BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN -...
Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN -...
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian
Pasar Ikan Higienis (PIH) “Ever Fresh Fish Market” Pejompongan Jakarta
Pusat merupakan pasar modern dalam penyediaan berbagai jenis ikan konsumsi
berupa ikan segar dan ikan beku. PIH Pejompongan didirikan atas perwujudan
nota kesepahaman (MoU) yang dibuat antara Departemen Kelautan dan Perikanan
dengan pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pelaksanaannya dilaksanakan oleh
Direktorat Jendral Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran dengan
PD.Pembangunan Sarana Jaya. PIH Pejompongan Jakarta Pusat didirikan pada
tanggal 4 April 2004 oleh Presiden Republik Indonesia ke-5 Megawati
Soekarnoputri. PIH sebagai salah satu perwujudan pemerintah untuk
meningkatkan tingkat konsumsi nasional dengan Program Gerakan
Memasyarakatkan Makan Ikan (GEMARIKAN).
4.1.1 Letak dan Luas Wilayah
PIH Pejompongan terletak di Jalan Penjernihan I, Pejompongan
Bendungan Hilir Jakarta Pusat. PIH Pejompongan berada di Gedung Graha Metro
yang memiliki lahan seluas ± 2.750 m2. PIH Pejompongan berada di lantai
pertama Gedung Graha Metro, lantai pertama digunakan sebagai tempat kegiatan
pemasaran ikan konsumsi yaitu ikan beku dan ikan segar. PIH Pejompongan
selain menyediakan ikan segar dan ikan beku juga terdapat restauran dengan
berbagai menu ikan laut dan ikan darat. Fasilitas ruangan yang digunakan PIH
Pejompongan antara lain ruang persediaan, dapur, tempat penjualan ikan segar
yang terdiri dari 33 akuarium, tempat penjualan ikan beku, kantor pemasaran,
toilet, dan restauran. PIH Pejompongan sebagai upaya dalam meningkatkan
tingkat konsumsi masyarakat dengan memberikan pelayanan penjualan ikan
konsumsi secara professional dengan konsep belanja ikan yang nyaman dan
higienis sesuai dengan standar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
yang bermutu tinggi dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat.
32
4.1.2 Struktur Organisasi dan Karakteristik Karyawan PIH Pejompongan
Struktur organisasi di PIH Pejompongan Jakarta Pusat yaitu terdiri dari
chief operating manajer, store manajer, dan asisten yang terdiri dari beberapa
devisi antara lain devisi keuangan, HRD (Human Resouces Development), ADM,
dan chief cooke.
Gambar 5. Struktur Organisasi PIH Pejompongan Jakarta Pusat
(Sumber: PIH Pejompongan)
Responden merupakan pegawai atau karyawan yang bekerja di PIH
Pejompongan. Karyawan di PIH Pejompongan secara keseluruhan yaitu 60 orang.
Karyawan yang bekerja di PIH Pejompongan adalah usia produktif yaitu usia
kerja yang memiliki kemampuan yang baik secara fisik dan pengetahuan. Usia
produktif menurut Badan Pusat Statistik adalah usia kerja antara 15 hingga 65
tahun. Total responden di PIH Pejomongan yaitu 17 orang, dimana 7 orang
perempuan dan 10 orang laki-laki.
Tabel 1. Responden berdasarkan Kriteria Kelompok Umur dan Gender
No Umur
Pegawai
Jumlah
Pegawai
Gender
Perempuan % Laki-Laki %
1 16-20 3 1 5,88 2 11,8
2 21-25 4 3 17,65 1 5,9
3 26-30 6 1 5,88 5 29,4
4 31-35 2 1 5,88 1 5,9
5 36-40 1 1 5,88 0 0,0
6 41-45 1 0 0,00 1 5,9
Jumlah 7 10
Total Karyawan 17
(Sumber: Data Primer Diolah, 2013)
Chief Operating Manager
Store Manager
Asst. Div.Keuangan Asst. Div. HRD Asst. Div. ADM Chief Cooke
Karyawan
Karyawan
Karyawan
Karyawan
33
Responden berdasarkan kriteria tingkatan umur secara keseluruhan
berkisar antara 16 hingga 45 tahun. Jumlah karyawan tertinggi berada di tingkatan
umur 26 hingga 30 tahun yaitu sebanyak 6 orang. Kriteria tingkatan umur
berdasarkan gender, jumlah karyawan perempuan terbanyak berkisar 21 hingga
25 tahun atau 17,65% dari jumlah total karyawan secara keseluruhan, sedangkan
jumlah karyawan laki-laki terbanyak berkisar 26 hingga 30 tahun atau 29,4%.
Tabel 2. Responden berdasarkan Kriteria Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah
Pedagang % (Presentase)
1 SMP 0 0,0
2 SMA 10 58,8
3 SMK 4 23,5
4 STM 1 5,9
5 Perguruan Tinggi 2 11,8
Jumlah 17
(Sumber: Data Primer Diolah, 2013)
Responden berdasarkan kriteria tingkatan pendidikan yaitu SMA (58,8%),
SMK (23,5%), STM (5,9%), dan perguruan tinggi (11,8%). Jumlah responden
tertinggi yaitu memiliki tingkat pendidikan SMA sebanyak 10 orang. Tingkat
pendidikan SMP 0%, sehingga dapat dilihat bedasarkan Tabel 2 bahwa secara
keseluruhan karyawan yang bekerja memiliki tingkat pendidikan yang relatif
tinggi sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi kinerja atau tingkat
pelayanan yang berkualitas.
4.2 Keragaan Usaha di PIH Pejompongan
Keragaan usaha di PIH Pejompongan yaitu melakukan proses penjualan
atau pemasaran produk ikan konsumsi baik berupa ikan segar dan ikan beku. PIH
Pejompongan dalam mengadakan persediaan untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi ikan di masyarakat khususnya wilayah Jakarta dan sekitarnya
melakukan pemesanan dari pemasok besar yang sebelumnya pemasok tersebut
mengumpulkan ikan dari hasil budidaya dan hasil penangkapan. Beberapa
komoditas ikan yang dipasarkan di PIH Pejompongan dari hasil budidaya yaitu
34
udang dan bandeng yang berada di Lampung, jenis komoditas kepiting dan ikan
kerapu dari hasil penangkapan di Kalimantan, sedangkan jenis komoditas lainnya
rata-rata didapat dari Muara Baru Jakarta. Secara singkat alur pemesanan yang
dilakukan dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 6. Alur Pemesanan PIH Pejompongan
(Sumber: Wawancara di PIH Pejompongan)
Pemesanan yang dilakukan oleh pemasok pusat dilakukan setiap hari, akan
tetapi jumlah kuantitas ikan per pesanan dan jenis komoditasnya berbeda. Jumlah
kuantitas disesuaikan dengan persediaan stok yang telah ada sebelumnya,
sedangkan jenis komoditas disesuaikan dengan tingkat permintaan masyarakat.
