BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN MEDIA ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11703/4/T1...31...
Transcript of BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN MEDIA ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11703/4/T1...31...
27
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN MEDIA, ANALISIS DATA, DAN
REFLEKSI HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Perusahaan Media
4.1.1 Profil Portal Berita Kompas.com
Kompas.com merupakan portal berita di bawah naungan PT. Kompas Cyber Media
(Kompas Gramedia Group) yang didirikan oleh mendiang P.K. Ojong dan Jakoeb Oetama.
Kompas.com menyajikan berita-berita aktual di bidang hukum, sosial, politik, humaniora, dan
lain sebagainya.
Dimulai pada tahun 1995 dengan nama Kompas Online, Kompas Online pada awalnya
hanya berperan sebagai edisi internet dari Harian Kompas. Kemudian tahun 1998 Kompas
Online bertransformasi menjadi Kompas.com dengan berfokus pada pengembangan isi, desain,
dan strategi pemasaran yang baru. Kompas.com pun memulai langkahnya sebagai portal berita
terpercaya di Indonesia.
Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 2008 Kompas.com tampil dengan perubahan
penampilan yang signifikan. Mengusung ide “Reborn”, Kompas.com membawa logo, tata letak,
hingga konsep baru di dalamnya. Menjadi lebih kaya, lebih segar, lebih elegan dan tentunya
tetap mengedepankan unsur user-friendly dan advertiser-friendly.
Sinergi ini menjadikan Kompas.com sebagai sumber informasi lengkap, yang tidak hanya
menghadirkan berita dalam bentuk teks, namun juga gambar, video, hingga live streaming.
Perubahan ini pun mendorong bertambahnya pengunjung aktif Kompas.com di awal tahun 2008
yang mencapai 20 juta pembaca aktif per bulan, dengan 40 hingga 100 juta page
views/impression per bulan.1
Kemudian pada tahun 2013, Kompas.com kembali melakukan perubahan yakni tampilan
halaman yang lebih rapi dan bersih, serta fitur baru yang lebih personal untuk memudahkan
pembacanya dalam memilih informasi.
1 http://inside.kompas.com/about-us (diakses 01/11/2014)
28
4.1.2 Profil Portal Berita Detik.com
Detik.com adalah portal berita terpercaya yang menyajikan berbagai berita aktual baik
lingkup nasional maupun internasional, serta menyediakan bermacam-macam artikel online.
Berbeda dari situs-situs berita berbahasa Indonesianya lainnya, Detik.com hanya mempunyai
edisi online dan menggantungkan pendapatan dari bidang iklan.
Portal berita Detik.com awalnya didirikan oleh 4 orang, mereka adalah Budiono
darsono, Yayan Sopyan, Abdul Rahman (eks wartawan Tempo), dan Didi Nugrahadi. Dari
keempat pendiri Detik.com ini, Budiono Darsono merupakan yang pertama sekali mencetuskan
ide untuk membuat media berita online dengan berita yang selalu up to date. Sesuai dengan
slogan mereka “Kenapa tunggu besok kalau detik ini juga anda sudah tahu informasi?”.
Detik.com lalu diakuisisi oleh CT. Corp pada tahun 2011 sebesar Rp 540 Milliar. Setelah
diambil alih, maka selanjutnya jajaran direksi akan diisi oleh pihak-pihak dari Trans Corp
sebagai perpanjangan dengan CT Corp di ranah media. Dan komisaris Utama dijabat Jenderal
(Purn) Bimantoro, merangkap komisaris utama Carrefour Indonesia, yang juga dimiliki Chairul
Tanjung.
Setelah akuisisi, Detik.com mengalami banyak perkembangan. Saat ini situs Detik.com
telah menjadi salah satu situs ternama di Indonesia dengan jumlah visitor yang sangat besar.
Pengunjung situs Detik.com saat ini mencapai 3 juta hits per hari, dan menjadi salah satu situs
yang paling sering dibuka oleh seluruh pengguna internet di Indonesia.2
Manajemen Detik.com:
Komisaris Utama: Drs Raden Suroyo Bimantoro
Wakil Komisaris Utama: Zainal Rahman
Komisaris:
Sutrisno Iwantono
Direktur Utama: Budiono Darsono
Direktur Sales dan Marketing: Nur Wahyuni Sulistiowati
Direktur Keuangan dan HRD: Warnedy
2 https://www.maxmanroe.com/budiona-darsono-pendiri-detik-com-media-online-terbesar-di-indonesia.html(diakses
01/11/2014)
29
4.2 Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis pembingkaian terhadap berita-berita
yang dimuat oleh Kompas.com dan Detik.com tentang konflik dualisme DPR pada tanggal 29
hingga 31 Oktober 2014, menggunakan analisis framing model Robert Entman. Adapun
penyajiannya diurutkan sesuai dengan urutan waktu (kronologis) diterbitkannya berita terkait di
kedua portal berita tersebut.
30
4.2.1 Analisis Artikel 1
Judul : Muncul Pimpinan Tandingan, Politisi di DPR Dinilai Belum Bisa
Move On
Sumber : Detik.com
Ringkasan : Berita ini berisikan pendapat pakar hukum tata negara, Refly Harun, mengenai
konflik dualisme di DPR hingga menyebabkan munculnya pimpinan DPR tandingan.
Kemunculan pimpinan DPR tandingan ini, diberitakan karena fraksi KIH tidak puas dengan
kepemimpinan Ketua DPR Setya Novanto cs yang berasal dari fraksi KMP setelah KMP
menguasai seluruh kursi pimpinan DPR, pimpinan komisi, dan Alat Kelengkapan Dewan (AKD)
Tabel 4.1
Analisis Framing Robert Entman Artikel 1
Perangkat Framing Hasil Pengamatan
Define Problems
(Identifikasi masalah)
Munculnya DPR tandingan sebagai akibat
dari dua kubu politik di DPR yang belum
beranjak dari persaingan masa Pilpres
Diagnose Causes
(Menentukan Penyebab masalah)
Perseteruan politik antara KMP dan KIH,
serta ambisi KMP ingin menguasai DPR
Make Moral Judgement
(Membuat keputusan moral)
Sistem paket dalam mekanisme voting atau
pengambilan suara terbanyak tidak
mencerminkan politik demokrasi
Treatment Recommendation
(Menekankan penyelesaian)
KMP seharusnya merelakan pemilihan AKD
melalui musyawarah mufakat dan tidak
menggunakan sistem paket bila terpaksa
dilakukan mekanisme voting
Sumber: Data primer, 2014
Analisis:
1. Identifikasi Masalah
31
Keseluruhan isi berita ini merupakan pendapat narasumber Refly Harun, seorang pakar
hukum tata negara, mengenai konflik dualisme yang melanda DPR hingga memunculkan DPR
tandingan bentukan fraksi KIH. Detik.com membingkai identifikasi masalah lewat kutipan
wawancara dengan Refly, yang menilai munculnya pimpinan DPR tandingan ini sebagai akibat
dua kubu berseberangan di DPR yakni KMP dan KIH yang belum move on atau beranjak dari
persaingan politik semasa Pilpres.
