BAB III Kerangka Pemikiran Konsep Petani.pdf
-
Upload
jurnal-paper-skripsi-tesis-publikasi-riset-ekonomi-indonesia-internasional -
Category
Documents
-
view
562 -
download
13
description
Transcript of BAB III Kerangka Pemikiran Konsep Petani.pdf
17
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Konsep Usahatani
Usahatani merupakan salah satu ilmu yang mempelajari bagaimana
seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk
tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Suatu usahatani
dikatakan efektif jika petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka
miliki secara baik, sedangkan dikatakan efisien jika pemanfaatan sumberdaya
dapat menghasilkan keluaran yang melebihi masukan (Soekartawi 2006).
Soekartawi (2006) juga menyatakan bahwa usahatani berdasarkan skala usahanya
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu usahatani skala besar dan usahatani skala
kecil. Usahatani pada skala luas atau besar umumnya memiliki modal besar,
teknologi tinggi, manajemen modern, dan bersifat komersial, sedangkan usahatani
kecil umumnya bermodal kecil, teknologi tradisional dan bersifat subsisten atau
hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Rivai (1980) diacu dalam Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani
sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di
lapangan pertanian. Pengertian organisasi disini adalah usahatani sebagai suatu
organisasi harus dapat diorganisir, ada yang memimpin dan ada yang dipimpin.
Pihak yang mengorganisir usahatani adalah petani yang dibantu oleh keluarganya,
sedangkan yang diorganisir adalah faktor-faktor produksi yang dikuasai. Hernanto
(1996) menyatakan bahwa keberhasilan usahatani dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu faktor-faktor pada usahatani itu sendiri (internal) dan faktor-faktor di
luar usahatani (eksternal). Adapun faktor internal antara lain petani-petani
pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, jumlah
keluarga, dan kemampuan petani dalam mengaplikasikan penerimaan keluarga.
Sementara itu faktor eksternal terdiri dari sarana transportasi dan komunikasi,
aspek-aspek pemasaran hasil dan bahan usahatani, fasilitas kredit, dan adanya
penyuluhan bagi petani.
Soekartawi (1994) menyatakan empat unsur pokok atau faktor-faktor
produksi dalam usahatani :
18
1. Lahan
Lahan usahatani sering diartikan sebagai tanah yang disiapkan
untuk diusahakan untuk kegiatan usahatani. Lahan ini dapat berupa tanah
pekarangan, tegalan, sawah dan sebagainya. Lahan berdasarkan
statusnya dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu lahan milik, lahan sewa,
dan lahan sakap.
2. Tenaga Kerja
Faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor produksi yang
penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah
yang cukup baik kualitas maupun kuantitasnya. Adapun beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam faktor produksi tenaga kerja adalah ketersediaan
tenaga kerja, kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, tenaga kerja musiman
dan upah tenaga kerja.
3. Modal
Modal dalam kegiatan produksi pertanian dibedakan menjadi dua
macam yaitu modal tetap dan modal tidak tetap atau variabel. Modal tetap
didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang
tidak habis dalam sekali proses produksi. Modal ini terdiri dari tanah
bangunan, mesin dan sebagainya. Sementara itu modal tidak tetap adalah
biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali
proses produksi. Misalnya biaya produksi yang dikeluarkan untuk
pembelian benih, pupuk, obat-obatan dan lain-lain.
4. Pengelolaan atau Manajemen
Manajemen dapat diartikan sebagai seni dalam merencanakan,
mengorganisasi dan melaksanakan serta mengevaluasi suatu produksi.
Manajemen berhubungan erat dengan dengan bagaimana mengelola orang-
orang dalam tingkatan proses produksi.
3.1.2. Konsep Pendapatan Usahatani
Salah satu kajian yang dipelajari dalam ilmu usahatani adalah mengenai
pendapatan usahatani. Setiap orang yang melakukan kegiatan usahatani memiliki
tujuan untuk memperoleh pendapatan ataupun penghasilan. Soekartawi (1995)
menyatakan bahwa Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan
19
dan semua biaya atau pengeluaran. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara
produksi yang diperoleh dengan harga jual. Hernanto (1989) menjelaskan bahwa
penerimaan usahatani adalah penerimaan dari semua sumber usahatani meliputi
jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil, dan nilai penggunaan rumah
dan yang dikonsumsi.
