BAB III KAJIAN TEORITIS A. Definisi Asuransi Takafulrepository.uinbanten.ac.id/2417/4/BAB III REV II...
Transcript of BAB III KAJIAN TEORITIS A. Definisi Asuransi Takafulrepository.uinbanten.ac.id/2417/4/BAB III REV II...
39
BAB III
KAJIAN TEORITIS
A. Definisi Asuransi Takaful
Konsep asuransi syariah, asuransi disebut dengan takaful,
ta’min, dan Islamic insurance. Takaful memiliki arti saling
menanggung antara umat manusia sebagai makhluk sosial.
Ta’min berasal dari kata “amanah” yang berarti memberikan
perlindungan, ketenangan, rasa aman, serta bebas dari rasa
takut. Adapun Islamic insurance mengandung makna
“pertanggungan” atau “saling menanggung”. Istilah takaful
pertama kali di gunakan oleh Daarul al-Mal al-Islam, sebuah
perusahaan asuransi Islam yang berpusat di Genewa tahun
1983. (Abdul Mannan, 2014: 237)1
Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-
Undang No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang
dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah
perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari
suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk pembayaran yang
1 Abdullah jarir, „ Pendapat Sayyid Sabiq Tentang Asuransi
(Syirkah al-Ta‟min)‟ dalam Muamalatuna (Jurnal Hukum Ekonomi
Syari’ah) Vol. 8 No. 1 (2016), h. 3.
40
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.2
Asuransi disebut pula takaful,ta’min, atau tadhamun,
yaitu suatu usaha saling melindungi dan saling tolong
menolong di antara sejumlah orang melalui investasi dalam
bentuk aset atau tabbaru’ melalui akad sesuai dengan syariah.
Pendapat lain dikemukakan oleh Fachrudin, dia mengatakan
bahwa yang di maksud dengan asuransi adalah suatu
perjanjian keberuntungan. Menurut pasal 246 Weetboek van
Koophandel (Kitab Undang-Undang Perniagaan) bahwa yang
dimaksud dengan asuransi adalah suatu persetujuan yang
menyetujui bahwa pihak yang meminjam berjanji pada pihak
yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai
pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang di
jamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan
terjadi.3
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-
MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di
antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam
bentuk asset dan atau tabarru’ yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang syariah adalah akad yang tidak mengandung
2 Abdul R.salim, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, (Jakarta:
Kencana, 2005), cetakan keenam, h. 203-204. 3 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer,(Bogor:
Ghalia Indonesia,2005), hlm. 301.
41
gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, dzulm, risywah,
barang haram, dan maksiat.4
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa asuransi syariah dilaksanakan oleh seseorang atau
beberapa orang untuk memperkuat ikatan solidaritas dan
tanggung jawab sosial untuk saling melindungi anggota yang
satu dengan anggota yang lainnya, lalu kepada setiap
kewajiban yang harus dilakukan bagi kaum muslimin yang ada
di setiap negara melalui mekanisme saling tolong-menolong
dan bergotong royong menuju kesejahteraan masyarakat untuk
menciptakan kerukunan, keharmonisan, dan stabilitas dalam
kehidupan sosial masyarakat. Mekanisme itu dibenarkan
bahkan dianjurkan oleh para ahli hukum Islam berdasarkan
toeri maslahah mursalah-nya yang sangat besar bagi
kesejahteraan umat manusia.
Menurut kaidah dar’ul mafasid awla min jalbil mashalih
(menolak mafsadat lebih utama dari pada mengundang
maslahat)5, apabila suatu mafsadat itu datangnya bersamaan
dengan maslahat di keadaan tertentu yang mungkin akan
menyulitkan seseorang, maka yang lebih baik yang harus di
dahulukan adalah menolak maslahat dalam rangka untuk
meringankan pekerjaan seseorang, namun tidak meninggalkan
4 Abdullah jarir, „ Pendapat Sayyid Sabiq Tentang Asuransi
(Syirkah al-Ta‟min)‟ dalam Muamalatuna (Jurnal Hukum Ekonomi
Syari’ah) Vol. 8 No. 1 (2016), h. 4. 5 Yusuf Qaradhawi, Tujuh Kaidah Utama Fiqh Muamalat, (Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, 2010), h. 162.