Jenis komoditas udang dan cumi hampir dilakukan pemesanan setiap hari
dikarenakan tingkat permintaan masyarakat di Jakarta dan sekitarnya yang sangat
tinggi. Pemesanan dilakukan setiap hari agar mendapatkan ikan yang memiliki
kualitas cukup baik serta meminimalisir terjadinya stock out atau kehabisan stok
ikan di ruang pemajangan, sehingga selain dapat mempengaruhi tingkat pelayanan
juga dapat mempengaruhi operasional pemasaran akibat penundaan penjualan
dalam jangka waktu tertentu. Ikan yang telah dipesan akan disimpan dalam ruang
penyimpanan berupa ruang pendingin dan frizer box. Ikan yang terdahulu masuk
akan dipasarkan di ruang pemajangan, ikan yang tidak sempat terjual akan
disimpan di ruang persediaan hingga batas waktu tertentu.
4.3 Proses Produksi
Proses produksi dalam kegiatan pemasaran ikan konsumsi baik berupa
ikan beku dan ikan segar dilakukan untuk memenuhi permintaan manyarakat serta
upaya peningkatan tingkat konsumsi masyarakat khususnya di wilayah DKI
Distributor PIH Pejompongan
Konsumen
Pengumpul (Lampung)
Pengumpul (Kalimantan)
Pengumpul (Muara Baru, Jakarta)
35
Jakarta dan sekitarnya. Usaha pemasaran ikan konsumsi di PIH Pejomongan juga
dilakukan sebagai upaya peningkatan gizi masyarakat serta menjamin
tersediannya ikan sesuai dengan standar kualitas yaitu tingkat kesegaran, mutu,
kandungan gizi, dan tingkat higienitas. Proses produksi selain menyediakan
penjualan ikan secara langsung terdapat restauran yang menyediakan berbagai
jenis menu yang disediakan baik ikan laut maupun ikan darat. Pemesanan yang
dilakukan dari pemasok pusat yang sebelumnya ikan didapat dari pengumpul hasil
budidaya dan hasil tangkapan. Pemesanan dilakukan dari Lampung, Kalimantan,
Jawa Barat, Muara Baru Jakarta, dll. Berbagai fasilitas dalam menunjang proses
produksi di PIH Pejompongan antara lain timbangan digital, keranjang, meja
pemajangan ikan beku, ruang persediaan berupa ruang pendingin dan frozen box.
Ikan yang disimpan dalam ruang penyimpanan apabila tidak terjual dalam jangka
waktu tertentu, maka ikan tersebut akan dijual dengan harga yang lebih rendah.
4.4 Analisis Finansial
Analisis finansial dalam proses produksi pemasaran dapat memperoleh
hasil nilai tingkat keuntungan atau profit margin yang diperoleh selama proses
kegiatan pemasaran. Nilai tolak ukur yang dilakukan dalam mendirikan usaha
produksi pemasaran dapat dijadikan parameter acuan atau kebijaksanaan dalam
melakukan kegiatan produksi pemasaran yang akan datang.
4.4.1 Biaya Produksi dan Keuntungan Usaha
Biaya produksi yang dilakukan dalam usaha produksi pemasaran ikan
konsumsi di PIH Pejompongan terdiri dari beberapa komponen antara lain biaya
investasi, biaya tetap (fixed cost), dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya
investasi merupakan biaya awal yang dikeluarkan dalam proses awal usaha
produksi pemasaran. Biaya investasi antara lain timbangan digital, akuarium,
keranjang, dan meja pemajangan penjualan produk ikan beku. Biaya tetap
merupakan biaya yang dikeluarkan dimana besaran nilai tersebut dapat ditetapkan
atau diprediksi dalam menunjang operasional pada periode waktu tertentu. Biaya
tetap (fixed cost) antara lain biaya kebersihan, dan biaya-biaya penyusutan seperti
biaya penyusutan timbangan, akuarium, keranjang, dan meja pemajangan ikan
36
beku. Biaya tidak tetap (variable cost) merupakan biaya yang dikeluarkan dalam
usaha produksi pemasaran yang besaran nilainya tidak dapat diprediksi dalam
periode waktu tertentu, hal ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan disesuaikan
dengan tingkat kebutuhan usaha produksi pemasaran. Biaya tidak tetap (variable
cost) antara lain biaya pembelian ikan segar, biaya sewa gedung, biaya listrik,
biaya telepon, upah karyawan, biaya es, biaya plastik, biaya transportasi. Biaya
operasional yang dikeluarkan di PIH Pejompongan yaitu:
Tabel 3. Biaya Investasi PIH Pejompongan
No. Komponen Biaya Investasi Kuantitas Harga (Rp) Total Harga
1 Timbangan Digital 2 20.000.000 40.000.000
2 Akuarium 33 2.500.000 82.500.000
3 Keranjang Roda 12 85.000 1.884.000
4 Keranjang Kotak 24 36.000
5 Meja Penjualan Ikan Beku 6 5.500.000 33.000.000
Total Biaya Investasi 157.384.000
(Sumber: Data Primer Diolah, 2013)
Berdasarkan perolehan data yang didapat dari Tabel 3, total biaya investasi
yang dikeluarkan yaitu Rp.157.384.000 dengan biaya tertinggi yaitu biaya
akuarium ikan segar sebesar Rp.82.500.000 dan biaya terendah yang dikeluarkan
yaitu biaya keranjang (keranjang roda dan keranjang kotak) sebesar Rp.1.884.000.
Tabel 4. Biaya Tetap di PIH Pejompongan
No
Komponen
Biaya Tetap Biaya/Bulan Biaya/Tahun
Biaya
Total/Tahun
1 Kebersihan
75.000
900.000
2 Penyusutan Timbangan
571.000 571.000
3 Penyusutan Akuarium
357.000 357.000
4 Penyusutan Keranjang
100.000 100.000
5 Penyusutan Meja
Penjualan Ikan Beku
2.140.000 2.140.000
Total Biaya Tetap 4.068.000
(Sumber: Data Primer Diolah, 2013)
37
Berdasarkan Tabel 4, total biaya tetap yang dikeluarkan dalam periode
satu tahun yaitu Rp.4.068.000. Pengeluaran biaya tertinggi yaitu biaya penyusutan
meja penjualan ikan beku sebesar Rp.2.140.000. Pengeluaran biaya terendah yang
dikeluarkan per tahun yaitu biaya penyusustan keranjang yaitu Rp.100.000.
