BAB III SOLUSI BISNIS - Perpustakaan Digital...
Transcript of BAB III SOLUSI BISNIS - Perpustakaan Digital...
BAB III
SOLUSI BISNIS
Untuk mengatasi permasalahan dalam meningkatkan efektivitas mesin di
Departemen Mijas PT. Pindad, maka melakukan perawatan mesin merupakan solusi yang
tepat. Cara yang paling efisien untuk mengendalikan efektivitas mesin adalah dengan
perawatan (maintenance), karena perawatan dapat mencegah excessive deterioration dari
sistem. Sehingga untuk memecahkan masalah di Divisi Mijas harus diterapkan metoda
perawatan mesin yang tepat.
3.1. Alternatif Solusi Bisnis
Perawatan mesin selama ini masih dianggap sebagai sumber biaya, karena lebih
banyak biaya yang keluar dari pada manfaatnya. Menurut survey mengindikasikan biaya
perawatan menghabiskan 14% sampai 25% dari biaya produksi16. Namun saat ini banyak
perusahaan yang melakukan peningkatan produktivitas mulai menyadari manfaat dari
perawatan mesin, karena 60% dari biaya perawatan tersebut dapat dikontrol17.
Perusahaan-perusahaan yang melakukan manajemen perawatan mesin umumnya
melakukan sistem perawatan terdiri dari :
1. Kegiatan perawatan pencegahan (preventive maintenance)
Kegiatan perwatan yang dilakukan sebelum terjadinya kerusakan. Tujuan perawatan
ini adalah mencegah terjadinya kerusakan yang tidak terduga dan untuk menemukan
kondisi yang dapat menyebabkan sistem mengalami kerusakan pada waktu digunakan
dalam proses produksi. Tindakan perawatan pencegahan dapat diklasifikasikan
menurut berbagai metode (Gertsbakh, 1977:12). Salah satu cara
mengklasifikasikannya adalah berdasarkan pada sifat statistik dari sistem atau elemen
yang menjadi kajian.
16 Bruce Hawkins, Timothy C. Kister, 2006:30 17 William W. Cato, R. Keith Mobley, 2001: 2.
SOLUSI BISNIS
2. Kegiatan Perawatan perbaikan (corrective maintenance)
Perawatan yang dilakukan setelah terjadinya kerusakan atau sistem tidak dapat
berfungsi dengan baik.. Tindakan yang diambil tergantung jenis kerusakan mesin
seperti : penggantian (correction), perbaikan kecil (repair), perbaikan besar
(overhaul).
Klasifikasi di atas dapat dikembangkan lagi dalam beberapa jenis, secara jelas dapat
dilihat dari skema berikut ini :
• Perwatan terencana adalah jenis perawatan yang sudah diorganisir, dilakukan
sesuai jadwal pengendalian dan pencatatan.
• Running maintenance adalah perawatan yang dilakukan sementara mesin masih
dalam kondisi sedang digunakan.
• Shoutdown maintenance adalah perawatan yang hanya dilakukan pada saat mesin
benar-benar mati karena rusak, akan tetapi kerusakan itu telah diperkirakan
sebelumnya.
• Emergency maintenance adalah jenis perawatan yang bersifat perbaikan terhadap
kerusakan yang belum diperkirakan sebelumnya, jenis perawatan ini adalah yang
paling mudah karena tidak dilakukan rencana sebelumnya, tetapi perawatan jenis
ini akan lebih menimbulkan kesulitan di kemudian hari, baik dari segi biaya dan
juga tidak adanya kesiapan data.
Klasifikasi di atas dapat dikembangkan lagi dalam beberapa jenis, secara jelas dapat
dilihat dari Gambar 3.1.
3. Total Productive Maintenance (TPM)
Sistem ini merupakan suatu pendekatan yang inovatif dalam maintenance dengan
cara mengoptimasi keefektifan peralatan, mengurangi/menghilangkan kerusakan
mendadak dan partisipasi operator produksi. Kata Total dalam Total Productive
Maintenance mengandung arti :
• Total effectiveness, menunjukkan tujuan TPM untul efesiensi ekonomi dan
mencapai keuntungan.
• Total maintenance sistem, meliputi sistem perawatan pada Gambar 3.1.
46
SOLUSI BISNIS
• Total participation of all employee,meliputi autonomous maintenance oleh
operator melalui small group activities.
Gambar 3.1 Klasifikasi Perawatan Mesin
Secara sederhana pendekatan ini bertujuan :
• Maksimasi efektivitas peralatan keseluruhan (Overall Equipment Effectiveness)
• Menerapkan sistem perawatan preventif dalam rentang waktu umur suatu
peralatan.
• Melibatkan seluruh personil, mulai dari manajemen puncak hingga pekerja shop
floor.
Jenis-jenis perawatan yang telah disebutkan dapat diterapkan perusahaan jika faktor-
faktor yang mendukungnya terpenuhi, yaitu :
1. Adanya tenaga pelaksana perawatan yang mempunyai keterampilan cukup.
2. Tersedianya prasarana fasilitas perawatan yang memadai.
3. Adanya ketersediaan komponen pengganti pada saat yang dibutuhkan, baik pada saat
perawatan pencegahan ataupun perawatan perbaikan.
47
SOLUSI BISNIS
Deskripsi proses bisnis Divisi Mijas pada bab sebelumnya, memperlihatkan ketiga hal di
atas telah terpenuhi walupun dalam pelaksanaannya belum optimal.
3.2 Analisis Solusi Bisnis
Berdasarkan pada pendekatan sistem perawatan di atas, maka penulis memilih
pendekatan TPM untuk meningkatkan efektivitas mesin di Divisi Mijas karena beberapa
alasan, yaitu :
1. Sistem perawatan preventif dan korektif yang telah diterapkan PT. Pindad (Gambar
1.8).
2. Struktur organisasi yang mendukung
Hasil restrukturisasi PT. Pindad yang dilakukan sejak tahun 1996 telah merubah
struktur organisasi dari pembagian menurut proses menjadi struktur berdasarkan
produk (Gambar 1.1). Struktur organisasi ini membuat terjadinya hubungan antara
bagian produksi dan pemeliharaan mesin.
Gambar 3.2 Hubungan Antara Departemen Produksi dan Pemeliharaan Mesin
Hasil wawancara dan pengamatan di Departemen permesinan dan Departemen
Pemeliharaan Mesin Divisi Mijas menyimpulkan, struktur organisasi (Gambar 1.2)
memberi keuntungan/kemudahan bagi mereka seperti :
1. Teknisi pemeliharaan lebih mudah dihubungi.
2. Waktu untuk inspeksi/traveling mesin lebih sedikit bagi teknisi pemeliharaan mesin.
3. Meningkatnya hubungan antara karyawan produksi dan pemeliharaan mesin.
48
SOLUSI BISNIS
Berdasarkan pendekatan faktor-faktor pendukung diatas, maka dalam melakukan
peningkatan efektivitas mesin ini diperlukan langkah-langkah proses penelitian (Gambar
3.3).
Gambar 3.3 Digaram Alir Penelitian
3.3. Identifikasi Sistem Perawatan di Divisi Mijas PT. Pindad
Sistem konseptual secara teoritis berfungsi sebagai suatu sistem yang ideal dan
menjadi acuan analisis sistem nyata di perusahaan. Bab I telah menerangkan kegiatan
perawatan di PT. Pindad khususnya Divisi Mijas, dari penggambaran sistem nyata
tersebut dapat diketahui perfomansinya dan kendala-kendala aplikasi kegiatan perawatan.
Karakteristik failure (kerusakan) dalam kegiatan perawatan di PT. Pindad
mempunyai arti keadaan saat mesin tidak dapat atau kurang maksimal melakukan fungsi
permesinan dalam waktu yang tidak terencana atau mendadak. Kejadian kerusakan ini
dapat disebabkan oleh kualitas produk dan parameter mesin. Kesimpulan karakteristik
49
SOLUSI BISNIS
tersebut didapat dari hasil wawancara dengan staff Departemen permesinan dan
Departemen Pemeliharaan Mesin Divisi Mijas.
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan mulai tahun 2004 sampai 2006,
sesuai dengan perubahan kebijakan perusahaan yaitu 4 tahun sekali yang dituangkan
dalam RKAP PT. Pindad tahun 2004 - 2008.
3.3.1. Identifikasi Objek Penelitian
Hasil identifikasi lingkungan Divisi Mijas seperti jumlah dan jenis mesin yang
bervariasi serta keterbatasan data, mengakibatkan perlunya pemilihan mesin kritis pada
analisis efektivitas manajemen perawatan. Hasil analisis mesin kritis ini nantinya dapat
mewakili dan diterapkan pada mesin lainnya, sehingga pada akhirnya mempengaruhi
kinerja peroduksi divisi secara keseluruhan.
Mesin yang merupakan objek penelitian merupakan mesin CNC Sincom E 32 K
(CNC 5 Axis) yang digunakan untuk proses produksi produk jenis logam dengan tingkat
kompleksitas dan akurasi yang tinggi. Mesin ini didesain untuk melakukan proses
milling, boring, lathe, profiling, tapering dan pocketing pada benda kerja. Di Departemen
Permesinan terdapat 3 unit mesin dengan jenis ini.
Mesin yang akan diamati adalah mesin CNC Sincom E 32 K yang merupakan
mesin yang dianggap kritis oleh pihak perusahaan, dalam hal ini Departemen
Permesinan. Dasar pemilihan mesin ini adalah sebagai berikut :
1. Mesin cukup penting dalam lintas produksi.
2. Harga komponen mesin mahal.
3. Saran dari pihak perusahaan untuk meneliti mesin CNC Sincom E 32 K sebagai
bahan penelitian. Pihak produksi menggangap akan terjadi hambatan dalam
pencapaian target produksi bila mesin ini.
