BAB III SAMPLING BERKELOMPOK DAN SAMPLING...
Transcript of BAB III SAMPLING BERKELOMPOK DAN SAMPLING...
22
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
SAMPLING BERKELOMPOK DAN SAMPLING BERKELOMPOK
DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS)
3.1 Sampling Berkelompok
Populasi memiliki kondisi yang berbeda–beda jika dilihat berdasarkan
ukurannya. Pada pembahasan subbab ini, ketika suatu populasi tersebar sangat
luas, dalam arti sulit untuk dibuat kerangka sampelnya, maka akan sulit
melakukan pengambilan sampel dengan metode–metode yang diharuskan
memiliki kerangka sampel, salah satunya metode sampel acak sederhana. Hal ini
mempunyai makna, ketika suatu populasi memiliki jumlah atau batasan kuantitatif
yang jelas, maka tidak akan sulit untuk membuat list (daftar) elemen–elemen pada
populasi. Sementara itu pada kasus pengambilan sampel untuk suatu populasi
cukup besar, akan menghadapi beberapa permasalahan, diantaranya pengambilan
sampel tersebut akan membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit, selain itu
akan ada kesulitan dalam membuat daftar elemen populasi walaupun terkadang
daftar populasi tersebut dapat dibuat. Oleh karena itu, untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan tersebut, pengambilan sampel dapat dilakukan
dengan menggunakan metode sampling berkelompok, sebagai salah satu alternatif
untuk mengatasi permasalahan pada pengambilan sampel untuk populasi yang
cukup besar. Selain populasi yang berukuran cukup besar, metode sampling
berkelompok juga dapat digunakan ketika populasi bersifat heterogen yaitu
populasi yang unsur-unsurnya memiliki sifat atau keadaaan yang bervariasi. Hal
ini dikarenakan pengelompokan pada metode sampling berkelompok tidak
mesyaratkan ketentuan apapun. Oleh karena itu, maka tidak menjadi suatu
permasalahan apabila populasinya bersifat heterogen.
Sampling berkelompok (cluster sampling) merupakan sampling
probabilitas dimana masing-masing unit sampel (sampling unit) merupakan
kumpulan (klaster) dari elemen (Scheaffer et al.1990). Secara garis besar,
penarikan sampel dengan metode ini tidak langsung kepada elemen, melainkan
melalui kelompok elemen terlebih dahulu yang disebut dengan unit sampling.
23
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Alasan penggunaan metode sampling berkelompok pada populasi yang berjumlah
banyak, antara lain:
1. Dengan menggunakan sampling berkelompok, maka pengelompokan
populasi akan lebih mudah.
2. Biaya ketika akan melakukan penelitian akan lebih murah, karena kelompok
yang dibuat akan lebih efisien.
3. Akan lebih mudah melakukan rencana pengambilan sampel, karena unit
sampling tidak tersebar dengan luas.
Metode sampling berkelompok dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu
sebagai berikut.
a. Tahap pertama yaitu membagi populasi kedalam M kelompok (cluster)
secara acak, hal ini berarti tidak ada kriteria tertentu yang mensyaratkan
pembentukan suatu kelompok. M kelompok (cluster) selanjutnya disebut
sebagai unit sampling utama (usu) atau yang dikenal dengan primary
sampling units (psu).
b. Tahap kedua, setelah populasi terbagi kedalam M kelompok, tahapan
selanjutnya yaitu memilih secara acak m kelompok yang akan dijadikan
sampel. m kelompok ini selanjutnya disebut dengan secondary sampling
units (ssu) atau unit sampling kedua (usk). Masing-masing m kelompok ini
berukuran N.
c. Tahap ketiga, setelah mendapatkan m kelompok, tahapan selanjutnya yaitu
memilih n buah anggota sampel dari masing-masing usk yang disebut
dengan kelompok utama (ultimate cluster).
Untuk menentukan total populasi beserta dengan variansinya tersebut,
dilakukan dengan cara menentukan penaksirnya dengan menggunakan sampel
yang diperoleh pada tahapan tersebut di atas. Dengan kata lain sampel yang
diperoleh pada tahapan di atas tersebut akan digunakan untuk menaksir ukuran-
ukuran populasi.
24
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3.2 Pengertian Total Populasi
Sebelum membahas mengenai pengertian total populasi dalam sampling
berkelompok, menurut Taro Yamane (1967) populasi memiliki empat
karakteristik yang lebih sering diperhatikan, yaitu:
1. Rata–rata populasi
Rata-rata merupakan jumlah keseluruhan data dibagi dengan banyaknya data
tersebut. Jumlah total keseluruhan data populasi dinotasikan dengan 𝑋 dan
banyaknya data populasi dinotasikan dengan 𝑁 sehingga perumusan untuk
rata-rata populasi yang dinotasikan dengan �̅� dinyatakan dalam perumusan
berikut:
�̅� =𝑋
𝑁 (3.1)
2. Jumlah total populasi
Secara umum pada sampling acak sederhana, jumlah total populasi
merupakan hasil kali antara banyaknya data populasi (𝑁) dengan rata–rata
populasi (�̅�), dan dinyatakan dalam perumusan berikut :
𝑋 = 𝑁�̅� (3.2)
3. Rasio populasi
Rasio populasi merupakan perbandingan antara pembilang (numerator) dan
penyebut (denumenator) yang saling terpisah dan tidak ada hubungannya.
Pembilang dan penyebut dalam pembahasan ini dapat sebagai dua jumlah
total populasi atau dua rata-rata populasi. Rasio populasi dinyatakan dalam
perumusan berikut :
𝑅 =𝑌
𝑋=
�̅�
�̅� (3.3)
4. Proporsi populasi
Proporsi populasi merupakan bentuk pecahan yang pembilangnya
merupakan bagian dari penyebutnya. Proporsi dipergunakan untuk melihat
komposisi suatu variabel dalam populasi. Bentuknya sering dinyatakan
dalam persen, yaitu dengan mengalikan pecahan tersebut dengan 100%.
Proporsi tidak mempunyai satuan (dimensi), karena satuan dari pembilang
dan penyebutnya sama, sehingga saling meniadakan. Nilai proporsi berada
25
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pada interval tertutup antara 0 dan 1. Secara umum perumusan proporsi
adalah sebagai berikut :
Proporsi =𝑋
𝑋+𝑌× 100% (3.4)
dimana 𝑋 merupakan bagian dari jumlah populasi dan 𝑌 merupakan jumlah
populasi yang telah dikurangi oleh 𝑋.
Berdasarkan informasi mengenai empat karakteristik populasi tersebut,
karena yang ingin diperoleh pada penelitian adalah total suara Pemilu dari seluruh
populasi, maka itu, karakteristik populasi yang akan dibahas dalam skripsi ini
adalah karakteristik total populasi.
Penaksir total populasi dan penaksir rata-rata berdasarkan pengertian
umum ada dalam metode sampling acak sederhana. Misalkan 𝑋1, 𝑋2, … , 𝑋𝑁
adalah populasi yang berukuran 𝑁 dan 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛 adalah sampel yang
berukuran 𝑛. Rata-rata populasi (�̅�) dan rata-rata sampel (�̅�) didefinisikan sebagai
berikut:
�̅� =1
𝑁(𝑋1 + 𝑋2 + ⋯ + 𝑋𝑁) =
1
𝑁∑ 𝑋𝑖
𝑁𝑖=1 (3.5)
�̅� =1
𝑛(𝑥1 + 𝑥2 + ⋯ + 𝑥𝑛) =
1
𝑛∑ 𝑥𝑖
𝑛𝑖=1 (3.6)
Rata–rata sampel merupakan penaksir tak bias dari rata–rata populasi, dan
dinyatakan sebagai berikut:
�̂̅� = �̅� (3.7)
Pembuktian :
𝐸(�̅�) = 𝐸 [1
𝑛(𝑥1 + 𝑥2 + ⋯ + 𝑥𝑛)]
=1
𝑛[𝐸(𝑥1) + 𝐸(𝑥2) + ⋯ + 𝐸(𝑥𝑛)]
=1
𝑛(𝑛�̅�) = �̅�
𝐸(�̅�) = �̅�
Berdasarkan persamaan (3.7), dapat diperoleh informasi bahwa total populasi
merupakan penaksir tak bias untuk total populasi, dinyatakan sebagai berikut:
�̂� = 𝑋 (3.8)
26
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pembuktian :
𝐸(�̂�) = 𝐸(𝑁�̅�)
= 𝑁[𝐸(�̅�)]
= 𝑁�̅�
𝐸(�̂�) = 𝑋
Pada sampling berkelompok, total populasi didefinisikan sebagai berikut:
𝑋 = ∑ 𝑋𝑖𝑀𝑖=1 (3.9)
Sedangkan rata–rata populasi didefinisikan sebagai berikut:
�̅� =𝑋
𝑀=
∑ 𝑋𝑖𝑀𝑖=1
𝑀 (3.10)
3.3 Penaksir Total Populasi Sampling Berkelompok
Ciri dari sampling berkelompok yaitu proses pemilihan unit-unit sampling
dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pemilihan sejumlah m
kelompok yaitu unit sampling utama dari M, dan tahap selanjutnya adalah
pemilihan 𝑛𝑖 (dimana i = 1, 2, 3, …, m) dari Ni unit sampling kedua (usk).
Dengan kata lain, proses penaksiran total populasi pada sampling
berkelompok dilakukan dalam dua tahap juga. Tahap pertama adalah menaksir
total kelompok m(�̂�), dan tahap selanjutnya yaitu menggunakan penaksir yang
diperoleh pada tahap pertama untuk menaksir total dari kelompok M(�̂�).
Penaksir dari total populasi dinotasikan dengan �̂� dan didefinisikan sebagai
berikut:
�̂� = 𝑀
𝑚∑ �̂�𝑖
𝑚𝑖 =
𝑀
𝑚∑
𝑁𝑖
𝑛𝑖
𝑚𝑖 ∑ 𝑥𝑖𝑗
𝑛𝑖𝑗 (3.11)
dimana �̂�𝑖 merupakan notasi untuk menyatakan penaksir total populasi dari
masing-masing kelompok, dan 𝑥𝑖𝑗 merupakan notasi untuk menyatakan elemen-
elemen di kelompok utama.
Seperti yang telah dikemukakan pada subbab sebelumnya, bahwa rata–rata
sampel merupakan penaksir yang tak bias bagi rata–rata populasi, sehingga untuk
penaksir total populasi diperoleh:
27
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
𝐸(�̂�) = 𝑋
Untuk memudahkan perhitungan, persamaan (3.11) dapat diuraikan menjadi:
28
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
�̂� = 𝑀 [1
𝑚∑ 𝑁𝑖 (
1
𝑛𝑖∑ 𝑥𝑖𝑗
𝑛𝑖𝑗=1 )𝑚
𝑖=1 ]
= 𝑀 [1
𝑚∑ 𝑁𝑖(�̅�𝑖)
𝑚𝑖=1 ]
= 𝑀 [1
𝑚∑ �̂�𝑖
𝑚𝑖=1 ]
�̂� = 𝑀(�̂̅�) (3.12)
Berdasarkan persamaan (3.12), langkah awal yang dilakukan yaitu dengan
menaksir rata-rata kelompok utama ke-i (�̅�𝑖). Selanjutnya mengalikan �̅�𝑖 dengan
𝑁𝑖, sehingga akan memperoleh penaksir total populasi 𝑋𝑖. Selanjutnya, hal yang
dilakukan yaitu menentukan penaksir dari rata-rata kelompok utama (�̂̅�). Setelah
itu, mengalikan �̂̅� dengan M, sehingga akhirnya diperoleh penaksir dari total
populasi.
