BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - … fileProses pengumpulan data memakan waktu cukup lama antara lain...
Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - … fileProses pengumpulan data memakan waktu cukup lama antara lain...
64
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data dengan mewawancarai 17
anggota DPRD DKI Jakarta Periode 2014- 2019 yang menjadi informan.
Wawancara dilakukan ketika suhu politik Ibu Kota sedang memanas, menjelang
sampai sesudah Pilkada DKI Jakarta putaran kedua.
Wawancara pertama dilakukan pada 31 Maret 2017, dua pekan sebelum
pencoblosan. Ketika itu, Jakarta sedang menjadi pusat perhatian. Sebagian orang
menunggu hari ‘H’ pencoblosan Pilkada putaran kedua dengan cemas dan was –
was. Sebagian orang lagi kawatir akan terjadi hal buruk mengingat kuatnya
pengelompokan massa pendukung masing – masing kandidat.
Sedangkan wawancara terakhir, dengan informan ke-16, peneliti lakukan pada
5 Juni 2017. Ketika itu Jakarta sudah relatif tenang karena ‘puncak ketegangan’
Pilkada telah terlewati. Semua pihak menerima hasil Pilkada.
Proses pengumpulan data memakan waktu cukup lama antara lain terkendala
pelaksanaan Pilkada. Beberapa informan kebetulan terlibat dalam pemenangan
kandidat. Banyak diantara mereka yang sebelumnya memastikan bersedia
diwawancarai, membatalkan atau menunda sampai sesudah Pilkada. Bahkan
ketika hasil Pilkada telah diketahui, beberapa informan sulit ditemui karena
kesibukan mereka.
65
Sebagian besar informan peneliti wawancarai di Gedung DPRD DKI Jakarta,
Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Sebagain lagi peneliti temui di luar Gedung
DPRD, diantaranya di markas partai mereka.
Rentang waktu pengumpulan data, menjelang sampai sesudah Pilkada DKI
Jakarta putaran kedua, sangat mungkin mempengaruhi hasil penelitian.
Mengingat, saat itu para anggota DPRD DKI Jakarta, seperti halnya warga
Jakarta, terbelah, terpolarisasi menjadi dua kubu : penyokong Anies Baswedan
dan pendukung Ahok.
4.1. Gambaran Umum DPRD DKI Jakarta
Gedung DPRD DKI Jakarta, tempat para wakil rakyat Jakarta ngantor,
terletak di Jalan Kebun Sirih, Jakarta Pusat. Anggota DPRD DKI Jakarta periode
2014-2019 berjumlah 106 orang. Mereka berasal dari 10 Partai Politik yakni,
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan perolehan sebanyak 28 kursi,
Partai Gerindra 15 kursi, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebanyak 11 kursi,
Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat, Partai Hati Nurani
Rakyat masing-masing memperoleh 10 kursi, Partai Golongan Karya 9 kursi,
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 6 kursi, Partai Nasional Demokrat 5 kursi, dan
Partai Amanat Nasional 2 kursi
Para wakil rakyat dibagi menjadi 9 fraksi yakni Fraksi PDI-Perjuangan
sebanyak 28 anggota, Fraksi Partai Gerindra 15 anggota, Fraksi PKSI 11
anggota, Fraksi PPP 10 anggota, Fraksi Partai Demokrat-PAN 12 anggota, Fraksi
66
Partai Hanura 10 anggota, Fraksi Partai Golongan Karya 9 anggota, Fraksi PKB
6 anggota, Fraksi Partai Nasdem 5 anggota.
DPRD DKI dipimpin oleh lima orang yang terdiri dari, yakni Ketua Prasetio
Edi SH (PDIP), dan empat wakil ketua, yaitu, H. Mohamad Taufik (Gerindra),
Ir. Triwisaksana, M. Sc (PKS), H. Lulung AL, SH (PPP), dan Mayjen TNI (Purn)
H. Ferrial Sofyan (Partai Demokrat).
Untuk mendapat gambaran umum tentang DPRD DKI Jakarta, kita lihat
sejarah perjalanan lembaga legislatif ini. Sejak Indonesia merdeka, Pemerintah
membentuk Komite Nasional Daerah Kota Jakarta yang diatur dengan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pembentukan Pemerintahan Nasional
Daerah. Mengacu pada UU Nomor 1 pasal 2, ditetapkan Komite Nasional Daerah
menjadi Badan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dipimpin oleh Kepala Daerah
menyelenggarakan pekerjaan mengatur rumah tangga daerahnya.
Dalam pelaksanaannya, hingga akhir tahun 1946, Badan Perwakilan Rakyat
Daerah Kota Jakarta baru beranggotakan 39 orang. Penyelenggaraan
Pemerintahan Nasional Kota Jakarta tidak berjalan dengan lancar dan berakhir
pada 21 Juli 1947. Sehingga berakhir pula masa jabatan Badan Perwakilan
Rakyat Daerah Kota Jakarta yang dibentuk pada awal kemerdekaan Indonesia.
Berakhirnya Badan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Jakarta itu bersamaan
dengan mendaratnya tentara pendudukan sekutu pada 29 September 1945. Pada
21 Juli 1947, Belanda melancarkan serangan serta menduduki wilayah-wilayah
yang dikuasai oleh RI, tidak terkecuali kekuasaan-kekuasaan Pemerintah RI di
kota Jakarta.
67
Pada 25 Agustus 1948 ditetapkan Ordonantie tentang pengaturan sementara
mengenai aparatur pemerintahan stadsgemeente di Pulau Jawa (Ordonantie
Tijdelijke voor Ziengenbestuur Stadsgemeente Java Stadsblad 1948 Nomor 195)
yang bermaksud untuk membentuk kembali pejabat/dewan. Berdasarkan
ketentuan tersebut, Wakil Tinggi Mahkuta Belanda menerbitkan Staatsblad 1949
Nomor 56 yang membentuk kembali alat-alat perlengkapan baru untuk
menyelenggarakan tugas kekuasaan Stadsgemeente Batavia. 1
Keputusan tersebut kemudian diperbaharui dengan keputusan pada 28
Februari 1949 Nomor 13 yang diumumkan dalam Staatsblad 1949 Nomor 68,
menetapkan bahwa semua wewenang, hak, kewajiban dan pekerjaan lainnya
dijalankan oleh Stadsbestuursraad (Majelis Pemerintahan Kota Jakarta), College
van Dagelijks Bestuur (Badan Pemerintahan Harian), dan Burgemeester. 2
Dengan Keputusan Sekretaris van Staat voor Binnenlandse Zaken (Sekretaris
Negara untuk Urusan Dalam Negeri dari Pemerintah Pre-Federal tanggal 3 Maret
1949 Nomor AZ 25/3/7 ditetapkan jumlah anggota Majelis Pemerintahan Kota
Jakarta sebanyak 33 orang. Pada 27 Desember 1949 berlangsung pemulihan
kedaulatan Indonesia dari tangan Belanda kepada bangsa Indonesia. Sejak itu
berdirilah Republik Indonesia Serikat sebagai suatu negara hukum yang
demokratis dan berbentuk federasi.3
Stadsgemeente Jakarta sebagai suatu daerah swatantra di dalam lingkungan
wilayah Distrik Federal Jakarta tetap berlangsung berdasarkan ketentuan
1 http://dprd-dkijakartaprov.go.id/sejarah/ 2 http://dprd-dkijakartaprov.go.id/sejarah/ 3 http://dprd-dkijakartaprov.go.id/sejarah/
68
perundangan desentralisasi yang telah ada sebelum RIS, yaitu S.G.O dan
“ordonantie tijdelijke voorzienigen bestuur stadsgemeente Java”. Begitu juga
susunan dan organisasi stadsgemeente tidak berubah. 4
Penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan oleh Majelis Pemerintahan
Kota Jakarta, Badan Pemerintahan Harian dan walikota yang dibentuk pada
zaman Pre-Federal. Tetapi, sesuai ketentuan, jangka waktu pelaksanaan tugas
Majelis Pemerintahan Kota Jakarta dan Badan Pemerintahan Harian hanya satu
tahun, maka pada 1 Maret 1950 kedua badan tersebut meletakan jabatannya. 5
Untuk mencegah macetnya penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kota Jakarta,
dengan keputusan presiden, maka pada 28 Februari 1950 Nomor 93, ditetapkan
semua kekuasaan, hak dan kewajiban serta segala urusan dan pelaksanaan
menurut perundang-undangan yang berlaku berada dalam tangan Dewan
Perwakilan Kota dan College van Burgemeesteren Wethouders dari Gemeente
kota Jakarta, untuk sementara dilaksanakan oleh walikota.
Pemerintahan tunggal tersebut tidak berlangsung lama, karena Kementerian
Dalam Negeri RIS melakukan usaha-usaha untuk membentuk majelis yang baru.
Pada akhir Februari 1950, Kementerian mengadakan pertemuan dengan pelbagai
partai politik dan organisasi lain. Pada pertemuan tersebut disetujui pembentukan
sebuah Panitia pembaharuan Majelis Pemerintahan Kota Jakarta yang disebut
Panitia Tujuh yang bertugas membentuk sebuah majelis baru, yang didalamnya
duduk wakil-wakil dari pelbagai aliran politik yang mencerminkan keadaan dari
masyarakat Kota Jakarta ketika itu.
4 http://dprd-dkijakartaprov.go.id/sejarah/ 5 http://dprd-dkijakartaprov.go.id/sejarah/
69
Dalam majelis dijamin sekurang-kurangnya 7 kursi untuk partai-partai politik.
Pemilihan pun dilangsungkan dalam 2 tahap, yaitu pertama dipilih terlebih
dahulu 7 orang diantara calon-calon yang diajukan oleh partai-partai politik saja,
kemudian baru dilakukan pemilihan 18 orang lainnya dari semua calon.6
Berdasarkan pemilihan yang diikuti oleh 177 organisasi, terdapat 25 orang
calon mendapat suara terbanyak dan dinyatakan terpilih. Pada tanggal 9 Maret
1950, selesailah tugas pekerjaan Panitia Tujuh, dan 25 nama tersebut diatas
disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri RIS untuk disahkan sebagai anggota-
anggota Majelis Pemerintahan Kota Jakarta yang baru.
Dengan keputusan Menteri Dalam Negeri RIS tanggal 16 Maret 1950 Nomor
B.Z/3/4/13 diangkatlah 25 orang yang diajukan oleh Panitia Tujuh tersebut
menjadi Dewan Perwakilan Kota Sementara dari Kotapraja 9 Jakarta terhitung
mulai tanggal 15 Maret 1950.
Pada tanggal 30 Maret 1950 Nomor 203 masa jabatan Dewan Perwakilan
Rakyat Kota Sementara diperpanjang selama 6 bulan yaitu hingga 1 Januari 1951,
dengan catatan bahwa sebelum tanggal tersebut harus sudah terbentuk Dewan
Perwakilan Rakyat Kota berdasarkan pemilihan umum. Menjelang akhir tahun
1950 masih belum diadakan pemilihan untuk membentuk suatu Dewan
Perwakilan Kota yang baru.7
Untuk menghindarkan kekosongan dalam pelaksanaan pemerintahan daerah
Kota Jakarta, maka dengan Keppres RI tanggal 27 Desember 1950 Nomor 69,
masa jabatan yang semula ditetapkan hingga akhir tahun 1950 diperpanjang untuk
6 http://dprd-dkijakartaprov.go.id/sejarah/ 7 http://dprd-dkijakartaprov.go.id/sejarah/
70
waktu yang tidak ditentukan, dan akan ditetapkan kemudian oleh Menteri Dalam
Negeri berdasarkan atas persiapan-persiapan penyelenggaraan pemilihan umum
anggota Dewan Perwakilan Kota tersebut.
Dewan Perwakilan Kota Sementara yang dibentuk pada zaman RIS, 1966 –
1969 menggunakan gedung Bouw Ploeg Maatschappy sampai tanggal 31
Agustus1956. Pemerintah Pusat mengeluarkan undang-undang tahun 1956 Nomor
14 yang mengatur pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan
Pemerintahan Daerah Peralihan di daerah-daerah berdasarkan pertimbangan
jumlah suara yang diperoleh dalam pemilihan umum Dewan Perwakilan Rakyat
(Parlemen) yang baru di daerah masing-masing.
DPRD Peralihan bubar sesudah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atas dasar
pemilihan umum dilantik, atau selambat-lambatnya 1 tahun setelah Undang-
Undang 1956/14 diundangkan. Undang-undang tersebut ditetapkan tanggal 17 Juli
1956. Jadi masa jabatan DPRD Peralihan hanya sampai tanggal 17 Juli 1957.
Tetapi jangka waktu 1 tahun tersebut dihapuskan karena tidak ada daerah yang
dapat membentuk DPRD dengan jalan pemilihan sebelum tanggal 17 Juli 1957.
Selanjutnya ditetapkan bahwa masa jabatan DPRD Peralihan ialah sampai
dilantiknya DPRD atas dasar Pemilu. Berdasarkan permohonan dimaksud,
Pemerintah telah mengubah UU Nomor 8 Tahun 1957 (LN 1957 Nomor 50 TLN
No. 1274), dimana dasar perhitungan untuk menentukan jumlah anggota DPRD
Kotapraja Jakarta Raya menjadi tiap-tiap 45.000 penduduk mempunyai seorang
wakil, dengan minimal 30 dan maksimal 50 anggota.
71
Berdasarkan SK Mendagri tanggal 20 Mei 1957 Nomor BPU/15/11/10 sebagai
pelaksanaan dari UU Nomor 1 Tahun 1957 Jo. UU Nomor 8 Drt. 1957, jumlah
anggota DPRD sebanyak 41 orang. Atas dasar pertimbangan dengan kedudukan
Jakarta sebagai Daerah Khusus Ibukota Negara yang ditetapkan dalam Penetapan
Presiden No.2 Tahun 1961 dan UU No. 10 Tahun 1964, yang memiliki
kelengkapan dari berbagai golongan politik dan Golongan Karya di dalam
masyarakat, serta memperhatikan perkembangan jumlah penduduk, maka oleh
Presidium Kabinet Kerja dengan keputusannya tanggal 29 Januari 1964 Nomor
Aa/C/61964 12 telah diadakan perubahan terhadap jumlah keanggotaan DPRD-
GR DKI Jakarta menjadi 50 orang.
Sampai terjadinya penghianatan G-30-S/PKI Tahun 1965, anggota DPRD-GR
DKI Jakarta berjumlah 49 orang, karena 1 orang anggotanya diberhentikan
berhubung dengan pembubaran partai Murba pada tahun 1964. Jumlah anggota
DPRD Periode 1966-1971 berjumlah 39 orang. Dalam periode ini dengan
Keputusan DPRD Nomor 9/DPRD-GR/1966 terdapat 11 orang anggota yang
berasal dari PKI dipecat, dan berdasarkan surat Ketua DPRD- GR Nomor
198/I/S/DPRD-GR terdapat 2 orang anggota dari Partindo diberhentikan
kegiatannya sebagai anggota DPRD.
Selanjutnya berdasarkan Kepmen Dagri/Deputi Menteri Pemerintahan
Umum dan Otonomi Daerah Nomor Des.2/12/40-85, terdapat 10 orang anggota
DPRD-GR diberhentikan dengan hortma serta pengangkatan 12 orang anggota
baru. Sesuai dengan UU Nomor 16 Th. 1969 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2
Th. 1970, jumlah anggota 13 DPRD periode 1977-1982 sebanyak 40 orang.
72
Dengan landasan UU Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan
Kedaulatan MPR, DPR dan DPRD, jis. yang disempurnakan menjadi UU Nomor
5 Th. 1975, serta PP Nomor 2 Th. 1976 yang menggariskan bahwa jumlah
anggota DPRD Tingkat I sekurang-kurangnya 40 orang dan sebanyak-banyaknya
75 orang dengan perhitungan untuk sekurang-kurangnya 200.000 jiwa penduduk
mendapat seorang wakil, maka keanggotaan DPRD DKI Jakarta masa bhakti
1982-1987 berjumlah 40 kursi.8
Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun
1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD dan sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1985 jumlah anggota DPRD
tingkat I ditetapkan sekurang-kurangnya 45 dan sebanyak-banyaknya 100 orang.
Sedangkan bagi DKI Jakarta ditetapkan sekurang-kurangnya 60 orang. Oleh
karena itu berdasarkan surat Mendagri Nomor 161.31-860 Th. 1987, anggota
DPRD DKI Jakarta masa bhakti 1987-1992 berjumlah 60 orang.
Berdasarkan Pasal 17 ayat (3) UU No. 16 Th. 1969 tentang Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR dan DPRD sebagaimana telah diubah kembali dengan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1995, jumlah anggota DPRD I sebanyak-
banyaknya 100 orang dan sekurang-kurangnya 45 orang dan dalam ayat (4)
ditetapkan bahwa jumlah anggota DPRD DKI Jakarta ditetapkan sekurang-
kurangnya 60 orang. Untuk masa bhakti 1992-1997 berdasarkan Kepmendagri
Nomor 47 Tahun 1992 jumlah anggota DPRD DKI Jakarta ditetapakan 75 orang. 9
8 http://dprd-dkijakartaprov.go.id/sejarah/ 9 http://dprd-dkijakartaprov.go.id/sejarah/
73
Selanjutnya, untuk DPRD hasil Pemilu tahun 1997 hanya berusia 14 sekitar 2
tahun, karena terjadinya reformasi disegala bidang yang ditandai dengan
penggantian pimpinan nasional, dilakukannya perubahan terhadap Undang-
Undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, tentang
Pemilihan Umum, Partai Politik, Pemerintahan Daerah.
Keanggotaan DPRD hasil Pemilu 1997 ini berjumlah 85 orang. Selanjutnya
sebagai hasil Pemilu 1999, berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 1999 tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, keanggotaan DPRD tetap
berjumlah 85 orang dan pada tahun 2004—2009 Anggota Dewan berjumlah 75
orang.
Gambar 4.1. Gedung DPRD DKI Jakarta, foto: Eni Saeni
74
Sedangkan pada periode tahun 2009—2014 Fraksi DPRD DKI Jakarta
berjumlah 10 Fraksi terdiri dari Fraksi Demokrat 32 Anggota, Fraksi PKS 18
Anggota, Fraksi PDI Perjuangan 11 Anggota, Fraksi Golongan Karya 7 Anggota,
Fraksi Persatuan Pembangunan 7 anggota, Fraksi Gerindra 6 Anggota, Fraksi
Hanura 4 orang anggota, Fraksi PDS 4 Anggota, Fraksi PAN 4 Anggota, Fraksi
PKB 1 Anggota. Jumlah seluruhnya 94 orang anggota dewan.
Pada Periode 2014 - 2019, DPRD DKI Jakarta berjumlah 106 orang.
Dengan pembagian kursi terdiri dari; Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
dengan perolehan sebanyak 28 kursi; Partai Gerindra dengan perolehan sebanyak
15 kursi; Partai Keadilan Sejahtera dengan perolehan sebanyak 11 kursi; Partai
Persatuan Pembangunan dengan perolehan sebanyak 10 kursi; Partai Demokrat
dengan perolehan sebanyak 10 kursi; Partai Hati Nurani Rakyat dengan perolehan
sebanyak 10 kursi; Partai Golongan Karya dengan perolehan sebanyak 9 kursi;
Partai Kebangkitan Bangsa dengan perolehan sebanyak 6 kursi; Partai Nasional
Demokrat dengan perolehan sebanyak 5 kursi; dan Partai Amanat Nasional
dengan perolehan sebanyak 2 kursi.
