Bab III Tabanan
-
Upload
novie-werr-kikuk -
Category
Documents
-
view
278 -
download
36
description
Transcript of Bab III Tabanan
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN PKL
Kegiatan praktek kerja lapangan (PKL) Mahasiswa Jurusan Analis
Poltekkes Denpasar Kesehatan tahun akademik 2013-2014 dilaksanakan di
Laboratorium Pathologi Klinik Badan Rumah Sakit Umum Tabanan, dengan
beberapa sub laboratorium yang meliputi sub laboratorium sampling, sub
laboratorium hematologi, sub laboratorium kimia klinik, sub laboratorium klinik
rutin, sub laboratorium imunoserologi, dan sub laboratorium mikrobiologi.
Pelaksanaan kegiatan praktek kerja lapangan (PKL) Mahasiswa Jurusan
Analis Kesehatan Poltekkes Denpasar diikuti oleh 6 orang mahasiswa yang
dilaksanakan selama 1 bulan yaitu dari tanggal 10 Maret-12 April 2014, dengan
sistem pelaksanaan kerja praktek yang diterapkan adalah sistem operan jaga
(shift), yaitu: dibagi menjadi tiga operan jaga antara lain pada pagi hari mulai dari
pukul 07.00-13.00 WITA, operan jaga sore hari mulai dari pukul 13.00-19.00
WITA, operan jaga malam hari mulai dari pukul 19.00-07.00 WITA. Kegiatan
PKL dilaksanakan setiap hari dengan pengaturan operan jaga berturut-turut dari
pagi, siang, malam, dan libur.
Kegiatan yang dilakukan selama pelaksanaan praktek kerja lapangan
(PKL) di Laboratorium Patologi Klinik Badan Rumah Sakit Umum Tabanan
dapat diuraikan sebagai berikut :
A. Sub Laboratorium Sampling
1. Nama Kegiatan : Pengambilan sampel darah vena pasien
a. Tujuan
1) Untuk mengetahui prosedur pengambilan sampel darah secara baik dan
benar.
2) Untuk mendapatkan sampel darah dari vena pasien sebagai bahan
pemeriksaan sesuai dengan permintaan pemeriksaan.
b. Metode
Metode yang digunakan adalah venapuncture dengan vacutainer system
dan syringe/spuit.
c. Prinsip kerja
1) Metode Syringe/spuite
Pembendungan pembuluh darah vena dilakukan agar pembuluh tampak
jelas dan dengan mudah dapat ditusuk sehingga didapatkan sampel darah. Darah
pasien yang diambil dengan syringe dapat dikontrol tekanannya melalui penarikan
penghisap syringe secara perlahan hingga sesuai dengan volume yang dibutuhkan.
2) Metode Vacutainer
Pembendungan pembuluh darah dilakukan agar pembuluh darah tampak
jelas dan dengan mudah dilakukan penusukan sehingga didapatkan sampel darah.
Saat melakukan penusukan pada pembuluh darah vena, darah akan masuk ke
dalam tabung hampa udara sampai volume darah yang dikehendaki.
d. Dasar teori
Dalam praktik laboratorium klinik, ada tiga cara pengambilan darah, yaitu
melalui tusukan vena (venipuncture), tusukan kulit (skinpuncture) dan tusukan
13
arteri atau nadi. Dari ketiga cara tersebut, venipuncture adalah cara yang paling
umum dilakukan oleh karena itu istilah phlebotomi sering dikaitkan dengan
venipuncture (Joyce, 2007).
Tujuan phlebotomi adalah memperoleh sampel darah dalam volume yang
cukup untuk pemeriksaan yang dibutuhkan, dengan memperhatikan pencegahan
interferensi preanalisis, memasukkannya ke dalam tabung yang benar,
memperhatikan keselamatan (safety), dan dengan sesedikit mungkin
menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien (Hendro, 2011).
Darah vena diperoleh dengan jalan pungsi vena. Jarum yang digunakan
untuk menembus vena itu hendaknya cukup besar, sedangkan ujungnya harus
runcing, tajam dan lurus. Dianjurkan untuk memakai jarum dan semprit yang
dispossible; semprit semacam itu biasanya dibuat dari semacam plastik. Baik
semprit maupun jarum hendaknya dibuang setelah dipakai, janganlah disterilkan
lagi guna pemakaian berulang.
Terdapat dua cara dalam pengambilan darah vena yaitu cara manual dan cara
vakum. Cara manual dilakukan dengan menggunakan alat suntik (syring),
sedangkan cara vakum dengan menggunakan tabung vakum (vacutainer).
1) Pengambilan darah dengan cara syringe
Pengambilan darah vena secara manual dengan alat suntik (syring)
merupakan cara yang masih lazim dilakukan di berbagai laboratorium klinik dan
tempat-tempat pelayanan kesehatan. Alat suntik ini adalah sebuah pompa piston
sederhana yang terdiri dari sebuah sebuah tabung silinder, pendorong, dan jarum.
Berbagai ukuran jarum yang sering dipergunakan mulai dari ukuran terbesar
sampai dengan terkecil adalah : 21G, 22G, 23G, 24G dan 25G. Pengambilan
14
darah dengan suntikan ini baik dilakukan pada pasien usia lanjut dan pasien
dengan vena yang tidak dapat diandalkan (rapuh atau kecil) (Riswanto, 2009).
2) Pengambilan darah dengan cara vakum
Tabung vakum pertama kali dipasarkan oleh perusahaan AS BD (Becton-
Dickinson) di bawah nama dagang Vacutainer. Jenis tabung ini berupa tabung
reaksi yang hampa udara, terbuat dari kaca atau plastik. Ketika tabung dilekatkan
pada jarum, darah akan mengalir masuk ke dalam tabung dan berhenti mengalir
ketika sejumlah volume tertentu telah tercapai. Jarum yang digunakan terdiri dari
dua buah jarum yang dihubungkan oleh sambungan berulir. Jarum pada sisi
anterior digunakan untuk menusuk vena dan jarum pada sisi posterior ditancapkan
pada tabung. Jarum posterior diselubungi oleh bahan dari karet sehingga dapat
mencegah darah dari pasien mengalir keluar. Sambungan berulir berfungsi untuk
melekatkan jarum pada sebuah holder dan memudahkan pada saat mendorong
tabung menancap pada jarum posterior (Riswanto, 2009).
e. Alat dan bahan
1) Alat
a) Tourniquet
b) Kapas alkohol 70%
c) Holder
d) Jarum vacutainer
e) Tabung vacutainer (sesuai pemeriksaan)
f) Syringe/spuite
g) Kapas Kering
h) Plester
15
i) Spidol
f. Cara kerja
1) Metode Syringe/spuite
a) Dilakukan persiapan kerja dari area kerja dan perlatan yang diperlukan
untuk sampling.
b) Identifikasi identitas pasien sesuai dengan FPPL (Formulir Permintaan
Pemeriksaan Laboratorium) dengan mewawancarai identitas pasien
secara langsung.
c) Pasien diminta untuk meluruskan lengannya dan diminta untuk
mengepalkan tangannya.
d) Tourniquet dipasang kira-kira 7,5-10 cm atau ± 3 jari di atas lipatan siku.
e) Dipalpasi vena atau dipilih yang lebih besar dan tidak boleh pada
jaringan parut, proksimal tempat infus, hematoma dan limfostasis.
f) Kulit pada bagian yang akan diambil darahnya dibersihkan dengan kapas
alcohol 70% dengan gerak memutar dari tengah ke tepi, dibiarkan 30
detik untuk pengeringan alcohol dan jangan menyentuh area yang sudah
steril.
g) Bagian vena ditusuk dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas
dengan sudut 15 - 30°. Dihindari gerakan seminimal mungkin.
h) Tourniquet dilepas segera setelah darah mengalir dan dibiarkan pasien
membuka genggaman tangannya.
i) Dilepaskan jarum dari tempat tusukan vena, segera ditekan dengan kapas
kering selama 3-5 menit, jangan langsung melekukan lengan ke atas.
j) Diplester bagian venapuncture.
16
k) Sampel darah vena dimasukkan kedalam tabung yang telah disediakan
secara perlahan agar tidak menimbulkan buih.
l) Sampel siap untuk diperiksa dan didistribusikan sesuai form pemintaan
pemeriksaan pasien.
2) Metode Vacutainer
a) Dilakukan persiapan kerja dari area kerja dan perlatan yang diperlukan
untuk sampling.
b) Identifikasi identitas pasien sesuai dengan FPPL (Formulir Permintaan
Pemeriksaan Laboratorium) dengan mewawancarai identitas pasien
secara langsung.
c) Pasien diminta untuk meluruskan lengannya dan diminta untuk
mengepalkan tangannya.
d) Tourniquet dipasang kira-kira 7,5-10 cm atau ± 3 jari di atas lipatan siku.
e) Dipalpasi vena atau dipilih yang lebih besar dan tidak boleh pada
jaringan parut, proksimal tempat infus, hematoma dan limfostasis.
f) Kulit pada bagian yang akan diambil darahnya dibersihkan dengan kapas
alcohol 70% dengan gerak memutar dari tengah ke tepi, dibiarkan 30
detik untuk pengeringan alcohol dan jangan menyentuh area yang sudah
steril.
g) Bagian vena ditusuk dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas
dengan sudut 15 - 30°. Dihindari gerakan seminimal mungkin.
h) Tabung vacutainer dipasang pada holder secara kuat dengan cara ibu jari
kanan mendorong tabung sedangkan jari telunjuk dan jari tengah (kanan)
17
tertumpu pada kedua sisi holder. Ibu jari tangan kiri memegang holder
dengan sedikit menekan agar holder tidak bergerak.
i) Tourniquet dilepas segera setelah darah mengalir, lalu tabung vacutainer
diisi sesuai dengan kapasitas tabung vacutainer. Setelah tabung teisi
sesuai kapasitas dilakukan penghomogen darah dengan antikoagulan
dalam tabung.
j) Jika memerlukan beberapa tabung, setelah tabung pertama terisi, tabung
dicabut dan diganti dengan tabung kedua, begitu seterusnya.
k) Tabung vacutainer dilepaskan dari holder kemudian diletakkan kapas
kering di atas tempat penusukan, lalu jarum ditarik perlahan. Kapas
diletakkan beberapa saat atau selama 3-5 menit lalu dipasangi plester.
l) Sampel siap untuk diperiksa dan didistribusikan sesuai form pemintaan
pemeriksaan pasien.
g. Hasil kegiatan
Berdasarkan pengamatan selama kegiatan PKL di Laboratorium Patologi
Klinik BRSUD Tabanan, jumlah rata-rata pasien rawat jalan dari poliklinik yang
berhasil diambil sampel darah per harinya oleh mahasiswa sebanyak 10-15 orang
pada pagi hari, sedangkan pada sore dan malam hari pasien dari IRD yang
berhasil diambil sampel darahnya rata-rata berjumlah 2-3 orang pasien per hari.
h. Permasalahan yang ditemui
Dalam kegiatan sampling selama kegiatan PKL di BRSUD Tabanan,
mahasiswa menemui beberapa permasalahan, diantaranya:
1) Sampling pasien yang cenderung gemuk agak sulit untuk menemukan posisi
vena yang besar karena tidak terlihat.
18
2) Sampling pasien anak kecil/balita yang merasa takut dengan jarum suntik dan
biasanya akan memberontak yang dapat menyebabkan posisi vena bergeser
sehingga tidak diperoleh sampel darah. Selain itu pasien anak kecil/balita
sebagian memiliki vena yang tipis dan kecil yang memungkinkan kegagalan
saat sampling.
3) Jumlah sampel darah yang kurang mencukupi untuk pemeriksaan.
i. Pembahasan
Pengambilan darah vena (Venipuncture) merupakan bagian pra analitik
dalam proses pemeriksaan laboratorium, dimana proses ini sangat penting untuk
memperoleh hasil pemeriksaan yang akurat. Agar dapat di peroleh spesimen darah
yang memenuhi syarat uji laboratorium, maka pengambilan sampel darah harus
dilakukan dengan benar, mulai dari persiapan, pemilihan jenis antikoagulan,
pemilihan letak vena, teknik pengambilan sampai dengan pelabelan sampel.
Pengambilan darah vena di BRSU Tabanan dilakukan dengan sistem
vacutainer, syringe/spuite dan modifikasi kedua sistem. Pemilihan penggunaan
metode pengambilan darah vena disesuaikan dengan vena pasien dan jumlah
pemeriksaaan yang diminta sehingga dapat diperoleh sampel darah yang
memenuhi syarat pemeriksaan.
Proses pengambilan sampel darah mempunyai beberapa permasalahan
yang sering ditemui seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, ketika kesulitan
dalam menemukan vena pada orang gemuk dapat dilakukan palpasi pada bagian
telapak punggung untuk memperoleh vena yang teraba dan tepat. Namun, secara
keseluruhan pada pasein yang cenderung gemuk, vena sering terletak pada bagian
mediana cubiti yang agak dalam sehingga perlu kepekaan dalam palpasi atau
19
dapat dilakukan tepukan pada bagian lengan. Sementara pada kasus lainnya,
pasien anak kecil/balita pada proses pengambilan dapat dilakukan dengan bantuan
team work sehingga tidak mudah untuk bergeser. Untuk vena yang tidak bisa
diandalkan (kecil atau rapuh) biasanya pada anak kecil/balita dapat dilakukan
pengambilan dengan wingneddle yang mempunyai jarum lebih kecil dan
digunakan dengan modifikasi menggunakan syringe untuk menghindari sampel
darah yang membeku karena aliran darah ketabung yang lambat. Apabila jumlah
sampel darah yang diperlukan untuk pemeriksaan kurang akibat permasalahan
dalam pengambilan sampel, maka dapat dilakukan pengambilan sampel lagi pada
daerah lengan yang lainnya.
2. Nama kegiatan : Pengambilan sampel darah kapiler
a. Tujuan
1) Untuk mengetahui cara pengambilan sampel darah kapiler secara baik dan
benar.
2) Untuk memperoleh sampel darah kapiler sebagai bahan pemeriksaan untuk
menunjang suatu diagnosis penyakit.
b. Metode
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah skinpuncture yaitu
pengambilan sampel darah dengan tusukan kulit.
c. Prinsip
Permukaan kulit pada lokasi pengambilan darah kapiler didesinfeksi,
kemudian dilakukan penusukkan dengan lancet steril sehingga diperoleh sampel
darah kapiler yang dibutuhkan untuk pemeriksaan laboratorium.
20
d. Dasar teori
Dalam kegiatan pengumpulan sampel darah dikenal istilah phlebotomy
yang berarti proses mengeluarkan darah. Dalam praktek laboratorium klinik, ada 3
macam cara memperoleh darah, yaitu : melalui tusukan vena (venipuncture),
tusukan kulit (skinpuncture) dan tusukan arteri atau nadi (Anonim a, 2012)
Pengambilan darah kapiler atau dikenal dengan istilah skinpuncture
merupakan proses pengambilan sampel darah dengan tusukan kulit. Tempat yang
digunakan untuk pengambilan darah kapiler adalah: (Handayani, 2013)
1) Ujung jari tangan (fingerstick) atau anak daun telinga.
2) Untuk anak kecil dan bayidiambil di tumit (heelstick) pada 1/3 bagian
tepi telapak kaki atau pada ibu jari kaki.
3) Lokasi pengambilan tidak boleh menunjukkan adanya gangguan
peredaran, seperti vasokonstriksi (pucat), vasodilatasi (oleh radang,
trauma, dsb), kongesti atau sianosis setempat.
Perangkat fingerstick digunakan untuk menusuk kulit pada ujung jari yang
bertujuan mendapatkan spesimen darah dalam jumlah yang sedikit, kurang dari
0,5 ml. Darah yang didapat biasanya digunakan untuk pengujian glukosa darah,
hemoglobin, dan komponen darah lainnya. Instrument ini dilengkapi dengan
lancet kecil bermata pisau atau jarum. Beberapa perangkat fingerstick dirancang
untuk disposable atau sekali pakai, namun kini ada beberapa yang merancang
fingerstick dapat dipakai ulang atau lebih dari sekali (Handayani, 2013).
e. Alat dan Bahan
1) Alat:
a) Accu-check blood lancet
21
2) Bahan:
a) Kapas alkohol 70%
b) Kapas kering
f. Cara kerja
1) Alat dan bahan disiapkan
2) Identifikasi pasien sesuai dengan FPPL (Formulir Permintaan Pemeriksaan
Laboratorium).
3) Pasien diminta untuk memberikan salah satu jari tangannya.
4) Lokasi pengambilan darah dipilih kemudian didesinfeksi dengan kapas
alkohol 70% dan dibiarkan hingga kering.
5) Bagian tersebut dibendung dengan tangan supaya tidak bergerak dan ditekan
sedikit supaya rasa nyeri berkurang.
6) Dilakukan penusukan pada ujung jari tersebut dengan menggunakan blood
lancet.
7) Setelah darah keluar, tetes darah pertama dibuang dengan memakai kapas
kering, tetes berikutnya digunakan untuk pemeriksaan.
8) Pengambilan darah diusahakan tidak terlalu lama dan tidak boleh diperas-
peras untuk mencegah terbentuknya jendalan dan hemolisis.
g. Hasil Kegiatan
Berdasarkan pengamatan selama kegiatan PKL di Laboratorium Patologi
Klinik BRSUD Tabanan, jumlah rata-rata pasien rawat jalan dari poliklinik yang
berhasil diambil sampel darah kapiler per harinya oleh mahasiswa sebanyak 15-20
orang pasien pada pagi hari dengan permintaan pemeriksaan bleeding time dan
glukosa darah.
22
h. Permasalahan yang Ditemui
Permasalahan yang ditemui pada pemeriksaan ini adalah penusukan yang
kurang dalam sehingga menyebabkan darah tidak keluar dan harus diperas, hal ini
dikarenakan karena kulit tangan pasien yang tebal dan keras.
i. Pembahasan dan Pemecahan Masalah
Pengambilan darah kapiler atau dikenal dengan istilah skinpuncture yang
berarti proses pengambilan sampel darah dengan tusukan kulit. Pengambilan
darah kapiler biasanya dilakukan untuk pemeriksaan yang memerlukan sampel
dengan volume kecil (kurang dari 0.5 ml), misalnya untuk pemeriksaan kadar
glukosa, kadar hemoglobin, hematokrit (mikrohematoktrit) atau analisa gas darah
(capillary method), waktu perdarahan, dan hapusan darah tepi untuk pemeriksaan
malaria dan mikrofilaria.
Pengambilan sampel darah kapiler di Laboratorium Patologi Klinik BRSU
Tabanan paling sering dilakukan untuk pemeriksaan glukosa pada pasien dengan
riwayat diabetes mellitus yang hanya melakukan kontrol pada glukosa darah tanpa
permintaan pemeriksaan penunjang lainnya dan pemeriksan waktu perdarahan.
Pengambilan sampel darah kapiler cenderung lebih mudah dibandingkan dengan
pengambilan darah vena, namun terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
pula dalam pengambilan darah kapiler ini, diantaranya:
1) Sebelum dilakukan penusukan harus diperhatikan tempat-tempat yang tidak
boleh diambil yaitu adanya peradangan, bekas luka dermatitis, oedema. Pada
penderita yang pucat atau Cyanosis perlu dipijat-pijat dan digosok-gosok atau
direndam dalam air hangat dulu supaya peredaran darah setempat mejadi
lebih baik.
23
2) Penusukan pada ujung jari sebaiknya dilakukan pada sisi karena rasa nyeri
berkurang.
3) Jangan menekan atau memeras jari atau cuping telinga untuk mendapatkan
darah yang cukup, darah yang diperas semacam ini bercampur dengan cairan
jaringan dan menyebakan kesalahan dalam pemeriksaan.
4) Pada cuping telinga yang tidak boleh diambil yaitu daerah yang dekat dengan
anting, pada pengambilan darah pada cuping telinga tidak terlalu nyeri.
5) Perlu diperhatikan kalau terjadi pendarahan pada cuping ini sukar untuk
dihentikan oleh karena itu bagi penderita tersangka pendarahan tidak boleh
dilakukan penusukan di cuping telinga.
Solusi dari permasalahan yang ditemui dilapangan pada pengambilan
darah kapiler adalah dengan melakukan pemijatan/pembendungan terlebih dahulu
pada jari untuk menggumpulkan darah agar terkumpul diujung jari pasien dan
dilakukan penusukan yang lebih dalam, apabila darah yang keluar masih kurang
cukup maka dilakukan penusukan yang kedua kalinya pada jari yang lainnya.
B. Sub Laboratorium Hematologi
1. Nama Kegiatan : Pemeriksaan Darah Lengkap
a. Tujuan
1) Untuk mengetahui kadar komponen darah lengkap pada pasien, meliputi:
WBC, RBC, HGB, HCT, MCV, MCH, MCHC, RDW, PLT, MPV dan Diff
count.
2) Untuk melihat perkembangan kondisi tubuh pasien dalam menegakkan suatu
diagnosis.
24
b. Metode
Pemeriksaan darah lengkap digunakan secara automatik dengan alat
Automatik Analyzer. Berikut ini merupakan metode yang digunakan pada alat,
antara lain:
1) Cell Dyn 3200
Metode yang digunakan pada alat ini adalah Cyanmethemoglobin
spektofotometri untuk pemeriksaan hemoglobin, Laser optical (Flow cytometry)
untuk pemeriksaan Eritrosit, Leukosit dan Trombosit, Perhitungan dari MCV
untuk pemeriksaan Hematokrit.
2) Siemens ADVIA 212
Metode yang digunakan adalah flowcytometry.
3) Emerald Cell Dyn
Metode yang digunakan pada alat ini adalah Electronic impedence untuk
WBC, RBC, PLT, dll. Absorption spectrophotometry untuk hemoglobin.
c. Prinsip
Sel-sel dideteksi dan dihitung, ketika sel mengalir melalui suatu aliran
dimana sinar leser diarahkan kearah sel-sel tersebut. Sudut sinar laser yang
dipendarkan oleh sel menggambarkan karakteristik sel termasuk ukuran sel,
struktur sel bagian dalam, bentuk organel, dan morfologi permukaan.
d. Dasar Teori
Hitung darah lengkap (complete blood count/full blood count/blood panel)
merupakan jenis pemeriksaan yang memberikan informasi tentang sel-sel darah
pasien. Hitung darah lengkap digunakan sebagai tes skrining yang luas untuk
memeriksa gangguan seperti anemia, infeksi, dan banyak penyakit lainnya. Sel-sel
25
yang beredar di dalam aliran darah dibagi menjadi tiga jenis : sel darah putih
(leukosit), sel darah merah (eritrosit), dan platelet (trombosit). Tinggi atau
rendahnya hasil penghitungan mungkin menunjukkan adanya berbagai bentuk
kelainan, penyakit atau status kesehatan pasien (Yudi, 2011).
Hitung darah lengkap merupakan tes penyaring terhadap : 1) Kelainan sel
darah (anemia, leukemia), 2) Adanya infeksi (bakterial, virus), 3) Kelainan
perdarahan. Hitung darah lengkap terdiri dari beberapa panel pemeriksaan, yaitu :
1) Hitung lekosit / white blood cell count (WBC). Hitung lekosit adalah jumlah
lekosit per milimeterkubik atau mikroliter darah.
2) Hitung jenis lekosit / differential cell count. Hitung jenis lekosit digunbakan
untuk mengetahui jumlah berbagai jenis lekosit. Ada lima jenis lekosit,
masing-masing dengan fungsi tersendiri dalam melindungi kita dari infeksi.
Sel-sel itu adalah neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil.
3) Hitung eritrosit / red blood cell count (RBC). Hitung eritrosit adalah jumlah
eritrosit per milimeterkubik atau mikroliter dalah.
4) Kadar hemoglobin (Hb). Hemoglobin merupakan protein pembawa oksigen
dalam darah.
5) Hematokrit (Hct/Hmt). Hematokrit adalah persentase eritrosit dalam volume
tertentu darah.
6) Mean corpuscular volume (MCV). MCV adalah ukuran atau volume rata-rata
eritroit. MCV meningkat jika eritrosit lebih besar dari biasanya (makrositik),
misalnya pada anemia karena kekurangan vitamin B12. MCV menurun jika
eritrosit lebih kecil dari biasanya (mikrositik) seperti pada anemia karena
kekurangan zat besi.
26
7) Mean corpuscular hemoglobin (MCH). MCH adalah jumlah rata-rata
hemoglobin dalam eritrosit. Eritrosit yang lebih besar (makrositik) cenderung
memiliki MCH yang lebih tinggi. Sebaliknya, pada eritrosit yang lebih kecil
(mikrositik) akan memiliki nilai MCH yang lebih rendah.
8) Mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC). MCHC adalah
perhitungan rata-rata konsentrasi hemoglobin di dalam eritrosit. MCHC
menurun (hipokromia) dijumpai pada kondisi di mana hemoglobin abnormal
diencerkan di dalam eritrosit, seperti pada anemia dan kekurangan zat besi
dalam talasemia. Peningkatan MCHC (hiperkromia) terdapat pada kondisi di
mana hemoglobin abnormal terkonsentrasi di dalam eritrosit, seperti pada
pasien luka bakar dan sferositosis bawan.
9) Red cell distribution width (RDW). RDW adalah variasi ukuran eritrosit.
Dalam beberapa kasus anemia, seperti anemia pernisiosa, variasi dalam
ukuran eritrosit (anisositosis) bersama dengan variasi dalam bentuk
(poikilositosis) menyebabkan peningkatan RDW.
10) Hitung trombosit / platelet count. Hitung trombosit adalah jumlah
trombosit/platelet per milimeterkubik atau mikroliter darah.
11) Mean platelet volume (MPV). MPV adalah ukuran rata-rata
trombosit/platelet. Trombosit baru lebih besar, dan peningkatan MPV terjadi
ketika terjadi peningkatan jumlah platelet yang sedang diproduksi.
Sebaliknya, penurunan MPV merupakan indikasi penurunan jumlah trombosit
(trombositopenia).
27
12) Platelet distribution width (PDW). Seperti halnya RDW, PDW merupakan
indikasi variasi ukuran trombosit yang dapat menjadi tanda pelepasan platelet
aktif (Mulyatno, 2011).
e. Alat Dan Bahan
1) Alat :
a) Cobas Cell Dyn 3200
b) Siemens ADVIA 212
c) Emerald Cell Dyn
d) Roller mixer
2) Bahan :
Sampel Darah EDTA
f. Cara Kerja
1) Operasional Cell Dyn 3200
a) Tekan Power
b) Tekan Prime/Run
c) Normal background/ready
d) Nyalakan komputer tunggu ready
e) kerjakan kontrol tiap hari :
(1) siapkan level kontrol L/N/H
(2) Tekan speciment type
(3) Tekan QC type
(4) Tekan Low/Normal/High (sesuai lot number)
(5) Letakkan vial Kontrol dibawah Probe. Baca
f) Pemeriksaan terhadap sampel pasien :
28
(1) Tekan Specimen Type
(2) Tekan Patient Specimen, Ready (ketik identitas pasien)
(3) Letakkan sampel dibawah probe. Baca
g) Mencari arsip data yang terlewatkan :
Tekan Main - Tekan Data Log - Cari data yang diingibkan (nomor urut pasien
(ID), nama) - Tekan Print Report atau diprint lewat komputer (ketik bulan,
tanggal, tahun), Enter , cari data sesuai data pasien.
2) Operasional Emerald Cell Dyn
a) Alat dan bahan disiapkan
b) Pastikan alat dalam keadaan ready.
c) Sampel dihomogenkan selama ± 5-10 menit dengan roller mixer.
d) Klik ikon next sampel pada alat EMERALD.
e) Dimasukkan ID Pasien : Nama dan asal ruangan pasien pada layar sentuh
alat.
f) Tekan Confirm dan ditunggu lampu hiaju menyala pada alat tersebut.
g) Tutup tabung sampel dibuka dan kemudian tabung diletakkan dibawah jarum
sampel (sampling nozzie).
h) Tombol counting ditekan, sehingga jarum sampel akan menyedot sampel
sampai jarum tertarik ke dalam instrument dan sampel secara otomatis akan
diproses oleh alat.
i) Ditunggu beberapa detik hingga hasil akan muncul pada layar computer.
j) Pada layar computer, klik hasil yang keluar kemudian ketik edit untuk
melengkapi data pasien.
k) Klik print pada layar monitor untuk mencetak hasil yang diperoleh.
29
3) Operasional Siemens ADVIA 212 :
a) Nyalakan printer, main power, PC computer serta monitor, tekan CTRL Alt
dan Delete.
b) Ketik password kemudian tekan OK atau ENTER.
c) Setelah selesai loading, tekan ON pada alat ketik user code pada computer.
d) Setelah alat ready lakukan QC.
e) Pemeriksaan terhadap sampel, yaitu:
(1) Masukkan data pasien pada menu : Data manager – Oeder – Entry –
Acces – ID – OK.
(2) Masukkan data pasien (name, sex, age, loc) – pilih test CBC atau C/D –
OK.
f) Buka tutup tabung sampel kemudian masukkan pada selang aspirator.
g) Tekan tombol dan biarkan darah dihisap.
h) Tarik tabung setelah bunyi “tung” atau lampu hijau mati.
i) Hasil akan otomatis keluar dari printer.
g. Hasil pengamatan
Jumlah pemeriksaan darah lengkap selama PKL di Laboratorium BRSU
Tabanan yaitu :
Tanggal Siemens
ADVIA 212
Cobas Cell Dyn
3200
Emerald Cell Dyn
10 Maret 2014 46 111 15
11 Maret 2014 26 126 13
12 Maret 2014 6 68 11
13 Maret 2014 - 139 23
14 Maret 2014 - 128 11
15 Maret 2014 - 119 12
30
16 Maret 2014 - 100 5
17 Maret 2014 - 101 17
18 Maret 2014 - 127 23
19 Maret 2014 62 17 68
20 Maret 2014 - 107 28
21 Maret 2014 25 99 3
22 Maret 2014 48 74 16
23 Maret 2014 - 86 18
24 Maret 2014 22 135 21
25 Maret 2014 2 108 28
26 Maret 2014 14 51 66
27 Maret 2014 9 82 38
28 Maret 2014 - 96 19
29 Maret 2014 - 92 21
30 Maret 2014 11 80 8
31 Maret 2014 26 40 21
1 April 2014 - 125 20
2 April 2014 - 139 60
3 April 2014 - 161 26
4 April 2014 40 56 40
5 April 2014 4 108 47
6 April 2014 35 49 10
7 April 2014 - 122 36
8 April 2014 - 143 24
9 April 2014 42 81 14
10 April 2014 1 31 35
11 April 2014 15 105 19
12 April 2014 - 133 27
Total 434 3339 843
31
h. Permasalahan yang ditemui
Dalam pemeriksaan darah lengkap selama kegiatan PKL di BRSUD
Tabanan, mahasiswa menemui beberapa permasalahan, diantaranya:
1) Perbandingan volume darah dengan antikoagulan yang tidak sesuai karena
kesulitan dalam pengambilan sampel darah.