3.4 Variansi dari Penaksir Total Populasi dan Penaksirnya
3.4.1 Variansi dari Penaksir Total Populasi Sampling Berkelompok
Variansi dari 𝑋 ̂ diperlukan untuk menilai presisinya. Terdapat dua tahapan
proses yang perlu dilakukan dalam penentuan V(𝑋 ̂). Selain itu, perlu diketahui
bahwa pada varians terdapat dua komponen varians, yaitu komponen pertama
merupakan varians yang disebabkan oleh pengambilan psu yang disebut dengan
varians diantara psu dan komponen kedua merupakan varians yang disebabkan
oleh sampel acak yang dipilih dari psu dan disebut varians di dalam psu. Variansi
dari 𝑋 ̂ dinyatakan sebagai berikut :
V(𝑋 ̂) = (varians diantara psu) + (varians di dalam psu)
atau secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝑉(�̂�) = 𝑀2 𝑀−𝑚
𝑀
𝑆𝑏2
𝑚+
𝑀
𝑚∑ 𝑁𝑖
2 𝑁𝑖−𝑛𝑖
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
𝑛𝑖
𝑀𝑖=1
(3.13)
Pembuktian :
Berdasarkan definisi, varians dari �̂� =𝑀
𝑚∑ �̂�𝑖
𝑚 adalah
𝑉(�̂�) = 𝐸(�̂� − 𝑋)2 (3.14)
29
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Perhatikan bahwa (�̂� − 𝑋)2 dapat dirubah secara aljabar sebagai berikut:
(�̂� − 𝑋)2
= [𝑀
𝑚∑ �̂�𝑖 − 𝑋𝑚 ]
2
= [(𝑀
𝑚∑ �̂�𝑖
𝑚 −𝑀
𝑚∑ 𝑋𝑖
𝑚 ) + (𝑀
𝑚∑ 𝑋𝑖
𝑚 − 𝑋)]2
= (𝑀
𝑚∑ 𝑋𝑖
𝑚 − 𝑋)2
+ 2 (𝑀
𝑚∑ 𝑋𝑖 − 𝑋𝑚 ) (
𝑀
𝑚∑ �̂�𝑖
𝑚 −𝑀
𝑚∑ 𝑋𝑖
𝑚 ) +
(𝑀
𝑚∑ �̂�𝑖
𝑚 −𝑀
𝑚∑ 𝑋𝑖
𝑚 )2
= (𝑀
𝑚∑ 𝑋𝑖
𝑚 − 𝑋)2
+ 2 (𝑀
𝑚) (
𝑀
𝑚∑ 𝑋𝑖
𝑚 − 𝑋) ∑(�̂�𝑖 − 𝑋𝑖) +
(𝑀
𝑚)
2
[∑ (�̂�𝑖 − 𝑋𝑖)𝑚 ]
2
= (𝑀
𝑚∑ 𝑋𝑖
𝑚 − 𝑋)2
+ 2 (𝑀
𝑚) (
𝑀
𝑚∑ 𝑋𝑖
𝑚 − 𝑋) ∑(�̂�𝑖 − 𝑋𝑖) +
(𝑀
𝑚)
2∑ (�̂�𝑖 − 𝑋𝑖)
2𝑚 + (𝑀
𝑚)
2∑ (�̂�𝑖 − 𝑋𝑖)(�̂�𝑖′ − 𝑋𝑖)
𝑚𝑖≠𝑖′
= A + B + C + D
Kemudian menentukan nilai ekspektasi dari (�̂� − 𝑋)2
dengan 𝑖 (psu) konstan.
Karena itulah mengapa pada penentuan nilai ekspektasi melibatkan ssu yang
dinotasikan dengan 𝑗.
𝐸𝑗(�̂� − 𝑋)2
= 𝐸𝑗(𝐴) + 𝐸𝑗(𝐵) + 𝐸𝑗(𝐶) + 𝐸𝑗(𝐷) (3.15)
Penentuan 𝐸𝑗(𝐴)
𝐸𝑗 (𝑀
𝑚∑ 𝑋𝑖
𝑚
− 𝑋)
2
= (𝑀
𝑚∑ 𝑋𝑖
𝑚
− 𝑋)
2
Penentuan 𝐸𝑗(𝐵)
𝐸𝑗(𝐵) = 𝐸𝑗 [2 (𝑀
𝑚) (
𝑀
𝑚∑ 𝑋𝑖
𝑚 − 𝑋) ∑(�̂�𝑖 − 𝑋𝑖)]
= 2 (𝑀
𝑚) (
𝑀
𝑚∑ 𝑋𝑖
𝑚 − 𝑋) 𝐸𝑗 ∑ (�̂�𝑖 − 𝑋𝑖)𝑚
30
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
karena �̂�𝑖 adalah statistik yang diperoleh dari sampling acak pada ssu.
Bagaimanapun, telah diketahui bahwa 𝐸(�̂�𝑖) = 𝑋𝑖 dan diketahui dari teori
statistika bahwa:
𝐸 ∑ 𝑋 = ∑ 𝐸𝑋
Karena itu,
𝐸𝑗 ∑(�̂�𝑖 − 𝑋𝑖)
𝑚
= ∑ 𝐸𝑗(�̂�𝑖 − 𝑋𝑖)
𝑚
= 0
Sehingga diperoleh 𝐸𝑗(𝐵) = 0.
Penentuan 𝐸𝑗(𝐷)
Untuk, 𝐸𝑗(𝐷) analog dengan penentuan 𝐸𝑗(𝐵) diperoleh
𝐸𝑗 (𝑀
𝑚)
2
∑(�̂�𝑖 − 𝑋𝑖)(�̂�𝑖′ − 𝑋𝑖)
𝑚
𝑖≠𝑖′
= 0
Penentuan 𝐸𝑗(𝐶)
𝐸𝑗 [(𝑀
𝑚)
2
∑(�̂�𝑖 − 𝑋𝑖)2
𝑚
] = (𝑀
𝑚)
2
𝐸𝑗 ∑(�̂�𝑖 − 𝑋𝑖)2
𝑚
= (𝑀
𝑚)
2
∑ 𝐸𝑗(�̂�𝑖 − 𝑋𝑖)2
𝑚
Dengan menggunakan sampling acak sederhana, diperoleh
𝐸𝑗(�̂�𝑖 − 𝑋𝑖)2
= 𝑁𝑖2
𝑁𝑖 − 𝑛𝑖
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
𝑛𝑖
𝑆𝑖2 =
1
𝑁𝑖 − 1∑(𝑋𝑖𝑗 − �̅�𝑖)
2
𝑁𝑖
𝑗
𝑆𝑖2 yang mana merupakan varians untuk 𝑋𝑖𝑗 ketika sampling acak sederhana
digunakan.
31
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Selanjutnya mensubstitusikan hasil dari penentuan 𝐸𝑗(𝐴) dengan penentuan
𝐸𝑗(𝐶) diperoleh:
𝐸𝑗(�̂� − 𝑋)2
= (𝑀
𝑚∑ 𝑋𝑖 − 𝑋𝑚
𝑖 )2
+ (𝑀
𝑚)
2∑ 𝑁𝑖
2𝑚 𝑁𝑖−𝑛𝑖
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
𝑛𝑖 (3.16)
𝑖 pada 𝐸𝑖(�̂� − 𝑋)2 tidak dianggap konstan dan 𝐸𝑗(�̂� − 𝑋)
2= 𝑦𝑖 menjadi variabel
acak. Permasalahan selanjutnya terletak pada ekspektasi dari variabel acak
tersebut yang diperlihatkan sebagai berikut:
𝐸𝑖 [𝐸𝑗(�̂� − 𝑋)2
] = 𝐸𝑖 [𝑀
𝑚∑ 𝑋𝑖 − 𝑋𝑚
𝑖 ]2
+ 𝐸𝑖 (𝑀
𝑚)
2∑ 𝑁𝑖
2 𝑁𝑖−𝑛𝑖
𝑁𝑖
𝑚 𝑆𝑖2
𝑛𝑖 (3.17)
Misalkan bagian II pada ruas kanan dari persamaan (3.17) ditulis sebagai berikut:
𝐸𝑖 (𝑀
𝑚)
2
∑ 𝑈𝑖
𝑚
dimana
𝑈𝑖 = 𝑁𝑖2
𝑁𝑖 − 𝑛𝑖
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
𝑛𝑖
Sebagaimana yang ditunjukkan di atas, 𝑈𝑖 (𝑖 = 1,2,3, … , 𝑀) adalah variabel acak
dengan 𝑀 nilai yang mungkin dimana masing-masing memiliki probabilitas 1
𝑀,
karena masing-masing psu dipilih menggunakan sampling acak sederhana, maka:
𝐸𝑖 (𝑀
𝑚)
2
∑ 𝑈𝑖
𝑚
= (𝑀
𝑚)
2
∑ 𝐸𝑖𝑈𝑖
𝑚
𝑖
= (𝑀
𝑚)
2∑ [∑
1
𝑀𝑈𝑖
𝑀𝑖 ]𝑚
𝑖
= (𝑀
𝑚)
2
𝑚1
𝑀∑ 𝑁𝑖
2𝑀 𝑁𝑖−𝑛𝑖
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
𝑛𝑖 (3.18)
Seperti yang telah ditunjukkan di atas, persamaan (3.18) adalah variansi karena 𝑆𝑖2
merupakan variansi dalam psu ke 𝑖. Selanjutnya untuk bagian I ruas kanan dari
persamaan (3.17), diperoleh:
32
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
𝐸𝑖 [𝑀
𝑚∑ 𝑋𝑖
𝑚
− 𝑋]
2
dimana
𝑀
𝑚∑ 𝑋𝑖
𝑚
dapat dipertimbangkan sebagai estimasi dari 𝑋 berdasarkan pada sampling acak
dari 𝑚 psu. Kemudian, dengan menggunakan perumusan pada metode sampling
acak sederhana, diperoleh:
𝐸𝑖 [𝑀
𝑚∑ 𝑋𝑖
𝑚 − 𝑋]2
= 𝑀2𝐸𝑖 [1
𝑚∑ 𝑋𝑖
𝑚 − �̅�]2
= 𝑀2 𝑀−𝑚
𝑀
1
𝑚
∑(𝑋𝑖−�̅�)2
𝑀−1 (3.19)
Berdasarkan persamaan (3.17), persamaan (3.18), dan persamaan (3.19), diperoleh
varians dari �̂� adalah :
𝑉(�̂�) =𝑀2
𝑚
𝑀 − 𝑚
𝑀𝑆𝑏
2 +𝑀
𝑚∑ 𝑁𝑖
2
𝑀𝑁𝑖 − 𝑛𝑖
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
𝑛𝑖
dengan
𝑆𝑏2 =
1
𝑀−1∑ (𝑋𝑖 − �̅�)2𝑀
𝑖=1 (3.20)
𝑆𝑖2 =
1
𝑁𝑖− 1∑ (𝑋𝑖𝑗 − 𝑋�̿�)
2𝑁𝑖𝑗=1 (3.21)
�̅� =𝑋
𝑀 (3.22)
𝑋�̿� =𝑋𝑖
𝑁𝑖 (3.23)
dimana 𝑆𝑏2 merupakan variansi populasi diantara total kelompok yang
menunjukkan sebaran 𝑋𝑖 di sekitar �̅� , dan 𝑆𝑖2 merupakan variansi populasi di
dalam kelompok yang menunjukkan sebaran 𝑋𝑖𝑗 di sekitar 𝑋�̿�.