3.3.2. Deskripsi Umum Mesin CNC Sincom E 32 K
Mesin CNC ini terpasang di PT. Pindad pada tahun 1989. Mesin jenis CNC saat
itu merupakan seseatu yang baru bagi personil perawatan maupun operator maka mesin
tidak bisa bekerja secara optimal karena sering mengalami breakdown sementara utilisasi
mesin sangat rendah. Selain itu sistem perawatan baru bisa berjalan tahun 90-an,
sehingga catatan mengenai sejarah rinci dari mesin pada kurun waktu tersebut tidak ada.
50
SOLUSI BISNIS
Mesin Sincom E32K yang menjadi tinjauan dalam penelitian ini adalah mesin
CNC 5 axis yang merupakan gabungan dari dua bagian besar kelas komponen, yaitu :
1. Mekanik
Bagian mekanik yang merupakan bagian dari mesin yang melakukan kerja
permesinan. Bagian ini merupakan bagian inti yang berasal dari perusahaan Sincom.
2. Kontrol
Bagian kontrol terdiri dari alat kontrol dan pemograman mesin yang berasal dari
perusahaan Fanuc.
Bagian Mekanik memiliki motor penggerak dan bagian-bagian yang berfungsi sebagai
proses permesinan. Semua kegiatan tersebut dikontrol dari bagian pemograman. Bagian
kontrol ini terdapat alat-alat elektronik yang merupakan bagian dari sistem kontrol
otomatis mesin tersebut, pada bagian ini juga terdapat sistem pemograman komputer
Sincom E32K. Mesin CNC 5 axis ini secara keseluruhan mempunyai ribu-an komponen
baik yang berhubungan dengan fungsi mekanik maupun berhubungan dengan fungsi
kontrol.
3.4. Pengumpulan dan Pengolahan Data Mesin CNC Sincom E32K
Pengumpulan data dilakukan mulai tahun 2004 sampai 2006 (Lampiran A), yang
berasal dari dokumen Departmen Pemeliharaan Mesin Divisi Mijas PT. Pindad. Bagian
administrasi melakukan rekapitulasi laporan kegiatan perawatan mesin di lantai produksi
setiap satu tahun sekali. Hasil laporan tersebut merupakan bahan evaluasi dan acuan pada
bagian produksi dan perawatan. Hasil rekapitulasi ini berupa dokumen perawatan seperti
laporan kegiatan perawatan preventif, Work Order (WO). Yang berisi :
1. Jenis mesin
Obyek pemecahan masalah dalam penelitian ini merupakan data-data historis dari
mesin Mesin Sincom E32K (CNC 5 axis) di Departemen Permesinan.
2. Tanggal dan jam kerusakan mesin.
51
SOLUSI BISNIS
Data ini secara umum menggambarkan waktu berhentinya proses produksi mesin
secara mendadak maupun terencana di lantai produksi.
3. Jenis kegiatan perawatan.
Kegiatan-kegiatan perawatan yang telah dilakukan seperti perawatan preventif (PM),
perawatan korektif (BM). perawatan berdasarkan kondisi peralatan (CM).
4. Kegiatan perawatan
Kegiatan ini dilakukan oleh bagian pemeliharaan mesin yang dimulai dari waktu
kedatangan teknisi, proses identifikasi sumber kerusakan mesin, persiapan alat bantu
dan komponen pengganti, pelaksanaan proses perawatan sampai mesin dapat
beroperasi kembali oleh operator. Data-data yang diperoleh dari kegiatan ini terdiri :
• Tanggal dan jam dilakukan perawatan.
• Tanggal dan jam selesai perawatan.
• Tanggal dan jam penerimaan mesin kepada operator.
Data-data tersebut menjadi bahan pengolahan dan analisis data, seperti :
1. MTBF (Mean Time Between Failure) diperoleh dari waktu terjadinya kerusakan.
2. MTTR (Mean Time to Repair) diperoleh dari waktu kegiatan repair.
3. MPMT (Mean PM Time) dan MTBPM (Mean Timen Between PM) diperoleh dari
waktu kegiatan perawatan PM.
Deskripsi dari kegiatan waktu perawatan dapat di lihat pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Waktu Kegiatan-kegiatan Perawatan
Data MTBF yang didapat pada Tabel 3.2 perlu dilakukan pengujian statistik, sementara
data-data yang lain hanya dilakukan estimasi mean (Tabel 3.1).
52
SOLUSI BISNIS
3.4.1. Penentuan Parameter Distribusi Kerusakan Mesin CNC Sincom E 32 K
Data-data yang dikumpulkan tersebut diperlukan untuk analisis kuantitatif
kegiatan perawatan, terutama MTBF dengan melakukan Goodness of fit. Pengujian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah data-data tersebut berasal dari satu populasi yang
sama dan jenis distribusi dari kerusakan yang terjadi. MTBF pada tabel akan membentuk
suatu pola distribusi tertentu, dimana distribusi tersebut dapat menggambarkan frekuensi
kemampuannya terhadap waktu operasinya. Distribusi hipotesis dari MTBF dalam
goodness of fit adalah distribusi Weibull, dua parameter, distribusi ini dapat mewakili
sebagian besar karakteristik peralatan (Jardine, 1973:17).
Tabel 3.1 Rekapitulasi Parameter Kerusakan Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 -
2006
Parameter (jam) Mesin Tahun MDT MTBF Frekuensi MTTR F MPMT MTBPM
2004 793,34 537,97 14 7,47 10,13 34592005 1390,75 449,64 18 15,04 16,38 4071,83Ms 1 2006 477,63 487,34 19 3,41 21 5171,942004 375,72 375,75 19 2,33 6,90 2207,882005 413,75 593,65 15 4,53 8,25 4295,75Ms 2 2006 882,58 676,23 12 5,13 8,15 5065,832004 336,17 966,61 7 7,60 7,00 42002005 678,33 1233,57 7 15,62 7,15 2856Ms 3 2006 333,41 948,54 9 2,81 7,56 2856
Pengujian Goodness of Fit yang digunakan adalah Uji S-Mann yang
dikembangkan oleh Mann, dengan rumus :
∑
∑−
=
+
−
+=
+
−
+
= 1
1
1
1
12
1
r
i i
ii
r
ri i
ii
MXX
MXX
S
Data kerusakan mesin merupakan distribusi Weibull dua parameter apabila S < Sα,
dimana Sα merupakan indeks dari Tabel S statistik (Lampiran C).
53
SOLUSI BISNIS
Tabel 3.2 Data Waktu Antar Kerusakan CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 - 2006
2004(jam) 2005(jam) 2006(jam) 2004(jam) 2005(jam) 2006(jam) 2004(jam) 2005(jam) 2006(jam)1 44,25 47,5 70,9 54 130 105,75 209,5 216 492,52 125,5 48 93,75 71,5 137,75 130,25 220,5 336 580,833 198 103,5 97 79 157 246 346,25 1008 624,54 266 104 108,25 79,75 167 311,75 828,5 1114,67 6265 343,75 146,5 143,5 96 221 323 986,75 1626,5 791,176 350,2 229 144,5 96 264,5 393,5 1346 2136 791,57 384 249,75 145 107 431,75 405,5 2828,75 2197,83 9848 384 359,75 216 142 432,5 497 14409 424,25 409 256,75 192 471 1293,75 2206,3310 430,75 448 288 215 526,5 177511 491,5 449,6 296 289,25 529 195712 958 485,5 384,5 384 79613 1241 496 433,6 451,58 875,7514 1890,33 499,25 588,75 569,5 126715 606,9 818,5 594,25 249816 743 855,5 646,517 1326 1034,5 846,7518 1342,25 1079,5 954,5819 2205 1270,5
Ms 1 Ms 2 Ms 3 Tahun No
3.4.2. Penentuan Parameter Distribusi Weibull
Berdasarkan hasil kesesuaian distribusi pada proses sebelumnya, maka dapat
diketahui parameter distribusi Weibull dua parameter. Distribusi weibull mempunyai
parameter yang terdiri parameter skala α yang disebut parameter umur karakteristik, dan
parameter bentuk β atau parameter weibull slope.
Penaksiran besarnya parameter α dan β dapat dilakukan dengan cara regresi linier
(Miller, 1977:465-469), dengan pendekatan metode harga tengah atau median (50%).
Pengujian ini merupakan pengembangan metode pengujian chi-square khusus untuk
menguji kesesuaian data distribusi weibull dengan dua parameter, dengan karakteristik
data dengan sampel yang kecil (≤ 25 data), data tidak lengkap, dan distribusi yang tidak
simetris. Hasil perhitungan parameter α dan β pada tabel 3.3, didapat dari rumus :
N
Xb
N
Ya
r
ii
r
ii ∑∑
== −= 11
54
SOLUSI BISNIS
∑ ∑
∑ ∑ ∑
= =
= = =
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛−
−=
r
i
r
iii
r
i
r
i
r
iiiii
XXN
YXYXNb
1
2
1
2
1 1 1.
