BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Umum Pajakeprints.undip.ac.id/59174/3/07_BAB_III.pdf · untuk...
Transcript of BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Umum Pajakeprints.undip.ac.id/59174/3/07_BAB_III.pdf · untuk...
25
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Umum Pajak
Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang
perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1 berbunyi
pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berbagai pengertian pajak
yang dikemukan oleh berbagai pakar antara lain sebagai berikut:
1. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra
prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksi
sehingga berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari
pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan
surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama
untuk membiayai public investment (Siti Resmi, 2014:1).
2. S. I. Djajadiningrat
Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas
negara yang disebabkan suatu keadaan. Kejadian, dan perbuatan yang
memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut
peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak
ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara
kesejahteraan secara umum (Siti Resmi, 2014:1).
3. Dr. N. J. Feldmann
Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada
penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa
26
adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup
pengeluaran-pengeluaran umum (Siti Resmi, 2014:2).
3.1.1 Fungsi Pajak
Ada dua fungsi pajak menurut Waluyo dalam buku “ Perpajakan
Indonesia” (2007:6) yaitu:
1. Fungsi Penerimaan (Budgeteir)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi
pembiyaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai conroh
yaitu dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam
negri.
2. Fungsi Mengatur (Reguler)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan dibidang social dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu
dikenakannya pajak yang lebih tiggi terhadap minuman keras, dapat
ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah.
3.1.2 Tarif Pajak
Menurut Waluyo (2007:12) Struktur tarif yang berhubungan dengan
pola presentase tarif pajak dikenal 4 (empat) macam tarif, yaitu:
1. Tarif pajak proposional / sebanding
Tarif pajak proposional yaitu tarif pajak berupa presentase teap
terhadap jumlah berapapun yang menjadi dasar pengenaan pajak.
Contoh dikenakan Pajak Pertambahan Nilai 10% atas penyerahan
Barang Kena Pajak.
2. Tarif pajak Progresif
Tarif pajak progresif adalah tarif pajak yang persentasenya menjadi
lebih besar apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaannya
semakin besar. Sebagai contoh, Tarif Pajak Pengahasilan yang
berlaku di Indonesia untuk Wajib Pajak Badan yaitu:
a. Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 tarifnya 10%
27
b. Diatas Rp 50.000.000,00 sampai dengan 100.000.000,00 tarifnya
15%
c. Diatas Rp 100.000.000,00 tarifnya 30%
Memerhatikan kenaikan tarifnya, tarif progresif dapat dibagi
menjadi:
a) Tarif Progresif Progresif
Dalam hal ini kenaikan tarif persentase pajaknya semakin besar.
b) Tarif Progresif Tetap
Kenaikan persentasenya tetap.
c) Tarif Progresif Degresif
Kenaikan persentasenya semakin kecil.
3. Tarif Pajak Degresif
Tarif Pajak Degresif adalah presentase tarif pajak yang semakin
menurun apabila jumlah yang yang menjadi dasar pengenaan pajak
menjadi semakin besar.
4. Tarif Pajak Tetap
Dalam tarif pajak tetap ini adalah tarif berupa jumlah yang sama
tetap (sama besar) terhadap berapapun jumlah yang menjadi dasar
pengenaanpajak. Oleh karena itu, besarnya pajak yang terutang tetap.
Sebagaimana contoh Tarif Bea Materai.
3.1.3 Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan
perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak Penghasilan
adalah jenis pajak pusat. Pajak Penghasilan dihitung dan disetor sendiri
oleh wajib pajak. Pajak Penghasilan ada pajak final dan pajak tidak
final. Pajak final adalah pajak yang dikenakan satu kali saja dan tidak
diperhjitungkan pada saat pengisian SPT akhir tahun. Pajak penghasilan
final diantaranya PPh Pasal 4 ayat (2). Pajak tidak final adalah pajak
penghasilan yang tidak langsung dikenakan saat menerima
penghasilan,pajak penghasilannya bisa diakumulasikan selama 1 tahun
28
pajak dan dihitung secara berlapis. Pajak penghasilan tidak final
diantaranya adalah PPh Pasal 21,PPh Pasal 22,PPh Pasal 22 atas
impor,PPh Pasal 23.