2) Sampel darah yang mengandung bekuan/clot.
i. Pembahasan
Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Instalasi Laboratorium BRSU Tabanan
dimulai dari tanggal 10 Maret – 12 April 2014 dan diperoleh data hasil
penghitungan darah lengkap pasien sebanyak 4616 sampel darah EDTA.
Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu jenis
pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau untuk
melihat bagaimana respon tubuh terhadap suatu penyakit. Disamping itu juga
pemeriksaan ini sering dilakukan untuk melihat kemajuan atau respon terapi pada
pasien yang menderita suatu penyakit infeksi.
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang biasaanya disarankan
kepada pasien di BRSU Tabanan baik yang berasal dari Poliklinik, IRD dan
Ruang rawat inap dengan gejala klinisnya. Pemeriksaan dilakukan dengan
menggunakan alat otomatis yang memiliki kelebihan yaitu hasil analisis dapat
didperoleh dengan cepat serta memiliki nilai keakuratan dan kepresisian yang
terjamin selama alat tersebut berfungsi dengan baik. Untuk menjaga kualitas hasil
pemeriksaan darah lengkap, dilakukan quality control pada tiap alat dengan
menggunakan control bawaan, kemudian dilakukan perbandingan hasil uji dari
alat terhadap hasil uji control sebenarnya. Dari situlah alat dapat dinyatakan layak
32
digunakan. Quality Control dilakukan tiap hari pada tiap-tiap alat di Laboratorium
Patologi Klinik BRSU Tabanan.
Pemeriksaan darah lengkap di Laboratorium BRSU Tabanan
menggunakan 3 alat, yaitu Emerald Cell Dyn dengan parameter sebagai berikut :
hitung jumlah leukosit (WBC) dengan tiga differential count (granula, limfosit
dan monosit), hitung jumlah sel darah merah (RBC), kadar Hemoglobin,
Hematokrit, MCV, MCH, MCHC, Hitung jumlah trombosit (Plt), MPV, Pct,
PDW dan histogram WBC, RBC dan PLT. Cobas Cell Dyn 3200 dan Siemens
ADVIA 212 dengan parameter sebagai berikut : hitung jumlah leukosit (WBC)
dengan 5 differential count (neutrofil, basofil, eosinofil, limfosit dan monosit),
hitung jumlah sel darah merah (RBC), kadar Hemoglobin, Hematokrit, MCV,
MCH, MCHC, Hitung jumlah trombosit (Plt), MPV, Pct, PDW dan histogram
WBC, RBC dan PLT.
Masing-masing parameter tersebut mempunyai makna klinis yang berbeda
baik dalam keadaaan berlebih ataupun kurang bila dibandingkan dengan nilai
rujukannya sesuai alat pemeriksaan yang digunakan,
Permasalahan yang ditemui pada pemeriksaan DL dan pemecahannya,
adalah sebagai berikut:
1) Perbandingan volume darah dengan antikoagulan yang tidak sesuai karena
kesulitan dalam pengambilan sampel darah. Permasalahan ini dapat
menimbulkan sel eritrosit mengalami krenasi dan trombosit membesar. Untuk
itu dianjurkan apabila sampel darah yang diperoleh sedikit sebaiknya
mempergunakan tabung EDTA dengan perbandingan EDTA yg lebih kecil
sesuai dengan volume yang tertera didalam tabung.
33
2) Sampel darah yang mengandung bekuan/clot. Permasalahan ini dapat muncul
karena adanya kesalahan pada tahap pengambilan darah pasien sehingga
pemeriksa harus terlebih dahulu melakukan pengecekkan terhadap kondisi
sampel agar dapat menghindar bekuan masuk kedalam alat dan apabila sudah
terlihat adanya bekuan/clot dilakukan pengambilan sampel darah ulang.
2. Nama Kegiatan : Pemeriksaan Bleeding Time (BT) dan Clotting Time
(CT)
a. Tujuan
1) Untuk dapat melakukan pemeriksaan BT dan CT pada pasien.
2) Untuk mengetahui kemampuan darah untuk membeku setelah adanya luka
atau trauma.
b. Metode
1) Metode yang digunakan pada pemeriksaan Bleeding Time adalah metode
Duke.
2) Metode yang digunakan pada pemeriksaan Clotting Time adalah modifikasi
Lee and White
c. Prinsip
1) Pemeriksaan waktu perdarahan atau Bleeding Time (BT)
Menghitung waktu dari saat pendarahan pertama tampak sampai tidak
tampak ada bekas darah pada kertas saring.
2) Pemeriksaan waktu pembekuan atau Clotting Time (CT)
Menghitung waktu dari saat perdarahan pertama tampak sampai darah
membeku.
34
d. Dasar Teori
1) Pemeriksaan waktu perdarahan atau Bleeding Time (BT)
Bleeding time (BT) menilai kemampuan darah untuk membeku setelah
adanya luka atau trauma, dimana trombosit berinteraksi dengan dinding pembuluh
darah untuk membentuk bekuan. Prinsip pemeriksaannya adalah mengukur
lamanya waktu perdarahan setelah insisi standart pada lengan bawah atau cuping
telinga. Bleeding time digunakan untuk pemeriksaan penyaring hemostasis primer
atau interaksi antara trombosit dan pembuluh darah dalam membentuk sumbat
hemostatik, pasien dengan perdarahan yang memanjang setelah luka, pasien
dengan riwayat keluarga gangguan perdarahan (Riswanto, 2010).
Prinsip pemeriksaan ini adalah menghitung lamanya perdarahan sejak
terjadi luka kecil pada permukaan kulit dan dilakukan dalam kondisi yang
standard. Ada 2 teknik yang dapat digunakan, yaitu teknik Ivy dan Duke.
Kepekaan teknik Ivy lebih baik dengan nilai normal 1-6 menit. Teknik Duke nilai
normal 1-8 menit. Teknik Ivy menggunakan lengan bawah untuk insisi
merupakan teknik yang paling terkenal. Aspirin dan antiinflamasi dapat
memperlama waktu perdarahan (Riswanto, 2010).
2) Pemeriksaan waktu pembekuan atau Clotting Time (CT)
Clotting time adalah waktu yg dibutuhkan bagi darah untuk membekukan
dirinya secara in vitro dengan menggunakan suatu standart yg dinamakan Clotting
Time. Clot adalah suatu lapisan seperti lilin/jelly yg ada di darah yg menyebabkan
berhentinya suatu pendarahan pada luka yang dipengaruhi oleh faktor intrinsik
dan ekstrinsik (Adiyarea, 2011).
35
Pemeriksaan masa pembekuan (Cloting Time) merupakan pemeriksaan
untuk menentukan lamanya waktu yang dibutuhkan darah untuk membeku.
Hasilnya menjadi ukuran aktivitas faktor-faktor koagulasi, terutama faktor-faktor
yang membentuk tromboplastin dan faktor-faktor yang berasal dari trombosit,
juga kadar fibrinogen. Defisiensi faktor pembekuan dari ringan sampai sedang
belum dapat dideteksi dengan metode ini, baru dapat mendeteksi defisiensi faktor
pembekuan yang berat (Adiyarea, 2011).
e. Alat Dan Bahan
1) Pemeriksaan waktu perdarahan atau Bleeding Time (BT)
(a) Alat
(1) Lancet steril (Soft klik)
(2) Stopwatch
(b) Bahan :
(1) Kapas alcohol 70%
(2) Kertas saring atau tissue
2) Pemeriksaan waktu pembekuan atau Clotting Time (CT)
(a) Alat
(1) Tiga buah tabung reaksi
(2) Spuit 3 cc
(3) Torniquet
(4) Stopwatch
(b) Bahan :
(1) Kapas alcohol 70%
(2) Kapas kering
36
f. Cara Kerja
1) Pemeriksaan Bleeding Time (BT)
(a) Alat dan bahan disiapkan.
(b) Cuping telinga pasien didesinfeksi dengan kapas alcohol 70%, lalu biarkan
kering.
(c) Dilakukan penusukkan dengan menggunakan soft klik pada bagian tepi
bawah cuping telinga.
(d) Setelah darah tampak keluar, stopwatch dihidupkan.
(e) Darah yang keluar disentuh dengan kertas saring setiap 30 detik jangan
sampai menyentuh luka, lakukan terus sampai perdarahan berhenti.
(f) Dicatat waktu yang diperlukan sampai perdarahan berhenti.
2) Pemeriksaan Clotting Time (CT)
(a) Alat dan bahan disiapkan
(b) Dilakukan pembendungan dan palpasi pada lengan pasien.
(c) Dilakukan desinfeksi dengan kapas alcohol 70% pada lokasi yang telah
ditentukan untuk diambil darahnya.
(d) Dilakukan penusukan dengan menggunakan spuit.
(e) Setelah darah mulai terlihat masuk ke dalam spuit, stopwatch dihidupkan.
(f) Sampel darah diambil sebanyak 3 cc.
(g) Sampel darah selanjutnya dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi
sebanyak 1 ml dan biarkan selama 4 menit.
(h) Dimiringkan tabung reaksi 900 setiap 30 detik untuk melihat apakah darah
sudah membeku.
37
(i) Apabila darah sudah membeku, dicatat waktu yang diperlukan sampai darah
membeku dan dirata-ratakan.
g. Hasil Kegiatan
1) Hasil kegiatan
Jumlah pemeriksaan BT dan CT selama PKL di Laboratorium BRSU Tabanan
yaitu :
Tanggal Jumlah Pemeriksaan
10 Maret 2014 16
11 Maret 2014 23
12 Maret 2014 3
13 Maret 2014 11
14 Maret 2014 16
15 Maret 2014 4
16 Maret 2014 4
17 Maret 2014 18
18 Maret 2014 21
19 Maret 2014 8
20 Maret 2014 17
21 Maret 2014 9
22 Maret 2014 8
23 Maret 2014 3
24 Maret 2014 11
25 Maret 2014 9
26 Maret 2014 15
27 Maret 2014 6
28 Maret 2014 8
29 Maret 2014 4
30 Maret 2014 -
31 Maret 2014 -
1 April 2014 9
38
2 April 2014 10
3 April 2014 15
4 April 2014 4
5 April 2014 12
6 April 2014 3
7 April 2014 13
8 April 2014 11
9 April 2014 8
10 April 2014 9
11 April 2014 18
12 April 2014 4
Total 324
2) Hasil pemeriksaan
(a) Waktu perdarahan atau bleeding time (BT)
Nama pasien : Mrs.R
Zall/Poli : IRD
Jenis kelamin : P
Tanggal : 6 April 2014
Hasil BT : 2’00”
Nilai rujukan : 1’00” – 4’00”
(b) Waktu pembekuan atau clotting time (CT)
Nama pasien : Mrs.R
Zall/Poli : IRD
Jenis kelamin : P
Tanggal : 6 April 2014
Hasil BT : 8’00”
39
Nilai rujukan : 7’00” – 12’00”
h. Permasalahan yang ditemui
Permasalahan yang ditemui pada pemeriksaan BT dan CT di Laboratorium
Patologi Klinik BRSU Tabanan, antara lain:
1) Permasalahan pada pemeriksaan BT adalah penusukan yang dilakukan pada
cuping telinga terkadang tidak keluar darah.
2) Pemeriksaan CT tidak dilakukan karena memerlukan jumlah sampel yang
banyak dan waktu yang cukup lama, sehingga dapat menjadi hambatan bagi
jumlah pasien yang banyak.
i. Pembahasan
Pemeriksaan Bleeding Time (BT) dan Clotting Time (CT) merupakan
pemeriksaan penyaring yang mudah dan murah dalam pemeriksaan hemostasis.
Pemeriksaan ini masih menjadi andalan pada pemeriksaan faal hemostasis karena
hasil yang diperoleh cepat dan mudah dilakuan. Pemeriksaan ini paling sering
dilakukan pada zaal/poli VK atau beberapa zaal/poli lainnya pada pasien sebelum
melakukan operasi atau pasien dengan riwayat perdarahan di BRSU Tabanan.
Pemeriksaan Bleeding time bertujuan untuk menunjukkan fungsi
pembuluh kapiler dan jumlah trombosit yang mengalami penurunan. Bleeding
time digunakan untuk pemeriksaan penyaring hemostasis primer atau interaksi
antara trombosit dan pembuluh darah dalam membentuk sumbat hemostatik,
pasien dengan perdarahan yang memanjang setelah luka, pasien dengan riwayat
keluarga gangguan perdarahan.
Sedangkan pemeriksaan Clotting time bertujuan untuk menentukan
lamanya waktu yang diperlukan darah untuk membeku sehingga hasilnya menjadi
40
ukuran aktivasi faktor-faktor koagulasi darah, terutama faktor yang membentuk
tromboplastin dan faktor yang berasal dari trombosit.
Permasalahan yang umumnya ditemui dalam melakukan pemeriksaan BT
dan CT ini serta pemecahan masalahnya, antara lain:
1) Permasalahan pada pemeriksaan BT adalah penusukan yang dilakukan pada
cuping telinga terkadang tidak keluar darah. Hal yang harus diperhatikan
apabila menemui permasalahan tersebut adalah apabila darah tidak keluar dari
cuping telinga yang telah ditusuk maka tidak boleh dipijat-pijat atau diperas,
tetapi penusukan sebaiknya diulangi pada cuping telinga yang lainnya.
2) Pemeriksaan CT tidak dilakukan karena memerlukan jumlah sampel yang
banyak dan waktu yang cukup lama, sehingga dapat menjadi hambatan bagi
jumlah pasien yang banyak. Oleh sebab itu, pemeriksaan CT di BRSU
Tabanan dilakukan dengan menambahkan waktu 6 menit terhadap hasil dari
pemeriksaan BT.
3. Nama Kegiatan : Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED)
a. Tujuan
1) Untuk mengetahui cara pemeriksaan Laju Endap Darah (LED).
2) Untuk mengetahui nilai Laju Endap Darah (LED) pasien.
b. Metode
Metode yang digunakan adalah metode otomatis.
41
c. Prinsip
Sampel darah dengan antikoagulan dimasukkan ke dalam tabung khusus
dan diletakkan pada alat, maka eritrosit akan mengendap. Pengendapan ini diukur
pada 1 jam dan 2 jam berikutnya secara otomatis.
d. Dasar teori
Laju endap darah ( Erytrocyte Sedimen Rate, ESR ) yang juga disebut laju
sedimentasi eritrosit adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang
belum membeku, dengan satuan mm/jam. LED merupakan uji yang tidak spesifik.
LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis,
kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan
kondisi stress fisiologis ( misalnya kehamilan ). Sebagian ahli hematologi, LED
tidak andal karena tidak spesifik, dan dipengaruhi oleh faktor fisiologis yang
menyebabkan temuan tidak akurat ( Joyce, 2007 ).
Uji ini menentukan kecepatan eritrosit ( dalam darah yang telah diberi
antikoagulan) jatuh ke dasar sebuah tabung vertical dalam waktu tertentu.
Pengukuran jarak dari atas kolom eritrosit yang mengendap sampai ke atas batas
cairan dalam periode tertentu menentukan laju endap darah (LED). Darah dengan
antikoagulan yang dimasukkan ke dalam tabung kaliber kecil yang tegak lurus
memperlihatkan pengendapan (sedimentasi) sel - sel darah merah dengan
kecepatan yang terutama ditentukan oleh densitas relatif sel darah merah dalam
kaitannya dengan plasma (Sacher, 2004 ).
e. Alat dan bahan
1) Alat
a) Kimased Auto 16
42
b) Tabung LED Kimased Auto 16
2) Bahan
Sampel darah EDTA
f. Cara kerja
1) Menghidupkan alat
a) Untuk menghidupkan alat, gunakan switch yang terletak di sisi kiri belakang
peralatan.
b) Tunggu sekitar 2 menit, komponen elektronik dan mekanik akan diperiksa
secara otomatis.
c) Untuk mengubah jenis siklus instrumen, reset unit dengan menekan tombol
satu.
d) Jika perubahan hari telah terjadi, memori data akan dihapus dan urutan daftar
kerja akan dimulai dari posisi pertama.
e) Pengecekan diselesaikan (2 menit), menu utama akan ditampilkan.
f) Instrumen ini sekarang siap untuk memulai siklus analisis .
2) Analisis sampel
a) Tabung harus benar diratakan dengan sampel darah, sesuai dengan tingkat
tanda pada tabung. Toleransi dari peralatan yang berkaitan dengan tingkat
adalah +5 mm dan - 11mm . Jika tidak, alat akan menampilkan " LE : pesan
kesalahan tingkat”.
b) Sampel harus dihomogenkan dengan perlahan-lahan dengan cara membalik
tabung selama kurang lebih 5 menit, sebelum memasukkan ke dalam
instrument.
43
c) Pekerjaan harus dilakukan secara berurutan. Mulailah pekerjaan harian di
posisi I dan seterusnya sampai posisi 16 mencapai.
d) Ketika mencapai posisi 16 dan jika masih ada sampel untuk menganalisis,
mulai lagi dari posisi 1 ( berurutan nomor 17 ) dan sebagainya .
e) Jika siklus analisis selesai dan masih terdapat sampel, terus dari posisi berikut
ini yang terakhir digunakan. Dengan cara ini, daftar kerja akan diatur secara
memadai.
f) Ketika setiap tabung telah diidentifikasi, menu identifikasi akan menampilkan
posisi berikutnya yang akan digunakan, kecuali diinstruksikan.
g) Jangan keluarkan tabung dari posisinya sampai tes selesai. Jika Anda
melakukannya, tes akan dibatalkan dan SE pesan akan muncul pada hasil
cetakan.
h) Setelah 24 atau 48 menit dari awal tes dan tergantung pada siklus yang
dipilih, tes akan berakhir, akhir tes dilaporkan dengan " F " dalam posisi yang
sesuai di layar.
g. Hasil kegiatan
1) Hasil kegiatan
Selama kegiatan PKL di Laboratorium Patologi Klinik BRSU Tabanan
dari tanggal 10 Maret-12 April 2014, jumlah pemeriksaan LED yang dilakukan
sebanyak 8 orang pasien.
2) Hasil pemeriksaan
Zaal/Poli : CPK
Nama Pasien : Mr. X
Usia : 35 th
44
Tanggal : 26 Maret 2014
Hasil LED :
TEST HASIL NILAI RUJUKAN
LED Jam 1 20* < 15 mm/jam
LED Jam 2 50* < 20 mm/jam
h. Permasalahan yang ditemui
Permasalahan yang ditemui pada pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) di
Laboratorium Patologi Klinik BRSU Tabanan adalah volume sampel darah pasien
yang kurang dari batas tabung LED kimiased auto 12 tidak dapat diperiksa
menggunakan alat kimased auto 12.
i. Pembahasan dan pemecahan masalah
Laju Endap Darah (LED) atau Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR)
merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk darah untuk mengetahui tingkat
peradangan dalam tubuh seseorang. Proses pemeriksaan sedimentasi
(pengendapan) darah ini diukur dengan memasukkan darah ke dalam tabung
khusus LED dalam posisi tegak lurus. Sel darah merah akan mengendap ke dasar
tabung sementara plasma darah akan mengambang di permukaan. Kecepatan
pengendapan sel darah merah inilah yang disebut LED. Atau dapat dikatakan
makin banyak sel darah merah yang mengendap maka makin tinggi Laju Endap
Darah (LED)-nya. Selain untuk pemeriksaan rutin, Laju Endap Darah pun bisa
dipergunakan untuk mengecek perkembangan dari suatu penyakit yang dirawat.
Bila Laju Endap Darah makin menurun berarti perawatan berlangsung cukup
baik, dalam arti lain pengobatan yang diberikan bekerja dengan baik.
45
Dalam hasil intrerpretasi, pemeriksaan LED merupakan pemeriksaan
laboratorium yang tidak spesifik sehingga membatasi kegunaan dalam diangnosis
penyakit. LED tidak dapat dipergunakan untuk mendiagnosis secara pasti suatu
penyakit dan tidak dapat digunakan sebagai patokan utama dalam pengobatan.
Interpretasi LED disesuaikan dengan kecurigaan klinis seorang dokter terhadap
penyakit tertentu, dan interpretasi tersebut biasanya dikaitkan dengan hasil
wawancara atau pemeriksaan dokter dan pemeriksaan laboratorium atau
penunjang lainnya.
Pemeriksaan LED di Laboratorium Patologi Klinik di BRSU Tabanan
dilakukan dengan menggunakan alat metode otomatis yaitu Kimased Auto 16
yang lebih mudah dan memperoleh hasil yang lebih cepat daripada metoda
westergreen atau wintrobe. Secara prinsip, pemeriksaan yang dilakukan hampir
sama dengann metode westergreen atau wintrobe yang menggunakan tabung
khusus untuk pembacaan LED dan tabung ini bersifat disposable untuk
pemeriksaannya.
Permasalahan yang ditemui pada pemeriksaan LED dengan alat Kimased
Auto 16 dan juga pemecahannya adalah volume sampel darah EDTA yang kurang
dari batas tabung LED kimiased auto 12 tidak dapat diperiksa menggunakan alat
kimased auto 12, sehingga untuk melakukan pemeriksaan LED dapat dilakukan
dengan metode westergreen atau wintrobe dan apabila tetap tidak mencukupi
dapat dilakukan pengambilan darah ulang pada pasien.
46
4. Nama Kegiatan : Pemeriksaan PTT dan APTT
a. Tujuan
1) Untuk mengetahui cara pemeriksaan PTT dan APTT pada sampel darah
pasien.
2) Untuk menilai aktifitas faktor koagulasi pada sampel.
b. Metode
Metode yang digunakan adalah metode otomatis.
c. Prinsip
1) Prinsip Pemeriksaan PPT
Menilai terbentuknya bekuan bila ke dalam plasma yang telah diinkubasi
ditambahkan campuran tromboplastin jaringan dan ion kalsium. Reagen yang
digunakan adalah kalsium tromboplastin, yaitu tromboplastin jaringan dalam
larutan CaCl2.
2) Prinsip Pemeriksaan APTT
Menginkubasikan plasma sitrat yang mengandung semua faktor koagulasi
intrinsik kecuali kalsium dan trombosit dengan tromboplastin parsial (fosfolipid)
dengan bahan pengaktif (misalnya: kaolin, ellagic acid, mikronized silica atau
celite koloidal). Penambahan kalsium akan memulai proses pembekuan (bekuan
fibrin) dan waktu yang diperlukan untuk membentuk bekuan fibrin dicatat sebagai
APTT.
d. Dasar teori
Hemostasis adalah kemampuan alami untuk menghentikan perdarahan
pada lokasi luka oleh spasme pembuluh darah, adhesi trombosit dan keterlibatan
aktif faktor koagulasi, adanya koordinasi dari endotel pembuluh darah, agregasi
47
trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Fungsi utama mekanisme koagulasi adalah
menjaga keenceran darah (blood fluidity) sehingga darah dapat mengalir dalam
sirkulasi dengan baik, serta membentuk thrombus sementara atau hemostatic
thrombus pada dinding pembuluh darah yang mengalami kerusakan (vascular
injury). Hemostasis terdiri dari enam komponen utama, yaitu: trombosit, endotel
vaskuler, procoagulant plasma protein faktors, natural anticoagulant proteins,
protein fibrinolitik dan protein antifibrinolitik. Semua komponen ini harus tersedia
dalam jumlah cukup, dengan fungsi yang baik serta tempat yang tepat untuk dapat
menjalankan faal hemostasis dengan baik. Interaksi komponen ini dapat memacu
terjadinya thrombosis disebut sebagai sifat prothrombotik dan dapat juga
menghambat proses thrombosis yang berlebihan, disebut sebagai sifat
antithrombotik. Faal hemostasis dapat berjalan normal jika terdapat keseimbangan
antara faktor prothrombotik dan faktor antithrombotic (Rafsan, 2012)
1) Pemeriksaan PPT (Plasma Prothrombin Time)
PT Protrombin disintesis oleh hati dan merupakan prekursor tidak aktif
dalam proses pembekuan. Protrombin (F II) dikonversi menjadi thrombin oleh
tromboplastin untuk membentuk bekuan darah. Pemeriksaan PT digunakan untuk
menilai kemampuan faktor koagulasi jalur ekstrinsik dan jalur bersama, yaitu :
faktor I (fibrinogen), faktor II (prothrombin), faktor V (proakselerin), faktor VII
(prokonvertin), dan faktor X (faktor Stuart). Perubahan faktor V dan VII akan
memperpanjang PT selama 2 detik atau 10% dari nilai normal (Rafsan, 2012).
PT diukur dalam detik. Dilakukan dengan cara menambahkan campuran
kalsium dan tromboplastin pada plasma. Tromboplastin dapat dibuat dengan
berbagai metoda sehingga menimbulkan variasi kepekaan terhadap penurunan
48
faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K dan menyebabkan
pengukuran waktu protrombin yang sama sering mencerminkan ambang efek
antikoagulan yang berbeda. Usaha untuk mengatasi variasi kepekaan ini dilakukan
dengan menggunakan sistem INR (International Normalized Ratio). International
Committee for Standardization in Hematology (ICSH) menganjurkan
tromboplastin jaringan yang digunakan harus distandardisasi dengan
tromboplastin rujukan dari WHO dimana tromboplastin yang digunakan
dikalibrasi terhadap sediaan baku atas dasar hubungan linier antara log rasio
waktu protrombin dari sediaan baku dengan dari tromboplastin local (Rafsan,
2012).
INR didapatkan dengan membagi nilai PT yang didapat dengan nilai PT
normal kemudian dipangkatkan dengan ISI di mana ISI adalah International
Sensitivity Index. Jadi INR adalah rasio PT yang mencerminkan hasil yang akan
diperoleh bila tromboplastin baku WHO yang digunakan, sedangkan ISI
merupakan ukuran kepekaan sediaan tromboplastin terhadap penurunan faktor
koagulasi yang bergantung pada vitamin K. Sediaan baku yang pertama
mempunyai ISI = 1,0 (tromboplastin yang kurang peka mempunyai ISI > 1,0).
Dengan demikian cara paling efektif untuk standardisasi pelaporan PT adalah
kombinasi sistem INR dengan pemakaian konsisten tromboplastin yang peka yang
mempunyai nilai ISI sama (Rafsan, 2012).
2) Pemeriksaan APTT
Masa tromboplastin parsial teraktivasi (activated partial thromboplastin
time, APTT) adalah uji laboratorium untuk menilai aktifitas faktor koagulasi jalur
intrinsik dan jalur bersama, yaitu faktor XII (faktor Hagemen), pre-kalikrein,
49
kininogen, faktor XI (plasma tromboplastin antecendent, PTA), faktor IX (factor
Christmas), faktor VIII (antihemophilic factor, AHF), faktor X (faktor Stuart),
faktor V (proakselerin), faktor II (protrombin) dan faktor I (fibrinogen)
(Ambarsari, 2011).
e. Alat dan bahan
1) Alat
a) ST-ART 4 Diagnostica STAGO
b) Kuvet
c) Mikropipet
2) Bahan
a) Sampel darah plasma sitrat
b) Steel ball
c) Plasma/control/kalibrator
d) Reagen 1 (CK Prest)
e) Neoplastine CL +
f) CaCl2
f. Cara kerja
1) Sebelum melaksanakan pemeriksaan, letakkan strip kuvet pada area inkubasi
37oC selama 3 menit, isikan steel ball pada setiap kuvet. Untuk fibrinogen
lakukan dahulu pengenceran plasma 20x dengan menggunakan Owrwn
Koller.
2) Dari <menu utama> tekan <1> (test mode) ; <enter>, kemudian pilih tes yang
akan dilakukan. <1> untuk PT; <2> untuk APTT; <3> fibrinogen.
50
No PPT APTT
1. Pada area inkubasi
Dipipet :
Plasma/control/kalibrator 50 µl 50 µl
Reagen 1 (CK PREST) - 50 µl
Ditekan tombol timer pada area inkubasi 60 s 180 s
Ketika instrument mulai bunyi bip, pindahkan
kuvet ke kolom tes/pengukuran
2. Kolom tes/pengukuran
Aktifkan pipet dengan menekan tombol pipet
Start reagen
Neoplastin Cl+ 100 µl -
CaCl2 - 50 µl
Fibriprest Automate 2 - -
Thrombine Time - -
Posisi skala pada finnpipet 4 2
3) Hasil ppt atau aptt akan keluar secara otomatis.
g. Hasil kegiatan
1) Hasil kegiatan
Selama kegiatan PKL di Laboratorium Patologi Klinik BRSU Tabanan
dari tanggal 10 Maret-12 April 2014, jumlah pemeriksaan PPT dan APTT adalah
sebanyak 12 orang.
2) Hasil pemeriksaan
Zaal/Poli : IRD
Nama : Mr.X
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : L
Tanggal : 27 Maret 2014
51
Hasil :
No. Parameter Hasil Nilai Normal
1 PPT 12,4 10,8 – 14,4 detik
2 APTT 30,5 24 – 35 detik
h. Permasalahan yang ditemui
Permasalahan yang ditemui dalam pemeriksaan PPT dan APTT, yaitu
kesalahan dalam proses pengerjaan, kualitas reagen dan tahap persiapan dapat
mengakibatkan hasil pemeriksaan PPT dan APTT menjadi memanjang.
i. Pembahasan dan pemecahan masalah
Pemeriksaan PPT dan APTT merupakan pemeriksaan penyaring untuk
proses pembekuan darah yang menilai faktor koagulasi dari jalur ekstrinsik dan
intrinsik serta jalur bersama. Pemeriksaan ini dilakukan di BRSU Tabanan dengan
menggunakan alat ST-ART 4 Diagnostica STAGO metode otomatis.
Bahan pemeriksaan PT dan APTT yang digunakan adalah plasma sitrat
yang diperoleh dari sampel darah vena dengan antikoagulan trisodium sitrat 3.2%
(0.109 M) dengan perbandingan 9:1. Darah sitrat harus diperiksa dalam waktu
selambat-lambatnya 2 jam setelah pengambilan. Penyimpanan sampel plasma
pada suhu 2-80C menyebabkan teraktivasinya F VII (prokonvertin) oleh sistem
kalikrein (Anonim, 2011).
Permasalahan yang sering ditemui dan juga pemecahan masalahnya pada
pemeriksaan PPT dan APTT dengan metode automatik ini adalah alat yang sangat
sensitif sehingga diperlukan keterampilan dan ketelitian dalam pengerjaannya.
Pengerjaan dipengaruhi oleh keadaan alat, reagen, serta prosedur kerja dan cara
52
pemipetan. Alat harus dikontrol agar bekerja dengan baik dan sesuai standar.