Dengan diketahuinya nilai kedua konstanta a dan b maka parameter distribusi Weibull
dua parameter dapat ditentukan sebagai berikut :
α = exp (a) β = 1/b
Parameter α dan β sesuai fungsinya dapat mewakili karakteristik waktu antara kerusakan
mesin pada area pekerjaan yang diteliti.Hasil perhitungan parameter distribusi weibull
dua parameter dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Parameter Distribusi Weibull
α β α β α β2004 570,5504 1,26598 372,38 1,2284 1010,86 1,15642005 481,40 1,204688 597,23 1,4150 1414,72 1,22542006 471,03 1,25800 677,70 1,2234 1032,91 2,5800
Mesin tahun
Ms 1 Ms 2 Ms 3
Tabel 3.3 menunjukkan nilai β> 1 untuk setiap mesin, ini menandakan laju kerusakan
meningkat seiring bertambahnya waktu (Jardine, hal.16). Gambar 3.5 memperlihatkan
mesin-mesin di Divisi Mijas berada pada “wear out region”, yang mengisyaratkan
berakhirnya masa pakai dari mesin dan kurangnya perawatan. Bila suatu alat telah
memasuki tahap ini, maka harus dilakukan perawatan preventif untuk mengurangi
kemungkinan kerusakan yang fatal di masa yang akan datang.
Sumber : jardine, 1973: 22
Gambar 3.5 Kurva laju kerusakan
55
SOLUSI BISNIS
3.4.3. Penentuan Keefektifan Mesin CNC Sincom E 32 K (OEE)
Proses ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas penggunaan mesin melalui
pendekatan kuantitaif. Hasil prosesnya berupa indeks efektivitas mesin yang berfungsi
sebagai benchmark untuk memperbaiki dan mendeteksi masalah-masalah yang ada di
lantai produksi18. Masalah-masalah tersebut dikategorikan berdasarkan pengaruhnya
pada tiga ukuran perfomansi, seperti :
1. Availability (tingkat pengoprasian)
Availability merupakan rasio dari lama waktu suatu mesin benar-benar digunakan
terhadap lama waktu mesin tersebut ingin digunakan. Availability berbeda dengan
utilitas,karena merupakan suatu ukuran sejauh mana mesin tersebut berfungsi saat
diperlukan.
2. Perfomance Rate (tingkat perfomansi)
Tingkat perfomansi adalah rasio dari apa yang sebenarnya dengan apa yang
seharusnya pada suatu perode tertentu atau dengan kata lain perbandingan tingkat
produksi aktual dengan tingkat produksi yang diharapkan (dari desain awalnya).
3. Quality Rate (tingkat kualitas)
Tingkat kualitas menunjukkan jumlah produk yang dapat diterima per-total produk
yang dihasilkan.
Berdasarkan Japan Institute Of Plant Maintenance (JIPM) ke-tiga ukuran di atas
diterjemahkan dalam persamaan Overall Equipment Effectiveness (OEE) :
Overall Equipment Effectiveness (OEE) = Availability x Performance x Quality Product
(Tingkat Efektivitas Fasilitas ) = (Rasio Waktu Operasi) x (Tingkat Kecepatan Operasi )
x (Tingkat Kualitas Produk)
JIPM menetapkan batasan ideal dari indeks OEE berdasarkan pengalaman perusahaan-
perusahaan yang berhasil menerapkan TPM, berupa :
• Availabilty > 90%
• Perfomance > 95%
• Quality Product > 99%
18 Peter Wilmots, Dennis McCrathy, 2001:7
56
SOLUSI BISNIS
Sehingga OEE yang ideal adalah :
0.90 x 0.95 x 0.99 x 100% = 85%
Persamaan OEE di atas diperoleh dengan memperhitungkan six big losses seperti pada
Gambar 3.6
%100xeLoadingtim
downtimeeLoadingtimtyAvailabili −=
%100xeLoadingtim
mountprocessedacycletimelTheoreticaPerfomance ×=
%100
Pr
xmountprocesseda
ntdefectamoumountprocessedaoductityRateofQual
−=
Sumber : Siichi Nakajima, 1988 ::25
Gambar 3.6 Perhitungan Tingkat Keefektifan Fasilitas (OEE)
Pengolahan data mengenai keefektifan mesin agar dapat diterapkan memerlukan
penyesuaian dengan kondisi perusahaan, sehingga untuk memudahkan proses
perhitungan diperlukan data-data dari bagian produksi Departemen Permesinan. Data-
data tersebut merupakan mengenai produk dari masing-masing mesin yang diteliti, yang
berisi :
1. Produk hasil produksi masing-masing mesin
Mesin CNC Sincom E 32 K memproduksi produk yang bervariasi karena sifatnya job
order.
2. Waktu teoritis produk sebagai waktu standar manufacturing.
57
SOLUSI BISNIS
3. Waktu Proses aktual masing-masing produk yang meliputi waktu proses total.
4. Kualitas produk
Kualitas produk ini berupa error yang diakibatkan oleh kinerja mesin.
Data-data di atas dapat dilihat pada Tabel 3.6 berupa hasil rekapitulasi parameter
produksi masing-masing mesin setiap tahunnya, akibat kebijakan perusahaan mengenai
rahasia data produksi.
Tabel 3.4 Rekapitulasi Waktu Teoritis dan Aktual Produk Mesin CNC Sincom E 32 K
Tahun 2004 – 2006
Mesin Tahun Waktu Teoritis (jam)
Waktu Aktual (jam)
Defect Time(jam)
Jumlah Produk (Unit)
2004 6025,53 6228,44 0,00 376 2005 4281,43 4588,05 6,16 260 Ms 1 2006 6641,7 7152,22 0,00 305 2004 6891,57 7362,01 0,00 161 2005 5978,33 6419,71 0,00 216 Ms 2 2006 5551,53 5983,71 22,44 297 2004 6757,17 7193,03 0,00 230 2005 5415,94 5728,85 67,76 165 Ms 3
2006 7634,44 7954,81 58,11 362
Proses Pengukuran OEE mesin CNC Sincom E 32 K adalah dengan
menjumlahkan seluruh nilai data per-tahun untuk masing-masing kriteria. Berdasarkan
rumus perhitungan OEE, kriteria dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Availability
Availability =Total Loading time – Total Downtime
Total Loading time X 100%
Total loading time dihitung dari total waktu proses aktual + total downtime. Hal ini
disebabkan loading time untuk setiap tahun dan tiap mesin berbeda (sesuai beban
produksi), sehingga untuk rumus availability menjadi :
58
SOLUSI BISNIS
Availability =Total Waktu Proses Aktual (90%) + Total Downtime
X 100%(Total Waktu Proses Aktual (90%) + Total Downtime) – Total Downtime
=Total Waktu Proses Aktual (90%) + Total Downtime
X 100%Total Waktu Proses Aktual (90%)
Total downtime dihitung dari total downtime setahun + Total waktu setup. Waktu
setup diasumsikan 10% dari total waktu proses aktual.
2. Perfomance
Perfomance =Total Waktu Proses Teoritis
Total Waktu Proses Aktual X 100%
Total waktu proses teoritis didapat dengan menjumlahkan seluruh waktu teoritis dari
masing-masing produk dalam setahun. Total waktu ini terdiri dari waktu proses
(90%) dan waktu setup (10%).
Total waktu proses aktual didapat dengan menjumlahkan seluruh waktu aktual dari
masing-masing produk dalam setahun. Total waktu ini terdiri dari waktu proses
(90%) dan waktu setup (10%).
3. Quality
Rate Of Quality Product =Total Produk – Total Produk Reject
Total Produk X 100%
Total produk dihitung berdasarkan total waktu proses aktual dari seluruh produk yang
di hasilkan. Sementara Total produk reject dihitung berdasarkan waktu proses aktual
dari produk yang reject akibat error mesin. sehingga untuk rumus availability
menjadi :
Rate of Quality Product =Total Waktu Proses Aktual – Total Waktu Proses Produk Reject
Total Waktu Proses AktualX 100%
Proses perhitungan untuk OEE berdasarkan rumus di atas dilakukan dengan
mengalikan ketiga kriteria. Hasil pengolahan data ini dapat dilihat pada tabel overall
equipment effectiveness mesin CNC Sincom E 32 K.
59
SOLUSI BISNIS
Gambar 3.7 OEE Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 - 2006
3.5. Analisis Prinsip-prinsip Efektivitas Mesin
Tujuan pembagian analisis ini adalah untuk melihat apakah perfomansi sistem
perawatan yang ada sudah efektif atau belum. Pendekatan analisis sistem dilakukan
dengan pendekatan 3 bagian prinsip TPM yaitu :
1. Total effectiveness,
Gambar 3.6 memperlihatkan breakdown merupakan masalah utama pada utilisasi
mesin.Breakdown mesin dapat menyebabkan pemborosan berupa peningkatan reject
produk, dan biaya produksi. Berdasarkan hal tersebut diperlukan sistem pencegahan
breakdown dalam sistem perawatan berupa analisis dan tindakan pencegahan.
2. Total maintenance
Sistem ini terdiri maintenance prevention (MP) dan preventive maintenance (PM),
dan maintainability improvement (MI) yang masing-masing mempunyai fungsi agar
mesin tetap berfungsi sesuai spesifikasi dan kapasitasnya saat digunakan. Sistem MP
sangat berguna untuk perancangan peralatan sehingga alat tersebut bebas perawatan.
Perancangan perlatan ini diperoleh dari data-data kegiatan produksi di perusahaan
kemudian data tersebut menjadi feed back bagi produsen mesin untuk merancang
peralatan yang sesuai dengan kondisi penggunanya. Proses MP dalam manajemen
perawatan di PT. Pindad belum dilaksanakan akibat keterbatasan sumber daya,
sehingga analisis proses MP tidak dilakukan dalam penelitian ini.
