BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4 -...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4 -...
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Sampel Peneliitian
Sampel yang diambil adalah 2 SD Negeri kelas V dari SD Negeri di
Gugus Gatot Subroto yaitu SDN 03 Ngraho dan SDN 01 Nglandeyan.
Kelas V SDN 03 Ngraho ditetapkan sebagai kelas eksperimen yang diberi
perlakuan (treatment) pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif
tipe Make a Match. Kelas V SDN 01 Nglandeyan ditetapkan sebagai kelas
kontrol dimana dalam proses pembelajarannya tidak diberikan perlakuan
yang sama dengan kelas eksperimen yaitu tanpa model pembelajaran
kooperatif tipe Make a Match.
4.2 Kondisi Awal sebelum diberi Perlakuan
4.2.1 Analisis Deskriptif
4.2.1.1 Hasil Belajar
Data nilai pretest digunakan untuk melihat hasil belajar
matematika siswa sebelum dilakukan penelitian dan diberikan
perlakuan. Data yang digunakan sebagai pretest adalah nilai murni
ulangan tengah semester 2 untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol
yang dapat dilihat pada lampiran 5. Nilai murni berarti bahwa nilai
belum diolah dengan nilai-nilai lainnya. Nilai ini dijadikan patokan
kemampuan awal siswa kelas V di SDN 03 Ngraho dan SDN 01
Nglandeyan. Analisis deskriptif menggunakan alat bantu hitung SPSS
16.0 dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Hasil Deskripsi Statistika Nilai Pretest
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic
EKSPERIMEN 19 35 90 61.05 3.324 14.489
KONTROL 17 25 90 61.18 4.299 17.724
Valid N (listwise) 17
46
Berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa rata-rata nilai pretest kelas
kontrol yaitu 61,18 lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen yaitu
61,05 tetapi kedua nilai rerata tersebut hampir sama. Selain itu, nilai
maksimal kelas kontrol dengan kelas eksperimen sama besar yaitu 90.
Namun demikian, nilai minimal kelas kontrol yaitu 25 lebih rendah
dibandingkan dengan kelas eksperimen yaitu 35. Selain itu, standar
deviasi dari nilai kelas kontrol pun yaitu 17,724 lebih tinggi daripada
kelas eksperimen yaitu 14,489. Hal ini berarti keberagaman nilai kelas
kontrol lebih tinggi daripada kelas eksperimen. Sebaran nilai pretest
kelas baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol dapat dilihat pada
tabel 4.2.
Tabel 4.2
Kategori Nilai Pretest
No Interval Kategori Eksperimen Kontrol
Jmlh Siswa % Jmlh Siswa %
1 68 - 100 Tinggi 6 15,78 5 14,70
2 34 - 67 Sedang 13 34,21 11 32,35
3 0 - 33 Rendah 0 0 1 2,94
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa hasil belajar
matematika siswa kelas eksperimen tersebut tidak memiliki siswa
dalam kategori rendah, kategori sedang sebanyak 13 siswa dan kategori
tinggi sebanyak 6 siswa. Oleh karena itu dapat disimpulkan sebagian
besar siswa kelas V SDN 03 Ngraho berada pada kategori sedang.
Sedangkan hasil belajar matematika siswa kelas kontrol untuk kategori
rendah sebanyak 1 siswa, kategori sedang sebanyak 11 siswa, dan
kategori tinggi sebanyak 5 siswa. Oleh karena itu dapat disimpulkan
sebagian besar siswa kelas V SDN 01 Nglandeyan berada pada kategori
sedang.
47
4.2.1.2 Keaktifan Belajar
Data keaktifan belajar awal digunakan untuk mengetahui
keaktifan belajar matematika siswa sebelum dilakukan penelitian dan
diberikan perlakuan. Data keaktifan belajar awal diambil dari hasil
pengisian angket keaktifan belajar untuk kelas eksperimen dan kelas
kontrol sebelum diberi perlakuan. Analisis deskriptif menggunakan alat
bantu hitung SPSS 16.0 dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3
Hasil Deskripsi Statistika Keaktifan Belajar Awal
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic
EKSPERIMEN 19 52 77 66.89 1.282 5.587
KONTROL 17 54 79 66.88 1.618 6.670
Valid N (listwise) 17
Berdasarkan Tabel 4.3 terlihat bahwa rata-rata skor keaktifan
belajar kelas eksperimen yaitu 66,89 lebih tinggi dibandingkan kelas
kontrol yaitu 66,88. Selain itu, skor minimal kelas kontrol yaitu 54
lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen yaitu 52. Skor maksimal
kelas kontrol juga lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen yaitu 79
sedangkan kelas eksperimen 77. Standar deviasi dari kelas kontrol yaitu
6,670 lebih tinggi daripada kelas eksperimen yaitu 5,587. Hal ini berarti
keberagaman skor kelas kontrol lebih tinggi dibandingkan kelas
eksperimen. Sebaran skor keaktifan belajar awal kelas baik kelas
eksperimen maupun kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4
Kategori Skor Keaktifan Belajar Awal
No Interval Kategori Eksperimen Kontrol
Jmlh Siswa % Jmlh Siswa %
1 78 – 116 Tinggi 0 0 1 2,94
2 39 – 77 Sedang 19 50 16 47,05
3 0 – 38 Rendah 0 0 0 0
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa tidak ada siswa baik
kelas kontrol maupun kelas eksperimen yang masuk dalam kategori
48
rendah. Selain itu kelas eksperimen yang masuk dalam kategori sedang
lebih tinggi yaitu 19 siswa dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu 16
siswa. Adapun siswa yang masuk dalam kategori tinggi untuk kelas
eksperimen tidak ada siswa yang masuk dalam kategori tersebut
dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu 1 siswa.