Selain itu penyimpanan reagen juga harus diperhatikan. Kesalahan dalam
penyimpanan reagen dapat mempengaruhi hasil dan memberikan hasil yang salah.
Reagen yang digunakan sangat sensitif terhadap suhu panas sehingga pada saat
pengerjaan tidak diperbolehkan meletakkan reagen di atas alat pemeriksaan atau
pada tempat dengan suhu tinggi karena dapat mempengaruhi kualitas reagen dan
cepat merusak reagen. Pengerjaan harus disesuaikan dengan prosedur yang
ditetapkan, serta pemipetan dilakukan dengan teliti agar volumenya tepat sehingga
hasil pemeriksaan yang diperoleh juga tepat.
C. Sub Laboratorium Kimia Klinik
1. Nama Kegiatan : Pemeriksaan Glukosa Darah
a. Tujuan
1) Untuk mengetahui cara pemeriksaan kadar glukosa darah pasien.
2) Untuk mengetahui kadar glukosa darah pasien.
b. Metode
Metode yang digunakan adalah metode strip test.
c. Prinsip
Darah pasien diteteskan pada strip yang telah terpasang pada alat glukosa
darah, maka logam emas pada strip glukosa yang telah diberi darah pasien akan
bereaksi dengan elektroda pada strip emas dan oksidase glukosa yang
menghasilkan arus listrik. Ketika arus listrik yang telah dihasilkan sebanding
dengan kadar glukosa, maka alat akan menyetarakan data hasil kadar glukosa ke
dalam algoritma, sehingga muncul angka yang menunjukkan kadar glukosa darah.
53
d. Dasar Teori
Glukosa terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai
glikogen dalam hati dan otot rangka. Kadar glukosa dipengaruhi oleh 3 macam
hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Hormon-hormon itu adalah :
insulin, glukagon, dan somatostatin (Riswanto, 2010).
Saat setelah makan atau minum, terjadi peningkatan kadar gula darah yang
merangsang pankreas menghasilkan insulin untuk mencegah kenaikan kadar gula
darah lebih lanjut. Insulin memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa
menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi. Adanya kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, atau kombinasi keduanya, akan berpengaruh
terhadap konsentrasi glukosa dalam darah (Riswanto, 2010).
Kadar glukosa puasa memberikan petunjuk terbaik mengenai homeostasis
glukosa keseluruhan, dan sebagian besar pengukuran rutin harus dilakukan pada
sampel puasa. Keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi kadar glukosa
(misalnya: diabetes mellitus, kegemukan, akromegali, dan penyakit hati yang
parah) mencerminkan kelainan pada berbagai mekanisme pengendalian glukosa.
Uji gula darah post prandial biasanya dilakukan untuk menguji respons penderita
terhadap asupan tinggi karbohidrat 2 jam setelah makan (sarapan pagi atau makan
siang) (Riswanto, 2010).
Pengukuran glukosa dilakukan dengan menggunakan sampel darah
lengkap (whole blood), tetapi hampir seluruh laboratorium melakukan
pengukuran kadar glukosa dengan sampel serum. Serum memiliki kadar air yang
tinggi daripada darah lengkap, sehingga serum dapat melarutkan lebih banyak
glukosa. Untuk mengubah glukosa darah lengkap, kalikan nilai yang diperoleh
54
dengan 1,15 untuk menghasilkan kadar glukosa serum atau plasma. Saat ini,
pengukuran glukosa menggunakan metode enzimatik yang lebih spesifik untuk
glukosa. Metode ini umumnya menggunakan enzim glukosa oksidase atau
heksokinase, yang bekerja hanya pada glukosa dan tidak pada gula lain dan bahan
pereduksi lain. Perubahan enzimatik glukosa menjadi produk dihitung
berdasarkan reaksi perubahan warna (kolorimetri) sebagai reaksi terakhir dari
serangkaian reaksi kimia, atau berdasarkan konsumsi oksigen pada suatu
elektroda pendeteksi oksigen. Chemistry analyzer (mesin penganalisis kimiawi)
modern dapat menghitung konsentrasi glukosa hanya dalm beberapa menit
(Riswanto, 2010).
Di luar laboratorium, saat ini banyak tersedia berbagai merek monitor
glukosa pribadi yang dapat digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah dari
tusukan di ujung jari. Alat ini cukup bermanfaat untuk mengetahui kadar glukosa
darah dan untuk menyesuaikan terapi. Namun, alat ini memiliki kekurangan
dimana hasil pengukuran terpengaruh oleh kadar hematokrit dan juga protein
serum; kadar hematokrit yang rendah dapat meningkatkan secara semu kadar
glukosa darah, dan sebaliknya (efek serupa juga berlaku untuk protein serum yang
rendah atau tinggi). Oleh sebab itu, penderita harus secara berkala
membandingkan hasil pengukuran alatnya dengan pengukuran glukosa
laboratorium klinik (baku emas) untuk memperkirakan kemungkinan interferensi
fisiologik serta fluktuasi fungsi alat yang digunakan. (Riswanto, 2010)
e. Alat dan Bahan
1) Alat
a) On Call Platinum
b) Accu-Chek Performa
55
2) Bahan
a) Lanset steril
b) Kapas alkohol 70%
c) Kapas kering
d) Darah Kapiler
e) Darah Vena dengan antikoagulan EDTA
f) Strip glukosa
Strip glukosa On Call Platinum
Strip glukosa Accu-Chek Performa
f. Cara kerja
1) Pemeriksaan glukosa darah dengan darah kapiler
a) Alat yang akan digunakan untuk pemeriksaan glukosa darah disiapkan
mulai dari pemasangan baterai dan pemasangan chip yang sesuai dengan
kode chip strip yang akan dipasangkan pada alat.
b) Alat kemudian dihidupkan dengan menekan tombol power dan strip
glukosa dipasang pada alat.
c) Ditunggu beberapa saat hingga strip glukosa terhubung dengan alat yang
ditandai dengan bunyi “tiiit”.
d) Dipilih jari pasien dari tangan pasien yang lebih jarang beraktivitas dan
memiliki kulit pada jari yang tipis (tidak keras) atau jari ketiga/keempat
pasien.
e) Jari pasien didesinfeksi dengan kapas alkohol 70% dengan cara
melingkar dari dalam ke luar.
f) Ditunggu beberapa saat hingga alkohol pada jari pasien mengering,
56
kemudian jari pasien ditekan hingga ujung jari pasien tampak merah
hingga kebiruan.
g) Jari pasien ditusuk dengan menggunakan lanset steril.
h) Tetesan darah pertama yang keluar dari jari pasien dibersihkan dengan
menggunakan kapas kering.
i) Tetesan darah selanjutnya dimasukkan ke dalam strip glukosa hingga
strip glukosa berhenti menyerap darah kapiler pasien.
j) Bekas tusukan pada jari pasien ditutup dengan kapas kering.
k) Darah dalam strip glukosa darah akan bermigrasi secara kromatografi
dan ditunggu beberapa saat hingga hasil glukosa darah pasien muncul
pada monitor alat.
l) Hasil glukosa darah pasien kemudian dicatat pada formulir permintaan
pemeriksaan glukosa darah dan buku registrasi hasil pemeriksaan
glukosa darah
2) Pemeriksaan glukosa darah dengan darah vena
a) Alat yang akan digunakan untuk pemeriksaan glukosa darah disiapkan
mulai dari pemasangan baterai dan pemasangan chip yang sesuai dengan
kode chip strip yang akan dipasangkan pada alat.
b) Alat kemudian dihidupkan dengan menekan tombol power dan strip
glukosa dipasang pada alat
c) Ditunggu beberapa saat hingga strip glukosa terhubung dengan alat yang
ditandai dengan bunyi “tiiit”
d) Darah vena pasien dengan antikoagulan EDTA dihomogenkan dengan
mengocok tabung EDTA secara perlahan.
57
e) Tutup tabung EDTA dibuka, kemudian strip glukosa dimasukkan ke
dalam tabung EDTA.
f) Tabung EDTA dimiringkan secara perlahan hingga strip glukosa
menyerap sampel darah pasien.
g) Darah dalam strip glukosa darah akan bermigrasi secara kromatografi
dan ditunggu beberapa saat hingga hasil glukosa darah pasien muncul
pada monitor alat.
h) Hasil glukosa darah pasien kemudian dicatat pada formulir permintaan
pemeriksaan glukosa darah dan buku registrasi hasil pemeriksaan
glukosa darah.
g. Hasil Kegiatan
1) Hasil Kegiatan
Pemeriksaan glukosa darah yang dilakukan adalah pemeriksaan glukosa darah
puasa, glukosa darah 2 jam post prandial (2 jam PP), dan glukosa darah sewaktu (GDS).
Tanggal
Jumlah Pemeriksaan
Glukosa Darah
Puasa
Glukosa Darah 2
Jam PP
Glukosa Darah
Sewaktu
10 Maret 2014 50 50 54
11 Maret 2014 34 33 99
12 Maret 2014 6 6 40
13 Maret 2014 40 39 97
14 Maret 2014 39 39 44
15 Maret 2014 42 39 40
16 Maret 2014 20 0 44
17 Maret 2014 28 27 69
18 Maret 2014 43 40 86
19 Maret 2014 30 30 80
58
20 Maret 2014 40 40 57
21 Maret 2014 33 33 70
22 Maret 2014 14 14 50
23 Maret 2014 27 0 26
24 Maret 2014 40 37 46
25 Maret 2014 25 25 64
26 Maret 2014 21 20 72
27 Maret 2014 21 21 72
28 Maret 2014 31 30 31
29 Maret 2014 13 13 49
30 Maret 2014 2 0 48
31 Maret 2014 2 0 30
1 April 2014 9 9 50
2 April 2014 17 16 33
3 April 2014 36 36 72
4 April 2014 36 35 50
5 April 2014 35 35 80
6 April 2014 6 6 50
7 April 2014 30 30 60
8 April 2014 41 40 72
9 April 2014 8 7 60
10 April 2014 27 27 82
11 April 2014 22 22 70
12 April 2014 25 23 38
2) Hasil Pemeriksaan
(1) Glukosa darah bayi – anak
Zaal/Poli : VK
Nama : By P
Umur : 2 hari
59
Kelamin : Laki-laki
Tanggal : 25 Maret 2014
NO HASIL UMUR NILAI NORMAL
1 Prematur 54 – 103 mg/dL
2
3
61* Neonatus
> 5 hari
40 – 60 mg/dL
50 – 80 mg/dL
4
5
6
7
1 – 2 tahun
3 – 4 tahun
5 – 6 tahun
7 – 13 tahun
33 – 111 mg/dL
52 – 98 mg/dL
69 – 100 mg/dL
60 – 100 mg/dL
(2) Glukosa darah dewasa
Zaal/Poli : PP
Nama : Mr.A
Umur : Th
Kelamin : Laki-laki
Tanggal : 25 Maret 2014
NO PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN
1 Glukosa darah puasa 210* 74 – 105 mg/dL
2 Glukosa darah 2JPP 390* 70 – 120 mg/dL
h. Permasalahan yang ditemui
60
Permasalahan yang ditemui dalam pemeriksaan glukosa darah, antara lain:
1) Darah kapiler pasien yang tidak keluar setelah dilakukan pengambilan darah
kapiler dengan menusukkan lanset ke jari pasien.
2) Darah kapiler pasien tidak mencukupi untuk pemeriksaan glukosa darah
pasien sehingga menyebabkan hasil yang diperoleh pada monitor alat adalah
error.
3) Strip glukosa tidak dapat menyerap darah pasien sama sekali.
4) Pada saat akan melakukan pemeriksaan glukosa darah 2 jam PP, terdapat
pasien yang datang tidak tepat pada waktunya baik itu kurang dari 2 jam
setelah makan maupun lebih dari 2 jam setelah makan.
5) Hasil pemeriksaan glukosa darah pasien yang abnormal dan mendekati nilai
kritis.
i. Pembahasan dan Pemecahan Masalah
Pemeriksaan glukosa darah merupakan pemeriksaan terhadap darah pasien
yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kadar glukosa dalam darah
pasien. Terdapat tiga jenis pemeriksaan glukosa darah, antara lain pemeriksaan
glukosa darah puasa, pemeriksaan glukosa darah 2 jam Post Prandial (2 Jam PP)
dan pemeriksaan glukosa darah sewaktu. Pemeriksaan glukosa darah puasa
merupakan pemeriksaan glukosa dalam darah pasien dalam keadaan puasa atau
tidak ada asupan glukosa yang berasal dari makanan dan minuman yang
berlangsung selama kurang lebih 8 – 12 jam. Pasien yang melakukan pemeriksaan
glukosa darah puasa umumnya harus melakukan persiapan berupa puasa dan
hanya diperkenankan mengkonsumsi air putih saja selama 8 – 12 jam sebelum
melakukan pemeriksaan glukosa darah. Adanya asupan gula dari makanan atau
61
minuman sebelum melakukan pemeriksaan glukosa darah puasa dapat
menyebabkan kadar glukosa darah puasa pasien lebih tinggi dari nilai glukosa
puasa yang seharusnya. Glukosa darah 2 jam Post Prandial merupakan
pemeriksaan glukosa darah yang dilakukan 2 jam setelah pasien mendapatkan
asupan makanan. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan untuk mengetahui
bagaimana metabolisme glukosa dalam tubuh pasien setelah adanya asupan
glukosa yang berkaitan dengan kinerja hormon insulin. Sedangkan pemeriksaan
glukosa darah sewaktu merupakan pemeriksaan glukosa darah yang dilakukan
kapan saja tanpa persiapan khusus oleh pasien, dalam artian ada atau tidaknya
asupan glukosa ke dalam tubuh pasien dalam kurun waktu tertentu tidak dapat
diketahui secara pasti atau tidak dikendalikan.
Pemeriksaan glukosa darah dapat dilakukan salah satunya dengan
menggunakan metode strip. Di laboratorium Patologi Klinik BRSU Tabanan,
terdapat dua alat yang umumnya digunakan untuk pemeriksaan glukosa darah
dengan menggunakan metode strip, yaitu On Call Platinum dan Accu-Chek
Performa. Pemeriksaan glukosa darah dengan kedua alat tersebut umumnya
dilakukan dengan menggunakan darah kapiler pasien. Namun, pada keadaan
tertentu tidak menutup kemungkinan pemeriksaan glukosa darah dilakukan
dengan menggunakan darah vena pasien yang ditampung dalam tabung vakum
dengan antikoagulan EDTA. Beberapa keadaan dimana pemeriksaan glukosa
darah dilakukan dengan darah vena pasien antara lain yaitu:
1) Pasien baik rawat inap maupun rawat jalan yang memiliki permintaan
pemeriksaan darah lengkap, sehingga pemeriksaan glukosa darah dilakukan
dengan menggunakan darah vena dengan antikoagulan EDTA. Hal ini
62
dilakukan berkaitan dengan efisiensi waktu serta alat, selain itu juga agar
pengambilan darah pasien tidak dilakukan dua kali yaitu di vena dan kapiler.
2) Pasien IRD dan pasien rawat inap dengan permintaan pemeriksaan darah
lengkap yang umumnya darah vena pasien tersebut diambil langsung oleh
perawat IRD dan perawat ruangan sehingga pemeriksaan glukosa darah tidak
memungkinkan dilakukan darah kapiler pasien. Oleh karenanya pemeriksaan
glukosa darah dilakukan dengan menggunakan darah vena dengan
antikoagulan EDTA yang akan digunakan untuk pemeriksaan darah lengkap.
3) Pemeriksaan glukosa darah bayi dan anak – anak yang umumnya dilakukan
dengan menggunakan darah vena bayi dan anak – anak dengan antikoagulan
EDTA dengan permintaan pemeriksaan darah lengkap.
Pemeriksaan glukosa darah yang paling sering dilakukan adalah
pemeriksaan glukosa darah sewaktu, karena pemeriksaan glukosa darah sewaktu
pasien tidak memerlukan persiapan khusus seperti puasa atau 2 jam setelah
mendapatkan asupan makanan. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu umumnya
dilakukan oleh pasien rawat inap yang tidak melakukan persiapan, untuk
melakukan pemeriksaa glukosa darah puasa ataupun glukosa darah 2 jam PP,
pasien IRD dengan permintaan pemeriksaan glukosa darah yang insidentil (sesuai
dengan kondisi pasien, diagnosis dan permintaan dokter), serta pasien bayi dan
anak – anak yang umumnya sulit untuk mengontrol persiapan pemeriksaan
glukosa darah.
Sedangkan untuk pemeriksaan glukosa darah puasa dan glukosa darah 2
jam PP umumnya dilakukan kepada pasien rawat jalan dari poliklinik tertentu
seperti poliklinik interna yang sudah melakukan persiapan sebelumnya seperti
63
puasa 8 – 12 jam untuk pemeriksaan glukosa darah puasa. Umumnya pemeriksaan
glukosa darah puasa dan glukosa darah 2 jam PP dilakukan untuk memantau
kadar glukosa dan melakukan kontrol glukosa darah rutin.
Permasalahan yang umumnya ditemui dalam melakukan pemeriksaan
glukosa darah dengan metode strip test ini serta pemecahan masalahnya,antara
lain:
1) Darah kapiler pasien yang tidak keluar setelah dilakukan pengambilan darah
dengan menusukkan lanset ke jari pasien. Pemecahan masalah yang dapat
dilakukan yaitu mencoba menekan secara perlahan jari dari pasien tersebut
untuk melihat kembali ada atau tidaknya darah yang keluar dari jari pasien.
Apabila darah masih tetap tidak keluar, maka beri pengertian kepada pasien
bahwasanya darah yang diperlukan untuk pemeriksaan glukosa darah tidak
keluar sehingga harus dilakukan penusukan ulang ke jari pasien untuk
memperoleh darah kapiler pasien
2) Darah kapiler pasien tidak mencukupi untuk pemeriksaan glukosa darah
pasien sehingga menyebabkan hasil yang diperoleh pada monitor alat adalah
error. Pemecahan masalah yang dapat dilakukan yaitu memberi pengertian
kepada pasien bahwa darah yang diperoleh tidak mencukupi untuk
pemeriksaan glukosa sehingga harus dilakukan penusukan ulang pada jari
pasien. Setelah itu, strip glukosa diganti dengan strip yang baru. Apabila alat
sudah siap, maka setelah dilakukan penusukan ulang pada jari pasien dan
darah kapiler pasien sudah dirasa cukup untuk pemeriksaan glukosa darah,
darah kapiler pasien dimasukkan ke dalam strip glukosa hingga strip glukosa
berhenti menghisap darah kapiler pasien hingga diperoleh hasil dari kadar
64
glukosa darah pasien.
3) Strip glukosa tidak dapat menyerap darah pasien sama sekali. Hal ini
umumnya terjadi karena kualitas strip glukosa yang kurang baik atau strip
glukosa dalam keadaan yang tidak baik seperti rusak atau lembab sehingga
strip glukosa tidak dapat menyerap darah pasien. Pemecahan masalah yang
dapat dilakukan yaitu mengganti strip tersebut dengan strip glukosa yang baru
yang dalam keadaan baik atau tidak rusak.
4) Pada saat akan melakukan pemeriksaan glukosa darah 2 jam PP, terdapat
pasien yang datang tidak tepat pada waktunya baik itu kurang dari 2 jam
setelah makan maupun lebih dari 2 jam setelah makan. Pemecahan masalah
yang dapat dilakukan yaitu memberikan pengertian kepada pasien
bahwasanya pemeriksaan glukosa 2 jam PP harus dilakukan tepat 2 jam
setelah pasien mendapatkan asupan makanan, karena tidak tepatnya waktu
pemeriksaan glukosa darah 2 jam PP dapat menyebabkan hasil yang
diperoleh menyimpang sehingga tidak menggambarkan bagaimana
metabolisme glukosa dalam tubuh pasien yang sesungguhnya. Untuk pasien
yang datang kurang dari 2 jam setelah mendapatkan asupan makanan
sebaiknya diminta menunggu terlebih dahulu hingga waktu yang telah
ditentukan untuk melakukan pemeriksaan glukosa 2 jam PP. Sedangkan
untuk pasien yang datang lebih dari 2 jam setelah mendapatkan asupan
makanan, diberikan pengertian untuk melakukan pemeriksaan ulang pada
keesokan harinya saat 2 jam tepat setelah pasien mendapatkan asupan
makanan. Apabila pasien tersebut menolak, maka tetap dilakukan
pemeriksaan glukosa darah 2 jam PP, namun pada hasil yang dikeluarkan
65
diberikan keterangan lamanya keterlambatan waktu pemeriksaan glukosa
darah 2 jam PP pasien tersebut agar hasil yang diinterpretasikan nantinya
tidak menyimpang.
5) Hasil pemeriksaan glukosa darah pasien yang abnormal dan mendekati nilai
kritis. Pemecahan masalah yang dilakukan yaitu memastikan apakah kontrol
dari alat yang digunakan sudah masuk atau tidak. Apabila kontrol belum
masuk, maka pemeriksaan diulang dengan menggunakan alat yang sudah
terkontrol. Apabila kontrol sudah masuk dan hasil yang abnormal yang
diperoleh tersebut mendekati nilai kritis maka hasil tersebut segera dilaporkan
kepada analis yang bertugas pada saat tersebut atau kepada dokter
penanggung jawab laboratorium agar dapat dilakukan tindakan segera kepada
pasien dengan hasil kritis tersebut.
2. Nama Kegiatan : Pemeriksaan Kimia Klinik
a. Tujuan Kegiatan
Untuk melakukan pemeriksaan kimia klinik pada sampel serum pasien,
antara lain: pemeriksaan glukosa darah, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, profil
lipid, dan elektrolit (Kalsium/Ca dan Magnesium/Mg) sesuai dengan permintaan
pemeriksaan kimia klinik pasien yang telah ditentukan.
b. Metode
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan kimia klinik, antara lain:
1) Pemeriksaan glukosa : metode GOD – PAP: Enzymatic
Photometric Test
2) Pemeriksaan bilirubin : metode Jendrassik-Groff
3) Pemeriksaan protein total : metode Biuret
66
4) Pemeriksaan Albumin : metode Spektrofotometri dengan
Bromocresol – Green
5) Pemeriksaan SGOT / AST : metode Kinetik IFCC
6) Pemeriksaan SGPT / ALT : metode Kinetik UV IFCC
7) Pemeriksaan ALP : metode kinetic photometric test
8) Pemeriksaan Gamma GT : metode Szash
9) Pemeriksaan Amilase : metode Kinetik : Para-Nitro
Phenyl Glucose 7 / PNPG7
10) Pemeriksaan Urea : metode Enzimatik
Kolorimetri/Uricase
11) Pemeriksaan Serum Kreatinin : metode Jaffe
12) Pemeriksaan Asam Urat : metode Test Enzymatic
Colourimetric
13) Pemeriksaan Trigliserida : metode GPO - PAP
14) Pemeriksaan Kolesterol total : metode CHOD – PAP : Enzymatic
Photometric Test
15) Pemeriksaan Kolesterol HDL : metode CHOD - PAP
16) Pemeriksaan elektrolit (Ca & Mg) : metode Ion Selective Elektroda
c. Prinsip Kerja
1) Pemeriksaan glukosa
Penentuan glukosa setelah reaksi oksidasi enzimatik dari glukosa oksidase.
Yang merupakan indikator warna adalah quinoneimine yang dihasilkan dari 4 –
aminoantipyrine dan phenol oleh hidrogen peroksida dengan katalis peroksidase
(reaksi Trinder).
67
2) Pemeriksaan bilirubin
Bilirubin total dalam serum ditentukan dengan menggunakan metode
Jendrassik-Groff dengan mengikat diazotized sulfanilic acid dan membentuk
warna biru. Bilirubin terkonjugasi (direct bilirubin) bereaksi dengan asam
sulfanilat diazo untuk membentuk senyawa azo yang berwarna merah. Intensitas
warna sebanding dengan kadar bilirubin dalam sampel serum. Bilirubin total dan
direct akan bereaksi dengan pereaksi diazo membentuk suatu kompleks warna
yang akan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 530 nm.
3) Pemeriksaan Protein Total
Bersama dengan ion Cu2+, protein dalam sampel serum akan membentuk
kompleks warna biru keunguan dalam suasana alkali/basa. Intensitas warna yang
terbentuk akan sebanding dengan kadar protein dalam sampel serum tersebut.
Absorbansi dari intensitas warna yang terbentuk diukur secara spektrofotometri
dengan panjang gelombang 546 nm.
4) Pemeriksaan Albumin
Albumin yang terdapat dalam serum akan bereaksi dengan Bromocresol-
Green (BCG) pada suasana asam dan menghasilkan perubahan warna dari hijau
kekuningan menjadi hijau kebiruan. Intensitas warna yang terbentuk diukur
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 546 nm.
5) Pemeriksaan SGOT / AST
Aspartate Aminotransferase (ASAT/AST) mengkatalis transaminase dari
L-aspartate dan 2-oxoglutarate membentuk L-glutamate dan oxalocetate.
Oxalocetate direduksi menjadi L-malate oleh enzim malate dehydrogenase
(MDH) dan Nicotinamide Adenine Dinucletide (NADH) teroksidasi menjadi
68
NAD. Banyaknya NADH yang teroksidasi berbanding lurus dengan aktivitas AST
dan diukur secara fotometrik dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
340 nm.
6) Pemeriksaan SGPT / ALT
Alanine Aminotransferase (ALAT/ALT) mengkatalis transaminase dari
L-alanine dan 2-oxoglutarate membentuk L-glutamate dan Pyruvat. Pyruvat
direduksi menjadi D-lactate oleh enzim Lactate Dehydrogenase (LDH) dan
Nicotinamide Adenine Dinucletide (NADH) teroksidasi menjadi NAD.
Banyaknya NADH yang teroksidasi berbanding lurus dengan aktivitas ALT dan
diukur secara fotometrik dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 340
nm.
7) Pemeriksaan ALP
Alkali Phospatase (ALP) mengkatalisa dalam media alkali yang
mentransfer 4-nitrophenilphospat dan 2-amino-2-metil-1-propanol (AMP)
menjadi 4-nitrophenol. Kenaikan nitrophenol diukur secara fotometri pada
panjang gelombang 405 nm yang sebanding dengan aktivitas Alkali Phospatase
dalam serum.
8) Pemeriksaan Gamma GT
Metoda Szasz menggunakan asam L-glutamat-5- (4-nitroamilide) sebagai
substrat. Gamma-glutamil transferase akan memindahkan gugus gamma-glutamil
ke suatu akseptor, yaitu glisilglisin. 4-Nitroanilin yang terbentuk dari pemecahan
substrat dapat mengabsorpsi gelombang 405 nm. Perubahan pada pembacaan
kolorimeter per waktu unit adalah sebanding dengan laju pemecahan substrat dan
dengan demikian sebanding pula dengan aktivitas enzim.
69
9) Pemeriksaan Amilase
Dalam suasana netral, alfa amilase mengkatalis reaksi hidrolisis PNPG7
menjadi PNPGn dan glukosa primer. PNPGn yang terbentuk dihidrolisis dengan
bantuan enzim glukoamilase menghasilkan PNPG1 dan glukosa polimer. PNPG1
yang terbentuk dikatalisis oleh glukosidase menghasilkan p-nitrofenol dan
glukosa. Aktivitas katalitik amilase sebanding dengan terbentuknya p-nitrofenol
yang dapat ditentukan secara kinetik pada panjang gelombang 405 nm.
10) Pemeriksaan Urea
Urea oleh urease secara kuantitatif akan diubah menjadi Ammonium
karbonat, dimana dengan adanya phenol akan dioksidasi oleh sodium hipoklorit
menjadi zat berwarna biru (reaksi barthelot). Hasil zat warna akan bertambah kuat
dengan penambahan sejumlah kecil sodium nitrotrusid. Konsentrasi zat warna
yang dibentuk dapat diukur pada panjang gelombang 546 nm.
11) Pemeriksaan Serum Kreatinin
Dalam suasana alkalis, kreatinin apabila ditambahkan Asam Pikrat akan
membentuk warna kuning orange, selanjutnya bereaksi dengan NaOH dan
intensitas warna dapat diukur secara fotometri.
12) Pemeriksaan Asam Urat
Asam urat dioksidasi enzim uricase membentuk alantoin, CO², dan
peroksida dengan bantuan enzim peroksidase, peroksida yang terbentuk akan
bereaksi dengan 4 – aminoantipyrine dan 3.5- diclorosulfonate membentuk
senyawa berwarna merah muda.
13) Pemeriksaan Trigliserida
70
Trigliserida oleh enzim lipoprotein lipase dirubah menjadi gliserol dan
asam amino bebas. Gliserol yang terbentuk direaksikan dengan ATP dengan
bantuan enzim gliserol kinase membentuk gliserol-3-phospat dan ADP. Gliserol-
3-phospat dioksidasi dengan bantun enzim gliserol phospat oksidase menjadi
dihidroksi aseton phospat dan hydrogen peroksida. Hidrogen peroksida yang
terbentuk akan mengoksidasi klorophenol membentuk quinonimin yang berwarna
merah muda. Intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan kadar trigliserida
dalam sampel.
14) Pemeriksaan kolesterol total
Kolesterol ditentukan secara enzimatik menggunakan kolesterol esterase
dan kolesterol oksidase. Hidrogen peroksida membentuk warna merah bila
bereaksi dengan 4-aminopenazone dan fenol dibawah pengaruh peroksidase.
Intensitas warna sebanding dengan kosentrasi kolesterol dan dapat ditentukan
secara fotometrik.
15) Pemeriksaan Kolesterol HDL
LDL, VLDL dan chylomykron dalam sampel akan dinonreaktifkan
dengan penambahan detergent khusus, berupa accelerator dan cholesterol oksidase
sehingga hanya HDL yang reaktif. Kemudian HDL ini diperiksa dengan metoda
CHOD-PAP.
16) Pemeriksaan elektrolit (Ca & Mg)
Calsium dan Magnesium dalam sampel serum akan dianalisis dengan
metode Ion Selective Elektroda melalui masing – masing ion yang akan dialirkan
dalam potensial yang berbeda.
d. Dasar Teori
71
Pemeriksaan laboratorium yang berdasarkan pada reaksi kimia dapat
digunakan darah, urin atau cairan tubuh lain. Terdapat banyak pemeriksaan kimia
darah di dalam laboratorium klinik antara lain uji fungsi hati, otot jantung, ginjal,
lemak darah, gula darah, fungsi pankreas, elektrolit dan dapat pula dipakai
beberapa uji kimia yang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis
anemia (Biomedika, 2012).