Tabel 5. Biaya Tidak Tetap di PIH Pejompongan
No
Komponen
Biaya Tidak Tetap Biaya/Bulan Biaya/Tahun Biaya Total/Tahun
1 Pembelian Ikan Segar
4.596.670.800
2 Sewa Gedung
150.000.000 150.000.000
3 Biaya Listrik
2.500.000
30.000.000
4 Biaya Telp
1.200.000
14.400.000
5 Upah Karyawan
150.000.000 150.000.000
6 Biaya Es
1.250.000
15.000.000
7 Biaya Plastik
186.000
2.232.000
8 Transportasi 298.000 3.576.000
Total Biaya Tidak Tetap 4.961.878.800
(Sumber: Data Primer Diolah, 2013)
Berdasarkan Tabel 5, total biaya tidak tetap yang dikeluarkan per tahun
adalah Rp.4.961.878.800, dengan tingkat pengeluaran biaya tidak tetap tertinggi
yaitu pembelian rata-rata ikan konsumsi per tahun sebesar Rp.4.596.670.800 dan
biaya terendah yaitu biaya plastik sebesar Rp.2.232.000.
Berdasarkan dari ketiga tabel tersebut yaitu Tabel 3, Tabel 4, dan Tabel 5
adalah biaya yang dikeluarkan dalam usaha produksi pemasaran ikan konsumsi
antara lain biaya investasi, biaya tetap, dan biaya tidak tetap. Ketiga biaya tersebut
menghasilkan biaya total yang dikeluarkan oleh pihak usaha produksi pemasaran
per tahun dari penjumlahan ketiga biaya tersebut yaitu sebesar Rp.5.123.330.800.
Secara keseluruhan komponen biaya tertinggi yang dikeluarkan dalam usaha
produksi pemasaran ikan konsumsi per tahun yaitu biaya tidak tetap sebesar
Rp.4.961.878.800. Komponen biaya terendah yang dikeluarkan adalah biaya tetap
sebesar Rp.4.068.000. Biaya pengeluaran tertinggi yaitu biaya pembelian ikan
konsumsi yang merupakan pusat produksi pemasaran sebesar Rp.4.596.670.800.
Hal ini dikarenakan biaya pembelian ikan konsumsi merupakan biaya pusat
artinya biaya tersebut merupakan biaya yang paling berpengaruh dalam proses
38
produksi pemasaran, sedangkan biaya pengeluaran terendah secara keseluruhan
yaitu biaya penyusutan keranjang sebesar Rp.100.000 per tahun. Besaran
pengeluaran biaya gedung berhubungan dengan perolehan nilai keuntungan.
Hasil perolehan rata-rata penjualan ikan konsumsi baik penjualan ikan
beku dan ikan segar tiap bulan dalam periode satu tahun (Lampiran 9) yaitu
sebesar Rp.453.211.461. Perolehan keuntungan dalam periode satu tahun dapat
dihitung dari pengurangan nilai penerimaan yang didapat dari perolehan penjualan
yaitu Rp.5.438.537.537, dikurangi dengan nilai total biaya yang dikeluarkan
secara keseluruhan yaitu Rp.5.123.330.800. Maka diperoleh keuntungan sebesar
Rp.315.206.737.
Tabel 6. Parameter Kelayakan Usaha Pemasaran di PIH Pejompongan
No. Komponen Satuan Nilai
1 Penerimaan Rp 5.438.537.537
2 Biaya Rp 5.123.330.800
3 Keuntungan Rp 315.206.737
4 RCR - 1,0615
5 Profitabili Indeks - 2,00
(Sumber: Data Primer Diolah, 2013)
4.4.2 RCR
Revenue cost ratio (RCR) merupakan salah satu parameter analisis usaha.
Perolehan nilai RCR didapat untuk mengetahui tingkat profit margin atau
keuntungan yang diperoleh dengan melakukan perbandingan antara total
pendapatan bersih per tahun dengan total biaya per tahun yang dikeluarkan oleh
usaha pemasaran ikan konsumsi. Biaya total rata-rata per tahun merupakan
penjumlahan nilai rata-rata biaya investasi, biaya tetap, dan biaya tidak tetap di
PIH Pejompongan.
Nilai RCR yang didapat di PIH Pejompongan yaitu 1,061 artinya bahwa
usaha tersebut mengalami keuntungan atau dikatakan usaha tersebut layak. Nilai
RCR sebesar 1,061 artinya bahwa setiap biaya yang dikeluarkan dalam usaha
produksi pemasaran sebesar Rp.1 mendapat tingkat keuntungan sebesar Rp.0,061
atau penerimaan yang diperoleh adalah Rp.1,061 (Tabel 6).
39
Nilai RCR apabila kurang dari 1 maka usaha produksi pemasaran
dikatakan tidak layak atau mengalami kerugian. Nilai RCR lebih dari 1
disimpulkan bahwa usaha produksi pemasaran dikatakan layak atau mengalami
keuntungan. Apabila nilai RCR sama dengan 1 disimpulkan bahwa usaha
pemasaran mengalami cash outflow sama dengan cash inflow artinya bahwa
usaha produksi pemasaran tidak mendapatkan keuntungan atau kerugian karena
biaya total rata-rata yang dikeluarkan sama dengan pendapatan rata-rata yang
diperoleh. Nilai RCR di PIH Pejompongan lebih dari 1 sehingga dapat
disimpulkan bahwa usaha pemasaran ikan konsumsi yang dioperasikan di PIH
Pejompongan dapat dikatakan cukup layak.
4.4.3 Profitability Index
Profitability index (PI) merupakan analisis perhitungan yang dilakukan
untuk mengetahui tingkat kelayakan suatu usaha. Nilai PI merupakan
perbandingan dari nilai present value dari tingkat keuntungan dengan present
value dari investasi. Nilai perolehan PI jika lebih dari 1 maka usaha tersebut dapat
dikatakan layak artinya nilai present value dari keuntungan lebih besar dari nilai
present value dari investasi. Nilai PI kurang dari 1 maka usaha tersebut dikatakan
tidak layak atau present value dari investasi lebih besar dari present value dari
keuntungan yang diperoleh. Nilai perolehan PI sama dengan 1 usaha tersebut
mengalami titik impas atau break event point (Harjito dan Martono 2012).
Nilai PI yang diperoleh dari PIH Pejompongan adalah 2,00 (Tabel 6).
Nilai perolehan PI tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha yang dilakukan di PIH
Pejompongan dapat dikatakan layak karena perolehan nilai PI lebih besar dari 1.
4.5 Persediaan Produk Ikan Konsumsi PIH Pejompongan
Persediaan produk ikan konsumsi berhubungan dengan penawaran dan
permintaan (supply and demand). Total penyediaan ikan nasional terus meningkat
sepanjang tahun dari 4.901.000 ton pada tahun 2004 menjadi 11.589.000 ton pada
tahun 2012 (Data statistik Kementrian Kelautan dan Perikanan). Tingkat rata-rata
penyediaan (supply) ikan konsumsi di PIH Pejompongan pada tahun 2012 adalah
1.426 kg. Tingkat rata-rata permintaan (demand) masyarakat yaitu 1.129 kg.