33
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pada sampling acak sederhana, 𝑆𝑖
2
𝑛𝑖 menunjukkan variansi sampel dari �̿�𝑖 di
sekitar 𝑋�̿�, dimana �̿�𝑖 merupakan rata-rata sampel dari sebuah sampel berukuran 𝑛𝑖
yang diambil dari 𝑁𝑖 . Diketahui 𝑁𝑖2 (
𝑆𝑖2
𝑛𝑖) merupakan variansi sampling dari
�̂�𝑖 = 𝑁𝑖�̅�𝑖 disekitar 𝑋𝑖 = 𝑁𝑖�̅�𝑖 . Ketika 𝑁𝑖 = 𝑛𝑖 , �̅�𝑖 = �̅�𝑖 , maka �̂�𝑖 = 𝑋𝑖 dan
variansi sampling dari �̂�𝑖 disekitar 𝑋𝑖 menjadi sama dengan nol. Sehingga apabila
semua unit sampling dalam psu dipilih (𝑁𝑖 = 𝑛𝑖), maka
𝑉(�̂�) = 𝑀2 𝑀−𝑚
𝑀
𝑆𝑏2
𝑚+ 0 (3.24)
Persamaan (3.24) merupakan varians dari penaksir total pada keadaan
semua unit sampling dalam psu dipilih. Hal tersebut akan mengakibatkan variansi
dalam psu menjadi sama dengan nol dan karenanya 𝑉(�̂�) hanya dipengaruhi oleh
𝑆𝑏2. Begitupun sebaliknya, pada keadaan apabila semua secondary sampling units
(ssu) diambil dari semua M, dalam arti M = m, maka:
𝑉(�̂�) = 0 +𝑀
𝑚∑ 𝑁𝑖
2𝑁𝑖 − 𝑛𝑖
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
𝑛𝑖
𝑀
𝑖=1
𝑉(�̂�) =𝑀
𝑚∑ 𝑁𝑖
2 𝑁𝑖−𝑛𝑖
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
𝑛𝑖
𝑀𝑖=1 (3.25)
Hal tersebut akan mengakibatkan variansi diantara kelompok menjadi sama
dengan nol dan karenanya 𝑉(�̂�) hanya diperngaruhi oleh 𝑆𝑖2.
3.4.2 Penaksir Variansi dari Penaksir Total Populasi Sampling Berkelompok
Pada populasi yang berukuran cukup besar, sulit untuk menentukan V(𝑋 ̂)
secara langsung, sehingga untuk penentuannya dapat dilakukan dengan
menggunakan penaksirnya. Penaksir dari V( 𝑋 ̂ ) dinotasikan dengan V̂(𝑋 ̂ ).
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa V(𝑋 ̂) dibentuk dari dua komponen
varians, yaitu varians diantara psu (𝑆𝑏2) dan varians dalam psu (𝑆𝑖
2). Oleh karena
itu, penaksir 𝑉(𝑋 ̂) dapat diperoleh dengan menggunakan penaksir-penaksir dari
𝑆𝑏2 dan 𝑆𝑖
2 . Berdasarkan penjelasan di atas, maka penaksir 𝑉(𝑋 ̂) dirumuskan
sebagai berikut:
34
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
�̂�(𝑋 ̂) = 𝑀2 𝑀−𝑚
𝑀
𝑠𝑏2
𝑚+
𝑀
𝑚∑ 𝑁𝑖
2𝑚𝑖=1
(𝑁𝑖−𝑛𝑖)
𝑁𝑖
𝑠𝑖2
𝑛𝑖 (3.26)
dimana
𝑠𝑏2 =
1
𝑚−1∑ (𝑋�̂� − �̂̅�)2𝑚
𝑖=1 (3.27)
𝑠𝑖2 =
1
𝑛𝑖− 1∑ (𝑥𝑖𝑗 − �̿�𝑖)
2𝑛𝑖𝑗=1 (3.28)
𝑋�̂� = 𝑁𝑖�̿�𝑖 merupakan penaksir total dari kelompok ke-i, �̿�𝑖 =𝑋𝑖
𝑛𝑖 merupakan rata-
rata sampel dari subsampel 𝑛𝑖 , dan �̂̅� =1
𝑚∑ �̂�𝑖
𝑚𝑖=1 merupakan rata-rata sampel
dari 𝑋�̂�, 𝑖 = 1,2, . . , 𝑚.
Seperti telah diketahui bahwa 𝑠𝑖2 merupakan varians dari 𝑥𝑖𝑗 dalam
kelompok utama dari psu ke-i. Karena 𝑛𝑖 adalah sampel acak dari 𝑁𝑖 dan �̿�𝑖
adalah rata-rata sampel dari 𝑛𝑖, maka dapat diketahui bahwa 𝑠𝑖2 adalah penaksir
tak bias dari 𝑆𝑖2 dan dinyatakan sebagai berikut:
𝐸(𝑠𝑖2) = 𝑆𝑖
2 (3.29)
Varians antar psu (kelompok) dinotasikan dengan 𝑠𝑏2 , namun untuk 𝑠𝑏
2 ternyata
bukan merupakan penaksir tak bias dari 𝑆𝑏2. Hal ini dapat dilihat pada pembahasan
dibawah ini.
𝐸(𝑠𝑏2) = 𝑆𝑏
2 + 1
𝑀∑ 𝑁𝑖
2𝑀𝑖=1
(𝑁𝑖−𝑛𝑖)
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
𝑛𝑖 (3.30)
Pembuktian :
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa 𝐸𝑗(𝑠𝑖2) = 𝑆𝑖
2,
namun 𝐸𝑖(𝑠𝑏2) ≠ 𝑆𝑏
2, sehingga hal tersebut mengakibatkan 𝑆𝑏2 tidak dapat ditaksir
berdasarkan sampelnya yaitu 𝑠𝑏2. 𝑠𝑏
2 didefinisikan sebagai berikut:
𝑠𝑏2 =
1
𝑚 − 1∑(𝑋�̂� − �̂̅�)
2𝑚
𝑖=1
=1
𝑚 − 1∑ (𝑋�̂� −
∑ 𝑋�̂�𝑚𝑖=1
𝑚)
2𝑚
𝑖=1
= 1
𝑚 − 1
𝑚
𝑚∑ (𝑋�̂� −
1
𝑀
𝑀
𝑚∑ 𝑋�̂�
𝑚
𝑖=1
)
2𝑚
𝑖=1
35
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
𝑠𝑏2 =
𝑚
𝑚−1
1
𝑚∑ (𝑋�̂� −
�̂�
𝑀)
2𝑚𝑖=1 (3.31)
Persamaan (3.31) dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut:
𝑚 − 1
𝑚𝑠𝑏
2 =1
𝑚∑ (�̂�𝑖 −
�̂�
𝑀)
2𝑚
𝑖=1
=1
𝑚∑ [�̂�𝑖
2 − 2�̂�𝑖 (�̂�
𝑀) + (
�̂�
𝑀)
2
]𝑚𝑖=1
=1
𝑚[∑ �̂�𝑖
2𝑚𝑖=1 − 2𝑚 (
�̂�
𝑀)
2
+ 𝑚 (�̂�
𝑀)
2
]
𝑚−1
𝑚𝑠𝑏
2 =1
𝑚∑ �̂�𝑖
2𝑚𝑖=1 − (
�̂�
𝑀)
2
(3.32)
Selanjutnya menentukan nilai ekspektasi dari persamaan (3.32), diperoleh:
𝐸 (𝑚−1
𝑚𝑠𝑏
2) = 𝐸𝑖 (𝐸𝑗 (1
𝑚∑ �̂�𝑖
2𝑚𝑖=1 )) − 𝐸 (
�̂�
𝑀)
2
= 𝐸𝑖 (1
𝑚∑ 𝐸𝑗(�̂�𝑖
2)𝑚𝑖=1 ) −
𝐸(�̂�2)
𝑀2
=1
𝑚. 𝑚. ∑
1
𝑀𝐸𝑗(�̂�𝑖
2)𝑀𝑖=1 −
𝐸(�̂�2)
𝑀2
𝐸 (𝑚−1
𝑚𝑠𝑏
2) =1
𝑀∑ 𝐸𝑗(�̂�𝑖
2)𝑀𝑖=1 −
𝐸(�̂�2)
𝑀2
Selanjutnya adalah menentukan 𝐸𝑗(�̂�𝑖2) dan 𝐸(�̂�2) . Penentuan 𝐸𝑗(�̂�𝑖
2) dan
𝐸(�̂�2) dapat dilakukan dengan menggunakan perumusan umum dari varians,
yaitu:
𝐸(�̅� − �̅�)2 = 𝐸(�̅�2) − �̅�2
𝐸(�̅�2) = 𝐸(�̅� − �̅�)2 + �̅�2
Dengan menggunakan perumusan umum tersebut di atas, 𝐸𝑗(�̂�𝑖2) dapat
dinyatakan dalam bentuk berikut ini.
�̂�𝑖 = �̂�𝑖 − 𝑋𝑖 + 𝑋𝑖
�̂�𝑖2 = (�̂�𝑖 − 𝑋𝑖)
2+ 𝑋𝑖
2 + 2(�̂�𝑖 − 𝑋𝑖)𝑋𝑖
Pada ekspektasi bersyarat 𝐸𝑗 sepanjang j dengan i dianggap konstan, akan
diperoleh
𝐸𝑗(�̂�𝑖2) = 𝐸𝑗(�̂�𝑖 − 𝑋𝑖)
2+ 𝐸𝑗(𝑋𝑖
2) + 0
𝐸𝑗(�̂�𝑖2) = 𝑉𝑗(�̂�𝑖) + 𝑋𝑖
2
36
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Namun 𝑉𝑗(�̂�𝑖) tersebut merupakan varians untuk �̂�𝑖 pada kondisi sampling
acak sederhana ketika i diasumsikan telah ditetapkan dan 𝑋𝑖 konstan ketika
diasumsikan nilai i telah ditetapkan. Oleh karena itu,
𝐸𝑗(�̂�𝑖2) = 𝑁𝑖
2𝑁𝑖 − 𝑛𝑖
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
𝑛𝑖+ 𝑋𝑖
2
Selanjutnya menentukan 𝐸(�̂�2) analog dengan 𝐸𝑗(�̂�𝑖2), akan diperoleh:
�̂� = �̂� − 𝑋 + 𝑋
�̂�2 = (�̂� − 𝑋)2
+ 𝑋2 + 2(�̂� − 𝑋)𝑋 (3.33)
Selanjutnya menentukan ekspektasi pada kedua ruas persamaan (3.33) diperoleh
𝐸�̂�2 = 𝐸(�̂� − 𝑋)2
+ 𝐸𝑋2 + 0
= 𝑉(�̂�) + 𝑋2
= 𝑀(𝑀 − 𝑚)𝑆𝑏
2
𝑚+
𝑀
𝑚∑ 𝑁𝑖(𝑁𝑖 − 𝑛𝑖)
𝑆𝑖2
𝑛𝑖
𝑀𝑖=1 + 𝑋2
Sehingga, pada akhirnya diperoleh bahwa
𝐸 (𝑚−1
𝑚𝑠𝑏
2) =1
𝑀∑ (𝑁𝑖
2 𝑁𝑖−𝑛𝑖
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
𝑛𝑖+ 𝑋𝑖
2)𝑀𝑖=1
− (1
𝑀)
2
[𝑀(𝑀 − 𝑚)𝑆𝑏
2
𝑚+
𝑀
𝑚∑ (𝑁𝑖 − 𝑛𝑖)
𝑆𝑖2
𝑛𝑖
𝑀𝑖=1 + 𝑋2]
=1
𝑀𝐴 +
1
𝑀∑ 𝑋𝑖
2𝑀𝑖=1 − (
1
𝑀)
2
[𝑀(𝑀 − 𝑚)𝑆𝑏
2
𝑚+
𝑀
𝑚𝐴 + 𝑋2]
=1
𝑀(1 −
1
𝑚) 𝐴 + (
1
𝑀∑ 𝑋𝑖
2𝑀𝑖=1 −
𝑋2
𝑀2) −𝑀−𝑚
𝑀
𝑆𝑏2
𝑚
=1
𝑀(1 −
1
𝑚) 𝐴 + (
𝑀−1
𝑀𝑆𝑏
2) −𝑀−𝑚
𝑀
𝑆𝑏2
𝑚
𝐸 (𝑚−1
𝑚𝑠𝑏
2) =1
𝑀(
𝑚−1
𝑚) 𝐴 +
𝑚−1
𝑚𝑆𝑏
2 (3.34)
dengan 𝐴 = ∑ 𝑁𝑖2 𝑁𝑖−𝑛𝑖
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
𝑛𝑖
𝑀𝑖=1 .