60
SOLUSI BISNIS
61
Proses PM yang menjadi bagian dalam total maintenance system lebih difokuskan
pada kegiatan manajemen perawatan yang telah dilakukan PT. Pindad seperti
perawatan periodik. Analisis PM yang dilakukan berupa perawatan preventif dengan
parameter MTBF (Mean Time Between Maintenance), sebagai hasil kegiatan
penggunaan mesin. Perawatan preventif ini berupa analisis efektivitas kegiatan
perawatan dengan melihat interval waktu perawatan yang telah ada (MTBPM : Mean
Time Between Preventive Maintenance) sesuai dengan MTBF yang terjadi. Agar
sesuai dengan data-data yang ada di perusahaan, maka analisis interval perawatan
preventif diarahkan pada minimasi downtime. Analisis MI meliputi analisis MTTR
(Mean Time To Repair) dan kegiatan perbaikan pada mesin rusak, karena MI
bertujuan untuk meminimasi waktu perbaikan.
3. Total participation of all employee.
Sistem partisipasi secara menyeluruh merupakan pendekatan pada faktor manusia
seperti self initiated maintenance atau autonomous maintenance. Operator mesin di
lantai produksi turut serta dalam kegiatan perawatan mesin. PT. Pindad selama ini
telah menerapkan 5R sebagai penunjang kegiatan perawatan mandiri, di samping
stuktur organisasi yang memungkinkan kerjasama antara bagian produksi dan
pemeliharaan mesin.
Tahun Loading Time
(jam) Downtime (jam) Tot Waktu Proses
Teoritis(jam) Tot Waktu Proses
Aktual(jam) Defect
Time(jam) Avability(%) Perfomance(%) Quality(%) OEE(%)
2004 7529,2 1055,47 6757,17 7193,03 0 85,98 93,9 100 80,77 2005 6407,18 1251,22 5415,94 5728,85 67,76 80,5 94,5 98,8 75,18 2006 8288,22 1128,89 7634,44 7954,81 58,11 86,4 95,97 99,3 82,29
Tahun Loading Time
(jam) Downtime(jam) Tot Waktu Proses Teoritis(jam)
Tot Waktu Proses Aktual(jam)
Defect Time(jam) Avability(%) Perfomance(%) Quality(%) OEE(%)
2004 7737,73 1111,921 6891,57 7362,01 0 85,6 93,6 100 80,16 2005 6833,46 1055,721 5978,33 6419,71 0 84,5 93,1 100 78,74 2006 6866,29 1480,954 5551,53 5983,71 22,44 78,4 92,8 99,6 72,49
Tahun Loading Time
(jam) Downtime (jam) Tot Waktu Proses
Teoritis(jam) Tot Waktu Proses
Aktual(jam) Defect
Time(jam) Avability(%) Perfomance(%) Quality(%) OEE(%)
2004 7021,78 1416,18 6025,53 6228,44 0 79,8 96,7 100 77,23 2005 5978,80 1849,55 4281,43 4588,05 6,16 69,1 93,3 99,87 64,36 2006 7629,85 1192,85 6641,7 7152,22 0 84,4 92,9 100 78,34
62
Tabel 3.5 Overall Equipment Effectiveness Mesin 1 CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 - 2006
Tabel 3.6 Overall Equipment Effectiveness Mesin 2 CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 - 2006
Tabel 3.7 Overall Equipment Effectiveness Mesin 3 CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 - 2006
SOLUSI BISNIS
Hasil analisis-analisis di atas dapat menjadi acuan untuk perbaikan dan perancangan
sistem kegiatan perawatan. Gambar 3.8 menerangkan langkah-langkah analisis
peningkatan efektivitas mesin.
Gambar 3.8 Langkah Analisis Peningkatan Efektivitas Mesin
3.5.1. Tingkat Keefektifan Mesin
3.5.1.1. Analisis Availability
Hasil pengukuran availability pada Gambar 3.9 secara umum nilainya bervariasi
menurut tahun produksi. Nilai availability untuk semua mesin masih di bawah 90%,
dengan trend mengalami kenaikan pada tahun 2006, kecuali pada mesin 2.
63
SOLUSI BISNIS
Gambar 3.9 Grafik Availability Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 - 2006
Penurunan availability akan lebih jelas terlihat bila ketiga data mesin dirata-ratakan
(Gambar 3.10), yaitu dari 83.8% pada tahun 2004 menjadi 78% pada tahun 2005
kmudian naik lagi sebesar 83.1%.
Gambar 3.10 Grafik Rata-rata availability Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 -
2006
Penurunan tersebut dapat dijelaskan dengan rumus availability, dimana faktor downtime
sangat berpengaruh. Downtime pada tahun 2005 mengalami kenaikan yang sangat besar
sebesar 17% sementara pada mesin 1 mencapai 30%, sementara mesin 2 mengalami
kenaikan 33% pada tahun 2006 (Gambar 3.11). Trend kenaikan ini tidak terjadi pada
tahun 2006, dimana tingkat downtime dapat diturunkan kembali kecuali pada mesin 2.
Dari Gambar 3.11 dan lampiran data kerusakan mesin, dapat dianalisa downtime pada
mesing mesin :
64
SOLUSI BISNIS
1. Mesin 1
Kenaikan downtime pada mesin 1 sangat drastis pada tahun 2005 yaitu sebesar 18%
dari tahun 2004. Kenaikan tersebut disebabkan naiknya kuantitas kerusakan
kerusakan dari 14 menjadi 18, serta kualitas kerusakan pada 11/09/ 2005 selama 17
hari. Tingkat kerusakan tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan komponen dan
interval kegiatan PM yang baru dilakukan pada tanggal 4/10/2005 atau 11 bulan dari
kegiatan PM terakhir. PM pada tanggal tersebut dilakukan selama 18 hari atau lebih
lama 11 hari dari standar lamanya kegiatan PM (1 minggu), ini mengindikasikan
adanya kerusakan yang tidak terduga saat dilakukan perawatan. Tahun 2006
downtime mesin 1 mengalami penurunan, walaupun kuantitas dan waktu PM yang
tinggi tapi kualitas kerusakan mesin rendah dan waktu PM yang dilakukan sesuai
standar.
2. Mesin 2
Downtime pada mesin 2 yang mengalami kenaikan yang terjadi di tahun 2006 akibat
mesin berhenti oleh kegiatan PM dan BM yang dilakukan tidak sesuai standar. Mesin
2 mengalami kegiatan perawatan PM selama 8 hari pada bulan januari. Berhentinya
mesin ini akibat proses perawatan preventif dilakukan tanggal 17 januari 2006 karena
perawatan korektif yang tidak lancar dan parahnya tingkat kerusakan pada tanggal 12
– 15 januari 2006, sehingga dapat diartikan kegiatan PM pada tanggal tersebut
merupakan perawatan BM yang mengakibatkan mesin mati selama 11 hari.
Sementara di mesin 2, terjadi peningkatan downtime mesin oleh aktivitas PM yang
terlalu lama pada tanggal 11 Desember 2006 yaitu selama 12 hari. Berdasarkan
wawancara terhadap Departemen pemeliharaan mesin, PM tersebut dilakukan karena
motor sumbu X menunjukkan gejala kecepatan gerak yang abnormal sehingga
diputuskan untuk memperbaiki motor tersebut. Perbaikan motor sumbu x memakan
waktu 6 hari lebih lama dari waktu standar PM yaitu 1 minggu akibat ketidaksiapan
sparepart penggantian komponen.
3. Mesin 3
Kegiatan perawatan PM yang dilakukan pada mesin 3 masih sesuai jadwal sehingga
kuantitas kerusakan pada mesin ini rendah dibanding mesin lainnya.
65
SOLUSI BISNIS
Analisis di atas menunjukkan tingkat downtime masih tinggi dan bervariasi untuk
setiap mesin. Cara untuk meminimasi dapat dengan melihat unsur-unsur pembentuk
Downtime mesin yang meliputi waktu kegiatan perawatan, waktu memeriksa sebab
kerusakan dan waktu menunggu kedatangan komponen. Elemen-elemen tersebut perlu di
eliminasi waktunya untuk mengurangi tingginya waktu downtime, sehingga selain
pelaksanaan jadwal PM yang sesuai, keahlian dari teknisi perawatan serta sistem
informasi logistik sangat penting untuk dilakukan perbaikan. Variasi produk yang
dihasilkan akibat waktu operasi dan waktu setup juga ikut berpengaruh pada waktu
downtime masing-masing mesin.
Gambar 3.11 Grafik Downtime Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 - 2006
Kegiatan pemeliharaan Mesin Divisi Mijas yang belum efektif untuk meminimasi
unsur-unsur downtime mesin mengakibatkan mengakibatkan nilai availability untuk
semua mesin < 90%, sehingga belum memenuhi kriteria standar JIPM yaitu > 90%.
Tetapi Departemen Pemeliharaan Mesin dalam hal ini terus melakukan perbaikan, ini
bisa terllihat pada tahun 2006 yang mampu mengembalikan tingkat downtime seperti
tahun 2004.
3.5.1.2. Analisis Perfomansi
Nilai perfomansi dipengaruhi oleh waktu proses aktual, dimana semakin besar
waktu proses aktual maka semakin kecil nilai perfomansi mesin. Sementara nilai
perfomansi akan naik bila waktu proses aktual mendekati waktu proses teoritis. Gambar
66
SOLUSI BISNIS
3.12 menunjukkan bahwa nilai perfomansi semakin naik untuk mesin 3 saja sedangkan
untuk mesin lainnya, mengalami variasi trend.
1. Mesin 1
Penurunan pada mesin 1 terjadi karena meningkatnya frekuensi kerusakan yang
terjadi yaitu dari 14 menjadi 19 pada tahun 2006, sehingga mempengaruhi kelancaran
produksi.