40
Tingkat persedian dimaksudkan untuk menjaga agar proses produksi pemasaran
yang dilakukan dapat berjalan lancar. Beberapa jenis komoditas di PIH
Pejompongan yang memiliki tingkat permintaan dan penawaran yang tinggi
sepanjang tahun adalah udang, ayam-ayam, baronang, pari, ekor kuning, kue
bulat, kue gepeng, cumi, bandeng, bawal, tongkol, belanak, kakap, kembung,
kerapu, pancet, selar, mujair, kuro, kurisi, sotong, sebelah, sembilan, dan gabus.
Ketersediaan 25 jenis komoditas ikan tersebut untuk memenuhi tingkat
permintaan kebutuhan masyaraat perlu dianalisis untuk menentukan kebijakan
standar kuantitas. Kebijakan atau disebut dengan standar kuantitas (quantity
standard) adalah tingkat persediaan minimum (minimum point/stock), pesanan
standar (standard order), titik pemesanan kembali (reorder point) dan tingkat
persediaan maksimum (Assauri 2008).
4.6 Komponen Biaya Persediaan Produk Ikan Konsumsi
Komponen biaya persediaan yang dilakukan di PIH Pejompongan antara
lain biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya pemesanan dilakukan per
pesanan, sedangkan biaya penyimpanan merupakan biaya per tahun yang
dikeluarkan akibat penyimpanan ikan konsumsi dalam ruang persediaan. Biaya
total dalam persediaan adalah penjumlahan antara biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan.
4.6.1 Biaya Pemesanan Produk Ikan Konsumsi
Biaya pemesanan merupakan biaya yang dikeluarkan mulai dari waktu
awal dilakukan pemesanan hingga produk yang dipesan tiba di ruang persediaan.
Biaya pemesanan komoditas per tahun dihitung dari perkalian frekuensi
pemesanan dalam periode waktu satu tahun dan biaya yang dikeluarkan per
pesanan. Biaya pemesanan dihitung berdasarkan biaya penggunaan telepon yang
dilakukan dalam pemesanan produk ikan konsumsi. Biaya pemesanan tertinggi
adalah kembung banjar dengan nilai Rp.74.336. Biaya pemesanan terendah adalah
sotong dengan nilai Rp.21.239. Rata-rata biaya pemesanan yang dilakukan PIH
Pejomongan adalah Rp.48.000 (Lampiran 7). Berdasarkan hasil perhitungan,
apabila rata-rata frekuensi pemesanan dilakukan cukup sering, maka pengeluaran
41
biaya total pemesanan per tahun akan lebih tinggi (Lampiran 12). Sotong
memiliki biaya pemesanan per tahun terendah karena frekuensi pemesanan yang
dilakukan cukup rendah yaitu 96 kali per tahun (Lampiran 12). Hal tersebut sesuai
dengan penyataan Harjito dan Martono 2012 bahwa biaya pesan memiliki sifat
positif-linear dengan frekuensi pemesanan.
4.6.2 Biaya Penyimpanan Produk Ikan Konsumsi
Biaya penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan akibat penyimpanan
stok ikan dan udang dalam periode satu tahun. Biaya penyimpanan berhubungan
dengan tingkat ketersediaan stok yang disimpan. Biaya penyimpanan yang
dihitung berdasarkan biaya penggunaan es. Biaya penyimpanan tertinggi yaitu
udang sebesar Rp.1.728.000. Biaya penyimpanan terendah yaitu sotong sebesar
Rp.96.000. Biaya penyimpanan berhubungan dengan tingkat rata-rata persediaan
yang selalu terdapat di gudang (Assauri 2008). Berdasarkan hasil perhitungan,
komoditas udang memiliki tingkat persediaan stok cukup tinggi maka penggunaan
es akan lebih banyak sehingga biaya penyimpanan akan lebih tinggi (Lampiran 8).
Sesuai dengan penyataan Harjito dan Martono 2012 bahwa biaya simpan memiliki
sifat negatif tidak linear dengan frekuensi pemesanan.
4.7 Pengelolaan Persediaan Ikan Konsumsi Optimal
Persediaan produk ikan konsumsi dalam memenuhi kebutuhan permintaan
masyarakat sangat diperhitungkan. Persediaan produk ikan konsumsi sebagai
salah satu kegiatan operasional pemasaran diperlukan suatu manajemen
persediaan produk. Tujuan utama dari manajemen persediaan produk adalah
mendapatkan kuantitas persediaan optimum dimana persediaan tersebut dapat
meminimalisir biaya yang dikeluarkan baik berupa biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan terendah, akan tetapi persediaan dapat menunjang proses usaha
secara berkelanjutan.
Perolehan kuantitas paling optimum dengan menurunkan total biaya
persediaan yaitu penjumlahan dari biaya penyimpanan dan biaya pemesanan.
Kuantitas persediaan lebih tinggi dan frekuensi pemesanan yang dilakukan lebih
rendah maka biaya pemesanan akan lebih kecil daripada biaya penyimpanan.
42
Kuantitas persediaan lebih rendah dan frekuensi yang dilakukan lebih tinggi
maka biaya pemesanan lebih besar daripada biaya penyimpanan. Pengelolaan
persediaan menghasilkan kuantitas persediaan optimum dengan pengeluaran biaya
penyimpanan sama dengan biaya pemesanan (Assauri 2008).
Berdasarkan perhitungan analisis pengelolaan persediaan produk ikan
konsumsi yang dilakukan di PIH Pejompongan, biaya total persediaan produk
ikan konsumsi tertinggi yaitu udang dan cumi (Gambar 7). Total biaya persediaan
tertinggi per tahun adalah cumi yaitu sebesar Rp.45.858.698. Total biaya
persediaan terendah per tahun adalah sotong yaitu sebesar Rp.2.158.938. Rata-rata
biaya total persedian per tahun adalah Rp.14.649.372 (Lampiran 12).