4.2.2 Analisis Inferensial
4.2.2.1 Hasil Belajar
a) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan unutk menentukan apakah kedua
kelompok berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas pada
penelitian ini menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan
menggunakan alat bantu hitung Software SPSS 16.0. Hasil uji
normalitas dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5
Hasil Uji Normalitas Nilai Pretest
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
EKSPERIMEN .134 17 .200* .953 17 .500
KONTROL .121 17 .200* .968 17 .778
Hasil uji normalitas Pretest berdasarkan tabel 4.5 di atas
diperoleh bahwa nilai signifikansinya untuk kelas eksperimen
sebesar 0,500 dan untuk kelas kontrol sebesar 0,778 maka dapat
disimpulkan data nilai pretest dari kedua kelas tersebut
berdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat bahwa kedua nilai
signifikansi uji normalitas untuk data pretest kedua kelas
tersebut lebih besar dari 0,05. Untuk penyebaran datanya dapat
dilihat dalam diagram berikut ini
49
Gambar 2 Grafik Normalitas Pretest Eksperimen dan Kontrol
b) Uji Homogenitas dan Uji Beda Rerata Nilai Pretest
Hasil uji normalitas menyimpulkan bahwa kedua sampel
masing-masing berasal dari populasi berdistribusi normal. Oleh
karena itu, analisis uji yang digunakan adalah analisis statistik
parametrik. Nilai Pretest diuji menggunakan uji independent
sample t-test untuk mengetahu apakah ada perbedaan
kemampuan siswa kedua kelas. Pengujian ini menggunakan alat
bantu perhitungan berupa SPSS 16.0. Hasil perhitungan uji
independent sample t-test dapat dilihat dalam Tabel 4.6.
Tabel 4.6
Hasil Uji Independent Sample t-test Nilai Pretest
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval
of the Difference
Lower Upper
NILAI Equal variances
assumed .460 .502 -.023 34 .982 -.124 5.373 -11.042 10.795
Equal variances
not assumed
-.023 31.002 .982 -.124 5.434 -11.207 10.959
50
Berdasarkan Tabel 4.6 hasil uji homogenitas menghasilkan
nilai signifikansi sebesar 0,502 > 0,05 yang berarti data berasal
dari populasi yang memiliki variansi sama (homogen). Oleh
karena itu, uji independent sample t-test yang digunakan adalah
uji independent sample t-test jenis equal variances assumed. Uji
tersebut menghasilkan nilai signifikansi 0,982>0,05 sehingga H0
diterima atau tidak terdapat perbedaan nilai pretest kelas
eksperimen maupun kelas kontrol. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
dalam kondisi seimbang.
4.2.2.2 Keaktifan Belajar
Selain analisis deskriptif untuk menguji kondisi awal dari
keaktifan belajar siswa, juga digunakan analisis inferensial. Uji
yang digunakan pada hasil keaktifan belajar awal menggunakan
uji Mann-Withney dengan menggunakan alat bantu hitung
software SPSS 16.0. Hasil uji keaktifan belajar awal dapat
dilihat pada tabel 4.7 sebagai berikut.
Tabel 4.7
Uji Mann-Withney Keaktifan Belajar Awal
NILAI
Mann-Whitney U 158.500
Wilcoxon W 311.500
Z -.095
Asymp. Sig. (2-tailed) .924
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .925a
Berdasarkan tabel 4.7 hasil uji mann-withney menghasilkan
nilai signifikansi sebesar 0,924 > 0,05. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan keaktifan antara kelas eksperimen
dan kelas kontrol sehingga kondisi awal keaktifan belajar siswa
antara kedua kelas dalam kondisi seimbang.
