BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran...
52
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di 2 rumah sakit dan klinik swasta yang
memiliki unit hemodialisis di Kota Bandung, yaitu Rumah Sakit Advent
Bandung, Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung dan Klinik Perisai Husada.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1-13 Juli 2012. Subjek penelitian
adalah seluruh pasien yang menjalani hemodialisis rutin di ketiga rumah sakit
tersebut sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditetapkan peneliti.
Rumah Sakit Advent Bandung adalah rumah sakit swasta yang
memiliki unit hemodialisis dengan kapasitas yang cukup besar. Unit
hemodialisis di rumah sakit ini memiliki kapasitas 16 mesin hemodialisis dan
dibagi menjadi 2 shif yaitu shif pagi dan shif sore. Jumlah total pasien yang
menjalani hemodialisis rutin di tempat ini berjumlah 70 orang. Intensitas
hemodialisis rutin yang mereka jalani adalah 1-3 kali dalam seminggu. Cara
pembayaran proses hemodialisis di unit hehodialisis ini dapat menggunakan
pembayaran mandiri atau jaminan kesehatan, baik dari intitusi swasta maupun
jaminan kesehatan yang diberikan pemerintah.
Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung adalah rumah sakit swasta
yang memiliki renal unit dengan kapasitas 7 tempat tidur. Di unit hemodialisis
ini juga dibagi menjadi 2 shif, yaitu shif pagi dan sore. Jumlah pasien yang
53
menjalani hemodialisis rutin ditempat ini berjumlah 41 orang pasien.
Intensitas hemodialisis yang dilakukan di unit hemodialisis ini berkisar antara
1-3 kali dalam seminggu. Cara pembayaran proses hemodialisis yang
dilakukan di rumah sakit ini sama dengan di Rumah Sakit Advent Bandung
yaitu menggunakan pembayaran mandiri dan jaminan kesehatan swasta
maupun jaminan kesehatan dari pemerintah.
Klinik Perisai Husada adalah klinik swasta yang mempunyai unit
hemodialisis dengan kapasitas 7 tempat tidur. Unit Hemodialisis di tempat ini
mempunyai 35 pasien yang menjalani hemodialisis rutin yang dibagi menjadi
2 shif yaitu shif pagi dan sore. Intensitas hemodialisis yang dijalani pasien
berkisar antara 1-3 kali dalam satu minggu. Cara pembayaran proses
hemodialisis yang dapat digunakan pada klinik ini adalah pembayaran mandiri
dan jaminan kesehatan dari institusi swasta.
4.2 Hasil Penelitian
Penelitian telah dilakukan kepada 95 pasien yang telah menjalani
hemodialisis rutin selama 6 bulan atau lebih, dan pasien tidak pernah dirawat
dalam 3 bulan terahir. Pasien dibagi menjadi dua kelompok yaitu pasien yang
membayar secara mandiri dan pasien yang memiliki jaminan kesehatan.
Pasien diukur dukungan sosial yang mereka terima dan kualitas hidupnya
dengan menggunakan kuesioner.
54
4.2.1 Karakteristik Responden
Hasil analisis yang menggambarkan karakteristik responden
berdasarkan usia, pendidikan, pekerjaan, jaminan kesehatan, dan
penghasilan dapat dilihat dari tabel 4.1 berikut ini :
Tabel 4.1 Karakteristik Responden
Karakteristik Frekuensif =95
Perisaihusada
Advent Muhammadiyah
Persentase%
Usia (tahun)- 21-30- 31-40- 41-50- 51-60
Pendidikan- SD- SMP- SMA/Sederajat- DIII- S1/Lebih
Pekerjaan- Bekerja penuh- Bekerja paruh waktu- Tidak bekerja- Pensiun- Ibu rumah tangga
Jaminan kesehatan- Tidak dijamin- Jamkesmas- Kontraktor- Asuransi pribadi- lainnya
Penghasilan- 0-50 juta/tahun- 50-100 juta/tahun- 100-200 juta/tahun- 200-400 juta/tahun- 400-750 juta/tahun- >750 juta/tahun- Tidak tahu
5163440
1113367
28
3210111626
26441933
6314105111
1369
04717
92035
140410
8243101
15
1622
56
173
13
12749
12
9221120
28762010
38
129
63
1238
112649
322403
27500000
5,2 %16,8 %35,8 %42,2 %
11,6 %13,7 %37,9 %7,4 %
29,5 %
33,7 %11,6 %12,5 %16,8 %27,4 %
27,4 %46,3 %20,0 %3,2 %3,2 %
66,3 %14,7 %10,5 %5,3 %1,1 %1,1 %1,1 %
55
4.2.2 Analisis Univariat
4.2.2.1 Dukungan Sosial Pasien yang Menjalani Hemodialisis Rutin di Kota
Bandung
Dukungan sosial yang diterima responden ditentukan berdasarkan
nilai mean kelompok. Kemudian dikategorikan menjadi
favorable/unfavorable. Hasil tersebut dapat dilihat berdasarkan tabel
dibawah ini.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Dukungan Sosial Pasien yangMenjalani Hemodialisis Rutin Berdasarkan Jenis Pembiayaan
DukunganSosial
JumlahResponden
(f)
PembiayaanPersentase
(%)DenganJaminan
TanpaJaminan
Mendukung(Favorable)
54 19 35 56,8%
Buruk(Unfavorable)
41 7 34 43,3%
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 54 responden mendapatkan
dukungan sosial yang favorable, sedangkan 41 responden mendapatkan
dukungan sosial yang unfavorable. Responden yang mempunyai jaminan
kesehatan dan mendapatkan dukungan sosial yang unfavorable sebanyak
35 responden, sedangkan responden yang tidak mempunyai jaminan
kesehatan dan mempunyai dukungan sosial yang favorable adalah 19
responden.