Biaya atau pengeluaran usahatani adalah biaya yang digunakan untuk
melakukan kegiatan usahatani. Biaya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya
tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk
kegiatan usahatani yang jumlahnya relatif tetap tidak bergantung kepada besar
kecilnya produksi. Contoh biaya tetap adalah biaya pajak. Sedangkan biaya
variabel adalah biaya yang nilainya bergantung pada nilai produksi yang
diperoleh. Contoh biaya variabel adalah baiaya untuk tenaga kerja (Soekartawi
1995).
Selain pengklasifikasian di atas biaya atau pengeluaran usahatani dapat
digolongkan berdasarkan biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai
adalah biaya yang dikeluarkan secara langsung oleh petani dalam bentuk
penggunaan uang untuk membeli sesuatu yang dibutuhkan untuk kegiatan
usahatani. Sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang muncul dari
kegiatan usahatani, namun tidak dilakukan pembayaran secara langsung seperti
biaya penyusutan, tenaga kerja keluarga, biaya lahan dan lain-lain (Hernanto
1996).
Hernanto (1989) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
pendapatan usahatani meliputi luas usahatani, tingkat produksi, pilihan dan
kombinasi cabang usahatani, intensitas pengusahaan pertanaman, dan efisiensi
tenaga kerja. Luas usahatani yang diukur adalah berdasarkan areal tanaman, luas
pertanaman, dan luas per tanaman rata-rata. Sedangkan untuk tingkat produksi
yang menjadi patokan pengukuran adalah produktivitas per hektar dan indeks per
tanaman. Sementara itu untuk intensitas pengusahaan pertanaman dapat dilihat
dengan jumlah tenaga kerja serta modal yang dipergunakan.
Kegiatan usahatani suatu komoditi dapat dilihat kelayakan usahanya
melalui rasio penerimaan atas biaya. Rasio penerimaan atas biaya adalah
perbandingan antara penerimaan dengan total biaya per usahatani (Suratiyah,
20
2006). Rasio penerimaan atas biaya juga menunjukan berapa besarnya penerimaan
yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi
usahatani. Rasio penerimaan atas biaya dapat digunakan untuk mengukur tingkat
keuntungan relatif kegiatan usahatani, artinya dari nilai rasio penerimaan atas
biaya tersebut dapat diketahui apakah suatu kegiatan usahatani tersebut
menguntungkan ataupun merugikan.
3.1.3. Konsep Fungsi Produksi
Produksi merupakan serangkaian kegiatan menghasilkan barang dan jasa
dengan memanfaatkan masukan yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan.
Kegiatan produksi berkaitan erat dengan adanya masukan dan output. Masukan
dalam usahatani dapat berupa tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan lain-
lain yang mempengaruhi nilai produksi yang akan didapat. Hubungan kuantitatif
antara masukan dan keluaran disebut sebagai fungsi produksi, sedangkan analisis
dan pendugaan hubungan antara masukan dan keluaran disebut analisis fungsi
produksi (Soekartawi 1986).
Menurut Hernanto (1989) fungsi produksi membahas mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi kegiatan produksi. Pengertian lain mengenai fungsi
produksi adalah fungsi yang menunjukkan berapa keluaran yang dapat diperoleh
dengan menggunakan sejumlah variabel masukan yang berbeda. Melalui fungsi
produksi dapat terlihat secara nyata bentuk hubungan perbedaan jumlah dari
faktor-faktor produksi yang digunakan untuk kegiatan produksi. Selain itu fungsi
produksi sekaligus menunjukkan produktivitas dari produk yang dihasilkan.
Berdasarkan hal tersebut maka produktivitas merupakan fungsi produksi dengan
yang membandingkan jumlah keluaran (output) per satuan masukan (input) dalam
hal ini adalah membandingkan nilai output dengan luasan lahan.
Soekartawi (1994) menyatakan bahwa berbagai fungsi produksi telah
dikenal dan dipergunakan oleh berbagai peneliti, tetapi yang umum dan sering
digunakan adalah fungsi produksi linear, kuadratik, dan eksponensial. Cara
penyajian fungsi produksi biasanya menggunakan notasi-notasi huruf. Misalnya
saja Y adalah notasi dari produksi dan Xi merupakan notasi dari masukan i, maka
besar kecilnya nilai Y bergantung dari besar kecilnya nilai X1,X2,X3,.....Xm yang
dipergunakan. Variabel masukan Xi dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok,
21
yaitu variabel yang dapat dikuasai dan variabel yang tidak dapat dikuasai oleh
petani. Variabel yang dapat dikuasai oleh petani seperti luas lahan, jumlah pupuk,
tenaga kerja, dan lain-lain. Sedangkan variabel yang tidak dapat dikuasai oleh
petani seperti kondisi iklim (Soekartawi 1986). Hubungan X dan Y secara aljabar
dapat ditulis sebagai berikut :
Y = f (X1, X2, X3,……Xm)
Dimana :
Y = produksi/output
X1, X2, X3,…..Xm = input variabel
Menurut Coelli et al. (1998) dari fungsi produksi dapat terlihat hubungan
antara total product (TP), average product (AP), dan marginal product (MP).