Adapun pembagian fraksi terdiri dari; Fraksi PDI-Perjuangan dengan jumlah
anggota dewan sebanyak – 28 anggota; Fraksi Partai Gerindra dengan jumlah
anggota dewan sebanyak – 15 anggota; Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dengan
jumlah anggota dewan sebanyak – 11 anggota; Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan dengan jumlah anggota dewan sebanyak – 10 anggota; Fraksi
Partai Demokrat-PAN dengan jumlah anggota dewan sebanyak – 12 anggota;
Fraksi Partai Hanura dengan jumlah anggota dewan sebanyak – 10 anggota;
75
Fraksi Partai Golongan Karya dengan jumlah anggota dewan sebanyak – 9
anggota; Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dengan jumlah anggota dewan
sebanyak – 6 anggota; Fraksi Partai Nasional Demokrat dengan jumlah anggota
dewan sebanyak – 5 anggota.
4.2. Suasana rapat paripurna di DPRD DKI Jakarta, 26 April 2017. Foto: Eni
Saeni
Total keseluruhan kursi beserta Anggota DPRD DKI Jakarta untuk Periode
2014-2019 sebanyak 106 kursi anggota dari 10 partai politik. Sedangkan jumlah
fraksi DPRD DKI Jakarta untuk Periode 2014-2019 sebanyak 9 fraksi dari 10
partai politik.
76
4.2 Gambaran Umum Komunikasi Politik Gubernur Ahok
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kelak akan dikenang sebagai Gubernur
DKI Jakarta yang paling kontroversi, menimbulkan pro - kontra. Kontroversi
terjadi terutama dipicu oleh gaya kepemimpinan serta gaya komunikasi mantan
bupati Belitung Timur itu.
Gaya komunikasi Ahok memang tak lazim untuk ukuran pejabat negara. Ia
kerap bicara dengan nada tinggi, mata setengah melotot dan telunjuk menuding –
nuding. Kondisi yang sangat kontras dengan gaya komunikasi pejabat
pemerintahan pada umumnya: berbicara lembut dan santun dengan bahasa tubuh
tertata.
Dalam berkomunikasi, Ahok kerap menggunakan pilihan kata, diksi, yang
menyimpang dari ‘pakem’ bahasa pejabat. Di berbagai kesempatan ia sering kali
melontarkan kata - kata gaul anak muda semisal, ‘emang gue pikirin,’ ‘tanah
nenek moyang lu,’ atau ’gue nggak mau tahu’. Ia juga kerap menggunakan kata
yang bisa diasosisikan kasar, seperti ‘akan gue sikat’, ‘bego’, ’hajar saja’.
Bahkan Ahok menyebut maling, rampok, ‘taik’, mereka yang diduga melakukan
korupsi. Ketika menjawab pertanyaan awak media, Ahok tanpa canggung
menggunakan bahasa tak formal, lu-gue .
Khalayak luas akrab degan gaya komunikasi Ahok karena liputan media
massa, terutama televisi. Lewat layar kaca mereka bisa menyimak sang gubernur
berinteraksi dengan lawan bicaranya. Selebihnya, lewat jaringan social media,
Youtube, khalayak bisa mengetahui bagaiamana gaya Ahok memimpin rapat di
77
kantornya. Menggebrak meja, bicara dengan nada suara tinggi, itu biasa.
Utamanya jika ia kesal, misalnya karena bawahanya tak cakap bekerja.
Mencermati gaya komuniaksi Ahok, banyak yang membandingkan dengan
gaya Gubernur DKI Jakarta 1966 sampa1 1977, Ali Sadikin. Bang Ali, sapaan Ali
Sadikin, juga kerap berbicara lugas, to the point, terus terang layaknya Ahok.
Tetapi hal itu tak menimbulkan kontroversi secara luas karena waktu itu, di era
Orde Baru, pikiran - pikiran kirtis tak mudah terekspresikan. Media massa juga
tak semerdeka sekarang.
Jika ditilik dari prespektif komunikasi antarbudaya, gaya komunikasi Ahok
masuk kategori komunikasi konteks rendah (low context communication). Ciri
pelaku komunikasi konteks rendah yakni cendrung spontan, ceplas ceplos,
reaktif, to the point, lugas, tanpa basa - basi. Komunikator dalam komunikasi
konteks rendah lebih mengedepankan isi pesan yang disampaikan ketimbang
prosesnya. Pesan disampaikan secara tegas dan jelas (eksplisit).
Komunikasi konteks rendah yang dijalani Ahok, kenyataannya kerap
dipersepsikan banyak orang sebagai perilaku tak sopan, sombong, arogan dan lain
- lain. Terutama jika dibandingkan dengan gaya komunikasi para pejabat Negara
pada umumnya. Persepsi seperti itu muncul terutama dari mereka yang
‘menganut’ komunikasi konteks tinggi (hight context communication).
Dalam komunikasi konteks tinggi, pelakunya sangat memperhitungkan ke-
sopan-santunan, menggunakan bahasa lembut agar tak menyakiti pihak lain. Isi
pesan tak diutarakan secara terus terang, dipermanis, atau dibungkus dengan kata-
78
kata bersayap. Pelaku komuniasi konteks tinggi lebih mementingkan proses dan
‘bungkusnya’, ketimbang isi pesan yang disampaikan.
Menurut Edward T. Hall, komunikasi dengan budaya memiliki hubungan
yang sangat erat. “Communication is culture and culture is communication”
(komunikasi adalah budaya, dan budaya adalah komunikasi). Hall membedakan
budaya konteks tinggi (high context culture) dengan budaya konteks rendah
(low context culture). Budaya konteks rendah ditandai dengan komunikasi
konteks rendah seperti pesan verbal dan eksplisit, gaya bicara langsung lugas
dan berterus terang. Para penganut budaya ini mengatakan bahwa apa yang
mereka maksudkan (the say what they mean) adalah apa yang mereka
katakan (they mean what they say).10
Secara umum, pola komunikasi low-context memiliki pola pendekatan logika
linear, gaya interaksi verbal yang lugas, menyampaikan maksud dengan terang-
terangan, dan sender-oriented. Sender-oriented berarti bahwa si pembawa pesan
(sender) harus secara gamblang menyatakan maksud dan tujuannya kepada si
penerima pesan (receiver), sehingga gaya bahasa karakter low-context cenderung
terlihat vulgar . 11
Gaya komunikasi Ahok menjadi tampak kontras karena pejabat negara
umumnya menerapkan prinsip - prinsip komunikasi konteks tinggi. Mayoritas
masyarakat Indonesia juga sudah ‘terbiasa’ dengan gaya komunikasi pimpinan
mereka - di semua level - yang cenderung basa- basi, bermanis - manis. Pidato
pada acara - acara resmi mulai dari pertemuan tingkat RT sampai sidang di
10 Understanding Cultural Differences, Edward T. Hall. 11 Managing Intercultural Conflicts Effectively, Stella Ting-Toomey.
79
gedung parlemen menggambarkan hal itu. Dalam situasi seperti itu, gaya Ahok
tampak ganjil. Ia ibarat ‘mahluk langka.’ Apa boleh buat, tak sedikit yang
mempersepsikan negatif gaya komunikasinya.
Meski begitu, banyak juga yang tak mempersoalkan gaya komunikasi Ahok
terutama jika dikaitkan dengan integritas dan kinerjanya selaku gubernur DKI
Jakarta. Survei yang dilakukan Kompas menunjukan, dalam rentang pilihan skor 1
(sangat buruk) sampai 10 (sangat baik) responden memberikan nilai rata - rata
7,53 untuk kejujuran Ahok. Kesan positif masyarakat tentang kejujuran Ahok
antara lain tercermin dalam keseriusannya dalam menghadapi kontroversi ‘dana
siluman’ DPRD DKI Jakarta. 12
Langkah konfrontatif Ahok terkait ‘dana siluman’ meninggalkan kesan positif
bagi publik. Sebagian besar responden (69,1 persen) menilai ketegasan dan
keberanian Ahok menjadi keunggulan sang gubenur. Dengan kata lain, sebagian
besar masyarat tak mempermasalahkan gaya komunkiasi Ahok sepanjang itu
demi kepentingan rakyak. Dalam konteks kasus ‘dana siluman’ demi
menyelamakan dana APBD dari kebocoroan.13
Fakta berbicara tak sedikit yang mengkritis gaya komunikasi Ahok. Ketika
hubungan Ahok dan Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi, memanas,
pakar komunikasi politik Emrus Sihombing, berpendapat hal itu akibat gaya
komunikasi Ahok tidak menyejukkan dan cenderung konfrontatif. "Kita bisa
bicara segala sesuatu dengan baik, kalau memiliki kemampuan berkomunikasi,"
12http://megapolitan.kompas.com/read/2015/05/27/15060061/Gubernur.DKI.antara.Retorika.dan.Sosok 13http://megapolitan.kompas.com/read/2015/05/27/15060061/Gubernur.DKI.antara.Retorika.dan.Sosok
80
kata akademisi Universitas Pelita Harapan Jakarta itu. Menurut Emrus Sihombing
dalam berkomunikasi Ahok terkesan merendahkan lawan bicaranya. Padahal,
kesetaraan merupakan hal prinsip dalam berkomunikasi.
Memang tak bisa dipungkiri banyak pihak yang tak nyaman dengan gaya
komunikasi Ahok. Persepsi negatif atas gaya komukiasi Ahok pulalah yang
dikapitalissai oleh lawan politiknya dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta,
Feberuari 2017. Kompetitor Ahok menjadikan gaya komunikasi sang petahana
sebagai titik lemah yang dieksploitasi untuk meraih simpati pemilih. Salah
seorang kandidat, misalnya, menyebut gaya komunikasi Ahok sebagai intimidasi
yang membuat bawahanya merasa ketakutan dan tak nyaman bekerja.
Ahok, yang pada tahun 2006 dinobatkan oleh Majalah TEMPO sebagai salah
satu dari 10 tokoh yang mengubah Indonesia, akhirnya kalah dalam Pilkada DKI
Jakarta. Tapi menurut peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia(LIPI), Sri
Yanuarti, kekalahan Ahok utamanya bukan karena faktor komunikasi. Faktor
terbesar penyebab kekalahan Ahok, kata Sri, adalah kapitalisasi agama dengan
isu yang dilakukan secara masif.
Menurut Sri Yanuarti, Eep Saefulloh Fatah, konsultan tim pemenangan
pasangan Anies-Sandi, di media social mengatakan dirinya ingin jaringan masjid
menjadi alat untuk mengalahkan Ahok. "Bagaimana gunakan masjid dan itu
memang pengakuan yang direncanakan. Barangkali dia tidak hitung impact dari
strategi yang dilakukan," pungkas Sri.
Sejatinya, gaya komunikasi Ahok yang lugas dan cenderung kasar itu tak
ujug –ujug, tiba – tiba, muncul ketika memimpin Jakarta. Jejak gaya
81
komunikasinya bisa ditelusur jauh ke belakang saat ia menjadi orang nomor satu
di Belitung Timur tahun 2005 sampai 2006. Ketika mengontrol pelayanan rumah
sakit, misalnya, Ahok kerap kali berdebat bahkan adu mulut dengan para dokter.
Ia marah lantaran menemukan sejumlah penyimpangan yang dilakukan pihak
rumah sakit dan dinas kesehatan. ’’Setiap Minggu saya nongkrongin rumah sakit.
Ternyata oknum nakal itu datang dari perawat, dokter dan dinas kesehatan. Ini
fakta. Setiap malam Minggu saya di sana,” ujar Ahok.
Melontarkan pernyataan pedas yang membuat gerah banyak pihak juga biasa
dilakukan Ahok ketika ia duduk di Komisi Dua DPR RI. Ahok yang masuk
parlemen pada 10 Oktober 2009 lewat Partai Golkar itu tanpa ragu berbicara
lantang ketika mencium adanya kejanggalan. Ketika ada pemasangan ratusan
mesin pendingin udara (AC) Wisma DPR RI Griya Sabha, di Kopo Cisarua, Jawa
Barat, yang berudara sejuk, Ahok berkata, “Untuk apa sesungguhnya memasang
AC? Rasanya Wisma Kopo masih tidak terlalu perlu, dengan selimut dan baju
lengan panjang dan celana panjang , masih pas sejuknya. Ataukah banyak anggota
DPR yang mengeluh kurang dingin?”
Gaya komunikasi ‘unik’ lain dari Ahok ketika menjabat Gubernur DKI
Jakarta yakni kebiasannya secara langsung menerima keluhan warga di Balai
Kota. Beragam latar belakang warga dengan bermacam problematika ia hadapi.
Ini sebuah terobosan komunikasi yang memungkinkan rakyat segera mendapat
solusi atas problem yang mereka hadapi.
Menariknya, dalam kesempatan tersebut Ahok tak jarang berbicara lantang,
dengan nada tinggi setengah berteriak, sampai mukanya memerah. Itu terjadi
82
terutama jika yang keluhan yang disampikan warga ‘salah alamat’ tapi si pengeluh
memaksakan kehendak pada sang gubernur.
Kerumunan warga yang menunggu kedatangan Ahok di halaman Balai Kota,
kini tinggal cerita. Pada 9 Mei 2017, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Utara mengirim Ahok, yang memimpin Jakarta sejak 14 November 2014 itu, ke
bui karena kasus penodaan agama.
4.3. Hasil Penelitian
4.3.1. Profil Informan
Informan dalam penelitian ini sebanyak 17 orang, dipilih sesuai persyaratan
yang peneliti tetapkan, seperti tertuang di Bab 3. Mereka adalah anggota DPRD
DKI Jakarta periode 2014 – 2019 yang pernah berkomunikasi secara verbal dan
non verbal dengan Gubenrur Ahok, minimal lima kali melihat tayangan berita
tentang Ahok, minimal lima kali membaca berita tentang Ahok di media massa
maupun media social, minimal 5 kali menghadiri rapat paripurna.
Sebagian informan wajahnya sering tampil muncul di media masa, seperti
koran, majalah maupun media online. Mereka kerap menjadi narasumber terkait
kebijakan Gubernur DKI Jakarta atau -masalah yang terkait dengan pemerintahan
dan masyarakat.
Mayoritas informan tidak keberatan nama dan identitas mereka
dipublikasikan dalam disertasi ini. Namun untuk menjaga etika akdemik, reputasi
dan keredibilitas informan, peneliti hanya mencantumkan inisial mereka. Berikut
profil singkat para informan tersebut
83
1. PE
PE adalah Ketua DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019. Lelaki
kelahiran Kudus, Jawa Tengah, 13 Mei 1962 ini terpilih menjadi
pimpinan dewan sejak 26 September 2014. PE pernah menjabat sebagai
anggota DPRD DKI Jakarta periode 2013 hingga 2014, ketua bidang
kemitraan KONI DKI Jakarta, ketua DPD Banteng Muda Indonesia DKI
Jakarta, ketua DPD Pemuda Demokrat Indonesia DKI Jakarta, ketua
presidium Nasional GERAM (Gerakan Rakyat Anti Madat), dan
sekretaris DPD PDIP DKI Jakarta.
Ayah lima anak ini tidak pernah bercita-cita menjadi politikus. “Saya
ingin menjadi polisi, sebab saya orangnya nakal, tukang kelahi, bolak-
balik masuk rumah sakit dan penjara. Saat di penjara itulah saya terkesan
dengan kerja kepolisian,” kata PE di gedung DPRD DKI pada 31 Maret
2017.
Hubungan PE dan Ahok sangat dekat, karena sebagai ketua DPRD DKI
sekaligus partai pendukung Ahok, PE sering berkomunikasi politik
dengan Gubernur Ahok, baik di acara-acara formal, seperti rapat
paripurna, maupun informal, seperti saat makan siang bersama, minum
kopi di kantor Gubernur. Saat berkomunikasi dengan Ahok, dalam
suasana informal, biasanya PE dan Ahok menggunakan bahasa gaul,
seperti lu, gue.
2. MT
84
MT adalah wakil ketua DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019. Lelaki
kelahiran Jakarta, 3 Januari 1957 ini mulai masuk ke dunia politik
dengan bergabung di Partai Golongan Karya. Di era reformasi, lulusan
Universitas Jayabaya ini bergabung dengan Partai Keadilan dan
Persatuan (PKP) yang didirikan oleh Edi Sudrajat.
Pada 1999, dia mundur dari aktifitas politik dan memilih berada di jalur
independen dengan mendirikan Pusat Pengkajian Jakarta bersama rekan
seperjuangannya. MT pernah mengikuti seleksi anggota Komisi
Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta dan akhirnya terpilih. Purna tugas
sebagai pimpinan KPU DKI Jakarta, ayah tiga anak ini kembali terjun ke
dunia politik dan bergabung di Partai Gerindra. Aktivis HMI ini pun
didapuk menjadi pemimpin DPD (Dewan Pimpinan Daerah) Gerindra
DKI Jakarta. Taufik tak hanya menggeluti dunia politik, tapi juga dunia
bisnis. Dia meneruskan bisnis ayahnya mengelola radio Muara, radio
yang menyuarakan tentang dunia bahari.
Di dunia politik, MT dikenal sebagai politikus yang sering berbeda
pendapat dengan Gubernur DKI Jakarta periode 2014-2017, Basuki
Tjahaja Purnama. Misalnya dalam kasus pembelian tanah Cengkareng,
penggusuran warga Luar Batang, dan sebagainya. Ketika Joko Widodo
mengundurkan dari sebagai Gubernur karena mengikuti pemilihan
presiden pada 2013 dan posisinya digantikan oleh wakilnya Ahok, partai
tempat MT bernaung mengusulkan dirinya untuk mengisi posisi wakil
gubernur. Namun namun rencan itu tk kesampaian karena ada persoalan
85
internal partai. “Saya tidak berambisi di politik, tapi saya ingin setiap
pemimpin memiliki leadership yang baik dengan menyampaikan setiap
kebijakan dengan bahasa yang santun,” ujarnya saat diwawancarai di
Gedung DPRD DKI pada 3 April 2017.
Sebelum Ahok menjadi gubernur DKI Jakarta, hubungan MT dengan
Ahok terbilang baik. MT mengaku, komunikasi dia dengan Ahok ketika
Ahok didukung Gerindra cukup baik. “Yang bawa Ahok ke Jakarta kan
Gerindra, hubungan kami ketika itu sangat baik, komunikasi kami juga
baik, tapi dia berubah sejak menjadi Gubernur,” kata MT. Saat
hubungan keduanya baik, MT berkomunikasi dengan Ahok dengan
menggunakan bahasa gaul Betawi, seperti lu, gue.
3. TS
TS adalah wakil ketua DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019. Lelaki
kelahiran Jakarta, 9 Juli 1971 ini terpilih menjadi anggota dewan dari
PKS. Lulusan Teknik Elektro Universitas Trisakti ini mulai bergabung
dengan PKS pada 1998 saat PKS masih bernama Partai Keadilan, sebagai
Pengurus Pusat Informasi PK (PIPK) Cabang Inggris Raya. Saat itu ayah
empat anak ini tengah studi teknik elektro di Birmingham University,
Inggris.
Dosen salah satu universitas swasta di Jakarta ini pernah menjabat Ketua
Umum DPW PKS DKI Jakarta pada 2005. Lima tahun tahun kemudian,
86
suami dari Lilia Sari ini didapuk menjadi Ketua Majelis Pertimbangan
Wilayah (MPW) PKS periode 2010-2015.
Sebagai Wakil Ketua DPRD, TS juga menjadi Ketua Badan Legislasi
Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta, badan yang melahirkan Perda.
Aktivitas lainnya, pria kalem ini juga aktif di berbagai kegiatan
kemasyarakatan. Antara lain, di Baitul Maal Sejahtera (BMS), lembaga
keuangan mikro untuk mengentaskan kemiskinan, mengurangi
ketergantungan pada rentenir dan memberikan modal bagi usaha kecil dan
menengah dengan model keuangan syariah. TS juga menjadi Pembina
Yayasan Pendidikan Aulia dan juga Pembina organisasi Relawan Jakarta.