51
4.3 Langkah Pembelajaran
Langkah pembelajaran dalam proses penelitian ini berawal dari
penyebaran angket keaktifan belajaran untuk melihat kondisi keaktifan
belajar awal dari kedua kelas penelitian yaitu kelas kontrol SDN 01
Nglandeyan dan kelas eksperimen SD N 03 Ngraho, apakah kedua kelas
tersebut dalam kondisi seimbang. Selain melihat kondisi awal keaktifan
belajar siswa, peneliti juga melihat kondisi awal hasil belajar siswa melalui
nilai Ulangan Tengah Semester 2.
Langkah pembelajaran dalam penelitian ini memerlukan beberapa
kali pertemuan, meliputi sebagai berikut:
1. Pertemuan Pertama
a. Kegiatan awal
Proses pembelajaran diawali dengan guru mengucapkan
salam, melakukan presensi, mengkondisikan kelas agar siswa siap
untuk mengikuti pembelajaran, apersepsi berkaitan dengan bangun
ruang kubus dan balok, menyampaikan tujuan pembelajaran.
b. Kegitatan Inti
Guru bertanya jawab berkaitan dengan apa itu bangun ruang
balok dan kubus. Siswa menyebutkan beberapa bangun ruang balok
dan kubus yang terdapat dilingkungan kelas. Setelah itu siswa
bersama guru tanya jawab serta melakukan demonstrasi tentang
bangun ruang balok dan kubus. Setelah siswa melakukan
demonstrasi dengan sifat-sifat bangun ruang balok dan kubus, guru
memberikan penjelasan tambahan mengenai sifat-sifat bangun
ruang balok dan kubus. Setelah itu, siswa diajak memahami materi
tersebut dengan bermain menemukan pasangan kartu sebagai sesi
review. Guru menjelaskan aturan permainan. Guru menyiapkan
kartu sejumlah siswa di dalam kelas. Setiap siswa mengambil 1
kartu dan mencari pasangan kartu miliknya dengan cara saling
bertanya jawab bersama teman. Setiap siswa yang paling cepat dan
52
benar dalam menemukan pasangan mendapatkan reward dari guru.
Kegiatan permainan kartu berpasangan tersebut dilakukan secara
berulang sebanyak 5 kali agar siswa dapat memahami sifat-sifat
bangun ruang balok dan kubus. Siswa bersama guru menyimpulkan
materi tentang sifat-sifat bangun ruang balok dan kubus. Untuk
mengetahui perkembangan belajar siswa dibagikan lembar kerja
siswa, guru memantau dan membimbing dengan berkeliling dalam
siswa mengerjakan lembar kerja siswa. Siswa mendapatkan
penguatan dari hasil permainan dan hasil jawabannya. Siswa
bersama melakukan Tanya jawab mengenai hal-hal yang belum
mereka pahami. Selain melakukan proses pembelajaran, guru juga
mengamati perkembangan keaktifan siswa di dalam kelas pada
materi bangun ruang balok dan kubus.
c. Kegiatan Penutup
Siswa diberikan reward berupa pujian dan motivasi dalam
mengikutui pembelajaran, bersama siswa merefleksikan dan
menyimpulkan pembelajaran tentang sifat-sifat bangun ruang balok
dan kubus. Siswa diberikan tindak lanjut dan guru menutup
kegiatan pembelajaran
2. Pertemuan Kedua
a. Kegiatan awal
Proses pembelajaran diawali dengan guru mengucapkan
salam, melakukan presensi, mengkondisikan kelas agar siswa siap
untuk mengikuti pembelajaran, apersepsi berkaitan dengan bangun
ruang tabung dan kerucut, menyampaikan tujuan pembelajaran.
b. Kegitatan Inti
Guru bertanya jawab berkaitan dengan apa itu bangun ruang
tabung dan kerucut. Siswa menyebutkan beberapa bangun ruang
tabung dan kerucut yang terdapat dilingkungan kelas. Setelah itu
siswa bersama guru tanya jawab serta melakukan demonstrasi
tentang bangun ruang tabung dan kerucut. Setelah siswa
53
melakukan demonstrasi dengan sifat-sifat bangun ruang tabung dan
kerucut, guru memberikan penjelasan tambahan mengenai sifat-
sifat bangun ruang tabung dan kerucut. Setelah itu, siswa diajak
memahami materi tersebut dengan bermain menemukan pasangan
kartu sebagai sesi review. Guru menjelaskan aturan permainan.