2. Menentukan Penyebab Masalah
Dari Identifikasi masalah yang dibingkai Detik.com tersebut, tercermin pula apa yang
dianggap menjadi penyebab masalah dalam berita ini, yang tak lain karena perseteruan politik
antara KMP dan KIH sejak kontestasi Pilpres. Namun Detik.com juga menekankan bahwa
ambisi politik KMP merupakan penyebab masalah yang sama. Dalam berita ini, disebutkan
bahwa munculnya pimpinan DPR tandingan juga dipicu oleh ambisi KMP yang ingin menguasai
DPR dengan menyapu bersih seluruh kursi pimpinan DPR, pimpinan komisi, dan AKD.
3. Membuat Keputusan Moral
Penilaian moral dalam berita ini terlihat pula dalam kutipan wawancara Detik.com
dengan Refly Harun. Pada kutipan yang dimaksud, Refly menyatakan bahwa voting atau
mekanisme pemungutan suara terbanyak dalam proses pemilihan pimpinan di DPR harus tetap
mencermikan politik demokrasi, yaitu dengan tidak menggunakan sistem paket. Dari kutipan
tersebut, Detik.com memberi penilaian moral bahwa sistem paket pada mekanisme voting dalam
sidang pemilihan pimpinan DPR yang diketuai Setya Novanto cs tidak mencerminkan politik
demokrasi.
4. Menekankan Penyelesaian
Detik.com menekankan penyelesaian masalah berdasarkan keterangan Refly yang
mengatakan bahwa setelah menguasai kursi pimpinan DPR dan pimpinan komisi seharusnya
KMP merelakan pemilihan AKD melalui mekanisme musyawarah untuk mufakat. Selain itu,
kalaupun terpaksa dilakukan voting harus tetap mencerminkan politik demokrasi dengan tidak
menggunakan sistem paket.
32
4.2.2 Analisis Artikel 2
Judul : Gonjang Ganjing Politik, Ketika DPR Terbelah Dua
Sumber : Detik.com
Ringkasan : Dalam berita ini disebut masa depan politik di parlemen Indonesia semakin
runyam menyusul adanya DPR tandingan yang digagas KIH. Disebutkan pula bahwa munculnya
DPR tandingan ini berawal dari ketidakpuasan kubu KIH yang merasa tak diajak KMP dalam
pembagian kursi di parlemen. Dalam berita ini juga dikutip wawancara politisi dari kedua kubu
tersebut yang mengklaim langkah politik masing-masing kubu adalah agar fungsi DPR
secepatnya berjalan.
Tabel 4.2
Analisis Framing Robert Entman Artikel 2
Perangkat Framing Hasil Pengamatan
Define Problems
(Identifikasi masalah)
DPR tandingan membuat politik runyam,
serta dapat berimbas pada perekonomian
Diagnose Causes
(Menentukan Penyebab masalah)
KMP yang menyapu bersih kursi pimpinan di
DPR, dan KIH yang bermanuver membentuk
pimpinan DPR tandingan
Make Moral Judgement
(Membuat keputusan moral)
Kemunculan DPR tandingan semakin
membuat masyarakat antipati terhadap DPR
Treatment Recommendation
(Menekankan penyelesaian)
Kedua kubu sedianya musyawarah untuk
mufakat dalam setiap pengambilan keputusan
Sumber: Data primer, 2014
33
Analisis:
1. Identifikasi Masalah
Pada alinea pertama berita, Detik.com menuliskan opini yang menyebut bahwa masa
depan politik parlemen di Indonesia semakin runyam dengan adanya DPR tandingan. Dituliskan
pula harapan agar konflik di kompleks Senayan itu tidak berimbas pada perekonomian. Melalui
opini tersebut, Kompas.com mengidentifikasi masalah munculnya DPR tandingan sebagai
masalah serius yang bisa saja berimbas pada perekonomian negara, serta hanya akan membuat
runyam situasi politik terutama di parlemen, apapun alasan pembentukannya.
2. Menentukan Penyebab Masalah
Dalam berita ini, tak hanya disebutkan langkah KIH membentuk DPR tandingan yang
membuat runyam politik. KMP juga disebut telah menyapu bersih kursi pimpinan DPR dan tidak
membagi jatah pimpinan komisi dan AKD untuk KIH sehingga muncul ketidakpuasan dari pihak
KIH. Dari sini terihat Detik.com tidak memberi penekanan pada salah satu kubu politik tertentu
sebagai penyebab masalah, namun lebih pada perseteruan antara keduanya.
3. Membuat Keputusan Moral
Berita ini memuat kutipan wawancara narasumber dari kedua kubu yang berkonflik,
jugabopini yang menyebutkan bahwa munculnya DPR tandingan mungkin akan semakin
membuat masyarakat antipati terhadap DPR dan Parpol. Wawancara dengan narasumber dari
pihak KIH, Detik.com memilihh Arif Wibowo, anggota DPR dari fraksi PDIP, yang mengklaim
bahwa langkah KIH membentuk DPR tandingan adalah demi menjaga berjalannya fungsi
pimpinan DPR. Selanjutnya dari kubu KMP, Detik.com mewawancarai Ketua DPR Setya
Novanto dari fraksi Golkar. Setya mengatakan bahwa proses pemilihan pimpinan DPR berikut
pimpinan komisi dan AKD telah melalui proses yang panjang dan menyerahkan penilaiannya
kepada rakyat. Dengan mengutip keterangan dari kedua narasumber yang saling bertentangan
ini, tampak Detikcom tidak memberi penilaian moral bagi klaim keduanya. Penilaian moral lebih
kepada rakyat yang disebut Detik.com akan antipati pada DPR bila konflik dualisme ini terus
berlanjut.
34
4. Menekankan Penyelesaian
Pada alinea terakhir, Detik.com kembali menulis opini yang menyebutkan semoga saja
keramaian segera berakhir dan musyawarah untuk mufakat segera diambil, semua untuk rakyat.
Dari sini terihat upaya Detik.com memberi penekanan penyelesaian dengan rekomendasi untuk
musyawarah mufakat dalam setiap pengambilan keputusan di DPR. Hal itu harus dilakukan demi
kepentingan rakyat sebagai konstituen para anggota dewan tersebut.
35
4.2.3 Analisis Artikel 3
Judul : DPR Terbelah, Kemana Jiwa Kenegarawanan Para Politisi Senayan?
Sumber : Detik.com
Ringkasan : Berita ini adalah seputar wawancara dengan Ketua Dewan Kehormatan Partai
Demokrat, Amir Syamsuddin, yang dalam salah satu pernyataannya menyebut politisi Senayan
membutuhkan jiwa kenegarawanan dalam menyikapi pertentangan politik di DPR.