Produk rata-rata menggambarkan jumlah output yang dihasilkan dibagi dengan
jumlah input yang dipergunakan. Berikut adalah rumus dari perhitungan average
product :
APi = Y/Xi
Dimana :
APi = Produk rata-rata dari input i
Y = output
Xi = input yang digunakan
Marginal product (MP) dari suatu input dapat digambarkan dengan jumlah
tambahan output yang dihasilkan dari setiap penambahan unit input yang
digunakan. Rumus marginal product (MP) dapat dituliskan sebagai berikut:
MPi= dY/dXi
Dimana :
MPi = Produk marjinal dari input i
dY = perubahan output
dXi = perubahan input
22
Menurut Doll dan Orazem (1984) fungsi produksi klasik dapat dibagi ke
dalam tiga bagian atau daerah, dimana setiap daerahnya akan menggambarkan
tingkat efisiensi dalam penggunaan sumberdaya. Pada Gambar 1 daerah-daerah
tersebut ditunjukkan oleh daerah I, daerah II, dan daerah III. Daerah I terjadi
ketika kurva MP lebih besar daripada kurva AP. Daerah I terletak di antara titik
0 dan titik X2. Daerah ini memiliki nilai elastisitas lebih dari satu, artinya
bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu satuan, maka akan
menyebabkan pertambahan produksi yang lebih besar dari satu satuan.
Daerah ini menggambarkan kondisi keuntungan maksimum belum tercapai,
karena produksi masih dapat ditingkatkan lagi dengan cara mengunakan faktor
produksi yang lebih banyak. Daerah I disebut juga daerah irasional atau inefisien.
Daerah II terletak antara titik titik X2 dan titik X3 dengan nilai elastisitas
produksi yang berkisar antara nol dan satu (0 < ε < 1). Daerah ini menunjukan
bahwa setiap penambahan input sebesar satu satuan akan meningkatkan produksi
paling besar satu satuan dan paling kecil nol satuan. Daerah II dicirikan dengan
penambahan hasil produksi yang semakin menurun (diminishing of return).
Penggunaan input pada tingkat tertentu di daerah ini akan memberikan
keuntungan maksimum. Hal ini menunjukan penggunaan faktor-faktor produksi
telah optimal sehingga daerah ini disebut daerah rasional atau efisien.
Daerah III merupakan daerah yang dengan nilai elastisitas lebih kecil dari
nol (ε < 0). Yaitu terjadi ketika kurva MP bernilai negatif yang berarti bahwa
setiap penambahan satu satuan input akan menyebabkan penurunan produksi,
sehingga jika pelaku usaha melakukan penambahan input pada daerah ini tentunya
akan mengalami kerugian. Penggunaan faktor produksi di daerah ini sudah tidak
efisien sehingga disebut daerah irrasional. Berikut adalah Gambar 1 yang
menggambarkan kurva fungsi produksi.
23
Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi Sumber : Beattie dan Taylor (1985)
3.1.4. Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Fungsi produksi stochastic frontier adalah fungsi produksi yang dipakai
untuk mengukur bagaimana fungsi produksi sebenarnya terhadap posisi batasnya
(Soekartawi 1994). Secara matematis fungsi produksi stochastic frontier dapat
ditulis sebagai berikut :
Y = f(X) exp (v-u)
Nilai v merupakan variabel acak yang harus menyebar mengikuti sebaran yang
simetrik, sehingga dapat menangkap kesalahan dan variabel lain yang ikut
mempengaruhi nilai X dan Y, sedangkan nilai exp (u) menunjukkan nilai inefisien
teknis.