Guru menyiapkan kartu sejumlah siswa di dalam kelas. Setiap
siswa mengambil 1 kartu dan mencari pasangan kartu miliknya
dengan cara saling bertanya jawab bersama teman. Setiap siswa
yang paling cepat dan benar dalam menemukan pasangan
mendapatkan reward dari guru. Kegiatan permainan kartu
berpasangan tersebut dilakukan secara berulang sebanyak 5 kali
agar siswa dapat memahami sifat-sifat bangun ruang tabung dan
kerucut. Siswa bersama guru menyimpulkan materi tentang sifat-
sifat bangun ruang tabung dan kerucut. Untuk mengetahui
perkembangan belajar siswa dibagikan lembar kerja siswa, guru
memantau dan membimbing dengan berkeliling dalam siswa
mengerjakan lembar kerja siswa. Siswa mendapatkan penguatan
dari hasil permainan dan hasil jawabannya. Siswa bersama
melakukan Tanya jawab mengenai hal-hal yang belum mereka
pahami. Selain melakukan proses pembelajaran, guru juga
mengamati perkembangan keaktifan siswa di dalam kelas pada
materi bangun ruang tabung dan kerucut.
c. Kegiatan Penutup
Siswa diberikan reward berupa pujian dan motivasi dalam
mengikutui pembelajaran, bersama siswa merefleksikan dan
menyimpulkan pembelajaran tentang sifat-sifat bangun ruang
tabung dan kerucut. Siswa diberikan tindak lanjut dan guru
menutup kegiatan pembelajaran
3. Pertemuan Ketiga
a. Kegiatan awal
54
Proses pembelajaran diawali dengan guru mengucapkan
salam, melakukan presensi, mengkondisikan kelas agar siswa siap
untuk mengikuti pembelajaran, apersepsi berkaitan dengan bangun
ruang segitiga dan limas segiempat, menyampaikan tujuan
pembelajaran.
b. Kegitatan Inti
Guru bertanya jawab berkaitan dengan apa itu bangun ruang
segitiga dan limas segiempat. Siswa menyebutkan beberapa
bangun ruang segitiga dan limas segiempat yang terdapat
dilingkungan kelas. Setelah itu siswa bersama guru tanya jawab
serta melakukan demonstrasi tentang bangun ruang segitiga dan
limas segiempat. Setelah siswa melakukan demonstrasi dengan
sifat-sifat bangun ruang segitiga dan limas segiempat, guru
memberikan penjelasan tambahan mengenai sifat-sifat bangun
ruang segitiga dan limas segiempat. Setelah itu, siswa diajak
memahami materi tersebut dengan bermain menemukan pasangan
kartu sebagai sesi review. Guru menjelaskan aturan permainan.
Guru menyiapkan kartu sejumlah siswa di dalam kelas. Setiap
siswa mengambil 1 kartu dan mencari pasangan kartu miliknya
dengan cara saling bertanya jawab bersama teman. Setiap siswa
yang paling cepat dan benar dalam menemukan pasangan
mendapatkan reward dari guru. Kegiatan permainan kartu
berpasangan tersebut dilakukan secara berulang sebanyak 5 kali
agar siswa dapat memahami sifat-sifat bangun segitiga dan limas
segiempat. Siswa bersama guru menyimpulkan materi tentang
sifat-sifat bangun ruang segitiga dan limas segiempat. Untuk
mengetahui perkembangan belajar siswa dibagikan lembar kerja
siswa, guru memantau dan membimbing dengan berkeliling dalam
siswa mengerjakan lembar kerja siswa. Siswa mendapatkan
penguatan dari hasil permainan dan hasil jawabannya. Siswa
bersama melakukan Tanya jawab mengenai hal-hal yang belum
55
mereka pahami. Selain melakukan proses pembelajaran, guru juga
mengamati perkembangan keaktifan siswa di dalam kelas pada
materi bangun ruang segitiga dan limas segiempat.
c. Kegiatan Penutup
Siswa diberikan reward berupa pujian dan motivasi dalam
mengikutui pembelajaran, bersama siswa merefleksikan dan
menyimpulkan pembelajaran tentang sifat-sifat bangun ruang
segitiga dan limas segiempat. Siswa diberikan tindak lanjut dan
guru menutup kegiatan pembelajaran
4. Pertemuan Keempat
a. Kegiatan awal
Proses pembelajaran diawali dengan guru mengucapkan
salam, melakukan presensi, mengkondisikan kelas agar siswa siap
untuk mengikuti pembelajaran, apersepsi berkaitan dengan jaring-
jaring bangun ruang kubus, balok, dan tabung, menyampaikan
tujuan pembelajaran.