Hubungan TS dengan Ahok cukup baik. Bahkan TS merasa nyaman
berkomunikasi dengan Ahok. Tetapi, karena Ahok sering berbicara suatu
hal yang berbeda mengenai konten yang sama, maka TS pun perlahan-
lahan mulai hati-hati saat berbicara dengan Ahok. Jika sebelumnya dia
suka berbicara dengan Ahok pada situasi informal, karena masalah prilaku
komunikasi Ahok, maka TS lebih suka berkomunikasi dengan Ahok dalam
suasana formal. “Jika dia bicara dengan DPRD setuju, lantas di depan
wartawan menjadi tidak setuju, kita punya bukti notulensinya,” ucap TS.
4. TQ
TQ adalah anggota DPRD DKI Jakarta kelahiran Jakarta, 16 Juni 1980.
Lelaki energik yang bicaranya penuh semangat ini sudah dua kali terpilih
87
sebagai anggota DPRD DKI Jakarta periode 2009-2014, 2014-2019,
melalui Partai Demokrat.
Ayah satu anak yang beragama Islam ini saat ini menjabat sebagai Ketua
DPC Partai Demokrat Jakarta Pusat. “Saya belajar banyak hal di politik,
termasuk komunikasi politik,” kata pria lulusan Fakultas Hukum
universitas swasta ini, saat ditemui di gedung DPRD DKI Jakarta pada, 3
April 2017.
Hubungan TQ dengan Gubernur Ahok secara pribadi memang tidak terlalu
dekat, tapi secara kelembagaan, mereka sering terlibat dalam komunikasi
politik di suasana formal, seperti rapat paripurna yang dihadiri oleh
Gubernur Ahok.
5. AY
AY adalah anggota DPRD DKI Jakarta dari PKS. Lelaki kelahiran
Jakarta, 7 Juni 1963 ini memilih PKS sebagai kendaraan politiknya karena
merasa partai itu memiliki visi misi yang sama dengan pemikirannya. AY
pernah menjadi Ketua Partai Keadilan, cikal bakal PKS, Jakarta Selatan
periode 1998-2001. Kemudian pada 2002, ayah delapan anak ini menjabat
sebagai Ketua Takwinul Ummah DPW PKS DKI Jakarta. Dia juga aktif
sebagai anggota MPW PKS DKI Jakarta (2008-2010) dan Sekretaris DSW
PKS DKI Jakarta (2010-2015).
Pada 2005-2006, pria berjanggut yang tinggal di Kawasan Mampang,
Jakarta Selatan, ini pernah menjabat sebagai wakil ketua Komite
88
Pelanggan Air Minum (KPAM) Jakarta Selatan. Di DPRD, dia mengaku
banyak belajar mengenai gaya kepemimpinan dan gaya komunikasi
politik. “Seorang pemimpin harus dapat berkomunikasi dengan semua
pihak, termasuk dengan pihak yang berseberangan,” ujar AY saat ditemui
di Gedung DPRD DKI Jakarta pada 31 Maret 2017.
Hubungan AY dengan Gubernur Ahok diakui AY hanya sebatas hubungan
kerja, mitra pemerintah dalam menjalankan pemerintahan. Dia bertemu
dengan Ahok dalam acara-acara resmi seperti rapat paripurna. Sebelumnya
memang sering menghadiri acara informal yang digagas partainya dalam
berkomunikasi politik dengan Ahok. Namun karena ada perbedaan prinsip
berkomunikasi, maka selanjutnya AY, seperti halnya rekan separtainya
TS, dia lebih suka berkomunikasi dengan Ahok dalam suasana formal.
6. AW
AW adalah anggota DPRD DKI dari partai PAN. Sebelum terjun ke
politik, AW pernah menjadi pejabat structural di Kementerian Pendidikan.
Tak sampai pensiun dia menjadi PNS, karena ‘kepincut ‘ terjun ke dunia
politik. Menurut dia, dia bisa mendengarkan aspirasi masyarakat lebih luas
lagi. Karena itu, dia masuk Partai Amanat Nasional (PAN). Melalui PAN,
AW berhasil menjadi anggota DPRD DKI Jakarta dua periode, 2004 -
2009, 2014-2019. Di DPRD periode 2014-2019, ayah empat anak
kelahiran Tegal, 9 Maret 1950 ini duduk di a komisi E (kesra,
pendidikan,olahraga, social, agama). Dia juga menjawab sebagai wakil
89
ketua Fraksi, dan anggota Baleg (Badan Legislatif). Pria yang ramah dan
cepat akrab ini sebelumnya aktif di berbagai organisasi antara lain, Ketua
Umum IPQAH DKI Jakarta, Bendahara Umum PGRI DKI Jakarta,
Bendahara Umum ICMI DKI Jakarta dan Sekretaris Umum Majelis Dzikir
SBY NS DKI Jakarta.
Saat terjadi kisruh antara anggota dewan dan Gubernur Ahok, anggota
Fraksi Partai Demokrat- PAN ini menjadi orang pertama yang
menandatangani dukungan pelaksanaan hak menyatakan pendapat (HMP)
atas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Padahal, ketika itu
fraksinya belum memiliki keputusan bulat soal hal itu. Hubungan AW
dengan Gubernur Ahok dalam berkomunikasi politik, hanya sebatas
hubungan kelembagaan, hubungan kerja. Meski demikian, AW mengikuti
perkembangan Gubernur Ahok dalam berkomunikasi dengan DPRD
maupun rakyat. Dia tidak suka gaya komunikasi Ahok yang meledak-
ledak, menuding, menuduh, rakyat maupun anggota dewan tanpa bukti.
Seperti saat Ahok berkata maling pada seorang ibu yang bertanya soal
kartu KJP dan saat Ahok menuding rampok pada anggota dewan.
Meski demikian, AN tetap focus pada kerja DPRD sebagai lembaga
pengawas anggaran dan pembuat legislasi. Di sela-sela kesibukannya
sebagai politikus, AN harus bolak-balik Bandung – Jakarta untuk kuliah
S3, di Universitas Uninus Bandung.
90
6. SY
SY menjadi anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Hanura. Sebelum
terjun di politik, bapak empat anak kelahiran Makassar, 26 Maret 1963
ini, aktif di berbagai organisasi, seperti Wakil Ketua Umum PB. PDDI
sampai sekarang, Ketua Harian PMI DKI Jakarta (1996-2006), Resimen
Mahasiswa Batalyon IX Jakarta, dan Sekretaris Umum PGJ DKI Jakarta
sampai sekarang.
Saat ini, SY didapuk sebagai Wakil Ketua DPD Hanura DKI Jakarta.
Hanura adalah partai pendukung Gubernur Ahok dalam Pilkada 2017.
Karena itu, dia menilai komunikasi antara dirinya, partainya, dan Ahok
terjalin cukup baik. Ahok suka menerima saran-saran dari dia, terkait gaya
komunikasinya. Tapi dia memaklumi ketika Ahok kembali pada gayanya
yang khas dalam berkomunikasi. Menurut dia, latar belakang Ahok sangat
mewarnai bagaimana Ahok berkomunikasi, seperti nada bicaranya keras,
meledak-ledak, dan bicara apa adanya.
7. HD
HD adalah anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 dari Partai
Hanura. Pria kelahiran Maninjau, 28 Agustus 1957 ini terjun di dunia
politik sejak 1982, dengan pergabung ke PPP. Pada 2007, HD hijrah ke
Parti Hanura Karena karir politik di karirnya di partai berlambang kabah
itu tak cemerlang.
91
Pada 2014, Bapak lima anak ini lolos dalam pemilihan legislatif di DKI
Jakarta. Selain itu, lelaki yang pernah kuliah di fakultas tehnik universitas
swasta ini aktif di berbagai kegiatan kemasyarakatan, diantaranya menjadi
Ketua PARMUSI DKI Jakarta (2000-2005), Ketua ICMI Jakarta Barat
(2010-2015), dan Ketua PC Muhammadiyah Tanjung Duren (2010-2015).
Meski Hanura adalah partai pendukung Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta
2017, namun HD mengaku ‘menjauh’ dari Gubernur Ahok, karena dia
tidak suka dengan gaya bicara Ahok. Menurut dia, Ahok itu bicaranya
semua gue, tidak dipikiran apakah yang diucapkannya akan menyinggung
perasaan orang lain atau tidak. Terutama ketika Ahok men-judge DPRD
sebagai rampok, HD sangat tersinggung sebagai anggota dewan.
9. PS
PS adalah anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 dari Partai
Gerindra. Sebelumnya, pria kelahiran Pontianak, 29 Januari 1957 ini
bergabung dengan PAN. Dia akhirnya bergabung ke Gerindra karena
melihat peluang untuk menjadi anggota dewan lebih terbuka.
Sebelum terjun ke politik, PS adalah pegawai negeri di Pemda DKI.
Beberapa jabatan penting pernah disandangnya, antara lain, Kepala PD
Pasar Jaya, Kepala PD Darmajaya, dan Kadis Kearsipan. Karena tak cocok
dengan Gubernur Fauzi Bowo, Bapak tiga anak ini memilih pensiun dini
pada usia 49 tahun.
92
Setelah pensiun, PS mengaku sempat dua tahun menganggur dan mencoba
bekerja di perusahaan swasta, tapi tak betah. Bathinnya terpanggil untuk
mengurus masalah masyarakat. Karena itu dia masuk PAN dan beberapa
bulan kemudian di sana, pindah ke Gerindra.
Nama PS sempat ‘mencuat’ gara-gara kata kasarnya, “Gubernur goblok!”
yang dilontarkan saat rapat mediasi antara DPRD DKI Jakarta dan
Gubernur Ahok, di kantor Kemendagri Jakarta. Pria yang aktif di Kadin
Jaya ini mengaku kesal dengan sikap Gubernur Ahok yang marah-marah
kepada anak buahnya, Walikota Jakarta Utara dalam rapat tersebut.
“Sebagai bekas PNS, saya marah, kok sikap gubernur kasar sekali, di
depan banyak orang marah-marah pada anak buah,” kata dia.
Menurut PS, dalam kondisi apapun, pemimpin harus mengayomi, bukan
menekan anak buah di depan umum. PS aktif di BUMDSI (Badan Usaha
Milik Daerah Seluruh Indonesia) dan IPJI (Ikatan Penulis Jurnalis
Indonesia).
Hubungan PS dengan Ahok sebelumnya baik. Namun, persoalan-persoalan
gaya komunikasi Ahok-lah yang membuat PS mulai menjaga jarak dengan
Ahok. Dia berharap setelah tersandung kasus penistaan agama, Ahok dapat
mengubah gaya komunikasinya, ternyata tidak. Sedikit mulai santun ya,
tapi tetap Ahok dinilainya angkuh karena merasa di back up oleh
penguasa. Akibatnya, dalam berkomunikasi, Ahok semena-mena, tidak
mempertimbangkan etika dan kesantunan dalam berkomunikasi.
93
10. BB
BB adalah anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 dari Partai
Nasional Demokrat (Nasdem). Pria kelahiran Labuhan Batu, 28 Februari
1969 memulai karir politiknya dengan bernaung di Partai Golkar. Ketika
Surya Paloh mendirikan Partai Nasdem, Barus keluar dari Golkar . “Saya
pendukung Surya Paloh pada pencalonannya sebagai ketua umum Golkar.
Kalah Pak Surya, para pendukungnya disingkirkan, termasuk saya,
karenanya saya masuk Nasdem,” kata mantan Ketua Golkar Kepulauan
Seribu ini.
Di Nasdem, BB didapuk menjadi Wakil Ketua DPW Partai Nasdem
Jakarta dan Ketua Ormas Nasional Demokrat Jakarta Pusat. Dia juga
menjadi Wakil Bendahara DPP ASPANJI.
BB mengaku sangat dekat dengan Ahok. Kalau dia mau ketemu, tinggal
nelpon atau WA. Biasanya, kata dia, kalau Ahok sedang sibuk, dan dia
sudah telanjur datang ke kantor Gubernur, maka, Ahok akan menemuinya.
Bicara lima menit, kan subtansinya sudah sampai. Tak hanya itu, BB juga
sering datang ke acara-acara informal, seperti makan siang atau makan
malam bersama Ahok, atau ngopi di kantor.
11. MF
MF adalah politikus senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ia dua
periode menjadi anggota DPRD DKI Jakarta 2009-2014 dan 2014-2019.
Pilihannya terjun ke politik, karena sejak kuliah MF suka berorganisasi.
94
Berbagai organisasi kemahasiswaan dia ikuti. Tak pelak, setelah lulus
kuliah, pria kelahiran Jakarta, 3 Januari 1961 ini, memantapkan
pilihannya masuk PPP. Tak seperti politikus lain yang gemar loncat
partai, sampai sekarang MF memilih setia bernaung di partai berlambang
Ka’bah. Di DPRD DKI Jakarta, MF menjabat sebagai Ketua Komisi C.
Adapun di Partai dia didapuk sebagai Wakil Ketua DPW PPP Provinsi
DKI Jakarta dan Ketua DPC PPP Jakarta Utara. Pria murah senyum ini
juga aktif di organisasi olahraga. Ia menjabat sebagai Ketua Pengcab PSSI
Jakarta Utara.
Ketua Fraksi PPP ini juga berprofesi sebagai pengusaha travel umroh dan
restoran. Makanya, ketika heboh kisruh DPRD Vs Gubernur Ahok,
Kementerian Dalam Negeri berkomitmen tidak memberi gaji kepada
anggota DPRD DKI Jakarta karena mereka terlambat membahas RAPBD
DKI 2015, MM tak begitu pusing. “Menjadi anggota dewan ini
pengabdian, bukan cari duit. Mau cari duit mah jadi pengusaha saja. Saya
punya usaha rumah makan, travel haji dan umrah juga," katanya saat
ditemui di Gedung DPRD DKI Jakarta pada 26 April 2017.
Mualif mengaku, hubungan dia dengan Ahok hanya sebatas kerja, seperti
bertemu dengan Ahok di rapat-rapat paripurna.
12. AA
AA adalah Ketua Fraksi Partai Golkar di DPRD DKI Jakarta. Pria
kelahiran 24 November 1959 ini adalah anggota DPRD DKI Jakarta dua
95
periode, yakni 2009-2014 dan 2014-2019. Di DPRD DKI, alumnus
Akademi Akuntansi Jayabaya dan Fakultas Hukum Universitas Bung
Karno ini duduk di Komisi E (Bidang Kesejahteraan Masyarakat).
Bapak tiga anak yang tinggal di Pasar Manggis, Jakarta Selatan, ini
memulai karir politik sebagai anggota biasa di Partai Golkar. Lalu,
menjadi pengurus Golkar Pasar Manggis (1988), Ketua Partai Golkar
Kecamatan Setiabudi (2004), Ketua Biro Pemuda dan Olahraga DPD-I
Partai Golkar DKI Jakarta (1998-2001), Wakil Ketua DPD-I Partai Golkar
DKI Jakarta.
Pria keturunan Pakistan ini juga seorang pengusaha. AA juga aktif di
berbagai kegiatan, seperti menjadi Ketua Koperasi Jasa Keuangan (KJK),
Sekretaris Yayasan Masjid Cut Mutiah sejak 2004 sampai sekarang.
Sejak remaja hingga mahasiswa, AA aktif diberbagai organisasi, seperti
menjadi Ketua Karang taruna Kelurahan Pasar Manggis (1987), anggota
Himpunan Mahasiswa Islam (1981), Wakil Ketua Badan Perwakilan
Mahasiswa dan Senat-Mahasiswa Jayabaya, Ketua Forum Sulaturahmi
Remaja dan Pemuda Masjid DKI Jakarta (1993-2001), Ketua DPP
BKPRMI (2004-2009), Ketua DPP FORKABI, Ketua FKPM, Sekretaris
Jenderal DPP Asosiasi Perusahaan Rekomendasi Alat Berat danTruk
(2006-2011), Ketua Umum Taekwondo DKI Jakarta, dan Sekretaris
Jenderal DPP Satkar Ulama.
Hubungan AA dengan Ahok sangat baik. Kebetulan partainya adalah
partai pendukung Ahok, sehingga dia harus menjalin komunikasi yang
96
baik dan insten dengan Ahok. Menurut dia, komunikasi Ahok sangat baik.
Kapanpun dia mau berkomunikasi dengan Ahok, Ahok selalu
menerimanya, meski hanya 5 menit. Dalam 5 menit, subtansinya sampai,
dan Ahok dapat merespon komunikasi itu dengan cepat.
13. MU
MU adalah anggota DPRD DKI Jakarta dari PKB periode 2014-2019.
Lelaki kelahiran Cirebon, 15 Oktober 1966, ini memilih PKB sebagai
kendaraan politik karena dia dibesarkan di keluarga NU. Di organisasi
NU , MU menjabat sebagai Ketua PC NU Jakarta Pusat.
Bapak tiga anak ini yang tinggal di kawasan Petamburan, Tanah Abang,
Jakarta Pusat, ini juga menjabat menjadi Sekretaris DPW PKB DKI
Jakarta. “Saya terjun ke politik karena saya ingin menyerap aspirasi
masyarakat yang saya wakili sekaligus menjadi pengawas jalannya
pemerintahan,” ujarnya.
Hubungan MU dengan Ahok diakui hanya sebatas antar lembaga. Dia
bertemu dengan Ahok hanya di rapat-rapat paripurna.
14. ST
ST merupakan anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 dari Fraksi
PDIP. Ibu tiga anak ini sebelum terjun ke politik adalah seorang aktivis
perempuan. Perempuan kelahiran Serbelawan, 2 Juni 1972, ini pernah
menjabat sebagai Ketua Umum Pergerakan Indonesia, sebuah organisasi
97
kepemudaan yang aktif merespon situasi politik dan Ketua GAMKI
(Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia) DKI Jakarta.
Di partai yang membesarkannya, politikus yang tinggal di kawasan
Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan ini didapuk menjadi Ketua
Departemen Kesehatan DPP PDI Perjuangan dan Wakil Sekjen Srikandi
Demokrasi Indonesia. “Saya senang berorganisasi, senang di kegiatan
social. Di sana saya belajar bagaimana harus berbuat baik, bahwa hasilnya
apa, itu nanti,” kata alumnus Untag ini saat ditemui di Gedung DPRD DKI
Jakarta pada 2 Mei 2017.
Hubungan komunikasi dia dengan Gubernur Ahok cukup baik. Kebetulan
dia duduk di partai pendukung Ahok, jadi dia sering bertemu di rapat-rapat
fraksi yang dihadiri oleh Ahok, maupun di rapat-rapat paripurna.
15. JA
JA adalah anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 dari fraksi
PDIP. Lelaki kelahiran Asahan, 30 November 1969 ini mengawali karir
politiknya sebagai petugas partai PDIP. Di DPRD, JA duduk di komisi C
yang membidangi keuangan. Partai yang dibesut oleh Megawati
Soekarnoputri itu dipilihnya karena lelaki yang aktif di paduan suara
gereja di Bekasi ini sangat mengagumi Bung Karno. “Sebagai anggota
dewan, saya menangkap aspirasi masyarakat untuk kemudian saya
perjuangkan,” kata alumnus FISIP Universitas Tujuh Belas Agustus ini
saat ditemui di Gedung DPRD DKI Jakarta pada 2 Mei 2017.
98
JA mengaku hubungannya dengan Gubernur Ahok hanya sebatas
hubungan antar lembaga. Dia bertemu dengan Ahok pada saat rapat-rapat
paripurna.
16. AZ
AZ adalah anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 dari Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB). Pria kelahiran Jakarta, 14 Mei 1979 ini
memilih PKB karena ia dibesarkan di keluarga Nahdiyin. Di partainya,
bapak tiga anak ini menjabat sebagai Wakil Ketua PKB DKI Jakarta dan
sekretaris PAC PKB Penjaringan, Jakarta Utara. AZ menyukai politik
karena menurutnya terjun ke politik dapat memperjuangkan aspirasi
masyarakat yang diwakilinya. “Di Kapuk Muara, Penjaringan, tempat
tinggal saya banyak nelayan miskin, saya ingin memperjuangkan mereka,”
kata alumnus universitas swasta di Jakarta saat ditemui di Gedung DPRD
DKI Jakarta pada, 3 Mei 2017.