2. Mesin 2
Penurunan perfomansi mesin 2 pada tahun 2005 lebih disebabkan oleh meningkatnya
kuantitas produk yang dihasilkan yaitu dari 161 unit menjadi 216 unit (Tabel 3.6).
Kuantitas peroduk akan mempengaruhi waktu setup atau adjustment mesin karena
mesin akan mengalami perubahan setting, dies dan jig mesin saat dilakukan
pengerjaan produk baru.
3. Mesin 3
Perfomansi pada mesin 3 mengalami kenaikan akibat frekuensi kerusakan yang kecil.
Reduced speed dan minor breakdown pada mesin juga sangat mempengaruhi
perfomansi mesin. Kondisi mesin seperti ini sulit untuk dihilangkan karena tidak ada
dokumentasi data di shop floor serta diperlukan awareness yang tinggi dari operator atau
teknisi untuk mengetahuinya. Berdasarkan hal itu faktor manusia sangat berperan
disamping kegiatan untuk menghilangkan downtime mesin untuk meningkatkan
perfomansi mesin. Faktor-faktor yang berpangaruh pada perfomansi itu dapat
ditingkatkan dengan :
• pelatihan pengenalan mekanisme mesin bagi operator dan teknisi.
• Penggunaan alat ukur mesin untuk mengetahui parameter kualitas mesin.
• Pelaksanaan program 5R sehingga tercipta kondisi lingkungan yang dapat
meningkatkan produktivitas operator mesin.
67
SOLUSI BISNIS
Gambar 3.12 Grafik Perfomansi Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 - 2006
Bila grafik di atas dirata-ratakan seperti pada Gambar 3.13 maka dapat
disimpulkan perfomansi mesin mengalami kenaikan pada tahun 2006 dibanding tahun
2005. Penurunan perfomansi tahun 2005 dapat dijelaskan dari sudut pandang produksi
seperti demand akan produk baru dengan spesifikasi yang baru dan semakin
berkurangnya minor stoppage atau reduce speed, yang dapat terdapat pada waktu proses
aktual walaupun tidak terlihat secara langsung.
Gambar 3.13 Grafik Rata-rata Perfomansi Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 -
2006
Nilai perfomansi mesin bila dibandingkan dengan standar JIPM yaitu > 95%
masih belum terpenuhi namun ke tiga mesin telah mencapai standar tersebut pada tahun
yang berbeda-beda. Pencapaian nilai perfomansi dengan standar tersebut menandakan
bahwa Departemen Pemeliharaan Mesin Divisi Mijas sebenarnya mampu memperbaiki
nilai perfomansi yang sudah ada di tahun-tahun mendatang.
68
SOLUSI BISNIS
3.5.1.3. Quality
Kualitas hasil produksi dari mesin mempunyai nilai yang mendekati 100% (±
99%) seperti terlihat pada Gambar 3.14, ini menunjukkan tingkat reject produk oleh
mesin sangat kecil sehingga kualitas mesin dalam hal kepresisian masih tinggi. Reject
produk mengalami penurunan pada tahun 2005 untuk semua mesin dan kemudian naik
lagi pada tahun selanjutnya (Gambar 3.15).
0.98
0.99
1.00
2004 2005 2006Tahun
Qua
lity
(%)
Ms 1
Ms 2
Ms 3
Gambar 3.14 Grafik Quality Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 - 2006
Penurunan kualitas mempunyai hubungan dengan tingkat downtime mesin yang
tinggi. Hal ini menunujukan adanya pengaruh antara kondisi mesin dengan kualitas
produk, sehingga mesin perlu dijaga kondisinya. Sementara nilai-nilai kualitas yang
terjadi sudah memenuhi standar yaitu > 99% kecuali untuk mesin 3 (98%). Downtime
mesin tahun 2006 menghambat kenaikan standar kualitas.
0.98
0.99
1.00
2004 2005 2006
Tahun
Qua
lity
(%)
Gambar 3.15 Grafik Rata-rata Quality Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 - 2006
69
SOLUSI BISNIS
3.5.1.4. Analisis Overall Equipment Effectiviness (OEE)
Efektivitas mesin dapat dinilai dengan nilai OEE yang terdiri dari ketiga elemen
di atas. OEE akan meningkat apabila ketiga elemen tersebut juga meningkat dan pada
akhirnya efektivitas mesin semakin tinggi. Gambar 3.16 menunjukkan nilai OEE masing-
masing mesin mengalami variasi, dengan penurunan terjadi di tahun 2005.
• Mesin 1
Penurunan OEE pada mesin 1 dipengaruhi availability mesin yang rendah.
Meningkatnya downtime mesin yaitu pada tahun 2005 dan 2006 mempengaruhi
rendahnya tingkat availability.
• Mesin 2
Mesin kedua mengalami penurunan nilai OEE pada tahun 2006 sedangkan mesin
lainnya mengalami peningkatan. Faktor penyusun pada OEE mesin kedua sangat
mempengaruhi, hal ini diakibatkan aktivitas PM pada mesin 2 hanya dilakukan 1 kali
pada tahun 2005 dengan interval 10 bulan sehingga mengakibatkan tingkat kerusakan
yang parah pada tahun 2006 (lampiran A). Standar waktu PM yang dilakukan di
Departemen Permesinan untuk mesin CNC Sincom E 32 K ialah 3 bulan sekali,
sehingga dalam 1 tahun seharusnya terjadi 3 sampai 5 kali.
• Mesin 3
Identik dengan mesin 1, dimana OEE mesin 3 dipengaruhi oleh availability mesin
dan jumlah produk yang dihasilkan. Hasil dari OEE mesin ke-3 merupakan yang
terbaik dibanding mesin CNC Sincom E 32 K lainnya, hal itu disebabkan interval
kegiatan perawatan yang sesuai jadwal.
Gambar 3.16 Grafik OEE Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 - 2006
70
SOLUSI BISNIS
Variasi OEE untuk setiap mesin secara umum diakibatkan perbedaan perlakuan
perawatan untuk setiap mesin berbeda, seperti interval waktu perawatan PM yang tidak
mengikuti standar dan beban produksi yang berbeda. Hal ini menandakan Divisi Mijas
masih mengandalkan perawatan kondisi mesin (Condition Based Maintenance), dimana
perawatan dilakukan apabila mesin menunjukkan gejala kerusakan seperti kecepatan
mesin, getaran dan kualitas produk yang dihasilkan.
Gambar 3.17 Grafik Rata-rata OEE Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 – 2006
Trend nilai OEE dapat mudah dilihat jika variasi OEE untuk setiap mesin dirata-
ratakan berdasarkan tahun produksi, seperti terlihat pada Gambar 3.17. Nilai OEE untuk
tahun 2005 menurun 11% dari OEE tahun 2004 sebesar 79%, namun bagian perawatan
mampu menaikan lagi nilai OEE tahun 2006 sebesar 78%. Peningkatan nilai OEE ini
menunjukkan penggunaan mesin di Divisi Mijas mampu dilakukan apabila manajemen
perawatan dilaksanakan sesuai standar baik dari sistem maupun SDM-nya. Variasi nilai
OEE yang terjadi tahun 2004 sampai 2006 masih sesuai dengan target PT. Pindad,
dimana utilisasi mesin berdasarkan RKAP 2004 - 2008 ialah sebesar 60%. Namun bila
rata-rata nilai OEE sebesar 77% ini dihubungkan dengan standar JIPM (> 85%) maka
terjadi selisih 8%.
Peningkatan OEE sebesar 85% secara langsung untuk tahun berikutnya mungkin
akan memberatkan PT. Pindad karena variasi nilai OEE masih belum stabil akibat
strategi growth PT. Pindad untuk mengembangkan pasar baru dan produk baru untuk
meningkatkan keuntungan Divisi Produk Komersial saat ini. Produk-produk baru ini bagi
bagian produksi memerlukan penyesuaian dalam hal karakteristik produksi seperti
kecepatan produksi, sementara pasar baru akan mempengaruhi persediaan bahan baku,
beban mesin, jadwal dan kapasitas produksi. Berdasarkan hal tersebut PT. Pindad
71
SOLUSI BISNIS
khususnya Divisi Mijas dalam meningkatkan target efektivitas mesin CNC Sincom E 32
K harus realistis namun menantang untuk dicapai.
Peningkatan target OEE dapat ditentukan dari nilai OEE tahun-tahun sebelumnya
dengan mengambil nilai masing-masing komponen yang terbaik (best of best) pada setiap
mesin19. Metode ini diterapkan karena menandakaan adanya opportunity untuk Divisi
Mijas, karena sudah pernah mencapai kondisi terbaik untuk setiap faktor-faktor OEE.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah.
Tabel 3.8 Rekapitulasi OEE Mesin 1 CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 - 2006 Tahun Avability(%) Perfomance(%) Quality(%) OEE(%) 2004 79,8 96,7* 100* 77,23 2005 69,1 93,3 99,87 64,36 2006 84,4* 92,9 100 78,34
Tabel 3.9 Rekapitulasi OEE Mesin 2 CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 – 2006 Tahun Avability(%) Perfomance(%) Quality(%) OEE(%) 2004 85,7* 93,6* 100* 80,16 2005 84,55 93,1 100 78,74 2006 78,4 92,8 99,6 72,49
Tabel 3.10 Rekapitulasi OEE Mesin 3 CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 - 2006
Tahun Avability(%) Perfomance(%) Quality(%) OEE(%) 2004 85,98 93,9 100* 80,77 2005 80,5 94,5 98,8 75,18 2006 86,4* 95,97* 99,3 82,30
Ket : * = Nilai-nilai terbaik untuk setiap faktor
Perhitungan OEE untuk setiap nilai- nilai yang terbaik dari tabel di atas, prosesnya sama
dengan perhitungan OEE yang ada seperti terlihat pada Tabel 3.13.