b. Kegitatan Inti
Guru bertanya jawab berkaitan dengan apa itu jaring-jaring
bangun ruang kubus, balok, dan tabung. Siswa menyebutkan
beberapa bangun ruang kubus, balok, dan tabung yang terdapat
dilingkungan kelas. Siswa bersama guru membuka alat peraga
bangun ruang tabung bersama guru, seperti apakah bentuknya jika
bangun tabung dilepas. Kemudian Siswa dibentuk dalam 2 tim,
tim kubus dan tim balok. Setiap tim mencari berbagai macam
bentuk jaring-jaring bangun ruang minimal 4. Setelah mereka
mendapatkan jawaban, mereka mempresentasikan hasil diskusi di
depan kelas. Tim pendengar bersama guru mengoreksi bersama
hasil diskusi mereka. Setelah itu, siswa diajak memahami materi
tersebut dengan bermain menemukan pasangan kartu sebagai sesi
review. Guru menjelaskan aturan permainan. Guru menyiapkan
kartu sejumlah siswa di dalam kelas. Setiap siswa mengambil 1
56
kartu dan mencari pasangan kartu miliknya dengan cara saling
bertanya jawab bersama teman. Setiap siswa yang paling cepat dan
benar dalam menemukan pasangan mendapatkan reward dari
guru. Kegiatan permainan kartu berpasangan tersebut dilakukan
secara berulang sebanyak 5 kali agar siswa dapat memahami
jaring-jaring bangun ruang kubus, balok dan tabung. Siswa
bersama guru menyimpulkan materi tentang jaring-jaring bangun
ruang kubus, balok, dan tabung. Untuk mengetahui perkembangan
belajar siswa dibagikan lembar kerja siswa, guru memantau dan
membimbing dengan berkeliling dalam siswa mengerjakan lembar
kerja siswa. Siswa mendapatkan penguatan dari hasil permainan
dan hasil jawabannya. Siswa bersama melakukan Tanya jawab
mengenai hal-hal yang belum mereka pahami. Selain melakukan
proses pembelajaran, guru juga mengamati perkembangan
keaktifan siswa di dalam kelas dan menyebar angket keaktifan
kepada siswa untuk mengetahui perkembangan keaktifan siswa.
c. Kegiatan Penutup
Siswa diberikan reward berupa pujian dan motivasi dalam
mengikutui pembelajaran, bersama siswa merefleksikan dan
menyimpulkan pembelajaran tentang jaring-jaring bangun ruang
kubus, balok, dan tabung. Siswa diberikan tindak lanjut dan guru
menutup kegiatan pembelajaran
4.4 Kondisi Akhir setelah diberi Perlakuan
4.4.1 Analisis Deskripsi
4.4.1.1 Hasil Belajar
Skor posttest diambil setelah kegiatan pembelajaran dengan
model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match berakhir. Hasil
posttest dari kelas eksperimen dan kelas control akan ditunjukan dalam
lampiran 10. Data skor posttest digunakan untuk mengetahui hasil
belajar matematika siswa setelah dilakukan penelitian dan diberikan
57
perlakuan. Analisis deskriptif menggunakan alat bantu hitung SPSS 16.0
dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8
Hasil Deskripsi Statistik Posttest
Berdasarkaan Tabel 4.8 terlihat bahwa rata-rata nilai posttest
kelas eksperimen yaitu 77,68 lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol
yaitu 74,22. Nilai minimal kelas eksperimen yaitu 52,38 lebih tinggi
dibandingkan kelas kontrol yaitu 47,61. Nilai maksimal kelas
eksperimen yaitu 95,23 juga lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol
yaitu 90,47. Standar deviasi dari nilai kelas eksperimen yaitu 14,288
lebih tinggi daripada kelas kontrol yaitu 13,155. Hal ini berarti
keberagaman nilai kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol.
Sebaran nilai posttest baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol dapat
dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9
Kategori Nilai Posttest
No Interval Kategori Eksperimen Kontrol
Jmlh Siswa % Jmlh Siswa %
1 68 – 100 Tinggi 15 39,48 12 35,29
2 34 – 67 Sedang 4 10,52 5 14,70
3 0 – 33 Rendah 0 0 0 0
Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa tidak ada siswa baik
kelas eksperimen maupun kelas kontrol yang masuk dalam kategori
rendah. Adapun untuk kelas eksperimen, siswa yang masuk dalam
kategori sedang yaitu ada 4 siswa dan yang masuk dalam kategori tinggi
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic
EKSPERIMEN 19 52.38 95.23 77.6889 3.27812 14.28899
KONTROL 17 47.61 90.47 74.2259 3.19074 13.15577
Valid N
(listwise) 17
58
berjumlah 15 siswa. Kategori sedang dan tinggi pada kelas kontrol yaitu
12 siswa berada dalam kategori tinggi dan 5 dalam kategori sedang.