Selanjutnya dengan mengeluarkan (𝑚−1
𝑚) dari kedua ruas pada persamaan (3.34),
akan diperoleh:
𝐸(𝑠𝑏2) =
1
𝑀𝐴 + 𝑆𝑏
2
𝐸(𝑠𝑏2) = 𝑆𝑏
2 +1
𝑀∑ 𝑁𝑖
2 𝑁𝑖−𝑛𝑖
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
𝑛𝑖
𝑀𝑖=1 (3.35)
37
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pembahasan selanjutnya yaitu mengenai pembuktian yang akan
menunjukkan bahwa �̂�(𝑋 ̂) merupakan penaksir yang tak bias dari V(𝑋 ̂). Seperti
telah diketahui, bahwa �̂�(�̂� ) harus merupakan penaksir tak bias dari 𝑉(𝑋 ̂) ,
dengan kata lain harus memenuhi ketentuan berikut:
𝐸[�̂�(�̂�)] = 𝑉(�̂�) (3.36)
Pada pembahasan sebelumnya telah diketahui bahwa perumusan penaksir
dari 𝑉(�̂�) adalah seperti yang tersajikan pada persamaan (3.26). Pada perumusan
(3.26), penjumlahan bentuk kedua pada ruas kanan dijumlahkan sepanjang m
bukan sepanjang M. Sebagaimana telah diketahui bahwa 𝑠𝑖2 merupakan penaksir
tak bias dari 𝑆𝑖2 , namun 𝑠𝑏
2 bukan merupakan penaksir tak bias dari 𝑆𝑏2 . Oleh
karena itu, penaksir dari 𝑉(�̂�) tidak dapat diperoleh secara langsung dengan cara
mengganti notasi-notasi dari 𝑆𝑏2 dan 𝑆𝑖
2 dengan notasi-notasi 𝑠𝑏2 dan 𝑠𝑖
2. Walaupun
demikian, sebagaimana telah dikemukakan bahwa �̂�(�̂�) merupakan penaksir tak
bias untuk 𝑉(�̂�). Oleh karena itu, harus dibuktikan bahwa 𝐸 (�̂�(�̂�)) = 𝑉(�̂�).
Pembuktian :
Ekspektasi dari 𝑉(�̂�) harus dipandang dalam dua tahapan yaitu ekspektasi
yang berkaitan dengan tahapan pertama sampling dan ekspektasi bersyarat yang
berkaitan dengan tahapan kedua sampling, dengan menganggap tahapan pertama
psu konstan.
𝐸 (�̂�(�̂�)) = 𝑀(𝑀 − 𝑚)𝐸(𝑠𝑏
2)
𝑚+
𝑀
𝑚𝐸𝑖 [𝐸𝑗 (∑ 𝑁𝑖(𝑁𝑖 − 𝑛𝑖)
𝑠𝑖2
𝑛𝑖
𝑚𝑖=1 )] (3.37)
dengan 𝐸𝑗 merupakan ekspektasi bersyarat sepanjang j dan menganggap psu ke-i
konstan.
Untuk mempermudah pembuktian, ruas kanan persamaan (3.37) dibagi
menjadi dua bagian, yaitu bagian I dan bagian II. Pertama-tama substitusikan
persamaan (3.30) pada bagian I ruas kanan persamaan (3.37), sehingga bagian I
ruas kanan persamaan (3.37) menjadi:
𝑀(𝑀 − 𝑚)1
𝑚𝐸(𝑠𝑏
2) = 𝑀(𝑀 − 𝑚)1
𝑚𝑠𝑏
2 + (𝑀 − 𝑚)1
𝑚∑ 𝑁𝑖(𝑁𝑖 − 𝑛𝑖)
𝑆𝑖2
𝑛𝑖
𝑀𝑖=1 (3.38)
Selanjutnya menentukan ekspektasi bersyarat dari sepanjang j dengan i
dianggap konstan, dan kemudian ambil ekspektasi sepanjang i dari bagian II ruas
38
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kanan persamaan (3.37). Karena pemilihan ssu berasal dari sampel acak
sederhana, dengan i dianggap konstan, maka 𝐸𝑗(𝑠𝑖2) ekuivalen dengan penentuan
ekspektasi untuk kasus sampel acak sederhana. Oleh karena itu, diketahui bahwa
𝐸𝑗(𝑠𝑖2) = 𝑆𝑖
2, sehingga bagian II ruas kanan dari persamaan (3.37) menjadi :
𝑀
𝑚𝐸𝑖 [𝐸𝑗 (∑ 𝑁𝑖(𝑁𝑖 − 𝑛𝑖)
𝑠𝑖2
𝑛𝑖
𝑚𝑖=1 )] =
𝑀
𝑚𝑚
1
𝑀∑ 𝑁𝑖(𝑁𝑖 − 𝑛𝑖)
𝑆𝑖2
𝑛𝑖
𝑀𝑖=1
𝑀
𝑚𝐸𝑖 [𝐸𝑗 (∑ 𝑁𝑖(𝑁𝑖 − 𝑛𝑖)
𝑠𝑖2
𝑛𝑖
𝑚𝑖=1 )] = ∑ 𝑁𝑖(𝑁𝑖 − 𝑛𝑖)
𝑆𝑖2
𝑛𝑖
𝑀𝑖=1 (3.39)
Selanjutnya, dengan mensubstitusikan persamaan (3.38) dan persamaan (3.39)
pada persamaan (3.37), akan diperoleh:
𝐸[�̂�(�̂�)] = 𝑀(𝑀 − 𝑚)𝑆𝑏
2
𝑚+ (𝑀 − 𝑚)
1
𝑚∑ 𝑁𝑖(𝑁𝑖 − 𝑛𝑖)
𝑆𝑖2
𝑛𝑖
𝑀𝑖=1 + ∑ 𝑁𝑖(𝑁𝑖 − 𝑛𝑖)
𝑆𝑖2
𝑛𝑖
𝑀𝑖=1
= 𝑀(𝑀 − 𝑚)𝑆𝑏
2
𝑚+
𝑀
𝑚∑ 𝑁𝑖(𝑁𝑖 − 𝑛𝑖)
𝑆𝑖2
𝑛𝑖
𝑀𝑖=1
𝐸[�̂�(�̂�)] = 𝑉(�̂�)
Hal ini menunjukan bahwa �̂�(�̂�) adalah penaksir tak bias dari 𝑉(�̂�).
3.4.3 Hubungan 𝑽 (�̂̿�) dengan 𝑽(�̂�)
Pada subbab ini akan membahas mengenai hubungan antara varians dari �̂̿�
dengan varians dari �̂�. Karena pada studi kasus untuk sampling berkelompok pada
skripsi ini yang akan ditentukan adalah varians dari �̂�, karena itu, perlu untuk melihat
hubungan antara varians dari �̂� dengan varians dari �̂̿�.
Varians dari �̂̿� dinyatakan sebagai berikut:
𝑉 (�̂̿�) = 𝑉 (�̂�
𝑁)
=1
𝑁2 𝑉(�̂�)
𝑉 (�̂̿�) =𝑉(�̂�)
𝑁2 (3.40)
Selanjutnya dengan mensubstitusikan persamaan (3.13) pada persamaan (3.40),
akan diperoleh:
𝑉 (�̂̿�) =1
𝑁2 (𝑀2 𝑀−𝑚
𝑀
𝑆𝑏2
𝑚+
𝑀
𝑚∑ 𝑁𝑖
2 𝑁𝑖−𝑛𝑖
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
𝑛𝑖
𝑀 ) (3.41)
39
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan persamaan (3.40), diketahui bahwa hubungan antara 𝑉 (�̂̿�) dengan
𝑉(�̂�) berbanding lurus, hal ini mempunyai makna bahwa semakin besar nilai
𝑉(�̂�), maka semakin besar pula nilai 𝑉 (�̂̿�) begitu pun sebaliknya.
3.5 Sampling Berkelompok dengan Probability Proportional to Size (PPS)
Pada sampling berkelompok, probabilitas pemilihan sebuah psu
disamaratakan. Akan tetapi, ketika beberapa cluster berukuran besar dan yang
lainnya berukuran kecil, maka sebaiknya cluster yang berukuran besar tersebut
harus mendapat probabilitas yang lebih besar pada pemilihan sampel. Hal tersebut
tidak berlaku pada sampling berkelompok. Prosedur pada pemilihan psu untuk
menjadi sampel, merupakan point pembeda antara metode sampling berkelompok
dan metode sampling berkelompok dengan Probability Proportional To Size
(PPS).
Pada sampling berkelompok dengan PPS akan lebih disoroti mengenai
bagaimana memilih sampel yang representatif bagi populasi yaitu dengan cara
memberikan kesempatan yang berbeda pada setiap psu berdasarkan ukurannya
untuk terpilih menjadi sampel. Alasan untuk mendesain prosedur pengambilan
sampel dengan probabilitas psu yang berbeda adalah untuk membentuk sebuah
metode pemilihan yang akan memberikan penaksir-penaksir yang tak bias dari
rata-rata populasi dan juga akan membuat presisi yang lebih besar daripada
metode sampling berkelompok. Besar peluang pemilihan cluster ke-𝑖 dinotasikan
dengan 𝑝𝑖 dan didefiniskan sebagai berikut:
𝑝𝑖 =𝑁𝑖
∑ 𝑁𝑖 (3.42)
3.5.1 Penaksir Rata-Rata dan Total Populasi Sampling Berkelompok dengan
PPS
Penaksir rata–rata pada sampling berkelompok dengan PPS dinotasikan
dengan �̿�𝑝𝑝𝑠 dan dirumuskan sebagai berikut:
�̂̅̅� = �̿�𝑝𝑝𝑠 =1
𝑚�̅�∑ ∑ 𝑥𝑖𝑗
�̅�𝑗=1
𝑚𝑖=1 (3.43)
40
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dimana �̿�𝑝𝑝𝑠 merupakan penaksir tak bias dari �̿�. Berdasarkan informasi tersebut,
penaksir total populasi dinyatakan sebagai berikut:
�̂� =𝑁
𝑚�̅�∑ ∑ 𝑥𝑖𝑗
�̅�𝑗=1
𝑚𝑖=1 (3.44)
Pembuktian :
Akan membuktikan bahwa �̿�𝑝𝑝𝑠 merupakan penaksir tak bias dari �̿�.