56
4.2.2.2 Gambaran Kualitas Hidup Pasien yang Menjalani Hemodialisis Rutin
Kualitas hidup responden yang menjalani hemodialisis rutin di
Kota Bandung ditentukan berdasarkan nilai mean yang didapat dari
kuesioner responden. Kualitas hidup responden akan dibagi menjadi
kualitas hidup baik dan kualitas hidup buruk. Hasil penelitian tentang
kualitas hidup responden dapat dilihat dari tabel di bawah ini :
Tabel 4.3 Gambaran Kualitas Hidup Pasien yang MenjalaniHemodialisis Rutin di Kota Bandung Berdasarkan Jenis Pembiayaan
Kualitas HidupJumlah
Responden(f)
PembiayaanPersentase
(%)DenganJaminan
TanpaJaminan
Baik 49 14 35 51,6%Buruk 46 12 34 48,4%
Hasil penelitian dari 95 responden menunjukkan 49 responden
mempunyai kualitas hidup baik dan 46 responden mempunyai kualitas
hidup buruk. Responden yang mempunyai jaminan kesehatan dan
mempunyai kualitas hidup yang baik sebanyak 35 responden sedangkan
responden yang tidak mempunyai jaminan kesehatan dan mempunyai
kualitas hidup buruk sebanyak 14 responden.
57
4.2.3 Analisis Bivariat
4.2.3.1 Hubungan Dukungan Sosial dan Kualitas Hidup pada Pasien
Hemodialisis Rutin yang Mempunyai Jaminan Kesehatan di Kota
Bandung
Hasil analisis bivariat antara dukungan sosial dan kualitas hidup
pasien yang menjalani hemodialisis rutin dapat dilihat dari tabel dibawah
ini:
Tabel 4.4 Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup padaKelompok yang Mempunyai Jaminan Kesehatan
Variabel Kualitas HidupC (X2) p (RR)
Dukungan sosial Buruk BaikTidak Mendukung 23 11
0,511 0,000 3,971Mendukung 11 25DukunganInstrumentalTidak mendukung 23 10
0,364 0,001 2,281Mendukung 11 25DukunganEmosionalTidak mendukung 22 3
0,504 0,000 3,227Mendukung 12 32DukunganInformasionalTidak mendukung 27 13
0,394 0,000 2,796Mendukung 7 22Dukungan hargaDiriTidak mendukung 29 11
0,479 0,000 4,205Mendukung 5 24DukunganKelompok SosialTidak Mendukung 26 9
0,453 0,000 3,157Mendukung 8 26
58
Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan Uji Chi Kuadrat
didapatkan nilai p=0,0000 menunjukkan terdapat korelasi antara dukungan
sosial dengan kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis rutin
dengan jaminan kesehatan di Kota Bandung. Nilai koefisien kontingensi
sebesar 0,511 menunjukkan bahwa kedua variabel memiliki kekuatan
korelasi sedang. Nilai resiko relatif (RR) sebesar 3,971 menunjukkan
pasien hemodialisis rutin yang memiliki dukungan sosial yang tidak
mendukung berpotensial untuk 3,971 kali mempunyai kualitas hidup yang
buruk dibandingkan dengan pasien hemodialisis rutin mempunyai
dukungan sosial mendukung.
Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan Uji Chi Kuadrat
didapatkan nilai p= 0,001 menunjukkan terdapat korelasi antara dukungan
instrumental dengan kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis
rutin dengan jaminan kesehatan di Kota Bandung. Nilai koefisien
kontingensi sebesar 0,364 menunjukkan bahwa kedua variabel memiliki
kekuatan korelasi rendah. Nilai resiko relatif (RR) sebesar 2,881
menunjukkan pasien hemodialisis rutin yang memiliki dukungan
instrumental yang tidak mendukung berpotensial untuk 2,881 kali
mempunyai kualitas hidup yang buruk dibandingkan dengan pasien
hemodialisis rutin mempunyai dukungan instrumental mendukung.
Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan Uji Chi Kuadrat
didapatkan nilai p= 0,0000 menunjukkan terdapat korelasi antara
dukungan emosional dengan kualitas hidup pasien yang menjalani
59
hemodialisis rutin dengan jaminan kesehatan di Kota Bandung. Nilai
koefisien kontingensi sebesar 0,504 menunjukkan bahwa kedua variabel
memiliki kekuatan korelasi sedang. Nilai resiko relatif (RR) sebesar 3,227
menunjukkan pasien hemodialisis rutin yang memiliki dukungan
emosional yang tidak mendukung berpotensial untuk 3,227 kali
mempunyai kualitas hidup yang buruk dibandingkan dengan pasien
hemodialisis rutin mempunyai dukungan sosial mendukung.
Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan Uji Chi Kuadrat
didapatkan nilai p= 0,0000 menunjukkan terdapat korelasi antara
dukungan informasional dengan kualitas hidup pasien yang menjalani
hemodialisis rutindengan jaminan kesehatan di Kota Bandung. Nilai
koefisien kontingensi sebesar 0,394 menunjukkan bahwa kedua variabel
memiliki kekuatan korelasi sedang. Nilai resiko relatif (RR) sebesar 2,796
menunjukkan pasien hemodialisis rutin yang memiliki dukungan
informasional yang tidak mendukung berpotensial untuk 2,796 kali
mempunyai kualitas hidup yang buruk dibandingkan dengan pasien
hemodialisis rutin mempunyai dukungan sosial mendukung.
Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan Uji Chi Kuadrat
didapatkan nilai p= 0,0000 menunjukkan terdapat korelasi antara
dukungan terhadap harga diri dengan kualitas hidup pasien yang menjalani
hemodialisis rutin yang mempunyai jaminan kesehatan di Kota Bandung.
Nilai koefisien kontingensi sebesar 0,479 menunjukkan bahwa kedua
variabel memiliki kekuatan korelasi sedang. Nilai resiko relatif (RR)
60
sebesar 4,205 menunjukkan pasien hemodialisis rutin yang memiliki
dukungan sosial yang tidak mendukung berpotensial untuk 4,205 kali
mempunyai kualitas hidup yang buruk dibandingkan dengan pasien
hemodialisis rutin mempunyai dukungan sosial mendukung.
Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan Uji Chi Kuadrat
didapatkan nilai p= 0,0000 menunjukkan terdapat korelasi antara
dukungan kelompok sosial dengan kualitas hidup pasien yang menjalani
hemodialisis rutin dengan jaminan kesehatan di Kota Bandung. Nilai
koefisien kontingensi sebesar 0,453 menunjukkan bahwa kedua variabel
memiliki kekuatan korelasi sedang. Nilai resiko relatif (RR) sebesar 3,157
menunjukkan pasien hemodialisis rutin yang memiliki dukungan sosial
yang tidak mendukung berpotensial untuk 3,157 kali mempunyai kualitas
hidup yang buruk dibandingkan dengan pasien hemodialisis rutin
mempunyai dukungan sosial mendukung.
61
4.2.3.2 Hubungan Dukungan Sosial dan Kualitas Hidup pada Pasien
Hemodialisis Rutin yang Tidak Mempunyai Jaminan Kesehatan di
Kota Bandung
Hasil analisis bivariat antara dukungan sosial dan kualitas hidup
pasien yang menjalani hemodialisis rutin dapat dilihat dari tabel dibawah
ini:
Tabel 4.5 Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup yangTidak Mempunyai Jaminan
Variabel Kualitas HidupC (X2) p (RR)
Dukungan sosial Buruk BaikTidak Mendukung 23 11
0,571 0,000 4,800Mendukung 11 25DukunganInstrumentalTidak mendukung 6 2
0,360 0,090 2,250Mendukung 6 12DukunganEmosionalTidak mendukung 6 1
0,434 0,026 2,714Mendukung 6 13DukunganInformasionalTidak mendukung 7 5
0,221 0,249 1,633Mendukung 5 9Dukungan hargaDiriTidak mendukung 7 1
0,484 0,009 3,150Mendukung 5 13DukunganKelompok SosialTidak Mendukung 8 3
0,415 0,000 2,727Mendukung 4 11
Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan Uji Chi Kuadrat
didapatkan nilai p= 0,000 menunjukkan terdapat korelasi dengan tingkat
antara dukungan sosial dengan kualitas hidup pada pasien hemodialisis rutin
62
yang tidak mempunyai jaminan kesehatan di Kota Bandung. Nilai Koefisien
Kontingensi sebesar 0,571 menunjukkan tingkat korelasi sedang. Nilai resiko
relatif (RR) sebesar 4,800 menunjukkan pasien hemodialisis rutin yang
memiliki dukungan sosial yang tidak mendukung berpotensial untuk 4,800
kali mempunyai kualitas hidup yang buruk dibandingkan dengan pasien
hemodialisis rutin mempunyai dukungan sosial mendukung.
Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan Uji Chi Kuadrat
didapatkan nilai p= 0,090 menunjukkan tidak terdapat korelasi antara
dukungan instrumental dengan kualitas hidup pasien yang menjalani
hemodialisis rutin di Kota Bandung.
Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan Uji Chi Kuadrat
didapatkan nilai p= 0,026 menunjukkan terdapat korelasi antara dukungan
emosional dengan kualitas hidup pada pasien hemodialisis rutin yang tidak
mempunyai jaminan kesehatan di Kota Bandung. Nilai koefisien kontingensi
sebesar 0,434 menunjukkan tingkat korelasi sedang. Nilai resiko relatif (RR)
sebesar 2,714 menunjukkan pasien hemodialisis rutin yang memiliki
dukungan emosional yang tidak mendukung berpotensial untuk 2,714 kali
mempunyai kualitas hidup yang buruk dibandingkan dengan pasien
hemodialisis rutin mempunyai dukungan sosial mendukung.
Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan Uji Chi Kuadrat
didapatkan nilai p= 0,249 menunjukkan tidak terdapat korelasi antara
dukungan informasional dengan kualitas hidup pasien yang menjalani
hemodialisis rutin di Kota Bandung.
63
Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan Uji Chi Kuadrat
didapatkan nilai p= 0,009 menunjukkan terdapat korelasi antara dukungan
terhadap harga diri dengan kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis
rutin di Kota Bandung. Nilai koefisien kontingensi sebesar 0,484
menunjukkan bahwa kedua variabel memiliki kekuatan korelasi sedang. Nilai
resiko relatif (RR) sebesar 3,150 menunjukkan pasien hemodialisis rutin yang
memiliki dukungan terhadap harga diri yang tidak mendukung berpotensial
untuk 3,150 kali mempunyai kualitas hidup yang buruk dibandingkan dengan
pasien hemodialisis rutin mempunyai dukungan sosial mendukung.
Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan Uji Chi Kuadrat
didapatkan nilai p= 0,020 menunjukkan terdapat korelasi antara dukungan
kelompok sosial dengan kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis
rutin di Kota Bandung. Nilai koefisien kontingensi sebesar 0,415
menunjukkan bahwa kedua variabel memiliki kekuatan korelasi sedang. Nilai
resiko relatif (RR) sebesar 2,727 menunjukkan pasien hemodialisis rutin yang
memiliki dukungan sosial yang tidak mendukung berpotensial untuk 2,727
kali mempunyai kualitas hidup yang buruk dibandingkan dengan pasien
hemodialisis rutin mempunyai dukungan kelompok sosial yang mendukung.
64
4.2.4 Perbedaan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis Rutin yang Memiliki
Jaminan Kesehatan dan Tidak Memiliki Jaminan Kesehatan
Hasil uji statistik didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.6 Perbedaan Kualitas Hidup Berdasarkan Pembiayaan
Variabel
Kelompok
Jaminan Kesehatan
Kelompok
Tanpa Jaminan Nilai t Nilai p
Rata-rata (SD) Rata-rata (SD)
Kualitas Hidup 59,79 (15,73) 63,67 (17,03) 1,049 0,297
Hasil Uji t kualitas hidup responden yang memiliki jaminan
kesehatan dan yang tidak mempunyai jaminan kesehatan didapatkan nilai t
sebesar 1,049 dan nilai p sebesar 0,297. Hasil tersebut menyatakan bahwa
tidak terdapat perbedaan kualitas hidup antara kelompok yang mempunyai
jaminan kesehatan dan kelompok yang tidak mempunyai jaminan
kesehatan.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Dukungan Sosial pada Pasien yang Menjalani Hemodialisis Rutin
Hasil penelitian di tabel 4.2 didapatkan bahwa pasien hemodialisis
rutin yang mendapatkan dukungan sosial yang mendukung sebanyak 54
responden sedangkan pasien mendapatkan dukungan sosial yang tidak
mendukung sebanyak 41 responden. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
responden yang mendapatkan dukungan sosial yang baik lebih tinggi
65
dibandingkan dengan responden yang mendapatkan dukungan sosial yang
kurang baik. Karakteristik masyarakat Indonesia yang komunal dan
mempunyai kekerabatan yang tinggi membuat sumber pemberi dukungan
kepada pasien menjadi lebih banyak. Hal ini bisa dilihat dari budaya
mengunjungi dan mendoakan orang sakit yang hampir selalu dilakukan
oleh masyarakat Indonesia (Sudiarto, 2007).
4.3.2 Kualitas Hidup Pasien yang Menjalani Hemodialisis Rutin
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden yang mempunyai
kualitas hidup baik sebanyak 49 responden dan responden yang
mempunyai kualitas hidup buruk sebanyak 46 responden. Pengukuran
kualitas hidup pada penelitian ini terdiri dari beberapa komponen yaitu
kondisi kesehatan secara umum, peran dan fungsi fisik, nyeri yang
dirasakan, kesehatan emosional, fungsi sosial, kelelahan fisik, tanda dan
gejala akibat penyakit, efek dari penyakit ginjal terhadap kehidupan, beban
dari penyakit, status pekerjaan, fungsi kognitif, kualitas interaksi sosial,
fungsi seksual, kualitas tidur, dorongan dari petugas dialisis, dan kepuasan
pasien (Hays et al, 1997).
Beberapa faktor penunjang kualitas hidup pasien yang menjalani
hemodialisis terlihat sangat kurang antara lain kondisi kesehatan secara
umum, status pekerjaan, fungsi kognitif, fungsi seksual, kualitas tidur,
fungsi fisik, dan fungsi emosional. Kondisi kesehatan secara umum
sebagian besar pasien menganggap bahwa kondisi kesehatannya kurang
66
lebih sama atau lebih buruk dari satu tahun yang lalu. Kondisi ini terjadi
pada pasien yang sudah menjalani hemodialisis lebih dari 1 tahun. Pasien
yang menjalani hemodialisis kurang 1 tahun sebagian besar menyatakan
kondisi kesehatannya lebih baik dari satu tahun yang lalu. Kelompok yang
menjalani hemodialisis kurang dari 1 tahun sebagian besar mengalami
perbaikan dari kondisi sebelum menjalani hemodialisis.
Status pekerjaan pasien yang menjalani hemodialisis rutin lebih
banyak yang sudah pensiun atau mengajukan pensiun dini setelah mereka
sakit, akan tetapi pada kelompok usia pada rentang 21-40 tahun pasien
justru termotivasi untuk bekerja karena merasa masih mempunyai
tanggungan. Selain itu Usia akan sangat berkaitan dengan prognosis
penyakit dan harapan hidup pasien. Semakin tinggi usia penderita maka
kemungkinan komplikasi yang muncul akan semakin besar.
Fungsi kognitif pasien hemodialisis rutin terlihat juga mengalami
penurunan. Pasien yang menjalani hemodialisis rutin sering kali menjadi
lambat dalam berkata atau melakukan sesuatu, sulit untuk berkonsentrasi
dan sering bingung tanpa sebab. Hal ini dirasakan sangat mengganggu
kehidupan pasien. Pasien menjadi sulit untuk melakukan pekerjaan yang
memerlukan konsentrasi tinggi.