Gambar 7. Biaya Total Persediaan/Tahun Ikan Konsumsi PIH Pejompongan
4.7.1 Kuantitas Pemesanan Optimal
Kuantitas pemesanan yang dilakukan PIH Pejompongan lebih tinggi dari
kuantitas pemesanan optimal berdasarkan EOQ adalah udang, bawal hitam dan
sotong. Penurunan kuantitas pemesanan tertinggi jika berdasarkan EOQ yaitu
udang dengan selisih 7,58 kg. Kuantitas pemesanan yang dilakukan PIH
Pejompongan lebih rendah dari kuantitas pemesanan optimal berdasarkan
perhitungan EOQ adalah ayam-ayam, baronang, pari, ekor kuning, kue bulat, kue
gepeng, cumi, bandeng, tongkol, bawal putih, belanak, kakap, kembung, kerapu,
0
10,000,000
20,000,000
30,000,000
40,000,000
50,000,000
Ud
ang
Aya
m-A
yam
Bar
on
ang
Par
i
Eko
r K
un
ing
Ku
e B
ula
t
Ku
e G
epen
g
Cu
mi
Ban
den
g Su
per
Baw
al H
itam
Ton
gko
l
Baw
al P
uti
h S
up
er
Bel
anak
Bes
ar
Kak
ap P
uti
h B
esar
Kem
bu
ng
Ban
jar
Ker
apu
Bes
ar
Pan
cet
Sela
r
Mu
jair
Ku
ro
Ku
risi
Soto
ng
Seb
elah
Sem
bila
n
Gab
us
Bia
ya P
ers
ed
iaan
(R
p)
Jenis Komoditas
43
pancet, selar, mujair, kuro, kurisi, sebelah, sembilan, dan gabus. Rata-rata
kuantitas pemesanan di PIH Pejompongan yaitu 6,55 kg (Lampiran 12). Rata-rata
kuantitas pemesanan optimal berdasarkan EOQ yaitu 13,04 kg (Lampiran 13).
Sehingga, dalam pengelolaan persediaan yang optimum maka rata-rata kuantitas
pemesanan di PIH Pejompongan sebaiknya ditingkatkan (Gambar 8).
Gambar 8. Perbandingan Kuantitas Pemesanan PIH Pejompongan dan EOQ
Frekuensi pembelian produk ikan konsumsi per tahun yang dilakukan PIH
Pejompongan lebih rendah daripada frekuensi pembelian optimal berdasarkan
EOQ yaitu udang, cumi, bawal hitam. Frekuensi pembelian produk ikan konsumsi
di PIH Pejompongan lebih tinggi daripada frekuensi pembelian optimal
berdasarkan EOQ yaitu ayam-ayam, baronang, pari, ekor kuning, kue bulat, kue
gepeng, cumi, bandeng, tongkol, bawal putih, belanak, kakap, kembung, kerapu,
pancet, selar, mujair, kuro, kurisi, sebelah, sembilan, dan gabus (Gambar 9).
Peningkatan frekuensi pembelian tertinggi yang dilakukan dari selisih frekuensi
PIH Pejompongan dengan EOQ yaitu udang dengan frekuensi 111 kali pemesanan
per tahun. Rata-rata frekuensi pembelian pertahun PIH Pejompongan yaitu 217
kali per tahun (Lampiran 12). Rata-rata frekuensi pembelian pertahun optimal
berdasarkan EOQ yaitu 71 kali per tahun (Lampiran 13). Sehingga, dalam
pengelolaan persediaan yang optimum maka rata-rata frekuensi pembelian per
tahun di PIH Pejompongan sebaiknya diturunkan (Gambar 9).
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
Ku
anti
tas
(Kg)
Jenis Komoditas
PIHEOQ
44
Gambar 9. Perbandingan Frekuensi Pembelian PIH Pejompongan dan EOQ
Berdasarkan Gambar 8 dan Gambar 9 bahwa kuantitas dan frekuensi
pemesanan memiliki sifat yang berbeda, sesuai dengan pernyataan Assauri 2008
bahwa sifat biaya bertentangan yaitu jika jumlah pemesanan sangat kecil sehingga
carrying cost menjadi kecil, sebaliknya ordering cost menjadi lebih besar selama
satu tahun, sehingga jumlah ordering cost sama dengan jumlah carrying cost,
sehingga diperoleh efesiensi biaya.
Perhitungan efisiensi biaya berdasarkan selisih antara perhitungan biaya
persediaan produk ikan konsumsi di PIH Pejompongan dengan biaya persediaan
optimum berdasarkan metode EOQ. Biaya pengelolaan dengan metode EOQ
berdasarkan nilai minimum biaya persediaan (Gambar 10).
Gambar 10. Perbandingan Perhitungan Biaya Pengelolaan Persediaan Ikan
Konsumsi PIH Pejompongan dan EOQ
050
100150200250300350400
Fre
kue
nsi
(ka
li p
er
tah
un
)
Jenis KomoditasPIHEOQ
0.0010,000,000.0020,000,000.0030,000,000.0040,000,000.0050,000,000.00
Ud
ang
Ayam
-Ayam
Bar
on
ang
Par
i
Ek
or
Ku
nin
g
Ku
e B
ula
t
Ku
e G
epen
g
Cu
mi
Ban
den
g S
up
er
Baw
al H
itam
Ton
gk
ol
Baw
al P
uti
h S
up
er
Bel
anak
Bes
ar
Kak
ap P
uti
h B
esar
Kem
bu
ng B
anja
r
Ker
apu
Bes
ar
Pan
cet
Sel
ar
Mu
jair
Ku
ro
Ku
risi
Soto
ng
Seb
elah
Sem
bil
an
Gab
us
Bia
ya P
ers
ed
iaan
(R
p)
Komoditas IkanPIHEOQ
45
Efisinesi biaya pengelolaan persediaan yang dapat diperoleh jika
berdasarkan EOQ yaitu sebesar Rp.774.812 hingga Rp.20.828.799 (Lampiran 15).
Gambar 11 menunjukan bahwa perolehan efisinesi biaya pengelolaan persedian
tertinggi yaitu tongkol yaitu Rp.20.828.799. Perolehan efisiensi biaya pengelolaan
persediaan terendah yaitu bawal hitam yaitu Rp.774.812. Rata-rata efisiensi biaya
pengelolaan persediaan adalah Rp.7.616.477 (Lampiran 15).
Gambar 11. Penghematan Biaya Pengelolaan Persediaan Ikan Konsumsi
berdasarkan Metode EOQ
4.7.2 Tingkat Persediaan Pengaman Optimal
Tingkat persediaan pengaman optimal berhubungan dengan lead time
yaitu waktu tunggu antara pemesanan pertama kali dilakukan hingga bahan atau
produk yang dipesan tiba dalam ruang persediaan, faktor standar deviasi waktu
pelindung yang berhubungan dengan lead time dan tingkat penjualan rata-rata per
hari. Tingkat persediaan pengaman optimal dilakukan sebagai persediaan
tambahan jika terjadi keterlambatan barang yang dipesan sampai pada ruang
persediaan akibat kebutuhan permintaan konsumen yang tidak dapat diprediksi
sebelumnya.