3.1.4 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22
Pajak Penghasilan Pasal 22, selanjutnya disingkat menjadi PPh Pasal
22 merupakan pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah,
baik Pemerintah Pusat maupun Pmerintah Daerah, instansi atau
lembaga pemerintahan dan lembaga-lembaga negara lain, berkenaan
dengan pembayaran atas penerahan barang, dan badan-badan tertentu
baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di
bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Pajak Penghasilan Pasal 22 dibayar dalam tahun berjalan melalui
pemotongan atau pemungutan oleh pihak-pihak tertentu. ( Siti Resmi,
2014:297 )
3.2 Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 22
1. UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan
2. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 154/PMK.03/2010 tentang
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan Pembayaran
atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan
Usaha di Bidang Lain sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.10/2015.
3. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2015 tentang perubahan ketiga
atas peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2010 tentang
Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di
Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.
3.2.1 Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22
Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
29
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 adalah:
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor
barang;
2. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah
Pusat/Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;
3. BUMN/D, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang
dari belanja negara dan/atau belanja daerah;
4. Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri
rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang
ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil
produksinya di dalam negeri;
5. Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di
bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, atas penjualan hasil
produksinya;
6. Badan Urusan Logistik (Bulog), atas penyerahan gula pasir dan
tepung terigu.
3.2.2 Kegiatan yang Dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22
Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 22 (selanjutnya disebut Objek
PPh Pasal 22) sesuai dengan Pasal 23 UU No. 36 Tahun 2008, yaitu:
1. Impor barang;
2. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh Bendahara
Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
pemunggut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga Negara
laainnya.
3. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan
mekanisme uang persediaan (UP) oleh bendahara pengeluaran;
4. Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang
dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) yang
30
dilakukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat
penerbit Surat Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA);
5. Pembayaran atas pembelian barang dan/ atau bahan-bahan untuk
keperluan kegiatan usahanya Badan Usaha Milik Negara meliputi
PT Pertamina ( Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero),
PT Perusahaan Gas Negara (Persero), Tbk., PT Telekomunikasi
Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia ( Persero) Tbk., PT
Pembangnan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (
Persero) Tbk., PT Adhi Karya ( Persero) Tbk., PT Hutama Karya
(Persero) Tbk., PT Krakatau Steel ( Persero) Tbk., dan Bank-bank
Badan Umum Milik Negara ;
6. Penjualan hasil industri yang bergerak di bidang usaha industri
semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri
farmasi kepada distributor di dalam negeri.
7. Penjualan kendaraan bermotor didalam negeri oleh Agen Tunggal
Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek ( ATM), dan
importir umum kendaraan bermotor.
8. Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh
produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas.
9. Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan
industrinya atau ekspornya oleh industri dan eksportir yang
bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan.
10. Penjualan barang yang tergolong mewah oleh Wajib Pajak Badan.
3.2.3 Kegiatan yang Tidak Dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22
Berikut ini adalah daftar pengecualian terhadap pemungutan PPh Pasal
22:
31
1. Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh.
Pengecualian tersebut, harus dinyatakan dengan Surat Keterangan
Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk:
a. Yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat (kawasan tanpa bea
masuk hingga barang tersebut dikeluarkan untuk impor, ekspor
atau re-impor) dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor
(EPTE), yaitu tempat penimbunan barang dagangan karena
pengimpornya tidak membayar bea masuk sebagaimana mestinya;
b. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor 6
Tahun 1969 tentang Pembebanan atas Impor sebagaimana diubah
dan ditambah terakhir dengan PP Nomor 26 tahun 1988 Jo.
Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1973;
c. Berupa kiriman hadiah;
d. Untuk tujuan keilmuan.
3. Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada
belanja negara/daerah yang meliputi jumlah kurang dari Rp
2.000.000,- (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah).
4. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air
minum/PDAM, benda-benda pos, dan telepon.
3.2.4 Penerima Pajak Penghasilan PPh 22
PPh Pasal 22 pada dasarnya adalah cicilan PPh pada tahun berjalan.
