Bab III Syarif
description
Transcript of Bab III Syarif
BAB III
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI
A. Pengkajian Fisioterapi
Pengkajian fisioterapi pada kasus Tennis elbow meliputi anamnesis yang
diikuti dengan pemeriksaan fisik dan gerak, pemeriksaan khusus, dan
pemeriksaanlain yang berhubungan dengan kondisi pasien yang dilakukan pada 7
Mei 2015 sebagai berikut:
1. Pemeriksaan subjektif
a. Anamnesis
Anamnesis merupakan pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab
dengan sumber data untuk mengetahui keadaan atau kondisi pasien. Dengan
anamnesis tersebut dapat diperoleh data-data yang dibutuhkan dalam
menentukan diagnosis dan terapi yang akan diberikan. Pada kasus ini dilakukan
anamnesis dengan metode auto anamnesis yaitu mengadakan tanya jawab secara
langsung kepada pasien. Anamnesis dibagi menjadi 2, yaitu :
1) Anamnesis umum
Anamnesis umum berisi identitas pasien yang meliputi (1) nama: Ny. U
B, (2) umur: 50 tahun, (3) jenis kelamin: perempuan, (4) agama: Islam, (5)
pekerjaan: ibu rumah tangga, (6) alamat: Minggiran,plawikan rt 1 rw 5 jogonalan ,
(7) No. Rekam Medis: 253493
15
15
2) Anamnesis khusus
Anamnesis khusus berisi tentang berbagai keterangan yang di dapat dari
pasien meliputi:
a) Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri pada kedua siku sisi luar
b) Riwayat penyakit sekarang
1bulan yang lalu pasien tiba-tiba mengeluh nyeri pada kedua siku.
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami trauma pada bagian siku kanan
maupun kiri. Nyeri yang dirasakan pasien bersifat berdenyut- denyut. Nyeri
semakin memberat ketika pasien mengangkat barang, menyapu, memasak,
menulis, mandi, serta mendorong benda. Nyeri berkurang ketika lengan dalam
posisi diam/ istirahat. Saat ini pasien sedang menjalani fisioterapi di RSUP dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten.
c) Riwayat penyakit dahulu
Dari anamnesis diketahui bahwa pasien tidak pernah mengalami trauma
sebelumnya. Pasien juga tidak pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya
sampai terjadi kondisi seperti ini.
d) Riwayat penyakit penyerta
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit penyerta. Tidak terdapat riwayat
penyakit hipertensi, jantung, serta diabetes mellitus.
16
e) Riwayat pribadi
Pasien merupakan ibu rumah tangga yang banyak melakukan aktivitas
memasak menyapu,mencuci. Pasien sering mendekorasi ulang rumah, sehingga
sering memindahkan barang – barang berat seperti lemari, meja, kursi.
f) Riwayat keluarga
Pasien tidak memiliki keluarga yang menderita tennis elbow sebelumnya.
b. Anamnesis sistem
Merupakan anamnesis yang ditujukan untuk mengetahui keadaan sistem
lain dalam tubuh pasien yang berhubungan dan mempengaruhi sistem yang
sedang mengalami gangguan. Di samping itu juga berguna untuk mengetahui
keadaan tubuh pasien secara keseluruhan. Pada kasus ini, di dapatkan hasil: (1)
bagian kepala dan leher, pasien tidak merasa pusing dan tidak merasa kaku pada
leher, (2) Kardiovaskuler, Pasien tidak mengeluh jantung berdebar-debar, (3)
Respirasi, pasien tidak memiliki keluhan sesak nafas. (3) Gastrointestinal, pasien
tidak merasa mual atau merasa ingin muntah, BAB lancar dan terkontrol dengan
baik.(4) Urogenital, pasien dapat mengontrol BAK dengan baik, BAK lancar. (5)
Musculoskeletal, Pasien merasakan nyeri pada kedua sikunya bagian luar, (6)
Nervorum, pasien tidak mengalami kesemutan pada kedua lengannya, terutama
daerah sikunya.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital,
inspeksi, palpasi, pemeriksaan gerak dasar, kemampuan fungsional, pemeriksaan
kognitif , intrapersonal, inter personal pasien.