Tabel 4.3
Analisis Framing Robert Entman Artikel 3
Perangkat Framing Hasil Pengamatan
Define Problems
(Identifikasi masalah)
DPR terbelah akibat ketiadaan jiwa
negarawan para anggota dewan, dan
semangat persaingan Pilpres yang belum
mereda di antara kubu KMP dengan KIH
Diagnose Causes
(Menentukan Penyebab masalah)
KMP dan KIH yang berebut kursi pimpinan
DPR hingga pimpinan komisi
Make Moral Judgement
(Membuat keputusan moral)
Terbelahnya DPR adalah cerminan wakil
rakyat yang berpikiran sempit
Treatment Recommendation
(Menekankan penyelesaian)
Anggota DPR agar mengedepankan
musyawarah, KMP memberi jatah
proporsional pada KIH di pimpinan komisi
Sumber: Data primer, 2014
Analisis:
1. Identifikasi Masalah
36
Detik.com mengidentifikasi masalah dalam pemberitaan ini sebagai semangat persaingan
pilpres antara kubu KMP dengan KIH yang belum mereda meski pilpres telah lama usai.
Akibatnya kini DPR terbelah, dan apa yang terjadi ini membuat miris. Identifikasi tersebut
secara eksplisit terungkap pada opini yang dituliskan Detik.com pada paragraf pertama dan
kedua dalam berita. Selanjutnya Detik.com juga memberi berita ini judul “DPR Terbelah,
Kemana Jiwa Kenegarawanan Para Politisi Senayan?”, judul itu diambil dari kutipan wawancara
dengan Ketua Dewan Partai Demokrat Amir Syamsudin yang mempertanyakan jiwa negarawan
para anggota dewan yang berseteru berebut kursi pimpinan DPR. Dari penggunaan judul
tersebut, Detik.com juga mengidentifikasi masalah ini sebagai ketiadaan jiwa kenegarawanan
semua anggota dewan, yang berasai dari KMP maupun KIH.
2. Menentukan Penyebab Masalah
Setelah masalah diidentifikasi Detik.com sebagai persaingan masa pilpres yang tidak
kunjung reda antara KMP dan KIH, maka penyebab masalah yang ditonjolkan Detik.com dengan
sendirinya adalah KMP dan KIH yang berebut kursi pimpinan DPR serta pimpinan komisi
sebagai ekses dari persaingan politik antara kedua kubu tersebut.
3. Membuat Keputusan Moral
Detik.com kembali mengutip pernyataan narasumber, Amir Syamsuddin, yang
mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang besar, karena itu wakil rakyatnya jangan
berpikiran sempit. Melalui kutipan tersebut, Detik.com memberikan penilaian moral bawa
terbelahnya DPR ini adalah cerminan wakil rakyat berpikiran sempit yang kerjanya hanya
berebut kuasa.
4. Menekankan Penyelesaian
Upaya Detik.com menekankan penyelesaian tampak pada kutipan wawancara berikutnya
dengan Amir, narasumber tunggal dalam berita ini. Dalam wawancara tersebut, Detik.com
mengutip saran Amir agar tetap mengedepankan musyawarah dan melupakan semua konflik
yang terjadi di masa pilpres. Dituliskan pula bahwa Amir mengatakan tidak ada salahnya jika
KMP memberi jatah yang proporsional pada KIH di pimpinan komisi, hal itu dinilai tidak
merugikan KMP.
37
4.2.4 Analisis Artikel 4
Judul : DPR Terbelah Karena KMP dan KIH Berebut Kuasa, Kapan Kerjanya?
Sumber : Detik.com
Ringkasan : Berita ini masih seputar mempertanyakan anggota fraksi KMP dan KIH yang
berebut kursi pimpinan DPR serta pimpinan komisi. Narasumber Detik.com kali ini adalah
seorang pengamat politik dari Universitas Gajah Mada, Arie Sudjito. Disebutkan Arie dalam
wawancaranya, kalau kondisi ini berlanjut maka DPR telah kehilangan arah.
Tabel 4.4
Analisis Framing Robert Entman Artikel 4
Perangkat Framing Hasil Pengamatan
Define Problems
(Identifikasi masalah)
DPR terbelah karena KMP dan KIH sibuk
berebut kuasa, DPR mengalami disorientasi
Diagnose Causes
(Menentukan Penyebab masalah)
KMP dan KIH yang berebut kursi pimpinan
DPR, bukan mengurusi persoalan bangsa
Make Moral Judgement
(Membuat keputusan moral)
Konflik di DPR tidak substantif, kedua kubu
hanya mementingkan kekuasaan
Treatment Recommendation
(Menekankan penyelesaian)
Seharusnya anggota DPR cooling down dan
merenungkan makna menjadi wakil rakyat
Sumber: Data primer, 2014
Analisis:
1. Identifikasi Masalah
Dari judul yang digunakan Detik.com pada berita ini, yaitu “DPR Terbelah Karena KMP
dan KIH Berebut Kuasa, Kapan Kerjanya?”, secara gamblang menunjukkan Detik.com
mengidentifikasi masalah terbelahnya DPR akibat kedua koalisi yang terus berebut kuasa, dalam
38
hal ini memperebutkan kursi pimpinan DPR, pimpinan komisi dan AKD. Kedua kubu juga
ditekankan sebagai pihak yang melalaikan kerjanya sebagai wakil rakyat dan mengalami
disorientasi. Penekanan itu terkandung dalam wawancara Detikcom dengan Arie Sudjito,
pengamat politik dari UGM.
2. Menentukan Penyebab Masalah
Dari penggunaan judul pula, tampak penyebab masalah mengarah pada KMP dan KIH
yang hanya berebut kursi pimpinan DPR. Hal itu juga diperkuat Detik.com dengan mengutip
pernyataan Arie yang menyebutkan bahwa sangat berbahaya bila kedua koalisi itu terus
berkonflik, tugas-tugas DPR seperti budgeting (penganggaran) dan controlling (pengawasan)
menjadi terbengkalai.
3. Membuat Keputusan Moral
Penilaian moral negatif dijatuhkan kepada KMP dan KIH. Perseteruan kedua kubu
dikonstruksi Detik.com sebagai keributan yang tidak substantif, dalam hal ini bukan meributkan
persoalan bangsa tetapi kekuasaan dan kepentingan politik belaka. Penilaian itu terdapat pada
kutipan wawancara Arie yang mengatakan kedua koalisi ribut sendiri dan tidak mengurusi
persoalan bangsa, mereka juga melanggar sumpahnya sebagai anggota dewan.
4. Menekankan Penyelesaian
Penekanan penyelesaian yang ditonjolkan Detik.com kali ini terlihat pada alinea terakhir
dalam berita. Detik.com mengutip statement terakhir Arie Sudjito yang menyarankan anggota
DPR seharusnya cooling down dulu atau menenangkan suasana hati untuk mencairkan situasi
politik yang tegang. Arie menambahkan bahwa mereka juga perlu merenungkan kembali makna
menjadi wakil rakyat.
