemilik modal akan mengalihkan dana yang

dimilikinya untuk disimpankan di perbankan, namun demikian tingginya suku bunga memiliki

beberapa dampak negatif.

7BAPEPAMLK, Statistik Pasar Modal Syariah, Agustus 2013

5. Jumlah Uang Beredar (M2)

Gambar 9

Grafik Perkembangan Jumlah Uang Beredar

Pada priode pengamatan yaitu bulan Mei 2011 sampai Desember 2013, Indeks Saham

Syariah Indonesia kecendrungan mengalami kenaikan, Jumlah Uang Beredar (M2) mengalami

peningkatan. Secara umum, bank sentral mencatat adanya peningkatan dalam jumlah uang

beredar M1 dan M2 menjadi IDR 836,51 triliun dan IDR 3.364,12 triliun pada April 2013. Jika

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, M1 dan M2 meningkat masing-

masing sebesar 16% dan 15%.

Pada bulan Juli 2013, bank sentral mencatat jumlah uang beredar M1 dan M2 mencapai

IDR 903, 29 triliun dan IDR 3.529,66 triliun. Dengan demikian, terdapat peningkatan dalam

jumlah uang beredar M1 dimana pada Juli 2013 MI tumbuh 17% (yoy), naik dibandingkan

dengan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,2% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan M2

0

500000

1000000

1500000

2000000

2500000

3000000

3500000

4000000

May

-11

Jul-

11

Sep

-11

No

v-1

1

Jan

-12

Mar

-12

May

-12

Jul-

12

Sep

-12

No

v-1

2

Jan

-13

Mar

-13

May

-13

Jul-

13

Sep

-13

No

v-1

3

JUB (M2)

juga tercatat meningkat 15,5% (yoy) pada Juli 2013 dibandingkan bulan Juni 2013 yang tumbuh

sebesar 11,9% (yoy). Tingginya pertumbuhan uang beredar di bulan Ramadhan dan Lebaran,

mendorong laju inflasi bulan Agustus 2013. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) penarikan

uang tunai oleh masyarakat pada periode 10 Juli – 2 Agustus 2013 mencapai IDR 97 triliun atau

94,1% dari estimasi kebutuhan uang tunai selama Lebaran yang mencapai IDR 103,1 triliun.

Semakin banyak jumlah uang yang beredar maka nilai tukar rupiah cenderung akan

melemah dan harga-harga akan meningkat. Pertumbuhan jumlah uang beredar yang tinggi sering

kali juga menjadi penyebab tingginya inflasi karena meningkatnya jumlah uang beredar akan

menaikkan permintaan yang pada akhirnya jika tidak diikuti oleh pertumbuhan di sektor riil akan

menyebabkan naiknya harga.

B. Pembahasan

1.Uji Asumsi Klasik

a. Normalitas

Tabel 6

Hasil Output Uji Normalitas

Terlihat dari tabel diatas terlihat bahwa nilai Probability adalah 0,57. Oleh karena Probability

> 0,05 yaitu 0,579021 maka dapat disimpulkan terdistribusi normal.

b. Multikolinearitas

Tabel 7

Hasil Output Uji Multikolinearitas

LOG(INFLASI) LOG(KURS) LOG(BIRATE) LOG(JUB)

LOG(INFLASI) 1.000000 0.032067 0.122539 0.106255

LOG(KURS) 0.032067 1.000000 0.432709 0.913485

LOG(BIRATE) 0.122539 0.432709 1.000000 0.101412

LOG(JUB) 0.106255 0.913485 0.101412 1.000000

Dalam tabel tersebut R2*

regresi parsial (Auxiliary regresi) Inflasi terhadap Kurs sebesar

0.032067 hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung multikolinearitas

karena nilai R2 regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar dibandingkan dengan nilai R

2

regresi utama sebesar 0.956617.

Dalam tabel tersebut R2*

regresi parsial (Auxiliary regresi) Inflasi terhadap BI Rate

sebesar 0.122539 hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung

0

1

2

3

4

5

6

-0.05 0.00 0.05

Series: Standardized Residuals

Sample 2011:05 2013:12

Observations 28

Mean -0.000116

Median 0.000629

Maximum 0.060851

Minimum -0.074066

Std. Dev. 0.037735

Skewness -0.136916

Kurtosis 2.071706

Jarque-Bera 1.092833

Probability 0.579021

multikolinearitas karena nilai R2*

regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar

dibandingkan dengan nilai R2 regresi utama sebesar 0.956617.

Dalam tabel tersebut R2*

regresi parsial (Auxiliary regresi) Inflasi terhadap Jumlah uang

beredar sebesar 0.106255 hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung

multikolinearitas karena nilai R2 regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar

dibandingkan dengan nilai R2 regresi utama sebesar 0.956617.