4.4.1.2 Keaktifan Belajar
Data keaktifan belajar akhir digunakan untuk melihat keaktifan
belajar matematika siswa setelah dilakukan penelitian dan diberikan
perlakuan. Keaktifan belajar akhir diambil dari hasil pengisian angket
keaktifan belajar untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol selama
pembelajaran. Angket keaktifan belajar sebelumnya sudah divalidasi
sehingga pemberian angket digunakan angket yang sudah ada. Analisis
deskriptif menggunakan alat bantu hitung SPSS 16.0 dan hasilnya dapat
dilihat pada tabel 4.10.
Tabel 4.10
Hasil Deskripsi Keaktifan Belajar Akhir
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic
EKSPERIMEN 19 66 109 82.11 2.466 10.749
KONTROL 17 60 90 76.71 1.778 7.329
Valid N (listwise) 17
Berdasarkan tabel 4.10 terlihat bahwa rata-rata skor keaktifan
belajar kelas eksperimen yaitu 82,11 lebih tinggi dibandingkan dengan
kelas kontrol yaitu 76,71. Selain itu, skor minimal kelas eksperimen
lebih tinggi yaitu 66 dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu 60. Skor
maksimal kelas eksperimen lebih tinggi yaitu 109 dibandingkan kelas
kontrol yaitu 90. Standar deviasi dari skor kelas kontrol yaitu 7,329
lebih rendah dibandingkan kelas eksperimen yaitu 10,749. Hal ini
berarti keberagaman skor kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas
kontrol. Sebaran skor keaktifan belajar akhir kelas baik kelas
eksperimen maupun kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 4.11.
59
Tabel 4.11
Kategori Keaktifan Belajar Akhir
No Interval Kategori Eksperimen Kontrol
Jmlh Siswa % Jmlh Siswa %
1 78 – 116 Tinggi 13 34,21 10 29,41
2 39 – 77 Sedang 6 15,78 7 20,58
3 0 – 38 Rendah 0 0 0 0
Berdasarkan tiga pengkategorian pada tabel 4.11 dapat dilihat
bahwa tidak ada siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol
yang masuk dalam kategori rendah. Selain itu, siswa dari kelas
eksperimen yang masuk dalam kategori sedang lebih rendah yaitu 6
siswa dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu 7 siswa. Adapun siswa
yang masuk dalam kategori tinggi, dalam kelas eksperimen lebih tinggi
yaitu 13 siswa dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu 10 siswa.
4.4.2 Analisis Inferensial
4.4.2.1 Hasil Belajar
a) Uji Normalitas Posttest
Skor posttest perlu diuji normalitasnya sebelum dilakukan
uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan untuk menentukan
apakah kedua kelompok berdistribusi normal atau tidak. Uji
normalitas pada penelitian ini menggunakan uji Shapiro-Wilk
dengan menggunakan alat bantu hitung Software SPSS 16.0.
Hasil pengujian normalitas posttest dapat dilihat dalam tabel
4.12.
Tabel 4.12
Uji Normalitas Posttest
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
EKSPERIMEN .173 17 .185 .916 17 .127
KONTROL .206 17 .053 .922 17 .160
60
Hasil uji normalitas posttest menghasilkan nilai
signifikansi sebesar 0,127 pada kelas eksperimen dan sebesar
0,160 pada kelas kontrol maka dapat disimpulakn data tersebut
berdistribusi normal karena lebih dari taraf signifikansi sebesar
0,05. Hasil ini juga dapat dilihat dari histogram yang
ditunjukkan pada gambar 2.
Gambar 3 Grafik Normalitas Posttest Eksperimen dan Kontrol
Gambar 2 menunjukan bahwa pada masing-masing kelas
kurva mendekati bentuk kurva berdistribusi normal. Walaupun
gambar kurvanya tidak sama persis, tetapi kedua kurva normal
merupakan bukti bahwa data berdistribusi normal untuk masing-
masing kelas.
b) Uji Homogenitas dan Uji Beda Rerata
Hasil posttest juga diuji menggunakan uji independent
sample t-test untuk mengetahui apakah ada perbedaan kedua
kelas. Hasil uji independent sample t-test dapat dilihat dalam
tabel 4.13.
61
Tabel 4.13
Hasil Uji Independent Sample T-test Posttest
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
NILAI Equal
variances
assumed
.308 .582 .753 34 .042 3.46307 4.59621 -5.87756 12.80369
Equal
variances not
assumed
.757 33.966 .046 3.46307 4.57459 -5.83398 12.76011
Berdasarkan Tabel 4.13 hasil uji homogenitas
menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,582 > 0,05 yang
berarti data berasal dari populasi yang memiliki variansi sama
(homogen). Oleh karena itu, uji independent sample t-test yang
digunakan adalah uji independent sample t-test jenis equal
variances assumed yaitu 0,042. Nilai signifikansi kurang dari
0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima, berarti rata-rata nilai
hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak
sama. Rata-rata nilai hasil belajar kelas eksperimen 77,68 lebih
tinggi daripada kelas kontrol 74,22. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
4.4.2.2 Keaktifan Belajar
Uji yang digunakan pada hasil keaktifan belajar akhir
menggunakan uji Mann-Withney karena data bersifat ordinal.