Uji fungsi hati meliputi pemeriksaan kadar protein total & albumin,
bilirubin total & bilirubin direk, serum glutamic oxaloacetate transaminase
(SGOT/AST) & serum glutamic pyruvate transaminase (SGPT/ALT), gamma
glutamyl transferase (γ-GT), alkaline phosphatase (ALP) dan cholinesterase
(CHE). Pemeriksaan protein total dan albumin sebaiknya dilengkapi dengan
pemeriksaan fraksi protein serum dengan teknik elektroforesis. Dengan
pemeriksaan elektroforesis protein serum dapat diketahui perubahan fraksi protein
di dalam serum. Pemeriksaan elektroforesis protein serum ini menunjukkan
perubahan fraksi protein lebih teliti dari hanya memeriksa kadar protein total dan
albumin serum (Biomedika, 2012).
Uji fungsi jantung dapat dipakai pemeriksaan creatine kinase (CK),
isoenzim creatine kinase yaitu CKMB, N-terminal pro brain natriuretic peptide
(NT pro-BNP) dan Troponin-T. Kerusakan dari otot jantung dapat diketahui
dengan memeriksa aktifitas CKMB, NT pro-BNP, Troponin-T dan hsCRP.
Pemeriksaan LDH tidak spesifik untuk kelainan otot jantung, karena hasil yang
meningkat dapat dijumpai pada beberapa kerusakan jaringan tubuh seperti hati,
pankreas, keganasan terutama dengan metastasis, anemia hemolitik dan leukemia
(Biomedika, 2012).
72
Uji fungsi ginjal terutama adalah pemeriksaan ureum dan kreatinin. Ureum
adalah produk akhir dari metabolisme protein di dalam tubuh yang diproduksi
oleh hati dan dikeluarkan lewat urin. Pada gangguan ekskresi ginjal, pengeluaran
ureum ke dalam urin terhambat sehingga kadar ureum akan meningkat di dalam
darah. Kreatinin merupakan zat yang dihasilkan oleh otot dan dikeluarkan dari
tubuh melalui urin. Oleh karena itu kadar kreatinin dalam serum dipengaruhi oleh
besar otot, jenis kelamin dan fungsi ginjal (Biomedika, 2012).
Pemeriksaan lemak darah meliputi pemeriksaan kadar kolesterol total,
trigliserida, HDL dan LDL kolesterol. Pemeriksaan tersebut terutama dilakukan
pada pasien yang memiliki kelainan pada pembuluh darah seperti pasien dengan
kelainan pembuluh darah otak, penyumbatan pembuluh darah jantung, pasien
dengan diabetes melitus (DM) dan hipertensi serta pasien dengan keluarga yang
menunjukkan peningkatan kadar lemak darah. Untuk pemeriksaan lemak darah
ini, sebaiknya berpuasa selama 12 - 14 jam. Bila pada pemeriksaan kimia darah,
serum yang diperoleh sangat keruh karena peningkatan kadar trigliserida
sebaiknya pemeriksaan diulang setelah berpuasa >14 jam untuk mengurangi
kekeruhan yang ada. Untuk pemeriksaan kolesterol total, kolesterol HDL dan
kolesterol LDL tidak perlu berpuasa. Selain itu dikenal pemeriksaan lipoprotein
(a) bila meningkat dapat merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung
coroner (Biomedika, 2012).
Pemeriksaan kadar gula darah dipakai untuk mengetahui adanya
peningkatan atau penurunan kadar gula darah serta untuk monitoring hasil
pengobatan pasien dengan Diabetes Melitus (DM). Peningkatan kadar gula darah
biasanya disebabkan oleh Diabetes Melitus atau kelainan hormonal di dalam
73
tubuh. Terdapat beberapa macam pemeriksaan untuk menilai kadar gula darah
yaitu pemeriksaan gula darah sewaktu, kadar gula puasa, kadar gula darah 2 jam
setelah makan, test toleransi glukosa oral, HbA1c, insulin dan C-peptide. Kadar
gula darah sewaktu adalah pemeriksaan kadar gula pada waktu yang tidak
ditentukan. Kadar gula darah puasa bila pemeriksaan dilakukan setelah pasien
berpuasa 10-12 jam sebelum pengambilan darah atau sesudah makan 2 jam yang
dikenal dengan gula darah 2 jam post-prandial (Biomedika, 2012).
Pankreas menghasilkan enzim amilase dan lipase. Amilase selain
dihasilkan oleh pankreas juga dihasilkan oleh kelenjar ludah dan hati yang
berfungsi mencerna amilum/karbohidrat. Kadar amilase di dalam serum
meningkat pada radang pankreas akut. Pada keadaan tersebut, keadaan amilase
meningkat setelah 2-12 jam dan mencapai puncak 20-30 jam dan menjadi normal
kembali setelah 2-4 hari. Gejala yang timbul berupa nyeri hebat pada perut. Kadar
amilase ini dapat pula meningkat pada penderita batu empedu dan pasca bedah
lambung (Biomedika, 2012).
e. Alat dan Bahan
1) Alat
a) Alat pemeriksaan kimia klinik
Siemens Expand Plus
Thermo Scientific Konelab Prime 30
b) Sampel cup
c) Mikropipet 500 uL
d) Centrifuge
2) Bahan
74
a) Darah Vena
b) Blue Tip
f. Cara Kerja
1) Pemeriksaan Kimia Klinik dengan Alat Siemens Expand Plus
a) Sampel darah vena pasien dalam tabung vakum merah atau kuning yang telah
membeku dicentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit hingga
diperoleh serum dari sampel darah vena pasien tersebut.
b) Sampel serum kemudian dipipet ke sampel cup
c) Alat Siemens Expand Plus dinyalakan
d) Dipilih menu: Operating menu – F1 (Enter Data)
e) Data sampel atau control dimasukkan ke dalam kolom data, yang meliputi:
Position : sesuai dengan posisi sampel di segment
Patient Name : sesuai dengan nama pasien / control
Sample No : sesuai dengan nomor sampel
Test : sesuai dengan permintaan test pasien / control
Next Mode : sesuai dengan container sampel
Next Fluid : sesuai dengan type cairan
Next Priority : prioritas sampel / control.
f) Sampel atau control dimasukkan pada segmen atau rak sesuai program.
g) Dipilih menu Process single untuk memulai proses sampel / control single.
h) Dipilih New Sample untuk setup atau menambah program sampel atau
control lain dan langkah c diulangi lalu dipilih Load List kemudian dipilih
Run.
i) Ditunggu beberapa saat hingga hasil dikeluarkan oleh alat.
75
j) Hasil pemeriksaan kimia klinik kemudian dicatat pada formulir permintaan
pemeriksaan dan buku registrasi hasil pemeriksaan kimia klinik
2) Pemeriksaan Kimia Klinik dengan Alat Thermo Scientific Konelab Prime 30
a) Sampel darah vena pasien dalam tabung vakum merah atau kuning yang telah
membeku dicentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit hingga
diperoleh serum dari sampel darah vena pasien tersebut.
b) Sampel serum kemudian dipipet ke sampel cup.
c) Alat Thermo Scientific Konelab Prime 30 dihidupkan.
d) Dipilih menu “Main”, kemudian Start up (F1). Ditunggu beberapa menit
sampai status alat Thermo Scientific Konelab Prime 30 ready.
e) Dipilih menu “Main” kemudian diklik pilihan “Sample”.
f) Dipilih segmen pada alat yang akan diinput data pasien.
g) Data pasien kemudian diinput berupa nama atau nomor sampel.
h) Dipilih parameter pemeriksaan kimia klinik yang akan diperiksa.
i) Apabila hendak nginput data pasien lebih dari satu, maka dipilih “New
Sample (F1)”.
j) Dipilih “Insert Segment (F2) untuk memasukkan segmen yang telah berisi
cup serum pasien.
k) Kemudian kembali ke menu “Main” dan diklik “Start”.
l) Ditunggu beberapa saat hingga alat Thermo Scientific Konelab Prime 30
mengeluarkan hasil pemeriksaan kimia klinik pasien.
m) Hasil pemeriksaan kimia klinik pasien kemudia dicatat pada formulir
permintaan pemeriksaan dan buku registrasi hasil pemeriksaan kimia klinik.
g. Hasil kegiatan
76
1) Hasil kegiatan
Adapun jumlah pemeriksaan parameter kimia klinik di Laboratorium
Patologi Klinik BRSU Tabanan, antara lain: Hasil terlampir
2) Hasil pemeriksaan
Zaal/Poli : MCU
Nama : BAPAK I NENGAH SUMERTA
Umur : 53 TH
Kelamin : LAKI - LAKI
Alamat : -
Tanggal : 25 – 03– 2014
Jam : 09.30 WITA
NO PEMERIKSAAN HASIL NILAI
RUJUKAN
1 GLUKOSA Glukosa darah puasa 109* 70 - 105 mg/dl
Glukosa darah 2J PP 70 – 110 mg/dl
Glukosa darah
Sewaktu
70 – 110 mg/dl
2 Profil Lipid Trigliserida 138 30 – 150 mg/dl
Kholesterol Total 200 130 – 200 mg/dl
LDL Kholesterlol 144* 100 – 129 mg/dl
HDL Kholesterol 28* 35 – 60 mg/dl
3 Tes Fungsi Hati Bilirubin Total 0,0 – 1,0 mg/dl
Bilirubin Direk 0,0 – 0,3 mg/dl
Bilirubin Indirek 0,0 – 1,1 mg/ml
Protein Total 6,4 – 8,2 gr/dl
Albumin 3,4 – 5,0 gr/dl
Globulin 1,5 – 4,5 gr/dl
77
SGOT/AST 24 15 – 37 U/L
SGPT/ALT 30 12 – 78 U/L
ALP 50 – 136 U/L
Amylase 30 – 110 u/l
GGT L: 15 – 73 U/L
P: 12 – 43 U/L
HbsAg (-) Negatif (-) Negatif
Anti HAV IgM (-) Non Reaktif
Anti HCV (-) Non Reaktif
4 Tes Fungsi
Ginjal
BUN 15 7 – 18 mg/dl
Creatinine 1,0 0,6 – 1,3 mg/dl
Asam Urat 5,7 2,6 – 7,2 mg/dl
h. Permasalahan yang ditemui
(1) Pemeriksaan Kimia Klinik dengan Siemens Expand Plus
Adapun permasalahan yang ditemui dalam pemeriksaan kimia klinik
dengan Siemens Expand Plus, antara lain:
a) Hasil pemeriksaan parameter kimia klinik tertentu yang menunjukkan nilai
minus (Contohnya: Bun / Urea = -4 mg/dl).
b) Hasil pemeriksaan pasien dengan parameter tertentu yang tidak dikeluarkan
oleh alat Siemens Expand Plus.
(2) Pemeriksaan Kimia Klinik dengan Thermo Scientific Konelab Prime 30
Adapun permasalahan yang umumnya ditemui dalam pemeriksaan kimia
klinik dengan Thermo Scientific Konelab Prime 30 adalah tidak dapat
dikeluarkannya hasil apabila melebihi dari kontrol low dan high pada alat.
78
i. Pembahasan dan Pemecahan Masalah
Pemeriksaan kimia klinik merupakan salah satu bagian pemeriksaan
laboratorium dalam bidang patologi klinik yang umumnya dapat memberikan
gambaran mengenai kondisi dari fungsi organ tubuh pasien secara kimia melalui
sampel darah vena pasien. Pemeriksaan kimia klinik di laboratorium patologi
klinik BRSU Tabanan menggunakan dua alat pemeriksaan kimia klinik yaitu
Siemens Expand Plus dan Thermo Scientific Konelab Prime 30. Pemeriksaan
kimia klinik yang dilakukan dengan kedua alat pemeriksaan kimia klinik tersebut
meliputi pemeriksaan glukosa darah, profil lipid, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal,
serta pemeriksaan elektrolit darah (Calsium/Ca dan Magnesium/Mg).
Pemeriksaan glukosa darah meliputi pemeriksaan glukosa darah puasa,
glukosa darah 2 jam post prandial, serta glukosa darah sewaktu. Pemeriksaan
profil lipid meliputi pemeriksaan trigliserida, kholestrol total, kholesterol HDL,
serta kholesterol LDL. Pemeriksaan profil lipid memerlukan persiapan dari pasien
berupa puasa selama 8 hingga 12 jam sebelum melakukan pemeriksaan profil
lipid. Karena tanpa persiapan pasien berupa puasa dapat menyebabkan hasil
pemeriksaan profil lipid lebih tinggi dari yang seharusnya.
Pemeriksaan tes fungsi hati meliputi bilirubin total dan direct, protein
total, albumin, SGOT,SGPT, ALP, Gamma GT serta Amilase. Namun untuk
permintaan pemeriksaan dengan parameter Gamma GT sangat jarang dilakukan.
Pemeriksaan tes fungsi ginjal meliputi BUN (Urea), serum kreatinin, dan asam
urat. Serta pemeriksaan elektrolit yang dilakukan pada alat Siemens Expand Plus
dan Thermo Scientific Konelab Prime 30 meliputi pemeriksaan kadar Calsium/Ca
dan Magnesium/Mg.
79
Pemeriksaan kimia klinik menggunakan sampel serum pasien yang
diperoleh dari hasil sentrifugasi darah vena pasien yang telah membeku dalam
tabung vakum merah yang mengandung clott aktivator atau dalam tabung vakum
kuning yang mengandung clott aktivator serta gel separator yang dicentrifuge
dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit.
Adapun permasalahan yang ditemukan dalam melakukan pemeriksaan
kimia klinik serta hal yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan
tersebut, antara lain:
1) Hasil pemeriksaan parameter kimia klinik tertentu yang menunjukkan nilai
minus (Contohnya: Bun / Urea = -4 mg/dl). Untuk mengatasi hal ini dapat
dilakukan dengan mengulang pemeriksaan dari parameter yang mengeluarkan
hasil minus serta memindahkan sampel serum pasien ke segmen yang
berbeda dari segmen yang sebelumnya (misalnya dari segmen A4 ke segmen
B1) kemudian dimasukkan data segmen tempat sampel serum dan parameter
pemeriksaan yang akan diulang, lalu ditekan F2 atau “Single Process”. Alat
akan melakukan analisis ulang terhadap parameter yang diminta. Apabila
hasil yang ditunjukkan masih memberikan nilai minus, maka harus dilakukan
kalibrasi terhadap alat tersebut (Siemens Expand Plus) atau dapat dilakukan
pemeriksaan ulang pada alat Thermo Scientific Konelab Prime 30.
2) Hasil pemeriksaan pasien dengan parameter tertentu yang tidak dikeluarkan
oleh alat Siemens Expand Plus. Umumnya hal ini terjadi karena reagen untuk
parameter tersebut telah habis. Hal yang harus dilakukan adalah mengecek
persediaan reagen pada alat. Apbila reagen telah habis, maka harus segera
diganti dengan reagen yang baru. Setelah pergantian reagen, maka dilakukan
80
analisis ulang terhadap parameter yang tidak mengeluarkan hasil saja dengan
cara menekan F8 atau “Edit Sample” kemudian parameter yang telah
mengeluarkan hasil dihapus dari permintaan sehingga tersisa parameter yang
tidak mengeluarkan hasil saja. Selanjutnya ditekan F2 atau “Single Process”
maka alat akan menganalisis parameter pemeriksaan kimia klinik sesuai
dengan permintaan yang dimasukkan pada alat. Selain itu dapat dilakukan
juga konfirmasi hasil dengan menggunakan alat Thermo Konelab.
3) Thermo Scientific Konelab Prime 30 adalah tidak dapat dikeluarkannya hasil
apabila melebihi dari kontrol low dan high pada alat. Hal ini dapat diatasi
dengan melakukan pemeriksaan ulang terhadap sampel darah pasien
menggunakan alat Siemens Expand Plus untuk mengkonfirmasi hasil.
3. Nama Kegiatan : Pemeriksaan Elektrolit Darah
a. Tujuan Kegiatan
(1) Untuk mengetahui cara pemeriksaan elektrolit darah.
(2) Untuk mengetahui kadar elektrolit darah (Natrium, Kalium, dan Klorida)
pasien.
b. Metode
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah Ion Selective
Elektroda.
c. Prinsip Kerja
Sampel serum pasien yang diaspirasikan ke dalam alat akan diukur kadar
elektrolitnya melalui tegangan yang berkembang antara permukaan dalam dan
luar sebuah elektroda selektif ion yang membrannya terbuat dari bahan yang
selektif permeabel terhadap ion yang diukur. Potensi diukur dengan cara
81
membandingkannya terhadap potensi dari elektroda referensi. Ketika potensi
elektroda referensi tetap konstan, perbedaan tegangan antara dua elektroda
dihubungkan dengan konsentrasi ion dalam sampel.
d. Dasar Teori
Elektrolit mempunyai fungsi penting dalam tubuh. Hampir semua aktifitas
metabolisme selalu melibatkan elektrolit (Widhiadnyana, 2012). Elektrolit yang
positif dan negatif yang disebut ion molekul bermuatan, yang ditemukan dalam
sel-sel tubuh dan cairan ekstraselular, termasuk plasma darah. Sebuah tes untuk
elektrolit meliputi pengukuran natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat. Ion-ion
ini diukur untuk menilai ginjal (ginjal), endokrin (kelenjar), dan asam-basa fungsi,
dan merupakan komponen dari kedua fungsi ginjal dan profil metabolik yang
komprehensif biokimia (Afidin, 2011).
Pemeriksaan elektrolit darah pada dasarnya merupakan pemeriksaan kadar
kandungan garam dan mineral dalam darah, seperti natrium, kalium, dan klorida.
Fungsi pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui adanya gangguan pada salah
satu organ tubuh, seperti ginjal dan jantung, tulang, serta sebagai penanda kanker
(Widhiadnyana, 2012).
(1) Natrium
Natrium sering dijadikan salah satu indikator gangguan pada jantung,
ginjal, dan penyakit gondok. Beberapa diagnosis penyakit seperti gangguan ginjal
disertai pembengkakan pada kaki dan atau seluruh badan, pembengkakan jantung,
pembengkakan pada perut yang berisi cairan, diare yang berkepanjangan, olahraga
dengan keringat berlebihan, dan luka bakar biasanya menunjukkan adanya
penurunan natrium. Penurunan natrium juga sering menyebabkan menjadi mual
82
dan muntah, sakit kepala, dan bahkan kejang dan koma. Adapun peningkatan
kadar natrium bisa mengakibatkan lemah otot, kejang, dan juga bisa
mengakibatkan koma (Widhiadnyana, 2012).
(2) Kalium
Seperti halnya natrium, kalium juga merupakan indikator adanya
gangguan pada metabolisme cairan tubuh, terutama melibatkan jantung dan ginjal.
Kadar kalium bisa menurun pada orang-orang yang menderita diabetes mellitus
(kencing manis), diare yang berkepanjangan, muntah-muntah, dan pada penyakit
ginjal. Kadar kalium dapat meninggi pada klien dengan luka bakar, setelah
tranfusi darah, dan setelah operasi pembedahan (Widhiadnyana, 2012).
(3) Klorida
Walaupun jarang diperhitungkan, kadar klorida tetaplah penting untuk
diperiksa. Klorida lebih dikaitkan dengan mineral yang menjaga keseimbangan
cairan tubuh. Kadarnya bisa meninggi jika klien mengalami dehidrasi atau
kehilangan cairan tubuh berlebihan. Namun, pada kehamilan, usia lanjut, dan
adanya defisiensi vitamin serta zat besi, sering ditemukan adanya penurunan kadar
klorida (Widhiadnyana, 2012).
e. Alat Dan Bahan
(1) Alat
a) Roche 9180 Electrolyte Analizer
b) Centrifuge
(2) Bahan
a) Darah Vena
b) Tissue
83
f. Cara kerja
1) Alat dan bahan yang akan digunakan dalam pemeriksaan elektrolit darah
pasien disiapkan.
2) Darah vena pasien dalam tabung vakum merah atau kuning yang telah
membeku dicentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit hingga
diperoleh serum pasien.
3) Roche 9180 Electrolyte Analizer dihidupkan dengan menekan tombol power
dan ditunggu beberapa saat hingga pada monitor tampak “Na K Cl Ready”.
4) Pintu tempat aspirasi sampel serum dibuka dan pada monitor akan tampak
“***Please Wait***”
5) Ditunggu beberapa saat hingga Roche 9180 Electrolyte Analizer siap untuk
mengaspirasi sampel serum pasien yang ditunjukkan dengan terdengar bunyi
“tiiit” dan munculnya “Introduce Sample” pada monitor.
6) Tempat sampel serum diletakkan diujung jarum pada tempat aspirasi sampel
dan didiamkan beberapa saat hingga Roche 9180 Electrolyte Analizer selesai
mengaspirasi sampel serum pasien yang ditandai dengan terdengarnya bunyi
“tiiit”.
7) Ujung jarum dibersihkan dengan tissue kemudian pintu tempat aspirasi
sampel serum ditutup kembali.
8) Pada monitor akan tampak “Serum Sample in Process”. Ditunggu selama 50
detik untuk proses analisis kadar elektrolit (Natrium, Kalium, dan Klorida)
pasien oleh Roche 9180 Electrolyte Analizer.
9) Setelah 50 detik, kadar elektrolit (Natrium, Kalium, dan Klorida) pasien akan
tampak pada monitor Roche 9180 Electrolyte Analizer dan hasil yang
84
diperoleh kemudian dicatat pada formulir permintaan pemeriksaan dan buku
registrasi hasil pemeriksaan elektrolit.
g. Hasil Kegiatan
1) Hasil Kegiatan
Adapun jumlah pemeriksaan Elektrolit (Natrium, Kalium, dan Klorida) di
Laboratorium Patologi Klinik BRSU Tabanan, antara lain:
Tanggal
Jumlah Pemeriksaan Elektrolit (Natrium, Kalium,
Klorida)
Alat Roche 9180
Electrolyte Analizer 1
Alat Roche 9180 Electrolyte
Analizer 2
10 Maret 2014 44 0
11 Maret 2014 11 34
12 Maret 2014 23 0
13 Maret 2014 14 21
14 Maret 2014 36 4
15 Maret 2014 8 17
16 Maret 2014 16 18
17 Maret 2014 0 18
18 Maret 2014 21 6
19 Maret 2014 7 23
20 Maret 2014 32 0
21 Maret 2014 2 30
22 Maret 2014 33 0
23 Maret 2014 0 21
24 Maret 2014 28 3
25 Maret 2014 8 18
26 Maret 2014 18 17
27 Maret 2014 1 27
28 Maret 2014 21 10
29 Maret 2014 12 14
85
30 Maret 2014 9 7
31 Maret 2014 0 13
1 April 2014 3 17
2 April 2014 12 6
3 April 2014 13 21
4 April 2014 23 10
5 April 2014 7 23
6 April 2014 22 0
7 April 2014 3 26
8 April 2014 37 0
9 April 2014 9 36
10 April 2014 36 10
11 April 2014 1 31
12 April 2014 25 11
2) Hasil pemeriksaan
Zall/Poli : IRD
Nama : Mrs.K
Umur : Th
Kelamin : P
Tanggal : 26-03-2014
Hasil :
No Parameter Hasil Nilai Rujukan
4 Natrium (Na+) 134* 136 – 145 mmol/l
5 Kalium (K+) 3,2* 3,5 – 5,1 mmol/l
6 Clorida (Cl-) 97 98 – 109 mmol/l
h. Permasalahan yang ditemui
86
Permasalahan yang umumnya ditemui dalam pemeriksaan elektrolit
dengan menggunakan Roche 9180 Electrolyte Analizer, antara lain:
1) Sampel serum pasien tidak teraspirasi dengan baik ke dalam alat Roche 9180
Electrolyte Analizer, sehingga tidak diperoleh hasil pemeriksaan elektrolit
(Natrium, Kalium, dan Klorida) pasien.
2) Hasil pemeriksaan elektrolit pasien baik Natrium, Kalium maupun Klorida
yang abnormal.
i. Pembahasan dan Pemecahan Masalah
Pemeriksaan elektrolit darah merupakan pemeriksaan yang dilakukan
untuk mengetahui kadar dari kandungan garam dan mineral dalam darah.
Pemeriksaan elektrolit umumnya dilakukan dengan menggunakan sampel serum
pasien yang diperoleh dari darah vena pasien yang ditampung dalam tabung
vacum merah yang mengandung clot aktivator yang berfungsi untuk mempercepat
proses pembekuan darah atau darah vena pasien yang ditampung dalam tabung
vacum kuning yang mengandung gel separator yang akan memisahkan antara sel -
sel darah dengan serum pasien. Darah vena pasien tersebut dibiarkan beberapa
saat terlebih dahulu setelah pengambilan hingga akhirnya darah pasien membeku
dan siap untuk dicentrifuge pada kecepatan 3000 rpm selama 5 menit. Dari proses
sentrifugasi tersebut, sel-sel darah akan mengendap di dasar tabung dan terpisah
dari serumnya. Serum pasien tersebutlah yang digunakan dalam pemeriksaan
elektrolit darah.
Alat pemeriksaan elektrolit yang digunakan di laboratorium Patologi
Klinik BRSU Tabanan adalah Roche 9180 Electrolyte Analizer. Roche 9180
Electrolyte Analizer merupakan alat pemeriksaan elektrolit yang mampu
87
mendeteksi Natrium, Kalium, dan Klorida dalam darah pasien. Terdapat 2 alat
Roche 9180 Electrolyte Analizer di laboratorium Patologi Klinik BRSU Tabanan,
dimana kedua alat tersebut digunakan secara bergantian sebagai salah satu cara
pemeliharaan alat agar alat pemeriksaan elektrolit tidah mudah rusak. Sebelum
digunakan, umumnya alat Roche 9180 Electrolyte Analizer dikontrol terlebih
dahulu dengan serum kontrol. Apabila kontrol yang dilakukan terhadap Roche
9180 Electrolyte Analizer masuk, maka alat Roche 9180 Electrolyte Analizer
dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan elektrolit terhadap sampel serum
pasien. Namun, apabila kontrol yang dilakukan tidak masuk, maka pemeriksaan
elektrolit terhadap sampel serum pasien dilakukan dengan alat Roche 9180
Electrolyte Analizer yang lain yang telah terkontrol.
Alat Roche 9180 Electrolyte Analizer akan mengaspirasi sampel serum
secara otomatis ketika pintu sampel dibuka dan sampel telah diletakkan diujung
jarum pengaspirasi sampel serum. Roche 9180 Electrolyte Analizer membutuhkan
waktu sekitar 50 detik untuk menganalisis kadar elektrolit (Natrium, Kalium, dan
Klorida) dari sampel serum pasien yang diaspirasikan tersebut.
Masalah yang umumnya ditemui dalam penggunaan alat Roche 9180
Electrolyte Analizer dan penyelesaian masalahnya, antara lain:
1) Sampel serum pasien tidak teraspirasi dengan baik ke dalam alat Roche 9180
Electrolyte Analizer, sehingga tidak diperoleh hasil pemeriksaan elektrolit
(Natrium, Kalium, dan Klorida) pasien. Hal yang harus dilakukan adalah
melakukan pemeriksaan ulang terhadap sampel serum pasien tersebut dan
memastikan bahwa alat Roche 9180 Electrolyte Analizer telah mengaspirasi
sampel serum pasien dengan baik hingga diperoleh hasil elektrolit dari
88
sampel serum pasien tersebut. Apabila sampel serum tidak dapat diaspirasi
oleh alat karena adanya bekuan pada sampel serum pasien, maka sampel
tersebut harus dicentrifuge kembali agar tidak terdapat bekuan dalam sampel
serum pasien.
2) Hasil pemeriksaan elektrolit pasien baik Natrium, Kalium maupun Klorida
yang abnormal. Hal yang harus dilakukan adalah memastikan bahwa kontrol
dari alat Roche 9180 Electrolyte Analizer telah masuk. Apabila kontrol dari
alat yang digunakan tidak masuk, maka sebaiknya pemeriksaan elektrolit
dilakukan ulang pada alat Roche 9180 Electrolyte Analizer lain yang telah
terkontrol. Selain itu, perlu diperhatikan pula kondisi dari sampel serum
pasien dalam keadaan lisis atau tidak. Sebab, pengerjaan pemeriksaan
elektrolit dengan menggunakan sampel yang lisis akan menyebabkan hasil
kadar elektrolit yang diperloleh lebih tinggi dari yang seharusnya. Apabila
sampel serum pasien tampak lisis, sebaiknya dilakukan pengambilan darah
ulang terhadap pasien. Namun, apabila alat Roche 9180 Electrolyte Analizer
telah terkontrol dan kondisi sampel serum pasien juga dalam keadaan baik
tetapi hasil yang diperoleh tetap abnormal serta mendekati nilai kritis, hal ini
harus segera dilaporkan kepada analis yang bertugas pada saat tersebut atau
kepada dokter penanggung jawab laboratorium agar dokter yang menangani
pasien tersebut dapat segera dihubungi dan pasien tersebut segera
mendapatkan tindakan medis yang sesuai.
4. Nama Kegiatan : Pemeriksaan HbA1C
89
a. Tujuan
1) Untuk mengetahui kadar HbA1c dalam sampel darah pasien.
2) Untuk memonitoring penyesuaian terapi dan menilai kualitas perawatan
diabetes.
b. Metode
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan Hba1c di BRSU Tabanan
adalah metode enzymatic.
c. Prinsip
Mengukur persentasi hemoglobin sel darah merah yang diselubungi oleh
gula. Semakin tinggi nilainya berarti kontrol gula darah buruk dan kemungkinan
komplikasi semakin tinggi.
d. Dasar teori
Hemoglobin pada manusia terdiri dari HbA1, HbA2, HbF( fetus)
Hemoglobin A (HbA) terdiri atas 91 sampai 95% dari jumlah hemoglobin total.
Molekul glukosa berikatan dengan HbA1 yang merupakan bagian dari
hemoglobin A. Proses pengikatan ini disebut glikosilasi atau hemoglobin
terglikosilasi atau hemoglobin A. Dalam proses ini terdapat ikatan antara glukosa
dan hemoglobin. HbA1c yang terbentuk dalam tubuh akan disimpan dalam sel
darah merah dan akan terurai secara bertahap bersama dengan berakhirnya masa
hidup sel darah merah (rata-rata umur sel darah merah adalah 120 hari). Jumlah
HbA1c yang terbentuk sesuai dengan konsentrasi glukosa darah (Wahyunhie,
2011).