Tingkat persediaan pengaman di PIH Pejompongan berdasarkan tingkat
permintaan kebutuhan masyarakat. Jenis komoditas seperti udang dan cumi yang
memiliki tingkat permintaan yang cukup tinggi dilakukan pemesanan hampir
05,000,000
10,000,00015,000,00020,000,00025,000,000
Ud
ang
Ayam
-Ayam
Bar
on
ang
Par
i
Eko
r K
un
ing
Ku
e B
ula
t
Ku
e G
epen
g
Cu
mi
Ban
den
g S
up
er
Baw
al H
itam
To
ngko
l
Baw
al P
uti
h S
up
er
Bel
anak
Bes
ar
Kak
ap P
uti
h B
esar
Kem
bu
ng B
anja
r
Ker
apu
Bes
ar
Pan
cet
Sel
ar
Mu
jair
Ku
ro
Ku
risi
So
ton
g
Seb
elah
Sem
bil
an
Gab
us
Efis
ien
si B
iaya
(R
p)
Jenis Komoditas
46
setiap hari atau pemesanan dilakukan maksimal dua hari sekali. Persediaan
pengaman udang dan cumi cukup tinggi sehingga membutuhkan biaya
penyimpanan (carrying cost) persediaan pengaman yang lebih tinggi dari
komoditas lainnya (Gambar 12).
Biaya penyimpanan persediaan pengaman yang optimal berdasarkan
perhitungan dengan metode EOQ menghasilkan pengeluaran biaya yang paling
minimum atau efisien. Biaya penyimpanan persediaan optimal tertinggi adalah
cumi dengan nilai sebesar Rp.38.382.184 per tahun. Biaya penyimpanan
persediaan pengaman optimal terendah adalah sotong dengan nilai sebesar
Rp.40.357 (Gambar 12).
Gambar 12. Biaya Penyimpanan Persediaan Pengaman Metode EOQ
Beradasarkan selisih antara biaya penyimpanan persediaan pengaman di
PIH Pejompongan dengan biaya penyimpanan persediaan pengaman optimal
berdasarkan metode EOQ didapat nilai efisiensi biaya yang dapat diperoleh.
Efisiensi biaya tertinggi adalah cumi dengan nilai sebesar Rp.25.160.385.
Efisiensi biaya terendah adalah sebelah dengan nilai sebesar Rp.14.529 (Gambar
13). Rata-rata efisiensi biaya pengelolaan persediaan pengaman adalah
Rp.2.637.082. Efisiensi biaya penyimpanan persediaan pengaman dapat menekan
biaya pengeluaran operasional.
0.005,000,000.00
10,000,000.0015,000,000.0020,000,000.0025,000,000.0030,000,000.0035,000,000.0040,000,000.0045,000,000.00
Bia
ya S
afe
ty S
tock
(R
p)
Jenis KomoditasBiaya Penyimpanan Persediaan Pengaman dengan Metode EOQ (Rp)
47
Gambar 13. Efisiensi Biaya Persediaan Pengaman PIH Pejompongan dan EOQ
Kuantitas persediaan pengaman optimal berdasarkan metode EOQ lebih
rendah dibandingkan kuantitas persediaan pengaman yang dilakukan di PIH
Pejompongan, sehingga biaya persediaan pengaman optimal akan lebih rendah
daripada biaya persediaan pengaman yang dilakukan di PIH Pejompongan.
Semakin rendah kuantitas persediaan pengaman akan menimbulkan biaya
persediaan pengaman yang lebih rendah. Keuntungan atau nilai manfaat dapat
diperoleh jika membandingkan biaya persediaan pengaman di PIH Pejompongan
dengan biaya persediaan pengaman berdasarkan metode EOQ (Gambar 14).
Gambar 14. Perbandingan Biaya Persediaan Pengaman PIH Pejompongan dan
EOQ
0.005,000,000.00
10,000,000.0015,000,000.0020,000,000.0025,000,000.0030,000,000.00
Ud
ang
Ayam
-Ayam
Bar
on
ang
Par
i
Ek
or
Ku
nin
g
Ku
e B
ula
t
Ku
e G
epen
g
Cu
mi
Ban
den
g S
up
er
Baw
al H
itam
Ton
gk
ol
Baw
al P
uti
h S
up
er
Bel
anak
Bes
ar
Kak
ap P
uti
h B
esar
Kem
bu
ng B
anja
r
Ker
apu
Bes
ar
Pan
cet
Sel
ar
Mu
jair
Ku
ro
Ku
risi
Soto
ng
Seb
elah
Sem
bil
an
Gab
us
Efis
ien
si B
iaya
(R
p)
Jenis Komoditas
0.0010,000,000.0020,000,000.0030,000,000.0040,000,000.0050,000,000.0060,000,000.0070,000,000.00
Ud
ang
Aya
m-A
yam
Bar
on
ang
Par
i
Eko
r K
un
ing
Ku
e B
ula
t
Ku
e G
epen
g
Cu
mi
Ban
den
g Su
per
Baw
al H
itam
Ton
gko
l
Baw
al P
uti
h S
up
er
Bel
anak
Bes
ar
Kak
ap P
uti
h B
esar
Kem
bu
ng
Ban
jar
Ker
apu
Bes
ar
Pan
cet
Sela
r
Mu
jair
Ku
ro
Ku
risi
Soto
ng
Seb
elah
Sem
bila
n
Gab
us
Bia
ya S
afe
ty S
tock
(R
p)
Jenis Komoditas
Perhitungan PIH
Perhitungan EOQ
48
4.7.3 Titik Pemesanan Kembali Optimal
Titik pemesanan kembali merupakan titik dimana waktu diadakan
pemesanan kembali sehingga permintaan bahan yang dipesan tepat waktu dimana
safety stock sama dengan nol sehingga dapat diketahui jumlah kuantitas produk
yang harus dipenuhi (Harjito dan Martono 2012). Titik pemesanan kembali
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu lead time dan safety stock (Assauri 2008).
Kuantitas tertinggi pada saat pemesanan kembali dilakukan adalah cumi
dengan nilai sebesar 45,14 kg. Kuantitas terendah pada saat pemesanan kembali
dilakukan adalah sotong dengan nilai sebesar 0,47 kg (Gambar 15). Kuantitas
tersebut merupakan kuantitas yang tersedia akibat pengurangan kuantitas yang
telah terpakai sebelumnya. Apabila titik pemesanan kembali yang dilakukan di
PIH Pejompongan lebih rendah daripada titik pemesanan kembali (reorder point)
EOQ maka akan terjadi kekurangan stok (stock out) sehingga menimbulkan biaya
yang lebih dalam pemesanan selanjutnya. Apabila titik pemesanan kembali yang
dilakukan di PIH Pejompongan lebih tinggi daripada titik pemesanan kembali
EOQ maka akan terjadi penumpukan stok atau broken stock sehingga
menimbulkan biaya lebih dalam biaya penyimpanan.