62
Hasil uji keaktifan belajar akhir dapat dilihat pada tabel 4.14
sebagai berikut.
Tabel 4.14
Uji Mann-Withney Keaktifan Belajar Akhir
Berdasarkan tabel 4.14 hasil uji Mann-Withney
menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,016 < 0,05 sehingga H0
ditolak dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada
perbedaan keaktifan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan
dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match
berpengaruh terhadap keaktifan belajar siswa.
4.5 Pembahasan Hasil Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah model
pembelejaran kooperatif tipe Make a Match berpengaruh terhadap hasil
belajar dan keaktifan belajar matematika kelas V SD Gugus Gatot Subroto
Kecamatan Kedungtuban. Terdapat kelas eksperimen dan kelas kontrol
dalam penelitian ini. Kelas eksperimen adalah SD N 03 Ngraho yang
mendapat perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a
Match dan kelas kontrol adalah SD N 01 Nglandeyan yang tidak mendapat
perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.
Penelitian ini dapat terlaksana jika kedua kelas memiliki kemampuan awal
yang sama.
1. Hipotesis 1
NILAI
Mann-Whitney U 130.000
Wilcoxon W 283.000
Z -1.003
Asymp. Sig. (2-tailed) .016
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .330a
63
Hasil perhitungan data pretest dengan uji independent t-test
menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,971 > 0,05, maka dapat
dikatakan bahwa kondisi awal hasil belajar matematika siswa antara
kedua kelas seimbang. Tindakan yang dilakukan berikutnya adalah
pelaksanaan pembelajaran selama 4 kali pertemuan untuk masing-
masing kelas. Pembelajaran yang dilakukan pada kelas eksperimen
yaitu diberi perlakuan dengan diterapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Make a Match, sedangkan kelas kontrol tidak diterapkan
dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Setelah
proses pembelajaran berakhir, kemudia kedua kelas diberikan tes untuk
mengukur hasil belajar matematika siswa setelah adanya perbedaan
perlakuan dalam proses pembelajaran.
Hasil perhitungan data posttest dengan uji independent t-test
menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,042 < 0,05 sehingga H0
ditolak, hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar
matematika siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah
diberi perlakuan. Berdasarkan kedua hasil tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif
tipe Make a Match terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V SD
Gugus Gatot Subroto. Hasil ini sesuai dengan rumusan hipotesis dalam
penelitian ini.
Adapun perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika
siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a
Match dengan siswa yang diajar tanpa model pembelajaran kooperatif
tipe Make a Match dikarenakan, pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Make a Match menekankan siswa mencari
pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik sebagai sesi
review (Rusman, 2014:223). Hal ini mengakibatkan siswa lebih
memahami konsep atau topik yang siswa kerjakan dengan
memperhatikan langkah demi langkah penyelesaiannya. Selain itu,
pemahaman konsep pada siswa dilihat dari kemampuan siswa dalam
64
menemukan pasangan kartu. Berbeda dengan pembelajaran tanpa model
pembelajaran kooperatif tipe Make a Match yang pembelajarannya
dilakukan dengan lebih banyak ceramah dan pemberian contoh soal
dengan hanya berpatokan pada rumus atau konsep yang sudah ada. Hal
tersebut akan mengakibatkan pemikiran siswa hanya terbatas pada
hafalan. Pembelajaran dengan model kooperatif tipe Make a Match
juga mengajarkan kepada siswa untuk bertanggung jawab dalam
menyelesaikan suatu permasalahan yang diberikan oleh guru.
Kemampuan guru dalam model pembelajaran ini juga diuji
dikarenakan dalam proses pembelajaran di kelas V dalam mencari
pasangan kartu mereka menginginkan secara cepat menemukan
pasangan kartu miliknya. Mereka takut untuk tidak mendapatkan
pasangan kartu miliknya dikarenakan jumlah siswa dalam kelas tersebut
berjumlah ganjil, sehingga keributan tanpa kendali terjadi dalam proses
pembelajaran. Namun permasalahan ini dapat diatasi dengan cara
memberikan peraturan permainan yang jelas kepada siswa, sehingga
guru lebih mudah dalam mengawasi jalannya permainan. Namun
demikian, pembelajaran dengan model kooperatif tipe Make a Match
berlangsung dengan baik karena sebagian besar siswa dapat mudah
menangkap arahan dan penjelasan dari guru. Siswa juga dapat
mengingat materi yang pernah siswa pelajari dengan baik, hal itu
memudahkan dalam proses bermain.