Pria energik yang bicaranya penuh semangat ini aktif di berbagai
organisasi, diantaranya sebagai Ketua GP ANSOR DKI Jakarta,
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Komunitas Peduli Kali
Angke (KPKA), Forum Komunikasi Mahasiswa Betawi (FKMB).
Hubungan AZ dengan Gubernur Ahok cukup baik. AZ pernah memberi
saran kepada Ahok agar mengubah gaya komunikasi yang sifatnya
menuduh, menuding, emosional. Menurut AZ, Ahok tipe orang yang
mudah menerima saran, tapi dia gampang lupa dengan saran temannya,
99
ketika dia hadapkan oleh persoalan kebijakan. Dia tegas soal itu.
Sebenarnya, tegas boleh saja, tapi cara penyampaiannya kan tidak perlu
meledak-ledak atau menggebrak meja. Meski begitu, AZ memahami gaya
komunikasi Ahok seperti itu, karena latar belakang Ahok yang tinggal di
tengah hutan, wajar kalau terbiasa bicara dengan instonasi suara yang
tinggi.
17. AL
AL menjabat Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019. Sepak
terjangnya di DPRD menjadi sorotan karena friksinya cukup tajam dengan
Gubernur Ahok. Keduanya sering “bersilat lidah” di media massa. Ahok pernah
menuding AL sebagai preman Tanah Abang yang menghalangi penertiban PKL
yang dilakukan oleh Pemda DKI.
Pada 2009, Ketua Pemuda Panca Marga DKI Jakarta ini terjun ke politik.
“Penguasa” Tanah Abang ini bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan
(PPP) dan terpilih sebagai anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019. Ayah
tiga anak ini sempat bikin heboh manakala ‘memamerkan’ Lamborghini
seharga 4 miliar rupiah berplat nomor B 1285 SHP di acara pelantikannya di
Gedung DPRD DKI Kebon Sirih Jakarta, pada 2014.
Pria berdarah Banten Betawi ini ini sempat dicap sombong, karena melontarkan
kalimat "Meludah saja bisa jadi duit". Sekretaris Bamus Betawi ini semakin
kontroversial saat dia perang mulut dengan di media massa dengan Gubernur
Ahok .
Sejak awal, hubungan Ahok dan AL secara pribadi memang tidak terlalu dekat.
Malah keduanya sering terlibat adu mulut. Akibatnya friksi diantara keduanya
100
semakin panas. Ahok sering terprovokasi oleh ulah AL, yang seringkali
melontarkan kritikan tajam. Tudingan Ahok soal DPRD rampok, dilawan oleh
AL dengan tudingan kasus Cengkareng, Sumber Waras hingga reklamasi.
Celakanya lagi, keributan antara keduanya semakin memanaskan suhu politik di
DKI, karena seringkali celotehan kedua orang ini dimuat di media massa. AL
sendiri mengaku, bahwa secara pribadi dirinya tidak pernah punya masalah
dengan Ahok, tapi ketika Ahok menyinggung kelembagaan, DPRD, dia harus
bereaksi.
101
Tabel 4.1
Informan Anggota DPRD DKI Jakarta
No. Nama Umur Pendidik
an Pekerjaan Partai
1. PE 55 S1 Ketua DPRD DKI Jakarta
Pengusaha PDIP
2. MT 60 S1 Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Pengusaha Gerindra
3. TS 46 S2 Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Dosen,
Pengusaha PKS
4. TQ 37 S1 Anggota DPRD DKI Jakarta
Demokrat
5. AY 54 S2 Anggota DPRD DKI Jakarta PKS
6. AN 67 S2 Anggota DPRD DKI Jakarta PAN
7. SY 54
S1 Anggota DPRD DKI Jakarta Hanura
8. HD 54
D2 Anggota DPRD DKI Jakarta Hanura
9. PS 60 S2 Anggota DPRD DKI Jakarta
Pengusaha Gerindra
10. BB 48 S1 Anggota DPRD DKI Jakarta Nasdem
11. MF 55 S1 Anggota DPRD DKI Jakarta
Pengusaha PPP
12. AA 54 S1 Anggota DPRD DKI Jakarta
Pengusaha Golkar
13. MU 51 S1 Anggota DPRD DKI Jakarta PKB
14. ST 45 S1 Anggota DPRD DKI Jakarta PDIP
15. JA 48 S1 Anggota DPRD DKI Jakarta PDIP
16. AZ 38 S1 Anggota DPRD DKI Jakarta PKB
17 AL 58 S1 Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta
Pengusaha PPP
102
4.3.2. Pengalaman Informan Berkomunikasi dengan Gubernur Ahok
Semua informan pernah berkomunikasi secara langsung dengan Ahok. Ada
yang masih ingat kapan persisnya mereka berkomunikasi, ada juga yang sudah
lupa. Semua informan selalu hadir dalam Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta,
yang dihadiri Ahok.
Secara umum, para informan terpolarisasi menjadi dua kutub. Pertama
kelompok yang merasa nyaman - nyaman saja berkomuniasi dengan Ahok.
Mereka menemukan sisi - sisi posistif dari gaya komuniaksi Ahok. Kutub yang
lain yakni mereka yang tak cocok dengan gaya Ahok sehingga, tentu saja,
komuniaksi antar mereka tak mulus. Kelompok ini melihat banyak sisi negati dari
gaya konuniaksi Ahok.
Informan PE termasuk yang oke-oke saja berkomunikasi dengan Ahok.
Sangat mungkin hal itu terjadi karena Prasetio bernaung di PDIP, partai yang
sejak Pilkada DKI Jakarta 2014 mendukung Ahok. Waktu itu Ahok menjadi
calon wakil gubernur mendapingi calon gubernur, Jokowi. Apalagi dalam Pilkada
DKI Jakarta 2017, Prasetio menjadi Ketua Tim Pemenangan Ahok – Djarot.
PE mengaku komunikasinya dengan Ahok mengalami pasang- surut. Pada
kasat Gubernur Ahok menyebut DPRD sebagai Dewan Perampok Rakyat Daerah,
PE meradang dan marah pada statement Ahok. Bahkan untuk mendamaikan PE
dengan Ahok, Presiden Jokowi pun harus turun tangan. Meski demikian, secara
umum, komunikasi antara PE dan Ahok tak ada masalah.
Dengan gaya komunikasi Ahok yang straight to the point, ini
mengubah mindset komunikasi di legislatif maupun eksekutif. Ini
nggak bisa sendiri-sendiri. Komunikasi saya dengan Ahok baik.
103
Saya dapat dengan mudah bertemu dengan Ahok dan berkomunikasi
dengan baik. Dia mendengar saran-saran saya. 14
Rasa nyaman berkomunikasi dengan Ahok juga diakui Informan BB.
Politikus Partai Nasdem, partai pendukung Ahok- Djarot dalam Pilkada 2017, ini
mengaku dirinya banyak belajar dari komunikasinya dengan Ahok.
BB bercerita dirinya punya hubungan cukup dekat dengan Ahok, terutama
setelah terpilih menjadi wakil rakyat pada Pemilu 2014. Jika ingin bertemu,
misalnya untuk mendiskusikan sesuatu, BB menelepon atau
menginformasikannya via WA dan Ahok cepat meresponnya.
Komunikasi saya dengan Pak Ahok lancar. Pak Ahok itu orangnya
selalu mengatakan ya, kalau itu bisa dilakukan. Dia bukan orang
yang bisa bermanis-manis, ewuh pakewuh. Kalau tidak bisa dia akan
bilang tidak bisa. Dia juga orangnya ramah dan terbuka. Beberapa
kali saya diajak makan siang bareng di ruang kerjanya. Dia juga tak
pernah menolak kedatangan kita tidak atau tanpa perjanjian. Dia
bilang, kalau mau datang, datang aja, kalian kan dewan, kalau saya
lagi rapat, saya bisa keluar 5 menit, kan subtansi sudah nyampai.15
Informan SY juga punya pengalaman serupa. Politikus Partai Hanura ini,
bercerita pada awal-awal pertemuannya dengan Ahok dirinya kesulitan untuk
berkomunikasi. Mungkin karena belum kenal dekat. Namun setelah mengenal
pribadi Ahok dan karakternya, lambat-laun kebuntuan komunikasi itu pecah.
Komunikasi kduanya semakin baik, ketika Hanura mendukung Ahok sebagai
calon Gubernur DKI Jakarta.
Awalnya sih saya sulit berkomunikasi dengan dia. Kita selalu lihat
tipikal dia seperti apa.Ternyata dia terbuka dan mudah diajak
berkomunikasi. Sebelum deklarasi (dukungan Cagub DKI Jakarta)
dia bilang ke saja, Ji, bahasa gua memang buruk, gaya bahasa gua
14 Wawancara dengan PE, politikus PDIP, pada 31 Maret 2017 15 Wawancara dengan Bestari Barus, politikus Nasdem, pada 13 April 2017
104
begitu, ya maaf, gua nggak bisa kayak pejabat lain harus pura-pura
ramah, ngga bisa gua, Ji. Dibalik cara gua, niat gua hanya untuk
bangun kota Jakarta. 16
Lain lagi kisah informan AA, Ketua Fraksi Golkar. Dia melihat Ahok bukan
seorang politikus. Dalam berkomunikasi, kata dia, Ahok langsung masuk pada inti
pesan, pada substansi, tidak seperti insan politik yang muter-muter kemana-mana
dulu saat menyampaikan pesan.
Ini nggak, semua Ahok lewati. Komunikasi saya dengan Ahok
baik. Dia terobos sekat birokrasi. Sekarang kalau mau ketemu
Gubernur gampang. Kapanpun mau ketemu bisa, 5 menit bisa,
dalam 5 menit pertemuan kan subtansinya sudah sampai dan ada
solusi. Itu yang dibutuhkan percepatan, ini peradaban baru, orang
senang-senang saja dengan komunikasi model Ahok.17
Informan ST juga punya pengalaman menarik berkomunikasi dengan Ahok.
Politisi PDIP yang mantan aktivis ini menyukai gaya Ahok, terutama responnya
yang cepat saat menuntaskan persoalan rakyat kecil. Menurut ST, Ahok ingin
mendapat informasi mengenai masyarakat miskin, kebutuhan dan hambatan
mereka. Ahok tak suka informasi yang baik – baik saja.
Komunikasi dengan Pak Ahok lebih pada kinerja. Beliau paling
seneng kalau kita usulkan sesuatu berdasarkan data. Dalam
memecahkan masalah cepet untuk mengambil solusi. Kita pernah
urus kasus izin gereja, dia tanya mana kasusnya, minta datanya, lalu
diagendakan ketemu, saat ketemu beliau sudah faham dan sangat
cepat meresponnya. Komunikasi untuk memecahkan masalah lebih
cepat dan responsive.18
16 Wawancara dengan SY, politikus Hanura, pada 13 April 2017 17 Wawancara dengan AA, politikus Golkar, pada 26 April 2017 18 Wawancara dengan ST, politikus PDIP, pada 2 Mei 2017
105
Politikus PDIP lainnya, informan JA, mengakui tak ada masalah dalam
berkomunikasi dengan Ahok . Tapi ia mengkritisi cara Ahok berkomunikasi
dengan anggota dewan lainnya yang menimbulkan friksi.
Biasa saja, meski dia (Ahok) terkesan semau gue dalam
berkomunikasi, tapi apa yang dilakukannya untuk kepentingan
masyarakat. Responnya cepat untuk persoalan-persoalan yang
dihadapi rakyatnya. Kalau mau bicara dengan dia, kita harus
mencari moment atau waktu yang pas. Selama ada dasar hukum dan
data, beliau bisa diyakinkan, sehingga komunikasi bisa berjalan
dengan baik. 19
Tapi tidak semua anggota dewan dapat berkomunikasi baik dengan Ahok.
Tak sedikit diantara mereka yang mengalami kebuntuan komunikasi karena
peristiwa-peristiwa politik yang melatarbelakanginya. Informan AZ, politikus
Partai Kebangkitan Bangsa, misalnya. Menurut dia, secara personal Ahok adalah
sosok terbuka dan hangat sebagai kawan. Tapi kehangatan itu tidak berlaku
untuk urusan kerja eksekutif dan legislatif. Ahok, kata AZ, selalu mencurigai
lawan bicara, terutama mereka yang bukan dari partai pendukungnya di Pilkada
2017.
Pak Ahok buat berkawan bagus. Tapi dalam birokrasi, anggota
dewan agak kesulitan soal penyesuaian cara berkomunikasi dengan
Pak Ahok. Komunikasi Pak Ahok dengan anggota dewan kurang
baik. Pengalaman yang tidak mengenakan misalnya, ketika berbicara
dengan anggota dewan mengenai suatu kebijakan, dia setuju, tapi
begitu ketemu wartawan, bicaranya beda, menjadi tidak setuju.
Pernah kita tanyakan, kita konfirmasi, tapi sia-sia, karena begitu
terus.20
Lain lagi cerita informan MT, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta. Politisi Partai
Gerindra ini mengaku punya pengalaman tak terlupakan dalam berkomunikasi
19 Wawancara dengan JA, politikus PDIP, pada 2 Mei 2017 20 Wawancara dengan AZ, politikus PKB, pada 3Mei 2017
106
dengan Ahok. Menurut dia, Ahok yang sebelumnya dikenal sebagai pribadi yang
baik, ramah dan terbuka, berubah 180 derajat ketika haluan politiknya berubah.
Dia berkisah, Ahok bisa sampai jabatan sekarang ini, sebagai Gubernur DKI
Jakarta, ada peran Partai Gerindra di dalamnya. Tapi Ahok lupa diri. Dari situlah,
Taufik mengaku belajar tentang kawan dan lawan. Menurut Tarufik, ketika
seseorang membutuhkan kita, dia mendekat, tapi ketika dia sudah mendapat
kawan baru, kita, kawan lama dilupakan.
Caranya berkomunikasi Ahok dengan dirinya, menurut MT, juga berubah.
Karena itu, sejak Gerindra menarik dukungannya pada Ahok pada Pilkada 2017,
komunikasi Taufik dengan Ahok tidak sebaik dulu.
Tidak ada lancar-lancarnya saya berkomunikasi dengan Ahok. DPRD
itu dianggapnya semua keliru, penabrak Undang-undang, penabrak
aturan. Ahok itu pelanggar aturan, bukan orang yang tegas. Tegasnya
dimana? Contoh, ketika seorang ibu disebut maling pada kasus KJP
(Kartu Jakarta Pintar), kenapa KJP sekarang boleh ditarik tunai.
Dimana tegasnya? Sekarang KJP boleh beli daging. Ahok itu bukan
orang yang tegas, tapi dia orang yang ngotot mempertahankan
kemauan dan kesalahannya.21
Informan TS, juga memiliki pengalaman buntu dalam berkomunikasi dengan
Ahok. Kebuntuan terjadi, menurut politikus PKS ini, karena Ahok kerap
‘membatalkan’ kebijakan yang sebelumnya sudah disepakati DPRD dan
eksekutif. Karenanya, ia lebih suka berkomunikasi dengan Ahok hanya di
tingkat formal, agar tercatat, terdokumentasikan.
Saya khawatir diputarbalikkan, komunikasi informal saja belum tentu
direspon dengan baik. Dulu komunikasi tidak masalah, saya bicara empat mata
dengan Pak Ahok pernah, makan siang, itu dalam rangka menjalin komunikasi
21 Wawancara dengan MT, politikus Gerindra, pada 3 Maret 2017
107
lebih cair, lebih casual, lebih informal, agar dalam berbagai pembahasan,
komunikasinya lebih baik. Tapi ujung-ujungnya tidak bisa, jadi lebih baik
komunikasinya formal saja. Dalam rapat terbatas, saya melihat Pak Ahok itu
bicaranya to the point. Ketika ada pihak lain (wartawan), sering kali dia
menyampaikan hal-hal berbeda dengan apa yang sudah dibicarakan dengan
dewan. Di depan wartawan, mungkin dia ingin memoles citra politiknya. Kalau di
depan DPRD, dia menyampaikan apa adanya. Tapi akhirnya beda penafsiran,
pemaknaannya sering beda, karena yang disampaikan pun berbeda. Di sini setuju,
di sana tidak setuju, sehingga sering membingungkan. Secara kasat mata tidak
keliatan, tapi rasa itu sangat terasa.22
Informan AY juga memiliki pengalaman tidak mengenakkan dalam
berkomunikasi dengan Gubernur Ahok. Politisi PKS ini memilih menjaga jarak
dengan Ahok karena karakter sang gubernur yang temperamental dan emosional.
AY mengaku enggan hadir di acara-acara informal dengan Ahok.
Sepanjang periode pertama di DPRD ini, baru sekali saya interupsi,
karena dia menganggap, semua anggota dewan membeo, seolah-
olah mengikuti, saya keberatan. Di rapat-rapat paripurna Ahok itu
sering tidak menunjukkan karakternya sehari-hari hari. Dia sosok
yang angkuh, sombong, gaya komunikasinya paling buruk
Contohnya, soal kebijakan dia memecat anak buah di depan rapat.
Bagaimana pemerintahan bisa berjalan stabil, kalau gonta-ganti
seperti itu.23
‘Ketegangan’ komunikasi dengan Ahok juga dialami informan HD, politisi
Partai Hanura. Sampai – sampai, secara pribadi ia ‘membangkang’ atas keputusan
partainya mendukung Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
22 Wawancara dengan TS, politikus PKS, pada 31 Maret 2017 23 Wawancara dengan AY, politikus PKS, pada 31 Maret 2017.
108
Saya tidak mau dekat dengan Ahok. Saya memiliki jarak dengan
Pak Basuki secara pribadi. Banyak peristiwa yang melatarinya
sehingga saya bersikap seperti itu. Kalau ingin pemerintahan
berjalan baik, komunikasi antara gubernur dan DPRD ya harus baik.
Dia bicara dengan emosi, sehingga yang keluar kata-katanya yang
tidak terkontrol. Lihat aja video-videonya di Youtube. 24
Hamidi lantas memperlihatkan beberapa cuplikan tayangan Ahok di Youtobe
kepada peneliti melalui ponselnya.
Kebijakan partai tempatnya bernaung memang mempengaruhi dinamika
komunikasi informan dengan Ahok. Seperti yang juga dialami informan PS.
Politisi Partai Gerindra ini mengaku sebelumnya dia tak punya kendala
berkomunikasi dengan Ahok. Namun ketika partainya tak lagi mendukung Ahok,
komunikasinya memburuk. Bahkan Prabowo, terang-terangan memprotes gaya
komunikasi Ahok saat memarahi anak buahnya dalam rapat.
Dulu, waktu Ahok didukung Gerindra, komunikasi saya sebagai
orang Gerindra baik. Tapi ketika dia meninggalkan Gerindra, dia
berubah cara berkomunikasinya dengan saya. Saya sering
bertentangan dengan beliau. Pertama karena dia orang yang
emosional, kadang apa yang diucapkan tidak dia pikirkan akan
berdampak negative pada orag lain. Kedua, dia berpikir bahwa
pemerintahan ini digerakan seolah-olah oleh dirinya sendiri, dia one
man show.25
Beberapa informan mengaku komuniasinya dengan Ahok ‘retak’ sejak kasus
‘dana siluman’ APBD DKI Jakarta mencuat. Salah satunya informan MF.
Politikus PPP ini mengungkapkan, komunikasinya sebagai anggota dewan
dengan Gubernur Ahok buntu setelah kasus merebaknya kasus ‘dana siluman’
Komunikasi politik buntu saat kasus angket RAPBD 2015. Muaranya
komunikasi politik dia berbenturan dengan kata-kata kasar yang
diucapkan Ahok, seperti kata begal, maling, rampok, itu ditujukan ke
24 Wawancara dengan HD, politikus Hanura, pada 14 Maret 2017 25 Wawancara dengan PS, politikus Gerindra, pada 13 April 2017.