Pada penyandang DM, glikolisasi hemoglobin meningkat secara
proporsional dengan kadar rata-rata glukosa darah selama 120 hari terakhir, bila
90
kadar glukosa darah berada dalam kisaran normal selama 120 hari terakhir, maka
hasilhemoglobin A1c akan menunjukkan nilai normal. Hasil pemeriksaan
hemoglobin A1c merupakan pemeriksaan tunggal yang sangat akurat untuk
menilai status glikemik jangka panjang dan berguna pada semua tipe penyandang
DM. Pemeriksaan ini bermanfaat bagi pasien yang membutuhkan kendali
glikemik. Pemeriksaan glukosa darah tidak dapat digantikan dengan pemeriksaan
HbA1c walaupun pemeriksaan HbA1c lebih unggul karena kedua pemeriksaan ini
saling menunjang untuk mencapai kualitas pengendalian DM, walaupun
pemeriksaan glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan hanya dapat
mencerminkan konsentrasi glukosa darah pada saat diukur dan sangat dipengaruhi
oleh makanan, olahraga dan obat yang baru dikonsumsi tetapi pemeriksaan ini
sangat diperlukan terutama untuk melihat adanya perubahan kadar glukosa secara
mendadak. Pasien diabetes sebaiknya memeriksakan kadar HbA1c setiap 3 bulan
atau 4 kali dalam setahundan untuk pasien diabetes yang terkendali,
direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan ini setiap 6 bulan (Prodia,
2011).
e. Alat dan bahan
1) Alat
a) Quo-lab a1c
b) Kapiler
2) Bahan
a) Cartridge
b) Darah EDTA
c) Tissue
91
f. Cara kerja
a) Scan barcode cartridge pada kotak kemasan.
b) Siapkan cartridge.
c) Buka penutup cartridge dengan hati-hati
d) Masukkan cartridge baru pada lubang yang terdapat pada alat sampai muncul
tulisan “cartridge inserted running”.
e) Masukkan reagen dengan cara menekan cartridge menggunakan bagian
belakang pipet kapiler sampai bola besi (gotri) masuk, kemudian akan muncul
tulisan “ rehydrating reagen” tunggu selama ± 50 detik.
f) Sampel darah dipipet dengan menggunakan kapiler (dipilih bagian yang
berujung runcing) dan dipastikan jumlah darah sesuai dengan celah yang
tersedia. Bersihkan bagian luar kapiler dari darah menggunakan tissue dengan
hati-hati.
g) Setelah muncul tulisan “insert sample and close door” kapiler berisi sampel
dimasukkan ke dalam cartridge, bagian tumpul kapiler dipatahkan, kemudian
alat ditutup. Hasil akan ditampilkan dalam waktu ± 60 detik.
h) Hasil pemeriksaan kemudian dicatat.
g. Hasil kegiatan
1) Hasil kegiatan
No Tanggal Hasil Pemeriksaan
1 10/03/2014 -
2 11/03/2014 13 %, 2%
3 12/03/2014 -
4 13/03/2014 -
92
5 14/03/2014 -
6 15/03/2014 -
7 16/03/2014 -
8 17/03/2014 -
9 18/03/2014 -
10 19/03/2014 9,4%
11 20/03/2014 -
12 21/03/2014 10,2%, 1%
13 22/03/2014 -
114
23/03/2014 -
115
24/03/2014 -
116
25/03/2014 -
117
26/03/2014 -
118
27/03/2014 -
119
28/03/2014 -
220
29/03/2014 -
221
30/03/2014 -
222
31/03/2014 -
223
01/04/2014 -
224
02/04/2014 -
225
03/04/2014 -
226
04/04/2014 -
227
05/04/2014 -
93
228
06/04/2014 -
229
07/04/2014 -
330
08/04/2014 -
331
09/04/2014 -
332
10/04/2014 -
333
11/04/2014 -
334
12/04/2014 -
2) Hasil pemeriksaan
Zall/Poli : PI
Nama : Mr.IB
Umur : Th
Kelamin : L
Tanggal : 25-03-2014
Hasil :
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan Keterangan
HbA1c 7,4% < 6,5 %
Kriteria pengendalian
Diabetes Melitus Indonesia
2006.
<6,5 % : Baik.
6,5 – 8 % : Sedang
> 8% : Buruk
h. Permasalahan yang ditemui
94
Adapun permasalahan yang ditemui pada pemeriksaan HbA1C adalaha
sedikitnya permintaan pemeriksaan Hba1c menyebabkan mahasiswa tidak dapat
melakukan pemeriksaan Hba1c secara langsung.
i. Pembahasan dan pemecahan masalah
Pemeriksaan HbA1c merupakan pemeriksaan yang dapat menggambarkan
konsentrasi glukosa darah di dalam tubuh rata-rata selama 1-3 bulan. Pemeriksaan
HbA1c bertujuan untuk glukosa jangka panjang pada penyandang diabetes.
Pemeriksaan HbA1c dianjurkan untuk dilakukan setiap 3 bulan sekali atau 4 kali
dalam setahun (Prodia, 2011). Prinsip pemeriksaan HbA1c adalah mengukur
persentasi hemoglobin sel darah merahyang diselubungi oleh gula. Semakin tinggi
nilainya berarti kontrol gula darah buruk dan kemungkinan komplikasi semakin
tinggi. Pada orang yang tidak menderita diabetes, kadar HbA1c <6,5 %. Jika
kadarnya 6,5% atau lebih pada dua pemeriksaan terpisah, maka kemungkinan
orang tersebut menderita diabetes. Nilai antara 6 sampai 6,5% menunjukkan
keadaan pradiabetes. Penderita diabetes yang tidak terkontrol dalam waktu yang
lama biasanya memiliki kadar HbA1c lebih dari 9% sedangkan target pengobatan
adalah kadar HbA1c sebesar 7% atau kurang.
Dari hasil pemeriksaan Hba1c dari tanggal 10 sampai tanggal 21 maret
diketahui terdapat nilai yang melebihi nilai rujukan yakni di tanggal 10 maret
13%, tanggal 19 maret 9,4 % dan pada tanggal 21 maret 10,2 % hal ini
menunjukkan penderita diabetes yang tidak terkontrol dalam waktu lama.
Pemeriksaan kadar HbA1c memiliki banyak keunggulan dibandingkan
pemeriksaan glukosa darah yaitu antara lain:
a) Tidak perlu puasa dan dapat diperiksa kapan saja.
95
b) Memperkirakan keadaan glukosa darah dalam jangka waktu lebih lama (2-3
bulan) atau tidak dipengaruhi perubahan gaya hidup jangka pendek.
c) Metode telah terstandarisasi dengan baik dan keakuratannya dapat dipercaya.
d) Variabilitas biologisnya dan instabilitas preanalitiknya lebih rendah dibanding
glukosa plasma puasa.
e) Kesalahan yang disebabkan oleh faktor nonglikemik yang dapat
mempengaruhi nilai HbA1c sangat jarang ditemukan dan dapat
diminimalisasi dengan melakukan pemeriksaan konfirmasi diagnosis dengan
glukosa plasma.
f) Pengambilan sampel lebih mudah dan pasien merasa lebih nyaman.
g) Lebih stabil dalam suhu kamar dibanding glukosa plasma puasa.
h) Memiliki keterulangan pemeriksaan yang jauh lebih baik dibanding glukosa
puasai. Lebih direkomendasikan untuk pemantauan pengendalian glukosa
i) Level HbA1c berkorelasi dengan komplikasi diabetes sehingga lebih baik
dalam memprediksi komplikasi mikro dan makrokardiovaskular.
Selain keunggulan, pemeriksaan kadar HbA1c juga memiliki beberapa
keterbatasan, antara lain:
a) Saat interpretasi HbA1c bermasalah, maka pemeriksaan glukosa puasa
dan postprandial dianjurkan untuk tetap digunakan.
b) Meningkat seiring bertambahnya usia, akan tetapi seberapa besar perubahan
dan pengaruh usia terhadap peningkatan HbA1c belum dapat dipastikan.
c) Harganya lebih mahal dibandingkan pemeriksaan glukosa.
d) Etnis yang berbeda memiliki sensitivitas dan spesifisitas HbA1c yang
berbeda, diduga mungkin berkaitan dengan: perbedaan genetik dalam
96
konsentrasi hemoglobin (Hb),tingkat kecepatan glikasi (perbedaan tingkat
kecepatan glukosa masuk dalam eritrosit, kecepatan penambahan atau
lepasnya glukosa dari hemoglobin) dan masa hidup/daya tahan serta jumlah
sel darah merah.
5. Nama kegiatan : Pemeriksaan Tropinin T
a. Tujuan
1) Untuk dapat mengetahui cara pemeriksaan Troponin T secara kuantatif.
2) Untuk dapat melakukan pemeriksaan Troponin T secara kuantitatif dalam
membantu diagnosis medis infeksi miokard.
b. Metode
Metode yang digunakan adalah Elisa Automatik analyzer.
c. Prinsip
Whole blood heparin diteteskan sebanyak 150 µl pada lubang sampel pada
strip yang telah dimasukkan ke dalam alat. Kemudian dengan menekan start dan
menunggu selama ± 10 menit, alat akan membaca secara otomatis kadar troponint
T dalam sampel yang diperiksa.
d. Dasar Teori
Troponin adalah protein spesifik yang ditemukan dalam otot jantung dan
otot rangka. Bersama dengan tropomiosin, troponin mengatur kontraksi otot.
Kontraksi otot terjadi karena pergerakan molekul miosin di sepanjang filamen
aktin intrasel. Troponin terdiri dari tiga polipeptida : (Riswanto, 2010)
1) Troponin C (TnC) dengan berat molekul 18.000 dalton, berfungsi mengikat
dan mendeteksi ion kalsium yang mengatur kontraksi.
97
2) Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen
inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.
3) Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi
mengikat tropomiosin.
Dari tiga polipeptida tersebut, hanya bentuk troponin I (cTnI) dan troponin
T (cTnT) yang ditemukan di dalam sel-sel miokardium, tidak pada jenis otot lain.
cTnI dan cTnT dikeluarkan ke dalam sirkulasi setelah cedera miokardium. Sel-sel
otot rangka mensintesis molekul troponin yang secara antigenis berbeda dengan
troponin jantung (Riswanto, 2010).
Troponin T (TnT) merupakan suatu protein struktural dari serabut otot
serat melintang, terdapat pada filamen tipis dan merupakan bagian dari
"contractile apparatus”. Lokasinya intraseluler dan Ditemukan pada otot jantung
dan otot skelet, namun asam aminonya berbeda (Arman, 2013).
Troponin T jantung pada keadaan normal tidak ditemukan dalam sirkulasi
darah, tetapi dapat ditemukan sebanyak 6% dalam bentuk bebas pada sitoplasma
miosit jantung dan sisanya dalam bentuk ikatan pada kompleks troponin.
Troponin T spesifik untuk jantung (Arman, 2013).
Troponin T kardiak merupakan suatu petanda serologik yang dapat
digunakan sebagai alat diagnostik untuk menentukan kerusakan miokard.
Ditemukan 100% meningkat pada penderita Infark miokard akut yang didiagnosis
sesuai kriteria WHO. Troponin T akan terditeksi dalam darah 4-8 jam setelah
pasien merasakan nyeri dada dan bertahan selama 1-2 minggu sehingga
mempunyai sensitifitas yang tinggi dalam mendeteksi Infark miokard akut
(Arman, 2013).
98
e. Alat dan Bahan
1) Alat
a) Troponin-T Instrumen Cobas h 232
b) Mikropipet
c) Yello tip
2) Bahan
a) Whole blood heparin
f. Cara Kerja
1) Alat dan bahan disiapkan
2) Alat ditekan tombol ON dan ditunggu hingga READY.
3) Strip diinsert, selanjutnya ditekan START.
4) Whole blood heparin dimasukkan sebanyak 150 µl.
5) START ditekan.
6) Hasil ditunggu selama 10 menit.
g. Hasil Kegiatan
1) Hasil kegiatan
Hari, Tanggal Jumlah Pemeriksaan
Senin, 10 Maret 2014 1
Selasa, 11 Maret 2014 2
Rabu, 12 Maret 2014 1
Kamis, 13 Maret 2014 -
Jumat, 14 Maret 2014 2
Sabtu, 15 Maret 2014 -
Minggu, 16 Maret 2014 2
Senin, 17 Maret 2014 -
Selasa, 18 Maret 2014 3
Rabu, 19 Maret 2014 -
99
Kamis, 20 Maret 2014 -
Jumat, 21 Maret 2014 2
Sabtu, 22 Maret 2014 -
Minggu, 23 Maret 2014 1
Senin, 24 Maret 2014 1
Selasa, 25 Maret 2014 -
Rabu, 26 Maret 2014 -
Kamis, 27 Maret 2014 1
Jumat, 28 Maret 2014 -
Sabtu, 29 Maret 2014 1
Minggu, 30 Maret 2014 -
Senin, 31 Maret 2014 -
Selasa, 1 April 2014 1
Rabu, 2 April 2014 -
Kamis, 3 April 2014 -
Jumat, 4 April 2014 -
Sabtu, 5 April 2014 -
Minggu, 6 April 2014 -
Senin, 7 April 2014 1
Selasa, 8 April 2014 -
Rabu, 9 April 2014 -
Kamis, 10 April 2014 -
Jumat, 11 April 2014 1
Sabtu, 12 April 2014 -
2) Hasil pemeriksaan
Zall/Poli : IRD
Nama : Mr.Kt
Umur : Th
Kelamin : L
100
Tanggal : 24-03-2014
Hasil :
NO HASIL
TERBACA
KONSENTRASI KOMENTAR
1 (-) / NEGATIVE
< 50 ng/L
< 50 ng/L (-) / NEGATIVE
BELUM TERDETEKSI KERUSAKAN
MIOCARD; BILA PERLU ULANG
PEMERIKSAAN 3 – 6 JAM LAGI
2 50 – 100 ng/L (±)/MERAGUKAN
KEMUNGKINAN TERJADI
PERUBAHAN KONSENTRASI; BILA
PERLU ULANG PEMERIKSAAN
3 101 – 2000 ng/L (+) / POSITIVE
TERDETEKSI KERUSAKAN MIOCARD,
Kecuali ada Diff Diagnosis yg dpt
meningkatkan kadar Trop T.
4 > 2000 ng/L (++) / POSITIVE KUAT
TERDETEKSI KERUSAKAN LUAS
MIOCARD, Kecuali ada Diff Diagnosis yg
dpt meningkatkan kadar Trop T
h. Permasalahan yang ditemui
Permasalahan yang ditemui pada pemeriksaan troponin ini, antara lain:
1) Terlalu lama menunda pemeriksaan.
2) Strip yang digunakan rusak atau kadaluarsa.
i. Pembahasan
Pemeriksaan troponin merupakan pemeriksaan laboratorium yang
digunakan untuk membantu mendiagnosis serangan jantung, untuk mendeteksi
dan mengevaluasi cedera miokardium, dan untuk membedakan nyeri dada karena
serangan jantung atau mungkin karena penyebab lainnya. Pemeriksaan ini lebih
101
spesifik untuk serangan jantung daripada tes lainnya (yang mungkin menjadi
positif pada cedera otot rangka) dan tetap tinggi untuk jangka waktu beberapa hari
setelah serangan jantung. Walaupun spesifik terhadap jantung, pemeriksaan ini
sebagai diagnosis pasti juga harus dilengkapi dengan pemeriksaan lainnya seperti
EKG dan CK-MB.
Pemeriksaan troponin yang dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik
BRSU Tabanan adalah pemeriksaan troponin T, dimana Troponin T adalah
kompleks protein kontraktil yang terdapat pada filamen serabut otot termasuk otot
jantung. kadar meningkat 2-8 jam, dan mencapai puncak 12-96 jam. Troponin T
diperiksa dengan menggunakan alat otomatis yaitu Cobas h 232, dimana sampel
untuk pemeriksaan troponin T ini adalah whole blood heparin sebanyak 150 ml
dengan stabilitas sampel selama 3 jam pada suhu kamar.
Permasalahan yang ditemui da pemecahan masalah pada pemeriksaan
troponin T ini, antara lain:
1) Terlalu lama menunda pemeriksaan. Penundaan ini dapat terjadi karena
adanya ketidak tahuan petugas pengambil sampel pasien khususnya yang
berada di ruang rawat inap, sehingga sangat penting untuk memberikan
informasi mengenai stabilitas sampel untuk pemeriksaan troponin kepada
seluruh petugas pengambil sampel bahwa sampel tidak boleh disimpan terlalu
lama pada suhu kamar.
2) Strip yang digunakan rusak atau kadaluarsa. Keadaan ini dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan troponin. Untuk mengatasi hal tersebut
dapat dilakukan pengecekkan tanggal kaduluarsa sebelum dilakukannya
102
pemeriksaan dan diusahakan agar menyimpan strip test sesuai dengan
petunjuk kerja yang berada pada alat agar tidak menyebabkan kerusakan.
D. Sub Laboratorium Mikrobiologi
1. Nama Kegiatan : Pemeriksaan Malaria
a. Tujuan
1) Untuk dapat melakukan pemeriksaan malaria dari spesimen darah tepi.
2) Untuk dapat menegakkan diagnosis penyakit malaria dengan penemuan
parasit malaria secara mikroskopis.
b. Metode
Metode yang digunakan adalah sediaan hapusan darah (indirect preparat)
dengan pewarnaan giemsa.
c. Prinsip
Sediaan hapusan darah tepi diwarnai dengan pewarna giemsa kemudian
dilakukan pemeriksaan secara mikroskopis. Diagnosis penyakit malaria
ditegakkan dengan menemukan ada/tidaknya bentukan-bentukan parasit
Plasmodium.
d. Dasar teori
Malaria merupakan penyakit infeksi akut hingga kronik yang disebabkan
oleh satu atau lebih spesies Plasmodium, ditandai dengan panas tinggi bersifat
intermitten, anemia, dan hepato-splenomegali. Malaria disebabkan oleh protozoa
darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan
protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium
vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale.
Plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi berat bahkan dapat
103
menimbulkan kematian. Keempat spesies Plasmodium yang terdapat di Indonesia
yaitu P. vivax menimbulkan malaria vivax disebut juga sebagai malaria tertiana.
P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P.
ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan
malaria falsiparum atau malaria tropika (Anonim, 2012).
Sebagaimana penyakit pada umumnya, diagnosis malaria didasarkan pada
manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya
parasit (Plasmodium) di dalam darah penderita. Manifestasi klinis demam
seringkali tidak khas dan menyerupai penyakit infeksi lain (demam dengue,
demam tifoid) sehingga menyulitkan para klinisi untuk mendiagnosis malaria
dengan mengandalkan pengamatan manifestasi klinis saja, untuk itu diperlukan
pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang diagnosis sedini mungkin. Secara
garis besar pemeriksaan laboratorium malaria digolongkan menjadi dua kelompok
yaitu pemeriksaan mikroskopis dan uji imunoserologis untuk mendeteksi adanya
antigen spesifik atau antibody spesifik terhadap Plasmodium. Namun yang
dijadikan standar emas (gold standard) pemeriksaan laboratorium malaria adalah
metode mikroskopis untuk menemukan parasit Plasmodium di dalam darah tepi.
Uji imunoserologis dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam
menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey epidemiologi dimana
pemeriksaan mikroskopis tidak dapat dilakukan. Sebagai diagnosa banding
penyakit malaria ini adalah demam tifoid, demam dengue, ISPA. Demam tinggi,
atau infeksi virus akut lainnya (Yuesuf, 2013).
e. Alat dan bahan
1) Alat
104
a) Lanset
b) Objek glass
c) Pipet tetes
d) Mikroskop
2) Bahan
a) Sampel darah tepi
b) Kapas alkohol 70%
c) Metanol p.a
d) Buffer pH 7,2
e) Giemsa 10%
f. Cara kerja
1) Alat dan bahan disiapkan.
2) Ujung jari yang akan ditusuk didesinfeksi menggunakan kapas alkohol 70%,
dibiarkan hingga kering.
3) Ujung jari ditusuk jari dengan blood lancet, darah pertama dihapus dengan
tissue/kapas kering.
4) Tetesan darah berikutnya diteteskan secukupnya pada objek glass yang telah
diberi identitas pasien.
5) Dibuat sediaan darah tebal dengan cara meneteskan sebanyak 3 - 4 tetes darah
pada daerah dekat ujung object glass yang bersih dan bebas dari lemak.
Dengan sudut object glass yang lain campurkan tetesan darah tersebut secara
membulat sehingga diameternya sekitar 20 mm. Ketebalannya sedemikian
rupa sehingga masih bisa membaca koran yang diletakkan di belakang
sediaan tersebut. Sedangkan untuk sediaan darah tipis dilakukan penggeseran
105
darah pada objek glass tersebut menggunakan cover glass atau objek glass
lain.
6) Sediaan dikering anginkan.
7) Dilakukan pewarnaan dengan larutan Giemsa 10% (1: 9), selama kurang lebih
10-45 menit. (Pada sediaan darah tipis, sebelum diwarnai hendaknya
dilakukan fiksasi menggunakan larutan methanol selama 2-3 menit.
Sedangkan pada sediaan darah tebal hendaknya dilakukan proses hemolisis
sampai sempurna sebelum diwarnai).
8) Sediaan dibilas pada air mengalir lalu ditunggu hingga kering.
9) Sediaan diamati menggunakan mikroskop dengan pembesaran lensa objek
100x dengan penambahan setetes oil imersi
10) Lakukan interpretasi hasil pengamatan, yaitu:
Positif (+) : jika ditemukan fase aseksual Plasmodium
+ : 1-10 parasit per 100 lapang pandang
++ : 11-100 parasit per 100 lapang pandang
+++ : 1-10 parasit per satu lapang pandang
++++ : lebih dari 10 parasit per satu lapang pandang
Negatif (-) : jika tidak ditemukan fase aseksual Plasmodium.
g. Hasil kegiatan
Zaal/Poli : PP
Nama : Mrs.NYM
Umur : TH
Kelamin :
106
Alamat : -
Tanggal : 17 – 03– 2014
Jam : 09.40 WITA
HASIL PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK MALARIA
No Parameter Hasil Nilai Rujukan
1. Malaria (-) Negatif (-) Negatif
h. Permasalahan yang ditemui
Permasalahan yang ditemui pada pemeriksaan ini yaitu sediaan hapus darah
tepi yang dibuat kurang baik dan kualitas pewarnaan kurang baik.
i. Pembahasan dan pemecahan masalah
Pemeriksaan malaria merupakan pemeriksaan laboratorium yang dapat
memberikan informasi tentang parasit khususnya genus Plasmodium sebagai
penyebab penyakit malaria. Pemeriksaan ini berfungsi untuk menunjang
diagnosis, memantau perjalanan penyakit, efektifitas pengobatan, dan penyakit
malaria.
Pemeriksaan malaria di Laboratroium Patologi Klinik BRSU Tabanan
dilakukan dengan menggunakan sampel baik sampel darah EDTA maupun darah
tepi dengan pemeriksaan secara mikrospkopis yaitu sediaan apusan darah.
Sediaan darah malaria dapat dibuat dalam 2 bentuk, yaitu : 1) Sediaan darah
tipis/sediaan apus darah dan 2) Sediaan darah tebal/sediaan tetes tebal. Sediaan
apusan membutuhkan volume darah relatif sedikit dibandingkan dengan sediaan
tetes tebal, sehingga peluang ditemukannya parasit juga relatif lebih sedikit.
Sediaan tetes tebal biasanya digunakan untuk identifikasi keberadaan parasit
107
penyebab malaria, sehingga lebih cepat mengetahui ada/tidaknya parasit tersebut
pada tubuh pasien. Sedangkan sediaan apus darah digunakan untuk menonjolkan
morfologi parasit, disarankan membuat sediaan apusan karena dengan sediaan
apusan, morfologi Plasmodium akan tampak lebih jelas dengan bagian-bagian
yang relatif lengkap, sehingga dapat mengetahui secara spesifik species
Plasmodium penyebab penyakit malaria tersebut.
Permasalahan yang ditemui dan pemecahan masalahnya pada pemeriksaan
ini, yaitu: sediaan hapus darah tepi yang dibuat kurang baik dan kualitas
pewarnaan kurang baik. Oleh karena itu, sebaiknya pada setiap pemeriksaan
dilakukan pembuatan beberapa sediaan apusan darah tepi, kemudian dipilih
sediaan yang memenuhi syarat untuk diperiksa. Untuk pewarnaan, agar kualitas
pewarnaan terjaga selalu diperhatikan kondisi lingkungan tempat penyimpanan
cat giemsa, larutan pengencernya dan diperhatikan pula tanggal kadaluarsanya.
2. Nama kegiatan : Pemeriksaan BTA Darah Tepi
a. Tujuan
1) Untuk dapat melakukan pemeriksaan bakteri tahan asam dari spesimen
darah tepi.
2) Untuk dapat menegakkan diagnosis penyakit kusta dari pemeriksaan bakteri
tahan asam spesimen darah tepi.
b. Metode
Metode yang digunakan yaitu metode indirect preparat dengan pewarnaan
Ziehl Neelson.
c. Prinsip
108
Bakteri tahan asam bersifat tahan terhadap dekolorisasi, dengan pewarnaan
Ziehl Neelson akan tetap mempertahankan warna cat pertamanya yaitu carbol
fuchsin yang berwarna merah meskipun dialiri dengan larutan pemucat asam
alkohol. Bakteri tahan asam berbentuk basil dan dapat ditemukan pada darah tepi
penderita kusta. Untuk penegakkan diagnosis, preparat dibaca secara mikroskopis
pada pembesaran lensa objektif 100x.
d. Dasar teori
Kusta merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai
afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian
dapat ke organ lain kecuali ke susunan saraf pusat (Nasution, 2010)
Mycobacterium leprae merupakan pathogen intrasel obligat sehingga
belum dapat dibiakkan invitro (media tak hidup). Bakteri sering ditemukan pada
sel endothelial pembuluh darah atau sel mononuclear (makrofag) sebagai
lingkungan yang baik untuk bertahan hidup dan perkembangbiakan. Perkiraan
waktu bagi bakteri ini bereplikasi adalah 10-12 hari (Pontianak, 2011).
Basil lepra ini tahan terhadap degradasi intraseluler oleh makrofag,
mungkin karena kemampuannya keluar dari fagosom ke sitoplasma makrofag dan
berakumulasi hingga mencapai 1010 basil/gram jaringan pada kasus lepratype
lepromatus. Kerusakan syaraf perifer yang terjadi merupakan sebuah respon dari
system imun Karena adanya basil ini sebagai antigen. Pada lepra type tuberkuloid,
terjadi granuloma yang sembuh dengan sendirinya bersifar berisi sedikit basil
tahan asam (Anonim, 2011).
109
Bakteri mycobacterium leprae berbentuk batang, langsing atau sedikit
membengkok dengan kedua ujung bakteri tumpul, tidak bergerak, tidak memiliki
spora dan tidak berselubung. Sel-sel panjang, ada kecenderungan untuk
bercabang. Berukuran 1-7 x 0,2-0,5µm, bersifat gram positif, tahan asam, letak
susunan bakteri tunggal atau sering bergerombol serupa tumpukan cerutu
sehingga sering disebut packed of cigarette, atau merupakan kelompok padat
sehingga tidak dapat dibedakan antara bakteri yang satu dengan yang lainnya,
kadang-kadang terdapat granula (Anonim, 2011).
Untuk mendiagnosa penyakit leprae, maka dilakukan pemeriksaan
mikroskopis dari pewarnaan bakteri tahan asam, uji sitologi dari sel kulit yang
terinfeksi dan tes kulit lepromin. Sampai saat ini belum dapat dilakukan
pemeriksaan kultur terhadap M. leprae. Uji serologi non treponemal terhadap
sifilis seperti VDRL dan RPR kadang-kadang menunjukan hasil positif palsu dari
sampel penderita lepra (Anonim, 2011).
e. Alat dan bahan
1) Alat
a) Lanset
b) Objek glass
c) Api bunsen
d) Rak pewarnaan
e) Pipet tetes
f) Mikroskop
2) Bahan
a) Tisue
110
b) Korek api
c) Kapas alcohol 70%
d) Kapas kering
e) Air mengalir
f) Oil imersi
g) Reagen Ziehl Neelson
Carbol fuchsin 0,3%
Asam alkohol 3%
Methylene blue 0,3%
f. Cara kerja
1) Pembuatan preparat hapusan darah tepi
a) Alat dan bahan disiapkan.
b) Didesinfeksi bagian cuping telinga yang akan ditusuk dengan kapas
alkohol 70%.
c) Cuping telinga ditusuk menggunakan lanset.
d) Darah pertama yang keluar diusap menggunakan kapas kering.
e) Tetesan darah yang kedua dihapuskan pada ujung objek glass yang telah
diberi label/identitas pasien.
f) Tetesan darah dihapuskan searah dengan menggunakan objek glass yang
lain.
g) Preparat dibiarkan hingga kering pada posisi miring.
2) Pewarnaan preparat BTA hapusan darah tepi
a) Preparat yang telah kering difiksasi dengan melewatkan pada api bunsen
sebanyak 3 kali.
111
b) Preparat diletakkan pada rak pewarnaan.
c) Preparat ditetesi dengan cat carbol fuchsin 0,3% hingga menutupi semua
areal preparat dan dipanaskan hingga menguap (jangan sampai
mendidih).
d) Preparat didiamkan selama 5 menit.
e) Preparat dibilas pada air mengalir.
f) Preparat dialiri dengan asam alkohol 3% hingga warna merah luntur.
g) Preparat dibilas pada air mengalir.
h) Preparat ditetesi dengan cat methylene blue 0,3% selama 10-20 detik.
i) Preparat kemudian dibilas kembali pada air mengalir.
j) Preparat dikeringkan.
3) Pembacaan preparat BTA hapusan darah tepi
a) Mikroskop dihidupkan.
b) Preparat diletakkan di atas meja mekanik.
c) Mikroskop disetting pada pembesaran lensa objektif 10x untuk
menemukan lapang pandang. Pencahayaan dan posisi kondensor diatur.
d) Lensa objektif dipindahkan pada posisi 100x untuk melakukan
pembacaan preparat. Preparat ditambahkan setetes oil imersi.
Pencahayaan dan posisi kondensor maksimal.
e) Preparat dibaca sebanyak 100 lapang pandang dan dihitung jumlah
Bakteri Tahan Asam yang terdapat pada preparat.
f) Dilakukan analisis hasil terhadap hasil pembacaan preparat.
Negatif : tidak ditemukan BTA.
Positif : terdapat 1 – 9 BTA / 100 lapang pandang.
112
Positif 1 : terdapat 10 – 90 BTA / 100 lapang pandang.
Positif 2 : terdapat 1 – 9 BTA / 1 lapang pandang.
Positif 3 : terdapat > 10 BTA / 1 lapang pandang.
g. Hasil kegiatan
1) Hasil kegiatan
Selama kegiatan PKL Di Laboratorium Patologi Klinik BRSU Tabanan
dari tanggal 10 Maret-12 April 2014, jumlah pemeriksaan BTA darah tepi
sebanyak 1 orang pasien.