39
4.2.5 Analisis Artikel 5
Judul : Kegaduhan DPR Dapat Diselesaikan di MK Untuk Hilangkan Sistem
Paket
Sumber : Detik.com
Ringkasan : Artikel berita ini menyebutkan ada saran untuk KIH yang protes dengan aturan
sistem paket. Narasumber berita ini, Refly Harun yang merupakan pakar hukum tata negara
memberikan saran untuk mengajukan gugatan terkait aturan tersebut ke Mahkamah Konstitusi
(MK). Disebutkan Refly dalam wawancaranya, gugatan kali ini lebih berpeluang dikabulkan
MK.
Tabel 4.5
Analisis Framing Robert Entman Artikel 5
Perangkat Framing Hasil Pengamatan
Define Problems
(Identifikasi masalah)
KIH yang protes dengan sistem paket
berlandaskan UU MD3 adalah masalah
ketatanegaraan yang bisa diselesaikan di MK
Diagnose Causes
(Menentukan Penyebab masalah)
Aksi sapu bersih yang dilakukan KMP
menggunakan sistem paket, reaksi KIH yang
membentuk pimpinan DPR tandingan
Make Moral Judgement
(Membuat keputusan moral)
Sistem paket merupakan bahaya laten
Treatment Recommendation
(Menekankan penyelesaian)
UU MD3 diajukan ke MK untuk ditinjau
kembali agar sistem paket bisa dihapus
Sumber: Data primer, 2014
40
Analisis:
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan keterangan dalam wawancara dengan Pakar Hukum Tata Negara Refly
Harun, Detik.com mengidentifikasi masalah KIH yang protes dengan sistem paket berlandaskan
UU MD3 sebagai masalah ketatanegaraan yang dapat diseselaikan di MK.
2. Menentukan Penyebab Masalah
Sistem paket dan UU MD3 dianggap sebagai penyebab masalah. Hal itu berdasarkan
penuturan Refly dalam berita ini yang mengatakan munculnya DPR tandingan bentukan KIH
adalah akibat sapu bersih kursi pimpinan DPR oleh KMP dengan menggunakan sistem paket.
Pendapat Refly yang juga dikutip Detik.com menyebutkan bahwa hulu dari masalah (konflik
dualisme DPR) ini adalah sistem paket yang terdapat di UU MD3. Namun reaksi KIH
membentuk DPR tandingan juga dipandang Detik.com sebagai penyebab masalah. Disebutkan
dalam berita ini, KIH seharusnya berusaha sejak awal melakukan upaya musyawarah, namun
bila kemungkinan musyawarah tak kunjung tercipta maka bukan berarti KIH boleh membentuk
DPR tandingan.
3. Membuat Keputusan Moral
Penilaian moral diberikan pada keberadaan UU MD3 yang memungkinkan digunakannya
sistem paket dalam memilih pimpinan DPR. Kutipan wawancara Refly selanjutnya menyatakan
sistem paket yang terdapat dalam UU MD3 merupakan bahaya laten karena mungkin saja sistem
ini juga dianut pimpinan lembaga negara lainnya yang akan mengakibatkan lembaga negara
hanya diisi golongan tertentu.
4. Menekankan Penyelesaian
Upaya penyelesaian yang hendak ditekankan Detik.com terihat dari saran Refly Harun
untuk mengajukan UU MD3 ke MK untuk ditinjau kembali. Dikatakan Refly, kalau pasal itu
nantinya bisa dihapus, maka sistem paket juga bisa dihapus dan dapat dilakukan pemilihan ulang
pimpinan DPR, MPR, serta alat kelengkapan dewan lainnya.
41
4.2.6 Analisis Artikel 6
Judul : Koalisi Indonesia Hebat Ingin Gelar Pemilihan Pimpinan Alat
Kelengkapan DPR Tandingan
Sumber : Kompas.com
Ringkasan : Dalam artikel ini diberitakan fraksi partai yang tergabung di Koalisi Indonesia
Hebat (KIH) ingin menggelar pemilihan alat kelengkapan dewan (AKD) sendiri sebagai
tandingan dari pemilihan AKD yang diadakan KMP plus Partai Demokrat. Langkah tersebut
diambil KIH karena mereka menganggap pemilihan AKD yang dilakukan fraksi (Koalisi Merah
Putih) KMP tidak sah.
Tabel 4.6
Analisis Framing Robert Entman Artikel 6
Perangkat Framing Hasil Pengamatan
Define Problems
(Identifikasi masalah)
KIH ingin menggelar pemilihan AKD
tandingan karena pemilihan AKD versi KMP
tidak sah
Diagnose Causes
(Menentukan Penyebab masalah)
KMP yang dianggap tidak sah dalam
menggelar pemilihan AKD karena hanya
diikuti oleh 5 fraksi atau setengah dari
keseluruhan jumlah fraksi di DPR
Make Moral Judgement
(Membuat keputusan moral)
Keinginan KIH menggelar pemilihan AKD
tandingan merupakan perjuangan politik
Treatment Recommendation
(Menekankan penyelesaian)
Keinginan KIH tersebut wajar bila
direalisasikan karena politik itu dinamis
Sumber: Data primer, 2014
42
Analisis:
1. Identifikasi Masalah
Dalam artikel berita ini, dibahas seputar keinginan fraksi-fraksi partai politik yang
tergabung di dalam KIH untuk mengadakan pemilihan pimpinan AKD tandingan. Melalui
narasumber tunggalnya, Hendrawan Supratikno yang merupakan seorang politisi dari KIH,
Kompas.com mengidentifikasi masalah keinginan KIH tersebut sebagai ekses atas langkah KMP
yang menggelar pemilihan AKD secara tidak sah.
2. Menentukan Penyebab Masalah
Melalui narasumbernya pula, Kompas.com menuliskan bahwa pemilihan AKD yang
digelar KMP tidak sah karena hanya diikuti oleh lima fraksi, yakni Partai Golkar, Gerindra,
PAN, PKS, serta Demokrat, dimana jumlah itu hanya setengah keseluruhan jumlah fraksi di
DPR. Langkah KMP itu dituding sebagai pemicu timbulnya keinginan KIH untuk menggelar
pemilihan AKD tandingan, sehingga dalam berita ini tampak jelas KMP dianggap sebagai
penyebab masalah.
3. Membuat Keputusan Moral
Dituliskan dalam artikel ini bahwa pemilihan AKD yang digelar oleh KMP tetap berjalan
meski tanpa kehadiran fraksi yang tergabung dalam KIH, dan KIH juga dianggap tidak ingin
menempatkan anggota fraksinya di AKD tersebut. Pernyataan itu menunjukkan KMP telah
melakukan tindakan yang tidak fair dan terkesan sewenang-wenang, sehingga menimbulkan
anggapan bahwa keinginan KIH untuk menggelar pemilihan AKD tandingan merupakan suatu
perjuangan politik melawan kesewenang-wenangan KMP.