Penurunan fungsi seksual pada pasien yang menjalani hemodialisi
rutin dirasakan cukup besar oleh sebagian besar pasien. Hampir separuh
responden sudah tidak melakukan hubungan seksual dalam satu bulan
67
terahir. Pasien menjadi tidak bergairah dan tidak dapat menikmati dalam
melakukan hubungan seksual.
Penurunan kualitas tidur pada pasien hemodialis rutin juga
dirasakan oleh pasien cukup mengganggu, hampir separuh responden
mengalami kesulitan dalam tidur mereka. Sebagian besar dari mereka
sering terbangun dan sulit untuk memulai tidur kembali. Pasien juga
merasa jarang mendapatkan waktu tidur yang cukup. Sebagian besar dari
mereka merasa sulit untuk terjaga disiang hari.
Penurunan fungsi fisik dan emosional juga sangat dirasakan oleh
pasien. Hampir seluruh pasien menyatakan kondisi fisiknya sudah tidak
seperti pada saat sebelum sakit. Mereka cenderung membatasi aktifitas-
aktifitas sedang dan aktifitas berat seperti berlari ataupun berjalan yang
lebih dari 1,5 kilometer. Mereka juga merasa bahwa kondisi psikologis
mereka sangat mempengaruhi aktivitas mereka.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat kekurangan pada beberapa
faktor pendukung kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis rutin,
tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan kualitas hidup
pasien yang menjalani hemodialisis rutin ternyata seimbang antara yang
mempunyai kualitas hidup diatas rata-rata kelompok dan di bawah rata-
rata kelompok. Keadaan ini dipengaruhi oleh banyak hal antara lain afek
positif terhadap penyakit, kondisi komorbid yang menyertai, tanda dan
gejala yang muncul, penurunan fungsi fisik, akomodasi terhadap penyakit
ginjal yang diderita, depresi, dukungan sosial, kepercayaan diri untuk
68
merawat penyakit, proses adaptasi, proses penerimaan terhadap penyakit
(Chan et al, 2011).
Afek yang positif terhadap penyakit akan membuat pasien lebih
mudah beradaptasi dan penerimaan terhadap penyakit yang diderita.
Adaptasi yang baik akan sangat mempengaruhi proses hemodialisis yang
dijalani pasien. Pasien yang sudah beradaptasi terhadap penyakitnya akan
mempengaruhi ideal diri terhadap penyakit yang dideritanya sehingga
pasien akan mengalami penurunan stres psikologis secara signifikan. Hal
ini menyebabkan pasien menjadi lebih tenang terhadap kondisi
kesehatannya. Hal ini sesuai dengan penelitian Moskovitz et al, (1999)
yang menyatakan bahwa koping yang adaptif akan mempengaruhi kualitas
hidup pasien.
Selain itu menurut Ramirez et al, (2011) kondisi stres psikologis
ini akan sangat dipengaruhi oleh koping religius pasien dan akan
mempengaruhi kualitas hidup pasien. Kondisi masyarakat Indonesia yang
beragama membuat kebanyakan pasien hemodialisis mempunyai koping
religius yang positif. Hal ini akan mempengaruhi kepuasan seseorang
terhadap kehidupannya (bersyukur), Selain itu koping religius yang positif
ini akan membantu pasien dalam mereduksi distres psikologis yang akan
membuat kualitas hidup pasien menjadi lebih baik. Sebagian besar
responden menyatakan bahwa penyakit yang mereka derita adalah ujian
yang harus diterima dengan lapang dada. Sebagian besar responden yang
memiliki koping religius yang positif menyatakan harus menjalani proses
69
hemodialisis dengan senang hati dan menganggap proses tersebut sebagai
rekreasi spiritual. Hal ini juga sejalan dengan Berman et al, (2004) yang
menyatakan bahwa religiusitas seseorang yang menjalani hemodialisis
sangat berkaitan dengan peningkatan kepuasan hidup pasien.
4.3.3 Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup pada Pasien
Hemodialisis Rutin yang Mempunyai Jaminan dan Tanpa jaminan
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang
bermakna antara dukungan sosial dengan kualitas hidup pasien baik pada
kelompok yang mempunyai jaminan (C=0,511; p=0,000), maupun pada
kelompok tanpa jaminan (C=0,571; p=0,000). Hal ini menunjukkan peran
pembiayaan pada kedua kelompok ini tidak signifikan. Hal ini sesuai
dengan Penelitian yang sudah dilakukan oleh Yu et al, (2007) yang
menunjukkan bahwa seseorang dengan dukungan sosial yang baik
mempunyai tingkat gangguan kesehatan yang rendah. Mekanisme kerja
dukungan sosial sehingga dapat bermanfaat bagi kesehatan tidak diketahui
secara pasti, namun dukungan sosial dapat menurunkan tingkat stres
(Kornblith et al, 2001), membuat lebih terpenuhinya kebutuhan pasien,
akses yang lebih baik terhadap layanan kesehatan, meningkatkan status
psikososial, status nutrisi, dan peningkatan sistem imun (Patel et al, 2008).
Penelitian lain yang dilakukan pada pasien kanker payudara oleh
Kornblith et al, (2001) menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat
menjadi penahan dari efek psikososial yang timbul akibat perubahan
70
hidup yang penuh dengan stres. Dukungan sosial yang sangat besar
diperlukan untuk menurunkan efek dari gangguan psikologis yang berat.