42
yang sifatnya wajib. Berlakunya pula suatu sistem, dimana
para peserta asuransi akan menghibahkan setengah atau
seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar
klaim jika ada peserta yang mengalami musibah. Dengan kata
lain bisa dikatakan bahwa, didalam asuransi syariah, hanyalah
sebatas sistem pengelolaan operasional dan investasi dari
sejumlah dana yang diterima saja.
Praktik asuransi syariah di berbagai Negara terdapat dua
mazhab. Mazhab pertama memakai istilah “takaful” dalam
menyebut asuransi Islam seperti di Genewa (Swiss) dan
Malaysia. Kenapa asuransi disana disebut takaful karena
istilah tersebut sudah menjadi merek dagang dan merek
perusahaan asuransi yang berbasis internasional. Mazhab
kedua lebih banyak memakai istilah “al-Tamin” disini lebih
mengacu kepada pemakaian arti kata yang murni dan juga
kebanyakannya belum dijadikan label merek perusahaan
pertanggungan. Pemakaian “al-Tamin” saat ini banyak
dipergunakan di beberapa Negara Timur Tengah, terutama di
negara Mesir dan sekitarnya. Di Indonesia, atas rekomendasi
DSN MUI, sebaiknya asuransi yang berbasis syariah
menggunakan istilah asuransi syariah tanpa menggunakan kata
takaful atau al-tamin, walaupun di Indonesia mayoritas
beragama Islam.6
6 Abdullah jarir, „ Pendapat Sayyid Sabiq Tentang Asuransi
(Syirkah al-Ta‟min)‟ dalam Muamalatuna (Jurnal Hukum Ekonomi
Syari’ah) Vol. 8 No. 1 (2016), h. 4.
43
B. Asas-asas Asuransi Takaful
1. Asas Keimanan
Asas ini terimplementasikan dalam bentuk keimanan
kepada Allah serta qadha’ dan qadar-Nya. Dengan keimanan
yang kokoh dan kuat akan membuat seorang mukmin
merasakan ketengan dimanapun ia berada dan bahkan apapun
yang ia rasakan termasuk saat ia merasakan ketakutan yang
begitu besar, karena ia terus membekali dirinya dengan terus
bertakwa dan memperbanyak berdzikir kepada Allah SWT,
sebab inilah jalan solutif untuk membuang ketakutan dan
kekhawatiran di dalam diri seseorang.
Al-Quran sebagai pedoman hidup pertama, telah
menegaskan tentang keimanan yaitu dalam QS. Ar-Rad (13)
ayat 28 yang berbunyi:
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati
mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram.”7
Seorang muslim harus memiliki keimanan yang kuat dan
kokoh agar dapat meninggalkan perbuatan-perbuatan yang
7 Hafizh Dasuki, dkk, Al-Quran dan Terjemah, (Surabaya: CV.
Pustaka Agung Harapan, 2006), Cet ke-2, hal. 341.
44
tidak bermanfaat. Dengan iman, kehidupan seorang muslim
menjadi terarah, selalu mendekatkan diri kepada Allah dan
jauh dari segala maksiat. Begitu pula kaitannya dengan
asuransi syariah, seseorang yang telah yakin dan beriman
dalam hidupnya akan memilih bermuamalah sesuai apa yang
telah Allah SWT perintahkan sesuai syariat Islam.
2. Asas Solidaritas Kolektif sesuai denganPrinsip Ukhuwwah
(Persaudaraan)
Asas ini terimplementasikan dalam prilaku Islami seorang
muslim dalam bingkai nilai dan etika Islam. Diantaranya
adalah sikap tolong-menolong, setia kawan, solider,
konsistensi menjalani kesabaran dalam menghadapi sikap dari
temannya dan berempati dengan orang lain. Banyak sekali
manfaat yang dapat kita ambil dari rasa solidaritas dan
kepedulian terhadap orang lain. Allah SWT berfirman dalam
QS. Al-Baqarah (2) ayat 38:
...
“ ...Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-
Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan
tidak (pula) mereka bersedih hati."8
Solidaritas itu penting karena sangat mempengaruhi
perubahan sosial budaya. Perubahan sosial yang mencakup
sikap setiap orang dan kondisi suatu lingkungan yang
8 Hafizh Dasuki, dkk, Al-Quran dan Terjemah, (Surabaya: CV.
Pustaka Agung Harapan, 2006), Cet ke-2, hal. 8.