Fungsi produksi stochastic frontier secara independent dirintis oleh
Aigner, Lovell dan Shcmidt (1977), dan Meeusen dan van den Broeck (1977).
output
input
X3 X2 X1
output
input
0 MP
AP
TP
I II III
24
Fungsi produksi ini menambahkan error acak (vi) dan non negatif variabel acak
(ui) untuk diperhitungkan.
iiii uvXY )ln(
i=1,2...,N,
Dimana :
yi = produksi yang dihasilkan petani pada waktu ke-t
xi = vektor masukan yang digunakan petani pada waktu ke-t
β = vektor parameter yang akan diestimasi
vi = variabel acak yang berkaitan dengan faktor eksternal (iklim, hama)
sebarannya simetris dan menyebar normal (vi ~ N (0, ζv2))
ui = variabel acak non negatif yang diasumsikan mempengaruhi tingkat
inefisiensi teknis dan berkaitan dengan faktor internal dengan sebaran
bersifat setengah normal (ui ~ │N (0, ζv2) │)
Variabel acak vi, dihitung untuk mengukur error dan faktor acak lain
seperti efek cuaca, kesalahan, keberuntungan, dan lain-lain di dalam nilai variabel
output yang secara bersamaan dengan efek kombinasi dari variabel input yang
tidak terdefinisi dalam suatu fungsi produksi. Aigner, Lovell dan Shcmidt (1977),
diacu dalam Coelli et al. (1998) vis merupakan variabel normal acak yang
terdistribusi secara bebas dan identik (independent and identically distributed,
i.i.d) dengan rataan nol dan ragamnya konstan, ζv2, variabel bebas, uis,
diasumsikan sebagai i.i.d eksponensial atau variabel acak setengah normal. Model
yang dinyatakan dalam persamaan di atas disebut sebagai fungsi produksi
stochastic frontier, karena nilai output dibatasi oleh variabel acak (stochastic)
yaitu exp (xiβ + vi). Error acak bisa bernilai positif atau negatif dan begitu juga
output stochastic frontier bervariasi sekitar bagian tertentu dari model frontier,
exp (xiβ).
Keunggulan dasar dari model stochastic frontier adalah menggambarkan
dua dimensi seperti yang tergambar pada Gambar 6. Bagian input diwakili oleh
sumbu axis horisontal (X) dan bagian output diwakili oleh sumbu axis vertical
(Y). Komponen deterministik dari model frontier, Y = exp (xiβ), digambarkan
dengan asumsi bahwa berlaku hukum diminishing return to scale. Gambar 2
menggambarkan terdapat dua petani yaitu petani i dan petani j. Petani i
menggunakan input sebesar xi untuk menghasilkan output yi. Pertemuan antara
25
input dan output diberi tanda x di atas nilai Xi. Nilai output stochastic frontier
yi*=exp(xiβ+vi) ditandai dengan tanda x yang dilingkari, dimana nilai tersebut di
atas fungsi produksi yang disebabkan error acak yang bernilai positif. Hal ini
dapat terjadi karena aktifitas produksi petani i dipengaruhi oleh kondisi yang
menguntungkan dimana variabel vi bernilai positif.
Begitupun dengan petani j, input yang dipergunakan adalah xj untuk
menghasilkan output yj. Fungsi dari output frontier petani j adalah yj*= exp
(xjβ+vj) yang terletak di bawah fungsi produksi dikarenakan aktifitas produksi
petani j dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan dimana vj bernilai
negatif. Bagaimanapun deterministik dari model stochastic frontier terlihat
diantara ouput stochastic frontier. Output yang diamati dapat menjadi lebih besar
dari bagian deterministik dari frontier apabila error acak yang sesuai lebih besar
dari efek inefisiensinya (misalnya yi > exp (xjβ) jika vj> uj) (Coelli et al. 1998).
Gambar di bawah ini adalah gambar yang menunjukkan fungsi produksi
stochastic frontier.
Gambar 2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier Sumber : Coelli, Rao, Battase (1998)
X
X
x
y
yj
yi
xi xj
Frontier output (yj*),
exp (xjβ + vj), jika vj < 0
Frontier output (yi*),
exp (xiβ + vi), jika vi > 0
Fungsi produksi
Y=exp(xβ)
X
X
26
3.1.5. Konsep Efisiensi dan Inefisiensi
Menurut Soekartawi (1994) efisiensi diartikan sebagai upaya
penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil yang sebesar-
besarnya. Secara umum efisiensi dibagi menjadi tiga yaitu efisiensi teknis,
efisiensi harga atau alokatif dan efisiensi ekonomi. Menurut Farrell (1957) dalam
(Coelli et al. 1998) efisiensi teknis adalah suatu cerminan kemampuan suatu
perusahaan untuk memperoleh hasil yang maksimal dari sumberdaya yang ada.
Sementara efisiensi alokatif adalah cerminan kemampuan suatu perusahaan dalam
menggunakan input dengan proporsi yang optimal dengan harga yang berlaku,
sedangkan efisiensi ekonomi merupakan gabungan antara efisiensi teknis dan
efisiensi alokatif. efisiensi ekonomis tercapai pada saat penggunaan faktor
produksi sudah dapat menghasilkan keuntungan maksimum.