Pasien GGT yang menjalani terapi hemodialisis mempunyai
perubahan pola hidup yang sangat signifikan. Semua responden
menyatakan bahwa proses adaptasi yang mereka jalani pada saat awal
menjalani proses hemodialisis adalah proses yang sangat berat. Mereka
menyatakan lebih sering gelisah, sulit memulai tidur dan frustasi akibat
memikirkan penyakit, gejala yang muncul akibat penyakit dan biaya
proses hemodialisis yang sangat besar. Sebagian besar responden
menyatakan bahwa mereka memerlukan dukungan yang kuat dari orang-
orang terdekatnya untuk bangkit dari keterpurukan. Akan tetapi setelah
mereka beradaptasi dengan penyakitnya selain dukungan sosial yang baik,
dorongan motivasi internal merupakan hal yang sangat penting bagi
mereka. Motivasi internal yang akan mendorong pasien untuk mencapai
kualitas hidup yang lebih baik. Nurmanawati (2011) menyatakan bahwa
motivasi untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik adalah keluarga
dan status kesehatan.
71
4.3.4 Hubungan Dukungan Instrumental dengan Kualitas Hidup pada
Pasien Hemodialisis Rutin yang Memiliki Jaminan Kesehatan dan
Tanpa Jaminan
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang
bermakna antara dukungan instrumental dengan kualitas hidup pasien pada
kelompok yang mempunyai jaminan kesehatan, Tetapi hal ini tidak terjadi
pada kelompok yang tidak memiliki jaminan kesehatan. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan instrumental
dengan kualitas hidup pasien.
Hal ini dipengaruhi oleh motivasi internal dan kemandirian yang
kuat dari pasien hemodialisis yang tidak mempunyai jaminan. Pasien yang
tidak memiliki jaminan lebih cenderung untuk lebih mandiri dalam
aktivitas keseharian mereka, sebagian besar dari mereka sudah dapat
mengontrol hal-hal yang berkaitan dengan perawatan dirumah yang
khusus pada pasien dialisis seperti pembatasan cairan, pembatasan diet,
keteraturan minum obat dan penyesuaian aktivitas. Sebagian besar dari
mereka adalah tulang punggung keluarga yang mempunyai tanggung
jawab kepada anggota keluarganya. Hal sesuai dengan penelitian
Nurmanawati (2011) yang melaporkan bahwa motivasi pasien
hemodialisis untuk mencapai kualitas hidup adalah keluaga dan status
kesehatan.
72
Dukungan instrumental meliputi pemberian bantuan langsung
kepada penderita, ketika mereka sedang membutuhkan bantuan. Seperti
menyiapkan makanan ketika mereka sedang sakit, mengingatkan penderita
untuk teratur minum obat, merawat ketika mereka sedang sakit, ataupun
bantuan berupa materi untuk keperluan pengobatannya. Dukungan ini
diperlukan klien untuk mendapatkan sarana dalam memenuhi
kebutuhannya, baik kebutuhan sehari-harinya maupun kebutuhan
pengobatannya (Sarafino, 1998).
Dukungan instrumental ini membuat pasien akan lebih terpenuhi
kebutuhannya (Pattel et al, 2008). Pasien ada yang mengingatkan untuk
minum obat, membatasi asupan cairan dan menyediakan menu khusus
gagal ginjal. Dukungan instrumental juga akan membuat pasien
mendapatkan akses ke sarana kesehatan yang lebih baik (Pattel et al,
2008). Sebagian besar responden diantar jemput selama menjalani proses
hemodialisis akan tetapi sebagian besar tidak ditemani saat menjalani
proses hemodialisis, hal ini disebabkan karena kesibukan sumber
dukungan sosial pasien.
Aspek dukungan instrumental yang lain adalah biaya pengobatan
dan transportasi menuju ke sarana kesehatan. Sebagian besar responden
yang mendapatkan keringanan biaya pengobatan tetapi sebagian besar dari
mereka tidak mendapatkan keringanan biaya secara penuh. Mereka harus
mengeluarkan biaya lebih untuk kekurangan biaya hemodialisis, membeli
obat dan transportasi menuju ke sarana kesehatan. Di sisi lain kapasitas
73
fisik sangat jauh menurun sehingga penghasilan pun juga menurun. Hal ini
akan menambah stres psikologis bagi pasien, karena selain mereka
memikirkan kondisi kesehatannya mereka juga harus memikirkan
bagaimana membayar biaya perawatan.
4.3.5 Hubungan Dukungan Emosional dengan Kualitas Hidup pada Pasien
Hemodialisis Rutin yang Memiliki Jaminan Kesehatan dan Tanpa
Jaminan
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang
bermakna antara dukungan emosional dengan kualitas hidup pasien pada
kelompok dengan jaminan (C=0,501; p=0,000); dan kelompok tanpa
jaminan kesehatan (C=0,434;p=0,026). Dukungan emosional merupakan
dukungan yang diberikan kepada klien, sehingga pasien merasa berharga,
nyaman, aman, disayangi dan tidak sendiri dalam menghadapi berbagai
permasalahan yang ada. Dukungan ini mencakup ungkapan ekspresi
empati, kepedulian, dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan,
misalnya meyakinkan penderita bahwa mereka masih dicintai, disayangi
dan diharapkan dalam keluarga, mendengarkan keluhan klien, bersikap
terbuka, menunjukan sikap percaya terhadap apa yang dikeluhkan,
memahami keadaan klien, ekspresi kasih sayang dan perhatian (Sarafino,
1998).