Artinya pada akhir tahun, cicilan ini akan diperhitungkan sebagai kredit
pajak PPh badan atau PPh orang pribadi. PPh Pasal 22 yang dikreditkan
di SPT Tahunan ada dua bentuk:
1. Surat Setoran Pajak (SSP),
2. Bukti Pungut.
PPh Pasal 22 yang berbentuk SSP artinya PPh Pasal 22 tersebut
dibayar langsung ke bank persepsi oleh wajib pajak yang bersangkutan
32
pada saat transaksi. Transaksi yang wajib dibayar langsung oleh yang
bersangkutan (artinya di SSP ditulis NPWP yang dapat mengkreditkan)
adalah transaksi yang terkait dengan impor dan bendahara. Sedangkan
selain impor oleh DJBC dan pembelian oleh bendahara, maka BUMN
dan badan-badan tertentu dari swasta sebagai pemungut PPh Pasal 22.
Dia wajib memungut PPh Pasal 22 orang lain dan wajib membuat Bukti
Pungut. Kewajiban membuat Bukti Pungut tertulis dalam Pasal 6 ayat
(2) Peraturan Menteri nomor 107/PMK.010/2015. Pemungut PPh Pasal
22 selain wajib membuat Bukti Pungut juga wajib menyetor PPh yang
dipungut dengan kode pajak 411122-100 ke bank persepsi, kemudian
melaporkan ke KPP terdaftar dalam SPT Masa PPh Pasal 22.
Pihak yang terpungut mendapat Bukti Pungut dan dapat dikreditkan
pada akhir tahun di SPT Tahunan. Dari transaksi tersebut, ada
pengenaan PPh yang bersifat final yaitu penjualan bahan bakan minyak
dan bahan bakar gas ke agen atau penyalur. Artinya, jika wajib pajak
semata-mata hanya usaha tersebut, maka kewajiban PPh-nya tinggal
pelaporan SPT Tahunan yang dilampiri Bukti Potong.
3.2.5 Saat Terutang dan Pelunasan PPh Pasal 22
Saat terutangnya PPh Pasal 22, dibedakan sebagai berikut:
1. PPh Pasal 22 atas impor terutang dan dilunasi bersamaan dengan
saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk
ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi
pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Untuk
Dipakai (PIUD).
2. PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh Direktorat Jenderal
Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/ Daerah, BUMN/D,
yang dibayar dari belanja negara dan/atau belanja daerah, terutang
dan dipungut pada setiap dilakukan pembayaran.
3. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh
badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok,
33
industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk
oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, dipungut pada saat penjualan.
4. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh Pertamina dan badan
usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak
jenis premix dan gas harus dilunasi sendiri oleh penyalur, agen, atau
pembeli lainnya sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang
(Delivery Order) ditebus;
5. PPh Pasal 22 atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh
Bulog harus dilunasi sendiri oleh penyalur, grosir,sebelum Surat
Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus.
3.2.6 Prosedur Pemungutan Penyetoran Dan Pelaporan PPh Pasal 22
Pemungutan, penyetoran ddan pellaporan PPh Pasal 22 dilakukan oleh
dan dengan cara tertentu berdasarkan transaksi atau kegiatan sebagai
berikut:
1. Atas Impor
a. Impor dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 disetor oleh importir
ke Bank Devisa dengan menggunakan formulir Surat Setoran
Pajak yang berlaku sebagai bukti pungutan pajak;
b. Impor tidak dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 dipungut dan
disetor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib menerbitkan Bukti
Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap 3 yaitu :
a) Lembar pertama untuk pembeli;
b) Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal
Pajak sebagai lampiran laporan bulanan;
c) Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungutan
PPh Pasal 22 atas impor dalam jangka waktu sehari setelah
pemungutan pajak dilakukan ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank
persepsi, dan harus melaporkan hasil pemungutannya tersebut ke
34
Kantor Pelayanan Pajak secara mingguan selambat-lambatnya tujuh
hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah
Pusat/Daerah, BUMN/D, harus memungut dan menyetorkan
pemungutan PPh Pasal 22 ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank
persepsi, pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran,
dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah
diisi oleh dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh
Bendaharawan. SSP berlaku sebagai bukti pungutan pajak.
Pelaporan harus disampaikan selambat-lambatnya empat belas hari
setelah Masa Pajak berakhir.
3. Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok, kertas,
baja dan otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak
harus memungut PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksinya di
dalam negeri dan wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal
22 dalam rangkap tiga, yaitu :
a. Lembar pertama untuk pembeli;
b. Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal
Pajak sebagai lampiran laporan bulanan;
c. Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Badan usaha tersebut harus menyetorkan secara kolektif
pemungutan PPh Pasal 22 selambat-lambatnya tanggal lima belas
bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pelaporan
dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambat-
lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir.