45
didominasi oleh perbedaan. Solidaritas tidak hanya sebatas
teori saja yang memiliki tujuan dan peranan penting dalam
kehidupan setiap orang, melainkan juga suatu praktik yang
bersifat rendah hati, tulus dari dalam diri dan terus menerus.
Asas persaudaraan ini pernah diterapkan semasa permulaan
negara Islam Madinah. Misalnya solidaritas sosial yang
terjalin antara kaum Muhajirin (pendatang) dan Anshar
(penduduk asli) di Madinah setelah hijrah.
3. Asas Bakti Sosial secara Institusional
Asas ini terimplementasi dalam bentuk pembetukan
organisasi amal dan yayasan sosial nonprofit yang menggalang
dana untuk sikap solidaritas. Institusi-institusi ini juga
bergerak dalam pengumpulan zakat, infak, sedekah, denda
nadzar, kafarat, dan sumbangan-sumbangan sosial lain yang
bearsal dari orang orang yang ingin membantu ataupun dari
dermawan yang selanjutnya akan disalurkan atau dibelanjakan
dalam proyek-proyek sosial, di anataranya untuk bantuan
orang orang yang membutuhkan dan orang yang tidak mampu.
4. Asas Infestasi dan Menabung untuk Cadangan Bencana
Asas ini memotivasi semua muslim agar berprilaku hemat
dalam membelanjakan uangnya serta menabung surplus
pendapatan dan menginvestasikannya agar dapat dimanfaatkan
sewaktu terjadi musibah dan krisis. Hal ini pula telah
ditegaskan Allah SWT dengan menggambarkan hamba-
46
hambanya yang bertakwa dengan label bijak dalam
membelanjakan uang.
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan
(harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir,
dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara
yang demikian.” 9 [QS. Al-Furqan (25) ayat 67]
Ada beberapa formula investasi Islam yang dapat
dijalankan, sebagai berikut.
a. Bekerja sama dengan rekan dalam proyek investasi
yang beresiko kecil, sesuai dengan fikih partisipasi.
b. Membeli rumah kos dan menyewakannya. Di samping
bermanfaat bagi dirinya, hal itu juga bermanfaat bagi
ahli waris kelak.
c. Membeli saham perusahaan yang bergerak di lapangan
pekerjaan yang halal.
d. Mendepositokan surat berharga di bank dan lembaga
investasi Islam.
e. Menabung dan berinvestasi di perbankan Islam.
9 Hafizh Dasuki, dkk, Al-Quran dan Terjemah, ... ..., Cet ke-2, hal.
511.
47
f. Asas-Asas Lain dari Aplikasi Sistem Asuransi
Kontemporer yang Sesuai dengan Syariat Allah.10
Asas dan kebijakan-kebijakan asuransi di atas merupakan
fondasi yang kokoh untuk kegiatan asuransi dari marabahaya
dalam pendekatan Islam. Asas inipun boleh di tambah dengan
sistem dan sarana konvensional yang telah banyak dikenal
oleh khalayak umum dan selama asas konvensional ini tidak
bertentangan dengan prinsip dan hukum syariat Islam dan bisa
mewujudkan target yang disyariatkan dalam menghadapi
marabahaya.
C. Tujuan dari Asuransi Takaful
1. Pembayaran ganti rugi
Pada hakikatnya semua manusia tidak ada yang tahu
kapan, dimana, dan bagaiman akan terjadi risiko, mereka
terkadang tidak pernah tahu dari mana biaya ganti rugi itu
akan mereka bayar, dan apakah saat risiko itu terjadi akan
ada yang mengganti atau akan ada yang membayar ganti rugi
mereka.
2. Pembayaran santunan
Apabila mereka mendapatkan musibah dalam perjalanan
mereka dan musibah itu terjadi selama di angkutan umum
berlangsung atau di tempat kerjanya dan telah
mengakibatkan korban jiwa, maka mereka atau ahli warisnya
akan memperoleh pembayaran santunan dari penanggung,
10
Husain Husain Syahatah, Asuransi dalam Perspektif Syariah,
(Jakarta: Dar An-Nasyr II Al-Jaml‟at, 2006), h. 52-61.