2) Hasil pemeriksaan
Tgl diterima : 15/3/14
Nama pasien : Mr. X
Usia : 38 THN
Nama Unit Pelayanan : Poli Paru
Hasil pemeriksaan : Negatif (-)
h. Permasalahan yang ditemui
Permasalahan yang ditemui pada pemeriksaan BTA darah tepi, yaitu:
Sediaan hapusan darah tepi berlubang sehingga area pembacaan pada mikroskop
tidak baik karena eritrositnya berpisah-pisah.
i. Pembahasan dan pemecahan masalah
Salah satu pemeriksaan penunjang diagnosis dalam mendeteksi penyebab
penyakit kusta atau lepra adalah pemeriksaan mikroskopis BTA (Bakteri Tahan
Asam). Pemeriksaan BTA merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi bakteri
113
Mycobacterium yang dilakukan dengan cara pewarnaan Ziehl Neelsen (ZN).
Melalui pewarnaan Ziehl Neelsenakan terlihat kuman ini berbentuk batang lurus
atau sedikit bengkok dengan ukuran 2,8 mikron. Biasanya kuman ini tidak berdiri
sendiri melainkan membentuk suatu kumpulan kuman yang sejajar satu sama lain
disebut globi.
Pemeriksaan BTA untuk diagnosis penyakit kusta atau lepra di
Laboratorium Patologi Klinik BRSU Tabanan dilakukan dengan pengambilan
sampel pada cuping telinga kemudian akan dibuatkan sediaan apusan yang
diwarna ziehl nelseen dan diamati dengan mikroskop. Pemeriksaan BTA ini
kurang spesifik dan jarang untuk dilakukan sehingga diperlukan petugas yang
telah memperoleh pelatihan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pembuatan sediaan apusan ini,
adalah sediaan apusan yang dibuat harus memenuhi syarat pemeriksaan, apabila
sediaan hapusan darah tepi berlubang yang menyebabkan pembacaan pada
mikroskop tidak baik karena eritrositnya berpisah-pisah, sebaiknya dilakukan
pembuatan sediaan yang lainnya sehingga dapat ditentukan sediaan yang lebih
baik.
3. Nama kegiatan : Pemeriksaan Bakteri Tahan Asam (BTA) Sputum
a. Tujuan
1) Untuk dapat melakukan pemeriksaan bakteri tahan asam dari spesimen
sputum.
2) Untuk dapat menegakkan diagnosis tuberculosis dari pemeriksaan bakteri
tahan asam spesimen sputum.
b. Metode
114
Metode yang digunakan yaitu metode indirect preparat dengan pewarnaan
Ziehl Neelson.
c. Prinsip
Bakteri tahan asam bersifat tahan terhadap dekolorisasi, dengan pewarnaan
Ziehl Neelson akan tetap mempertahankan warna cat pertamanya yaitu carbol
fuchsin yang berwarna merah meskipun dialiri dengan larutan pemucat asam
alkohol. Bakteri tahan asam berbentuk basil dan dapat ditemukan pada sputum
penderita tuberkulosis. Untuk penegakkan diagnosis, preparat dibaca secara
mikroskopis pada pembesaran lensa objektif 100x.
d. Dasar teori
Tuberculosis merupakan penyakit berbahaya ketiga yang menyebabkan
kematian di dunia setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran
pernapasan, dan merupakan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Saat ini
tuberculosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini
dapat menginfeksi sepertiga populasi dunia, setiap detik ada satu orang yang
terinfeksi tuberculosis, tetapi hanya bakteri yang aktif yang menyebabkan orang
menjadi sakit (Arsyi, 2012).
Mycobacterium tuberculosis pertama kali dideskripsikan pada tanggal 24
Maret 1882 oleh Robert Koch. Maka untuk mengenang jasa beliau, bakteri
tersebut diberi nama basil Koch. Berikut adalah taksonomi dari Mycobacterium
tuberculosis (Arsyi, 2012).
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
115
Famili : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium
Spesies : Mycobacterium tuberculosis
Bakteri yang termasuk BTA antara lain Mycobacterium tuberculosis,
Mycobacterium bovis, Mycobacterium leprae, Mycobacterium, avium, Nocandia
meningitidis, dan Nocandia gonorrhoeae. Pewarnaan Ziehl Neelson atau
pewarnaan tahan asam memilahkan kelompok Mycobacterium dan Nocandia
dengan bakteri lainnya. Kelompok bakteri ini disebut bakteri tahan asam karena
dapat mempertahankan zat warna pertama (carbol fuchsin) sewaktu dicuci dengan
larutan pemucat (asam alkohol). Larutan asam terlihat berwarna merah,
sebaliknya pada bakteri yang tidak tahan asam karena larutan pemucat (asam
alkohol) akan melakukan reaksi dengan carbol fuchsin dengan cepat, sehingga sel
bakteri tidak berwarna menjadi tidak berwarna dan akan menyerap zat warna
kedua yaitu methylene blue (Temaja, 2010).
Bakteri Mycobacterium memiliki sifat tidak tahan panas serta akan mati
pada 6°C selama 15-20 menit. Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena sinar
matahari lansung selama 2 jam. Dalam dahak, bakteri Mycobacterium dapat
bertahan selama 20-30 jam. Basil yang berada dalam percikan bahan dapat
bertahan hidup 8-10 hari. Biakan basil ini apabila berada dalam suhu kamar dapat
hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 20°C selama 2
tahun. Mycobacterium tahan terhadap berbagai khemikalia dan disinfektan antara
lain phenol 5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%. Basil ini
dihancurkan oleh iodium tinctur dalam 5 menit, dengan alkohol 80 % akan hancur
dalam 2-10 menit (Temaja, 2010).
116
e. Alat dan bahan
1) Alat
a) Objek glass
b) Api bunsen
c) Rak pewarnaan
d) Pipet tetes
e) Mikroskop
f) Pot sputum
2) Bahan
a) Lidi
b) Tisue
c) Korek api
d) Air mengalir
e) Oil imersi
f) Reagen Ziehl Neelson
Carbol fuchsin 0,3%
Asam alkohol 3%
Methylene blue 0,3%
f. Cara kerja
1) Pembuatan preparat BTA sputum
a) Alat dan bahan disiapkan
b) Objek glass yang digunakan diberi label kode identitas pasien dengan
benar menggunakan pensil.
c) Api bunsen dinyalakan.
117
d) Pot sputum dibuka kemudian diambil bagian sputum yang representatif
yaitu bagian berlendir dengan warna kuning- kuning kehijauan
menggunakan lidi (pengerjaan dilakukan di dekat api bunsen).
e) Preparat BTA sputum dibuat dengan membuat gerakan spiral pada objek
glass secara melingkar dengan ukuran 2 x 3 cm.
f) Preparat dibiarkan mengering.
g) Setelah kering, preparat difiksasi di atas api bunsen sebanyak tiga kali.
h) Preparat yang telah difiksasi kemudian diletakkan di atas rak pewarnaan.
2) Pewarnaan preparat BTA sputum
a) Preparat ditetesi dengan cat carbol fuchsin 0,3% hingga menutupi semua
areal preparat.
b) Preparat dipanaskan menggunakan api bunsen.
c) Setelah muncul uap, preparat didinginkan selama 5 menit.
d) Preparat dibilas pada air mengalir.
e) Preparat dialiri dengan asam alkohol 3% hingga warna merah luntur.
f) Preparat dibilas pada air mengalir
g) Preparat ditetesi dengan cat methylene blue 0,3% selama 10-20 detik
h) Preparat kemudian dibilas kembali pada air mengalir
i) Preparat dikeringkan
3) Pembacaan preparat BTA sputum
a) Mikroskop dihidupkan.
b) Preparat diletakkan di atas meja mekanik.
c) Mikroskop disetting pada pembesaran lensa objektif 10x untuk
menemukan lapang pandang. Pencahayaan dan posisi kondensor diatur.
118
d) Lensa objektif dipindahkan pada posisi 100x untuk melakukan
pembacaan preparat. Preparat ditambahkan setetes oil imersi.
Pencahayaan dan posisi kondensor maksimal.
e) Preparat dibaca sebanyak 100 lapang pandang dan dihitung jumlah
Bakteri Tahan Asam yang terdapat pada preparat.
f) Dilakukan analisis hasil terhadap hasil pembacaan preparat.
Negatif : tidak ditemukan BTA.
Positif : terdapat 1 – 9 BTA / 100 lapang pandang.
Positif 1 : terdapat 10 – 90 BTA / 100 lapang pandang.
Positif 2 : terdapat 1 – 9 BTA / 1 lapang pandang.
Positif 3 : terdapat > 10 BTA / 1 lapang pandang.
g. Hasil kegiatan
1) Hasil kegiatan
Selama kegiatan PKL di Laboratorium Patologi Klinik BRSU Tabanan
dari tanggal 10 Maret-12April 2014, jumlah permintaan pemeriksaan BTA
sputum sebanyak 28 orang pasien.
2) Hasil pemeriksaan
No. Sediaan : 03/20/140
Tgl diterima : 29/3/14
Nama pasien : Mr. X
Usia : 42 THN
119
Nama Unit Pelayanan : Poli Paru
Hasil Pemeriksaan :
S : (-)/ Negatif
P : (-)/ Negatif
S : (-)/ Negatif
Tanggal PemeriksaanSpesimen
Dahak
Hasil Ket.
++++ +++ p+ 1-9 *** Neg
21 – 2 – 2013 A (sewaktu) √ Liur
22 – 2 – 2013 B (pagi) √ Liur
22 – 2 – 2013 C (sewaktu) √ Nanah
Lendir
*** : Isi sesuai jumlah BTA yang ditemukan
h. Permasalahan yang ditemui
Permasalahan yang ditemui pada pemeriksaan BTA sputum, antara lain:
1) Preparat yang dibuat terlalu tebal sehingga mengalami kesulitan dalam
pembacaan bakteri tahan asam.
2) Sampel yang dikirim ke laboratorium tidak memenuhi persyaratan sampel
yaitu bukan berupa dahak melainkan liur.
i. Pembahasan dan pemecahan masalah
Pemeriksaan BTA merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi bakteri
Mycobacterium yang dilakukan dengan cara pewarnaan Ziehl Neelsen (ZN).
Pemeriksaan ini tidak spesifik hanya untuk mendeteksi Mycobacterium
120
tuberculosis karena hasil pewarnaan BTA juga akan positif terhadap genus
Mycobacterium lain. Dimana, sampel untuk pemeriksaan BTA dapat berasal dari
pus, feces, sputum, urine pagi pancaran tengah, liquor, cairan pleura, aspirasi
gastrik, jaringan, bilasan bronkhus, swab tenggorok, dan cairan sendi.
Salah satu pemeriksaan BTA yang digunakan untuk menegakkan diagnosa
penyakit TB (Tuberculosis) di Laboratorium Patologi Klinik BRSU Tabanan
adalah pemeriksaan BTA dengan sampel sputum. Pengambilan sampel sputum
pasien dilakukan dengan teknik S-P-S (Sewaktu, pagi, sewaktu) yang ditampung
pada pot sputum yang bersih dan sesuai standar yaitu bermulut besar, transparan
dan bertutup ulir.
Untuk pemeriksaan mikrobiologi BTA pertama dilakukan dengan
membuat sediaan apusan sputum yang diwarnai dengan Ziehl-Neelsen (ZN).
Digunakannya pewarna Ziehl-Neelsen (ZN) karena Mycobacterium. tuberculosis
merupakan bakteri yang sukar diwarnai dengan zat warna mikrobiologis biasa.
Hal ini disebabkan karena tingginya kadar lemak pada organisme ini sehingga
warna tersebut tidak tercuci oleh alkohol asam. Oleh sebab itulah dinamakan basil
tahan asam atau bakteri tahan asam dan tetap berwarna merah seperti warna yang
diberikan pertama. Untuk mengamati bakteri tersebut, maka dilakukan pewarnaan
khusus berupa pewarnaan bakteri tahan asam yang dikenal dengan nama metode
Ziehl-Neelson dengan tujuan agar bakteri yang akan diamati dapat dibedakan
dengan organisme lainnya.
Beberapa permasalahan serta solusinya pada pemeriksaan bakteri tahan
asam dengan menggunakan metode Ziehl Neelsen, antara lain:
121
1) Preparat yang dibuat terlalu tebal sehingga mengalami kesulitan dalam
pembacaan bakteri tahan asam. Hal tersebut dapat diatasi dengan mengambil
sampel sputum yang tidak terlalu banyak terlebih dahulu dan diusahakan agar
merata.
2) Sampel yang dikirim ke laboratorium tidak memenuhi persyaratan sampel
yaitu bukan berupa dahak melainkan liur. Hal tersebut dapat diatasi dengan
memberi penjelasan kepada pasien dengan cara yang mudah dimengerti
tentang teknik-teknik pengeluaran dahak/sputum agar diperoleh sampel dahak
yang memenuhi syarat pemeriksaan.
E. Sub Laboratorium Imunoserologi
1. Nama kegiatan : Pemeriksaan Widal
a. Tujuan
1) Untuk mengetahui adanya antibodi spesifik dalam serum terhadap antigen
salmonella secara kualitatif dan semi kuantitatif berdasarkan reaksi aglutinasi.
2) Untuk membantu dalam menegakkan diagnosa demam thypoid.
b. Metode
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah metode slide
aglutinasi yang diamati secara mikroskopis.
c. Prinsip
Reaksi aglutinasi secara immunologis antara antibodi dalam serum dengan
suspensi bakteri sebagai antigen yang homolog.
d. Dasar teori
122
Demam typhoid atau enteric fever adalah sindrom klinik yang dihasilkan
oleh organisme salmonella tertentu. Istilah ini mencakup istilah demam yang
disebabkan oleh S. typhi, dan demam paratyphoid yang disebabkan oleh S.
paratyphi A, S. paratyphi B, S.paratyphi C, dan kadag-kadang seroyip salmonella
lain (Nelson, 2000).
Pemeriksaan Widal adalah salah satu pemeriksaan yang bertujuan untuk
menegakkan diagnosa demam tipoid. Pemeriksaan ini masih banyak dipakai di
negara-negara berkembang dikarenakan biayanya yang relatif terjangkau dan
hasilnya pun dapat diketahui dengan segera. Pemeriksaan Widal bertujuan untuk
mendeteksi adanya antibodi (kekebalan tubuh) terhadap kuman Salmonella
dengan cara mengukur kadar aglutinasi antibodi terhadap antigen O dan H dalam
sampel darah. Tubuh kita akan membentuk antibodi jika terpapar kuman
Salmonela typhi, baik kuman yang masuk secara alamiah dan menyebabkan sakit,
kuman yang masuk namun tidak menunjukan gejala (karier) ataupun melalui
vaksinasi (Vian, 2012).
Beberapa keuntungan dari pemeriksaan widal adalah tekniknya sederhana,
mudah dan murah. Sedangkan beberapa kerugian dari pemeriksaan Widal adalah
(Lia, 2011) :
1) Adanya reaksi silang.
2) Nilai normal daerah endemis tidak sama dengan daerah non endemis.
3) Bila terjadi gangguan proses immunitas, pembentukan antibodi terganggu
maka uji Widal dapat memberikan hasil negatif palsu. Selain itu
keterbatasan uji ini juga dapat memberikan hasil positif palsu.
e. Alat dan bahan
123
1) Alat
a) Objek glass
b) Micropipet
c) Yellow tip
d) Mikroskop
2) Bahan
a) Sampel serum/plasma pasien
b) Tissue
c) Suspensi Antigen O
a. Salmonella typhi O
b. Salmonella paratyphi AO
c. Salmonella paratyphi BO
d. Salmonella paratyphi CO
d) Suspensi Antigen H
1) Salmonella typhi H
2) Salmonella paratyphi AH
3) Salmonella paratyphi BH
4) Salmonella paratyphy CH
f. Cara kerja
a. Alat dan bahan disiapkan.
b. Semua reagen pemeriksaan disuhu ruangkan dan dihomogenkan.
c. Dua buah kaca objek bersih disiapkan diatas meja kerja.
d. Masing-masing suspensi antigen salmonella diteteskan secara berurutan pada
kaca objek sebanyak 1 tetes.
124
e. Serum dipipet sebanyak 25 µL dan diteteskan pada masing-masing suspensi
antigen.
f. Serum dan suspensi antigen diaduk selama 5 detik dengan salah satu sudut
kaca objek baru lalu campuran tersebut digoyangkan selama 1 menit
g. Hasilnya diamati dengan mikroskop pembesaran lensa objektif 10X.
h. Hasil diintepretasikan menurut derajat aglutinasi yang terbentuk.
Intrepretasi hasil:
g. Hasil kegiatan
1) Hasil kegiatan
Data Praktikum Uji Widal dari tanggal 10 Maret 2014 sampai dengan 22 Maret
2014 terdapat 142 pemeriksaan dimana 107 pasien positif uji widal dengan rata – rata
titer 1/80 dan didapatkan 35 pasien negatif uji widal.
TanggalHASIL PEMERIKSAAN
POSITIF NEGATIF
10 Maret 2014 8 -
11 Maret 2014 14 -
125
Test Negatif
(homogenous)
Test Positif
(flocculent)
12 Maret 2014 6 -
13 Maret 2014 15 -
14 Maret 2014 9 -
15 Maret 2014 8 -
16 Maret 2014 17 -
17 Maret 2014 9 -
18 Maret 2014 8 1
19 Maret 2014 8 -
20 Maret 2014 10 -
21 Maret 2014 9 -
22 Maret 2014 14 -
23 Maret 2014 14 -
24 Maret 2014 6 -
25 Maret 2014 15 -
26 Maret 2014 9 -
27 Maret 2014 9 -
28 Maret 2014 8 -
29 Maret 2014 8 -
30 Maret 2014 10 -
31 Maret 2014 9 -
1 April 2014 9 -
2 April 2014 12 -
126
3 April 2014 10 -
4 April 2014 16 -
5 April 2014 13 -
6 April 2014 7 -
7 April 2014 10 -
8 April 2014 15 -
9 April 2014 19 -
10 April 2014 8 -
11 April 2014 10 -
12 April 2014 11 -
Jumlah 363 1
2) Hasil pemeriksaan
ZAAL : IRD
NAMA : Mr.I
UMUR : - TH
KELAMIN : L
TGL : 25 – 03 – 2014
JAM : 22.30 WITA
HASIL PEMERIKSAAN WIDAL
127
No PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN
1 Salmonella paratyphi A-O (+) 1/80 NEGATIF
2 Salmonella paratyphi B-O (-) NEG NEGATIF
3 Salmonella paratyphi C-O (-) NEG NEGATIF
4 Salmonella typhi O (-) NEG NEGATIF
5 Salmonella paratyphi A-H (-) NEG NEGATIF
6 Salmonella paratyphi B-H (+) 1/160 NEGATIF
7 Salmonella paratyphi C-H (-) NEG NEGATIF
8 Salmonella typhi H (-) NEG NEGATIF
h. Permasalahan yang ditemui
Permasalahan yang ditemui pada pemeriksaan widal ini adalah pada
pembacaan aglutinasi secara mikroskopis terkadang ditemui kotoran yang mirip
dengan aglutinasi.
i. Pembahasan dan pemecahan masalah
Pemeriksaan widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin yang
bertujuan untuk mendeteksi bakteri Salmonella sp enteric yang mengakibatkan
demam typoid. Prinsip pemeriksaan widal ini adalah memeriksa reaksi antara
antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran
berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan
dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang
masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum. Uji widal
dapat dilakukan dengan metode tabung atau dengan metode peluncuran (slide).
Pada pemeriksaan widal yang dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik
BRSU Tabanan, titer pemeriksaaan ditentukan dengan menggunakan pengamatan
128
secara makroskopis untuk lebih mengefisienkan waktu dan memperoleh hasil
yang lebih akurat dibandingkan pengamatan hanya dengan mata. Titer diperoleh
dengan mengamati perbandingan banyaknya aglutinasi yang terjadi pada reaksi
antigen dan antibodi yang terbentuk, dimana semakin banyaknya aglutinasi maka
titernya akan semakin tinggi.
Dalam interpretasi dari pemeriksaan widal ini harus memperhatikan
beberapa faktor, antara lain: sensitivitas, spesifisitas, stadium penyakit, faktor
penderita seperti status imunitas dan status gizi yang dapat mempengaruhi
pembentukan antibodi, gambaran imunologis dari masyarakat setempat (daerah
endemis atau non-endemis), faktor antigen, teknik serta reagen yang digunakan
Permasalahan dan pemecahan masalahnya dari pemeriksaan Widal yang
dilakukan adalah pada pembacaan aglutinasi secara mikroskopis terkadang
ditemui kotoran yang mirip dengan aglutinasi. Hal tersebut dapat diatasi dengan
memperhatikan ke seluruh lapang pandang sehingga akan nampak lebih banyak
aglutinasi yang terlihat maka selanjutnya dapat dibandingkan.
2. Nama kegiatan : Pemeriksaan Anti Dengue (IgM & IgG)
a. Tujuan
Untuk mendeteksi secara kualitatif sekaligus membedakan antibodi IgG
dan IgM terhadap virus dengue di dalam sampel (serum, plasma atau whole
blood) pasien.
b. Metode
Metode yang digunakan pada pemeriksaan Anti Dengue IgG dan IgM
adalah Imunochromatografi rapid test.
129
c. Prinsip kerja
Ketika sebuah sampel yang mengandung anti dengue IgG dan IgM
diteteskan pada sumur uji , anti dengue IgG dan IgM dalam sampel akan bereaksi
dengan rekombinan virus dengue yang terdapat dalam protein koloidal emas dan
membentuk kompleks antibodi antigen. Kompleks tersebut akan bermigrasi
sepanjang membran dengan gaya kapiler yang akan ditangkap oleh anti-human
IgG dan atau anti-human IgM yang spesifik sehingga menghasilkan garis warna.
d. Dasar teori
Infeksi virus dengue menyebabkan timbulnya respon imun baik respon
imun yang didapat (humoral dan seluler). Respon Imun bawaan melibatkan
berbagai sel dalam sistem imun bawaan misalnya monosit, leukosit,
polimorfonuklear, natular killer cell. Respon imun humoral diperankan oleh
antibodi sedangkan respon imun seluler diperankan oleh MHC class II- restricted
CD4 T cells dan MHC class I- restricted CD 8 T cells ( Hadinegoro SR. 1999).
Pemeriksaan antibodi IgG dan IgM yang spesifik berguna dalam diagnosis
infeksi virus dengue. Kedua antibodi ini muncul 5-7 hari setelah infeksi. Hasil
negatif bisa saja muncul mungkin karena pemeriksaan dilakukan pada awal
terjadinya infeksi. IgM tidak terdeteksi 30-90 hari setelah infeksi, sedangkan IgG
dapat tetap terdeteksi seumur hidup. IgM yang positif memiliki nilai diagnostik
bila disertai dengan gejala yang mendukung terjadinya demam berdarah.
Pemeriksaan IgG dan IgM ini juga bisa digunakan untuk membedakan infeksi
dengue primer atau sekunder.
Dengue primer terjadi pada pasien tanpa riwayat terkena infeksi dengue
sebelumnya. Pada pasien ini dapat dideteksi IgM muncul secara lambat dengan
130
titer yang rendah. Dengue sekunder terjadi pada pasien dengan riwayat paparan
virus dengue sebelumnya. Kekebalan terhadap virus dengue yang sama atau
homolog muncul seumur hidup. Setelah beberapa waktu bisa terjadi infeksi
dengan virus dengue yang berbeda. Pada awalnya akan muncul antibodi IgG,
sering pada masa demam, yang merupakan respon memori dari sel imun. Selain
itu juga muncul respon antibodi IgM terhadap infeksi virus dengue yang baru.
e. Alat dan bahan
1) Alat
a) Pipet microsafe 10 µl atau mikropipet 10 µl
b) Stopwacth
2) Bahan
1) Sampel (serum, plasma, whole blood)
2) Kit Anti Dengue IgG IgM merck Panboi terdiri atas :
a) Cassete test Merck Panbio
b) Buffer
f. Cara kerja
1) Alat dan bahan disiapkan.
2) Semua komponen pemeriksaan (reagen, sampel dan cassete test) dikondisikan
pada suhu ruang.
3) Dilakukan pelabelan pada test card yang digunakan untuk masing-masing
specimen (apabila sampel yang diperiksa lebih dari satu, untuk menghindari
tertukarnya hasil pemeriksaan).
131
4) Sebanyak 1 tetets (10 µL) sampel (whole blood atau serum atau plasma)
ditambahkan kedalam cassete test pada sumur uji yang berbentuk bulat
dengan menggunakan mikropipet atau Microsafe pipet.
5) Untuk penggunaan Microsafe pipet cara kerjanya :
1) Microsafe pipet dipegang secara horisental
2) Untuk mengumpulkan sampel, ujung Microsafe pipet ditempelkan pada
sampel darah, serum atau plasma.
3) Untuk mengeluarkan sampel, bagian atas Microsafe pipet dipencet dengan
lembut.
6) Kemudian buffer diteteskan sebanyak 2 tetes ke dalam cassete test pada
sumur uji yang berbentuk persegi dengan botol buffer diposisikan vertical dan
1 cm diatas sumur uji.
7) Hasil pemeriksaan dibaca setelah 15 menit dihitung setelah penambahan
buffer
8) Apabila hasil yang dibaca setelah 15 menit menunjukkan hasil invalid maka
pemeriksaan harus diulang.
9) Intepretasi hasil:
1) Negatif : hanya muncul garis pada C
2) Positif IgM (infeksi primer) : muncul garis pada C dan M
3) Positif IgG (infeksi sekunder) : muncul garis pada C dan G
4) Positif IgG/IgM infeksi gabungan : muncul garis pada C, M dan G
5) Invalid : tidak muncul garis pada C
g. Hasil kegiatan
1) Hasil kegiatan
132
Tanggal
HASIL PEMERIKSAAN
POSITIFNEGATIF
IgG IgM
10 Maret 2014 - - -
11 Maret 2014 2 1 4
12 Maret 2014 - - -
13 Maret 2014 - - 3
14 Maret 2014 - - -
15 Maret 2014 - - 1
16 Maret 2014 - - -
17 Maret 2014 1 3 2
18 Maret 2014 - - -
19 Maret 2014 - - 2
20 Maret 2014 - - -
21 Maret 2014 - - 3
22 Maret 2014 - 2 1
23 Maret 2014 - - -
24 Maret 2014 2 1 2
25 Maret 2014 - - -
26 Maret 2014 - - 4
27 Maret 2014 - - -
28 Maret 2014 - - -
133
29 Maret 2014 - - -
30 Maret 2014 - - -
31 Maret 2014 - - -
1 April 2014 3 2 4
2 April 2014 1 2 3
3 April 2014 - - -
4 April 2014 - 1 4
5 April 2014 - - -
6 April 2014 - - 3
7 April 2014 - - 4
8 April 2014 - - 1
9 April 2014 1 3 2
10 April 2014 - - 4
11 April 2014 - - 2
12 April 2014 - 3 1
Jumlah 10 18 50
2) Hasil pemeriksaan
Zaal/Poli : GT
Nama : Mrs. KD
Umur : - THN
134
Kelamin : P
Alamat : -
Tanggal : 24 – 03 – 2014
Jam : 11.00 WITA
HASIL PEMERIKSAAN ANTI BODY DENGUE
No PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
1 IgM Anti Dengue (+) Positif (-) Negatif
2 IgG Anti Dengue (-) Negatif (-) Negatif
h. Permasalahan yang ditemui
Tidak terdapat masalah yang ditemui selama pemeriksaan IgG IgM
Dengue.
i. Pembahasan dan pemecahan masalah
Pemeriksaan IgG/igM Dengue merupakan pemeriksaan serologi sebagai
salah satu penunjang dalam penegakan diagnosis infeksi virus dengue . Pada
pemeriksaan ini terdapat dua antibodi yang dideteksi yaitu Imunoglobulin G dan
Imunoglobulin M, dua jenis antibodi ini muncul sebagai respon tubuh terhadap
masuknya virus ke dalam tubuh penderita.
Pemeriksaan IgG/IgM di BRSU Tabanan dilakukan dengan menggunakan
card test metode imunochromatography. Sampel dapat berupa serum/plasma dari
pasien dengan gejala klinik demam hari ke 4-7. Dalam proses pengerjaan
pemeriksaan, terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan, antara lain:
card test yang digunakan, cara pengerjaan yang benar dan sesuai dengan instruksi
reagen, kondisi sampel yang baik, serta ketelitian pemeriksa dalam mengamati
135
hasil pemeriksaan/dalam interpretasi hasil. Sebelum dilakukan pemeriksaan,
diperhatikan tanggal kaduluarsa card test yang digunakan serta cara pemeriksaan
yang terdapat pada alat untuk dapat memeproleh hasil pemeriksaan yang baik.
Selanjutnya mengecek kondisi sampel, sampel yang baik adalah sampel tidak
dalam keadaan lisis, lipemik dan representative. Hal penting lainnya yang harus
diperhatikan, yaitu: ketepatan dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan. Jika
terjadi kesalahan dalam menginterpretasikan hasil maka akan memberikan
informasi yang salah tentang kondisi pasien.
3. Nama kegiatan : Pemeriksaan Anti HIV
a. Tujuan
Untuk mendeteksi secara kualitatif antibodi untuk semua isotype ( IgG,
IgM, IgA) yang spesifik terhadap HIV-1 termasuk subtype-O dan antibodi yang
spesifik terhadap HIV-2 pada sampel serum, plasma atau whole blood pasien.
b. Metode
Metode yang digunakan pada pemeriksaan dengue Anti HIV adalah
Imunochromatografi rapid test.
c. Prinsip
Ketika sampel serum, plasma, atau whole blood pasien yang mengandung
antibodi spesifik terhadap antigen HIV – 1 dan HIV - 2 diteteskan pada sumur uji,
antibodi spesifik terhadap antigen HIV – 1 dan HIV – 2 pada sampel - antigen
rekombinan HIV- 1 dan 2 (gp41 , p24 , gp36) (membentuk kompleks antigen –
antibodi) serta gold koloidal akan bergerak bersama di sepanjang membrane test
secara kromatografi menuju daerah test (pita 1 dan 2) membentuk garis warna
akibat terbentuknya kompleks antigen – antibodi – antigen.
136
d. Dasar teori
Virus imunodifisiensi manusia (bahasa Inggris: human immunodeficiency
virus; HIV ) adalah suatu virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus
ini menyerang manusia dan menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh,
sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi. Dengan kata lain,
kehadiran virus ini dalam tubuh akan menyebabkan defisiensi (kekurangan)
sistem imun (Kendari, 2013).
Terdapat 2 jenis virus HIV penyebab AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV-2.
Kedua tipe HIV ini bisa menyebabkan AIDS, tetapi HIV-1 yang paling banyak
ditemukan di seluruh dunia, dan HIV-2 banyak ditemukan di Afrika Barat
(Anonim, 2012).