Gambar 15. Titik Pemesanan Kembali (ROP)
Perhitungan pemesanan kembali merupakan selisih periode waktu antara
waktu pemesanan yang akan dilakukan saat ini dengan waktu pemesanan yang
0.005.00
10.0015.0020.0025.0030.0035.0040.0045.0050.00
Ku
anti
tas
(Kg)
Jenis KomoditasTitik Pemesanan Kembali …
49
dilakukan sebelumnya. Berdasarkan perhitungan, periode pemesanan dapat
dilakukan dalam jangka waktu 1 hingga 2 hari. Rata-rata waktu pemesanan
dilakukan dalam periode waktu 1 hari yaitu jenis komoditas kue bulat, bawal
hitam, kurisi, sotong, sebelah, dan sembilan. Periode pemesanan dilakukan dalam
jangka waktu 2 hari adalah udang, ayam-ayam, baronang, pari, ekor kuning, kue
gepeng, cumi, bandeng, tongkol, bawal putih, belanak, kakap, kembung, kerapu,
pancet, dan gabus (Gambar 16). Waktu pemesanan yang relatif panjang sebaiknya
disertai dengan handling product yang baik untuk meminimalisasi kemungkinan
terjadinya penurunan kualitas produk.
Gambar 16. Waktu Pemesanan Kembali
Hasil analisis perhitungan pengelolaan persediaan ikan konsumsi yang
diperoleh dibandingkan antara metode EOQ dengan sistem yang dilakukan di PIH
Pejompongan, sehingga dapat diketahui bahwa sistem yang dilakukan di PIH
Pejompongan belum optimal. Perhitungan dengan metode EOQ dapat
disimpulkan bahwa kuantitas pemesanan optimal dan frekuensi pemesanan
optimal yang dihitung berdasarkan metode EOQ memberikan efisiensi biaya atau
nilai manfaat terhadap biaya pengadaan persediaan produk ikan konsumsi.
Efisiensi biaya penyimpanan persediaan pengaman optimal yang didapat dari
selisih antara biaya penyimpanan persediaan pengaman yang dilakukan antara
PIH Pejompongan dengan metode EOQ. Titik pemesanan kembali optimal
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
Ud
ang
Aya
m-A
yam
Bar
on
ang
Par
i
Eko
r K
un
ing
Ku
e B
ula
t
Ku
e G
epen
g
Cu
mi
Ban
den
g Su
per
Baw
al H
itam
Ton
gko
l
Baw
al P
uti
h S
up
er
Bel
anak
Bes
ar
Kak
ap P
uti
h B
esar
Kem
bu
ng
Ban
jar
Ker
apu
Bes
ar
Pan
cet
Sela
r
Mu
jair
Ku
ro
Ku
risi
Soto
ng
Seb
elah
Sem
bila
n
Gab
us
Wak
tu (
Har
i)
Jenis KomoditasWaktu Pemesanan Kembali (Hari)
50
menjadi titik penentu PIH Pejompongan dalam periode waktu pemesanan yang
paling efisien untuk dilakukan pemesanan kembali, sehingga dapat dicapai
optimalisasi dalam manajemen pengelolaan persediaan produk ikan konsumsi di
PIH Pejompongan Jakarta Pusat.
4.8 Tingkat Kuantitas Penjualan Ikan Konsumsi
Tingkat kuantitas rata-rata penjualan ikan konsumsi meningkat dalam
periode 1 tahun. Rata-rata kuantitas terendah per 6 bulan terjadi pada Bulan Mei
dan November. Rata-rata kuantitas tertinggi per 6 bulan yaitu Bulan Juni dan
Desember. Kuantitas tertinggi periode 1 tahun yaitu Bulan Desember, sedangkan
kuantitas terendah periode 1 tahun yaitu Bulan Mei (Gambar 17). Bulan
Desember merupakan tingkat kuantitas tertinggi dikarenakan terdapat hari besar
seperti keagamaan dan tahun baru. Pengelolaan persediaan pada Bulan Desember
sebaiknya kuantitas persediaan ditingkatkan, hal tersebut untuk meminimalisasi
jika terjadi kekurangan bahan (stock out) khususnya untuk jenis komoditas yang
memiliki permintaan tinggi seperti udang. Pada Bulan Mei sebaiknya kuantitas
persediaan diturunkan sehingga tidak terjadi broken stock atau penimbunan biaya
berlebih dalam penyimpanan.
Gambar 17. Perbandingan Tingkat Rata-Rata Kuantitas per 6 Bulan
4.9 Tingkat Kepuasan Konsumen
Tingkat kepuasaan menjadi salah satu faktor penting dalam pemasaran.
Menurut Kotler (1997) kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa
86.00
88.00
90.00
92.00
94.00
96.00
98.00
1 2 3 4 5 6
Ku
anti
tas
Rat
a-R
ata
(Kg)
BulanRata Rata Kuantitas 6 Bulan Awal
Rata Rata Kuantitas 6 Bulan Akhir
51
seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil)
suatu produk dengan harapannya. Konsumen yang memiliki rata-rata tingkat
kepuasan yang relatif tinggi memungkinkan pembelian produk yang lebih
kontinu, sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan keuntungan. Tingkat
kepuasaan konsumen berdasarkan pada pendekatan bauran pemasaran 4p yaitu
place, price, promotion, dan product.
Place sebagai salah satu faktor penting dalam kepuasan konsumen karena
konsumen dengan mudah memperoleh produk yang ditawarkan. Tempat kegiatan
pemasaran dilihat dari faktor higienitas, strategis, pola akses, tingkat keamanan.
Berdasarkan gambar 18 yaitu perolehan data yang diambil dari 10 responden
disimpulkan bahwa tingkat kepuasaan konsumen terhadap tempat strategis PIH
Pejompongan dalam kegiatan pemasaran 10% sangat puas, 60% cukup puas, dan
30% biasa saja, sedangkan kurang puas dan tidak puas sebesar 0%.
Gambar 18. Kepuasan Konsumen berdasarkan Tempat
Tingkat kepuasan konsumen terhadap produk berdasarkan beberapa faktor,
antara lain tingkat higienitas, dan tingkat kesegaran. Produk yang ditawarkan
terhadap pasar sesuai standar kualitas sebagai upaya peningkatan gizi masyarakat.
Tingkat kepuasan konsumen berdasarkan produk di PIH Pejompongan yaitu 40%
sangat puas, 40% cukup puas, dan 20% biasa (netral), sedangkan kurang puas dan
tidak puas sebesar 0% (Gambar 19).
0% 0%
30%
60%
10%
Tidak Puas Kurang Puas Biasa Cukup Puas Sangat Puas
52
Gambar 19. Kepuasan Konsumen berdasarkan Produk
Harga merupakan salah satu faktor dari konsep pemasaran yang dapat
mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen. Harga relatif lebih tinggi jika produk
yang ditawarkan memiliki nilai kualitas lebih tinggi. Artinya harga disesuaikan
dengan faktor kualitas yaitu tingkat higienitas dan tingkat kesegaran produk.
Berdasarkan perolehan data yang didapat dari reponden disimpulkan bahwa 40%
cukup puas 60% biasa (netral), sedangkan kurang puas dan tidak puas sebesar 0%
(Gambar 20).
Gambar 20. Kepuasan Konsumen berdasarkan Harga
Promosi sebagai upaya dalam memperluas produk yang dipasarkan
sehingga dapat meningkatkan proses pemasaran hingga ke konsumen. Promosi
dapat dilakukan dengan berbagai media seperti iklan, poster, spanduk, dll.