Efisiensi dapat dilihat melalui dua pendekatan yaitu pendekatan dengan
berorientasi input dan pendekatan dengan orientasi output. Pendekatan dari sisi
input membutuhkan ketersediaan harga input dan kurva isoquant yang
menunjukan kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output secara
maksimal. Sementara itu pendekatan dari sisi output merupakan pendekatan yang
digunakan untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat
ditingkatkan tanpa merubah jumlah input yang digunakan. Farrell (1957) dalam
(Coelli et al. 1998) mengilustrasikan efisiensi dengan pemanfaatan dua input
dalam menghasilkan suatu barang oleh suatu perusahaan. Input tersebut
dilambangkan x1 dan x2, sedangkan output dilambangkan dengan y dengan asumsi
constant returns to scale (lihat Gambar 3).
27
Dimana:
0P = input
Q = efisiensi teknis dan inefisiensi alokatif
Q’ = efisiensi teknis dan efisiensi alokatif
AA’ = kurva rasio harga input
SS’ = isoquant fully efficient
Gambar 3. Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi input) Sumber : Coelli, Rao, dan Battese (1998)
Gambar 3 menggambarkan tentang kombinasi kurva isoquant, harga input
dan input. Titik-titik yang terdapat sepanjang kurva isoquant (SS’)
menggambarkan kondisi dimana tercapainya kondisi efisiensi teknis. Jika suatu
perusahaan memproduksi suatu barang dengan menyediakan input sebesar di titik
P, maka akan terjadi inefisiensi teknis. Inefisiensi teknis digambarkan dengan
jarak dari Q-P. Kondisi ini perusahaan sebaiknya melakukan pengurangan input,
karena pengurangan input tidak akan berpengaruh terhadap output (output tidak
akan berkurang). Secara matematis, pendekatan input rasio efisiensi teknis ditulis
sebagai berikut :
TEi = 0Q/0P
Dimana : TEi = efisiensi teknis
0Q = jarak dari 0 ke Q
0P = jarak dari 0 ke P
x1/y
x2/y
0 A’
A
S’
S
Q’ R
Q
P
28
Garis AA’ menggambarkan rasio harga input. Garis AA’ yang
bersinggungan dengan kurva isoquant merupakan kondisi dimana efisiensi
alokatif tercapai. Secara matematis, pendekatan input rasio efisiensi alokatif dapat
ditulis sebagai berikut :
AEi = 0R/0Q
Jarak R-Q menunjukkan terjadinya pengurangan biaya produksi jika terjadi
efisiensi alokatif. Sementara itu rasio efisiensi ekonomi dapat ditulis sebagai
berikut:
EEi = 0R/0P
Penghitungan nilai inefisiensi menggunakan model yang dibuat oleh
Coelli, Rao dan Battese (1998). Model efek inefisiensi teknis diasumsikan
bebas dan distribusinya terpotong normal dengan variabel acak yang tidak
negatif. Penentuan nilai parameter distribusi (μ) efek inefisiensi teknis digunakan
rumus sebagai berikut :
μ = δ0 + Zitδ + wit
dimana Zit adalah variabel penjelas yang merupakan vektor ukuran (1xM)
yang nilai konstan, δ adalah parameter skalar yang dicari nilainya dengan ukuran
(Mx1) dan wit adalah variabel acak.
3.1.6. Konsep Kemitraan
Menurut Soekartawi (1994) suatu usahatani memerlukan empat unsur
pokok yaitu lahan, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Terkadang salah satu dari
keempat unsur tersebut tidak dimiliki oleh petani, sehingga diperlukan adanya
kerjasama dalam melakukan kegiatan usahatani. Kerjasama yang biasa terjalin
dalam kegiatan usahatani adalah kerjasama kemitraan. Hafsah (2000)
mengemukakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang yang dilakukan
oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan
bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan
merupakan solusi untuk mengurangi masalah kesejahteraan yang tidak merata
dalam lapisan masyarakat. Kemitraan bisa menjadi solusi, karena keberadaan
maupun fungsi dan peranannya diperlukan untuk memberdayakan semua lapisan
masyarakat.