48
yang jumlahnya telah ditetapkan undang-undang. Jadi tujuan
mengadakan asuransi sosial menurut pembentuk undang-
undang adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat,
dan mereka yang terkena musibah diberi santunan sejumlah
uang. Dalam hal ini, contoh lainnya adalah BPJS
ketenagakerjaan yang di selenggarakan oleh pemerintah.
3. Kesejahteraan anggota
Setiap penyetoran yang uang iuran yang di bayarkan
oleh semua anggota (semacam premi oleh tertanggung)
merupakan pengumpulan dana untuk kesejahteraan setiap
anggotanya, misalnya biaya upacara untuk anggota yang
mengadakan selametan, bantuan penguburan untuk biaya
anggota yang telah meninggal dunia, dan biaya perawatan
bagi anggota yang mengalami kecelakaan ataupun sakit.
Semua itu bertujuan untuk kesejahteraan bagian setiap
anggota yang ikut serta dalam asuransi. Agar peserta asuransi
merasa diuntungkan dengan mereka ikut menjadi nasabah
asuransi.11
4. Meringankan risiko nasabah
Dengan ikut sertanya menjadi nasabah asuransi syariah,
setiap nasabah yang ikut serta dapat meringankan risiko yang
sedang dihadapi oleh para nasabah atau para tertanggung
dengan mengambil alih risiko yang di hadapi saat itu.
11 “Tujuan Asuransi syariah”
http://www.google.co.id/amp/s/mariberasuransi1.wordpress.com/2015/11/27/tujuan-asuransi/amp/, diakses pada 15 Des. 2017, pukul 12.30 WIB.
49
5. Menciptakan rasa tentram
Menciptakan rasa tentran disini, setiap nasabah yang ikut
serta menjadi anggota asuransi dapat merasakan rasa tentram
dan aman dalam hidupnya. Mereka tak perlu khawatir akan
risiko-risiko yang datang secara tiba-tiba, sehingga setiap
nasabah yang ikut asuransi lebih berani mengikatkan usaha
yang lebih besar lagi untuk menafkahi hidupnya.12
D. Manfaat Asuransi Syariah
1. Pengalihan risiko (risk transfer)
Pengalihan disini adalah untuk memindah setiap risiko
yang datangnya secara tiba-tiba, contohnya si A sedang
mengalami kecelakaan, tapi dengan dia ikut asuransi dia bisa
mengurangi beban resiko untuk membayar rumah sakit jadi
dia tak perlu memikirkan berapa banyak biaya yang harus di
tanggung olehnya, bahkan oleh keluarganya. Ada dua
kondisi dasar yang tidak memungkinkan manusia berkelit
dengan risiko. Pertama hidup terlalu lama di dunia. Kedua,
hidup terlalu singkat. Kedua-duanya tidak bisa seseorang
pilih dengan sesuka hati. Karena setiap orang pasti ingin
hidup lama dan kesejahteraannya terjamin. Hidup terlalu
lama bukan berarti tidak sedikit risiko atau musibah yang
menimpa, dan hidup pendek pun tidak akan menutup
kemungkinan seseorang di timpa musibah yang sedikit, itu
sebabnya di butuhkankannya suatu pengalihan risiko.
12 Kuat Ismanto, Asuransi Perspektif Maqasid Asy-Syariah,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), hal. 104.
50
Seseorang atau perusahaan akan menghadapi banyak ketidak
pastian (uncertainty), baik mengenai kerugian itu sendiri
maupun besarnya kerugian apabila kerugian itu benar-benar
terjadi.13
2. Proteksi bagi diri sendiri, pasangan, anak, anggota
keluarga
Dengan ikut menjadi nasabah asuransi, telah
mempersiapkan payung untuk melindungi diri sendiri,
pasangan dan keluarga dari risiko atau kejadian-kejadian
yang membuat rugi dan hal-hal yang tidak diinginkan dapat
di hadapi dengan bantuan yang telah disiapkan sebagai obat
atau sebagai payung di kala hujan. Artinya tidak akan
terlalu khawatir saat terjadi risiko atau sebuah musibah
yang akan menimpa diri sendiri dan keluarga, karena telah
punya pelindung dan proteksi bagi diri.
3. Sebagai sarana untuk menabung
Secara sadar ataupun tidak sadar dan secara tidak
langsung asuransi merupakan sarana untuk menyisihkan
sebagian uang. Program asuransi pun layak diikuti
manakala tidak bisa menabungkan atau menyisihkan uang
sadikitpun. Dalam ikut serta menjadi nasabah asuransi
maka mau ataupun tidak mau wajib membayar polis atau
premi yang sudah di tentukan di awal perjanjian, dan
13 Kuat Ismanto, Asuransi Perspektif Maqasid Asy-Syariah, ... ...,
hal. 114.