4. PPh Pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina atas hasil produksinya,
dari penyerahan bahan bakar minyak dan gas oleh badan usaha
selain Pertamina, dan dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu
oleh Bulog, dipungut dengan cara dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak
ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah
35
Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus, dengan menggunakan
SSP yang juga merupakan bukti pungutan pajak.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa
selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir.
3.3 Pemungutan Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas
Pengadaan Barang BUMN
3.3.1 Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas Pengadaan Barang BUMN
PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang adalah bentuk pemotongan
atau pemungutan pajak yang dilakukan pihak BUMN terhadap Wajib
Pajak dan berkaitan dengan pembayaran atas pengadaan barang dan/
atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha Badan Usaha Milik
Negara selain yang dikecualikan dalam Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-31/PJ/2015.
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pengadaan barang BUMN tertentu
terutang dan dipungut pada saat pembayaran. Pungutan PPh Pasal 22
atas pembelian barang BUMN tertentu bersifat tidak final. Pajak
Penghasilan Pasal 22 atas pengadaan barang tidak berlaku untuk
kegiatan pengadaan barang yang tidak terutang pajak sesuai peraturan
dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan menunjukan
Surat Ketetapan Bebas Pajak penghasilan pasal 22 atas pengadaan
barang yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
3.3.2 Dasar Hukum PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang BUMN
Pada Tahun 2015 Mentrian Keuangan menerbitkan peraturan terbaru
yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.10/2015.
Perubahan tersebut diusulkan oleh Badan Kebijakan Fiskal Kementrian
Keuangan dan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2015 tentang
perubahan ketiga atas peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
57/PJ/2010 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan
36
Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang
Lain.
3.3.3 Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas
Pengadaan Barang BUMN
1. 1,5% (satu koma lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai (Ber-NPWP)
2. 3% ( tiga persen ) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai ( tidak ber-NPWP) Besarnya Pajak terutang
dihitung dengan mengalikan tarif pajak pasal 22 atas pembayaran
pembelian barang dengan DPP PPN.
3.3.4 Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas Pengadaan
Barang BUMN
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas Pengadaan barang
BUMN dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh Pemungut Pajak
yang bersangkutan melalui Kantor Pos, bank Devisa atau yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan dengan cara menyetorkan Surat Setoran Pajak
(SSP) yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh
pemungut pajak rangkap tiga ( lembar pertama untuk wajib pajak,
lembar kedua untuk KPP sebagai lampiran SPT, lembar ketiga sebagai
arsip pemungut yang bersangkutan ). Dalam hal ini pemungut pajak
adalah Badan Usaha Milik Negara tertentu yang telah ditunjuk oleh
Menteri Keuangan.
3.3.5 Prosedur Penyetoran PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang
Wajib disetor oleh pemungut ke Kas Negara melalui Kantor Pos,
bank Devisa, atau bank yang ditunjk oleh Menteri Keuangan dengan
menggunakan surat setoran pajak. Pemungut pajak wajib menerbitkan
bukti pemungutan rangkap tiga (lembar pertama untuk wajib pajak,
lembar kedua untuk KPP, lembar ketiga sebagai arsip pemungut yang
37
bersangkutan). Batas waktu penyetoran dalam satu (1) masa pajak harus
disetor paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir. Dalam hal batas akhir pelaporan bertepatan
dengan hari libur, pelaporan dapat dilakukan paling lambat pada hari
kerja berikutnya (Pasal 2 PMK-242/PMK.03/2014).
3.3.6 Pelaporan PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang BUMN
Pemungut PPh Pasal 22 wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap,
dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin,
angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta
menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib
Pajak (WP) terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh WP digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek
pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. SPT
digunakan oleh Pemungut PPh Pasal 22 untuk melaporkan pembayaran
atas pemungutan PPh Pasal 22 yang menjadi kewajibannya adalah SPT
Masa PPh Pasal 22.