109
anggota dewan. Kita ingin bangun komunikasi yang baik
berdasarkan prinsip-prinsip kemitraan kerja sesuai dengan fungsi dan
tugas masing-masing. Sesuai dengan UU No. 23 Tentang
Pemerintahan Tahun 2014. Kita ini satu rumah, tapi beda kamar.
Gubernur tidak bisa sendirian menjalankan pemerintahan, perlu
dukungan DPRD, tapi dengan komunikasi begitu, kita sulit
berkomunikasi.26
Hal senada juga terjadi pada informan MU, politisi PKB
Pak Ahok dengan menciptakan berbagai e-, seperti e-budgeting, e-katalog, seolah-
olah Ahok menjadi orang yang paling benar. Mulai dari situ komunikasi kami
tidak harmonis. Padahal sesuai dengan Undang-undang Pemerintahan, eksekutif
dan legislatif setara. Mungkin Pak Ahok punya obsesi berbeda dengan legislatif
sehingga dia naik populeritas dan elektabilitasnya. Kita dijadikan di wilayah
negatif semua, sehingga dia mendapat simpatik dari masyarakat.27
Informan TQ mengaku berteman baik dengan Ahok. Tapi menurut dia, untuk
Ahok tak bisa diajak kerja sama dalam konteks relasi eksekutif dan legislative.
Bahkan dia menilai Ahok sosok yang one man show, yang ingin terlihat berkerja
sendiri dengan membuat musuh bersama. Informan TQ, merasa pengalamannya
berkomunikasi dengan Ahok kurang begitu baik. Dia merasakan ada perbedaan
saat Ahok berkomunikasi dengan anggota dewan dari partai pendukung dan bukan
pendukung.
Hubungan pertemanan saya dengan Ahok baik. Kalau konteks
hubungan kerja, dia one man show. Dia ciptakan musuh bersama
agar tampil seperti pahlawan. Saya juga merasakan ada
perbedaan cara berkomunikasi kepada partai pendukung dan
bukan. Kasat mata tidak kelihatan, tapi rasa sangat terasa.28
26 Wawancara dengan MF, politikus PPP, pada 26 April 2017 27 Wawancara dengan MU, politikus PKB, pada 2 Mei 2017 28 Wawancara dengan TQ, politikus Demokrat, pada 3 April 2017
110
Informan AN melihat tak ada sisi baiknya komunikasi Ahok
dengan DPRD DKI Jakarta.
Sejak awal saya kontra dengan Ahok karena gaya komunikasi dia
tidak pantas, bahasanya kasar, menuduh tanpa bukti. Dia sebut
ada “dana siluman” di RAPBD DKI, tapi tidak pernah
dibuktikan, tapi dewan seolah sudah menjadi tertuduh. Dia juga
sebut DPRD itu perampok, jelas kami terhina. Melihat gaya
komunikasi dia seperti itu, dia tidak bisa jadi teladan umat kalau
masih suka menghina dan memfitnah dewan.29
Informan AL mengakui komunikasinya dengan Ahok lebih banyak bersifat
formal, antara legislatef dan eksekutif.. Subtansi komunikasi sebatas masalah
kebijakan pemrerintah. Menurut AL, Ahok dengan DPRD DKI tidak bangus.
Hari ini kita rasakan Basuki Tjahaja Purnama gagal membangun
komunikasi. Sehingga segala hal atau program yang sangat
subtansi selalu melanggar UU. Contohnya, dia mengatakan, ada
tambahan kontribusi tentang pembangunan. Peraturan Bapenas
tentang pembangunan, bila pemerintah memberikan tanah seluas-
luasnya kepada stakeholder yang diberikan harus kembalikan ada 2
hal. Pertama adalah kewajiban, kedua adalah kontribusi.
Kewajiban itu adalah 43% tanah yang diberikan oleh pemerintah
kepada pengembang untuk dijadikan fasos dan fasum. Kedua
adalah kontribusi 5%. Karena Basuki tidak membangun
komunikasi yang baik, dia melakukan tambahan kontribusi 15%
tidak sesuai dengan regulasi UU No. 30 tahun 2014. Dia bikin
aturan sendiri, pengembang diwajibkan bangun ini, bangun ini.30
4.3.3. Pengalaman Pahit Informan Berkomunikasi Dengan Ahok
Para informan juga memiliki pengalaman pahit saat berkomunikasi dengan
Ahok. Pengalaman pahit itu terungkap sepanjang wawancara dilakukan, meski
demikian, tidak semua informan memiliki pengalaman pahit. Pengalaman pahit
29 Wawancara dengan AN, politikus PAN, pada 3 April 2017 30 Wawancara dengan AL, politikus PPP, pada 5 Juni 2017
111
yang dialamai oleh para informan adalah pengalaman saat berkomunikasi yang
tidak mengenakan. Misalnya, kata-kata yang dinilainya kasar yang diucapkan
Ahok membuat para informan merasa sakit hati. Sebagian besar informan
mengaku punya pengalaman pahit ketika berkomuniaksi dengan Ahok. Bahkan
mereka yang secara umum sebenarnya tak ada masalah berkomunkasi dengan
sang Gubernur pun ternyata juga punya ‘catatan buruk’ atau ‘ganjalan’.
Para informan yang punya ‘cacatan buruk’ antara lain tersinggung dengan
ungkapan - ungkapan Ahok yang dilontarkan ketika kasus dana siluman APBD
DKI Jakarta mengemuka. Bahkan ada informan yang marah besar.
Informan PE mengaku pernah berseteru dengan Ahok karena kemarahanya
tersulut ketika Ahok memplesetkan singkatan DPRD menjadi Dewan Perampok
Rakyat Daerah. Dia sempat mendatangi Ahok dan memberinya saran. Ketua
DPRD DKI Jakarta itu meminta Ahok mengubah gaya komunikasinya.
Informan PE kecewa karena Ahok bisa menerima ketika diberi masukan, tapi
keesokan harinya kembali ke gaya, ‘tabiat’ semula. Konflik antara Prasetio Edi
dan Ahok sempat mengeras. Begitu seriusnya konflik itu, sampai-sampai
Presiden Jokowi turun tangan mendamaikan keduanya.
Kalau dia menyinggung kelembagaan, saya nggak suka. Sampai
saya bilang sama dia waktu itu, perasaan saya, lu nggak ada etika,
kurang ajar, kalau bicara oknum silakan. Yang maling bukan
DPRD. Pembahasan anggaran, kita terbuka untuk umum, siapapun
boleh masuk, siapun boleh nonton. kalau lu nggak suka sama
anggota dewan, ya jangan lembaga yang lu serang. Pada kasus
Dewan Perampok Duit Rakyat, sampai saya didamaikan Presiden
Jokowi. Dia (Ahok) tidak bisa pukul rata semua anggota DPRD
maling, kalau bilang oknum silakan.31
31 Wawancara dengan PE, politikus PDIP, pada 31 Maret 2017
112
Sebutan Dewan Perampok Rakyat juga menyulut kemarahan informan MT.
Politisi Partai Gerindra ini tak bisa menyembunyikan ekspresi kegusaranya ketika
menceritakan hal tersebut.
MT mengaku sekarang dirinya apatis terhadap sikap Ahok, karena
menurutnya apa yang dimunculkan Ahok dengan gaya komunikasinya sebagai
pencitraan.
Saat Ahok sebut ada dana siluman di APBD 2015, DPRD disebut
Dewan Perampok Duit rakyat Daerah. Yang terjadi justru
sebaliknya, Ahok nipu rakyat. Yang terjadi di 2015 bukan seperti
itu, dia mengusulkan APBD di luar kesepakatan, itu kan nipu.
Gubernur memang punya kewenangan menyampaikan APBD
kepada Depdagri, tapi yang disampaikan itu bukan APBD yang
disepakati. Yang bikin siluman tuh dia, bilang DPRD rampok, apa
yang dirampok DPRD? Di sini terjadi kebuntuan komunikasi, pasti
buntu, karena dia menyelenggarakan pemerintahan semau-maunya
dia, kan ada aturan, nggak bisa begitu.32
Informan SY, politikus Hanura, juga merasakan hal yang sama. Namun
berbeda dengan anggota dewan lain, SY lebih memahami mengapa Ahok bicara
seperti itu. Apalagi setelah dia mengetahui background perjalanan hidup Ahok.
Menurut dia, tipical Ahok memang seperti itu.
Saat Ahok sebut Dewan Perampok Duit Rakyat Daerah, semua
sakit, saya juga sakit, kita nggak mau dikatain begitu, kok semua
sama rata. Tapi memang typical dia memang begitu, oh kita tahu, itu
udah karakter dia. Dia berubah setelah tersandung kasus Surat Al
Maidah. Bicaranya lebih santun, tapi tetap tegas. Kalau nggak tegas,
Jakarta nggak bisa rapi, karena di sini berbagai ras, suku, dan agama
hidup berdampingan.33
32 Wawancara dengan MT, politikus Gerindra, pada 3 April 2017 33 Wawancara dengan SY, politikus Hanura, pada 13 April 2017
113
Informan TQ politikus Demokrat, bersuara lantang saat Ahok sebut DPRD
sebagai Dewan Perampok Rakyat Daerah. Menurut dia, ucapan itu bentuk
arogansi Ahok sebagai Gubernur yang tidak mengindahkan pembahasan DPRD.
Hal yang tidak mengenakan saya dan teman-teman di dewan adalah
saat dia menyebut dana siluman di RAPBD 2015 jelas hanya
tuduhan. Dia tidak bisa buktikan itu. Bahkan dia dia juga Dewan
perampok duit rakyat daerah. Itu tidak layak, buat seorang
pemimpin berkata kasar dan men-judge. Makanya kita buat
interpelasi, angket. Saat kita mau naik dengar pendapat, PDIP tidak
mau, interpelasi pun tak jadi karena tidak kuorum. 34
Bukan hanya soal dana siluman dan sebutan angota DPR perampok yang
membuat informan AY, politikus PKS , gusar. Ia juga terusik ketika Ahok
membentak-bentak, menyebut maling, seorang ibu yang mengadu soal Kartu
Jakarta Pintar.
Peristiwa pahit lain yang tidak bisa dia lupakan AY yakni, kegaduhan dalam
mediasi terkait dana siluman APBD 2015 di Kemendagri. Ketika itu kedua belah
pihak, anggota DPRD dan Ahok saling tuding. Ada yang berteriak dan memaki,
rapat deadlock.
Dia sebut DPRD sebagai perampok, kita semua tersinggung.
Seharusnya dia tidak berucap seperti itu. Dampaknya bukan hanya
anggota dewan di DKI saja yang tersinggung, DPRD di daerah pun
marah, karena saat sebut DPRD Perampok, Ahok tak sebut DPRD
DKI. Dalam konteks DPRD DKI, tentu kami marah karena RAPBD
2015 yang dibawa ke Kemendagri bukan hasil pembahasan antara
eksekutif dan yudikatif, tapi versi dia dengan eksekutif. Hingga
akhirnya terjadi konflik.35
Informan AN, politikus PAN juga berpendapat sama bahwa nyaris seluruh
anggota DPRD DKI Jakarta terhina saat lembaganya disebut perampok.
34 Wawancara dengan TQ, politikus Demokrat pada 3 April 2017 35 Wawancara dengan AY, politikus PKS, pada 31 Maret 2017
114
106 anggota terhina disebut Dewan Perampok Rakyat Daerah oleh
Ahok. Saya nggak ngerti, DKI dipimpin oleh rezim seperti ini.
Menurut saya Ahok itu bukan gubernur, tapi dia raja yang hanya
memberi titah. Saya lihat, dia bikin pelanggaran apapun tidak
masalah karena dia punya back up. Pelanggaran terkait RAPBD, dia
menjalankannya dengan menggunakan Pergub, sebab RAPBD yang
diberikan ke Kemendagri olehnya bukan versi kesepakatan dengan
DPRD.36
Bagi informan HD bukan hanya sebutan rampok bagi anggota dewan yang
membuat perasaanya tersinggung. Politisi Partai Hanura ini mengaku dalam
berbagai kesempatan dirinya juga terusik dengan gaya dan ungkapan Ahok.
Dalam kasus dana siluman, kata HD, Ahok seharusnya menyebutnya oknum.
HD mengaku komunikasi dengan Ahok tidak pernah nyaman. Karena Ahok tipe
orang yang suka menyalahkan orang yang dianggap berseberangan dengannya.
Dia menjadikan DPRD sebagai lawan politik, semua anggota legislatif disebut
maling dan rampok.
Dua kali saya melihat komunikasi Pak Ahok kurang begitu bagus
dengan legislative. Satu di acara talk show di sebuah stasiun
televisi, dia mengatakan, maaf, misalnya DPRD taik! Padahal dia
sudah diingatkan oleh pembawa acaranya, tapi dia bilang, nggak
apa-apa, emang DPRD taik! Bahkan dengan mengeraskan instonasi
suaranya. Jelas Saya tersinggung atas ucapannya. Dia bicara
dengan emosional, ibu bisa lihat videonya. Di juga sebut DPRD
rampok. Akibatnya tidak hanya anggota DPRD DKI saja yang
marah, tapi seluruh DPRD se-Indonesia marah.37
Informan MF, politikus PPP, juga mengaku sakit hati ketika Ahok menuduh
DPRD sebagai perampok. Menurut dia, tuduhan itu tak berdasar. MF terusik
dengan tuduhan itu karena dirinya juga seorang pengusaha yang tidak “cari
makan” di DPRD. Baginya, menjadi anggota dewan adalam sebuah pengabdian
36 Wawancara dengan AN, politikus Demokrat, pada 31 Maret 2017 37 Wawancara dengan HD, politikus Hanura, pada 13 April 2017
115
kepada masyarakat, mendengar aspirasi rakyat dan menjadikan mewujudkan
aspirasi itu menjadi sebuah kenyataan.
Dewan Perampok Rakyat Daerah, kalimat Ahok jelas itu
memvonis, men-judge, tidak elok eksekutif mengatakan seperti itu.
Kalau kami salah, proses hukum, jangan mengjudge, menuduh,
emang dia siapa? Dia malaikat. Dia sendiri juga banyak nabrak-
nabrak. CSR dan KLB pakai diskresi. Masih bagus kita nggak jadi
angket. Biar waktu yang menjawab, 19 April kemarin Ahok kalah.
Anehnya lagi, dia juga mencurigai Pokok-pokok pikiran (pokir)
yang merupakan usulan dewan. Kok bisa-bisanya Gubernur
menuduh usulan dewan (pokir) masuk wilayah dana siluman?
Padahal dewan mendapat usulan dari masyarakat melalui reses.
Kalau ada satu dua yang dimaknai untuk mendapatkan proyek,
silakan proses hukum, jangan semua disamakan.38
Hal serupa dirasakan oleh informan dari PKB, AZ.
Saat kasus RAPBD 2015 muncul, statement Ahok sebut DPRD
sebagai Dewan Perampok Duit Rakyat. Kita sempat melontarkan
interpelasi kepada Pak Ahok, tapi gagal. Kita ajukan hak interpelasi
karena Ahok bicara tanpa bukti-bukti. Banyak anggota dewan
mengajukan hak angket.a Mestinya dia bicara oknum, tapi dia kan
bicara secara general anggota DPRD itu perampok. Itu merugikan
dewan, sehingga imej yang terbentuk di masyarakat bahwa DPRD
itu perampok. 39
Informan MU bahkan memprediksi gaya komuniaksi Ahok yang
disebutnya buruk akan berdampak negatif dalam perolehan suara pada
Pilkada DKI Jakarta.
Masalahnya gaya komunikasi Ahok buruk. Orang menghargai
kita, maka kita balik menghargai dia. Kalau ini, sudah
komunikasinya nggak baik, kita tidak dihargai, penuh kecurigaan,
kita selalu disudutkan di wilayah yang salah, padahal kita harus
membahas Perda secara bersama-sama, sebagai eksekutif dan
legisltif. Tapi dia malah sebut anggota dewan sebagai Dewan
38 Wawancara dengan MF, politikus PPP, pada 26 April 2017 39 Wawancara dengan AZ, politikus PKB, pada 3 Mei 2017
116
Perampok Rakyat Daerah? Itu namanya memvonis, menuding,
tidak elok, eksekutif mengatakan seperti itu.40
Yang menarik apa yang terjadi pada informan PS, politisi Partai Gerindra. Ia
sampai mengeluarkan kata – kata kasar merespon ‘ulah’ Ahok dalam sebuah
rapat. Itu merupakan salah satu pengalaman pahitnya dalam berkomunikaksiya
dengan Ahok
Waktu itu saya maki beliau. Saya teriak Gubernur Goblog! Saya
marah gara-gara dia memarahi anak buahnya, walikota Jakarta
Barat, Anas Effendy, di depan kita dalam sebuah rapat besar. Saya
pernah menjadi PNS, kok begitu hinanya sebagai pegawai Pemda,
dimarahi di depan umum, kok kayak tidak ada harganya. Saya
tersinggung, melihat dia seperti itu, saya katakan, Goblog Anda!
Saya emosi ketika teman saya dihina seperti itu. Waktu Ahok
bicara, Pak Anas, Anda mengaku tidak kalau Anda ditekan oleh
DPRD? Dengan nada tinggi. Namanya anak buah kan takut, melihat
hal itu saya lihat pegawai PNS seperti tidak ada harganya.41
Peristiwa lainnya yang membuat PS marah adalah saat Ahok mengajukan
RAPBD 2015 yang tak disetujui DPRD DKI Jakarta ke Kemendagri.
Paling parahnya RAPBD 2015, dimana dia mengajukan APBD ke
Kemendagri yang tidak disetujui oleh dewan. Kita tersinggung. Soal
dana siluman, itu lucu, tidak ada dana siluman. Sampai hari ini dia
tidak bisa membuktikan Rp 12 triliun yang mana?Apalagi waktu itu
kami adalah orang-orang baru yang baru masuk, dikatakan maling
APBD, jelas kami tersinggung. Dewan Perampok Duit Rakyat
Daerah? Saya katakan apa yang kami rampok? Sampai anak saya
marah, ngapain Bapak jadi anggota dewan kalau dihina seperti itu.
Udah periode yang akan datang nggak usah nyalon deh Bapak kalau
masih Pak Ahok. Tapi saya yakin kalah.42
Informan AL menilai Ahok sering ‘menyepelekan’ anggota DPRD DKI
Jakarta sehingga memunculkan kesalahpahaan. Ia mengambil contoh dalam
40 Wawancara dengan MU, politikus PKB, pada 2 Mei 2017 41 Wawancara dengan PS, politikus Gerindra, pada 13 April 2017 42 Wawancara dengan PS, pada 13 April 2017
117
melakukan penertiban pedagang kakli lima (PKL) dan pengggusuran warga,
Ahok tak mengkomunkasikanya ke anggota DPRD.
Padalah kalau itu dikomunikasikan, kita bisa mencari solusi
bersama. Ia tidak main gusur seperti yang kita lihat sekarang ini.
Sehingga hanya lipstick saja orang dipindahkan ke Rusun.
Karena mereka tidak punya kepastian hukum. Kami ingin
membangun komuniaksai yang baik. Apa yang dilakukan pak
Basuki merugikan masyarakat.
4.3.4. Pengalaman Manis Informan Berkomunikasi dengan Gubernur Ahok
Pengalaman manis dalam penelitian ini yakni pengalaman yang menyenangan,
yang menggembirakan dan saling menerima pendapat satu sama lain. Sebagian
informan memiliki pengalaman manis saat berkomunikasi dengan Gubernur
Ahok. Mereka bercerita, berkomunikasi dengan Ahok antara lain membuatnya
banyak belajar bagaimana mengatasi masalah dengan cepat. Tak hanya itu
mereka juga merasa tercerahkan dengan gaya komunikasi Ahok.
Menariknya, sebagian informan yang punya pengalaman manis adalah mereka
yang juga punya pengalaman pahit berkomunikasi dengan Ahok. Namun
sebagain besar informan yang punya pengalaman pahit, mengaku tak punya
pengalaman manis.