Dalam tabel tersebut R2*

regresi parsial (Auxiliary regresi) Kurs terhadap Inflasi sebesar

0.032067 hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung multikolinearitas karena

nilai R2 regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar dibandingkan dengan nilai R

2 regresi

utama sebesar 0.956617.

Dalam tabel tersebut R2*

regresi parsial (Auxiliary regresi) Kurs terhadap BI Rate

sebesar 0.432709 hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung

multikolinearitas karena nilai R2 regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar

dibandingkan dengan nilai R2 regresi utama sebesar 0.956617.

Dalam tabel tersebut R2*

regresi parsial (Auxiliary regresi) Kurs terhadap Jumlah uang

beredar sebesar 0.913485 hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung

multikolinearitas karena nilai R2 regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar

dibandingkan dengan nilai R2 regresi utama sebesar 0.956617.

Dalam tabel tersebut R2*

regresi parsial (Auxiliary regresi) BI Rate terhadap Inflasi

sebesar 0.122539 hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung

multikolinearitas karena nilai R2*

regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar

dibandingkan dengan nilai R2 regresi utama sebesar 0.956617.

Dalam tabel tersebut R2*

regresi parsial (Auxiliary regresi) BI Rate terhadap Kurs

sebesar 0.432709 hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung

multikolinearitas karena nilai R2 regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar

dibandingkan dengan nilai R2 regresi utama sebesar 0.956617.

Dalam tabel tersebut R2*

regresi parsial (Auxiliary regresi) BI Rate terhadap Jumlah uang

beredar sebesar 0.101412 hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung

multikolinearitas karena nilai R2 regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar

dibandingkan dengan nilai R2 regresi utama sebesar 0.956617.

Dalam tabel tersebut R2*

regresi parsial (Auxiliary regresi) Jumlah uang beredar terhadap Inflasi

sebesar 0.106255 hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung

multikolinearitas karena nilai R2 regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar

dibandingkan dengan nilai R2 regresi utama sebesar 0.956617.

Dalam tabel tersebut R2*

regresi parsial (Auxiliary regresi) Jumlah uang beredar terhadap

Kurs sebesar 0.913485 hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung

multikolinearitas karena nilai R2 regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar

dibandingkan dengan nilai R2 regresi utama sebesar 0.956617.

Dalam tabel tersebut R2*

regresi parsial (Auxiliary regresi) Jumlah uang beredar terhadap

BI Rate sebesar 0.101412 hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung

multikolinearitas karena nilai R2 regresi parsial (Auxiliary regresi) tidak lebih besar

dibandingkan dengan nilai R2 regresi utama sebesar 0.956617.

c. Autokorelasi

Tabel 8

Hasil Output Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.367606 Probability 0.276487

Obs*R-squared 3.309854 Probability 0.191106

Dapat dilihat dari tabel diatas, statistic uji (Obs*R-squared) memberikan nilai 0,19. Nilai

p value bagi statistic ini adalah 0,000, lebih rendah dari level of significance yang biasa

digunakan ( 1%, 5% dan 10% ). Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa tidak adanya

autokorelasi.

2.Uji Statistik

Tabel 9

Hasil Out put Uji Regresi

Dependent Variable: LOG(ISSI)

Method: Least Squares

Date: 04/25/14 Time: 14:32

Sample: 2011:05 2013:12

Included observations: 28

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -12.33491 3.478600 -3.545941 0.0017

LOG(INFLASI) -0.008825 0.007128 -1.238015 0.2282

LOG(KURS) -1.757980 0.428431 -4.103298 0.0004

LOG(BIRATE) 0.399819 0.177236 2.255855 0.0339

LOG(JUB) 1.932304 0.320928 6.020980 0.0000

R-squared 0.956617 Mean dependent var 11.83893

Adjusted R-squared 0.949072 S.D. dependent var 0.181169

S.E. of regression 0.040885 Akaike info criterion -3.395688

Sum squared resid 0.038446 Schwarz criterion -3.157794

Log likelihood 52.53963 F-statistic 27.37990

Durbin-Watson stat 1.439660 Prob(F-statistic) 0.000000

Dari hasil regresi di atas maka didapatkan persamaan sebagai berikut:

Y = -12.33491 - 0.008825 Inflasi - 1.757980 Kurs + 0.399819 Suku Bunga + 1.932304

Jumlah Uang Beredar

1. Koefisisien Inflasi (X1) terhadap ISSI (Y) adalah negatif dengan nilai koefisien -

0.008825, hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan Inflasi 1 persen (cateris paribus),

maka akan menyebabkan kenaikan saham (Y) ISSI sebesar 0.008825 persen.