Pemungut melaporkan PPh Pasal 22 yang dipungut dengan
menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 22 paling lambat tanggal 20 (dua
puluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir (Pasal 10 dan
11 PMK-243/PMK.03/2014).
3.3.7 Sanksi Pajak
1. Sanksi Administrasi
Sehubungan dengan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak
berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketetapan Umum dan
Tata Cara Perpajakan diuraikan sebagai berikut:
a. Berkaitan dengan denda
38
Dijelaskan dalam pasal 7 ayat (1) berkaitan dengan SPT Masa
lainnya tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan
maka akan dikenai sanksi berupa denda Rp 100.000,00 (seratus
ribu rupiah)
b. Berkaitan dengan bunga
Pasal 9 ayat (2) tentang keterlambatan pembayaran pajak masa,
dikenai sanksi berupa bunga 2% (dua persen) per bulan dari
jumlah pajak terutang, dihitung mulai tanggal jatuh tempo
pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran.
3.4 Penerapan Pemungutan Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 22 Atas
Pengadaan Barang BUMN Pada PT KAI (Persero) DAOP 4 Semarang
3.4.1 Tahapan Pengajuan PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang
Mekanisme pengajuan PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang di PT KAI
(Persero) DAOP 4 Semarang:
1. Tahap 1: Penerimaan dokumen tagihan dari rekanan PT KAI.
Penerimaan dokumen penagihan dari bagian keuangan kepada
bagian pajak. Dokumen penagihan berupa :
a. Surat Kontrak
b. Surat Perintah Kerja
c. Berita acara tentang bang yang diserahkan
d. Invoice Tagihan
e. Faktur Pajak
Rekanan dari PT KAI wajib membuat Faktur Pajak dan SSP
Pajak ketika terjadi penyerahan barang kena pajak. Dalam
pengisian faktur pajak rekanan harus mengisi kode transaksi „03‟
karena digunakan untuk penyerahan BKP dan atau/ JKP kepada
Pemungut Pajak Lainnya (selain Bendaharawan Pemerintah) yang
pajaknya di pungut oleh pemungut pajak.
2. Tahap 2: Dokumen dari bagian keuangan dicek, terdapat pajak
terutang atau tidak. Bagian pajak melakukan sortir faktur pajak,
39
dengan melihat nominal yang tertera . Pengadaan barang dengan
nominal lebih dari Rp 10.000.000 selain yang dikecualikan sesuai
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2015, maka termasuk
PPh Pasal 22 atas pengadaan barang.
Bagian pajak juga melakukan pemeriksaan terhadap kode
transaksi faktur pajak faktur pajak, untuk memeriksa kemungkinan
kesalahan penulisan kode transaksi atas pengenaan PPh Pasal 22
karena dalam pelaksanaannya masih terdapat rekanan PT KAI yang
melakukan kesalahan dalam penulisan kode tranaksi, yang
seharusnya diisi dengan kode 03 tetapi rekanan menulisnya dengan
01. Selain memeriksa nominal yang terdapat pada faktur rekanan
PT KAI juga melakukan pemeriksaan terhadap identitas rekanan.
3. Tahap 3: Verifikasi dokumen tagihan, selanjutnya bagian keuangan
membubuhkan tanda tangan pada dokumen tersebut, lalu mencetak
dokumen A13 dan Surat Perintah Pembayaran.
4. Tahap 4: Memposting dan menjurnal faktur pajak yang dilakukan
oleh bagian keuangan
5. Tahap 5: Mencetak dokumen A9 (Surat Perintah Pembayaran).
Dokumen A9 berfungsi sebagai surat perintah pembayaran.
6. Tahap 6: Proses pembayaran oleh bagian keuangan melalui transfer
lewat Bank sesuai dengan bank yang digunakan oleh rekanan.
7. Tahap 7: Bagian Keuangan melakukan input data ke SAP (System
Analysis and Program Development) dalam melakukan rekonsiliasi
PT KAI, bagian pajak melakukan pencocokan antara fisik faktur
dengan DPP.