Tabel 3.11 Target OEE Mesin CNC Sincom E 32 K Mesin Avability(%) Perfomance(%) Quality(%) OEE(%) Ms1 84,4 96,7 100 81,62 Ms2 85,7 93,6 100 80,16 Ms3 86,4 95,97 100 82,90
Peningkatan target OEE mesin 1 CNC Sincom E 32 K di Tabel 3.13 akan mempengaruhi
keuntungan Divisi Mijas apabila dapat mencapai target tersebut. Keuntungan ini dapat
19 Peter Wilmots, Dennis Mccarthy, 2001:42.
72
SOLUSI BISNIS
dicontohkan pada kondisi mesin 1 pada tahun 2006 yang terlihat pada Tabel 3.6, dengan
OEE sebesar 77,23%. Sementara target mesin 1 CNC Sincom E 32 K pada tahun
selanjutnya ialah sebesar 81,6%, maka apabila Divisi Mijas dapat mencapai target
tersebut dengan keuntungannya ialah peningkatan produk sebesar 324 unit dengan waktu
proses aktual sebesar 7152.22 jam atau pengurangan waktu menjadi sebesar 6723.08 jam
untuk produksi sebesar 305 unit. Perhitungan di atas terjadi dengan asumsi kondisi
produksi sama seperti tahun 2006. OEE meningkat ± 6% bila dibanding OEE tahun 2006,
sehingga dapat berarti mesin 1 dapat memproduksi lebih banyak produk dengan waktu
yang sama sebesar 4% dan sebaliknya.
3.5.1.5. Analisis Sistem Pencegahan Kerusakan Mesin
Tujuan utama dari suatu sistem perawatan adalah mencegah terjadinya kerusakan
(failure) mesin secara mendadak. Karena failure ini dapat menyebabkan kerugian yang
besar dalam lintasan produksi, sehingga sistem pencegahan failure merupakan kunci
utama keberhasilan dari suatu sistem perawatan mesin.
Analisis pada bagian ini adalah mengenai analisis sistem pencegahan failure-nya,
untuk analisis failure sudah dikemukakan pada analisis availability. Analisis pencegahan
failure ini di Departemen Pemeliharaan Mesin Divisi Mijas mengacu pada analisis
kegagalan (Bab I). Menurut Yoshikazu dan Takahasi (TPM, 54:1990) analisis failure
harus memperhatikan faktor-faktor yang menyebabkan frekuensi failure terbesar, yaitu :
1. Mesin pada kelompok sel mesin.
2. Proses dan lintasan produksi.
3. Jenis mesin.
4. Fungsi dan struktur mesin (mekanisme pergerakan, pembebanan, positioning dan lain
sebagainya).
5. Bagian mesin yang lebih spesifik (mekanisme power, fixture), part atau komponen
mesin.
Faktor-faktor di atas dapat dikatakan secara umum Departemen Pemeliharaan
Mesin sudah memperhatikannya sesuai fungsi masing-masing sub departemen (Gambar
1.1), kecuali untuk faktor 2. Bagian produksi tidak secara lengkap memberikan data
jadwal produksi kepada bagian pemeliharaan baik pada dokumen maupun jaringan
73
SOLUSI BISNIS
komputer, seperti waktu proses aktual, beban produksi, peramalan produksi. Hal ini dapat
menimbulkan kelemahan dalam menanggulangi atau mengantisipasi kejadian failure,
karena karakteristik kerusakan mesin dipengaruhi juga oleh variasi manufaktur. Proses
produksi yang tidak dipertimbangkan ini dapat menyebabkan mesin sejenis dengan
proses yang berbeda tidak terdeteksi perbedaan perlakuan perawatannya, sehingga terjadi
ketidakefektifan terhadap hasil perawatan yang dilakukan.
3.5.1.6. Analisis Sistem Pendokumentasian Data historis Perawatan Mesin
Sistem dokumentasi pada sistem manajemen perawatan di PT. Pindad sudah dapat
dikatakan cukup baik, melaui formalisasi untuk setiap laporan pekerjaan untuk aliran
informasi baik di dalam divisi maupun ke luar divisi. Laporan-laporan yang digunakan di
dalam lingkungan Departemen pemeliharaan meliputi dokumen laporan inventory cost
and control records, parts number mater file, laporan order kegiatan perawatan/RFM,
laporan parameter mesin. PT. Pindad juga dilengkapi jaringan komputer untuk
memudahkan pertukaran data antar departmen, namun tidak semua laporan di lapangan
dimasukan ke jaringan tersebut. Keadaan ini akan menghambat pembuatan analisis
kegiatan perawatan, terutama terhadap data historis mesin.
Kesiapan data-data yang faktual dan akurat sangat diperlukan dalam suatu
aktivitas rekayasa, karena dengan data ini hubungan sebab akibat antar masalah dapat
terlihat dengan jelas. Kemudahan dalam mempergunakan data tersebut untuk analisis
juga dapat mempengaruhi hasil perbaikan yang ingin didapat. Oleh karena itu sangat
dibutuhkan suatu tabel yang mempunyai karakteristik dapat memberikan informasi
bermacam-macam aktivitas perawatan yang timbul dalam suatu fasilitas, seperti kegiatan
perawatan preventif, perawatan korektif, dan inspeksi mesin. Tabel ini diharapkan
sebagai alat penunjang dalam perbaikan sistem perawatan. Keuntungan dari tabel ini bagi
pihak perawatan dan produksi di Divisi Mijas adalah :
1. Data historis kerusakan mesin sebagai data referensi utama bagi pihak pemeliharaan
mesin dapat cepat diakses karena terkumpul dalam satu tabel.
2. Hasil penanggulangan atau perbaikan failure akan dapat terlihat, sehingga
memberikan feedback bagi perencanaan perawatannya selanjutnya.
74
SOLUSI BISNIS
75
3. Standarisasi istilah mengenai jenis-jenis dari gejala kerusakan, produk defect,
penyebab kerusakan, aktivitas PM. Standar istilah ini diwakili oleh suatu simbol-
simbol beberapa huruf untuk lebih memudahkan penulisan keterangan menyangkut
kejadian failure pada tabel.
2. Pengetahuan dan pengalaman yang cukup dari teknisi pemeliharaan mesin dalam
mengisi tabel tersebut. Syarat ini mutlak diperlukan karena untuk mengidentifikasi
suatu kejadian failure harus tepat dan benar agar dikemudian hari tidak terjadi
kerusakan akibat salah identifikasi.
1. Partisipasi operator untuk memberikan keterangan kepada teknisi pemeliharaan mesin
saat pengisian tabel tersebut. Keterangan operator ini berguna untuk penentuan gejala
atau penyebab failure dengan cepat.
3. Tingkat pemahaman mengenai tingkat failure oleh bagian pemerliharaan mesin dan
perawatan menjadi meningkat.
Bentuk tabel yang dikembangkan pada Gambar 3.19 tidak jauh berbeda dengan
aslinya (Gambar 3.18), hanya beberapa penyesuaian. Bentuk penyesuaian tersebut berupa
unsur-unsur pembentuk kegiatan matinya mesin (downtine). Unsur ini sebenarnya dapat
dijadikan fokus perbaikan perawatan karena telah menginformasikan keahlian teknisi
seperti waktu pencarian masalah, waktu perawatan, komunikasi dengan bagian
pengadaan sparepart (dilihat dari waktu material datang). Tabel ini nantinya diletakan
pada mesin disamping tabel kualitas, parameter mesin dan produksi, sehingga setiap
mesin mempunyai satu tabel dan proses analisa perawatan dapat langsung di lapangan.
Jumlah data-data yang harus di masukan ke dalam tabel tersebut memerlukan suatu
kondisi pendokumentasian yang baik, seperti :
Penyerahan
Mesin Pencarian Sumber
Penyebab Kegagalan Aktivitas Perawatan Material Penyerahan Mesin Tgl Rusak
jam rusak
Status Mesin
Jenis Kerja
Nik Pelaksana Tgl
Serah Jam
Serah Tanggal Jam Tgl Start
Jam Start
Tgl Finish
Jam Finish
Tgl Pesan
Jam Pesan
Tgl Terima
Jam Terima
Tgl diterima
Jam diterima
76
Gambar 3.18 Format Awal Tabel Data Kegiatan Perawatan Harian
Keterangan
Keterangan Tgl
Rusak jam
rusak Status Mesin
Jenis Kerja
Nik Pelaksana
Tgl Serah
Jam Serah
Tgl Start
Jam Start
Tgl Finish
Jam Finish
Tgl diterima
Jam diterima
Gambar 3.19 Usulan Format Tabel Data Kegiatan Perawatan Harian
3.5.2. Total Maintenance System
3.5.2.1. Analisis Perawatan Preventif (PM)
Analisis yang dilakukan pada bagian ini merupakan analisia PM periodik 3 bulan-an.
Masalah mendasar dari suatu perawatan preventif adalah usaha untuk menanggulangi breakdown
yang terjadi. Usaha ini mempunyai tujuan utama yaitu mengurangi kegagalan yang mungkin
terjadi dan bahkan bila memungkinkan pencapaian tahap zero breakdown.