29
Menurut Jiaravanon (2007) kemitraan atau contract farming adalah sistem
produksi dan pemasaran dimana terjadi pembagian risiko produksi dan pemasaran
diantara pelaku agribisnis dan petani kecil. Sistem ini sebagai suatu terobosan
untuk mengurangi biaya transaksi yang tinggi. Adanya contract farming
memungkinkan adanya dukungan yang lebih luas terhadap petani serta dapat
mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan minimnya informasi. Contract
farming memberikan kepastian kepada petani bahwa produknya akan dibeli pada
saat panen. Penerapan contract farming dapat meningkatkan posisi tawar petani di
mata perusahaan. Sedangkan Menurut Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997,
kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah dan
atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha
menengah dan atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Adapun tujuan kemitraan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.
940 Tahun 1997 adalah untuk meningkatkan pendapatan, keseimbangan usaha,
meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha,
dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok
mitra yang mandiri. Sedangkan menurut Hafsah (2000) tujuan konkret yang ingin
dicapai dalam pelaksanaan kemitraan yaitu meningkatkan pendapatan usaha kecil,
memberikan nilai tambah, meningkatkan pemerataan, meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan ketahanan ekonomi
nasional.
Pelaksanaan kegiatan kemitraan yang biasa terjalin terdiri atas beberapa
pola. Hafsah (2000) mengemukakan bahwa pola-pola kemitraan yang telah
banyak dilaksanakan terdiri dari lima pola yaitu :
1. Pola Inti Plasma
Pola inti plasma merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok
mitra usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Salah satu
contoh pola kemitraan inti plasma adalah pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Pola
ini mengatur dimana perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi,
bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah dan memasarkan hasil
produksi, namun perusahaan inti tetap memproduksi kebutuhan perusahaan.
30
Sedangkan kelompok mitra usaha memiliki tugas memenuhi kebutuhan
perusahaan sesuai dengan persyaratan yang disepakati. Adapun keunggulan dari
pola inti plasma antara lain :
a. Memberikan manfaat timbal balik antara pengusaha besar atau menengah
sebagai inti dengan usaha kecil sebagai plasma.
b. Upaya pemberdayaan pengusaha kecil di bidang teknologi, modal,
kelembagaan, dan lain-lain.
c. Kemitraan inti plasma membuat usaha kecil yang dibimbing oleh usaha besar
maupun menengah, mampu memenuhi skala ekonomi, sehingga dapat tercapai
suatu efisiensi.
d. Kemitraan inti plasma membuat pengusaha besar atau menengah mampu
mengembangkan pasar dan juga komoditas.
e. Keberhasilan kemitraan inti plasma dapat menjadi daya tarik bagi pengusaha
besar atau menengah lainnya untuk menjadi investor baru yang dapat
membangun kemitraan baru.
f. Kemitraan inti plasma yang berkembang pesat dapat menumbuhkan pusat-
pusat ekonomi baru, sehingga dapat memberikan pemerataan pendapatan bagi
masyarakat, sehingga dapat mencegah kesenjangan sosial.
Kemitraan inti plasma tidak lepas dari adanya kelemahan, berikut adalah
kelemahan dari pola kemitraan inti plasma :
a. Petani belum memahami hak dan kewajibannya dengan baik.
b. Perusahaan mitra sebagai inti belum sepenuhnya memberikan perhatian dalam
memenuhi fungsi dan kewajiban seperti apa yang diharapkan.
c. Belum adanya kontrak kemitraan yang benar-benar menjamin hak dan
kewajiban dari komoditi yang dimitrakan (Hafsah 2000).
31
Gambar 4. Pola Kemitraan Inti Plasma Sumber : Sumardjo (2004)
2. Pola Subkontrak
Pola subkontrak adalah pola hubungan kemitraan antara perusahaan mitra
usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan yang
diperlukan oleh perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya. Ciri khas
dari bentuk kemitraan subkontrak adalah membuat kontrak bersama yang
mencantumkan volume, harga dan waktu. Kemitraan pola subkontrak mempunyai
keunggulan yaitu mampu mendorong terciptanya alih teknologi, modal, dan
keterampilan serta menjamin pemasaran produk kelompok mitra usaha. Selain
keunggulan, pola kemitraan subkontrak juga memiliki kelemahan. Kelemahan
kemitraan subkontrak adalah kecenderungan mengisolasi produsen kecil pada
suatu bentuk hubungan monopoli dan monopsoni, terjadinya penekanan terhadap
harga masukan, sistem pembayaran yang sering terlambat, dan lain-lain (Hafsah
2000).