4. Menekankan Penyelesaian
Penekanan penyelesaian pada berita ini tampak pada pernyataan Hendrawan Supratikno
yang mengatakan bahwa keinginan KIH menggelar sendiri pemilihan AKD secara terpisah
dengan yang digelar oleh KMP merupakan sebuah solusi yang cerdas dan solutif karena politik
sangat dinamis. Kompas.com memberi ruang bagi Hendrawan untuk memberi keterangan secara
diplomatis, sebagaimana dinyatakan Hendrawan bahwa sedang dilakukan kajian-kajian untuk
dasar hukum pemilihan AKD tandingan tersebut. Secara tidak langsung Kompas.com
membingkai bahwa keinginan KIH ini, meski tanpa dasar hukum, adalah suatu hal yang lumrah
dalam konteks politik yang dinamis, sehingga wajar bila direalisasikan.
43
4.2.7 Analisis Artikel 7
Judul : Koalisi Indonesia Hebat Angkat Pimpinan DPR Tandingan
Sumber : Kompas.com
Ringkasan : Artikel ini memberitakan fraksi-fraksi KIH yang mengangkat sendiri
pimpinan DPR untuk sementara diluar pimpinan DPR yang telah disahkan sebelumnya. KIH
juga diberitakan sepakat untuk melayangkan mosi tidak percaya kepada pimpinan DPR dan
mempermasalahkan penyelenggaraan beberapa sidang paripurna terakhir, termasuk sidang
pemilihan Alat Kelengkapan Dewan.
Tabel 4.7
Analisis Framing Robert Entman Artikel 7
Perangkat Framing Hasil Pengamatan
Define Problems
(Identifikasi masalah)
Fraksi-fraksi KIH mengangkat pimpinan
DPR sendiri karena kecewa dengan pimpinan
DPR yang dikuasai politisi KMP
Diagnose Causes
(Menentukan penyebab masalah)
Pimpinan DPR dari kubu KMP yang
dianggap mengabaikan hak pokok anggota
DPR yakni hak menyatakan pendapat
Make Moral Judgement
(Membuat keputusan moral)
Pimpinan DPR yang berasal dari kubu KMP
hanya mementingkan golongannya
Treatment Recommendation
(Menekankan penyelesaian)
Pimpinan DPR bila tidak cakap memimpin,
maka harus digantikan
Sumber: Data primer, 2014
Analisis:
1. Pendefinisan Masalah
44
Dalam artikel ini, Kompas.com kembali memilih narasumber hanya dari kubu KIH, salah
satunya Arif Wibowo dari fraksi PDIP, yang menyatakan bahwa pengangkatan pimpinan DPR
tandingan oleh KIH ini merupakan bentuk kekecewaan atas kepemimpinan politisi KMP. Dari
keterangan narasumber tersebut, Kompas.com mengkonstruksi upaya pengangkatan pimpinan
DPR sendiri oleh KIH ini sebagai reaksi kekecewaan KIH yang diperlakukan tidak adil oleh
pimpinan DPR asal KMP.
2. Menentukan Penyebab Masalah
Kompas.com juga mengutip pernyataan Arif Wibowo bahwa pimpinan DPR asal KMP
telah secara nyata mengabaikan hak pokok anggota DPR yakni hak menyatakan pendapat,
dimana hal itu merupakan tindakan melanggar tata tertib. Dari pernyataan tersebut, KMP dilihat
sebagai penyebab masalah, dalam hal ini sebagai penyebab terjadinya dualisme kepemimpinan di
DPR.
3. Membuat Keputusan Moral
Disebutkan pula dalam berita ini, bahwa fraksi KIH sepakat untuk melayangkan mosi
tidak percaya kepada pimpinan DPR karena sidang paripurna yang selama ini dipimpin oleh
pimpinan DPR asal KMP, termasuk sidang pemilihan AKD, hanya mengakomodasi keinginan
KMP. Melalui keterangan itu, secara eksplisit Kompas.com telah memberikan penilaian moral
bahwa pimpinan DPR dari fraksi KMP ini hanya mementingkan golongannya dengan tidak
mengakomodasi kepentingan fraksi KIH.
4. Menekankan Penyelesaian
Penekanan penyelesaian oleh Kompas.com tampak dalam kutipan narasumber
Kompas.com selanjutnya yang juga berasal dari KIH, yakni politisi Partai Nasdem Victor
Laiskodat. Dalam berita ini, Victor menyatakan bahwa sejauh ini pimpinan DPR yang berasal
dari KMP tidak cakap dalam melaksanakan tugasnya, dan pemimpin yang tidak cakap haruslah
digantikan. Dalam masalah ini yang dianggap tidak cakap memimpin adalah pimpinan DPR
definitif yang dikuasai politisi KMP, karena sebelumnya diberikan penilaian moral bahwa
pimpinan DPR versi KMP ini hanya mementingkan golongannya.
45
4.2.8 Analisis Artikel 8
Judul : “Sejak Awal, Koalisi Merah Putih Memang Cuma Basa-basi…”
Sumber : Kompas.com
Ringkasan : Fokus dalam berita ini adalah pendapat dari pakar psikologi Universitas
Indonesia, Hamdi Muluk, yang menilai bahwa 6 kursi pimpinan AKD yang ditawarkan KMP
untuk KIH hanyalah basa-basi. Dalam kutipan wawancaranya, Hamdi juga mengatakan bahwa
sejumlah upaya KIH untuk mendapatkan kursi pimpinan DPR juga tidak terlalu baik karena tak
mempertimbangkan KMP yang ngotot menggunakan UU MD3 sehingga KIH bisa dipastikan
kalah dalam mekanisme pengambilan suara terbanyak.
Tabel 4.8
Analisis Framing Robert Entman Artikel 8
Perangkat Framing Hasil Pengamatan
Define Problems
(Identifikasi masalah)
Penawaran pembagian kekuasaan oleh KMP
dengan memberi 6 kursi pimpinan AKD
untuk KIH hanya sekedar basa-basi
Diagnose Causes
(Menentukan Penyebab masalah)
KMP yang hanya membagi 6 dari total 47
kursi pimpinan AKD untuk KIH
Make Moral Judgement
(Membuat keputusan moral)
Sebagai koalisi pemenang Pilpres 2014,
kondisi KIH memprihatinkan. KIH dinilai
akan kesulitan mengesahkan sejumlah
program pemerintah
Treatment Recommendation
(Menekankan penyelesaian)
KIH seharusnya memperoleh kursi pimpinan
AKD secara proporsional, pemilihan
pimpinan AKD dilakukan secara
musyawarah untuk mufakat
Sumber: Data primer, 2014
46
Analisis:
1. Identifikasi Masalah
Lewat kutipan wawancara dengan narasumber Hamdi Muluk dan penggunaan judul pada
berita ini, Kompas.com menngidentifikasi masalah KMP yang menawarkan pembagian
kekuasaan dengan memberi jatah 6 kursi pimpinan AKD untuk KIH sebagai langkah politik
yang tidak didasari itikad baik, atau hanya sekedar basa-basi.
2. Menentukan Penyebab Masalah
Dari Identifikasi masalah yang dikonstruksi Kompas.com, praktis penyebab masalah
diarahkan pada langkah KMP yang dinilai oleh narasumber Kompas.com hanyalah basa-basi.