3.5.2.1.2. Analisis Interval Waktu Perawatan Preventif (MTBPM) yang optimal dengan
minimasi downtime untuk komponen mekanik
Pemilihan proses ini di dasarkan pada salah satu tujuan dari manajemen perawatan yaitu
untuk meminimasi downtime per unit waktu. Analisis ini dilakukan untuk melihat apakah
interval PM yang ada sudah optimal atau belum. Karena Departemen Pemeliharaan Mesin Divisi
Mijas tidak konsisten dengan pelaksanaan PM dengan periodik 3 bulan-an, dimana pada
pelaksanaan di lapangan mengalami penambahan interval sampai 4 bulan (5000 jam) sampai 5
bulan seperti terlihat pada Gambar 3.20.
10001500200025003000350040004500500055006000
2004 2005 2006Tahun
MTB
PM (j
am) Ms1
Ms 2
Ms 3
Gambar 3.20 Grafik MTBPM Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 - 2006
Pelaksanaan PM yang tidak sesuai standar akan mengakibatkan peluang kerusakan akan
lebih besar dalam satu siklus PM. Kondisi interval PM dikatakan optimal bila total downtime
per-unit waktu mencapai nilai yang optimal (minimum). Data-data perlakukan perawatan yang
telah dilakukan di Dvisi Mijas dapat menentukan nilai interval waktu PM dengan menggunakan
model proses penentuan interval PM dengan minimasi downtime. Model ini dibentuk :
• Tp adalah downtime yang diperlukan untuk perawatan preventif.
• Tc adalah downtime yang diperlukan untuk perawatan korektif.
• f(t) adalah pdf dari waktu kerusakan (failure) peralatan /komponen.
77
SOLUSI BISNIS
• Tujuannya adalah menentukan interval waktu PM yang optimal tp untuk meminimasi
downtime per-unit waktu. Kebijaksanaan dapat dilihat pada Gambar 3.20.
Gambar 3.21 Kebijakan Perawatan Preventif dengan Minimasi Downtime
Total downtime per unit waktu, untuk PM pada tp, adalah D(tp).
Ekspektasi jumlah terjadinya downtime failure = Jumlah failure dalam interval (0,tp) x
Waktu untuk penggantian failure
= Tc .E(tp)
Dimana E(tp) adalah ekspektasi jumlah kerusakan dalam interval (0,tp)
∫ ∫==tp tp
dttrdttRtftpE0 0
)()(/)()(
Untuk Distribusi Weibull
1
)(
)(1
−
−
−−−
= αα
β
βαα
αβαβα
α
te
ett
t
Sehingga
[ ]tptptp
tdttdttr 00
1
0
)( αααα βαβ −−− == ∫∫
Dan nilai total downtime adalah
78
SOLUSI BISNIS
pp
pp Tt
TpTCtEtD
+
+=
)()(
Hasil rekapitulasi perhitungan proses untuk setiap mesin dapat dilihat pada gambar
interval perawatan preventif (PM) Mesin CNC Sincom E 32 K, sedangkan untuk pengolahan
secara lengkap terdapat pada Lampiran B.
Gambar 3.22 Interval Perawatan Preventif (PM) Mesin 1 CNC Sincom E 32 K
Gambar 3.23 Interval Perawatan Preventif (PM) Mesin 2 CNC Sincom E 32 K
Gambar 3.24 Interval Perawatan Preventif (PM) Mesin 3 CNC Sincom E 32 K
79
SOLUSI BISNIS
Model ini mempunyai kelemahan yaitu frekuensi PM akan meningkat dimana
mengakibatkan downtime saat terjadinya perawatan juga akan meningkat, tapi sebagai
konsekuensinya hal tersebut dapat mereduksi downtime untuk perawatan korektif dan sebaiknya
kedua hal tersebut diseimbangkan.
Hubungan antara PM dan MTBF dapat dianalogikan dengan MTBPM dengan MTBF di
PT. Pindad. MTBF adalah rata-rata interval waktu antar kejadian kerusakan mesin. MTBPM
adalah Mean Time Between Preventive Maintenance atau rata-rata interval waktu antar PM.
Berdasarkan keterangan tersebut dapat dilihat apakah PM yang berjalan sudah efektif atau
belum. Perbandingan parameter tersebut dapat dilakukan dengan membandingkan antara
MTBPM pada tahun terakhir (2006) dengan PM hasil perhitungan minimasi downtime. Rasio-
rasio dapat dilihat pada Tabel 3.14.
Tabel 3.12 Rasio-rasio PM (tp*) dengan MTBPM tahun 2006
Mesin MTBPM MTBF Tp/Tf tp* tp*/MTBF tp*/MTBPM Ms 1 5171,94 487,34 6,18 5800 11,9013 1,1214 Ms 2 5065,83 676,23 1,59 3400 5,0279 0,6712 Ms 3 2856 948,54 1,59 1300 1,3705 0,4552
Perbandingan antara tp* dengan MTBPM tahun 2006 nilainya lebih kecil dari satu. Sedangkan
mesin 1 mempunyai perbandingan lebih besar dari 1, yang berarti siklus perawatan yang ada
lebih pendek dari perhitungan (tp*) dan nilai D(MTBPM) tidak optimal atau lebih besar dari
D(tp*). Sedangkan untuk mesin dengan tp*/MTBPM lebih kecil dari 1 yaitu 0.455 sehingga
siklus perawatannya (2856 jam) lebih panjang dari perhitungan tp* (1300 jam). Hal ini
menyebabkan nilai D(MTBPM) sebesar 0.016 lebih besar atau tidak optimal dari nilai D(tp*)
yang mempunyai nilai 0.0097. Perbedaan anatara tp* dengan MTBPM secara umum saling
mendekati terutama pada mesin 3, sehingga pelaksanaan PM yang ada hampir sesuai dengan
keadaan mesin.
Rasio Tp/Tf > 1 menandakan nilai Tp selalu lebih besar dari Tf akan menyebabkan nilai
tp*/MTBF > 1. Fakta tersebut menunjukkan bahwa bila waktu yang dibutuhkan untuk merawat
mesin (Tp) lebih besar dari waktu untuk memperbaiki mesin saat rusak (Tf) maka siklus
perawatan akan lebih panjang dari siklus rata-rata kejadian failure.
Hasil-hasil yang diperoleh dari Tabel 3.14 dapat disimpulkan bahwa manajemen
perawatan mesin CNC Sincom E 32 K lebih bersifat condition based maintenance karena
80
SOLUSI BISNIS
pelaksanaan interval waktu PM di Departemen Pemeliharaan Mesin mendekati D(tp) optimal
namun waktu pelaksanaan perawatan PM lebih lama dari perawatan akibat kerusakan (failure).
Lamanya waktu perawatan PM dapat disebabkan :
• Ketidaktersediaan sparepart seperti pada PM mesin 2 pada Desember 2006.
• Karakteristik sparepart tidak sesuai dengan mesin yang rusak, Departemen Pemeliharaan
mesin sering memakai sparepart dari mesin sejenis (kanibal) atau membuat sendiri sparepart
oleh Sub Departemen Engineering agar dapat menghemat biaya.
• Kondisi mesin pada saat dilakukan PM terdapat kerusakan yang tidak terduga akibat
kompleksitas struktur mesin. Petugas pemeliharaan mesin lebih mengandalkan alat ukur
perfomansi mesin dan pengalaman dalam memutuskan suatu mesin untuk dilakukan PM.
3.5.3. Maintainability Improvement
Analisis ini terbagi menjadi dua bagian yaitu analisis MTTR dan aktivitas perawatan.
3.5.3.1. Analisis MTTR
MTTR (Mean Time to Repair) dapat digunakan untuk menilai rata-rata tingkat atau
fluktuasi waktu perbaikan pada suatu mesin. Analisis MTTR ini dibuat dengan menggambarkan
grafik kejadian failure terhadap waktu perbaikan. Grafik ini dibuat dengan asumsi penyebab
kerusakan semua mesin sama, sehingga MTTR gabungan untuk ketiga mesin dapat dihitung.
‘
Gambar 3.25 Grafik Failure Vs Repair Time Mesin CNC Sincom E 32 K tahun 2004 - 2006
Grafik di atas menunjukkan bahwa failure (kerusakan) mesin dengan perawatan
kerusakan (repair) yang semakin besar jumlah kejadiannya semakin mengecil. Failure dengan
81
SOLUSI BISNIS
repair time yang besar cenderung mempinyai probabilitas kejadian yang kecil,sehingga bentuk
grafik yang cenderung mendekati sumbu axis horisontal seperti Gambar 3.25 termasuk kondisi
yang wajar.
Fluktuasi jumlah failure yang lebih besar untuk nilai repair time yang besar juga
menunjukkan kurangnya manajemen dan pengontrolan untuk jenis failure dengan repair time
yang setara. Selang repair time pada 7 sampai 8 jam di Gambar 3.25 jumlah kejadian failure-nya
lebih besar dari failure dengan repair time yang lebih kecil. Ketimpangan tersebut berarti
kurangnya antisipasi perawatan pada kerusakan jenis ini. Kejadian ini dapat diantisipasi dengan
mengidentifikasi komponen mana pada failure yang membutuhkan repair time selama 7 sampai
8 jam tersebut, kemudian dilakukan analisis yang memungkinkan dilakukan perubahan kebijakan
perawatan preventif.
Tabel 3.15 menunjukkan secara garis besar, nilai MTTR mengalami penurunan, namun
untuk parameter lainnya tidak ada perubahan. Ini menunjukkan bagian pemeliharaan mesin
belum melakukan perbaikan berarti untuk menurunkan tingkat kerusakan dan keterampilan
teknisi untuk melakukan perawatan masih kurang.