51
mengenai kapan manfaatnya bisa di ambil, itu tergantung
kesepakatan di awal yang telah di buat.14
4. Agar mengurangi beban di hari tua
Pensiun dan sejahtera itu pasti keinginan semua orang.
Namun pada kenyataannya hanya sedikit orang yang berada
dalam kondisi ini. Sebagiannya besarnya, terus bekerja
walaupun usianya sudah tua, ataupun ada yang hidupnya
selalu tergantung dari keluarganya. Hal ini terjadi
disebabkan karena sebagian orang Indonesia terkadang
banyak yang melakukan kesalahan-kesalahan dalam
mengelola keuangannya. Banyak yang menganggap
kesalahan ini tidak penting, dan banyak yang tidak
menyadari bahwa yang dia lakukan ini pengebabnya akan
berujung fatal di masa tuanya.
Kondisi keuangan dan kondisi fisik yang berubah
menimbulkan sejumlah risiko yang mungkin anda rasakan
sepanjang hidup. Berikut adalah beberapa kondisi hari tua
yang mungkin akan menimpa seseorang:
a. Permasalahannya pada masa tua. Contohnya,
dipecat (dipensiunkan), sakit yang berkepanjangan, sulit
mencari pekerjaan, biaya tinggi, pendapatan semakin
berkurang.
14 “Manfaat Asuransi Syariah” http://www.al-
magribicendekia.com/2013/04/manfaat-asuransi-dan-kelebihan-asuransi.html?m=1, diakses pada 15 Des. 2017, pukul 13.21 WIB.
52
b. Penggerus kesejahteraan pada masa pensiun.
Misalnya, anak belum mampu mandiri, biaya pesta
perkawinan anak, biaya pengobatan, dililit hutang,
menghadapi tuntutan hukum, gagal menjadi pengusaha,
salah investasi pada pensiun, dan lain-lain.
c. Aneka kebutuhan biaya pada masa tua. Contonya,
membayar zakat, amal jariyah, sedekah, biaya pemeliharaan
kesehatan, biaya pemeliharaan rumah, biaya sewa rumah,
biaya makan dan lauk-pauk, biaya pendidikan, biaya
kegiatan sosial, biaya telepon, air dan listrik.15
5. Sebagai amal jariyah
Dengan seringnya membantu orang-orang yang sedang
terkena musibah dengan ikhlas maka insyaallah semakin
banyak juga amal yang akan peroleh, karena Allah pasti
tahu apa yang sedang umatnya lakukan dan apa-apa yang
umatnya sembunyikan. Seperti halnya sistem asuransi
syariah di dalamnya mengandung sistem tolong-menolong
sesama nasabah asuransi disini terlihat dari akad-akad yang
digunakan oleh asuransi syariah dan terlihat juga dari premi
yang di bayarkan. Dana nasabah akan di kelola dengan
sedemikian rupa, sesuai dengan syariah Islam yang di
bolehkan.
6. Wadah dan dana bersama (the common pool),
15 Kupasi, Asuransi Buat Apa?, (Jakarta: Gagas Bisnis Indonesia,
2013), hal. 95-96.
53
Wadah dana bersama disini yaitu premi-premi yang
diterima oleh perusahaan asuransi (penanggung) dari para
tertanggung akan di kumpulkan oleh penanggung ke dalam
suatu wadah dana bersama (pool) untuk setiap jenis risiko
yang sama, kemudian setiap ganti rugi yang di bayar
diambil dari pool tersebut. Pada asuransi ini memberi
mekanisme pengalihan risiko melalui penggunaan wadah
dana bersama, dimana setiap pemegang polis membayar
premi dalam jumlah yang seiman sesuai dengan tingkat
risiko yang ditimbulkannya.16
E. Sistem Operasional Asuransi Takaful
Sesuai dengan Fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang
Pedoman Umum Asuransi Syariah, ditegaskan bahwa :
1. Dengan Pertimbangan :
a. Bahwa dalam menyongsong masa depan upaya
mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko dalam
kehidupan ekonomi yang akan dihadapi, perlu
dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini.
b. Bahwa salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan data
tersebut dapat dilakukan melalui asuransi.
c. Bahwa bagi mayoritas umat Islam Indonesia, asuransi
merupakan persoalan yang masih banyak dipertanyakan;
apakah status hukum dan cara aktivitasnya sejalan
dengan prinsip-prinsip syariah.