17
a. Pemeriksaan tanda-tanda vital (vital signs)
Dari pemeriksaan vital sign diperoleh hasil yaitu (1) Tekanan darah:
120/70 mmHg, (2) Denyut nadi: 80 kali/menit, (3) Pernapasan: 25 kali/menit,
(4) Temperatur: 36,2 0C, (5) Tinggi badan: 150 cm, (6) Berat badan: 50 kg.
b. Inspeksi
Dari pemeriksaan inspeksi diperoleh hasil yaitu (1) Inspeksi statis keadaan
umum pasien baik, warna kulit pada siku dan lengan bawah sisi kanan dan kiri
pasien tidak mengalami perubahan, tidak tampak perbedaan bentuk lebih besar pada
lengan bawah sisi kanan dibanding sisi kiri(tidak terdapat oedema pada daerah siku
kanan maupun kiri.
(2) Inspeksi dinamis: pasien tampak menahan nyeri saat melakukan
gerakan pergelangan tangan ke arah flexi.
c. Palpasi
Pada pemeriksaan palpasi didapatkan hasil yaitu terdapat nyeri tekan pada
epicondylus humeri.
d. Perkusi
Pada pemeriksaan perkusi diperoleh hasil dalam batas normal.
e. Auskultasi
Pada pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil tidak ditemukan sputum.
18
3. Pemeriksan gerak dasar
a. Pemeriksaan gerak aktif
Pasien dapat menggerakan pergelangan tangan kanan maupun kiri ke arah
palmar flexi dan dorsal flexi dengan full ROM serta disertai nyeri. Pasien dapat
menggerakan pergelangan tangan kanan maupun kiri ke arah ulnar deviasi,radial
deviasi,pronasi,dan supinasi dengan full ROM namun tidak disertai rasa nyeri.
Pasien dapat menggerakan kedua sikunya ke arah fleksi dan ekstensi, pronasi dan
supinasi dengan full ROM serta disertai nyeri.
b. Pemeriksaan gerak pasif
Pergelangan tangan kanan maupun kiri pasien dapat digerakan ke arah
palmar flexi dan dorsal flexi dengan full ROM serta disertai nyeri. Pergelangan
tangan kanan maupun kiri pasien dapat digerakan ke arah ulnar deviasi,radial
deviasi,pronasi,dan supinasi dengan full ROM namun tidak disertai rasa nyeri.
Kedua siku pasien dapat digerakkan ke arah fleksi dan ekstensi, pronasi dan
supinasi dengan full ROM serta disertai nyeri.
c. Pemeriksaan gerak isometrik melawan tahanan
Pasien mampu menggerakkan kedua pergelangan tangannya ke arah
palmar flexi dan dorsal flexi dengan melawan tahanan moderat serta disertai rasa
nyeri pada epycondylus lateralis humeri kedua siku. Pasien mampu menggerakkan
kedua pergelangan tangannya ke arah palmar flexi dan dorsal flexi dengan
melawan tahanan maksimal serta disertai rasa nyeri pada epycondylus lateralis
humeri kedua siku. Pasien dapat menggerakan kedua sikunya dengan diberikan
19
tahanan moderat maupun maksimal ke arah fleksi dan ekstensi, pronasi dan
supinasi dengan full ROM serta disertai nyeri.
4. Pemeriksaan kognitif, intrapersonal, dan interpersonal
a. Kognitif
Pasien mampu menerima informasi dengan dan intruksi dari fisioterapi
dengan baik.
b. Intra personal
Pasien memiliki motivasi yang tinggi untuk sembuh.
c. Inter personal
Pasien memiliki kemampuan interpersonal yang baik. Pasien dapat
berinteraksi baik dengan orang lain. Pasien dapat berkomunikasi baik dengan
fisioterapis maupun dengan orang-orang disekitarnya.
5. Pemeriksaan kemampuan fungsional dan lingkungan aktifitas
Pemeriksaan ini meliputi:
a. Kemampuan fungsional dasar
Untuk mengetahui kemampuan dasar seseorang dalam melakukan aktifitas
fungsional dasarnya. Diperoleh hasil pasien mampu menggerakkan pergelangan
tangannya ke arah fleksi, ekstensi, radial deviasi, ulnar deviasi, pronasi, supinasi
secara aktif dengan full ROM. Pasien juga mampu menggerakkan kedua sikunya
ke arah fleksi, ekstensi, pronasi, supinasi secara aktif dengan full ROM.