Perluasan produk yang dapat dipasarkan ke sejumlah wilayah semakin luas maka
proses kegiatan pemasaran akan semakin lancar. Berdasarkan perolehan data yang
0% 0%
20%
40%
40%
Tidak Puas Kurang Puas Biasa Cukup Puas Sangat Puas
0% 0%
60%
40%
0%
Tidak Puas Kurang Puas Biasa Cukup Puas Sangat Puas
53
diperoleh bahwa konsumen 50% cukup puas, 40% biasa (netral), dan 10% kurang
puas, 0% tidak puas (Gambar 21).
Gambar 21. Kepuasan Konsumen berdasarkan Promosi
4.9.1 Hubungan Tingkat Kepuasan Konsumen dan Bauran Pemasaran
Tingkat kepuasan konsumen rata-rata yang didapat dari beberapa faktor
yaitu place, product, price, dan promotion dengan skala 3 hingga 5 yaitu
dikatagorikan biasa hingga sangat puas. Tingkat kepuasan konsumen didapat dari
perhitungan rata-rata dari penjumlahan place, product, price, dan promotion (4p).
Hubungan 4p dalam strategi pemasaran yaitu place, product, price dan promotion
untuk memenuhi target pasar secara luas.
Menurut Kotler (1997) Place dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
lokasi, transportasi, persediaan, dan logistik. Product dipengaruhi oleh ragam,
kualitas, design, kemasan, dan layanan. Promotion dipengaruhi faktor iklan,
promosi penjualan, dan hubungan masyarakat. Price berhubungan faktor daftar
harga, diskon, potongan harga.
Hubungan 4p dalam pemasaran berpengaruh terhadap tingkat kepuasan
konsumen, dapat disimpulkan bahwa variabel terkuat dalam pemasaran yang
dapat mempengaruhi peningkatan tingkat kepuasan konsumen secara significant
yaitu place dan product. Produk yang berkualitas tinggi akan mempengaruhi
kepuasan konsumen lebih tinggi daripada variabel lainnya. Variabel terendah
yaitu promosi sehingga untuk dapat meningkatkan kepuasan konsumen diperlukan
promosi atau perluasan pemasaran melalui beberapa media seperti media iklan,
poster, spanduk,dll (Gambar 23).
0% 10%
40%50%
0%
Tidak Puas Kurang Puas Biasa Cukup Puas Sangat Puas
54
Gambar 22. Hubungan place, product, price, dan promotion
Tabel 7. Hasil Analisis Rank Spearman dari Hubungan antara Beberapa
Variabel dengan Tingkat Kepuasan Konsumen Ikan Konsumsi di
Pasar Ikan Higienis Pejompongan
Variabel
Nilai
Korelasi
rs
Nilai
R2
Nilai
thitung
Nilai
ttabel
Keterangan
Hubungan Tingkat Kepuasan
Konsumen dengan Place
(Tempat)
0,703
0,6319
2,795
2,3066
Terdapat
Hubungan
Hubungan Tingkat Kepuasan
Konsumen dengan Product
(Produk)
0,654 2,5567 Terdapat
Hubungan
Hubungan Tingkat Kepuasan
Konsumen dengan Price
(Harga)
0,675 2,590 Terdapat
Hubungan
Hubungan Tingkat Kepuasan
Konsumen denganPromotion
(Promosi)
0,442 1,395
Tidak
Terdapat
Hubungan
Place atau tempat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
tingkat kepuasan konsumen. Nilai perhitungan korelasi antara place dengan
tingkat kepuasan konsumen adalah 0,703 sehingga didapat nilai thitung sebesar
2,795, sedangkan nilai ttabel adalah 2,3066. Sehingga nilai ttabel ≤ thitung dan dapat
disimpulkan bahwa H0 diterima sedangkan H1 ditolak. Perolehan nilai ttabel didapat
melalui kurva dua arah dengan tingkat keyakinan 95% sehingga nilai α adalah
0,05. Tingkat kepuasan konsumen berdasarkan bauran pemasaran tempat (place)
berdasarkan kriteria lokasi strategis dan tempat yang higienis. Bauran pemasaran
tempat (place) memiliki tingkat korelasi yang lebih signifikan.
27%
25%25%
23% Place
Product
Price
Promotion
55
Product memiliki kualitas yang baik akan dapat mempengaruhi tingkat
kepuasan konsumen. Nilai korelasi rs antara produk dengan tingkat kepuasan
konsumen adalah 0,654 sehingga perolehan nilai thitung sebesar 2,5567, nilai yang
diperoleh thitung ≥ ttabel dengan nilai 2,3006, sehingga H1 ditolak dan H0 diterima,
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara produk dan tingkat
kepuasan konsumen. Tingkat kepuasan konsumen berdasarkan bauran pemasaran
produk (product) berdasarkan kriteria tingkat kesegaran dan higienitas produk.
Kualitas produk yang baik akan meningkatkan tingkat kepuasan konsumen.
Nilai korelasi rs antara harga dengan tingkat kepuasan konsumen adalah
0,675 sehingga nilai thitung sebesar 2,590. Nilai thitung ≥ ttabel, sehingga dapat
disimpulkan bahwa H1 ditolak dan H0 diterima. Harga yang sangat berpengaruh
terhadap proses pembelian dikarenakan terdapat beberapa faktor seperti tingkat
pendapatan masyarakat. Jika tingkat pendapatan rata-rata tinggi maka tingkat
kepuasan konsumen akan tinggi. Tingkat kepuasan konsumen berdasarkan bauran
pemasaran harga (price) berdasarkan ketetapan harga di PIH Pejompongan.
Nilai korelasi rs antara promosi dengan tingkat kepuasan konsumen adalah
0,442, nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan R sebesar 0,6319 sehingga
nilai thitung yaitu sebesar 1,395 lebih rendah dari ttabel sebesar 2,306, H0 ditolak
sedangkan H1 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara promosi dengan tingkat kepuasan konsumen terbukti bahwa
persentase promosi lebih rendah dibandingkan harga, produk, dan distribusi
(Gambar 23). Pada umumnya letak PIH Pejompongan yang cukup strategis dari
wilayah perkantoran dan tingkat penduduk yang cukup tinggi, sehingga usaha
pemasaran ikan konsumsi di PIH Pejompongan sudah diketahui secara umum di
masyarakat, maka promosi yang paling efisien adalah word of mouth. Word of
Mouth Communication (WOM) atau komunikasi dari mulut ke mulut merupakan
proses komunikasi yang berupa pemberian rekomendasi baik secara individu
maupun kelompok terhadap suatu produk atau jasa yang bertujuan untuk
memberikan informasi secara personal (Kotler dan Keller 2007 dalam Ananditha
2013).