Disebutkan pula KMP hanya memberi KIH 6 dari total 47 kursi pimpinan AKD, atau dengan
kata lain KMP membagi kekuasaan dengan KIH secara tidak proporsional.
3. Membuat Keputusan Moral
Penilaian moral diberikan oleh Kompas.com pada KIH lewat keterangan yang
menyebutkan KIH sebagai koalisi pemenang Pilpres 2014 namun mengalami kondisi
memprihatinkan di parlemen. Melalui wawancara berikutnya dengan Hamdi, diprediksikan KIH
juga akan menghadapi jalan terjal dalam upaya mengesahkan program pemerintah.
4. Menekankan Penyelesaian
Kompas.com menekankan rekomendasi penyelesaian bahkan mulai dari alinea pertama
berita. Disitu disebutkan bahwa seharusnya KIH memperoleh kursi secara proporsional, dalam
hal ini kursi pimpinan AKD. Selain itu terdapat pula kutipan wawancara dengan Hamdi yang
mengatakan bahwa KIH harus sadar kalau mereka akan kalah kalau KMP ngotot pakai UU
MD3. Dengan kata lain, ingin ditekankan Kompas.com bahwa penyelesaian masalah adalah
dengan mengesampingkan UU MD3 yang memungkinkan voting, serta menggelar pemilihan
AKD dengan mekanisme musyawarah untuk mufakat.
47
4.2.9 Analisis Artikel 9
Judul : Ini Alasan Fraksi Pendukung Jokowi-JK Gelar Sidang Paripurna
Tandingan
Sumber : Kompas.com
Ringkasan : Dalam artikel ini diberitakan seputar alasan fraksi KIH yang bersikeras ingin
menggelar sidang paripurna tandingan utuk memilih dan menetapkan pimpinan DPR yang baru.
Disebutkan pula bahwa kubu KIH telah menggelar rapat pleno di masing-masing fraksi dalam
KIH yang hasilnya adalah keputusan untuk mengadakan sidang paripurna tandingan sebagai
upaya memberikan pesan moral kepada pimpinan dan seluruh anggota DPR yang berasal dari
kubu KMP.
Tabel 4.9
Analisis Framing Robert Entman Artikel 9
Perangkat Framing Hasil Pengamatan
Define Problems
(Identifikasi masalah)
KIH terpaksa menggelar sidang paripurna
tandingan karena pimpinan DPR yang
dikuasai KMP tidak aspiratif
Diagnose Causes
(Menentukan penyebab masalah)
Pimpinan DPR dari KMP yang tidak
mendengarkan aspirasi fraksi-fraksi KIH
Make Moral Judgement
(Membuat keputusan moral)
Fraksi KIH memiliki hak dan kewenangan
konstitusional untuk mengambil sikap
politik, termasuk menggelar sidang paripurna
tandingan dengan tujuan memilih pimpinan
DPR sendiri
Treatment Recommendation
(Menekankan penyelesaian)
Setjen DPR harus netral dengan juga
memfasilitasi sidang paripurna tandingan
yang digelar KIH
Sumber: Data primer, 2014
48
Analisis:
1. Identifikasi Masalah
Pada berita Kompas.com kali ini, masalah fraksi KIH yang berencana menggelar sidang
paripurna tandingan diidentifikasi sebagai suatu langkah mendesak karena keadaan terpaksa. Hal
itu berdasarkan penuturan narasumber Ahmad Basarah, Wakil Ketua Fraksi PDIP di DPR.
Basarah mengatakan rencana KIH tersebut didorong ketidakpuasan lima fraksi KIH yang merasa
aspirasi dan pemikiran-pemikirannya tidak didengar oleh pimpinan DPR yang diisi oleh politisi-
politisi KMP, sehingga KIH dengan terpaksa harus menggelar sidang paripurna sendiri untuk
menandingi dominasi KMP.
2. Menentukan Penyebab Masalah
Dari Identifikasi masalah diatas, tentu pimpinan DPR dari kubu KMP kembali dituding
menjadi penyebab masalah. Selain itu, penggunaan diksi “pendukung Jokowi-JK” oleh
Kompas.com sebagai kata ganti Koalisi Indonesia Hebat pada judul berita ini, terlihat pula
sebagai upaya mendiskreditkan KMP karena seolah-olah KMP tidak mendukung pemerintahan
Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla sebagaimana saat Pilpres 2014 lalu. Tentunya setelah
Pilpres berakhir, maka hubungan pimpinan DPR dengan Jokowi-JK adalah hubungan legislatif
dengan eksekutif, tidak lagi pendukung atau bukan pendukung.
3. Membuat Keputusan Moral
Kompas.com mengkonstruksi manuver KIH yang menggelar sidang paripurna tandingan
ini sebagai suatu sikap politik yang tidak bertentangan dengan konstitusi, meski di sisi lain
manuver tersebut praktis membuat fungsi-fungsi legislasi terbengkalai. Hal itu tampak pada
pernyataan Basarah yang ditulis Kompas.com bahwa dirinya menegaskan jika fraksi KIH
memiliki 247 anggota DPR atau sekitar 60 juta suara konstituen sehingga KIH memiliki hak dan
kewenangan konstitusional untuk mengambil sikap politik, termasuk menggelar sidang paripurna
tandingan yang agendanya adalah pernyataan mosi tidak percaya pada pimpinan DPR, memilih
pimpinan DPR sendiri, memilih dan menetapkan anggota komisi serta AKD.
49
4. Menekankan Penyelesaian
Selanjutnya Kompas.com juga mengutip pernyataan Basarah yang mengharapkan Setjen
DPR untuk bersikap netral dengan kesediaan membantu memfasilitasi pelaksanaan sidang
paripurna tandingan. Dari pengutipan pernyataan tersebut, Kompas.com menekankan bahwa
netralitas Setjen DPR merupakan solusi atas konflik dualisme di DPR. Meski juga terdapat
wawancara dengan Fadli Zon dari kubu KMP dalam berita ini, yang menyatakan bahwa sidang
paripurna tandingan adalah ilegal serta melarang Setjen DPR memfasilitasi sidang tersebut,
namun pernyataan Fadli ditempatkan di alinea paling bawah serta tidak dikemukakan argumen-
argumen pendukung atas pernyataannya.
50
4.2.10 Analisis Artikel 10
Judul : Ketua DPR Fraksi KIH Menolak Disebut Ilegal
Sumber : Kompas.com
Ringkasan : Dalam artikel ini, yang menjadi fokus pemberitaan Kompas.com adalah
sanggahan Ketua DPR RI versi KIH mengenai struktur pimpinan parlemen versi mereka yang
dituding ilegal oleh sebagian kalangan politisi dan pengamat politik.