16 Kuat Ismanto, Asuransi Perspektif Maqasid Asy-Syariah,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), hal. 115.
54
d. Bahwa oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan dan
menjawab pertanyaan masyarakat, Dewan Syariah
Nasional memandang perlu menetapkan fatwa tentang
asuransi Syariah Nasional memandang perlu menetapkan
fatwa tentang asuransi Syariah yang berdasarkan prinsip
syariah untuk dijadikan pedoman oleh pihak-pihak yang
memerlukannya.17
2. Ketentuan Keabsahan asuransi
Mengenai ketentuan pelaksanaan keabsahan Asuransi,
Firdaus at al., mengemukakan, Fatwa Dewan Syariah Nasional
(DSN) menetapkan bahwa asuransi itu sah apabila sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang didalamnya mengandung
unsur berikut ini:
a. Ketentuan umum
1) Asuransi syariah (ta’min, takaful atau tadhamun)
adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong
diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi
dalam bentuk aset atau tabarru yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu
melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
2) Akad yang sesuai dengan syariah adalah yang tidak
mengandung penipuan (gharar), perjudian (maisir),
riba, penganiayaan (zhulum), suap menyuap
17
Novi puspitasari, Manajemen Asuransi Syariah, (Yogyakarta:
UII Press, 2015), h. 96.
55
(risywah), barang haram dan maksiat. Kejelasan akad
dalam praktik muamalah merupakan prinsip karena
akan menetukan sah atau tidaknya secara syariah
suatu transaksi. Begitu pula dengan asuransi, akad
yang dipakai oleh perusahaan dengan peserta harus
jelas. Apakah akadnya jual beli (tadabuh) atau
tolong-menolong (takaful).18
3) Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang
dilakukan untuk tujuan komersial.
4) Akad tabarru adalah semua bentuk akad dilakukan
dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong, bukan
semata untuk tujuan komersial.
5) Premi adalah kewajiban peserta asuransi untuk
memberi asuransi sesuai dengan kesempatan dalam
akad.
6) Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib
diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan
kesepakatan dalam akad.19
b. Akad dalam asuransi
Akad-akad yang ada didalam asuransi syariahpun sudah
sesuai dengan syariah Islam.
1) Akad yang dilakukan antara peserta dengan
perusahaan terdiri atas akad tijarah dan akad tabrru’.
18
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi
dan Ilustrasi, (Yogyakarta : Ekonisia, 2007), cetakan ke-IV, hal. 127. 19
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer,
(Bogor: Ghalia Indonesia,2005), hlm. 306.
56
2) Akad tijarah yang dimaksud dalam ayat (1) adalah
mudharabah, sedangkan akad tabarru‟ adalah hibah.
3) Akad sekurang-kurangnya harus disebutkan : hak dan
kewajiban peserta dan perusahaan. Cara waktu
pembayaran premi. Jenis akad tijarah dan akad
tabarru‟ serta syarat-syarat yang di sepakati, sesuai
dengan jenis asuransi yang di akadkan.20
c. Kedudukan para pihak dalam akad tijarah dan tabarru’
Asuransi syariah atau konvensional pasti akan
menjelaskan sebagai apakah kedudukan nasabah setelah
menjadi anggota asuransi syariah nanti, di bawah ini adalah
kedudukan yang telah menjadi anggota:
1) akad tijarah (mudharabah) perusahaan bertindak
sebagai mudharib (pengelola) dan peserta bertindak
sebagai shahibul maal (pemegang polis).
2) akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah
yang akan digunakan untuk menolong peserta lain
yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan
bertindak sebagai pengelola dana hibah.
d. Reasuransi
Reasuransi adalah sebuah kontrak asuransi dimana
perusahaan asuransi memindahkan semua atau sebagian
risikonya kepada persahaan asuransi yang lain atau pembelian
polis asuransi oleh suatu perusahaan asuransi yang telah
20
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi
dan Ilustrasi, (Yogyakarta : Ekonisia, 2007), cetakan ke-IV, hal. 137.