Sebelumnya, pada sampling berkelompok rata-rata populasi didefinisikan sebagai
berikut:
�̿� =𝑋
𝑁
Sementara itu pada pembahasan sebelumnya telah dikemukakan bahwa, penaksir
dari total populasi 𝑋 adalah �̂� dan dirumusakan sebagai berikut:
�̂� =𝑀
𝑚∑
𝑁𝑖
𝑛𝑖∑ 𝑥𝑖𝑗
𝑛𝑖𝑚 (3.45)
Berdasarkan perumusan di atas (3.45) maka proses untuk mencari penaksir
dari �̿� sangatlah sederhana hanya dengan membagi penaksir dari total populasi
oleh 𝑁 seperti berikut.
�̂̿� =�̂�
𝑁=
1
𝑁
𝑀
𝑚∑
𝑁𝑖
𝑛𝑖∑ 𝑥𝑖𝑗
𝑛𝑖𝑚 (3.46)
Perhatikan bahwa �̂̿� bukan merupakan rata-rata sampel, melainkan
penaksir dari rata-rata populasi. Telah ditunjukkan bahwa �̂� merupakan penaksir
tak bias dari 𝑋. Oleh karena itu itu, nilai ekspektasi dari �̂̿� adalah
𝐸 (�̂̿� ) =𝐸(�̂�)
𝑁=
𝑋
𝑁= �̿�
Terbukti bahwa �̂̿� merupakan penaksir tak bias dari �̿�.
Selanjutnya berdasarkan (3.45) dengan mengasumsikan bahwa 𝑁𝑖 = �̅� =
𝑁
𝑀 dan 𝑛𝑖 = �̅� =
𝑛
𝑚, maka perumusan �̂̿� akan menjadi :
X̿̂ =
1
𝑚�̅�∑ ∑ 𝑥𝑖𝑗
�̅�𝑖=1
𝑚𝑖=1
(3.47)
41
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Karakteristik dari persamaan (3.47) adalah bahwa �̂̿� merupakan rata-rata
sampel dalam bentuk sederhana berukuran 𝑚�̅� dan tidak ada pembobotan apapun
yang digunakan untuk memperoleh �̂̿�. Penaksir jenis ini dikatakan sebagai
penaksir dengan pembobotan diri.
Pada sampel pembobotan diri, probabilitas untuk memasukkan sebuah ssu
dari populasi ke dalam sampel berukuran 𝑚�̅� = 𝑛 adalah sama untuk semua
anggota populasi. Hal ini berarti, probabilitas ssu yang masuk ke dalam sampel
berukuran 𝑚�̅� = 𝑛 adalah 𝑛
𝑁. Sebanyak m psu dipilih dari M psu secara sampling
acak sederhana, oleh karena itu probabilitas semua psu yang termasuk dalam
sampel adalah 𝑚
𝑀.
Sementara itu, untuk ssu yang termasuk dalam subsampel ketika 𝑛𝑖 = 𝑛
akan memiliki probabilitas sebesar �̅�
�̅�, sehingga probabilitas ssu yang termasuk
dalam sampel total atau 𝑚�̅� = 𝑛 adalah
𝑚
𝑀×
�̅�
�̅�=
𝑚
𝑀×
𝑛
𝑚𝑁
𝑀
=𝑛
𝑁 (3.48)
Berdasarkan perhitungan di atas (3.48), maka probabilitas ssu yang masuk
dalam sampel total menjadi 𝑛
𝑁 dan juga penaksir rata-rata populasi adalah rata-rata
sampel yang tidak membutuhkan pembobotan, sehingga dapat mempermudah
perhitungan.
Pada sampling berkelompok dengan PPS, rata-rata sampel yang tidak
diboboti menjadi penaksir tak bias dari rata-rata populasi. Hal ini diharapkan akan
memberikan hasil yang lebih baik dan berguna, karena meskipun ukuran cluster
bervariasi, namun hanya diperlukan rata-rata sampel untuk menaksir rata-rata
populasi. Pada sampling berkelompok dengan PPS, ukuran cluster hanya
dipergunakan sebagai kriteria dalam pemilihan psu.
Pada pemilihan psu untuk sampling berkelompok dengan PPS, probabilitas
psu untuk menjadi sampel adalah sebesar 𝑁𝑖
𝑁. Penaksir total populasi untuk
masalah pemilihan psu dengan probabilitas berbeda dinyatakan sebagai berikut:
�̂� =𝑋𝑖
𝑝𝑖 (3.49)
42
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dan karena �̂�𝑖 =𝑋𝑖
𝑋, maka �̂� sama dengan 𝑋.
Namun, notasi �̂�𝑖 tidak dikenal dalam permasalahan sampling. Sebagai
gantinya, dapat menggunakan probabilitas dari 𝑋𝑖 . Probabilitas ini dinyatakan
oleh 𝑝𝑖 . Dengan asumsi bahwa 𝑝𝑖 adalah perkiraan yang baik terhadap �̂�𝑖 ,
sehingga penaksir total populasi dapat dinyatakan sebagai :
�̂� =𝑋𝑖
𝑝𝑖 (3.50)
Semakin 𝑝𝑖 berbeda dari �̂�𝑖 =𝑋𝑖
𝑋, semakin besar pula ketidaksesuaian antara �̂� dan
𝑋.
Dengan menggunakan probabilitas 𝑝𝑖 sebagai pengganti �̂�𝑖, maka penaksir
�̂� menjadi penaksir yang tidak bias dari 𝑋. Ini dapat dilihat sebagai berikut:
�̂� =𝑋𝑖
𝑝𝑖
𝐸(�̂�) = ∑ 𝑝𝑖𝑀𝑖=1
𝑋𝑖
𝑝𝑖= ∑ 𝑋𝑖
𝑀𝑖=1 = 𝑋 (3.51)
dengan demikian �̂� merupakan penaksir yang tidak bias dari 𝑋.
Sebuah penaksir total populasi dapat diperoleh sebagai rata-rata dari
penaksir-penaksir tersebut, yaitu:
�̂� =1
𝑚∑
𝑋𝑖
𝑝𝑖
𝑚𝑖=1 (3.52)
Persamaan (3.52) dapat dianggap sebagai rumus umum untuk menaksir 𝑋
dan juga merupakan penaksir yang tidak bias dari 𝑋 . Berikut ini merupakan
pembuktian bahwa �̂� merupakan penaksir yang tidak bias dari 𝑋.
𝐸(�̂�) =1
𝑚∑ 𝐸
𝑋𝑖
𝑝𝑖
𝑚
𝑖=1
𝐸(�̂�) =1
𝑚∑ ∑ 𝑝𝑖
𝑀
𝑖=1
𝑚
𝑖=1
𝑋𝑖
𝑝𝑖= ∑ 𝑋𝑖
𝑀
𝑖=1
= 𝑋
Hubungan antara probabilitas 𝑝𝑖 dan proporsi �̂�𝑖 adalah jika 𝑝𝑖 semakin
mendekati �̂�𝑖 =𝑋𝑖
𝑝𝑖, maka semakin tinggi presisi penaksir tersebut. Ketika 𝑝𝑖 = �̂�𝑖,
maka �̂� = 𝑋 dan variansinya adalah nol.
43
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Permasalahan selanjutnya adalah bagaimana cara untuk menentukan 𝑝𝑖
yang akan mendekati �̂�𝑖 =𝑋𝑖
𝑝𝑖. Karena 𝑋 adalah parameter yang tidak diketahui dan
yang akan ditaksir, maka �̂�𝑖 juga tidak diketahui. Cara menentukan 𝑝𝑖 adalah
memilih psu menggunakan sampling berkelompok dengan PPS dengan harapan
bahwa probabilitasnya akan mendekati �̂�𝑖.
Pada prosedur sampling berkelompok, pemilihan psu dilakukan secara
sampling acak sederhana, yaitu setiap psu diberikan probabilitas sama yaitu
sebesar 1
𝑀. Sekarang, yang diinginkan adalah menetapkan probabilitas 𝑝𝑖 yang
akan mendekati proporsi �̂�𝑖 untuk mengurangi ketidaksesuaian antara �̂� dan 𝑋 .
Dengan kata lain, ingin mengurangi varians �̂�. Secara umum dari sampling acak
sederhana, diketahui bahwa
�̂�𝑖 = 𝑁𝑖
𝑛𝑖𝑥𝑖 (3.53)
dan diketahui pula dari sampling acak sederhana, bahwa
𝐸(�̂�𝑖) = 𝑁𝑖�̿�𝑖 = 𝑋𝑖 (3.54)
dengan mengkombinasikan hasil dari proses psu tahap pertama dan proses ssu
tahap kedua serta dengan mensubstitusikan persamaan (3.53) kedalam persamaan
(3.52), akan diperoleh
�̂� = 1
𝑚∑
�̂�𝑖
𝑝𝑖
𝑚
=1
𝑚∑
1
𝑝𝑖(
𝑁𝑖
𝑛𝑖𝑥𝑖)
𝑚
�̂� = 1
𝑚∑
1
𝑝𝑖(
𝑁𝑖
𝑛𝑖∑ 𝑥𝑖𝑗
𝑛𝑖 )𝑚 (3.55)
yang merupakan hasil umum yang ingin ditentukan dimana 𝑝𝑖 adalah probabilitas
pemilihan 𝑋𝑖, dan persamaan (3.55) merupakan penaksir yang tidak bias dari X.
Hal ini dapat diperlihatkan pada penjabaran berikut ini.
