BAB IV
-
Upload
meylinda-lin -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
description
Transcript of BAB IV
![Page 1: BAB IV](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022082815/563db90c550346aa9a99808e/html5/thumbnails/1.jpg)
23
BAB IV
ANALISIS
Gastroenteritis adalah inflamasi membran mukosa lambung dan usus
halus. Gastroenteritis akut ditandai dengan diare dan pada beberapa kasus,
muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang
menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit (Betz, 2009). Pada
usia lanjut, terjadi perubahan fisiologi dan anatomi tubuh, termasuk saluran cerna.
Motilitas intestinum yang menurun, absorbsi cairan yang berkurang, fungsi
homeostasis yang terganggu, penurunan nafsu makan dan geriatric problem
lainnya akan memperparah kondisi patologis yang terjadi, salah satunya
peningkatan risiko dehidrasi pada pasien usia lanjut dengan diare.
Pasien berusia 70 tahun, datang dengan keluhan utama BAB cair sejak 6
jam SMRS. BAB cair (+) frekuensi ±7 kali, darah (-), lendir (+), konsistensi cair >
ampas, warna kekuningan, banyaknya ± ½ gelas setiap kali BAB disertai Mual (+)
muntah (+) setiap kali BAB, banyaknya ± 1/2 gelas, isi cairan, ampas(-), darah (-),
menyemprot (-). Badan lemas (+), pandangan berkunang-kunang (-), nafsu makan
menurun (+). Sekitar ± 4 jam sebelum BAB cair os mengaku minum sarang
burung walet sebanyak 1 gelas. Demam (+) tidak terlalu tinggi, menggigil (-).
Batuk (+) dahak (+) warna putih kekuningan banyaknya ± 1/2 sendok makan.
Batuk terus-menerus, tidak berkurang dengan istirahat, sesak (+) setiap os batuk.
BAB cair dengan konsistensi cair > daripada ampas dan frekuensi lebih
dari 3 kali dalam satu hari, berlangsung sejak 6 jam SMRS menunjukkan suatu
keadaan diare akut. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari
penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Pada pasien dengan diare
akut etiologi dapat berupa invasi mikroorganisme seperti virus, infeksi bakteri
ataupun parasit, namun dapat juga dipikirkan keadaan diare tersebut merupakan
manifestasi kelainan sistemik seperti hipertiroid, malabsorbsi, ataupun keracunan
makanan. Tidak adanya manifestasi hipertiroid seperti penurunan berat badan,
mudah berkeringat, dan tremor pada pasien ini dapat menyingkirkan diagnosis
banding hipertiroid. Pada anamnesis os mengaku adanya lendir pada feses
![Page 2: BAB IV](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022082815/563db90c550346aa9a99808e/html5/thumbnails/2.jpg)
sehingga dipikirkan pada os terjadi diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan
sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang
disertai lendir dan atau darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen
seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta
gejala dan tanda dehidrasi.
Pada anamnesis lebih lanjut, os mengaku diare cair > daripada ampas.
Berdasarkan patofisiologinya diare dengan cair yang lebih banyak biasanya terjadi
akibat mekanisme sekretorik yaitu bila terjadi gangguan transport elektrolit baik
absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi
akibat toksin yang dikeluarkan bakteri. Namun pada kasus ini, kemungkinan ada
dua mekanisme yang berperan. Selain sekretorik akibat toksin bakteri, diare pada
os juga kemungkinan akibat hipomotilitas usus (geriatric problem) yang
mengakibatkan waktu transit usus menjadi lebih cepat.
Tidak adanya darah secara makroskopis dapat menyingkirkan
kemungkinan diare akibat pathogen invasive. Namun, belum dapat menyingkirkan
adanya kemungkinan occult blood (darah samar). Sehingga dapat disimpulkan
pada kasus ini, kemungkinan etiologi besar disebabkan oleh karena infeksi
bakteri, ditunjang dengan adanya temuan klinis berupa demam, serta akibat
hipomotilitas usus akibat penuan. Pada usia lanjut terjadi disfungsi imun yang
terjadi menyeluruh di tingkat gen, sel, jaringan dan organ. Disfungsi ini
menyebabkan tubuh sangat rentan terhadap terjadinya infeksi sehingga
kecenderungan diare akibat infeksi bakteri pada pasien ini cukup tinggi.