Tabel 4.10
Analisis Framing Robert Entman Artikel 10
Perangkat Framing Hasil Pengamatan
Define Problems
(Identifikasi masalah)
Struktur pimpinan DPR versi KIH dituding
ilegal meski memiliki legal standing
Diagnose Causes
(Menentukan Penyebab masalah)
Adanya pihak yang menyebut pimpinan DPR
versi KIH adalah ilegal
Make Moral Judgement
(Membuat keputusan moral)
Fraksi KIH mengisi kekosongan kursi
kepemimpinan DPR yang sebelumnya
mendapat mosi tidak percaya dari 5 parpol
Treatment Recommendation
(Menekankan penyelesaian)
KIH dapat melanjutkan proses pembentukan
struktur pimpinan DPR karena hal itu legal
Sumber: Data primer, 2014
Analisis:
1. Identifikasi Masalah
Narasumber tunggal Kompas.com dalam berita ini, Ketua DPR versi KIH Ida Fauziah,
menolak jika struktur pimpinan DPR versi mereka disebut ilegal. Dikutip oleh Kompas.com, Ida
menyatakan bahwa anggota KIH adalah juga anggota DPR terpilih yang sudah dilantik melalui
keputusan presiden serta memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih sebagai pimpinan
DPR. Pengutipan ini tanpa disertai wawancara narasumber yang dapat memberikan pendapat
51
hukum atas argumen Ida tersebut, sehingga terkesan pendapat Ida merupakan legal standing bagi
langkah KIH membentuk struktur pimpinan DPR tandingan. Maka identifikasi masalah oleh
Kompas.com adalah KIH disebut ilegal walau memiliki legal standing untuk membentuk
struktur pimpinan DPR versi mereka.
2. Menentukan Penyebab Masalah
Seperti diketahui dari Identifikasi masalah, berita ini dikonstruksi sebagai masalah KIH
disebut ilegal meski mempunyai legal standing untuk membentuk struktur pimpinan DPR sendiri
sebagai tandingan atas pimpinan DPR yang dikuasai fraksi KMP. Melalui konstruksi tersebut,
secara tidak langsung Kompas.com hendak menekankan bahwa adanya pihak yang menyebut
ilegal itulah sebagai penyebab masalah.
3. Membuat Keputusan Moral
Dalam artikel ini juga terdapat argumentasi yang ditonjolkan Kompas.com untuk
mendukung gagasan bahwa terjadi kekosongan kepemimpinan di DPR, dan langkah KIH
membentuk struktur pimpinan sendiri adalah legal dengan bertujuan mengisi kekosongan
tersebut. Argumentasi yang diberi penonjolan itu kembali diutarakan Ida Fauziah, yang
mengatakan bahwa lima partai politik anggota KIH telah melayangkan mosi tidak percaya
terhadap pimpinan DPR periode 2014 – 2019, sehingga kursi pimpinan DPR yang dikuasai KMP
itu dengan sendirinya tidak legitim dan terjadi kekosongan kepemimpinan di DPR.
4. Menekankan Penyelesaian
Konstruksi berita yang menunjukkan bahwa langkah KIH tidak ilegal serta penonjolan
argumentasi bahwa terjadi kekosongan kekuasaan di DPR rupanya mengarah pada penyelesaian
masalah yang direkomendasikan Kompas.com. Terkait kekosongan kepemimpinan DPR
tersebut, Ida Fauziah dalam kutipan wawancaranya menyebutkan bahwa dibutuhkan pimpinan
DPR baru untuk meng-handlenya. Lantas upaya melanjutkan pembentukan struktur pimpinan
DPR versi KIH, meski disebut ilegal oleh sejumlah kalangan politisi dan pengamat, dibingkai
Kompas.com sebagai penyelesaian masalah.
52
4.3 Refleksi Hasil Penelitian
Media sebagai saluran komunikasi massa saat ini bertindak sebagai agen konstruksi
realitas. Hall (1982) berpendapat bahwa berkenaan dengan eksistensi media massa, dewasa ini
tidak lagi memproduksi realitas atau tidak lagi menjadi wadah penyaluran informasi, tetapi justru
menentukan realitas atau melakukan pembingkaian melalui pemakaian kata-kata tertentu yang
dipilih. Jika ada berita yang menampilkan masalah konflik misalnya, hal itu bukanlah realitas
yang sebenarnya, melainkan lebih merupakan pantulan keikutsertaan media tersebut dalam
mengonstruksi realitas. Dalam ungkapan lain, fakta yang dilaporkan oleh media massa bukanlah
fakta yang sesungguhnya, karena media massa tersebut melalui strategi pembingkaian telah
mengonstruksi fakta yang diliputnya.
Pendapat Hall di atas terbukti pada pemberitaan media massa mengenai konflik dualisme
yang bergulir di DPR. Setelah peneliti melakukan pengamatan serta analisa terhadap berita-berita
di Detik.com dan Kompas.com terkait peristiwa tersebut, diketahui bahwa kedua portal berita ini
telah mengonstruksi realitas melalui pemilihan kata, sudut pandang, narasumber, serta pemilihan
kutipan dari narasumber.
Setelah dilakukan analisis framing model Robert Entman terhadap 5 berita konflik
dualisme DPR yang menjadi headline di Detik.com, peneliti menemukan bahwa Detik.com
cukup memperhatikan keberimbangan informasi dan data dengan menerapkan prinsip cover both
sides. Tercatat pada 3 berita, Detik.com menghadirkan narasumber pakar yang dianggap netral
dalam melihat konflik DPR ini, serta bukan dari kalangan politisi. Dan pada 2 berita lainnya,
diwawancarai narasumber politisi dari fraksi KMP dan KIH sehingga informasi yang
disampaikan menjadi berimbang karena digunakan dua sudut pandang.
Secara garis besar, Detik.com mengidentifikasi konflik sebagai persaingan politik antara
KMP dengan KIH yang belum mereda sejak masa Pemilihan Presiden 2014. Konflik juga
dibingkai Detik.com sebagai perebutan kekuasaan yang tidak substantif, dimana ambisi politik
masing-masing kubu dilihat sebagai penyebab masalah. Selanjutnya, Detik.com menekankan
penyelesaian melalui ranah hukum, dalam hal ini Mahkamah Konstitusi, agar konflik dualisme
ini tidak berlarut-larut dan fungsi DPR kembali berjalan.
Berbeda dari Detik.com, Kompas.com rupanya mengesampingkan prinsip
keberimbangan berita karena hanya menggunakan satu sudut pandang. Ditemukan pada 4 dari 5
53
berita tentang konflik dualisme DPR yang menjadi headline dalam rentang waktu 29 hingga 31
Oktober 2014, Kompas.com hanya mengutip hasil wawancara dari narasumber politisi yang
seluruhnya berasal dari KIH. Meski terdapat 1 berita dimana Kompas.com menghadirkan
narasumber seorang pakar psikologi, namun kutipan wawancara yang dimuat berisi statement
yang menyudutkan KMP.