Berdasarkan susuanan genetiknya, HIV-1 dibagi menjadi tiga kelompok
utama, yaitu M, N, dan O. Kelompok HIV-1 M terdiri dari 16 subtipe yang
berbeda. Sementara pada kelompok N dan O belum diketahui secara jelas jumlah
subtipe virus yang tergabung di dalamnya. Namun, kedua kelompok tersebut
memiliki kekerabatan dengan SIV dari simpanse. HIV-2 memiliki 8 jenis subtipe
yang diduga berasal dari Sooty mangabey yang berbeda-beda (Anonim c, 2012).
e. Alat dan bahan
1) Alat
a) Mikropipet 10 µl dan 20 µl.
b) Yellow tip
2) Bahan
a) Sampel serum pasien
b) SD Bioline HIV, yang berisi: Cassete test dan diluent assay.
137
c) Advanced Quality Intec HIV ½ , yang berisi: Cassete test dan diluent
assay.
d) Oncoprobe HIV ½, yang berisi: Cassete test dan diluent assay.
f. Cara kerja
1) SD Bioline HIV
a) Alat dan bahan disiapkan di meja kerja.
b) Semua komponen pemeriksaan (sampel, reagen dan cassete test)
dikondisikan pada suhu ruang terlebih dahulu sekitar ± 15 menit sebelum
digunakan.
c) Cassete test dikeluarkan dari kemasan pembungkus dan ditempatkan
pada permukaan yang datar dan kering.
d) Kedalam sumur uji ditambahkan :
1) Sebanyak 10 µl sampel serum atau plasma dengan menggunakan
mikropipet 10 µl, atau
2) Sebanyak 20 µl sampel whole blood dengan menggunakan pipet
kapiler atau mikropipet 20 µl.
e) Kemudian kedalam sumur uji ditambahkan 4 tetes diluent (120 µl).
f) Apabila test berjalan baik, maka pada jendela uji akan terlihat warna
ungu bergerak sepanjang membrane test.
g) Hasil dapat dibaca pada rentang waktu 5-20 menit setelah penetesan
diluent. Jika hasil reaktif tes dilanjutkan menggunakan reagen Intec dan
reagen Oncoprobe.
2) Advanced Quality Intec HIV ½
a) Alat dan bahan disiapkan di meja kerja.
138
b) Semua komponen pemeriksaan (sampel, reagen dan cassete test)
dikondisikan pada suhu ruang terlebih dahulu sekitar ± 15 menit sebelum
digunakan.
c) Cassete test dikeluarkan dari kemasan pembungkus dan ditempatkan
pada permukaan yang datar dan kering.
d) Kedalam sumur uji ditambahkan 1 tetes (25 µl) sampel serum.
e) Kemudian kedalam sumur uji ditambahkan 4 tetes diluent (120 µl).
f) Apabila test berjalan baik, maka pada jendela uji akan terlihat warna
ungu bergerak sepanjang membrane test.
g) Hasil dapat dibaca pada rentang waktu 15 menit setelah penetesan
diluent.
3) Oncoprobe HIV ½
a) Alat dan bahan disiapkan di meja kerja.
b) Semua komponen pemeriksaan (sampel, reagen dan cassete test)
dikondisikan pada suhu ruang terlebih dahulu sekitar ± 15 menit sebelum
digunakan.
c) Cassete test dikeluarkan dari kemasan pembungkus dan ditempatkan
pada permukaan yang datar dan kering.
d) Kedalam sumur uji ditambahkan 1 tetes (25 µl) sampel serum.
e) Kemudian kedalam sumur uji ditambahkan 4 tetes diluent (120 µl).
f) Apabila test berjalan baik, maka pada jendela uji akan terlihat warna
ungu bergerak sepanjang membrane test.
g) Hasil dapat dibaca pada rentang waktu 20-30 menit setelah penetesan
diluent.
139
4) Intepretasi hasil:
a) Negatif : hanya muncul garis pada C
b) Positif HIV 1 : muncul garis pada C dan T1
c) Positif HIV 2 : muncul garis pada C dan T2
d) Invalid : tidak muncul garis pada C
g. Hasil kegiatan
1) Hasil kegiatan
Data Praktikum pemeriksaan Anti-HIV dari tanggal 10 Maret 2014 sampai
dengan 12 April 2014 didapatkan 16 pasien positif pada pemeriksaan Anti-HIV
dan didapatkan 78 pasien negatif pada pemeriksaan Anti-HIV.
Tanggal
Hasil Pemeriksaan
PositifNegatif
HIV 1 HIV 2
10 Maret 2014 - - 3
11 Maret 2014 - - 6
12 Maret 2014 - - 4
13 Maret 2014 2 - 3
14 Maret 2014 - - -
15 Maret 2014 - - -
16 Maret 2014 1 - 4
17 Maret 2014 2 - 6
140
18 Maret 2014 - - -
19 Maret 2014 - - -
20 Maret 2014 - - 3
21 Maret 2014 - - 2
22 Maret 2014 1 - 3
23 Maret 2014 2 - 4
24 Maret 2014 - - 3
25 Maret 2014 - - -
26 Maret 2014 - - 3
27 Maret 2014 - - 2
28 Maret 2014 - - -
29 Maret 2014 1 - 3
30 Maret 2014 - - -
31 Maret 2014 - - -
1 April 2014 - - -
2 April 2014 - - -
3 April 2014 2 - 5
4 April 2014 3 - 6
5 April 2014 - - 4
6 April 2014 - - 3
7 April 2014 - - -
8 April 2014 - - -
141
9 April 2014 - - -
10 April 2014 1 - 5
11 April 2014 - - -
12 April 2014 1 - 6
Jumlah 16 0 78
2) Hasil pemeriksaan
Nama : VCT/3477/BRSU/III /14
Umur : -
Kelamin : -
Tanggal : 25 – 03 – 2014
Jam : 13.45 WITA
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM
No PEMERIKSAAN HASIL NORMAL
1
2
3
SD HIV 1/2
ADVANCED QUALITY – HIV 1/2
ONCOPROBE HIV 1/2
(+) Reaktif
(+) Reaktif
(+) Reaktif
(-) Non Reaktif
(-) Non Reaktif
(-) Non Reaktif
h. Permasalahan yang ditemui
Tidak ditemui adanya permasalahan pada pemeriksaan anti-HIV ini.
i. Pembahasan dan pemecahan masalah
142
Pemeriksaan anti-HIV merupakan pemeriksaan darah yang digunakan
untuk mendeteksi keberadaan antibodi terhadap HIV. Pada umumnya, antibodi ini
terbentuk dalam waktu sekitar 3-6 minggu setelah terinfeksi atau pada individu
dengan pembentukan antibodi yang lambat dapat terbentuk setelah 3-6 bulan
terinfeksi. Pemeriksaan anti-HIV di Laboratorium Patologi Klinik BRSU Tabanan
merupakan pemeriksaan screening terhadap antibodi HIV, sehingga hanya
diperoleh hasil negative/positif.
Pada pemeriksaan anti-HIV dengan strip/card tes ini diperoleh hasil
negatif tidak mengesampingkan kemungkinan terinfeksi HIV ½. Untuk itu
diperlukan perhatian khusus dalam menginterpretasi hasil negatif atau positif.
Data klinis lain seperti symptom atau faktor resiko sebaiknya dipertimbangkan
sebagai referensi hasil tes. Pemeriksaan anti-HIV yang dilakukan di BRSU
Tabanan pada pasien VCT apabila diperoleh hasil positif pada strip/card test
pertama maka akan dilanjutkan pemeriksaan dengan strip/card test yang lainnya.
Jika dari tiga strip/card test yang digunakan, didapatkan hasil bahwa semua strip
test yang digunakan menunjukkan hasil positif dapat dikatakan pasien dalam uji
pendahuluan atau screening bahwa pasien positif terdapat antibody HIV dalam
darahnya. Namun untuk pemeriksaan lebih lanjut dapat dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut yaitu ELISA.
Dalam proses pengerjaan pemeriksaan ini, terdapat beberapa hal penting
yang perlu diperhatikan, antara lain: card test yang digunakan harus diperhatikan
tanggal kaduluarsanya, cara pengerjaan yang benar dan sesuai dengan instruksi
reagen, kondisi sampel yang baik, penyimpanan card test serta ketelitian
pemeriksa dalam mengamati hasil pemeriksaan/dalam interpretasi hasil.
143
4. Nama kegiatan : Pemeriksaan Anti-HCV
a. Tujuan
Untuk dapat mendeteksi secara kualitatif (ada atau tidaknya) antibodi
HCV (Hepatitis C Virus) pada serum atau plasma pasien.
b. Metode
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan anti-HCV (Hepatitis C Virus)
adalah metode Immunochromatografi Rapid Test.
c. Prinsip
Ketika dilakukan penambahan sampel pada sumur sampel dan
menambahkan sampel diluents segera setelah penambahan sampel. HCV antigen-
colloidal gold conjugate yang dilekatkan pada bantalan sampel akan bereaksi
dengan antibodi HCV yang terdapat dalam sampel serum atau plasma membentuk
ikatan/kompleks antigen-antibodi HCV. Campuran kemudian bermigrasi
disepanjang strip tes, ikatan/kompleks antigen-antibodi HCV kemudian akan
ditangkap oleh antibodi yang mengikat protein a yang tidak bergerak pada
membran dan kemudian membentuk garis berwarna pada area tes. Sampel yang
negatif tidak akan menampakkan garis berwarna pada area tes sebab tidak adanya
kompleks antibody HCV.
d. Dasar teori
Hepatitis adalah peradangan pada hati. Penyakit ini dapat disebabkan oleh
infeksi atau toksin termasuk alcohol, dan dijumpai pada kanker hati. Hepatitis
disebabkan oleh virus. Telah ditemukan 6 atau 7 kategori virus yang
menyebabkan hepatitis (Corwin, 2000).
144
Hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Virus ini dapat
mengakibatkan infeksi seumur hidup, sirosis hati, kanker hati, kegagalan hati, dan
kematian. Belum ada vaksin yang dapat melindungi terhadap HCV. Infeksi HCV
umum dijumpai di antara orang dengan HIV, dan kegagalan hati disebabkan oleh
infeksi HCV sekarang adalah salah satu penyebab utama kematian Odha. Infeksi
HCV dapat menyebabkan perjalanan penyakit hati lebih cepat pada orang yang
juga terinfeksi HIV. Oleh karena ini, beberapa pihak menganggap hepatitis C
sebagai infeksi oportunistik, walaupun infeksi HCV bukan kriteria untuk AIDS.
Pengguna narkoba suntikan (IDU) yang memakai jarum suntik dan alat suntik lain
secara bergantian berisiko paling tinggi terkena infeksi HCV. Antara 50 dan 90
persen IDU dengan HIV juga terinfeksi HCV. Hal ini karena kedua virus menular
dengan mudah melalui hubungan darah ke darah (Risma, 2010).
Virus hepatitis C (HCV) berukuran kecil, terbungkus, terasa nyata dan
virus RNA rantai tunggal. HCV diketahui disebabkan oleh penurunan secara
keturunan antibodi hepatitis non-A, non-B. antibodi terhadap HCV ditemukan
lebih dari 80% pada pasien dengan deteksi hepatitis non-A, non-B (Corwin,
2000).
Terdapat tes laboratorium untuk mendiagnosis infeksi HCV dan tes
laboratorium untuk memantau orang dengan HCV. Tes Antibodi HCV
mendiagnosis infeksi HCV mulai dengan tes antibodi, serupa dengan tes yang
dilakukan untuk diagnosis infeksi HIV. Antibodi terhadap HCV biasanya dapat
dideteksi dalam darah dalam enam atau tujuh minggu setelah virus tersebut masuk
ke tubuh, walaupun kadang kala untuk beberapa orang dibutuhkan tiga bulan atau
lebih. Bila tes antibodi HCV positif, tes ulang biasanya dilakukan untuk
145
konfirmasi. Tes konfirmasi ini dapat tes antibodi lain atau tes PCR. Bila kita tes
positif untuk antibodi terhadap HCV, ini berarti kita pernah terpajan oleh virus
tersebut pada suatu waktu. Karena kurang lebih 20 persen orang yang terinfeksi
HCV sembuh tanpa memakai obat, biasanya dalam enam bulan setelah terinfeksi,
langkah berikut adalah untuk mencari virus dalam darah (Risma, 2010).
e. Alat dan bahan
1) Alat
a) Micropipet
b) Microsafe (Pipet)
c) White tip
d) Tissue
2) Bahan
a) Sampel serum/plasma
b) Rapid Anti-HCV Test dengan merk Advance Quality
c) Diluent assay
d) Label
f. Cara kerja
1) Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan.
2) Semua komponen pemeriksaan disuhu ruangkan terlebih dahulu.
3) Serum pasien diteteskan sebanyak 1 tetes (10 µL) pada sumur sampel “S”.
4) Diluent assay ditambahkan sebanyak dua tetes pada sumur diluent “D” segera
setelah penambahan sampel.
5) Hasil diintepretasikan setelah waktu inkubasi mencapai 15 menit, jangan
membaca hasil setelah 20 menit.
146
6) Intepretasi hasil:
a) Positif : tampak 2 garis warna. Satu garis warna pada daerah kontrol
(C) dan garis yang lain pada daerah Test (T)
b) Negatif : satu garis warna muncul pada daerah kontrol (C). Tidak
muncul warna merah atau pink pada daerah garis Test (T)
c) Invalid : Tidak muncul garis pada daerah kontrol (C).
g. Hasil kegiatan
1) Hasil kegiatan
Data hasil praktikum pemeriksaan Anti-HCV dari tanggal 10 Maret 2014 sampai
dengan 12 April 2014 terdata sebanyak 18 pasien melakukan pemeriksaan anti-HCV
dimana didapatkan 3 pasien positif dan didapatkan 15 pasien negatif pada pemeriksaan
Anti-HCV.
TanggalHasil Pemeriksaan
Positif Negatif
10 Maret 2014 - -
11 Maret 2014 - -
12 Maret 2014 - 2
13 Maret 2014 - -
14 Maret 2014 - -
15 Maret 2014 1 -
16 Maret 2014 - -
17 Maret 2014 - -
18 Maret 2014 - 1
147
19 Maret 2014 - -
20 Maret 2014 - 2
21 Maret 2014 - -
22 Maret 2014 - 3
23 Maret 2014 - -
24 Maret 2014 - -
25 Maret 2014 - -
26 Maret 2014 - -
27 Maret 2014 - -
28 Maret 2014 1 -
29 Maret 2014 - 2
30 Maret 2014 - -
31 Maret 2014 - -
1 April 2014 - -
2 April 2014 - -
3 April 2014 - 1
4 April 2014 - -
5 April 2014 - -
6 April 2014 - -
7 April 2014 - 2
8 April 2014 - -
9 April 2014 - 1
148
10 April 2014 - 1
11 April 2014 1 -
12 April 2014 - -
Jumlah 3 15
2) Hasil pemeriksaan
Zaal/Poli : GT/MT (+)
Nama : Mr.Nym
Umur : THN
Kelamin : L
Alamat :
Tanggal : 25– 03 – 2014
Jam : 08.45 WITA
Hasil :
No PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN
1 Anti HCV (-) Non Reaktif (-) Non Reaktif
2 HbsAg (-) Negatif
3 VDRL/TPHA (-) Non Reaktif
4 ANTI HAV IgM (-) Non Reaktif
h. Permasalahan yang ditemui
Tidak ditemui adanya permasalahan pada pemeriksaan anti-HCV.
i. Pembahasan dan pemecahan masalah
149
Pemeriksaan Anti-HCV merupakan pemeriksaan darah untuk mendeteksi
keberadaan antibodi terhadap virus Hepatitis C (HCV). Pemeriksaan Anti-HCV
yang dikerjakan di Laboratorium Patologi Klinik BRSU Tabanan menggunakan
reagen rapid test dengan metode immunochromatography, dimana pemeriksaan
ini merupakan tes screening untuk mendeteksi antibodi Hepatitis C virus.
Hasil yang diperoleh pada pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan secara
kualitatif, sehingga apabila diperoleh hasil negative masih perlu dipertimbangkan
dari gejala klinis pasien sedangkan hasil yang positif harus dilakukan uji
konfirmasi dengan pemeriksaan western bolt.
Dalam proses pengerjaan pemeriksaan anti-HCV ini, terdapat beberapa hal
penting yang perlu diperhatikan, antara lain: card test yang digunakan harus
diperhatikan tanggal kaduluarsanya, cara pengerjaan yang benar dan sesuai
dengan instruksi reagen, kondisi sampel yang baik, penyimpanan card test serta
ketelitian pemeriksa dalam mengamati hasil pemeriksaan/dalam interpretasi hasil.
5. Nama kegiatan : Pemeriksaan HbsAg
a. Tujuan
Untuk dapat mendeteksi secara kualitatif (ada atau tidaknya) HBsAg
(Hepatitis B Surface Antigen) pada serum atau plasma pasien.
b. Metode
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan HBSAg (Hepatitis B Surface
Antigen) Strip Test adalah metode Immunochromatografi Rapid Test.
c. Prinsip
Sampel (serum atau plasma) yang mengandung HBSAg (Hepatitis B
Surface Antigen) akan bereaksi dengan partikel yang dilapisi antibodi anti-HBsAg
150
dan akan membentuk kompleks antigen antibodi. Kompleks ini akan bergerak ke
atas pada membran secara kromatografi oleh gaya kapilaritas, menuju daerah test
dan kemudian akan berikatan dengan antibodi anti-HBsAg sehingga menimbulkan
garis warna sebagai kompleks antibodi-antigen-antibodi.
d. Dasar teori
Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati yang
memberikan gejala lemah badan, kencing seperti air teh disusul dengan mata dan
badan menjadi kuning. Tidak semua penyakit hepatitis mempunyai bentuk yang
klasik seperti ini. Ada hepatitis yang tidak nyata (inapparent hepatitis), ada yang
tanpa ikterik, ada yang bentuk jinak (benigna) dan adan yang ganas (fulminan).
Salah satu penyebab hepatitis adalah virus. Antigen permukaan virus hepatitis B
(hepatitis B surface antigen, HBsAg merupakan material permukaan dari virus
hepatitis B. Pada awalnya antigen ini dinamakan antigen Australia karena pertama
kalinya diisolasi oleh seorang dokter peneliti Amerika, Baruch S. Blumberg dari
serum orang Australia.
Antigen permukaan virus hepatitis B (hepatitis B surface antigen, HBsAg)
merupakan material permukaan dari virus hepatitis B. Pada awalnya antigen ini
dinamakan antigen Australia karena pertama kalinya diisolasi oleh seorang dokter
peneliti Amerika, Baruch S. Blumberg dari serum orang Australia (Riswanto,
2010).
HBsAg adalah bagian paling luar dari virus Hepatitis B (VHB) yang
merupakan selubung. Virus Hepatitis B yang dikenal sebagai partikel Dane
(diameter 42 nm), termasuk dalam family Hepadnavirus. Virus ini hanya dapat
menimbulkan infeksi pada manusia dan champanse saja. Dalam darah individu
151
yang terinfeksi dengan VHB terdapat partikel Dane dan dua buah partikel lain
yang satu berbentuk tubular dan yang lin berbentukbulat dengandiameter 22 nm.
Partikel Dane terdiri dari beberapa bagian, masing-masing memiliki anti-genitas
tersendiri (Indo, 2012).
e. Alat dan bahan
1) Alat
a) Stopwatch
b) Micropipet
c) Yellow tip
d) Pipet tetes disposable dalam kit
2) Bahan
a) HBsAg Intec test card
b) Sampel serum atau plasma
f. Cara kerja
1) Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan.
2) Semua komponen pemeriksaan disuhu ruangkan terlebih dahulu.
3) Serum pasien dipipet sebanyak 100 µL ( 3 tetes) pada sumur sampel “S”.
4) Hasil diintepretasikan setelah waktu inkubasi mencapai 15 menit, jangan
membaca hasil setelah 20 menit.
Intepretasi hasil:
1) Positif : tampak 2 garis warna. Satu garis warna pada daerah kontrol
(C) dan garis yang lain pada daerah Test (T)
2) Negatif : satu garis warna muncul pada daerah kontrol (C). Tidak
muncul warna merah atau pink pada daerah garis Test (T)
152
3) Invalid : Tidak muncul garis pada daerah kontrol (C).
g. Hasil kegiatan
1) Hasil kegiatan
Data hasil praktikum pemeriksaan HBsAg dari tanggal 10 Maret 2014 sampai
dengan 12 April 2014 terdata sebanyak 67 pasien melakukan pemeriksaan HBsAg
dimana didapatkan 10 pasien positif dan didapatkan 57 pasien negatif pada
pemeriksaan HBsAg.
TanggalHasil Pemeriksaan
Positif Negatif
10 Maret 2014 - 4
11 Maret 2014 - -
12 Maret 2014 - -
13 Maret 2014 - 2
14 Maret 2014 - 1
15 Maret 2014 - -
16 Maret 2014 - 2
17 Maret 2014 - -
18 Maret 2014 - 3
19 Maret 2014 - -
20 Maret 2014 2 8
21 Maret 2014 - 2
22 Maret 2014 1 3
153
23 Maret 2014 - -
24 Maret 2014 1 -
25 Maret 2014 - -
26 Maret 2014 - 5
27 Maret 2014 - -
28 Maret 2014 - -
29 Maret 2014 1 7
30 Maret 2014 - -
31 Maret 2014 2 4
1 April 2014 - -
2 April 2014 - -
3 April 2014 - 2
4 April 2014 - 3
5 April 2014 - -
6 April 2014 2 5
7 April 2014 - -
8 April 2014 - -
9 April 2014 1 2
10 April 2014 - -
11 April 2014 - 4
12 April 2014 - -
Jumlah 10 57
154
2) Hasil pemeriksaan
Zaal/Poli : GT
Nama : Pasien X
Umur : - th
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal : 27 – 3 – 2014
Hasil Pemeriksaan HBsAg : Negatif (–)
h. Permasalahan yang ditemui
Tidak ditemui adanya permasalahn pada pemeriksaan HbsAg.
i. Pembahasan dan pemecahan masalah
Pemeriksaan HbsAg merupakan pemeriksaan screening untuk mendeteksi
keberadaan HbsAg. Fungsi dari pemeriksaan HBsAg diantaranya: Indikator
paling penting adanya infeksi virus hepatitis B, mendiagnosa infeksi hepatitis akut
dan kronik, dan tes penapisan (skrining) darah dan produk darah (serum, platelet,
dll).
Pemeriksaan HbsAg di Laboratorium Patologi Klinik BRSU Tabanan
dengan menggunakan metode card test. Sampel yang digunakan adalah sampel
serum/plasma pasien dengan gejala klinis pasien adalah nampak kuning pada
bagian mata atau tubuh. Kaset test HBsAg memiliki daerah C dan T sebagai garis
control dan garis test pada permukaan kaset. Kedua daerah uji test dan control,
tidak akan berwarna sebelum penambahan sampel. Garis control digunakan
155
sebagai control procedural. Garis control harus selalu muncul apabila prosedur
pengujian dilakukan dengan benar dan reagen control bekerja dengan baik
Dalam pemeriksaan ini terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan,
walaupun pemeriksaan ini cenderung mudah dan praktis, antara lain: kondisi card
test yang digunakan, proses pengerjaaan pemeriksaan yang sesuai dengan insert
kit alat, kondisi sampel yang digunakan dan cara interpretasi atau pembacaan hasil
yang harus sesuai dengan insert kit pada alat.
6. Nama kegiatan : Pemeriksaan Skrining Narkoba
a. Tujuan kegiatan
1) Untuk mengetahui cara pemeriksaan amphetamine, benzodiazepine, dan
morphin.
2) Untuk dapat melakukan pemeriksaan amphetamine, benzodiazepine, dan
morphin sebagai tes screening narkoba.
b. Metode
Metode yang digunakan adalah immunokromatografi.
c. Prinsip Kerja
Test didasarkan pada kompetisi penjenuhan IgG anti-narkoba yang
mengandung substrat enzim (ada dalam keadaan bebas di zone S) merupakan
“Antibodi Pendeteksi dalam Strip” oleh narkoba sampel/urine “Antigen dalam
Sample” atau narkoba yang telah dikonjugasi enzim “Antigen dalam Strip Test”
(ada dan terfiksir di zone T). Jika dijenuhi oleh narkoba sampel (sampel positif
narkoba), maka IgG anti narkoba-substrat tidak akan berikatan dengan narkoba-
enzimnya, sehingga tidak terjadi reaksi enzim-subtrat yang berwarna. Sebaliknya
jika tidak dijenuhi (sampel negatif narkoba) atau hanya sebagian dijenuhi (sampel
156
mengandung narkoba dalam jumlah di bawah ambang batas
pemeriksaan/CUTOFF), maka IgG anti-narkoba-substrat akan berikatan dengan
narkoba-enzimnya secara penuh atau sebagian, sehingga terjadi reaksi enzim-
substrat yang berwarna penuh (gelap) atau lamat-lamat (ragu-ragu).
Valid tidaknya test dikontrol dengan mengikutsertakan pada zone S suatu
kontrol validitas yang berupa IgG goat-substrat. Karena IgG goat bukan antibodi
spesifiknya narkoba, maka baik pada sampel urin yang ada, ada dalam jumlah di
bawah ambang batas pemeriksaan atau tidak ada sama sekali narkobanya,
semuanya tidak akan menjenuhi dan hanya akan mendifusikan IgG goat-substrat
dari zone S ke zone C untuk menemui dan mengikat IgG anti-IgG goat yang
dikonjugasi enzim (KAGE) sehingga terjadi reaksi enzim-substrat yang berwarna
di zone C.
d. Dasar Teori
Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang bila masuk ke dalam
tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga
bilamana disalahgunakan akan menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan
fungsi sosial. Karena itu Pemerintah memberlakukan Undang-Undang untuk
penyalahgunaan narkoba yaitu UU No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU
No.22 tahun 1997 tentang Narkotika (Kendari, 2013).
Pemeriksaan laboratorium narkoba dibedakan menjadi 2 macam tujuan.
Tujuan pertama pemeriksaan laboratorium narkoba adalah untuk keperluan pro
justicia yaitu pemeriksaan untuk melengkapi data-data yang diajukan ke
157
pengadilan. Pemeriksaan seperti ini dilakukan oleh institusi terbatas yaitu
kepolisian, BNN, Puslabfor dan institusi kesehatan lain yang telah ditunjuk oleh
undang-undang. Tujuan lainnya adalah bersifat non pro justicia yaitu pemeriksaan
narkoba yang biasa dilakukan di lab swasta atau lab rumah sakit umum.
Pemeriksaan narkoba jenis ini bertujuan biasanya untuk seleksi karyawan,
penerimaan siswa baru atau keperluan khusus seperti seseorang yang melakukan
pemeriksaan narkoba kepada anaknya sendiri untuk tujuan pengawasan keluarga.
Pemeriksaan narkoba non pro justicia dilakukan hanya sebagai skrining tes (tes
penapisan) yaitu tes awal yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
memastikannya (tes konfirmasi) (Gilang, 2011).
Parameter narkoba yang biasa di uji di lab antara lain : Golongan
Amfetamin (sabu-sabu), Benzodiazepin, Kokain, Opiat (morphin) dan Ganja
(Kanabis/Marijuana). Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah urin (paling
banyak digunakan), darah, rambut dan keringat. Jika seseorang kedapatan
mengandung za-zat tersebut didalam urin-nya maka untuk memastikan apakah
orang tersebut pengguna narkoba atau bukan maka harus dilakukan tes konfirmasi
(Gilang, 2011)
e. Alat dan Bahan
1) Alat
a) One Step Amphetamine (AMP) Test merk INTEC
b) One Step Benzodiazepines (BZO) Test merk INTEC
c) One Step Opiates (OPI/Morphine) Test Strip merk INTEC
d) Pot penampung urin
e) Timer
158
2) Bahan
a) Sampel urine sewaktu
f. Cara Kerja
1) Semua bahan dan spesimen dikondisikan pada suhu ruang
2) Strip test dikeluarkan dari kantong foil. Strip test masing-masing
pemeriksaan dicelupkan secara vertical ke dalam sample urine selama 10-15
detik.
3) Ketika strip test dicelupkan tidak boleh melewati batas garis yang paling
bawah Zona Sample (S)
4) Strip ditarik dan diletakkan di atas permukaan yang bersih dan kering
5) Hasil dibaca antara 3-8 menit setelah menambahkan sampel.
6) Interpretasi Hasil
a) Positif (+) : Apabila muncul satu (1) garis berwarna merah muda/ungu
pada area strip test.
b) Negatif (-) : Apabila muncul dua (2) garis berwarna merah muda/ungu
pada area strip test.
c) Invalid : Apabila tidak muncul garis berwarna merah muda/ungu
pada area strip test.
g. Hasil Pemeriksaan
Zaal/ poli : MCU ( Madical Check Up)
Nama : Mr. X
Umur : 24 THN
JK : L
Alamat : Br. Sanggulan
159
Tanggal : 25-3-2014
Jam : 13.00 WITA
Hasil :
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Benzodiazepine ( - ) Negatif ( - ) Negatif
Ampetamin ( - ) Negatif ( - ) Negatif
Opium/ Morfin ( - ) Negatif ( - ) Negatif
h. Pembahasan dan Permasalahan yang Ditemui
Pemeriksaan narkoba adalah pemeriksaan pemeriksaan laboratorium
sebagai upaya penyaring untuk mengetahui ada tidaknya golongan narkotika dan
psikotropika yang menimbulkan efek toksik atau efek gangguan kesehatan.
Pemeriksaan narkoba ini tergolong merupakan pemeriksaan pendahuluan
(Screening Test).
Pemeriksaan narkoba di Laboratorium Patologi Klinik BRSU Tabanan
dilakukan dengan metode strip test menggunakan sampel urine sewaktu dimana
yang diperiksa terdiri dari Amphetamine (AMP), Benzodiasepines (BZO), dan
Opium. Untuk mendapatkan hasil yang tepat dan akurat maka pemeriksaan harus
sesuai dengan petunjuk insert kit pada alat dan dengan waktu yang tepat.
Pemeriksaan narkoba dengan metode strip test pemeriksaan yang bersifat
kualitatif yang praktis, tidak memerlukan tenaga trampil dan cepat (hasil dapat
diperoleh dalam 3-10 menit). Dengan sampel urin teknik ini memiliki sensitivitas
160
sesuai dengan standard National Institute on Drug Abuse (NIDA, sekarang
SAMHSA), dan dengan spesifisitas 99,7%.
Walaupun pengerjaan pemeriksaan yang cenderung mudah, tetapi terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain: strip test yang digunakan harus
dalam kondisi baik dan tidak kaduluarsa, kondisi sampel yang diperiksa, proses
pengerjaaan pemeriksaan harus sesuai dengan insert kit alat, dan interpretasi
hasil/pembacaan hasil harus dilakukan secara hati-hati.