Tabel 3.13 Rekapitulasi Analisis MTTR Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 - 2006
Tahun 2004 2005 2006 Jumlah failure 40 40 39 MTTR (jam) 5,799 11,729 3,781 min repair time (jam) 0,17 0,0833 0,17 max repair time (jam) 38 123 29,5
Perubahan nilai MTTR akan lebih jelas terlihat pada Gambar 3.26. Penurunan tajam
terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 68% dari tahun 2005. Hal ini menandakan pihak
pemeliharaan mesin dapat mempercepat waktu perawatan, walaupun sebagian jenis kerusakan
waktu perawatannya masih lama. Dengan adanya penurunan ini pihak pemeliharaan mesin harus
berhati-hati untuk tahun berikutnya dengan mengevaluasi metode kerja dan mengintensifkan
pelaksanaan kegiatan yang berhubungan perawatan preventif.
82
SOLUSI BISNIS
Gambar 3.26 MTTR mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 – 2006
3.5.3.2. Analisis Aktivitas Perawatan
Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengurangi total waktu perbaikan mesin dengan
membagi waktu perawatan menjadi lima tahap. Tahap-tahap tesebut akan dianalisis dengan
menggunakan kondisi yang ada pada sistem di Departemen Permesinan.
1. Waktu pemberitahuan dan kedatangan
Pada lantai produksi Departemen permesinan, pihak pemeliharaan mesin menempatkan
kantornya untuk memudahkan dalam merespon kejadian di lapangan. Komunikasi yang
dilakukan apabila terjadi kerusakan mesin adalah operator/supervisor mesin menyerahkan
dokumen permintaan kegiatan perawatan/Request for Maintenance (RFM) kepada bagian
pemeliharaan mesin dan kemudian bagian tersebut mendatangi tempat kejadian. Meskipun
dapat merespon dengan cepat suatu kerusakan tetapi untuk kerusakan fatal memerlukan
teknisi dari Departemen Pemeliharaan Mesin sehingga waktu untuk perawatan masih lebih
lama terutama saat kekurangan teknisi karena terjadi kerusakan mesin yang fatal secara
bersamaan. Waktu kritis dalam tahap ini lebih pada menunggu kedatangan tenaga ahli dari
Departemen Pemeliharaan mesin termasuk kedatangan alat perbengkelan dan alat ukur
mesin.
2. Waktu Diagnosa
Bagian pemeliharaan mesin melengkapi tenaga ahlinya dengan peralatan perawatan mesin
seperti alat ukur dan alat bengkel. Kelemahan yang menjadi penyebab lamanya watu
diagnosis adalah :
• Informasi yang diberikan operator tidak lengkap saat terjadi kerusakan. Informasi dari
operator sangat tergantung dari pengalaman dan pemahaman operator tehadap mesin.
83
SOLUSI BISNIS
• Kualitas dan kuatitas alat ukur sebagai alat penentuan perfomansi mesin di Departemen
Permesinan sangat kurang, sehingga bagian pemeliharaan mesin Departemen permesinan
mengandalkan panca indra dalam menilai atau alat ukur yang kuarang akurat.
Kelemahan-kelemahan di atas dapat ditanggulangi dengan mengadakan pelatihan operator
terhadap karakteristik mesin secara kontinyu dan kemudahan prosedur peminjaman alat ukur
pada Departemen Pemeliharaan Mesin, sehingga teknisi pemeliharaan dilengkapi dengan alat
ukur yang lengkap.
3. Waktu Penyediaan Part
Waktu Penyediaan part ini tergantung dari stok yang ada di gudang. Bagian PPC Departemen
Pemeliharaan Mesin yang mengatur persediaan sparepart. Pengadaan sparepart sering
merupakan penyebab dari lamanya waktu perbaikan akibat :
• Lamanya Lead time pemesanan sparepart disamping sulitnya dalam pengadaan sparepart
tertentu karena pihak produsen tidak lagi memproduksi.
• Prosedur pengadaan barang yang mahal (> Rp 10 juta) harus melalui prosedur yang
panjang.
4. Waktu pembongkaran dan perbaikan
Waktu ini tergantung pada skill tenaga ahli perawatan. Bagian pemeliharaan mesin di
Depertemen permesinan hanya mempunyai 1 tenaga ahli dengan 6 orang teknisi sementara
mesin yang harus ditangani ialah sebanyak 38 mesin. Proses pelatihan yang lebih banyak
terjadi ialah dengan praktik langsung di lapangan dengan tenaga ahli lainnya yang
mempunyai skill lebih tinggi. Pelatihan seperti ini memang efesien namun tidak efektif
karena kebutuhan SDM dengan skill tinggi kurang cepat terpenuhi akibat tidak adanya
metode terstruktur.
5. Waktu Penyetelan dan percobaan (tryout)
Teknisi pemeliharaan mesin perlu melakukan percobaan proses permesinan, sehingga mesin
sudah stand by saat diserahkan kembali pada operator. Proses ini juga perlu dilakukan
dengan teliti agar mesin sudah benar-benar siap atau tidak ditemukan lagi kerusakan (hidden
failure).
84
SOLUSI BISNIS
3.5.4. Total Participation
Partispasi ini merupakan aktivitas yang diprioritaskan untuk kegiatan operator mesin
dalam manajemen perawatan yang ditujukan untuk mencegah mesin dari kondisi memburuk.
Aktivitas utama ini adalah berupa pembersihan, pengencangan dan inspeksi untuk mengukur
kualitas dari hasil aktivitas dasar tersebut. Penentuan aktivitas dasar tersebut ditentukan oleh
Departemen Pemeliharaan mesin bekerjasama dengan Departemen Permesinan dengan
berdasarkan skill operator.
Penentuan aktivitas dasar yang sesuai dengan skill operator, dimaksudkan agar kegiatan
dasar tersebut dapat dapat dilakukan dengan benar, namun realisasi program ini di lapangan
kurang lancar. Tidak terlaksananya program tersebut dapat di uraikan dalam 5 faktor utama
yaitu:
1. Analisis Prosedur Operasional
Keputusan kebijakan pelaksanaan PM di Departemen Permesinan tergantung dari keputusan
manajemen atas bagian produksi dan bagian pemeliharaan mesin. Hasil keputusan tersebut
kemudian didistribusikan ke setiap operator oleh bagian produksi berupa dokumen. Operator
masing-masing mesin kemudian harus mengisi dokumen-dokumen tersebut seperti kondisi
mesin, kualitas dan kuantitas produk. Total dokumen yang harus di isi ada 3 dokumen,
kemudian supervisor operator menyerahkan ke bagian administrasi produksi atau
pemiliharaan mesin. Pada bagian inilah sering terjadi keterlambatan pendistribusian
dokumen. Faktor ini disebabkan oleh kuantitas dokumen yang harus di isi oleh operator
sering mengalami keterlambatan. Selain itu supervisor produksi juga masih menganggap
proses pengisisan dokumen tersebut menghalangi jadwal produksi karena tidak semua
dokumen tersebut digunakan oleh manajemen untuk perbaikan atau penyelesaiaan masalah di
lantai produksi.
2. Analisis Metoda
Penetapan pelaksanaan aktivitas dasar perawatan PM yang berupa pengecekan, pembersihan,
operator tidak mengalami hambatan dalam melaksanakannya. Hal yang menjadi hambatan
ialah pengenalan terhadap revisi instruksi dalam pembersihan dan pengecekan. Revisi dari
manajemen atas tersebut perlu ada tahap pengenalan atau pelatihan oleh bagian pemeliharaan
85
SOLUSI BISNIS
mesin kepada operator mesin. Proses pelatihan ini bisa menjadi terhambat bila tidak ada
tenaga pelatih, akibat para teknisi perawatan sedang mempunyai beban kerja yang tinggi.
3. Analisis terhadap Manusia sebagai operator
Hal yang biasa terjadi dalam pelaksanaan suatu program ialah kontinuitas oleh para
pelakunya. Motivasi dan disiplin yang rendah dari operator menjadi penyebab masalah ini.
Ini dapat terjadi karena pihak manajemen tidak mengenalkan secara penuh pentingnya
pelaksanaan program PM kepada operator, sehingga mereka kurang dapat merasakan apa
perannya dalam pelaksanaan PM. Pengenalan program pada operator hanya sebatas
pelaksanaannya sehingga tidak mempunyai pandangan yang lebih luas mengenai kontribusi
mereka dalam PM.
4. Analisis Terhadap Material dan Peralatan
Ketersediaan material dan alat pendukung tergantung dari distribusi yang dilakukan oleh
bagian PPC Departemen Pemeliharaan Mesin. Pendistribusian ini dapat dilaksanakan bila
ada permintaan bagian pemeliharaan mesin atau jadwal PM. Masalah yang sering terjadi
pada bagian ini ialah stok yang ada di gudang kosong, sehingga dapat menghambat
pelaksanaan perawatan mesin. Hal ini disebabkan kurang bagusnya manajemen pengadaan
material seperti sudah dijelaskan pada analisis waktu perawatan.
5. Analisis Terhadap Lingkungan Kerja
Faktor utama yang harus diperhatikan dalam aktivitas PM ini adalah daerah berbahaya di
sekitar bagian mesin yang bergerak, karena beberapa item aktivitas PM seperti pengecekan
dan pembersihan pada daerah ini (Contoh : spindle) merupakan kegiatan yang beresiko.
Mesin harus dimatikan saat pelaksanaan pembersihan di daerah yang berbahaya, namun ada
saat mesin tidak boleh dimatikan seperti saat operasi finishing karena akan merubah setting
mesin dan menyebabkan reject produk. Bila proses tersebut berlangsung pada saat jadwal
PM maka aktivitas perawatan gagal dilaksanakan.
86