3.4.2 Penyetoran PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang
PT KAI paling lambat melakukan penyetoran PPH Pasal 22 Atas
Pembelian Barang pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berikutnya setelah Masa Pajak berakhir, dalam hal batas
akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur, pelaporan dapat dilakukan
40
paling lambat pada hari kerja berikutnya (Pasal 2 PMK-
242/PMK.03/2014). Dalam pengisian SSP menggunakan kode Pajak
411122-100 ke bank persepsi. Setelah melakukan pembayaran,
Pemungut akan mendapatkan bukti penyetoran PPh Pasal 22, dimana
dalam setiap bukti pembayaran terdapat Nomor Transaksi Penerimaan
Negara (NTPN), NTPN merupakan bukti sah dan diakuinya penerimaan
negara pada saat uang masuk ke rekening kas negara sesuai dengan
tanggal NTPN. NTPN atau Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang
diterbitkan oleh sistem modul penerimaan negara secara terpusat (pada
server Direktorat Jendral Pajak) sebagai bukti bahwa setoran telah
tercatat sebagai penerimaan dan diserahkan kepada wajib pajak/ wajib
bayar/ bendahara melalui bank presepsi pada saat melakukan
penyetoran. Setelah proses penyetoran selesai dilakukan oleh PT KAI,
para rekanan akan mendapatkan bukti pungut.
3.4.3 Pemungutan dan Pelaporan PPh Pasal 22 PT KAI (Persero) DAOP
4 Semarang
PPh Pasal 22 dalam pelaksanaan pemungutan pajak yang terutang
melibatkan pihak ketiga atau yang dikenal dengan istilah “With
Holding Sistem” (Mardiasmo,2008). PT. KAI (Persero) merupakan
salah satu Pemungut yang ditunjuk oleh Pemerintah dalam pelaksanaan
pemungutan PPh Pasal 22 atas transaksi pengadaan barang kepada
rekanan. Dengan tarif yang dipungut sebesar 1,5% dari harga
pembelian, apabila rekanan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) maka rekanan tersebut akan dikenakan tarif lebih tinggi yaitu
3% dari harga pembelian.
Dokumen yang digunakan dalam pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 4
Semarang adalah
1. Faktur Pajak
41
Faktur pajak harus disertakan pada saat rekanan memasukan
tagihan ke keuangan.
2. Surat Setoran Pajak (SSP)
Merupakan bukti bahwa pajak telah disetorkan, didalamnya
terdapat NTPN yang berisi Noomor Transaksi Penerimaan Negara.
3. Bukti Penerimaan Negara
Dokumen yang diterbitkan oleh Bank Persepsi/Bank Devisa
Persepsi/Pos Persepsi atas transaksi penerimaan negara dengan
teraan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor
Transaksi Bank (NTB).
4. Surat Pemberitahuan
Surat Pemberitahuan berisi laporan Pajak Penghasilan Pasal 22 PT.
Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 4 Semarang pada
masa yang bersangkutan.
5. Bukti Penerimaan Surat
Dokumen ini digunakan sebagai bukti bahwa PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) Daerah Operasi 4 Semarang telah melakukan
pelaporan atas PPh Pasal 22 kepada KPP setempat.
6. Bukti Pemungutan
Bukti Pemungutan digunakan sebagai dokumen yang mencatat
terperinci setiap transaksi PPh Pasal 22 atas pengadaan barang
selain yang dikecualikan pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
Daerah Operasi 4 Semarang.
7. Daftar Bukti Pemungutan
Daftar Bukti Pemungutan digunakan sebagai dokumen yang
mencatat seluruh transaksi dalam Bukti Pemungutan PPh Pasal 22
atas pengadaan barang pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
Daerah Operasi 4 Semarang.
Bagian keuangan pusat kemudian melakukan pembayaran melalui e-
billing dan selanjutnya akan diperoleh SSP dan NTPN yang dikirimkan
via email dari bank.
42
Prosedur pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian pada PT. KAI
(Persero) berawal dari pengadaan barang, kemudian melakukan
pemungutan PPh Pasal 22, membuat faktur pajak standar, faktur pajak
dibuat rangkap 3 (tiga). Lembar 1 untuk Pemungut, Lembar 2 untuk
arsip rekanan, Lembar 3 untuk KPP melalui Pemungut. Pada setiap
lembar Faktur Pajak wajib dibubuhi cap “Disetor Tanggal:.........” dan
ditandatangani oleh pengesah pembayaran.
Bagian Pajak kemudian membuat SPT Masa PPh Pasal 22, Bukti
Pemungutan, Datar Bukti Pemungutan (masing-masing dibuat 2
lembar). Kemudian SPT Induk PPh Pasal 22, Bukti Pemungutan, Daftar
Bukti Pemungutan, dan SSP lembar ke 3 dilaporkan ke Kantor
Pelayanan Pajak. Pelaporan tidak hanya dalam bentuk hardopy, tapi
juga dalam bentuk softcopy.