20
b. Kemampuan fungsional
Pada kasus ini pasien mengalami keterbatasan dalam melakukan
kemampuan fungsionalnya seperti mandi, memasak, serta mengangkat benda
karena adanya rasa nyeri ( tidak nyaman ) pada daerah sekitar siku baik kanan
maupun kiri.
c. Lingkungan aktifitas
Pada pemeriksaan ini diperoleh hasil bahwa lingkungan aktifitas pasien
banyak dilakukan di rumahnya. Pasien keseharianya beradadi rumah dan bekerja
sebagai ibu rumah tangga.
6. Pemeriksaan spesifik
Pemeriksaan spesifik dilakukan untuk memeriksa hal-hal yang diperlukan
untuk menegakkan diagnosis ataupun menyusun tujuan dan tindakan fisioterapi.
Pemeriksaan yang dilakukan antara lain :
a. Pemeriksaan kekuatan otot (MMT)
Kanan Kiri
Siku Flexsor
elbow
5 5
Ekstensi
elbow
5 5
Pergelngan
tangan
Flexor 5 5
Ekstensor 5 5
Radial 5 5
21
deviator
Ulnar
deviator
5 5
Supinator 5 5
b. Pemeriksaan kekuatan otot (MMT)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya nyeri yang
dirasakan oleh pasien baik saat diam, ditekan, dan saat digerakkan. Adapun
peralatan yang diperlukan adalah blangko VAS.
Dimana prosedurnya adalah pengukur menunjukkan blangko VAS pada
pasien. Pengukur menjelaskan kepada pasien maksud dari blangko tersebut
dimana 0 adalah tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri tak tertahankan. Pasien
diminta untuk menunjuk skala nyeri sesuai dengan yang dirasakan pasien.
HASIL PEMERIKSAAN NYERI MENGGUNAKAN VAS
Jenis Nyeri Skala VAS (ka/ki)
Nyeri diam 20 mm
Nyeri tekan dengan cara menekan
epikondilus lateralis humeri
menggunakan jari telunjuk dan jari
tengah dengan kekuatan sedang
50 mm
Nyeri gerak aktif pada gerakan
ekstensi sendi pergelangan tangan
30 mm
22
c. Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi dengan Goniometer
Kanan kiri
Siku S 0-0-145 S 0-0-145
Pergelangan tangan S 50-0-55 S 50-0-60
F 20-0-25 F 20-0-25
R 90-0-80 R 90-0-80
B. Problematik Fisioterapi
Setelah dilakukan pemeriksaan maka didapat problematika fisioterapi
masalah Impairment pada pasien tennis elbow adalah (1) Terdapat nyeri diam,
nyeri tekan pada daerah sekitar siku baik kanan maupun kiri, serta nyeri gerak
pada kedua lengan pasien saat palmar flexi,dorsal flexi,radial deviasi,ulnar
deviasi,pronasi,supinasi.
C. Tujuan Fisioterapi
Berdasarkan diagnosa dan problematika fisoterapi maka tujuan terapi yang
diberikan adalah untuk mengurangi rasa nyeri yang merupakan primary problem.
D. Teknologi intervensi alternative
Modalitas atau intervensi yang dapat digunakan pada kasus tennis elbow
antara lain:
1. Ultrasound
23
Ultrasound therapy adalah suatu terapi menggunakan gelombang suara
dengan frekuensi lebih dari 20000 Hz. Ultrasound therapy menghasilkan efek
thermal dan non-thermal/biologis. Pengaruh kedua efek tersebut terhadap jaringan
yaitu mengurangi nyeri dan muscle spasm meningkatkan permeabilitas membran,
memperlancar metabolisme, meningkatkan sirkulasi, meningkatkan ekstensibilitas
jaringan lunak, dan meningkatkan kemampuan regenerasi jaringan (Sujatno, dkk,
2002).
2. Micro Wave Diathermy (MWD)
MWD merupakan suatu pengobatan dengan menggunakan stressor fisis berupa
energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak-balik frekuensi 2450 MHz
dengan panjang gelombang 12,25 cm (Sujatno, dkk, 2002). MWD lebih efektif pada
daerah yang superficial dan banyak mengandung cairan, cocok untuk mengobati kondisi
rheumatoid yang menyerang jaringan lunak dan sendi kecil, mengurangi nyeri, dan
meningkatkan suplai darah.
3. Infrared
Infrared merupakan pancaran gelombang elektromagnetik. Infrared
radiation mempunyai frekuensi 7 x 1014 – 400 x 1014 Hz dan panjang gelombang
700 – 15.000 nm. Efek terapeutik yang ditimbulkan dari pemberian Infrared
radiation adalah (1) mengurangi/menghilangkan rasa nyeri, (2) rileksasi otot, (3)
meningkatkan suplai darah, dan (4) menghilangkan sisa-sisa metabolisme
(Sujatno, dkk, 2002).