Plasma
Plasma
Plasma Plasma Perusahaan
32
Gambar 5. Pola Kemitraan Subkontrak Sumber : Sumardjo (2004)
3. Pola Dagang Umum
Pola dagang umum adalah pola hubungan kemitraan dimana mitra usaha
yang memasarkan hasil yang diproduksi oleh perusahaan. Pola kemitraan ini
membutuhkan struktur pendanaan yang kuat dari pihak yang bermitra, baik usaha
besar maupun usaha kecil, karena pada dasarnya kemitraan ini adalah hubungan
membeli dan menjual terhadap produk yang dimitrakan. Pola kemitraan dagang
umum memiliki keunggulan yaitu adanya jaminan harga atas produk yang
dihasilkan dan kualitas sesuai dengan yang telah disepakati.
Selain keunggulan di sisi lain pola kemitraan dagang umum juga memiliki
kelemahan. Kelemahan dari pola ini adalah memerlukan permodalan yang kuat,
pengusaha besar sering menentukan secara sepihak mengenai harga dan volume
barang. Selain itu pembayarannya terkadang dalam bentuk konsinyasi atau
pembayaran di akhir, sehingga terkadang merugikan usaha kecil, karena
perputaran uang yang terhambat (Hafsah 2000).
Kelompok Mitra
Kelompok Mitra
Kelompok Mitra
Kelompok Mitra
Pengusaha Mitra
33
Gambar 6. Pola kemitraan dagang umum Sumber : Sumardjo (2004)
4. Pola Keagenan
Pola keagenan merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan dimana
usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa yang dihasilkan
oleh usaha menengah atau usaha besar sebagai mitranya. Kelebihan dari pola
kemitraan ini adalah agen dapat menjadi ujung tombak pemasaran usaha besar dan
menengah, dapat memberikan peluang kepada usaha kecil yang kesulitan modal,
karena biasanya pola ini melakukan sistem pembayaran secara konsinyasi.
Sedangkan kelemahan dari pola ini adalah penetapan harga yang sepihak oleh
agen, sehingga harga produk di pasar menjadi lebih tinggi yang nantinya berimbas
kepada daya beli konsumen.
Peranan agen dalam pola ini sangat besar, sehingga agar dapat saling
memberikan manfaat yang saling menguntungkan, maka agen harus lebih
profesional, handal dan memiliki kerja keras dalam melakukan pemasaran. Pola
kemitraan keagenan biasa dijalin oleh perusahaan yang bergerak dalam bidang
jasa seperti perdagangan, angkutan penerbangan, pelayaran, pariwisata, angkutan
kereta api, bis, pelayanan telekomunikasi dan lain-lain yang membutuhkan
pelayanan jasa keagenan (Hafsah 2000).
Perusahaan Mitra
Kelompok Mitra
Konsumen/ Industri
Memasarkan Memasarkan Produk Kelompok Mitra
34
Gambar 7. Pola Kemitraan Keagenan Sumber : Sumardjo (2004)
5. Waralaba
Pola Waralaba merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok
mitra usaha dengan perusahaan mitra usaha yang memberikan hak lisensi merek
dagang kepada kelompok mitra usaha yang disertai dengan bantuan bimbingan
manajemen. Mitra usaha memiliki kewajiban untuk mengikuti pola yang yang
telah ditetapkan oleh pemilik waralaba, serta memberikan sebagian
pendapatannya berupa royalti atas merek dagang yang telah diberikan.
Kelebihan dari pola kemitraan waralaba adalah perusahaan pemilik
waralaba dan perusahaan mitra usaha sama-sama mendapatkan keuntungan.
Selain itu pola kemitraan waralaba ini dapat berfungsi sebagai perluasan pasar,
karena kemitraan ini bisa memiliki mitra usaha dimana pun. Sedangkan pola
kemitraan waralaba adalah sering terjadi perselisihan jika ada salah satu pihak
yang ingkar, adanya ketergantungan dari mitra usaha kepada pihak pemilik
waralaba, dan adanya ketidakbebasan pihak mitra usaha dalam mengontrol
usahanya, dikarenakan harus mengikuti prosedur dari pemilik waralaba. (Hafsah
2000).
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Kedelai edamame merupakan salah satu tanaman yang memiliki prospek
bagus untuk dapat dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan harga kedelai
Memasarkan produk Kelompok mitra
Perusahaan Mitra
Kelompok Mitra
Konsumen / Masyarakat
memasok
35
edamame yang lebih tinggi dibandingkan kedelai biasa dan juga kedelai edamame
ini cocok dibudidayakan di wilayah tropis. Permintaan akan kedelai edamame
datang dari negara Jepang dan juga Amerika Serikat. Kedelai edamame di Jepang
biasa dikonsumsi dalam bentuk cemilan kesehatan, sedangkan di Amerika Serikat
pemanfaatan kedelai ini bahkan digunakan dalam bidang kecantikan.