Kantor Pelayanan Pajak kemudian meneliti dokumen-dokumen yang
dilaporkan. Setelah diteliti Kantor Pelayanan Pajak kemudian
mengeluarkan Bukti Penerimaan Surat. Bukti Penerimaan Surat beserta
SSP lembar 1 dan Bukti Pembayaran Pajak, dan lembar 2 ke SPT Masa
PPh Pasal 22, Bukti Pemungutan, Daftar Bukti Pemungutan diarsip di
Bagian Pajak. PT KAI menyampaikan SPT sebelum batas waktu
penyampaian (tanggal 20 Februari 2017) yaitu pada tanggal 07 Februari
2017 maka tidak ada sanksi karena PT KAI telah melaksanakan
kewajiban perpajakan sesuai ketentuan peraturan perpajakannya.
3.5 Input SPT Pajak Penghasilan Pasal 22 PT. KAI pada Aplikasi e-SPT
Pajak Penghasilan Masa Pasal 22
PT. KAI yang dalam hal ini ditetapkan sebagai pemungut, maka PT. KAI
memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 22. SPT
Masa PPh Pasal 22 berfungsi sebagai sarana bagi PT. KAI untuk melaporkan
PPh Pasal 22 yang dipunggut atas penyerahan barang kena pajak dari pihak
rekanan.
43
Dalam pengisian SPT PPh Pasal 22, PT. KAI menginput data melalui
aplikasi e-SPT PPh Pasal 22. Aplikasi ini dapat diunduh melalui web
http://www.pajak.go.id dan dapat di instal di komputer masing-masing.
Berikut tahapan dalam penginputan SPT PPh Pasal 22 melalui aplikasi e-SPT
PPh Pasal 22:
1. Tahap 1: Pengisian user name dan password pada aplikasi e-SPT PPh
Pasal 22. PT KAI. Menggunakan user name administrator dan password
123 pada form login User name dan password ini merupakan user name
dan password standar dari aplikasi yang dapat diganti.
Gambar 3.5.1 Pengisian User Name dan Password
Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang
2. Tahap 2: Pemilihan e-Program untuk menentukan input SPT baru
44
Gambar 3.5.2 Pemilihan e-Progam
Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang
3. Tahap 3: Pengaturan Masa, Tahun Pajak SPT PPh Pasal 22 yang akan
dibuat dan Pembetulan apabila sebelumnya telah membuat SPT
Gambar 3.5.3 Setting SPT PPh Pasal 22
Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang
a. Masa Pajak = bulan Januari karena SPT dibuat atas transaksi
bulan Januari
45
b. Tahun Pajak = 2017
c. Pembetulan = 0 karena SPT ini SPT baru
4. Tahap 4: Input Bukti Pungut PPh Pasal 22
Gambar 3.5.4 Input Bukti Pungut PPh Pasal 22
Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang
5. Tahp 5: SPT PPh Pasal 22, berisi tentang:
Gambar 3.5.5 Input data SPT PPh Pasal 22
Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang
46
SPT PPh Pasal 22 akan otomatis terisi setelah melakukan input di SPT
Induk.
6. Tahap 6: Input SSP dan NTPN
Gambar 3.5.6 Input SSP dan NTPN
Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang
7. Tahap 7: Cetak SPT Induk yang akan digunakan untuk lapor ke KPP
Gambar 3.5.7 Cetak SPT
47
Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang
8. Tahap 8:Print hasil dari cetak SPT yang telah dilakukan
Setelah melakukan tahap 7, kemudian klik cetak maka akan muncul SPT
Induk yang nantinya akan dilaporkan ke KPP.
Gambar 3.5.8 Print SPT
Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang
9. Tahap 9: Cetak Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22
Gambar 3.5.9 Cetak Daftar Bukti Pemungutan
Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang
48
c. Buka Halaman Utama SPT induk
d. Klil pada icon SPT PPh
e. Klik Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22
f. Cetak
10. Tahap 10: Pelaporan SPT melalui SPT Tools
Gambar 3.5.10 Pelaporan SPT
Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang
11. Tahap 11: Input Data Pelaporan SPT PPh Pasal 22, sebagai berikut:
Gamabar 3.7.11 Input Data Pelaporan
Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang
49
a. Masa Pajak = Januari.
b. Tahun Pajak = 2017.
c. Lokasi File = Klik pada e-SPT PPh 22 ( Tempat menyimpanan e-SPT)
d. Setelah di klik pada lokasi e-SPT data akan muncul.