24
4. Friction
Friction merupakan bentuk manipulasi atau massage ringan pada satu titik
tertentu pada suatu jaringan dengan teknik gerakan sejajar, melintang atau sirkular
yang dilakukan dengan menggunakan jempol, jari tangan dan bisa juga
menggunakan siku. Friction umumnya ditujukan pada kapsul sendi, antara caput
dan capitas, otot dan ligament, serta otot dengan otot. Salah satu efek friction
adalah meningkatkan sirkulasi aliran darah pada daerah yang mengalami
kerusakan. Sehingga rasa nyeri dapat berkurang karena salah satu efek mekanisme
tersebut (Suharto,2000).
5. Terapi Latihan
Terapi latihan merupakan upaya penyembuhan yang terdiri dari gerak aktif
dan gerak pasif anggota gerak tubuh yang bertujuan untuk mengurangi oedema,
mengurangi nyeri, meningkatkan lingkup gerak sendi (LGS) dan kekuatan otot
serta meningkatkan kemampuan fungsional ( Kisner and Colby, 1996). Stretching
dan strengthening merupakan teknik terapi latihan yang berguna untuk
memelihara LGS dan meningkatkan fungsi bagian tubuh yang mengalami
gangguan.
E. Pelaksanaan Tindakan Fisioterapi
25
Pelaksanaan terapi pada pasien ini dilaksanakan sebanyak 3 x terapi yaitu
(1) T1 pada 7 Mei 2015, (2) T2 pada 11 Mei 2015 , (3) T3 pada 18 Mei 2015.
Pelaksanaan tindakan terapi meliputi:
Dari modalitas atau intervensi yang telah penulis uraikan di atas, penulis
memilih modalitas atau intervensi menggunakan ultrasound.
1. Ultrasound
a. Persiapan alat
Yang pertama kali harus dilakukan adalah mengecek kabel, tombol on-off,
posisi timer, dan intensitas harus dalam posisi nol. Selanjutnya mesin dites apakah
dalam keadaaan baik dan dapat mengeluarkan gelombang ultrasonik dengan cara
tranduser dipegang menghadap ke atas lalu diberi air pada permukaan tranduser
tersebut. Apabila mesin dalam keadaan baik maka ketika mesin dihidupkan dan
intensitas dinaikkan, air pada permukaan tranduser akan bergerak seperti
mendidih. Setelah melakukan pengecekan alat, kemudian persiapkan tissue dan
gel.
b. Persiapan pasien
Sebelum pemberian terapi dilakukan tes sensibilitas tajam-tumpul di
daerah lengan bawah. Apabila tidak terdapat gangguan sensibilitas tersebut berarti
indikasi untuk terapi ultrasound. Namun apabila terdapat gangguan sensibilitas
berarti kontra indikasi dan tidak boleh dilakukan terapi.
26
Pasien diposisikan senyaman mungkin dan rileks yaitu posisi duduk
memangku bantal. Untuk pemberian terapi tennis elbow posisi siku pasien fleksi
900 dan supinasi. Tangan yang akan diterapi harus terbebas dari pakaian dan
segala asesoris sehingga arus dapat masuk ke jaringan yang diharapkan. Posisi
terapis duduk di depan pasien. Pasien diberi penjelasan tentang tujuan terapi yang
diberikan dan juga rasa hangat yang akan pasien rasakan. Apabila pasien
merasakan seperti kepanasan yang berlebihan saat terapi berlangsung diharapkan
pasien langsung memberitahukan kepada terapis.
c. Pelaksanaan
Sebelum melakukan terapi dengan US, terapis memastikan kembali area
sakit yang dikeluhkan pasien untuk melokalisir area tersebut. Alat diatur
sedemikian rupa sehingga tangkai mesin dapat menjangkau lengan pasien yang
akan diterapi.
Area yang akan diterapi yaitu daerah tennis elbow diberi gel secukupnya
kemudian ratakan dengan tranduser. Atur intensitas, frekuensi, arus dan lama
terapi. Tranduser digerakkan secara sirkular dan diusahakan tetap kontak serta
tegak lurus dengan daerah yang diterapi. Selama proses terapi berlangsung, terapis
harus mengontrol panas yang dirasakan pasien. Apabila selama pengobatan rasa
nyeri dan ketegangan otot meninggi, dosis harus dikurangi dengan menurunkan
intensitas. Hal ini berkaitan dengan over dosis. Setelah terapi selesai, intensitas
diturunkan sampai nol, gel yang ada di area lengan bawah pasien dan tranduser
dibersihkan kemudian alat dirapikan seperti semula.