Dari hasil analisis, peneliti juga menemukan bahwa Kompas.com mengonstruksi konflik
dualisme di parlemen hingga munculnya DPR tandingan ini sebagai proses perjuangan politik
KIH melawan ketidakadilan yang dilakukan KMP. Manuver politik KMP yang menyapu bersih
seluruh kursi pimpinan DPR, pimpinan komisi, dan AKD secara umum dilihat Kompas.com
sebagai penyebab masalah. Selanjutnya melalui seleksi isu, Kompas.com memberi penekanan
penyelesaian agar kursi pimpinan DPR harus dibagi secara proporsional atau konflik dualisme
akan tetap berlanjut. Konsekuensinya, secara garis besar bingkai pemberitaan Kompas.com
berusaha menyamarkan fakta bahwa fungsi legislatif menjadi tersendat karena adanya DPR
tandingan yang digagas KIH.
Namun terdapat pula hal yang menjadi persamaan dari kedua portal berita ini dalam
membingkai berita konflik dualisme di DPR. Kedua media, melalui angle dan kutipan
wawancara dengan narasumber, berusaha membangun opini publik bahwa UU MD3 yang
memungkinkan salah satu kubu menguasai seluruh kursi pimpinan DPR melalui voting dan
sistem paket sebagai hulu konflik atau penyebab masalah utama. Baik Detik.com maupun
Kompas.com, keduanya sama-sama merekomendasikan mekanisme musyawarah untuk mufakat
sebagai jalan keluar dari perseteruan antara KMP dengan KIH. Berikutnya akan disajikan tabel
yang menjelaskan perbandingan bingkai antara Detik.com dan Kompas.com setelah dilakukan
analisis framing Robert Entman pada pemberitaan kedua media tersebut.
54
Tabel 4.11
Hasil analisis Framing Robert Entman pada Detik.com dan Kompas.com
Perangkat Framing Detik.com Kompas.com
Define Problems
(Identifikasi masalah)
Persaingan politik antara
KMP dan KIH sejak Pilpres
Perjuangan politik KIH
melawan ketidakadilan KMP
Diagnose Causes
(Menentukan Penyebab
masalah)
Ambisi politik masing-
masing koalisi,
UUMD3/sistem paket
Ambisi KMP yang ingin
menguasai DPR,
UUMD3/sistem paket
Make Moral Judgement
(Membuat keputusan moral)
KMP dan KIH sama-sama
hanya berebut kuasa, tidak
memikirkan rakyat, DPR
tandingan tak boleh ada
KIH memperjuangkan hak
politik, DPR tandingan
sebagai langkah politik
menandingi dominasi KMP
Treatment Recommendation
(Menekankan penyelesaian)
Musyawarah untuk mufakat,
UU MD3/sistem paket harus
diajukan ke Mahkamah
Konstitusi untuk dilakukan
Peninjauan Kembali
Musyawarah untuk mufakat,
formasi pimpinan DPR
berikut pimpinan komisi dan
AKD harus dibagi ke KIH
secara proporsional
Hasil penelitian pada tabel di atas juga membuktikan kedua portal berita tersebut telah
mengonstruksi peristiwa konflik dualisme DPR dengan ideologi media mereka masing-masing.
Jika menurut Raymond (dalam Eriyanto, 2002), ideologi media yakni ideologi yang dipercayai
sebagai sebuah sistem keyakinan ilusioner (gagasan atau kesadaran palsu) yang dikontraskan
dengan pengetahuan ilmiah. Ideologi dalam pengertian ini adalah seperangkat kategori yang
dibuat dan kesadaran palsu dimana kelompok yang berkuasa atau dominan menggunakannya
untuk mendominasi kelompok lain. Karena kelompok yang dominan mengontrol kelompok lain
dengan menggunakan perangkat ideologi yang disebarkan ke dalam masyarakat, akan membuat
kelompok yang didominasi melihat itu tampak alamiah, dan diterima sebagai kebenaran. Di sini,
55
ideologi disebarkan lewat berbagai instrumen salah satunya media massa. Dalam hal ini, yang
dimaksud sebagai kelompok berkuasa adalah media massa, dan konteksnya adalah Detik.com
dan Kompas.com.
Terlihat dalam pemberitaan konflik dualisme DPR, Kompas.com mengontrol kelompok
lain yakni khalayak pembacanya dengan menggunakan ideologi dalam mengkonstruksi
pemberitaannya. Dengan hanya memilih narasumber-narasumber tertentu yang mendukung
gagasan bahwa KIH diperlakukan tidak fair oleh KMP, DPR tandingan merupakan suatu
perjuangan politik, dan sebagainya, sehingga gagasan-gagasan yang ingin ditekankan oleh
Kompas.com itu dilihat sebagai sesuatu yang natural dan dapat diterima sebagai kebenaran oleh
khalayak pembacanya. Hal tersebut tidak terlepas dari kepemilikan Jakob Oetama yang selalu
dekat dan kompromis dengan kekuasaan eksekutif, dimana KIH adalah koalisi partai politik yang
berkuasa di lembaga eksekutif.
Sedangkan Detik.com tentu juga menggunakan ideologi mereka dalam mengkonstruksi
pemberitaan, tapi berada di ranah yang independen. Meski Chairul Tanjung (CT) sebagai pemilik
Detik.com terafiliasi langsung dengan partai politik yakni Partai Demokrat, namun posisi partai
tersebut sebagai „penyeimbang‟ yang tidak tergabung dalam KMP maupun KIH, sehingga kader-
kader Partai Demokrat termasuk CT dalam hal ini cenderung pragmatis.
Penelitian ini menunjukkan pula bahwa setiap media massa pasti memiliki ideologi.
Ideologi media ini dapat ditentukan oleh banyak faktor misalnya kepemilikan media, finansial,
kekerabatan, afiliasi politik, dan lain sebagainya. Selanjutnya Ideologi ini tentu mempengaruhi
konstruksi berita sehingga berpotensi terjadinya bias konstruksi, atau berita tersebut tidak
sepenuhnya sesuai dengan realitas yang ada. Biasnya konstruksi pemberitaan, dilihat dari
dampak disfungsi media, sangat berpotensi menyesatkan khalayak.
Selanjutnya bila ditinjau dari teori konstruksi realitas Peter L. Berger, peristiwa konflik
dualisme DPR ini merupakan realitas objektif atau fakta yang benar-benar terjadi. Namun
kemudian realitas objektif ini diterima dan diinterpretasikan sebagai realitas subjektif oleh
pekerja media Detik.com dan Kompas.com yang meliput peristiwa tersebut. Para pekerja media
itu lalu mengkonstruksi realitas subjektif yang sesuai dengan seleksi, preferensi, termasuk
ideologi media mereka dan menampilkannya sebagai realitas simbolik di portal berita online.
Realitas simbolik dalam hal ini adalah berita terkait yang disajikan di Detik.com dan
Kompas.com, yang kemudian diterima khalayak sebagai fakta sesungguhnya karena media
56
dianggap merefleksikan realitas sebagaimana adanya, meski berita-berita tersebut bukanlah
cerminan realitas objektif atau fakta yang sebenar-benarnya. Sebab itu dibutuhkan pemahaman
literasi media atau tingkat melek media yang tinggi, karena tanpa memilah-milah dan memahami
lebih dalam sesuatu yang disajikan dalam berita, khalayak bisa terbawa dalam arahan konstruksi
yang dibangun oleh media.