Hal yang menjadi perhatian adalah adanya diare yang disertai dengan
muntah dengan frekuensi yang cukup sering menunjukkan adanya peningkatan
water loss pada pasien, akibatnya pasien akan cenderung jatuh pada keadaan
dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. Pasien datang dengan
peningkatan heart rate 102 x per menit, ekstremitas dingin dan CRT > 2 detik,
disertai dengan penurunan urine output menunjukkan keadaan dehidrasi . Kondisi
ini diperberat dengan geriatric problem yaitu pasien malas makan dan minum
selama beberapa bulan terakhir ini. Peningkatan water loss dan penurunan intake
akan menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal yang secara otomatis
24
![Page 3: BAB IV](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022082815/563db90c550346aa9a99808e/html5/thumbnails/3.jpg)
menurunkan glomerular filtration rate, sehingga pasien jatuh pada keadaan AKI
akibat prerenal. Sehingga focus utama tatalaksana pada pasien adalah rehidrasi.
Selain masalah pada traktus gastrointestinal, pada pasien juga ditemukan
permasalahan pada traktus respiratorius. Dari anamnesis didapatkan data bahwa
pasien juga mengalami batuk berdahak putih, disertai demam dan sesak napas dari
beberapa minggu sebelumnya, ditambah dengan adanya riwayat merokok dan
pengobatan TB sebelumnya, tidak ada tanda-tanda gangguan jantung dan ginjal,
keluhan bersifat kronik sehingga dapat dipikirkan penyebabnya berupa PPOK,
atau infeksi sekunder, atau TB kasus kambuh. Dari hasil pemeriksaan fisik
ditemukan adanya barrel chest (+) disertai temuan hipersonor pada perkusi paru,
vesikuler yang meningkat di kedua paru, adanya wheezing pada pada basal paru
kiri dapat dipikirkan adanya PPOK yang stabil ataupun asma, namun pada pasien
tidak ada riwayat sakit asma sebelumnya. Kedua hal ini perlu dibedakan dengan
menggunakan spirometri dengan membandingkan VEP1/KVP. Dari temuan klinis
dan konfirmasi dari hasil pemeriksaan radiologi maka diagnosis gangguan napas
pada pasien kemungkinan akibat PPOK. PPOK yang ditemukan pada pemeriksaan
fisik merupakan PPOK fase stabil, yang menurut kriteria GOLD 2006
25
![Page 4: BAB IV](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022082815/563db90c550346aa9a99808e/html5/thumbnails/4.jpg)
diklasifikasikan menjadi 5 berdasarkan nilai prediksi spirometrinya. Oleh karena
itu pada pasien ini juga perlu dipikirkan untuk pemberian tatalaksana
farmakologis controler PPOK. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan reaksi
radang kronik saluran napas akibat terpajan zat kimia, biasanya berupa gas,
hingga terjadi gangguan pernapasan yang bersifat tidak sepenuhnya reversible.
Reaksi radang kronik ini berlangsung progresif (semakin lama semakin berat)
terutama bila penyebab radang tidak disingkirkan. Radang saluran napas ini
biasanya disebabkan oleh kebiasaan merokok dan menghirup gas buang industri
atau kendaraan dan terjadi pada penderita PPOK sebelum usia tua.
Tatalaksana yang perlu diberikan pada pasien ini adalah tatalaksana
holistik yang mencakup semua penyakit pasien. Untuk tatalaksana diare yang
curiga akibat infeksi bakteri, maka perlu diberikan antibiotik pada pasien,
antibiotika pilihan adalah antibiotika broad spectrum sampai diketahui penyebab
pastinya melalui kultur. Karena permasalahan utama pasien adalah dehidrasi,
maka fokus utama tatalaksana adala rehidrasi. Pada saat pasien datang ke IGD
maka pasien dilakukan resusitasi cairan dan dilakukan pemantauan denyut nadi,
kesadaran serta urine output. Pada prinsipnya penggantian cairan adalah
mengganti jumlah yang masuk sebanyak jumlah yang keluar. Pasien dengan
dehidrasi sedang sehingga kebutuhan cairan pengganti adala 8% X 40 kg X 1L =
3,2 L drip cepat. Rehidrasi pada fase awal dapat dilakukan secara intravena
dengan menggunakan cairan kristaloid, bila tercapai maka maintenance dapat
dilakukan dengan cara oral, bila kemampuan oral baik, maka pada pasien dapat
diberikan oralit setiap pasien mengeluarkan cairan (BAB atau muntah). Pada
pasien juga dicurigai adanya PPOK stabil, maka pada fase ini perlu diberikan
tatalaksana PPOK fase stabil yaitu berupa kortikosteroid inhalasi seperti
budenoside atau long acating beta agonist (forbuterol) disertai mukolitik. Pada
pasien juga didapatikan adanya gastritis (berdasarkan pemeriksaan endoskopi)
sehingga perlu diberikan tatalaksana, yaitu dengan omeprazol. Tatalaksana untuk
antiemesis dapat diberikan odansentron.
26