27
d. Dosis
Atur intensitas 1,5 W/cm2, frekuensi 3 Mhz, duty cycle 100 %, waktu 5
menit.
F. Edukasi
Edukasi yang diberikan antara lain (1) pasien menghindari atau membatasi
aktivitas yang menyebabkan peningkatan rasa nyeri yang berlebihan pada daerah
tennis elbow (3) pasien dianjurkan untuk tetap menggerakan lengan dan tangan
kanannya sebatas nyeri pasien secara aktif dengan tujuan memperlancar peredaran
darah.
G. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan kondisi pasien dan
tingkat keberhasilan program terapi yang diberikan. Parameter yang digunakan
sebagai alat evaluasi pada kasus ini antara lain:
1. Evaluasi derajat nyeri dengan VAS
T1 T2 T3
Kanan kiri kanan Kiri kanan kiri
Nyeri
diam
20 mm 20 mm 20 mm 20 mm 10 mm 10 mm
Gerak 30 mm 30 mm 20 mm 20 mm 20 mm 20 mm
Tekan 50 mm 50 mm 50 mm 40 mm 40 mm 40 mm
28
H. Pembahasan Hasil
Pasien dengan nama Ny. UB , usia 50 tahun, dengan diagnosis tennis elbow
bilateral setelah mendapat penanganan fisioterapi berupa ultrasound selama 3
kali, kini rasa nyeri yang dirasakan pasien sudah berkurang. Pasien sudah dapat
melakukan aktivitas fungsional sebagai ibu rumah tangga dengan lebih nyaman
karena nyeri sudah berkurang.
Berikut ini adalah hasil evaluasi yang dicapai pasien setelah mendapatkan
terapi:
1. Adanya penurunan nyeri
Nyeri diam yang awalnya bernilai 20mm berkurang menjadi nilai 10mm
pada akhir terapi ketiga. Nyeri tekan pada akhir terapi berkurang dari 50mm
menjadi nilai 40mm. Pengurangan derajat nyeri gerak juga terjadi dari awal
pemeriksaan sampai terapi ketiga (T3),yaitu derajat nyeri gerak berkurang dari
30mm menjadi 20mm.
Ultrasound menghasilkan efek terapeutik yang diperoleh dari pengaruh
thermal dan non-thermal pada jaringan tubuh. Dosis terapi ultrasound yang
digunakan adalah frekuensi sebesar 3 Mhz, intensitas 1,5 W/cm2, duty cycle 100%
dan waktu terapi 5 menit .
Low, 2000 menyebutkan efek thermal ultrasound (US) menyebabkan
terjadinya pengurangan nyeri. Adanya stimulus thermal merangsang serabut saraf
afferen berdiameter besar yang akan memberikan efek analgesik melalui
mekanisme gate control (biasa disebut dengan peran counter-irritation).
29
Mekanisme gate control terjadi karena terangsangnya serabut saraf afferen
berdiameter besar akan mengaktifkan substansia gelatinosa. Apabila substansia
gelatinosa aktif, gerbang menutup sehingga rangsang nyeri terhenti atau tidak
diteruskan ke pusat. Pengaruh terhadap saraf lainnya adalah terjadinya
peningkatan ambang rangsang nyeri dan menurunkan kecepatan konduktivitas
saraf sensorik serta motorik.
Selain mengurangi nyeri melalui aktivitas saraf, stimulus thermal US juga
akan merangsang pelepasan histamine yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi
pembuluh darah. Terjadinya vasodilatasi pembuluh darah akan meningkatkan
sirkulasi sehingga zat-zat pengiritasi (faktor P) akan dibawa menjauhi jaringan
dan nyeri menjadi berkurang (Low, 2000).
Efek non-thermal US berupa micro massage menyebabkan adanya variasi
tekanan di dalam jaringan. Dengan adanya variasi tekanan dalam jaringan,
diharapkan timbul micro tissue damage yang memacu proses inflamasi fisiologis
secara lebih tertata dan mempercepat terjadinya penyembuhan/regenerasi jaringan
yang mengalami peradangan sehingga nyeri, kesemutan, dan rasa tebal berkurang
(Sujatno, 2002).