57
mengeluarkan atau menjual polis, untuk melindungi dirinya
terhadap semua atau sebagian klaim yang ditanggungnya
terhadap para pemegang polisnya.21
1) Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi
kepada perusahaan reasuransi yang berdasarkan
prinsip syariah.
e. Pengelolaan
1) Pengelolaan asuransi syariah hanya dapat dilakukan
oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang
amanah.
2) Perusahaan asuransi syariah memperoleh bagi hasil
dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad
tijarah (mudharabah).
3) Perusahaan asuransi syariah juga memperoleh ujrah
(fee) dari pengelolaan dana akad tabarru’ (hibah).22
F. Landasan Hukum Asuransi Syariah
Pada kesempatan kali ini, landasan yang digunakan dalam
praktik bisnis asuransi syariah adalah: al-Quran, sunnah Nabi,
piagam madinah, praktik sahabat, ijma, qiyas.
1. Al-Quran
Al-Quran memang tidak menyebutkan secara tegas ayat
yang menjelaskan tentang praktik asuransi seperti yang telah
ada saat ini, hal ini terindikasi dengan munculnya istilah
21
Hasyim Ali, Bidang Usaha Asuransi, (Jakarta: Sinar Grafika
Offset, 1999), cet kedua, hal. 236. 22
Novi puspitasari, Manajemen Asuransi Syariah, (Yogyakarta: UII
Press, 2015), h. 101.
58
asuransi takaful secara nyata dalam al-Quran. Walaupun
begitu al-Quran masih mengakomodir ayat-ayat yang
mempunyai muatan nilai-nilai dasar yang ada dalam praktik
asuransi, seperti nilai dasar tolong-menolong, kerja sama
atau semangat untuk melakukan proteksi terhadap setiap
peristiwa kerugian yang akan datang suatu saat nanti dan tak
diduga-duga dimasa yang akan datang.
Di antara ayat-ayat al-Quran yang mempunyai muatan
nilai-nilai yang ada dalam praktik asuransi adalah:
a. Surah al-Maidah (5) ayat 2
...
“...Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” 23
Ayat ini telah menjelaskan tentang perintah untuk saling
tolong-menolong antar manusia dalam hal kebaikan. Dalam
bisnis asuransi, nilai ini terlihat dalam praktik kerelaan
seorang nasabah asuransi untuk menyisihkan preminya agar
digunakan sebagai dana sosial, yang difungsikan untuk
menolong salah satu nasabah yang sedang mengalami
musibah.
23
Hafizh Dasuki, dkk, Al-Quran dan Terjemah, (Surabaya: CV.
Pustaka Agung Harapan, 2006), Cet ke-2, hal. 141.
59
b. Surah al-Baqarah (2) ayat 155
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa
dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar.”24
Dari ayat diatas terlihat jelas sekali bahwa jiwa manusia
itu pasti selalu saja di selimuti dengan ketakutan dan
kekhawatiran, dan manusia membutuhkan sebuah solusi
untuk meringankan rasa ketakutan dan kekhawatiran itu,
bahkan terkadang adapun ada yang ingin bisa menghilangkan
rasa itu. Dalam hal ini, Islam telah meletakan sebuah
pendekatan untuk mencapai tujuan tersebut yang
diaktualisasikan dalam bentuk ketakwaan kepada Allah.
Penerapan sistem zakat mal (Zakat kekayaan), sistem
solidaritas sosial, dan prilaku yang baik dan terpuji.
Sekaligus dorongan untuk menabung demi kemaslahatan
generasi mendatang, juga gotong-royong, saling membantu,
solider, dan menjalin persaudaraan diantara kaum muslimin
sebagai saudara seiman.25
24 Hafizh Dasuki, dkk, Al-Quran dan Terjemah, ... ..., Cet ke-2, hal.
29. 25
Husain Husain Syahatah, Asuransi dalam Perspektif Syariah,
(Jakarta: Dar An-Nasyr II Al-Jaml‟at, 2006), h. 50.
60
Bisnis asuransi, hal semacam ini di pelajari dalam
bentuk manajemen risiko, yaitu bagaimana caranya
mengelola resiko tersebut agar dapat terhindar dari kerugian
atau paling tidak risiko kerugian apapun bisa diminimalisasi
oleh orang yang ikut bergabung menjadi nasabah asuransi.