Dukungan emosional yang diberikan oleh orang terdekat
responden akan menurunkan stres sebagai efek dari penyakit ginjal yang
diderita pasien. Sebagian besar responden menyatakan bahwa kasih
74
sayang, perhatian dan sikap terbuka yang ditunjukkan oleh orang terdekat
responden sangat membantu mereka dalam beradaptasi terhadap penyakit
dan proses terapi yang harus dijalani.
4.3.6 Hubungan Dukungan Informasional dengan Kualitas Hidup pada
Pasien Hemodiaisis Rutin yang Memiliki Jaminan dan Tanpa
Jaminan
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang
bermakna antara dukungan Informasional dengan kualitas hidup pasien
pada kelompok yang mempunyai jaminan kesehatan. Pada kelompok yang
tanpa jaminan kesehatan didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan
antara dukungan informasional dengan kualitas hidup pasien.
Perbedaan ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang lebih
tinggi pada kelompok tanpa jaminan. Tingkat pendidikan seseorang akan
mempengaruhi bagaimana pasien mengontrol dirinya dalam mengatasi
masalah yang dihadapi, tingkat kepercayaan diri, pengalaman, perkiraan
bagaimana mengatasi kejadian, kemandirian untuk mencari informasi dan
pemahaman tentang apa yang dianjurkan oleh petugas kesehatan. Hal ini
akan mengurangi kecemasan pasien yang dapat membantu pasien dalam
mengambil keputusan (Kamaludin & Rahayu, 2009).
Dukungan informasional meliputi pemberian informasi, saran dan
nasihat atas pemecahan permasalahan yang dihadapi penderita, berusaha
untuk mencari berbagai informasi berkaitan dengan gagal ginjal dan
75
hemodialisis. Dukungan ini bertujuan untuk memberikan penjelasan
tentang situasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang
sedang dihadapi oleh penderita (Sarafino, 1998).
Menurut responden, dukungan informasional yang didapatkan
pasien sebagian besar didapatkan dari dokter yang memberikan
pengobatan. Informasi yang diberikan kepada pasien meliputi informasi
tentang penyakit ginjal, tanda dan gejala yang muncul setelah sakit dan
selama menjalani hemodialisis, informasi tentang perawatan dirumah,
jenis makanan yang harus dihindari, pembatasan cairan, obat-obatan yang
harus rutin di minum serta informasi tentang keluhan yang dihadapi
pasien.
Menurut sebagian besar responden, petugas kesehatan lain selain
dokter tidak semua memberikan informasi yang cukup berkaitan dengan
penyakit yang dideritanya. Perawat lebih sering mengerjakan pekerjaan
teknis proses hemodialisis. Masih menurut pasien juga bahwa perawat
masih kurang memperhatikan aspek dukungan informasional kepada
mereka, meskipun mereka merasa didorong oleh perawat untuk mandiri
dan beradaptasi terhadap aktivitas keseharian setelah sakit pada saat awal
menjalani hemodialisis. Pemberian informasi tentang penyakit mereka dan
keterlibatan dalam perencanaan dan implementasi perawatan membantu
pasien untuk melawan perasaan-perasaan ketergantungan dan menjadi
termotivasi untuk mempertahankan kesehatan mereka sedapat mungkin
(Hudak dan Gallo, 1996).
76
4.3.7 Hubungan Dukungan Harga Diri dengan Kualitas Hidup pada Pasien
Hemodialisis Rutin yang Mempunyai Jaminan dan Tanpa jaminan
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang
bermakna antara dukungan terhadap harga diri dengan kualitas hidup
pasien pada kelompok dengan jaminan (C=0,473; p=0,000) atau tanpa
jaminan kesehatan (C=0,484;p=0,009). Dukungan penghargaan meliputi
pemberian penghargaan yang positif terhadap penderita, seperti tidak
menyalahkan atas penyakit yang dideritanya, memberikan dorongan,
motivasi, dan penguatan kepada penderita dalam menghadapi berbagai
macam tekanan yang ada, dan memberikan perbandingan positif pada
penderita bahwa mereka itu sebenarnya sama dengan orang lain
(Sarafino,1998).
Sebagian besar responden merasa orang-orang terdekatnya
menganggap mereka bukanlah beban dalam keluarga. Mereka juga jarang
disalahkan atas penyakit yang mereka derita, selain itu sebagian responden
merasa sering dilibatkan dalam acara-acara keluarga, mereka menganggap
masih sangat dibutuhkan oleh orang-orang terdekat responden. Hal ini
dapat menaikkan harga diri pasien, meskipun sebagian besar dari mereka
memilih untuk membatasi kegiatan sosial kemasyarakatan akibat dari
keterbatasan fisik yang mereka alami.
77
4.3.8 Hubungan Dukungan Kelompok Sosial dengan Kualitas Hidup pada
Pasien Hemodialisis Rutin yang Mempunyai Jaminan Kesehatan dan
Tanpa jaminan Kesehatan.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang
bermakna antara dukungan kelompok sosial dengan kualitas hidup pasien
pada kelompok dengan jaminan (C=0,453; p=0,000) atau tanpa jaminan
kesehatan (C=0,415;p=0,020). Dukungan ini akan membuat pasien merasa
menjadi anggota dari kelompok yang memiliki kesamaan minat dan
aktifitas sosial. Pasien akan merasa lebih nyaman karena mempunyai
teman yang senasib dengannya.(Sarafino, 1998).