Informan PE termasuk yang punya pengalaman legkap, manis dan pahit.
Meski pernah berseteru hebat dengan Ahok, Prasetio Edi mengaku ada saat – saat
nyaman dan enak berkomuniaksi dengan Ahok.
Pengalaman manis saya saat berkomunikasi dengan Ahok, Ahok
mudah diajak bicara, dia menerima saran dan masukan dari saya.
Dia mau dengerin orang ngomong. Saya suka kata-katanya saat saya
118
kritik gaya komunikasinya, dia cuma bilang, mending nggak popular,
tapi masyarakat merasakan pembangunan.43
Informan TS mengaku menemukan sisi positif sosok Ahok, terutama gaya
bicaranya yang to the point. Menurut dia, di saat banyak politikus bicaranya
muter-muter, Ahok langsung pada persoalan. Hal itu dilakukan Ahok, karena ada
niat murni bahwa dia harus menyelesaikan persoalan dengan cepat. Berbicara
dengan Ahok, kata TS, seperti melihat hitam putih, karena semua diungkapkan
dengan jelas tanpa bahasa kiasan.
Pengalaman manis, saya lihat gaya bicaranya to the point, saya suka,
dalam politik kadang kala apa yang diucapkan belum tentu apa yang
dimaksud. Pak Ahok, cenderung mengungkapkan hal-hal pahit dan
manis secara straight to the point. Misalnya, dalam rapat terbatas,
saya melihat Pak Ahok bicaranya to the point.44
Bagi informan AA, Ahok melakukan terobosan dengan gaya komunikasi
politiknya. Menurut dia, para anggota DPRD DKI Jakarta tak kesulitan jika mau
ketemu langsung dengan Ahok.
Ahok, kata AA, juga menghapus sekat antara eksekutif dan masyarakat. Jika
dulu rakyat sulit bertemu Gubernur karena masalah birokrasi, Ahok menhapus
semua hambatan itu. Masyarakat dapat mengadukan persoalannya, pagi-pagi
sebelum Ahok memulai aktivitas kerjanya.
Dia terobos, sekat birokrasinya. Ketemu dengan gubernur gampang.
Kalau saya, mau ketemu Ahok, kapanpun bisa. 5 menit ketemu,
subtansinya sampai, dan yang terpenting ada solusi. Itu yang
dibutuhkan, ada percepatan. Ini peradaban baru, orang sih senang-
senang saja. Apa yang dilakukan oleh Pak Ahok, bukan bagaimana
menyampaikan sesutau, tapi bagaimana kinerjanya. Saya tidak lihat
sampah, banjir seperti dulu sering terjadi. Jakarta dipimpin Pak Ahok
banyak berubah. Hari ini kita melihat gaya komunikasi masyarakat
43 Wawancara dengan PE, politikus PDIP, pada 31 Maret 2017 44 Wawancara dengan TS, politikus PKS, pada 31 Maret 2017
119
memaknai Pak Ahok dengan bunga, artinya masyarakat kehilangan
Pak Ahok yang buat mereka sangat berjasa mengubah Ibukota
menjadi kota yang ramah terhadap warganya.45
Pengalaman manis juga dirasakan informan ST dan JA. Kedua politikus asal
PDIP ini mengaku suka dengan gaya komunikasi Ahok. Apalagi setelah Ahok
tersandung ‘kasus Al Maidah’, bicaranya menjadi lebih santun. Menurut Sereida,
komunikasi dengan Ahok lebih pada kinerja. Ahok perhatian pada masalah
social, masyarakat miskin. Cara mengambil inisiatif untuk memecahkan
persoalan sangat cepat. Jika warganya terbentur persoalan birokrasi, tak segan-
segan Ahok merogoh koceknya, agar persoalan segera tertangani.
Gaya komunikasi Pak Ahok itu mengubah mindset, cara kerja PNS,
dan membangun system. Tidak ada lagi yang nilep dengan system e-
katalog, e-budgeting. Taka da lagi negosiasi. Bahwa kemudian ada
dampak positif dan negatif, itulah kebijakan. Diskusi dengan beliau
itu harus berdasarkan data. Misalnya di RAPBD 2015, kenapa terjadi
kisruh dengan anggota dewan? Itu karena ada pegajuan di uar
anggaran tersebut. Wajar dia mengkritisi, bukan marah. Typical dia
itu lugas, kalau bilang salah dia akan bilang kalau lu salah, udah lu
salah, dia paling tidak suka negosiasi di anggaran.46
Sementara informan JA, melihat Ahok melawan arus ketika banyak politisi
menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan. Itulah yang
menyebabkan sepanjang Ahok memimpin Jakarta banyak pro dan kontra terkait
kebijakannya.
Aku suka gaya Ahok, itu seolah semau gue, tapi apa yang
dilakukannya untuk kepentingan masyarakat. Ketika kisruh masalah
APBD dengan legislative yang menyebabkan serapan anggaran
rendah, tapi Ahok mengajak swasta bangun Jakarta melalui CSR. Dia
itu dipuja dan dibenci. Dipuja oleh rakyat, tapi dibenci oleh
kelompok yang punya kepentingan. Ketika cara ngomongnya
45 Wawancara dengan AA, politikus Golkar, pada 26 April 2017 46 Wawancara dengan ST, politikus PDIP, pada 2 Mei 2017
120
dipersoalkan, Pak Ahok sekarang gaya komunikasinya lebih santun
setelah tersandung kasus Al Maidah.47
Informan SY mengaku selama berkomunikasi dengan Ahok dirinya
mempelajari typical dan karakter yang bersangkutan. Menurut politisi Partai
Hanura ini gaya komuniaksi Ahok tak lepas dari background kehidupannya di
Belitung Timur. Dia pernah menjadi anggota DPRD dan bupati di sana , baru
melompat ke DPR Pusat.
Ahok tipe orang yang suka terus terang. Sebelum deklarasi
(pencalonan sebagai calon Gubernur 2017), dia bilang sama saya, Ji,
bahasa gua memang buruk, gaya bahasa gua begitu, ya maaf gua
nggak bisa kayak pejabat lain harus pura-pura ramah, nggak bisa
gua. Dibalik cara gua, niat gua untuk bangun kota Jakarta. Memang
terbukti, berapa kali kita ganti gubernur, kalinya item, jorok, banyak
sampah, kawasan kumuh banyak, kalau musim hujan kebanjiran,
musim kemarau kebakaran. Dia membuktikan kata-katanya dengan
memabngun Jakarta dengan lebih baik.48
Sedangkan Informan AZ menilai Ahok teman yang mudah diajak bicara.
Cairnya komunikasi dengan Ahok adalah salah satu pengalaman manis politis
PKB ini. Dlam beberapa kesempatan, AZ sering memberi saran agar Ahok
memperbai komunikasinya. Karena dia tahu kisruh antara anggota dewan dan
Ahok salah satunya dipicu oleh cara komunikasi Ahok.
Pak Ahok mudah diajak bicara. Saya pernah ngomong secara pribadi
dengan Pak Ahok dalam suasana informal. Saya minta Beliau untuk
memperbaiki cara berkomunikasi, jangan seenaknya bicara, sebab
kita memiliki masyarakat terdidik, heterogen. Responnya ok, dia mau
perbaiki. Ada beberapa hal yang kadang membuat anggota dewan
kecewa, misalnya ketika membahas sebuah kebijakan denganDPRD
dia setuju, tapi begitu bertemu dengan wartawan, ucapannya menjadi
berbeda, tidak setuju. Pernah kita tanyakan, tapi, sia-sia, karena dia
selalu begitu terus. 49
47 Wawancara dengan JA, politikus PDIP, pada 2 Mei 2017 48 Wawancara dengan SY, politikus Hanura, pada 13 April 2017 49 Wawancara dengan AZ, politikus PKB, pada 3 Mei 2017
121
Yang bawa Ahok ke Jakarta adalah Gerindra. Kita sering ingetin,
tapi dia pura-pura tidak tahu. Waktu belum di posisi Gubernur,
komunikasinya baik, bagus, setelah menjabat keluar asilnya. Saya
melihat cara komunikasi Ahok tak berubah, baik sebelum dan setelah
Pilkada. Kalau ada yang membagus-baguskan gaya komunikasi
Ahok wajar jika dia mendukung Ahok di Pikada. Komunikasi saya
dengan Ahok tidak bagus, teman dewan lain juga mayoritas sama.
Bukti bahwa komunikasi Ahok dengan DPRD buruk adalah
munculnya hak angket. Tidak mungkin ada hak angket kalau
komunikasi Gubernur bagus.50
Sebagian besar informan tak punya pengalaman manis, indah, berkomunikasi
dengan Ahok. Malahan ada informan yang pernah berteman baik dengan Ahok
belakangan komuniaksinya mampet setelah partainya tak mendukung Ahok
dalam Pilkada 2017.
Informan MT contohnya. Dulu ia punya hubungan cukup dekat dengan
Ahok, komunikasi lancar. Belakangan komunikasi keduanya buntu setelah Ahok
meninggalkan Partai Gerindra.
Selebihnya, informan lain mengaku tak punya pengamalan manis
berkomunikasi dengan Ahok, terutama karena gaya komunikasi yang
dikembangkan sang gubernur. Pernyataan informan TQ, politikus Partai
Demokrat, ini adalah gambaran umum mereka yang tak punya pengalaman
manis.
Peristiwa manis, nyaris tidak ada. Komunikasi saya biasa, hubungan
pertemanan baik. Kalau konteks hubungan kerja, ya itu tadi, dia itu
tipe one man show. Banyak hal terkait kebijakan dijalankan dan
diputuskan sendiri.51
50 Wawancara dengan MT, politikus Gerindra, pada 3 April 2017 51 Wawancara dengan TQ, politikus Demokrat, pada 3April 2017
122
4.3.5. Interpretasi Informan Mengenai Diksi yang Dipakai Ahok Saat
Berkomunikasi
Sudah menjadi pengetahuan umum, dalam berkomuniaksi Ahok kerap kali
menggunakan pilihan kata, diski, yang tak lumrah umumnya pejabat publik. Pada
suatu kesempatan ia menggunakan bahasa gaul anak muda, lho –gue. Pada
kesempatn lain, Ahok menggunakan kata yang vulgar, bahkan kurang sopan
untuk ukuran seorang pejabat.
Diksi adalah bagian dari gaya komuniaksi Ahok yang khas. Nah, para
informan menginterpretasikan secara beragam mengenai diksi Ahok dalam
berkomuniksasi. Sebagian menganggap hal itu biasa saja. Sebagian lagi
memandang itu ada sisi baiknya. Sebagian yang lain menilai hal itu tak pantas
dilaukan pejabat public. Menariknya, yang terekam kuat di benak para informan
yakni pilihan kata Ahok yang ‘kasar’ seperti rampok, begal, maling, sikat, taik.
Informan SY memandang diksi yang dipilih Ahok itu semata untuk
mengubah mental dan mindset PNS. Dengan pilihan diksi yang kasar, kata SY,
Ahok ingin menyampaikan pesan politiknya untuk sama-sama membangun
Jakarta dengan mindset yang baru, bekerja untuk rakyat, saatnya melayani rakya,
bukan dilayani rakyat.
Memang tidak enaknya saat dia ngomongnya nyablak, bahasanya
kasar, rampok, maling. Kita merasa tidak enak karena kita tidak
biasa dengar gaya bahasa seperti itu. Saking banyaknya masalah di
Jakarta, dia bilang saja rampok, mungkin karena dia pusing. Dibalik
itu kita harus fair menilai dia, buktinya banyak pembangunan jalan.
Dengan bahasa yang kasar, dia itu sedang menciptkan fondasi,
charater building-nya harus dibentuk dulu, kalau nggak korupsi
tetap merajalela. Nanti, kalau Ahok nggak terpilih, siapapun yang
jadi pemimpin Jakarta, malu kalau tidak mampu menjadi pemimpin
yang bersih dan tegas. Ahok itu udah kayak anjing herdernya
123
Jakarta. Penjaga uang Jakarta, nggak boleh ada yang main. Jadi apa
yang sudah dibuat Ahok adalah fondasi, standar ukuran.52
Perasaan tak enak juga dirasakan informan PE. Namun walau sempat marah
ketika Ahok menuding DPRD sebagai Dewan Perampok Rakyat Daerah, PE
melihat kata – kata kasar Ahok ada ‘manfaatnya’
Saya pernah bicara langsung sama Ahok, saya bilang, kalau lu
menyinggung masalah kelembagaan gua nggak suka. Kalau lu
bilang oknum saya nggak apa-apa, jadi bukan semua. Dia
ngomongnya agak kasar, bahasa yang dipilihnya maaf misalnya
bahasa kebun binatang atau toilet, itu gayanya saat dia marah. Itu
menunjukkan dia tidak kompromi dengan korupsi, saya suka.
Intinya, bahasa kasarnya itu kan untuk mengubah mindset, lu mau
coba-coba maling, udah bukan saatnya. Kata-kata itu diucapkan
Ahok kan agar orang tidak lagi bermain-main dengan anggaran.53
Senada dengan PE, informan TS tidak masalah dengan diksi Ahok.
Pilihan diksi, lu, gue, menuding nggak masalah, tapi diksi seperti itu
tidak melulu positif. Sebenarnya dari aspek subtansi, pembahasan
anggaran tidak masalah, tapi statement ‘anggaran siluman
dimunculkan lagi, tapi realisasinya tidak ada. Karakter Ahok seperti
itu, emosional, kadang adem, kadang meledak-ledak. Menghadapi
tahun politik, suhu emosional biasanya memanas.54
Informan BB juga tak mempersoalkan pilihan kata Ahok. BB tak terbawa
arus ketika banyak pihak memojokkan Ahok ketika dia menyebut maling
seorang ibu yang menanyakan Kartu Jakarta Pintar (KJP).
Apa yang keluar dari mulut Ahok, terutama bahasa kasarnya, kata
dia, sebenarnya untuk pembelajaran bagi kita (anggota DPRD DKI
Jakarta) dan masyarakat. Ya sudah. Kita berat menerima
konsekuensi perubahan, kita ingin berubah, tapi konsekuensi
perubahan itu kita nggak sanggup menerimanya. Ceritanya aja mau
berubah, Jakarta lebih baik, Jakarta bebas pungli, kena maki dikit
marah. Syukur dia masih maki, coba di Singapura lakukan itu,
masuk penjara. Di agama manapun disebutkan bahwa maling itu
52 Wawancara dengan SY, politikus Hanura, pada 13 April 201 53 Wawancara dengan PE, politikus PDIP, pada 31 Maret 2017 54 Wawancara dengan PE, politikus PDIP, pada 31 Maret 2017
124
mengambil barang orang tanpa izin. Tapi kita lebih suka
menjabarkannya dengan, Anda jangan dong mengambil barang
orang tanpa izin, itu nggak baik. Saya setuju dengan ucapan dia. 55
Informan AA juga menilai diksi atau bahasa yang dipakai Ahok saat
berkomunikasi adalah semata-mata untuk mengubah mindset pegawai negeri dan
rakyatnya. Bahasa yang dipakai Ahok, yang dinilai sebagai orang kasar, menurut
AA, harus dimaklumi karena bahasa terbentuk oleh lingkungan.
Cara berbahasa seseorang juga harus dimaklumi, karena bahasa
terbentuk oleh lingkungan. Sehingga kita harus memahami,
memaklumi bahwa semua orang punya perbedaan. Jangan
perbedaan itu jadi perselisihan. Siapapun dia, menyampaikan
apapun dengan bahasa apapun, tapi karena korelasinya dengan
tugas menguntungkan rakyat atau tidak? Kalau bahasanya tidak
santun, kasar, dia bisa memperbaiki. Kenapa dia santun, kenapa dia
kasar? Pertama latar belakang, kedua, tipycal, dia ingin
menyampaikan sesuatu, tapi tidak ada jalan lain, sehingga harus
dengan bahasa kasar tapi untuk kebenaran, untuk kepentingan
rakyat.56
Bagi informan ST, diksi yang dipakai Ahok sangat tepat. Sebab tujuannya,
kata dia, bukan untuk menyinggung perasaan orang lain. Tapi untuk membangun
Jakarta lebih baik, tanpa kompromi terhadap ‘permainan’ anggaran. Sereida
melihat, mereka yang tersinggung dengan kata – kata Ahok adalah mereka yang
punya kepentingan, yang tak sejalan dengan kebijakan Ahok.
Persoalan bahasa, budaya kita belum terbiasa menyatakan yang benar,
benar, yang salah, salah. Sehingga kita sering mentolerasi hal-hal
salah. Pak Ahok bicaranya straight to the point. Dia juga tegas. Dia
bersikap begitu untuk mengubah mindset, cara kerja, sehinga Pak
Basuki membangun system. Taka da lagi PNS nilep dengan system e-
katalog, e-budgeting. Tak ada lagi negosiasi. 57
55 Wawancara dengan TS, politikus PKS, pada 31 Maret 2017 56 Wawancara dengan AAi, politikus Golkar, pada 26 April 2017 57 Wawancara dengan ST, politikus PDIP, pada 2 Mei 2017
125
Informan JA tak ada masalah dengan pilihan kata Ahok yang dipersoalkan
oleh banyak orang. Dia juga mengaku tidak tersinggung karena tak merasa
tertuduh, misalnya dengan tudingan ‘rampok’, ‘begal’, ‘maling’ yang dilontarkan
Ahok.
Ahok itu ngomongnya tembak ditempat, tidak suka dengan bahasa
yang mengayun. Kalau dia bilang nggak, dia bilang nggak bisa. Di
bilang DPRD Dewan Perampok Daerah, dia bilang begitu secara
umum, biarin aja. Dia sebut ada dana Siluman di RAPBD 2015, saya
yakin dia bicara begitu ada dasarnya, karena saya tak merasa, masuk
kuping kiri keluar kuping kanan, ya biarin saja, saya tidak
tersinggung. Dia sebut maling sama seorang ibu di kasus KJP, biarin
saja kalau faktanya begitu. Kalau ngomong instonasinya keras, itu
memang selling point dia, , itu cara dia menyampaikan ketegasannya.
Masyarakat toh juga suka gaya seperti itu. Yang penting kan
kinerjanya sangat bagus, buktinya pembangunan dimana-mana.58
Sejumlah informan menilai pilihan kata Ahok tak elok untuk seorang
pemimpin. Karena, menurut mereka, banyak pihak yang tersinggung. Beberapa
informan bahkan menyarankan Ahok sebaiknya menyampaikan pesan politik
dengan bahasa yang baik agar feedback-nya juga baik.
Informan TQ memandang, diksi yang dipilih Ahok hanya untuk menaikkan
popularitas dan mencitrakan dirinya tegas.
Pilihan diksinya tidak proper, tidak patut, dan tidak pantas diucapkan
oleh seorang pemimpin. Bahasanya kasar, karena dia merasa benar
sendiri, hebat sendiri, dan cenderung psikopat, menjatuhkan orang lain
untuk pencitraan, lebih banyak jaimnya. Kalau ada yang bilang Ahok
berkata kasar karena dia itu tegas, menurut saya, tegas kalau nabrak
aturan buat apa? Contohnya, penggunaan dana non budgeter. Kalau
konteks corporate government, dananya jangan masuk Ahok Center,
Tak ada makan siang gratis.59
58 Wawancara dengan JA, politikus PDIP, pada 2 Mei 2017 59 Wawancara dengan TQ, politikus Partai Demokrat, pada 3 April 2017
126
Persepsi negatif atas diksi yang digunakan Ahok juga muncul dari informan
PS Politisi Partai Gerindra ini menilai banyak kata – kata yang tak pantas
diucapkan seorang pejabat public seperti Ahok.