𝐸(�̂�) = 𝐸𝑖 (𝐸𝑗
1
𝑚∑
1
𝑝𝑖�̂�𝑖
𝑚
)
44
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
= 𝐸𝑖 (1
𝑚∑
1
𝑝𝑖𝑋𝑖
𝑚
)
= 1
𝑚∑ ∑ 𝑝𝑖 (
1
𝑝𝑖𝑋𝑖)
𝑀𝑚
𝐸(�̂�) = ∑ 𝑋𝑖𝑀 = 𝑋
Dengan menggunakan persamaan (3.55), maka diperoleh penaksir-
penaksir dari sampling berkelompok dan sampling berkelompok dengan PPS
sebagai kasus khusus. Pada kasus sebelumnya pada sampling berkelompok,
𝑝𝑖 =1
𝑀, kemudian substitusikan 𝑝𝑖 =
1
𝑀 ini ke persamaan (3.55), sehingga
diperoleh:
�̂� = 𝑀
𝑚∑
𝑁𝑖
𝑛𝑖𝑥𝑖
𝑚
�̂� = 𝑀
𝑚∑
𝑁𝑖
𝑛𝑖∑ 𝑥𝑖𝑗
𝑛𝑖𝑚 (3.56)
Untuk sampling berkelompok dengan PPS, 𝑝𝑖 =𝑁𝑖
𝑁. Kemudian substitusikan
𝑝𝑖 =𝑁𝑖
𝑁 ini ke persamaan (3.55), sehingga diperoleh:
�̂� =1
𝑚∑
𝑁
𝑁𝑖
𝑁𝑖
𝑛𝑖𝑥𝑖
𝑚
=𝑁
𝑚∑
1
𝑛𝑖𝑥𝑖
𝑚
�̂� =𝑁
𝑚∑
1
𝑛𝑖∑ 𝑥𝑖𝑗
𝑛𝑖𝑚 (3.57)
yang merupakan rumus umum sampling berkelompok dengan PPS. Apabila
𝑛𝑖 = �̅� =𝑛
𝑚, maka persamaan (3.57) dapat disederhanakan menjadi:
�̂� =𝑁
𝑚�̅�∑ ∑ 𝑥𝑖𝑗
�̅�𝑚 (3.58)
Penaksir rata-rata populasi diperoleh hanya dengan membagi �̂� oleh 𝑁, sehingga
diperoleh :
�̂̅̅� =1
𝑚�̅�∑ ∑ 𝑥𝑖𝑗
�̅�𝑚 (3.59)
Seperti yang diuraikan di atas, persamaan (3.59) merupakan rata-rata sampel
dari sampel 𝑛 = 𝑚�̅� dan merupakan pembobotan diri, sehingga merupakan
45
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
penaksir yang tidak bias dari �̅�. Oleh Karena �̂̅̅� adalah rata-rata sampel 𝑛 = 𝑚�̅�,
dinotasikan dengan:
�̂̅̅� = �̿�𝑝𝑝𝑠 =1
𝑚�̅�∑ ∑ 𝑥𝑖𝑗
�̅�𝑚 (3.60)
3.5.2 Variansi dari �̿�𝒑𝒑𝒔
Pada subbab ini akan membahas mengenai variansi dari �̿�𝑝𝑝𝑠 .Variansi dari
�̿�𝑝𝑝𝑠 didefinisikan sebagai berikut:
𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠) = 𝐸(�̿�𝑝𝑝𝑠 − �̿�)2 (3.61)
Perlu diingat bahwa E( �̿�𝑝𝑝𝑠) = �̿� . Untuk mengevaluasi persamaan (3.61),
alangkah baiknya apabila terlebih dahulu menjabarkan 𝐸(�̿�𝑝𝑝𝑠 − �̿�)2.
Misalkan:
�̿�𝑝𝑝𝑠 − �̿� = (�̿�𝑝𝑝𝑠 −1
𝑚∑ �̿�𝑖
𝑚
) + (1
𝑚∑ �̿�𝑖
𝑚
− �̿�) = 𝐴 + 𝐵
diperoleh,
(�̿�𝑝𝑝𝑠 − �̿�)𝟐
= 𝐴2+𝐵2 + 2𝐴𝐵
sehingga varians dari �̿�𝑝𝑝𝑠 dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠) = 𝐸(�̿�𝑝𝑝𝑠 − �̿�)2
= 𝐸(𝐴2)+𝐸(𝐵2) + 𝐸(2𝐴𝐵) (3.62)
Untuk mempermudah dalam proses penurunan rumusanya, maka ruas kanan
persamaan (3.62) akan dijabarkan bagian per bagian.
Penjabaran bagian 2AB
2𝐴𝐵 = 2 (1
𝑚∑ �̿�𝑖
𝑚
−1
𝑚∑ �̿�𝑖
𝑚
) (1
𝑚∑ �̿�𝑖
𝑚
− �̿�)
= 21
𝑚∑(�̿�𝑖 −
𝑚
�̿�𝑖) (1
𝑚∑ �̿�𝑖
𝑚
− �̿�)
Misal 𝐸𝑗 merupakan ekspektasi yang diambil alih j dengan psu ke-i diketahui,
sehingga:
46
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
𝐸𝑖[𝐸𝑗(2𝐴𝐵)] = 𝐸𝑖 [𝐸𝑗 (21
𝑚∑(�̿�𝑖 −
𝑚
𝑋�̿�) (1
𝑚∑ �̿�𝑖
𝑚
− �̿�))]
Karena A dan B independent (karena cluster terakhir independent) dan
𝐸(�̿�𝑖) = �̿�𝑖, maka:
𝐸𝑗(2𝐴𝐵) = 0 (3.63)
Penjabaran bagian 𝐴2
𝐴2 = (�̿�𝑝𝑝𝑠 −1
𝑚∑ �̿�𝑖
𝑚
)
2
= (1
𝑚∑ �̿�𝑖
𝑚
−1
𝑚∑ �̿�𝑖
𝑚
)
2
=1
𝑚2[∑(�̿�𝑖 −
𝑚
�̿�𝑖)]
2
=1
𝑚2[∑(�̿�𝑖 − �̿�𝑖)
2 + 2 ∑ ∑(�̿�𝑖 − �̿�𝑖)(�̿�𝑖′ − �̿�𝑖)
𝑚
𝑖≠𝑖′
𝑚
𝑖
𝑚
]
Sehingga, ekspektasi dari 𝐴2 adalah:
𝐸𝑖(𝐸𝑗(𝐴2)) = 𝐸𝑖 [𝐸𝑗1
𝑚2∑ (�̿�𝑖 − �̿�𝑖)2 + 𝐸𝑗2 ∑ ∑ (�̿�𝑖 − �̿�𝑖)(�̿�𝑖′ − �̿�𝑖)𝑚
𝑖≠𝑖′𝑚𝑖
𝑚 ] (3.64)
Karena cluster yang terakhir bersifat independent, maka suku kedua dari ruas
kanan persamaan (3.64) bernilai 0. Sedangkan untuk suku pertama di ruas
kanan persamaan (3.64), diperoleh:
𝐸𝑖 (𝐸𝑗 (1
𝑚2∑ (�̿�𝑖 − �̿�𝑖)
2𝑚 )) = 𝐸𝑖 (1
𝑚2∑
𝑁𝑖−�̅�
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
�̅�) (3.65)
dimana 𝑆𝑖2 =
1
𝑁𝑖−1∑ (𝑋𝑖𝑗 − 𝑋�̿�)
2𝑁𝑖 yang merupakan standard error dari rata-
rata sampel �̿�𝑖, untuk sampling acak sederhana.
𝐸𝑖 (𝐸𝑗 (1
𝑚2∑ (�̿�𝑖 − �̿�𝑖)
2𝑚 )) = 𝐸𝑖 (1
𝑚2∑
𝑁𝑖−�̅�
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
�̅�)
=1
𝑚2 𝑚 ∑𝑁𝑖
𝑁
𝑁𝑖−�̅�
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
�̅�
𝑚
𝐸𝑖 (𝐸𝑗 (1
𝑚2∑ (�̿�𝑖 − �̿�𝑖)
2𝑚 )) =1
𝑚𝑁∑ (𝑁𝑖 − �̅�)
𝑆𝑖2
�̅�
𝑚
47
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
𝐸𝑖(𝐴2) = 1
𝑚𝑁∑ (𝑁𝑖 − �̅�)
𝑆𝑖2
�̅�
𝑚 (3.66)
Penjabaran bagian 𝐵2
𝐵2 = (1
𝑚∑ �̿�𝑖
𝑚 − �̿�)2
𝐵2 =1
𝑚2 [∑ (�̿�𝑖 − �̿�)2 + 2 ∑ ∑ (�̿�𝑖 − �̿�)(�̿�𝑖′ − �̿�)𝑚𝑖≠𝑖′
𝑚𝑖
𝑚 ] (3.67)
Karena psu adalah sampel dengan penggantian dan 𝐸𝑖(�̿�𝑖) = ∑𝑁𝑖
𝑁�̿�𝑖
𝑚 = �̿�,
maka suku kedua ruas kanan persamaan (3.67) bernilai sama dengan 0.
Sedangkan untuk suku pertama di ruas kanan persamaan (3.67), diperoleh:
1
𝑚2𝐸𝑖 [∑(�̿�𝑖 − �̿�)2
𝑚
] =1
𝑚2𝑚 ∑
𝑁𝑖
𝑁(�̿�𝑖 − �̿�)2
𝑚
1
𝑚2𝐸𝑖 [∑(�̿�𝑖 − �̿�)2
𝑚
] =1
𝑚𝑁∑ 𝑁𝑖(�̿�𝑖 − �̿�)2
𝑚
Berdasarkan itu, maka ekspektasi dari 𝐵2 dapat ditentukan, yaitu:
𝐸𝑖(𝐵2) = 1
𝑚𝑁∑ 𝑁𝑖(�̿�𝑖 − �̿�)
2𝑚 (3.68)
Selanjutnya mensubstitusikan persamaan (3.63), persamaan (3.66), dan persamaan
(3.68), ke persamaan (3.62), akan diperoleh perumusan varians dari �̿�𝑝𝑝𝑠 adalah
sebagai berikut:
𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠) =1
𝑚𝑁∑ 𝑁𝑖(�̿�𝑖 − �̿�)2𝑚 +
1
𝑚𝑁∑ (𝑁𝑖 − �̅�)
𝑆𝑖2
�̅�
𝑚 (3.69)
dimana
𝑆𝑖2 =
1
𝑁𝑖 − 1∑(𝑋𝑖𝑗 − �̿�𝑖)
2
𝑁𝑖
3.5.3 Penaksir Tak Bias dari 𝑽(�̿�𝒑𝒑𝒔)
Salah satu karakteristik yang menarik dari sampling berkelompok dengan
PPS adalah penaksir tak bias dari 𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠) sangat sederhana dan mudah untuk
ditentukan. Penaksir tak bias dari 𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠) adalah:
�̂�(�̿�𝑝𝑝𝑠) =1
𝑚(𝑚−1)∑ (�̿�𝑖 − �̿�𝑝𝑝𝑠)
2𝑚 (3.70)
48
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dengan, �̿�𝑖 =𝑥𝑖
�̅�, dan �̿�𝑝𝑝𝑠 =
1
𝑚�̅�∑ ∑ 𝑥𝑖𝑗 =
1
𝑚
�̅� ∑ �̿�𝑖𝑚𝑚
Pembuktian bahwa �̂�(�̿�𝑝𝑝𝑠) merupakan penaksir yang tak bias dari
𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠) adalah sebagai berikut:
Pembuktian :
Pada proses pembuktian ini yang akan dilakukan yaitu akan menunjukkan bahwa
persamaan (3.70) adalah penaksir tak bias dari
𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠) =1
𝑚𝑁∑ 𝑁𝑖(�̿�𝑖 − �̿�)2
𝑚
+1
𝑚𝑁∑(𝑁𝑖 − �̅�)
𝑆𝑖2
�̅�
𝑚
Langkah pertama yaitu melakukan perubahan secara aljabar pada (�̿�𝑖 − �̿�𝑝𝑝𝑠).