2. Hipotesis 2
Sebelum diberi perlakuan, kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan
kelas kontrol diberi angket keaktifan belajar awal untuk diisi oleh
masing-masing siswa dan dilakukan pengamatan terhadap proses
pembelajaran dari masing-masing kelas untuk memperoleh data awal
keaktifan belajar matematika siswa. Hasil perhitungan data keaktifan
belajar awal dengan uji mann-withney menghasilkan nilai signifikansi
sebesar 0,924 > 0,05, maka dapat dikatakan bahwa kondisi awal
keaktifan belajar matematika siswa antara kedua kelas seimbang.
65
Selama proses pembelajaran, dilakukan pengamatan terhadap proses
pembelajaran dari masing-masing kelas untuk masing-masing
pertemuan dan stelah proses pembelajaran berakhir, kembali kedua
kelas diberikan angket keaktifan belajar akhir untuk diisi oleh masing-
masing siswa untuk mengukur keaktifan belajar matematika siswa
setelah adanya perbedaan dalam proses pembelajaran.
Hasil perhitungan data keaktifan belajar akhir dengan uji
independent t-test menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,016 < 0,05
sehingga H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
keaktifan belajar matematika siswa antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol setelah diberikan perlakuan. Berdasarkan kedua hasil tersebut
maka dapat dissimpilkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe Make a Match terhadap keaktifan belajar matematika
siswa kelas V SD Gugus Gatot Subroto Kecamatan Kedungtuban. Hasil
ini sesuai dengan rumusan hipotesis dalam penelitian ini.
Adapun perbedaan yang signifikan antara keaktifan belajar
matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif
tipe Make a Match dengan siswa yang diajar tanpa model pembelajaran
kooperatif tipe Make a Match dikarenakan pembelajaran dengan model
kooperatif tipe Make a Match menekankan siswa mencari pasangan
kartu yang merupakan jawaban atau soal mengenai suatu konsep
sebelum batas waktunya dalam kondisi yang menyenangkan (Rusman,
2014:223). Hal ini mengakibatkan siswa lebih aktif daripada guru.
Berbeda dengan pembelajaran tanpa model pembelajaran kooperatif
tipe Make a Match yang pembelajarannya dilakukan dengan lebih
banyak ceramah dan pemberian contoh soal untuk dikerjakan. Hal
tersebut akan mengakibatkan siswa cenderung kurang aktif karena
didominasi oleh guru.
Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match secara tidak
langsung menumbuhkan keaktifan siswa dikarenakan tuntutan peranan
dari masing-masing siswa yang mengahruskan siswa berpartisipasi aktif
66
dalam proses menemukan pasangan kartu. Hal ini melatih siswa untuk
terbiasa aktif dalam proses pembelajaran, entah itu aktif berbicara,
mengemukakan pendapat, dsb seperti halnya 8 indikator keaktifan
belajar yang dikemukakan oleh Sardiman (2011:101), yaitu kegiatan
visual (visual activities), kegiatan menulis (writing activities), kegiatan
menggambar (drawing activities), kegiatan emosional (emotional
activities), kegiatan motorik (motor activities), dan kegiatan mental
(mental activities). Delapan indicator tersebut dapat dicapai oleh siswa
melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match
karena langkah-langkah dalam model ini sudah disusun sedemikian
rupa sehingga siswa aktif segalanya.
Kegiatan yang dilakukan siswa adalah menemukan pasangan
kartu dengan bimbingan guru. Pelaksanaan pembelajaran pada
pertemuan pertama masih belum maksimal karena siswa belum terbiasa
belajar dengan menemukan pasangan kartu. Beberapa siswa masih tidak
terlibat aktif dalam menemukan pasangan kartu. Pelaksanaan
pembelajaran pertemuan selanjutnya sudah cukup baik karena siswa
sudah mulai terbiasa. Siswa lebih merasa tertantang karena dalam
pembelajaran siswa dituntut harus menguasai konsep materi
matematika dan menguasai apa yang harus siswa kerjakan. Namun
terkadang siswa sangat rebut dalam mencari pasangan kartu yang
mereka miliki. Hal itu membuat guru sulit untuk mengontrol siswa
karena siswa terlhat begitu begitu semangat dalam pembelajaran.
Semangat dan antusias siswa dalam pembelajaran di kelas ditunjukkan
dengan semakin banyak siswa yang ikut aktif dalam mencari pasangan
kartu yang siswa miliki.