F. Sub Laboratorium Klinik Rutin
1. Nama kegiatan : Pemeriksaan Feces
a. Tujuan
1) Untuk mengetahui cara pemeriksaan feses.
2) Untuk dapat melakukan pemeriksaan feses dalam membantu menegakkan
diagnosis suatu penyakit.
b. Metode
Metode yang digunakan adalah pengamatan secara makroskopis dan direct
preparat (sediaan basah) secara mikroskopis.
c. Prinsip
1) Makroskopis
Feses diamati secara langsung dengan beberapa parameter, yaitu: warna,
bau, konsistensi, lendir, dan darah.
2) Mikroskopis
Feses dibuatkan sediaan basah dengan pewarna eosin dan diamati dibawah
mikroskop dengan pembesaran lensa objektif 40x.
161
d. Dasar Teori
Pemeriksaan feses ( tinja ) adalah salah satu pemeriksaan laboratorium
yang telah lama dikenal untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis suatu
penyakit. Meskipun saat ini telah berkembang berbagai pemeriksaan laboratorium
yang modern, dalam beberapa kasus pemeriksaan feses masih diperlukan dan
tidak dapat digantikan oleh pemeriksaan lain. Pengetahuan mengenai berbagai
macam penyakit yang memerlukan pemeriksaan feses, cara pengumpulan sampel
yang benar serta pemeriksan dan interpretasi yang benar akan menentukan
ketepatan diagnosis yang dilakukan oleh klinisi (Gandasoebarata, R., 2009).
Feses adalah sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang kita
makan, dikeluarkan lewat anus dari saluran cerna. Dalam keadaan normal dua
pertiga tinja terdiri dari air dan sisa makanan, zat hasil sekresi saluran pencernaan,
epitel usus, bakteri apatogen, asam lemak, urobilin, debris, celulosa gas indol,
skatol,sterkobilinogen dan bahan patologis. Normal: 100 – 200 gram / hari.
Frekuensi defekasi: 3x/hari – 3x/minggu. Pada keadaan patologik seperti diare
didapatkan peningkatan sisa makanan dalam tinja, karena makanan melewati
saluran pencernaan dengan cepat dan tidak dapat diabsorpsi secara sempurna
(Gandasoebarata, R., 2009).
Bahan pemeriksaan tinja sebaiknya berasal dari defekasi spontan, jika
pemeriksaan sangat diperlukan contoh tinja dapat diambil dengan jari bersarung
dari rektum. Untuk pemeriksaan rutin dipakai tinja sewaktu dan sebaiknya tinja
diperiksa dalam keadaan segar karena bila dibiarkan mungkin sekali unsur unsur
dalam tinja menjadi rusak. Pemeriksaan tinja terdiri atas pemeriksaan
makroskopik, mikroskopik dan kimia. Jenis makanan serta gerak peristaltik
162
mempengaruhi bentuk, jumlah maupun konsistensinya (Gandasoebarata, R.,
2009).
Pemeriksaan feces terdiri dari pemeriksaan makroskopis, mikroskopis, dan
pemeriksaan kimia. Pemeriksaan makroskopik tinja meliputi pemeriksaan warna ,
bau, konsistensi, lendir, darah, nanah, parasit, serta sisa makanan yang tidak
tercerna. Untuk Pemeriksaan mikroskopik meliputi pemeriksaan protozoa, telur
cacing, leukosit, eritosit, sel epitel, kristal, makrofag dan sel ragi. Dari semua
pemeriksaan ini yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap protozoa dan telur
cacing. Sedangkan Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan
terhadap darah samar. Tes terhadap darah samar dilakukan untuk mengetahui
adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopik atau
mikroskopik (Anggraheni, 2011)
e. Alat dan Bahan
1) Alat:
a) Mikroskop
b) Objek glass
c) Cover glass
d) Lidi
e) Pipet tetes
2) Bahan
a) Feses pasien
b) Larutan pewarna eosin
f. Cara kerja
1) Pemeriksaan makroskopis
163
a) Alat dan bahan disiapkan
b) Sampel feces diamati secara langsung, yaitu dari: warna, bau, konsistensi,
lendir, dan darah.
c) Hasil pengamatan dicatat dan dilaporkan.
2) Pemeriksaan mikroskopis
a) Eosin diteteskan sebanyak 1 tetes di atas objek glass
b) Ditambahkan feces dengan menggunakan lidi secukupnya
c) Diaduk rata dan ditutup dengan cover glass
d) Diamati dibawah mikroskop pembesaran objektif 40 kali
g. Hasil Kegiatan
1) Hasil Kegiatan
Hari, Tanggal Jumlah Pemeriksaan
Senin, 10 Maret 2014 1
Selasa, 11 Maret 2014 1
Rabu, 12 Maret 2014 2
Kamis, 13 Maret 2014 5
Jumat, 14 Maret 2014 3
Sabtu, 15 Maret 2014 -
Minggu, 16 Maret 2014 -
Senin, 17 Maret 2014 -
Selasa, 18 Maret 2014 1
Rabu, 19 Maret 2014 1
Kamis, 20 Maret 2014 3
Jumat, 21 Maret 2014 2
164
Sabtu, 22 Maret 2014 -
Minggu, 23 Maret 2014 1
Senin, 24 Maret 2014 -
Selasa, 25 Maret 2014 3
Rabu, 26 Maret 2014 6
Kamis, 27 Maret 2014 -
Jumat, 28 Maret 2014 2
Sabtu, 29 Maret 2014 -
Minggu, 30 Maret 2014 5
Senin, 31 Maret 2014 -
Selasa, 1 April 2014 1
Rabu, 2 April 2014 -
Kamis, 3 April 2014 1
Jumat, 4 April 2014 2
Sabtu, 5 April 2014 1
Minggu, 6 April 2014 -
Senin, 7 April 2014 2
Selasa, 8 April 2014 1
Rabu, 9 April 2014 3
Kamis, 10 April 2014 -
Jumat, 11 April 2014 2
Sabtu, 12 April 2014 1
2) Hasil Pemeriksaan
Zall/Poli : AG
165
Nama : Mrs.Y
Umur : Th
Kelamin : P
Tanggal : 25-03-2014
Hasil :
PEMERIKSAAN NO PARAMETER HASIL N. NORMAL
MAKROSKOPIS 1. Warna Kuning Negatif
2. Konsistensi Lembek Negatif
3. Lendir (-) Negatif Negatif
4. Darah (-) Negatif Negatif
MIKROSKOPIS 1. Amoeba (-) Negatif Negatif
2. Lemak (-) Negatif Negatif
3. Darah: Erytrocyte 4 – 6 cell/lp Negatif
Leucocyte 1 – 3 cell /lp Negatif
1. Telur Cacing Ascaris (-) Negatif Negatif
2. Telur Taenia (-) Negatif Negatif
3. Trichiuris T (-) Negatif Negatif
4. Telur hookworm (-) Negatif Negatif
5. Sisa makanan (-) Negatif Negatif
6. Bakteri (+) Positif Negatif
7. Jamur (-) Negatif Negatif
8. Kista (-) Negatif Negatif
9 Amylum (-) Negatif Negatif
166
h. Permasalahan dan pemecahan masalah
Permasalahan yang ditemui adalah cover glass yang digunakan kotor
sehingga pembacaan secara mikroskopis untuk sediaan tidak begitu jelas.
i. Pembahasan
Pemeriksaan feses (tinja) merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium
yang digunakan untuk mendeteksi adanya parasitologi dalam saluran pencernaan
manusia. Pemeriksaan ini dilakukan dengan indikasi, sebagai berikut: adanya
diare dan konstipasi, adanya ikterus, adanya gangguan pencernaan,
adanya lendir dalam tinja, kecurigaan penyakit gastrointestinal, dan Adanya darah
dalam tinja.
Pemeriksaan feses (tinja) menggunakan sampel feses yang berasal dari
defekasi spontan dan jika melakukan pemeriksaan dipilihlah selalu sebagian dari
tinja itu yang memberi kemungkinan sebesar-besarnya untuk menemui kelainan,
seperti: bagian yang tercampur darah atau lendir dan sebagainya. Pemeriksaan
feses yang dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik BRSU Tabanan, meliputi:
pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis. Pemeriksaan makroskopik
merupakan pemeriksaan yang dapat dilihat secara langsung dengan mata
telanjang, dengan parameter yang diamati adalah warna, bau, konsistensi, darah,
dan lendir. Secara makroskopis feses normal mempunyai konsistensi agak lunak
dan berbentuk. Pada diare konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan
sebaliknya feses yang keras atau skibala didapatkan pada konstipasi. Warna feses
normal kuning coklat dan warna ini dapat berubah mejadi lebih tua dengan
terbentuknya Urobilin lebih banyak. Selain urobilin warna feses dipengaruhi oleh
167
berbagai jenis makanan, kelainan dalam saluran pencernaan dan obat yang
dimakan. Warna kuning dapat disebabkan karena susu, jagung, lemak dan obat,
feses yang berwarna hijau dapat disebabkan oleh sayuran yang mengandung
khlorofil atau pada bayi yang baru lahir disebabkan oleh biliverdin dan porphyrin
dalam mekonium. Secara tidak normal pada feses ditemukan adanya darah dan
lendir. Adanya darah dan lendir menandakan infeksi yang harus segera diobati,
yaitu infeksi karena amuba atau bakteri shigella.
Pemeriksaan mikroskopik merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan
menggunakan mikroskop. Secara mikroskopis yang diamati adalah adanya
protozoa, telur cacing, leukosit, eritosit, sel epitel, kristal, amuba dan sisa
makanan. Dari semua pemeriksaan ini yang terpenting adalah pemeriksaan
terhadap protozoa dan telur cacing. Telur cacing yang mungkin didapat yaitu
Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Enterobius vermicularis, Trichuris
trichiura, Strongyloides stercoralis dan sebagainya. Adanya leukosit dan eritrosit
pada feses biasanya dipengaruhi dengan adanya lendir dan darah yang dilihat
secara makroskopis. Dan adanya amuba menandakan adanya infeksi saluran cerna
terhadap amuba tersebut.
Permasalahan yang ditemui pada pemeriksaan feses dan pemecahan
masalahnya yaitu cover glass yang digunakan kotor sehingga pembacaan secara
mikroskopis untuk sediaan tidak begitu jelas. Untuk itu, sebaiknya sebelum
melakukan pemeriksaan secara mikroskopis dibersihkan terlebih dahulu baik
objek glass maupun cover glass yang akan digunakan dengan menggunakan
alcohol 70%.
168
2. Nama Kegiatan : Pemeriksaan Urinalisis (Urine Rutin dan Sedimen
Urine)
a. Nama alat :
Aution Eleven ae4020 dan Cobas U 411
b. Tujuan
1) Mahasiswa dapat mengetahui cara pemeriksaan urine rutin dan sedimen
urine.
2) Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan urine rutin dan sedimen urine
untuk membantu menegakkan diagnose suatu penyakit saluran kemih.
c. Metode
Metode yang digunakan, yaitu metode semi automatik dengan strip test
untuk pemeriksaan urine lengkap dan metode direct preparat untuk pemeriksaan
sedimen urine.
d. Prinsip
1) Pemeriksaan urine rutin
Strip dibasahi dengan sampel (urine) kemudian diletakkan pada alat untuk
kemudian diperiksa.
2) Pemeriksaan sedimen Urine
Endapan urine diteteskan di atas objek glass kemudian diperiksa dibawah
mikroskop pembesaran objektif 10x dan 40x.
e. Dasar Teori
169
Urinalisis adalah analisa fisik, kimia, dan mikroskopik terhadap urine. Uji
urine rutin dilakukan pertama kali pada tahun 1821. Sampai saat ini, urine
diperiksa secara manual terhadap berbagai kandungannya, tetapi saat ini
digunakan berbagai strip reagen untuk melakukan skrining kimia dengan
cepat.urinalisis berguna untuk mendiagnosa penyakit ginjal atau infeksi saluran
kemih, dan untuk mendeteksi adanya penyakit metabolic yang tidak berhubungan
dengan ginjal (Anonim d, 2010).
Pemeriksaan urin rutin adalah pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan
kimia urin yang meliputi pemeriksaan protein dan glukosa. Sedangkan yang
dimaksud dengan pemeriksaan urin lengkap adalah pemeriksaan urin rutin yang
dilengkapi dengan pemeriksaan benda keton, bilirubin, urobilinogen, darah samar
dan nitrit. Pemeriksaan makroskopis yang diperiksa adalah volume, warna,
kejernihan, berat jenis, bau dan pH urin. Pengukuran volume urin berguna untuk
menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif atau semi kuantitatif suatu zat dalam
urin, dan untuk menentukan kelainan dalam keseimbangan cairan badan.
Pengukuran volume urin yang dikerjakan bersama dengan berat jenis urin
bermanfaat untuk menentukan gangguan faal ginjal (Gandasoebrata, 2007).
Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitu pemeriksaan
sedimen urin. Ini panting untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan
saluran kemih serta berat ringannya penyakit. Urin yang dipakai ialah urin
sewaktu yang segar atau urin yang dikumpulkan dengan pengawet formalin.
Pemeriksaan sedimen dilakukan dengan memakai lensa objektif kecil (10X) yang
dinamakan lapangan penglihatan kecil atau LPK. Selain itu dipakai lensa objektif
besar (40X) yang dinamakan lapangan penglihatan besar atau LPB. Jumlah unsur
170
sedimen bermakna dilaporkan secara semi kuantitatif, yaitu jumlah rata-rata per
LPK untuk silinder dan per LPB untuk eritrosit dan leukosit. Unsur sedimen yang
kurang bermakna seperti epitel atau kristal cukup dilaporkan dengan +(ada), ++
(banyak) dan +++ (banyak sekali). Lazimnya unsur sedimen dibagi atas dua
golongan yaitu unsur organik dan tak organik. Unsur organik berasal dari sesuatu
organ atau jaringan antara lain epitel, eritrosit, leukosit, silinder, potongan
jaringan, sperma, bakteri, parasit dan yang tak organik tidak berasal dari sesuatu
organ atau jaringan, seperti: urat amorf dan Kristal (Gandasoebrata, 2007).
f. Alat dan Bahan
1) Alat
a) Alat urine semiautomatik Aution Eleven ae4020
b) Alat urine semiautomatik Cobas U 411
c) Aution sticks 10ea
d) Combur test
e) Pot urine
f) Objek glass
g) Mikroskop
2) Bahan
a) Urine pasien
g. Cara Kerja
1) Pemeriksaan makroskopis
a) Alat dan bahan disiapkan.
b) Urine diamati warna dan kekeruhannya.
c) Dicatat hasil yang diperoleh.
171
d) Alat Cobas Urysis U411 atau Aution Eleven ae4020 dihubungkan dengan
arus listrik.
e) Strip dikeluarkan dari botol penyimpanan dan dibasahi dengan urine
secara merata hingga keseluruh bagian strip tes.
f) Strip diletakkan pada alat semi automatik (Aution Eleven ae4020 atau
Cobas U 4110).
g) Hasil pembacaan ditunggu dan dicatat
2) Sedimen Urine
a) Objek glass disiapkan dan diberi label.
b) Strip yang dibasahi pada pengerjaan UL diteteskan pada objek glass
sebanyak 1 tetes.
c) Sediaan diletakkan pada meja mikroskop
d) Sediaan dibaca dengan mikroskop pada pembesaran lensa objektif 10 kali
untuk pengamatan eritrosit, leukosit dan epitel. Kemudian dipindahkan
ke pembesaran lensa objektif 40 x untuk pengamatan kristal dan bakteri.
e) Hasil pengamatan dicatat.
h. Hasil Kegiatan
1) Hasil Kegiatan
Hari, Tanggal Jumlah Pemeriksaan
Senin, 10 Maret 2014 27
Selasa, 11 Maret 2014 48
Rabu, 12 Maret 2014 21
Kamis, 13 Maret 2014 36
Jumat, 14 Maret 2014 35
172
Sabtu, 15 Maret 2014 25
Minggu, 16 Maret 2014 17
Senin, 17 Maret 2014 31
Selasa, 18 Maret 2014 37
Rabu, 19 Maret 2014 29
Kamis, 20 Maret 2014 43
Jumat, 21 Maret 2014 39
Sabtu, 22 Maret 2014 17
Minggu, 23 Maret 2014 17
Senin, 24 Maret 2014 35
Selasa, 25 Maret 2014 31
Rabu, 26 Maret 2014 28
Kamis, 27 Maret 2014 30
Jumat, 28 Maret 2014 20
Sabtu, 29 Maret 2014 24
Minggu, 30 Maret 2014 18
Senin, 31 Maret 2014 10
Selasa, 1 April 2014 12
Rabu, 2 April 2014 38
Kamis, 3 April 2014 41
Jumat, 4 April 2014 20
Sabtu, 5 April 2014 33
Minggu, 6 April 2014 14
Senin, 7 April 2014 28
173
Selasa, 8 April 2014 36
Rabu, 9 April 2014 41
Kamis, 10 April 2014 34
Jumat, 11 April 2014 32
Sabtu, 12 April 2014 27
2) Hasil Pemeriksaan
a) Cobas U 411
Zall/Poli : IRD
Nama : Mrs.N
Umur : Th
Kelamin : P
Tanggal : 25-03-2014
Hasil :
MAKROSKOPIS MIKROSKOPIS
No Pemeriksan HASIL Nilai Rujukan No Sedimen HASIL Nilai
Rujukan
1 BJ/SG 1.005 1.002 – 1.040 1 Eritrosit 3 – 5* Negatif
2 PH 7 4,5 – 8,0 2 Leukosit Banyak* 4 – 6 Cell/lp
3 Leukosit 3+*500 Negatif Leu/ul 3 Epitel 2 – 4 6 – 8 Cell/lp
4 Nitrit - Negatif 4 Cristal - Negatif
5 Protein 1+*25 Negatif mg/dl 5 Lain – lain - Negatif
6 Glukosa Normal Normal mg/dl 6 Bakteri - Negatif
7 Keton - Negatif mg/dl 7 Silinder - Negatif
8 Urobillinoge 1+*1 Normal mg/dl 8 Jamur - Negatif
174
n
9 Billirubin - Negatif mg/dl
10 Eritrosit 1+*10 Negatif Ery/ul11 Kejernihan Agak Keruh Jernih
12 Warna Kuning Kuning
13 PPT
b) Aution Eleven ae4020
Zall/Poli : IRD
Nama : Mrs.R
Umur : Th
Kelamin : P
Tanggal : 25-03-2014
Hasil :
MAKROSKOPIS MIKROSKOPIS
No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan No Sedimen Hasil Nilai Rujukan
1 Glukosa +/-*30 Normal mg/dl 1 Eritrosit 0 – 1 Neg Cell/lp
2 Protein +/-*20 Negatif mg/dl 2 Leukosit Banyak* 4 – 6 Cell/lp
3 Bilirubin 1+*1 Negatif 3 Epitel 6– 8 6 – 8 Cell/lp
4 Urobilinogen 1+*1 Normal 4 Cristal - Negatif
5 PH 6.0 4,5 – 8,0 5 Lain-lain - Negatif
6 S.G >1.030 1.002 – 1.040 6 Bakteri - Negatif
7 Blood - Negatif mg/dl 7 Silinder - Negatif
8 Keton 1+ *20 Negatif mg/dl 8 Jamur - Negatif
9 Nitrit - Negatif mg/dl
175
10 Leukosit 500* Negatif Leu/ul
11 Kejernihan Keruh Jernih
12 Warna Kuning Kuning
13 PPT (-)
NEGATIF
i. Permasalahan yang ditemui
Permasalahan yang ditemui pada pemeriksaan urinalisis adalah pembacaan
carik celup yang tidak dilakukan segera dan kesulitan dalam pembacaan sedimen
urine karena urine tidak dicentrifuge sehingga sering kesulitan dalam menemukan
kristal dan sulit untuk membedakan kristal yang ditemukan.
j. Pembahasan
Pemeriksaan urin merupakan pemeriksaan penyaring yang dipakai untuk
mengetahui adanya kelainan di dalam saluran kemih yaitu dari ginjal dengan
salurannya, kelainan yang terjadi di luar ginjal, untuk mendeteksi adanya
metabolit obat seperti zat narkoba dan mendeteksi adanya kehamilan.
Pemeriksaan urinalisis (urine rutin) di Laboratorium Patologi Klinik
BRSU Tabanan, meliputi pemeriksaan secara makroskopis dan mikroskopis
terhadap sampel urine. Sampel urine yang biasanya diperiksa merupakan urine
sewaktu, dimana pengumpulan seluruh urine dilakukan ketika berkemih pada
suatu saat yang kemudian ditampung pada pot penampung urine.
Pada pemeriksaan urine secara makroskopis dilakukan dengan
menggunakan alat semi otomatis dengan alat Cobas Urysis U411. Sebelum
melakukan pemeriksaan urine, alat terlebih dahulu dikontrol dengan bahan control
urine. Pemeriksaan dengan bahan control urine dimaksudkan untuk menilai carik
176
celup, alat pemeriksa yaitu pipet dan alat baca serta pemeriksa/orang yang
mengerjakan. Setelah pemeriksaan dengan bahan control sesuai dengan hasil yang
seharusnya, kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap urine penderita. Sampel
urine harus sesegera mungkin diperiksa setelah pengambilan (< 1 jam). Sampel
yang didiamkan terlalu lama akan menyebabkan jumlah bakteri meningkat,
perubahan pH, urobilinogen, dan bilirubin. Hal yang perlu diperhatikan pada
pemeriksaan makroskopis ini adalah urine yang diteteskan pada carik celup
diusahakan agar merata agar diperoleh hasil yang valid. Selain itu, jangan
membiarkan carik celup yang telah merata terisi urine terlalu lama ditempatkan
pada ruangan karena dapat mengakibatkan adanya perubahan pada beberapa
parameter, untuk itu segera setelah terisi urine carik celup diletakkan pada alat.
Pemeriksaan mikroskopis urine adalah berupa pemeriksaan sedimen
urine. Hasil yang ditemukan pada pemeriksaan ini dapat berupa unsur-unsur
organik dan anorganik. Pemeriksaan sedimen urine dilakukan dengan membuat
sediaan basah yang berasal dari endapan urine, ditutupi dengan cover glass lalu
dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop. Namun karena terjadinya
keterbatasan waktu dan jumlah pasien yang banyak, urine tidak disentrifuge
terlebih dahulu. Pada pengamatan dengan menggunakan mikroskop unsur yang
bermakna (eritrosit, leukosit, silinder) dilaporkan secara semikuantitatif, yaitu
rata-rata per-lapangan pandang kecil/LPK (10x) untuk silinder dan rata-rata
per-lapangan pandang besar/LPB (10x40) untuk eritrosit dan leukosit. Unsur-
unsur lain seperti epitel dan kristal dilaporkan dengan ada (+), banyak (++),
dan banyak sekali (+++) pada lapangan pandang kecil. Hasil pemeriksaan
mikroskopis urine yang diperoleh kemudian akan dicocokan terlebih dahulu
177
dengan pemeriksaan urine secara makroskopis dengan carik celup dan baru
dilaporkan.
3. Nama Kegiatan : Uji PP Test (Pemeriksaan HCG)
a. Tujuan
1) Mahasiswa dapat mengetahui cara pemeriksaan PP Test.
2) Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan PP Test untuk mendeteksi
adanya human Chorionic Gonadotrophin (hCG) dalam sampel urine pasien
secara kualitatif sebagai deteksi dini kehamilan
b. Metode
Metode yang digunakan adalah immunochromatography.
c. Prinsip
Sampel urine yang mengandung hCG akan bergerak secara kapilaritas pada
sepanjang membran kemudian bereaksi dengan konjugat warna. Sampel positif
akan bereaksi dengan antibodi spesifik anti hCG yang melapisi membran strip
sehingga terbentuk garis warna pada test. Hasil negatif ditandai dengan tidak
munculnya garis warna pada test.
d. Dasar Teori
Human Chorionic Gonadotropin (HCG) adalah hormon yang disekresi
oleh sel-sel trofoblas ke dalam cairan ibu segera setelah nidasi terjadi. Hormon ini
hadir dalam darah dan dikeluarkan oleh sel plasenta/embrio/bakal janin, sebagai
hasil pembuahan sel telur oleh sperma. Kira-kira sepuluh hari setelah sel telur
dibuahi sel sperma di saluran Tuba fallopii, telur yang telah dibuahi itu bergerak
menuju rahim dan melekat pada dindingnya. Sejak saat itulah plasenta mulai
berkembang dan memproduksi HCG yang dapat ditemukan dalam darah serta air
178
seni. Keberadaan hormon protein ini sudah dapat dideteksi dalam darah sejak hari
pertama keterlambatan haid, yang kira-kira merupakan hari keenam sejak
pelekatan janin pada dinding rahim. Salah satu fungsi hormon ini adalah
membantu menjaga keadaan rahim agar sesuai untuk kehamilan, dengan antara
lain merangsang pengeluaran hormon progesteron (Itulah kenapa, jika terjadi
kehamilan, hormon progesteron akan meningkat sesuai dengan umur kehamilan)
(Anonim e, 2008).
Kadar HCG yang lebih tinggi pada ibu hamil biasa ditemui pada
kehamilan kembar dan kasus hamil anggur (mola). Sementara pada perempuan
yang tidak hamil dan juga laki-laki, kadar HCG di atas normal bisa
mengindikasikan adanya tumor pada alat reproduksi. Tak hanya itu, kadar HCG
yang terlalu rendah pada ibu hamil pun patut diwaspadai, karena dapat berarti
kehamilan terjadi di luar rahim (ektopik) atau kematian janin yang biasa disebut
aborsi spontan (Anonim e, 2008)
Penentuan kehamilan dengan menggunakan urine dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu cara biologik dan cara imunologik. Percobaan biologik dengan tiga
cara yaitu cara Ascheim Zondek, cara Friedman dan cara Galli Mainini; masing-
masing cara biologik ini menggunakan binatang percobaan yaitu tikus putih,
kelinci dan katak jantan. Sedangkan pemeriksaan secara imunologik dapat
dilakukan secara langsung dengan cara Direct Latex Agglutination (DLA) atau
secara tidak langsung dengan cara Latex Agglutination Inhibition (LAI) serta cara
Hemaglutination Inhibition (HAI) (Anonim e, 2008).
Sejak tahuri 1960 cara imunologik telah mendapat tempat yang luas. Hal
ini disebabkan karena cara ini lebih mudah, cepat dan lebih sensitif dari cara
179
biologik; walaupun demikian cara Galli Mainini masih tetap digunakan sampai
sekarang. Dewasa ini untuk pemeriksaan kehamilan di laboratorium-laboratorium
yang paling banyak digunakan adalah cara imunologik dengan cara Latex
Agglutination Inhibition. Prinsip tes imunologik ini adalah berdasarkan terjadinya
reaksi imunologis kimiawi antara HCG dalam urine dengan antibodi HCG (anti
HCG)(Anonim e, 2008).
e. Alat dan Bahan
1) Alat
a) One step HCG Urine Pregnancy
b) Stopwatch
2) Bahan
b) Urine pasien
f. Cara Kerja
1) Alat dan bahan disiapkan
2) Strip test/ kaset dikondisikan terlebih dahulu dalam suhu ruangan.
3) Strip test/kaset dikeluarkan dari kantong aluminium.
4) Dengan mengikuti gambar, dicelupkan strip test dengan posisi panah
mengarah ke bawah ke dalam wadah urine. Jangan mencelupkan strip test
melampaui garis tanda (max line).
5) Didiamkan strip test/kaset selama 3 detik dalam wadah urine lalu diangkat
strip dan diletakkan pada permukaan yang bersih, kering, dan tidak
menyerap.
180
6) Ditunggu sampai timbulnya garis berwarna. Hasil positif tercepat akan
terlihat selama 40 detik, tetapi untuk memastikan hasil negative
membutuhkan waktu reaksi hingga 5 menit. Jangan membaca hasil setelah
10 menit.
Interpretasi hasil :
a) Positif : Muncul 2 garis warna pada garis “C” dan “T”.
b) Negatif : Muncul 1 garis warna pada garia “C”
g. Hasil Kegiatan
1) Hasil Kegiatan
Tanggal
HASIL PEMERIKSAAN
Positif Negatif
181
10 Maret 2014 - 2
11 Maret 2014 - 4
12 Maret 2014 - 3
13 Maret 2014 - -
14 Maret 2014 4 2
15 Maret 2014 - 6
16 Maret 2014 2 5
17 Maret 2014 1 8
18 Maret 2014 2 5
19 Maret 2014 - 5
20 Maret 2014 1 6
21 Maret 2014 2 3
22 Maret 2014 - 3
23 Maret 2014 - 4
24 Maret 2014 - -
25 Maret 2014 - 2
26 Maret 2014 1 5
27 Maret 2014 - 4
182
28 Maret 2014 2 2
29 Maret 2014 1 5
30 Maret 2014 - 4
31 Maret 2014 - -
1 April 2014 - 4
2 April 2014 - 4
3 April 2014 2 7
4 April 2014 - 3
5 April 2014 1 5
6 April 2014 - 5
7 April 2014 - 4
8 April 2014 2 2
9 April 2014 - 6
10 April 2014 1 6
11 April 2014 - 3
12 April 2014 - 3
Jumlah 20 130
183
2) Hasil Pemeriksaan
Zall/Poli : IRD
Nama : Mrs.R
Umur : Th
Kelamin : P
Tanggal : 25-03-2014
Hasil :
Pemeriksaan Hasil
PP Tes Negatif (-)
h. Permasalahan yang ditemui
Tidak ditemui adanya permasalahan pada pemeriksaan HCG ini karena proses
pengerjaan yang cenderung mudah.
i. Pembahasan
Pemeriksaan Prenosticon Planotes (PP Test) merupakan pemeriksaan
untuk menemukan adanya Human Chorionic Gonadotropin (HCG) dalam urine.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya kehamilan pada seorang
wanita.
Pemeriksaan PP Test di Laboratorium Patologi Klinik BRSU Tabanan
dilakukan dengan menggunakan metode strip test. Pemeriksaan metode strip test
ini adalah alat praktis yang cukup akurat untuk mendeteksi kehamilan pada tahap
awal yang menggunakan urine. Urine yang digunakan yaitu air seni pertama
184
setelah bangun pagi, karena konsentrasi hormon HCG pada saat itu tinggi dalam
urine.
Hasil pemeriksaan PPT ini dinyatakan positif ditandai dengan adanya dua
garis merah muda pada strip test. Jika negatif ditandai dengan adanya satu garis
warna merah muda. Dalam melakukan tes kehamilan dengan menggunakan
metode strip tes, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya
kondisi strip test yang digunakan, proses pengerjaaan pemeriksaan yang sesuai
dengan insert kit alat, kondisi sampel yang digunakan dan cara interpretasi atau
pembacaan hasil yang harus sesuai dengan insert kit pada alat.
185