2. Sunnah Nabi
Kalangan para ulama pasti memberikan pengertian
sunnah yang berbeda-beda, sebab para ulama terdahulu
memandang sunnah dari segi yang berbeda-beda pula,
setiap ulama mempunyai tingkat kepintaran ilmu yang
berbeda satu dengan yang lainnya dan membicarakannya
dari segi yang berlainan. Hadist-hadist di bawah ini yaitu:
a. Hadist tentang anjuran menghilangkan kesulitan
seseorang
هما.أن رسول اللو عليو حديث عبداللو بن عمررض اللو عن سلم, لايظلمو ولايسلمو,من كان ف
وسلم,قال: المسلم أخوالم
كان اللو ف حا جتو ومن ف رج عن مسلم كربة حا جة اخيو ف رج اللو عنو با كربة من كثرب ي وم القيامة ومن ست رمسلما
ست ره اللو ي وم القيا مة “Abdullah bin Umar r.a. berkata: Rasulullah saw.
Bersabda: seorang muslim adalah saudara. Ia tidak boleh
menzaliminya maupun membiarkannya dizalimi. Barang
siapa yang memenuhi hajat saudaranya, maka Allah akan
memenuhi hajatnya. Barangsiapa yang meringankan
beban seorang muslim, maka Allah akan meringankan
bebannya dihari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi
61
aib seorang muslim, maka Allah akan menutupinya pada
hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)26
b. Hadist tentang anjuran menabung dan menghemat untuk
masa yang akan datang
م فضلالي وم رحم اللو امرأاكتسب طيباوأن فق قصداوقصداوقد ف قره وحا جتو
“Allah mengasihi laki-laki yang mencari rezeki dengan
halal, lalu membelanjakannya dengan hemat, dan
menyimpan kelebihannya untuk masa miskin dan
butuhnya.” (Diriwayatkan dari Ubadah bin Ash-Shamit)27
3. Piagam Maidah
Rasulullah SAW mengumumkan sebuah peraturan
yang terdapat dalam piagam Madinah yaitu sebuah
konstitusi pertama yang memperhatikan keselamatan hidup
umatnya. Asuransi dalam praktiknya telah ada pada jaman
pra-Islam atau Arab kuno, namun memang pada praktiknya
zaman dulu namanya bukan asuransi ataupun takaful, lebih
terkenal nya disebut dengan aqilah yang di kaitkan dengan
membayar diyat (uang darah).
4. Praktik Sahabat
Praktik sahabat yang berkenaan dengan pembayaran
hukuman (ganti rugi) itu pernah dilakukan oleh khalifah
kedua, yaitu Umar bin Khatab.
26
Husain Husain Syahatah, Asuransi dalam Perspektif Syariah, ...
..., h. 91-92. 27
Husain Husain Syahatah, Asuransi dalam Perspektif Syariah, ...
..., h. 58-59.
62
Selanjutnya menurut Ansori bahwa sosok Khalifah
Umar bin Khatab adalah orang yang pertama kali
mengeluarkan perintah untuk menyiapkan daftar-daftar nama
yang akan saling menanggung beban, secara profesional
perwilayah, dan orang-orang yang terdaftar diwajibkan
saling menanggung beban.
5. Qiyas
Qiyas menurut bahasa adalah menyamakan,
membandingkan, atau mengukur. Menurut para ulama ushul
fiqh, ialah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa
yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkan
kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah
ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada
persamaan „illat antara kedua kejadian yang telah terjadi.28
Aqilah diterima Rasulullah SAW menjadi bagian dari
dasar hukum Islam. Awal dari adanya hukum Islam ini
adalah saat di Arab zaman dahulu harus siap untuk
melakukan kontribusi atas nama pembunuhan yang tidak
disengaja untuk membayar ahli waris korban. Kesiapan
untuk membayar kontribusi keuangan ini sama halnya
dengan pembayaran premi pada praktik asuransi syariah saat
ini. jika dibandingkan dengan permasalahan asuransi syariah
yang ada pada saat ini dapat disamakan hukumnya, dengan
sistem aqilah yang ada pada zaman Rasulullah SAW.
28
“Pengertian Qiyas” http://barnur.blogspot.co.id/2011/08/
pengertian-qiyas.html?m=1, diakses pada 19 Des.2017, pukul 13.57 WIB.