�̿�𝑖 − �̿�𝑝𝑝𝑠 = �̿�𝑖 −1
𝑚∑ �̿�𝑖
= �̿�𝑖 −1
𝑚�̿�𝑖 −
1
𝑚∑ �̿�𝑖′
𝑚
𝑖′≠𝑖
�̿�𝑖 − �̿�𝑝𝑝𝑠 =𝑚−1
𝑚�̿�𝑖 −
1
𝑚∑ �̿�𝑖′
𝑚𝑖′≠𝑖 (3.71)
Selanjutnya mensubstitusikan persamaan (3.71) pada persamaan (3.70), diperoleh:
�̂�(�̿�𝑝𝑝𝑠) =1
𝑚
1
(𝑚−1)∑ (
𝑚−1
𝑚�̿�𝑖 −
1
𝑚∑ �̿�𝑖′
𝑚𝑖′≠𝑖 )
2𝑚
=1
𝑚[
1
𝑚−1∑ {(
𝑚−1
𝑚�̿�𝑖)
2
− 2 (𝑚−1
𝑚�̿�𝑖) (
1
𝑚∑ �̿�𝑖′
𝑚𝑖′≠𝑖 ) + (
1
𝑚∑ �̿�𝑖′
𝑚𝑖′≠𝑖 )
2
}𝑚 ]
�̂�(�̿�𝑝𝑝𝑠) =1
𝑚(𝐴 − 𝐶 + 𝐵) (3.72)
dengan 𝐴 =1
𝑚−1∑ (
𝑚−1
𝑚�̿�𝑖)
2𝑚
𝐵 =1
𝑚 − 1∑ (
1
𝑚∑ �̿�𝑖′
𝑚
𝑖′≠𝑖
)
2𝑚
𝑖
𝐶 =1
𝑚−1∑ 2 (
𝑚−1
𝑚�̿�𝑖) (
1
𝑚∑ �̿�𝑖′
𝑚𝑖′≠𝑖 )𝑚
𝑖
Langkah kedua adalah mereduksi bagian A, B, dan C secara aljabar untuk
menyederhanakan bentuk sehingga dapat menerapkan proses untuk memperoleh
hasil ekspektasi.
49
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pereduksian bagian A :
𝐴 =1
𝑚−1∑ (
𝑚−1
𝑚�̿�𝑖)
2𝑚𝑖
=1
𝑚−1
(𝑚−1)2
𝑚2(∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖 )2
𝐴 =𝑚−1
𝑚2∑ �̿�𝑖
2𝑚𝑖 (3.73)
Pereduksian bagian B :
𝐵 = 1
𝑚−1∑ (
1
𝑚∑ �̿�𝑖′
𝑚𝑖′≠𝑖 )
2𝑚𝑖
=1
𝑚−1
1
𝑚2∑ (∑ �̿�𝑖′
𝑚𝑖′≠𝑖 )
2𝑚𝑖
=1
𝑚2(𝑚−1)∑ (∑ �̿�𝑖 − �̿�𝑖
𝑚𝑖 )2𝑚
𝑖
=1
𝑚2(𝑚−1)∑ [(∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖 )2 − 2�̿�𝑖 ∑ �̿�𝑖
𝑚 + �̿�𝑖2
]𝑚
=1
𝑚2(𝑚−1)[𝑚(∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖 )2 − 2(∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖 )2 + ∑ �̿�𝑖
2𝑚𝑖 ]
=1
𝑚2(𝑚−1)[(𝑚 − 2)(∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖 )2 + ∑ �̿�𝑖
2𝑚𝑖 ]
=1
𝑚2(𝑚−1)[(𝑚 − 2)(∑ �̿�𝑖
2𝑚𝑖 + ∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖≠𝑖′ �̿�𝑖′) + ∑ �̿�𝑖
2𝑚𝑖 ]
=1
𝑚2(𝑚−1)[(𝑚 − 1) ∑ �̿�𝑖
2𝑚𝑖 + (𝑚 − 2) ∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖≠𝑖′ �̿�𝑖′]
𝐵 =1
𝑚2∑ �̿�𝑖
2𝑚𝑖 +
𝑚−2
𝑚2(𝑚−1)∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖≠𝑖′ �̿�𝑖′ (3.74)
Pereduksian bagian C :
𝐶 =1
𝑚−1∑ [2 (
𝑚−1
𝑚�̿�𝑖) (
1
𝑚∑ �̿�𝑖′
𝑚𝑖′≠𝑖 )]𝑚
=1
𝑚−1
𝑚−1
𝑚[
2
𝑚∑ �̿�𝑖
𝑚 ∑ (∑ �̿�𝑖′𝑚𝑖′≠𝑖 )𝑚 ]
=2
𝑚2∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖 ∑ �̿�𝑖′
𝑚𝑖′≠𝑖
𝐶 =2
𝑚2∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖≠𝑖′ �̿�𝑖′ (3.75)
Selanjutnya mensubstitusikan persamaan (3.73), persamaan (3.74), dan persamaan
(3.75) ke dalam persamaan (3.72), akan diperoleh:
50
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
�̂�(�̿�𝑝𝑝𝑠) =1
𝑚[
𝑚−1
𝑚2∑ �̿�𝑖
2𝑚𝑖 −
2
𝑚2∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖≠𝑖′ �̿�𝑖′ +
1
𝑚2∑ �̿�𝑖
2𝑚𝑖 +
𝑚−2
𝑚2(𝑚−1)∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖≠𝑖′ �̿�𝑖′]
=1
𝑚[
𝑚−1
𝑚2∑ �̿�𝑖
2𝑚𝑖 +
1
𝑚2∑ �̿�𝑖
2𝑚𝑖 +
𝑚−2
𝑚2(𝑚−1)∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖≠𝑖′ �̿�𝑖′ −
2
𝑚2∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖≠𝑖′ �̿�𝑖′]
�̂�(�̿�𝑝𝑝𝑠) =1
𝑚[
1
𝑚∑ �̿�𝑖
2𝑚𝑖 −
1
𝑚(𝑚−1)∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖≠𝑖′ �̿�𝑖′] (3.76)
�̂�(�̿�𝑝𝑝𝑠) =1
𝑚𝐷 (3.77)
dengan 𝐷 =1
𝑚∑ �̿�𝑖
2𝑚𝑖 −
1
𝑚(𝑚−1)∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖≠𝑖′ �̿�𝑖′
Langkah ketiga adalah menentukan ekspektasi dari �̂�(�̿�𝑝𝑝𝑠). Penentuan
ekspektasi dari �̂�(�̿�𝑝𝑝𝑠) ini dapat diselesaikan dalam dua tahap. Tahap pertama
untuk kasus dimana psu ke-i diberikan dan tahap kedua untuk kasus dimana i
berubah-ubah dari seluruh kemungkinan M psu.
𝐸[�̂�(�̿�𝑝𝑝𝑠)] = 𝐸𝑖 (𝐸𝑗 (1
𝑚𝐷))
𝐸[�̂�(�̿�𝑝𝑝𝑠)] =1
𝑚𝐸𝑖 (𝐸𝑗(𝐷)) (3.78)
Selanjutnya yang dilakukan yaitu menguraikan 𝐸𝑗(𝐷) menjadi:
𝐸𝑗(𝐷) = 𝐸𝑗 [1
𝑚∑ �̿�𝑖
2𝑚𝑖 −
1
𝑚(𝑚−1)∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖≠𝑖′ �̿�𝑖′]
𝐸𝑗(𝐷) = 𝐸𝑗[𝐹 − 𝐺] (3.79)
dimana 𝐹 =1
𝑚∑ �̿�𝑖
2𝑚𝑖
𝐺 =1
𝑚(𝑚−1)∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖≠𝑖′ �̿�𝑖′.
Perhatikan ruas kanan dari persamaan (3.79). Untuk mempermudah dalam
menentukan ekspektasi ruas kanan persamaan (3.79), maka penentuan
ekspektasinya dilakukan satu persatu. Pertama-tama menentukan 𝐸𝑗(𝐹).
𝐸𝑗𝐹 = 𝐸𝑗 (1
𝑚∑ �̿�𝑖
2𝑚𝑖 ) =
1
𝑚∑ 𝐸𝑗�̿�𝑖
2𝑚𝑖 (3.80)
Seperti telah diketahui dari metode sampling acak sederhana bahwa:
𝐸(�̅� − �̅�)2 = 𝐸(�̅�2) − �̅�2
𝐸(�̅�2) = �̅�2 + 𝐸(�̅� − �̅�)2
𝐸(�̅�2) = �̅�2 +𝑁−𝑛
𝑁
𝑆2
𝑛 (3.81)
51
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dengan menggunakan hubungan pada persamaan (3.81), maka persamaan (3.80)
dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝐸𝑗(𝐹) =1
𝑚∑ (�̿�𝑖
2 +𝑁𝑖−�̅�
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
�̅�)𝑚
𝑖 (3.82)
dimana 𝑆𝑖2 =
1
𝑁𝑖−1∑ (𝑋𝑖𝑗 − �̿�)
2𝑁𝑖
Selanjutnya menentukan 𝐸𝑗(𝐺).
𝐸𝑗(𝐺) =1
𝑚(𝑚−1)𝐸𝑗 ∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖≠𝑖′ �̿�𝑖′
𝐸𝑗(𝐺) =1
𝑚(𝑚−1)∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖≠𝑖′ �̿�𝑖′ (3.83)
Karena pemilihan ssu dilakukan dengan menggunakan metode sampling acak
sederhana, maka diasumsikan bahwa psu ke-i yang sama akan terpilih secara
berulang kali, ketika sampel yang terambil adalah sampel yang sama dengan
sebelumnya, maka sampel tersebut dikembalikan lalu diambil lagi sampel yang
lain sehingga terpilih sampel lain yang berbeda, maka dari itu �̿�𝑖 dan �̿�𝑖′
independen.