2. Koefisisien Kurs (X2) terhadap ISSI (Y) adalah negatif dengan nilai koefisien -

1.757980, hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan Kurs 1 persen (cateris paribus),

maka akan menyebabkan penurunan dalam (Y) ISSI sebesar 1.757980 %

3. Koefisisien Suku Bunga (X3) terhadap ISSI (Y) adalah positip dengan nilai koefisien

0.399819, hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan Suku Bunga 1 persen (cateris

paribus), maka akan menyebabkan kenaikan daham (Y) ISSI sebesar 0.399819 persen.

4. Koefisisien Jumlah Uang Beredar (X4) terhadap ISSI (Y) adalah positip dengan nilai

koefisien 1.932304 , hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan Jumlah Uang Beredar 1

persen (cateris paribus), maka akan menyebabkan kenaikan daham (Y) ISSI sebesar 1.932304 %

.

a. Uji t

1. Dapat dilihat bahwa parameter Inflasi memiliki nilai statistik sebesar - 1.238015. Statistik ini

memiliki p value sebesar 0.2282, oleh karena p value > 0,05, dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Inflasi terhadap Indeks

Saham Syariah Indonesia pada taraf kepercayaan 95 %.

Oleh Sebab itu (H0.1) Diterima dan Menolak (Ha.1) Tidak terdapat Pengaruh yang Signifikan

Inflasi terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia.

2. Dapat dilihat bahwa parameter Kurs memiliki nilai statistik sebesar -4.103298. Statistik ini

memiliki p value sebesar 0,000, oleh karena p value < 0,05, dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Kurs terhadap Indeks Saham

Syariah Indonesia pada taraf kepercayaan 95 %.

Oleh sebab itu (Ha.2) Diterima dan menolak (H0.2) Terdapat Pengaruh yang Signifikan Kurs

terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia.

3. Dapat dilihat bahwa parameter Suku Bunga memiliki nilai statistik sebesar 2.255855.

Statistik ini memiliki p value sebesar 0,000, oleh karena p value < 0,05, dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Suku Bunga terhadap

Indeks Saham Syariah Indonesia pada taraf kepercayaan 95 %.

Oleh sebab itu (Ha.3) Diterima dan menolak (H0.3) Terdapat Pengaruh yang Signifikan Suku

Bunga terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia.

4. Dapat dilihat bahwa parameter Jumlah Uang Beredar memiliki nilai statistik sebesar 6.020980

. Statistik ini memiliki p value sebesar 0,000, oleh karena p value < 0,05, dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Jumlah Uang Beredar

terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia pada taraf kepercayaan 95 %.

Oleh sebab itu (Ha.4) Diterima dan menolak (H0.4) Terdapat Pengaruh yang Signifikan

Jumah Uang Beredar terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia.

b.Uji F

Statistik uji F untuk signifikansi secara umum (overall significance) adalah sebesarm

27.37990. Statistik ini dapat dibandingkan dengan nilai kritis ( lihat table F) dengan derajat bebas

q = 5 (numerator) dan n-k-1 = 32 - 5 – 1 = 26 (dominator) sebesar 2,74. Oleh karena itu F hitung

lebih besar dari F tabel maka dapat disimpulkan secara bersama-sama variabel Inflasi, Kurs,

Suku Bunga dan Jumalh Uang Beredar berpengaruh terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia

pada taraf kepercayaan 95%. Kesimpulan serupa juga diperoleh dimana Eviews telah

menghitung p value sebesar 0,000, yang jauh lebih kecil dari nilai yang biasa digunakan (1 %,

5%, dan 10 % )

c.Uji R

Nilai R2

adalah 0.956617, dengan demikian variabel Inflasi, Kurs, Suku Bunga, dan

Jumlah Uang Berubah, menjelaskan 95,6617% variasi pada Indeks Saham Syariah Indonesia dan

sisanya 4,3383 % dijelaskan oleh variabel lainnya tidak termasuk kedalam model.

3.Uji Teori

Hasil penelitian untuk Inflasi mendukung teori yang dikemukaan oleh Hess dan Lee di

dalam Ahmad Sodikin8, yaitu menunjukkan bahwa tingkat inflasi dapat berpengaruh positif dan

negative terhadap return saham tergantung pada penyebab inflasi tersebut. Jika penyebab inflasi

merupakan berasal pada sektor rill (supply stock) yang mencakup tingkat produktivitas dan

tingkat pengangguran, maka tingkat inflasi berpengaruh negative terhadap tingkat return saham.