Dukungan yang responden dapatkan dari kelompok sosial cukup
membantu responden dalam beradaptasi terhadap penyakit. Sebagian besar
dari mereka merasa bukanlah satu-satunya orang yang harus dicuci darah.
Mereka merasa mempunyai teman senasib sehingga mereka merasa lebih
nyaman. Sebagian besar dari responden merasa lebih bersemangat dan
sangat menantikan waktu untuk bertemu dengan teman di kelompok
sosial mereka. Mereka bahkan menganggap proses hemodialisis adalah
rekreasi karena banyak teman untuk berbagi cerita dan pengalaman, akan
tetapi kadang-kadang responden juga merasa khawatir jika ada teman
mereka yang kondisinya memburuk atau bahkan meninggal dunia.
Dukungan kelompok sosial ini juga bisa dilakukan pada wadah
kelompok khusus pasien penderita gagal ginjal atau pasien yang menjalani
hemodialisis rutin, akan tetapi sampai saat ini belum terbentuk organisasi
78
yang menaungi pasien tersebut. Wadah khusus pasien hemodialisi
memang bekum ada, tetapi kegiatan yang sudah dilaksanakan sudah cukup
banyak diantaranya yaitu berupa family gathering yang dilaksanakan satu
tahun sekali. Menurut pasien kegiatan ini sangat membantu mereka dalam
meningkatkan pengetahuan mereka tentang gagal ginjal dan perawatan di
rumah. Selain itu kegiatan ini juga meningkatkan semangat mereka untuk
terus menjalani hidup.
4.3.9 Perbedaan Kualitas Hidup Pasien yang Menjalani Hemodialisis Rutin
antara Kelompok yang Mempunyai Jaminan Kesehatan dan yang
Tidak Mempunyai Jaminan Kesehatan
Jaminan kesehatan, penghasilan dan status pekerjaan yang dimiliki
responden akan sangat membantu intensitas hemodialisis. Pasien dengan
penghasilan keluarga yang baik akan lebih terjamin intensitasnya
dibandingkan dengan pasien yang mempunyai penghasilan keluarga
kurang.
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan dukungan sosial yang diterima pasien antara kelompok yang
mempunyai jaminan kesehatan dan kelompok yang tidak mempunyai
jaminan kesehatan (t=1,049; p=0,297). Hal ini dikarenakan sebagian besar
tingkat penghasilan dari responden yang tidak mempunyai jaminan
kesehatan cukup besar setiap tahunnya. Sebagian besar responden
memiliki penghasilan leih dari 100 juta /tahun. Penghasilan yang cukup
79
membuat responden yang tidak memiliki jaminan kesehatan menganggap
bahwa biaya bukanlah masalah yang aktual. Hal ini akan berdampak
terhadap tingkat stres yang muncul akibat permasalahan biaya perawatan
dan pengobatan rutin pasien.
Kondisi ini sangat berbeda dengan responden yang tidak memiliki
jaminan kesehatan dan mempunyai penghasilan di bawah 100 juta /tahun
(12 orang responden). Pada kelompok ini hampir seluruhnya (9
responden) memiliki kualitas hidup di bawah rata-rata kelompok. Hasil uji
statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup yang
bermakna antara pasien yang memiliki penghasilan di bawah 100 juta dan
di atas 100 juta (p=0,004). Keterbatasan biaya yang mereka alami akan
berdampak terhadap intensitas hemodialisis yang mereka lakukan. Pada
kelompok ini sering terjadi penjadwalan ulang waktu hemodialisis karena
terbentur masalah keuangan. Intensitas hemodialisis yang menurun akan
menyebabkan penumpukan sisa metabolisme tubuh, yang akan
menyebabkan semakin banyak keluhan dan gejala yang dirasakan oleh
responden. Sebagian besar pasien yang mempunyai penghasilan rendah di
negara berkembang akan meninggal atau berhenti melakukan terapi ginjal
pengganti setelah 3 bulan menjalani terapi (Shcieppati & Remuzzi, 2005).
Melihat kondisi tersebut maka jaminan kesehatan dari pemerintah sangat
diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup penduduknya. Adanya
jaminan kesehatan maka beban pembiayaan yang harus ditanggung
80
responden dan keluarganya semakin berkurang. Hal ini dapat mengurangi
stres yang muncul.
Hal yang berbeda terjadi pada pasien hemodialisis rutin yang
mempunyai penghasilan yang baik. Kondisi keuangan keluarga yang stabil
akan membuat intensitas hemodilisis menjadi rutin. Kondisi ini dapat
terjadi pada kelompok responden yang mempunyai penghasilan diatas 200
juta rupiah. Jumlah total responden pada kelompok ini berjumlah 14
responden, pada kelompok ini hampir seluruhnya mempunyai kualitas
hidup di atas rata-rata kelompok yaitu 11 responden.
4.4 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan. Keterbasan tersebut
antara lain: Instrumen penelitian pada variabel dukungan sosial adalah
instrumen yang dibuat sendiri oleh peneliti dan baru pertama digunakan,
meskipun sudah dilakukan uji konten dengan Content Validity Indeks
sebesar 0.89. Aspek kualitas hidup adalah sesuatu yang dinamis dan tidak
statis sehingga mungkin akan berubah pada saat yang lain, sehingga
perawat harus mengukur kualitas hidup pasien secara berkala. Terahir,
hasil penelitian ini belum bisa berlaku umum untuk semua unit
hemodialisis karena sampel hanya dari tiga unit hemodialis.