Sangat kasar pilihan bahasa atau diksinya. Karena dia bicara kasar
sama anak buahnya, saya goblokin dia. Itu bagian dari saya
mengingatkan dia untuk tidak sembarang bicara. Gara-gara sering
berseberangan, berapa kali dia nantang saya, Prabowo coba diperiksa
kekayaannya, saya jawab, oh silakan saja. Waktu itu gara-gara saya
bicara keras soal Sumber Waras. Saya malah balik nantang, ayo kita
sama-sama buka-bukaan harta kekayaan kita. Silakan. Biar ketahuan
siapa yang salah dan benar. 60
Informan MU juga mempersepsikan negatif diksi yang dipakai Ahok saat
berkomunikasi, Menurut dia, dengan pilihan diksi yang ‘kasar’, Ahok ingin
memperlihatkan dirinya hebat dengan menyudutkan pihak lain (DPRD, KPK,
Kemendagri, dan masyarakat). Sehingga dia selalu mencurigai usulan anggota
DPRD.
Gaya komunikasi Ahok buruk, dia sering menuding-nuding
warganya, menyalahkan dewan. Dalam kasus seorang ibu yang
disebut Ahok, ibu maling. Itu terlihat sekali bagaimana Ahok bicara
dengan emosi. Nada bicaranya keras dan tuduhannya menyakitkan.
Sangat tidak elok pemimpin mengatakan seperti. Secara manusiawi,
kita marah. Apalagi saat dewan dimediasi oleh Kemendagri dalam
kasus RAPBD 2015, Dia memarahi anak buahnya dengan nada suara
yang keras, kalimat yang men-jugde, di depan anggota dewan. Ini
jelas menyakitkan orang yang disudutkan. Kalau Pak Ahok, cara
komunikasinya sudah curiga dulu sama dewan, padahal kita tahu
komunikasi itu sangat vital.61
Informan AY melihat pilihan kata Ahok dalam berkomunikasi tak lepas dari
karakternya yang temperamental dan emosional.
Semua institusi dituding salah dengan bahasa yang kasar. Harusnya
gaya temperamental, penggunaan bahasa kasar diubah agar tak
60 Wawancara dengan PS, politikus Partai Gerindra, pada 13 April 2017 61 Wawancara dengan MU, politikus PKB, pada 2 Mei 2017
127
melukai pihak lain karena seorang pemimpin harus mampu
membangun komunikasi dengan semua pihak.62
Informan HD juga berpandangan kata-kata kasar yang dilontarkan Ahok
membuat banyak orang tersinggung.
Dalam pelajaran etika, ada budi pekerti, pimpinan orang yang
dihormati, harus berprilaku santun. Cara menyampaikan kebijakan
boleh tegas tapi santun. Bukan tegas tapi kasar. Ahok kan
menggunakan bahasa lisannya dengan pilihan kata-kata kasar.
Sebetulnya itu tidak harus terjadi. Kalau bicara pemerintahan, itu
merupakan kerja sama antara gubernur dan DPRD. Sehingga Kalau
ingin pemerintahan bisa baik, komunikasi antara gubernur dan DPRD
harus baik.63
Di mata informan MF, Ahok sengaja menggunakan kata – kata kasar untuk
menyerang lawan politiknya. Bahkan Ahok, menurut dia, suka meremehkan
pokok-pokok pikiran anggota dewan saat menyusun RAPBD. Ahok juga dinilai
bicaranya serampangan dan tidak konsisten sehingga membuatnya antipasti.
Contoh Ahok tidak konsisten, menurut MF, Ahok suka bicara hal yang berbeda,
meski subtansinya sama. Misalnya, ke dewan dia bicara setuju, begitu ketemu
wartawan, dia bilang belum setuju.
Kita punya aspirasi berbentuk pokok pikiran, misalnya ketika lihat
jembatan rusak, tolong diperbaiki, itu usulan. Sering dia anggap
pokir itu seolah-olah dewan meminta proyek, itu tudingan yang
kasar. Bahasa kebun binatang dan toilet keluar dari mulutnya. Itu
kan bahaya, dan kasar sekali, seperti dia bilang, maling, rampok,
dana siluman, gua buka taik-taik itu! saat talk show di acara
televisi. Lihat karakter kayak gini saya juga muak. Dia juga tidak
konsisten, ke dewan bicara setuju, di depan wartawan menjadi
tidak setuju.64
62 Wawancara dengan AY, politikus PKS, pada 31 April 2017 63 Wawancara dengan HN, politikus Hanura, pada 13 April 2017 64 Wawancara dengan MF, politikus PKB, pada 26 April 2017
128
Meski mengaku punya gubungan dekat dengan Ahok, Informan AZ mengaku
tak nyaman dengan kata – kata Ahok yang disebutnya kasar.
“Dana siluman itu salah dan itu tudingan yang kasar tanpa dasar.
Toh, Sampai sekarang Ahok nggak bisa buktikan. Tuduhan tidak
berdasar, tapi opini public terbentuk DPRD jelek? Kita kecewa, kita
dianggap sebagai wakil rakyat yang tidak berkerja untuk rakyat.
Yang tadinya konstituen simpati dan percaya, jadi kecewa sama
dewan. Mestinya gubernur tidak boleh bicara sekasar itu, seperti dia
sebut DPRD rampok, maling, itu kan pilihan diksi yang kasar yang
membuat semua anggota dewan sakit hati dan kecewa. 65
AN juga tak suka saat DPRD disebut rampok. Tuduhan itu dinilainya tanpa
dasar, dan hingga kini dia tak bisa membuktikan kata-katanya. Akibat tuduhan
Ahok pada dewan, maka dewan pun mendapat stigma jelek, buruk dan cenderung
koruptif dari masyarakat. Menurut AN, Ahok sudah menang dalam membuat
opini bahwa anggota dewan itu stigmanya buruk, tak becus bekerja untuk rakyat.
Kata-kata maling, rampok itu bahanya kasar, dan artinya dia
menghina, menuding, dan memfitnah dewan. Dana siluman yang
keluar dari mulut Ahok itu juga fitnah, perlu dibuktikan. DPRD
disebut Dewan Perampok Duit Daerah, itu jelas menuding, 106
anggota dewan marah. Saya nggak ngerti, keadilan macam apa, DKI
dipimpin rezim seperti ini.66
Menurut Informan MT, pilihan kata Ahok yang menurutnya ‘tak pantas’
menjadi pemicu utama mampetnya komunikasi antara eksekutif dn legislatif di
DKI Jakarta. MT bercerita, dirinya sudah berupaya mengingatkan Ahok tapi tak
dihiraukan.
Gaya komunikasi Ahok kasar, bahasanya juga kasar, rampok,
maling, semua keluar dari mulut Ahok. Saya lihat sebelum dan
setelah Pilkada, gayanya nggak berubah, ketika di wawancara sama
televisi, dia tak ada penyesalan soal Almaidah, di ulang terus,
65 Wawancara dengan AZ, politikus PKB, pada 3 Mei 2017 66 Wawancara dengan AN, politikus Partai Demokrat, pada 3 April 2017
129
dimana perubahannya? Akibat bahasa yang kasar yang diucapkan
Ahok, dampaknya adalah kebuntuan komunikasi dengan DPRD.67
AL menilai, kata-kata yang disebutkan Ahok, seperti rampok, maling, dana
siluman, DPRD taik, tidak bisa menjadi contoh yang baik bagi seorang
pemimpin. Dia khawatir Ahok justru memberi contoh tidak baik pada generasi
penerus.
Masa depan anak-anak kita harus dijaga, ketika seorang pemimpin
bicara tidak substansi dengan persoalan-persoalan social,
kemaslahatan, ini tidak bisa ditiru. Pemimpin seperti ini memang
tidak patut dipilih lagi. Seorang pemimpin harus beri contoh
komunikasi yang baik, tidak boleh bicara kasar, karena kita orang
melayu. Ahok sebut DPRD Dewan Perampok Rakyat Daerah, itu
salah satu komunikasi Ahok yang tidak baik. Menuding dan harus
dibuktikan. Tahun 2015, Ahok katakan DPRD rampok, maling dan
ada dana siluman 12,1 Triliun, sampai hari ini tidak bisa dibuktikan. 68
4.3.6. Interpretasi Informan Terhadap Gaya Komunikasi Politik Ahok
Dari pengalaman anggota dewan berkomunikasi dengan Ahok, muncul
interpretasi atau pemaknaan para informan mengenai gaya komunikasi politik
Ahok. Di dalamnya tercakup diksi, bahasa tubuh, instonasi dan ekspresinya
ketika Ahok berbicara.
Menurut Norton (1983) gaya komunikasi dibagi menjadi sepuluh, yaitu (a)
Dominan, komunikator dominan dalam berinteraksi. Orang seperti ini cenderung
ingin menguasai pembicaraannya; (b) Dramatic, Dalam hal berkomunikasi
cenderung berlebihan, menggunakan hal-hal yang mengandung kiasan,
67 Wawancara dengan MT, politikus Partai Gerindra, pada 3 April 2017 68 Wawancara dengan AL, politikus PPP, pada 5 Juni 2017
130
metaphora, cerita, fantasi dan permainan suara; (c) Animated Expresive,
komunikator cenderung menggunakan bahasa nonverbal untuk memberi warna
dalam berkomunikasi, seperti kontak mata, ekspresi wajah, gesture dangerak
badan; (d) Open, komunikator bersikap terbuka, ramah tamah, gregarious, tidak
ada rahasia dan approachable, sehingga timbul rasa percaya dan terbentuk
komunikasi dua arah; (e) Argumentative, komunikator cenderung suka
berargumen dan agresif dalam berargumen; (f) Relaxed, komunikator lebih
tenang, sabar dan menyenangkan; (g) Friendly,komunikator mampu bersikap
positif dan saling mendukung terhaap oranglain; (h) Attentive, Komunikator
berinteraksi dengan orang lain demgan menjadi pendengar yang aktif, empati dan
sensitive; (i) Precise, komunikator lebih fokus pada ketelitian, dokumentasi dan
bukti dalam informasi dan argumentasi; dan (j) Impression Leaving, Kemampuan
seorang komunikator dalam membentuk kesan pada pendengarnya.69
Para informan mengemukakan gaya komunikasi Ahok sangat ekspresif,
temperanmental, emosional, mudah marah, meledak-ledak, straight to the point,
blak-blakan, ceplas-ceplos, tanpa tedeng aling-aling.
Mereka, para informan, tak seragam menginterpretasikan gaya komunikasi
politik Ahok. Informan PE, misanya, melihat gaya komunikasi Ahok adalah
bagian dari karakter Ahok yang susah diubah
Memang dia ngomongnya ceplas-ceplos, itu karakter dia, tapi
sekarang (masa kampanye Pilkada) komunikasinya sudah mulai
banyak berubah. Sekarang ada yang mengkoreo. Kalau dulu,
merespon sesuatu dia langsung nyemprot dan ngomongnya,
bahasanya sembarangan. Waktu saya ingetin soal gaya bicaranya, dia
69 D.D Cremer , How Self Relevant is Fair Treatment? Social Self Esteem Moderates Interactional Justice Effects (Social Justice Research,Vol.17, 1997) Hal.4
131
bilang di hati dia nggak mau begini, tapi yang diucapkan jedut. Baru
nanti sadar lho kok saya ngomong begitu.70
Informan SY mengaku menyukai ekspresi Ahok dalam berkomunikasi. Dia
menilai Ahok bicara apa adanya, tidak suka basa-basi. Dibalik ekspresi Ahok,
SY melihat dia adalah tipe pekerja keras, cerdas, lugas, dan spontan. SY terkesan
ketika Ahok mengatakan dirinya pelayan rakyat, bukan gubernur yang harus
dihargai.
Dia melakukan itu untuk mengubah mindset, mental pejabat yang
selalu ingin diladeni, dihargai, dan dihormati. Ahok itu ngomongnya
spontan, tidak suka berbasa-basi. Kalau suaranya keras, karena latar
belakangnya dia tinggal di Belitung Timur, di mana hutan belukar
masih luas, di kawasan tambang timah, kalau suaranya keras itu
karakter. Kalau nggak keras, Jakarta nggak bisa rapi kayak
sekarang.71
Gaya Ahok saat berbicara juga direspon positif informan BB. Dia melihat
gaya Ahok dibutuhkan oleh Jakarta, yang penduduknya heterogen. Menurut BB,
gaya itu menggambarakan dia tidak takut pada siapapun dalam menegakkan
kebenaran.
Dia kalau ngomong straight to the point, blak-blakan, kadang ceplas-
ceplos. Gayanya saya suka. Saya analogikan, polisi Medan nangkap
pengendara sepeda motor. Semua memang lengkap, tapi gayamu aku
nggak suka. Orang sebrengsek apapun biar aja, kalau 75% rakyat
Jakarta puas, kita mau bilang apa. Gubernur sebelumnya memenuhi
harapan mereka, tapi apa memenuhi pembangunan rakyat.72
Informan AA juga oke – oke saja dengan gaya komunikasi Ahok, yang to the
point dalam menyampaikan pesan politiknya. Menurut politisi Golkar ini, setiap
orang punya karakter sendiri yang mewarnai style berkomunikasi mereka.
70 Wawancara dengan PE, politikus PDIP pada 31 Maret 2017 71 Wawancara dengan SY, politikus Hanura, pada 13 April 2017 72 Wawancara dengan BB, politikus Nasdem, pada 13 April 2017
132
Ada sesuatu yang baru yang dia tampilkan, tidak menjadi kebiasaan
orang-orang politik dan birokrat sebelumnya. Ada kekagetan pasti
karena tidak biasanya, tapi bisa difahami. Sebenarnya Gubernur
sebelumnya, gaya komunikasinya lumayan menarik, tapi tidak
terekspos. Jadi gubernur itu di DKI ini dengan berbagai
permasalahannya, otaknya nggak pecah saja sudah bagus, kadang-
kadang dia meledak. Gubernur sebelumnya juga kayak gitu, sama,
tapi tidak terekspos.Walaupun kontroversi, yang dipersoalkan hanya
gaya komunikasinya, tapi leadership-nya bagus.73
Informan ST meyakini Ahok punya alasan mengapa dia memilih gaya bicara
meledak-ledak, mungkin karena kelompok yang dihadapinya berseberangan
dengan gayanya dia memimpin. Menurut ST, persoalan Jakarta yang
complicated, harus dibenahi dengan gaya kepimpinan yang tegas. Ketegasan
Ahok, kata dia, tak hanya tercermin dari ekspresinya ketika bicara, tapi juga dari
kinerjanya. Sebagian masyarakat suka dengan ekspresi dia seperti itu.
Tipycal Beliau itu khas saat bicara, kalau salah, ya udah akui lu
salah. Kalau penyampaiannya tidak tegas, akan terjadi negosiasi. Pak
Basuki pernah jadi bupati, anggota DPR, dia faham soal anggaran.
Mungkin dia pikir, ngapain saya harus negosiasi di anggaran. Jika
saat bicara ada nada-nada tinggi, ya namanya orang marah, ya
nadanya pasti marah. Tapi marahnya dia bukan tanpa sebab, pasti ada
pemicunya.74
Senada dengan sejawatnya, Informan JAd juga menyukai gaya komunikasi
Ahok yang khas. Menurut dia, Ahok melakukannya karena ingin mengubah
mindset dan mental pegawai maupun pejabat yang ingin dihargai, tapi tak terlihat
kerjanya. Gaya Ahok, kata JA, adalah selling point seorang Ahok dalam
memimpin Jakarta dan rakyat Jakarta suka.
Gaya Komunikasi politik Pak Ahok itu blak-blakan, straight to the
point, ceplas-ceplos, tembak ditempat, tidak suka dengan bahasa
yang mengayun. Kalau ya dia bilang nggak, dia bilang nggak bisa.
73 Wawancara dengan AA, politikus Partai Golkar, pada 26 April 2017 74 Wawancara dengan ST, politikus PDIP, pada 2 Mei 2017
133
Tidak pernah basa-basi, kasar, itu nilai tambahnya. Masyarakat juga
suka gaya itu. Dia ngomong tidak pernah berpikir dampaknya.
Karakternya memang keras, bahasanya kasar, instonasinya keras, itu
selling point dia. 75
Informan TS, mengkritisi gaya komunikasi Ahok. Friksi tajam anggota
DPRD DKI Jakarta dan Ahok, menurut dia, dipicu gaya komunikasi politik sang
Gubernur. Seharusnya Ahok mempertimbangkan etika dalam berkomunikasi
dengan pihak manapun, baik masyarakat maupun dengan anggota dewan.
Pak Ahok komunikasinya cenderung straight to the point.
Karakternya emosional, kadang kalem, kadang meledak-ledak. Gaya
komunikasi politik seperti itu tidak tepat untuk sepanjang waktu. Kita
pernah punya pemimpin yang tegas dengan gaya komunikasinya
yang khas. Seperti Ali Sadikin, setahu saya dia tidak memarahi anak
buahnya di depan umum. Pak Ahok dari awal sampai akhir,
memarahi anak buahnya di depan rapat, baik rapat internal maupun
eksternal. Gaya seperti itu tidak melulu positif. Publik rada kecewa
dengan Pak Ahok ada, tapi yang puas juga ada. Sekarang public
makin dewasa menilai.76
Informan MT secara terbuka menyatakan dirinya tidak menyukai gaya
komunikasi politik Ahok. Ketika sebagian anggota dewan menilai gaya Ahok
menunjukan yang bersangkutan tegas, MT justru sebaliknya. Ia mempertanyakan
ketegasan Ahok. MT mencontohkan, Ahok pernah menyebut maling seorang ibu
dalam kasus KJP. Belakangan aturan KJP diubah, boleh ditarik tunai.
Lalu dimana tegasnya. Sekarang ada KJP boleh beli daging. Ahok
itu bukan tegas, tapi dia ngotot mempertahankan kemauannya dan
kesalahannya. Gaya komunikasi Ahok buruk, tidak sopan, belum ada
sisi baiknya. Yang dianggap berseberangan dia lawan. Saya yang
bawa Ahok lewat Gerindra ke sini (menjadi wagub), bukan PDIP.
Aslinya baru ketahuan sekarang. Dulu tuh dia umpetin keasliannya.
Sekarang belaga. Saya sering kasih saran, mulut lu jaga, lu kadang-
kadang lupa sebagai gubernur.77
75 Wawancara dengan JA, politikus PDIP, pada 2 Mei 2017 76 Wawancara dengan TS, politikus PKS, pada 31 Maret 2017 77 Wawancara dengan MT, politikus Partai Gerindra, pada 3 April 2017
134
Senada dengan MT, TQ juga menilai ekspresi Ahok yang meledak-ledak
saat bicara kurang bagus untuk seorang pemimpin. Dia juga tidak melihat gaya
yang Ahok sebagai bentuk ketegasannya dalam memimpin Ibukota.
Tegas sama kasar beda. Tegas kalau nabrak aturan buat apa. Sampai
sekarang saya tidak melihat sisi baik dari gaya komunikasi
Ahok.Malah saya melihat ekspresinya saat dia ngomong sangat
buruk, tidak patut. Ahok sebaiknya jaga mulutnya, jaga congornya.
Jangan merasa benar sendiri, hebat sendiri. Dengan ekspresi
meledak-ledak seperti itus, saya pikir Ahok cenderung psikopat,
karena lebih banyak jaimnya untuk pencitraan.78
Informan AY punya catatan khusus mengenai gaya komunkasi Ahok yakni
kegagalannya menahan emosi. Kelewat temperamental. Selain teriakan maling
pada ibu – ibu dalam kasus Kartu Jakarta Pintar, AY, mengingat betul Ahok
memarahi bawahanya dalam rapat dengan DPRD membahas APBD 2015 yang
difasilitasi Kemendagri. Menurut dia, sebagai pemimpin Ahok semestinya
mengubah gaya komunikasinya.
Gaya komunikasinya temperamental, emosional, kata-katanya kasar,
akibatnya banyak membuat orang lain tersinggung. Tipenya one man
show. Harusnya gaya temperamentalnya diubah karena dampaknya
banyak melukai hati orang lain. Jangan merasa benar sendiri, sebagai
pemimpin yang baik, harus mampu membangun komunikasi dengan
semua pihak.79
Anggota dewan lainnya, informan HD juga berpandangan sama dengan AY.