Adapun tingkat inflasi akan berpengaruh positif apabila penyebab inflasi adalah sector moneter

(monetary stock) yang mencakup pasokan uang, tingkat bunga, dan tingkat harga. Variabel

inflasi merupakan satu-satunya variabel yang tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

ISSI, secara teori Inflasi memberikan dampak terhadap pergerakan return saham ISSI, namun

dalam penelitian ini diperoleh hasil yang berbeda dimana variabel Inflasi tidak mempengaruhi

secara signifikan terhadap ISSI, hal ini disebabkan periode berdirinya ISSI masih berjalan 3

tahun, lain halnya terhadap Jakarta Islamic Index yang lebih awal muncul sebagai satu diantara

indeks saham gabungan di bursa efek Indonesia. Dalam jangka panjang inflasi akan

memungkinkan dapat mempengaruhi ISSI.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rowland Pasaribu

yang menyatakan inflasi mempunyai pengaruh negatif terhadap ISSI adalah benar meskipun

tidak signifikan. Karena selama periode pengamatan, inflasi Indonesia tergolong stabil dan

terkendali rendah, yang berarti dalam kondisi yang normal pada perekonomian negara

berkembang sehingga investor tidak memandang kenaikan inflasi sebagai hambatan yang berarti.

8 Akhmat Sodikin, Variabel Makro Ekonomi Yang Mempengaruhi Return Saham Di BEJ,Jurnal

Manajemen, Volume 6, Nomor 2, 2007, h. 139

Hasil penelitian Suku Bunga mendukung teori yang dikemukakan oleh Rowland

Pasaribu9, koefisien tingkat suku bunga pada hasil regresi berganda adalah positif. Artinya

terdapat hubungan yang positif antara tingkat suku bunga terhadap ISSI. Hubungan yang positif

antara tingkat suku bunga terhadap ISSI mengindikasikan bahwa tidak adanya hubungan

substitusi antara sektor perbankan dengan pasar modal. Ini berarti pasar modal bukan merupakan

substitusi dari perbankan, akan tetapi merupakan komplementer dari perbankan. Hal ini dapat

terjadi karena investor menilai masing-masing sektor memiliki karakteristik sendiri, sehingga

pasar modal dan perbankan dapat berjalan beriringan tanpa ada persaingan yang cukup berarti.

Hubungan yang tidak signifikan terjadi karena selama periode pengamatan tingkat suku bunga

Indonesia bergerak stabil dengan rata-rata tingkat suku bunga bulanan.

Hasil penelitian BI Rate ( suku bunga) bertolak belakang dengan penelitian yang

dilakukan Lutfi Sirajul Maron yang menyatakan suku bunga (BI Rate) negatif secara signifikan

terhadap JII.10

Hasil penelitian untuk Kurs mendukung Teori yang dikemukakan oleh Oksiana

Jatiningsih.11

Apabila nilai mata uang rupiah mengalami depresiasi maka investor cenderung

akan mengalihkan investasinya kedalam valas. Apabila investor saham banyak yang melakukan

tindakan seperti itu maka dapat berpengaruh pada turunnya IHSG di pasar modal. Hal ini juga

9 Rowland Pasaribu, Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia, Jurnal

Ekonomi dan Bisnis. Voleme 7, Nomor 2, Juli 2013. 10

Luthfi Sirojal Maron Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Jakarta Islamic Index Di Bursa Efek

Indonesia. 11

Oksiana Jatiningsih, et al, Pengaruh Variabel Makroekonomi TerhadapIndeks Harga Saham Gabungan

di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Aplikasi Management, Volume 5, No.1, April 2007, h. 19

didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Murti (2005) dalam Ade Sumartini12

variabel

makroekonomi inflasi, kurs dan bunga berpengaruh signifikan terhadap fultuasi harga saham.

Hasil penelitian Jumlah uang beredar (M2) mendukung teori yang dikemukakan oleh

Rowland Pasaribu13

. Jumlah uang beredar (M2) memiliki hubungan yang positif dan signifikan

terhadap ISSI. Artinya setiap kenaikan jumlah uang beredar sebesar 1%, maka ISSI akan

mengalami peningkatan Secara teori, pertumbuhan jumlah uang beredar yang stabil akan

meningkatkan daya beli masyarakat sehingga berdampak pula terhadap peningkatan permintaan

saham di pasar modal. Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Zuhri14

12

Ade Sumartini, et al., Pengaruh Coincident Economic Indicator Dan Leading Economic Indicator

Terhadap Return Saham, Diponegoro Journal Of Management .Volume 1, Nomor 1, tahun 2012, h. 235. 13

Rowland Pasaribu, Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia, Jurnal

Ekonomi dan Bisnis. Voleme 7, Nomor 2, Juli 2013. 14

Fahrudin Muh Zuhri.Analisis Pengaruh Inflasi, Jumlah Uang Beredar, Exchange Rate dan Intern Rate

Terhadap Indeks Jakarta Islamic Index Periode 2002-2005. Kertas Kerja, STAIN. Surakarta.