Klik Create File jika data telah sesuai untuk penyelesaian pelaporan e-
SPT PPh Pasal 22.
Penginputan SPT Masa PPh Pasal 22 selesai, kemudian PT. KAI akan
melaporkan ke KKP Madya Kota Semarang. Adapun data yang
dilaporkan berupa:
a) Daftar Surat Setoran Pajak PPh Pasal 22
b) SSP 1 (satu) lembar
Serta membawa softfile data. Setelah lapor PT KAI akan mendapatkan
Bukti Lapor.
3.6 Hambatan yang Dihadapi dan Pemecahan Masalah di PT. Kereta Api
DAOP 4 Semarang
3.6.1 Hambatan yang dihadapi
PT KAI. merupakan salah satu BUMN yang bergerak dalam jasa
angkutan barang dan jasa. Dengan ditunjuknya PT. KAI sebagai
Pemungut PPh Pasal 22 maka PT. KAI mempunyai kewajiban untuk
melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan atas transaksi yang
terjadi. Penyetoran PPh Pasal 22 yang telah dipungut sendiri paling
lambat disetor oleh PT. KAI tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya,
sedangkan untuk pelaporan PPh Pasal 22 paling lambat dilaporkan 20
(dua puluh) hari setelah akhir masa pajak. Sanksi yang dikenakan
apabila PT. KAI sebagai Pemungut terlambat melakukan pembayaran
berupa denda sebesar 2% (dua persen) perbulan dari jumlah pajak
terutang, dihitung mulai tanggal jatuh tempo pembayaran sampai
dengan tanggal pembayaran. Sedangkan untuk keterlambatan pelaporan
akan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100.000,00
50
(seratus ribu rupiah). Berdasarkan penjelasan diatas terdapat beberapa
hambatan yang dihadapi PT. KAI (Persero) DAOP 4 Semarang ketika
proses melakukan kewajiban perpajakannya sebagai Pemungut PPh
Pasal 22, yaitu:
1. Tidak adanya Asisten Manager Pajak di bagian unit keuangan yang
salah satu tugasnya bertanggung jawab penuh atas semua pekerjaan
yang dilakukan staf bagian pajak.
2. Minimnya Sumber Daya Manusia dibagian Pajak PT. KAI (Persero)
DAOP 4 Semarang. Hanya terdapat dua orang yang mengerjakan
semua pekerjaan tentang pajak PT. KAI, satu orang fokus dalam
validasi pajak, menghitung, dan mengoreksi sedangkan satu orang
yang lain membantu dalam proses penyetoran, dan pelaporan pajak.
3. Dalam tahap awal pekerjaan yaitu penerimaan pegawai baru pada
PT. KAI tidak ditempatkan pada bagian/unit yang sesuai dengan
ijazah jurusan yang ditempuh.
4. Peralatan yang digunakan untuk menunjang pekerjaan perunit seperti
printer, scaner dan kursi kurang memadahi.
3.6.2Pemecahan Masalah
PT. KAI dengan berbagai hambatan dalam melakukan kewajiban
perpajakannya dapat melakukan pengoptimalan kinerja dengan cara:
1. Orientasi Peningkatan Sumber Daya Manusia
Orientasi adalah suatu kegiatan pemberian pengarahan yang
bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme di bidang perpajakan
dan meningkatkan pengetahuan manajemen pendapatan perusahaan.
2. Evaluasi Hasil
Evaluasi Hasil adalah kegiatan penilaian dan pengukuran sejauh
mana keberhasilan dari pelaksanaan kewajiban perpajakan yang
dilakukan oleh PT. KAI (Persero) DAOP 4 Semarang.
3. Peningkatan Seleksi Penerimaan Pegawai
51
Peningkatan seleksi ini dimaksudkan agar PT. KAI mendapatkan
calon pekerja potensial, pegawai yang benar-benar paham dan
mengerti kewajiban yang nantinya akan dibebankan kepadanya.
4. Pembelian Peralatan Kantor Baru
Peralatan Kantor yang memadahi akan sangat membantu
pengoptimalan kinerja para pegawai.