Komunikasinya nggak bagus. Emosional, bicara dengan instonasi
suara yang keras dan pilihan kata-katanya kasar. Dia bicara dengan
emosi, Ibu bisa lihat videonya. Itu bicara dengan emosi, sehingga
sering keluar kata-katanya tidak terkontrol. Pemimpin harus tegas,
tapi bukan berarti kita harus kasar.80
78 Wawancara dengan TQ, politikus Partai Demokrat, pada 3April 2017 79 Wawancara dengan AY, politikus PKS, pada 31 Maret 2017 80 Wawancara dengan Hamidi, politikus Partai Hanura, pada 13 April 2017
135
Informan PS juga menilai gaya komunikasi Ahok kurang baik untuk
seorang pemimpin. PS mengaku tak sreg dengan cara Ahok menjatuhkan mental
anak buahnya dengan cara memarahinya di dalam rapat. Mantan pejabat DKI
Jakarta ini sangat tidak suka dengan gaya Ahok. Dia merasa betapa tidak
berharganya seorang PNS dimarah-marahi, ditekan di depan rapat.
Gaya komunikasi Ahok tidak elegan, spontan, seenak udelnya,
ceplas-ceplos, blak-blakan, apa yang dikatakan belum tentu yang dia
pikirkan. Asal ceplos saja. Komunikasinya jelek sekali. Dia bukan
politikus, kalau politikus dia bisa dekati banyak orang. Kalau jelang
Pilkada gaya dan ekspresi Ahok berubah, itu diciptakan pada kondisi
mendesak, misalnya dia lebih santun, saat tersandung kasus Al
Maidah, dia juga lebih hati-hati bicara. Saya yakin kalau terpilih lagi,
dia akan kembali seperti semula, karena itu karakter dia.81
Informan MF melihat gaya komunikasi Ahok itu adalah bagian dari
karakternya. Politsi PPP ini melihat, menjelang Pilkada 2017 Ahok tampil lebih
santun, itu hasil polesan konsultan politiknya.
Jelang Pilkada, kejadian Almaidah 51, dia memang mulai berubah. Tapi
saya lebih percaya omongan Jokowi, waduh saya capek, habis saya ingetin
dia begitu lagi. Kalau terlihat lebih santun, itu dipoles oleh konsultan
politiknya. Ahok ingin memperlihatkan dirinya hebat, baik, sambil
menyudutkan dan menyalahkan orang lain (DPRD, KPK, Kemendagri,
dan masyarakat). Dia kan pernah bilang, Dia juga ngomongnya asal
ceplos, blak-blakan, straight to the point. Ketika berfriksi dengan DPRD,
dia bilang, Haji Lulung gua lawan? 82
Informan MU tidak suka gaya komunikasi Ahok, terutama kebiasannya
menuding-nuding orang yang dianggapnya salah. Ketika Ahok menyebut maling
seorang ibu dalam kasus Kartu Jakarta Pintar (KJP), MU marah. Menurut dia,
tidak elok seorang pemimpin mengatakan seperti itu kepada rakyatnya. Gayanya
81 Wawancara dengan PS, politikus Partai Gerindra, pada 13 April 2017 82 Wawancara dengan MF, politikus PPP, pada 26 April 2017
136
Ahok yang selalu curiga juga membuat komunikasi antara eksekutif dan legislatif
buntu.
Kok bisa-bisanya Gubernur mengklaim, kalau usulan dewan masuk
wilayah dana siluman. Padahal dewan mendapat usulan itu dari
masyarakat melalui reses. Kalau ada satu - dua orang yang
dimaknai Ahok bahwa usulan itu salah satu cara untuk
mendapatkan proyek, ya silakan proses hukum. Jangan semua
disamakan. Kalau Pak Ahok, masalahnya ada di komunikasi.
Sudah komunikasi nggak baik, kita tidak dihargai, curiga mulu,
DPRD didudukkan di wilayah yang salah, padahal sebagai mitra,
kita harus sama-sama membahas Perda. 83
Informan AZ juga memandang gaya komunikasi Ahok, straight to the point,
ceplas-ceplos, blak-blakan itu sebagai karakter.
Saya secara pribadi pernah ingetin Beliau, tapi Beliau bilang, Gua
kalau ngomong, ya ngomong dulu, kalau udah ngomong, dia bilang
oh iya ya, saya ngomong salah. Saat dia terpeleset kasus Al Maidah,
dia lebih santun, dia mulai melunak. Selamatnya manusia itu dari
lisan, ini pelajaran berharga buat Ahok.84
Informan AN juga tidak terlalu suka dengan gaya Ahok yang sering
menganggap anggota dewan salah, dan dijadikan musuh bersama.
Ahok itu curigaan, dia bicara keras soal DPRD rampok, dana
siluman. Apa itu tidak memfitnah dewan, menuduh tanpa bukti.
Kalau dia bicara keras menuding DPRD rampok, apa itu tegas?
Saya lihat dia hanya pencitraan. Dengan keras bicara saat akan
menggusur Kakijodo, apa itu dia tegas? Setelah diusut nggak tahu
untuk kepentingan siapa? Tegas itu berkonotasi positif, tapi ini kan
tidak.85
Informan AL menilai dalam berkomunikasi Ahok blak-blak dan semaunya
sendiri. Menurut AL, Ahok yakin dirinya penguasa yang punya kekuatan, baik
83 Wawancara dengan MU, politikus PKB, pada 2 April 2017 84 Wawancara dengan AZ, politikus PKB, pada 3 Mei 2017 85 Wawancara dengan AN, politikus Partai Demokrat, pada 3 April 2017
137
ketahanan, keamanan dan komunikasi, sehinnga dia berkomuniaksi secara
serampangan.
Saya pernah katakan pada Basuki, berkomunikasilah yang baik.
Kalau Anda begitu terus, kesehatan jiwa Anda perlu diperbaiki. Dia
marah kan, dia bilang, ‘gua sudah lulus tes semuanya, tes kejiwaan
saat Pilkada lulus’. Kita kan nggak tahu, benar nggak itu lulus.
Saya pernah mengkritik Ahok kalau dia tidak substansi, saya
arahkan. Waktu saya tanya kenapa kau bilang ada duit Rp 12,1
triliun di DPRD, mana uangnya, kan belum ketok?. Dia (Ahok)
bilang, ‘gua kan ngomong dulu, baru mikir’.86
4.4. Pembahasan
Dalam melakukan analisis data, peneliti mengacu pada prosedur yang
dibakukan oleh Colaizzi yakni data dianalisis secara terpisah untuk mendapatkan
pemahaman menyangkut keseluruhan esensi fenomena yang diteliti.
Colaizzi memaparkan, hasil wawancara dikelompokkan dalam beberapa
pernyataan subtansial atau significant statement. Dari pernyataan subtansial
tersebut dikelompokkan lagi menjadi beberapa tema tertentu. Berikutnya
dilakukan uraian analilis atas tema – tema, yang oleh Coalizzi disebut ‘’uraian
mendalam’’ atau exhaustive description untuk menemukan struktur pokok atau
esensi dari tema yang ada.
Hasil analisis menunjukan para informan mempunyai pengalaman beragam
dalam berkomunikasi dengan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama
atau popular disapa Ahok. Latar belakang informan sangat mempengaruhi
‘tingkat’ hubungan mereka dengan Ahok, juga mewarnai persepsi mereka
mengenai gaya komunikasi politik sang gubernur. Pada tahap berikutnya,
86 Wawancara dengan AL, politikus PPP, pada 5 Juni 2017
138
persepsi itu ikut membentuk pengalaman para informan, yang sifatmya personal,
selama berkomunikasi dengan Ahok.
Pengumpulan data penelitian ini kebetulan peneliti lakukan ketika suhu
politik Jakarta sedang menghangat: menjelang sampai sesudah pencoblosan
putaran kedua Pilkada 2017. Konsekuensinya, berbagai peristiwa di seputar
Pilkada, terutama ketatnya kontestasi para kandidat gubernur, turut mewarnai
data yang terkumpul. Hal itu terjadi karena salah satu kandidat gubernur DKI
Jakarta adalah Ahok. Posisi Ahok sebagai kandidat petahana, membuat para
informan, yang tak lain adalah anggota partai, tak bebas bergerak. Termasuk
dalam hal berkomunikasi dengan Ahok. Mereka tersekat – sekat mengikuti
kebijakan partai politik, tempatnya bernaung.
Hasil analsis data menunjukkan, ‘warna’ politik informan mempengaruhi
pemaknaan mereka atas gaya komuniaksi Ahok. Informan dari partai pendukung
Ahok pada Pilkada DKI Jakarta 2017 berkecenderungan memaknai posistif gaya
komunikasi sang gubernur. Partai pendukung Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta
2107 yaitu PDI Perjuangan, Partai Hanura, Nasdem, PKB dan Golkar. PKB,
yang pada putaran pertama mendukung pasangan Agus-Silvi, beralih
menyokong Ahok – Jarot pada putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.
Dari delapan informan ‘kelompok pendukung’, hanya tiga orang, satu orang
dari Partai Hanura dan dua orang dari PKB, yang memaknai negatif gaya
komuniaksi Ahok. Terkait ‘penyimpangan’ pemaknaan informan PKB, bisa
disimpulkan hal itu karena dipengaruhi oleh sikap partai mereka yang tak
pendukung Ahok pada putaran pertama.
139
Jika ditilik dari partai yang sejak awal mendukung Ahok sebagai calon
Guberbur DKI Jakara dalam PIlkada 2017, hanya satu infoman yang memaknai
negatif gaya komunaksi Ahok yakni salah seorng dari dua informan dari Partai
Hanura. Sementara satu informan dari Partai Hanura yang lain memaknai positif
gaya komuniaksi Ahok.
Sedangkan informan dari partai yang netral dan yang berseberangan dengan
Ahok , satu suara memaknai negatif gaya komunikasi mantan Bupati Belitung
itu. Artinya, pilihan politik partai merek dalam Pilkada DKI Jakarta 2017
berbnding lurus dengan pemaknaan mereka atas gaya komunikasi Ahok. Partai
yang tak mendukung Ahok yakni Gerindra, PKS, PAN dan PPP. PAN dan PPP
pada putaran pertama mendukung pasangan Agus – Silvi pada putaran kedua
mensupport pasangan Anies – Sandi. Sedangkan Partai Demokrat yang pada
putasan pertama merupakan sponsor utama pasangan Agus – Silvi, pada putaran
kedua menyatrakan netral, tak memihak Ahok juga tak menyokong Anies.
Menarik mencermati pengalaman para informan dalam berkomunikasi
dengan Ahok. Secara umum mereka terbelah menjadi dua kutub. Yang pertama
yakni mereka yang merasa nyaman, tak ada hambatan, dengan gaya komunikasi
Ahok yang ‘fenomenal’, Sebagian informan dalam kutub ini bahkan mengaku
menemukan sisi – sisi positif dari gaya komunkasi sang gubernur. Informan BB
salah satunya. Politisi Partai Nasdem ini melihat apa yang dilakukan Ahok
semata untuk perbaikan bagi semua pihak termasuk DPRD DKI Jakarta. “Apa
yang keluar dari mulut Ahok sebenarnya pembelajaran bagi kita,” katanya.
140
Kutub yang lain yakni mereka yang tak nyaman, bahkan terganggu,
tersinggung, dengan gaya komunikasi Ahok. Sebagian informan dalam kutub ini
berpendapat gaya komunikasi Ahok tak pantas diterapkan oleh pejabat publik.
Mereka tak menemukan sisi positif gaya komukasi itu. Informan AZ, misalnya,
melihat gaya komunikasi Ahok justru berdampak negatif. Politisi Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mencontohkan banyak pihak yang tersinggung
dengan ucapan Ahok.
Toh, beberapa informan mengaku punya pengalaman manis, posistif,
menyenangkan, dalam berkomunikasi dengan Ahok. Informan yang masuk
dalam kelompok ini adalah mereka yang secara umum tak mempermasalahkan
gaya komunikasi Ahok. Sebagian Informan dalam kelompok ini sangat gampang
berkomunikasi dengan Ahok. Seperti diceritakan informan AA. Politisi Partai
Golkar ini mengatakan, dirinya tak menemui kesulitan jika ingin bertemu Ahok.
Dia menyebut Ahok, membongkar sekat birokrasi yang kaku. Sementara Informan
PE menyebut pengalaman manisnya berkomunikasi dengan Ahok ketika sang
gubernur mau menerima masukan darinya. Politisi PDI Perjuangan ini menyebut
Ahok mudah diajak bicara.
Tetapi mayoritas informan justru punya pengalaman pahit. Bahkan
pengalaman buruk, tak enak berkomunikasi dengan Ahok, juga terjadi pada
informan yang tak mepermasalahkan gaya komunikasi Ahok. Informan PE salah
satunya. Komunikasi PE dan Ahok bisa dibilang dinamis, pasang - surut, panas
- dingin. Ketua DPRD DKI Jakarta itu mengaku punya pengalaman pahit juga
manis selama berinteraksi dengan Ahok.
141
Bahkan PE pernah berseteru hebat dengan Ahok, dipicu ucapan sang
gubernur terkait kasus ‘Dana Siluman’ APBD DKI Jakarta 2015 dan disebutnya
DPRD sebagai Dewan Perampok Rakyat Daerah oleh Ahok. Perseteruan mereka
cukup serius sampai - sampai Presiden Joko Widodo turun tangan
mengakurkannya.
Menariknya, semua informan ternyata merekam kuat dalam ingatan mereka
kasus ‘Dana Siluman’ APBD DKI Jakarta.’ Terbukti semua informan
menyinggung masalah itu ketika memperbincangan gaya komunikasi Ahok
dengan peneliti. Bahkan sebagian besar informan mengaku kata-kata Ahok yang
kasar terkait ‘Dana Siluman’ sangat melukai perasaan mereka.
Respon informan mengenai diksi, pilihan kata, Ahok saat berkomunikasi
juga beragam. Lagi-lagi mereka terpolarisasi menjadi dua kelompok, pro dan
kontra. Sebagian informan tak mempersoalkan itu karena mereka melihat
tujuannya baik. Informan SY, salah satunya. Politisi Partai Hanura ini melihat,
Ahok sampai mengeluarkan kata-kata kasar karena tak tahan dengan peliknya
persoalan, terutama masalah korupsi, di Jakarta.
Namun mayoritas informan mempersepsikan negatif diksi yang dipilih
Ahok. Selain memicu ketegangan secara kelembagaan, hubungan eksekutif-
legislatif, kata-kata kasar Ahok seperti rampok, maling, juga menyebabkan
hubungan personal informan dengan Ahok renggang. Misalnya yang terjadi pada
informan MF. “Sejak saat itu saya memutuskan tak mau berkomunikasi lagi
dengan dia. Buat apa ngomong sama tukang kibul. Sakit hati kita disebut maling,
bandit, begal,” kata politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.
142
Diksi, pilihan kata, Ahok memang membekas di hati para informan. Dari
sembilan tema yang muncul dalam pemaknaan informan atas gaya komunikasi
Ahok, tema ‘kata – kata kasar’ paling sering disebut oleh para informan. Tema
‘kata –kata kasar’ muncul sebanyak 30 kali. Hal itu menunjukan bahwa kata –kata
Ahok, yaitu maling, rampok dan begal, seperti pengakuan mayoritas informan,
sangat tidak mereka sukai.
Sembilan tema yang muncul dalam pemanknaan informan atas gaya
komuniaksi Ahok yakni: kata – kata kasar, bicara to the point, blak-blakan,
ceplas-ceplos/spontan, emosional, mengubah mindset, terbuka,
menuding/menuduh dan instonasi tingi.
Tema lain yang sering disebut para informan yakni ‘menuduh’ atau
‘menuding.’ Tema ini muncul sebanyak 24 kali. Bisa dismpulkan informan
cukup terganggu dengan Ahok yang sering memojokan informan, terutama dalam
kasus ‘dana siliman’ APBD DKI Jakarta.
Terkait kata-kata Ahok, seperti rampok, maling, dan DPRD taik, informan
AL menyimpulkan bahwa Ahok bukan figure panutan yang bisa menjadi contoh
yang baik. AL justru khawatir Ahok memberi contoh tidak baik pada generasi
penerus.
Mayoritas juga informan mengatakan, tak sepantasnya Ahok, selaku
gubernur menggunakan kata-kata, yang mereka sebut tak sopan. Apalagi ketika
Ahok berkomunikasi dengan DPRD DKI Jakarta, selaku mitra gubernur dalam
mengelola pemerintahan. Informan HD termasuk yang mengritisi keras pilihan
kata Ahok. Politisi Partai Hanura ini mengatakan, kata-kata kasar Ahok
143
menyingung perasaan banyak pihak, bukan hanya anggota DPRD DKI Jakarta.
Menurut HD, boleh saja Ahok menyampaikan kebijakannya dengan tegas tetapi
seharusnya tetap santun. Bukan tegas tetapi kasar.
Diksi adalah bagian dari gaya komunikasi Ahok yang khas dan femomenal.
Aspek lain dari gaya komunikasi Ahok yang dipersepsikan negatif oleh informan
yakni bahasa tubuh. Misalnya ketika Ahok menuding-nuding lawan bicaranya.
Selain itu Ahok, yang kerap gagal mengendalikan emosi, marah-marah saat
berbicara, juga mendapat sorotan negatif para informan.
Informan PS, misalnya, tersinggung dan gusar ketika mengetahui Ahok
memarahi Walikota Jakarta Barat, Anas Efendy, dalam rapat yang dimedia oleh
Kemendagri. Ketika itu politisi Partai Gerindra ini sampai terpancing
melontarkan kata kasar ke Ahok. PS menandai peristiwa itu sebagai pengalaman
terpahitnya dalam berkomunikasi degan Ahok.
Kebiasaan Ahok memarahi anak buahnya juga dicermati informan TS.
Politisi PKS ini membandingkan Ahok dengan Gubernur DKI Jakarta terdahulu,
Ali Sadikin. Menurut dia, seperti halnya Ahok, Ali Sadikin juga kerap memarahi
anak buahnya. Tetapi Bang Ali, sapaan akrab Ali Sadikin, tak melakukannya di
depan umum. Di luar masalah marah -marah, menurut dia, Ahok juga harus
memperhatikan soal etika komunikasi
Informan AY juga punya cacatan hitam tentang Ahok yang temperamental
dan mudah marah. Ia ingat betul bagaimana Ahok memarahi seoarang ibu yang
mengadu soal Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan menyebutnya maling. Menurut dia,
sebagai pemimpin semestinya Ahok mengubah gaya komunikasinya.
144
Dari paparan di atas, maka gaya komunikasi Ahok , seperti dikemukan
Effendy, 2001 termasuk kategori The Dynamic style. Yakni gaya komunikasi
yang dinamis dan cenderung agresif. The dynamic style of communication ini
sering dipakai oleh para juru kampanye. Gaya komunikasi ini cukup efektif
digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat kritis.
Beberapa informan berpendapat, gaya The Dynamic style, cocok diterapkan
dalam memimpin Jakarta yang problematikanya cukup kompleks, serta untuk
mencegah terjadinya tindakan prilaku koruptif.
Jika mengacu pada kategorigasi Norton dalam Richmond (1992: 146), maka
gaya komunikasi Ahok masuk dalam kategori Dominant style, yakni gaya
komunikasi dimana seseorang memegang kontrol pada sebuah situasi social.
Sementara jika merujuk ke Suranto, gaya komunikasi Ahok masuk dalam
kategori agresif. Seseorang dengan tipe gaya komunikasi ini, cenderung
mempertahankan diri sendiri secara langsung namun terkadang berperilaku tidak
pantas. Komunikasi verbalnya terkesan melecehkam. Komunikator agresif selalu
berusaha mengkritik dan menyalahkan orang lain. Bahasa tubuhnya terlihat
sombong dan cepat marah kalau tidak sesuai dengan keinginannya.