Kegiatan budidaya kedelai edamame di Indonesia masih relatif sedikit,
namun di sisi lain permintaan akan kedelai edamame terus mengalami
peningkatan. Adanya permintaan yang tinggi terhadap kedelai edamame tentunya
harus didukung dengan peningkatan produksi kedelai edamame. Salah satu cara
meningkatkan produksi kedelai edamame yaitu dengan melakukan kemitraan
dengan petani. PT Saung Mirwan merupakan salah satu perusahaan yang menjalin
hubungan kemitran dengan petani. Salah satu kemitraan yang dijalin adalah
kemitraan komoditi edamame. Terjalinnya hubungan kemitraan antara petani
dengan PT saung Mirwan membuat kegiatan budidaya edamame di Indonesia
semakin meningkat. Petani bersedia menanam komoditi edamame dikarenakan
sudah ada kepastian harga dan kepastian produk mereka akan terjual. PT Saung
Mirwan selama ini menjual edamame dari petani ke super market.
Pelaksanaan kemitraan antara PT Saung Mirwan dengan petani mitra
komoditi kedelai edamame tidak lepas dari adanya masalah. Masalah yang terjadi
selama ini adalah masih rendahnya produktivitas kedelai edamame yang
dihasilkan oleh petani mitra. Hal ini diduga terjadi karena proses budidaya yang
selama ini dilakukan oleh petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan masih
belum efisien. Proses budidaya yang belum efisien menyebabkan hasil panen
yang diperoleh menjadi kurang optimal. Hal ini nantinya akan berpengaruh
terhadap pendapatan usahatani para petani mitra, sehingga diperlukan suatu
penelitian mengenai pendapatan usahatani dan tingkat efisiensi teknis budidaya
kedelai edamame di petani mitra PT Saung Mirwan.
Analisis pendapatan usahatani dilakukan dengan cara menghitung berapa
penerimaan, biaya, dan pendapatan yang diperoleh selama satu musim tanam.
Setelah itu dilakukan perhitungan rasio penerimaan atas biaya untuk melihat
apakah usahatani yang dijalankan layak atau tidak. Setelah melakukan
perhitungan terhadap rasio peneimaan atas biaya, selanjutnya dilakukan analisis
36
efisiensi teknis dimana efisiensi ini menggambarkan seberapa efisien petani dalam
menggunakan input yang ada untuk menghasilkan produksi yang optimal.
Penghitungan efisiensi teknis akan menggunakan analisis fungsi produksi
stochastik frontier dengan menggunakan faktor-faktor yang diduga akan
mempengaruhi produksi kedelai edamame adalah luas lahan, jumlah benih yang
digunakan, tenaga kerja, jumlah pupuk kimia, jumlah pupuk kandang, dan jumlah
insektisida yang digunakan. Penentuan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi
produksi kedelai edamame berdasarkan studi penelitian terdahulu dan juga
memahami cara budidaya kedelai edamame yang diberikan oleh PT Saung
Mirwan.
Selanjutnya akan dilakukan perhitungan terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petani (inefisiensi). Faktor-faktor yang
diduga mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petani adalah umur petani,
pengalaman menanam kedelai edamame, pendidikan, dummy status kepemilikan
lahan, dan dummy penyuluhan dan pekerjaan istri. Hasil perhitungan pendapatan
usahatani, efisiensi dan inefisiensi teknis petani mitra nantinya akan dijadikan
saran atau rekomendasi untuk petani dan perusahaan, agar produksi kedelai
edamame dapat meningkat. Adapun bagan kerangka pemikiran operasional dapat
dilihat pada Gambar 8.
37
Gambar 8. Kerangka Pemikiran Operasional
Kerjasama kemitraan antara PT Saung
Mirwan dengan petani
Permasalahan :
Rata-rata produktivitas kedelai edamame petani
mitra masih rendah, hal ini mengindikasikan
budidaya yang dilakukan oleh petani mitra
belum efisien secara teknis. Nilai produktivitas
yang rendah tentunya akan berpengaruh
terhadap tingkat pendapatan usahatani para
petani mitra
Keragaan Usahatani
Kedelai Edamame
Input
Produksi
Output
Produksi
Efisiensi Teknis dan
Pendapatan Usahatani
petani mitra PT Saung
Mirwan
Hasil &
Rekomendasi
Analisis Fungsi Produksi
Stochastic Frontier
Analisis Pendapatan
Usahatani:
1. Pendapatan Usahatani
2. Analisis R/C rasio