Selanjutnya mensubtitusikan persamaan (3.82) dan persamaan (3.83) ke
dalam persamaan (3.79), akan diperoleh:
𝐸𝑖 (𝐸𝑗(𝐷)) = 𝐸𝑖[𝐸𝑗(𝐹) − 𝐸𝑗(𝐺)]
= 𝐸𝑖 [1
𝑚∑ (�̿�𝑖
2 +𝑁𝑖−�̅�
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
�̅�)𝑚
𝑖 −1
𝑚(𝑚−1)∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖≠𝑖′ �̿�𝑖′]
= 𝐸𝑖 [1
𝑚∑ �̿�𝑖
2𝑚𝑖 +
1
𝑚∑
𝑁𝑖−�̅�
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
�̅�
𝑚𝑖 −
1
𝑚(𝑚−1)∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖≠𝑖′ �̿�𝑖′]
𝐸𝑖 (𝐸𝑗(𝐷)) = 𝐸𝑖 [1
𝑚∑ �̿�𝑖
2𝑚𝑖 ] + 𝐸𝑖 [
1
𝑚∑
𝑁𝑖−�̅�
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
�̅�
𝑚𝑖 ] − 𝐸𝑖 [
1
𝑚(𝑚−1)∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖≠𝑖′ �̿�𝑖′] (3.84)
Untuk 𝐸𝑖 [1
𝑚∑ �̿�𝑖
2𝑚𝑖 ]
𝐸𝑖 [1
𝑚∑ �̿�𝑖
2
𝑚
𝑖
] =1
𝑚𝑚 (𝐸𝑖(�̿�𝑖
2)) = 𝐸𝑖(�̿�𝑖2)
𝐸𝑖 [1
𝑚∑ �̿�𝑖
2𝑚𝑖 ] = �̿�2 +
1
𝑁∑ 𝑁𝑖(�̿�𝑖 − �̿�)
2𝑀 (3.85)
52
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Untuk 𝐸𝑖 [1
𝑚∑
𝑁𝑖−�̅�
𝑁𝑖
𝑆2
�̅�
𝑚𝑖 ]
𝐸𝑖 [1
𝑚∑
𝑁𝑖−�̅�
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
�̅�
𝑚𝑖 ] =
1
𝑚𝑚 (𝐸𝑖 (
𝑁𝑖−�̅�
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
�̅�))
= 𝐸𝑖 (𝑁𝑖 − �̅�
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
�̅�)
𝐸𝑖 [1
𝑚∑
𝑁𝑖−�̅�
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
�̅�
𝑚𝑖 ] = ∑
𝑁𝑖
𝑁
𝑁𝑖−�̅�
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
�̅�
𝑀 (3.86)
Untuk 𝐸𝑖 [1
𝑚(𝑚−1)∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖≠𝑖′ �̿�𝑖′]
𝐸𝑖 [1
𝑚(𝑚−1)∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖≠𝑖′ �̿�𝑖′] =
1
𝑚(𝑚−1)𝑚(𝑚 − 1)�̿�2
𝐸𝑖 [1
𝑚(𝑚−1)∑ �̿�𝑖
𝑚𝑖≠𝑖′ �̿�𝑖′] = �̿�2 (3.87)
Berdasarkan uraian tersebut di atas, serta dengan mensubstitusikan persamaan
(3.85), persamaan (3.86), dan persamaan (3.87) ke dalam persamaan (3.84), akan
diperoleh
𝐸𝑖 (𝐸𝑗(𝐷)) = �̿�2 +1
𝑁∑ 𝑁𝑖(�̿�𝑖 − �̿�)
2𝑀 + ∑𝑁𝑖
𝑁
𝑁𝑖−�̅�
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
�̅�
𝑀 − �̿�2
𝐸𝑖 (𝐸𝑗(𝐷)) =1
𝑁∑ 𝑁𝑖(�̿�𝑖 − �̿�)
2𝑀 +1
𝑁∑ (𝑁𝑖 − �̅�)
𝑆𝑖2
�̅�
𝑀 (3.88)
Langkah terakhir yaitu mensubstitusikan persamaan (3.88) ke dalam persamaan
(3.78), maka diperoleh :
𝐸[�̂�(�̿�𝑝𝑝𝑠)] =1
𝑚𝐸𝑖(𝐸𝑗𝐷)
=1
𝑚𝑁∑ 𝑁𝑖(�̿�𝑖 − �̿�)
2𝑀
+1
𝑚𝑁∑(𝑁𝑖 − �̅�)
𝑆𝑖2
�̅�
𝑀
𝐸[�̂�(�̿�𝑝𝑝𝑠)] = 𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠)
Terbukti bahwa �̂�(�̿�𝑝𝑝𝑠) merupakan penaksir tak bias dari 𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠).
53
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3.6 Perbandingan 𝑽(𝒙𝒑𝒑𝒔) dengan 𝑽 (�̂̿�𝒄𝒍)
Alasan utama untuk memilih primary sampling units (psu) dengan metode PPS
pada sampling berkelompok adalah untuk menghasilkan sampel yang lebih
representatif dari populasi. Pada metode ini, psu atau cluster dengan ukuran yang
berbeda mempunyai probabilitas yang berbeda pula disesuaikan dengan ukurannya,
berbeda dengan metode sampling berkelompok yang tidak memperhatikan ukuran
cluster oleh karena itu, presisi dari penaksir akan bertambah jika dibandingkan dengan
sampling berkelompok. Karena metode PPS memiliki presisi yang lebih tinggi, maka
metode ini pun harus memiliki varians yang lebih kecil daripada metode sampling
berkelompok.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa perbedaan utama antara
sampling berkelompok dan sampling berkelompok dengan PPS yaitu terletak pada saat
pemilihan psu. Sampling berkelompok memilih psu dengan menggunakan konsep
sampling acak sederhana, sedangkan sampling berkelompok dengan PPS memilih psu
dengan menggunakan konsep PPS. Untuk pemilihan secondary sampling units (ssu),
kedua metode sampling berkelompok tersebut menggunakan konsep yang sama yaitu
konsep sampling acak sederhana.
Bedasarkan uraian di atas, perbedaan prosedur dalam proses pemilihan psu
tersebut, akan memungkinkan indikasi hasil presisi yang berbeda. Oleh karena itu,
dirasa perlu untuk membandingkan 𝑉 (�̂̿�𝑐𝑙) dan 𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠) dengan hanya
mempertimbangkan psu.
Berdasarkan uraian pada subbab-subbab sebelumnya telah diketahui bahwa
varians dari �̿�𝑝𝑝𝑠 (𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠)), dinyatakan sebagai berikut:
𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠) =1
𝑚𝑁∑ 𝑁𝑖
𝑀
(�̿�𝑖 − �̿�)2
+1
𝑚𝑁∑(𝑁𝑖 − �̅�)
𝑆𝑖2
�̅�
𝑀
sedangkan varians dari �̂̿�𝑐𝑙 (𝑉 (�̂̿�𝑐𝑙)), dinyatakan sebagai berikut:
𝑉 (�̂̿�𝑐𝑙) =1
𝑁2(𝑀2
𝑀 − 𝑚
𝑀
𝑆𝑏2
𝑚+
𝑀
𝑚∑ 𝑁𝑖
2
𝑀𝑁𝑖 − 𝑛𝑖
𝑁𝑖
𝑆𝑖2
𝑛𝑖)
54
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Selanjutnya dengan memisalkan 𝑁𝑖 = 𝑛𝑖 dan mengeliminasi pengaruh ssu pada
varians, maka perumusan (𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠)), akan menjadi:
𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠) =1
𝑚𝑁∑ 𝑁𝑖
𝑀 (�̿�𝑖 − �̿�)2 (3.89)
atau dapat dituliskan dalam bentuk persamaan berikut ini :
𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠) =1
𝑚∑
𝑁𝑖
𝑁𝑀 (�̿�𝑖 − �̿�)
2 (3.90)
Sedangkan perumusan (𝑉 (�̂̿�𝑐𝑙)), akan menjadi:
𝑉 (�̂̿�𝑐𝑙) =𝑀2
𝑁2
𝑀−𝑚
𝑀
𝑆𝑏2
𝑚
𝑉 (�̂̿�𝑐𝑙) = 1
�̅�2
𝑀−𝑚
𝑀
1
𝑚
1
𝑀−1∑ (𝑋𝑖 − �̅�)2𝑀 (3.91)
dengan 𝑆𝑏2 =
1
𝑀−1∑ (𝑋𝑖 − �̅�)2𝑀 dan �̅�2 =
𝑁2
𝑀2. Selanjutnya misalkan (𝑀−𝑚)
𝑀= 1
dan (𝑀 − 1) = 𝑀, maka persamaan (3.90) menjadi:
𝑉 (�̂̿�𝑐𝑙) =1
𝑚
1
𝑀∑ (
𝑋𝑖
�̅�− �̿�)
2𝑀
=1
𝑚𝑀∑ (
𝑋𝑖−�̅��̿�
�̅�)
2𝑀
𝑉 (�̂̿�𝑐𝑙) =1
𝑚𝑀∑
(𝑁𝑖�̿�𝑖−�̅��̿�)2
�̅�2𝑀 (3.92)
Selanjutnya adalah membandingkan 𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠) dengan 𝑉 (�̂̿�𝑐𝑙) dengan
menggunakan persamaan (3.90) dan persamaan (3.92). Proses perbandingan
𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠) dan 𝑉 (�̂̿�𝑐𝑙) dilakukan dengan cara menggunakan operasi pengurangan
antara dua varians tersebut, akan diperoleh:
𝑉 (�̂̿�𝑐𝑙) − 𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠) =1
𝑚𝑀∑
(𝑁𝑖�̿�𝑖−�̅��̿�)2
�̅�2𝑀 −
1
𝑚∑
𝑁𝑖
𝑁
𝑀 (�̿�𝑖 − �̿�)2
𝑉 (�̂̿�𝑐𝑙) − 𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠) =1
𝑚
∑ (𝑁𝑖−�̅�)2𝑀
𝑁�̅��̿�𝑖
2+
1
𝑚
1
𝑁∑ (𝑁𝑖 − �̅�) (�̿�𝑖
2− �̿�
2)𝑀 (3.93)
Hal pertama yang harus diperhatikan dari persamaan (3.93) yaitu kondisi pada
saat 𝑁𝑖 = �̅� =𝑁
𝑀, maka diperoleh:
𝑉 (�̂̿�𝑐𝑙) − 𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠) = 0 + 0
𝑉 (�̂̿�𝑐𝑙) − 𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠) = 0
55
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Karena 𝑉 (�̂̿�𝑐𝑙) − 𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠) = 0 , hal ini berarti kedua prosedur tersebut
mempunyai presisi yang sama. Hal ini akan dengan mudah dipahami dengan
memperhatikan bahwa
𝑁𝑖
𝑁=
�̅�
𝑁=
𝑁
𝑀
𝑁=
1
𝑀
Berdasarkan pernyataan di atas, ini memperlihatkan bahwa probabilitas
dari pemilihan psu pada sampling berkelompok dengan PPS adalah 1
𝑀 sama hal
nya dengan memilih psu pada sampling berkelompok. Oleh karena itu, diperoleh
perkiraan bahwa 𝑉 (�̂̿�𝑐𝑙) = 𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠).
Pada saat 𝑁𝑖 bervariasi dan pada saat 𝑉 (�̂̿�𝑐𝑙) − 𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠) > 0, presisi dari
sampling berkelompok dengan PPS lebih baik daripada sampling berkelompok.
Untuk membuktikannya, perhatikan kembali persamaan (3.93), diketahui bahwa
ruas kanan dari persamaan (3.93) dapat dibagi menjadi dua komponen yaitu,
komponen I ruas kanan dan komponen II ruas kanan. selanjutnya perhatikan
bahwa komponen I ruas kanan pada persamaan (3.93) selalu bernilai positif, dan
dinyatakan sebagai berikut:
1
𝑚
∑ (𝑁𝑖 − �̅�)2𝑀
𝑁�̅��̿�𝑖
2> 0
Sementara itu untuk komponen II ruas kanan pada persamaan (3.93), yaitu:
1
𝑚
1
𝑁∑(𝑁𝑖 − �̅�) (�̿�𝑖
2− �̿�
2)
𝑀
terdapat beberapa poin yang harus diperhatikan, yaitu:
Pada dasarnya metode sampling berkelompok, biasanya mengharapkan agar
varians antar rerata kelompok (cluster) tetap kecil. Agar hal tersebut
terpenuhi, maka harus mereduksi 𝑉 (�̂̿�𝑐𝑙) atau 𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠). Sedangkan metode
sampling berkelompok dengan pps, mengharapkan bahwa nilai absolut dari
(�̿�𝑖2 − �̿�2) akan relatif kecil dibandingkan dengan �̿�𝑖
2 atau �̿�2.
56
Dhini Azzahra, 2015 PERBANDINGAN ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DAN METODE SAMPLING BERKELOMPOK DENGAN PROBABILITY PROPORTIONAL TO SIZE (PPS) (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
𝑁𝑖 − �̅� < 0 hanya ketika ukuran kelompok (cluster) 𝑁𝑖 kecil.
Dengan demikian, diperoleh kesimpulan bahwa 𝑉 (�̂̿�𝑐𝑙) − 𝑉(�̿�𝑝𝑝𝑠) > 0
pada kondisi umum ketika sampling berkelompok dengan PPS dipergunakan.
Hal itulah yang menjadi alasan mengapa presisi dari sampling berkelompok
dengan PPS akan lebih baik daripada sampling berkelompok.